Case Obgyn
-
Upload
tahari-bargas-prakoso -
Category
Documents
-
view
226 -
download
3
description
Transcript of Case Obgyn
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi pada kehamilan merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri
dari hipertensi gestasional, preeklamsia, eklamsia, hipertensi kronik dan hipertensi
kronik superimpose preeklampsia. Insidensi hipertensi pada kehamilan sebesar 5-10%
kehamilan, dan angka mortalitas sebesar rata-rata 16% pada negara maju (Amerika
Serikat, Eropa) dan 9,1% kematian maternal di afrika, 9,1% kematian maternal di asia
25,7% di negara-negara amerika latin. Preeklampsia dan eklampsia merupakan
penyebab utama kematian akibat hipertensi kehamilan. Preeklampsia dan eklampsia
merupakan penyulit kehamilan yang terjadi pada 2-8% kehamilan diseluruh dunia.
Insidensi preeklampsia dan eklampsia di Indonesia berkisar antara 7-10% kehamilan,
dan merupakan penyebab kematian tertinggi angka mortalitasnya sebesar 52,9%
diikuti oleh perdarahan 26,5%, dan infeksi 14,7% sebagai penyebab kematian
maternal diindonesia (1,2).
| P a g e 1
BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS / REKAM MEDIS OBSTETRI
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT DR. MINTOHARDJO
Nama Mahasiswa : Fadhilla Eka Novalya TandaTangan:
NIM : 030.10.098
Dokter Pembimbing : dr. Arie Widiyasa, SpOG
2.1 IDENTITAS
Identitas pasien
Nama : Ny. H. S
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Jalan Jati Bunder Kec. Kebon Kacang, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Masuk RS : 23 Juni 2015
No RM : 135793
Identitas suami :
Nama : Tn. M. A
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : karyawan swasta
Pendidikan terakhir : SMP
Alamat : Jalan Jati Bunder Kec. Kebon Kacang, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
| P a g e 2
2.2 ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis kepada pasien Ny. H. S (36 tahun), dan
alloanamnesis dengan suami pasien (39 tahun), bertempat di Kamar Bersalin, RSAL
dr. Mintohardjo pada hari Selasa, 23 Juni 2015 pukul 11:00 WIB.
A. KELUHAN UTAMA
Perut mulas sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
B. KELUHAN TAMBAHAN
Keluar lendir darah dari kemaluan, perut terasa kencang, sering berkemih
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke Kamar Bersalin RSAL dr. Mintohardjo dengan keluhan perut
mulas sejak 4 jam SMRS atas rujukan Puskesmas Kec. Tanah Abang, Jakarta
Pusat. Mulas dirasakan di seluruh perut dan pinggang, makin lama makin sering.
Pasien awalnya mengeluh keluar lendir darah dari kemaluannya satu hari SMRS.
Lendir tersebut keluar dua kali dari kemaluan pasien, kira-kira sebanyak setengah
gelas kemasan air mineral. Hari berikutnya, lendir dari kemaluannya sudah
berhenti keluar dan pasien mulai merasa mulas. Keluhan mulas kadang-kadang
disertai rasa kencang pada perut.
Pasien mengaku sedang hamil anak ketiga dengan usia kandungan 37 minggu,
pernah melahirkan sebanyak dua kali secara spontan dan tidak pernah mengalami
keguguran. Pasien mengaku hari pertama haid terakhir pada tanggal 5 Oktober
2014 dengan taksiran persalinan tanggal 12 Juli 2015. Siklus haid pasien 28 hari
dengan lama haid 5 hari tanpa disertai rasa nyeri.
Pasien sering merasa ingin berkemih dalam dua bulan belakangan ini. Malam
hari BAK bisa sampai delapan kali. Rasa nyeri saat berkemih disangkal. Tidak ada
keluhan rasa haus dan lapar yang berlebihan pada pasien. Pasien mengeluh batuk
pilek ringan sejak 5 hari SMRS. Keluhan demam, nyeri kepala, nyeri ulu hati,
mual, muntah, dan penglihatan kabur disangkal pasien.
Sejak usia kehamilan 6 bulan, pasien melakukan asuhan antenatal satu kali
sebulan dengan bidan di kota asalnya, Madura. Pasien mengaku saat ini sedang
| P a g e 3
berlibur mengunjungi suami di Jakarta dan tidak membawa buku pemantauan
kehamilannya. Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG karena jarak
fasilitas kesehatan memadai jauh dari tempat tinggalnya. Selama hamil saat ini,
tidak ada gangguan kehamilan apapun, hanya mudah lelah. Pasien mengalami haid
pertama pada usia 12 tahun, usia saat menikah 26 tahun.
Berdasarkan surat rujukan Puskesmas Tanah Abang, pasien dirujuk ke RSAL
dr. Mintohardjo dengan diagnosis GIIIP2A0 hamil aterm in partu kala I fase aktif
dengan PEB. Dilaporkan tekanan darah pasien tinggi 170/120 mmHg disertai
protein urin +2. Di Puskesmas, pasien diberikan obat nifedipin peroral dan
dipasang infus ringer laktat.
D. RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Dysmenorea : tidak ada
Siklus haid : 28 hari teratur
HPHT : 5 Oktober 2014
Taksiran partus : 12 Juli 2015
E. RIWAYAT OBSTETRIK
No SuamiUmur
kehamilan
Tahun
persalinan
Tempat
pertolongan
Jenis
persalinan
Anak
JenisBB
(gr)Keadaan
1. Tn. M.A(39 tahun)
cukup bulan 2007 Bidan spontan ♂ 2900 sehat
2. cukup bulan 2010 Bidan spontan ♀ 3100 sehat
3. Hamil saat ini
F. RIWAYAT PERNIKAHAN
Pasien menikah satu kali, usia pernikahan 10 tahun, usia saat menikah 26 tahun.
G. RIWAYAT KONTRASEPSI
| P a g e 4
Pasien mengaku pernah menggunakan KB jenis suntik 3 bulan, setelah kelahiran
anak pertama tahun 2007 selama 2 tahun. Setelah anak kedua lahir tahun 2010,
pasien masih menggunakan KB suntik selama 1 tahun, kemudian ganti KB pil
selama 3 tahun.
H. RIWAYAT ANTENATAL CARE (ANC)
Sejak usia kehamilan 6 bulan, pasien melakukan asuhan antenatal satu kali sebulan
dengan bidan di kota asalnya, Madura. Hingga saat ini pasien telah melakukan
ANC sebanyak 4 kali.
I. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
J. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat hipertensi : ibu pasien
Riwayat diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
K. RIWAYAT KEBIASAAN
BAK :10-12 x/hari Minum :10 gelas/hari Tidur : 6-8 jam/hari Mandi : 2x /hari BAB : 1x /hari Makan : 3x /hari, pasien suka dan sering makan makanan yang asin Sukar tidur : disangkal Konsumsi rokok, alkohol, narkoba : disangka
L. RIWAYAT PENGOBATAN
| P a g e 5
Pasien telah mendapatkan terapi di Puskesmas Tanah Abang, berupa nifedipin
1x10 mg dan IVFD RL 500 ml 20 tetes permenit.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Antropometri
o BB sebelum hamil : 61 kg
o BB saat hamil : 70 kg
o Tinggi badan : 155 cm
o BMI : 25,39 kg/m2 obesitas kelas I
Tanda vital
o Tekanan darah : 150/90 mmHg
o Nadi : 80x/menit
o Suhu : 36,3oC
o Pernapasan : 20x/menit
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid
Jantung : bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen : membuncit sesuai usia kehamilan, nyeri tekan (-)
linea nigra (+) striae gravidarum (+)
Extremitas : superior : akral hangat dan tidak ada edema
inferior : akral hangat serta terdapat edema pada kaki
kanan dan kiri
B. STATUS OBSTETRI
| P a g e 6
Leher : chloasma gravidarum (-)
Mammae :
o Areola hiperpigmentasi (+)
o Puting susu menonjol (+)
Pemeriksaan luar
o Inspeksi :
Striae gravidarum (+)
Linea nigra (+)
o Palpasi :
Leopold I : TFU 34 cm, teraba satu bagian bulat, lunak, tidak melenting
Kesan : bokong
Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil-kecil janin
Kesan : tangan dan kaki janin
Kiri : teraba bagian keras seperti papan
Kesan : punggung
Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat keras dan melenting
Kesan : kepala
Leopold IV : divergen
Kesan : kepala sudah masuk PAP 1/5 bagian
Taksiran Berat Badan Janin (TBJ) = (TFU – N) x 155 gram
= (34 – 12) x 155 gram
= 3410 gram
o His : (+) frekuensi 2 kali per 10 menit, durasi ± 30 detik
o Pergerakan janin : (+)
o Auskultasi : DJJ 145x/menit
Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher (VT) : portio lunak, pembukaan Ø 5 cm, effacement 50%,
ketuban (+), kepala janin Hodge 1, posisi serviks searah sumbu jalan lahir
| P a g e 7
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 23/06/2015 pukul 12:19 WIB
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKANHEMATOLOGIDarah rutin Leukosit 16.600 /µl 5.000 – 10.000 Eritrosit 4,43 juta/ µl 4,2 – 5,4 Hemoglobin 12,8 g/dl 12 – 14 Hematokrit 39 % 37 – 42 Trombosit 383.000 ribu/ µl 150.000 – 450.000HEMOSTASIS Masa pendarahan 2’30’’ menit 1 – 3 Masa Pembekuan 12’00’’ menit 5 – 15KIMIA KLINIKFungsi HatiAST (SGOT) 20 U/l <31SGPT (SGPT) 20 U/l <34Fungsi GinjalUreum 13 mg/dl 17 – 43Kreatinin 0,7 mg/dl 0,6 – 1,1URINEUrine lengkapKimia urinWarna Kuning muda KuningBlood/ eritrosit +++/ 250 NegatifGlukosa Negatif mg/dl NegatifLeukosit +/25 NegatifBilirubin Negatif NegatifKeton ± / 5 NegatifBerat jenis ≥ 1.030 1.003 – 1031pH 5,5 4,5 – 8,5Protein Negatif mg/dl NegatifUrobilinogen ± /normal mg/dl 3,5 – 17Nitrit Negatif NegatifMikroskopis UrineEritrosit +++/ 40 – 50 /LPB 0 – 1Leukosit +/ 5 – 10 /LPB 0 – 5Epitel +1 /LPK PositifBakteri Negatif motil/lpk NegatifSilinder Negatif /LPB NegatifKristal Negatif /LPB Negatif
| P a g e 8
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium 23/06/2015 pukul 20:52 WIB
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKANURINEUrine lengkapKimia urinWarna Kuning muda KuningBlood/ eritrosit +++/ 250 NegatifGlukosa Negatif mg/dl NegatifLeukosit Negatif NegatifBilirubin Negatif NegatifKeton + / 10 NegatifBerat jenis ≥ 1.030 1.003 – 1031pH 5,0 4,5 – 8,5Protein Negatif mg/dl NegatifUrobilinogen ± /normal mg/dl 3,5 – 17Nitrit Negatif NegatifMikroskopis UrineEritrosit +++/ 45 – 60 /LPB 0 – 1Leukosit +/ 3 – 5 /LPB 0 – 5Epitel +1 /LPK PositifBakteri Negatif motil/lpk NegatifSilinder Negatif /LPB NegatifKristal Negatif /LPB Negatif
2. Pemeriksaan Cardiotocography (CTG)
Gambar 1. Cardiotocography 23/06/2015 pukul 11:30 WIB
Kesan : frekuensi dasar DJJ = 140 x/menit, variabilitas normal
| P a g e 9
2.5 DIAGNOSIS
1. Ibu : GIIIP2A0Hamil 37 minggu in partu kala I aktif dengan hipertensi
gestasional
2. Janin : tunggal, hidup, intrauterin, presentasi kepala, TBJ 3410 gram
2.6 PENATALAKSANAAN
1. Planning diagnostik :
Pemeriksaan USG
Laboratorium : HBsAg, VDRL, antiHIV
2. Planning Terapi :
Rawat inap dan tirah baring
O2 3 liter/menit
inj. MgSO4 40% i.m
Nifedipin 3 x 10 mg peroral
Pro partus pervaginam
3. Planning Monitoring :
Observasi keluhan dan keadaan umum pasien
Mengukur tanda-tanda vital (tekanan darah tiap 4 jam, nadi tiap 30 menit, suhu
tiap 2 jam)
Memeriksa DJJ tiap 30 menit
Observasi kontraksi tiap 30 menit selama 10 menit (frekuensi dan durasi)
VT tiap 4 jam (menilai pembukaan serviks, penurunan kepala, ketuban dan
molase)
Catat hasil monitoring dalam partograf
4. Planning Edukasi :
Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang kondisi Ibu dan Janin saat ini
Minta keluarga untuk memberi dukungan pada pasien
Anjurkan ibu untuk makan dan minum
Anjurkan ibu untuk berkemih bila ada rasa ingin berkemih
Anjurkan ibu untuk relaksasi dan menarik nafas panjang untuk mengurangi rasa
sakit
Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk
meneran
| P a g e 10
Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran, anjurkan ibu untuk berjalan,
berjongkok atau mengambil posisi yang aman.
2.7 PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Janin : dubia ad bonam
2.8 RESUME
Pasien Ny. H. S GIII P2 A0 datang dengan keluhan perut mulas sejak 4 jam
SMRS, serta keluar lendir darah pervaginam sehari SMRS. Pasien sering BAK,
polidipsi (-), polifagi (-) dan suka mengkonsumsi makanan asin. Riwayat hipertensi
pada ibu pasien. HPHT 5 Oktober 2014, taksiran persalinan 12 Juli 2015. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan obesitas kelas I, hipertensi TD=150/90 mmHg, terdapat
hiperpigmetasi aerola mammae dan puting susu menonjol, pada abdomen terdapat
stria gravidarum dan linea nigra, serta edema pada kedua kaki pasien. Dari
pemeriksaan Leopold diapatkan TFU 34 cm, bagian fundus teraba bokong, punggung
janin di kiri ibu, bagian terendah janin teraba kepala, dan kepala sudah masuk PAP.
His (+) frekuensi 2 kali per 10 menit, durasi ± 30 detik; DJJ 145x/menit. Vaginal
Toucher: portio lunak, Ø 5 cm, effacement 50%, ketuban(+), kepala janin Hodge 1.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukositosis, serta pemeriksaan
laboratorium kimia urin ditemukan eritrosit (+++), leukosit (+), keton (+), dan
mikroskopis eritrosit 45-60 / LPB. Protein urin negatif pada dua kali
pemeriksaan.Diagnosis pada kasus ini adalah GIIIP2A0Hamil 37 minggu in partu kala I
aktif dengan hipertensi gestasional dan janin tunggal, hidup, intrauterin, presentasi
kepala, TBJ 3410 gram. Terapi pada kasus ini adalah rawat inap untuk persalinannya
dan pemberian antihipertensi untuk menstabilkan tekanan darah. Prognosis pasien dan
bayinya adalah dubia ad bonam.
2.9 SURAT RUJUKAN PUSKESMAS
Tanggal 23 Juni 2015
Keluhan : jam10.00 OS datang dengan keluhan mules-mules dan keluar
darah dari kemaluan jam 07.00
| P a g e 11
Pemeriksaan : TD: 170/120 mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,7, RR
21x/menit. TFU 36 cm, punggung kanan, letak kepala, DJJ
150x/menit teratur, his 3x / 10 menit durasi 40 detik kekuatan
sedang, VT portio tipis lunak pembukaan 4cm, ketuban + ,
kepala Hodge 1. Cek protein urin +2
Diagnosis Kerja: GIII P2 A0 hamil aterm, inpartu kala I fase aktif dengan
Pre-eklamsi Berat (PEB)
Tatalaksana : jam 10.00 diberi nifedipin 10mg oral, jam 10.15 TD 160/110,
pasang infus RL 500 ml, 12 tpm
2.10 FOLLOW-UP
23/06//2015
S : mulas (+) perut kencang kadang-kadang.
O : keadaan umum : baik, kesadaran : compos mentis
TD : 150/ 90 mmHg, nadi : 84x/menit, RR:16x/menit, S: 360C
Palpasi abdomen : 34 cm, puki, letak kepala, DJJ 135x/menit,
his (+) 2x/10menit selama 30 detik
VT : portio tipis lunak, Ø 5-6 cm, ketuban (+) , kepala H1, posisi serviks searah sumbu jalan lahir
Laboratorium : leukosit 16.600 /µl, protein urin (-)
A : GIIIP2A0 hamil 37 minggu in partu kala I aktif dengan hipertensi gestasional
P : inj. MgSO4 40% i.m
nifedipin 3 x 10 mg peroral
pro partus pervaginam (spontan)
Tanggal 23 Juni 2015, pukul 23:55 WIB
Bayi lahir spontan, perempuan, hidup
BB = 3000 gram TB = 48 cm
AS 7 – 8 – 8
Anus (+) Kelainan kongenital ( - )
Tanggal 24 Juni 2015, pukul 00:05 WIB
Plasenta lahir lengkap, kotiledon lengkap
| P a g e 12
perineum utuh, perdarahan pervaginam ± 500 ml
Medikamentosa :
Drip oksitosin 10 IU + metergin 0,2 mg dalam Dextrose 5%
24/06/2015
S : keluhan (-) ASI sudah keluar
O : keadaan umum : baik, kesadaran : compos mentis
TD : 140/ 100 mmHg, nadi : 84x/menit, RR:18x/menit, S: 36,60C
TFU : dua jari di bawah pusat, kontraksi (+)
A : P3A0 post partum pervaginam hari ke-1 dengan hipertensi gestasional
P : Terapi oral
Amoxycillin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Asam traneksamat 3 x 500 mg
Etabion 2 x tab 1
Nifedipin 3 x 10 mg
Captopril 3 x 25 mg
25/06/2015
S : keluhan (-)
O : keadaan umum : baik, kesadaran : compos mentis
TD : 150/ 90 mmHg, nadi : 82x/menit, RR:17x/menit, S: 36,50C
TFU : tiga jari di bawah pusat, kontraksi (+)
A : P3A0 post partum pervaginam hari ke-2 dengan hipertensi gestasional
P : Amoxycillin 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Asam traneksamat 3 x 500mg
Etabion 2 x tab 1
Nifedipin 3 x 10 mg
Captopril 3 x 25 mg
Rencana pulang | P a g e 13
BAB III
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, penulis menjabarkan masalah-masalah yang dialami pasien Ny.
H. S (36 tahun), yakni hamil aterm in partu kala I fase aktif dan hipertensi gestasional.
Berikut pengkajian masalah-masalah pasien diuraikan dalam Bab Pembahasan, yang
mencakup dasar diagnosis serta planning terhadap masalah-masalah pasien.
Masalah pertama, yaitu hamil aterm in partu kala I fase aktif. Pasien Ny. H. S G III P2 A0
datang dengan keluhan mulas sejak 4 jam SMRS atas rujukan Puskesmas Tanah Abang.
Keluhan mulas disertai keluar lendir darah dari kemaluan serta perut terasa kencang. Keluhan
mulas dan perut kencang makin lama makin sering dirasakan pasien. Berdasarkan HPHT 5
Oktober 2014, didapatkan usia kehamilan pasien 37 minggu yang berarti hamil aterm atau
cukup bulan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda kehamilan, antara lain DJJ (+)
145 x/menit, pemeriksaan Leopold teraba bagian-bagian dan pergerakan janin, abdomen
membuncit sesuai usia kehamilan dengan tinggi fundus uteri 34 cm, stria gravidarum dan
linea nigra pada kulit perut, hiperpigmetasi aerola mammae, serta puting susu menonjol. Pada
pemeriksaan luar didapatkan frekuensi his 2 x per 10 menit dengan durasi 30 detik serta pada
pemeriksaan dalam didapatkan portio lunak, pembukaan Ø 5 cm, effacement 50%, ketuban
(+), dan kepala janin Hodge 1. Hasil pemeriksaan laboratorium mikroskopis urin didapatkan
eritrosit +3, leukosit +1, yang mungkin terjadi karena urin tercampur darah dari vagina ketika
pengambilan sampel.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang tersebut di atas menunjukkan tanda
dan gejala in partu, yakni penipisan dan pembukaan serviks, adanya kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2x dalam 10 menit), dan cairan lendir
bercampur darah melalui vagina. Pembukaan serviks dengan diameter lebih dari 4 cm
menunjukkan pasien telah memasuki kala I persalinan fase aktif.
Adapun rencana diagnostik untuk hamil aterm pada kasus ini antara lain pemeriksaan
USG dan pemeriksaan laboratorium HBsAg, VDRL, dan HIV. Pemeriksaan USG dilakukan
untuk penentuan pertumbuhan dan besar janin, kondisi plasenta, tali pusat, dan cairan
amnion. Tujuan pemeriksaan laboratorium HBsAg, VDRL, dan HIV adalah mengantisipasi
penularan infeksi maternal terhadap bayi. Rencana terapi yang dilakukan untuk masalah
pertama tersebut di atas ialah rawat inap untuk dilakukan persalinan pervaginam. Pemantauan
| P a g e 14
terhadap tanda-tanda vital, denyut jantung janin, his, dan pemeriksaan dalam tiap 4 jam perlu
dilakukan. Pemantauan tersebut dicatat dalam partograf.
Masalah kedua pasien adalah hipertensi gestasional. Berdasarkan surat rujukan dari
Puskesmas Tanah Abang, didapatkan tekanan darah pasien 170/120 mmHg dan proteinuria
+2. Tanda tersebut memenuhi salah satu kriteria pre-eklamsia berat (PEB), yakni tekanan
darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg. Berdasarkan anamnesis, pasien
menyangkal pernah menderita hipertensi, namun pasien mengakui adanya riwayat hipertensi
pada ibu pasien. Pasien juga menyangkal adanya gejala-gejala impending eclampsia, seperti
nyeri kepala, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan, mual dan muntah. Pada pemeriksaa
fisik di RS diperoleh tekanan drah papsien 150/90 mmHg setelah pemberian nifedipin 1 x 10
mg di Puskesmas. Proteinuria pada PEB lebih dari 5 g/ 24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan
kualitatif, sedangkan pasien didapatkan proteinuria +2. Untuk memastikan diagnosis yang
tercantum pada surat rujukan Puskesmas, maka dilakukan kembali pemeriksaan darah
lengkap dan urin. Hasil pemeriksaan laboratorium ulang menunjukkan perotein urin negatif.
Dengan demikian, diagnosis PEB diganti menjadi hipertensi gestasional. Hipertensi
gestasional ditentukan dari onset pada usia kehamilan > 20 minggu, tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg dan proteinuria (-). Pada kasus ini, pasien melakukan antenatal care di Madura
dan pasien tidak membawa buku pemantauan kehamilannya sehingga tidak diketahui dengan
pasti onset hipertensi diderita pasien. Oleh karena itu, hipertensi kronik masih dapat dijadikan
diagnosis banding. Diagnosis banding hipertensi kronik dapat disingkirkan bila setelah 12
minggu pasca persalinan tekanan darah kembali normal.
Pada kasus hipertensi gestasional ini, pasien dipersiapkan persalinan pervaginam
dengan mengontrol tekanan darah. Berdasarkan hasil pemeriksaan luar dan dalam serta
riwayat melahirkan pervaginam 2 kali pada pasien ini maka dipastikan dapat dilakukan
persalinan pervaginam. Pasien diberikan O2 3 liter permenit, MgSO4 40 % 4 gram
intramuskular tiap 4-6 jam serta nifedipin 3x10mg peroral. Injeksi MgSO4 40 % diberikan
sebagai antikejang atas dasar diagnosis awal saat pasien datang, yakni pre-eklamsia berat
sambil menunggu hasil konfirmasi pemeriksaan laboratorium di rumah sakit. Adapun syarat
permberian MgSO4 pada pasien telah terpenuhi, antara lain tidak ada tanda distress
pernapasan, refleks patella (+), dan urin minimal 30 ml/ 4 jam terakhir. Selain itu, kalsium
glukonas disiapkan sebagai antidotum bila terjadi keracunan MgSO4.
Pasien mendapat injeksi intramuskular MgSO4 40% 5 mg 4 kali pada pukul 11:40
(bokong kanan dan kiri), pukul 12:15 bokong kanan, dan pukul 13:05 bokong kiri. Pemberian
nifedipin oral 10mg diberikan pada jam 11:00, 17:00 dan 19:00. Pada partograf garis
| P a g e 15
bertindak terlewati pada pukul 20:00 dengan pembukaan serviks 8 cm, maka diputuskan
dilakukan akselerasi persalinan dengan memberikan drip oksitosin 5 IU dan Vitamin B1 1
ampul dalam Dextrose 5% dengan kecepatan 20 tetes permenit. Pembukaan lengkap tercapai
pada pukul 23.30 dan bayi lahir pukul 23.55 WIB, perempuan, hidup, berat badan 3000 gram,
panjang 48 cm, APGAR score 7/8.
Pada kala III persalinan, pasien diberikan oksitosin 10 IU intramuskular dalam 1
menit pertama bayi lahir, kemudian dilakukan masase fundus dan penegangan tali pusat.
Plasenta lahir kurang dari 30 menit lengkap. Jumlah perdarahan kala III ±150 cc. Pada kala
IV perdarahan sekitar 300 jam pada 2 jam awal. Tinggi fundus uteri setinggi pusat dan
kontraksi uterus (+) lembek yang diduga efek nifedipin sebagai calcium channel blocker.
Pasien diberikan drip oksitosin 10 IU dan methergin 0,2 mg dalam Dextrose 5% kecepatan 28
tetes permenit.
Adapun keluhan batuk pilek ringan sejak 5 hari SMRS dianggap sebagai infeksi
saluran pernapasan atas yang ditunjang dengan didapatkan leukositosis pada pemeriksaan
laboratorium darah pasien. Keluhan ini tidak dirasakan mengganggu aktivitas pasien.
Follow-up tanggal 24 Juni 2015, pasien tidak ada keluhan dan ASI sudah keluar.
Tekanan darah 140/100 mmHg dan tinggi fundus uterus dua jari dibawah pusat, kontraksi
(+). Pasien diberikan obat oral amoxycillin 3x500mg sebagai antibiotik profilaksis, asam
mefenamat 3x500mg sebagai analgesik, asam traneksamat 3 x 500mg sebagai antifibrinolitik
dan etabion sebagai suplemen besi. Sebagai obat antihipertensi diberikan nifedipin 3x10mg
dan captopril 3x25mg.
Follow-up tanggal 25 Juni 2015, pasien tidak ada keluhan. Tekanan darah 150/90
mmHg dan tinggi fundus uterus tiga jari dibawah pusat, kontraksi (+). Tekanan darah pasien
diturunkan perlahan agar tidak terjadi hipoksia otak. Pasien diberikan obat pulang peroral
sama seperti pada tanggal 24 Juni 2015 dan pasien diperbolehkan pulang.
| P a g e 16
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Hipertensi dalam Kehamilan
4.1.1 Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan sistolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. (1)
Hipertensi didefinisikan bila keadaan sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg
atau tekanan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg dengan patokan korotkoff
V untuk menilai tekanan diastol. (2)
4.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Report of the National
High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Presuure
in Pregnancy tahun 2001 ialah : (1)
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali terdiagnosis setelah usia kehamilan 20
minggu dan menetap sampai 12 minggu pascapersainan.
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3
bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa
proteinuria.
| P a g e 17
4.1.3 Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor resiko untuk dapat terjadinya hipertensi dalam kehamilan,
yang dapat dikelompokkan dalam faktor resiko sebagai berikut:
1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim.
4. Riwayat keluarga pernah preeklampsi/eklampsi.
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas.(3)
4.1.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum diketahui
dengan jelas, banyak teori yang telah dikemukakan namun tidak ada teori yang
dinyatakan mutlak benar. Teori yang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang
– cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi
dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero
plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan
remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri
spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
| P a g e 18
2. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan
ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam tahap normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana terjadi
peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik
trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag atau granulosit yang lebih besar
pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat
produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut diatas, mengakibatkan
‘aktivitas leukosit yang sangat tinggi’ pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman
disebut sebagai ‘kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada
kehamilan’ yang biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.
| P a g e 19
Gambar 2. Skema preeklampsia(2)
3. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta
mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu
radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan
merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
b. Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi
endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut
disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak
dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih
| P a g e 20
banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO
menurun sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi
4. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing.Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein
G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer
(NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan
desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi
penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke
dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
5. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan
respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan
kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
6. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
| P a g e 21
7. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.Penelitian terakhir membuktikan
bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia.Minyak ikan
banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. (1)
4.2 Preeklamsia
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Preeklamsi dibagi menjadi dua yaitu preeklamsia ringan dan preeklamsia
berat.
4.2.1 Preeklamsia Ringan
a. Definisi
Preeklamsia ringan adalah suatu sindrom spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah
akibat aktivasi endotel.
b. Diagnosis
Hipertensi : sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥1+ dipstik.
Edema lokal tidak dimasukan dalam kriteria preeklamsia kecuali edema pada
lengan, muka dan perut, dan edema generalisata. (1)
c. Tatalaksana
Tujuan perawatan preeklamsia untuk mencegah kejang, perdarahan
intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
(i) Rawat jalan ( ambulatoir )
Banyak istirahat ( berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak untuk tirah
baring. Pada usia kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi
miring menghilangkan tekanan rahim pada vena kafa inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik dan akan menmbah curah jantung sehingga
meningkatkan aliran darah keorgan-organ vital
| P a g e 22
Berikan diet cukup protein, rendah karbonhidrat, lemak, garam secukupnya
dan roboransia pranatal.
Tidak diberikan obat-obatan baik diuretik, antihipertensi, dan sedatif.
(ii) Rawat inap (rawat di Rumah sakit)
Indikasi rawat inap:
Hipertensi dan proteinuria menetap selama > 2 minggu
Adanya gejala atau tanda satu atau lebih preeklamsia berat
Pemeriksaan kesejahteraan janin : USG dan Doppler.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung, dll.
(iii) Perawatan obstetrik
Preterm (< 37 minggu) : jika tekanan darah mencapai nnormotensif, persalinan
ditunggu sampai aterm
Aterm (> 37 minggu) : persalinan ditunggu sampai onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal
persalinan. (1)
4.2.2 Preeklamsia berat
a. Definisi
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
dan tekanan diastolik ≥ 110 disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
b. Diagnosis
Digolongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut :
TD ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral
Nyeri epigastrium
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
| P a g e 23
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3
Gangguan fungsi hepar
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindrom HELLP(1)
c. Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan preeklampsia berat adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsia.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pengobatan preeklampsia yang tepat adalah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya
eklampsia dengan bayi yang masih prematur.
Penanganan umum berupa :
1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan
diastolik 90 mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4. Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1,5 – 2 L/jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7. Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Krepitasi merupakan tanda
edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan dan berikan
diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena.
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
| P a g e 24
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi 2 unsur, yaitu sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat obatan atau terapi medisinalis, dan sikap
terhadap kehamilannya.
1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa
a. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligoria. Oleh karena itu monitoring cairan (melalui cairan atau infus)
dan output (melalui urine) menjadi sangat penting, dan dilakukan pengukuran
secara tepat jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan.2 Cairan yang
diberikan dapat berupa :
(i) 5% Ringer dextrose/ NaCl dengan tetesan < 125 cc/jam
(ii) Dextrose 5% yang tiap liternya diselingi dengan RL (60-125cc/jam) 500cc
b. Pasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urine. Oligouria terjadi
bila produksi urine <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc/24 jam. (1,2)
c. Berikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
terjadi kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diit yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam. (2)
d. Pemberian obat anti kejang, misalnya MgSO4 atau obat anti kejang yang lain
(diazepam, fenition). Pemberian magnesium sulfat lebih efktif dibandingkan
dengan fenitoin. Magnesium sulfat menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskuler.
Transmisi neuromuskuler membutuhkan kalsium pada sinaps, pada pemberian
magnesium sulfat magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsang tidak terjadi (terjadi inhibisi kompetitif antara ion kalsium dan
magnesium).
| P a g e 25
Kadar kalsium darah yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja
magnesium sulfat. Cara pemberian magnesium sulfat:
Loading dose : 4 gram MgSO4, intravena (40% dalam 10 cc) selama 15
menit
Maintenance dose : diberikan infus 6 gram dalam larutan RL/6jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram i.m tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 antara lain :
Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10cc) diberikan iv selama 3 menit
Refleks patella (+) kuat
Frekuensi pernapasan > 16 kali/ menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
MgSO4 dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi dan setelah 24 jam pasca
persalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Pemberian MgSO4 dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan efek
flushes (panas) pada 50% penderita. Bila terjadi refrakter terhadap MgSO4,
maka diberikan salah satu obat berikut: sodium tipoental, sodium amobarbital,
diazepam atau fenitoin.
e. Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka, diuretik yang dipakai adalah
furosemide. Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.
f. Pemberian obat antihipertensi. Antihipertensi yang digunakan di Indonesia
adalah nifedipine sebagai antihipertensi lini pertama, dengan dosis awal 10-20
mg, diulangi tiap 30 menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
Nifedipine tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral. Sebagai antihipertensi lini
kedua digunakan sodium nitropruside dengan dosis 0,25 mikrogram
i.v/kg/menit diberikan per infuse, ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v/kg/5 menit,
| P a g e 26
atau diazokside 30 -60 mg iv/ 5 menit atau infus 10 mg/menit di titrasi. Jenis
obat anti hipertensi yang masih dalam penelitian antara lain calcium channel
blocker (asrapiridin, nimodipin), serotonin reseptor antagonis ketan serin.
g. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu,
diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP. (1)
2. Sikap terhadap kehamilannya
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat
selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Aktif (aggressive management), berarti kehamilan segera diakhiri atau di
terminasi bersamaan dengan pemberian medikamentosa. Indikasi perawatan aktif
ialah bila ditemukan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
Ibu:
Umur kehamilan mencapai 34 minggu
Adanya tanda- tanda impending eklampsia
Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin:
Adanya tanda tanda fetal distress
Adanya tanda tanda IUGR
Terjadinya oligohodramnion
Laboratorik:
Adanya tanda tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
b. Konservatif (ekspektatif), berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm < 34 minggu tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia
dengan keadaan janin baik. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya hanya observasi dan evaluasi saja sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
| P a g e 27
tanda tanda preeklampsia ringan, selambat lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila kembali ke gejala gejala preeklampsia ringan.
Untuk penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan
pengobatan pada preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian
kortikosteroid dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk meningkatkan
angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi singkat
dari status klinis maternal dan dapat meningkatkan jumlah trombosit dan
mempertahankannya secara konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional
untuk persalinan vaginal maupun abdominal.(1)
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2
kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
4.3 Eklamsia
a. Definisi
Eklamsi ialah preeklamsi yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan
koma.
b. Tatalaksana
Dasar-dasar pengelolaan eklamsi :
a. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
b. ABC (Airway, Breathing, Circulation)
c. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
d. Mengatasi dan mencegah kejang
e. Koreksi hipoksemia dan asidemia
f. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis
g. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat
Terapi medikamentosa sama seperti terapi pada preeklampsia berat.
| P a g e 28
(i) Tatalaksana kejang
Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu
terang(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi
sianosis tidak dapat diketahui)
Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam
posisitrendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah
aspirasi pneumonia
Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
(ii) Tatalaksana koma
Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale
Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
Hindari dekubitus
Perhatikan nutrisi
(iii) Tatalaksana khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain
Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :
Edema paru
Oliguria renal
Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis
c. Pengelolaan eklampsia
(i) Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan
janin.Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
(ii) Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan)hemodinamika dan metabolisme ibu.
| P a g e 29
(iii) Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu
ataulebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
Pemberian obat anti kejang terakhir
Kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar(dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yangmeningkat)
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka
dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut. Perawatan pasca
persalinan ialah tetap di monitor tanda vital dan pemeriksaan laboratorium lengkap
24 jam pasca persalinan(1)
4.4 Hipertensi Kronik
a. Definisi
Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum
kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang
setelah 12 minggu pasca persalinan.
b. Etiologi
Etiologi hipertensi kronik dapat dibagi menjadi :
(i) Primer (idiopatik) : 90%
(ii) Sekunder : 10% yang berhubungan dengan penyakit ginjal, penyakit
endokrin (diabetes mellitus), penyakit hipertensi dan vaskuler.
c. Diagnosis
Berdasarkan risiko yang mungkin timbul, maka hipertensi kronik dibagi :
(i) Risiko rendah : hipertensi ringan tanpa disertai kerusakan organ
(ii) Risiko tinggi : hipertensi berat atau hipertensi ringan disertai dengan perubahan
patologis, klinis maupun biologis, sebagai tanda kerusakan organ.
Kriteria risiko tinggi pada hipertensi kronik dalam kehamilan :
(i) Hipertensi berat :
desakan sistolik ≥ 160 mmHg dan / atau | P a g e 30
desakan diastolic ≥ 110 mmHg, sebelum 20 minggu kehamilan
(ii) Hipertensi ringan < 20 minggu kehamilan dengan :
pernah preeklamsi
umur ibu > 40 tahun
hipertensi ≥ 4 tahun
adanya kelainan ginjal
adanya diabetes mellitus (klas B – klas F)
kardiomiopati
meminumi obat anti hipertensi sebelum hamil
d. Klasifikasi
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7(4):
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Stage 1 hipertensi 140-159 90-99
Stage 2 hipertensi ≥ 160 ≥ 100
e. Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah :
Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darah
Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
(i) Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :
ECG
Echocardiografi
Ophtalmologi
USG ginjal
(ii) Pemeriksaan (test) laboratorium
| P a g e 31
Fungsi ginjal : kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24 jam
Fungsi hepar
Hematologik : Hb, hematokrit, trombosit
(iii) Pemeriksaan Kesejahteraan Janin: ultrasonografi
Pengobatan medikamentosa pada hipertensi kronik adalah dengan memberikan
antihipertensi. Adapun indikasi pemberian antihipertensi adalah :
Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg
Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHg
Berikut obat antihipertensi :
Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.
Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet (Nifedipine
harus diberikan per oral)
Pengelolaan terhadap kehamilannya, antara lain:
Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu
dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan aterm
Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera
kehamilan diakhiri (diterminasi)
Anestesi : regional anestesi.
Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan
pengelolaan preeklamsi berat.
4.5 Sindrom HELLP
a. Definisi
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu
komplikasi pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan
dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang
mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, edema pulmonaris, ARF, dan
berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari
kehamilan yang mengalami komplikasi preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini
dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga post partum (30 %).
b. Diagnosis
| P a g e 32
Didahului tanda dan gejala yang tidak khas; malaise, lemah, nyeri kepala, mual,
muntah (mirip tanda dan gejala infeksi virus)
Adanya tanda dan gejala preeklampsia
Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya peningkatan LDH, AST dan
bilirubin indirek
Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit; peningkatan ALT, AST, LDH
Trombositopenia
c. Klasifikasi
Klasifikasi Sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Mississipi :
(i) Kelas 1: kadar trombosit ≤ 50.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
(ii) Kelas 2: kadar trombosit > 50.000 ≤ 100.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
(iii) Kelas 3: kadar trombosit > 100.000 ≤ 150.000/ul
LDH ≥ 600 u/l
AST dan/ atau ALT ≥ 40 U/l
Klasifikasi sindrom HELLP berdasarkan klasifikasi Tennessee :
(i) Complete : Trombosit < 100.000/ul
LDH 600 u/l
SGOT 70 U/l
(ii) Parsial : Hanya satu atau dua dari ciri – ciri di atas yang muncul
Penanganan sindrom HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis
tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk :
Meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan
temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
Meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar
dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
| P a g e 33
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali,
dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
d. Tatalaksana
Terapi Medikamentosa, diantaranya:
(i) Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi
(ii) Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam
(iii) Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus
diperiksa :
Waktu protrombine
Waktu tromboplastine partial
Fibrinogen
(iv) Pemberian “Dexamethasone rescue”
Antepartum diberikan “double strength dexamethasone” (double dose) Jika
didapatkan :
Trombosit < 100.000/cc atau
Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan denganEklamsi Hipertensi berat. Nyeri
epigastrium “Gejala Fulminant”, maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap
12 jam
Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan
diakhiri (terminasi) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan
pervaginam atau perabdominam.
4.6 Persalinan Normala. Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun kedalam
jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada :
kehamilan 38-42 minggu
lahir spontan dengan persentasi belakang kepala
berat badan janin 2500-4000 gram
tanpa komplikasi baik ibu maupun janin.
Persalinan dikatakan normal bila tidak ada penyulit.
| P a g e 34
b. Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu:
(i) Kala I
Kala I ialah waktu untuk pembukaan serviks sampai menjadi pembukaan
lengkap 10 cm, disebut kala pembukaan. Klinis dapat dinyatakan partus dimulai
bila timbul his dan keluar lendir darah. Lendir darah ini berasal dari lendir kanalis
servikalis karena serviks mulai membuka dan mendatar, sedangkan darahnya
berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis
itu pecah karna pergeseran ketika serviks membuka.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dan
multigravida. Pada primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih
dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis, baru kemudian oue
membuka. Pada multigravida oue dan oui sudah sedikit membuka. Penipisan dan
pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama pada pembukaan. Ketuban akan
pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban
harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila
ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan atau inpartu kala 1 maka
disebut ketuban pecah dini. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah
lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13jam. Sedangkan
multipara kira-kira 7 jam.
(ii) Kala II
Kala II merupakan kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his
ditambah kekuatan mengedan mendorong janin keluar hingga lahir. His menjadi
lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 – 3 menit sekali. Karena biasanya dalam
kepala janin sudah masuk ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada
otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan.
Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar. Kemudian
perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu
| P a g e 35
his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi
diluar his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin
dilahirkan dengan suboksiput dibawah simfisis dan dahi, muka dan dagu melewati
perineum. Setelah beristirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan
anggota bayi lain. Pada primigravida kala II berlangsung 2 jam dan pada
multigravida 1 jam.
(iii) Kala III
Kala III merupakan batasan dumulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta. Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri sedikit
diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 – 15 menit setelah bayi
lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Tanda – tanda
lepasnya plasenta :
Perubahan ukuran dan bentuk uterus
Tali pusat memanjang
Semburan darah tiba – tiba
Manajemen aktif kala III :
Pemberian oksitosin 10 unit IM dalam 2 menit setelah bayi lahir
Melakukan PTT ( Penegangan tali pusat terkendali )
Masase ( pemijatan ) fundus uteri segera setelah plasenta lahir
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit, dapat diberikan oksitosin 10 unit IM
dosis kedua dan ulangi PTT
Jika kandung kemih teraba penuh, bisa dilakukan kateterisasi
Jika dalam menit ke-30 belum lahir secara spontan dapat dilakukan manual
plasenta.
(iv) Kala IV
Kala IV ialah 2 jam setelah plasenta lahir lengkap. Penatalaksanaaan kala IV :
1. Lakukan masase fundus uteri
2. Evaluasi tinggi fundus (normalnya fundus uteri setinggi pusat atau
dibawahnya, misal 2 jari dibawah pusat)
3. Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan keduanya lengkap dan utuh
4. Periksa kehilangan darah secara keseluruhan
| P a g e 36
5. Periksa perineum dan perdarahan aktif (apabila ada laserasi atau episiotomi)
6. Evaluasi kondisi umum ibu
7. Dokumentasikan semua temuan dan penatalaksaan kala IV dibelakang
partograf
c. Gerakan-gerakan anak pada persalinan
Gerakan-gerakan anak pada persalinan yang paling sering kita jumpai ialah
presentasi belakang kepala dan kebanyakan presentasi ini masuk ke dalam pintu atas
panggul dengan sutura sagitalis melintang. Ubun-ubun kecil kiri melintang lebih
sering daripada ubun-ubun kecil kanan melintang. Karena itu, akan diuraikan
pergerakan anak dalam presentasi belakang kepala dengan posisi ubun-ubun kecil kiri
melintang.
Mekanisme persalinan terdiri dari suatu gabungan gerakan-gerakan yang
berlangsung pada saat yang sama. Misalnya, sebagai bagian dari proses engagement
terjadi fleksi dan penurunan kepala. Gerakan-gerakan tersebut tidak mungkin
diselesaikan bila bagian terbawah janin tidak turun secara bersamaan. Seiring dengan
itu, kontraksi uterus menghasilkan modifikasi penting pada sikap atau habitus janin,
terutamasetelah kepala turun ke dalam panngul. Selama proses persalinan, janin
melakukan serangkaian gerakan untuk melewati panggul, yakni “seven cardinal
movements of labor” yang terdiri dari :
1. Engagemen
2. Fleksi
3. Desensus
4. Putar paksi dalam
5. Ekstensi
6. Putar paksi luar
7. Ekspulsi
Gerakan-gerakan tersebut terjadi pada presentasi kepala dan presentasi bokong.
Gerakan-gerakan tersebut menyebabkan janin dapat mengatasi rintangan jalan lahir
dengan baik sehingga dapat terjadi persalinan per vaginam secara spontan.
1. Engagemen
| P a g e 37
Engagemen merupakan suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah
melewati pintu atas panggul. Pada 70% kasus, kepala masuk pintu atas panggul ibu
pada panggul jenis ginekoid dengan oksiput melintang (tranversal). Proses engagemen
kedalam pintu atas panggul dapat melalui proses normal sinklitismus , asinklitismus
anterior dan asinklitismus posterior.
Normal sinklitismus. Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum.
Pada presentasi belakang kepala , engagement berlangsung apabila diameter biparietal
telah melewati pintu atas panggul. Kepala paling sering masuk dengan sutura sagitalis
melintang.Ubun-ubun kecil kiri melintang merupakan posisi yang paling sering kita
temukan. Apabila diameter biparietal tersebut sejajar dengan bidang panggul,kepala
berada dalam sinklitisme. Sutura sagitalis berada di tengah-tengah antara dinding
panggul bagian depan dan belakang. Engagement dengan sinklitisme terjadi bila
uterus tegak lurus terhadap pintu atas panggul dan panggulnya luas. Jika keadaan
tersebut tidak tercapai, kepala berada dalam keadaan asinklitisme.
Gambar 3. Sinklitismus
Asinklitismus anterior : Sutura sagitalis lebih dekat kearah sacrum.
Asinklitismus derajat sedang pasti terjadi pada persalinan normal, namun jika derajat
berat, gerakan ini dapat menimbulkan disproporsi sefalo pelvik pada panggul yang
berukuran normal sekalipun. Perubahan yang berturut-turut dari asinklitismus
posterior ke anterior mempermudah desensus dengan memungkinkan kepala janin
mengambil kesempatan memanfaatkan daerah-daerah yang paling luas di rongga
panggul.
| P a g e 38
Gambar 4. Asinklitismus anterior
o Asinklitismus posterior: Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis
(parietal bone presentasion)
Gambar 5. Asinklitismus posterior
2. Fleksi
Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan servik, dinding panggul dan otot dasar panggul.
Fleksi kepala diperlukan agar dapat terjadi engagemen dan desensus. Pada gerakan ini, dagu
mendekat ke dada janin dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek
menggantikandiameter oksipitofrontal yang lebih panjang.
| P a g e 39
Bila terdapat kesempitan panggul, dapat terjadi ekstensi kepala sehingga terjadi letak defleksi
(presentasi dahi, presentasi muka).
3. Desensus ( Penurunan Kepala )
Pada nulipara, engagemen terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal kala II;
pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi servik.
Penyebab terjadinya desensus :
1. Tekanan cairan amnion
2. Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong
3. Usaha meneran ibu
4. Gerakan ekstensi tubuh janin (tubuh janin menjadi lurus)
Faktor lain yang menentukan terjadinya desensus adalah :
Ukuran dan bentuk panggul
Posisi bagian terendah janin
Semakin besar tahanan tulang panggul atau adanya kesempitan panggul akan menyebabkan
desensus berlangsung lambat.
Desensus berlangsung terus sampai janin lahir.
4. Putar paksi dalam- internal rotation
Bersama dengan gerakan desensus, bagian terendah janin mengalami putar paksi
dalam pada level setinggi spina ischiadica (bidang tengah panggul).
Kepala berputar dari posisi tranversal menjadi posisi anterior (kadang-kadang kearah
posterior).
Pada presentasi belakang kepala, bagian yang terendah adalah daerah ubun-ubun kecil
dan bagian inilah yang akan memutar ke depan, ke bawah simfisis. Putaran paksi
dalam mutlak diperlukan untuk kelahiran kepala, karena putaran paksi merupakan
suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir, khususnya
bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam tidak terjadi
tersendiri, tetapi selalu bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum
| P a g e 40
kepala sampai ke Hodge III kadang-kadang baru terjadi setelah kepala sampai di dasar
panggul
Putar paksi biasanya berakhir setelah kepala mencapai dasar panggul.
Sebab-sebab putaran paksi dalam yakni:
Pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah darikepala.
Bagian terendah kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit, yaitu disebelah depan
atas tempat terdapatnya hiatus genitalis antara antara musculuslevator ani kiri dan
kanan.
Ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.
5. Ekstensi
Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul terjadilah ekstensi atau
defleksi kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul
mengarah ke depan dan ke atas sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk
melaluinya. Kalau tidak terjadi ekstensi, kepala akant tertekan pada perineum dan
menembusnya. Pada kepala, bekerja dua kekuatan yang satu mendesaknya ke bawah, dan
yang satunya disebabkan oleh tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Resultannya
ialah kekuatan ke arahdepan atas. Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah simfisis,
yang dapat maju karena kekuatan tersebut di atas ialah bagian yang berhadapan dengan
subocciput sehingga pada pinggir atas perineum, lahirlah berturut-turut ubun-ubun besar, dahi
hidung, mulut, dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat
pemutaran disebut hipomoklion.
Proses ekstensi berlanjut dan seluruh bagian kepala janin lahir.
6. Putar paksi luar- external rotation
Setelah kepala lahir, terjadi putar paksi luar (restitusi) yang menyebabkan posisi kepala
kembali pada posisi saat engagemen terjadi dalam jalan lahir. Belakang kepala anak memutar
kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena
putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan : putaran
paksiluar). Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber
| P a g e 41
ischiadicum sesisi. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan
disebabkan karena ukuran bahu menempatkan diri dalamdiameter anteroposterior pintu
bawah panggul.
7. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar, bahu depan sampai di bawah simfisis dan menjadi hipomoklion
untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh
badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir. Bahu anterior akan mengalami putar paksi
dalam sejauh 450 menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis. Persalinan bahu
depan dibantu dengan tarikan curam bawah pada samping kepala janin . Setelah bahu depan
lahir, dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu posterior. Traksi untuk melahirkan
bahu harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari cedera pada pleksus brachialis.
Setelah persalinan kepala dan bahu, persalinan selanjutnya berlangsung pada sisa bagian
tubuh janin dengan melakukan traksi pada bahu janin. Setelah kepala lahir, muka janin
dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah dan cairan amnion. Mulut dibersihkan
terlebih dahulu sebelum melakukan pembersihan hidung.
Setelah jalan nafas bersih, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat sekitar leher dengan
jari telunjuk. Lilitan talipusat yang terjadi harus dibebaskan terlebih dahulu. Bila lilitan
talipusat terlalu erat dapat dilakukan pemotongan diantara 2 buah klem.
| P a g e 42
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S, Hipertensi Dalam Kehamilan, Dalam: Ilmu kebidanan. Edisi Keempat.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010 : 530-61
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K, Hypertensive
Disorders in Pregnancy, In: William Obstetrics, edisi ke-23, New York: McGraw-Hill,
2005 : 761-808
3. Rozikhan. Faktor-faktor Resiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr. H.
Soewondo Kendal.2007
4. Martin J. Hypertension Guidelines: Revisiting the JNC 7 Recommendations. The Journal
of Lancaster General Hospital.2008;3(3):92
5. Villar J, Abdel-Aleem H, Merialdi M, et al. World Health Organization Calcium
Supplementation for the Prevention of Preclampsia Trial Group. World Health
Organization randomized trial of calcium supplementation among low calcium intake
pregnant women. Am J Obstet Gynecol 2006; 194(3): 639-49
6. Susianto, et al. Preeklampsia dan eklampsia di indonesia. Undip Press. 2004: 1-3.
Available at : www.eprints.undip.ac.id/29350/2/Bab_1.pdf
| P a g e 43