case inersia uteri hipotonik

38
BAB I PENDAHULUAN Distosia adalah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan, yakni : kelainan tenaga (kelainan his). Distosia karena kelainan tenaga (his) adalah his yang tidak normal,baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. Distosia karena kelainan jalan lahir misalnya panggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit jalan lahir. Distosia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi, hydrocephalus atau monstrum. Inersia uteri (hipoaktif uteri) insiden proporsionalnya 44%, his inkoordinasi hiperaktif 44%, inefisiensi normotonik (his lemah) 10% dan distosia servikalis 2%. Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut menderita anemia bila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr%, disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr%, disebut anemia gravis. Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12-15 gr% dan hematokrit 35-54%. Angka-angka tersebut juga berlaku untuk ibu hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah 1

Transcript of case inersia uteri hipotonik

Page 1: case inersia uteri hipotonik

BAB I

PENDAHULUAN

Distosia adalah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3

golongan, yakni : kelainan tenaga (kelainan his). Distosia karena kelainan tenaga (his)

adalah his yang tidak normal,baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat

kelancaran persalinan. Distosia karena kelainan jalan lahir misalnya panggul sempit,

tumor-tumor yang mempersempit jalan lahir. Distosia karena kelainan letak atau

kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi, hydrocephalus atau monstrum.

Inersia uteri (hipoaktif uteri) insiden proporsionalnya 44%, his inkoordinasi

hiperaktif 44%, inefisiensi normotonik (his lemah) 10% dan distosia servikalis 2%.

Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut

menderita anemia bila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr%, disebut anemia

berat, atau bila kurang dari 6 gr%, disebut anemia gravis.

Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12-15 gr% dan

hematokrit 35-54%. Angka-angka tersebut juga berlaku untuk ibu hamil, terutama

wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan

hematokrit dan hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan

antenatal. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali

pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan 1 dan sekali lagi pada triwulan terakhir.

Laporan-laporan dari seluruh dunia menyebutkan bahwa frekuensi anemia dalam

kehamilan cukup tinggi, terutama di negara-negara berkembang, yaitu 10-20%. Karena

defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia

maka dapat difahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi di negeri-negeri yang sedang

berkembang, dibandingkan dengan negeri-negeri yang sudah maju.menurut

penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia dalam kehamilan setinggi 18,5%,

pseudoanemia 57,9%, dan wanita hamil dengan Hb 12 g/100 ml atau sebanyak 23,6%;

Hb rata-rata 12,3 g/ml dalam trimester I, 11,3 g/100 ml dalam trimester II, dan 10,8

g/100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena pengenceran darah menjadi

1

Page 2: case inersia uteri hipotonik

makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi anemia dalam

kehamilan meningkat pula.

2

Page 3: case inersia uteri hipotonik

BAB II

KERANGKA TEORI

Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang

kepala yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan yang

berlebih pada ibu dan anak.

Baik tidaknya his dinilai dengan :

1. Kemajuan persalinan

2. Sifatnya his : frekuensi, kekuatan dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan

menekan dinding rahim pada puncak kontraksi.

3. Besarnya caput succedaneum

Kemajuan persalinan dinilai dari kemajuan pembukaan serviks, kemajuan

turunnya bagian terendah janin, dan bila janin sudah sampai di bidang Hodge III atau

lebih rendah dinilai dari ada atau tidak adanya putaran paksi dalam. Penilaian kekuatan

his dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yakni menilai secara manual sifat-sifat

his dengan palpasi atau bantuan CTG (Cardin tocograplzy).

Kekuatan his tidak boleh dinilai dari perasaan nyeri penderita. His diketahui kurang

kuat kalau :

Terlalu lemah

Terlalu pendek

Terlalu jarang

His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan

pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi, sehingga

persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.

3

Page 4: case inersia uteri hipotonik

Jenis-jenis kelainan his

1. Inertia uteri. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih

singkat, dan jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik,

dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak

banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan

berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau

hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat

untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder.

Diagnosis inersia uteri paling sulit dalam masa laten. Kontraksi uterus yang

disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan

sudah mulai. Untuk sampai pada kesimpulan ini, diperlukan kenyataan bahwa

sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yakni pendataran

dan/atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang

penderita untuk inersia uteri, padahal persalinan belum mulai (false labour).

2. His terlampau kuat. His terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine

contraction. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan

selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari

tiga jam, dinamakan partus presipitatus : sifat his normal, tonus otot di luar his

juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus

bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri,

vagina dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan dalam

tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang

singkat.

Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi

sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaan demikian lingkaran dinamakan

lingkaran retraksi patologik atau lingkaran Bandl. Ligamentum rotundum

menjadi tegang serta lebih jelas teraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan

menjadi gelisah. Akhirnya, apabila tidak diberi pertolongan, regangan segmen

bawah uterus melampaui kekuatan jaringan; terjadilah ruptur uteri.

4

Page 5: case inersia uteri hipotonik

3. Incoordinate uterine action. Disini sifat his berubah. Tonus otot uterus

meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa

karena tidak ada sinkronasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya

koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his

tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.

Disamping itu tonus otot uterus menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih

keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His

jenis ini juga disebut sebagai uncoordinate hypertonic uterine contraction.

Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama pecah,

kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi

penyempitan cavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi

atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis, lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana,

akan tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dan segmen bawah

uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat ketahui dengan pemeriksaan dalam,

kecuali kalau pembukaan sudah lengkap, sehingga tangan dapat dimasukkan ke

dalam cavum uteri. Oleh sebab itu, jika pembukaan belum lengkap, biasanya

tidak mungkin mengenal kelainan ini dengan pasti. Adakalanya persalinan tidak

maju karena kelainan pada serviks yang dinamakan distosia servikalis. Kelainan

ini bisa primer atau sekunder. Distosia servikalis dinamakan primer kalau

serviks tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung dengan

incoordinate uterine action. Penderita biasanya seorang primigravida. Kala I

menjadi lama, dan dapat diraba jelas pinggir serviks yang kaku. Kalau keadaan

ini dibiarkan, maka tekanan kepala terus menerus dapat menyebabkan nekrosis

jaringan serviks dan dapat mengakibatkan lepasnya bagian tengah serviks secara

sirkuler. Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada

serviks,misalnya karena jaringan parut atau karena karsinoma. Dengan his kuat

serviks bisa robek, dan robekan ini dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh

karena itu, setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada serviks, selalu

harus diawasi persalinannya di rumah sakit.

5

Page 6: case inersia uteri hipotonik

ETIOLOGI

Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida

tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Faktor

herediter mungkin memegang peranan pula dalam kelainan his. Satu sebab yang penting

dalam kelainan his, khususnya inertia uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak

berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak

janin atau pada disproporsi sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada

kehamilan ganda maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri

yang murni. Akhirnya gangguan dalam pembentukan uterus pada masa embrional,

misalnya uterus bikornis unikolis, dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi

pada sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebab inersia uteri ini tidak

diketahui.

PENATALAKSANAAN

Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan wanita yang

bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap empat jam,.

Denyut jantung janin dicatat tiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering dalam kala

II. Sebaiknya diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonik secara

intravena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan pethidin 50 mg

yang dapat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberi 10 mg morfin. Apabila

persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan

penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umum, perlu

ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah mulai atau masih dalam tingkat false

labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action; dan apakah ada

disproporsi sefalopelvik biar pun ringan.

Inersia uteri. Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan

serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan

panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini.

Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk

melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan

6

Page 7: case inersia uteri hipotonik

dapat dilakukan sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan

kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah

masuk ke dalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini

kadang-kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya persalinan berjalan

lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah

tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat

dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat

jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 unit dimasukkan ke dalam

larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12

tetes permenit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes. Kalau 50

tetes tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk

memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Kekuatan dan kecepatan his,

keadaan dan denyut jantung janin harus diperhatikan secara teliti. Infus harus dihentikan

kalau kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin

menjadi cepat atau menjadi lambat.

Maksud pemberian oksitosin ialah memperbaiki his, sehingga serviks dapat

membuka. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja; kalau tidak ada kemajuan,

pemberiannya dihentikan, supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi

untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio

sesarea.

His yang terlalu kuat. Kalau seorang wanita pernah mengalami partus

presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya.

Bila his kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat menimbulkan

lingkaran retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya akan terjadi ruptur uteri.

Dalam keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan

trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.

Incoordinate uterine action. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simptomatis

karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-

bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi

ketakuan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti

morfin, petidin, dan lain-lain.

7

Page 8: case inersia uteri hipotonik

ANEMIA

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam

kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit

dapat timbul akibat anemia, seperti :

1. Abortus,

2. Partus prematurus,

3. Partus lama karena inersia uteri,

4. Pedarahan post partum karena atonia uteri,

5. Syok,

6. Infeksi; baik intra partum maupun post partum,

7. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g/100 ml dapat

menyebabkan dekompensasi kordis.

Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada

persalinan sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.

Bila terjadi anemia,pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah :

1. Kematian mudigah (keguguran),

2. Kematian janin dalam kandungan,

3. Kematian janin waktu lahir (stillbirth),

4. Kematian perinatal tinggi,

5. Prematuritas,

6. Dapat terjadi cacat bawaan,

7. Cadangan besi kurang

Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas mortalitas ibu dan

anak. 8

Page 9: case inersia uteri hipotonik

Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan :

1. Anemia defisiensi besi (62,3%)

2. Anemia megaloblastik (29,0%)

3. Anemia hipoplastik (8,0%)

4. Anemia hemolitik (sel Sickle) (0,7%)

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia jenis ini biasanya berbentuk normositik dan hipokromik serta paling

banyak dijumpai. Merupakan penyebab anemia pada umumnya.

Diagnosis

Diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri

yang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang

ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat

normositer dan normokrom. Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi ialah :

a. Kadar besi serum rendah

b. Daya ikat besi serum tinggi

c. Protoporfirin eritrosit tinggi, dan

d. Tidak ditemukan hemosiderin (stainable iron) dalam sumsum tulang

Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan eritropoesis yang normoblastik tanpa tanda-

tanda hipoplasia eritropoesis.

Penatalaksanaan

Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu

kurang dari 10 g/100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia

defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis.

9

Page 10: case inersia uteri hipotonik

Keperluan zat besi untuk wanita non-hamil, hamil dan dalam laktasi yang di

anjurkan adalah :

FNB Amerika Serikat (1958) : 12 mg – 15 mg – 15 mg

LIPI Indonesia : 12 mg – 17 mg – 17 mg.

Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan

garam besi sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas ferrosus.

Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan dengan obat besi per os,

ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya

sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskular dapat

disuntikkan dekstran besi (Imferon) atau Sorbitol besi (Jectofer). Juga secara intravena

perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum sakkaratum, sodium

differat, dan dekstran besi.

Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan

apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.

Prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan

anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau

komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat

menyebabkan partus lama, perdarahan post partum, dan infeksi. Walaupun bayi yang

dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan Hb yang

rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru beberapa bulan kemudian tampak

sebagai anemia infantum.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Anemia megaloblastik biasanya berbentuk mekrositik atau pernisiosa.

Penyebabnya adalah karena kekurangan asam folik, jarang sekali akibat karena

kekurangan vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi atau infeksi yang kronik.

10

Page 11: case inersia uteri hipotonik

Diagnosis

Diagnosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megaloblas atau

promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer

dan hiperkrom tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat. Diagnosis

pasti baru dapat dibuat dengan percobaan penyerapan (absorption test) dan percobaan

pengeluaran (clearence test) asam folik. Pengobatan percobaan dengan asam folik dapat

pula menyokong diagnosis; naiknya jumlah retikulosit dan kasar Hb menunjukkan

defisiensi asam folik.

Penatalaksanaan

Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama-

sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan dalam dosis

15-30 mg perhari.

Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, maka

penderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari,

baik per os maupun parenteral. Transfusi darah kadang diperlukan apabila tidak cukup

waktu karena kehamilan dekat aterm, atau apabila pengobatan dengan berbagai obat

penambah darah biasa tidak berhasil.

Prognosis

Anemia megaloblastik dalam kehamilan umumnya mempunyai prognosis cukup

baik. Pengobatan dengan asam folik hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai

masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan

sembuhdan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak

keperluan akan asam folat jauh berkurang. Sebaliknya, anemia pernisiosa memerlukan

pengobatan yang terus menerus, juga diluar kehamilan. Anemia megaloblastik dalam

kehamilan yang berat yang tidak diobati mempunyai prognosis kurang baik. Angka

kematian bagi ibu mendekati 50% dan bagi anak 90%.

11

Page 12: case inersia uteri hipotonik

ANEMIA HIPOPLASTIK

Anemia hipoplasti disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk sel-

sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan :

Darah tepi lengkap,

Pemeriksaan pungsi sternal,

Pemeriksaan retikulosit, dll.

Gambaran darah tepi : normositik dan normokromik. Sumsum tulang

memberikan gambaran normoblastik dan hipoplasia ertiropoiesis. Penyebabnya belum

diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan sinar

rontgen atau sinar radiasi. Karena obat-obatan penambah darah tidak memberikan hasil,

maka satu-satunya cara untuk memperbaiki keadaan penderita ialah transfusi darah,

yang sering perlu diulang sampai beberapa kali.

Anemia aplastik dan anemia hipoplastik berat yang tidak diobati mempunyai

prognosis buruk, baik bagi ibu maupun bagi anak.

ANEMIA HEMOLITIK

Anemia hemolitik disebabkan penghancuran/pemecahan sel darah merah yang

lebih cepat dari pembuatannya. Ini dapat disebabkan oleh :

a. Faktor intrakorpuskuler : dijumpai pada anemia hemolitik herediter, talasemia,

anemia sickle (sabit), hemoglobinopati C, D, G, H, I ; dan paraksismal nokturia

hemoglobinuria.

b. Faktor ekstrakorpuskuler : disebabkan malaria, sepsis, keracunan zat logam, dan

dapat beserta obat-obatan; leukimia, penyakit hodgkin, dan lain-lain.

Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,

kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ –organ

vital.

12

Page 13: case inersia uteri hipotonik

Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila

disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diobati dan diberikan obat-obat penambah

darah. Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberikan hasil. Maka

transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita ini.

ANEMIA-ANEMIA LAIN

Seorang wanita yng menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia

hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing tambang,

penyakit ginjla menahun, penykit hati, tuberkulosis, sifilis, tumor ganas, dan

sebagainya, dpat menjadi hamil. Dalam hal ini anemianya menjadi lebih berat dan

mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas,

serta bagi anak dalam kandungan.

Pengobatan ditujukan kepada sebab pokok anemianya, misalnya antibiotika

untuk infeksi, obat-obat anti malaria, anti sifilis, obat cacing, dan lain-lain.

Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada berat dan sebab anemianya, serta

berhasil-tidaknya pengobatan.

13

Page 14: case inersia uteri hipotonik

BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS

Nama istri : Ny. Y / SMP Nama suami : Tn. R/ SMP

Umur : 33 tahun Umur : 37 tahun

Pekerjaan : Tidak bekerja Pekerjaan : wiraswasta

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Sunda Suku : Sunda

Alamat : Kepongpongan Talun

Tanggal masuk : 28 -11-2010 jam 17.50

Rujukan Puskesmas : G7P6A0 parturient aterm kala I fase aktif memanjang

II. ANAMNESA

Keluhan Utama : mulas, keluar air-air

Riwayat penyakit sekarang :

Wanita G7P6A0 merasa hamil 9 bulan,masih merasakan pergerakan janin. Wanita

mengatakan :

Tgl 27/11/10 jam 03.00 mulas-mulas

Jam 06.00 pergi ke dokter dokter tidak di tempat

Tgl 28/11/10 jam 10.00 Keluar air-air pergi ke puskesmas saran rawat RS

Jam 17.55 datang ke vk

14

Page 15: case inersia uteri hipotonik

Riwayat penyakit dahulu :

Asma : -

Hipertensi : -

DM : -

Jantung : -

Riwayat Obstetri :

No Kehamilan, Partus, Abortus Umur Keadaan Anak

1 Pr/preterm/2200/dokter/spt 14 tahun Hidup

2 Pr/preterm/1800/dokter/spt - Meninggal

3 Pr/preterm/1700/dokter/spt - Meninggal

4 Lk/preterm/1700/dokter/spt - Meninggal

5 Lk/preterm/1700/dokter/spt 9 tahun Hidup

6 Pr/preterm/1700/dokter/spt 5 tahun Hidup

7 Sekarang

HPHT : 03-03-10

HPL : 10-12-10

15

Page 16: case inersia uteri hipotonik

III. PEMERIKSAAN FISIK :

1. Keadaan umum : Sedang

2. Tanda vital :

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 93 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Suhu : 36,3 oC

3. Mata : Konjungtiva : Anemis

Sklera : Tidak ikterik

4. Mammae : Puting menonjol, simetris

5. Jantung : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

6. Paru : vesikuler di seluruh lapang paru, Rh (-/-), Wh (-/-)

7. Edema :

IV. PEMERIKSAAN OBSTETRI :

Pemeriksaan Luar :

TFU : 29 cm

Letak anak : memanjang, pres kep, puki

DJJ : 136 x/menit

His : -

Pemeriksaan Dalam :

16

− −

− −

Page 17: case inersia uteri hipotonik

Vulva/vagina : tidak ada kelainan

Portio : tebal lunak

Pembukaan : 5-6 cm

Ketuban : +

Bagian terendah : Kepala

Hodge : I

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Lab darah tanggal (28-11-2010)

Hb : 7,7 g/dL

Leukosit : 16.700/mm3

Ht : 25,8 L %

Trombosit : 248.000/mm3

HIV : (-)

HbsAg : (-)

VI. RESUME

Keluhan utama : mulas, keluar air-air dari jalan lahir

Riwayat penyakit sekarang : Pasien G7P6A0 merasa hamil 9 bulan,

masih merasakan pergerakan janin, datang

dikirim oleh puskesmas dengan keluhan

keluar air-air dan mulas yang jarang.

Pasien sendiri datang dengan keluhan

mulas dan keluar air-air sejak dini hari.

Lalu pasien ke puskesmas dan dirujuk ke

RSUD Gunung Jati.

17

Page 18: case inersia uteri hipotonik

Status present tanggal 28 November 2010

Keadaan umum : Sedang

Tanda vital : Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 93 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Suhu : 36,3 oC

Mata : Konjungtiva : Anemis

Sklera : Tidak ikterik

Mammae : Puting menonjol, simetris

Jantung : BJ I-II reguler, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : vesikuler di seluruh lapang paru, Rh (-/-), Wh (-/-)

PEMERIKSAAN OBSTETRI :

Pemeriksaan Luar :

TFU : 29 cm

Letak anak : memanjang, pres kep, puki

DJJ : 136 x/menit

His : -

Pemeriksaan Dalam :

Vulva/vagina : tidak ada kelainan

Portio : tebal lunak

Pembukaan : 5-6 cm

18

Page 19: case inersia uteri hipotonik

Ketuban : +

Bagian terendah : Kepala

Hodge : I

VII. DIAGNOSA

G7P6A0 parturient aterm (37-38 minggu) kala I fase aktif + anemia

VIII. PENATALAKSANAAN

Transfusi

Amniotomi

Antibiotik

Drip oksitosin

IX. PROGNOSIS

Ibu : Quo ad Vitam : bonam

: Quo ad Functionam : bonam

Janin : Quo ad Vitam : bonam

: Quo ad Functionam : bonam

X. KRONOLOGIS

27 November 2010 Pukul 03.00 mulas-mulas lalu pergi ke dokter tetapi dokter

tidak di tempat.

28 November 2010 Pukul 10.00 pasien merasa keluar air-air kemudian pergi ke

puskesmas. Dari puskesmas di sarankan untuk

di rawat di RS.

19

Page 20: case inersia uteri hipotonik

Pukul 17.55 pasien tiba di vk. Di vk dilakukan pemeriksaan

dalam dan hasilnya terdapat pembukann 5-6

cm tetapi tanpa his

Pukul 19.15 konsul dr. Samsudin, Sp.OG. Advice : drip

oksitosin dan antibiotik

Pukul 23.15 dilakukan pemeriksaan dalam ulang dan

didapatkan hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 3-4 cm

ketuban : +

kepala : hodge I-II

his : -

29 November 2010 Pukul 05.30 dilakukan pemeriksaan dalam ulang dan

didapatkan hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 2-3 cm

ketuban : +

kepala : hodge I-II

his : -

Pukul 07.15 konsul dr. Samsudin, Sp.OG. Advice : terapi

lanjutkan

20

Page 21: case inersia uteri hipotonik

Pukul 08.45 dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan

hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 3-4 cm

ketuban : +

kepala : hodge I-II

his : -

Pukul 11.00 USG dr. Dadang Hidayat, Sp.OG, hasilnya :

hamil tunggal hidup, presentasi kepala, usia

kehamilan 37-38 minggu, HPL : 17-12-10,

TBJ : 2600 gr, air ketuban cukup, plasenta

difundus.

Pukul 13.30 visit dr. Doddy Sismayadi, Sp.OG, dilakukan

pemeriksaan dalam, dan didapatkan hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 6-7 cm

ketuban : +

kepala : hodge I-II

his : -

Advice : transfusi PRC 1 labu

Pukul 17.30 dilakukan pemeriksaan dalam ulang, dan

didapatkan hasil :

21

Page 22: case inersia uteri hipotonik

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 5-6 cm

ketuban : - , sisa keruh

kepala : hodge II-III

his : -

pukul 22.30 dilakukan pemeriksaan dalam ulang dan

didapatkan hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 4-5 cm

ketuban : + rembes

kepala : masih tinggi

his : -

30 November 2010 Pukul 02.00 Dilakukan pemeriksaan dalam ulang dan

didapatkan hasil :

v/v : t.a.k

p : tebal lunak

pembukaan : 5-6 cm

ketuban : -

kepala : H I-II

his : 3 x 10’ selama 20”

22

Page 23: case inersia uteri hipotonik

Pukul 02.45 Bayi lahir spontan, segera menangis. Jk laki-

laki, BB 2800 gr, PB 48 cm, kelainan t.a.k

Pervaginam keluar darah banyak

Pukul 02.50 Dilakukan manuallengkap

FU : 2 jari bawah pusat perdarahan ± 200cc

Perineum ruptur di hecting jelujur

Perdarahan banyak diinspekulo didapatkan

robekan portio arah jam 9 ± 3 cm dan laserasi

pada portio yang aktif mengeluarkan darah

kemudian dilakukan hecting jelujur dan

dipasang tampon 2 roll bersambung

Pukul 07.45 Konsul dr. Doddi Sismayadi, Sp.OG. Advice :

observasi ketat.

23

Page 24: case inersia uteri hipotonik

BAB IV

ANALISA KASUS

Identifikasi Masalah

Klinis

1. Inersia uteri hipotonik

2. Anemia

Non Klinis

1. Faktor pendidikan

2. Faktor ekonomi

Dasar-dasar Diagnosis

1. Inersia Uteri Hipotonik

Pada pasien ini didiagnosis awal inersia uteri hipotonik karena :

Adanya fase aktif yang memanjang

His yang semakin jarang

2. Anemia

Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva yang anemis. Setelah itu

dilakukan pengambilan darah untuk melihat Hb. Dari hasil lab menunjukkan bahwa

Hb pasien 7,7 L g/dL.

3. Faktor pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah mungkin menjadi salah satu faktor

penyebabnya, pasien tidak mengetahui bahwa multipara bisa membahayakan

keselamatan ibu. Dan anemia bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang

gizi bagi ibu hamil.24

Page 25: case inersia uteri hipotonik

4. Faktor ekonomi

Meskipun suami bekerja, keluarga ini merupakan keluarga dengan tingkat

ekonomi yang rendah.. Mungkin asupan gizi yang diperlukan selama kehamilan

tidak tercukupi dengan baik, sehingga ibu mengalami anemia.

Etiologi dan Patofisiologi serta korelasi antar masalah

Pada pasien ini faktor yang mungkin menyebabkan inersia uteri hipotonik

adalah multipara dan anemia. Hal ini karena makin tinggi paritas ibu, makin kurang

baik kondisi dan kontraksi uterus. Dan pengaruh anemia dalam kehamilan ini adalah

partus lama karena inersia uteri dan perdarahan.

Inersia uteri dalam kasus ini merupakan inersia uteri sekunder, karena

sebelumnya sudah terjadi kontraksi his tetapi kemudian his menjadi jarang dan lama

kelamaan menghilang.

Analisa penatalaksanaan

Pada kasus inersia uteri hipotonik ini diberikan drip oksitosin dalam larutan

dekstrose 5% secara intravena sebanyak 5 unit dengan kecepatan 10-40 tetes

permenit dinaikkan secara bertahap dalam 30 menit. Apabila pemberian drip

pertama masih belum meningkatkan his, berikan drip ulang setelah 2 jam

isirahat. Apabila setelah pemberian drip kedua masih belum meningkatkan

kontraksi his dilakukan persalinan perabdominal yaitu dengan cara seksio

sesarea.

Pada anemia, di terapi dengan transfusi darah sampai Hb kembali normal.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

25

Page 26: case inersia uteri hipotonik

I. KESIMPULAN

1. Baik tidaknya his dinilai dari kemajuan persalinan, sifat his (frekuensi,

kekuatan dan lamanya his), besarnya caput succedaneum

2. Inertia uteri adalah pemanjangan fase laten atau fase aktif atau keduanya

dari kala pembukaan

3. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan karena serviks yang belum

matang

4. Inersia uteri hipotonis biasanya terjadi di fase aktif

5. Terapi untuk inersia uteri hipotonis adalah dengan pemberian drip

oksitosin sebanyak 5-10 unit.

6. Pada bulan ke 5-6 kehamilan, Hb akan turun karena pada saat ini janin

membutuhkan banyak zat besi.

7. Ibu hamil dengan anemia dapat menyebabkan abortus, partus

prematurus, inersia uteri dan partus lama, atonia uteri, syok, infeksi

intrapartum

8. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah

kematian mudigah, kematian janin dalam kandungan, kematian perinatal,

kematian janin waktu lahir, prematuritas, cacat bawaan, dan cadangan

besi yang kurang.

II. SARAN

26

Page 27: case inersia uteri hipotonik

1. Ibu hamil sebaiknya selalu memeriksakan kehamilannya tiap bulan untuk

mencegah terjadinya penyulit dalam persalinannya

2. Pemberian preparat besi pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya

kelainan-kelainan pada kehamilan

3. Pada wanita multipara sebaiknya diberikan penyuluhan untuk dilakukan

sterilisasi agar terhindar dari penyulit-penyulit kehamilan yang biasa

terjadi pada multipara.

DAFTAR PUSTAKA

27

Page 28: case inersia uteri hipotonik

1. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: UNPAD.

2. Sarwono Prawirohardjo, Prof, dr, DSOG & Hanifa Wiknjosastro, Prof, dr,

DSOG; Ilmu Kandungan, YBP-SP, Edisi ketiga, cetakan kedelapan, FKUI,

Jakarta; 2006, Hal 448-458 dan Hal 587-594.

3. Rustam Mochtar, Prof, dr, MPH; Sinopsis Obstetri, EGC, Edisi kedua, cetakan

pertama, Jakarta; 1998, Hal 309-311.

28