Case Irene

43
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA STATUS PASIEN Dokter Muda Nama Dokter muda Irene Esther Tanda tangan NIM 406138122 Tanggal November 2015 Rumah Sakit Bhayangkara Gelombang Periode 9 November – 12 Desember 2015 Nama Pasien Ny. M Umur 23 tahun Alamat Sumber Rejo RT 03/RW 02, Demak Jenis Kelamin Perempuan Pekerjaan Karyawan Swasta Agama Islam Pendidikan SMA Status Pernikahan Menikah No. RM 15-11-125119 Diagnosis ODS Konjuntivitis bakterial akut, OS keratitis viral ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 19 November 2015 pukul 10:30 WIB) Keluhan Utama Kedua mata merah dan berair Keluhan Tambahan Kedua mata banyak kotoran Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan keluhan kedua mata merah dan berair. Keluhan terjadi terlebih dahulu pada mata kiri sejak 1 minggu yang lalu, disertai 1

description

Case mata

Transcript of Case Irene

Page 1: Case Irene

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIENDokter Muda

Nama Dokter muda Irene Esther Tanda tanganNIM 406138122Tanggal November 2015Rumah Sakit BhayangkaraGelombang Periode 9 November – 12 Desember 2015

Nama Pasien Ny. MUmur 23 tahunAlamat Sumber Rejo RT 03/RW 02, DemakJenis Kelamin PerempuanPekerjaan Karyawan SwastaAgama IslamPendidikan SMAStatus Pernikahan MenikahNo. RM 15-11-125119Diagnosis ODS Konjuntivitis bakterial akut, OS keratitis viral

ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 19 November 2015 pukul 10:30 WIB)

Keluhan Utama Kedua mata merah dan berair

Keluhan

TambahanKedua mata banyak kotoran

Riwayat Penyakit

Sekarang

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang dengan

keluhan kedua mata merah dan berair. Keluhan terjadi terlebih dahulu

pada mata kiri sejak 1 minggu yang lalu, disertai rasa mengganjal dan

banyak kotoran. Jika bangun tidur pada pagi hari, mata lengket karena

kotoran yang banyak. Lalu sejak 3 hari yang lalu mata kanan juga

menjadi merah, berair, dan banyak kotoran. Pasien juga kadang

merasa silau pada matanya. Pasien membersihkan kotoran mata

dengan cara mengusapnya dengan tissue. Tidak terdapat keluhan gatal

pada kedua mata.

1

Page 2: Case Irene

Sejak mengalami keluhan ini, pasien sudah pernah mencoba

mengobati matanya sendiri dan juga sudah 3 kali berobat ke dokter.

Saat baru mengalami mata merah, pasien menggunakan tetes mata

Insto, namun tidak ada perbaikan. Keesokan harinya pasien datang

berobat ke dokter dan diberi obat minum untuk 1 hari (pasien tidak

tahu nama obat). Karena tidak ada perbaikan, 2 hari kemudian pasien

datang ke dokter lain dan diberi obat tetes mata Reco (isi

Chloramphenicol) dan obat minum, namun mata bertambah bengkak.

Karena pasien merasa obat tetes mata Reco yang diberikan membuat

tenggorak terasa pahit, pasien mengganti obat matanya sendiri

menjadi obat tetes mata Polydex (isi neomycin sulfate, polymixin b

sulfate, dexamethasone). Dua hari kemudian pasien kembali kontrol

ke dokter dan kembali diberi obat minum, namun keluhan masih

belum membaik sehingga pasien dirujuk ke Poliklinik Mata.

Pasien mengatakan penglihatannya kabur sejak lama namun tidak

pernah memeriksakan diri ke dokter mata maupun menggunakan kaca

mata. Namun sejak sakit sekarang, pandangan menjadi lebih kabur

lagi dari biasanya.

Riwayat Penyakit

Dahulu

Riwayat trauma pada mata (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit

Keluarga Tidak ada yang menderita keluhan serupa pada keluarga pasien

Kebiasaan /

Lingkungan

Pasien mengaku jarang mengucek mata selama sakit

Pasien mengatakan ruangan tempat kerjanya berdebu dan

menggunakan kipas angin

2

Page 3: Case Irene

Anamnesis Sistem

1. Cerebrospinal Dalam batas normal

2. Cor Dalam batas normal

3. Respirasi /

PulmoDalam batas normal

4. Abdomen Dalam batas normal

5. Urogenital Dalam batas normal

6. Extremitas /

MusculoskeletalDalam batas normal

Kesimpulan Anamnesis

Mata kiri merah, berair, banyak kotoran, dan terdapat rasa mengganjal sejak 1 minggu

yang lalu.

Mata kanan merah, berair, dan banyak kotoran sejak 3 hari yang lalu.

Kadang merasa silau.

Sudah menggunakan tetes mata Insto, obat minum, tetes mata Reco, dan tetes mata

Polydex namun keluhan tidak membaik.

Mata kabur sejak lama namun tidak pernah menggunakan kaca mata, dan semakin kabur

sejak sakit sekarang.

3

Page 4: Case Irene

PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (Dilakukan pada tanggal 19 November 2015 pukul 10:30 WIB)

Pemeriksaan OD OS PenilaianDikerjakan Tidak

Visus Jauh 0,1 0,7 √Refraksi √Koreksi √Visus Dekat √Proyeksi sinar +/LPB +/LPB √Persepsi Warna (Merah, Hijau) √

PEMERIKSAAN OBYEKTIF (Dilakukan pada tanggal 19 November 2015, pukul 11:00 WIB)

Pemeriksaan OD OS PenilaianDikerjakan Tidak

1. Posisi mata Ortoforia Ortoforia √

2. Gerakan bola mata√

3. Lapang pandang Tidak ada penyempitan

Tidak ada penyempitan √

4. Kelopak mata(Superior et Inferior)

S I S I

Benjolan - - - - √ Edema - - - - √ Hiperemis - - - - √ Ptosis - - - - √ Lagophthalmos - - - - √ Ectropion - - - - √ Entropion - - - - √

5. Bulu mata Trikiasis - - √ Madarosis - - √ Krusta - - √

6. Aparatus LakrimalisSakus lakrimal

Hiperemis - - √ Edem - - √ Fistel - - √

4

Page 5: Case Irene

Punctum lakrimal Eversi - - √ Discharge - - √

7. KonjungtivaK. Bulbi Sekret purulen >> Sekret purulen >>

Warna Hiperemis Hiperemis √ Vaskularisasi Injeksi

konjungtiva (+)Injeksi

konjungtiva (+)√

Nodul - - √ Edema - - √

K. Tarsal superior Hiperemis + + √ Folikel - - √ Papillae - - √ Korpus alineum - - √

K. Tarsal inferior Hiperemis + + √ Folikel - - √ Papillae - - √ Korpus alineum - - √

8. Sklera Warna Putih Putih √ Inflamasi - - √

9. Kornea Kejernihan Jernih Jernih √ Ukuran 12 mm 12 mm √ Permukaan Licin Licin √ Limbus Jernih Jernih √ Infiltrat - - √ Defek - - √ Edema - - √

10. Camera oculi anterior Kedalaman Cukup Cukup √ Hifema - - √ Hipopion - - √

11. Iris

Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan √ Sinekia - - √ Iridodonesis - - √

5

Page 6: Case Irene

Neovaskularisasi - - √12. Pupil

Ukuran 4 mm 4 mm √ Bentuk Bulat Bulat √ Tepi Rata Rata √ Simetris Simetris Simetris √ Refleks direk + + √ Refleks indirek + + √

13. Lensa

Kejernihan Jernih Jernih √ Luksasio - - √ Afakia - - √ IOL - - √

14. Reflek fundus + cemerlang + cemerlang √15. Korpus vitreum Jernih Jernih √16. Tekanan intra okuler

dengan palpasi Normal Normal √

KESIMPULAN PEMERIKSAANOD OS

VOD = 0,1Koreksi belum dilakukan

Sekret purulen >> K. bulbi: hiperemis, injeksi konjungtiva (+) K. tarsal superior: hiperemis K. tarsal inferior: hiperemis

VOS = 0,7Koreksi belum dilakukan

Sekret purulen >> K. bulbi: hiperemis, injeksi konjungtiva (+) K. tarsal superior: hiperemis K. tarsal inferior: hiperemis

Resume Total:

6

Page 7: Case Irene

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Poliklinik Mata

RS Bhayangkara dengan keluhan kedua mata merah, berair, dan banyak kotoran. Jika bangun

tidur pada pagi hari, mata lengket karena kotoran yang banyak. Mata kiri sejak 1 minggu

yang lalu, dan mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga kadang merasa silau pada

matanya. Pasien sudah berobat ke dokter dan menggunakan obat minum, tetes mata Reco,

dan tetes mata Polydex namun tidak ada perbaikan. Pandangan pasien sudah lama kabur dan

tidak diobati, namun pandangan semakin kabur sejak sakit ini.

Pada pemeriksaan didapatkan :

VOD = 0,1

Koreksi belum dilakukan

VOS = 0,7

Koreksi belum dilakukan

Sekret purulen ODS >>

Konjungtiva bulbi ODS: hiperemis, injeksi konjungtiva (+)

Konjungtiva tarsal superior ODS: hiperemis

Konjungtiva tarsal inferior ODS: hiperemis

Diagnosis kerja:

ODS Konjungtivitis bakteri akut

Diagnosis banding:

ODS Konjungtivitis viral akut

ODS Keratitis

Terapi:

Farmako :

o Tetes mata antibiotik ofloksasin 3 mg/ml 4 dd gtt I ODS

Non farmako :

o Menganjurkan pasien untuk tidak mengucek dan menyentuh matanya

o Menyarankan pasien untuk kontrol ke dokter mata untuk mengevaluasi

perjalanan penyakit dan melakukan pemeriksaan refraksi lebih lanjut untuk

pemberian resep kacamata

7

Page 8: Case Irene

Prognosis:

Ad visam : Dubia

Ad vitam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Ad fungtionam : Dubia ad bonam

Ad kosmetikam : Bonam

FOLLOW UP (Dilakukan pada tanggal 23 November 2015 pukul 09.50 WIB)

S : Mata kanan sudah tidak merah, tidak berair, dan tidak ada kotoran.

Mata kiri sudah tidak merah, keluhan berair dan banyak kotoran berkurang, masih

terdapat rasa mengganjal dan silau, pandangan semakin kabur. Gatal (-), perih (-)

O : VOD : 0,3F1

VOS : 0,4

Posisi mata: simetris

Gerakan bola mata: baik

Lapang pandang: tidak ada penyempitan

Kelopak mata: dalam batas normal

Bulu mata: trikiasis (-), madarosis (-), krusta (-)

Aparatus lakrimalis: dalam batas normal

Konjungtiva: sekret purulen OS <<

Konjungtiva bulbi: warna transparan, injeksi konjungtiva (-)

Konjungtiva tarsal: hiperemis (-)

Sklera: putih

Kornea: warna jernih. OS: tampak infiltrat pada kornea

COA: kedalaman cukup, hifema (-), hipopion (-)

Iris: warna coklat, dalam batas normal

Pupil: ukuran 4 mm, bulat, tepi rata, simetris, reflex direk +/+, reflek indirek +/+

Lensa: jernih, luksasio (-), afakia (-)

8

Page 9: Case Irene

OD OS

A : OS Keratitis viral

P : Tetes mata idoxuridine (IDU) 1 mg/ml 4 dd gtt I OS

9

Page 10: Case Irene

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA DAN KORNEA

1.1 Konjungtiva

1.1.1 Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata dan permukan anterior sklera. Konjungtiva bersambung

dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di

limbus.1

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:2

1. Konjungtiva tarsal, menutupi tarsus.

2. Konjungtiva bulbi, menutupi sklera

3. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva, merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Gambar 1. Anatomi konjungtiva

Konjungtiva tarsal melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke

tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior dan

membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi melekat

10

Page 11: Case Irene

longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus.1

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva yang

umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang

sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan

profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra sehingga membentuk pleksus

limfatikus yang banyak.1

Konjungtiva menerima persarafan dari cabang oftalmik nervus V (N. trigeminus). Saraf

ini memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.1

1.1.2 Fisiologi Konjungtiva

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan

oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme

pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah.

Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit,

adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.1,3

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua grup besar

yaitu 3

1. Penghasil musin

a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah

inferonasal.

b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior

dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan kelenjar

Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.

1.2 Kornea

1.2.1 Anatomi Kornea

Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm

horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks refraksi 1,37. Kornea memberikan

11

Page 12: Case Irene

kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25 dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri mata

manusia. Dalam nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan

oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea perifer disuplai

oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas

ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan

konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya

sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.1,3

Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmichus) dan nervus

kranialis trigeminus. Saraf trigeminus ini memberikan sensitivitas tinggi terhadap nyeri bila

kornea disentuh.1

1.2.2 Fisiologi kornea

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya

menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler

dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan

oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam

mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi

atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih berat daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan

sel-sel endotel mengganggu sistem pompa endotel sehingga terjadi dekompensasi endotel dan

mengakibatkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada

epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan menghilang bila sel-

sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan

hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam

menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan

dehidrasi.1

Kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi pada permukaan maupun di

dalam kornea akan menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh

gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai lesi

menghilang. Fotofobia pada lesi kornea adalah akibat kontraksi iris inflamasi pada mata yang

sakit. Pelebaran pembuluh darah iris merupakan refleks yang disebabkan iritasi pada ujung

saraf kornea.1

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang dilalui cahaya, dalam perjalanan

pembentukan bayangan di retina. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari

12

Page 13: Case Irene

kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan

bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat

menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.1

13

Page 14: Case Irene

2. KONJUNGTIVITIS

2.1 Definisi

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,

infiltrasi selular dan eksudasi, atau radang pada selaput lendir yang menutupi belakang

kelopak dan bola mata.2, 3

Konjungtivitis dibedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh

mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan klamidia, alergi, dan iritasi bahan-bahan kimia.2

Gambar 2. Konjungtivitis

2.2 Etiologi

Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:

Infeksi oleh virus, bakteri atau klamidia

Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya, sinar ultraviolet dari sinar

matahari.3

14

Page 15: Case Irene

2.3 Klasifikasi

Tabel 1. Diagnosis banding konjungtivitis berdasarkan gambaran klinis 2

Tanda Bakterial Viral Alergik

Injeksi konjungtiva Mencolok Sedang Ringan-sedang

Hemoragi + + -

Kemosis ++ +/- ++

EksudatPurulen atau

mukopurulenJarang, air

Berserabut,

lengket, putih

Pseudomembran +/- (strep., C.diph) +/- -

Papil +/- - +

Folikel - + -

Nodus preaurikular + ++ -

2.3.1 Konjungtivitis Bakteri

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri seperti gonokok,

meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, dan

Escherichia coli. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,

Pneumococcus, dan Haemophilus.2,3

Terdapat dua bentuk konjungtivitis bakteri, yaitu akut (termasuk hiperakut dan

subakut) dan kronik. Konjungtivitis bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri,

lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan memadai.1

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari

sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.

Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides

dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati sejak dini.1

Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi

ductus nasolacrimalis.1

15

Page 16: Case Irene

Gejala Klinis

Iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi konjungtiva)

Eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur

Edema palpebra

Biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular ke mata sebelahnya.

Gambar 3. Injeksi konjungtiva

Konjungitivis bakteri hiperakut ditandai oleh eksudat purulen yang banyak. Setiap

konjungtivitis berat dengan banyak eksudat harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium

dan segera diobati karena jika ditunda dapat terjadi kerusakan kornea dan bahkan kehilangan

mata.1

Konjuntivitis subakut paling sering disebabkan oleh H. influenza dan kadang E. coli,

ditandai dengan eksudat tipis, berair, atau berawan.1

Konjungtivitis kronik terjadi pada pasien dengan obstruksi ductus nasolacrimalis dan

dakriosititis kronik, yang biasanya unilateral.1

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui dengan

pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram

atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear. Kerokan

konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan

diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas

antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empirik. Bila hasil

sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.1,3,4

Terapi

16

Page 17: Case Irene

Terapi spesifik tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu

hasil laboratorium, terapi empirik dimulai dengan pemberian obat antimikroba topikal

spektrum luas, seperti:2

Trimethoprim dengan polymixin B

Gentamicin

Tobramycin

Neomycin

Ciprofloxacin

Ofloxacin

Gatifloxacin

Erythromycin 4

Obat topical dapat diberikan dalam bentuk obat tetes atau salep. Obat tetes memiliki

keuntungan tidak mengganggu penglihatan. Obat salep memiliki keuntungan memperpanjang

kontak dengan permukaan okular.4

Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3-5 hari, maka pengobatan dihentikan

dan tunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Apabila tidak sembuh dalam satu minggu,

mungkin perlu dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau

kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.2

Intervensi operatif diperlkan hanya bila terdapat indikasi untuk mengobati kondisi

kausatif seperti obstruksi duktus nasolakrimal.4

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas

dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah

penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene

perorangan.3

Prognosis dan Komplikasi

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung

selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus

(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan

konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan

endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke

17

Page 18: Case Irene

dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan

meningitis.1

Konjungtivitis bakteri menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi

masalah pengobatan yang menyulitkan.1

2.3.2 Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis

virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan

yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.1

Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah

virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, herpes simplex virus yang paling

membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,

picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency

virus.5

Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat

menular melalu di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus

(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.2

Gejala Klinis

Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya.

Pada demam faringokonjungtival yang umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3,

dan kadang-kadang tipe 4 dan 7, ditandai oleh demam 38,3-40˚C, sakit tenggorokan, dan

konjungtivitis folikular pada satu atau dua mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua

konjungtiva. Mata merah dan berair sering teradi, dank has terjadi limfadenopati preaurikular

yang tidak nyeri tekan.1

Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya

dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai

pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi

konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien

juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya

seperti sakit kepala dan demam.1,6

18

Page 19: Case Irene

Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang

biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,

fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis HSV dapat berlangsung

selama 2-3 minggu.1

Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan

coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi

airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang

dapat terjadi kimosis.5

Terapi

Konjungtivitis viral biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.1

Demam faringokonjungtival tidak memiliki pengobatan spesifik, tetapi umumnya

sembuh sendiri dalam 10 hari. Konjungtivitis epidemika juga tidak memiliki terapi spesifik,

tetapi kompres dingin akan mengurangi beberapa geala. Kortikosteroid selama konjungtivitis

akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari. Agen

antibakteri harus diberikan jika teradi superinfeksi bakteri. Penyembuhan konjungtivitis

hemoragika akut teradi dalam 5-7 hari dan tidak ada pengobatan yang pasti.1

Pada konjungtivitis HSV harus diberikan antivirus topikal atau sistemik untuk

mencegah terkenanya kornea. Pada ulkus kornea, mungkin diperlukan debridement kornea

dengan mengusap ulkus dengan kain kering secara hati-hati, penetesan obat antivirus, dan

penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus diberikan selama 7-10 hari.

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena dapat memperburuk infeksi.1

Prognosis dan Komplikasi

Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.

Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus

atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit.1

Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa

umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau

sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Pasien konjungtivitis juga

diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.5

19

Page 20: Case Irene

2.3.3 Konjungtivitis Alergi

Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan

disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun.

Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi

hipersensitivitas tipe 1.7

Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi

musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam

satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar

raksasa.1

Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan

subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya

disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi

serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat

asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan

riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak

atau mata buatan dari plastik.7

Gejala Klinis

Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-kategorinya. Pada

konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,

kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien

dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran

mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva

tarsalis inferior.1,7

Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan

keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian palpebra

yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman

penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda dan

gejala yang mirip konjungtivitis vernal.1

Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi

pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling

20

Page 21: Case Irene

penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja

disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.7

Terapi

Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan

kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk

meredakan gejala lainnya.1

Komplikasi

Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi

sekunder.7

2.3.4 Konjungtivitis Jamur

Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan

infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat

timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain

Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium

serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.1

2.3.5 Konjungtivitis Parasit

Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa,

Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan

Pthirus pubis walaupun jarang.1

2.3.6 Konjungtivitis kimia atau iritatif

Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan

substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang masuk

ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam, alkali, asap dan

21

Page 22: Case Irene

angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,

dan blefarospasme.1

Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka

panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang

toksik atau menimbulkan iritasi.1

Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan

pemakaian tetesan ringan.1

2.3.7 Konjungtivitis lain

Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga

dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit tiroid, gout

dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut

diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau penyebabnya.1

22

Page 23: Case Irene

3. KERATITIS

3.1 Definisi

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang

akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea

ini, maka tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi

pembuluh darah perikorneal yang dalam atau injeksi siliar.1,2

Keratitis biasanya diklasifikasikan dalam lapis yang terkena seperti keratitis

superfisial dan profunda atau interstisial.2

3.2 Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya:2

1. Kurangnya air mata

2. Keracunan obat

3. Reaksi alergi

4. Konjungtivitis menahun

3.3 Klasifikasi

Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu:

3.3.1 Berdasarkan lapisan yang terkena

a. Keratitis Pungtata (Keratitis Pungtata Superfisial dan Keratitis Pungtata Subepitel)

Keratitis pungtata adalah keratitis dengan infiltrat halus pada kornea yang dapat

terletak superfisial dan subepitel.2

Keratitis Pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi

pada Moluskum kontangiosum, Akne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster,

Blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksinisia, trakoma, trauma radiasi, dry eye,

keratitis lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan

23

Page 24: Case Irene

pengawet lainnya. Gejala klinis dapat berupa rasa sakit, silau, mata merah, dan merasa

kelilipan.

Gambar 4. Keratitis pungtata

Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan

jelas yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan fluoresein, terutama di

daerah pupil. Kekeruhan subepitelial di bawah lesi epitel sering terlihat semasa

penyembuhan epitel ini, uji sensibilitas kornea juga diperiksa untuk mengetahui

fungsi dari saraf trigeminus dan fasial. Pada umumnya sensibilitas kornea juga akan

menurun.2

Selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis pungtata superfisial sebaiknya

juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan rasa nyaman seperti air

mata buatan dan sikloplegik.2

b. Keratitis Marginal

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit

infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal

ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan

adanya blefarokonjungtivitis.2

Penderita akan mengeluhkan sakit, seperti kelilipan, lakrimasi, disertai

fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi

konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal

ataupun multipel, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.

24

Page 25: Case Irene

Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika yang sesuai dengan penyebab

infeksi lokalnya dan steroid dosis ringan. Pada pasien dapat diberikanvitamin B dan C

dosis tinggi.2

c. Keratitis Interstisial

Keratitis interstitial adalah keratitis yang ditemukan pada aringan kornea yang lebih

dalam, didapatkan neovaskularisasi dalam. Dapat terjadi akibat alergi atau infeksi

spiroket ke dalam strome kornea dan akibat tuberkulosis.2

Keratitis interstisial biasanya akan memberikan gejala fotofobia, lakrimasi,

dan menurunnya visus. Pada keratitis yang disebabkan oleh tuberkulosis terdapat

gejala tuberkulosis lainnya.2

Pengobatan tergantung penyebab. Ada keratitis diberikan sulfas atropin tetes

mata untuk mencegah sinekia akibat terjadinya uveitis dan kortikosteroid tetes mata.2.

3.3.2 Berdasarkan penyebab

a. Keratitis Bakterial

Tabel 2. Penyebab keratitis bakterial

Pasien biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang terinfeksi,

penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada pemeriksaan

bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea,

dan infiltrasi kornea.8

Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan

bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media

25

Page 26: Case Irene

cokelat (untuk Neisseria, Haemophillus dan Moraxella sp), agar darah (untuk

kebanyakan jamur, dan bakteri kecuali Neisseria) dan agar Sabouraud (untuk jamur,

media ini diinkubasi pada suhu kamar). Kemudian dilakukan pewarnaan Gram.8

Penatalaksanaan dengan cara pemberian antibiotik spektrum luas sambil

menunggu hasil kultur bakteri.

Tabel 3. Penatalaksanaan awal untuk keratitis bakterial

b. Keratitis Jamur

Infeksi jamur pada kornea yang dapat disebut juga mycotic keratitis. Biasanya dimulai

karena suatu rudapaksa pada kornea oleh ranting pohon, daun, dan bagian tumbuh-

tumbuhan. Namun keratitis yang dulu banyak dijumpai pada pekerja pertanian ini,

kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulai dipakainya

obat kortikosteroid dalam pengobatan mata.1,2

Kebanyakan disebabkan organism oportunis seperti candida, fusarium,

aspergillus, penicillium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada cirri khas yang

membedakan macam-macam ulkus jamur ini.1

Pada mata akan terlihat lesi indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan

hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit.

26

Page 27: Case Irene

Di bawah lesi utama sering terdapat plak endotel disertai reaksi bilik mata depan yang

hebat. Abses kornea sering dijumpai.1

Diagnosis pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10% terhadap

kerokan kornea yang menunjukkan adanya hifa.2

Pengobatan dengan natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun. Diberikan

sikloplegik disertai obat oral antiglaukoma bila timbul peningkatan tekanan

intraocular.2

c. Keratitis Virus

Herpes simpleks virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada

kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit

intraselular obligat yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,

vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan

mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.2

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri pada mata, fotofobia, penglihatan

kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat

yang terkena.2

Infeksi primer Herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis

folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan

kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan

dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh

sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu dimana daya tahan tubuh sangat lemah akan

menjadi parah dan menyerang stroma.

Terapi dilakukan dengan cara:

1) Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena

virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik

virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel

yang terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator

berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti homatropin 5% diteteskan

27

Page 28: Case Irene

kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus

diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh

umumnya dalam 72 jam.

2) Terapi obat 2

IDU (Idoxuridine) analog pirimidin, terdapat dalam larutan 1% dan diberikan

setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam.

Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep.

Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam.

Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada orang

atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.

3) Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan

pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan

beberapa bulan setelah penyakit herpes nonaktif.1

d. Keratitis Acanthamoeba

Keratitis yang berhubungan dengan infeksi Acanthamoeba yang biasanya disertai

dengan penggunaan lensa kontak. Pasien biasa mengeluh rasa sakit yang tidak

sebanding dengan temuan kliniknya yaitu kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas

adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Bentuk-bentuk

awal pada penyakit ini, dengan perubahan-perubahan hanya terbatas pada epitel

kornea semakin banyak ditemukan. keratitis Acanthamoeba sering salah diagnosis

sebagai keratitis herpes.1

Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionat, propamidin topikal

(larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomisin. Bikuanid poliheksametilen

(larutan 0,01-0,02%) dikombinasi dengan obat lain atau sendiri, kini makin populer.

Agen lain yang mungkin berguna adalah paromomisin dan berbagai imidazol topikal

dan oral seperti ketokonazol, mikonazol, itrakonazol. Terapi juga dihambat oleh

kemampuan organisme membentuk kista didalam stroma kornea, sehingga

memerlukan waktu yang lama. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk

28

Page 29: Case Irene

mengendalikan reaksi radang dalam kornea. Keratoplasti mungkin diperlukan pada

penyakit yang telah lanjut untuk menghentikan berlanjutnya infeksi atau setelah

resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan penglihatan. Jika organisme ini

sampai ke sklera, terapi obat dan bedah tidak berguna.1

29

Page 30: Case Irene

PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Poliklinik

Mata RS Bhayangkara dengan keluhan kedua mata merah, berair, dan banyak kotoran. Jika

bangun tidur pada pagi hari, mata lengket karena kotoran yang banyak. Mata kiri sejak 1

minggu yang lalu, dan mata kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga kadang merasa silau

pada matanya. Pasien sudah berobat ke dokter dan menggunakan obat minum, tetes mata

Reco (isi Chloramphenicol), dan tetes mata Polydex (isi neomycin sulfate, polymixin b

sulfate, dexamethasone) namun tidak ada perbaikan. Pandangan pasien sudah lama kabur dan

tidak diobati, namun pandangan dirasakan semakin kabur sejak sakit ini.

Pada pemeriksaan didapatkan :

VOD = 0,1

Koreksi belum dilakukan

VOS = 0,7

Koreksi belum dilakukan

Sekret purulen ODS >>

Konjungtiva bulbi ODS: hiperemis, injeksi konjungtiva (+)

Konjungtiva tarsal superior ODS: hiperemis

Konjungtiva tarsal inferior ODS: hiperemis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pasien didiagnosis dengan

diagnosis utama ODS konjungtivitis bakterial akut. Diagnosis utama diambil dari keluhan

pasien dan dari pemeriksaan yang dilakukan.

Diagnosis konjungtivitis bakterial akut pertama kali ditegakkan pada pasien karena

didapatkan keluhan berupa mata merah, berair, mata merah, berair, dan banyak kotoran,

bahkan mata lengket saat baru bangun pagi karena kotoran yang banyak sejak 1 minggu lalu.

Pasien juga mengeluh rasa mengganjal pada mata kirinya dan kadang merasa silau pada

matanya. Kemudian saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien, didapatkan banyak

kotoran purulen, konjungtiva bulbi dan tarsal hiperemis, serta terdapat injeksi konjungtiva

pada kedua mata.

30

Page 31: Case Irene

Pasien juga mengeluh penglihatan yang semakin kabur, dan didapatkan hasil

pemeriksaan visus yang di bawah normal, yaitu VOD 0,1 dan VOS 0,7. Tidak dilakukan

koreksi karena keadaan mata pasien yang masih radang. Namun penurunan ketajaman

penglihatan sejak sakit ini tidak dapat dinilai secara objektif karena pasien mengaku

penglihatannya yang memang sudah kabur sejak lama namun tidak pernah dikoreksi dengan

kacamata.

Setelah pasien diberi obat tetes mata Ofloksasin oleh dokter, pasien melakukan

kontrol 4 hari kemudian. Pasien mengatakan keluhan pada mata kanannya sudah hilang,

sedangkan pada mata kiri keluhan berair dan banyak kotoran berkurang, namun masih

terdapat rasa mengganjal dan silau, serta pandangan dirasakan semakin kabur. Kemudiaan

saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut didapatkan VOD membaik menjadi 0,3 False 1,

sedangkan VOS memburuk menjadi 0,4. Hiperemis pada konjungtiva dan injeksi konjungtiva

sudah hilang, hanya didapatkan sedikit sekret purulen pada mata kiri. Namun pada kornea

mata kiri tampak infiltrat. Oleh karena itu ditegakkan diagnosis OS keratitis viral.

Gambar 5. Infiltrat pada kornea mata kiri pasien

Penurunan visus OS pada pasien disebabkan adanya kerusakan pada kornea yang

merupakan media refraksi. Kornea terdapat banyak serabut saraf sensoris sehingga adanya

lesi akan merangsang rasa mengganjal pada mata dan fotofobia.

Keratitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari konjungtivitis. Biasanya konjungtivitis

yang sering mengenai kornea adalah konjungtivitis viral, khususnya konjungtivitis HSV.

31

Page 32: Case Irene

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari anamnesa pasien, pemeriksaan subyektif dan obyektif mata

yang dilakukan pada 19 November 2015 serta dasar teori yang saya peroleh dari tinjauan

pustaka maka didapatkan kesimpulan diagnosis adalah ODS konjungtivitis bakterial akut.

Pasien diterapi dengan tetes mata ofloksasin 3 mg/ml 4 kali sehari 1 tetes ODS.

Setelah menjalani pengobatan selama 4 hari, pasien melakukan kontrol. Dan

berdasarkan hasil dari anamnesa pasien, pemeriksaan subyektif dan obyektif mata yang

dilakukan pada 23 November 2015 serta dasar teori yang saya peroleh dari tinjauan pustaka

maka didapatkan kesimpulan diagnosis menjadin OS keratitis e.c. konjungtivitis. Pasien

kemudian diterapi dengan mengganti obat tetes mata menjadi tetes mata idoxuridine (IDU) 1

mg/ml 4 kali sehari 1 tetes OS.

32

Page 33: Case Irene

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17thed. Lange Mc

Graw Hill. 2007.

2. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

2010.

3. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section 11. MD

Association, San Fransisco. 2005-2006.

4. Yeung KK. Bacterial Conjunctivitis. In: Medscape Reference. 2014. Downloaded from:

http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview

5. Scott IU. Viral Conjunctivitis. In: Medscape Reference. 2015. Downloaded from:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview

6. Senaratne T, Gilbert C. Conjunctivitis. In: Community Eye Health. 2005. Downloaded

from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1705660/#!po=14.444

7. Ventocilla M. Allergic Conjunctivitis. In: Medscape Referance. 2014. Downloaded from:

http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview

8. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology. Edisi II. Elsevier Limited; 2009.

33