Case PEB

38
BAB I PENDAHULUAN Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “ disease of theories “ ini, masih sulit untuk ditanggulangi. (1) Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Umumnya terjadi pada trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta kortikal. (1,2) Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk menegakkan diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. (1,2,3,4) 1

description

,

Transcript of Case PEB

Page 1: Case PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan

bayi yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “ disease of theories “

ini, masih sulit untuk ditanggulangi.(1)

Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan

vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi

organ yang ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena

kehamilan. Umumnya terjadi pada trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi

sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya

eklampsia, HELLP Syndrome, edema paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi,

encephalopathy hypertension, dan buta kortikal.(1,2)

Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk

menegakkan diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau

lebih diatas nilai normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan

diastolik sebenarnya lebih dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau

lebih, atau 90 mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan

tekanan darah ini dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan

istirahat. (1,2,3,4)

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan,

dan wajah. Kenaikan berat badan ½ kg per minggu dalam kehamilan masih dianggap

normal, tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan

kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia. (1,2,5,6,7)

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/ liter

dalam urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g/ liter

atau lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal

dua kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada

hipertensi dan edema, karena itu harus dianggap sebagai tanda yang serius. (1,2,4,5)

BAB II

1

Page 2: Case PEB

KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. K

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 27 tahun

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl Lampean I RT 04/06 Desa Kedawung,

Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang

Suku : Sunda

Tanggal Masuk RS : 9 Januari 2012

IDENTITAS SUAMI

Nama : Tn. A

Umur : 30 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Alamat : Jl Lampean I RT 04/06 Desa Kedawung,

Kecamatan Lemah Abang, Kabupaten Karawang

Suku : Sunda

II. ANAMNESIS

Autoanamnesa dilakukan di kamar bersalin RSUD Karawang pada tanggal

9/1/2012

A. Keluhan Utama

Pasien datang dirujukan dari bidan, G4P3+2A0 Hamil 38-39 minggu dengan

hipertensi (TD 180/110 mmHg).

B. Keluhan Tambahan

2

Page 3: Case PEB

Mulas sejak 3 jam SMRS, lendir +, darah +, bengkak di kedua kaki sejak 2

minggu SMRS.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien G4P3+2A0 hamil 38-39 minggu datang ke kamar bersalin RSUD

Karawang dirujuk oleh bidan dengan hipertensi (TD: 180/110 mmHg). Pasien

mengaku hamil 9 bulan mengeluh mulas-mulas sejak 3 jam SMRS. Pasien juga

mengatakan adanya lendir dan darah yang keluar, namun pasien menyangkal

adanya keluar air-air. Adanya gerakan janin masih dirasakan oleh pasien.

Menurut pasien sejak awal kehamilan, tekanan darahnya selalu dalam batas

normal sekitar 100-120 mmHg, tetapi pasien mengatakan bahwa ketika

melakukan pemeriksaan kehamilan ± 2 minggu yang lalu, tekanan darahnya

meningkat (180/100 mmgHg) dan pasien juga mengalami pembengkakan pada

kedua kakinya. Pasien menyangkal adanya sakit kepala yang hebat, pengelihatan

kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah ataupun adanya kejang.

D. Riwayat Haid

HPHT : 15 April 2011

Taksiran Partus : 23 Januari 2012

Usia Kehamilan : 38-39 minggu

Menarche : 12 tahun

Siklus Haid : Teratur (antara 28-30 hari)

Lama Haid : 6-7 hari

Banyaknya : 2 pembalut per hari

Dismenore : (+), kadang-kadang

E. Riwayat Perkawinan

Status : Menikah

Usia saat menikah : 15 tahun

Lama perkawinan : 17 tahun

Jumlah anak : 1 orang

3

Page 4: Case PEB

F. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yang Lalu

I. Laki-laki, meninggal usia 7 tahun, lahir normal, di paraji, BB: 4000 gr.

II. Perempuan, meninggal usia 2 tahun, lahir normal, di paraji, BB: 3200 gr.

III. Perempuan, 3 tahun, lahir normal, di paraji, BB: 3100 gr.

IV. Hamil ini.

G. Riwayat Penyakit Dahulu

Darah Tinggi (-)

Kencing Manis (-)

Asma (-)

Alergi (-)

Maag (-)

H. Riwayat Keluarga Berencana

Pasien menggunakan pil KB teratur selama 1 tahun dan sudah berhenti sejak 1

tahun yang lalu.

I. Riwayat Antenatal dan Imunisasi

Pasien memeriksakan kehamilannya di bidan secara teratur di bidan. Imunisasi

TT 2x. USG (+) pada kehamilan 8 bulan, hasilnya janin hidup, letak kepala.

J. Riwayat Kebiasaan

Merokok (-)

Minum Alkohol (-)

Jamu-jamuan (-)

Menggunakan narkoba ataupun konsumsi obat-obatan (-)

III.PEMERIKSAAN FISIK

4

Page 5: Case PEB

Dilakukan pada tanggal 9 Januari 2012

A. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital :

Tekanan Darah : 170/110 mmHg

Nadi : 100 x/menit

Suhu : 36,8°C

Pernapasan : 22 x/menit

Kepala : Normochepali, Deformitas (-)

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar,

Tiroid tidak teraba membesar

Thoraks

Cor : BJ1,BJ2 normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Sn. Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, Edema -/-

Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, Edema +/+

B. STATUS OBSTETRI

Abdomen

Inspeksi : Buncit, simetris

Palpasi : Leopold I : TFU 31 cm, teraba satu bagian besar, bulat,

lunak, tidak melenting.

Leopold II: Kanan : teraba bagian keras seperti papan.

Kiri: teraba bagian-bagian kecil janin.

Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras dan

melenting

Leopold IV: bagian terendah janin sudah masuk PAP,

penurunan 1/5

5

Page 6: Case PEB

His : 4 x 10’ selama 30”

TBJ : 3100 gram

DJJ :148x/menit

Perkusi : timpani

Auskultasi : BU(+)

Genitalia V/V : tak ada kelainan, darah (+), lender (+)

PD : Portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban

(+), hodge III, presentasi kepala

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Hematologi

Hb : 7,5 g/dl

Leukosit : 10.800 /mm3

Trombosit : 282.000 /mm3

Hematokrit : 24 %

Masa perdarahan : 2’

Masa pembekuan : 12’

GDS : 124 mg/dl

Ureum : 10,4 mg/dl

Creatinin : 0,88 mg/dl

Kolesterol : 180 mg/dl

SGOT : 23 u/l

SGPT : 17 u/l

b. Serologi

HBSAg : (-) negatif

Golongan Darah : A (+)

c. Urine

Warna : Kuning

6

Page 7: Case PEB

Kekeruhan : Jernih

pH : 6,0

Protein : (++)

Keton : (+)

Sedimen Epitel : (+)

Leukosit : 1-2

Eritrosit : 1-3

Kristal : -

Silinder : -

Bakteri : -

V. RESUME

Pasien G4P3+2A0 hamil 38-39 minggu datang dirujuk dari bidan dengan

(hipertensi TD 180/110 mmHg). Mengeluh mulas- mulas sejak ±3 jam SMRS.

Darah (+), lendir (+), kedua kaki bengkak (+)

Pada pemeriksaan status generalis pasien tampak sakit sedang, compos

mentis, Tekanan Darah: 170/110, Nadi :100x/menit, Suhu : 36,8°C,

Pernapasan:20x/menit. Edema tungkai +/+ (pitting).

Pada pemeriksaan status obsteri dan ginekologi. TFU 31 cm, his 4 x

10’/30” , DJJ (+) 148 x/m, teratur. Inspeksi V/V t.a.k Darah(+), lendir (+)

Vaginal toucher : Portio tak teraba, pembukaan lengkap, presentasi kepala,

ketuban (+) , hodge III.

Laboratorium (9 Januari 2012) Hb : 7,5 gr/dl. Urin : Protein (++)

VI. DIAGNOSIS KERJA

Ibu : G4P3+2A0 parturient aterm (38-39 minggu) + kala II + PEB

Janin : Janin tunggal hidup, intrauterine, aterm, presentasi Kepala.

VII. PROGNOSIS

Ibu : dubia ad bonam

7

Page 8: Case PEB

Janin: dubia ad bonam

VIII. PENATALAKSANAAN

- Observasi Tanda vital, HIS,DJJ dan kemajuan persalinan

- Rawat inap

- Bed rest

- Pasang DC

- Observasi tanda-tanda perburukan PEB

- IUFD RL 20 tpm

- Injeksi ceftriaxone 1 x 1 gram IV bolus

- MgSO4 40% 8 gr 20cc boka/boki Lanjutkan MgSO4 4 gr

tiap 6 jam selama 24 jam.

- Nifedipin 3 x 10 mg

IX. FOLOW UP

9/01/2012

Jam 01.15 : Pembukaan lengkap, pasien tampak ingin mengejan, vulva dan

anus terbuka.

Jam 01.30 : Tampak kepala bayi crowning di vulva, pasien dipimpin

persalinan

Jam 01.55 : Bayi lahir spontan bayi ♀, BB 3300 gr, PB 48 cm, AS: 7/ 9,

ketuban jernih, anus (+), mekonium (+), cacat (-).

Jam 02.00 : Injeksi oksitosin 10 IU i.m

Plasenta dilahirkan dengan peregangan tali pusat terkendali,

plasenta dan selaput janin lahir lengkap, kontraksi uterus baik,

TFU teraba 2 jari di bawah pusat, perdarahan 100 cc, perineum

ruptur ok episiotomi.

Jam 02.20 : Perineum intak, dilakukan vulva hygiene

TD : 140/90 mmHg, N : 72x/i, RR : 20x/i, S : 36,5°C

10/01/2012

S: -

8

Page 9: Case PEB

0: TSS/CM

Mata : Ca-/-. Si -/-

Thorax : C/: BJI-II reg, M(-), G(-)

P/: Sn. Vesikuler, Rh-/-, Wh-/-

M/: ASI -/- , retraksi -/-

Abd : I : datar, simetris

P : Supel, Nyeri tekan (-), TFU 2 jari di bawah pusat

P : timpani

A: BU(+)

Gen : V/V lokia (+)

Ext : Akral hangat +/+, Oedem +/+

A : P4+2A0 Partus maturus spontan + perineoraphy +NH1

P: - Ceftriaxon 2x1 gr

Asam mefenamat 3 x 500 mg

Nifedipin 3 x 10 mg

Vit C 1x1

BAB III

ANALISA KASUS

9

Page 10: Case PEB

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis G4P3+2A0, hamil aterm (38-39minggu) dengan PEB

berdasarkan:

1. Anamnesa

Pasien G4P3+2A0 hamil 38-39 minggu rujukan bidan dengan hipertensi (TD:

180/110 mmHg). Mulas (+) 3 jam SMRS. Lendir (+), darah (+). Menurut pasien

sejak awal kehamilan, tekanan darahnya selalu dalam batas normal, tetapi ± 2

minggu yang lalu, tekanan darahnya meningkat (180/100 mmgHg). Edema tungkai

+/+.

Hal ini sesuai dengan teori preeklampsi yang merupakan sindrom yang terdiri

hipertensi, edema, dan proteinuri. Pada pasien ini didapatkan adanya hipertensi,

dikatakan hipertensi karena tekanan darah pasien pada sistol lebih dari 140 mmHg

dan diastole lebih dari 90 mmHg. Pasien ini digolongkan ke dalam preeklampsi

berat karena tekanan darah sistol > 160 mmHg dan diastol > 110 mmHg.

Hipertensi pada preeklampsia terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu, dimana

pada pasien didaptkan tekanan darah yang meningkat pada usia kehamilan > 20

minggu. Serta ditambah dengan adanya edema pada kedua tungkai.

2. Pemeriksaan penunjang

Dari pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan laboratrium ditemukan

proteinuria yaitu +2. Hasil laboratorium dari pasien ini juga sesuai dengan teori

PEB, yaitu adanya proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick

+2. Dari adanya hipertensi, edema dan proteinuria, pasien ini termasuk dalam pre-

eklampsi berat karena adanya gejala dari pre-eklampsi berat yaitu tekanan sistol ≥

160 mm Hg, tekanan diastole ≥ 110 mm Hg, dan proteinuria +2.

Pengobatan preeklampsi yang tepat pada pasien ini adalah pengakhiran

kehamilan. Pada pasien ini diakhiri kehamilannya secara partus pervaginam,

berdasarkan pertimbangan keadaan pasien yang sudah dalam keadaan in partu pada

saat datang ke rumah sakit dan usia kehamilan yang sudah aterm yaitu 38-39

minggu. Diagnosa banding untuk preeklampsi adalah hipertensi kronis. Pada kasus

ini tidak dituliskan diagnosis banding karena gejala dan tanda dari preeklampsia

10

Page 11: Case PEB

sudah jelas sehingga diagnosis hipertensi kronis dapat disingkirkan. Karena pada

pasien ini tidak ditemukan adanya riwayat hipertensi di luar kehamilan ataupun

pada usia kehamilan muda. Serta pasien ini menyangkal adanya gejala-gejala

impending eklampsi maupun eklampsi yaitu sakit kepala yang hebat, pengelihatan

kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah dan adanya kejang yang mengarah ke eklampsi.

Sehingga pada pasien ini ditegakkan diagnosa preeklampsi berat.

Penanganan yang dilakukan pada pasien preeklamsia ditujukan untuk mengurangi

gejala / tanda preeklampsia-eklampsia dan melahirkan janin. Pada pasien ini

diputuskan dilakukan penanganan aktif dengan prioritas menyelamatkan ibu dengan

indikasi adanya PEB, Selain terminasi kehamilan pada pasien juga diberikan terapi:

1. MgSO4 40% 8 gr (boka-boki)dilanjutkan 4 gr/ 6 jam

MgSO4 diberikan untuk meningkatkan ambang rangsang terhadap kejang, dimana

his pada persalinan merupakan rangsangan yang kuat untuk terjadinya kejang.

Syarat pemberian MgSO4 adalah diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya, karena

Mg diekskresikan melalui ginjal. Sehingga bila fungsi ginjal jelek maka Mg akan

tertimbun dalam tubuh sehingga menjadi toksik.

2. Selain diberikan MgSO4, pada pasien ini diberikan nifedipin 3x10 mg,

sebagai anti hipertensi, dimana indikasi diberikannya obat antihipertensi pada

pasien PEB adalah tekanan darah sistolik > 180 mmHg dan diastolik > 110 mmHg.

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

11

Page 12: Case PEB

A. Definisi

Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas 20

minggu, saat persalinan, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias hipertensi,

proteinuria, edema atau keduanya. Sedangkan seorang wanita dikatakan eklampsia bila

memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai dengan kejang (yang bukan disebabkan

oleh penyakit atau kelainan neurologis) dan atau koma. 1,2,3

Pembengkakan pada kaki seringkali dialami wanita hamil, terutama pada akhir

trimester ketiga hingga menjelang kelahiran. Pembengkakan pada kaki ini, dianggap

normal, jika tidak diikuti dengan kenaikan tekanan darah. 7,8,9

Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi

vaskuler terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat

peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sitem koagulasi.2

B. Etiologi

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.

Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang

memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai “penyakit teori”. Teori yang

dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa.

2. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.

3. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin

intrauterin.

4. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan

berikutnya.

5. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.

Iskemia plasenta; peningkatan deportasi trofoblas, yang merupakan konsekuensi

dari iskemia, akhirnya dapat menimbulkan disfungsi endotel.

12

Page 13: Case PEB

Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua

menghasilkan suatu ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis. Untuk memenuhi

kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling mungkin adalah membesarkan diameter

arteri. Pada wanita hamil, pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4-6 kali lebih

besar daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan peningkatan

aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita tidak hamil. Maka

kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini merupakan kebutuhan utama untuk

keberhasilan kehamilan.

Hasil akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang

tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang elastis,

bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol neurovascular normal,

sehingga memungkinkan arus darah yang adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi

bagi janin.

Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan pada invasi

trofoblas, sehingga ‘perubahan fisiologis’ pada arteri spiralis tidak terjadi. Perubahan

hanya terjadi pada sebagian arteri spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis

segmen miometrium masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu ditemukan

pula adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri spiralis 40%

lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini menyebabkan tahanan terhadap

aliran darah bertambah dan pada akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia. (1,4,5,7)

C. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup

pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus per

10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%. Kematian ibu

meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem tubuh. Penyebab

kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan oedem paru. Kematian

perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak kematian perinatal disebabkan

karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena solutio

plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum dan 25% terjadi pada

13

Page 14: Case PEB

postpartum. Hampir semua kasus ( 95% ) eklampsi antepartum terjadi pada terjadi

trisemester ketiga. (1,4,5)

Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12

% pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada

multigravida terutama primigravida usia muda. (1,4,5)

Faktor risiko preeklampsia adalah: (1)

1. Nullipara

2. Kehamilan ganda

3. Obesitas

4. Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia

5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

6. Diabetes mellitus gestasional

7. Adanya trombofilia

8. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal

D. Patofisiologi

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme

pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa spasmus

arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa tekanan

darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan

perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema

yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum

diketahui sebabnya. Telah diketahui bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar

aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal.

Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi

air dan natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein

meningkat. (1,2,5,6)

a. Perubahan Kardiovaskuler

Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer

yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat meningkatnya

14

Page 15: Case PEB

kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti

angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap

zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau prostanoid

seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah

yang normal ke tekanan darah sebelum hamil. (1,5,6)

Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi pembalikan

ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada malam hari.

b. Regulasi Volume Darah

Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.

Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana hal ini

terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya

oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah

dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi. Terlebih lagi

suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume plasma dapat menjadi tanda

awal hipertensi. (1,2,3,5,7)

c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah

Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia dibandingkan

hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya dengan wanita yang melahirkan

BBLR. (1,3,5)

d. Aliran Darah di Organ-Organ

1. Aliran darah di otak

Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang 20%. Hal ini

berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin merupakan

suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia maupun

perdarahan otak. (1,2,6)

2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal

Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi

pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal

rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi

15

Page 16: Case PEB

glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga

terjadi penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan

pada sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. (1,2,6,9,10)

Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya

mungkin untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin

perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma,

angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata

diatas nilai normal wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi

akibat meningkatnya kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal

efek progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun

keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof (1973) menyatakan

bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana

terjadi ketidak seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran

perfusi sirkulasi darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi

uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan

vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu

angiotensin menimbulkan vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek

prostaglandin sebagai mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus. (1,11)

Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada

preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30%

sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai

wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang

beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat

merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein,

biasanya ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab

terbesar sindrom nefrotik pada kehamilan. (1,2)

Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari

lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler

glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia. (1,2)

16

Page 17: Case PEB

3. Aliran darah uterus dan choriodesidua

Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan

patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin merupakan faktor

penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun metode

pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua. (1,2,12)

4. Aliran darah paru

Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh karena edema paru

yang menimbulkan dekompensasi cordis. (2)

5. Aliran darah di mata

Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi hal-hal

tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah ke

eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh

adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri

atau dalam retina. (2)

6. Keseimbangan air dan elektrolit

Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara, asam

laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik

dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan

terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih

kembali. (1,2,12,13)

E. Manifestasi Klinis

Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan

proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada

waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai

timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. (1,2,4,6,11,12,13)

17

Page 18: Case PEB

1. Tekanan darah

Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga tidak

mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah

peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik

yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90

mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal. (1,2,4,6,11,12,13)

2. Kenaikan Berat badan

Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan

preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda

pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg perminggu

adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan

maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan

yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu

dapat ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti

kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. (1,2,4,6,11,12,13)

3. Proteinuria

Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab

fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria

mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling

berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir

selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan

daripada kenaikan berat badan yang berlebihan. (1,2,4,6,11,12,13)

4. Nyeri kepala

Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi pada

kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan

oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil

yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir dipastikan mendahului

serangan kejang pertama. (1,2,4,6,11,12,13)

5. Nyeri epigastrium

18

Page 19: Case PEB

Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang

sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang akan

terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem

atau perdarahan. (1,2,4,6,11,12,13)

6. Gangguan penglihatan

Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian atau

total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada korteks

oksipital.

G. Klasifikasi

Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah adanya hipertensi

dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan oleh Working Group of the

NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan dibawah ini: (1,8,9,12)

Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:

1. Tekanan darah >140 / 90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu.

2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 300 mg / 24 jam, atau dipstick +1.

Disebut preeklampsia berat bila terdapat:

1. Tekanan darah >160 / 110 mmHg.

2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.

3. Trombosit < 100.000 / mm3.

4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )

5. Peningkatan SGOT / SGPT.

6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.

7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.

Problem Mild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia

Blood Pressure >140/90 >160/110

Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)

Edema +/- +/-

19

Page 20: Case PEB

Increased reflexes +/- +

Upper abdominal pain - +

Headache - +

Visual Disturbance - +

Decreased Urine Output - +

Elevation of Liver Enzymes - +

Decreased Platelets - +

Increased Bilirubin - +

Elevated Creatinine - +

H. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan

penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat

yang optimal, yaitu sebalum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup

matur untuk hidup diluar uterus.

Tujuan pengobatan PEB adalah : (1,2,5)

1. Mencegah terjadinya eklampsi.

2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.

3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.

4. Mencegah hipertensi yang menetap.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit

ialah: (1,2,4,5)

1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.

2. Proteinuria 1+ atau lebih.

3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.

4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.

20

Page 21: Case PEB

Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena

tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia dengan

bayi yang masih premature.

I. PENANGANAN PEB

Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang

cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur. Bila

tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka dapat

diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap. (1,4,5,6)

Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif.

Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi

medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan terapi

medikmentosa.

1. Penanganan aktif

Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda

impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35 minggu

atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending

eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala hebat,

gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan kenaikan tekanan darah

progresif.

Terapi medikamentosa: (1,4,5)

a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose 5% tiap

6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10 menit, dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2 gram per jam drip infus. Syarat

pemberian MgSO4: frekuensi nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda

gawat nafas, diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella

positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10% (1 gram dalam

10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).

b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral. Bila

dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.

c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.

21

Page 22: Case PEB

Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan

induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau prostaglandin

E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau ada kontraindikasi

persalinan pervaginam.

2. Penanganan konservatif

Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif. (1,4,5,6)

Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak

ada tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24

jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan

pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan nasal

kanul 4-6 L/menit.

J. KOMPLIKASI

Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan

bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi : (1,2,5)

1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi

hipertensi akut.

2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.

3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.

4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.

5. Kelainan ginjal

6. DIC.

7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

HELLP Syndrome

Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu

komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan

dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang

22

Page 23: Case PEB

mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan

berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari

kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat

muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %). Ciri – ciri dari

HELLP syndrome adalah: (1,8)

Nyeri ulu hati

Mual dan muntah

Sakit kepala

Tekanan darah diastolik 110 mmHg

Menampakkan adanya oedema

HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian: (8,12,13)

1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:

Thrombositopenia

- Kelas 1: ≤ 50.000 / μl

- Kelas 2: > 50.000 ≤ 100.000 / μl

- Kelas 3: > 100.000 ≤ 150.000 / μl

Disfungsi hemolisis - hepatis

- LDH 600 IU / L

- SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L

- Ciri – ciri tersebut harus semua terdapat

2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:

Complete

- Trombosit < 100.000 / μl

- LDH 600 IU / L

- SGOT 70 IU / L

Parsial

- Hanya satu dari ciri – ciri di atas yang muncul

23

Page 24: Case PEB

Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada

preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi

yang secara teoritis dapat berguna untuk : (13)

1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan

temporarisasi singkat dari status klinis maternal.

2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara

konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal

maupun abdominal.

Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg

sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali,

dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan. (13)

K. PROGNOSIS

Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria

Eden:

1. Koma yang lama.

2. Nadi > 120x/menit.

3. Suhu > 40 ° C

4. TD sistolik > 200 mmHg.

5. Kejang > 10 kali.

6. Proteinuria > 10 gr/dl.

7. Tidak terdapat oedem.

Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics,

21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut.

2001. 653 - 694.

2. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsi Berat. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 1999. 281-308.

24

Page 25: Case PEB

3. Jenklus D. Pre-eclamptic Toxaemia, Interuniversity school for study of

pathophysiology of pregnancy. Dubrovnik,1989.

4. SMF Kebidanan RSUP Fatmawati , Pre-eklampsi, Standard Operatif Pelaksanaan

Medis 1998.

5. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta,

April 1998.

6. Bagian Obstetri Ginekologi FK Unpad Pre-eklampsi, Obstetri Patologi, 1983.

7. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Preeklampsi

berat dan Eklampsi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.

8. Visser, W et.al. Temporising Management of Severe Pre-eclampsia With and

Without the HELLP Syndrome. British Journal of Obstetrics and Gynecology.

Volume 102. Number 2, February 1995. 111 – 117.

9. Martin, JN et.al. Early Risk Assessmentof Severe Pre-eclampsia: Admission

Battery of Symptoms and Laboratory Test to Predict Likelihood of Subsequent

Significant Maternal Morbidity. American Journal of Obstetrics and Gynecology.

Part 1. Volume 180. Number 6. 1999. 1407 – 1414.

10. Anwar, AD et.al. Penggunaan Nifedipin Pada Penderita Preeklampsia Berat.

Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Volume 22. Nomor 1. Januari

1998. 8 – 13.

11. http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptic .

12. http://www.emedicine.com/health/topic1905.html

13. http://www.emedicine.com/health/topic3250.html

25

Page 26: Case PEB

26