case report

39
MEKANISME PELEPASAN PLASENTA Plasenta adalah masaa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta berwarna antara kebiruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus. Pada plasenta bagian maternal inilah terjadi pertukaran darah janin dan maternal. Pertukaran ini berlangsung tanpa terjadi percampuran antara darah maternal dan darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki karakteristik halus, berwarna putih, mengkilap, dan pada permukaannya dapat dilihat cabang vena dan arteri umbilikalis. Duaselaput ketuban yang melapisi permukaan fetal adalah korion dan amnion, yang memanjang sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin dan cairan amnion. Tali pusat membentang dari umbilicus janin sampai ke permukaan fetal plasenta umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. tali pusat ini mengandung tga pembuluh darah : dua arteri yang berisi darah kotor janin menuju plasenta dan satu vena yang mengandung oksigen menuju janin. Pemisahan plasenta di timbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan selanjutnya membantu pemisahan.

description

bahan case report

Transcript of case report

Page 1: case report

MEKANISME PELEPASAN PLASENTA

Plasenta adalah masaa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta berwarna

antara kebiruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus. Pada plasenta bagian maternal

inilah terjadi pertukaran darah janin dan maternal. Pertukaran ini berlangsung tanpa terjadi

percampuran antara darah maternal dan darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki

karakteristik halus, berwarna putih, mengkilap, dan pada permukaannya dapat dilihat cabang

vena dan arteri umbilikalis. Duaselaput ketuban yang melapisi permukaan fetal adalah korion

dan amnion, yang memanjang sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin dan cairan

amnion.

Tali pusat membentang dari umbilicus janin sampai ke permukaan fetal plasenta

umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. tali pusat ini mengandung tga pembuluh darah : dua

arteri yang berisi darah kotor janin menuju plasenta dan satu vena yang mengandung oksigen

menuju janin.

Pemisahan plasenta di timbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga

mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih

kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis

seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah

retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan selanjutnya

membantu pemisahan.

Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan

mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah

retroplasenta.

Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta yang sebagai berikut:

1.             Metode schulze

Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina

melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan

selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding

uterus. Permukaaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah berada dalam kantong

yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga

Page 2: case report

menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi

karena ada serat otot oblik dibagian atas segmen uterus.

                  

2.             Metode matthews ducan

Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk vulva dengan pembatas lateral terlebih

dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong.

Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar

karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode ini

adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan

berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat

oblik dibagian bawah segmen).

Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut.

1.             KUSTNER

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simpisis, tali pusat

ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta sudah lepas, tetapi bila diam atau maju

berarti plasenta sudah lepas.

2.             KLEIN

Sewaktu ada his,  rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum

lepas, tetapi bila diam turun berarti plasenta sudah lepas.

3.             STRASSMAN

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum

lepas, tetapi bila tidak bergetar plasenta sudah lepas.

Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼  - ½  jam sesudah bayi lahir, namun bila terjadi

banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarah postpartum, maka

tidak boleh menunggu, sebaliknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila

perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung

dikeluarkan.

Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut2:

Page 3: case report

·        Perubahan bentuk dan tinggi uterus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh

dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong

kebawah, uterus berbentuk segitiga arau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas

pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).

·        Tali pusat memanjang

Tali pusat terlihat manjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)

·        Semburan darah tiba-tiba dan singkat.

Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas penampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Pemberian suntikan oksitosin dan langkah-langkahnya

          Oksitosin 10 IU secara IM dapat diberikan dalam 1 menit setelah bayi lahir dan dapat

diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir. Berikan oksitosin 10 IU  secara IM pada 1/3

bawah paha kanan bagian luar.

1.      Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah disiapkna di perut bawah ibu dan minta

ibu atau pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.

2.      Pastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus (undiagnose twin)

3.      Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik

4.      Segera dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian

atas paha bagian luar (aspektus lateralis)

5.      Melakukan tindakan penjepitan dan pemotongan tali pusat.

6.      Mempersiapkan bayi untuk Inisiasi Menyusui Dini.

7.      Tutup kembali bagian vawah ibu dengan kain bersih.

Penegangan tali pusat terkendali

1.      Berdiri di samping ibu.

2.      Tempatkan klem pada ujung tali pusat ±5 – 10 cm dari vulva, memegang tali pusat dari jarak

dekat untuk mencegah avulasi pada tali pusat.

3.      Letakan tangan pada dinding abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisi pubis. Gunakan

tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan

Page 4: case report

pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan yang

lain pada dinding abdomen menekan uterus kearah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial).

Lakukan secara hati-hati untuk  mencegah terjadinya inversio uteri.

4.      Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2 atau 3 menit

berselang) untuk mengulangi lagi penegangan tali pusat terkendali.

5.      Lahirkan plasenta dengan penegangan yang lembut dan keluarkan plasenta dengan gerakan

kebawah dan keatas mengikuti jalan lahir. Ketika plasenta muncul dan keluarkan dari dalam

vulva , kedua tangan dapat memegang plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput

ketuban.

Rangsangan Taktil (Masase) fundus uteri

          Segera seletah plasenta dan selaput dilahirkan, dengan perlahan tetapi kukuh lakukan

masase uterus dengan cara menggosok uterus pada abdomen dengan  gerakan  melingkar untuk

menjaga agar uterus tetap keras dan berkontraksi dengan baik serta untuk mendorong setiap

gumpalan darah agar keluar.

          Sementara tangan kiri melakuakan masase uterus, periksalah plasenta dengan tangan

kanan untuk memastikan bahwa kotiledon dan membran sudah lengkap (seluruh lobus di bagian

maternal harus ada dan bersatu / utuh, tidak boleh ada ketidakteraturan pada bagian pinggir-

pinggirnya,  jika hal tersebut ada., berarti menandakan ada sebagian fragmen plasenta  yang

tertinggal).

            Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai tindakan antisipasi apabila

ada sisa plasenta baik bagian kotiledon ataupun selaputnya.  Penolong haruslah  memastikan

betul plasenta dan selaputnya betul-betul utuh (lenkap), periksalah sis maternal (yang melekat

pada dinding uterus) dan sisi fetal (yang mengahadap ke bayi).

Untuk memastikan apakah ada lobus tambahan , serta selaput plasenta dengan cara menyatukan kembali selaputny

Page 5: case report

Mekanisme pelepasan plasenta

Nama: Ni putu intan sri handayani

NIM : 030112b051

Kls : I B

MEKANISME PELEPASAN PLASENTA

A .Pengertian

Kala III persalinan dimulai dari kelahiran bayi sampai pengeluaran plasenta dan selaput ketuban

(Jones, 2001 : 75).

Pada kala III persalinan otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume

rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya implantasi

plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan

terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus (Depkes RI, 2007 : 123).

Tiga tanda lepasnya plasenta yaitu perubahan bentuk dan tinggi uterus, tali pusat memanjang dan

semburan darah mendadak dan singkat (Depkes RI, 2007 : 124).

B. Fase – Fase pelepasan plasenta

Proses kelahiran plasenta ini berlangsung 5-30 menit dengan kontraksi uterus 2-3 menit

sekali. Antara multipara dan primipara biasanya tidak terdapat perbedaan pada durasi kala III

(Farrer, 2001 : 128).

Kala III terdiri dari 2 fase yaitu

a)      Fase pelepasan uri

Selama proses persalinan terjadi kontraksi otot rahim yang disertai retraksi, artinya panjang otot

rahim tidak kembali pada panjang semula sehingga plasenta terlepas dari implantasinya.

Umumnya pelepasan terjadi dalam 5 menit terahir kala II.

Page 6: case report

Gejala – gejala yang menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta meliputi :

  Keluarnya darah dari vagina

   Tali pusat diluar vagina bertambah panjang

  Fundus uteri didalam abdomen meninggi pada saat placenta keluar dari uterus masuk kedalam

vagina.

  Uterus menjadi keras dan bulat

Cara pelepasan ada beberapa macam yaitu :

(1)   Cara pelepasan menurut Duncan

Lepasnya uri mulai dari pinggir,jadi pinggir uri lahir duluan.

(20 %). Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban.

(2)   Cara pelepasan menurut Schultte

Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas

duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula – mula

bagian tengah,kemudian seluruhnya. Menurut cara ini,perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri

lahir dan banyak setelah uri lahir.

(3)   Bentuk kombinasi pelepasan plasenta,

b)      Fase pengeluaran

Apabila gejala – gejala tersebut sudah ada diatas maka plasenta sudah siap untuk

dikeluarkan.Kalau pasiannya sadar maka ia diminta untuk mengejan sementara dilakukan tarikan

perlahan – lahan pada tali pusat.

Perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :

Page 7: case report

(1)   Perasat kustner

Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis pubis. Bila tali pusat

tidak masuk lagi ke dalam vagina berarti plasenta telah lepas.

(2)   Perasat strassman

Tangan kanan mengangkat tali pusat, tangan kiri mengetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada

tangan kanan, berarti plasenta belum lepas.

a.       Perasat klein

Ibu diminta mengejan, tali pusat akan turun, bila berhenti mengejan, tali pusat masuk lagi, berarti

plasenta belum lepas dari dinding uterus

b.      Perasat Manuaba

Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang

dan mngencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terjadi

  Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas.

  Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas

Pengeluaran selaput janin ( membrane ) dilakukan sedemikian rupa sehingga selaputnya dapat

keluar dengan utuh :

        Plasenta yang telah lahir dipegang selanjutnya selaput ditarik dan dipilinkan seperti tali.

        Ditarik dengan klem perlahan – lahan

        Dikeluarkan dengan manual dan digital

Normalnya, pelepasan uri ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah anak lahir, namun kita dapat menunggu

paling lama sampai 1 jam. Tetapi bila banyak terjadi perdarahan atau bila ada persalinan –

persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya

plasenta dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu

nierbekken, sebaiknya uri langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika.

Page 8: case report

RETENSIO PLASENTA

RETENSIO PLASENTA

http://dralaamosbah.blogspot.com/2008/01/anatomy-of-placenta.html

1.             Definisi

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir 1/2 jam sesudah bayi lahir

(Manuaba, 2004; Wirakusumah, 2005). Normalnya setelah bayi lahir, dalam waktu 10 menit

plasenta biasanya lahir dengan spontan (Taber, 1994).

2.             Insidensi

          Retensio plasenta merupakan penyebab perdarahan postpartum tersering kedua (20-30%

kasus). Sedangkan perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab kematian maternal di

Negara berkembang termasuk Indonesia (Ramadhani dan Sukarya, 2011).

3.             Patofisiologi

Retensio plasenta terjadi karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta

sudah lepas tetapi belum dilahirkan, hal ini bisa disebabkan oleh fungsi abnormal uterus atau

penempelan plasenta abnormal. Selama kehamilan, permukaan uteroplasenta menyatu dan

menjaga keseimbangan permukaan disekitarnya. Ketika anak lahir uterus akan berkontraksi dan

Page 9: case report

ukuran dari permukaan plasenta akan berkurang (Ramadhani dan Sukarya, 2011). Beberapa

factor yang mempengaruhi adalah (Ramadhani dan Sukarya, 2011) :

a.              Faktor demografi:

-                 Pendidikan

-                 Kondisi lingkungan

b.           Faktor biologi:

-                 Usia ibu

-                 Paritas

-                 Interval kehamilan

c.              Faktor riwayat medis:

-                 Riwayat persalinan sebelumnya

-                 Riwayat penyakit sebelumnya

4.             Gejala Klinis

Retensio plasenta dapat mengancam jiwa, bukan hanya karena retensinya tetapi juga

karena perdarahan dan infeksinya (Ramadhani dan Sukarya, 2011).

5.             Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui retensio plasenta adalah

dengan pemeriksaan patologi anatomi (Manuaba, 2004).

6.             Diagnosa Banding

Diagnosa bandingnya adalah (Gruendemann dan Fernsebner, 2006) :

a.              Retensio plasenta: keadaan dimana plasenta belum lahir  jam sesudah bayi lahir (Manuaba,

2004; Wirakusumah, 2005).

b.             Plasenta akreta: suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis

pembelahan fisiologi melalui lapisan spons desidua (Taber, 1994).

c.              Ruptura uteri: robekan (diskontinuitas) dinding rahim yang terjadi saat kehamilan atau

persalinan. Gejalanya yaitu sakit perut mendadak, perdarahan dan syok (Achadiat, 2004).

Page 10: case report

7.             Penatalaksanaan

Penatalaksanaannya yaitu dengan infus transfusi darah, diberikan 35 unit syntocinon

(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati pada fundus, jika plasenta

tidak lahir kemudian adanya perdarahan banyak 300-400cc atau perdarahan sedikit tetapi

mengakibatkan anemia dan syok maka dilakukan tindakan pelepasan plasenta manual setelah 15

menit (Manuaba, 2004; Syafrudin & Hamidah, 2009; Wirakusumah, 2005).

http://modernjumb.blogspot.com/2011/12/lobus-succenturiate.html

8.             Komplikasi

Komplikasi yang diakibatkan oleh tindakan pelepasan plasenta manual adalah perdarahan

karena atonia uteri, robekan uteri, kolporeksis, robekan vagina, robekan perineum meluas dan

infeksi (Manuaba, 2004).

9.             Prognosis

Prognosis tergantung dari lamanya perdarahan dan banyaknya darah yang hilang (Benson

dan         Pernoll, 2009).

10.            Daftar Pustaka

Achadiat, C.M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi. Jakarta, EGC. books.google.co.id/books?

isbn=9794486876 [diakses pada tanggal 13 April 2013].

Page 11: case report

Benson, R.C. dan Pernoll, M.L. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta, EGC.

Gruendemann, B.J. dan Fernsebner, B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Volume 2. Jakarta,

EGC. books.google.co.id/books?isbn=9794486930 [diakses pada tanggal 13 April 2013].

Manuaba, I.B.G. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.

books.google.com/books?isbn=9794485616 [diakses pada tanggal 12 April 2013].

Ramadhani, N.P. dan Sukarya W.S. 2011. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dengan Kejadian

Retensio Plasenta Pada Pasien Yang Dirawat Di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Periode 1

Januari 2010 – 31 Desember 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.

          http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/download/29/pdf [diakses pada

tanggal 12 April 2013].

Syafrudin & Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta, EGC. books.google.com/books?

isbn=9794489379 [diakses pada tanggal 12 April 2013].

Taber, B.Z. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, EGC.

Wirakusumah, F.F. Patologi Kala III dan IV. Dalam: Sastrawinata, S; Martaadisoebrata, D;

Wirakusumah, F.F. (eds.). 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran. Edisi 2. Jakarta, EGC dengan Padjadjaran Medical Press.

books.google.com/books?isbn=9794486752 [diakses pada tanggal 11 April 2013].

Page 12: case report

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA

BAB I

Pendahuluan

1.1.   Latar Belakang

Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan,

yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan)

pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang seperti

Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey berikut.

         Tahun 2002

AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000.

         Tahun 2007

AKI 248/100.000, AKB 26,9

Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di ASEAN.

Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio Plasenta,

Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah perdarahan, salah

satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30 menit setelah bayi

dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta.

Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi

plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah

pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus harus

dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.

1.2.   Batasan Masalah

            Makalah yang saya buat ini dibatasi pada hal-hal yang mengenai solusio plasenta.

Tentang definisi Retensio plasenta, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik Retensio plasenta,

penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, , diagnosis, asuhan keperawatan pada pasien dengan

kasus solusio plasenta.

1.3.   Rumusan Masalah

a.       Apa definisi dari retensio plasenta ?

b.      Apa etiologi retensio plasenta?

Page 13: case report

c.       Bagaimana patofisiologi dari retensio plasenta ?

d.      Bagaimana gambaran klinik pada pasien dengan retensio plasenta ?

e.       Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan retensio plasenta ?

f.       Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan retensio plasenta ?

g.      Apa diagnosis yang akan muncul pada retensio plasenta ?

h.      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio plasenta ?

1.4.   Tujuan

a.       Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta.

b.      Untuk mengetahui etiologi dari retensio plasenta

c.       Untuk mengetahui patofisiologi dan retensio plasenta.

d.      Untuk mengetahui gambaran klinik dari retensio plasenta.

e.       Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari retensio plasenta.

f.       Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta.

g.      Untuk mengetahui diagnosis dari retensio plasenta.

h.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta.

1.5.   Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa

tentang retensio plasenta sampai asuhan keperawatan pasien dengan retensio plasenta sehingga

memungkinkan mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio

plasenta.

Page 14: case report

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Denifisi

Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga atau

lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.  (Taufan Nugroho, 2011:158).

Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007)

2.2  Etiologi

Pada sebagian besar kasus plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya

dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah

waktu ini tidak selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering adalah gangguan pelepasan plasenta

disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.

Plasenta yang sudah lepas tetapi belum dilahirkan juga merupakan salah satu penyebab

dari retensio plasenta. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan

perdarahan yang  banyak  dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat

disebabkan karena penanganan kala III yang keliru/salah dan terjadinya kontraksi pada bagian

bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).

Berikut ini merupakan klasifikasi Retensio Plasenta menurut tingkat perlekatanya :

1)      Plasenta Akreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,

vilus/ jonjot korion plasenta melekat ke miometrium.

2)      Plasenta inkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,

vilus plasenta benar-benar menginvasi miometrium.

3)      Plasenta perkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,

vilus plasenta menembus miometrium.

4)      Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

mengakibatkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis

5)      Plasenta Inkarserata adalah tertahannya pllasenta di dalam kavum uteri, disebabkan kontriksi

ostitum uteri

Page 15: case report

Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

GejalaSeparasi/ akreta

parsial

Plasenta

InkaserataPlasenta Akreta

Konsistensi

UterusKenyal Keras Cukup

Tinggi

FundusSepusat

2 jari bawah

pusatSepusat

Bentuk

UterusDiskoid Agak Globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali Pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi

plasentaLepas sebagian Sudah lepas

Melekat

seluruhnya

Syok Sering Jarang Jarang sekali

2.3  Patofisiologi

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka.

Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-

sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,

kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada

kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena

melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot

uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.

2.4  Penatalaksanaan

a)      Retensio plasenta dengan sparasi parsial

Page 16: case report

1)      Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.

Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi

terkontrol tali pusat.

2)      Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per

rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat

menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)

3)      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati

dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah

apabila di perlukan.

4)      Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)

5)      Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.

b)      Plasenta inkaserata

1)      Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.

2)      Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan

melahirkan plasenta.

3)      Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan  drips oksitosin dalam cairan

NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.

4)      Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan

maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.

Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi

fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah

pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan sedative, analgetika atau anastesi

umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk

c)      Plasenta akreta

1)      Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali

pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang

dalam.

2)      Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,

stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.

d)     Sisa plasenta

Page 17: case report

1)      Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan

plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,

sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah

beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus

2)      Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih

adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.

3)      Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.

Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi

dan kuretase.

4)      Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus.

Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk

melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh

serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti

sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan

rahim).

Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling

tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali

pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga

fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling

sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.

2.5  Gejala Klinis

a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai

episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan

polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan

atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi

secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

Page 18: case report

2.6  Pemeriksaan Penunjang

1.      Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),

melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan

infeksi, leukosit biasanya meningkat.

2.      Menentukanadanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated

Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau

Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor

lain.

2.7.   Komplikasi

Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang

berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan

dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan

plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan

tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.

Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan

disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk

mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan

mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA

3.1  Pengkajian

Page 19: case report

Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio

placenta adalah sebagai berikut:

a.       Identitas klien

Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit

keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)

b.      Keluhan Utama

Klien mengatakan panas

c.       Sirkulasi :

1)      Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)

2)      Pelambatan pengisian kapiler

3)      Pucat, kulit dingin/lembab

4)      Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)

5)      Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan

6)      Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.

d.      Eliminasi:

Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.

e.       Nyeri/Ketidaknyamanan :

Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan

nyeri uterus lateral.

f.       Keamanan :

Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) Dengan

uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari

muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam

kubahvagina, atau robekan pada serviks.

g.      Seksualitas :

1)      Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placentayang

tertahan)

2)      Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,

makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum,

tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).

Page 20: case report

3.2  Diagnosa Keperawatan

a.       Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

b.      Perubahan perfusi  jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di butuhkan

untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.

c.       Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.

d.      Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.

e.       Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.

3.3  Intervensi

a.       Diagnosa 1      : Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan

Tujuan             : Agar tidak terjadi deficit volume cairan, seimbang antara inteks dan output baik

jumlah maupun kualitas.

Intervensi        :

a)      Kaji kondisi status hemodinamika,

R/ Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.

b)      Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian

R/ Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume

perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.

c)      Observasi nadi dan tekanan darah

R/ Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah

tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah

tanda akhir dari hipoksia.

d)     Berikan diet makanan berstektur halus

R/ mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan sehingga tidak membutuhkan energi banyak untuk

metabolisme.

e)      nilai hasil lab HB/HT

R/ Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5mgHb.

f)       Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi

R/ untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.

Page 21: case report

b.      Diagnosa 2      : Perubahan perfusi  jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler

yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.

Tujuan             : Agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan

Intervensi        :

a)      kaji tanda vital, warna kulit dan ujung jari.

R/ memastikan bahwa tidak adanya perfusi jaringan

b)      Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.

R/ Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh dalam vascular, apabila suhu tubuh rendah maka

akan membuat vascular kontriksi sehingga dapat menghambat distribusi nutrient dan oksigen

c)      Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah.

R/ Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak system imun

d)     Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi.

R/ penggantian sel darah merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk

transpor sirkulasi kejaringan.

c.       Diagnosa 3      : Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.

Tujuan             : Setelah dilakukan  tindakan keperawatan selama dirumah sakit di harapkan tidak

terjadi peningkatan suhu

Intervensi :

a)      Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab panas

R/ Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab panas

b)      Anjurkan kompres air hangat

R/ Air hangat bias mendilatasi pori – pori

c)      Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis

R/ Pakaian yang tipis bias meningkatkan evaporasi

d)     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic

R/ Antibiotic akan membunuh bakteri dan kuman

d.      Diagnosa 4      : Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.

Tujuan             : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa adanya komplikasi

Intervensi        :

a)      kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas

b)      kaji pengaruh aktifitas terhadap kondisi uterus

Page 22: case report

c)      bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari

d)     bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai kondisi klien

e)      evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas

e.       Diagnosa 5      : Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.

Tujuan             : klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan

Intervensi        :

a)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan

R/ Pendekatan awal pada pasien melalui keluarga

b)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

R/ mengurangi rasa takut pasien terhadap perawat dan lingkungan RS

c)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan

R/ menambah rasa percaya diri pasien akan keberanian dan kemampuannya

d)     Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal

(sentuhan, belaian dll)

R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien

BAB IVPenutup

4.1.   Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai

berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu atau

lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio

placenta yaitu :

1)      Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam dan.

2)      Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan

plasenta di rahim)

Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan bahkan bisa

berakibat syok.

4.2.   Saran

Page 23: case report

Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam

makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena

perdarahan akibat dari retensio plasenta.

           Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari referensi lain tentang retensio plasenta

pada kehamilan dan juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat mencegah dan

menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.

Page 24: case report

PLASENTA RESTAN

I. PENGERTIAN

Plasenta Restan adalah tertinggalnya sebagian plasenta (satu atau lebih lobus) dan uterus

tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini menimbulkan perdarahan.

Plasenta Restan adalah adanya sisa plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar ini akan

menyebabkan perdarahan banyak. Sebabnya bisa karena atonia uteri, karena adanya

lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang

akan menghalang plasenta keluar

Plasenta Restan adalah tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.Tertinggalnya sebagian plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar dan uterus tidak dapat berkontraksi sehingga menyebabkan perdarahan banyak disebabkan karena atonia uteri, lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang menghalangi plasenta keluar dan menimbulkan perdarahan post partum primer dan sekunder.II. ETIOLOGI

Sebab-sebab plasenta belum lahir adalah kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan

plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus, karena atonia uteri atau salah

penanganan pada kala III sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah

uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.

III. TANDA DAN GEJALA

Pada perdarahan post partum dan akibat sisa plasenta ditandai dengan

perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi baik. Pada perdarahan

post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang

berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa

plasenta jarang menimbulkan syok.

Gejala yang lain adalah uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

Gejala dan tanda yang selalu ada :

1.Plasenta atau selaput yang mengandung pembuluh darah tidak lengkap

2.Perdarahan segera

Perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari proses telah banyak kehilangan darah.

IV. DIAGNOSA

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong

persalinan memeriksa lengkapan plasen ta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta

dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk

memastikannnya dengan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik yang

ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan

kontraksi rahim dianggap baik sebagai sisa plasenta yang yang tertinggal dalam rahim.

Page 25: case report

A. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal,

meminta informasi mengenaiepisode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta

riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana

plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

B. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis

tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

C. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),

melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan

infeksi, leukosit biasanya meningkat.

D. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan

activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT)

atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan

oleh faktorlain.

V. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.

2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi

organ.

3. Sepsis

4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.

Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan

• perdarahan

• Infeksi

Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta.

VI. PATOFISIOLOGI

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-

otot  terus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel

miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan

kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum

uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai

mengecilnya daerahtempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat

berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya

menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan

plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara

serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan

Page 26: case report

pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta

perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi

secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.

Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun

dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat

(dariketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan

pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara

dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara

plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang

mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,

daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga

rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan

akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase

kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam

waktu satu menit daritempat implantasinya.

Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus

menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen

karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar

lebih panjang.

Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh

dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas

vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-

abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat

mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk

menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan

menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :

1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak

efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan

constriction ring.

Page 27: case report

2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di

cornu; dan adanya plasenta akreta.

3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak

perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;

pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks

kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan

kontraksi uterus.

VII.PENANGANAN

1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan

plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdaraahan post partum,

sebagian pasien akan kembali lagi ke tempat persalinan dengan keluhan perdarahan.

2. Berikan antibiotika, ampisilin, dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram oral

dikombinasikan dengan metronidazol 1 gram supositoria dilanjutkan dengan 3×500 mg oral.

3. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengluarkan bekuan darah, atau jaringan.

Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument lakukan evaluasi sisa plasenta dengan AMV

atau dilatasi dan kuretase.

4. Bila kadar Hb < 8 mg % berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb > 8 gr % , berikan sulfas

ferosus 600 mg/ hari selama 10 hari

VII.PENATALAKSANAAN

1. Lakukan periksa dalam, keluarkan selaput ketuban dan bekuan darah yang masih

tertinggal

2. Lakukan masase uterus

3. Jika ada perdarahan hebat, ikuti langkah-langkah pelaksanaan atonia uteri

Penatalksanaan Atonia Uteri