Case Prolaps Uteri

of 22 /22
PROLAPSUS UTERI A. Definisi Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus genitalia karena kelemahan otot atau fasia yang menyokongnya. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita yang bekerja berat, walaupun demikian dapat pula kadang-kadang pada nullipara atau wanita belum menikah. (1) B. Etiologi Fasia pelvis, ligamen, dan otot-otot dapat menjadi lemah akibat perentangan yang terlalu berlebihan selama kelahiran melalui vagina. Prolaps sering terjadi setelah persalinan yang mudah dan bukan persalinan yang sukar dan kadang-kadang dapat terjadi pada wanita yang tak pernah mempunyai anak, menunjukkan kelemahan bawaan atau kelemahan perkembangan jaringan penyambung pelvis. (2,3) Partus yang sering, partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaaan belum lengkap, perasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta. (3)

Embed Size (px)

description

ff

Transcript of Case Prolaps Uteri

PROLAPSUS UTERI

PROLAPSUS UTERI

A. Definisi

Prolapsus uteri adalah suatu hernia, dimana uterus turun melalui hiatus genitalia karena kelemahan otot atau fasia yang menyokongnya. Prolapsus uteri lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan wanita yang bekerja berat, walaupun demikian dapat pula kadang-kadang pada nullipara atau wanita belum menikah.(1)

B. Etiologi

Fasia pelvis, ligamen, dan otot-otot dapat menjadi lemah akibat perentangan yang terlalu berlebihan selama kelahiran melalui vagina. Prolaps sering terjadi setelah persalinan yang mudah dan bukan persalinan yang sukar dan kadang-kadang dapat terjadi pada wanita yang tak pernah mempunyai anak, menunjukkan kelemahan bawaan atau kelemahan perkembangan jaringan penyambung pelvis.(2,3)Partus yang sering, partus dengan penyulit merupakan penyebab prolapsus genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaaan belum lengkap, perasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta.(3)

Peningkatan tekanan di dalam perut akibat batuk yang kronis, asites, berkali-kali mengangkat beban yang berat atau kebiasaan mengejan akibat konstipasi dapat menyebabkan predisposisi untuk prolaps. Atrofi pada jaringan pendukung dengan penentuan usia, terutama setelah menopause, juga memainkan peran penting dalam menginisiasi atau memperburuk relaksasi pelvis, serta paritas. (3)

C. Patogenesis

Pada prolapsus uteri terdapat kelemahan dan penurunan jaringan penyangga uterus, jaringan penyangga yang paling penting adalah ligamentum kardinale, ligamentum sakro uterine, ligamentum pubo servikalis, fasia, otot-otot dasar panggul, jaringan vagina dan perineum serta ligamentum rotundum.(3,5)

Otot dasar panggul terutama levator ani lebih berperan dalam menunjang sebuah beban yang konstan. Jaringan penunjang dalam tubuh dapat meregang terhadap suatu tarikan. Tekanan yang terus-menerus yang dialami oleh ligamen dan fasia pada pelvis akibat fungsinya mempertahankan organ abdomen juga menyebabkan ligamen dan fasia menjadi kendor. Otot levator ani yang normal akan membuat hiatus genitalis tertutup sehingga tidak terdapat regangan pada fasia endopelvis. Kerusakan pada otot dasar panggul akan menyebabkan ligamen dan fasia akan bekerja keras dalam menunjang beban yang suatu saat akan melampaui batas sehingga menimbulkan prolapsus.(2,3)Kerusakan atau kelemahan otot-otot penyangga ini antara lain disebabkan oleh karena persalinan lama, pimpinan kala II terlalu lama atau pimpinan persalinan yang dilakukan pada kala I. Tindakan persalinan pervaginam yang tidak baik, pertolongan kala III dengan dorongan yang diberikan pada fundus, atau tarikan pada tali pusat yang dilakukan pada plasenta belum lepas. Dapat pula karena kelainan bawaan jaringan penunjang uterus.(1)

D. Klasifikasi

Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat antara para ahli ginekologi. Dianjurkan klasifikasi berikut :(3)

1. Desensus uteri, uterus turun tetapi serviks masih di dalam vagina.

2. Prolapsus uteri tingkat I, uterus turun, tetapi serviks masih di dalam vagina.

3. Prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk sebagian keluar dari vagina.

4. Prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversio vaginae.E. Gejala klinis

Tingkat rasa tidak enak dan gangguan yang dialami oleh penderita prolaps sangat bervariasi. Sering terdapat perasaan berat atau penuh pada pelvis. Pasien dapat menceritakan sesuatu yang jatuh keluar atau sesuatu rasa tak enak bila berdiri. Beberapa pasien dapat mengeluh nyeri punggung pada tingkat sakrum. Ciri-ciri dari hampir semua gejala adalah bahwa pasien itu semakin memburuk setelah berdiri lama dan dengan segera sama sekali lenyap dengan berbaring.(3)

Bila prolaps bersifat ekstrim, pasien dapat mengalami gangguan saat berjalan karena terpaparnya posisi rahim, kandung kemih dan rektum. Kasus prosidensia yang diabaikan dapat disertai komplikasi oleh sekret purulen yang terlalu banyak, ulserasi, dekubitus, perdarahan, dan jarang karsinoma serviks.(3)Gejala frekuensi dan urgensi urine, inkontinensia urine, dan kadang-kadang retensi urine dapat ditemukan pada pasien dengan prolaps dinding vagina anterior. Pasien dengan rektokel dapat mengalami gangguan dalam mengosongkan rektum. Banyak di antaranya belajar membelag dinding vagina posterior dengan menempatkan dua jari di sepanjang tempat itu untuk menahan rektokel dari penonjolan keluar selama buang air besar.(1)F. Diagnosis

Pemeriksaan vagina harus dilakukan dengan menggunakan spekulum Sim atau dengan spekulum Graves standar dan membuang bilah anterior. Sementara menekan dinding vagina posterior, pasien diminta untuk mengejan. Ini akan menunjukkan penurunan dinding vagina anterior sesuai dengan kistokel dan pergeseran uretra. Demikian juga, penarikan kembali dinding vagina anterior selama mengejan menunjukkan suatu enterokel atau rektokel. Pemeriksaan rektum sering berguna untuk menunjukkan rektokel dan untuk membedakannya dengan suaqtu enterokel.(3)

Tingkat prolaps rahim yang kecil hanya dapat dikenali dengan merasakan penurunan serviks saat pasien mengejan. Kadang-kadang prolaps rahim perlu diuji dengan menarik serviks dengan suatu tenakulum. Kalau ada keraguan mengenai adanya prolaps, pasien dapat diminta untuk berdiri atau berjalan selama beberapa saat sebelum pemeriksaan.G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolapus uteri adalah (2) :

- Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri

- Dekubitus

- Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli

- Ganguan miksi dan stress incontinence

- Infeksi jalan kencing

- Kemandulan

- Kesulitan pada waktu partus

- Hemoroid

- Inkarserasi usus halus

H. Penanganan (3)

1. Pencegahan

Pencegahan prolapsus uteri:

A. Mengurangi hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal, seperti batuk yang kronis, mengangkat benda-benda berat

B. Melakukan latihan otot-otot dasar panggul

C. Menghindari persalinan lama

D. Persalinan ditolong dengan baik

E. Mengurangi jumlah anak (keluarga berencana)

2. Pengobatan a. Tanpa operasi

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan dan hanya memberikan hasil sementara. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, jika yang bersangkutan masih ingin memperoleh anak lagi, jika penderita menolak untuk dioperasi atau jika kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi.

Yang termasuk pengobatan tanpa operasi ialah :

1. Latihan-latihan otot dasar panggul terutama berguna pada prolapsus yang ringan. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti telah selesei berhajat, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan kencing dan dnegan tiba-tiba menghentikannya.2. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektroda dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan kedalam vagina.3. Pengobatan dengan pessarium. Pengobatan dengan cara ini sebetulnya hanya bersifat paliatif yakni menahan uterus ditempatnya selama dipakai. Akan tetapi, jika pessarium diangkat akan timbul prolaps lagi.b. Pengobatan operatifIndikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginan untuk masih memdapatkan anak atau mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.

Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vaginae. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vaginae perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vaginae yang membutuhkan pembedahan padahal tidak ada prolaps uteri, atau prolaps uteri yang belum perlu dioperasi.

Yang termasuk pengobatan tanpa operasi adalah :

1. Operasi Manchester/Manchester-Fothergill

Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong dimuka sisa serviks. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasio kolli). Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale didepan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah2. Histerektomi vagina

Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkat lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri. Kolporafi anterior dan kolpopeniorafi perlu dilakukan untuk mencegah prolaps vagina dikemudian hari3. Kolpoklesis (operasi Neugebauer-Le fort)

Pada wanita tua yang tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menghubungkan dinding vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina tidak ada dan uterus berada diatas vagina yang tertutup. Akan tetapi operasi ini dapat mengakibatkan tarikan pada dasar kandung kencing kebelakang, sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urin, atau menambah inkontinensia yang sudah ada4. Operasi-perasi lainnya : ventovikasi/histeropeksi dan interposisiVentro fiksasi yaitu menjahit fundus uteri pada dinding perut dan interposisi yaitu meletakkan uterus antara kandung kencing dan vagina.

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Nama

: Zuna

Umur

: 71 tahun

Pendidikan : tamat SD

Pekerjaan: Ibu Rumah tangga

Alamat

: Parak gadang VI No. 19F

MR

: 467616

ANAMNESA

Seorang pasien wanita berumur 71 tahun masuk bangsal kebidanan kiriman Poliklinik Kebidanan RSUP DR.M.Djamil Padang tanggal 7 Maret 2006 dengan :Keluar benjolan dari kemaluan sejak 5 tahun yang lalu.Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluar benjolan dari kemaluan sebesar tinju dewasa sejak 5 tahun yang lalu, masa. Mulanya benjolan sebesar bola pimpong dan masih dapat dimasukkan kembali kedalam kemaluan. Benjolan dirasakan keluar jika pasien berjalan jauh atau berdiri lama, mengedan, dan batuk. Benjolan yang keluar dari kemaluan bertambah besar sejak 1 tahun yang lalu, benjolan tidak bisa dimasukkan kembali ke dalam lobang kemaluan

Tidak terasa nyeri bila massa keluar dari kemaluan. Pasien sudah tidak haid sejak 17 tahun yang lalu. Anak 11 orang yang terkecil usia 30 tahun, Semua lahir spontan ditolong dukun . Suami pasien meninggal sejak 9 tahun yang lalu. Perdarahan dari kemaluan tidak ada

Riwayat post coitus bleeding tidak ada

Riwayat penurunan berat badan yang cepat tidak ada.

Nafsu makan tidak menurun. BAK dan BAB tidak ada keluhanRiwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada riwayat sakit jantung, paru, ginjal, hati, hipertensi dan DMRiwayat Penyakit Keluarga:Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.Riwayat Menstruasi

Menarche tidak ingatTidak haid sejak 17 tahun yang lalu.Riwayat Perkawinan : 1x tahun lupaRiwayat Kehamilan / abortus / persalinan: 11 / 5 / 6 1. Tahun 1953, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup.2. Tahun 1955, meninggal

3. Tahun 1960, meninggal

4. Tahun 1963, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup5. Tahun 1965, laki-laki, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup6. Tahun 1967, meninggal7. Tahun 1969, laki-laki, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup8. Tahun 1970, meninggal9. Tahun 1972, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidup10. Tahun 1973, meninggal11. Tahun 1976, perempuan, BB tidak tahu, spontan, dukun, hidupRiwayat Kontrasepsi : tidak adaRiwayat Operasi sebelumnya : tidak ada

PEMERIKSAAN FISIK

Vital SignKeadaan umum : Sedang

Kesadaran

: Komposmentis kooperatif

Tekanan Darah: 130/80 mmHg

Frekuensi Nadi: 82 x/menit

Frekuensi Nafas: 20 x/menit

Suhu

: 36,8 0C

Status Generalis

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Leher

: JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar

THT

: Tidak ada kelainanKGB

: Tidak membesarThorak :

Paru :

Inspeksi : gerakan dinding dada simetris

palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)Jantung :

Inspeksi: iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama teratur, bising tidak ada

Abdomen : Status Ginekologi

Genitalia : Status Ginekologi

Ekstremitas : Edema - / -, refleks fisiologis + / +, refleks patologis - / -

Status Ginekologi

Muka

: Tidak ada kelainanMammae : Tidak ada kelainanAbdomen :

Inspeksi : tidak tampak membuncit, sikatrik (-)

Palpasi : supel, distensi (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), tidak

teraba massa tumor

Perkusi : timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia :

Inspeksi : Vulva /Uretra tenang, tampak massa keluar dari introitus

vagina sebesar tinju dewasa warna merah jambu, permukaan rata, darah (-),-Palpasi: Teraba masa sebesar tinju dewasa keluar dari kemaluan, konsistensi kenyal, padat, permukaan rata, mobil, nyeri tekan (-)

-Inspekulo dan Pemeriksaan dalam: Tidak dilakukan

Laboratorium :

Darah lengkap :

Hb

: 11,7

Hitung jenis : 0/2/1/53/29/5Leukosit : 7700

LED

: 58/jam Faal hemostasis :

Trombosit : 390000

CT : 4

BT: 230 Kimia Darah :GDR

: 75 mg%

Protein Total:7,4 g%

GD 2jam pp: 123 mg%

Albumin: 3,33 g%

Kolesterol Total:206 mg%

Globulin: 4,07 g%

Ureum

: 19 mg%

Billirubin Total: 0,3 mg%

Kreatinin: 10 mg%

SGOT:18 UI/l SGPT : 6 UI/l Urine :

Protein

: -

Kristal

: +

Reduksi: -

Ep. Gepeng: +

Leukosit: -

Billirubin: -

Eritrosit: 1-2

Urobilin: +

Silinder: -

DIAGNOSA : Prolapsus Uteri stadium III

SIKAP : Kontrol KU, VS, PPVRENCANA : Histerektomi Vagina Follow Up (9 maret 2006) :

A/ Keluhan tidak ada

PF/ KU : sedang

Nadi : 82x/mnt

Kesadaran : CMC

Suhu : 36,8C

TD :130/80 mmhg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar

Thorak: Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Status ginekologis

Genitalia : Status ginekologis

Status ginekologis : STQ

D/ Prolaps Uteri std III

S/ Kontrol KU, VS, PPV

R/ Histerektomi VaginaFollow Up (10 maret 2006) :

A/ Keluhan tidak ada

PF/ KU : sedang

Nadi : 80x/mnt

Kesadaran : CMC

Suhu : 36,8C

TD :130/90 mmhg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar

Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Status ginekologis

Genitalia : Status ginekologis

Status ginekologis : STQD/ Prolaps Uteri std III

S/ Kontrol KU, VS, PPV

R/ Histerektomi VaginaFollow Up (11 maret 2006) :

A/ Keluhan tidak ada

PF/ KU : sedang

Nadi : 80x/mnt

Kesadaran : CMC

Suhu : 36,8C

TD :120/80 mmhg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar

Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Status ginekologis

Genitalia : Status ginekologis

Status ginekologis : STQ

D/ Prolaps Uteri std III

S/ Kontrol KU, VS, PPV

R/ Histerektomi VaginaDilakukan histerektomi tanggal 11/03/06 jam 09.00WIBPerawatan Post Operasi:

- Awasi KU, VS, balance cairan, tanda akut abdomen

- IVFD D5 : RL = 3:1 ( 30 tts/mnt

- Antibiotik : - Cefotaxim 2x1gr ( 3hari

- Gentamicin 2x80gr ( 3hari

- Cek Hb post OP ( jika < 10 g% ( Transfusi

- Kateter 5 hari

- Bila flatus/ BAB sudah ada ( boleh minum sedikit-sedikitFollow Up (13 maret 2006) :

A/ Nyer perut (-), perdarahan pervaginam (-)PF/ KU : sedang

Nadi : 82x/mnt

Kesadaran : CMC

Suhu : 37C

TD :130/70 mmhg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar

Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen :Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Supel, nyeri teka (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)Tampak terpasang kateter, urin mengalir lancar, jernih

D/ Post vaginal histerektomi a.i prolaps uteri std III hari ke 3S/ Kontrol KU, VS, PPV

Antibiotik

Diet TKTP

IVFD aff

Kateter 5 hari

T/Cefotaxim 2x1gr

Gentamisin 2x80gr

Kotrimoksazol 2x1gr

Follow Up (14 maret 2006) :

A/ Nyer perut (-), perdarahan pervaginam (-)

PF/ KU : sedang

Nadi : 82x/mnt

Kesadaran : CMC

Suhu : 37C

TD :120/70 mmhg

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Leher : JVP 5-2 cmH2O, kel tiroid tidak membesar

Thorak : Cor dan pulmo dalam batas normal

Abdomen : Inspeksi : Tidak tampak membuncit

Palpasi : Supel, nyeri teka (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia : V/U tenang, PPV (-)

Tampak terpasang kateter, urin mengalir lancar, jernih

D/ Post vaginal histerektomi a.i prolaps uteri std III hari ke 4

S/ Kontrol KU, VS, PPV

Kateter 5 hari

Diet TKTP T/Mistamox 3x500gr

Kotrimoksazol 2x1gr

Diabion 1x1

Pasien pulang boleh pulang dan kontrol ke poli kebidanan

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien wanita umur 71 tahun yang datang berobat ke poliklinik RS DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis prolapsus uteri std III. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Menurut kepustakaan, beberapa gejala klinis dari prolaps uteri adalah adanya benjolan yang menonjol di genitalis eksterna terutama jika pasien berdiri lama, berjalan jauh, atau mengedan juga disertai rasa nyeri yang hilang bila berbaring dan gangguan pada miksi dan defekasi. Sesuai dengan kepustakaan di atas, maka pada pasien ini dari anamnesa didapatkan adanya benjolan yang dirasakan keluar dari kemaluan sejak 5 tahun yang lalu yang mulanya sebesar bola pimpong dan bertambah besar sampai sebesar tinju dewasa, terutama bila berdiri lama, berjalan jauh, mengedan dan batuk, juga disertai gangguan BAK dan BAB.

Dari pemeriksaan fisik, tampak massa keluar dari kemaluan sebesar tinju dewasa, warna merah jambu, permukaan rata. Pada palpasi teraba masa sebesar tinju dewasa keluar dari kemaluan konsistensi kenyal, padat, permukaan rata, mobil, dan tidak nyeri tekan. Berdasarkan kepustakaan prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri adalah jika uterus keluar seluruhnya dari vagina, disertai dengan inversio vaginae. Pada pasien ini dilakukan vagina histerektomi. Vagina histerektomi dilakukan pada pasien ini karena pasien ini didiagnosa dengan prolaps uteri std III, usia yang sudah lanjut dan telah menopause. Selain itu pasien sudah tidak bersuami lagi sehingga tidak ada lagi keinginan untuk mempertahankan uterus.Berdasarkan literatur, etiologi prolapsus uteri yang paling mungkin pada pasien ini adalah melemahnya jaringan pendukung uterus (ligament, fasia, serta otot-otot dasar panggul) akibat proses ketuaan serta defisiensi hormon estrogen setelah menopause. Disamping itu dapat juga dikaitkan dengan riwayat persalinan yang berulang kali (pasien merupakan grande multipara) dan semua anaknya lahir secara spontan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Junizaf. Prolapsus Uteri dalam Kehamilan. Dalam Buku Ajar Uroginekologi. Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSPUN-CM. 2002. 77-80.

2. David S. Chapin, MD. Desensus Uterus, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi kedua. Binarupa Aksara. Jakarta.1998.

3. Wiknjosastro H. Prolapsus Genitalis. Ilmu Kandungan. Edisi pertama, Cetakan ke-5. Yayasan Bina Pustaka. Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 1991. 360-375.4. Wall LL. Incontinence, Prolapse, and Disorders of the Pelvic Floor. In Novaks Gonecology. 12th ed. Berek JS editor, Baltimor. Williams & Wilkins: 1996 :656-663

5. David S. Chapin, MD. Kekenduran Pelvis, Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Ginekologi. Edisi kedua. Binarupa Aksara. Jakarta.1998.

PAGE 15