Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

81
BAB I PENDAHULUAN Pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (pencegahan sekunder). Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada kematian. Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya (Harsono, 1996). Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001) tidak hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi medik, sosial, dan vokasional. Rehabilitasi medik merupakan upaya mengembalikan 1

description

Rehabilitasi medis untuk penanganan cerebral palsy

Transcript of Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Page 1: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis

sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri

sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi

keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah

timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke berulang (pencegahan sekunder).

Komplikasi tirah baring dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan

menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa kepada kematian.

Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi

kemampuan kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit

kronis, agar mereka dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan

kapasitasnya (Harsono, 1996). Program rehabilitasi menurut Ibrahim (2001) tidak

hanya terbatas pada pemulihan kondisi semata, tetapi juga mencakup rehabilitasi

yang bersifat psikososial, penuh dengan kasih sayang serta empati yang luas, guna

membangkitkan penderita. Rehabilitasi medik meliputi tiga hal, yaitu rehabilitasi

medik, sosial, dan vokasional. Rehabilitasi medik merupakan upaya

mengembalikan kemampuan penderita secara fisik pada keadaan semula sebelum

sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Rehabilitasi sosial merupakan upaya

bimbingan sosial berupa bantuan sosial guna memperoleh lapangan kerja.

Rehabilitasi vokasional merupakan upaya pembinaan yang bertujuan agar

penderita cacat menjadi tenaga produktif serta dapat melaksanakan pekerjaannya

sesuai dengan kemampuannya.

Rehabilitasi medik dalam ilmu kedokteran adalah suatu disiplin ilmu yang

berperan dalam pemulihan gangguan fungsi baik secara fisik, psikologi, edukasi

dan sosial. Pemulihan fungsi itu tentu bukan berarti semua pasien yang fungsinya

terganggu dengan rehabilitasi medik akan menjadi normal seperti semula, karena

banyak faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemulihan fungsi ini. Faktor

tersebut adalah seberapa berat penyebab gangguan fungsi ini, apakah permanen atau

1

Page 2: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

sementara, apakah progresif, seberapa besar sisa fungsi yang masih ada. Adakah

gangguan lain yang memperberat atau menghambat proses pengembalian fungsi

misalnya depresi, gangguan kognisi termasuk gangguan komunikasi. Faktor dari

luar misalnya penerimaan dan dukungan dari keluarga atau masyarakat

sekelilingnya, apakah ada sarana bagi penderita, dalam hal ini modifikasi

lingkungan baik lingkungan rumah maupun di luar rumah. Hal ini sangat

membantu pemulihan gangguan fungsi bagi penderita. Sejauh mana dapat dicapai

pemulihan fungsi, hasilnya sangat individual.

2

Page 3: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

BAB II

STATUS PENDERITA

I. Identifikasi

Nama : Ny. Syamsiah Syafarudin

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Menikah

Kebangsaan : Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Seberang Ulu 1, Palembang

Tanggal Pemeriksaan : 16 Oktober 2013

II. Anamnesis

a) Keluhan Utama

Kelemahan sesisi tubuh sebelah kiri secara tiba-tiba

b) Riwayat Perjalanan Penyakit

± 1 hari SMRS saat sedang aktivitas tiba – tiba penderita

mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri secara tiba- tiba, saat

serangan sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), kejang (-), penurunan

kesadaran (-), mulut mengot (+), bicara pelo (+). Setelah serangan

penderita merasakan kelamahan sesisi tubuh sebelah kirinya. Untuk

BAB dan BAK tidak ada masalah. Riwayat hipertensi (+). Riwayat DM

(+). Riwayat stroke (+). Penderita mengalami penyakit seperti ini untuk

kedua kalinya.

c) Riwayat Penyakit Terdahulu

Riwayat hipertensi (+) sejak 2011 tidak rutin kontrol.

Riwayat stroke (+) tahun 2011

3

Page 4: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Riwayat DM (+) sejak tahun 2008, minum obat teratur

d) Riwayat Pekerjaan

Penderita adalah seorang ibu rumah tangga yang banyak

menghabiskan waktu di rumah. Penderita tidak mempunyai pembantu,

urusan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci baju, menyapu dan

membersihkan rumah kadang dia lakukan sendiri.

e) Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita sudah menikah dan memiliki 3 anak dengan jumlah

anggota keluarga yang tinggal serumah ada 5 orang. Tempat tinggal

penderita bertingkat 1, MCK dan sumber air bersih berada di dalam

rumah menggunakan air ledeng dan jaraknya tidak terlalu jauh dari

kamar penderita. Penerangan pada rumah dan kamar mandi cukup.

Kamar mandi pasien tidak memiliki pegangan tangan dan kakus jenis

jongkok. Saat ini penderita tidak bekerja. Penghasilan didapatkan dari

suaminya.

III. Pemeriksaan Fisik

A. Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : GCS : 15

Tinggi Badan / Berat Badan : 165 cm/ 53 kg BMI : 19,14

Cara berjalan / Gait : belum dapat dinilai (Keseimbangan

Kurang (+))

Antalgik gait : -

Hemiparese gait : -

Steppage gait : -

Parkinson gait : -

Tredelenberg gait : -

Waddle gait : -

Lain - lain : -

4

Page 5: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Bahasa / bicara

Komunikasi verbal : Disartria (+)

Komunikasi nonverbal : Baik

Tanda vital

Tekanan darah : 140/80 mmHg

Nadi : 92 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Suhu : 36,7 0C

Kulit : Anemis (-), eritema (-), ulkus

dekubitus (-)

Status Psikis

Sikap : kooperatif Orientasi : baik

Ekspresi wajah : baik Perhatian : baik

B. Saraf -saraf otak

Nervus Kanan Kiri

N.Olfaktorius normal normal

N.Opticus normal normal

N.Occulomotorius normal normal

N.Trochlearis normal normal

N.Trigeminus normal normal

N.Abducens normal normal

N.Fascialis normal plica

nasolabialis datar

sudut mulut

tertinggal

N.Vestibularis normal normal

N.Glossopharyngeus normal normal

5

Page 6: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

N.Vagus normal normal

N.Accesorius normal normal

N.Hypoglosus normal disartria

C. Kepala

Bentuk : normal

Ukuran : normocephali

Posisi :

- Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),

strabismus (-), exoftalmus (-)

- Hidung : deviasi septum (-)

- Telinga : serumen (-)

- Mulut : sudut mulut kiri tertinggal

- Wajah : plica nasolabialis kiri datar

Gerakan abnormal : (-)

D. Leher

Inspeksi : dinamis, simetris, posisi trakea normal, pembesaran KGB

(-), kontrol terhadap kepala baik

Palpasi : JVP tidak meningkat, kaku kuduk (-)

Luas Gerak Sendi

Ante / retrofleksi (n 65/50) : 650/500

Laterofleksi (D/S) (n 40/40) : 400/300

Rotasi (D/S) (n 45/45) : 450/300

Test provokasi

Lhermitte test / Spurling : tidak dilakukan

Test Valsalva : tidak dilakukan

Distraksi test : tidak dilakukan

Test Nafziger : tidak dilakukan

E. Thorak

6

Page 7: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Bentuk : normal

Pemeriksaan Ekspansi Thoraks : tidak dilakukan

Paru- paru

- Inspeksi : simetris statis dan dinamis

- Palpasi : stem fremitus sama kanan-kiri

- Perkusi : sonor

- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-)

Jantung

- Inspeksi : iktus kordis tak terlihat

- Palpasi : iktus kordis tak teraba

- Perkusi : batas jantung dalam batas normal

- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-), gallop (-)

F. Abdomen

- Inspeksi : datar

- Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

- Perkusi : timpani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

G. Trunkus

Inspeksi : Simetris

- Deformitas : (-)

- Lordosis : (-)

- Scoliosis : (-)

- Gibbus : (-)

- Hairy spot : (-)

- Pelvic Tilt : (-)

Palpasi :

-Spasme otot-otot para vertebrae : (-)

7

Page 8: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

-Nyeri tekan : (-)

Luas gerak sendi lumbosakral

-Ante /retro fleksi (95/35) : tidak dapat dilakukan

-Laterofleksi (D/S) (40/40) : tidak dapat dilakukan

-Rotasi (D/S) (35/35) : tidak dapat dilakukan

Test provokasi

- Valsava test : -

- Laseque : -/-

- Test Baragard dan Sicard : -/-

- Nafziger test : -

- Test SLR : -/-

- Test: O’Connell : -/-

- FNST : -/-

- Test Patrick : -/-

- Test Kontra Patrick : -/-

- Test Gaenslen : -/-

- Test Thomas : tidak dilakukan

- Test Ober’s : tidak dilakukan

- Nachalas knee flexion test : tidak dilakukan

- Mc.Bride sitting test : tidak dilakukan

- Yeoman’s hyprextension : tidak dilakukan

- Mc.Bridge toe to mouth sitting test : tidak dilakukan

- Test Schober : tidak dilakukan

H. Anggota Gerak Atas

kanan kiri

Inspeksi

Deformitas : (-) (-)

Edema : (-) (-)

8

Page 9: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Tremor : (-) (-)

Neurologi

Motorik Dextra

Sinistra

Gerakan cukup kurang

Kekuatan

- Abduksi lengan 5 3

- Fleksi siku 5 3

- Ekstensi siku 5 3

- Ekstensi wrist 5 3

- Fleksi jari- jari tangan 5 3

- Abduksi jari tangan 5 3

Tonus normal meningkat

Tropi (-) (-)

Refleks Fisiologis

- Refleks tendon biseps normal meningkat

- Refleks tendon triseps normal meningkat

Refleks Patologis

- Hoffman (-) (-)

- Tromner (-) (-)

Sensorik

Protopatik : normal normal

Proprioseptik : normal normal

Vegetatif normal normal

Penilaian fungsi tangan kanan kiri

Anatomical normal normal

Grips

normal normal

Spread normal normal

9

Page 10: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Palmar abduct normal normal

Pinch normal normal

Luas Gerak Sendi

Luas Gerak

Sendi

Aktif

Dextra

Pasif

Dextra

Aktif

Sinistra

Pasif

Sinistra

Abduksi Bahu 0-180° 0-180° 0-180° 0-180°

Adduksi Bahu 180°-0 180°-0 180°-0 180°-0

Fleksi Bahu 0-180° 0-180° 0-180° 0-180°

Ekstensi Bahu 0-60° 0-60° 0-60° 0-60°

Endorotasi

Bahu

90°-0 90°-0 90°-0 90°-0

Eksorotasi

Bahu

0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Fleksi Siku 0-150° 0-150° 0-150° 0-150°

Ekstensi Siku 150°-0 150°-0 150°-0 150°-0

Ekstensi

pergelangan

tangan

0-70° 0-70° 0-70° 0-70°

Fleksi

pergelangan

tangan

0-80° 0-80° 0-80° 0-80°

Pronasi 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Supinasi 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Test Provokasi : tidak dilakukan

Anggota Gerak Bawah

Inspeksi kanan kiri

10

Page 11: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Deformitas : (-) (-)

Edema : (-) (-)

Tremor : (-) (-)

Palpasi

Nyeri tekan : (-) (-)

Diskrepansi : (-) (-)

Neurologi

Motorik Kanan Kiri

Gerakan cukup kurang

Kekuatan

Fleksi paha 5 3

Ekstensi paha 5 3

Ekstensi lutut 5 3

Fleksi lutut 5 3

Dorsofleksi pergelangan kaki 5 3

Dorsofleksi ibu jari kaki 5 3

Plantar fleksi pergelangan 5 3

Tonus normal meningkat

Tropi (-) (-)

Refleks Fisiologis

Refleks tendo patella normal meningkat

Refleks tendo achilles normal meningkat

Refleks patologi

Babinsky negatif positif

Chaddock negatif positif

Sensorik

Protopatik : tidak ada kelainan

Proprioseptik : tidak ada kelainan

11

Page 12: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Vegetatif : tidak ada kelainan

Luas gerak sendi

Luas Gerak

Sendi

Aktif

Dextra

Pasif

Dextra

Aktif

Sinistra

Pasif

Sinistra

Abduksi Paha 0-90° 0-90° 0-90° 0-90°

Adduksi Paha 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o 0o-10o-15o

Fleksi Paha 0-45° 0-45° 0-45° 0-45°

Ekstensi Paha 45°-0 45°-0 45°-0 45°-0

Fleksi Lutut 0-135° 0-135° 0-135° 0-135°

Ekstensi

Lutut

0-120° 0-120° 0-120° 0-120°

Dorsofleksi

Pergelangan

Kaki

0-20° 0-20° 0-20° 0-20°

Plantar fleksi

Pergelangan

Kaki

0-50° 0-50° 0-50° 0-50°

Inversi Kaki Normal Normal Normal Normal

Eversi Kaki Normal Normal Normal Normal

Test Provokasi sendi lutut kanan kiri

Stres test tidak dilakukan tidak dilakukan

Drawer’s test tidak dilakukan tidak dilakukan

Test Tunel pada sendi lutut tidak dilakukan tidak dilakukan

Test Homan tidak dilakukan tidak dilakukan

III. Pemeriksaan- pemeriksaan lainnya

Bowel test / Bladder test

- Sensorik peri anal : tidak dilakukan

- Motorik sphincter ani eksternus : tidak dilakukan

12

Page 13: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

- BCR (Bulbocavernosis Refleks) : tidak dilakukan

Fungsi luhur

- Afasia : tidak ada

- Apraksia : tidak ada

- Agrafia : tidak ada

- Alexia : tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium

Darah rutin :

-Hb 13,3 g/dl -Eritrosit 4.150.000/mm3

-Ht 38 vol% -Leukosit 10.500/mm3

-LED 56 mm/jam -Trombosit 269.000/mm3

-Hitung jenis 0/2/0/56/37/5

Elektrolit :

-BSS 285 mg/dl -Tot. Kolesterol 330 mg/dl

-HDL 33 mg/dl -LDL 268 mg/dl

-TGL 403 mg/dl -As. Urat 5,9 mg/dl

-Ureum 33 mg/dl -Kreatinin 0,4 mg/dl

-CK-NAK 45 -CK-MB 14

-Natrium 144 mmol/l -Kalium 3,8 mmol/l

-Kalsium 10,2 mg/dl -10g mmol/l

Urinalisis :

-Warna kuning -Jernih

-Berat jenis 1,025 -Ph 6,0

-Protein (-) -Glukosa (+++)

-Keton (-) -Darah (-)

-Bilirubin (-) -Urobilinogen (-)

-Nitrit (-) -Leukosit Esterase (-)

13

Page 14: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

- EKG

- Echokardiografi (atas indikasi)

- Rontgen Thorax

- CT Scan kepala : kesan lakunar infark

V. Resume

Anamnesis :

Penderita ingin mendapatkan pelayanan rehabilitasi medik dengan

keluhan utama kelemahan tungkai kiri.

Riwayat perjalanan penyakit :

± 1 hari SMRS saat sedang aktivitas tiba – tiba penderita

mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri, saat serangan sakit kepala

(-), mual (-), muntah (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-), mulut

mengot (+), bicara pelo (+). Riwayat hipertensi (+). Riwayat DM (+)

Riwayat stroke (+). Penderita mengalami penyakit seperti ini untuk

kedua kalinya.

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan fisik umum, tekanan darah 140/80 mmHg. Pada

pemeriksaan fisik neurologi, ditemukan plica nasolabialis kiri datar dan

sudut mulut kiri tertinggal pada pemeriksaan nervus craniales VII, serta

didapatkan juga adanya disartria pada pemeriksaan nervus craniales

XII. Selain itu, pada pemeriksaan motorik, pada ekstremitas sinistra

terdapatnya gerakan kurang aktif, kekuatan 3, tonus meningkat, dan

refleks fisiologis pada lengan dan tungkai kiri juga meningkat.

Sedangkan pada ekstremitas bagian dekstra masih dalam batas normal.

Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan juga ditemukan pasien sulit

untuk menjaga keseimbangannya pada saat berdiri maupun duduk.

Pemeriksaan Penunjang :

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED,

peningkatan gula darah sewaktu, peningkatan kolesterol, pada hasil CT

Scan kepala kesan lacunar infark.

14

Page 15: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

VI. Evaluasi

No Level ICF Kondisi Saat Ini Sasaran

1. Struktur dan

Fungsi

Pasien mengalami

trombosis cerebri dan

menyebabkan Hemiparese

sehingga pasien

mengalami kelemahan

pada lengan dan tungkai

kiri, mulut mengot dan

bicara pelo.

Meningkatkan gerakan dan

kekuatan otot lengan dan

tungkai kiri dan

meningkatkan/mengembalikan

kemampuan berbicara

2. Aktivitas Tidak bisa melakukan

aktivitas sehari-hari

secara mandiri, dan

pasien sulit

mempertahankan

keseimbangan

Mengembalikan

kemampuannya dalam

melaksanakan aktivitas sehari-

hari, seperti duduk, miring,

dan berjalan

3. Partisipasi Terjadi gangguan karena

pasien tidak bisa

berpartisipasi dalam

kegiatan sosial.

Dapat kembali berpartisipasi

dalam kegiatan sosial.

Catatan : ICF (International Classification of Function) 2012

VII. Diagnosa Klinis

Slight Hemiparese sinistra spastik + parese N. VII dan XII sinistra tipe

sentral e.c thrombosis cerebri + DM tipe 2 uncontrolled

VIII. Program Rehabilitasi Medik

Fisioterapi

Terapi panas : IRR extremitas sisi kiri

15

Page 16: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Terapi dingin : -

Stimulasi Listrik : -

Terapi Latihan : ROM exercise (aktif dan pasif) dan

Latihan Bobath ( untuk melatih postural

yang normal dan keseimbangan)

Traksi : -

Okupasi terapi

ADL exercise : - Latihan keseimbangan: dimulai dengan

keseimbangan saat duduk, berdiri, dan saat

berjalan.

- Saat pasien sudah dapat berjalan dengan

seimbang. Penderita diperkenalkan dengan

program ADL, seperti latihan mobilisasi

(latihan berpindah tempat dari tempat tidur

menuju ke kursi), latihan fungsi tangan

untuk gerakan motorik halus dan koordinasi

(latihan tata cara makan, memakai baju, dll)

Ortotik prostetik : -

Terapi wicara : +

Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi

mengucapkan kata-kata.

Sosial medik : -

Edukasi : - Memberikan edukasi dan bimbingan

kepada penderita untuk berobat dan

berlatih secara teratur.

- Mengadakan edukasi dan evaluasi

16

Page 17: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

terhadap lingkungan rumah agar sesuai

dengan keadaan pasien saat ini untuk

membantu pasien menjalani aktivitas

sehari-hari.

IX. Terapi Medikamentosa

Aspilet 2 x 80 mg tab

Captopril 3 x 25 mg tab

Inj. Ranitidin 2 x 1

Metformin 3 x 500 mg

Vit B1B6B12 3 x 1 tab

X. Prognosa

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

17

Page 18: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Stroke

3.1.1. Definisi

Stroke secara klinis (menurut kriteria WHO) didefinisikan

sebagai adanya gangguan fungsional otak yang terjadi secara

mendadak dengan tanda dan gejala klinis, baik fokal maupun global

yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian

yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.1

3.1.2. Klasifikasi

Secara umum, stroke diklasifikasikan berdasarkan sebagai

berikut:2,3

1. Letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical

Classification)

a. Total Anterior Circulation Syndrome (TACS)

b. Partial Anterior Circulation Syndrome (PACS)

c. Posterior Circulation Syndrome (POCS)

d. Lacunar Syndrome (LACS)

2. Sifat gangguan aliran darah

a. Non Haemorrhagik (trombosis, emboli)2,4

Trombosis merupakan jenis terbanyak yang

paling dijumpai. Penyebabnya adalah aterosklerosis

yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah

karena pertumbuhan plak pada dinding pembuluh

darah.

Emboli disebabkan oleh terlepasnya embolus dari

sumber asal jantung atau dari pembuluh darah arteri

besar dan masuk ke arteri otak.

b. Haemorrhagik (intraserebral, subaraknoid)2,4,5

18

Page 19: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Stroke perdarahan (stroke hemoragik) yang

terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan

subarakhnoid. Penyebab tersering dari stroke

hemoragik adalah hipertensi.

3. Waktu terjadinya4

a. Stroke in evolution adalah stroke yang terjadi masih

terus berkembang di mana gangguan yang muncul

semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini

biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa

hari.

b. Stroke komplit adalah stroke di mana gangguan

neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.

3.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah

otak tertentu. Beberapa hal yang menyebabkan lesi vaskuler serebral,

antara lain sebagai berikut :1,6

1. Penyumbatan aliran darah otak karena vasospasme

langsung dan menimbulkan gejala defisit atau

perangsangan sesuai dengan fungsi daerah otak yang

terkena.

2. Penyumbatan aliran darah yang disebabkan oleh trombus.

Akibatnya aliran darah otak regional tidak memadai dalam

memenuhi kebutuhan darah otak yang terganggu.

3. Penyumbatan aliran darah otak oleh emboli. Sumber

embolisasi dapat terletak di arteri karotis atau vertebralis

tapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.

4. Lesi daerah otak akibat ruptur dinding pembuluh darah.

Penyebab ruptur pembuluh darah bisa akibat dari suatu

stroke embolik, perdarahan lobaris spontan dan

perdarahan intraserebral akibat hipertensi.

19

Page 20: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Faktor risiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat

seseorang rentan terhadap serangan stroke. Masih tingginya angka

mortalitas dan kecacatan akibat stroke, perlu dilakukan upaya-upaya

pencegahan dan penanggulangan faktor risiko.7

Tabel 2.1 Faktor Risiko Stroke

Faktor biologik yang

tidak dapat dimodifikasi

Faktor fisiologik yang

dapat dimodifikasi

Faktor gaya hidup

dan pola prilaku

Umur

Jenis kelamin

Ras

Predisposisi genetik

Herediter

Hipertensi

Diabetes

Dislipidemia

Penyakit jantung

Stenosis karotis

Transient Ischemic Attack

Homosisteinemia

Ateroma aorta

Hypercoagulabiliy stress

Merokok

Obesitas

Aktivitas fisik

Diet

Alkohol

Kontrasepsi oral

Hormone

Replacement

Therapy

(Dikutip dari: Runtuwene TW. Faktor Risiko dan Pencegahan Stroke. Simposium Stroke Up Date

2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Manado. 2001:

25)

3.1.4. Patogenesis

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun

stroke hemorragik. Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti

karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh

darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh

darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke jenis ini.5

Dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko berupa

DM, hipertensi, dan merokok, aterosklerosis akan terbentuk.

Aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan tunika intima

dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun deposit kalsium

20

Page 21: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

dan disertai perubahan pada tunika media di pembuluh darah besar

dan permukaan lumen menjadi tidak rata. Pada saat aliran darah

lambat, dapat terjadi penyumbatan (trombosis).1

Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang

jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak

disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.

Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.5

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam

pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya

aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah

arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian

besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan

mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih

kecil.5

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta

percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang

berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya.

Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan,

serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada

penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita

kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama

fibrilasi atrium). Bila bekuan darah yang terlepas dapat mengikuti

aliran darah dan menimbulkan emboli arteri intrakranial sehingga

menimbulkan iskemia otak.1,5

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak

terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke

dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.5

Pada stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam

suatu daerah di otak dan merusaknya. Hampir 70 persen kasus stroke

hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.5 Hipertensi kronis

21

Page 22: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

menyebabkan perubahan degenerasi pada arteri perporata dan arteriol

yang kemudian membentuk mikroaneurisma. Tekanan darah yang

secara tiba-tiba meninggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh

darah tersebut. Perdarahan tesebut dapat terletak di putamen,

thalamus, subkortikal, pons, dan serebellum.1,5

Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi

menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak.

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa

mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke.5

Apabila terjadi stenosis atau oklusi pada arteri proksimal yang menuju

ke otak tanpa mendapatkan aliran kolateral sehingga mengakibatkan

penurunan perfusi serebral secara fokal.1

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan

seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya

sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami

kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan,

serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.5

3.1.5. Manifestasi Klinis

Berbagai gejala neurologis dapat ditimbulkan akibat stroke.

Gejala tersebut tidak hanya tergantung pada berat ringannya stroke,

tetapi juga tergantung pada lokalisasinya.8 Stroke menimbulkan

sindroma klinis yang secara umum dibedakan sesuai area sirkulasi

yang terganggu.2

Gejala-gejala akibat stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu

sebagai berikut.7

I. Gejala sentral berupa gangguan psikis, gangguan emosi,

inkontinensia, kesulitan bicara dan menelan, sindrom rasa

nyeri, gangguan penglihatan, dan gangguan pendengaran

22

Page 23: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

II. Gejala ekstremitas berupa gangguan motorik, spastisitas,

nyeri pada ekstremitas, rigiditas, ataksi, klonus,

astreognosis, gangguan sensorik, dan kontraktur

3.1.6. DiagnosisDiagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke,

dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan

radiologis.1,4

1. Penemuan klinis

a. Anamnesis berupa terjadi keluhan/gejala defisit

neurologik yang mendadak tanpa trauma kepala dan

biasanya disertai adanya faktor risiko stroke.

b. Pemeriksaan fisik berupa adanya defisit neurologis

fokal dan ditemukan adanya faktor risiko, seperti

hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, dan

lain-lain atau adanya bising pada auskultasi atau

kelainan pembuluh darah lainnya.

2. Pemeriksaan tambahan/laboratorium

Pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan likuor

serebrospinalis dan pemeriksaan neuroradiologik berupa

Computerized Tomography-scan (CT-Scan), Magnetic

Radiation Imaging (MRI), dan angiografi serebral.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menemukan

faktor risiko, seperti Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit,

laju endap darah, komponen kimia dan gas darah, serta

elektrolit, Dopler, EKG, Ekokardiografi, dan lain-lain.

3. Pemeriksaan berdasarkan skoring dengan Djoenaedi

Stroke Score (1988), Chandra Stroke Score (1989), The

Canadian Neurological Scale (1989) atau Sirijaj Stroke

Score (1991).

23

Page 24: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

3.1.7. Penatalaksanaan

Secara umum, penatalaksanaan stroke bertujuan untuk

memperbaiki keadaan umum mencegah kematian dan komplikasi.

Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia,

penatalaksanaan awal stroke adalah sebagai berikut.1,8

• Bebaskan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat

• Kandung kemih yang penuh dikosongkan

• Penanganan tekanan darah secara khusus

• Koreksi hipoglikemi atau hiperglikemi

• Suhu tubuh dipertahankan normal

• Nutrisi per oral/pipa nasogastrik

• Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Pengobatan secara khusus disesuaikan dengan jenis stroke

yang dialami, yaitu sebagai berikut.1,8

1. Stroke Iskemik / non hemoragik

a. Pengobatan pada penyebabnya

Strategi pengobatan disini dapat difokuskan pada :

- Prevalensi terjadinya trombosis (antikoagulasi,

antitrombotik, antiagregasi platelet)

- Memperbaiki aliran darah ke otak atau perfusi

(pentoxifilin)

- Proteksi neuronal/sitoproteksi (Ca-Channel

Blocker, metabolik aktivator)

b. Pengobatan pada faktor risiko

- Anti hipertensi ( klonodin, captopril dan lain-lain )

- Anti diabetik ( insulin )

- Terapi untuk kelainan jantung ( aspirin, warparin

dan lain-lain )

- Terapi untuk tekanan intrakranial yang meningkat (

manitol )

24

Page 25: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

2. Stroke Hemoragik

a. Pengobatan Konservatif

- Menjamin jalan nafas bebas hambatan

- Pemberian oksigen

- Pemberian cairan, elektrolit dan nutrien

- Pasang kateter untuk monitoring produksi urin

- Pemberian pelunak feses

- Pemberian antiperdarahan (asam traneksamat)

- Bila terjadi edema cerebri diberikan monitol

b. Pengobatan bedah saraf (operatif)

Tujuan operasi

- Pengeluaran bekuan darah

- Penyaluran cairan serebro spinal

- Pembedahan mikro pada pembuluh darah

3.1.8. Prognosis dan Komplikasi

Prognosis umum serangan pertama relatif baik, yaitu 70-80%

akan selamat jiwanya, 90% akan terus hidup dalam 2 tahun, 50% akan

hidup 10 tahun lagi atau lebih lama.8 Sekitar 42-90% penderita dapat

melakukan perawatan diri dan dapat berjalan secara mandiri.1

Newman dalam studinya mencatat pada penderita hemiplegi,

kesembuhan motorik terlihat terdini pada minggu pertama dan paling

terlambat pada minggu ke-7. Sesudah minggu ke-14, kemajuan

neurologis hanya pelan. Waktu rata-rata untuk mencapai 80%

kesembuhan akhir: 6 minggu. Frank H. Krusen memberi kesimpulan

bahwa dengan rehabilitasi yang tepat, 90% dari pasien stroke dapat

berjalan kembali, 70% dapat mandiri dan 30% dari usia kerja dapat

kembali ke pekerjaan semula.7

Prognosis fungsional tergantung pada hal-hal sebagai

berikut.1,2

25

Page 26: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

a. Luas dan lokasi lesi neuroanatomis (kerusakan otak)

b. Penyebab dan sumber lesi

c. Derajat kesadaran

d. Usia

e. Penyakit / kondisi penyulit

f. Komplikasi

g. Penanganan

h. Motivasi penderita

i. Dukungan keluarga

j. Sarana dan tenaga profesional yang tersedia

Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.1

1.Dapat dicegah, seperti subluksasi sendi bahu, kontraktur, kerusakan

saraf perifer, fraktur, osifikasi heterotopik, aspirasi dan pneumonia,

trombosis vena dalam dan emboli pulmonal, ulkus dekubitus dan

gangguan psikososial.

2.Tak dapat dicegah berupa spastisitas, gangguan kandung kemih,

gangguan bowel, sindrom otak organik, kejang, dehidrasi dan

malnutrisi serta problem baru yang berhubungan dengan umur.

3.2. Rehabilitasi Medik

Rehabilitasi menurut WHO adalah semua tindakan yang ditujukan

untuk mengurangi dampak disabilitas/handicap agar memungkinkan

penyandang cacat dapat berintegrasi dengan masyarakat. Rehabilitasi medik

adaah proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mengembangkan

kemampuan fungsional fisik dan psikologis dan kalau perlu

mengembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.1

Rehabilitasi dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang terdiri dari

dokter rehabilitasi medis, fisioterapis, terapis okupasi, perawat rehabilitasi,

pekerja sosial medis, terapis wicara, psikolog, ortotis prostetis, dan lain-

lain. Tim rehabilitasi akan menjadi sangat efektif apabila upaya-upaya

tersebut di koordinasikan dan diadakan pertemuan secara berkala untuk

26

Page 27: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

membahas mengenai kemajuan dan kendala tiap pasien serta ditunjang oleh

adanya interaksi yang baik antara penderita dan keluarganya dengan

personil medik.1

Ukuran keberhasilan penanganan adalah bukan berdasarkan

banyaknya jiwa penderita yang tertolong, tetapi berapa banyak penderita

yang dapat kembali berfungsi lagi di masyarakat. Urutan-urutan dari yang

paling berhasil sampai yang paling buruk adalah sebagai berikut.1

1. Dapat berdikari dalam merawat dirinya sendiri

2. Mampu mencari nafkah serta dapat berekreasi, seperti sebelum

sakit tanpa memerlukan alat bantu.

3. Seperti nomor 2, tetapi memerlukan alat bantu

4. Dapat ambulasi dan merawat dirinya dengan atau tanpa alat

bantu

5. Untuk ambulasi memerlukan kursi roda dan bantuan untuk

merawat dirinya

6. Hanya bergantung di tempat tidur

3.2.1. Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke

Manfaat rehabilitasi pada penderita stroke bukan untuk

mengubah defisit neurologis melainkan menolong penderita untuk

mencapai fungsi kemandirian semaksimal mungkin dalam konteks

lingkungannya. Jadi tujuannya adalah lebih ke arah meningkatkan

kemampuan fungsional daripada memperbaiki defisit neurologis atau

mengusahakan agar penderita dapat memanfaatkan kemampuan

sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial

ekonomi dengan baik.9

Program rehabilitasi bagi penderita stroke dapat dimulai

sedini mungkin. Kriteria dapat dimulainya program rehabilitasi

adalah pasien sudah dalam keadaan stabil. Hal ini berarti diagnosis

sudah ditegakkan, terapi sudah dimulai, dan pasien sudah tidak

dalam resiko tinggi dekompensasi jantung/paru.2

27

Page 28: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Secara umum, penatalaksanaan rehabilitasi penderita stroke

sudah bisa dimulai pada hari pertama atau kedua setelah serangan

stroke dengan tujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut tetapi

penatalaksanaan yang khusus dapta diberikan pada saat penderita

setelah stabil (tidak ada kelainan defisit neurologis yang progresif

dalam 48 jam).7

Syarat rehabilitasi secara khusus adalah sebagai berikut.1

1. Mempunyai derajat kesadaran yang baik

2. Mengerti perintah-perintah/petunjuk yang sederhana

3. Dapat mengingat dan menerangkan kembali apa yang

dipelajari kemarin

Lama program yang direncanakan tergantung dari faktor-

faktor yang mempengaruhi. Pada fase awal pengobatan dan

perawatan ditujukan untuk meenyelamatkan jiwa dan mencegah

komplikasi, segera setelah keadaan umum memungkinkan,

rehabilitasi dimulai biasanya pada hari 2-3. Untuk stroke akibat

perdarahaan biasanya setelah hari ke-14, sedangkan fase lanjutan

bertujuan untuk untuk mencapai kemandirian fungsional dalam

mobilisasi dan aktivitas sehari-hari (Activity of Daily Living-ADL).7

Karakteristik program rehabilitasi penderita stroke menurut

Golberg adalah sebagai berikut.1

1. Mencegah komplikasi

2. Mencegah kekambuhan stroke (progresivitas)

3. Mengidentifikasi defisit fungsional dan kemampuan

4. Memperbaiki fungsional fisik melalui conditioning

exercise

5. Meningkatan kemajuan fungsional melalui training yang

ditujukan pada AKS (mobilisasi, perawatan diri, kognisi

dan komunikasi)

28

Page 29: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

6. Menilai kebutuhan yang diperlukan untuk mobilitas dan

AKS serta memberikan persiapan ortosis dan alat bantu

yang spesifik

7. Menilai dan memberikan dukungan terhadap penderita

dan keluarga dalam proses sosialisasi

8. Mengidentifikasi dan menangani gangguan afektif dan

memberikan konseling dan dukungan kepada penderita

9. Mencegah komplikasi melaui evaluasi dan penanganan

terhadap seluruh kondisi medik yang berkaitan

10. Mengidentifikasi dan memberikan kemudahan dalam hal

aktivitas rekreasional mencakup : aktivitas waktu luang

dan hobi

11. Mengembalikan penderita ke keadaan mandiri termasuk

ke pekerjaan yang menguntungkan

3.2.2. Evaluasi Penderita Stroke dari Segi Rehabilitasi Medik

Evaluasi rehabilitasi medik yang dilakukan oleh tim berbeda dengan

evaluasi medik umum bagi penderita. Tujuan evaluasi rehabilitasi medik

adalah untuk tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk

menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dgn sasaran tersebut.

Pemeriksaan ini meliputi 4 bidang evaluasi, yaitu sebagai berikut.7,9

1. Evaluasi neuromuskuloskeletal:

Evaluasi ini harus mencakup evaluasi neurologik secara umum

dg perhatian khusus terhadap kemampuan terhadap komunikasi

fungsi cerebral dan cerebellar, sensasi dan penglihatan (terutama

visus dan lapangan penglihatan). Evaluasi sistem motorik

meliputi pemeriksaan luas gerak sendi (ROM), tonus otot dan

kekuatan otot.

2. Evaluasi medik umum

Banyak penderita stroke adalah mereka yang berusia lanjut dan

mungkin mempunyai problem medik sebelumnya. Evaluasi

29

Page 30: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

tentang sistem kardiovaskular, sistem pernafasan serta sistem

saluran kencing dan genital adalah penting. Diperkirakan 12%

penderita stroke disertai dengan penyakit jantung simptomatik.

Bila terdapat hipertensi dan diabetes mellitus, kontrol yang baik

adalah sangat perlu

3. Evaluasi fungsional

Kemampuan fungsional yang dievaluasi meliputi aktivitas

kegiatan hidup sehari-hari (ADL): makan, mencuci, berpakaian,

kebersihan diri, transfer dan ambulasi. Untuk setiap jenis

aktivitas tersebut, ditentukan derajat kemandirian atas

ketergantungan penderita, juga kebutuhan alat bantu.

Derajat kemandirian tersebut adalah sebagai berikut.6

a. Mandiri (independent)

Penderita dapat melaksanakan aktivitas tanpa bantuan, baik

berupa instruksi (lisan) maupun bantuan fisik.

b. Perlu supervisi

Penderita mungkin memerlukan bantuan instruksi lisan atau

bantuan seorang pendamping untuk mewujudkan aktivitas

fungsional.

c. Perlu bantuan

Penderita memerlukan bantuan untuk mewujudkan aktivitas

fungsional tertentu, yang bisa berderajat minimal (ringan),

sedang atau maksimal.

d. Tergantung (dependent)

Penderita tidak dapat melaksanakan aktivitas meskipun dengan

bantuan alat dan semua aktivitas harus dilakukan dengan

bantuan orang lain.

4. Evaluasi psikososial dan vokasional

Evaluasi psikososial dan vokasional adalah perlu oleh karena

rehabilitasi medik tergantung tidak hanya pada fungsi cerebral

intrinsik, tetapi juga tergantung faktor psikologik, misal

30

Page 31: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

motivasi penderita. Vokasional dan aktivitas rekreasi, hubungan

dengan keluarga, sumber daya ekonomi dan sumber daya

lingkungan juga harus dievaluasi. Evaluasi psikososial dapat

dilakukan dengan menyuruh penderita mengerjakan suatu hal

yang sederhana yg dapat dipakai untuk penilaian tentang

kemampuan mengeluarkan pendapat, kemampuan daya ingat,

daya pikir dan orientasi

3.3.3. Program Rehabilitasi Medik pada Pasien Stroke

Program rehabilitasi medik dapat dimulai sedini mungkin. Pada

progressing stroke, lebih aman menunggu sampai mencapai completed stroke

baru dimulai program latihan, meskipun pasif. Jika Gangguan Pembuluh

Darah Otak (GPDO) berasal dari aliran sistem karotis, tunggu sampai 18-24

jam. Jika tidak ada gejala neurologik berarti telah komplit, sedangkan GPDO

dari sistem vertebrobasiler diperlukan observasi selama 72 jam. GPDO

karena trombosis dan emboli tanpa komplikasi, mobilisasi dapat dimulai 2-3

hari setelah onset. GPDO karena trombosis/emboli pada penderita infark

miokardial tanpa komplikasi dimulai setelah 3 minggu. Jika stabil, tidak ada

aritmia, mobilisasi hati-hati dimulai pada hari ke 10.6

Swenson menyebutkan lama program rehabilitasi medik direncanakan

6-12 minggu (rata-rata 8 minggu) sebagai waktu yang diperlukan penderita

rawat tinggal sebelum diperbolehkan pulang. Pada kasus ringan, program

rehabilitasi medik dilakukan selama 1-2 minggu. Lama waktu keseluruhan

program rehabilitasi pada umumnya 6-12 bulan.6,9

3.3.1 Fase Awal

Pada fase awal mungkin kesadaran penderita masih menurun,

pemeriksaan-pemeriksaan masih banyak dilakukan dan penderita masih

diinfus. Pengobatan dan perawatan pada fase ini ditujukan untuk

menyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi. Segera setelah keadaan

31

Page 32: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

umum memungkinkan rehabilitasi dimulai, biasanya pada hari ke 2-3. Untuk

stroke akibat perdarahan biasanya setelah hari ke-14.6,9

Pekerja sosial medik dapat mulai bekerja dengan wawancara keluarga

penderita, mencari keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial ekonomi

dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. Selain itu, seseorang

fisioterapis mengatur posisi penderita sejak dini dengan tujuan mencegah

dekubitus, kontraktur sendi, nyeri bahu, pneumonia ortostatik, juga

bermanfaat untuk melawan dominasi synergictic pattern dan memudahkan

nursing care. Posisi ini terdiri dari :6,9

a. Posisi baring terlentang

Ekstremitas atas diletakkan di atas bantal sehingga bahu sedikit

abduksi dan ke depan, siku dalam ekstensi lengan dalam rotasi

keluar, pergelangan tangan dan tangan dalam ekstensi. Ekstremitas

bawah, sendi paha agak ekstensi dengan meletakkan bantal di bawah

paha dan sendi paha, lutut dalam fleksi, tungkai atas dalam internal

rotasi ringan.6,9

b. Posisi miring pada bagian yang sehat

c. Posisi miring pada bagian yang sakit

32

Page 33: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Perhatikan posisi ekstremitas atas. Bahu yang sakit jangan sampai

tertindih ke belakang, tetapi dalam posisi ke depan.6,9

d. Posisi bridging

Penderita diubah posisinya setiap 2 jam untuk mencegah terjadinya

ulkus dekubitus, kemudian diberikan latihan luas gerak sendi

(ROM).6,9

Pada ekstremitas yang sakit, dilakukan latihan luas gerak sendi

sepenuh gerakan secara pasif. Perhatian khusus ditujukan tehadap sendi

bahu, tangan dan pergelangan kaki. Latihan luas gerak sendi membantu

mencegah kekakuan sendi, yang dapat menghambat fungsi bila

pemulihan neurologik terjadi. Begitu penderita sadar penanganan

masalah emosional dimulai. Setelah tahu ada gangguan fungsi gerak

pada dirinya penderita biasanya menjadi sangat kecewa, emosi labil,

ketakutan, dan frustasi dapat terjadi.6,9

33

Page 34: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

3.3.2. Fase Lanjutan

Penekanan fase lanjutan adalah untuk mencapai kemandirian

fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas hidup sehari-hari (ADL).

Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil.

Aktivitas mobilisasi mulai dengan aktivitas di tempat tidur, berlanjut ke

duduk, berdiri dan ambulasi. Perhatian selama fase ini ditujukan untuk

memelihara ROM dan meningkat dari latihan ROM secara pasif ke

aktif.6,9

Latihan penguatan otot dilakukan pada sisi yang sehat maupun

yang sakit, terutama untuk otot-otot yang dipakai untuk transfer dan

ambulasi. Latihan penguatan otot ini dimulai dari latihan secara aktif-

assistif sampai kemudian progresif-resistif, bila kekuatan telah pulih

kembali. Latihan koordinasi dan keseimbangan juga diperlukan.9

3.4. Jenis Rehabilitasi Medik

3.4.1 Mobilisasi

Mobilisasi meliputi program latihan posisi tegak secara bertahap

mulai dari duduk sampai berdiri dan akhirnya mobilisasi. Mobilisasi

dini untuk mencegah terjadinya “orthostatic postural hypotension”.6

3.4.2 Latihan duduk

Tahap pertama latihan duduk dilakukan secara pasif. Jika

penderita sebelumnya diimobilisasi 2 minggu atau lebih untuk adaptasi

kardiovaskular perlu latihan dengan tilt-table. Latihan duduk dimulai

dengan mendudukkan penderita selama 5-10 menit, monitor tanda-

tanda vital. Lama waktu duduk (toleransi) dapat dinaikkan. Latihan

dilakukan minimal 2 kali sehari tiap pagi dan sore. Toleransi dianggap

baik jika dapat bertahan lebih dari 30 menit. Latihan aktif dimulai

setelah toleransi baik.6,9

34

Page 35: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Posisi duduk dipinggir tempat tidur ditingkatkan keduduk di

kursiroda. Bila toleransi terhadap posisi duduk telah tercapai, suatu

program latihan transfer pada posisi berdiri dan latihan toleransi pada

posisi berdiri dimulai. Penderita dengan hemiparese biasanya dilatih

transfer pada posisi berdiri dengan mempergunakan tungkai yang sehat

untuk menahan berat badan serta mempergunakan lengan yang sehat

untuk mendorong badan ke atas sampai dapat berdiri tegak. Untuk

menyelesaikan transfer ini, penderita bertumpu pada kaki yang sehat,

lalu memindahkan lengan yang sehat ke sandaran tangan kursi roda dan

kemudian merendahkan tubuh sampai duduk di kursi roda. Transfer

harus selalu dilakukan dengan meletakkan kursi roda pada sisi yang

sehat dari tubuh (lihat gambar).6,9

35

Page 36: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

36

Page 37: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Bersamaan dengan prosedur transfer dimulai, program latihan

berdiri dan ambulasi juga dimulai. Awalnya bantuan dari terapis

diperlukan untuk membantu penderita berdiri di antara paralel bar,

kemudian dimulai latihan keseimbangan dan toleransi berdiri. Jika

dianggap perlu dapat memakai knee back slab, yaitu semacam posterior

splint untuk menstabilkan lutut yang sakit dalam posisi ekstensi.6,9

Latihan ini termasuk stand-up exercise berguna untuk penguatan

tungkai yang sehat sehingga kuat mengangkat tubuh juga merangsang

kembalinya refleks serta fungsi motorik tungkai yang sakit dan juga

menguatkan tungkai yang sehat. Mulai dengan kursi tinggi, tiap kali

latihan 10 kali stand-up, kemudian kursi direndahkan 1 atau 2 inci

sampai setinggi kursi umum.6,9

Seterusnya penderita dilatih berjalan diantara paralel bar,

pertama dengan bantuan selanjutnya tanpa bantuan. Tahap berikutnya

penderita dilatih jalan di luar paralel bar, bila perlu dengan bantuan

tongkat yang bisa berupa tongkat kaki 4, kaki 3, atau kaki tunggal,

untuk diteruskan dengan jalan tanpa alat bantu bila telah ada kemajuan.

Penderita juga dilatih untuk menaiki tangga rumah. Pertama kali

penderita menaiki tangga rumah setapak demi setapak untuk tiap

tingkat Pada waktu naik tungkai sehat melangkah lebih dulu, sewaktu

turun tungkai sakit terlebih dulu.9

Untuk membantu program ambulasi, diperlukan alat bantu

sebagai berikut.9

a. Brace

Untuk kasus foot drop, dapat digunakan short leg brace

dengan 90 post, sedangkan long leg brace dilakukan untuk

menghentikan recurvatum genue.

b. Sepatu untuk menambah stabilitasi pergelangan kaki

Pada sepatu pasien, dilakukan pemberian tumit lebar atau

penambahan pada sole sebelah samping.

37

Page 38: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

c. Sling

Sling dipasangkan pada ekstremitas atas yang mengalami

paralisis berat untuk mengurangi tarikan pada bahu dan

mencegah terjadinya sindroma nyeri bahu. Sling juga akan

mencegah efek ekstremitas atas yang nonfungsional

terhadap keseimbangan penderita waktu jalan.

d. Kursi roda

Jika tim rehabilitasi memutuskan bahwa kemampuan

berjalannya memang sudah tidak dapat mencapai tingkat

yang fungsional, pilihan terakhir adalah kursi roda.

3.4.3. Aktivitas Kehidupan Sehari-Hari (Activity Of Daily Living/ADL)

Sebagian besar penderita dapat mencapai kemandirian dalam

ADL, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas atas

yang terkena belum tentu baik. Dengan peralatan bantu yang telah

disesuaikan, aktivitas ADL dengan menggunakan satu tangan secara

mandiri dapat dikerjakan. ADL ini meliputi makan, minum, personal

hygiene, berpakaian, serta aktivitas tambahan seperti membuka pintu,

memegang buku bacaan, menelepon dan lain-lain.6,9

Kemandirian dalam makan dapat dipermudah dengan pemakaian

alat-alat yang telah disesuaikan, misalnya sendok/garpu dengan

pegangan yang besar, sedotan untuk minum. Pemasangan batang

pegangan pada dinding kamar mandi dan kamar kecil akan menambah

kemadirian sewaktu mandi, sedangkan pakaian yang lebih longgar,

dengan kancing di depan, dikombinasikan dengan teknik mengenakan

pakaian dengan memasukkan sisi yang sakit lebih dulu ke lengan

kemeja, celana panjang/pendek maupun pakaian dalam akan menambah

kemandirian dalam berpakaian.6,9

38

Page 39: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

3.4.4. Gangguan Bicara Atau Komunikasi

Pelaksanaan terapi dilakukan oleh tim medik dan keluarga dan

umumnya memerlukan waktu 3 bulan. Gangguan bicara atau

komunikasi ditangani oleh speech therapist dengan cara sebagai

berikut.6,9

1. Latihan pernafasan (pre-speech training) berupa latihan nafas,

menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.

2. Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan

mengucapkan kata-kata. Untuk afasia motorik, contoh gerakan

dan instruksi secara tertulis, sedangkan untuk afasia sensorik,

rangsangan suara lebih ditekankan, bicara perlahan-lahan serta

jelas.

3. Latihan bagi penderita disartri lebih ditekankan ke artikulasi

dan pengucapan kata-kata.

Sekitar 40% penderita stroke dengan kelumpuhan sebelah kanan

akan terdapat gangguan bahasa. Kelainan ini bersifat sementara dan

menetap. Bila fungsi gerak mengalami peningkatan biasanya fungsi

bahasa juga, walaupun tidak pasti sejalan. 6,9

3.4.5. Faktor Psikologi

Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan

melampaui suatu serial fase psikologi. Semua anggota tim harus

mengetahui fenomena ini serta harus memberikan dukungan dan

dorongan semangat bagi penderita.6

Fase-fase psikologis tersebut adalah sebagai berikut.9

1. Fase shock

• Waktu : segera setelah serangan

• Gejala : panik, cemas, putus asa

• Program : memberi keyakinan dan dukungan

semangat, konsultasi dengan keluarga.

2. Fase penolakan

39

Page 40: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

•Waktu : fase akut

• Gejala : agak panik

• Program : dorongan semangat bagi penderita untuk

melakukan aktivitas yang dapat dikerjakan, pemberian

“hadiah” atas usaha yang dapat dikerjakan

3. Fase penyesuaian

•Waktu : fase pemulihan awal

• Gejala : cemas, rasa kepahitan hidup, depresi

• Program : secara bertahap memberikan aktivitas baru

yang bersifat tantangan

4. Fase penerimaan

•Waktu : fase pemulihan lanjut

• Gejala : kenaikkan terhadap gairah hidup

• Program : “paksa” penderita untuk mencapai sasaran

yang telah ditetapkan

Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat,

sedang sebagian lagi mengalaminya secara lambat, berhenti pada salah

satu fase atau bahkan kembali ke fase yang sudah lewat. Rehabilitasi

memerlukan pendidikan dan motivasi. Penderita harus berada pada fase

psikologi yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.6

3.5. Pemulihan Penderita Stroke

Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam

maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka

kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu. Saat dimulainya

pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya : 1-4

minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu fungsi tangan belum

kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.6

Pemulihan penderita stroke dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai

berikut.1

1. Pemulihan Neurologis

40

Page 41: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Pemulihan neurologis tergantung mekanisme stroke dan

lokasi lesi. Pemulihan neurologis secara spontan umumnya terjadi

pada bulan ke 3- 6 setelah serangan stroke. Pada pemulihan

neurologis akan terjadi proses sebagi berikut:resolusi terhadap

udema lokal, rosorpsi toksin secara lokal, perbaikan sirkulasi lokal

dan perbaikan secara parsial neuron yang rusak.

2. Pemulihan Fungsional

Perbaikan fungsi motorik biasanya terjadi setelah stroke.

Dan akan menjadi komplit setelah 3-6 bulan setelah serangan

stroke. Pemulihan ini akan terjadi secara kontinue setiap bulan dan

setiap tahun, tergantung dimana penderita ditempatkan dan berapa

banyak latihan serta motivasi yang didapatkan dari lingkungan.

Pada suatu studi pernah dilaporkan bahwa pemulihan extremitas

bawah lebih dini dibandingkan extremitas atas. Kebanyakan

program rehabilitasi stroke dapat diselesaikan oleh penderita

sebelum akhir hari ke-40 setalah serangan stroke. Untuk menilai

untung ruginya rehabilitasi stroke juga perlu dipikirkan bukan

hanya keuntungan secara finansial tetapi semua keuntungan

termasuk dalam memperbaiki kualitas hidup.

Beberapa instrumen yang sering dipaki untuk menilai kemampuan

fungsional pada penderita stroke adalah sebagai berikut. 1,6,9

1. Secara Umum

a. Indeks Barthel

Indeks Barthel merupakan indeks kemandirian yang

sederhana untuk menilai kemampuan fungsional penderita

dengan gangguan neuromuskuler atau muskuloskeletal dan

merupakan instrumen yang paling populer dan paling banyak

digunakan untuk mengukur kemampuan fungsional penderita

stroke dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Untuk penampilan berjalan telah dipakai sub skor indeks

41

Page 42: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

barthel denganskla 3 poin, yaitu tidak dapat berjalan, berjalan

dengan bantuan dan berjalan secara independen.1,6

Indeks Barthel terdiri dari 10 item meliputi sebagai

berikut.1

b. Functional Independence Measure (FIM)

Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas

seseorang dan untuk menilai kemajuan perkembangaan penderita

yang mendapat program rehabilitasi. Penilaian pada penderita FIM

dilakukan pada 6 kategori fungsi dan terdiri dari 18 item. Setiap

item dinilai ketergantungannya dengan menggunakan skala 1 s/d

7.9

1. Independence

7 : independen komlit

6 : modified independence penderita memaki alat

bantu

2. Modified Independence

5 : supervisi

4 : bantuan minimal (upaya obyek untuk aktivitas >

75 %)

42

Page 43: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

3 : bantuan sedang (subyek 25-75 %)

3. Complited dependence

2 : bantuan maksimal (subyek: 25-50%)

1 : bantuan toatal (subyek 0-25 %)

Keenam kategori fungsi terdiri dari poin-poin sebagai berikut.9

1. Perawatan diri:

- Nilai maksimal 42 poin (6 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi,

memakai baju bagian atas ,memakai baju bagian bawah dan

pergi ke toilet

2. Kontrol sfingter

- Nilai maksimal 14 point (2 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah manajment kandung kencing

dan usus

3. Mobilitas

- Nilai maksimal 21 point ( 3 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk

BAB dan BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat

tidur, kursi dan kursi roda.

4. Lokomotorik

- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah berjalan/kursi roda, naik/turun

tangga

5. Komunikasi

- Nilai maksimal 14 point ( 2 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah komprehensi/ dapat

memahami ekspresi

6. Social cognition

- Nilai maksimal 21 point (3 aktivitas)

- Aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, intereaksi

sosial dan memori.

43

Page 44: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

c. PULSES Profile

PULSES profile dirancang untuk mengevaluasi fungsional

pada penderita penyakit kronis dan orang tua termasuk stroke.

Profile ini umumnya digunakan untuk memprediksi rehabilitasi

yang potensial, untuk mengevaluasi perkembangan penderita dan

untuk membantu dalam perencanaan program.6,9

PULSES merupakan akronim yang dibentuk dari huruf-

huruf awal subseksi instrumen. Subseksi-subseksi ini didesain

untuk mengukur :1

1. Physical condition (kondisi fisik)

2. Upper Extremity (kemampuan untuk menggunakan

ekstremitas atas)

3. Lower Extremity (kemampuan untuk menggunakan

ekstremitas bawah)

4. Sensory Performance (komponen sensorik yang

berhubungan dengan komunikasi, yaitu bicara,

pendengaran dan penglihatan)

5. Excretory performance (kemampuan untuk mengontrol

BAB dan BAK)

6. Social and mental status (status sosial dan status

mental)

Dalam setiap subseksi, nilainya antara 1 s/d 4 (dari normal

sampai abnormal berat yang mengakibatkan ketergantungan),

PULSES profile merupakan instrumen untuk mengukur

kemampuan fungsional dan telah banyak digunakan secara luas di

pusat-pusat rehabilitasi di Amerika.1

PULSES profile lebih berguna untuk mendeteksi

perubahan-perubahan sebelum meninggalkan rumah sakit (KRS)

dan sangat efektif pada perubahan substansial pada status

fungsional pada penderita stroke atau cedera medula spinalis.1

2. Secara Khusus

44

Page 45: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

Fungsional Ambulation Category (FAC) adalah alat ukur

yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan gait penderita

seperti penderita pasca stroke, palsi serebralis dan pasca trauma

medula spinalis. Tes tersebut meliputi 6 level terhadap dukungan

personel yang diperlukan untuk gait tetapi tidak mencatat apakah

alat bantu digunakan atau tidak.1,9

Level 0 menggambarkan seorang penderita tidak mampu

berjalan atau memerlukan bantuan dua orang atau lebih.

Level 1 menggambarkan seorang penderita memerlukan

sokongan yang kontinyu dari satu orang untuk membantu

mengangkat berat dan keseimbangannya.

Level 2 menggambarkan seorang penderita tergantung

pada sokongan yang kontinyu atau intermiten terhadap

satu orang untuk membantu keseimbangan atau

koordinasi.

Level 3 menggambarkan penderita hanya memerlukan

supervisi verbal.

Level 4 menggambarkan bantuan diperlukan pada tangga

dan permukaan yang tidak rata

Level 5 menggambarkan seorang penderita yang dapat

berjalan secara independen di mana saja

45

Page 46: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

BAB IV

ANALISIS KASUS

Ny. SS, 55 tahun, penderita datang dengan keluhan utama kelemahan sisi

tubuh sebelah kiri. Sejak ± 1 hari SMRS saat sedang aktivitas tiba – tiba penderita

mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri, saat serangan sakit kepala (-), mual (-),

muntah (-), kejang (-), penurunan kesadaran (-), mulut mengot (+), bicara pelo

(+). Riwayat hipertensi (+) sejak tahun 2011, tidak kontrol teratur. Riwayat DM

(+) sejak tahun 2008, minum obat teratur. Riwayat stroke (+) tahun 2011.

Penderita mengalami penyakit seperti ini untuk kedua kalinya.

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis (GCS 15), tekanan darah 140/80 mmHg, nadi

92x/menit, pernapasan 22x/menit, suhu 36,7oC. Pada pemeriksaan neurologi,

ditemukan plica nasolabialis kiri datar dan sudut mulut kiri tertinggal pada

pemeriksaan nervus craniales VII (N. Facialis), serta didapatkan juga adanya

disartria pada pemeriksaan nervus craniales XII (N. Hypoglossus). Selain itu,

pada pemeriksaan motorik, pada ekstremitas sinistra terdapatnya gerakan kurang

aktif, kekuatan 3, tonus meningkat, dan refleks fisiologis pada lengan dan tungkai

kiri juga meningkat. Sedangkan pada ekstremitas bagian dekstra masih dalam

batas normal. Pada pemeriksaan gait dan keseimbangan juga ditemukan pasien

sulit untuk menjaga keseimbangannya pada saat berdiri atau duduk. Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan LED, peningkatan gula darah

sewaktu, peningkatan kolesterol, pada hasil CT Scan kepala kesan lacunar infark.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan/gejala

berupa defisit neurologis tubuh bagian kiri, disatria, plica nasolabialis kiri datar,

serta sudut mulut kiri tertinggal disertai faktor risiko terjadinya stroke pada

penderita yaitu usia tua, hipertensi tak terkontrol, adanya riwayat diabetes melitus.

Selain itu didapatkan pula riwayat stroke pada tahun 2011. Kemudian dilakukan

pemeriksaan penunjang berupa CT scan untuk memperkuat diagnosa, didapatkan

infark pada daerah lakunar. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

46

Page 47: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

penunjang, pasien ini didiagnosa “slight hemiparese sinistra tipe spastik dengan

parese N. VII dan XII sinistra tipe sentral e.c thrombosis cerebri disertai DM tipe

2 uncontrolled”.

Berdasarkan tipe stroke, penderita dapat dikategorikan sebagai stroke non-

hemorragik dengan faktor risiko usia tua, hipertensi tidak terkontrol, penyakit

diabetes melitus serta adanya riwayat stroke. Pada penderita juga ditemukan

adanya manifestasi berupa kelumpuhan anggota gerak dan kelumpuhan wajah

sebelah kiri, disertai disatria tanpa disertai mual muntah, ganguan penglihatan

ataupun penurunan kesadaran.

Penderita hemiparese aktivitas sehari-harinya telah berkurang yang

disebabkan oleh kelumpuhan separuh badan, untuk ini penderita kesulitan

melakukan activity daily living (ADL). Keadaan ini akan mengubah pola

keserasian hidup dari penderita dan keluarga penderita, karena penderita akan

banyak tergantung pada orang lain. Program rehabilitasi pada penderita

hemiparese sangat penting. Beberapa program rehabilitasi medik pada penderita

hemiparese telah dikemukakan oleh berbagai penemunya, masing-masing dengan

dasar teori yang berbeda yaitu ada dua bagian:

1. Rehabilitasi kompensatori

Suatu program latihan rehabilitasi dimana pengobatan/latihannya lebih

ditekankan kepada pengambilan alih fungsi anggota yang lumpuh oleh

anggota gerak yang sehat.Latihan ini berfungsi untuk penguatan otot-otot dan

mempertahankan luas gerak sendi pada sisi yang lumpuh. Kelemahan sistem

ini adalah mengabaikan potensi-potensi yang ada pada sisi yang lumpuh serta

spastisitas menjadi lebih kuat disebabkan “reaksi ikutan” yang ditimbulkan

oleh sisi unilateral yang sehat.

2. Rehabilitasi developmental

Yaitu rehabilitasi pengembangan yang memusatkan perhatian kepada

perkembangan potensi fungsional di sisi yang lumpuh sejak dini dan masa

akut. Dengan cara Neuromuskular Facilitation Exercise, misalnya metode

Bobath, Rood dan Proprioseptive Neuromuscular Facilitation. Pada penderita

dengan hemiparese timbul refleks postural abnormal (reflek primitif) yang

47

Page 48: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

menyebabkan timbulnya koordinasi dan tonus yang abnormal, hilangnya

keseimbangan pada sisi yang lumpuh, timbulnya gangguan motorik yang

menghambat gerakan, timbulnya spastisitas otot dan hilangnya gerakan bebas.

Program rehabilitasi medik penderita hemiparese sebaiknya dimulai sedini

mungkin. Latihan ini adalah berupa latihan aktif pasif, latihan sendi dan

positioning, bridging dan rolling. Tujuan dari latihan ini adalah mencegah

spastisitas terutama posisi pasien yaitu posisi antispastik. Penanganan mutakhir

spastisitas meliputi perawatan yang baik dan modalitas fisik. Modalitas fisik

terdiri dari latihan terapeutik, terapi dingin, terapi panas, stimulasi listrik, bio

feedback, vibrasi, peregangan yang dipertahankan, traksi, tekanan, inverse,

goyangan ringan, penyangga berat badan, mobilitas sendi, massage, laser,

akupuntur, splinting, dan casting.

Program rehabilitasi medik pada penderita ini meliputi fisioterapi yakni

sinar infra red (IRR). Infra Red Radiation (IRR) dilakukan karena terapi panas

memiliki efek fisiologis berupa memperbaiki sirkulasi arteri dan vena,

meningkatkan metabolisme, memperbaiki nutrisi jaringan, mengurangi spasme

otot, menghilangkan rasa sakit, meningkatkan difusi jaringan, meningkatkan

ekstensibilitas tendon, mengurangi aktifitas aferen fusimotor serta meningkatkan

elastisitas jaringan yang mana semua efek tersebut baik untuk pemulihan pada

pasien ini. IRR dilakukan agar terjadi perbaikan aliran darah ke perifer (otot) serta

dapat mencetuskan stimulasi listrik. Kemudian dilakukan terapi latihan berupa

ROM exercise aktif dan pasif strengthening exercise otot yang lemah, tujuannya

adalah agar gerakan pada persendian baik secara aktif, mengurangi spastisitas

sehingga memungkinkan gerakan yang normal, dan memperkuat otot yang lemah

serta latihan Bobath untuk melatih postural yang normal dan keseimbangan.

Penderita juga diberikan terapi okupasi berupa ADL exercise yaitu latihan

keseimbangan yang dimulai dengan keseimbangan saat duduk, berdiri, dan saat

berjalan. Saat pasien sudah dapat berjalan dengan seimbang, penderita

diperkenalkan dengan program ADL, seperti latihan mobilisasi (latihan berpindah

tempat dari tempat tidur menuju ke kursi), latihan fungsi tangan untuk gerakan

48

Page 49: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

motorik halus dan koordinasi (latihan tata cara makan, memakai baju, dll), terapi

wicara diberikan untuk mengatasi distaria dengan melatih artikulasi penderita

dalam mengucapkan kata-kata. Pemberian edukasi pada penderita juga diperlukan

yaitu dengan memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat

dan berlatih secara teratur, memberikan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan

rumah agar sesuai dengan keamaan pasien saat ini untuk membantu pasien

menjalani aktivitas sehari-hari. Terapi Medika mentosa yang diberikan sesuai

dengan perawatan di Bagian Neurologi yaitu Aspilet 2 x 80 mg tab, Inj. Ranitidin

2 x 1, Captopril 3 x 25 mg, Vit B1B6B12 3 x 1 tab, Metformin 3 x 500 mg.

Prognosis pada pasien ini untuk quo at vitam adalah dubia ad bonam

karena pada hemiparese tungkai dan lengan kiri akibat trombosis serebri ini belum

terjadi perdarahan serebri sehingga harapan pasien untuk hidup lebih baik,

sedangkan quo at functionam adalah dubia ad bonam karena hal ini dipengaruhi

oleh gaya dan kualitas hidup pasien serta rutin tidaknya pasien dalam melakukan

terapi rehabilitasi medik. Bila terapi rehabilitasi medik yang bertujuan untuk

mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami parese dilakukan rutin dan teratur

maka prognosis akan menjadi lebih baik meskipun akan memerlukan waktu yang

lebih lama.

Untuk evaluasi dari perkembangan klinis dan fungsional digunakan indeks

Barthel. Indeks ini akan dinilai tiap minggu ataupun tiap bulan sehingga

diharapkan perkembangan klinis dan fungsional dari pasien dapat dipantau secara

kuantitatif. Hasil indeks Barthel pada pasien ini adalah 60, yaitu ketergantungan

berat. Untuk itu, diharapkan setelah terapi dilaksanakan, skor dari indeks Barthel

penderita dapat meningkat.

No. Keterangan Nilai

1. Makan 52. Transfer bed/kursi 103. Grooming (personal toilet) 04. Toiletting 55. Mandi 06. Berjalan di tempat datar 107. Naik dan turun tangga 58. Berpakaian 5

49

Page 50: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

9. Kontrol BAB 1010. Kontrol BAK 10

50

Page 51: Case Rehabilitasi Cerebral Palsy

DAFTAR PUSTAKA

1. Widagda, IM. Penilaian Tingkat Ambulasi Penderita Hemiparesis Pascastroke dengan Functional Ambulation Category (FAC) bagi yang Mendapat ProgramRehabilitasi Medik di RS dr. Kariadi Semarang. Laporan Penelitian. ProgramStudi Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Diponegoro. Semarang. 2002;3-26.

2. Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Tatalaksana  Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Pada Stroke Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia.Jakarta. 2010; 1-21

3. Bamford J, Sandercock P, Dennis M, Burn J, Warlow C.Classification and natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction .Lancet. 2008; 1-5.12.

4. Karema Winny. Diagnosis dan Klasifikasi Stroke. Simposium Stroke Up Date2001. Bagian SMF Saraf Fakultas Kedokteran Universitas SamRatulangi/RSUP Manado. 2001: 10-5.13.

5. Misbach, J dan Harmani K. Mengenali Jenis-jenis Stroke . 2011. Diunduh

dari:http://medicastore.com/stroke/Mengenali_Jenis_Stroke.php , diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.

6. WHO. 2012. Stroke, Cerebrovascular Accident. Diunduh dari:http://www.who.int/topics/ cerebrovascular_accident/en/, diakses tanggal 1 Oktober 2013.

7. Darodjah SH. Rehabilitasi pada Pasien Stroke. Departemen Rehabilitasi Medik RS Dr. Kariadi Fakultas Kedokteran Universitas DiponegoroSemarang. 2007; 1-48.9.

8. National Stroke Foundation. 2010. Clinical Guidelines for Stroke Management Melbourne: Australia.2010 .

9. Angliadi LS, dkk. Rehabilitasi Stroke. Dalam: Penuntun Ilmu KedokteranFisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik danRehabilitasi Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado. 2006; 5-21.

51