Case Report Fix DM

download Case Report Fix DM

of 26

description

bb vcxxcxxggggsggggg

Transcript of Case Report Fix DM

BAB ITINJAUAN PUSTAKA1.1Definisi Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.4Neuropati diabetes (ND) adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada penderita diabetes mellitus (DM) tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. ND adalah gangguan neuropati terkait DM dimana kondisi ini akibat dari cedera mikrovaskuler pada orang DM yang melibatkan pembuluh darah kecil yang memasok saraf (vasa nervorum).. 1,2,41.2Epidemiologi Diabetes mellitus merupakan penyebab utama terjadinya neuropati di negara maju, dan komplikasi yang sering muncul adalah tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes. Diperkirakan prevalensi neuropati pada pasien DM adalah sekitar 20%, dimana 50-75% menjadi penyebab dari amputasi non traumatik.8Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun.1,2

1.3Etiologi dan Faktor Risiko

Diabetes mellitus merupakan penyebab utama terjadinya neuropati di negara maju, dan komplikasi yang sering muncul adalah tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada pasien diabetes. Diperkirakan prevalensi neuropati pada pasien DM adalah sekitar 20%, dimana 50-75% menjadi penyebab dari amputasi non traumatik.

Dalam studi DCCT (Sidang Kontrol dan Komplikasi Diabetes) pada tahun 1995, insiden tahunan neuropati adalah 2% per tahun. Perkembangan neuropati ini tergantung pada pengontrolan kadar glukosa pada DM tipe 1 dan tipe 2. Durasi menderita DM, usia, merokok, hipertensi, dan penyakit sifilis juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya neuropati diabetes.2,41.4Patogenesis 1,2Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :

Grade 1 (Neuropraksia)

Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.

Grade II (aksonometsis)

Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikuti dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inci/bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.

Grade III

Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.

Grade IV

Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.

Grade V

Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.

Grade VI

Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.

Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu : 2,6 Degenerasi Wallerian

Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunan, oleh karena pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah. Demielinisasi segmental

Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel Schwann. Demielinisasi mulai dari nodus ranvier meluas tak teratur ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.

Degenerasi aksonal

Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.

Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme, neurotrofik dan immunologik.

a. Faktor vaskular

Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah penumpukan glukosa tinggi dalam sel.

Berdasarkan teori ini, terjadi proses iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.

b. Teori Metabolisme

Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated kinase).

i. Jalur Polyol

Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intraselular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan glukosa ke sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini.

Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah juga ko-factor yang penting untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah glutathione,polyol pathway meningkatkan kepekaan ke intracelluler oxidative stress. Oxydative stress berperan utama didalam patogenesis diabetik periferal neuropati.

Stress oxidatif terjadi didalam sistem seluler ketika produksi radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. Jika antioksidan tidak membuang radikal bebas, radikal akan menyerang dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau nekrotik.

Suatu teori mengatakan bahwa glukosa yang berlebihan dalam sirkulasi darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis.

ii. Aktivasi Jalur Protein kinase C

Berperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase-C,,,. Protein kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran darah.

Advanced glycation end product ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.

iii. Adenosine diphosphate (ADP)

Ada bukti bahwa poly-adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa jalur dari kerusakan yang diinduksi disebabkan hiperglikemia.

iv. Jalur Heksosamin

Ketika hiperglikemia intraseluler berkembang didalam sel target dari komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzim GAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux.

c. Faktor neurotropik

Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.

d. Faktor immunologi

Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.

1.5Gejala Klinis 2,6 Polineuropati diabetika merupakan neuropati diabetika yang paling sering terjadi. Pada pasien-pasien DM tipe 2, 59% menunjukkan berbagai neuropati, 45% diantaranya menderita polineuropati diabetika. Gejala yang mudah dikenal adalah kelainan yang sifatnya simetris. Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan motorik dan sudah terlihat pada awal penyaki. Umumnya gejala nyeri, parastesi dan hilang timbul ketika malam hari. Khas diawali dari jari kaki berjalan ke proksimal tungkai. Seiring memberatnya penyakit jari tangan dan lengan terkena sehingga memberi gambaran sarung tangan dan kaos kaki.

Kelainan ini dapat mengenai saraf sensoris, motor dan fungsi otonomik dengan bermacam-macam derajat tingkat, dengan predominan terutama disfungsi sensoris. Kelemahan otot-otot tungkai dan penurunan reflek lutut dan tumir terjadi lebih lambat. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut saraf kecil (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi terjadinya ulkus kaki. Gangguan propiosepti, rasa getar dan gaya berjalan (sensory ataxia gait) menunjukkan keterlibatan serabut saraf ukuran besar (large fiber neuropathy).Pada beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bisa melibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom.

Neuropati otonom

Sistem saraf otonom terdiri dari saraf melayani jantung, sistem pencernaan dan sistem genitourinari.Neuropati otonom dapat mempengaruhi salah satu sistem organ.Disfungsi otonom paling umum dikenal pada penderita diabetes adalah hipotensi ortostatik, atau pingsan saat berdiri.Dalam kasus diabetes neuropati otonom, itu adalah karena kegagalan jantung dan arteri untuk tepat menyesuaikan nada denyut jantung dan pembuluh darah untuk menjaga darah terus-menerus dan sepenuhnya mengalir ke otak.Gejala ini biasanya disertai dengan hilangnya perubahan yang biasa dalam denyut jantung dilihat dengan napas normal.Kedua temuan ini menunjukkan neuropati otonom.

Manifestasi saluran pencernaan termasuk gastroparesis, mual, kembung, dan diare.Karena banyak penderita diabetes minum obat oral untuk diabetes mereka, penyerapan obat-obatan sangat dipengaruhi oleh pengosongan lambung tertunda. Hal ini dapat menyebabkan hipoglikemia bila agen diabetes oral diambil sebelum makan dan tidak bisa diserap sampai jam, atau kadang-kadang hari kemudian, ketika ada gula darah normal atau rendah sudah. Gerakan lamban dari usus kecil dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, diperparah dengan kehadiran hiperglikemia.Hal ini menyebabkan kembung, gas dan diare.

Gejala urin meliputi frekuensi, urgensi kemih, inkontinensia dan retensi.Sekali lagi, karena retensi urin, infeksi saluran kemih sering terjadi.Retensi urin dapat menyebabkan divertikula kandung kemih, batu, nefropati refluks.2.3,91.7 Diagnosis Ada beberapa kriteria untuk menentukan adanya komplikasi neuropati pada penderita diabetes, salah satunya adalah dengan Konsensus San Antonio.2,5Konsesus Antonio

Penegakan neuropati diabetika selain berdasarkan WHO, dapat pula ditegakkan berdasarkan konsensus San Antonio. Pada konsensus tersebut telah direkomendasikan bahwa paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetika, yakni : (1) Symptom scoring; (2) Physical examination scoring; (3) Quantitative Sensory Testing (QST); (4) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT); (5) Electro-diagnostic studies (EDS).2,5 Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination scoring yang telah terbukti memiliki sensitifitas tinggi untuk mendiagnosis neuropati atau polineuropati diabetika adalah skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) dan skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE).2,Diabetic Neuropathy Examination (DNE)Alat ini mempunyai sensitifitas sebesar 96% dan spesifitas 51%. Skor Diabetic Neuropathy Examination (DNE) adalah sebuah sistem skor untuk mendignosa polineuropati distal pada diabetes mellitus. DNE adalah sistem skor yang sensitive dan telah divalidasi dengan baik dan dapat dilakukan secara cepat dan mudah di praktek klinik. Skor DNE terdiri dari 8 item, yaitu : a) kekuatan otot : (1) quadrisep femoris (ekstensi sendi lutut); (2) tibialis anterior (dorsofleksi kaki). b) Refleks: (3) trisep surae / tendo Achilles. c) sensibilitas jari telunjuk: (4) sensitivitas terhadap tusukan jarum. d) sensibilitas ibu jari kaki: (5) sensitivitas terhadap tusukan jarum; (6)sensitivitas terhadap sentuhan; (7) persepsi getar; dan (8) sensitivitas terhadap posisi sendi. Skor 0 adalah normal; skor 1 defisit ringan atau sedang (kekuatan otot 3-4, refleks dan sensitivitas menurun); skor 2 : defisit berat (kekuatan otot 0-2, refleks daru sensitivitas negatif/tidak ada). Nilai maksimal dari 4 macam pemeriksaan tersebut di atas adalah 16. Sedangkan kriteria diagnostik untuk neuropati bila nilai > 3 dari 16 nilai tersebut. 2,3Diabetic Neuropathy Symptom (DNS)Skor DNS

Skor Diabetic Neuropathy Symptom (DNS) merupakan 4 point yang bernilai untuk skor gejala, dengan prediksi nilai yang tinggi untuk menyaring polineuropati pada DM. Gejala jalan tidak stabil, nyeri neuropatik, parastesi atau rasa tebal. Satu gejala dinilai skor 1, maksimum skor 4. Skor 1 atau lebih diterjemahkan sebagai positif polineuropati diabetik.2Visual Analogue Scale (VAS)2

Banyak metode yang lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat nyeri, salah satunya adalah VAS. Skala ini hanya mengukur intensitas nyeri seseorang. VAS yang merupakan garis lurus dengan ujung sebelah kiri diberi tanda 0 = untuk tidak nyeri dan ujung sebelah kanan diberi tanda dengan angka 10 = untuk nyeri terberat yang dibayangkan.

Cara pemeriksaan VAS adalah penderita diminta untuk memproyeksikan rasa nyeri yang dirasakan dengan cara memberikan tanda berupa titik pada garis lurus VAS antara 0-10 sehingga penderita dapat mengetahui intensitas nyeri.

0

10

Tidak nyeri

Nyeri terberat yang terbayangkan

VAS dapat diukur secara kategorikal. Meliala mengemukakan nyeri ringan dinilai dengan VAS : 0-4-7, berat dengan nilai VAS >7-10.2Elektromiografi (EMG) Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf.

Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua tempat di sebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah 10 cm. KHS motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

KHS (m/det) = Jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)

Latensi distal II (proksismal) latensi I (distal) (milidetik)

Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus pada saraf sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan elektroda permukaan yang dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah dengan menghitung jarak dari stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi dengan latensi. Aksi potensialnya jauh lebih kecil daripada otot. 2,3Kecepatan Hantaran Saraf (KHS)23 Merupakan teknik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan stimulasi kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran saraf sensorik dan motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan distal latensi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :

1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal disbanding

distal dan anomali inervasi.

2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 Hz, stimulus artefak, filter,

posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang berdekatan, penempatan

elektroda, perekaman antidromik dibandingkan ortodromik, jarak antara elektrode aktif

dan saraf yang diperiksa, jarak elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi

ekstremitas dan pengukuran jarak, sweep speed dan sensitivitas. 2,5Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria dibawah ini :

Kehadiran satu atau lebih gejala

Ketidakhadiran dua atau lebih refleks patella atau achilles

Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.

Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV) dengan rasio RR

kurang dari 1,04 hipotensi postural dengan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg

atau lebih, atau kedua-duanya). 2,41.8 Penatalaksanaan Terapi Nonmedikamentosa2,91. EdukasiEdukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik. Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari memberi pengahrapan yang berebihan.2. Perawatan Umum (kaki)Jaga kebersihan kaki, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang pada neuropati kompresi.3. Pengendalian Glukosa Darah

Terapi medikamentosa2,9Dengan menggunakan obat-obat :1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa2. Penghambat ACE3. Neutropin- Nerve growth factor- Brain-derived neurotrophic factor4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutationPedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :1. NSAID (ibuprofen dan sulindac)2. Antidepresan trisiklik (amitriptilin, imipramin, nortriptilin, paroxetine)3. Antikonvulsan (gabapentin, karbamazepin)4. Antiarimia (mexilletin)5. Topikal : capsaicin, fluphenazine, transcutaneous electrical nerve stimulation

Hanya dua obat yang disetujui oleh FDA untuk neuropati perifer diabetik adalah duloxetine antidepresi dan pregabalin anticonvulsant.Sebelum mencoba obat sistemik, orang dengan neuropati diabetes mungkin periperal lokal meringankan gejala mereka dengan patch lidokain.

Selain pengobatan farmakologis ada beberapa modalitas lain yang membantu beberapa kasus. Ini telah ditunjukkan untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kualitas hidup pasien terutama untuk nyeri neuropatik kronis: Stimulasi interferensial, Akupunktur, Meditasi, Terapi Kognitif, dan latihan yang ditentukan.2,7

Antidepresan trisiklik

TCA termasuk imipramine, amitriptyline, desipramin dan nortriptyline.Obat ini efektif pada penurunan gejala nyeri tetapi menderita dari efek samping dosis ganda yang tergantung.Salah satu efek samping penting adalah toksisitas jantung, yang dapat menyebabkan aritmia yang fatal.Pada dosis rendah digunakan untuk neuropati, toksisitas jarang, tetapi jika gejala menjamin dosis yang lebih tinggi, komplikasi lebih umum.Di antara TCA, amitriptilin yang paling banyak digunakan untuk kondisi ini, namun desipramin dan nortriptyline memiliki efek samping yang lebih sedikit.2.7

Serotonin reuptake inhibitor

SSRI termasuk fluoxetine, paroxetine, sertraline dan citalopram.Agen ini belum disetujui FDA untuk mengobati neuropati menyakitkan karena mereka telah ditemukan untuk menjadi tidak lebih mujarab ketimbang plasebo dalam beberapa uji coba terkontrol.Efek samping jarang serius, dan tidak menimbulkan cacat permanen.Mereka menyebabkan sedasi dan berat berat, yang dapat memperburuk kontrol glukosa darah penderita diabetes itu.Mereka dapat digunakan pada dosis yang juga meringankan gejala depresi, concommitent umum neuropati diabetes.

The duloxetine SSNRI (Cymbalta) telah disetujui untuk neuropati diabetes.Dengan penargetan baik serotonin dan norepinefrin, itu menargetkan gejala nyeri neuropati diabetes, dan juga memperlakukan depresi jika ada.Dosis khas adalah antara 60 mg dan 120 mg.2,7

Obat antiepilepsi

AED, terutama gabapentin dan pregabalin terkait, muncul sebagai pengobatan lini pertama untuk neuropati menyakitkan.Gabapentin lebih baik dibandingkan dengan amitriptilin dalam hal kemanjuran, dan jelas lebih aman.Efek samping utamanya adalah sedasi, yang tidak berkurang dari waktu ke waktu dan mungkin sebenarnya memburuk.Perlu diminum tiga kali sehari, dan kadang-kadang menyebabkan kenaikan berat badan, yang dapat memperburuk kontrol glikemik pada penderita diabetes.Carbamazepine (Tegretol) adalah efektif tetapi belum tentu aman untuk neuropati diabetes.Metabolit pertamanya, oxcarbazepine, aman dan efektif pada gangguan neuropati lainnya, namun belum diteliti dalam neuropati diabetes.Topiramate belum diteliti di neuropati diabetes, tetapi memiliki efek samping menguntungkan menyebabkan anoreksia ringan dan kehilangan berat badan, dan anekdot menguntungkan2,8.

Perawatan lainnya

-lipoic, anti-oksidan yang adalah suplemen non-resep makanan telah menunjukkan keuntungan dalam uji coba terkontrol secara acak yang membandingkan dosis oral sekali sehari 600 mg sampai 1800 mg dibandingkan dengan plasebo, meskipun mual terjadi di dosis yang lebih tinggi.

Meskipun belum tersedia secara komersial, C-peptida telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengobatan komplikasi diabetes, termasuk neuropati.Pernah berpikir untuk menjadi berguna oleh-produk dari produksi insulin, membantu untuk memperbaiki dan membalikkan gejala utama diabetes.

Dalam tahun-tahun terakhir, perangkat Terapi Energi Foto menjadi lebih banyak digunakan untuk mengobati gejala neuropatik.Foto Terapi Energi perangkat memancarkan cahaya inframerah dekat (NIR Terapi) biasanya pada panjang gelombang 880 nm.Panjang gelombang ini diyakini untuk merangsang pelepasan Nitric Oxide, merupakan faktor yang diturunkan endotelium santai ke dalam aliran darah, sehingga vasodilatasi yang capilaries dan venuoles dalam sistem microcirculatory.Peningkatan sirkulasi telah terbukti efektif dalam berbagai studi klinis untuk mengurangi nyeri pada pasien diabetes dan non-diabetes. Foto Terapi Energi perangkat tampaknya untuk mengatasi masalah yang mendasari neuropati, mikrosirkulasi yang buruk, yang menyebabkan nyeri dan mati rasa di kaki,.

Ada pekerjaan eksperimental menguji kemanjuran obat yang disebut sildenafil tapi studi ini menggambarkan dirinya sebagai sebuah "laporan klinis terisolasi" dan mengutip sebuah kebutuhan untuk penyelidikan klinis lebih lanjut.2,8

Kontrol glukosa ketat

Pengobatan manifestasi awal polineuropati sensorimotor melibatkan memperbaiki kontrol glikemik.Kontrol ketat glukosa darah dapat membalikkan perubahan neuropati diabetes, tapi hanya jika neuropati dan diabetes yang terakhir di awal.Sebaliknya, gejala nyeri neuropati pada penderita diabetes yang tidak terkontrol cenderung mereda sebagai penyakit dan kemajuan mati rasa.9BAB II

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien laki-laki berumur 65 tahun datang ke Poliklinik Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 4 Februari 2014 pada pukul 10.30 WIB dengan :

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Kesemutan pada kedua belah tangan dan kaki Riwayat Penyakit Sekarang

Kesemutan pada kedua belah tangan dan kaki dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, terjadi berangsur-angsur dan terus menerus dan lebih terasa sewaktu bangun dari tidur dimana kesemutan dirasakan di bagian ujung-ujung jari kedua tangan dan kaki.

Keluhan kesemutan ini disertai dengan rasa tebal dan mati rasa terutama di ujung-ujung jari. Kadang-kala keluhan juga disertai dengan rasa nyeri terutama pada ujung-ujung jari, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan timbul biasa pada waktu malam disbanding kan pada pagi hari Pasien juga tidak bisa berjalan jauh dan dalam waktu yang lama karena merasa kelemahan dan lesu pada seluruh anggota geraknya, kelemahan ini tidak menghilang dengan istirahat.

Keluhan ini bertambah berat dirasakan sejak 1 bulan terakhir dan pasien menjadi sukar melakukan pekerjaan sehari-harinya.

Pasien pernah mengalami luka di ibu jari kaki namun tidak disadari pasien sampai lukanya sudah menjadi agak parah..Luka sering tidak cepat sembuh . Pasien juga mengeluhkan pandangannya bertambah kabur sejak 2 bulan terakhir dimana kedua mataya tidak bisa lagi melihat dengan jelas.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi ada, sejak 20 tahun yang lalu, kontrol teratur ke Puskesmas

Riwayat DM sejak 15 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.

Riwayat stroke atau penyakit jantung tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

Pasien seorang pensiunan pegawai negeri dengan aktivitas fisik cukup

Merokok ada, 20 batang/hari sejak 35 tahun yang lalu

Minum kopi ada, 3 gelas/hari sejak 30 tahun yang lalu

PEMERIKSAAN FISIK

Vital sign :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran

: komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 150 / 90 mmHg

Frekuensi nadi

: 86 x / menit

Frekuensi nafas: 20 x / menit

Suhu

: 36,6 C

Status Internus :Kulit

: Tidak ditemukan kelainan

Rambut

: Tidak ditemukan kelainan

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga

: Tidak ditemukan kelainan

Hidung

: Tidak ditemukan kelainan

Tenggorokan

: Tidak ditemukan kelainan

Leher

: JVP 5-2 cmH2O

KGB: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regio leher,

aksilla, dan inguinal.

Thorak :Paru

: Inspeksi: Normochest, simetris kiri dan kanan

Palpasi: Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi: Vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing -/-

Jantung : Inspeksi: Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba di LMCS RIC V

Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi: Irama teratur, bising tidak ada.

Abdomen: Inspeksi: Tidak tampak membuncit

Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi: Bising usus (+) normal

Punggung: Inspeksi: Deformitas tidak ada

Palpasi: Nyeri tekan tidak ada

Ekstremitas: Edema tidak ada

Genitalia: Tidak diperiksa

Status Neurologikus :

1. Glasgow Coma Scale : 15 ( E4M6V5)

2. Tanda rangsangan meningeal :

Kaku kuduk : negatif

Brudzinsky I: negatif

Brudzinsky II: negatif

Kernig

: negatif

3. Tanda peningkatan tekanan intrakranial :

Papil edema (-)

Pupil anisokor (-)

4. Nn. Kranialis :

N I

: penciuman baik

N II

: Tajam penglihatan ODS 1/60, reflek cahaya +/+, Funduskopi

ODS : mikroaneurisme (+), flame shaped hemorrhages (+),

cotton wool spots (+), venous beading (+), cupping (+).

N III,IV,VI: pupil isokor, bentuk bulat, 3mm / 3mm, gerakan bola mata

bebas ke segala arah

N V

: bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke

kanan

N VII

: wajah simetris, plica nasolabialis simetris kanan = kiri, menutup

mata (+), bersiul (+), menggembung pipi (+), hiperakusis (-)

N VIII

: fungsi pendengaran baik, nistagmus tidak ada

N IX,X

: arcus faring simetris, uvula di tengah, reflek muntah (+)

N XI

: bisa mengangkat kedua bahu, bisa melihat ke kiri dan ke

kanan

N XII

: deviasi lidah tidak ada

5. Motorik :

Ekstremitas superior:kanan

kiri

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

555

555

Tonus

eutonuseutonus

Ekstremitas inferior:kanan

kiri

Gerakan

aktif

aktif

Kekuatan

555

555

Tonus

eutonuseutonus

6. Sensorik :

Eksteroseptif: sensasi suhu, nyeri dan raba berkurang

Propioseptif: rasa getar dan tekan berkurang, gerak dan sensasi posisi sendi

baik, pengenalan 2 titik berkurang pada ujung-ujung jari tangan

dan kaki, astereognosis (-)

7. Otonom : baik

8. Reflek fisiologis :

Reflek biceps ++/++

Reflek triceps ++/++

Reflek KPR +/+

Reflek APR +/+

9. Reflek patologis :

Reflek Hoffman Trommer -/-

Reflek Babinsky Group -/-

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Polineuropati DM

Diagnosis Topik : Radiks posterior

Diagnosis Etiologi: Metabolik (DM tipe II)

Diagnosis Sekunder: Hipertensi stage I

Diabetes Mellitus tipe II tidak terkontrol

Retinopati Diabetikum ODS

RENCANA PEMERIKSAAN

Darah lengkap: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, LED, Diff count

Pemeriksaan kimia klinik (Profil lipid : total kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, gula darah sewaktu, gula darah 2 jam PP, gula darah puasa)

Kadar HbA1c

Angiografi fluoresenTERAPI

Metformin 3 x 500 mg

Alpha-lipoic acid (ALA) 3 x 600 mg selama 6 bulan

Metilkobalamin 3 x 500 mg

Vitamin C 3 x 1 tablet Acetaminophen 3x500mg

PROGNOSIS

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad sanam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam: bonam

BAB III

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki 65 tahun datang ke Poliklinik Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosis klinis Neuropati DM.

Diagnosis klinis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan kesemutan pada kedua belah tangan dan kaki dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, terjadi berangsur-angsur dan terus menerus dan lebih terasa sewaktu bangun dari tidur dimana kesemutan dirasakan di bagian ujung-ujung jari kedua tangan dan kaki. Keluhan kesemutan ini disertai dengan rasa tebal dan mati rasa terutama di ujung-ujung jari. Kadang-kala keluhan juga disertai dengan rasa nyeri terutama pada ujung-ujung jari, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga tidak bisa berjalan jauh dan dalam waktu yang lama karena merasa kelemahan dan lesu pada seluruh anggota geraknya, kelemahan ini tidak menghilang dengan istirahat. Keluhan ini bertambah berat dirasakan sejak 1 bulan terakhir dan pasien menjadi sukar melakukan pekerjaan sehari-harinya. Pasien pernah mengalami luka di ibu jari kaki namun tidak disadari pasien sampai lukanya sudah menjadi agak parah. Pasien juga mengeluhkan pandangannya bertambah kabur sejak 2 bulan terakhir dimana kedua mataya tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Riwayat hipertensi ada, sejak 20 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur ke Puskesmas, riwayat DM sejak 15 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur, riwayat stroke atau penyakit jantung tidak ada. Pasien adalah seorang pensiunan pegawai negeri dengan aktivitas fisik cukup, merokok ada, 20 batang/hari sejak 35 tahun yang lalu , minum kopi ada, 3 gelas/hari sejak 30 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan GCS 15, tanda rangsangan meningeal negatif, tanda peningkatan tekanan intrakranial negatif, motorik dan otonom baik. Pada pemeriksaan sensorik, eksteroseptif yaitu sensasi suhu, nyeri dan raba berkurang dan propioseptif yaitu sensasi rasa getar, tekan dan pengenalan 2 titik berkurang pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, sensasi gerak dan sensasi posisi sendi baik,astereognosis tidak ada.

Namun pada pemeriksaan n. II, didapatkan ketajaman penglihatan kedua mata 1/60, funduskopi ODS didapatkan mikroaneurisme (+), flame shaped hemorrhages (+), cotton wool spots (+), venous beading (+), cupping (+) dengan kesan retinopati diabetikum ODS. Pada pemeriksaan refleks fisiologiks didapatkan refleks KPR dan KPR menurun.

Rencana pemeriksaan pada pasien ini adalah pemeriksaan darah lengkap yaitu Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, LED, Diff count, pemeriksaan kimia klinik yaitu total kolesterol, LDL, HDL, trigliserida, gula darah sewaktu, gula darah 2 jam PP, gula darah puasa, kadar HbA1c serta angiografi fluoresen untuk mendefinisikan mikrovaskularisasi pada retinopati diabetik.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah metformin 3 x 500 mg sebagai obat anti-diabetes yang menekan produksi glukosa oleh hepar (glukoneogenesis hepatik), alpha-lipoic acid (ALA) 3 x 600 mg selama 6 bulan dimana ini diberikan untuk meningkatkan produksi nitric oxide yang penting dalam fungsi endotel pembuluh darah serta meningkatkan aliran darah dan perfusi kapiler. Selain itu, ALA berfungsi meningkatkan sensitivitas insuli dan meningkatkan ambilan glukosa dengan mengaktivasi transporter glukosa (GLUT4). Analisis manfaat dan risiko menunjukkan bahwa dosis optimal ALA adalah 600 mg/hari. Lalu diberikan juga metilkobalamin 3 x 500 mg dipercaya dapat meningkatkan regenerasi neuron dan vitamin C 3 x 1 tablet sebagai zat anti-oksidan.

KESIMPULAN

Neuropati diabetik (ND) adalah istilah deskriptif yang menunjukkan adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya), yaitu gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada penderita diabetes mellitus (DM) tanpa penyebab neuropati perifer yang lain, Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN).

Diagnosis ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksan fisik seseorang pasien .Pada anamnesa di dapatkan Gejala yang sifatnya simetris. Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan motorik dan sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya akson dan serabut saraf terpanjang terkena terlebih dahulu. Umumnya gejala nyeri, parastesi dan hilang timbul ketika malam hari. Khas diawali dari jari kaki berjalan ke proksimal tungkai. Seiring memberatnya penyakit jari tangan dan lengan terkena sehingga memberi gambaran sarung tangan dan kaos kaki. Kelemahan otot-otot tungkai dan penurunan reflek lutut dan tumir terjadi lebih lambat. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut saraf kecil (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi terjadinya ulkus kaki.Pada diagnosis berdasarkan konsensus San Antonio direkomendasikan bahwa paling sedikit 1 dari 5 kriteria dibawah ini dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis neuropati diabetika, yakni : (1) Symptom scoring; (2) Physical examination scoring; (3) Quantitative Sensory Testing (QST); (4) Cardiovascular Autonomic Function Testing (cAFT); (5) Electro-diagnostic studies (EDS).Selain itu bisa juga dilakukan Diabetic Neuropathy Examination (DNE) dan Elektromiografi (EMG)

Pada penatalaksanaan pada penyakit ini ialah edukasi yang tepat pada pasien dan pemberian obat medikamentosa seperti Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol dan fruktosa, Penghambat ACE,neurotropin , Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation dan obat anti nyeri seperti NSAID seperti ibuprofen dan sulidac .DAFTAR PUSTAKA

1.Review article Diabetes Melitus Type 2 Romesh khrdoni .Md PHD FACP .Diakses dari www.Medscape .com/ert5679/html pada tanggal 23 Februari 2014

2.Review article Diabetic Neuropathy Helen c Lin MD .Diakses dari www ,Medscape .com /2345/article /1170337-overview .html pada tanggal 23 Februari 20143Mansjoer ,Arif 2007 Ilmu Penyakit Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran ,edisi III jilid kdua cetakan keenam .

4.Dorland WAN 2002 ,Kamus kedokteran Dorland Edisi 29 Jakarta .Penerbit buku kedokteran EGC

5.Mardjono M Sidaharta P 2008 Neurologi klinis dasar ,Jakarta PT Dian Rakyat 6.Diabetes and peripheral neuropathy review article .Diakses dari www. webmed .boots.com /diabetes .guide /diabetes peripheral neuropathy . pada tanggal 23 Februari 2014

7Harsono 2008 Buku ajar neurologi klinis ,Jogjakarta :Gadjah mada University Express

8.Diabetic neuropathy Johns Hopkins medicine .Diakses dari http://www .johns Hopkins medicine .org /neurology _neurosurgery /specialty pada tanggal 21 Februari 20149 Treatment of symptomatic diabetic polyneuropathy review article .Diakses dari care.diabetesjournals.org /content/22/8/1296/full.pdf pada tanggal 21 Februari 2014