Case PLM- ASMA Revisi
description
Transcript of Case PLM- ASMA Revisi
BAB IPENDAHULUAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas dimana banyak sel berperan
terutama sel mast, esonofil, limposit T macropagh, neutrofil dan sel epitel (Slamet
Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang
terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi
berulang, sesak napas, dada rasa tertekan, dispnea, dan batuk terutama pada
malam atau dini hari. (GINA, 2006). Menurut National Heart, Lung and Blood
Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan
dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari
saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.
Masalah epidemiologi pada penyakit asma saat ini adalah mengenai morbiditas
dan mortalitas asma yang relative tinggi dan mengalami peningkatan. WHO
memperkirakan saat ini 100-150 juta penduduk di dunia terkena asma dan
diperkirakan akan terus bertambah 180.000 setiap tahun. Berdasarkan jenis kelamin
penderita, secara umum perempuan lebih sering mengalami asma dibandingkan
dengan laki-laki. Diperhitungkan perempuan 10.5% lebih sering terkena asma
dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, asma lebih sering diderita oleh laki-laki
yang berumur dibawah 18 tahun sedangkan prevalensi asma pada umur 18 tahun ke
atas lebih sering terjadi pada perempuan. Dalam laporan kasus ini akan dibahas
secara rinci berbagai temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
tambahan yang berkaitandengan penegakkan diagnosis asma serta pilihan tata laksana
yang tepat untuk mengobati serangan asma.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 STATUS PASIEN
2.1.1 Identifikasi Pasien
Nama : Ny. NH
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Jl. Angkatan 66, Lr. Taman Sari No.444
Suku : Sumatera
Kebangsaan : Indonesia
No.Rek. Medik : 46232
2.1.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sesak nafas disertai mengi sejak 1 hari SMRS.
b. Keluhan Tambahan : Batuk (+) tidak berdahak.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 3 hari SMRS os mengeluh batuk (+), berdahak (-), batuk berdarah
(-), sesak (-), demam (-), nyeri dada (-), berkeringat saat malam hari (-), nafsu
makan menurun (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB normal seperti biasa.
Kemudian os berobat ke dokter namun tidak mengalami perubahan.
± 1 Hari SMRS os mengeluh sesak nafas disertai mengi. Sesak
dipengaruhi oleh cuaca (+) terutama cuaca dingin, sesak pada malam hari (-),
batuk (+) tidak berdahak, sesak dipengaruhi aktivitas (+) seperti aktivitas
berat, debu (+), emosi (-), dan asap (-), pilek (-), batuk (-), demam (-), Sesak
dirasakan terus menerus, os mengaku sesak sedikit berkurang pada saat
2
menggunakan obat semprot dan beristirahat, namun beberapa saat timbul
sesak lagi dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, os nyaman dengan
posisi duduk saat sesak. Os kemudian dibawa ke IGD RSMH, saat di IGD os
sesak nafas saat berbicara dengan beberapa kata, dan nyaman dengan posisi
duduk, os terlihat sangat gelisah, lalu dilakukan nebulisasi 3 kali, namun
keluhan sesak os tidak berkurang, dan kemudian os di rawat di RSMH.
Riwayat os menderita penyakit yang sama (+), os mengaku sakit Asma
sejak kecil, saat ini os mengkonsumsi dua obat (metilprednison dan obat yang
lainnya lupa) dan satu obat semprot (os lupa), os mengaku rutin kontrol ke
dokter. Riwayat memiliki hewan peliharaan dirumah disangkal. Riwayat
Keluarga yang menderita penyakit yang sama (+) yaitu anak os yang pertama.
2.1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis
2. Berat Badan : 50kg
3. Tinggi Badan : 165 cm
4. Keadaan Status Gizi: Gizi Sedang
5. Vital Sign
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 112x/menit, isi dan tegangan cukup
- RR : 24x/menit
- T : 36,00C
b. Pemeriksaan Spesifik
a. Kepala
Mata : sklera ikterik (-)
Conjungtiva anemis (-)/(-)
Pupil isokor, ukuran 3 mm/3mm
Reflek cahaya +/+
3
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
Telinga : sekret (-), dalam batas normal
Mulut : sianosis (-), sekret (-), dalam batas
normal
b. Leher : pembesaran KGB (-), JVP (5-2)
cmH2O
c. Thorax
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Batas atas jantung ICS II
Batas kanan jantung ICS IV linea
parasternal
Batas kiri jantung ICS IV linea axillaris
anterior sinistra
Auskultasi : BJI-II normal, murmur (-),gallop (-)
Paru
Inspeksi : simetris, barrel chest (-), venektasi (-),
statis dan dinamis: kanan = kiri, retraksi
supraclavicular (+)
Palpasi : stem fremitus menurun: kanan=kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler (+) n , rhonki (-), wheezing
(+) ekspirasi.
d. Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas
Perkusi : Timpani
4
Auskultasi : Bising usus (+) normal
e. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema
pretibia(-)
2.1.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboraturium
Hb : 11,2 gr%
WBC : 5600 mm3
Ht : 38%
Trombosit : 297.000 mm3
2.1.5. Penegakkan Diagnosis
a. Diagnosis Banding
1. Serangan asma akut derajat sedang
2. Serangan asma akut derajat berat
b. Diagnosis
Serangan asma akut derajat sedang
c. Tatalaksana
Tatalaksana Awal asma saat serangan
Non Farmakologis
Istirahat
Edukasi
Oksigenisasi 2 liter per menit
Farmakologis
Nebulisasi Salbutamol 5 mg 3x/ 1 jam
Dexamethason 2x1 amp iv
2.1.6. Follow Up 1 jam kemudian
5
31/12/2014 S: Sesak saat berbicara (+) dan hanya dapat berbicara sepatah kata,
nyaman dengan posisi duduk (+), gelisah (+)
O:
KU
TD:110/70 RR:24 x/menit
N:80 x/menit T: 36,5°C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+) ekspirasi, Rh (-), retraksi supra
clavicula (+) kiri dan kanan.
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
A. Serangan Asma akut derajat sedang
P. Non Farmakologis
- Oksigen
- Edukasi
Farmakologis
- Inhaler farbivent 3x/jam
- Dexametason oral 1x 0,5 mg
Follow Up 1-2 jam kemudian
6
31/12/2014 S: Sesak saat berbicara (+) dan hanya dapat berbicara sepatah kata,
nyaman dengan posisi duduk (+), gelisah (+)
O:
KU
TD:110/70 RR:24 x/menit
N:84 x/menit T: 36,5°C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+), Rh (-), retraksi supra clavicula
(+) kiri dan kanan.
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
A. Serangan Asma akut derajat sedang (respon tidak lengkap selama 1-
2 jam) - Rawat rumah sakit (MRS)
P. Non Farmakologis
- Oksigen
- Edukasi
Farmakologis
- Aminophilin dalam D5 500 cc drip (0,5-0,6 mg/kg BB/jam)
- Dexametason tabler 3 x 0,5 mg
- Nebu farbivent /8 jam
Follow Up Asma saat Setelah diluar serangan
7
3/1/2015 S: Gejala asma timbul setiap hari, serangan masih mempengaruhi
aktivitas dan tidur.
O:
KU
TD:110/70 RR:24 x/menit
N:84 x/menit T: 36,5°C
KS:
Kepala: CA (-), SI (-)
Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)
Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+), Rh (-), retraksi supra clavicula
(+) kiri dan kanan.
Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(-), bising usus (+) normal
Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.
A. Asma Presisten sedang
P. Non Farmakologis
- Edukasi
Farmakologis
- Metilprednisolon
- Salmeterol
Alternatif:
- Retapyl
- Simbicort
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 SERANGAN ASMA
3.1.1 Definisi
Eksaserbasi asma akut biasanya dikenal sebagai suatu serangan asma. Gejala
klasiknya adalah sesak nafas, mengi, and rasa berat di dada. Walaupun gejala tersebut
adalah gejala primer asma, namun beberapa orang dengan asma datang dengan gejala
batuk, dan pada kasus yang sangat parah, aliran udara benar-benar terganggu
sehingga tidak terdengar lagi suara mengi.
Tanda yang dapat ditemukan pada saat serangan asma yaitu penggunaan otot
tambahan untuk bernapas yaitu (sternokleidomastoid dan otot scalene di leher),
terdapat juga denyut nadi paradoks (denyut nadi yang melemah pada saat menarik
napas dan denyut nadi menjadi kuat saat menghembuskan napas), serta
penggembungan dada yang berlebihan. Warna biru di kulit dan kuku bisa terjadi
akibat kekurangan oksigen
Pada asma serangan ringan Puncak laju aliran ekspirasi (PEFR) yaitu
≥200 L/men atau ≥50% dari perkiraan terbaik. Asma serangan sedang yaitu antara 80
sampai 200 L/men atau 25% sampai 50% sesuai dengan perkiraan sedangkan
bertambah parah berat yaitu ≤ 80 L/men atau ≤25% dari perkiraan.
Asma serangan berat , sebelumnya dikenal sebagai status asmatikus, adalah
bertambah parahnya asma atau serangan asma akut yang tidak memberikan respons
terhadap terapi standar dengan bronkodilator dan kortikosteroid. Setengah dari kasus
ini terjadi karena infeksi dan yang lainnya terjadi karena alergen, polusi udara atau
pemakaian obat yang tidak cukup atau tidak sesuai.18
3.1.2 Klasifikasi
9
Derajat tingkat keparahan serangan asma dapat dibagi menjadi ringan, sedang berat
dan ancaman henti nafas berdasarkan parameterklinis, fungsi faal paru dan
laboratorium. Berikut klasifikasinya:15
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Serangan Asma (GINA 2006)
Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas
Sesak (breathless)
-Berjalan
-Berbicara
-Istirahat
Posisi Bisa berbaring
Lebih suka duduk Duduk bungkuk kedepan
Bicara Kalimat Frasa kataKesadaran Mungkin
iritabelBiasanya iritabel Biasanya
iritableKebingungan
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang
seringbunyi pada ekspirasi
Nyaring sepanjang ekspirasi=inspirasi
Sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop
Sulit/ tidak terdengar
Penggunaan otot bantu pernafasan
Biasanya tidak
Biasanya ya Ya Gerakan paradok toraks-abdominal
Respiratory rate
Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Takikardi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPulsus Paradoksus
Tidak ada Ada (<20mmHg) Ada (20-40 mmHg)
Tidak ada
APE setelah diberikan bronkodilator
>80% 60-80% <60%
PaO2 Normal >60 mmhg <60 mmHgPaCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHgSaO2 >95% 91-95% <90%
10
Berdasarkan tingkatan asma yang terkonrtol atau tidak asma dibagi menjadi 3
kategori, yaitu: asma terkontrol, asma terkontrol sebagian, dan asma tidak
terkontrol. Hal tersebut dapat dilihat:16
Tabel 2. Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Konrtrol Asma (GINA 2008)
Tabel 3. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala pada Orang Dewasa. Derajat Asma
Gejala Gejala Malam
Faal Paru
Intermiten -Bulanan -Gejala <1x/minggu tanpa gejala diluar -Serangan singkat
<2 kali sebulan
APE >80% -VEP1 >80% nilai prediksi APE serangan >80% nilai terbaik -Variabiliti APE <20%
Persisten ringan
-Mingguan -Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.-Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
>2 kali sebulan
APE >80%- VEP1 >80% nilai prediksi APE>80% nilai terbaik.- Variabiliti APE 20-30%
Persisten sedang
-Harian -Gejala setiap hari.Serangan mengganggu aktivitas
>2 kali sebulan
APE 60-80%- VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik
11
dan tidur. -Bronkodilator setiap hari
- Variabiliti APE >30%
Persisten berat
-Kontinyu-Gejala terus menerus. -Sering kambuh. -Aktivitas fisik terbatas
Sering - APE <60%- VEP1 <60% nilai prediksi APE <60% nilai terbaik - Variabiliti APE >30%
Penanganan pada serangan asma bergantung dari derajat tingkat keparahan
serangan tersebut.
Tabel 4. Tingkat keparahan serangan asma akut
Tanda-tanda klinis Pengukuran
Mengancam nyawa -Perubahan tingkat kesadaran-Kelelahan-Aritmia
-Tekanan darah rendah-Sianosis
-Tidak ada aliran udara yang terdengar
-Upaya nafas buruk
-Arus Puncak Ekspirasi < 33%
-Saturasi Oksigen < 92%-PaO2 < 8 kPa
"Normal" PaCO2
Eksaserbasi asma (berat)
-Puncak aliran 33–50%-Frekuensi pernapasan ≥ 25 bernapas setiap menit
-Frekuensi denyut jantung ≥ 110 denyut setiap menit-Tidak dapat menyelesaikan kalimat dalam satu kali tarikan napas
12
Eksaserbasi asma (sedang)
-Gejala memburuk-Puncak aliran 50–80% terbaik atau diperkirakan
-Tidak ada fitur asma sangat berat
Tatalaksana untuk serangan asma
13
14
3.1.3 Peninjauan
Pulse oxymetri
Monitoring saturasi oksigen harus siap sedia. Saturasi oksigen arterial yang
rendah pada udara ruangan (SpO2 <92%) setelah pemberian bronkodilator
15
menandakan penderita dalam kondisi asma yang berat dan mengindikasikan untuk
dirawat inap.
Foto Thoraks
Indikasi foto thoraks pada serangan asma adalah
Tidak ada respon terhadap terapi
Empisema atau nyeri dada (mengindikasikan adanya udara bocor (air leak)
atau pneumothoraks)
Tanda klinis yang mengarah ke pneumothoraks, konsolidasi, dan kolaps paru.
Asma yang mengancam nyawa.
AGD (analisa gas darah)
PaCo2 akan menurun pada serangan asma derajat ringan. Normal atau
naiknya PaCO2 mengindikasikan asma yang memberat dan gagal nafas.
3.1.5 Indikasi Rawat Inap
Indikasi serangan asma dapat berupa: serangan asma yang mengancam
nyawa, serangan asma berat, serangan asma sedang dan tidak ada perbaikan setelah
diterapi Beta 2 agonis (awal), dan keadaan lingkungan rumah pasien yang merupakan
pemicu asma.18
3.1.2. Prevalensi
Prevalensi asma dipengaruhi banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur
pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-
kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding perempuan 1,5:1, tetapi
menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa
menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Di Indonesia prevalensi asma
berkisar antara 5-7%1.
3.1.3. Faktor Risiko
16
Paparan alergen merupakan faktor risiko penyebab individu memiliki kepekaan
atopi terhadap alergen spesifik, dapat membuat individu mengalami asma berat, dan
gejala asma berlangsung secara terus menerus.
a. Debu rumah
b. Aktifitas fisik
c. Perubahan cuaca
d. Binatang peliharaan
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Perabot rumah tangga.
3.1.4. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu.
Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf
otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau
iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferen, yang
pada ujung cabang referen merangsang kontraksi otot polos bronkus.
Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos
bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan
yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas. Faktor imunologi penderita asma
ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepung sari dan ketombe. Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik
penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita lainnya
dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti keterlibatan IgE Diana uji kulit
negatif dan kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada
usia 2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut dengan
asma intrinsik.1
17
3.1.4. Patogenesis
Pengertian sebelumnya asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang
timbul mendadak, akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan.
Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hipereaktivitas bronkus,
sehingga pengobatan utama asma adalah mengatasi bronkospasme. Konsep terkini
yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan
reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik
adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan
lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau
tidak bergejala.8
Banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan
dengan manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi
diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi pada 40 % penderita asma
anak dan dewasa.8 Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen
awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel
plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila ada
rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate
asthma reaction).9
Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-mediator: histamin,
leukotrien C4(LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2, tryptase. Mediator-
mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar, edema,
peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran
klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih
kembali(serangan asma hilang) dengan pengobatan.9 Setelah 6-8 jam maka terjadi
proses selanjutnya , disebut reaksi asma lambat (late asthma reaction). Akibat
pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T
yang teraktivasi, akan mengaktifkan sel-sel radang seperti eosinofil, basofil, monosit
dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah
18
dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T
mensekresi IL–3 dan granulocyte–macrophage colony–stimulating factor (GM–CSF),
Th-l terutama memproduksi IL–2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th-2 terutama
memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu IL–4, IL–5, IL–9, IL–13, dan
IL–16.9
Sitokin yang dihasilkan oleh Th-2 bertanggung jawab terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Masing-masing sel radang berkemampuan
mengeluarkan mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil
Peroxidase (EPX), Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein
(MBP). Mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang
menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2.
Mediator tersebut dapat menimbulkan bronkospasme.9
Sel makrofag mensekresi IL-8, platelet activating factor (PAF), regulated
upon activation novel T cell expression Ana presumably secreted (RANTES). Semua
mediator diatas merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses peradangan
mempertahankan proses inflamasi.9 Mediator inflamasi tersebut akan membuat
kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel,
penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada
rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menetap,
penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi
irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat.8
Inflamasi dan Remodeling Saluran
Napas Sejalan dengan proses inflamasi kronik, kerusakan epitel bronkus
merangsang proses perbaikan saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan
struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal
dengan istilah remodeling atau repair. Kerusakan epitel bronkus disebabkan
dilepaskannya Sitoli dari sel inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot
polos saluran napas juga memproduksi sitokin dan kemokin seperti eotaxin,
19
RANTES, GM-CSF dan IL-5, juga faktor pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga
mengakibatkan penumpukan kolagen di lamina propia.
Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan
Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi,
epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses
remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis
mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa,
infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan
perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten
dan memberikan gambaran klinis asma kronis.9
Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan
epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat
antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi
berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses
remodeling bertambah hebat.9
3.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik asma klasik adalah serangan episode batuk, mengi, dan
sesaknapas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada,
dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret, baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian
kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan
istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan
pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi
bronkus dengan metakolin.
Pada asma alergik sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala
asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap
faktor pencetus nonalergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran
20
napas ataupun perubahan cuaca. Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala
biasanya memburuk pada awal minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk
sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari
lingkungan kerjanya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi
dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
Gejala nokturnal
Sebagian besar pasien dengan asma mengalami gejala nokturnal sekali atau
dua kali sebulan. Beberapa pasien hanya mengalami gejala di malam hari dan
memiliki fungsi paru normal di siang hari. Hal ini disebabkan, sebagian, dengan
respon berlebihan terhadap variasi sirkadian normal dalam aliran udara.
Bronkokonstriksi tertinggi antara jam 04:00 dan 06:00 (morbiditas tertinggi dan
kematian dari asma yang diamati selama waktu ini). Pasien-pasien ini mungkin
memiliki penurunan yang lebih signifikan dalam tingkat kortisol atau nada vagal
meningkat di malam hari. Studi juga menunjukkan peningkatan peradangan
dibandingkan dengan kontrol dan dengan pasien dengan asma siang hari.11,12
3.1.7. Diagnosis
Penegakkan diagnosis untuk penyakit asma didasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:
A.Anamnesis
Didapatkan keluhan episodik berupa batuk kronik berulang, mengi, sesak atau
berat di dada. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien ataupun keluarganya
seperti rhinitis alergika, dermatis atopik, dll. Selain itu perlu diketahui faktor pencetus
serangan dapat memicu timbulnyaserangan. Faktor-faktor pencetus pada asma yaitu :
•Infeksi virus saluran napas: influenza
•Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang
•Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi
•Kegiatan jasmani : lari
21
•Ekspresi emosional takut, marah, frustasi
•Obat-obat aspirin, penyekat beta, OAINS
•Lingkungan kerja : uap zat kimia
•Polusi udara
•Pengawet makanan : sulfit
•Lain-lain : haid, kehamilan, sinusitis
Yang membedakan asma dengan penyakit paru lainnya yaitu pada serangan
asma dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada
yang hilang dengan sendirinya.
B.Pemeriksaan Fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung derajat
obstruksi saluran napas antara lain terdapat ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi
dada, pernafasan cepat sampai sianosis, dll.
C.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau
bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis
asma. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih
lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus dengan
histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl
hipertonis. Penggunaan Peak flow meter merupakan hal penting dan perlu
diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan untuk
tatalaksana asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai
alternative.Pemeriksaan penunjang lain nya yang dapat dilakukan antaralain :
pemeriksaan sputum, eosinofil total, uji kulit, kada total IgE atau spesifik IgE, foto
3.1.9. Penatalaksanaan Asma
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)
dan obat pengendali (controller). Kelompok pertama adalah obat pereda atau pelega
atau obat serangan. Obat pelega (reliever) asma ini digunakan untuk meredakan
22
serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah
tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat
pengendali, sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik.
Obat asma dapat diberikan lewat beberapa cara seperti oral, inhalasi atau
injeksi. Keuntungan utama obat inflasi adalah menghasilkan efek langsung ke
saluran nafas, yang menghasilkan konsentrasi lokal tinggi dengan resiko sistemik
yang kurang.
Controller Reliever
Kortikosteroid (inhalasi, sistemik)
Leucotriene modifeier
Long acting β-2 agonist ( LABA )
Chromolin : Sodium
cromoglycate dan Nedocromil
Sodiem
Teofilin lepas lambat
Anti IgE
Antikolinergik : Tiotropium
Short acting β-2 agonist ( SABA )
Kortikosteroid sistemik
Antikolinergik : Ipratropium
bromide, oxitropium
Teofilin
Pemberian Obat Asma berdasarkan Tingkat Keparahan :
Tahap 1 : Intermiten
Controller : tidak diperlukan.
Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu tapi kurang dari sekali seminggu.
Intensitas pengobatan tergantung kepada berat-ringannya serangan. Inhalasi agonis
β2 atau kromolin atau nedokromil sebelum exercise atau paparan terhadap alergen.
Tahap 2 : Persisten Ringan :
23
Controller : Obat harian :, 200 –500 mcg, atau kromolin, atau nedokromil, atau
teofilin lepas lambat. Kortikosteroid inflasi Jika perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid
inhalasi. Kalau dosis yang sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau
tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan asma malam) : agonis
β2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat, atau agonis β2 oral.
Reliever: SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu,tidak lebih dari 3 –4 kali sehari.
Tahap 3 : Persisten Sedang :
Controller : Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 –2000 mg dan LABA,
terutama untuk asma malam : Agonis β2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat
atau agonis β2 aksi lama oral.
Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu, tidak lebih dari 3–4 kali sehari.
Tahap 4 : Persisten Berat :
Controller : Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 –2000 mcg atau lebih dan
LABA : Agonis β2 aksi lama atau teofilin lepas lambat, dan/atau agonis β2 aksi lama
oral dan Kortikosteroid oral jangka lama.
Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu.
Secara umum obat-obatan asma berupa:
a) Pemberian oksigen: Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan
saturasi O2 90% atau lebih.
b) Agonis β2: Agonis β2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap
20 menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,
tarbutalin 10 mg). Pemberian secara parenteral agonis β2 dapat dilakukan bila
pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil.
c) Adrenalin (epinefrin ) : Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau
subkutan bila Agonis β2 tidak tersedia atau tidak ada respon terhadap agonis
β2 inhalasi.
24
d) Bronkodilator tambahan: Kombinasi agonis β2 dengan antikolinergik
(Ipratropium Bromida) memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari
pada diberikan sendiri-sendiri. Obat ini diberikan sebelum
mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi
serangan ini masih ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi
aminofilin intravena tidak dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan
serangan asma. Aminofilin intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan
secara pelan (dalam 10 menit) diberikan pada penderita asma akut berat yang
perlu perawatan dirumah sakit, jika penderita tidak mendapat teofilin dalam
48 jam sebelumnya.
e) Kortikosteroid: Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan
serangan yang refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral
sama efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang
dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam.
Kortikosteroid diberikan bila:
Serangan asma sedang sampai berat.
Inhalasi agonis β2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:
Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid
oral jangka panjang.
Serangan sebelumnya juga membutuhkan kortikosteroid oral.
Kriteria untuk perawatan dirumah sakit:
Respon terhadap pengobatan dalam1-2 jam tidak adekuat.
Penyempitan berat saluran nafas menetap ( APE < 40% perkiraan / nilai
terbaik pribadi ).
Riwayat asma berat, apalagi saat membutuhkan perawatan dirumah sakit.
Penderita asma dengan resiko tinggi.
Keluhan sudah berlangsung lama sebelum datang ke rumah sakit.
Tempat tinggal jauh dan kondisi kurang sehat.
25
Kriteria untuk masuk Ruang Rawat Intensif:
Tidak ada respon terhadap pengobatan awal di bagian gawat darurat atau
keadaan memburuk dengan cepat.
Adanya disorientasi, mengantuk atau kehilangan kesadaran.
Adanya ancaman henti nafas: hipoxemia walaupun sudah diberi oksigen
( PO2 < 60 mHg dan / atau PCO2 > 45 mmHg )
Diruang rawat intensif kemungkinan diperlukan tindakan intubasi bila:
Keadaan terus memburuk walaupun terapi sudah optimal.
Pasien kelelahan.
PCO2 meningkat. 1,14,17
3.1.10. Komplikasi Asma
Komplikasi yang mungkin akibat penyakit asma bronkial, antara lain sebagai
berikut : Pneumothorax, pneumomediastinum, emfisema subkutis, atelektasis, gagal
napas, bronkitis, fraktur iga.1
26
BAB IV
ANALISIS KASUS
Wanita usia 47 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 hari SMRS os
mengeluh sesak disertai mengi (+), sesak dipengaruhi posisi (-), cuaca (+) saat dingin,
debu (+), makanan (-), dan aktivitas (+) saat aktivitas berat, dan polusi udara (-).
Sesak dirasakan terus menerus, os mengaku sesak sedikit berkurang pada saat
menggunakan obat semprot dan beristirahat namun beberapa saat timbul sesak lagi
dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, os nyaman pada posisi duduk saat
sesak. Batuk (+) tidak berdahak, pilek (-), demam (-).Os kemudian dibawa ke IGD
RSMH dan dilakukan nebulisasi 3 kali, namun keluhan sesak os tidak berkurang, dan
kemudian os di rawat di RSMH.
Dari anamnesis didapatkan os mengeluh sesak disertai mengi dan
dipengaruhi oleh cuaca, debu dan aktivitas namun sesak berkurang saat menggunakan
obat semprot, sama seperti defenisi asma yaitu asma merupakan suatu penyakit
kronik saluran napas yang terdapat diseluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang
berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode
mengi berulang, sesak napas, dispnue, dan batuk terutama pada malam hari atau dini
hari. Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan sesak nafas dan suara mengi ekspirasi
yang merupakan gejala klinis dari asma.
27
Menurut derajat serangan asma os sudah tiga kali nebulisasi berturut-turut
namun os tidak menunjukkan respons, maka dianggap sebagai serangan asma derajat
berat dan harus dirawat diruang rawat inap. Bila penderita diduga serangan asma
berat, diberikan nebulisasi dengan β2- agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4
liter/menit diberikan sejak awal termasuk nebulisasi, kemudian pasang jalur
parenteral dan dilakukan foto toraks untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks
dan/atau pneumomediastinum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sundaru H dan Sukamto. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: “Asma
xxxBronkial”. Balai PenerbitUniversitas Indonesia. Jakarta.
2. Rahajoe Nasiti, Supriyatno B, dan Setyanyo DB. 2008. Buku Ajar Respirologi
xxxAnak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
3. Firshein,D.O. 2006. Memulihkan Asma: Cara Menghentikan Gangguan Asma
xxxSecara Menyeluruh. Yogyakarta: B-First.
4. Hadiarto M, Adji W, Dianiati KS, Faisal Yunus, Pradjnapramita, Eddy
xxxSurjanto,Tamsil Syafiuddin, Wiwien H. W. 2006. Asma. Pedoman
xxxDiagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
xxxIndonesia.Balai Pustaka. Jakarta.
5. Jessica, AK, John GM, And Jennifer WM. Asthma, the Sex Differencce. Curr
xxxOpin PulmMed. 2011;17(1):6-11.
6. Schayck V. C. P.,Heijden F. M., Boom G., Tirimanna P. R., Herwaarden C.
xxxL.,2000. Underdiagnosis of Asthma: Is the Doctor or the Pateint toBlame?
xxxThe DIMCA project. Thorax. 55 Hal 562-5.
7. National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI). 2008. Global Initiative for
xxxAsthma.
28
8. Rahajoe Nasiti, Supriyatno B, dan Setyanyo DB. Pedoman Nasional Asma Anak.
2004. Jakarta : UKK Pulmonologi PP Ikatan xxxDokter Anak Indonesia.
9. William WB And Robert FL. Asthma. N Engl J Med 2001;344:250-362. Posted
xxxfebruary 1, 2001. DOI: 10.1056/NEJM20010201344050. (availible from : Xi
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200102013440507).
10. Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis
xxxProses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC
11. Cunningham, Leveno Bloom. 2007. William Obstretics 22nd Edition:
xxx“Pulmonary Disorder”. McGraw-Hill. New York.
12. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Barunwald E, et all. Harrison’s Principles of
xxxInternal Medicine. 17th edition. New York: MCGraw-Hill. 2008. P1596-
xxx1606.
13. Ramaiah, S. 2006. Asma mengetahui penyebab, gejala, dan cara
asdpenanggulangannya. Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta
14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma: Pedoman Diagnosis dan
asdPenatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
15. Global Initiative for Asthma (GINA). 2006. Global Strategy for Asthma
asdManagement and Prevention. (Available from:
asdhttp://www.ginasthma.com/download.asp?intId=29).
16. Surjanto, E., 2008. Derajat Asma dan Kontrol Asma. J Respir sdfIndo, Vol. 28,
asdNo. 2, April 2008
17. Supriyatno, H.B., 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Terkini pada
asdAnak. Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005.
18. British Thoracic Society/Scottish Intercollegiate Guidelines Network. British
asdguideline on the management of asthma. A national clinical guideline. May
asd2008; revised June 2009. http://www.sign.ac.za (accessed 30 Mei 2014).
29