case report
-
Upload
janamuhamad23 -
Category
Documents
-
view
41 -
download
9
description
Transcript of case report
MEKANISME PELEPASAN PLASENTA
Plasenta adalah masaa yang bulat dan datar. Permukaan maternal plasenta berwarna
antara kebiruan dan kemerahan, serta tersusun dari lobus-lobus. Pada plasenta bagian maternal
inilah terjadi pertukaran darah janin dan maternal. Pertukaran ini berlangsung tanpa terjadi
percampuran antara darah maternal dan darah janin. Permukaan plasenta pada fetal memiliki
karakteristik halus, berwarna putih, mengkilap, dan pada permukaannya dapat dilihat cabang
vena dan arteri umbilikalis. Duaselaput ketuban yang melapisi permukaan fetal adalah korion
dan amnion, yang memanjang sampai ujung bagian luar kantong yang berisi janin dan cairan
amnion.
Tali pusat membentang dari umbilicus janin sampai ke permukaan fetal plasenta
umumnya memiliki panjang sekitar 56 cm. tali pusat ini mengandung tga pembuluh darah : dua
arteri yang berisi darah kotor janin menuju plasenta dan satu vena yang mengandung oksigen
menuju janin.
Pemisahan plasenta di timbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium sehingga
mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih
kecil sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus karena plasenta tidak elastis
seperti uterus dan tidak dapat berkontraksi atau beretraksi. Pada area pemisahan, bekuan darah
retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah tekanan pada plasenta dan selanjutnya
membantu pemisahan.
Kontraksi uterus yang selanjutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan
mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah
retroplasenta.
Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta yang sebagai berikut:
1. Metode schulze
Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina
melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan
selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding
uterus. Permukaaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah berada dalam kantong
yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga
menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi
karena ada serat otot oblik dibagian atas segmen uterus.
2. Metode matthews ducan
Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk vulva dengan pembatas lateral terlebih
dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong.
Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar
karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode ini
adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan
berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat
oblik dibagian bawah segmen).
Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut.
1. KUSTNER
Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada atau diatas simpisis, tali pusat
ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta sudah lepas, tetapi bila diam atau maju
berarti plasenta sudah lepas.
2. KLEIN
Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum
lepas, tetapi bila diam turun berarti plasenta sudah lepas.
3. STRASSMAN
Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum
lepas, tetapi bila tidak bergetar plasenta sudah lepas.
Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir, namun bila terjadi
banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarah postpartum, maka
tidak boleh menunggu, sebaliknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila
perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung
dikeluarkan.
Tanda-tanda pelepasan plasenta adalah sebagai berikut2:
· Perubahan bentuk dan tinggi uterus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh
dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong
kebawah, uterus berbentuk segitiga arau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas
pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan).
· Tali pusat memanjang
Tali pusat terlihat manjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld)
· Semburan darah tiba-tiba dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas penampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Pemberian suntikan oksitosin dan langkah-langkahnya
Oksitosin 10 IU secara IM dapat diberikan dalam 1 menit setelah bayi lahir dan dapat
diulangi setelah 15 menit jika plasenta belum lahir. Berikan oksitosin 10 IU secara IM pada 1/3
bawah paha kanan bagian luar.
1. Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah disiapkna di perut bawah ibu dan minta
ibu atau pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.
2. Pastikan tidak ada bayi lain di dalam uterus (undiagnose twin)
3. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik
4. Segera dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian
atas paha bagian luar (aspektus lateralis)
5. Melakukan tindakan penjepitan dan pemotongan tali pusat.
6. Mempersiapkan bayi untuk Inisiasi Menyusui Dini.
7. Tutup kembali bagian vawah ibu dengan kain bersih.
Penegangan tali pusat terkendali
1. Berdiri di samping ibu.
2. Tempatkan klem pada ujung tali pusat ±5 – 10 cm dari vulva, memegang tali pusat dari jarak
dekat untuk mencegah avulasi pada tali pusat.
3. Letakan tangan pada dinding abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisi pubis. Gunakan
tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menahan uterus pada saat melakukan penegangan
pada tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan yang
lain pada dinding abdomen menekan uterus kearah lumbal dan kepala ibu (dorso kranial).
Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar 2 atau 3 menit
berselang) untuk mengulangi lagi penegangan tali pusat terkendali.
5. Lahirkan plasenta dengan penegangan yang lembut dan keluarkan plasenta dengan gerakan
kebawah dan keatas mengikuti jalan lahir. Ketika plasenta muncul dan keluarkan dari dalam
vulva , kedua tangan dapat memegang plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput
ketuban.
Rangsangan Taktil (Masase) fundus uteri
Segera seletah plasenta dan selaput dilahirkan, dengan perlahan tetapi kukuh lakukan
masase uterus dengan cara menggosok uterus pada abdomen dengan gerakan melingkar untuk
menjaga agar uterus tetap keras dan berkontraksi dengan baik serta untuk mendorong setiap
gumpalan darah agar keluar.
Sementara tangan kiri melakuakan masase uterus, periksalah plasenta dengan tangan
kanan untuk memastikan bahwa kotiledon dan membran sudah lengkap (seluruh lobus di bagian
maternal harus ada dan bersatu / utuh, tidak boleh ada ketidakteraturan pada bagian pinggir-
pinggirnya, jika hal tersebut ada., berarti menandakan ada sebagian fragmen plasenta yang
tertinggal).
Pemeriksaan kelengkapan plasenta sangatlah penting sebagai tindakan antisipasi apabila
ada sisa plasenta baik bagian kotiledon ataupun selaputnya. Penolong haruslah memastikan
betul plasenta dan selaputnya betul-betul utuh (lenkap), periksalah sis maternal (yang melekat
pada dinding uterus) dan sisi fetal (yang mengahadap ke bayi).
Untuk memastikan apakah ada lobus tambahan , serta selaput plasenta dengan cara menyatukan kembali selaputny
Mekanisme pelepasan plasenta
Nama: Ni putu intan sri handayani
NIM : 030112b051
Kls : I B
MEKANISME PELEPASAN PLASENTA
A .Pengertian
Kala III persalinan dimulai dari kelahiran bayi sampai pengeluaran plasenta dan selaput ketuban
(Jones, 2001 : 75).
Pada kala III persalinan otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume
rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya implantasi
plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus (Depkes RI, 2007 : 123).
Tiga tanda lepasnya plasenta yaitu perubahan bentuk dan tinggi uterus, tali pusat memanjang dan
semburan darah mendadak dan singkat (Depkes RI, 2007 : 124).
B. Fase – Fase pelepasan plasenta
Proses kelahiran plasenta ini berlangsung 5-30 menit dengan kontraksi uterus 2-3 menit
sekali. Antara multipara dan primipara biasanya tidak terdapat perbedaan pada durasi kala III
(Farrer, 2001 : 128).
Kala III terdiri dari 2 fase yaitu
a) Fase pelepasan uri
Selama proses persalinan terjadi kontraksi otot rahim yang disertai retraksi, artinya panjang otot
rahim tidak kembali pada panjang semula sehingga plasenta terlepas dari implantasinya.
Umumnya pelepasan terjadi dalam 5 menit terahir kala II.
Gejala – gejala yang menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta meliputi :
Keluarnya darah dari vagina
Tali pusat diluar vagina bertambah panjang
Fundus uteri didalam abdomen meninggi pada saat placenta keluar dari uterus masuk kedalam
vagina.
Uterus menjadi keras dan bulat
Cara pelepasan ada beberapa macam yaitu :
(1) Cara pelepasan menurut Duncan
Lepasnya uri mulai dari pinggir,jadi pinggir uri lahir duluan.
(20 %). Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban.
(2) Cara pelepasan menurut Schultte
Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi (80%). Yang lepas
duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak uri mula – mula
bagian tengah,kemudian seluruhnya. Menurut cara ini,perdarahan biasanya tidak ada sebelum uri
lahir dan banyak setelah uri lahir.
(3) Bentuk kombinasi pelepasan plasenta,
b) Fase pengeluaran
Apabila gejala – gejala tersebut sudah ada diatas maka plasenta sudah siap untuk
dikeluarkan.Kalau pasiannya sadar maka ia diminta untuk mengejan sementara dilakukan tarikan
perlahan – lahan pada tali pusat.
Perasat untuk mengetahui lepasnya uri yaitu :
(1) Perasat kustner
Tangan kanan menegangkan tali pusat, tangan kiri menekan di atas simfisis pubis. Bila tali pusat
tidak masuk lagi ke dalam vagina berarti plasenta telah lepas.
(2) Perasat strassman
Tangan kanan mengangkat tali pusat, tangan kiri mengetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tangan kanan, berarti plasenta belum lepas.
a. Perasat klein
Ibu diminta mengejan, tali pusat akan turun, bila berhenti mengejan, tali pusat masuk lagi, berarti
plasenta belum lepas dari dinding uterus
b. Perasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim, sedangkan tangan kanan memegang
dan mngencangkan tali pusat. Kedua tangan ditarik berlawanan, dapat terjadi
Tarikan terasa berat dan tali pusat tidak memanjang, berarti plasenta belum lepas.
Tarikan terasa ringan (mudah) dan tali pusat memanjang, berarti plasenta telah lepas
Pengeluaran selaput janin ( membrane ) dilakukan sedemikian rupa sehingga selaputnya dapat
keluar dengan utuh :
Plasenta yang telah lahir dipegang selanjutnya selaput ditarik dan dipilinkan seperti tali.
Ditarik dengan klem perlahan – lahan
Dikeluarkan dengan manual dan digital
Normalnya, pelepasan uri ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah anak lahir, namun kita dapat menunggu
paling lama sampai 1 jam. Tetapi bila banyak terjadi perdarahan atau bila ada persalinan –
persalinan yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh menunggu, sebaiknya
plasenta dikeluarkan dengan tangan. Juga kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu
nierbekken, sebaiknya uri langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterus tonika.
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA
http://dralaamosbah.blogspot.com/2008/01/anatomy-of-placenta.html
1. Definisi
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir 1/2 jam sesudah bayi lahir
(Manuaba, 2004; Wirakusumah, 2005). Normalnya setelah bayi lahir, dalam waktu 10 menit
plasenta biasanya lahir dengan spontan (Taber, 1994).
2. Insidensi
Retensio plasenta merupakan penyebab perdarahan postpartum tersering kedua (20-30%
kasus). Sedangkan perdarahan postpartum merupakan salah satu penyebab kematian maternal di
Negara berkembang termasuk Indonesia (Ramadhani dan Sukarya, 2011).
3. Patofisiologi
Retensio plasenta terjadi karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan, hal ini bisa disebabkan oleh fungsi abnormal uterus atau
penempelan plasenta abnormal. Selama kehamilan, permukaan uteroplasenta menyatu dan
menjaga keseimbangan permukaan disekitarnya. Ketika anak lahir uterus akan berkontraksi dan
ukuran dari permukaan plasenta akan berkurang (Ramadhani dan Sukarya, 2011). Beberapa
factor yang mempengaruhi adalah (Ramadhani dan Sukarya, 2011) :
a. Faktor demografi:
- Pendidikan
- Kondisi lingkungan
b. Faktor biologi:
- Usia ibu
- Paritas
- Interval kehamilan
c. Faktor riwayat medis:
- Riwayat persalinan sebelumnya
- Riwayat penyakit sebelumnya
4. Gejala Klinis
Retensio plasenta dapat mengancam jiwa, bukan hanya karena retensinya tetapi juga
karena perdarahan dan infeksinya (Ramadhani dan Sukarya, 2011).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui retensio plasenta adalah
dengan pemeriksaan patologi anatomi (Manuaba, 2004).
6. Diagnosa Banding
Diagnosa bandingnya adalah (Gruendemann dan Fernsebner, 2006) :
a. Retensio plasenta: keadaan dimana plasenta belum lahir jam sesudah bayi lahir (Manuaba,
2004; Wirakusumah, 2005).
b. Plasenta akreta: suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis
pembelahan fisiologi melalui lapisan spons desidua (Taber, 1994).
c. Ruptura uteri: robekan (diskontinuitas) dinding rahim yang terjadi saat kehamilan atau
persalinan. Gejalanya yaitu sakit perut mendadak, perdarahan dan syok (Achadiat, 2004).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaannya yaitu dengan infus transfusi darah, diberikan 35 unit syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati pada fundus, jika plasenta
tidak lahir kemudian adanya perdarahan banyak 300-400cc atau perdarahan sedikit tetapi
mengakibatkan anemia dan syok maka dilakukan tindakan pelepasan plasenta manual setelah 15
menit (Manuaba, 2004; Syafrudin & Hamidah, 2009; Wirakusumah, 2005).
http://modernjumb.blogspot.com/2011/12/lobus-succenturiate.html
8. Komplikasi
Komplikasi yang diakibatkan oleh tindakan pelepasan plasenta manual adalah perdarahan
karena atonia uteri, robekan uteri, kolporeksis, robekan vagina, robekan perineum meluas dan
infeksi (Manuaba, 2004).
9. Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya perdarahan dan banyaknya darah yang hilang (Benson
dan Pernoll, 2009).
10. Daftar Pustaka
Achadiat, C.M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri & Ginekologi. Jakarta, EGC. books.google.co.id/books?
isbn=9794486876 [diakses pada tanggal 13 April 2013].
Benson, R.C. dan Pernoll, M.L. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta, EGC.
Gruendemann, B.J. dan Fernsebner, B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Volume 2. Jakarta,
EGC. books.google.co.id/books?isbn=9794486930 [diakses pada tanggal 13 April 2013].
Manuaba, I.B.G. 2004. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
books.google.com/books?isbn=9794485616 [diakses pada tanggal 12 April 2013].
Ramadhani, N.P. dan Sukarya W.S. 2011. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dengan Kejadian
Retensio Plasenta Pada Pasien Yang Dirawat Di Rumah Sakit Al-Ihsan Bandung Periode 1
Januari 2010 – 31 Desember 2010. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/Sains/article/download/29/pdf [diakses pada
tanggal 12 April 2013].
Syafrudin & Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta, EGC. books.google.com/books?
isbn=9794489379 [diakses pada tanggal 12 April 2013].
Taber, B.Z. 1994. Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, EGC.
Wirakusumah, F.F. Patologi Kala III dan IV. Dalam: Sastrawinata, S; Martaadisoebrata, D;
Wirakusumah, F.F. (eds.). 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Edisi 2. Jakarta, EGC dengan Padjadjaran Medical Press.
books.google.com/books?isbn=9794486752 [diakses pada tanggal 11 April 2013].
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA
BAB I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kesehatan maternal adalah salah satu aspek dalam kesehatan reproduksi perempuan,
yang didalamnya menyangkut mortalitas (angka kematian) dan morbiditas (angka kesakitan)
pada wanita hamil dan bersalin, hal ini merupakan masalah besar di negara berkembang seperti
Indonesia. Pernyataan tersebut dapat di perkuat oleh hasil survey berikut.
Tahun 2002
AKI (Angka Kematian Ibu) 307/100.000, AKB (Angka Kematian Bayi) 35/ 1000.
Tahun 2007
AKI 248/100.000, AKB 26,9
Dari data tersebut menjadikan Indonesia sebagai pemilik data AKI terbesar di ASEAN.
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah Pendarahan, Retentio Plasenta,
Infeksi, pre-eklamsia, dan prolog labour. Faktor tertinggi kematian ibu adalah perdarahan, salah
satu penyebab perdarahan adalah terlambatnya plasenta keluar melebihi 30 menit setelah bayi
dilahirkan, hal ini biasa disebut dengan Retensio Plasenta.
Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi plasenta yang kecil, tetapi
plasenta yang sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah
pelahiran harus dilakukan secara rutin, apabila ada bagian plasenta yang hilang uterus harus
dieksplorasi dan plasenta dikeluarkan.
1.2. Batasan Masalah
Makalah yang saya buat ini dibatasi pada hal-hal yang mengenai solusio plasenta.
Tentang definisi Retensio plasenta, etiologi, patofisiologi, gambaran klinik Retensio plasenta,
penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang, , diagnosis, asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus solusio plasenta.
1.3. Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari retensio plasenta ?
b. Apa etiologi retensio plasenta?
c. Bagaimana patofisiologi dari retensio plasenta ?
d. Bagaimana gambaran klinik pada pasien dengan retensio plasenta ?
e. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan retensio plasenta ?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan retensio plasenta ?
g. Apa diagnosis yang akan muncul pada retensio plasenta ?
h. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio plasenta ?
1.4. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian dari retensio plasenta.
b. Untuk mengetahui etiologi dari retensio plasenta
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan retensio plasenta.
d. Untuk mengetahui gambaran klinik dari retensio plasenta.
e. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari retensio plasenta.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk retensio plasenta.
g. Untuk mengetahui diagnosis dari retensio plasenta.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan retensio plasenta.
1.5. Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan informasi kepada mahasiswa
tentang retensio plasenta sampai asuhan keperawatan pasien dengan retensio plasenta sehingga
memungkinkan mahasiswa mampu mengaplikasikannya pada pasien dengan kasus retensio
plasenta.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Denifisi
Retensio Plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta Hingga atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. (Taufan Nugroho, 2011:158).
Retensio Plasenta adalah plasenta lahir terlambat lebih dari 30 menit (Manuaba, 2007)
2.2 Etiologi
Pada sebagian besar kasus plasenta terlepas secara spontan dari tempat implantasinya
dalam waktu beberapa menit setelah janin lahir. Penyebab pasti tertundanya pelepasan setelah
waktu ini tidak selalu jelas, tetapi tampaknya cukup sering adalah gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus.
Plasenta yang sudah lepas tetapi belum dilahirkan juga merupakan salah satu penyebab
dari retensio plasenta. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat
disebabkan karena penanganan kala III yang keliru/salah dan terjadinya kontraksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Berikut ini merupakan klasifikasi Retensio Plasenta menurut tingkat perlekatanya :
1) Plasenta Akreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,
vilus/ jonjot korion plasenta melekat ke miometrium.
2) Plasenta inkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,
vilus plasenta benar-benar menginvasi miometrium.
3) Plasenta perkreta adalah implantasi plasenta yang perlekatannya ke dinding uterus terlalu kuat,
vilus plasenta menembus miometrium.
4) Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
mengakibatkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
5) Plasenta Inkarserata adalah tertahannya pllasenta di dalam kavum uteri, disebabkan kontriksi
ostitum uteri
Tabel : Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
GejalaSeparasi/ akreta
parsial
Plasenta
InkaserataPlasenta Akreta
Konsistensi
UterusKenyal Keras Cukup
Tinggi
FundusSepusat
2 jari bawah
pusatSepusat
Bentuk
UterusDiskoid Agak Globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali Pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi
plasentaLepas sebagian Sudah lepas
Melekat
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
2.3 Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada
kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena
melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot
uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.
2.4 Penatalaksanaan
a) Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi
terkontrol tali pusat.
2) Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan misoprostol per
rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat
menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati
dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan. Lakukan trasnfusi darah
apabila di perlukan.
4) Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)
5) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.
b) Plasenta inkaserata
1) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks dan
melahirkan plasenta.
3) Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan drips oksitosin dalam cairan
NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut.
4) Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum, lakukan
maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, tinggi
fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan yang di perlukan adalah
pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan sedative, analgetika atau anastesi
umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri, pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk
c) Plasenta akreta
1) Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali
pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta karena imolantasi yang
dalam.
2) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,
stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan operatif bagan.
d) Sisa plasenta
1) Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,
sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah
beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus
2) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang di pilih
adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan metronidazol supositoria.
3) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.
Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi
dan kuretase.
4) Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk
melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh
serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah pengganti
sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi pengangkatan
rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling
tidak sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali
pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik sehingga
fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion uteri paling
sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
2.5 Gejala Klinis
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan
atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi
secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
2. Menentukanadanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated
Partial Tromboplastin Time (APTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau
Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor
lain.
2.7. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang
berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan
dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan
plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan
tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.
Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan
disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk
mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan
mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN RETENSIO PLASENTA
3.1 Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio
placenta adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
Data biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat obstetrik (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas)
b. Keluhan Utama
Klien mengatakan panas
c. Sirkulasi :
1) Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
2) Pelambatan pengisian kapiler
3) Pucat, kulit dingin/lembab
4) Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (placentaa tertahan)
5) Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
6) Haemoragi berat atau gejala syok diluar proporsi jumlah kehilangan darah.
d. Eliminasi:
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma dari porsi atas vagina.
e. Nyeri/Ketidaknyamanan :
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan
nyeri uterus lateral.
f. Keamanan :
Laserasi jalan lahir: darah memang terang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) Dengan
uterus keras, uterus berkontraksi baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari
muara vagina ke perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam
kubahvagina, atau robekan pada serviks.
g. Seksualitas :
1) Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi parsial, dan agak menonjol (fragmen placentayang
tertahan)
2) Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi uterus (gestasi multipel, polihidramnion,
makrosomia), abrupsio placenta, placenta previa. Pemeriksaan fisik meliputi; keadaan umum,
tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi).
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di butuhkan
untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
c. Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
d. Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
e. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
3.3 Intervensi
a. Diagnosa 1 : Risiko tinggi terhadap deficit volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Tujuan : Agar tidak terjadi deficit volume cairan, seimbang antara inteks dan output baik
jumlah maupun kualitas.
Intervensi :
a) Kaji kondisi status hemodinamika,
R/ Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
b) Pantau pemasukan dan pengeluaran ciran harian
R/ Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar.
c) Observasi nadi dan tekanan darah
R/ Hal ini dapat menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok. Perubahan pada tekanan darah
tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia.
d) Berikan diet makanan berstektur halus
R/ mudah untuk diabsorbsi sistem pencernaan sehingga tidak membutuhkan energi banyak untuk
metabolisme.
e) nilai hasil lab HB/HT
R/ Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah membawa 0,5mgHb.
f) Berikan sejumlah cairan IV sesuai indikasi
R/ untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
b. Diagnosa 2 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang di butuhkan untuk pengiriman oksigen/ nutrient ke sel.
Tujuan : Agar tidak terjadi perubahan perfusi jaringan selama perawatan perdarahan
Intervensi :
a) kaji tanda vital, warna kulit dan ujung jari.
R/ memastikan bahwa tidak adanya perfusi jaringan
b) Pertahankan suhu lingkungan dan tubuh.
R/ Suhu lingkungan dan tubuh berpengaruh dalam vascular, apabila suhu tubuh rendah maka
akan membuat vascular kontriksi sehingga dapat menghambat distribusi nutrient dan oksigen
c) Nilai hasil lab hb/ ht dan jumlah sel darah merah.
R/ Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan merusak system imun
d) Berikan sel darah merah dan tambahan o2 sesuai indikasi.
R/ penggantian sel darah merah yang hilang dan memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk
transpor sirkulasi kejaringan.
c. Diagnosa 3 : Risiko sepsis berhubungan dengan infeksi pada pengambilan placenta.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit di harapkan tidak
terjadi peningkatan suhu
Intervensi :
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab panas
R/ Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab panas
b) Anjurkan kompres air hangat
R/ Air hangat bias mendilatasi pori – pori
c) Anjurkan klien memakai pakaian yang tipis
R/ Pakaian yang tipis bias meningkatkan evaporasi
d) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotic
R/ Antibiotic akan membunuh bakteri dan kuman
d. Diagnosa 4 : Gangguan aktifitas berhubungan dengan penurunan sirkulasi, kelemahan.
Tujuan : Klien dapat melakukan aktifitas tanpa adanya komplikasi
Intervensi :
a) kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktifitas
b) kaji pengaruh aktifitas terhadap kondisi uterus
c) bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari
d) bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai kondisi klien
e) evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktifitas
e. Diagnosa 5 : Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive.
Tujuan : klien mampu beradaptasi dengan tindakan yang dilakukan
Intervensi :
a) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada pasien melalui keluarga
b) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut pasien terhadap perawat dan lingkungan RS
c) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri pasien akan keberanian dan kemampuannya
d) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal
(sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien
BAB IVPenutup
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut maka ada beberapa hal yang dapat di simpulkan yaitu sebagai
berikut. Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta tidak lahir selama dalam waktu atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya retensio
placenta yaitu :
1) Placenta belum lepas dari dinding rahim dikarenakan placenta tumbuh melekat lebih dalam dan.
2) Placenta telah terlepas akan tetapi belum dapat dikeluarkan. (masih ada sisa-sisa potongan
plasenta di rahim)
Masalah yang terjadi akibat dari retensio plasenta adalah perdarahan bahkan bisa
berakibat syok.
4.2. Saran
Penyebab utama kematian ibu sendiri menurut (WHO) adalah perdarahan, semoga dalam
makalah ini dapat memberikan wawasan sehingga dapat mencegah terjadinya kematian karena
perdarahan akibat dari retensio plasenta.
Penulis menyarankan agar pembaca dapat mencari referensi lain tentang retensio plasenta
pada kehamilan dan juga perdarahan untuk diaplikasikan sehingga dapat mencegah dan
menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
PLASENTA RESTAN
I. PENGERTIAN
Plasenta Restan adalah tertinggalnya sebagian plasenta (satu atau lebih lobus) dan uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini menimbulkan perdarahan.
Plasenta Restan adalah adanya sisa plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar ini akan
menyebabkan perdarahan banyak. Sebabnya bisa karena atonia uteri, karena adanya
lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang
akan menghalang plasenta keluar
Plasenta Restan adalah tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.Tertinggalnya sebagian plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar dan uterus tidak dapat berkontraksi sehingga menyebabkan perdarahan banyak disebabkan karena atonia uteri, lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang menghalangi plasenta keluar dan menimbulkan perdarahan post partum primer dan sekunder.II. ETIOLOGI
Sebab-sebab plasenta belum lahir adalah kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus, karena atonia uteri atau salah
penanganan pada kala III sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
III. TANDA DAN GEJALA
Pada perdarahan post partum dan akibat sisa plasenta ditandai dengan
perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi baik. Pada perdarahan
post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang
berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa
plasenta jarang menimbulkan syok.
Gejala yang lain adalah uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1.Plasenta atau selaput yang mengandung pembuluh darah tidak lengkap
2.Perdarahan segera
Perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari proses telah banyak kehilangan darah.
IV. DIAGNOSA
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong
persalinan memeriksa lengkapan plasen ta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta
dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk
memastikannnya dengan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik yang
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim dianggap baik sebagai sisa plasenta yang yang tertinggal dalam rahim.
A. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal,
meminta informasi mengenaiepisode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana
plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
B. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
C. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan
infeksi, leukosit biasanya meningkat.
D. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan
activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT)
atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan
oleh faktorlain.
V. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi
organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan
• perdarahan
• Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta.
VI. PATOFISIOLOGI
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot terus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan
kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum
uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai
mengecilnya daerahtempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan
plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara
serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta
perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan.
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dariketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara
dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang
mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga
rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan
akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam
waktu satu menit daritempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen
karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar
lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas
vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-
abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat
mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk
menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan
menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di
cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
VII.PENANGANAN
1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan
plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdaraahan post partum,
sebagian pasien akan kembali lagi ke tempat persalinan dengan keluhan perdarahan.
2. Berikan antibiotika, ampisilin, dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 gram supositoria dilanjutkan dengan 3×500 mg oral.
3. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengluarkan bekuan darah, atau jaringan.
Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument lakukan evaluasi sisa plasenta dengan AMV
atau dilatasi dan kuretase.
4. Bila kadar Hb < 8 mg % berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb > 8 gr % , berikan sulfas
ferosus 600 mg/ hari selama 10 hari
VII.PENATALAKSANAAN
1. Lakukan periksa dalam, keluarkan selaput ketuban dan bekuan darah yang masih
tertinggal
2. Lakukan masase uterus
3. Jika ada perdarahan hebat, ikuti langkah-langkah pelaksanaan atonia uteri
Penatalksanaan Atonia Uteri