Case Pneumonia Aspirasi Felyana
-
Upload
sodiqa-strida-sasi-twinz -
Category
Documents
-
view
127 -
download
6
description
Transcript of Case Pneumonia Aspirasi Felyana
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH TEGAL
Nama Mahasiswa : Felyana Gunawan Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A
NIM : 030.07.092 Tanda tangan :
I. IDENTITAS P ASIEN
Nama : By. H
Umur : 21 hari
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jalan Kertasari RT02 RW05, kecamatan Surodadi, Tegal
Nama Ayah : Tn. A
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : supir taxi
Pendidikan : SMP
Nama Ibu : Ny.N
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Ruang : NICU
Masuk RS : 13 April 2013
DATA DASAR
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien, di Ruang NICU RSU
Kardinah Tegal, pada tanggal 16 April 2013 pukul 11.00 WIB.
Keluhan Utama: area dibawah mata, bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna
biru
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kardinah Tegal dengan keluhan area
dibawah mata, bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna biru.
Awalnya ibu pasien mengeluh anaknya batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS. Ibu
pasien sempat membeli sendiri obat laserin namun tidak ada perbaikan dari keluhan pasien
setelah meminum obat tersebut. Kemudian ibu pasien membawanya untuk berobat ke bidan,
diberikan obat sirup serta puyer kepada pasien, setelah diminum beberapa hari batuk hanya
berkurang sedikit saja.
2 hari SMRS pasien tampak mulai sesak, nafas pasien megap-megap, tidur pasien
menjadi terganggu, pasien menjadi sering terbangun sewaktu tidur, pasien menjadi malas
minum susu. Karena khawatir anaknya tidak mendapatkan supplai ASI yang cukup, maka ibu
pasien memaksa pasien untuk menyusu. Ibu pasien selalu menyusukan pasien dalam posisi
duduk dan pasien digendong. Ibu pasien mengatakan pasien sempat tersedak. Beberapa kali
pasien batuk serta ASI keluar dari hidung pasien saat ibunya memaksa pasien menyusu,
sehari ±3 kali.
Sore hari SMRS ibu mengatakan muka pasien menjadi pucat, area dibawah mata,
bibir, serta samping hidung menjadi berwarna biru. Kemudian ibu segera menelepon kebidan
setelah itu suster datang ke rumah ibu pasien untuk melihat kondisi pasien, setelah melihat
kondisi pasien, ibu pasien diberikan surat rujukan untuk segera ke RS.
Ibu pasien mengatakan tidak terdapat keluhan pilek serta demam pad pasien. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mempunyai keluhan seperti ini sebelumnya
Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari, dan penyakit jantung
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak pasien mempunyai keluhan batuk, ibu pasien mengatakan bahwa kakak pasien
sering bermain dan mencium-cium pasien. Selain itu ibu pasien juga sempat batuk
setelah tertular dengan kakak pasien. Namun keluhan batuk yang dirasakan pada
keluarga, tidak berlangsung lama.
Tidak ada anggota keluarga yang sedang mengikuti program pengobatan jangka lama
Tidak ada yang memiliki riwayat sesak nafas, alergi, asma, penyakit jantung
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien menanggung 1 orang istri dan 2 orang anak. Ayahnya bekerja sebagai
supir taxi dengan penghasilan sekitar Rp. 3.000.000 sebulan dan merasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari – hari. Serta ibu adalah ibu rumah tangga.
Kesan : riwayat sosial ekonomi baik
Riwayat Lingkungan
Kepemilikan rumah : Rumah Pribadi
Keadaan rumah :
Pasien tinggal bersama dengan kakak dan kedua orangtua. Tempat tinggal pasien
berukuran 8 x 10 m, beratap genteng, dinding tembok, lantai menggunakan keramik,
dengan 3 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu, ruang makan dan dapur yang
bersatu. Penerangan dengan listrik. Terdapat 2 buah jendela di masing-masing ruangan,
selalu dibuka setiap pagi sehingga ventilasi udara dan cahaya matahari dapat masuk.
Kamar mandi ada 1 di dalam rumah, tidak terlalu jauh dengan septic tank (± 10 meter).
Sumber air berasal dari sumur dan PAM. Sistem pembuangan air limbah disalurkan
melalui selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 2 kali dalam sebulan dan aliran air
di dalamnya lancar.
Kesan : rumah dan sanitasi lingkungan baik
RIWAYAT PASIEN
A. Riwayat Antenatal Care
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Ibu memeriksakan
kehamilan sebanyak 4 kali yaitu 1 kali pada trimester awal, 1 kali di trimester kedua dan 2
kali menjelang kelahiran. Ibu meminum vitamin penambah darah, mendapat suntik TT 2x
dan tidak ada konsumsi jamu. Ibu mengatakan tidak ada penyakit selama hamil, tidak ada
riwayat trauma dan tidak ada perdarahan sebelum persalinan.
Kesan: riwayat pemeliharaan antenatal baik.
B. Riwayat Persalinan
Kelahiran
Tempat kelahiran : Rumah Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan per vaginam
Masa gestasi : 39 minggu
Tanggal kelahiran : 26 April 2013
Air ketuban : Jernih
Keadaan bayi :
Berat badan lahir : 2600 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Lingkar kepala : tidak didapatkan data
Langsung menangis : langsung menangis
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : -
Kesan : riwayat kelahiran baik
C. Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien belum mengikuti program KB
D. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
o Pertumbuhan anak sesuai masa kehamilan menurut kurva
Lubchenko
Perkembangan
- Perkembangan anak belum dapat dievaluasi
E. Riwayat Makanan
Selama kehamilan, ibu pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk,
sayur dan buah. Rutin meminum susu kehamilan. Dan Sampai saat ini pasien hanya
mengkonsumsi ASI.
F. Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)
BCG 7/4/2013 - - - - -
DPT/ DT - - - - - -
POLIO 7/4/2013 - - - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 26/3/2013 - - - - -
Kesan : imunisasi dasar belum lengkap
G. Silsilah/ Ikhtisar Keturunan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 16 April 2013, pukul 12.00 WIB di ruang ICU.
Bayi laki-laki, usia 21 hari, berat badan sekarang 3300 gram, panjang badan 47 cm,
lingkar kepala 33 cm.
Kesan umum :
Gerak cukup aktif, tangisan cukup kuat, tampak sesak nafas (+) berkurang, sianosis (-),
anemis (-), kejang (-), ikterik (-)
Tanda vital
Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
Laju jantung : 128x/menit, reguler
Pernapasan : 46x/menit
Suhu : 36,9°C (Axilla)
Sp02 : 95%
Status Generalis
Kepala
Mesocephal, ukuran lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun besar masih terbuka, teraba
datar, tidak tegang, caput succadaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam
terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada kelainan.
Mata
Mata cekung (-/-), palpebra oedem (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis
(-/-), katarak kongenital (-/-), glaukoma kongenital (-/-)
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-)
Telinga
Normotia, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), bercak-bercak putih pada lidah dan mukosa
(-), bibir kering (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Leher
Pendek, pergerakan baik, tumor(-), tanda trauma (-)
Thorax
Paru
Inspeksi : simetris dalam keadaan statis maupun dinamis,
retraksi suprasternal berkurang
Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan.
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, suara nafas tambahan (-/-),
Ronkhi basah (+/+), wheezing (-/-), hantaran (+/+)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi :datar
Auskultasi :bising usus (+)
Palpasi :supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
Perkusi :timpani
Tulang Belakang
Tidak ada spina bifida, tidak ada meningocele
Genitalia
Perempuan, Labia mayora sudah menutup labia minora
Anorektal
Anus (+), diaper rash (-)
Anggota gerak
Keempat anggota gerak lengkap sempurna
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas - /- - /-
Akral dingin - /- -/-
Akral sianosis - /- - /-
Ikterik - /- - /-
CRT < 2 detik < 2 detik
Tonus Normotoni Normotoni
Refleks Primitif :
Refleks Oral :
Refleks Hisap : ↓
Refleks Rooting : ↓
Refleks Moro : ↓
Refleks Palmar Grasp : ↓
Refleks Plantar Grasp : ↓
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
A. Maturitas bayi menurut Lubchenko
KURVA LUBCHENKO
Berat badan lahir : 2600 gr
Usia kehamilan : 39 minggu
Hasil : Sesuai Masa Kehamilan
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 14 April 2013
Hematologi + Sero Imunologi
Hasil Rujukan
Lekosit 7.5 6.0 – 21.0
Eritrosit 3.5/ul 3.9-5.9/ul
Hemoglobin 12.1 g/dL 13.4-19.8 g/Dl
Hematokrit 33.3 % 41-65 %
MCV 94.6 U 76-96 U
MCH 34.4 pcg 27-31 pcg
MCHC 36.3 g/dL 33.0-37.0 g/dL
Trombosit 260.000 /ul 150.000-400.000/ul
Golongn darah
Rhesus
B
Positif
HBSAg Negatif Negatif
KIMIA KLINIK 14 April 2013
Natrium 131.8 mmol/L 135 – 248 mmol?L
Kallium 5.46 mmol/L 3,6 – 5,5 mmol/L
Klorida 98.8 mmol/L 95-108 mmol/L
Pemeriksaan Rongent 15 April 2013
Bayangan konsolidasi pulmo kanan atas bekurang
Silhoute sign (+)
COR CTR < 0,56
Kesan : menyokong pneumonia aspirasi
VI. PERJALANAN PENYAKIT
13 April 2013 (IGD)
S: Sesak napas (+), minum (-), muntah (-), demam (-), ikterik (-)
O: KU: Compos mentis, gerak kurang aktif, tangisan kurang kuat, sesak nafas (+), sianosis
(+), anemis (-), ikterik (-), kulit agak kering
S : 36.70C, HR: 197 x/menit reguler, RR : 72x/ menit
Sp02 : 90-92%
Kepala : UUB datar, tegang (-)
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-
Retraksi suprasternal dan subcostal (+)
Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani
Ekstremitas superior : akral hangat -/-, oedem -/-, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat -/-, oedem -/-, CRT <2detik
A: Susp.Penumonia Aspirasi
P: suction lendir dan cairan; Bagging; lapor ke dr.Hery, Sp.A = 02 masker 5L/m; resusitasi
Nacl 20 cc bolus IV, IVFD D5% ¼ NS 15 tpm mikro, injeksi indop 5 mcg/kgbb/menit IV,
injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV; injeksi dexamethasone 3 x ¼ ampul IV; injeksi aminofilin
2x4 mg iv, pasang NGT, k/p ventilator/CPAP
15 April 2013
S: Sesak napas (+) berkurang, minum (-), muntah (+), demam (-), ikterik (-), BAB (+), BAK
(-)
O: KU: Compos mentis, gerak kurang aktif, tangisan kurang kuat, sesak nafas (+) berkurang,
sianosis (-), anemis (-), ikterik (-), terpasang 02 inkubator dan NGT
S : 37.50C, HR: 141 x/menit reguler, RR : 54x/ menit
Sp02 : 95%
Kepala : UUB datar, tegang (-)
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-
Retraksi suprasternal dan subcostal (+) berkurang
Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
A: Susp.Penumonia Aspirasi
P: 02 inkubator 2L/m; IVFD D5% ¼ NS 15 tpm mikro, injeksi indop 2 mcg/kgbb/menit IV,
injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV; injeksi dexamethasone 3 x ¼ ampul IV; injeksi aminofilin
2x4 mg iv, diet ASI/PASI per sonde, pemeriksaan Rontgen thorax
16 April 2013
S: Sesak napas (+) berkurang, minum (+), muntah (-), demam (-), ikterik (-), BAB (+), BAK
(+)
O: KU: Compos mentis, gerak cukup aktif, tangisan cukup kuat, sesak nafas (+) berkurang,
sianosis (-), anemis (-), ikterik (-), terpasang 02 inkubator dan NGT
S : 36.90C, HR: 128 x/menit reguler, RR : 50x/ menit
Sp02 : 95%
Kepala : UUB datar, tegang (-)
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-, hantaran +/+
Retraksi suprasternal dan subcostal (+) berkurang
Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
A: Penumonia Aspirasi
P: 02 inkubator 2L/m; IVFD D5% ¼ NS 15 tpm mikro, injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV;
injeksi dexamethasone 3 x ¼ ampul IV; injeksi aminofilin 2x4 mg iv, diet ASI/PASI per oral
8 x 5-10 ml, konsul fisioterapi, aff NGT
17 April 2013
S: Sesak napas (-), minum (+), muntah (-), demam (-), ikterik (-), BAB (+), BAK (+)
O: KU: Compos mentis, gerak aktif, tangisan kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), anemis (-),
ikterik (-), terpasang 02 inkubator
S : 37.60C, HR: 136 x/menit reguler, RR : 44x/ menit
Kepala : UUB datar, tegang (-)
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-, Retraksi (-)
Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
A: Penumonia Aspirasi
P: 02 inkubator 2L/m; San B plex 1 x 0.3 ml po, cefixime 2 x 10 mg po, diet ASI/PASI per
oral 12 x 30 ml, fisioterapi, aff infus
18 April 2013
S: Sesak napas (-), minum (+), muntah (-), demam (-), ikterik (-), BAB (+), BAK (+)
O: KU: Compos mentis, gerak aktif, tangisan kuat, sesak nafas (-), sianosis (-), anemis (-),
ikterik (-), terpasang 02 inkubator
S : 370C, HR: 140 x/menit reguler, RR : 44x/ menit
Kepala : UUB datar, tegang (-)
Mata : konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-)
Thorak : Cor/ S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo/ SN bronkovesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wh -/-, Retraksi (-)
Abdomen : datar, BU (+), supel, timpani
Ekstremitas superior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
Ekstremitas inferior : akral hangat +/+, oedem -/-, CRT <2detik
A: Penumonia Aspirasi
P: San B plex 1 x 0.3 ml po, cefixime 2 x 10 mg po, diet ASI/PASI per oral 12 x 30 ml,
fisioterapi
VII. DAFTAR PERMASALAHAN
1. Sianosis
2. Sesak napas
3. Batuk
4. Pemeriksaan fisik: terdapat nafas cuping hidung, retraksi subcostal dan suprasternal
pada dinding dada, juga terdapat ronki
5. foto rontgen thorax: mendukung pneumonia aspirasi
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Sianosis, Sesak napas, dan Batuk
Pulmonal
o Penumonia aspirasi
o Bronkopneumonia
o Pneumonia interstisial
Non Pulmonal
o Penyakit Jantung Bawaan
Sianotik : TOF
IX. DIAGNOSIS KERJA
1. Pneumonia Aspirasi
X. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Awal
Non Medikamentosa
suction lendir dan cairan
Bagging
pasang NGT
k/p ventilator/CPAP
Medikamentosa
02 masker 5L/m
resusitasi Nacl 20 cc bolus IV
IVFD D5% ¼ NS 15 tpm mikro
injeksi indop 5 mcg/kgbb/menit IV
injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV
injeksi dexamethasone 3 x ¼ ampul IV
injeksi aminofilin 2x4 mg iv
B. Terapi Sekarang
Non Medikamentosa
konsul fisioterapi
Medikamentosa
02 inkubator 2L/m
IVFD D5% ¼ NS 15 tpm mikro
injeksi ceftriaxon 2 x 150 mg IV
injeksi dexamethasone 3 x ¼ ampul IV
injeksi aminofilin 2x4 mg iv
Diet : ASI/PASI per oral 8 x 5-10 ml
XI. PROGRAM
Evaluasi keadaan umum dan tanda vital
Fisioterapi (chest therapy)
Jaga kehangatan
XII. SARAN
Pemeriksaan AGD
Pemeriksaan Echocardiografi
XIII. NASEHAT
Jaga kehangatan bayi
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika
ibu menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus
selalu dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Jangan memaksakan bayi saat menyusukannya
Setelah menyusui sendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus di
pundak dan tepuk punggungnya perlahan-lahan sampai mengeluarkan suara.
Menjelaskan kepada ibu pasien untuk selalu mencuci tangan sehabis membersihkan
tinja anak.
Pantau pertumbuhan dan perkembangan anak dengan cara kontrol untuk tahu gejala
sisa
Ibu harus memeriksakan ke dokter secepat mungkin jika bayinya :
Mempunyai masalah bernafas
Menangis (lebih sering atau berbeda dari biasanya), merintih, atau mengerang
kesakitan
Tampak berwarna kebiruan (sianotik)
Suhu tubuh ≥38°C
Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/hari)
Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya
Mengalami gemetar pada kaki dan tangan
Kejang
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan
terdekat untuk memeriksa perkembangan dan pertumbuhan badan serta pemberian
imunisasi dasar pada bayi
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
XIV. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
ANALISA KASUS
Diagnosa pada pasien ini adalah Peneumonia Aspirasi. Diagnosa ini berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pasien datang diantar oleh ibunya ke IGD RSUD Kardinah Tegal dengan keluhan area
dibawah mata, bibir, serta samping hidung pasien tiba-tiba berwarna biru. 2 hari SMRS
pasien tampak mulai sesak, nafas pasien megap-megap, tidur pasien menjadi terganggu,
pasien menjadi sering terbangun sewaktu tidur, pasien menjadi malas minum susu. Karena
khawatir anaknya tidak mendapatkan supplai ASI yang cukup, maka ibu pasien memaksa
pasien untuk menyusu. Ibu pasien selalu menyusukan pasien dalam posisi duduk dan pasien
digendong. Ibu pasien mengatakan pasien sempat tersedak. Beberapa kali pasien batuk serta
ASI keluar dari hidung pasien saat ibunya memaksa pasien menyusu, sehari ±3 kali.
Sore hari SMRS muka pasien menjadi pucat, area dibawah mata, bibir, serta samping
hidung menjadi berwarna biru.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik pertama kali pasien datang ke IGD, tampak sakit sedang,
tampak lemas, sesak(+), sianosis (+). S: 36.70C, HR: 197 x/menit reguler, RR : 72x/ menit,
Sp02 : 90-92%. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya nafas cuping hidung (+),SN
bronkovesikuler +/+, Ronkhi +/+, Wh -/-, Retraksi suprasternal dan subcostal (+), akral
dingin.
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini antara lain pemeriksaan darah rutin
dan Rontgen thorax . Didapatkan hasil sebagai berikut :
a. pada pemeriksaan rotgen tanggal 15 April 2013 didapatkan kesan menyokong pnemonia
aspirasi.
b. Pemeriksaan darah rutin dalam bats normal
c. Neonatus aterm sesuai masa kehamilan. Pada kurva Lubchenko, pasien ini termasuk
kategori sesuai masa kehamilan dengan berat badan lahir 2600 gram dan masa kehamilan
39 minggu.
PNEUMONIA ASPIRASI
Definisi
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar
tubuh penderita.1
Epidemiologi
Data mengenai pneumonia aspirasi di Indonesia belum terekam, sedangkan data di
USA menyebutkan bahwa hampir 45% dari total populasi pernah mengalami tersedak,
terutama tersedak air liur saat tidur nyenyak tengah malam. Dan hanya 4% yang menjadi
masalah klinis aspirasi pneumonia. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pada 4,5 juta
kasus pneumonia yang ada dalam masyarakat, maka sebesar 5-15% nya menimbulkan
pneumonia aspirasi.. Prevalensi terkait dengan faktor usia, kondisi neuromuskuler dan status
mental penderita. Sedangkan jenis kelamin dan ras tidak berpengaruh terhadap prevalensi
aspirasi pneumonia.
Mortalitas Dan Morbiditas
Mortalitas dan morbiditas pneumonia aspirasi sangatlah bervariasi, mulai dari infeksi
kronikberlanjut ke sepsis dan acute respiratory distress syndrome sebagai penyebab kematian
yang cepat. Gejala-gejala tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi penderita saat sehat,
kwantitas dan kwalitas bahan yang dihirup. Bahan aspirat yang masuk ke jalan nafas,
mengakibatkan obstruksi, infeksi dan kerusakan parenkim paru oleh zat yang bersifat kimia.
Serta terjadinya perubahan PH dalam lingkungan menjadi < 2,5 membuat kerusakan hebat,
termasuk perdarahan trakeo-bronkial serta pulmonary odem. Aspirasi yang masif dari isi
lambung bisa menjadikan kelainan yang diffuse dan bilateral. Infeksi yang sering terjadi
adalah karena kuman flora normal mulut, terutama dari penderita yang hygiene oro-
periodontal yang jelek. Pada penderita yang lama terpasang intubasi endo-trakeal sering
terjadi infeksi kuman gram negatif, sehingga timbul pneumonia, abses dan empiema. Apabila
bahan aspirat besar dan padat, dapat menyebabkan obstruksi bronkus, atelektasis lobar atau
segmental. Namun apabila bahan aspirat kecil, akan terjadi reaksi peradangan akut, dan dapat
menimbulkan gambaran granuloma kronik dan jaringan parut.
Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam
lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau
vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing
merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi
pneumonia bakterial.1,3
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya polimikrobial
namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di komunitas atau di RS.
Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob obligat (41-46%) yang terdapat
di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai
Klebsiella pnemoniae dan Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes
melaninogenicus, dan Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari
kolonisasi kuman anaerob fakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia,
dan S. aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.1,4
Daya tahan traktus respiratorius
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari:3
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasoorofaring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret yang
dikeluarkan oleh set epitel tersebut
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imunoglobulin A (IgA).
Gambar 1: Sistem respirasi Manusia7
Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat peranan
aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat
3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang
teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.2
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara
berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai
bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,
pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi
sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial,
duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin
dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.2
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret
orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah.
Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret
tersebut akan dibersihkan secara normal.3
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1
Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk
(kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring,
scleroderma)
Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan
aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran
napas.
Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi10
Partikel kecil dari mulut yang masuk ke saluran nafas, kemudian akan timbul suatu
mekanisme pertahanan normal tubuh sebelum masuk ke paru berupa batuk. Namun jika
partikel tersebut tidak bisa dikeluarkan, dapat menyebabkan peradangan atau infeksi yang
dapat menyebabkan pneumonia. Pada orang yang lemah, keracunan alkohol/obat atau dalam
kondisi tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena kondisi kesehatannya, memiliki
resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan pada orang normal yang menghirup
sejumlah besar bahan makanan yang dimuntahkannya, bisa menderita pneumonia aspirasi.
Bahan yang terhirup dapat menyumbat saluran trakeo-bronkial, mulai dari glottis
sampai bronkus distal, tergantung posisi penderita pada saat terjadi aspirasi. Tempat benda
asing berhenti di paru dapat terjadi di beberapa lokasi. Bila saat miring ke kanan, benda asing
tersebut akan menimbulkan proses di lobus paru kanan bawah. Bila dalam posisi supine,
benda asing dapat terakumulasi pada lobus paru atas, dan yang paling sering pada segment
posterior lobus atas.
Yang paling sering terkena dampak bahan aspirasi adalah saluran bronkioli-alveoli
yang rentan terhadap infeksi. Reaksi radang akut biasanya diikuti dengan aktifasi neutrofil
dan mekanisme reaksi sistemik-mediated yang didominasi interleukin-8.
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara infeksi
saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan pneumonia bakteri.
Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal yang terdiri dari
mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium, Peptococcus, dan
Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering ditemukan diantara pasien-
pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-
lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam, penurunan berat badan, anemia,
leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi sputum berbau busuk. Abses-abses paru
yang terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-
mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk
pada paru kanan bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi
karena banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.2
Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan terjadi
fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan jaringan secara
menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama secara sinergis
menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril sehingga aspirasi yang
terjadi dapat disertai bakteri. Enam puluh sampai 100% terdiri dari kuman anaerob.
Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi yang terjadi di Rumah
sakit.2,5
Gambar 2: paru-paru yang mengalami infeksi8
Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan)
atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan)
yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus segera diisap
untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi adalah bahan padat, maka gejala
yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan tersebut dan lokasinya dalam saluran
pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan
obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada
bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk
kronik dan infeksi berulang.2
Gambar 3: Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan10
Gejala Klinis
Mengetahui tentang riwayat perjalanan penyakit sangatlah penting untuk mengetahui
terjadinya pneumonia aspirasi, yaitu tentang sifat bahan aspirat, jumlah bahan yang terhirup,
serta wakru terjadinya, sehingga akan mempengaruhi luas dan lokasi kelainan parenkim paru.
Penderita penurunan kesadaran yang mudah terkena pneumonia aspirasi adalah pada
penderita stroke, peminum alkohol, keracunan obat, pasca anastesi umum, epilepsi, trauma
dan hipoglikemia. Sedang pada penderita kelainan neuromuskuler yaitu penyakit degeneratif,
distrofi otot pernafasan, Guillain-Barre sindrom, kelainan anatomi dan struktur disekitar
orofaring, seperti tumor, striktura/fistula esofagus, achalasia dan GERD (Gastro-esophageal
reflux disease).
Manifestasi klinis sangat bervariasi, seperti asma bronkiale dengan gejala obstruksi
bronkus, seperti dyspneu, wheezing, ronki, pulmonary edem, tachycardia, hemorhagic
trachea-bronkitis, hipotensi, oksigen rendah, sampai pada cardiac arrest. Apabila bahan
aspiratnya besar, menutup saluran nafas besar, akan terdengar stridor, wheezing, serta tanda-
tanda hipoksia dan atelektasis. Gejala lain yang nampak berupa demam, dahak kemerahan,
kulit yang kebiruan oleh karena darah yang kurang oksigenasi (sianosis), nyeri dada, mialgia
serta kelemahan umum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan badan panas, dinding dada tampak asimetris,
tertinggal gerakan pada sisi yang sakit, fremitus raba menurun pada sisi yang sakit, suara
nafas vesiculer/bronkial menurun, suara tambahan egophoni atau whispered pectorilogue.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan dari
pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum
yang juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah
sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek
umum), pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.
Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan
penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk
membedakan pneumonia dari penyakit lain.1,5
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik oleh
tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan
(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang cepat (takikardi) dan
rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan
oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau
memiliki sianosis memerlukan perhatian segera.2,5
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat bagian
yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusi
ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni, “whispered
pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensi
abdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengan
kolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2
Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran Radiologis
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah
foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial dengan atau tanpa
disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi. Gambaran lusen disertai dengan
infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses paru atau
fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif
menunjukkan para pneumonic pleural effusion.4
b.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari
10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanya infeksi
atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit
“shift to the left”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh
karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari
hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan
dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.3
Lokasi infiltrate:
Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi dengan
ukuran lebih besar
Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk
pada lobus kanan dan kiri bagian bawah.
Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus
lateral kiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.
Pada pasien pecandu alcohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone,
kosolidasi yang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan.
Gambar 4: rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru kiri5
Gambar 5: rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru
kanan.5
Gambar 6: CT-Scan dada pada Pneumonia aspirasi10
Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau gangguan
reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi, trakea harus
segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver Heimlich untuk
mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi tidak dapat dikeluarkan
segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran bahan yang tersangkut, biasanya
dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen nasal atau masker bila ada tanda gagal
napas berikan bantuan ventilasi mekanik. Bisa dilakukan pengisapan oro-faring dan trakea
untuk membersihkan saluran pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup.
Antibiotika harus diberikan pada pneumonia aspirasi. Pada aspirasi pneumonitis
pemberian antibiotik masih kontroversi. Tidak disarankan untuk pemberian profilaksis
antibiotika. Namun bila terjadi tanda-tanda panas badan, leukositosis, keadaan umum
memburuk, maka antibiotikaa diberikan.
Pemilihan antibiotika harus difikirkan terjadinya aspirasi pneumonia merupakan
kejadian nosokomial atau community. Sering dipakai kombinasi antibiotik untuk kuman
gram positif dan gram negatif. Pemberian antibiotika diberikan secara empirik. Untuk kuman
anaerobtidak diberikan antibiotik selama tidak didapatkan tanda abses paru atau gambaran
pneumonia necrotizing pada pemeriksaan foto dada atau CT-scan.
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam bila
penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di rumah sakit
diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan anaerob, misalnya
aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke 3 atau 4, atau
klindamisin. Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di rumah sakit
bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap terapi berdasarkan
gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian atau penyesuaian antibiotic
(AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi pasien
baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu. Biasanya diperlukan terapi
3-6 minggu. 1
Follow up
Pasien dengan keadaan hemodinamik berat atau dengan distress respiratory
di rawat di ICU.
Pasien dengan respiratori yang stabil di rawat di bangsal perawatan umum.
Gambar 7: Bronchoscopy9
Tabel 3: Diagnosis pneumonia aspirasi10
Komplikasi
Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia
sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu
seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain
pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut
respiratory distress syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus
membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.2
Syok sepsis dan septik
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin.
Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus pneumonia
merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan
unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-
obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai
rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah
lain dan sering menyebabkan kematian.2
Effusi pleura,empyema dan abces
Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan
tidak dapat dikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat dilihat
dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh
ahli bedah atau ahli radiologi.2
Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% pada
PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi adalah
sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom
Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai empyema
sebesar 20%.1,3
Pencegahan3
Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi
asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi
dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit
Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untuk
terjadinya aspirasi.
Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum operasi
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono E, Hidyam B, Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman Pneumonia
pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998, Vol. 32, No. 3, Penerbit FK UGM,
Yogyakarta, 2000, hal: 161-164.
2. Swaminathan A. Overview Pneumonia Aspiration. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-overview Updated May 5, 2009.
3. NN. Mesothelioma & Asbestos Pictures Gallery. Available from:
http://mesotheliomacg.com/mesothelioma-pictures-gallery.
4. NN. pathophysiology of aspiration pneumonia. Available from: http://www.health-
res.com/pathophysiology-of-aspiration-pneumonia.
5. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta,
1995, hal: 709-712.
6. Bordow RA, Moser KM (ed), Manual of Clinical Problems in Pulmonary Medicine
with Annotated Key References, 2nd edition, Little Brown & Co (Inc.), USA, 1986, pp:
85-105.
7. Rudolph AM, et al, Pediatrics, 14th edition, Appleton & Lange, California, 1987,
pp:1427-1428.
8. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada Anak, EGC,
Jakarta, 2001, hal 496-522.