case sirosis hepatis

22
BAB II LAPORAN KASUS : SIROSIS HEPATIS 2. 1 Identitas Umum Pasien Nama : TN. WH Jenis Kelamin : Pria Umur : 60 tahun 8 bulan 27 hari RM : 381759 Alamat : Kopo Sayati 3/3 Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung Pekerjaan : Buruh Agama : Islam Ruangan : IGD – Mawar – ICU Tanggal Masuk : 20 Oktober 2012 pukul 14.10 Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2012 2. 2 Anamnesis Autoanamnesis IGD ( 20 Oktober 2012) Keluhan Utama : Perut membesar Pasien mengeluhkan perutnya membesar sejak 2 minggu SMRS. Perut membesar disertai dengan nyeri ulu hati dan mual. Disangkal adanya muntah. Keluhan ini diikuti dengan bengkak pada kedua kaki sejak k.l 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak yang semakin lama semakin bertambah berat. Sesak timbul jika berjalan jauh atau tidur dalam posisi terlentang, sehingga pasien merasa lebih nyaman tidur dalam posisi setengah duduk. Pasien menyangkal sering terbangun di malam hari karena

description

internship

Transcript of case sirosis hepatis

Page 1: case sirosis hepatis

BAB II

LAPORAN KASUS : SIROSIS HEPATIS

2. 1 Identitas Umum Pasien

Nama : TN. WH

Jenis Kelamin : Pria

Umur : 60 tahun 8 bulan 27 hari

RM : 381759

Alamat : Kopo Sayati 3/3 Sayati Kec. Margahayu Kab. Bandung

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Ruangan : IGD – Mawar – ICU

Tanggal Masuk : 20 Oktober 2012 pukul 14.10

Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2012

2. 2 Anamnesis

Autoanamnesis IGD ( 20 Oktober 2012)

Keluhan Utama : Perut membesar

Pasien mengeluhkan perutnya membesar sejak 2 minggu SMRS. Perut

membesar disertai dengan nyeri ulu hati dan mual. Disangkal adanya muntah.

Keluhan ini diikuti dengan bengkak pada kedua kaki sejak k.l 1 minggu SMRS.

Pasien juga mengeluhkan adanya sesak yang semakin lama semakin

bertambah berat. Sesak timbul jika berjalan jauh atau tidur dalam posisi terlentang,

sehingga pasien merasa lebih nyaman tidur dalam posisi setengah duduk. Pasien

menyangkal sering terbangun di malam hari karena sesak nafas. Disangkal adanya

riwayat demam, batuk lama atau bunyi mengi pada saat bernafas

Pasien mengeluh sejak 1 bulan SMRS merasa menjadi mudah lelah dan lemas,

nafsu makan menurun disertai dengan penurunan berat badan k.l sekitar 5 kilogram.

Mata pasien tampak menjadi kuning sejak 1 bulan SMRS.

Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama 10 bulan

SMRS, namun sudah 3 bulan terakhir tidak kontrol. Obat-obatan yang rutin diminum

oleh pasien adalah Furosemid, Ranitidine dan antasida.

BAB : frekuensi 1x/hari, keras, berwarna hitam

BAK : warna kuning pekat seperti air teh sejak 1 bulan SMRS, jumlah sedikit-sedikit.

Page 2: case sirosis hepatis

RPD : HT (-) DM (-) Sakit Kuning (-)

Kebiasaan : Merokok + Sudah berhenti k.l 20 tahun yang lalu, minum minuman

beralkohol (+)

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum :

Kesan sakit : sakit sedang

Kesadaran     : compos mentis

Keadaan Gizi  : cukup

Ekspresi : tenang

Posisi : tidak tampak letak paksa

Tanda – tanda vital :

TD                   : 100/70 mmHg

Nadi                 : 82 x/menit

Respirasi          : 22 x/menit

Suhu                 : 36,8 oC

Pemeriksaan Sistematik

Mata                : Conjungtiva anemis +/+,   sklera ikterik +/+

THT                 : sekret -, epistaksis –

Mulut : Mukosa basah

Leher : KGB coli t.t.m, JVP meningkat

Thorax             : B/P simetris, retraksi –

Cor                  : Bunyi jantung murni reguler, murmur -

Pulmo              : VBS +/+ ka=ki, Rh+/+ basah halus pada basal paru, Wh -/-

Abdomen : Cembung, Soepel, BU(+) Normal

Ascites + , Shifting Dullness +, H/L Sulit dinilai

Extremitas       : Akral hangat, CRT < 2’, pitting edema +/+

2. 4. Diagnosis Kerja / Differensial Diagnosis

Asites e.c DD/ - CHF fc III – IV

- CKD

- Sirosis Hepatis

Page 3: case sirosis hepatis

                   

2. 5 Pemeriksaan Penunjang

Hematologi rutin

Hb : 14,5 g/dl

Ht : 46 %

Leukosit : 6.500 / mm3

Trombosit : 221.000 / mm3

Pem. Kimia Klinik

GDS : 120 mg/dl

Ureum : 34 mg/dl

Kreatinin : 1,11 mg/dl

SGOT : 31,8 U/l / SGPT : 15,6 U/l

Bilirubin Total : 1,83 mg/dl

Bilirubin Direk : 1,35 mg/dl

Bilirubin Indirek : 0,48 mg/dl

Protein Total : 8,80 g/dl/ Albumin : 4,54 g/dl/ Globulin : 4,26 g/dl

Pemeriksaan Foto Thorax PA

Efusi pleura bilateral

Edema paru

EKG : OMI Inferior

2. 6 Terapi

O2 2-4 liter/menit

Venflon

Ondansetron 3 x 4 mg

Furosemid 3 x 2 amp

Ranitidine 2x1 amp iv

KSR 1x1 tab

Spironolakton 1x1 tab

Kateterisasi Jika urine (-) lakukan forced diuretik

2.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : ad malam

Page 4: case sirosis hepatis

2. 9 Resume

Seorang pria berusia 60 tahun datang ke IGD RSUD Soreang dengan keluhan

perut membesar sejak 2 minggu SMRS disertai dengan nyeri ulu hati, nausea tanpa

disertai vomitus, edema ekstremitas inferior (+), dyspnea d’effort (+), orthopnea (+) ,

disangkal adanya paroxysimal nocturnal dyspnea, orthopnea, keringat malam ataupun

riwayat demam dan batuk lama.

Sejak 1 bulan SMRS pasien juga mengeluhkan adanya anoreksia, malaise dan

penurunan berat badan sebanyak 5 kg disertai dengan ikterik pada mata. BAK

menjadi seperti air teh dengan jumlah sedikit-sedikit setiap BAK. BAB menjadi

berwarna hitam dan keras.

Pasien pernah dirawat dengan keluhan serupa 10 bulan SMRS namun sudah 3

bulan tidak kontrol, disangkal adanya riwayat HT, DM dan Sakit Kuning, Pasien

pernah memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol sekitar 20 tahun

yang lalu.

Pemeriksaan Fisik : KU: Compos mentis dengan Vital Sign dbn, Sclera

Icteric, JVP meningkat, Batas Jantung Kiri melebar 2 jari lateral LMCS, Pada

pemeriksaan paru ditemukan Rhonki basah halus pada basal paru tanpa adanya

wheezing, Pada Abdomen, ditemukan ascites dengan shifting dullness, bising usus +,

dan hepar serta lien sulit dinilai. Pitting edema pada ekstremitas inferior +

Diagnosis sementara adalah : Asites e.c DD/ CHF

- CKD

- Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Penunjang didapatkan Bilirubin Total : 1,83 mg/dl (meningkat),

Bilirubin Direk : 1,35 mg/dl (meningkat), Protein Total : 8,80 g/dl(meningkat),

Globulin : 4,26 g/dl (meningkat)

Pemeriksaan Foto Thorax PA didapatkan Efusi pleura bilateral dan edema paru.

Pemeriksaan EKG : OMI Inferior.

Terapi yang didapatkan : O2 2-4 liter/menit, Venflon, Ondansetron 3 x 4 mg,

Furosemid 3 x 2 amp, Ranitidine 2x1 amp iv, KSR 1x1 tab, Spironolakton 1x1 tab,

Kateterisasi Jika urine (-) lakukan forced diuretik

Pada hari pertama dan kedua perawatan, kondisi pasien dalam kondisi stabil,

dilakukan pemeriksaan tambahan berupa HBsAg, Profil lipid (dbn), As. Urat (13,44

mg/dl) serta USG dengan hasil menyokong gambaran sirosis hepatis dan

splenomegali. Produksi Urine pasien pada hari pertama 700 cc/24 jam dan pada hari

Page 5: case sirosis hepatis

kedua 750 cc/24 jam. Diagnosis sementara adalah Sirosis Hepatis + CHF fc ?. Terapi

dilanjutkan dengan penambahan dosis spironolakton menjadi 3 x 100 mg dan

curcuma 3x1 tab.

Pada hari ketiga perawatan (17.00), pasien menjadi bertambah sesak dan

kesadaran menjadi delirium. Produksi urine menurun menjadi hanya 20 cc/jam.

Disarankan untuk masuk ICU dan dilakukan forced diuresis. Di ICU diberikan terapi

Dopamine 1 mcg/kgbb/menit, Dobutamine 5 mcg/kgbb/menit serta dilakukan forced

diuresis mulai dengan pemberian lasix 4 amp iv dinaikkan menjadi 8 amp iv dan 12

amp iv, namun urine tetap tidak keluar.

Pada hari keempat perawatan (2.10) pasien apnea, TD tidak terukur dan nadi

tidak teraba, setelah dilakukan RJP pasien dinyatakan meninggal di ICU di hadapan

dokter, perawat dan keluarga.

Page 6: case sirosis hepatis

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai

macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada

tahun1826. Diambil bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye

dan dipakai untuk menunjukan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati

yang tampak saat otopsi.

Batasan fibrosis sendiri adalah penumpkan berlebihan matriks ekstaselular

(seperti kolagen, glikoprotein, proteoglikan) dala hati.

Menurut SHERLOCK; secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya fibrosis

yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian hati, tidak

hanya pada satu lobulus saja.

Menurut GALL; sirosis hati ialah penyakit hati kronis dimana terjadi

kerusakan sel hati ynag terus –menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi

jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkim atau timbulnya

inflamasi.

3.2 Epidemiologi

Kejadian sirosis hati di Yogyakarta menurut ARYONO; selama observasi 6

tahun (1969 – 1974) ditemukan 5,35% dari seluruh penderita yang dirawat di bagian

penyakit dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta. Selama 1966 – 1974 ditemukan

5,2% dari seluruh penderita ynag dirawat di bagian penyakit dalam Rumah Sakit

Hasan Sadikin Bandung. Di RSUP Padang menurut YULIUS dan HANIF selama

tahun 1969 – 1972 ditemukan 39,3% penderita sirosis dari seluruh penderita penyakit

hati.

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki – laki daripada

wanita, didapat perbandingan 1,6 : 1. Menurut ARYONO, 78% penderita sirosis

dalam golongan umur 30 – 60 tahun. Puncaknya sekitar usia 40 – 49 tahun. Menurut

JULIUS dan HANIF di RSUP Padang puncaknya antara 30 – 49 tahun, dan 64,8%

pada laki – laki.

Page 7: case sirosis hepatis

3.3 Klasifikasi

Klasifikasi secara morfologi sirosis hati dibagi berdasarkan besar kecilnya nodul

yaitu:

1. Makronoduler (ireguler, multilobuler).

2. Mikronoduler (regular, monolobuler).

3. Kombinasi (noduler dan mikronoduler)

Klasifikasi berasarkan etiologi :

1. Penyakit infeksi

2. Penyakit keturunan dan metabolik

3. Obat dan toksin

4. Penyebab lain atau tidak terbukti

3.4 Etiologi

Penyebab pasti sirosis hati belum jelas, tapi di antaranya disebutkan:

1. Factor kekurangan gizi.

Protein hewani terutama kholin dan methionin memegang peranan penting,

demikian pula bahan makanan lainnya seperti vitamin B kompleks, tokoferol,

cystine yang jika kekurangan dapat menyebabkan terjadinya sirosis.

2. Hepatitis virus.

Hepatitis kronis menyebabkan terjadinya nekrose sel hati yang akhirnya

terjadi sirosis hati.

3. Zat hepatotoksik

Obat – obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan hati secara akut

berupa nekrosis atau degenerasi lemak, secara kronis berupa sirosis hati.

Pemberian zat hepatotoksik terus – menerus akan menyebabkan kerusakan

hati yang merata dan akhirnya terjadi sirosis hati. Misalnya alkohol yang

berefek penimbunan lemak pada hati, etanol menyebabkan nekrosis dan

distorsi dalam jaringan hati.

4. Penyakit Wilson

Penyakit yang jarang ditemukan, biasanya pada orang muda ditandai sirosis

hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapat cincin cokelat kehijauan

(Kayser Fleischer Ring) pada kornea. Diduga disebabkan oleh defisiensi

Page 8: case sirosis hepatis

bawaan seruloplasmin yang juga berhubungan dengan penimbunan tembaga

dalam jaringan hati.

5. Hemokromatosis

Dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis yaitu:

1. Penderita mengalami kenaikan absorbs Fe sejak lahir.

2. Didapat setelah lahir (acquisita) pada penderita penyakit hati alkoholik

yang menyebabkan bertambahnya absorbsi dari Fe sehingga menimbulkan

sirosis hati.

6. Sebab – sebab lain;

1. Kelemahan jantung yang lama mengakibatkan sirosis kardiak.

2. Obstruksi saluran empedu menyebabkan sirosis biliaris primer.

3.5 Patogenesis

Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakkeseimbangan antara

produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Matriks ekstraseluler, yang

merupakan tempat perancah (scaffolding) normal untuk hepatosit, tediri dari jaringan

kolagen (terutama tipe I, III, dan V), glikoprotein, dan proteoglikan. Sel-sel stelata,

berada dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel yang penting untuk

memproduksi matrik ekstraseluler. Sel-sel stelata, dulu bernama sel-sel Ito, juga

liposit, atau sel-sel perisinusoidal, dapat mulai diaktifasi menjadi sel pembentuk

kolagen oleh berbagai faktor parakrin. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi

oleh sel-sel hepatosit, sel-sel Kupfer, dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan

sel hati. Sebagai contoh, peningkatan kadar TGF β-1 (transforming growth factor β-1)

dijumpai pada pasien dengan hepatitis C kronik dan sirosis. TGF β-1, selanjutnya kan

merangsang sel-sel stelata yang aktif untuk memproduksi kolagen tipe I.

Peningkatan deposisi kolagen dalam ruang Disse (ruang antara hepatosit dan

sinusoid) dan pengurangan ukuran fenestra endotel akan menimbulkan kapilarisasi

sinusoid. Sel-sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat kontriksi. Kapilarisasi dan

kontriksi sinusoid, oleh sel-sel stelata, dapat memacu hipertensi portal. Pemakaian

obat-obat dimasa depan untuk mencegah timbulnya fibrosis ini dapat difokuskan

terutama untuk menekan terjadi peradangan hati, menghambat aktivasi sel-sel stelata,

menghambat aktivitas fibrogenesis sel stelata dan merangsang degradasi matriks.

Page 9: case sirosis hepatis

3.6. Manifestasi klinis

3.6.1 Gejala-gejala Sirosis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga ditemukan pada waktu

pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau kerena kelainan penyakit lain.

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera

makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-

laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya

dorongan seksualitas.

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala yang lebih menonjol

terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangya

rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Dapat disertai gangguan

pembekuaan darah, perdarahan gusi, epiktasis, gangguan siklus haid, ikterus dengan

air kemih seperti teh pekat, muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental,

meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

3.6.2 Temuan Klinis

Temuan klinis sirosis meliputi :

Spider nevi

Eritema Palmaris

Kuku-kuku Muchrche

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia Palmaris

Ginekomastia

Atrofi testis

Splenomegali

Hepatomegali

Asites

Fetor hepatikum

Ikterus

Asterixis-bilateral

Page 10: case sirosis hepatis

Gambar 1. gambaran klinis pada sirosis hati

3.7 Gambaran Laboratoris

Adanya sirosis dicurigai apabila ditemukan kelaninan pemeriksaan laboratorium

meliputi :

Peningkatan SGOT dan SGPT, SGOT lebih meningkat dari SGPT tetapi bila

normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

Peningkatan alkali fosfatase

Peningkatan Gamma-glutamil transpeptidase

Peningkatan bilirubin

Peningkatan globulin

Pemanjangan waktu PT

Penurunan albumin

Anemia

Pemeriksaan barium meal dapat melihat varises

Pemeriksaan Imaging seperti CT scan dan MRI utuk melihat perubahan

morfologi hati

Page 11: case sirosis hepatis

3.8 Komplikasi

1. Edema dan asites

Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal untuk

melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang berlebihan,

pada awalnya akan berkumpul dalam jaringan di bawah kulit disekitar tumit

dan kaki, karena efek gravitasi pada saat duduk atau berdiri dan berkurang

pada malam hari sebagai hasil menghilangnya efek gravitasi pada waktu tidur.

Dengan makin beratnya sirosisdan makin banyak air dan garam yang diretensi,

air akhirnya akan berkumpul dalam rongga abdomen antara diding perut dan

organ dalam perut. Penimbunan cairang ini disebut asites yang berakibat

pembesaran perut, keluhan tak enak dalam perut dan peningkatan berat badan.

2. Perdarahan gastrointestinal akibat hipertensi portal sehingga timbul varises

esophagus yang gampang pecah.

Gambar 2. obstruksi aliran darah dalam sirkulasi portal, dengan hipertensi portal dan pengalihan aliran darah ke jalur vena yang lain, termasuk vena di lambung dan esofagus.

Pada pasien sirosis, jaringan ikat dari hati menghambat aliran darah dari usus

yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat meningkatkan tekanan dalam

vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan

peningkatan tekanan vena porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan

Page 12: case sirosis hepatis

bagian atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus dan

lambung. Makin tinggi tekanan portalnya, makin besar varisesnya, dan makin

besar kemungkinannya pasien mengalami perdarahan varises. Perdarahan

varises biasanya hebat dan tanpa pengobatan yang cepat dapat berakibat fatal.

Keluhan perdarahan varises bisa berupa muntah darah atau hematemesis.

Bahan muntahan dapat berwarna merah bercampur bekuan darah, atau seperti

kopi (coffee grounds appearance) akibat efek asam lambung terhadap darah.

Buang air besar berwarna hitam lembek (melena), dan keluhan lemah dan

pusing pada saat posisi berubah (orthostatic dizziness atau fainting), yang

disebabkan penurunan tekanan darah mendadak saat melakukan perubahan

posisi berdiri dari berbaring.

3. Ensefalopati hepatik

Beberapa protein makanan yang masuk ke dalam usus akan digunakan oleh

bakteri-bakteri normal usus. Dalam proses pencernaan ini, beberapa bahan

akan terbentuk dalam usus. Bahan-bahan ini sebagian akan terserap kembali

ke dalam tubuh. Beberapa diantaranya, misalnya amonia, berbahaya terhadap

otak. Dalam keadaan normal bahan-bahan toksik dibawa dari usus lewat vena

porta masuk ke dalam hati untuk didetoksifikasi. Pada sirosis, sel-sel hati tidak

berfungsi normal, baik akibat kerusakan maupun akibat hilangnya hubungan

normal sel-sel ini dengan darah. Akibatnya bahan-bahan toksik dalam darah

tidak dapat masuk sel hati,sehingga terjadi akumulasi bahan ini dalam darah.

Jika bahan-bahan ini terkumpul cukup banyak, fungsi otak akan terganggu.

Kondisi ini disebut ensefalopati hepatik. Tidur lebih banyak pada siang

dibanding malam (perubahan pola tidur) merupakan tanda awal ensefalopati

hepatik. Keluhan lain dapat berupa mudah tersinggung, tidak mampu

konsentrasi atau menghitung, kehilangan memori, bingung, dan penurunan

kesadaran bertahap. Akhirnya ensefalopati hepatik yang berat dalam

menimbulkan koma dan kematian.

4. Sindroma hepatorenal

Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi sindroma

hepatorenal. Sindroma ini merupakan komplikasi serius Karena terdpat

penurunan fungs ginjal namn ginjal secara fisik sebenarnya tidak mengalami

kerusakan sama sekali. Penurunan fungsi ginjal ini disebabkan perubahan

aliran darah ke dalam ginjal. Batasan sindroma hepatorenal adalah kegagalan

Page 13: case sirosis hepatis

ginjal secara progresif ntuk membersihkan bahan-bahan toksik dari darah dan

kegagalan memproduksi urin dalam jumlah adekuat, meskipun fungsi lain

ginjal yang penting, misalnya retensi garam tidak terganggu. Bila fungsi hati

membaik atau dilakukan transplantasi hati, ginjal akan bekerja normal lagi.

5. Karsinoma hepatoseluler. Beberapa penderita sirosis ditemukan juga

karsinoma hati akibat hiperplasi yang menjadi karsinoma.

6. Infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh seperti peritonitis, pneumoni,

sistitits, endokarditis, glomerulonefritis, pielonefritis, sepsis.

3.9 Pengobatan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganannya. Terapi ditujukan mengurangi

progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakkan hati,

pencegahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada koma hepatik diberikan diet

yang mengandung protein 1g/Kg BB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi

kerusakkan hati. Terapi ini ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya :

alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati.

Hepatitis autoimun bisa diberikan kortikosteroid atau imunosupresif. Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal

dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit non-alkoholik; menurunkan berat badan

akan mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama.

Lamvudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama

setahun. Interferon alfa diberikan secara subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu 4-6

bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dan ribavirin merupakan terapi

standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali

seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama.

Page 14: case sirosis hepatis

3.9. 1Pengobatan sirosis dekompensata

- Asites

Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2

gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic.

Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.

Penurunan berat badan dimonitor 0.5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1Kg/hari

dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa

dikombinasi dengan furosemid 20-40 mg/hari dengan dosis maksimal 160mg/hari.

Parasintesis dilakukan jika asites terlampau besar. Pengeluaran asites bisa sampai 4-6

liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

- Ensefalopati hepatik

Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa

digunakan unuk menurangi bakteri sus penghasil ammonia, diet prtein dikurangi

sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino

rantai cabang.

- Varises esophagus

Sebelum berdarah dan sesudah berdarah dapat diberikan obat beta-blocker

(propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prearat somatostatin atau

oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi aau ligasi endoskopi.

- Peritonitis bakerial spontan

Diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau

aminoglikosida.

- Sindrom hepaorenal

Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam

dan air.

- Transpatasi hati

Terapi definitif pada pasien sirosis deompensata. Namun sebelum dilakukan

transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

3. 10 Prognosis

Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi sirosis. Pasien

sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama, jika tidak berkembang

menjadi sirosis dekompensata.

Page 15: case sirosis hepatis

Untuk pasien sirosis hati yang direncanakan tindakan bedah, penilaian

prognosis pasien dilakukan dengan melakukan penilaian skor menurut Child-

Turcotte-Pough (skor CTP). Sementara untuk penilaian pasien sirosis yang

direncanakan transplantasi hati menggunakan skor MELD (Model for End-stage Liver

Disease) atau PELD (Pediatric for End-stage Liver Disease).

CTP score :

Klasifikasi CTP 1 2 3

Bilirubin (mg/dL) <2 2 – 3 >3

Pasien PBC dan PSC <4 4 – 10 >10

Albumin (g/dL) >3.5 2.8 – 3.5 <2.8

PT memanjang >3.5 4 – 6 >6

INR <1,7 1.8 – 2.3 >23

Asites - Sedikit atau terkontrol

obat

Sedang atau berat

Ensefalopati - 1 – 2 3 – 4

Skor MELD atau PELD :

Skor MELD : 3.8*log (bilirubin) + 11,2*log (INR) + 9.6* (kreatinin) +6.4

Interval skor MELD = 6 – 40

Menurut SHERLOCK, sirosis hati bukanlah penyakit yang progresif. Dengan

terapi yang adekuat dapat terjadi perbaikan. Menurut READ, STEIGMAN jika sudah

terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal prognosanya jelek.