Case Ruptur Pankreas

53
BAB I PENDAHULUAN Trauma yang hanya terjadi pada pankreas biasanya jarang terjadi dan biasanya berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya. Trauma pankreas terjadi sebagai akibat trauma tajam atau trauma tumpul yang mengenai abdomen. Trauma pada pankreas bagaikan sebuah teka-teki, bahkan pada praktek kedokteran modern dengan teknologi dan metode diagnostik yang telah berkembang dengan pesat. Banyak trauma pankreas terutama yang disebabkan oleh trauma tumpul tidak dapat didiagnosis segera dan kemudian menjadi tantangan bagi para klinisi untuk dapat memberikan terapi yang tepat akibat keterlambatan dalam penegakan diagnosis. 1,2 Keseluruhan estimasi insiden trauma pankreas yang dilaporkan di Charity Hospital New Orlean, USA adalah 1-2 % pada pasien dengan trauma tumpul atau trauma tajam dan dapat setinggi 3-12 % pada pasien dengan trauma pada organ intraabdominal lainnya. Trauma pankreas memiliki prevalensi 4:1.000.000 yang membutuhkan perawatan di umah sakit, dan sepertiga diantaranya disebabkan oleh trauma tumpul yang mengenai pankreas . 2 1

description

hhh

Transcript of Case Ruptur Pankreas

Page 1: Case Ruptur Pankreas

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma yang hanya terjadi pada pankreas biasanya jarang terjadi dan biasanya

berhubungan dengan trauma pada organ di sekitarnya. Trauma pankreas terjadi sebagai akibat

trauma tajam atau trauma tumpul yang mengenai abdomen. Trauma pada pankreas bagaikan

sebuah teka-teki, bahkan pada praktek kedokteran modern dengan teknologi dan metode

diagnostik yang telah berkembang dengan pesat. Banyak trauma pankreas terutama yang

disebabkan oleh trauma tumpul tidak dapat didiagnosis segera dan kemudian menjadi

tantangan bagi para klinisi untuk dapat memberikan terapi yang tepat akibat keterlambatan

dalam penegakan diagnosis.1,2

Keseluruhan estimasi insiden trauma pankreas yang dilaporkan di Charity Hospital

New Orlean, USA adalah 1-2 % pada pasien dengan trauma tumpul atau trauma tajam dan

dapat setinggi 3-12 % pada pasien dengan trauma pada organ intraabdominal lainnya.

Trauma pankreas memiliki prevalensi 4:1.000.000 yang membutuhkan perawatan di umah

sakit, dan sepertiga diantaranya disebabkan oleh trauma tumpul yang mengenai pankreas. 2

Sebagian besar truma tumpul pankreas dihubungkan dengan trauma tumpul pada

organ intraabdominal lain dan didiagnosa setelah dilakukan eksplorasi laparatomi karena

ketidakstabilan hemodinamik, temuan positif pada kumbah peritoneal, atau berdasarkan

gejala klinik atau radiografik indikasi untuk operasi. Mekanisme dari trauma sangat

dibutuhkan sebagai panduan untuk penegakan diagnosis.2

Posisi pankreas relative terproteksi yaitu terletak retroperitonium, di sebelah dalam

dan posterior abdomen menyilang terhadap garis pertengahan dan corpus vertebrae. Posisi

tersebut mengandung maksud bahwa perlu energi yang cukup tinggi yang dibutuhkan untuk

dapat menimbulkan suatu trauma pada pankreas. Posisi tersebut itu pula yang menyebabkan

1

Page 2: Case Ruptur Pankreas

trauma tumpul pada pankreas relative lebih jarang dibandingkan trauma tumpul yang

mengenai limpa maupun hepar. 2,3,4

Kematian akibat trauma tumpul pancreas umumnya dapat dicegah. Tetapi kadang-

kadang karena terlambatnya diagnosa dan penanganan menyebabkan trauma tumpul pada

pankreas menjadi penyebab kematian. Menurut laporan Furkovich, angka kematian akibat

trauma tumpul pankreas sekitar 9-34 %. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti

keluhan yang kurang spesifik pada awal perjalanan penyakit dan datangnya terlambat, tidak

adanya penampakan luka dari luar, dan adanya truma lain yang menutupi keluhan trauma

pankreas. Hal inilah yang sering mengecoh para klinikus untuk menegakkan diagnosis trauma

tumpul pankreas. 2,3

Trauma tumpul pankreas saat ini masih menjadi tantangan yang cukup berarti bagi

para klinikus. Oleh karena relatif jarangnya trauma, kesulitan dalam penegakan diagnosis,

dan terjadinya peningkatan angka mortalitas dan morbiditasnya menyebabkan penulis untuk

memilih judul case ini dengan tujuan dapat memberikan informasi tambahan tentang trauma

tumpul pankreas sehingga diagnosis dapat segera dibuat dan penanganan dapat segera

dilakukan.

1.2 Batasan masalah

Laporan kasus ini membahas anatomi dan fisiologi, etiologi dan patogenesis,

diagnosis, penatalaksanaan ruptur pankreas

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :

1. Memahami dan menambah wawasan mengenai peritonitis pada ruptur organ , serta

trauma tumpul abdomen yang menebabkan terjadinya ruptur pakreas,

2. Meningkatkan kemampuan menulis ilmiah di dalam bidang kedokteran khususnya bagian

ilmu bedah.

3. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Riau dan RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

1.4 Metode Penulisan

2

Page 3: Case Ruptur Pankreas

Penulisan laporan kasus ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu

kepada beberapa literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 PERITONITIS

2.1.1   Pengertian

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen

dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut

maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada

palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.4

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena

adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya

suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal

(esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan

saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal,

benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic

Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur

saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah

organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan

stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari

tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi

eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan

berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4

2.1.2 Etiologi

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)

dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya

terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga

3

Page 4: Case Ruptur Pankreas

menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang

terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.

Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan

abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites

pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,

Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri

gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan

golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. 5,6

Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis

(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama

disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. 5

Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan

terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada

pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain

itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-

bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi

transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).5,6

2.1.3 Patofisiologi 6,7

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.

Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-

pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami

kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat

memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari

kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi

cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya

meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut

meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta

4

Page 5: Case Ruptur Pankreas

oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan

retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan

suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan

lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan

penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,

aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan

meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,

gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus

yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan

obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena

adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai

usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus

yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus

stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan

berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena

penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di

perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena

rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian

menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada

infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu

menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang,

ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,

dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi

infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks

5

Page 6: Case Ruptur Pankreas

sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun

general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen

dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga

intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga

tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.

Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi

dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah

trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,

mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk

berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan

peritoneum.

2.1.4 Klasifikasi8

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.       Peritonitis Bakterial Primer

Merupakan akibat kontaminasi bacterial secara hematogen pada cavum peritoneum

dan tidak ditemukan focus infeksi dalam abdomen. Penyebab bersifat monomikrobial,

biasanya E. Coli, sreptococus atau pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi

menjadi dua yaitu:

·         Spesifik misalnya Tuberculosis.

·        Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,

keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi

adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b.      Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan

menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat

memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides,

dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat

suatu peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

6

Page 7: Case Ruptur Pankreas

·         Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum

peritoneal.

·         Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh

bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

·         Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

c.       Peritonitis tersier

Misalnya :

·        Peritonitis yang disebsbkan oleh jamur

·        Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan

·        Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

d.      Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Ø- Aseptik/steril peritonitis

Ø  Granulomatous peritonitis

Ø  Hiperlipidemik peritonitis

Ø  Talkum peritonitis

2.1.5  Tanda dan Gejala 5,6

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau

pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.

Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai

sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita

secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi

peritoneum.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat

pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada

penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,

pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma

cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan

paraplegia dan penderita geriatric.

2.1.6 Penatalaksanaan/Pengobatan

7

Page 8: Case Ruptur Pankreas

Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan

untuk mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.

Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara

adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.

Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik

untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.

Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah

atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis

atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa

tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan

abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan

laparotomi diperlukan.

Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah

dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase

peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien

harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar

dilakukan laparotomi

2.2 Ruptur pankreas

2.2.1 Anatomi Pankreas

Suplai darah untuk pankreas dapat bervariasi, akan tetapi secara keseluruhan berasal

dari cabang-cabang arteri gastroduodenal, arteri mesenterik superior, dan dari arteri splenik.

Ketiga pembuluh darah arteri tersebut beranastomosis dan selanjutnya menyuplai caput

pankreas. Corpus dan cauda pankreas secara predominan disuplai oleh cabang-cabang dari

arteri splenik. Drainase vena pankreas adalah melalui vena splenik dan secara langsung

didrainase ke dalam vena portal. 3,4

Inervasi saraf untuk pankreas berasal dari saraf simpatik dan parasimpatik. Saraf-saraf

simpatik berasal dari saraf splanknik yang keluar dari spinal thorak kelima sampai

kesembilan. Sementara inervasi parasimpatik adalah melalui saraf vagus. Saraf simpatik dan

saraf parasimpatik melintas melalui pleksus celiak, walaupun serat-serat saraf simpatik

mungkin melintas melalui ganglion superior mesenterik. 3,4

2.2.2 Fisiologi Pankreas 9

8

Page 9: Case Ruptur Pankreas

Pankreas adalah organ vital yang memiliki peranan sentral pada fungsi pencernaan

dan metabolisme nutrisi. Fungsi utama pankreas meliputi sekresi bikarbonat ke dalam

duodenum untuk menetralkan asam yang diekskresikan oleh lambung, sekresi enzim- enzim

pencernaan ke dalam duodenum untuk memecah komplek protein, karbohidrat, lemak dan

asam nukleat, dan sekresi hormon-hormon sel Islet ke dalam sirkulasi untuk mengontrol

metabolisme nutrien setelah absorpsi.

2.2.3 Etiologi dan Mekanisme Trauma Tumpul Pankreas

Trauma tumpul yang hanya mengenai pankreas relatif jarang terjadi dan biasanya

terjadi akibat adanya trauma tumpul abdomen dan seringkali berhubungan dengan trauma

pada organ di sekitarnya.7 Posisi pankreas yang relatif terproteksi menyebabkan trauma

tumpul pankreas akan terjadi bila terdapat energi tinggi yang langsung mengenai abdomen

ataupun energi tinggi yang langsung jatuh tepat pada epigastrium misalnya pada kecelakaan.3

Mekanisme terjadinya trauma tumpul pankreas adalah melalui mekanisme kompresi dan

trauma deselerasi. Mekanisme kompresi terutama akibat energi tinggi yang terlokalisir

mengenai epigastrium, dengan menekan pankreas yang terletak di bawahnya melawan corpus

vertebra. Disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah penyebab paling sering terjadinya

trauma tumpul pankreas. Pada trauma tumpul pankreas, fraktur di atas columna vertebralis

seringkali terjadi pada anak-anak dan disebabkan oleh trauma langsung mengenai abdomen

karena posisi sabuk pengaman yang tidak tepat. Untuk dapat menegakkan diagnosis adanya

trauma tumpul pankreas, harus dikenali jenis trauma apakah trauma tumpul atau trauma tajam

dan informasi mengenai benda penyebab trauma (seperti meja, kayu, atau pisau) akan dapat

membantu klinisi.2

2.2.4 Insiden

Trauma tumpul pankreas relatif jarang terjadi dibandingkan trauma tumpul yang

mengenai organ-organ intraabdomen lainnya. Diantara trauma tumpul abdomen, trauma

tumpul pankreas berada pada urutan ketiga setelah trauma tumpul pada hati dan limpa. Angka

kejadian trauma tumpul pankreas berkisar 3-12 %. Diperkirakan diantara 100 pasien dengan

trauma tumpul abdomen, tercatat kurang dari 10 pasien mengalami trauma tumpul pada

pankreas.2,6 Kematian akibat post trauma tumpul pankreas berkisar 9-34 % seperti yang

dilaporkan oleeh Furkovich. Peningkatan angka kematian post trauma tumpul pankreas

disebabkan oleh keterlambatan diagnosis dan keterlambatan penanganan yang definitif.3

9

Page 10: Case Ruptur Pankreas

2.2.5 Mekanisme Trauma pada Pankreas10

Pada umumnya trauma pada pankreas jarang terjadi. Tetapi trauma pada abdomen

yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh perlukaan di pankreas, hal

ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila terjadi kerusakan. Trauma pada

pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada

pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah

abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan

pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi.. Gejala klinis, kecurigaan perlukaan

pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri

pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa

jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi

peritonial.

2.2.6 Hubungan Anatomi Pankreas dengan Trauma Tumpul Pankreas

Lokasi pankreas yang relatif terproteksi pada cavum abdomen dan terfiksasi pada

posisi retroperitonial memberikan perlindungan pankreas terhadap trauma langsung maupun

tidak langsung. Tulang-tulang rusuk menyediakan proteksi struktural tulang dan dilindungi

oleh otot-otot dorsal paraspinous yang tebal. Sebelah anterior, otot rectus dan otot-otot

abdomen yang matur, dikombinasikan pula dengan karakteristik liver, colon, duodenum,

gaster, usus halus yang mengabsorbsi energi menyediakan proteksi pankreas terhadap trauma

tumpul. Pada trauma tumpul yang berat, posisi anatomi pankreas mungkin menyebabkan

trauma pancreas seperti pada fraktur corpus columna spinalis di sebelah atas dan corpus

vertabrae sebelah posterior.2 Corpus pankreas yang terletak sebelah anterior terhadap spinal

lumbar kedua sampai keempat membuatnya rentan terhadap trauma tumpul. 5

Struktur pembuluh darah yang letaknya berdekatan dengan caput dan corpus pankreas

memiliki dampak terhadap terjadinya peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada

penderita dengan trauma tumpul pankreas. Pembuluh darah vena cava inferior subhepatik dan

aorta terletak sebelah posterior terhadap caput pankreas pada sisi kanan, dan vena mesenterik

superior masuk ke dalam vena porta di bawah pankreas. Perdarahan yang bersumber dari

pembuluh darah tersebut seringkali menjadi penyebab kematian pada pasien dengan trauma

tumpul pada pankreas.2

10

Page 11: Case Ruptur Pankreas

Pembuluh darah arteri splenik dari cabang trunkus celiak dan vena porta berjalan di

sebelah posterior dan superior corpus dan cauda pancreas, dimana posisi tersebut relatif

mudah terpapar dan robek dibandingkan vena cava inferior dan vena porta jika terjadi trauma

yang mengenai pankreas. Perdarahan yang bersumber dari pembuluh darah tersebut seringkali

juga menyebabkan kematian pada pasien post trauma tumpul pankreas apabila tidak

tertangani dengan cepat.11,12

2.2.7 Klasifikasi Trauma Tumpul Pankreas12

Saat ini klasifikasi trauma pankreas yang digunakan secara luas adalah menurut

American Association for the Surgery of Trauma (AAST) berdasarkan status duktus pancreas

dan memfokuskan lokasi anatomi trauma. AAST mengklasifikasikan trauma pankreas

menjadi lima grading yatu:

Grade I meliputi hematom yang kecil tanpa adanya jejas pada duktus. Laserasi

superfisial tanpa adanya jejas pada duktus pankreas

Grade II meliputi hematom yang luas tanpa adanya jejas pada duktus tanpa adanya

jejas pada duktus pankreas. Laserasi luas tanpa adanya jejas pada duktus pankreas

tanpa adanya jejas pada duktus pankreas

Grade III meliputi transeksi distal atau laserasi parenkimal dengan disertai jejas pada

duktus pankreas

Grade IV meliputi transeksi proksimal atau laserasi parenkimal yang melibatkan

ampulla pankreas

Grade V meliputi disrupsi masif caput pankreas

Klasifikasi tersebut di atas menentukan manajemen terapi dan berkorelasi dengan morbiditas

dan mortalitas trauma tumpul pankreas.

2.2.8 Gejala klinik dan Pemeriksaan Fisik Trauma Tumpul Pankreas

Pada banyak kasus post trauma tumpul pankreas pada stadium dini sering tanpa gejala

dan kesan tampak tidak ada kelainan. Seringkali pasien merasa sehat sebelumnya dan tidak

menyadari adanya trauma pankreas. Selama pemeriksaan fisik tanda sabuk pengaman, flank

ecchymosis, akan membangun kewaspadaan klinisi terhadap trauma yang potensial. Fraktur

limpa dengan hematom retroperitonial atau manifestasi kebocoran cairan, nyeri epigastrium,

nyeri punggung sangat jarang ditemukan pada keadaan post trauma.2 Terdapat laporan pada

pasien dengan transeksi duktus pankreas yang komplit tetap asimtomatik dalam berminggu-

11

Page 12: Case Ruptur Pankreas

minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah trauma awal. Seringkali pasien

dengan trauma tumpul yang mengenai pankreas menunjukkan manifestasi krisis abdominal

yang tidak spesifik post trauma. Trauma pankreas seringkali sulit dideteksi dengan temuan

fisik dan pasien awalnya mungkin menunjukkan tanda-tanda fisik yang minimal. Alasan

mengapa gejala-gejala dan tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera setelah trauma

dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial, enzim pankreas yang tidak

aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi cairan pankreas setelah trauma.3

Akan tetapi bila dilakukan skenario atau pemeriksaan yang lebih lengkap pada pasien dengan

post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi peritonial yang berat dan temuan

pemeriksaan fisik abdomen. Trauma tumpul pankreas sering kali disebabkan oleh trauma

pada organ-organ intraabdomen lainnya. Gejala trauma pada struktur-struktur lain sering kali

mengaburkan trauma tumpul pankreas dengan demikian dibutuhkan kewaspadaan yang tinggi

dari klinisi untuk memastikan adanya trauma tumpul pada pankreas.1,2 Adanya contusio

jaringan lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada tulang-tulang rusuk bawah atau

costal cartilage menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya laserasi

pada pankreas, diikuti dengan adanya trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya

menyebabkan masuknya sekresi pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan

chemical peritonitis.8

2.2.9 Pemeriksaan Laboratorium Trauma Tumpul Pankreas

Amilase adalah enzim pencernaan yang disekresikan oleh pankreas. Karena

hiperamilasemia ditemukan lebih dari 75% pasien dengan trauma tumpul abdomen dan

menunjukkan kecurigaan adanya trauma tumpul pankreas, hiperamilasemia harus

dipertimbangkan sebagai tanda kemungkinan adanya trauma pankreas post trauma tumpul

abdomen dan mengindikasikan pemeriksaan lebih lanjut.6 Hal ini disebabkan oleh karena

kerusakan pada pankreas menyebabkan pelepasan enzim amilase yang menyebabkan

kerusakan pada pankreas itu sendiri dan pada jaringan sekitarnya berupa retroperitonial

plegmon dengan nekosis lemak dan abses. Kerusakan yang terjadi akibat autodigestive enzim

amilase terhadap pankreas itu sendiri.7

Walaupun konsentrasi tertinggi amilase pada tubuh manusia adalah pada pankreas,

hiperamilasemia bukan merupakan indikator reliabel terhadap adanya trauma pankreas.

Sebanyak 40 % pasien dengan trauma pankreas pada awalnya memiliki kadar amilase serum

yang normal. Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa trauma yang tersembunyi pada otak

12

Page 13: Case Ruptur Pankreas

juga dapat menyebabkan peningkatan serum amilase melalui mekanisme sentral yang masih

belum jelas. Hiperamilasemia juga ditemukan pada pasien dengan trauma duodenal, trauma

hepatik, serta pasien dengan intoksikasi.

Waktu antara terjadinya trauma tumpul pankreas dan penentuan kadar serum amilase

memegang peranan penting. Disebutkan bahwa pada 73 pasien yang dicatat mengalami

trauma tumpul pankreas, kadar serum amilase meningkat pada 61 pasien (84%) dan normal

pada 12 pasien (16%). Sensitivitas kadar serum amilase dalam mendeteksi adanya trauma

tumpul pankreas berkisar antara 48% sampai dengan 85% dan spesifitas berkisar antara 0

sampai dengan 81%. Nilai prediktif negatif serum amilase setelah trauma tumpul adalah

sekitar 95%. Sensitivitas dan nilai prediktif positif mungkin meningkat jika kadar serum

amilase diperoleh lebih dari tiga jam setelah trauma. Jadi dapat disimpulkan bahwa 95%

pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan kadar serum amilase yang normal tidak

mengalami trauma tumpul pankreas.3,6 Deteksi amilase pada kumbah cairan peritoneal lebih

sensitif dan spesifik untuk diagnosis trauma tumpul pankreas dibandingkan kadar amilase

pada serum atau darah. Akan tetapi prosedur diagnostik ini bukan tes rutin pada banyak

institusi.2

2.2.10 Pemeriksaan Pencitraan Trauma Tumpul Pankreas

Pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan peningkatan serum amilase yang

persisten atau menunjukkan perkembangan gejala-gejala krisis abdominal mengindikasikan

untuk dilakukan evaluasi yang lebih lanjut, meliputi foto polos abdomen, ultrasonografy, CT

scan abdomen, endocopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), atau bedah

eksplorasi.3,6

Foto polos abdomen mungkin menunjukkan kalsifikasi pancreas dari episode

pancreatitis sebelumnya, akan tetapi jarang bermanfaat dalam mendeteksi trauma tumpul

pankreas. Foto polos abdomen lebih bermanfaat dalam mendeteksi trauma tajam dengan

memvisualisasi dan melokalisir benda asing seperti fragmen peluru dan proyektil yang

menginduksi trauma pada tulang. Walaupun tidak bermanfaat secara spesifik dalam

mendeteksi trauma tumpul pankreas, foto thorak posisi PA mungkin menunjukkan adanya

udara bebas di bawah diafragma, yang menandakan trauma pada lambung, duodenal, atau

trauma pada usus halus yang seringkali dihubungkan dengan trauma pada pankreas.2

13

Page 14: Case Ruptur Pankreas

Ultrasonografy (USG) telah digunakan bertahun-tahun untuk mengevaluasi penyakit

yang mengenai pankreas, akan tetapi USG tidak digunakan secara rutin dalam mendeteksi

trauma pankreas karena sensitivitas dan spesifitasnya yang rendah. Bahkan dengan

peningkatan penggunaan USG abdomen yang terfokus untuk mengidentifikasi cairan

abdominal atau hemoperitonium pada pasien trauma, tidak ada pengalaman yang nyata

penggunaan USG secara spesifik pada trauma pankreas akut.6

CT scans abdomen pada pasien yang secara hemodinamik stabil menyediakan

prosedur diagnostik yang paling komprehensif dalam menegakkan diagnosis trauma tumpul

pankreas. CT scans abdomen dilaporkan memiliki sensitivitas dan spesifitas 70-80% untuk

mendiagnosis trauma tumpul pankreas. Karakteristik temuan CT scans yang dihubungkan

dengan trauma pancreas meliputi visualisasi langsung fraktur parenkimal, hematom

intrapankreatik, cairan pada lesser sakulus, cairan yang memisahkan pembuluh vena splenik

dengan corpus pankreas, penebalan fascia renal sebelah anterior, dan hematom

retroperitoneal atau akumulasi cairan pada retroperitoneal. Temuan ini sering tak kentara dan

jarang seluruh temuan tersebut dijumpai pada satu pasien dengan trauma tumpul pankreas.

Jika pasien diperiksa segera setelah trauma, beberapa temuan CT scans mungkin tidak

tampak, yang mana merupakan bagian keterangan negatif palsu CT scans yang dilaporkan

pada 40% pasien dengan trauma pankreas.2,3,6

ERCP tidak berperan dalam evaluasi akut pada pasien yang secara hemodinamik tidak

stabil, tetapi sejumlah laporan pada dekade sebelumnya ERCP bermanfaat dalam diagnosis

dan manajemen trauma pankreas. Penggunaan ERCP untuk mendiagnosis trauma pankreas

pertama kali dilaporkan oleh Gougeon dan kawan-kawan pada tahun 1976. Saat ini ERCP

merupakan modalitas pencitraan yang terbaik untuk pankreas, akan tetapi selalu melibatkan

anastesi dan tidak tersedia secara luas. ERCP sebagai standar untuk diagnosis awal trauma

pankreas pada pasien yang secara hemodinamik stabil dengan nyeri abdomen yang persisten,

peningkatan serum amilase, dan temuan CT scans yang masih kabur.2,6

Manajemen terapi Trauma Tumpul Pankreas

Pada sebagian besar kasus trauma tumpul pankreas, reseksi tidak selalu dibutuhkan.

Pada kasus laserasi kapsular yang kecil atau superfisial, kontusio atau hematom parenkimal

yang kecil tanpa jejas pada duktus pankreas dan tanpa hilangnya jaringan parenkimal (Grade

I dan II), manajemen terapi yang terbaik adalah tanpa suture, akan tetapi terapi yang

dibutuhkan adalah drainase eksternal. Transeksi distal parenkimal páncreas (Grade III)

14

Page 15: Case Ruptur Pankreas

melawan corpus vertabra mungkin membutuhkan reseksi corpus dengan distal

pancreatectomy dan drainase. Sementara transeksi proksimal pankreas (Grade IV) pada

pasien yang secara hemodinamik tidak stabil, terlebih dahuli tangani hemostasisnya dan

drainase, sedangkan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil manajemennya adalah

membagi páncreas secara komplit, lakukan proksimal pankreatektomi dan lakukan

anatomosis sisa distal páncreas ke jejunum. Pada disrupsi masif caput pankreas yang masif

manajemennya adalah dengan mengerjakan pancreaticoduodenectomy (Whipple procedure). 2,3

2.2.11 Komplikasi Trauma Tumpul Pankreas

Komplikasi trauma tumpul pankreas cukup tinggi, dan berkorelasi dengan grading

klasifikasi trauma pankreas. Komplikasi trauma tumpul pancreas bervariasi mulai dari

pankreatitis ringan sampai dengan kematian akibat perdarahan yang masif.2

Pembentukan fistula merupakan komplikasi tersering yang dilaporkan, akan tetapi

dengan drainase local dan nutrisi yang baik serta terapi suportif, fistula biasanya sembuh

secara spontan dalam 2 minggu setelah trauma.2,6

Insiden pembentukan abses post trauma tumpul pankreas adalah berkisar 10 sampai

dengan 25% tergantung pada jumlah dan trauma intraabdomen lain yang muncul. Pada

sebagian besar kasus, tipe abses adalah subfascial atau peripankreatik. Abses pakreatik murni

insidennya jarang dan biasanya dihasilkan dari debridemen jaringan mati yang tidak adekuat

atau dihasilkan dari drainase awal yang tidak adekuat.3

Nyeri abdominal yang hilang timbul dan peningkatan kadar serum amylase

menghasilkan pankreatitis terutama diantisipasi pada 8% sampai dengan 18% pasien post

operasi. Tipe pankreatitis ini ditangani dengan dekompresi nasogastrik, menistrahatkan usus,

dan terapi suportif, dapat diharapkan menyembuhkan secara spontan pankreatitis. Lebih jauh

lagi pankreatitis yang jarang terjadi adalah pankreatitis hemorrhagik yang dapat

menimbulkan kematian 2,3,6

Trauma tumpul terhadap pankreas dapat menghasilkan pseudokista residual baik

intrapankreatik atau peripankreatik.8 Komplikasi lain trauma tumpul pancreas adalah

insufisiensi hormon-hormon kelenjar endokrin dan eksokrin pankreas

15

Page 16: Case Ruptur Pankreas

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. HM

RM : 8479XX

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jalan rawa mangun, Harapan raya

IDENTITAS PASIEN

ANAMNESIS

Keluhan utama : nyeri seluruh lapangan perut sejak 10 menit smrs

Mekanisme trauma : Pasien datang rujukan dari klinik post KLL. riwayat jatuh dari motor

karena rem mendadak, pada kec 50-60 km/jam, pasien dibonceng,

terjatuh berguling di tengah jalan. Pasien tidak mengingat benda apa

yang membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan.

Pasien mengunakan helm..

Riwayat penyakit sekarang

1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Saat

kejadian Pasien dibonceng temannya mengunakan sepeda motor dengan kecepatan yang

tinggi . saat hendak menyalip kendaraan di depannya. Dari arah berlawanan, datang sebuah

mobil yang melaju kencang. Motor yang dikendarai pasien kemudian menabrak mobil

tersebut. Pasien terjatuh berguling di tengah jalan. Pasien tidak mengingat benda apa yang

membentur dinding perutnya sebelum jatuh berguling di jalan.

pasien tidak mengingat detail kejadian yang terjadi beberapa saat setelah kecelakaan.

Riwayat pingsan setelah kejadian (-), riwayat mual (+), muntah  (+) berupa cairan , nyeri

kepala (-). Setelah kejadian, pasien mengeluh pada perut kiri terdapat jejas yang nyeri.

Pasca kecelakaan, pasien dibawa ke klinik untuk mendapat pertolongan

pertama.seingat pasien, ia mendapat perawatan luka dan dilakukan pemasangan infus cairan.

16

Page 17: Case Ruptur Pankreas

Kemudian, pasien segera dirujuk ke RSUD arifin achmad. Pada waktu kejadian pasien dalam

keadaan sadar,mengunakaan alcohol atau obat-obatan disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah terjatuh dari sepeda motor 4 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga

-

Riwayat habituasi

Pasien tidak mengkonsumsi alcohol.

Riwayat alergi

Tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat dan makanan.

Riwayat Operasi

Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK

Primary Survey :

Airway and cervical control

a. Objective : (Look Listen Feel)

Look : Pasien dapat menjawab pertanyaan dan berbicara dengan baik saat ditanya.

Tidak ada trauma maxillofasial , tidak ada jejas pada leher

Listen : Tidak ada suara nafas tambahan (gurgling, snoring, stridor).

b. Assessment:

◦Kesan tidak ada sumbatan jalan nafas (benda padat, cairan)

◦Airway paten

c. Action

pemasangan 02

Breathing

a. Objective

17

Page 18: Case Ruptur Pankreas

Look : Pasien bernapas spontan, gerakan dinding dada simetris, Tidak ada luka terbuka pada

dinding thorax, frekuensi napas 24 kali-menit

Feel : tidak nyeri tekan pada bahu kiri bagian belakang

b. Assessment

Ventilasi dan ekspansi paru baik

c. Action

Pemberian oksigen 10 liter NRM

Circulation

a. Objective

Akral dingin, capillary refill time (CRT) <2 detik

frekuensi nadi 110 kali/menit teraba lemah

Tekanan darah 70/40 mmHg

b. Assessment

Sirkulasi tergangu

Syok hivopolemik

c. Action

terpasang iv line 2 jalur RL

NGT

Kateter

Disability

a.Objective

Pemeriksaan mini neurologis

Glasglow coma scale (GCS) 12 (E3V4M5)

Pupil isokor ø 0,3 cm/0,3 cm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)

Motorik : Paresis (-)

b. Assessment

Hasil pemeriksaan mini neurologis baik

Exposure

Objective :

Jejas di daerah Flank sinistra, luka lecet (+), nyeri (+)

Vulnus excoriatum pada regio brachii posterior

18

Page 19: Case Ruptur Pankreas

Terdapat fraktur pada phalanx proksimal digiti 1 pedis sinistra

Assessment :

imobilisasi

Status Generalis

Keadaan Umum : tampak sakit berat

Kesadaran : GCS 12

Tanda-tanda vital:

TD : 110/70 mmhg

HR : 88 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 36,2oC

Pemeriksaan kepala dan leher : Konjungtiva anemis (-/-), skelera

Ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+)

Pemeriksaan thoraks : DBN

Pemeriksaan abdomen (sistem gastrointestinal) : Status lokalis

Pemeriksaan ekstremitas : DBN

Status Lokalis

Pem eriksaan abdomen

Inspeksi : distensi (+) jejas pada hipokondrium dextra

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : Defans muskular (+), nyeri tekan di seluruh lapang abdomen (+),

nyeri tekan lepas (+)(reboun tenderness)

Perkusi : Timpani (+), pekak hepar menghilang, pemeriksaan undulasi (-),

Shifting Dullness (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah (04/02/2016)

Hb : 6,8 g/dl

Hematokrit : 40,7%

19

Page 20: Case Ruptur Pankreas

Leukosit : 8.900 /mm3

Trombosit : 235.000 /mm3

DIAGNOSIS KERJA

Peritonitis difus ec trauma tumpul abdomen ec ruptur organ solid

Trauma tumpul abdomen

DD : hepar

lien

PENATALAKSANAAN

O2 3-5 LITER

IUFD RL GUYUR 2LINE 20 GTT/MENIT

INJ ATS SKINTEST

INJ CEFTRIAXON 1X2 GRAM

INJ KETOROLAC 3X1 GRAM

PASANG NGT

PASANG KATETER

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

5/02/2016

cendrawasih

s Nyeri pada seluruh perut, nyeri terus menerus, bertambah berat dengan

pergerakan , mual (+) muntaah (+) muntah terkadang bercampur dengan darah,

muntah tidak menyemprot . demam (-) perut kembung (+)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

20

Page 21: Case Ruptur Pankreas

I: distensi (+) darm countour (-)

A : bising usus (+) melemah

P: nyeri tekam (+) nyeri lepas (+) diseluruh perut defens muscular (+)

A Peritonitis difus ec ruptur organ solid

P Inj ceftriaxon 2x1 g

Inj ketorolac 3x1 g

planning :

•puasakan pasien untuk USG abdomen

Hasil pemeriksaan usg

Kesan : koleksi cairan bebas di hepatorenal, splenorenal di antara usus-usus.

Mencuragai cyistitis

06/02/2016

cendrawasih

S Nyeri pada seluruh perut, nyeri terus menerus, bertambah berat dengan

pergerakan , mual (+) muntaah (+) muntah terkadang bercampur dengan

darah, muntah tidak menyemprot . demam (-) perut kembung

21

Page 22: Case Ruptur Pankreas

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 130/80 mmhg RR; 20x/I HR: 67x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: distensi (+) darm countour (-)

A : bising usus (+) melemah

P: nyeri tekam (+) nyeri lepas (+) defens muscular (+)

A Peritonitis difus ec ruptur organ solid

P Pro laparotomi exploriasi

Lapatomi explorisasi

Laporan operasi

Pasien anastesi ga, perdarahan 3500cc, saat dilakuakan explorerasi

tampak ruptur pancreas, dilakukan debridement dan distal pankreatomi

Diagnosis post op : ruptur pancreas

Penatalaksaan : puasa 3 hari rawat hcu

Cek amilase lipase , hb, elektrolit, ureum creatinin , sgot sgpt

Meropenen vial 3x 1

Ketorolac 3x1

Omeperazol vial 2x40g

Metronidazole 3x1

Vit k 3x1

Vit c 3x1

Kalnex 3x1

07 /02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-) demam (-)

Icu 0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

22

Page 23: Case Ruptur Pankreas

TD : 150/8 0 mmhg RR; 24 x/I HR 67 x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

A Ruptur pancreas

P Infus RL 80cc/jam

02 3-4 liter

dc (+) prod urine (+)

ngt (+) dialirkan

infus RL 80 cc/jam

terapi lanjut

07 /02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 142/ 64 mmhg RR; 25x/I HR: 88x/I Suhu 37 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Hasil pemeriksaan

Hb : 8,8 g/dl

Ht : 25,6 %

Leu : 8500 /ul

Tromb: 105.000 /ul

Faal ginjal

23

Page 24: Case Ruptur Pankreas

Ure : 90,7 mg/dl ()

Cre : 1,46 mg/dl ()

Agda

Ph : 7,22

Pco2 : 43 mmhg

P02 : 197 mmhg

Hco3 : 17,6 mmol/l

Tco2 : 18,9 mmol/l

Be : -9,6

So2c 100 %

Elektrolit

Na + : 135 mmol/l

K+ : 7,5 mmol/l

Ca ++ : < 0,10 mmol/l

Hbsag : non reaktif

Faal hati

Ast : 4,99 u/l

Alt : 627 u/l

Alb : 2,9 mg/dl

Bil d : 0,09 mg/dl

Bil t : 0,47 mg/dl

Pemeriksaan amilase lipase tidak ada ada rsud

a Ruptur pancreas

p Transfusi satu labu

infus RL 80 cc/jam

02 3-4 liter

dc (+) prod urine (+)

ngt (+) dialirkan

cek lab post transfusi

24

Page 25: Case Ruptur Pankreas

09

/02/2016

s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 140/70 mmhg RR; 18 x/I HR: 53x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Hasil pemeriksaan

Hb : 10,10 g/dl

Ht : 29,0 %

Leu : 8.800 /ul

Tromb: 102.000 /ul

a Ruptur pancreas

p RL 80 cc/jam

02 3-4 liter

dc (+) prod urine (+)

ngt (+) dialirkan

terapi lanjut

10 /02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

25

Page 26: Case Ruptur Pankreas

Hasil pemeriksaan

Hb : 11,10 g/dl

Ht : 32,85 %

Leu : 12000 /ul

Tromb: 141.000 /ul

Agda

Ph : 7,42

Pco2 : 40 mmhg

P02 : 109 mmhg

Hco3 : 25,9 mmol/l

Tco2 : 27,1 mmol/l

Be : -3

So2c 98%

Elektrolit

Na + : 139 mmol/l

K+ : 3,9 mmol/l

Ca ++ : 1,11 mol/l

a Ruptur pancreas

p 02 3-4 liter

dc (+) prod urine (+)

ngt (+) dialirkan

infus RL 80 cc/jam

terapi lanjut

omz 1x40

kalnex , vit k dn vit c distop

11/02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 164/74 mmhg RR; 24x/I HR: 50x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

26

Page 27: Case Ruptur Pankreas

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Agda

Ph : 7,38

Pco2 : 51 mmhg

P02 : 113 mmhg

Hco3 : 30,2 mmol/l

Tco2 : 31,8 mmol/l

Be : 3,5

So2c 98%

Elektrolit

Na + : 141 mmol/l

K+ : 4,1 mmol/l

Ca ++ : 1,17 mol/l

alb : 2,5 mg/dl

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

Koreksi K+ kcl 25 meq dalam RL

12/02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

Dipindahkan

dari icu ke hcu

kenanga

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Hasil pemeriksaaan

Agda

27

Page 28: Case Ruptur Pankreas

Ph : 7,37

Pco2 : 38 mmhg

P02 : 113 mmhg

Hco3 : 22,0 mmol/l

Tco2 :23,2 mmol/l

Be : -3,0

So2c 98%

Elektrolit

Na + : 142 mmol/l

K+ : 3,1 mmol/l

Ca ++ : 0,17 mol/l

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

Ketorolac diganti tramadol 3x100 iv

Omz 1x 40

Kcl drip stop

Cek bilurubin, ure cre, sgot sgpt, albumin

13/02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mencret . mencret . 6x, lendir

(-) darah (-) mual (-) muntah (-)

Pindahan hcu

kenanga

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 133/70 mmhg RR; 20x/I HR: 65x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Elektrolit

Na + : 139 mmol/l

28

Page 29: Case Ruptur Pankreas

K+ :4,54 mmol/l

CL : 112,4 mol/l

Ast : 46 u/l

Alt 121 u/l

Alb 2,5 mg/dl

Bil t : 0,77 mg/dl

Bil d : 0, 18 mg/dl

a Ruptur pancreas

p Diet ml 6x 200cc

Terapi lanjut

New diatab

14/02/2016 s Bab cair , frek . 10x /menit. Bab lendir (-) bercampur darah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

Metronidazol stop

15/02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah ,mencret berkurang , mual (-)

29

Page 30: Case Ruptur Pankreas

muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

New diatab stop

16/02/2016 s Nyeri post op (+) perut terasa kembung , denan (-) , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

Alinamin f 2x1

17/02/2016 s Nyeri post op (+) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

30

Page 31: Case Ruptur Pankreas

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Hasil pemeriksaan

Hb : 11,9 g/dl

Ht : 35,2 %

Leu : 14.700 /ul

Tromb: 383.000 /ul

Agda

Ph : 7,42

Pco2 : 44 mmhg

P02 : 92 mmhg

Hco3 : 28,5 mmol/l

Tco2 : 3,3 mmol/l

Be : 3,3

So2c 97 %

Na + : 132 mmol/l

K+ : 3,3 mmol/l

Ca ++ : 1,06 mmol/l

Ast : 52 u/l

Alt : 53 u/l

Alb : 2,4 mg/dl

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

31

Page 32: Case Ruptur Pankreas

18/02/2016 s Nyeri post op (-) pasien tampak lemah , mual (-) muntah (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

Hasil pemeriksaan

Amylase : 263 u/l ()

Lipase : 256 u/l ( )

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

19/02/2016 s Nyeri post op (-) mual (-) muntah (-) demam (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

32

Page 33: Case Ruptur Pankreas

20 /02/2016 s Nyeri post op (+) , mual (-) muntah (-) demam (-)

0 Ku : tampak sakit sedang

Ks : compos mentis

TD : 100/70 mmhg RR; 20x/I HR: 89x/I Suhu 36,7 c

Status lokalis

Regio abdomen

I: tampak luka post op dibalut perben, rembesan darah (-) nanah (-)

terpasang drain kiri dan kanan

A : bising usus (+)

a Ruptur pancreas

p Terapi lanjut

BAB IV

33

Page 34: Case Ruptur Pankreas

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien tn. H dengan umur 26 tahun. pasien datang di bawa

keluarga ke rsud arifin ahmad post kecelakaan lalu lintas. Kejadian tersebut ± 1 jam sebelum

masuk rumah sakit. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa saat kejadian korban dibonceng

temannya mengunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi, pasien terseret dan kakinya

terlindas ban mobil. Saat kejadian pasien mengaku tetap sadar namun perutnya terasa sakit

akibat membentur trotoar jalan. Pasien juga merasakan nyeri pada kaki dan tanggannya.

pasien mengaku badan terasa lemas dan mata berkunang-kunang.

Pada pemeriksaan fisik trauma (primary survey) didapatkan airway (A): clear;

breathing (B): bentuk dan gerak simetris, vesicular breath sound simetris kanan dan kiri,

ronchi dan wheezing negatif; circulation (C): nadi 110x/menit, tensi 70/40 mmHg, cappilary

refill time 3 detik; disability: GCS 15, pupil bulat isokor, reflek cahaya positif.

Pada secondary survey (pemeriksaan head to toe) didapatkan vulnus ekskoriatum

(luka lecet) pada regio abdomen dan pada regio brachii sinistra

Hasil laboratorium didapatkan Hb 13,5 g%, leukosit 8.900 mm3, trombosit 235.000

ul. Untuk gula darah dan profil pembekuan darah dalam batas normal. Kemudian pasien

direncanakan untuk rontgen thorax, rontgen pelvic dan rontgen pedis sinistra. Dari hasil

rontgen Ditemukan fraktur pada 1/3 proksimal phalanx proksimal digiti 1 pedis sinistra.

Pemeriksaan radiologi ini diindikasikan pada pasien stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab

tidak bisa disimpulkan diagnosik. Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes

radiologi. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan pelvis AP

dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto abdomen 3 posisi

(telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas

di bawah diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang kalau ada pada

keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan psoas

menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal.

Tindakan emergency pada pasien tersebut di UGD adalah resusitasi cairan RL sebanyak

2000cc, pemberian injeksi ATS (anti tetanus serum) dan antibiotik bertujuan sebagai terapi

profilaksis. Dan pemberian analgetik untuk mengurangi keluhan. kemudian pasien dikonsulkan

ke bedah umum karena dicurigai terdapat trauma tumpul pada abdomen yang dimana trauma

tumpul abdomen paling sering mengakibatkan cedera pada lien (40-45%), kemudian diikuti

34

Page 35: Case Ruptur Pankreas

cedera pada hepar(35-45%) dan usus halus (5-10%). Sebagai tambahan 15% mengalami

hematoma retroperitonea

Pasien mengeluhkan nyeri perut terasa memberat dan menjalar sampai ke punggung.

Bising usus masih ada tapi terdengar lemah. Didapatkan nyeri tekan diseluruh perut dengan

punctum maximum di perut kuadran kanan bawah. Pemeriksaan pekak pindah (shifting

dulness) tidak dilakukan karena pasien mengeluh nyeri saat perubahan posisi. Pada

pemeriksaan di tegakan diagnosa Peritonitis difus. Menurut teori tanda- tanda dalam trauma

abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen.

Tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok berlanjut pasien akan

mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-

tanda tidak khas yang muncul. Bila terjadi kecurigaan masuk organabdomen maka operasi

harus dilakukan. Pada pasien ini dicurigai ruptur pada organ retroperitoneal.

Pasien Diputuskan untuk dilakukan pembedahan exploratory laparotomy . Setelah

dilakukan informed consent kepada penderita dan keluarga, akhirnya operasi dilakukan dalam

general anesthesia. Saat operasi ditemukan darah di intra abdomen ±3500cc setelah

dilakukan eksplorasi tampak ruptur pada pancreas dilakukan debridement dan distal

pankreaktomi. Akhirnya luka operasi ditutup dengan terpasang drain di dinding abdomen

setelah dilakukan laparatomy eksplorasi di temukan ruptur pada pancreas.berdasarkan teori

trauma pancreas biasanya memberikan gejala-gejala tanda-tanda fisik tidak ditemukan segera

setelah trauma. Hal ini dihubungkan dengan lokasi pankreas yang terletak retroperitonial,

enzim pankreas yang tidak aktif setelah trauma yang tersembunyi dan penurunan sekresi

cairan pankreas setelah trauma.3 Akan tetapi bila dilakukan anamnesis atau pemeriksaan yang

lebih lengkap pada pasien dengan post trauma tumpul abdomen menunjukkan iritasi

peritonial yang berat dan temuan pemeriksaan fisik abdomen. Adanya contusio jaringan

lunak pada abdomen bagian atas atau disrupsi pada tulang-tulang rusuk bawah atau costal

cartilage menandakan kemungkinan adanya trauma pankreas.3 Dengan adanya laserasi pada

pankreas, diikuti dengan adanya trauma pada duktus pankreas yang selanjutnya menyebabkan

masuknya sekresi pankreas ke dalam cavum abdomen dan menghasilkan chemical peritonitis.

35

Page 36: Case Ruptur Pankreas

DAFTAR PUSTAKA

1. Mallick, Thoufeeq. Pancreatic Trauma from a Book. Available at:

http://www.medscape.com/viewarticle/410527_3. Last update: July 4, 2004. Diakses

pada tanggal 17 februari 2016

2. Bjerke. Pancreatic Trauma. Available

at:http://www.emedicine.com/med/Topic2801.HTM. Last update: Juny 30, 2006.

3. Furkovich. Injuries to the Pancreas and Duodenum. Available

at:http://www.acssurgery.com/acsonline/pdf/acs0709. Last update: August 4 ,

2005.diakses pada tanggal 18 februari 2016

4. Grace, Pierce A, Borley, Neil. At a Glance Ilmu bedah. Edisi 3. 2006. Jakarta: PT

Erlangga. 118-119.

5. Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2006

6. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.

Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

7. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition. Mc-

Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic

Publication.

8. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC. Jakarta.

9. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9. Jakarta: EGC.

10. Knight Bernard. Simpson’s Forensic Medicine. USA. Arnold.1997

11. Traumatic rupture of pankreas. K vaishay h sni s pandi k goswami. K suthar. The

Internet Journal of Radiology. 2009 Volume 11 Number 2.

12. Isolated and complete traumatic rupture of the pancreas: A case report and a review of

the literature.Available at:nt J Surg Case Rep. 2012; 3(12): 590–593.Published online

2012 Aug 21. doi:  10.1016/j.ijscr.2012.08.006

Diakses pada18 februari 2016

36