Case Referat STEMI

download Case Referat STEMI

of 47

description

KV

Transcript of Case Referat STEMI

Bab IPENDAHULUAN

Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu fase akut dari angina pektoris tidak stabil (APTS) yang disertai IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (vulnerable). Laju mortalitas awal (30 hari) mencapai 30 % dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien tiba di rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam dua dekade terakhir, sekitar 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.(1)Risiko serangan semakin tinggi dengan bertambahnya usia, pria mempunyai risiko lebih tinggi dari pada wanita, tapi perbedaan ini makin lama semakin mengecil dengan meningkatnyan umur. Frekuensi SKA juga akan meningkat bila terdapat faktor-faktor predisposisi aterosklerosis. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya keadaan ini antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemi, merokok, diet kurang olah raga, stress, serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga. Faktor pencetus lainnya aktivitas fisik berat, stres, emosi, segera setelah makan, atau penyakit medis dan bedah. (1)Dengan pengobatan farmakologis, berbagai penelitian menunjukkan bahwa dalam 1 tahun pertama, variasi persentase penderita APTS yang mengalami IMA berkisar antara 6-60% dengan tingkat kematian 1-40%. Penelitian Heng dkk melaporkan bahwa selama perawatan di rumah sakit terdapat 26% penderita APTS dengan angina berulang mengalami IMA. Sedangkan tanpa angina berulang hanya 10%. Demikian juga Julian melaporkan dalam 1 tahun, 8% penderita APTS mengalami IMA dengan tingkat kematian 12%. Juga dilaporkan kejadian IMA pada fase perawatan dari rumah sakit adalah 6,25% dengan tingkat kematian 2,08% sedangkan pada fase pemeriksaan tindak lanjut 20,45% dengan tingkat kematian 0%.(1-3)Sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari : 1. Angina pektoris tidak stabil (Unstable Angina Pectoris / UAP), 2. IMA tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infarction / NSTEMI), 3. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction / STEMI). (1)Salah satu komplikasi SKA adalah aritmia berupa fibrilasi atrial (AF). AF dilaporkan telah memperberat kejadian AMI pada 6-21% pasien rawat inap. Secara klinis, timbulnya AF penting karena laju ventrikel yang cepat dan ireguler selama aritmia dapat menyebabkan gangguan lebih lanjut sirkulasi koroner dan fungsi ventrikel disamping konsekuensi aktivasi neurohormonal. Beratnya komplikasi AF berupa thrombosis dan emboli serebral menyebabkan perlunya penanganan segera untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. (1-3)

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama pasien: Tn. UUsia: 49 tahunJenis kelamin: PriaStatus perkawinan: MenikahAlamat: Jatiboros II, Kertajaya, KarawangSuku: Jawa Agama: IslamPekerjaan: WiraswastaPendidikan: Tamat universitasMasuk sejak: 4 November 2015

2.2 Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 4 November 2015 di ruang Rengasdengklok kamar 139 RSUD Karawang.

Keluhan Utama Nyeri dada sejak 1 jam sebelum masuk IGD

Riwayat Penyakit SekarangOS Datang ke IGD RSUD Karawang dengan keluhan nyeri dada mendadak sejak 1 jam SMRS. Nyeri dada sudah kambuh 3 kali sejak 3 hari SMRS dan dirasakan semakin memberat. Nyeri dada dibagian kiri yang dirasakan seperti tertindih, berat dan menjalar ke punggung dan lengan sebelah kiri, hilang timbul tidak menentu dan lebih sering timbul saat OS kelelahan setelah beraktifitas. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dan berlangsung terus menerus selama lebih dari 20 menit hingga OS datang ke IGD. Setiap nyeri timbul disertai dengan keringat dingin, mual dan muntah. OS menyangkal adanya nyeri perut, BAB dan BAK lancar. Tidak terdapat rasa berdebar-debar, dan sesak. Tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun sebelumnya.

Riwayat Penyakit DahuluOS merasa pernah mengalami hal ini sebelumnya, namun lebih ringan dan hilang dengan istirahat. Hal ini sudah terjadi dua kali pada tahun lalu, yaitu nyeri mendadak di dada kiri yang terasa seperti tertindih dan berat, namun hanya berlangsung selama kurang lebih 10 menit dan hilang perlahan bila istirahat selama 15-30 menit. Hal ini terjadi disaat OS sedang bekerja dan saat jalanjalan. Os memiliki riwayat Transient Ischemic Attack yang terjadi 1 bulan SMRS. Tidak pernah mempunyai riwayat penyakit, paru atapun jantung sebelumnya. OS mengaku memiliki riwayat hipertensi dan diabetes yang tidak dikontrol dengan minum obat teratur dari dokter.

Riwayat Penyakit KeluargaOS mengaku dalam keluarga tidak ada riwayat penyakit jantung, maupun yang meninggal karena penyakit jantung.

Riwayat Kebiasaan dan SosialOS rutin meminum kopi 4-5 cangkir kopi/hari, sering mengkonsumsi makanan yang asin dan digoreng. Riwayat merokok 2-3 bungkus/hari namun sudah berhenti sejak setahun yang lalu, dan tidak berolahraga.

2.3 Pemeriksaan Fisik4 November 20151. Tanda vital : TD berbaring: 170/100 mmHgNadi/ menit: 92kali/menit, regulerLaju pernapasan: 22 kali/menit, regulerSuhu: 36.7oC2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisikHasil pemeriksaan

KepalaNormocephal, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata, tidak mudah dicabut

MataKonjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidungdeviasi septum -/-, Sekret -/-, hiperemis -/-

TelingaNormotia, deformitas -/-, liang telinga lapang +/+, sekret -/-

MulutOral hygiene baik, oral trush -, gigi palsu -, faring hiperemis -, tonsil T1/T1

Lehertrakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5+2 cmH20 pembesaran KGB(-), nyeri tekan (-)

Paru I P

P

APergerakan dada simetris, retraksi otot interkosta (-) massa (-) , pembesaran KGB (-), vokal fremitus simetris di kedua lapang paru

Sonor dikedua lapang paru, batas paru kanan-hepar MCL ICS 5, batas paru kiri-lambung AAL ICS 5

Vesikular(+/+), ,ronki -/-, wheezing -/-

Jantung I P P

A

Pulsasi ictus cordis tidak terlihat

Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial midklavikularis kiriBatas jantung kanan linea sternalis dextra ICS 3-5Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial midclavicula sinistra, Pinggang jantung pada ICS 2 Parasternalis sinistra.

BJ S1-S2 reguler normal, gallop -, murmur - .

Abdomen I A P Pdatar, massa (-)BU (+) normalsupel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak teraba, balotement (-), NT suprapubik (-) Timpani, shifting dullness (-)

KulitTidak kering, turgor baik, bercak kemerahan (-), decubitus (-), memar dan bekas luka (-)

Genitalia eksternatidak diperiksa

EkstremitasCRT 15 mmol/L) berkaitan dengan disfungsi endotel dan gangguan fungsi trombosit serta vasodilator dinding pembuluh darah. Defisiensi asam folat dan vitamin B6,B12 berperan dalam hiperhomosisteinemia.

3.6 Klasifikasi Sindroma Koroner AkutSindroma koroner akut merupakan bagian dari penyakit jantung kronis yang simptomatik, sindroma koroner akut dapat dibagi menjadi tiga (9) :1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI : ST Segment Elevation Myocardial Infacrtion). Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Pada STEMI, dibutuhkan terapi revaskularisasi segera, tanpa menunggu hasil pemeriksaan marka jantung. Terapi revaskularisasi dapat berupa mekanik / PCI (Percutaneous Coronary Intervention) atau dengan agen fibrinolitik.2. Infark miokard degan non elevasi segmen ST (NSTEMI : Non ST Segment Elevation Myocardial Infaction). Diagnosis NTEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi ST segmen ( depresi ST segmen, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization ataupun gelombang T tanpa perubahan) yang persisten dikedua sadapan yang bersebelahan dengan marka jantung yang meningkat3. Angina pektoris tidak stabil (UAP : Unstable Angina Pectoris). Hal yang membedakan NSTEMI dengan UAP terletak hanya pada marka jantung, apabila marka jantung normal makan disebut sebagai angina pektoris tidak stabil

Gambar 6. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut3.7 Patogenesis Aterosklerosis Patogenesis aterosklerosis diperkirakan dengan hipotesis respons terhadap cedera / response to injury hypothesis (Ross, 1977). Yaitu adanya cedera endotel yang menyebabkan disfungsi endotel dan menimbulkan gangguan integritas lapisan tunika media dan tunika adventisia. 1. Disfungsi endotelDisfungsi endotel di awali oleh faktor-faktor yang menyebabkan adanya cedera endotel. Hiperkolesterolemia diyakini mengganggu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen, peningkatan tersebut menonaktifkan oksida nitrat yang berperan sebagai endothelial relaxing factor dan menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel. Apabila terjadi hyperlipidemia kronis, akan terjadi penimbunan lipoprotein ditempat meningkatnya permeabilitas endotel.(10)2. Pembentukan bercak lemakPeningkatan kadar radikal bebas oksigen akibat hiperkolesterolemia menyebabkan oksidasi LDL-C / Oxidized Lipoprotein-Cholesterol (oxLDL) akibat pajanan langsung dengan endotel pembuluh darah arteri. Hal ini juga diperkuat oleh adanya faktor resiko seperti, rendahnya kadar HDL, diabetes mellitus, defisiensi esterogen, hipertensi dan derivate merokok. Oksidasi LDL menstimulasi sel endotel untuk picu adhesi molekul (vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), P-Selectin), kemokin (Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1) dan Interleukin 8 (IL-8).(11) Hal ini memicu migrasi monosit ke lapisan tunika intima yang di permudah dengan peningkatan permeabilitas endotel. Migrasi monosit memicu proses inflamasi yang menyebabkan perubahan monosit menjadi makrofag dan recruitment dari leukosit yang akan mensekresi TNF-a dan IL-6. LDL yang teroksidasi bersama makrofag akan membentuk sel busa (foam cell).3. Ateroma MaturPembentukan bercak lemak (fatty streak) akan melepaskan factor pertumbuhan dan menyebabkan migrasi sel otot polos di lapisan tunika media ke tunika intima. Pada tahap ini mulai terbentuk pro-trombotic environment atau deposisi fibrin dan aktivasi trombosit (faktor von willebrand (vWF) dan tissue factor (TF) akibat respons terhadap disfungsi endotel. Hal ini ditambah dengan adanya proliferasi matriks dan terbentuk ateroma matur.4. Lesi aterosklerosis komplikata lanjutProses terbentuknya ateroma matur disertai dengan pembentukan lapisan fibrosa yang membatasi lesi dengan lumen pembuluh darah. Adanya campuran sel busa, leukosit, debris dan lipid bebas akan membentuk inti nekrotik yang dapat mengeras apabila ditambah dengan adanya penimbunan kalsium di plak fibrosa 5. Komplikasi plak ateromatosaTrombosis dapat terjadi akibat perlekatan trombosit di tepian ateroma yang kasar. Apabila plak ruptur maka akan terjadi perdarahan vasa vasorum dan trombosis lebih lanjut yang bermanifestasi sebagai oklusi arteri.

Gambar 7. Aterosklerosis (Steinl, 2015)Perbedaan patogenesis pada unstable angina, NSTEMI dan STEMI (12) ;Arsitektur VaskularAliran DarahManifestasi Klinis

Plak awalTidak ada obstruksiAsimptomatik

Stenosis arterri koroner kritis (70%)Aliran darah terbatas pada waktu latihan fisikStable angina

Ruptur plak yang tidak stabilTrombus mulai terbentuk dan kondisis spasme mengurangi aliran daah saat istirahatUnstable angina

Pembentukan thrombus tidak stabil pada rupture plakOklusi vascular transien atau inkomplit (terjadi proses lisis)NSTEMI

Thrombus pada rupture plakOklusi vaskuler komplit (tidak terjadi proses lisis)STEMI

Tabel 1. Perbedaan Patogenesis pada Sindrom Koroner Akut

3.8 PatofisiologiPlak aterosklerosis yang ruptur diikuti dengan agregasi platelet dapat menimbulkan trombus intrakoroner ;1. Vasokonstriksi ; disfungsi endotel akibat proses aterosklerosis menyebabkan vasokonstriksi dan terjadinya ketidakseimbangan antara mekanisme anti-trombotik normal dengan mekanisme anti-trombotik endogen2. Hemostasis primer ; endotel yang terekspose akibat rupture menyebabkan platelet yang berada disirkulasi beragregasi dan membentuk sumbatan (plug)3. Hemostasis sekunder ; endotel yang terekspose tersebut akan mengaktifkan tissue faktor dan akan terjadi kaskade koagulasi utnuk memperkuat plug dan membentuk fibrin clot

Gambar 8. Proses Oklusi Pembuluh DarahLumen pembuluh darah yang menyempit akibat vasokontriksi di tambah dengan blokade trombus menyebabkan oklusi dan menghasillkan gangguan aliran pembuluh darah dan ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan oksigen miokard (supply and deman imbalance). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rupture plak (13) : Intrinsik (instabiilitas lesi ateroslerotik) : lapisan fibrosa yang tipis akibat proses kimiawi internal Physical stressor : peningkatan tekanan darah, heart rate, dan peningkatan kontraksi ventrikel, dan aktivasi system saraf simpatis akibat emosional stressSetelah terjadinya oklusi yang diikuti oleh infark atau nekrosis dari miosit yang kekurangan supply oksigen terjadi konversi metabolisme dari aerob menjadi anaerob ditandai dengan terganggunya produksi ATP dan disfungsi sistolik akibat kontraksi miosit yang tidak bersamaan, menyebabkan curah jantung berkurang. Disfungsi diastolic terjadi akibat compliance (gangguan relaksasi) ventikel yang bekurang peningkatan tekanan pengisian ventrikel saat diastole. Akibat metabolism anaerob yang meningkat, terjadi penumpukan asam laktat dan penurunan ph darah. Gangguan pembentukan ATP menyebabkan gangguan fluks natrium, kalium dan kalsium antar intrasel dan ekstrasel. Peningkatan natrium diintrasel menyebabkan edema selular, peningkatan kalium di ekstrasel menimbulkan gangguan potensial aksi dan menghasilkan instabilitas elektris yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Sedangkan peningkatan kalsium intrasel menyebabkan aktivasi lipase dan protease dan memicu nekrosis jaringan.Perubahan jangkan panjang akibat infark dapat terjadi beberapa hari sampai minggu. Miosit yang nekrosis akan di resorpsi oleh makrofag dan menyebabkan struktur dari dinding miokard melemah sehingga menimbulkan potensi terjadinya ruptur (myocardial wall rupture). Nekrosis miosit menghasilkan jaringan parut atau scar tissue dan dalam jangka panjang dapat terjadi remodeling ventrikel. Kompensasi dari bagian miokard yang tidak nekrosis / peningkatan stress pada bagian miokard yang lain memicu pembesaran ventrikel.

Gambar 9. Patofisiologi Okslusi

3.9 Diagnosis STEMIDiagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang (EKG) dan marka jantung.1. Anamnesis Angina tipikalGambaran angina tipikal adalah rasa tertekan/berat daerah retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapularis, bahu atau epigastrium, berlangsung intermitten atau persisten (>20 menit). Sering disertai dengan diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas dan sinkop. Angina AtipikalGambaran angina atipikal adalah nyeri dipenjalaran angina tipikal, gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat dijelaskan,lemah mendadak. Keluhan ini sering ditemui pada golongan muda (25-40 tahun) dan tua (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal kronik, atau demensia. Keluhan ini patut dicurigai menjadi angina equivalen apabila ditemukan setelah dipicu oleh aktivitas.(9)Keluhan di perkuat apabila ditemukan karakteristik seperti ; Pria Diketahui memiliki penyakit aterosklerosis non coroner (penyakir arterial perifer) Memiliki riwayat pernah mengalami infark miokard, coronary bypass ataupun PCI (Percutaneous Coronary Intervention) Memiliki faktor resiko ; hipertensi, merokok, dyslipidemia, diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung coroner dikeluarga, atau klasifikasi resiko menurut NCEP

Gambar 10. KGambar 10. Kriteria NCEPNyeri bukan khas iskemia berupa nyeri pleuritik (tajam saat inspirasi atau respirasi), nyeri abdomen tengah atau bawah, nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan 1 jari, nyeri dada akibat pergerakan tubu, nyeri dada dengan durasi beberapa detik, nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah.2. EKGGambaran infark miokard menjadi kuat jika ditemukan gambaran EKG ;1. Concordant, spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah : Gambaran LBBB baru + elevasi segmen ST 1 mm pada sadapan dengan QRS kompleks positif Gambaran depresi segmen ST 1 mm di V1-V32. Discordant, spesifisitas dan sensitivitas rendah : ST segmen diskordan dengan kompleks QRS negatif

Gambar 11. Kriteria Sgarbossa3. Jika tidak didapatkan elevasi segmen ST, maka kemungkinan dapat berupa NSTEMI / Angina pektoris tidak stabil, spesifisitas tinggi : Depresi segmen ST 0,05 mm di sadapan V1-V3 dan 0,1mV di sadapan lainnya. Elevasi segmen ST yang persisten (75 tahun), perempuan, dan diabetes kadang keluhan tidak jelas. Presentasi klinis menyerupai SKA pada umumnya. Namun kadang pasien datang dengan gejala atipikal: nyeri dada pada lengan atau bahu, sesak nafas akut, sinkop atau aritmia

Pasien dengan STEMI biasanya telah memiliki riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan kebanyakan laki - laki

Pemeriksaan fisik :Seringkali normal. Pada beberapa kasus dapat ditemui tanda tanda kongesti dan instabilitas hemodinamik-Sebagian besar pasien gelisah dan cemas, ekstremitas pucat disertai keringat dingin, kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI-Sekitar pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardidan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjkkan parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi)-S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksikal S2, murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub.-Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk mengevaluasi hemodinamik dan prognosis pasien SKA

Pemeriksaan EKG (dalam 10 menit pertama):-Gambaran ST depresi, horizontal maupun down sloping, yang lebih dari sama dengan 0,05mV pada dua atau lebih sadapan sesuai regio dinding ventrikelnya, dan/atau inversi gelombang T lebih dari sama dengan 0,1 mV dengan gelombang R prominen atau rasio R/S 12 jam setelah onset atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat. Terapi reperfusi dengan PCI dapat dipertimbangkan pada pasien stabil yang dtang dalam 12-24 jam sejak awitan gejala. Tidak disarankan untuk melakukan PCI rutin pada arteri yang tersumbat sepenuhnya lebih dari 24 jam setelah awitan pada pasien stabil tanpa gejala iskemia (tanpa memandang sudah diberikan fibrinolitik atau belum). PCI memiliki keuntungan yang berbeda pada tiap pasien, dan merupakan pilihan dengan benefit terbesar bagi pasien dengan resiko tinggi. Maka itu penilaian faktor resiko untuk menentukan intervensi memiliki peran penting untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko tinggi yang terapinya dapat dioptimalkan. TIMI Score for STEMI (Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI) score for ST Elevation Myocard Infaction) adalah penilaian singkat berdasarkan data klinis saat kedatangan pasien pertama kali di rumah sakit. Skor 0-4 termasuk resiko rendah, dan resiko tinggi bila 5 poin.(14)

Gambar 12. TIMI Score for STEMISebelum tindakan PCI diperikan obat- obatan pre-prosedural berupa ; Anti platelet : aspirin peroral 160-320 mg Anti reseptor ADP : ticagrelor peroral (loading 180 mg, maintenance 90 mg dua kali sehari) jika tidak tersedia atau kontraindikasi dapat diberi clopidogrel peroral (loading 600 mg, maintenance 150 mg perhari) Anti koagulan : unfractioned heparin (UFH dengan atau tanpa penghambat ADP) harus diberikan pada pasien yang tidak mendapat enoksaparin. Fondaparinux tidak disarankan untuk PCI

2. Terapi FibrinolitikTerapi fibrinolitik diindikasikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien tanpa kontraindikasi apabila PCI tidak dapat dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama. Perlu dipertimbangkan apabila pasien datang lebih awal 90 menit. Obat yang diberikan bersifat spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) yang lebih disarankan dibanding kurang spefisik terhadap fibrin (streptokinase). Pemberian anti-platelet (aspirin) dan anti DAP (clopidogrel) diberikan secara bersamaan. Pemberian antikoagulan disarankan untuk pasien STEMI yang di beri fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama pasien di rawat di rumah sakit hingga hari ke 8. Pilihan utama adalah enoksaparin subkutan atau UFH (Unfraction Heparin) secara bolus iv sesuai berat badan. Untuk pasien yang diberikan streptokinase disarankan untuk memberikan fondaparinux dalam bolus iv diikutin dengan dosis subkutan dalam 24 jam selanjutnya. Semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan PCI setelah terapi fibrinolitik. Apabila terapi fibrinolitik gagal (