Case Report
-
Upload
zelvininaprilia990 -
Category
Documents
-
view
22 -
download
3
description
Transcript of Case Report
CASE REPORT
G2P1A0 IBU 28 TH HAMIL 23 MINGGU
JANIN TUNGGAL HIDUP INTRAUTERIN PRESKEP PUKI
BELUM INPARTU
PREEKLAMSI BERAT
Preceptor:
dr. Wahdi Siradjuddin, Sp. OG
DR. dr. Anto Sawarno, Sp. OG (K)
dr. Trestyawaty, Sp. OG
Penyaji:
Mia Febriani Putri N, S. Ked.
Komang Indra Setia W., S. Ked.
SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
METRO
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan atas ke hadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Case Report yang berjudul Preeklamsi
Berat.
Selanjutnya, case report ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan Obstetri dan
Ginekologi. Kepada dokter-dokter yang terlibat, kami ucapkan terima kasih atas segala
pengarahannya sehingga case report ini dapat kami susun dengan cukup baik.
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan case report ini, baik dari segi isi,
bahasa, analisis, dan sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf atas segala kekurangan
tersebut, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan, wawasan, dan keterampilan kami.
Selain itu, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, guna untuk kesempurnaan case report
ini dan perbaikan untuk kita semua.
Semoga case report ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa ilmu
pengetahuan untuk kita semua.
Metro, Juni 2014
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 10 % penyulit kehamilan di Dunia dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga cukup
tinggi. Hipertensi dalam kehamilan meliputi pre-eklampsi dan eklampsi.
Menurut the American Congress of Obstetricians and Gynecologists bahwa
insidensi pre-eklampsi bertambah 25% setiap tahunnya. Di Indonesia mortalitas dan
morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain dari
etiologi yang tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh
petugas non medis dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil sehingga pengelolaan tentang hipertensi
dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga medis.
Preeklampsia dikelompokkan menjadi preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia
ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi tidaklah lepas dari
kemungkinan terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri.
Preeklampsia berat membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan
penanganan medicinal atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi
kehamilan.1
Berbagai keadaan dapat membawa ibu atau janin menjadi keadaan yang lebih buruk
dan membahayakan keduanya. Bagi ibu sendiri dapat terjadi ablation retina, DIC, gagal
ginjal, pendarahan otak, edema paru atau gagal jantung. Sehingga dalam pengawasan
menjadi hal terpenting untuk diperhatikan benar terhadap keluhan dan gejala ynag
mengarah kepada keadaan di atas untuk mencegah komplikasi lebih buruk.1
BAB II
LAPORAN KASUS
Masuk RSUD Ahmad Yani Metro:
Tanggal 2 Mei 2014 / pukul 20.30
No. RM: 237900
IDENTITAS
Nama : Ny. E Nama Suami : Tn. A
Usia : 23 tahun Usia : 28 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Alamat : Blok 29, Banjarsari Alamat : Tegineneng
ANAMNESIS
I. Keluhan Utama :
Hamil dengan nyeri kepala sejak 2 hari.
II. Keluhan Tambahan :
Perut terasa tambah membesar dan penuh
III. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD dirujuk ke RSAY oleh bidan dengan keluhan Hamil 23 minggu
dengan darah tinggi yaitu 200/100mmHg sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Sselain itu pasien juga merasakan bahwa perutnya terasa begah dan tambah membesar
disertai kedua kaki membengkak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sebelum
hamil, pasien mengatakan tidak pernah mengalami darah tinggi. Riwayat darah tinggi
pada kehamilan seblumnya (-). Riwayat nyeri kepala (-). Riwayat pandangan kabur (-).
Riwayat nyeri ulu hati (-). Riwayat kejang (-). Riwayat perut mulas menjalar ke
punggung (-). Riwayat keluar darah lendir dan air-air (-). Riwayat mual muntah dan
nyeri epigastrium (-). Pasien menceritakan bahwa gerakan janin masih dirasakan. Pasien
menceritakan bahwa 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien sudah masuk ke RSIA
AMC dengan keluhan yang sama.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak Ada
V. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
VI. Riwayat Menstruasi
Menarche : Usia 15 tahun, haid teratur (5hari), darah banyak, nyeri (-)
HPHT : 18 Desember 2013
Riwayat Perkawinan : 1x sejak 2009
Riwayat Obstetri :
Hamil ke Tanggal lahir
anak
Jenis kelamin Jenis Persalinan Penyulit Penolong BB. Lahir Keadaan anak Masa Nifas
1 2010 Perempuan Aterm Pervaginam
spontan
Tidak ada Bidan 3,2 kg Sehat Dbn
2 Hamil ini
VII. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat ANC : Bidan dan dr spesialis kandungan
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Riwayat KB : KB suntik 1 th ( 2011-2013)
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sesak
Gizi : Baik
BMI : 70kg/(1,6m)2 = 27,3 ( Obesitas)
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 200/120mmHg
Frekuensi Nadi : 92x/menit
Frekuensi Napas : 28x/menit
Suhu : 360C
Status Lokalis
Mata : Konjungtiva anemis -/- Sklera Ikterik -/-
Mulut : Luka (-) Karies (-)
Leher : Pembesaran Kelenjar (-)
Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : Membesar, cembung, shiffting dulness (+)
Ekstremitas : Sianosis -/- Edema +/+
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Pemeriksaan Obstetri
TFU : 22 cm
L1 : teraba satu bagian besar, bulat, tidak melenting
L2 : teraba bagian memanjang di kiri
L3 : Belum bisa ditentukan
L4 : Belum bisa ditentukan
Mamae : tegang dan noduler, colostrum (-)
TBJ : 700-900 gram
HIS : (-)
DJJ : 155x/menit
VT : Belum ada pembukaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
o Hb : 10,5 gr/dl
o WBC : 9,7 x 103/mm3
o RBC : 4,26 x 106/mm3
o HCT : 33,7%
o MCV : 79 fL
o MCH : 27,1 pg
o MCHC : 34,3 g/dL
o PLT :197x 103 /uL
o LYM# : 21,5 x 103 /uL
o MON# : 5,1 x 103 /uL
o GRA# : 73,4 x 103 /uL
o RWD : 12,0%
o PDW : 11,3%
o MPV : 8,9 fL
o PCT : 0,162%
o Asam Urat : 8,53 mg/dl
o Albumin : 3.54 g/dl
o SGOT :59 U/l
o SGPT :40 U/l
Urine
o Warna : Kuning agak keruh
o PH : 6,0
o Berat jenis : 1020
o Glukosa : -
o Keton : -
o Bilirubin : -
o Urobilinogen : N
o Darah samar : +
o Protein/Albumin: ++++ mg/dl
o Leukosit : 3 L(<1/LPB)
o Nitrit : -
o Eritrosit : 10 L(<1/LPB)
o Epitel : +
RESUME
Pasien datang ke UGD dirujuk ke RSAY oleh bidan dengan keluhan Hamil 23 minggu
dengan darah tinggi yaitu 200/100mmHg sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
selain itu pasien juga merasakan bahwa perutnya terasa begah dan tambah membesar
disertai kedua kaki membengkak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sebelum
hamil, pasien mengatakan tidak pernah mengalami darah tinggi. Riwayat darah tinggi pada
kehamilan seblumnya (-). Riwayat nyeri kepala (-). Riwayat pandangan kabur (-). Riwayat
nyeri ulu hati (-). Riwayat kejang (-). Riwayat perut mulas menjalar ke punggung (-).
Riwayat keluar darah lendir dan air-air (-). Riwayat mual muntah dan nyeri epigastrium
Pasien menceritakan bahwa gerakan janin masih dirasakan. Pasien menceritakan bahwa 1
minggu sebelum masuk rumah sakit pasien sudah masuk ke RSIA AMC dengan keluhan
yang sama.
TFU : Sulit dinilai
L1 : Teraba satu bagian besar, bulat, tidak melenting
L2 : Teraba bagian memanjang di kiri
L3 : Sulit ditentukan
L4 : Sulit ditentukan
Mamae : tegang dan noduler, colostrum (-)
TBJ : gram 700-900 gr
HIS : (-)
DJJ : 155x/menit
VT : Belum ada pembukaan
DIAGNOSIS
G2P1A0 IBU 28 TH HAMIL 23 MINGGU
JANIN TUNGGAL HIDUP INTRAUTERIN PRESKEP PUKI
BELUM INPARTU
PREEKLAMSI BERAT
RENCANA TINDAKAN
Medikamentosa
o IVFD RL 20 gtt/mnt
o MGSO4
o Aspilet 1x1
o Osfit 1x1 (malam)
o Xantia 1x1
o Amlodipin 10mg 1x1
o Methyldopa 2x1
o Antihipertensi Nifedipine
Obstetri
Konservatif selama 1 minggu dan memperhatikan KU ibu
FOLLOW UP
(terlampir)
BAB III
ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu G2P1A0 ibu 28 th hamil 23 minggu Janin
Tunggal Hidup Intrauterin Presentasi Kepala Punggung Kiri Belum Inpartu
Preeklamsi Berat
Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien dirujuk oleh bidan atas indikasi tekanan
darah tinggi 1 Minggu ini. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi sebelumnya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan:
o TD : 200/120mmHg
o TFU : 22 cm
o L1 : teraba satu bagian besar, bulat, tidak melenting
o L2 : teraba bagian memanjang di kiri
o L3 : Sulit ditentukan
o L4 : Sulit ditentukan
o Mamae : tegang dan noduler, colostrum (-)
o TBJ : 700 – 900 gram
o HIS : (-)
o DJJ : 155x/menit
o VT : Belum ada pembukaan
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, didapatkan :
o Asam Urat : 8,93 mg/dl
o Albumin : 3.54 g/dl
o SGOT : 59 U/l
o SGPT : 40 U/l
o Protein : (++++)
2. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?
Penanganan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan perawatan konservatif (bersifat
observasi dan evaluasi) karena usia kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik dan memberikan
Magnesium sulfat dengan dosis loading dose dan maintanance dose. Magnesium
sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-
lambatnya 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus segera diterminasi. Pada
pasien ini setelah dilakukan perawatan konservatif selama 3hari, Terjadi kegagalan
terapi konservatif yaitu keadaan klinik (Tidak ada perbaikan tanda vital dan edem
tungkai) dan laboratorik memburuk( Asam urat : 8,93mg/dl, SGOT: 59 U/L, SGPT:40
U/L, Ureum: 56mg/dl, Kretinin: 1,03mg/dl) dan menurunkan tekanan darah
menggunakan obat antihipertensi golongan calcium channel blocker yaitu Amlodipin
dengan dosis 1 x 10 mg/hari sehingga dilakukan terminasi kehamilan.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau edema akibat
dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan, bahkan
setelah 24 jam post partum.3
Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Kenaikan
tekanan sistolik > 30 mmHg dari nilai normal atau mencapai 140 mmHg, atau kenaikan
tekanan diastolik > 15 mmHg atau mencapai 90 mmHg dapat membantu ditegakkannya
diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada keadaan istirahat.4
Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam yang kadarnya
melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1
gram/liter atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang
diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih
lambat, sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.4
Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-eklampsia, namun
adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan di jaringan tubuh harus teteap
diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat badan tubuh. Normalnya, wanita
hamil mengalami kenaikan berat badan sekitar 0.5 kg per minggu. Apabila kenaikan berat
badannya lebih dari normal, perlu dicurigai timbulnya pre-eklampsia.4
Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi eklampsia, yang
ditandai dengan timbulnya kejang atau konvulsi. Eklampsia dapat menyebabkan
terjadinya DIC (Disseminated intravascular coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi
pada berbagai organ, sehingga eklampsia dapat berakibat fatal.4
B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan
pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi pre-eklampsia pada primigravida
lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda.
Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan
obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia.4
Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /
preeklampsia /eklampsia.4
Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada
wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.
Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten
Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.
Ras/golongan etnik
mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara
Faktor keturunan
Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai + 25%
Faktor gen
Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan
janin.
Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
Iklim / musim
Di daerah tropis insidens lebih tinggi
Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih
tinggi.
Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil mengurangi
kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik.
Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus
Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-
eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat
diabetesnya.
Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-
eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
pada pre-eklampsia.
Riwayat pre-eklampsia.
Kehamilan pertama
Usia lebih dari 40 tahun dan remaja
Obesitas
Kehamilan multiple
Diabetes gestasional
Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis. 4
C. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,
sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkina terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan preeklampsia membaik
setelah plasenta lahir.1
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking
Antibodies” akan lebih banyak akibat respos imunitas pada kehamilan sebelumnya,
seperti respons imunisasi.1
Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun
pada penderita Preeklampsia-Eklampsia :
a) Beberapa wanita dengan Preeklampsia-Eklampsia mempunyai komplek imun
dalam serum.
b) Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
Preeklampsia-Eklampsia diikuti dengan proteinuri.
Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa
sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada Preeklampsia-Eklampsia,
tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan Preeklampsia-
Eklampsia.2
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang menyebabkan retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.1
4. Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang menunjukkan peran
faktor genetic pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
c) Kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada anak dan
cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan bukan pada ipar
mereka.8
5. Faktor Gizi
Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak
essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.1
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan diganti
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi
deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.8
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori yang dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang
sekarang banyak dianut adalah : 5-7
1. Teori kelainan vaskulari plasenta8,9
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan a. ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa a. arkuarta dan a. akuarta member cabang a.
radialis. A. radialis menembus endometrium menjadi a. basalis memberikan
cabang a. spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot a. spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan
otot tersebut sehingga terjadi dilatasi a. spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan disekitar a. spiralis, sehingga matrik jaringan menjadi gembur dan
memudahkan lumen a. spiralis menjadi distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi a. spiralis ini memeberikan dampak penurunana tekanan darah,
penurunan resistensi vascular dan peningkatan aliran dari pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Hali in
disebut “ remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks disekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi
tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemik plasenta dampak
iskemik plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan patogensis HDK selanjutnya.
2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel10
Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksi akan mengahasilkan
oksidan. Salah satu oksidan yang penting yang dihasilkan plasenta iskemia
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah
suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap
sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam
kehamilan disebut “ toxiemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak
selain akan merusak membrane sel juga akan merusak nucleus dan protein
dlam sel endotel.
Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan10
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan
khususnya peroksidan lemak meningkat, sedangkan antioksidan misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar peroksidan lemak relative tinggi.
Peroksidan lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan
beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel
endotel. Membrane sel endotel akan lebih mudah mengalami keruasakan oleh
peroksidan lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan lairan darah
fsn mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentang terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksidan lemak.
Disfungsi endotel11,2
Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi keruskan sel
endotel, yang keruskannya terjadi dari membrane sel endotel. Keruskan
membrane sel endotel mengakibkan terganggunya fungsi endotel. Gangguan
fungsi endotel meliputi:
a. Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel,
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
protaksiklin (PGE2) suatu vasodilator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami keruskan.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
d. Peningkatan permiabilitas kapiler
e. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilator) menurun sedangkan endotelin (Vasokonstriktor) meningkat.
f. Peningkatan factor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin13
Dugaan bahwa factor imunologik berperan dalam proses hipertensi dalam
kehamilan sebagai berikut:
Primigravida memiliki factor resiko lebih besar dibandingkan multigravida.
Ibu multipara yang menikah lagi mempunyai resiko yang lebih besar
terjadinya hipertensi dibandingkan dengan suami sebelumnya
Seks oral mempunyai risiko yang lebih rendah terjadinya hipertensi kehamilan
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetik14
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang cukup tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini bahwa daya
refrakter terhadap vasopresor akan hilang bila diberikan prostaglandin sintesa
inhibitor.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata kepekaan terhadap bahan vasopresor meningkat .
artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilangsehingga
pembuluh darah sangat peka terhadap bahan vasopresor.
5. Teori defisiensi gizi15,8
Beberapa penelitian menunjukan bahwa kekuranga definsiansi besi dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivitas trombosit sehingga
mencegah timbulnya vasokonstriksi.
Beberapa penelitian juga menganggap bahwa kekuranga kalsium dapat
menyebabkan hipertensi dalam kehamilan risiko terjadinya preeklampsi/eklampsi.
6. Teori inflamasi. 16,17
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamsi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal debris trofoblas dalam batas normal dan
proses inflamsi juga dalam batas normal, sedangkan pada preeklampsia debris
yang dihasilkan banyak, terutama dari jaringan nekrotik dan apoptosis, maka
reaksi stress oksidatif juga semakin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban
reaksi inflamasi dalam darah ibu semangkin meningkat. Dibandingan reaksi pada
kehamilan normal.
E. PERUBAHAN FISIOLOGI PATOLOGIK
1. Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat
endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie
atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum
berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.(2,4)
Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien
preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam
batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.(2)
2. Perubahan Kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau
kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang
ektravaskular terutama paru.(4)
3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Pada preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler
dan merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina
ini biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan
15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan
yang dikemukakan oleh Cunningham (1995).(2)
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam
retina.(2)
4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh
kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada
beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan
cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.(2)
5. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali
serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan
sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri
hepatika.(2)
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan
besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada
lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul
hepar dan membentuk hematom subkapsular.(2)
6. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia,
glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam
urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.(2)
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin
plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh
Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005).(2)
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat
reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan
filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam
dan juga retensi air.(2)
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat
proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita
mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)
menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka
mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan
minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92% kasus. Sebaliknya,
proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya
34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat
prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.(2)
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi
Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun,
bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria.
Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel
normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria
dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.(2)
Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,
globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi
kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.(2)
7. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan
destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker
(1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl yang ditemukan pada
15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan
terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).(2)
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu.(2)
8. Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam
darah.(2)
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida
natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya
resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.(2)
Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum
diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran
darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia.(2)
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal
tidak mengalami perubahan.(2)
9. Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada
hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat
kurangnya oksigenisasi untuk janin.(2)
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus
prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua
masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang
pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari
lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh
darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.(2)
F. KLASIFIKASI PREEKLAMPSIA
1. Preeklampsi ringan19
Definisi
Preeklampsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
menurunya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivitas endotel.
Diagnosis
Diagnosis reeclampsia ringan ditegakan berdasarkan atas timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
- Hipertensi : sistolik/reeclamp ≥ 140/90 mmHg.
- Proteinuria : ≥ 300mg/ 24 jam atau ≥ 1 + disptik
- Edema : edema lokal tidak dimasukan dalam reeclampsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut
Management umum reeclampsia ringan
Pada setiap kehamilan disertai penyulit suatu penyakit, maka selalu
dipertanyakan bagaimana :
- Sikap terhadap terhadap penyakitnya, berarti pemberian obat-obatan dan
medikamentosa
- Sikap terhadap kehamilannya; berarti maudiapakan kehamilan ini
Apakah kehamilan akan diterukan samapi aterm ? konservatif atau
ekspektatif
Apakah kehamilan akan diakhiri (terminasi) ? aktif atau agresif
Tujuan utama perawatan reeclampsia
Mencegah kejang, perdarahan intracranial, mencegah fungsi organ
vital, dan melahirkan bayi sehat.
Rawat jalan
Ibu hamil dengan reeclampsia ringan dianjurkan dengan rawat jalan,
banyak istirahat dan berbaring. Pada usia kehamilan 20 minggu, tirah baring
pada posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada V. kava inferior,
sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.
Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital.
Diet yang mengandung 2 gr natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur)
adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal.
Tetapi pertumbuhan janin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam.
Bila konsumsi hedak dibatasi maka perlu diimbangi dengan konsumsi cairan
yang banyak, berupa susu dan air buah.
Diet diberikan cukup protein, rendah kaborhidrat,lemak, garam
sekucupnyan, dan robantia prenatal. Tidak diberikan obat-obatan hipertensi
diuretic dan sedated. Dilakukan pemeriksaan lab HB, Ht, fungsi ginjal, urin
lengkap dan fungsi hati.
Rawat inap
Pada keaadan tertentu ibu hamil dengan preeklampsi perlu dilakukan
rawat inap. Kriteria preeklampsi ringan yang dilkukan rawat inap ialah ; a) bila
tidak ada perbaikan: tekanan darah kadar proteinuria selama 2 minggu; b)
adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda reeclampsia berat. Selama
dirumahsakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik.
Pemeriksaan kesejahteraan janin,berupa pemeriksaan USG dan Doppler
khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah amnion.
Perawatan obstretrik yaitu sikap terhadap kehamilan
Menurut Williams, kehamilan preterm adalah kehamilan antara 22
minggu sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (< 37 minggu ) bila
tekanan darah mencapai normo tensi selama perawatan ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm persalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan dan dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan
pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan
untuk memperpendek kala II.
2. Preeklampsia berat20
Definisi
Pereklampsi berat ialah preeklampsi dengan tekanan darah sistolik ≥
160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih
dari 5 g/24jam
Diagnosis
Diagnosis ditegakan berdasarkan kriteria preeklampsi aberat sebagaimana
tercantum dibawah ini :
Preeklampsi dikatakan pereeklampsia berat apabila ditemukan salah satu dari
gejal dibawah ini:
- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah reeclamp ≥ 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu sudah dirawat dirumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
- Proteinuria lebih dari 5gr/24jam atau dipstick 4+ dalam pemeriksaan
kualitatif
- Oligouria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam
- Gangguan visus dan serebral; penurunan kesadran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur
- Nyeri epigastrium dan nyeri kaudaran kanan atas abdomen
- Edema pari\u-paru dan sianosis
- Hemolisi mikroangiopatik
- Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
- Gangguan fungsi hepar; peningkatan SGOT dan SGPT
- Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
- Sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, dan low platelet)
Pembagian preeclampsia berat
Preeklampsia berat dibagi atas: a) reeclampsia berat tanpa impending
eklampsia dan b) reeclampsia berat dengan impending eklampsia. Impending
eklampsia adalah terdapatnya gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
Perawatan dan pengobatan preeclampsia berat
Pengelolahan pereeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan
kejang, pengobatan hipertensi, pengelolahan cairan, pelayanan suportif terhadap
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.
Monitoring selama dirumah sakit ‘
Pemeriksaan sangat teliti disertai dengan pemeriksaan harian tentang
tanda-tanda klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan
kenaikan cepat berat badan. Selain itu dilakuakn penimbangan berat badan ,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan USG dan NST.
Menejemen umun perawatan preeklampsi
Perawatan preeclampsia berat sama aja dengan preeklampsia ringan:
- Sikap terhadap penyakitnya: dengan pemberian obat-obatan
Penderita reeclampsia berat harus segera dirawat dirumah sakit dan
dianjurkan tirah baring miring satu sisi.
Perawatan yang penting pada preeclampsia berat adalah pengelolahan
cairan karena pada preeclampsia dan eklampsia berat mempunyai risiko
tinggi edema paru dan oligouria.
Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral atau infuse) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting.bila terjadi edema
paru , segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang dapat diberikan
berupa a) 5 % ringer-dextros atau cairan garam faali jumlah tetesan: <
125cc/jam atau b) infuse dextrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infuse ringer laktat (60-125cc/jam) 500cc.
Dipasang katetr urin untuk mengetahui output cairan yaitu oligouria <
500cc/24 jam. Diberikan antacid untuk menetalisir asam lambung.
Pemberian obat anti kejang
Obat antikejang
a. MgSO4
Cara pemberian magnesium sulfat regimen
Loading dose : initial dose
4 gram MgSO4: intravena (40% dalam 10cc) selama 15 menit
Maintenance dose
Diberiakan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6jam atau diberika
4-5 i.m. selanjutnya maintence dose diberikan 4 gram i.m. tiap 6
jam.
Syarat pemberian MgSO4
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1g (10% dalam 10cc) diberiakan I.V 3
menit
Reflek patella (+) kuat
Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan
Magnesium sulfat dihentikan bila:
Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
Dosis terapetik
Dosis teraupetik : 4-7 mEq/liter / 4,8-8,4 mg/dl
Hilangnya reflek tendon : 10 mEq/liter/ 12mg/dl
Terhentinya pernapasan : 15 mEq/liter / 18 mg/dl
Terhentinya jantung : > 30 mEq/liter/ > 36 mg/liter
b. Contoh obat lainnya
Diazepam
Fenitoin
Obat antihipertensi
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin
Dosis 10-20 mg peroral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 µg iv /kg/menit infuse, ditingkatkan 0,25
µg iv/kg/ 5 menit
- Sikap terhadap kehamilannya
Perawatan aktif
Indikasi perawtan aktif apabila terdapat satu atau lebih keadaan
dibawah ini:
Ibu
Umur kehamilan ≥ 37 minggu
Adanya tanda-tanda gejala impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah dan perdarahan
Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress
Adanya tanda tanda IUGR
NST nonreaktif dengan profil biofasik abnormal
Terjadinya oligohidramnion
Pada laboratorik terjadinya : sindroma HELLP
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤
37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan
keadaan jani baik.
Diberikan pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa
pada perawatan aktif. Magnesium sulfat dihentikan apabila ibu sudah
mencapai tanda-tanda preeklampsi ringan dalam 24 jam.
3. Eklampsia
Gambaran Klinik
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi kejang
tonik klonik yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa disertai kejang pada
penderita pre eklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita harus membatasi
definisi diagnosis tersebut pada wanita yang mengalami kejang dan kematian
pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan pre eklampsia berat.
Mattar dan Sibai (2000) melaporkan komplikasi – komplikasi yang terjadi
pada kasus persalinan dengan eklampsia antara tahun 1978 – 1998 di sebuah
rumah sakit di Memphis, adalah solutio plasentae (10 %), defisit neurologis (7
%), pneumonia aspirasi (7 %), edema pulmo (5 %), cardiac arrest (4 %),
acute renal failure (4 %) dan kematian maternal (1 %).
Seluruh kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia
digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum atau postpartum
tergantung saat kejadiannya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau
sesudah persalinan. Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan
kejang biasanya dimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah
wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi
otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada
saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian
juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot – otot wajah yang lain dan
akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian
dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang – kadang begitu hebatnya
sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila
tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot – otot
rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 menit, kemudian secara
berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya
penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti.
Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti nafas,
namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya
pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang
pertama ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi
dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status
epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa
saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang
terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah
kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung
lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih
kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali
namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia
dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia
sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat
dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang
terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada
susunan saraf pusat.
Manajemen
Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi eklampsia di
Parkland Hospital dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan. Pada
tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen
terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip – prinsip dasar
pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita
- Selalu diingat mengatasi masalah – masalah Airway, Breathing,
Circulation
- Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena,
selanjutnya dapat diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau
MgSO4 intramuskuler secara loading dose didikuti MgSO4
intramuskuler secara periodik.
- Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral
untuk menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik
dianggap berbahaya. Batasan yang digunakan para ahli berbeda – beda,
ada yang mengatakan 100 mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli
mengatakan 110 mmHg.
- Koreksi hipoksemia dan asidosis
- Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena
kecuali pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah
ataupun diare yang berlebihan. Hindari penggunaan cairan
hiperosmotik.
- Terminasi kehamilan
- Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman
pengelolaan eklampsia yang terdapat dalam Pedoman Pengelolaan
Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia, berikut ini kami kutipkan
pedoman tersebut.
Pengobatan Medisinal MgSO4 :
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena
Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10
mg sublingual atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam
sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu
agresif. Tekanan darah diastolik jangan kurang dari 90 mmHg,
penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan nifedipine
sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan
mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
Perawatan pada serangan kejang :Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.Fiksasi badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari fraktur.Pemberian oksigen.Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).
Perawatan pada penderita koma : Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :Edema paruGagal jantung kongestifEdema anasarka
Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan
seksio sesarea. Pengobatan Obstetrik :
- Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang
umur kehamilan dan keadaan janin.
- Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah
ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
- Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda
vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam persalinan.
Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam pasca persalinan.