Case PLM- ASMA Revisi

43
BAB I PENDAHULUAN Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T macropagh, neutrofil dan sel epitel (Slamet Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, dada rasa tertekan, dispnea, dan batuk terutama pada malam atau dini hari. (GINA, 2006). Menurut National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya. Masalah epidemiologi pada penyakit asma saat ini adalah mengenai morbiditas dan mortalitas asma yang relative tinggi dan mengalami peningkatan. WHO memperkirakan saat ini 100-150 juta penduduk di dunia terkena asma dan diperkirakan akan terus bertambah 180.000 setiap tahun. Berdasarkan jenis kelamin penderita, secara umum perempuan lebih sering mengalami 1

description

ABC

Transcript of Case PLM- ASMA Revisi

Page 1: Case PLM- ASMA Revisi

BAB IPENDAHULUAN

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran nafas dimana banyak sel berperan

terutama sel mast, esonofil, limposit T macropagh, neutrofil dan sel epitel (Slamet

Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang

terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan

dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi

berulang, sesak napas, dada rasa tertekan, dispnea, dan batuk terutama pada

malam atau dini hari. (GINA, 2006). Menurut National Heart, Lung and Blood

Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan, gejala asma berhubungan

dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari

saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.

Masalah epidemiologi pada penyakit asma saat ini adalah mengenai morbiditas

dan mortalitas asma yang relative tinggi dan mengalami peningkatan. WHO

memperkirakan saat ini 100-150 juta penduduk di dunia terkena asma dan

diperkirakan akan terus bertambah 180.000 setiap tahun. Berdasarkan jenis kelamin

penderita, secara umum perempuan lebih sering mengalami asma dibandingkan

dengan laki-laki. Diperhitungkan perempuan 10.5% lebih sering terkena asma

dibandingkan laki-laki. Berdasarkan umur, asma lebih sering diderita oleh laki-laki

yang berumur dibawah 18 tahun sedangkan prevalensi asma pada umur 18 tahun ke

atas lebih sering terjadi pada perempuan. Dalam laporan kasus ini akan dibahas

secara rinci berbagai temuan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

tambahan yang berkaitandengan penegakkan diagnosis asma serta pilihan tata laksana

yang tepat untuk mengobati serangan asma.

1

Page 2: Case PLM- ASMA Revisi

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 STATUS PASIEN

2.1.1 Identifikasi Pasien

Nama : Ny. NH

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : Jl. Angkatan 66, Lr. Taman Sari No.444

Suku : Sumatera

Kebangsaan : Indonesia

No.Rek. Medik : 46232

2.1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama : Sesak nafas disertai mengi sejak 1 hari SMRS.

b. Keluhan Tambahan : Batuk (+) tidak berdahak.

c. Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 3 hari SMRS os mengeluh batuk (+), berdahak (-), batuk berdarah

(-), sesak (-), demam (-), nyeri dada (-), berkeringat saat malam hari (-), nafsu

makan menurun (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB normal seperti biasa.

Kemudian os berobat ke dokter namun tidak mengalami perubahan.

± 1 Hari SMRS os mengeluh sesak nafas disertai mengi. Sesak

dipengaruhi oleh cuaca (+) terutama cuaca dingin, sesak pada malam hari (-),

batuk (+) tidak berdahak, sesak dipengaruhi aktivitas (+) seperti aktivitas

berat, debu (+), emosi (-), dan asap (-), pilek (-), batuk (-), demam (-), Sesak

dirasakan terus menerus, os mengaku sesak sedikit berkurang pada saat

2

Page 3: Case PLM- ASMA Revisi

menggunakan obat semprot dan beristirahat, namun beberapa saat timbul

sesak lagi dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, os nyaman dengan

posisi duduk saat sesak. Os kemudian dibawa ke IGD RSMH, saat di IGD os

sesak nafas saat berbicara dengan beberapa kata, dan nyaman dengan posisi

duduk, os terlihat sangat gelisah, lalu dilakukan nebulisasi 3 kali, namun

keluhan sesak os tidak berkurang, dan kemudian os di rawat di RSMH.

Riwayat os menderita penyakit yang sama (+), os mengaku sakit Asma

sejak kecil, saat ini os mengkonsumsi dua obat (metilprednison dan obat yang

lainnya lupa) dan satu obat semprot (os lupa), os mengaku rutin kontrol ke

dokter. Riwayat memiliki hewan peliharaan dirumah disangkal. Riwayat

Keluarga yang menderita penyakit yang sama (+) yaitu anak os yang pertama.

2.1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis

2. Berat Badan : 50kg

3. Tinggi Badan : 165 cm

4. Keadaan Status Gizi: Gizi Sedang

5. Vital Sign

- Tekanan Darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 112x/menit, isi dan tegangan cukup

- RR : 24x/menit

- T : 36,00C

b. Pemeriksaan Spesifik

a. Kepala

Mata : sklera ikterik (-)

Conjungtiva anemis (-)/(-)

Pupil isokor, ukuran 3 mm/3mm

Reflek cahaya +/+

3

Page 4: Case PLM- ASMA Revisi

Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)

Telinga : sekret (-), dalam batas normal

Mulut : sianosis (-), sekret (-), dalam batas

normal

b. Leher : pembesaran KGB (-), JVP (5-2)

cmH2O

c. Thorax

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Batas atas jantung ICS II

Batas kanan jantung ICS IV linea

parasternal

Batas kiri jantung ICS IV linea axillaris

anterior sinistra

Auskultasi : BJI-II normal, murmur (-),gallop (-)

Paru

Inspeksi : simetris, barrel chest (-), venektasi (-),

statis dan dinamis: kanan = kiri, retraksi

supraclavicular (+)

Palpasi : stem fremitus menurun: kanan=kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : vesikuler (+) n , rhonki (-), wheezing

(+) ekspirasi.

d. Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas

Perkusi : Timpani

4

Page 5: Case PLM- ASMA Revisi

Auskultasi : Bising usus (+) normal

e. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema

pretibia(-)

2.1.4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboraturium

Hb : 11,2 gr%

WBC : 5600 mm3

Ht : 38%

Trombosit : 297.000 mm3

2.1.5. Penegakkan Diagnosis

a. Diagnosis Banding

1. Serangan asma akut derajat sedang

2. Serangan asma akut derajat berat

b. Diagnosis

Serangan asma akut derajat sedang

c. Tatalaksana

Tatalaksana Awal asma saat serangan

Non Farmakologis

Istirahat

Edukasi

Oksigenisasi 2 liter per menit

Farmakologis

Nebulisasi Salbutamol 5 mg 3x/ 1 jam

Dexamethason 2x1 amp iv

2.1.6. Follow Up 1 jam kemudian

5

Page 6: Case PLM- ASMA Revisi

31/12/2014 S: Sesak saat berbicara (+) dan hanya dapat berbicara sepatah kata,

nyaman dengan posisi duduk (+), gelisah (+)

O:

KU

TD:110/70 RR:24 x/menit

N:80 x/menit T: 36,5°C

KS:

Kepala: CA (-), SI (-)

Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)

Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)

Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+) ekspirasi, Rh (-), retraksi supra

clavicula (+) kiri dan kanan.

Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium

(-), bising usus (+) normal

Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.

A. Serangan Asma akut derajat sedang

P. Non Farmakologis

- Oksigen

- Edukasi

Farmakologis

- Inhaler farbivent 3x/jam

- Dexametason oral 1x 0,5 mg

Follow Up 1-2 jam kemudian

6

Page 7: Case PLM- ASMA Revisi

31/12/2014 S: Sesak saat berbicara (+) dan hanya dapat berbicara sepatah kata,

nyaman dengan posisi duduk (+), gelisah (+)

O:

KU

TD:110/70 RR:24 x/menit

N:84 x/menit T: 36,5°C

KS:

Kepala: CA (-), SI (-)

Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)

Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)

Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+), Rh (-), retraksi supra clavicula

(+) kiri dan kanan.

Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium

(-), bising usus (+) normal

Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.

A. Serangan Asma akut derajat sedang (respon tidak lengkap selama 1-

2 jam) - Rawat rumah sakit (MRS)

P. Non Farmakologis

- Oksigen

- Edukasi

Farmakologis

- Aminophilin dalam D5 500 cc drip (0,5-0,6 mg/kg BB/jam)

- Dexametason tabler 3 x 0,5 mg

- Nebu farbivent /8 jam

Follow Up Asma saat Setelah diluar serangan

7

Page 8: Case PLM- ASMA Revisi

3/1/2015 S: Gejala asma timbul setiap hari, serangan masih mempengaruhi

aktivitas dan tidur.

O:

KU

TD:110/70 RR:24 x/menit

N:84 x/menit T: 36,5°C

KS:

Kepala: CA (-), SI (-)

Leher: JVP (5-2) CmH2O, Pem. KGB (-)

Thorax: Cor: BJ I-II normal, m (-), g (-)

Pulmo: Vesikuler (+) normal, Wh(+), Rh (-), retraksi supra clavicula

(+) kiri dan kanan.

Abd: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium

(-), bising usus (+) normal

Eks: Edema pretibia (-), Akral hangat.

A. Asma Presisten sedang

P. Non Farmakologis

- Edukasi

Farmakologis

- Metilprednisolon

- Salmeterol

Alternatif:

- Retapyl

- Simbicort

8

Page 9: Case PLM- ASMA Revisi

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 SERANGAN ASMA

3.1.1 Definisi

Eksaserbasi asma akut biasanya dikenal sebagai suatu serangan asma. Gejala

klasiknya adalah sesak nafas, mengi, and rasa berat di dada. Walaupun gejala tersebut

adalah gejala primer asma, namun beberapa orang dengan asma datang dengan gejala

batuk, dan pada kasus yang sangat parah, aliran udara benar-benar terganggu

sehingga tidak terdengar lagi suara mengi.

Tanda yang dapat ditemukan pada saat serangan asma yaitu penggunaan otot

tambahan untuk bernapas yaitu (sternokleidomastoid dan otot scalene di leher),

terdapat juga denyut nadi paradoks (denyut nadi yang melemah pada saat menarik

napas dan denyut nadi menjadi kuat saat menghembuskan napas), serta

penggembungan dada yang berlebihan. Warna biru di kulit dan kuku bisa terjadi

akibat kekurangan oksigen

Pada asma serangan ringan Puncak laju aliran ekspirasi (PEFR) yaitu

≥200 L/men atau ≥50% dari perkiraan terbaik. Asma serangan sedang yaitu antara 80

sampai 200 L/men atau 25% sampai 50% sesuai dengan perkiraan sedangkan

bertambah parah berat yaitu ≤ 80 L/men atau ≤25% dari perkiraan.

Asma serangan berat , sebelumnya dikenal sebagai status asmatikus, adalah

bertambah parahnya asma atau serangan asma akut yang tidak memberikan respons

terhadap terapi standar dengan bronkodilator dan kortikosteroid. Setengah dari kasus

ini terjadi karena infeksi dan yang lainnya terjadi karena alergen, polusi udara atau

pemakaian obat yang tidak cukup atau tidak sesuai.18

3.1.2 Klasifikasi

9

Page 10: Case PLM- ASMA Revisi

Derajat tingkat keparahan serangan asma dapat dibagi menjadi ringan, sedang berat

dan ancaman henti nafas berdasarkan parameterklinis, fungsi faal paru dan

laboratorium. Berikut klasifikasinya:15

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Serangan Asma (GINA 2006)

Parameter Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas

Sesak (breathless)

-Berjalan

-Berbicara

-Istirahat

Posisi Bisa berbaring

Lebih suka duduk Duduk bungkuk kedepan

Bicara Kalimat Frasa kataKesadaran Mungkin

iritabelBiasanya iritabel Biasanya

iritableKebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang

seringbunyi pada ekspirasi

Nyaring sepanjang ekspirasi=inspirasi

Sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop

Sulit/ tidak terdengar

Penggunaan otot bantu pernafasan

Biasanya tidak

Biasanya ya Ya Gerakan paradok toraks-abdominal

Respiratory rate

Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu

Takikardi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPulsus Paradoksus

Tidak ada Ada (<20mmHg) Ada (20-40 mmHg)

Tidak ada

APE setelah diberikan bronkodilator

>80% 60-80% <60%

PaO2 Normal >60 mmhg <60 mmHgPaCO2 <45mmHg <45mmHg >45mmHgSaO2 >95% 91-95% <90%

10

Page 11: Case PLM- ASMA Revisi

Berdasarkan tingkatan asma yang terkonrtol atau tidak asma dibagi menjadi 3

kategori, yaitu: asma terkontrol, asma terkontrol sebagian, dan asma tidak

terkontrol. Hal tersebut dapat dilihat:16

Tabel 2. Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Konrtrol Asma (GINA 2008)

Tabel 3. Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gejala pada Orang Dewasa. Derajat Asma

Gejala Gejala Malam

Faal Paru

Intermiten -Bulanan -Gejala <1x/minggu tanpa gejala diluar -Serangan singkat

<2 kali sebulan

APE >80% -VEP1 >80% nilai prediksi APE serangan >80% nilai terbaik -Variabiliti APE <20%

Persisten ringan

-Mingguan -Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari.-Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

>2 kali sebulan

APE >80%- VEP1 >80% nilai prediksi APE>80% nilai terbaik.- Variabiliti APE 20-30%

Persisten sedang

-Harian -Gejala setiap hari.Serangan mengganggu aktivitas

>2 kali sebulan

APE 60-80%- VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

11

Page 12: Case PLM- ASMA Revisi

dan tidur. -Bronkodilator setiap hari

- Variabiliti APE >30%

Persisten berat

-Kontinyu-Gejala terus menerus. -Sering kambuh. -Aktivitas fisik terbatas

Sering - APE <60%- VEP1 <60% nilai prediksi APE <60% nilai terbaik - Variabiliti APE >30%

Penanganan pada serangan asma bergantung dari derajat tingkat keparahan

serangan tersebut.

Tabel 4. Tingkat keparahan serangan asma akut

Tanda-tanda klinis Pengukuran

Mengancam nyawa -Perubahan tingkat kesadaran-Kelelahan-Aritmia

-Tekanan darah rendah-Sianosis

-Tidak ada aliran udara yang terdengar

-Upaya nafas buruk

-Arus Puncak Ekspirasi < 33%

-Saturasi Oksigen < 92%-PaO2 < 8 kPa

"Normal" PaCO2

Eksaserbasi asma (berat)

-Puncak aliran 33–50%-Frekuensi pernapasan ≥ 25 bernapas setiap menit

-Frekuensi denyut jantung ≥ 110 denyut setiap menit-Tidak dapat menyelesaikan kalimat dalam satu kali tarikan napas

12

Page 13: Case PLM- ASMA Revisi

Eksaserbasi asma (sedang)

-Gejala memburuk-Puncak aliran 50–80% terbaik atau diperkirakan

-Tidak ada fitur asma sangat berat

Tatalaksana untuk serangan asma

13

Page 14: Case PLM- ASMA Revisi

14

Page 15: Case PLM- ASMA Revisi

3.1.3 Peninjauan

Pulse oxymetri

Monitoring saturasi oksigen harus siap sedia. Saturasi oksigen arterial yang

rendah pada udara ruangan (SpO2 <92%) setelah pemberian bronkodilator

15

Page 16: Case PLM- ASMA Revisi

menandakan penderita dalam kondisi asma yang berat dan mengindikasikan untuk

dirawat inap.

Foto Thoraks

Indikasi foto thoraks pada serangan asma adalah

Tidak ada respon terhadap terapi

Empisema atau nyeri dada (mengindikasikan adanya udara bocor (air leak)

atau pneumothoraks)

Tanda klinis yang mengarah ke pneumothoraks, konsolidasi, dan kolaps paru.

Asma yang mengancam nyawa.

AGD (analisa gas darah)

PaCo2 akan menurun pada serangan asma derajat ringan. Normal atau

naiknya PaCO2 mengindikasikan asma yang memberat dan gagal nafas.

3.1.5 Indikasi Rawat Inap

Indikasi serangan asma dapat berupa: serangan asma yang mengancam

nyawa, serangan asma berat, serangan asma sedang dan tidak ada perbaikan setelah

diterapi Beta 2 agonis (awal), dan keadaan lingkungan rumah pasien yang merupakan

pemicu asma.18

3.1.2. Prevalensi

Prevalensi asma dipengaruhi banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur

pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Pada masa kanak-

kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding perempuan 1,5:1, tetapi

menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada masa

menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Di Indonesia prevalensi asma

berkisar antara 5-7%1.

3.1.3. Faktor Risiko

16

Page 17: Case PLM- ASMA Revisi

Paparan alergen merupakan faktor risiko penyebab individu memiliki kepekaan

atopi terhadap alergen spesifik, dapat membuat individu mengalami asma berat, dan

gejala asma berlangsung secara terus menerus.

a. Debu rumah

b. Aktifitas fisik

c. Perubahan cuaca

d. Binatang peliharaan

e. Riwayat penyakit keluarga

f. Perabot rumah tangga.

3.1.4. Etiologi

Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom,

imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam tingkat pada berbagai individu.

Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf

otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau

iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferen, yang

pada ujung cabang referen merangsang kontraksi otot polos bronkus.

Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos

bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan

yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas. Faktor imunologi penderita asma

ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti

debu rumah, tepung sari dan ketombe. Seringkali, kadar IgE total maupun spesifik

penderita seperti ini meningkat terhadap antigen yang terlibat. Pada penderita lainnya

dengan asma yang serupa secara klinik tidak ada bukti keterlibatan IgE Diana uji kulit

negatif dan kadar IgE rendah. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada

usia 2 tahun pertama juga orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut dengan

asma intrinsik.1

17

Page 18: Case PLM- ASMA Revisi

3.1.4. Patogenesis

Pengertian sebelumnya asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang

timbul mendadak, akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan.

Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hipereaktivitas bronkus,

sehingga pengobatan utama asma adalah mengatasi bronkospasme. Konsep terkini

yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding

saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan

reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik

adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan

lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau

tidak bergejala.8

Banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan

dengan manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi

diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi pada 40 % penderita asma

anak dan dewasa.8 Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen

awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk Ig E spesifik oleh sel

plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran sel mast dan basofil. Bila ada

rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate

asthma reaction).9

Terjadi degranulasi sel mast, dilepaskan mediator-mediator: histamin,

leukotrien C4(LTC4), prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2, tryptase. Mediator-

mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar, edema,

peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran

klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih

kembali(serangan asma hilang) dengan pengobatan.9 Setelah 6-8 jam maka terjadi

proses selanjutnya , disebut reaksi asma lambat (late asthma reaction). Akibat

pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang diproduksi oleh sel mast dan sel limfosit T

yang teraktivasi, akan mengaktifkan sel-sel radang seperti eosinofil, basofil, monosit

dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah

18

Page 19: Case PLM- ASMA Revisi

dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T

mensekresi IL–3 dan granulocyte–macrophage colony–stimulating factor (GM–CSF),

Th-l terutama memproduksi IL–2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th-2 terutama

memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu IL–4, IL–5, IL–9, IL–13, dan

IL–16.9

Sitokin yang dihasilkan oleh Th-2 bertanggung jawab terjadinya reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Masing-masing sel radang berkemampuan

mengeluarkan mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil

Peroxidase (EPX), Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein

(MBP). Mediator-mediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang

menimbulkan kerusakan jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2.

Mediator tersebut dapat menimbulkan bronkospasme.9

Sel makrofag mensekresi IL-8, platelet activating factor (PAF), regulated

upon activation novel T cell expression Ana presumably secreted (RANTES). Semua

mediator diatas merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses peradangan

mempertahankan proses inflamasi.9 Mediator inflamasi tersebut akan membuat

kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel,

penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada

rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menetap,

penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi

irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat.8

Inflamasi dan Remodeling Saluran

Napas Sejalan dengan proses inflamasi kronik, kerusakan epitel bronkus

merangsang proses perbaikan saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan

struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal

dengan istilah remodeling atau repair. Kerusakan epitel bronkus disebabkan

dilepaskannya Sitoli dari sel inflamasi seperti eosinofil. Kini dibuktikan bahwa otot

polos saluran napas juga memproduksi sitokin dan kemokin seperti eotaxin,

19

Page 20: Case PLM- ASMA Revisi

RANTES, GM-CSF dan IL-5, juga faktor pertumbuhan dan mediator lipid, sehingga

mengakibatkan penumpukan kolagen di lamina propia.

Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan

Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi,

epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses

remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis

mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa,

infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan

perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten

dan memberikan gambaran klinis asma kronis.9

Menurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan

epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat

antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi

berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses

remodeling bertambah hebat.9

3.1.5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik asma klasik adalah serangan episode batuk, mengi, dan

sesaknapas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada,

dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya

batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan

mengeluarkan sekret, baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian

kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan

istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan

pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi

bronkus dengan metakolin.

Pada asma alergik sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala

asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap

faktor pencetus nonalergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran

20

Page 21: Case PLM- ASMA Revisi

napas ataupun perubahan cuaca. Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala

biasanya memburuk pada awal minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk

sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari

lingkungan kerjanya. Pemantauan dengan alat peak flow meter atau uji provokasi

dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.

Gejala nokturnal

Sebagian besar pasien dengan asma mengalami gejala nokturnal sekali atau

dua kali sebulan. Beberapa pasien hanya mengalami gejala di malam hari dan

memiliki fungsi paru normal di siang hari. Hal ini disebabkan, sebagian, dengan

respon berlebihan terhadap variasi sirkadian normal dalam aliran udara.

Bronkokonstriksi tertinggi antara jam 04:00 dan 06:00 (morbiditas tertinggi dan

kematian dari asma yang diamati selama waktu ini). Pasien-pasien ini mungkin

memiliki penurunan yang lebih signifikan dalam tingkat kortisol atau nada vagal

meningkat di malam hari. Studi juga menunjukkan peningkatan peradangan

dibandingkan dengan kontrol dan dengan pasien dengan asma siang hari.11,12

3.1.7. Diagnosis

Penegakkan diagnosis untuk penyakit asma didasarkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:

A.Anamnesis

Didapatkan keluhan episodik berupa batuk kronik berulang, mengi, sesak atau

berat di dada. Adanya penyakit alergi yang lain pada pasien ataupun keluarganya

seperti rhinitis alergika, dermatis atopik, dll. Selain itu perlu diketahui faktor pencetus

serangan dapat memicu timbulnyaserangan. Faktor-faktor pencetus pada asma yaitu :

•Infeksi virus saluran napas: influenza

•Pemajanan terhadap allergen tungau, debu rumah, bulu binatang

•Pemajanan terhadap iritan asap rokok, minyak wangi

•Kegiatan jasmani : lari

21

Page 22: Case PLM- ASMA Revisi

•Ekspresi emosional takut, marah, frustasi

•Obat-obat aspirin, penyekat beta, OAINS

•Lingkungan kerja : uap zat kimia

•Polusi udara

•Pengawet makanan : sulfit

•Lain-lain : haid, kehamilan, sinusitis

Yang membedakan asma dengan penyakit paru lainnya yaitu pada serangan

asma dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada

yang hilang dengan sendirinya.

B.Pemeriksaan Fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma tergantung derajat

obstruksi saluran napas antara lain terdapat ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi

dada, pernafasan cepat sampai sianosis, dll.

C.Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau

bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis

asma. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih

lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus dengan

histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl

hipertonis. Penggunaan Peak flow meter merupakan hal penting dan perlu

diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan untuk

tatalaksana asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai

alternative.Pemeriksaan penunjang lain nya yang dapat dilakukan antaralain :

pemeriksaan sputum, eosinofil total, uji kulit, kada total IgE atau spesifik IgE, foto

3.1.9. Penatalaksanaan Asma

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)

dan obat pengendali (controller). Kelompok pertama adalah obat pereda atau pelega

atau obat serangan. Obat pelega (reliever) asma ini digunakan untuk meredakan

22

Page 23: Case PLM- ASMA Revisi

serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah

tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi. Kelompok kedua adalah obat

pengendali, sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respitorik kronik.

Obat asma dapat diberikan lewat beberapa cara seperti oral, inhalasi atau

injeksi. Keuntungan utama obat inflasi adalah menghasilkan efek langsung ke

saluran nafas, yang menghasilkan konsentrasi lokal tinggi dengan resiko sistemik

yang kurang.

Controller Reliever

Kortikosteroid (inhalasi, sistemik)

Leucotriene modifeier

Long acting β-2 agonist ( LABA )

Chromolin : Sodium

cromoglycate dan Nedocromil

Sodiem

Teofilin lepas lambat

Anti IgE

Antikolinergik : Tiotropium

Short acting β-2 agonist ( SABA )

Kortikosteroid sistemik

Antikolinergik : Ipratropium

bromide, oxitropium

Teofilin

Pemberian Obat Asma berdasarkan Tingkat Keparahan :

Tahap 1 : Intermiten

Controller : tidak diperlukan.

Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu tapi kurang dari sekali seminggu.

Intensitas pengobatan tergantung kepada berat-ringannya serangan. Inhalasi agonis

β2 atau kromolin atau nedokromil sebelum exercise atau paparan terhadap alergen.

Tahap 2 : Persisten Ringan :

23

Page 24: Case PLM- ASMA Revisi

Controller : Obat harian :, 200 –500 mcg, atau kromolin, atau nedokromil, atau

teofilin lepas lambat. Kortikosteroid inflasi Jika perlu, tingkatkan dosis kortikosteroid

inhalasi. Kalau dosis yang sedang dipakai 500 mcg tingkatkan sampai 800 mcg, atau

tambahkan bronkodilator aksi lama (terutama untuk serangan asma malam) : agonis

β2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat, atau agonis β2 oral.

Reliever: SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu,tidak lebih dari 3 –4 kali sehari.

Tahap 3 : Persisten Sedang :

Controller : Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 –2000 mg dan LABA,

terutama untuk asma malam : Agonis β2 inhalasi aksi lama atau teofilin lepas lambat

atau agonis β2 aksi lama oral.

Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu, tidak lebih dari 3–4 kali sehari.

Tahap 4 : Persisten Berat :

Controller : Obat harian : Kortikosteroid inhalasi, 800 –2000 mcg atau lebih dan

LABA : Agonis β2 aksi lama atau teofilin lepas lambat, dan/atau agonis β2 aksi lama

oral dan Kortikosteroid oral jangka lama.

Reliever : SABA : agonis β2 inhalasi bila perlu.

Secara umum obat-obatan asma berupa:

a) Pemberian oksigen: Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan

saturasi O2 90% atau lebih.

b) Agonis β2: Agonis β2 aksi singkat biasanya diberikan secara nebulasi setiap

20 menit selama satu jam pertama (salbutamol 5 mg atau fenoterol 2,5 mg,

tarbutalin 10 mg). Pemberian secara parenteral agonis β2 dapat dilakukan bila

pemberian secara nebulasi tidak memberikan hasil.

c) Adrenalin (epinefrin ) : Obat ini dapat diberikan secara intramuskuler atau

subkutan bila Agonis β2 tidak tersedia atau tidak ada respon terhadap agonis

β2 inhalasi.

24

Page 25: Case PLM- ASMA Revisi

d) Bronkodilator tambahan: Kombinasi agonis β2 dengan antikolinergik

(Ipratropium Bromida) memberikan efek bronkodilator yang lebih baik dari

pada diberikan sendiri-sendiri. Obat ini diberikan sebelum

mempertimbangkan aminofilin. Mengenai aminofilin dalam mengatasi

serangan ini masih ada kontroversi. Walaupun ada manfaatnya, akan tetapi

aminofilin intravena tidak dianjurkan dalam 4 jam pertama pada penanganan

serangan asma. Aminofilin intravena dengan dosis 6 mg per kgBB diberikan

secara pelan (dalam 10 menit) diberikan pada penderita asma akut berat yang

perlu perawatan dirumah sakit, jika penderita tidak mendapat teofilin dalam

48 jam sebelumnya.

e) Kortikosteroid: Kortikosteroid sistemik dapat mempercepat penyembuhan

serangan yang refrakter terhadap obat bronkodilator. Pemberian secara oral

sama efektifnya dengan intra vena dan lebih disukai karena lebih gampang

dan lebih murah. Kortikosteroid baru memberikan efek minimal setelah 4 jam.

Kortikosteroid diberikan bila:

Serangan asma sedang sampai berat.

Inhalasi agonis β2 tidak memperlihatkan perbaikan atau:

Serangan timbul walaupun penderita telah mendapat kortikosteroid

oral jangka panjang.

Serangan sebelumnya juga membutuhkan kortikosteroid oral.

Kriteria untuk perawatan dirumah sakit:

Respon terhadap pengobatan dalam1-2 jam tidak adekuat.

Penyempitan berat saluran nafas menetap ( APE < 40% perkiraan / nilai

terbaik pribadi ).

Riwayat asma berat, apalagi saat membutuhkan perawatan dirumah sakit.

Penderita asma dengan resiko tinggi.

Keluhan sudah berlangsung lama sebelum datang ke rumah sakit.

Tempat tinggal jauh dan kondisi kurang sehat.

25

Page 26: Case PLM- ASMA Revisi

Kriteria untuk masuk Ruang Rawat Intensif:

Tidak ada respon terhadap pengobatan awal di bagian gawat darurat atau

keadaan memburuk dengan cepat.

Adanya disorientasi, mengantuk atau kehilangan kesadaran.

Adanya ancaman henti nafas: hipoxemia walaupun sudah diberi oksigen

( PO2 < 60 mHg dan / atau PCO2 > 45 mmHg )

Diruang rawat intensif kemungkinan diperlukan tindakan intubasi bila:

Keadaan terus memburuk walaupun terapi sudah optimal.

Pasien kelelahan.

PCO2 meningkat. 1,14,17

3.1.10. Komplikasi Asma

Komplikasi yang mungkin akibat penyakit asma bronkial, antara lain sebagai

berikut : Pneumothorax, pneumomediastinum, emfisema subkutis, atelektasis, gagal

napas, bronkitis, fraktur iga.1

26

Page 27: Case PLM- ASMA Revisi

BAB IV

ANALISIS KASUS

Wanita usia 47 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 hari SMRS os

mengeluh sesak disertai mengi (+), sesak dipengaruhi posisi (-), cuaca (+) saat dingin,

debu (+), makanan (-), dan aktivitas (+) saat aktivitas berat, dan polusi udara (-).

Sesak dirasakan terus menerus, os mengaku sesak sedikit berkurang pada saat

menggunakan obat semprot dan beristirahat namun beberapa saat timbul sesak lagi

dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari, os nyaman pada posisi duduk saat

sesak. Batuk (+) tidak berdahak, pilek (-), demam (-).Os kemudian dibawa ke IGD

RSMH dan dilakukan nebulisasi 3 kali, namun keluhan sesak os tidak berkurang, dan

kemudian os di rawat di RSMH.

Dari anamnesis didapatkan os mengeluh sesak disertai mengi dan

dipengaruhi oleh cuaca, debu dan aktivitas namun sesak berkurang saat menggunakan

obat semprot, sama seperti defenisi asma yaitu asma merupakan suatu penyakit

kronik saluran napas yang terdapat diseluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang

berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode

mengi berulang, sesak napas, dispnue, dan batuk terutama pada malam hari atau dini

hari. Dari pemeriksaan fisik juga didapatkan sesak nafas dan suara mengi ekspirasi

yang merupakan gejala klinis dari asma.

27

Page 28: Case PLM- ASMA Revisi

Menurut derajat serangan asma os sudah tiga kali nebulisasi berturut-turut

namun os tidak menunjukkan respons, maka dianggap sebagai serangan asma derajat

berat dan harus dirawat diruang rawat inap. Bila penderita diduga serangan asma

berat, diberikan nebulisasi dengan β2- agonis dan antikolinergik. Oksigen 2-4

liter/menit diberikan sejak awal termasuk nebulisasi, kemudian pasang jalur

parenteral dan dilakukan foto toraks untuk mendeteksi komplikasi pneumotoraks

dan/atau pneumomediastinum.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sundaru H dan Sukamto. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: “Asma

xxxBronkial”. Balai PenerbitUniversitas Indonesia. Jakarta.

2. Rahajoe Nasiti, Supriyatno B, dan Setyanyo DB. 2008. Buku Ajar Respirologi

xxxAnak. Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

3. Firshein,D.O. 2006. Memulihkan Asma: Cara Menghentikan Gangguan Asma

xxxSecara Menyeluruh. Yogyakarta: B-First.

4. Hadiarto M, Adji W, Dianiati KS, Faisal Yunus, Pradjnapramita, Eddy

xxxSurjanto,Tamsil Syafiuddin, Wiwien H. W. 2006. Asma. Pedoman

xxxDiagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru

xxxIndonesia.Balai Pustaka. Jakarta.

5. Jessica, AK, John GM, And Jennifer WM. Asthma, the Sex Differencce. Curr

xxxOpin PulmMed. 2011;17(1):6-11.

6. Schayck V. C. P.,Heijden F. M., Boom G., Tirimanna P. R., Herwaarden C.

xxxL.,2000. Underdiagnosis of Asthma: Is the Doctor or the Pateint toBlame?

xxxThe DIMCA project. Thorax. 55 Hal 562-5.

7. National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI). 2008. Global Initiative for

xxxAsthma.

28

Page 29: Case PLM- ASMA Revisi

8. Rahajoe Nasiti, Supriyatno B, dan Setyanyo DB. Pedoman Nasional Asma Anak.

2004. Jakarta : UKK Pulmonologi PP Ikatan xxxDokter Anak Indonesia.

9. William WB And Robert FL. Asthma. N Engl J Med 2001;344:250-362. Posted

xxxfebruary 1, 2001. DOI: 10.1056/NEJM20010201344050. (availible from : Xi

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200102013440507).

10. Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis

xxxProses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:EGC

11. Cunningham, Leveno Bloom. 2007. William Obstretics 22nd Edition:

xxx“Pulmonary Disorder”. McGraw-Hill. New York.

12. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Barunwald E, et all. Harrison’s Principles of

xxxInternal Medicine. 17th edition. New York: MCGraw-Hill. 2008. P1596-

xxx1606.

13. Ramaiah, S. 2006. Asma mengetahui penyebab, gejala, dan cara

asdpenanggulangannya. Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta

14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma: Pedoman Diagnosis dan

asdPenatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

15. Global Initiative for Asthma (GINA). 2006. Global Strategy for Asthma

asdManagement and Prevention. (Available from:

asdhttp://www.ginasthma.com/download.asp?intId=29).

16. Surjanto, E., 2008. Derajat Asma dan Kontrol Asma. J Respir sdfIndo, Vol. 28,

asdNo. 2, April 2008

17. Supriyatno, H.B., 2005. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Terkini pada

asdAnak. Maj Kedokt Indon, Volum: 55, Nomor: 3, Maret 2005.

18. British Thoracic Society/Scottish Intercollegiate Guidelines Network. British

asdguideline on the management of asthma. A national clinical guideline. May

asd2008; revised June 2009. http://www.sign.ac.za (accessed 30 Mei 2014).

29