Case II Abses Hepar

35
Laporan Kasus ABSES HEPAR OLEH MUHAMMAD FIRDAUS 0808151167 Pembimbing : Dr. ALEX BARUS, SpPD KEPANITRAAN KLINIK

Transcript of Case II Abses Hepar

Page 1: Case II Abses Hepar

Laporan Kasus

ABSES HEPAR

OLEH

MUHAMMAD FIRDAUS

0808151167

Pembimbing :

Dr. ALEX BARUS, SpPD

KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

2012

Page 2: Case II Abses Hepar

BAB I

PENDAHULUAN

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena

infeksi bakteri, amoeba, jamur, maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan

yang terdiri dari jaringan hari nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam

parenkim hati. Abses hepar juga sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan

akut saluran empedu.1

Penyakit abses hepar dapat ditemukan di seluruh dunia. Abses hepar piogenik

lebih sering ditemukan di negara maju termasuk Amerika Serikat, sedangkan abses

hepar amoebik banyak ditemukan di negara berkembang yang beriklim subtropis dan

tropis, terutama pada daerah dengan kondisi lingkungan yang kurang baik. Abses

hepar amoebik cenderung endemis di beberapa wilayah seperti Afrika, Asia Tenggara

(termasuk Indonesia), Meksiko, Venezuela dan Kolumbia. Abses hepar amebik

biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba hystolitica sedangkan abses hepar

piogenik disebabkan oleh infeksi Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella,

Candida, Salmonella dan golongan lainnya.1,2

Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang pernah

terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi menunjukkan

gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien per tahun. Individu yang

mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun wisatawan yang ke

daerah endemik, dimana laki– laki lebih sering terkena dibanding perempuan dengan

rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada usia dewasa muda. Gejala tersering

yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah berupa nyeri perut kanan

atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau nyeri spontan atau disertai

dengan gejala komplikasi.3

2

Page 3: Case II Abses Hepar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan

disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur ke jaringan tubuh. Abses dapat

terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak area

yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi

nyeri dan panas setempat.4

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena

infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan

pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan

akut saluran empedu.1

2.2. Etiologi

Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba hystolitica yang

tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang asimptomatis mengeluarkan

tropozoit dan kista bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah

meminum air atau memakan makanan yang terkontaminasi kotoran yang

mengandung tropozoit atau kista tersebut. Dinding kista akan dicerna oleh usus halus,

keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum.

strain Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini

berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak menelan sel darah

merah dan juga sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam terjadinya

amubiasis invasif.1,2,3

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic

streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,

Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans,

3

Page 4: Case II Abses Hepar

Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii, Brucella

melitensis dan fungal.1

2.3. Patogenesis

Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahui secara pasti. Ada beberapa

mekanisme seperti faktor investasi parasit yang menghasilkan toksin, malnutrisi,

faktor resistensi parasit, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan imunitas

cell mediated. Secara kasar, mekanisme terjadinya amebiasis didahului dengan

penempelan E.Histolytica pada mukus usus, diikuti oleh perusakan sawar intestinal,

lisis sel epitel intestinal serta sel radang disebabkan oleh endotoksin E.histolytica

kemudian penyebaran amoeba ke hati melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi

neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulumatosa. Lesi

membesar bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik yang dikelilingi

kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Hal tersebut memakan waktu berbulan-bulan

setelah kejadian amebiasis intestinal.1,2

Abses hati dapat berbentuk soliter atau multipel. Oleh karena peredaran

darah hepar yang sedemikian rupa, maka hal ini memungkinkan terinfeksinya hati

oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang

membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri

tersebut. Lobus kanan hati lebih sering terkena abses dibandingkan dengan lobus kiri.

Hal ini berdasarkan anatomi hati di mana lobus kanan lobus kanan menerima darah

dari arteri mesenterika superior dan vena porta, sedangkan lobus kiri menerima darah

dari arteri mesenterika inferior dan aliran limfatik.1

Penyakit traktus biliaris adalah penyebab utama dari abses hati piogenik.

Obstruksi pada traktus biliaris seperti penyakit batu empedu, striktura empedu,

penyakit obstruktif congenital ataupun menyebabkan adanya proliferasi bakteri.

Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang

dari vena porta dan arteri hepatika sehingga akan terbentuk formasi abses

pileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga

terjadi bakterimia sistemik.1

4

Page 5: Case II Abses Hepar

Penetrasi akibat luka tusuk akan menyebabkan inokulasi pada parenkim hati

sehingga terjadi abses hati piogenik. Sementara itu trauma tumpul menyebabkan

nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan kebocoran saluran empedu sehingga

terjadi kerusakan dari kanalukuli. Kerusakan kanalukuli menyebabkan

masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi

disertai pembentukan pus. Abses hati yang disebabkan oleh trauma biasanya soliter.1

2.4. Manifestasi Klinis

Manifestasi sistemik abses hati piogenik lebih berat dari pada abses

hati amebik. Dicurigai adanya abses hati piogenik apabila ditemukan sindrom klinis

klasik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan

membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Apabila abses

hati piogenik letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga

terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa

mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan

yang unintentional.1,2,3

Demam atau panas tinggi merupakan manifestasi klinis yang paling utama,

anoreksia, malaise, batuk disertai rasa sakit pada diafragma, anemia, hepatomegali

teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di bawah arcus-costa. Ikterus terdapat pada 25 %

kasus dan biasanya berhubungan dengan penyebabnya yaitu penyakit traktus biliaris,

abses biasanya multipel, massa di hipokondrium atau epigastrium, efusi pleura,

atelektasis, fluktuasi pada hepar, dan tanda-tanda peritonitis.2,3

2.5. Diagnosis

Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,

laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses hepar sulit

ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini memberikan arti

yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini sebenarnya dapat

disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitasnya.3,4,5

5

Page 6: Case II Abses Hepar

a. Anamnesis

- Demam/panas tinggi

- Nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, seperti ditusuk atau di tekan, rasa sakit

akan berubah saat berubah posisi dan batuk-batuk sebagai gejala iritasi

diafragma

- Rasa mual dan muntah

- Berkurangnya nafsu makan

- Penurunan berat badan yang unintentional

- Sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai

dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya

- Urin berwarna gelap

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan pada inspeksi asimetris dari

dinding perut, tampak tegang, pada palpasi didapatkan hepatomegali yang bisa

teraba 3-6 jari di bawah arcus costae, nyeri tekan. Pada perkusi didapatkan nyeri

ketuk, splenomegali dapat terjadi pada kasus yang sudah kronik, selain itu bisa

didapatkan asites, ikterus serta tanda-tanda hipertensi portal. Adanya ikterus

pada 24-52 % kasus biasanya menunjukkan adanya penyakit sistem bilier yang

disertai kolangitis dengan prognosis yang buruk.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi

dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,

peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum

bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang

memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan

abses hati. Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan

pada abses hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia

didapatkan hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses hepar

amebik terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasmaprotrombin

time) meningkat.

6

Page 7: Case II Abses Hepar

Pada rontgen dada bisa didapatkan peninggian kubah diafragma, efusi

pleura, kolaps paru dan juga abses paru. USG memiliki sensitivitas yang sama

dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses hepa r . Pemeriksaan

ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang penting untuk membantu diagnosis

serta menentukan lokasi abses dan besarnya. Sensitivitasnya dalam

mendiagnosis amebiasis hati adalah 85%-95%.

Gambaran  ultrasonografi  pada amebiasis hati adalah:

1. Bentuk bulat atau oval

2. Tidak ada gema dinding yang berarti 

3.  Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal. 

4.  Bersentuhan dengan kapsul hati 

5.  Peninggian sonik distal (distal enhancement)

Beberapa kriteria diagnostik untuk abses hepar:

Kriteria Sherlock Kriteria Ramachandran Kriteria Lamont & Pooler

1. Hepatomegali yang

nyeri tekan

2. Respon baik terhadap

obat amoebisid

3. Leukositosis

4. Peninggian diafragma

kanan dan pergerakan

yang kurang

5. Aspirasi pus

6. Pada USG didapatkan

rongga dalam hati

7. Tes hemaglutinasi

positif

1. Hepatomegali yang

nyeri

2. Riwayat disentri

3. Leukositosis

4. Kelainan radiologis

5. Respon terhadap terapi

amoebisid

*Bila didapatkan 3 atau

lebih dari gejala di atas

1. Hepatomegali yang

nyeri

2. Kelainan hematologis

3. Kelainan radiologis

4. Pus amoebik

5. Tes serologic positif

6. Kelainan sidikan hati

7. Respon yang baik

dengan terapi

amoebisid

*Bila didapatkan 3 atau

lebih dari gejala di atas

7

Page 8: Case II Abses Hepar

Perbedaan Abses hati piogenik dan abses hati amebik6

Abses hepar piogenik Abses hepar amebikDemografi Usia 50-70 tahun

Laki-laki = perempuanUsia 20-40 tahunLaki-laki > perempuan

Faktor risiko mayor

Infeksi bakteri akut, khususnya intraabdominalObstruksi bilier/manipulasiDiabetes mellitus

Berpergian atau menetap/ pernah menetap di daerah endemik

Gejala klinis Nyeri perut kanan atasDemam, menggigil, rigor, lemah, malaise, anoreksia,penurunan berat badan, diare, batuk, nyeri dada pleuritik

Akut: demam, menggigil, nyeri abdomen, sepsisSubakut: nyeri abdomen relatif jarang,Khas: tidak ada gejala kolonisasi usus dan kolitis

Tanda klinis Hepatomegali disertai nyeri tekan, massa abdomen, ikterus

Nyeri tekan perut kanan atas bervariasi

Laboratorium Leukosistosis, anemia, peningkatan enzim hati (alkali fosfatase melebihi aminotransferase), hiperbilirubinemia, hipoalbuminemiaKultur darah positif (50%-60%)

Leukosistosis bervariasi, anemia, tidak ditemukan eosinofilia, alkali fosfatase biasanya meningkat dan aminotransferase normal

Serologi amuba positif (70%-95%)

Pencitraan Abses multifocal (50%)Biasanya lobus dextraTepi irregular

Khas: abses tunggal (80%)Biasanya lobus dextra“Rounded” atau oval, bersepta“wall enhancement” pada CT Scan dengan kontras intra vena

Cairan aspirasi

PurulenBerbau busukTampak kuman pada pewarnaan gramKultur positif (80%)

Tengguli (achovy paste)Tidak berbauDitemukan tropozit

2.6. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap penderita abses hepar amoebik terdiri dari:7,8,9

1. Kemoterapi

Abses hepar amoebik tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan penyembuhan yang

besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba. Pengobatan yang dianjurkan adalah :

8

Page 9: Case II Abses Hepar

a. Metronidazole

Metronidazole merupakan obat pilihan untuk semua infeksi amoeba.

Pemberian metronidazole untuk abses hepar amoebik bisa tunggal atau

dikombinasikan dengan klorokuin. Metronidazole termasuk derivat nitroimidazole.

Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hepar amoebik adalah 3 x 750 mg atau 800

mg per hari selama 3-10 hari. Pemberian ini dapat membantu kesembuhan 90-95%

pasien. Derivat nitroimidazole lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole

dengan dosis 3 x 800 mg per hari selama 5 hari. Gejala klinik umumnya mengalami

perbaikan dalam 1-3 hari. Metronidazol dosis rendah biasanya efektif pada penyakit

invasif namun dapat gagal mengeliminasi amoeba pada infeksi intraluminal sehingga

dapat terjadi relaps.

b. Dehydroemetine (DHE)

Dehydroemetine (DHE) merupakan derivat diloxanite furoate. Dosis yang

direkomendasikan sebesar 3 x 500 mg per hari selama 7-10 hari. Emetin efektif

mengatasi serangan amubiasis (terutama invasi ke hati) dengan cara pemberian

injeksi intramuskular namun memiliki efek samping yang berat terhadap jantung.

Diloxanite furoate merupakan obat luminal yang berguna untuk mengatasi karier

amubiasis dan mengeliminasi amoeba intestinal.

c. Kloroquin

Dosis klorokuin yang dianjurkan adalah 1 gr/hari selama 2 hari dan diikuti

500 mg/hari selama 20 hari atau 4 x 250 mg tiap hari selama 21 hari. Klorokuin

masih kurang efektif untuk mengatasi abses hepar amoebik. Klorokuin dapat

diberikan bersama metronidazole.

2. Aspirasi

Tindakan aspirasi dianjurkan bila pengobatan medikamentosa (kemoterapi)

tidak berhasil dalam 3-5 hari, terdapat kontraindikasi pada penggunaan metronidazol

seperti kehamilan, atau abses yang beresiko mengalami ruptur. Abses yang

berdiameter lebih 5 cm dan abses yang terlokalisasi dalam lobus kiri memiliki resiko

besar mengalami ruptur. Aspirasi dapat pula dikombinasikan dengan metronidazol.

9

Page 10: Case II Abses Hepar

Kombinasi ini dapat lebih mempercepat pengurangan keluhan pasien seperti demam,

nyeri abdomen, memperpendek lama opname dan mencegah relaps.

3. Drainase Perkutan

Drainase abses perkutan merupakan prosedur yang dilakukan oleh dokter

untuk mengangkat atau mengeluarkan kumpulan cairan infeksi (abses) dari bagian

tubuh. Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum,

dan perikardial. Drainase juga berguna untuk mengurangi nyeri abdomen. Selama

prosedur, jarum halus dimasukkan ke dalam cairan abses dibawah panduan radiologis

seperti CT-Scan.

4. Drainase Bedah

Drainase bedah dilakukan pada kasus komplikasi termasuk ruptur abses.

Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik

dengan pengobatan. Juga diindikasikan untuk perdarahan yang mengancam jiwa

penderita, disertai atau tanpa ruptur abses. Termasuk penderita dengan septikemia

karena abses amoeba yang mengalami infeksi sekunder, khususnya bila usaha

dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi digunakan untuk mengevaluasi

terjadinya ruptur abses amoeba intraperitoneal.

Penatalaksanaan untuk abses hepar piogenik yaitu :

1. Antibiotik

Antibiotik spektrum luas secara parenteral harus segera diberikan setelah

dicurigai adanya abses hepar pyogenik. Ini bertujuan untuk mencegah bakteriemia

dan komplikasi lainnya. Antibiotik sendiri hanya efektif pada beberapa pasien.

Penanganan antibiotik tanpa tindakan drainase memiliki angka mortalitas tinggi (59%

-100%). Antibiotik berupa kombinasi obat seperti ampisilin/penisilin, aminoglikosida

dan metronidazol atau kombinasi antara sefalosporin generasi ketiga dengan

metronidazol. Kombinasi tersebut efektif melawan E. coli, K. pneumonia,

bakteroides, enterokokus dan streptokokus anaerobik. Pasien yang berusia tua dan

menderita kelemahan fungsi ginjal, sefalosporin generasi ketiga lebih dipilih daripada

aminoglikosida. Pilihan obat nantinya harus disesuaikan dengan hasil kultur. Lama

10

Page 11: Case II Abses Hepar

pengobatan antibiotik belum memiliki standar yang pasti dan bergantung pada

keberhasilan drainase. Namun umumnya direkomendasikan selama 2-4 minggu.

Antibiotik harus tetap diteruskan selama masih ada tanda infeksi seperti demam, rasa

dingin, atau leukositosis atau tergantung ukuran abses, respon klinik, dan potensi

toksik dari pilihan pengobatan.

2. Drainase Bedah Terbuka

Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara

operasi dan pemberian antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses

terdapat didalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa

melakukan aspirasi cairan abses.

3. Drainase Kateter Perkutaneus

Penatalaksanaan saat ini menggunakan drainase perkutaneus abses intra

abdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomografi komputer. Drainase

yang dipandu CT-Scan menggambarkan rongga abses dan menuntun tindakan

drainase perkutaneus. Persentase keberhasilan drainase kateter perkutaneus pada

abses hepar pyogenik antara 69% hingga 90%. Kelebihannya terdapat pada

kesederhanaan terapi (umumnya dilakukan pada saat melakukan diagnosis radiologi),

tidak menggunakan anestesi umum, laparotomi, mencegah komplikasi luka dari

tindakan bedah terbuka dan mengurangi lama opname. Kontraindikasi relatif dari

drainase kateter perkutaneus adalah asites, koagulopati atau dekat dengan organ vital.

Drainase perkutaneus pada abses multipel memiliki angka kegagalan yang tinggi.

Pembedahan harus dipersiapkan pada pasien yang membutuhkan penanganan bedah

akibat proses patologi primer (misalnya apendisitis) atau pada penanganan teknik

perkutaneus yang mengalami kegagalan. Prosedur drainase laparoskopi telah

dilaporkan banyak mengalami kesuksesan.

4. Aspirasi Perkutaneus

Indikasi aspirasi yaitu risiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang

didefinisikan dengan ukuran kavitas > 5 cm, abses pada lobus kiri hati yang

dihubungkan dengan mortalitas yang tinggi dengan frekuensi tinggi perforasi ke

peritoneum dan perikardium serta tidak ada respon klinis terhadap terapi konservatif

11

Page 12: Case II Abses Hepar

dalam 5-7 hari.6 Angka keberhasilannya antara 60% sampai 90%, hampir sama

dengan angka keberhasilan drainase kateter perkutaneus. Kebanyakan aspirasi,

bagaimanapun juga, membutuhkan lebih dari 1 kali aspirasi dan seperempat pasien

memerlukan 3 kali atau lebih tindakan aspirasi.

5. Reseksi Hepar

Adakalanya reseksi hati diperlukan pada abses hepar. Tindakan ini dapat

dilakukan pada infeksi hepar yang malignan, hepatolitiasis, atau striktur biliaris

intrahepatik. Jika destruksi hati akibat infeksi ini berat, beberapa pasien dapat lebih

beruntung keadaannya setelah tindakan reseksi.

2.7. Komplikasi

Komplikasi abses hati amuba umumnya berupa perforasi atau ruptur abses ke

berbagai rongga tubuh (pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal) dan ke kulit,

sebesar 5-5,6%. Perforasi ke kranial dapat terjadi ke pleura dan perikard. Insiden

perforasi ke rongga pleura adalah 10-20%, akan terjadi efusi pleura yang besar dan

luas yang memperlihatkan cairan cokelat pada aspirasi. Perforasi dapat berlanjut ke

paru sampai ke bronkus sehingga didapatkan sputum yang berwarna khas cokelat.

Penderita mengeluh bahwa sputumnya terasa seperti rasa hati selain didapatkan

hemoptisis. Perforasi ke rongga perikard menyebabkan efusi perikard dan tamponade

jantung. Bila infeksi dapat diatasi, akan terjadi inflamasi kronik seperti tuberkulosis

perikard dan pada fase selanjutnya terjadi penyempitan jantung (perikarditis

konstriktiva).2,3

Perforasi ke kaudal terjadi ke rongga peritoneum. Perforasi akut menyebabkan

peritonitis umum. Abses kronik, artinya sebelum perforasi, omentum dan usus

mempunyai kesempatan untuk mengurung proses inflamasi, menyebabkan peritonitis

lokal. Perforasi ke depan atau ke sisi terjadi ke arah kulit sehingga menimbulkan

fistel. Infeksi sekunder dapat terjadi melalui sinus ini. Meskipun jarang, dapat juga

terjadi emboli ke otak yang menyebabkan abses amuba otak.3

2.8 Prognosis

12

Page 13: Case II Abses Hepar

Prognosis abses hepar amoebik tergantung dari:

1. Virulensi parasit dan daya tahan host

2. Derajat dari infeksi

3. Adanya infeksi sekunder dan komplikasi lainnya

4. Terapi yang diberikan. Tanpa terapi, abses dapat mengalami ruptur dan menyebar

ke organ lain. Pasien yang menerima terapi memiliki kemungki nan besar sembuh

atau hanya mengalami komplikasi ringan.

BAB III13

Page 14: Case II Abses Hepar

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Umur : 17 tahun

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Pasir Pengaraian

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis

Keluhan Utama

Nyeri perut kanan atas dan ulu hati sejak 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

- 2 bulan SMRS pasien mngeluhkan mencret + 3 kali sehari berisi air dan

ampas, sebanyak + seperempat gelas aqua dan kadang-kadang bercampur

darah berwarna merah segar.

- 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas dan ulu hati,

nyeri dirasakan terus menerus, menyesak ke atas, pasien juga mengeluhkan

demam, mual (+), penurunan nafsu makan, BAB dan BAK tidak ada

keluhan. Lalu pasien di rawat selama 4 hari di RSUD Rohul, dan di USG,

dari hasil USG didapatkan bahwa pasien menderita abses hati, lalu pasien

di rujuk ke RSUD AA.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat HT (-)

- Riwayat DM (-)

- Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama seperti pasien

14

Page 15: Case II Abses Hepar

Riwayat Sosial – Ekonomi

- Pasien bekerja di tempat variasi motor.

- Riwayat merokok (+)

- Riwayat konsumsi alkohol (+)

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Komposmentis

Tanda – tanda vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Nafas : 22 x/menit

Suhu : 36.50 C

Pemeriksaan Fisik

Kepala dan leher

- Konjungtiva anemis (-/-)

- Sklera ikterik (+/+)

- Pembesaran KGB(-)

Thorax

Paru :

Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler(+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung normal, bising jantung (-)

15

Page 16: Case II Abses Hepar

Abdomen

Inspeksi : Dinding perut datar, simetris, venektasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Pekak pada regio hipokondrium dextra, timpani pada

regio umbilicus, suprapubis, hipokondrium, lumbal

dan inguinal dextra, nyeri ketok (+) regio

hipokondrium dextra

Palpasi : Tegang, Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan

hipokondrium kanan. Hepar teraba 3 jari dibawah

arcus costae dextra, permukaan rata, nodul (-),

konsistensi keras, tepi tumpul. Lien tidak teraba. Nyeri

tekan antar iga (+)

Ekstremitas

Akral hangat, Capillary refill time (CRT) < 2 detik, edema (-).

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin (04/12/2012)

Hb : 13,1 g/dl

Leukosit : 20.500 uL

Trombosit : 632.000 uL

Kimia Darah(04/12/2012)

Glukosa : 89 mg/dl

Ureum : 19,3mg/dl

Kreatinin : 0,78 mg/dl

BUN : 9 mg/dl

AST : 24 IU/L

ALT : 22 IU /L

Albumin : 2,1 IU/L

16

Page 17: Case II Abses Hepar

Hasil USG RS Rohul 02/12/2012

3.5 Resume

Tuan A, usia 17 tahun datang dengan keluhan utama nyeri pada perut kanan atas

dan ulu hati sejak 1 minggu SMRS. 2 bulan SMRS pasien mngeluhkan mencret + 3

kali sehari berisi air dan ampas, sebanyak + seperempat gelas aqua dan kadang-

kadang bercampur darah berwarna merah segar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, hepatomegali (+) 3 jari di bawah arcus costae

dextra, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan hipokondrium kanan serta nyeri

tekan antar iga. Pada perkusi terdapat pekak pada regio hipokondrium dextra, nyeri

ketok regio hipokondrium dextra dan neri tekan pada hipokondrium dextra dan

epigatrium. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yang menunjukan

adanya leukositosis dan hipoalbuminemia.

3.6 Daftar Masalah :

1. Nyeri perut kanan atas

2. Leukositosis

3.. Hipoalbuminemia

3.7 Diagnosis

Abses Hepar

3.8 Rencana pemeriksaan

- Foto Thorax

17

Page 18: Case II Abses Hepar

- USG abdomen

- Pungsi abses

3.9 Rencana Penatalaksanaan

Non farmakologi

1. Istirahat/bed rest

2. Diet TKTP

Farmakologi

1. IVFD RL 20 tpm

2. Inj ceftriaxone 3x1

3. Inj ranitidine 2x1

4. Curcuma 3x1

5. Inf. Metronidazole 3x750 mg

18

Page 19: Case II Abses Hepar

3.10 Follow Up

05/12/2012

S : Nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas, makan (+) sedikit, demam (-),

mual (+)

O : Kesadaran : Komposmentis

TD : 100/70 mmHg

HR : 85 x/menit

RR : 20 x/Menit

T : 37,3 C

PF : Nyeri tekan epigastrium (+)

Nyeri tekan perut kanan atas (+)

Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa kanan

A :Abses Hepar

P : IVFD RL 20 tpm

Inj ceftriaxone 3x1

Inj ranitidine 2x1

Domperidon 3x1

Curcuma 3x1

Inf. Metronidazole 3x750 mg

06/12/2012

S : Nyeri ulu hati dan nyeri perut kanan atas berkurang, mual (+).

O : Kesadaran : Komposmentis

TD : 110/80 mmHg

HR : 80 x/menit

RR : 20 x/Menit

T : 36,0 C

PF : Nyeri tekan epigastrium (+)

Nyeri tekan perut kanan atas (+)

Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa kanan

19

Page 20: Case II Abses Hepar

A : Abses Hepar

P : Punksi?

IVFD RL 20 tpm

Inj ceftriaxone 3x1

Inj ranitidine 2x1

Domperidon 3x1

Curcuma 3x1

Inf. Metronidazole 3x750 mg

7 /12/2012

S : Nyeri perut kanan atas dan nyeri ulu hati sudah berkurang

O : Kesadaran : Komposmentis

TD :110/90 mmHg

HR : 86x/menit

RR : 20x/Menit

T : 37,0 oC

PF : Nyeri tekan epigastrium (+)

Nyeri tekan perut kanan atas (+)

Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costa kanan

A : Abses hepar

P : Pasien diizinkan pulang

20

Page 21: Case II Abses Hepar

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah nyeri perut kanan

atas dan ulu hati sejak 1 minggu SMRS. Keluhan tersebut diawali dengan adanya

demam, sindroma dispepsia, Gejala tersebut sesuai dengan manifestasi klinis dari

suatu infeksi pada organ yang ada pada daerah perut kanan atas, dan yang paling

mendekati adalah kelainan pada hati yaitu abses hepar. Hal tersebut juga didukung

pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada sklera pasien, pembesaran hepar

sampai 3 jari dibawah arcus costae, dan nyeri tekan pada daerah perut kanan atas dan

ulu hati, nyeri ketok perut kanan atas serta nyeri tekan antar iga.

Untuk memastikan adanya abses pada hepar perlu dikonfirmasi kembali

dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti USG abdomen atau pun CT-Scan.

Pada pasien didapatkan hasil USG abdomen adalah hepar membesar dengan lesi

hypoechoic homogen dengan batas tegas pada lobus dextra.

Berdasarkan keluhan yang dirasakan oleh pasien yaitu nyeri perut kanan atas,

terdapat demam dan riwayat diare dan pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan

umum tampak sakit sedang, ikterus dan hepatomegali serta pemeriksaan penunjang

terdapat leukosistosis dan hipoalbumin, hal ini mengarah pada diagnosis abses hepar

amebiasis. Abses hepar pyogenik dapat disingkirkan karena pada abses hepar

pyogenik ditemukan sindrom klinis klasik, keadaan umum yang lebih berat

dibandingkan abses hepar amebiasis dan pada pemeriksaan laboratorium juga tidak

menunjukkan kelainan lebih berarti. Namun, diagnosis pasti didapatkan dari cairan

aspirasi yang keluar, cairan purulen, berbau busuk dan pada perwarnaan gram

ditemukan bakteri serta kultur positif menunjukkan suatu abses hepar piogenik,

sedangkan jika cairan aspirasi berwarna tengguli (achovy paste), tidak berbau serta

ditemukan bentuk tropozoit. Pada pasien tidak didapatkan keterangan mengenai

cairan aspirasi.

Leukositosis yang terjadi pada pasien ini disebabkan oleh respon tubuh untuk

melawan invasi oleh mikroorganisme dalam tubuh, sehingga terjadi peningkatan

21

Page 22: Case II Abses Hepar

komponen sel darah putih yang terdiri dari basofil, eosinofil, neutrofil batang,

neutrofil segmen, limfosit dan monosit. Mekanisme pertahanan tersebut melalui

proses fagositosis, imunitas humoral dan seluler. Untuk mengatasi infeksi tersebut

perlu dipertimbangkan antibiotik yang sesuai. Apabila belum diketahui jenis mikroba

yang menginfeksi, dapat diberikan antibiotik secara empiris.

Penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan antibiotik yang

dikombinasikan dengan aspirasi. Antibiotik yang digunakan adalah kombinasi

sefalosporin generasi III yaitu ceftriaxon dengan metronidazole. Pada pasien

pengobatan dengan medikamentosa menunjukkan perbaikan, hal ini diketahui dari

gejala klinis yang berkurang, tetapi perlu dilakukan tindakan aspirasi. Pasien

diizinkan pulang setelah tindakan aspirasi dengan tetap melanjutkan terapi secara oral

dan melakukan kontrol ulang.

22

Page 23: Case II Abses Hepar

DAFTAR PUSTAKA

1. Wenas, Nelly, Tendean. Waleleng, B, J. 2007. Abses hepar Pyogenik. Dalam

Sudoyo, Aru, W. Setyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Simadibrata, Marcellus.

Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta :

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 460-1.

2. Jun i t a A ,Wid i t a A , Soemoha rd jo S . Beb e rapa ka sus abse s ha t i

amu ba . Bag i an I lmu Penyak i t Da l am FK Unud . Denpas a r .

D iunduh da r i : www.ejournal.unud.ac.id.

3. Sjamsuhidaja R & deJong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC Penerbit

Buku Kedokteran. 2004.

4. Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica:www.emedicine.medscape.com.

2008.

5. Kortz, Warren J. & Sabiston, David C. Sabiston Buku Ajar Bedah, Bagian 2.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.1994.

6. Nusi IA. Abses hati. Divisi Gastroentero-Hepatologi FK Unair. Surabaya.

7. Brailita, Daniel, Matei. 2008. Amebic Hepatic Abscesses. Divition of Infectious

Diseases. Mary Lanning Memorial Hospital. Updated : September 19th, 2008.

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/183920

8. Gene D. Branum. George S. Tyson. Mary A. Branum. William C. Meyers. 2000.

Hepatic Abscess : Changes in Etiology, Diagnosis, and Management. Department

of Surgery, Duke University Medical Center, Durham, North Carolina. Download

from:http://journal.uii.ac.id/index.php/media-informatika/article/viewFile

/112/75.

9. Nickloes, Todd. A., 2009. Pyogenic Hepatic Abscess. Available from:

Http://emedicine/193182.htm. Accessed on : november 1st, 2012.

10. Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat keparahan

sirosis hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU. 2003.

23