Case Report manalagi

53
KATA PENGANTAR Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena atas anugrah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Cephalgia et causa Abses Cerebri” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf, Rumah Sakit Kepolisian pusat TK.I Raden Said Soekamto. Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Joko Nafianto. Sp.S. ,yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam pembuatan laporan kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Jakarta , September 2015 Penulis 1

description

manalagi

Transcript of Case Report manalagi

Page 1: Case Report manalagi

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa. karena atas anugrah-

Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Cephalgia et causa Abses Cerebri”

tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah satu

syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf, Rumah

Sakit Kepolisian pusat TK.I Raden Said Soekamto.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Joko Nafianto. Sp.S. ,yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing saya dalam pembuatan laporan kasus ini. Saya menyadari banyak

sekali kekurangan dalam laporan kasus ini, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun

sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang

membacanya.

Jakarta , September 2015

Penulis

1

Page 2: Case Report manalagi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….................................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................3

BAB II STATUS PASIEN............................................................................................................4

BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................39

2

Page 3: Case Report manalagi

BAB I

PENDAHULUAN

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis yang

lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak

disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. Abses otak dapat terjadi

pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun.

Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas

atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,

sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi

pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15%

kasus. Abses serebri dapat berkembang dari tiga sumber yaitu ebagian besar abses otak berasal

dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan

maxillarie.

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar

otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma

kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap

bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.

Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri

dari gejala infeksi (demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit kepala, muntah

proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis, ataksia, afaksia). Terapi

optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan

bedah. Terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi

pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided

aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak

dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

3

Page 4: Case Report manalagi

BAB II

STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. N

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 49 Tahun

Alamat : Kampung Raden RT 02 RW 03 Jati Ranggon Jakarta Timur

Pekerjaan : Buruh kasar

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SMP

Tanggal masuk RS : 6 September 2015

Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2015

II.2 Anamnesa ( Autoanamnesis dan Alloanamnesis )

Keluhan Utama : Pusing sejak 3 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Keluhan disertai dengan mual dan muntah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS Bhayangkara TK.1 Raden Said Sukanto dengan keluhan

pusing sejak 3 hari SMRS. Pusing diarasakan pasien tidak memutar dan dirasakan hilang

timbul. Pusing timbul pada saat pasien dalam keadaan lelah dan hilang pada saat pasien

istirahat. Selain pusing pasien juga mengeluh mual dan muntah yang sudah dirasakan pasien

jika pusing tersebut timbul. Perasaan mual pada perut pasien biasanya disertai dengan nyeri

pada perut bagian atas dan tidak menjalar. Pasien mengaku mual tersebut terjadi tanpa

mengenal aktivitas makan, tersering mual tersebut timbul bersamaan dengan pusing . mual

terkadang disertai muntah , muntah dirasakan pasien tidak membuat dada panas dan muntah

tersebut biasanya berwarna keputihan dan agak sedikit berbusa. Nyeri dada disangkal pasien .

4

Page 5: Case Report manalagi

Setelah dirawat selama 2 hari di rumah sakit pasien merasakan demam. Pola demam pasien

yaitu turun naik yang berarti demam dirasakan meningkat pada malam hari dan berangsur

turun apabila siang hari. Namun demam tersebut berangsur turun segera setelah pemberian

terapi di rumah sakit. Nyeri pada tenggorokan, susah menelan, batuk , pilek disangkal pasien.

Setelah dirawat selama 6 hari psien juga tetap merasakan pusing namun kali ini dirasakan

bersamaan dengan nyeri kepala. Nyeri kepala tersebut dirasaakan pada kepala bagian sebelah

kiri naum terkadang menjalar ke bagian belakang sampai leher. Nyeri kepala tersebut

dituturkan pasien seperti tertusuk tusuk dan hilang timbul. Nyeri kepala ini ternyata sudah

menetap sejak 20 tahun yang lalu dan baru diobati 1 bulan sebelum masuk rumah sakit polri.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien mengaku tidak pernah mengalami nyeri kepala seperti ini sebelumnya

- Pasien mengaku memiliki riwayat sakit telinga berarir yang dirasakan pada pendidikan

sekolah dasar yang telinga tersebut mengeluarkan sekret kental dan telah diobati.

- Riwayat trauma kepala disangkal pasien

- Riwayat gigi berlubang disangkal pasien

- Riwayat darah tinggi disangkal pasien

- Riwayat diabetes disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama yang dirasakan oleh keluarga pasien.

II.3 Pemeriksaan Fisik

1. Status generalis

a. Keadaan umum : tampak sakit ringan

b. Tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 37.9oC

c. Kepala

5

Page 6: Case Report manalagi

Bentuk : normocephal

Simetris : simetris

Nyeri tekan : tidak ada

d. Mata

Mata simetris, Exoftalmus -/-, edema palpebra -/-, Konjungtiva anemis -/-, sklera

ikterik -/-

e. Hidung

Bentuk hidung simetris normal , septum deviasi (-) , tanda trauma (-) , Sekret (-)/(+)

f. Mulut

Lidah deviasi (-) dengan hygienitas yang buruk, atrofi lidah (-), palatum molle dan

pallatum durum tidak hiperemis.

g. Telinga

Bentuk telinga normal dan simetris kanan dan kiri, nyeri tekan auricula (-) , hiperemis

(-)/(-) , darah (-)/(-) , sekret (-)/(-)

h. Leher

Sikap : normal

Limfanodi : tidak teraba membesar

i. Thorax : normochest

j. Jantung : iktus cordis teraba di pertengahan axillaris anterior kiri sela iga 5,

bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

k. Paru : fremitus taktil dan fremitus vocal simetris kanan dan kiri, sonr

disluruh lapang paru , bunyi nafas vesikular, ronki (-)/(-), wheezing (-)/(-)

l. Abdomen : datar, nyeri tekan -, bising usus (+) , massa (-) , timpani disluruh

lapang abdomen

m. Hepar : tidak teraba pembesaran hepar

n. Lien : tidak teraba pembesaran lien

o. Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time kurang dari 2 detik, edema (-),

sianosis (-).

2. Status neurologis

a. Kesadaran : Compos Mentis

b. GCS : (E4M6V5)

6

Page 7: Case Report manalagi

c. Cara berjalan : normal

d. Gerakan abnormal : tidak ada

Gejala rangsang meningeal:

a. Kaku kuduk : -/-

b. Laseque : -/-

c. Kernig : -/-

d. Brudzinsky I : -/-

e. Brudzinsky II : -/-

Syaraf kranialis:

a. Nervus I (N. Olfactorius)

Daya penghidu: normosmia/ normosmia

b. Nervus II (N. opticus)

Ketajaman penglihatan : normal / normal

Pengenalan warna : normal / normal

Lapang pandang : normal / normal

Funduskopi : tidak dilakukan

Refleks cahaya langsung : +/+ lambat

Refleks cahaya tidak langsung: +/+ lambat

c. Nervus III, IV, VI (N. occulomotorius/ trochlearis/ abdusens)

Ptosis : -/-

Strabismus : -/-

Nistagmus : -/-

Eksoftalmus :-/-

Enoptalmus : -/-

Gerakan bola mata: normal ke segala arah

Pupil

- Bentuk pupil : bulat/ bulat

- Isokor/ anisokor : isokor

7

Page 8: Case Report manalagi

- Posisi : di tengah/ di tengah

- Refleks akomodasi/ konvergensi : normal

d. Nervus IV (N. Trochlearis)

Gerakan bola mata : Baik kanan dan kiri

e. Nervus V (N. trigeminus)

Motorik

- Menggigit : baik

- Membuka mulut : simetris

Sensorik

- Rasa nyeri : baik

- Rasa raba : baik

- Rasa suhu : tidak dilakukan

Refleks

- Refleks masseter : baik

f. Nervus VI (N. Abdusen)

Pergerakan bola mata (lateral) : Baik kanan kiri

g. Nervus VII (N. fasialis)

Pasif

- Kerutan kulit dahi : simetris

- Kedipan mata : simetris

- Lipatan nasolabial : simetris

- Sudut mulut : simetris

Aktif

- Mengerutkan dahi : simetris

- Menutup mata : simetris

- Menyeringai : simetris

- Menggembungkan pipi : simetris

- Hiperlakrimasi : tidak ada

- Lidah kering : tidak ada

8

Page 9: Case Report manalagi

Sensoris

- Daya pengecapan lidah 2/3 depan: baik

h. Nervus VIII (N. acusticus)

Suara gesekan tissue : baik/baik

Tes rinne : normal

Tes weber : tidak ada lateralisasi

Tes swabach : normal

i. Nervus IX (N. glossopharyngeus)

Arkus faring : simetris

Daya pengecap lidah 1/3 belakang : tidak dinilai

j. Nervus X (N. vagus)

Posisi uvula : ditengah

Refleks muntah : tidak dinilai

k. Nervus XI (N. assesorius)

Memalingkan kepala : baik

Sikap bahu : simetris , normal

Mengangkat bahu : simetris , normal

l. Nervus XII (N. hipoglosus)

Menjulurkan lidah : deviasi (-)

Atrofi lidah : tidak ada

Artikulasi : baik

Tremor lidah : tidak ada

Motorik:

a. Gerakan : gerakan abnormal (-)

b. Kekuatan : 5555 5555

5555 5555

c. Tonus otot : Normotonus Normotonus

Normotonus Normotonus

d. Trofi : Eutrofi Eutrofi

9

Page 10: Case Report manalagi

Eutrofi Eutrofi

Refleks fisiologis:

a. Ekstremitas atas

Refleks biseps : ++/++

Refleks triseps : ++/++

b. Ekstremitas bawah

Refleks patella : ++/++

Refleks archilles : ++/++

Refleks Patologis:

a. Hoffman Trommer : +/+

b. Babinski : -/-

c. Chaddock : -/-

d. Oppenheim : -/-

e. Gordon : -/-

f. Schaefer : -/-

g. Gorda : -/-

Pemeriksaan sensorik

Rangsangan raba : normoestesia/normoastesia

Rangsangan nyeri : normoalgesia/normoalgesia

Rangsangan suhu : tidak dilakukan

Propioseptif : normal

Diskriminasi dua titik : tidak dilakukan

Pemeriksaan Sistem Syaraf Otonom

BAB : normal

BAK : normal

Berkeringat : berlebih

Pemeriksaan Fungsi Luhur

10

Page 11: Case Report manalagi

Memory : baik

Kognitif : baik

Pemeriksaan Koordinasi

Disdiadokokinesis : baik

Tes telunjuk hidung : baik

III.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Tanggal 6 September 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 13,4 gr/dL 13-16 gr/dL

Leukosit 6.700 u/L 5.000 – 10.000 u/L

Hematokrit 28 % 40-48 %

Trombosit 175.000 u/L 150.000-400.000 u/L

Glukosa Glukometer 107

Elektrolit

Natrium 135 mmol/L 135-145 mmol/L

Kalium 4.0 mmol/L 3.8-5.0 mmol/L

Chlorida 103 mmol/L 98-106 mmol/L

Tanggal 7 September 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hemoglobin 12.6 gr/dL 13-16 gr/dL

Leukosit 5900 u/L 5.000 – 10.000 u/L

Hematokrit 35 % 40-48 %

Trombosit 151.000 150.000-400.000 u/L

Tanggal 8 September 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

11

Page 12: Case Report manalagi

Cholesterol total 129 mg/dL < 200 mg/dL

Cholesterol HDL - direk 32 mg/dL 35-55 mg/dL

Cholesterol LDL- indirek 56 mg/dL < 160 mg/dL

Trigliserida 203 mg/dL < 200 mg/dL

Asam urat 3.8 mg/dL 3.4 – 7.0 mg/dL

Tanggal 9 September 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Ureum 24 mg/dL 10-50 mg/dL

Kreatinin 0.8 mg/dL 0.5-1.5 mg/dL

2. Pencitraan

Rontgen Thorax :

CTR 50% , Corakan bronkovaskular kasar, Sinus dan diafragma normal, tulang dan

jaringan lemak baik

Kesan : Kardiomegali dan suspek Bronkitis

CT-Scan :

12

Page 13: Case Report manalagi

13

Page 14: Case Report manalagi

Tampak lesi hipodens abnormal pada occipital kiri dengan pemberian kontras tampak

gambaran ring enhancement dengan perifokal edema yang luas. Tak tampak deviasi

midline. Sistem ventrikel normal. sistem sulci/gyri di luar lesi normal. orbita/aircell

kanan-kiri normal. tulang tulang normal. tampak hipertrofi konka nasa kanan,

perselubungan pada sinus maxillaris kiri.

Kesan : Gambaran abcess pada occipital kiri, chronic sinusitis maxillaris kiri

dengan rhinitis kanan.

14

Page 15: Case Report manalagi

3. Lain-lain : -

II.5 Resume

Pasien datang ke RS Bhayangkara TK.1 Raden Said Sukanto dengan keluhan pusing sejak 3 hari

SMRS disertai dengan mual dan muntah . Setelah dirawat selama 2 hari di rumah sakit pasien

demam dan timbul nyeri kepala seperti tertusuk tusuk dan hilang timbul. Pada riwayat penyakit

dahulu pasien mengaku memiliki riwayat sakit telinga berarir yang dirasakan pada pendidikan

sekolah dasar yang telinga tersebut mengeluarkan sekret kental dan telah diobati. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah 140/90 mmHg , Suhu 37.9oC. Kesadaran Compos

Mentis, GCS (E4M6V5) , Refleks cahaya langsung: +/+ lambat dan Refleks cahaya tidak

langsung: +/+ lambat , sekret nasal -/+ , Hoffman Trommer +/+ , Berkeringat berlebih. Pada

pemeriksaan lab didapatkan Hematokrit 28 % ,Hemoglobin 12.6 gr/dL, Cholesterol HDL – direk

32 mg/dL, Trigliserida 203 mg/dL. Kemudian pada pemeriksaan penunjang didapatkana foto

rontgen kesan tampak Kardiomegali dan suspek Bronkitis dan pada ct-scan didapatkan gambaran

abcess pada occipital kiri, chronic sinusitis maxillaris kiri dengan rhinitis kanan.

II.6 Diagnosis

Diagnosis Klinis : Cephalgia et causa abses cerebri , Hipertensi grd II

Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri sinistra pars occipitalis

Diagnosis Etiologi : Chronic sinusitis maxillaris sinistra

II.7 Diagnosis Banding

- Tumor Intrakranial

II.8 Penatalaksanaan

- Infus ringer laktat 20 tpm + ketorolac 1 amp

- Inj Citicholin 3 x 250 mg

- Inj ranitidin 2 x 1 amp

- Tab asam folat 2 x 1

- Tab amlodipine 1 x 5 mg

- Racikan : - paracetamol 250 mg

- Diazepam 2 mg

15

Page 16: Case Report manalagi

- Amitriptilin 5 mg

- Caffeine 10 mg

Pemberian sebannyak 3 x 1 caps

- Tab Aspilet 1 x 1

- Tab paracetamol 3 x 500 mg

- Tab tramadol 3 x 50 mg

- Inj ceftriaxone 2 x 1 amp

- Inj dexametasone 3 x 1 amp

- Drip metronidazole 3 x 500 mg

-

II.9 Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : malam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

16

Page 17: Case Report manalagi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Anatomi otak

Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Otak adalah organ penting yang

mengendalikan pikiran, memori, emosi, sentuhan, keterampilan motorik, visi, respirasi, suhu,

rasa lapar, dan setiap proses yang mengatur tubuh kita (Adams and Victors, 2001).

Gambar 1. Pembagian Otak

Otak dapat dibagi ke dalam otak besar (cerebrum), batang otak (brainstem), dan otak

kecil (cerebellum):

1. Cerebrum

Merupakan bagian yang paling besar.

Terdiri atas bagian kiri dan kanan yang disebut hemispherium Cerebri.

Berfungsi untuk kontrol terhadap pembicaraan, emosi, inisiasi gerakan, koordinasi

gerakan, temperatur, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian, penalaran,

pemecahan masalah, emosi, dan pembelajaran.

2. Cerebellum

Terletak dibawah Cerebrum dan dibelakang otak.

Berfungsi untuk mengkoordinasi gerakan otot sukarela dan untuk mempertahankan

postur tubuh, keseimbangan, dan equilibrium.

17

Page 18: Case Report manalagi

3. Batang otak

Batang otak (garis tengah atau bagian tengah otak) termasuk otak tengah, pons, dan

medulla.

Fungsi daerah ini meliputi: pergerakan mata dan mulut, penyampaian pesan sensorik

(panas, nyeri, keras, dll), rasa lapar, respirasi, kesadaran, fungsi jantung, suhu tubuh,

gerakan otot tak sadar, bersin, batuk, muntah, dan menelan tekanan darah dan

pernapasan.

Secara lebih spesifik, beberapa bagian lain dari otak adalah sebagai berikut:

Pons sebuah bagian yang terletak sangat dalam di otak, terletak di brainstem, pons

berisi banyak daerah kontrol untuk gerakan mata dan wajah.

Medulla Bagian terendah dari batang otak, medula adalah bagian yang paling penting

dari seluruh otak dan merupakan pusat control jantung dan paru-paru yang sangat penting.

Saraf tulang belakang merupakan sekumpulan besar serabut saraf yang terletak di

bagian belakang yang memanjang dari dasar otak ke punggung bawah, syaraf tulang

belakang ini membawa pesan ke dan dari otak dan seluruh tubuh.

Lobus frontal bagian terbesar dari otak yang terletak di bagian depan kepala, lobus

frontal terlibat dalam karakteristik kepribadian dan gerakan.

Lobus parietal bagian tengah otak, lobus parietalis membantu seseorang untuk

mengidentifikasi objek dan memahami hubungan spasial (dimana tubuh seseorang

dibandingkan dengan benda-benda di sekitar orang tersebut). Lobus parietalis juga terlibat

dalam interpretasi rasa sakit dan sentuhan pada tubuh.

Lobus oksipital lobus oksipital adalah bagian belakang otak yang terlibat dengan

penglihatan.

Lobus temporal sisi otak, lobus temporal ini terlibat dalam memori, ucapan, dan indra

penciuman.

Otak dilindungi oleh tulang tengkorak dan ditutupi oleh 3 membran yang disebut

meningen. Otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal yang diproduksi oleh pleksus

khoroideus, yang masuk ke dalam 4 ventrikel dan rongga antara meningen. Cairan

18

Page 19: Case Report manalagi

serebrospinal membawa nutrient dari darah ke otak dan membawa kembali zat-zat yang

tidak diperlukan lagi dari otak ke darah.

Otak terdiri dari beberapa tipe sel, setiap tipe mempunyai fungsinya masing-masing.

Ketika sel kehilangan kemampuan untuk mengontrol pertumbuhannya dan sel-sel diluar

suatu massa jaringan disebut Tumor (Harsono, 1999).

Gambar 2. Anatomi otak

Pengklasifkasian lain otak adalah dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :

1. Telensefalon (endbrain)

Terdiri atas: hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal

ganglia dimana basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus lentikularis,

klaustrum dan amigdala.

a. Korteks serebri berperan dalam: persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa,

sifat pribadi, proses mental misalnya: berpikir, mengingat, membuat keputusan,

kreativitas dan kesadaran diri.

b. Nucleus basal berperan dalam: inhibisitonus otot, koordinasi gerakan yang lambat

dan menetap, penekanan pola-pola gerakan yang tidak berguna.

19

Page 20: Case Report manalagi

2. Diensefalon (interbrain)

Terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus dan hipotalamus.

a. Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,

kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam

kontrol motorik.

b. Hipotalamus berperan dalam: mengatur banyak fungsi homeostatik, misalnya

kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung penting

antara sistem saraf dan endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.

3. Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina

Memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari

tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.

4. Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata

Memiliki peran asal dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan

kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan. Pengaturan reflek otot yang terlibat dalam

keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps di korda

spinalis, keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.

5. Serebellum

Memiliki peran dalam menjaga keseimbangan, peningkatan tonus otot, koordinasi dan

perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih. Hemisfer sendiri menurut pembagian

fungsinya masih di bagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus,

seperti terlihat dalam gambar dibawah ini: fungsi dari setiap lobus ada pada tabel

berikut :

20

Page 21: Case Report manalagi

Gambar 3. Otak dari Lateral

III.2 Definisi

  Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai serebritis yang

lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak

disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.1

III.3 Epidemiologi

Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada

anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung

kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media

kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status

imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu

dimengerti pada 10-15% kasus.2

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah

mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar

10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju,

21

Page 22: Case Report manalagi

namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi

yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).3

Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar 1500-2500

kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah

penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandinagan 2-3:1. 3

Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki

daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar

20-50 tahun.3

Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan

faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan

tinggi.2

Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.Anderson Cancer Center

Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-

2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2,

berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2

Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang

terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil

yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan

perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 35% (dari 20

penderita, 7 meninggal). Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi

pediatri, serta pandemic AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan.

III.4 Etiologi

Abses serebri dapat berkembang dari tiga sumber, yaitu (Miranda et al.,2013):

a. Sebagian besar abses otak berasal dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis

(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaries).4

b. Selain itu abses dapat timbul akibat penyerbaran secara hematogen dari infeksi paru,

endokarditis bacterial akut dan sub akut pada penyakit jantung bawaan. Letak abes otak

yang berasal dari penyerbaran hematogen sesuai dengan peredaran darah yang

didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lokus parietalis atau cerebellum dan batang

22

Page 23: Case Report manalagi

otak. Abses juga dapat dijumai pada penderita penyakit immunologi seperti AIDS,

penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi atau steroid yang dapat menurunkan

imunitas tubuh.4

c. Inokulasi langsung seperti tauma kepala atau bedah saraf pada 8-19% kasus.

Berbeda dengan abses parenkim, abses intaventrikular primer merupakan proses infeksi

yang perlahan-lahan dan berkembang terutama di daerah cerebri dan ventrikel. Masuknya

pathogen pada system ventrikel dapat berasal dari hematogen atau cairan serebrospinal.

Ada berbagai pathogen yang dapat menyebabka abses serebri. Pada dasarnya bagaimana

pathogen dapat menyebabkan abses tergantung apakah individu tersebut mengalami

immunocompromized atau tidak. Streptococcus aerobic dan anaerobic adalah penyebab

pathogen yang paling umum.4

Gambar 4. Etiologi abses cerebri

Tabel 1. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba

No Sumber Infeksi Lokasi Abses Patogen utama

1 Sinus Paranasal Lobus Frontal Streptococci, Staphylococcus aureus,

23

Page 24: Case Report manalagi

Haemophilus sp, Bacteroides sp.

2 Infeksi Otogenik Lobus Temporal,

Serebelum

Streptococci, Bacteroides sp,

Enterobacterial (Proteus sp),

Pseudomonas sp, Haemophilus sp.

3 Infeksi Odontogenik Lobus Frontal Streptococci, Staphylococci, Bacteroides,

Actinobacilus sp.

4 Endokarditis

Bakterial

Biasanya Abses

multipel, bisa di

lobus manapun

Staphylococcus aureus, Streptococcus

viridans

5 Infeksi Pulmonal

(abses, empiem,

bronkiektasis)

Biasanya Abses

multipel, bisa di

lobus manapun

Streptococci, Staphylococci, Bacteroides,

Actinobacilus sp.

6 Shunt kanan ke kiri

(penyakit jantung

sianotik, AVM paru)

Biasanya Abses

multipel, bisa di

lobus manapun

Streptococcus, Staphylococcus,

Peptostrptococcus sp.

7 Trauma penetrasi

atau pasca operasi

Tergantung lokasi Staphylococcus aureus, Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus sp,

Enterobacter, Clostridium sp.

8 Pasien dengan

imunosupresi

Sering Abses

multipel, berbagai

lobus dapat terkena

Aspergillus sp, Peptostreptococcus sp,

Bacteroides sp, Haemophilus sp,

Staphylococcus.

w9 Pasien AIDS Sering Abses

multipel, berbagai

lobus dapat terkena

Toxoplasma gondii, Criptococcus

neoforman, Listeria, Mycobacterium sp,

Candida, Aspergillus

III.5 Patofisiologi

24

Page 25: Case Report manalagi

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar

otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma

kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap

bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang

perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.5

Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi

lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik

perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada

pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag

mengelilingi jaringan yang nekrotikan.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama

kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal

kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi

perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :5

1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit

dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan

meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh

darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.Peradangan perivaskular ini disebut

cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena

pembesaran abses.5

2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat nekrosis

membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena

25

Page 26: Case Report manalagi

pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang,

makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai

menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak

menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar.5

3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast

meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum

mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh

karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi

abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses

membesar ke dalam substansi putih.Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam

ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang

tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.

4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)5

Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran

histologis sebagai berikut:5

· Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.

· Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.

· Kapsul kolagen yang tebal.

· Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.

· Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah

ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan

26

Page 27: Case Report manalagi

fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses

apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media,

mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses

lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.5

Respon Imunologik pada Abses Otak. 

  Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan

saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di mastoid dapat

menjalar ke otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral

merupakan penyebaran ke otak secara langsung.2

Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan

hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada

toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar

khusus.Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena

jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.Kuman yang dimasukkan ke

dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan

abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum

inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak

hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody

dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki

lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka

berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat

virulen dan destruktif.2

27

Page 28: Case Report manalagi

III.6 Manifestasi Klinis

Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti

demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit

kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses

otak yang terdiri dari gejala infeksi(demam, leukositosis), peninggian tekanan intracranial(sakit

kepala, muntah proyektil, papil edema) dan gejala neurologik fokal(kejang, paresis, ataksia,

afaksia)1

Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti

hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun

menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke

dalam kavum ventrikel.1

Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap

didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi

komplit.Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan

abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior

sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada

satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan

nistagmus.Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat

fatal.1

III.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu penting juga untuk melibatkan

evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.Perlu ditanyakan

mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran,

imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.5

Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat

kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang

meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.5

Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal

dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang

sifatnya bilateral atau tunggal.5

28

Page 29: Case Report manalagi

Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan

lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.Pemeriksaan

cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan

kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau

sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula

menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat

diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi

abses dalam hemisfer.EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta

dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk

diagnostik abses serebelum.Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.Saat ini,

pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif

noninvasif seperti CT scan.Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat

diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah

otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui

lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance

Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih

akurat.1

Gambar 2. CT Scan Normal

29

Page 30: Case Report manalagi

Gambar 3. CT- Scan Abses serebri

Gambaran CT-scan pada abses :1

Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.5

Gambaran CT-Scan :

Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti

cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter serebritisnya.Didapati

mengelilingi pusat nekrosis.5

Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central

inflamasi.5

Gambaran CT-Scan :

30

Page 31: Case Report manalagi

Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus.Kontras masuk

ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis.5

Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada

batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.

Gambaran CT-Scan :5

Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat

lebih tebal.5

Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang

dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)5

Gambaran CT-Scan :5

Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh

kontras. 5

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,

dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu

dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis,

hematom yang diserap dan granuloma.1

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT

scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain :

umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring,

rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini

menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter

abscess biasanya berkembang di medial.1

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari

paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah

perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.1

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor,

ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.1

III.8 Diagnosis Banding

31

Page 32: Case Report manalagi

Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat bermanifestasi

klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun hematosubdural. Oleh karena itu,

diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh agar terapi yang diberikan menjadi tepat.7

Tabel 2 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging

Abscess Tumor

Wall Smooth, thin, regular Thick, irregular

Thinner on inner aspect Thinner on outer aspect

Nodularity If present, in inner border Outer border

T1 Hyperintense rim

T2 Hypointense rim

Meningeal enhancement Favours Not seen

Diffusion Imaging High signal Low signal

Perfusion imaging

dynamic

Normal signal due to

collagen and fibrosis in

wall

Low signal due high capillary

density in tumour

III.9 Penatalaksanaan

Terapi definitif untuk abses melibatkan :2

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan

antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya

abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi

ketiga dan metronidazole.Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka

32

Page 33: Case Report manalagi

dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi

ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes

sentivitas telah tersedia.2

Tabel 3. Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak

Etiologi Antibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, bakteri

anaerob, stafilokokkus dan

stretokokkus

Meropenem

Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole

Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau

mastoiditis

Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum

dikombinasi dengan terapi aminoglikosida

Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi

dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga

metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif,

bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif.Sementara itu

pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan

metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan

vancomycin dan ceptazidine.Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi

penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap

penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat

digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi

aminoglikosida.Pada pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum

luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.3

33

Page 34: Case Report manalagi

Tabel 4. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak

Drug Dose Frekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,

IV

Ceftriaxone (Rocephin)

50-100 mg/KgBBt/Hari

2-3 kali per hari,

IV

Metronidazole (Flagyl)

35-50 mg/KgBB/Hari

3 kali per hari,

IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)

2 grams

setiap 4 jam,

IV

Vancomycin

15 mg/KgBB/Hari

setiap 12 jam,

IV

34

Page 35: Case Report manalagi

Tabel 5. Terapi anti-mikroba pada pasien abses cerebri.

*dikutip dari Brain Abcess.” The New England Medical Journal.Vol.371. No.5”

35

Page 36: Case Report manalagi

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi

penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi

penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam

peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam

intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.7

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan

tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi

merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan

stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan

pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.2

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep

abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan

terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.2

Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan

secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan

aspirasi abses.3

Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini

dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi.

Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam

abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan

dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan

pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon

terhadap penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.5

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap

korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus

36

Page 37: Case Report manalagi

(ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis,

EEG dan neuroimaging).

III.10 Komplikasi

Abses otak menyebabkan komplikasi:5

1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid

2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus

3. Edema otak

4. Herniasi oleh massa Abses otak

III.11 Prognosis

Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,

dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat, serta

manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian,

dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-

Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang,

hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.6

Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:

a. Cepatnya diagnosis ditegakkan

b. Derajat perubahan patologis

c. Soliter atau multipel

d. Penanganan yang adekuat.

Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis

sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat

membaik, tetapi kejang dapat menetap pada 50% penderita (Adam & Maurice, 2003).6

37

Page 38: Case Report manalagi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf “PERDOSSI”. Hal 21-27.

Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.

2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO Neurologi “

PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.

3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321. Jakarta: Dian

Rakyat. 2008.

4. Miranda, H.A., et al.(2013). Brain abscess: Current management. J Neurosci Rural Pract.

2013 Aug; 4(Suppl 1): S67–S81.(Internet).Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3808066/. (Accessed on April 28th 2015)

5. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP H Adam

Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera Utara: Desember

2005. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf

6. Adams RD, Mauice V., 2003, Brain Abscess. In Principles of Neurology. 5th ed.

USA:McGraw-Hill

7. Falah nurul. Abses Otak diakses pada tanggal 20 september 2015 , Available at

http://id.scribd.com/doc/70275247/Abses-Otak

8. Brouwer, M.C., Tunkel, A.R., McKhan, G.M et al. (2014). “Brain Abcess.” The New England

Medical Journal.Vol.371. No.5

38