CASE Hipoglikemia

57
1 LAPORAN KASUS HIPOGLIKEMIA, GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT, DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2 ET CAUSA LOW INTAKE Pembimbing : dr. Elhamida Gusti, Sp.PD Disusun oleh : Tri Handayani 030.10.269 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

description

interna

Transcript of CASE Hipoglikemia

Page 1: CASE Hipoglikemia

1

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMIA, GANGGUAN KESEIMBANGAN

ELEKTROLIT, DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI

PADA DIABETES MELLITUS TIPE 2

ET CAUSA LOW INTAKE

Pembimbing :

dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

Disusun oleh :

Tri Handayani

030.10.269

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD BUDHI ASIH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2014

Page 2: CASE Hipoglikemia

2

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LAPORAN KASUS

LEUKEMIA

Presentasi Kasus

Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi

Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam

Periode 5 Januari 2015 – 14 Maret 2015

Oleh:

Tri Handayani

NIM : 03010269

Pembimbing

dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

JAKARTA

Page 3: CASE Hipoglikemia

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1

Lembar Pesrsetujuan Pembimbing 2

Daftar Isi 3

BAB I Laporan Kasus 4

BAB II Tinjauan Pustaka 18

Daftar Pustaka 36

Page 4: CASE Hipoglikemia

4

BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA

Nama : Tri Handayani

NIM : 030.10.269

Pembimbing : dr. Elhamida Gusti, Sp.PD

I. IDENTITAS

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat :

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan :

Pendidikan :

Agama :

Tanggal masuk :

No. RM :

II. ANAMNESIS

Telah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis kepada anak pasien pada

tanggal 17 Januari 2015 jam 09.00 WIB diruang 503.

Keluhan Utama

Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak beberapa jam SMRS.

Keluhan Tambahan

Pasien mengeluhkan batuk kering yang kadang-kadang muncul sejak 3 hari

SMRS. Pasien kadang merasa pusing dan pusing membaik bila beristirahat. Nafsu

makan pasien menurun sejak awal Desember 2014 karena merasa mual dan mulut terasa

Page 5: CASE Hipoglikemia

5

pahit setiap kali makan. Sejak 7 hari SMRS, pasien mengeluh badannya lemas, mual dan

muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh keluarga setelah mengalami penurunan kesadaran

beberapa jam SMRS. Saat itu pasien baru saja datang dari kampung halamannya dan

setiba dirumah, pasien tertidur dan pada tengah malam ketika dibangunkan oleh

anaknya, pasien berkeringat dingin dan tidak sadarkan diri. Pasien segera dibawa ke

IGD RSUD Budhi Asih. Pasien demam naik turun yang membaik apabila minum obat

penurun demam. Pasien mengeluhkan batuk kering yang kadang-kadang muncul sejak 3

hari SMRS. Pasien kadang merasa pusing dan pusing membaik bila beristirahat.

Keluarga pasien menyatakan bahwa nafsu makan pasien menurun sejak awal

Desember 2014. Pasien tidak pernah menghabiskan makanannya dan hanya makan

beberapa sendok karena setiap makan pasien merasa mual dan mulut terasa pahit. Sejak

7 hari SMRS, pasien mengeluhkan badannya lemas, mual dan muntah apabila makan

dan minum, muntah berisi makanan dan minuman yang dikonsumsi pasien. Buang air

kecil normal, berwarna kuning jernih dan buang air besar normal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat menderita kencing manis sejak + 10 tahun yang lalu dan

ada obat-obatan dari puskesmas yang rutin dikonsumsi. Pasien menyangkal memiliki

riwayat darah tinggi, penyakit paru dan jantung sebelumnya. Selain itu, pasien

menyatakan memiliki riwayat asma, riwayat maag dan memiliki alergi terhadap ikan

laut. Pasien memiliki riwayat menderita batu ginjal.

Riwayat Keluarga

Tidak terdapat keluarga yang menderita keluhan yang sama.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok. Pasien

jarang berolahraga dikarenakan sibuk mengurus rumah tangga dan juga berdagang.

Page 6: CASE Hipoglikemia

6

Riwayat Pengobatan

Pasien minum glibenclamide untuk kencing manis yang didapatkan dari

puskesmas di kampungnya.

Kondisi Lingkungan & Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di rumah dengan ventilasi udara dan sanitasi yang cukup baik.

Tinjauan Sistem

Umum : Lemas

Kulit : Tidak ada keluhan

Kepala :

Leher : Tidak ada keluhan

Thorax : Batuk kering

Abdomen : Mual (+), muntah (+).

Saluran kemih : BAK lancar, tidak ada keluhan

Genital : Tidak ada keluhan

Ekstremitas : Tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : tampak sakit sedang

- Kesadaran : compos mentis

- Status gizi :

BB : 40 kg

TB : 155 cm

BMI : 16.65 (gizi kurang)

- Tanda Vital :

Tekanan darah : 160/80 mmHg

Frekuensi nadi : 145x/menit

Pernapasan : 28x/menit

Suhu : 36,7oC

Page 7: CASE Hipoglikemia

7

- Taksiran umur : Sesuai usia

- Cara berbaring : Aktif

- Cara berbicara : Baik

- Sikap : Kooperatif

- Penampilan : Baik

- Status mental :

Tingkah laku : wajar

Alam perasaan : biasa

Proses pikir : wajar

Tidak ada cacat tubuh. Tidak ada pembesaran KGB.

- Status Generalis :

KEPALA

Mata : Cekung +/+, conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Telinga : Normotia, nyeri tarik atau nyeri lepas (-/-), liang telinga lapang (+/+),

serumen (-/-)

Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasal tampak lapang

(+/+)

Mulut : Bibir kering, tidak sianosis, tampak pucat, tidak ada efloresensi yang

bermakna, uvula letak di tengah tidak hiperemis, arkus faring tidak hiperemis,

tidak nampak detritus, tonsil T1/T1.

LEHER

o Inspeksi : Deviasi trakea (-), tampak KGB membesar (-)

o Palpasi : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar.

THORAX

o Inspeksi : Hemithoraks dextra dan sinistra simetris. Tidak nampak

pernapasan yang tertinggal. Tidak tampak efloresensi yang bermakna, tulang

iga tidak terlalu vertikal maupun horizontal, tidak tampak retraksi sela-sela

iga dan otot-otot pernapasan

o Palpas i : vocal fremitus simetris kanan dan kiri

Page 8: CASE Hipoglikemia

8

o Perkusi : hipersonor pada kedua lapang paru

Batas paru dan dan hepar setinggi ICS 5 linea midclavikula kanan, redup

Batas kanan paru dan jantung setinggi ICS 3 dan 5 garis sternalis kanan,

redup

Batas dan lambung setinggi ICS 8 linea aksilaris anterior kiri, timpani

Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5, linea midclavikularis kiri, redup

Batas atas jantung setinggi ICS 3 line parasternalis kiri.

o Auskultasi :

o Jantung : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-) gallop (-)

o Paru : Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki +/+, Wheezing -/-

ABDOMEN

o Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, perut cekung, smiling

umbilicus (-), pulsasi abnormal (-).

o Auskultasi : Bising usus (+)

o Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh kuadran abdomen.

o Palpasi : Teraba supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)

nyeri lepas (-) undulasi (-) ballottement (-) shifting dullness (-)

EKSTREMITAS

o Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem

ekstremitas superior (-/-), oedem ekstremitas inferior (-/-), palmar eritem (-/-)

- Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (17 Januari 2015)

Pemeriksaan Hasil NormalLeukosit 16.400 * 3,6–11 ribu/uL

Eritrosit 2,7 * 3,8-5,2 juta/uL

Hemoglobin 6,9 * 11,7-15,5g/dL

Page 9: CASE Hipoglikemia

9

Hematokrit 21 * 35-47 %

Trombosit 185.000 150-440 ribu/uL

MCV 77 * 80-100 fL

MCH 25,7 * 26-34 pg

MCHC 33,4 32-36 g/dL

RDW 13,5 * <14 %

GDS 60 * < 110 mg/dL

Na 112 * 135-155 mmol/L

K 2,4 * 3,6-5,5 mmol/L

Cl 121 * 98-109 mmol/L

SGOT 40 * <27 mU/dl

SGPT 36 * <34 mU/dl

Ureum 28 13-43 mg/dL

Kreatinin 0,52 <1,1 mg/dL

Interpretasi :

- Leukositosis pada pasien menandakan adanya infeksi

- Eritrosit menurun, Hb menurun, dan Ht menurun menandakan adanya anemia.

Anemia pada pasien merupakan anemia hipokromik mikrositer dimana terdapat

kadar MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg dan anemia pada pasien ini dapat disebabkan

karena defisiensi besi akibat low intake.

- Hipoglikemia pada pasien ini dapat disebabkan karena low intake serta pasien

mengkonsumsi obat anti diabetes.

- Hiponatremia disebabkan karena low intake dan adanya muntah pada pasien

sehingga memungkinkan pasien banyak kehilangan elektrolit tubuh sehingga terjadi

gangguan keseimbangan elektrolit, begitu juga dengan adanya penurunan kalium dan

peningkatan klorida.

- Peningkatan SGOT dan SGPT menandakan adanya gangguan fungsi hati pada

pasien.

Page 10: CASE Hipoglikemia

10

No. Masalah Dasar Penetapan Masalah Analisis

1. Hipoglikemia

dengan

penurunan

kesadaran

Anamnesis : - Penurunan

kesadaran dan keringat

dingin

Pemeriksaan fisik :

Pemeriksaan Penunjang :

GDS : 60 mg/dL

Beberapa penyebab utama

dari hipoglikemia adalah .

Pada pasien ini didapatkan

adanya

2. Hiponatremia Pemeriksaan Fisik :

Penunjang :

Natrium : 112

Kalium : 2,4

Klorida : 121

3. Hipokalemia

4. Anemia akibat

defisiensi

Anamnesis :

Pasien tampak lemas dan

sulit makan sejak awal

Desember 2014.

Pemeriksaan fisik :

Conjungtiva anemis +/+

Pemeriksaan Penunjang :

Hb : 6,9 g/dL

Ht : 21%

Eritrosit : 2,7 juta/uL

MCV : 77 fl

MCH : 25,7 pg

MCHC : 33,4 g/dL

5. Gangguan

fungsi hati

Penunjang : SGOT 54,

SGPT 64.

6. Malnutrisi Status gizi :

BB : 39 kg

Malnutrisi disebabkan karena

asupan makan yang kurang

Page 11: CASE Hipoglikemia

11

TB : 155 cm

BMI : 16,25 (gizi

kurang)

dari pasien dan adanya

diabetes mellitus yang

diderita pasien. Selain itu

adanya muntah juga

menyebabkan pasien banyak

kehilangan zat gizi dalam

tubuhnya.

7. Dehidrasi

ringan-sedang

Anamnesis : Pasien

mengaku lemas, oligouri

Pemeriksaan fisik : bibir

tampak kering

Berdasarkan derajat dehidrasi

menurut WHO, pasien

mendapat skor 8 sehingga

tergolong kedalam dehidrasi

ringa-sedang.

Dehidrasi pada pasien

disebabkan karena adanya

muntah yang cukup banyak

yaitu 9-10x/hari

V. RINGKASAN

Perempuan, usia 48 tahun, datang dengan penurunan kesadaran dan keringat dingin.

Beberapa hari SMRS, pasien demam naik turun, badan lemas, mual dan muntah apabila

makan dan minum, serta batuk kering. Nafsu makan pasien menurun sejak 1,5 bulan

SMRS. Pasien memiliki riwayat menderita diabetes mellitus sejak + 10 tahun yang lalu

dan minum glibenclamide.

VI. PENATALAKSANAAN1. Pro rawat inap

2. Pemberian O2 3 liter/menit

3. IVFD

- D40% 2 fl

- D10%/8 jam

4. Injeksi Ranitidine

Page 12: CASE Hipoglikemia

12

5. Injeksi Ondancentron

6. Paracetamol tab 1

7. Observasi tekanan darah

VII. PENGKAJIAN MASALAH

1. Hipoglikemia dengan penurunan kesadaran

o Anamnesis : Pasien mengalami penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan

berkeringat dingin. Pasien memiliki riwayat menderita diabetes mellitus dan

rutin meminum glibenclamide. Pasien tidak nafsu makan sejak Desember

2014.

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

- GDS : 60 mg/dL

o Terapi : D40% 2 fl dan D10%/8 jam

2. Hiponatremia

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

- Natrium : 112

o Terapi :

3. Hipokalemia

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

- Kalium : 112

o Terapi :

4. Anemia defisiensi besi

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

Page 13: CASE Hipoglikemia

13

o Terapi :

5. Diabetes mellitus tipe 2

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

o Terapi :

6. Gangguan fungsi hati

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

o Terapi :

7. Malnutrisi

o Anamnesis :

o Pemeriksaan fisik :

o Pemeriksaan penunjang :

o Terapi :

VIII. FOLLOW UP HARIAN

TANGGAL FOLLOW UP17/1/15 S :

Pusing (+), mual (+) terutama saat makan dan minum, batuk (+)

O :TD : 160/80 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 145x/menit; RR : 28x/menitMata cekung +/+, CA +/+, SI -/- ; Bibir kering; C/P dbn; Abd : cekung, BU (+), NT (-); Ekstremitas: Oedem -/-

Rontgen Thorax :Jantung dan paru normal, hilus baik.

Page 14: CASE Hipoglikemia

14

A :Hiponatremia, hipokalemia, hiperklordemi,

P :- NaCl 0,9% +- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel- Episan syr 3 x 2 Cth

18/1/15 S:-

O:HematologiLeukosit : 12.200/uL; Eritrosit : 3 juta/uL; Hb : 8 g/dL; Ht : 24%; Trombosit : 170 ribu/uL; MCV : 80 fL; MCH : 26.4 pg; MCHC : 33 g/dL; RDW : 14.6%.

A:

P:19/1/15 S :

Batuk (+) kering, nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 2 hari yang lalu

O :

Page 15: CASE Hipoglikemia

15

TD : 140/70 mmHg; Suhu : 36,5C; Nadi : 84x/menit; RR : 32x/menit

HematologiLeukosit : 5900/uL; Eritrosit : 4.9 juta/uL; Hb : 12 g/dL; Ht : 37%; Trombosit : 169 ribu/uL; MCV : 74,5 fL; MCH : 24.5 pg; MCHC : 32.8 g/dL; RDW : 14.7 %.

Fungsi GinjalUreum : 21 mg/dL; Kreatinin : 0.51 mg/dL.

GDS

A :Hiponatremia, hipokalemia

P :- NaCl 0,9% +- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel- Episan syr 3 x 2 Cth

20/1/15 S :Batuk (+) kering, nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 3 hari yang lalu

O :TD : 160/70 mmHg; Suhu : 36,6C; Nadi : 80x/menit; RR : 28x/menit

HematologiLeukosit : 7700/uL; Eritrosit : 4.5 juta/uL; Hb : 11.9 g/dL; Ht : 34 %; Trombosit : 162 ribu/uL; MCV : 74.3 fL; MCH : 26.2 pg; MCHC : 35.3 g/dL; RDW : 14.7 %.

GDP : 87 mg/dL

ElektrolitNa : 142 mmol/L; K : 2.8 mmol/L; Cl : 105 mmol/L.

Fungsi GinjalUreum : 18 mg/dL; Kreatinin : 0.54 mg/dL

Anti HIV : Non Reaktif

A :

Page 16: CASE Hipoglikemia

16

P :- RD/8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel- Cendantron 2 x 1- Omeprazole- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1

21/1/15 S :Batuk (+), nyeri di perut saat BAK, belum BAB sejak 4 hari yang lalu, dada terasa sakit, pusing (+), sulit tidur (+)

O :TD : 170/100 mmHg; Suhu : 36,7C; Nadi : 84x/menit; RR : 24x/menitGDP : 186 mg/dL

ElektrolitNa : 140 mmol/L; K : 3.0 mmol/L; Cl : 102 mmol/L

A :Anemia, Hipokalemia

P :- RD/8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Pumpicel- Omeprazole 2 x 1 tab- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- KSR 3 x 1 tab

22/1/15 S :Batuk (+), belum BAB selama 5 hari, dada terasa sakit, pusing (+), sulit tidur.

O :TD : 160/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 28x/menit; S : 36,8 C

GDP : 290 mg/dL

ElektrolitNa : 140 mmol/LK : 2.9 mmol/LCl : 101 mmol/L

Page 17: CASE Hipoglikemia

17

A :

P :- RD/8 jam- Ceftriaxone 1 x 2 gr- Omeprazole 2 x 1 tab- Episan syr 3 x 2 Cth- OBH syr 3 x 1- KSR 3 x 1 tab- Cendantron 2 x 1- Novorapid 3 x 6 U

23/1/15 S :Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing (+) tapi agak membaik dibanding hari sebelumnya

O :TD : 140/70 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,8 C

GDP : 290 mg/dL

A :P :

24/1/15 S :Mual (+), dada terasa sakit (+), pusing jika dalam posisi duduk.

O :TD : 140/50 mmHg; N : 80x/menit; RR : 20x/menit; S : 36,7 C

GDP : 90 mg/dL

A :

P :

IX. PROGNOSISAd vitam : ad bonamAd sannationam : dubia ad bonamAd fungsionam : dubia ad bonam

Page 18: CASE Hipoglikemia

18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. HIPOGLIKEMIA

Definisi

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal

rendah, yaitu di bawah 60 mg/dl atau kadar glukosa darah di bawah 80 mg/dl dengan gejala

klinis. Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah karena

glukosa merupakan sumber energi otak yang utama

Hipoglikemia didefinisikan berdasarkan kadar glukosa serum adalah

sebagai berikut :

<50 mg / dL pada laki-laki

<45 / dL pada wanita mg

<40 / dL pada bayi dan anak-anak mg

Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi

pada diabetes melitus, terutama karena terapi insulin. Pasien diabetes

tergantung insulin (IDDM) mungkin suatu saat akan menerima insulin yang

jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkannya untuk

mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadi

hipoglikemia.

Harus ditekankan bahwa serangn hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau

terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atauh

bahkan kematian. Adapun batasan hipoglikemia adalah:

a. Hipoglikemia murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl

b. Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak, misalnya 

dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl

c. Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl

d. Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 – 5 jam sesudah makan atau

terjadi sebagai reaksi terhadap karbohidrat.

Page 19: CASE Hipoglikemia

19

A. Etiologi

Hipoglikemia biasanya dibagi menjadi hipoglikemia pasa-makan (reaktif),

hipoglikemia puasa, dan hipoglikemia pada pasien rawat inap. Hipoglikemia pasca-makan

dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan, intoleransi fruktosa herediter,

galaktosemia, sensitivitas leusin, dan idiopatik. Pada hipoglikemia puasa penyebab utamanya

adalah kurangnya produksi glukosa atau karena penggunaan glukosa yang berlebihan,

sedangkan pada hipoglikemia pasien rawat inap paling lazim disebabkan oleh penggunaan

obat (Longo, 2011).

Hipoglikemia pasca-makan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme pencernaan.

Pasien yang menjalani gastrektomi, gastrojejunostomi, piloroplasti atau vagotomi dapat

mengalami hipoglikemia pasca-makan. Hal ini disebabkan karena pengosongan lambung

yang cepat dengan penyerapan singkat glukosa turun lebih cepat dibanding insulin.

Ketidakseimbangan insulin-glukosa yang terjadi menyebabkan hipoglikemia. Intoleransi

fruktosa herediter yang dipicu pemasukan fruktosa dan galaktosa juga dapat menyebabkan

hipoglikemia pada anak-anak. Hipoglikemia pasca-makan karena sebab idiopatik dapat

dibagi menjadi hipoglikemia sejati dan pseudohipoglikemia. Pada hipoglikemia sejati, gejala

adrenergik muncul sesudah makan dan disertai dengan glukosa plasma rendah pada saat

gejala muncul spontan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala tersebut berkurang dengan

pemasukan karbohidrat yang meningkatkan glukosa plasma. Pseudohipoglikemia adalah

keadaan yang mengarah ke hipoglikemia 2 sampai 5 jam setelah makan, tetapi tidak memiliki

konsentrasi glukosa plasma rendah ketika muncul gejala secara spontan dalam kehidupan

sehari-hari (Longo, 2011).

Hipoglikemia puasa dapat disebabkan oleh kurangnya produksi atau penggunaan

glukosa, defek enzim, defisiensi substrat, penyakit hati kongenital, ataupun obat-obatan.

Defisiensi hormon penyebab hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa dapat terjadi

pada hipohipofisisme, insufisiensi adrenal, defisiensi katekolamin, dan defisiensi glukagon.

Adapun defek enzim yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya glukosa

adalah defek enzim Glucose-6-fosfatase, fosforilase hati, piruvat karboksilase,

fosfoenolpiruvat karboksikinase, fructose-1,6-difosfatase, dan glikogen sintetase. Defisiensi

Page 20: CASE Hipoglikemia

20

substrat penyebab hipoglikemia puasa adalah kurangnya produksi glukosa yang terjadi pada

kasus hipoglikemia ketotik pada bayi, malnutrisi berat, penyusutan otot, dan kehamilan

lanjut. Penyakit hati kongenital yang menyebabkan hipoglikemia puasa karena kurangnya

produksi glukosa dapat berupa kongesti hati, hepatitis berat, sirosis, uremia, dan hipotermia.

Penggunaan obat seperti alkohol, propranolol, dan salisilat juga dapat menyebabkan

hipoglikemia puasa akibat produksi glukosa yang berkurang. Pada hipoglikemia puasa akibat

penggunaan glukosa berlebihan dapat disebabkan oleh hiperinsulinisme atau pada kadar

insulin memadai tetapi terdapat kelainan lain di luar pankreas. Hiperinsulinisme disebabkan

karena adanya insulinoma, insulin eksogen, sulfonilurea, penyakit imun dengan insulin atau

antibodi reseptor insulin, dan mengkonsumsi obat-obatan seperti kuinin pada malaria

falciparum, disopiramid, dan pentamidin serta dapat disebabkan oleh syok endotoksik. Pada

kasus kadar insulin memadai tetapi terjadi hipoglikemia adalah akibat pemakaian glukosa

berlebih, dapat disebabkan oleh tumor ekstrapankreas, defisiensi karnitin sistemik, defisiensi

enzim oksidasi lemak, defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase, dan kakeksia dengan

penipisan lemak (Longo, 2011).

Pasien rawat inap yang mengalami hipoglikemia paling lazim disebabkan oleh

pengunaan obat-obatan yang diberikan. Tiga obat yang paling sering menyebabkan

hipoglikemia pada pasien rawat inap adalah insulin, sulfonylurea, dan alkohol. Diperkirakan

60% kasus ketiga obat ini terlibat dalam diagnosis hipoglikemia (Longo, 2011).

Page 21: CASE Hipoglikemia

21

B. Patogenesis

Bagan 1. Patogenensis Hipoglikemia (Isselbacher, 2000 ; Longo, 2011).

C. Patofisiologi

Hipoglikemia dapat terjadi ketika kadar insulin dalam tubuh berlebihan. Terkadang

kondisi berlebih ini merupakan sebuah kondisi yang terjadi setelah melakukan terapi diabetes

mellitus. Selain itu, hipoglikemia juga dapat disebabkan antibodi pengikat insulin, yang dapat

mengakibatkan tertundanya pelepasan insulin dari tubuh. Selain itu, hipoglikemia dapat

terjadi karena malproduksi insulin dari pankreas ketika terdapat tumor pankreas. Setelah

hipoglikemia terjadi, efek yang paling banyak terjadi adalah naiknya nafsu makan dan

Hipoglikemia

Turunnya produksi glukosa dan penggunaan glukosa yang berlebih

Produksi glukosa tidak seimbang dengan kebutuhan

Puasa

Tidak seimbang insulin dan glukosa

Pengeluaran insulin yang berlebihan dan penyerapan glukosa yang kurang

Hiperinsulinmia

Obat-obatan

Contohnya insulin, alkohol, dan sulfonylurea

Pengososngan lambung yang cepat

Pasca Makan

Page 22: CASE Hipoglikemia

22

stimulasi masif dari saraf simpatik yang menyebabkan takikardi, berkeringat, dan tremor

(Silbernagl dan Lang, 2010).

Ketika terjadi hipoglikemia tubuh sebenarnya akan terjadi mekanisme homeostasis

dengan menstimulasi lepasnya hormon glukagon yang berfungsi untuk menghambat

penyerapan, penyimpanan, dan peningkatan glukosa yang ada di dalam darah. Glukagon

akan membuat glukosa tersedia bagi tubuh dan dapat meningkatkan proses glikogen dan

glukoneogenesis. Akan tetapi, glukagon tidak memengaruhi penyerapan dan metabolisme

glukosa di dalam sel (Carrol, 2007).

Gambar 1. Mekanisme regulasi glukosa pada tubuh manusia (Cryer, 2011).

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan meningkatkan

epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari sel otot dan sel lemak

untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa

darah dengan menaikkan asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini

akan menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan

berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi

kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran (Cryer, 2011).

Page 23: CASE Hipoglikemia

23

Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di tangani

oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena hipoglikemia berat

dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat

akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini

disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan.

Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan

glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau

tenaga medis terlatih (Nelms et al, 2007).

2.1. Gejala dan Tanda

Pada hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda hipoglikemia ditandai dengan Triad

Whipple, yaitu :

a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah

b. Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dl)

c. Kepulihan gejala stelah kelainan dikoreksi

Hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan berat.

a. Hipoglikemia Ringan

Simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang

nyata.

b. Hipoglikemia Sedang

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang

nyata.

c. Hipoglikemia Berat

Sering tidak simptomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu mengatasi

sendiri.

Jenis Hipoglikemia Sign dan Simptom

Ringan Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu

aktivitas sehari-hari

Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf

Page 24: CASE Hipoglikemia

24

simpatis : perpirasi, tremor, takikardia,

palpitasi, gelisah

Penurunan glukosa merangsang saraf

parasimpatis : lapar, mual, tekanan darah

menurun

Sedang Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas

sehari-hari

Timbul gangguan pada SSP : headache,

vertigo, penurunan daya ingat, perubahan

emosi, pelaku irasional, penurunan fungsi

rasa, double vision.

Berat Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa

Disorientasi, kejang, penurunan kesadaran

Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan kronik.

Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga menvapai kadar rendah.

Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita diabetes ataupun tidak. Pada penderita diabetes

hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin eksogen berlebihan. Sedangkan pada non diabetes

hipoglikemia disebabkan hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah perasaan cemas, gemetar,

palpitasi, takikardi, berkeringat, dan perasaan lapar.

Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma secara relative

lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia ataupun gangguan metabolic

fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif, tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan

mengantuk. Dapat timbul kejang dan koma bila pasien tidak makan.

Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu ;

a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga hormone

epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena pada fase ini

pasien masih sadar.

Page 25: CASE Hipoglikemia

25

b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu

dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap

rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin dari kelenjar adrenal dan

beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi

juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, gelisah,

gemetar, pingsan, jantung berdebar-debar, rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat

menyebabkan berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan ousing, bingung, lelah,

lemah, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan,

kejang, hingga koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bias menyebabkan kerusakan

otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak

bias terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.

D. Penegakkan Diagnosis

Menurut Departement on Health and Human Service, secara harfiah hipoglikemia

berarti kadar glukosa dalam darah menurun dari kadar normal. Walaupun kadar glukosa

plasma pada puasa jarang melampaui 99mg/dl (5,5 mmol/L) tetapi kadar <108mg/dl (6

mmol/L) masih dianggap normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi

dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar

glukosa yang relatif rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena

sedangkan kadar glukosa kapiler berada diantara kadar glukosa arteri dan vena (Soemandji,

2009).

Diagnosis hipoglikemia dapat ditegakan bila kadar glukosa <50mg/dl (2,8 mmol/L)

atau bahkan <40mg/dl (2,2 mmol/L). Walaupun demikian berbagai studi fisiologis

menunjukan bahwa gangguan fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa darah 55

mg/dl (3 mmol/L). Lebih lanjut diketahui bahwa kadar glukosa darah 55mg/dl (3 mmol/L)

Page 26: CASE Hipoglikemia

26

yang terjadi berulang kali dapat merusak mekanisme proteksi endogen terhadap hipoglikemia

yang lebih berat (Soemandji, 2009).

Respon regulasi non pankreas terhadap hipoglikemia dimulai pada kadar glukosa

darah 63-65mg/dl (3,5-3,6mmol/L). Oleh sebab itu, dalam konteks terapi diabetes, diagnosis

hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa plasma kurang dari sama dengan 63 mg/dl (3,5

mmol/L) (Soemandji, 2009).

E. Terapi

1. Non Medika Mentosa

Tanda dan gejala hipoglikemia bervariasi dari satu orang dengan orang lain.

Orang dengan hipoglikemia pada diabetes mellitus harus mengenal tanda-tanda dan

gejala serta menggambarkannya kepada teman-teman dan keluarga sehingga mereka

dapat membantu jika diperlukan. Staf di sekolah juga harus diberitahu bagaimana

mengenali tanda dan gejala hipoglikemia pada anak dan bagaimana cara mengobatinya.

Orang yang mengalami hipoglikemia beberapa kali dalam seminggu harus menghubungi

pusat pelayanan kesehatan untuk mengatur perubahan dalam rencana pengobatan,

pengurangan obat atau pemberian obat yang berbeda, jadwal baru untuk insulin atau

obat-obatan, makan yang berbeda, atau rencana kegiatan fisik yang baru apabila

diperlukan (Fonseca, 2008).

Ketika orang berpikir glukosa darah mereka terlalu rendah, mereka harus

memeriksa kadar glukosa darah pada sampel darah menggunakan alat ukur. Jika kadar

glukosa di bawah 70 mg/dl, makanan yang tepat yang harus dikonsumsi untuk menaikkan

glukosa darah adalah:

a. Glukosa gel 1 porsi yang jumlah sama dengan 15 gram karbohidrat.

b. 1/2 gelas atau 4 ons jus buah.

c. 1/2 gelas atau 4 ons minuman ringan biasa.

d. 1 cangkir atau 8 ons susu.

e. 5 atau 6 buah permen.

Page 27: CASE Hipoglikemia

27

f. 1 sendok makan gula atau madu.

Langkah berikutnya adalah memeriksa kembali glukosa darah dalam 15 menit

untuk memastikan kadar glukosa telah meningkat menjadi 70 mg/dl atau lebih . Jika

masih terlalu rendah, diberikan makanan serupa. Langkah-langkah ini harus diulang

sampai kadar glukosa darah adalah 70 mg/dl atau lebih (Fonseca, 2008).

Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2006) pedoman tatalaksana

hipoglikemiaa adalah sebagai berikut:

a. Glukosa diarahkan pada kadar glukosa puasa yaitu 120 mg/dl.

b. Bila diperlukan pemberian glukosa cepat (Intravena) bisa diberikan satu flakon

(25 cc) dextrosa 40% (10 gr dextrosa) untuk meningkatkan kadar glukosa kurang

lebih 25-50 mg/dL.

Manajemen hipoglikemia menurut Soemadji (2009) tergantung pada derajat

hipoglikemia, yaitu :

a. Hipoglikemia ringan

1. Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3

sendok teh sirup atau madu.

2. Bila tidak membaik dalam 15 menit, ulangi pemberian.

3. Tidak dianjurkan untuk memberikan makanan tinggi kalori seperti coklat, kue,

ice cream, cake dan lain-lain.

b. Hipoglikemia berat

1. Tergantung pada tingkat kesadaran pasien.

2. Bila pasien dalam keadaan tidak sadar, jangan memberi makanan atau minuman

karena bisa berpotensi terjadi aspirasi.

2. Medika Mentosa

Adapun terapi medika mentosa hipoglikemia yang dapat diberikan adalah:

a. Glukosa Oral.

b. Glukosa Intravena.

Page 28: CASE Hipoglikemia

28

c. Glukagon (SC/IM).

d. Thiamine 100 mg (SC/IM) pada pasien alkoholisme.

e. Monitoring

Kadar Glukosa (mg/dL) Terapi Hipoglikemia

< 30 mg/dl Injeksi IV dextrose 40 % (25 cc) bolus

3 flakon

30-60 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus

2 flakon

60-100 mg/dl Injeksi IV dextrosa 40 % (25 cc) bolus

1 flakon

Follow up :

1. Periksa kadar gula darah 30 menit setelah injeksi.

2.  Setelah 30 menit pemberian bolus 3 atau 2 atau 1 flakon dapat

diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar

glukosa darah 120 mg/dl.

F. Pencegahan Hipoglikemia

Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan waktu

pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti biasa.

Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya, meningkatkan dosis insulin

atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan penggunaan insulin dapat menyebabkan

hipoglikemia (Fonseca, 2008). Untuk membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan

diabetes harus selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Obat-obatan untuk diabetes

Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang digunakan

untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan menjelaskan

bagaimana dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut (Fonseca, 2008).

Page 29: CASE Hipoglikemia

29

Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus bertanya

kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan mengenai

1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.

2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.

3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.

4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.

5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas.Fisik

6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makan (Fonseca,

2008).

b. Pola makan

Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu makan yang

sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini penting bagi

pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup

makanan setiap kali makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau

makanan ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain

dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat

rekomendasi untuk makanan ringan (Fonseca, 2008).

c. Aktivitas sehari-hari

Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh aktivitas

fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:

1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya dan

konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram perdesiliter

(mg/dL).

2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.

3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu

beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.

4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas fisik(Fonseca, 2008).

Page 30: CASE Hipoglikemia

30

d. Konsumsi alkohol

Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut kosong, dapat

menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari kemudian. Alkohol dapat

sangat berbahaya bagi orang yang memakai insulin atau obat yang meningkatkan

produksi insulin (Fonseca, 2008).

e. Rencana pengelolaan diabetes

Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar mendekati

kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang yang bisa meningkatkan

risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara

dengan penyedia layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk

mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya (Fonseca, 2008).

3.2. HIPONATREMIA

Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135

mEq/L1 (kadar natrium serum normal adalah 140 +/- 5 mEq/L), dan dapat disebabkan oleh dua

mekanisme utama: retensi air atau kehilangan natrium. Hiponatremia menunjukkan bahwa

kelebihan air yang relatif terhadap zat terlarut total mengencerkan cairan tubuh. Natrium

merupakan ion ECF utama, sehingga hiponatremia umumnya berkaitan dengan hipo-osmolalitas

plasma (<287 mOsm/kg). Osmolalitas plasma yang rendah menyebabkan perpindahan air masuk

ke dalam sel. Pembengkakan sel otak, dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial,

yang paling bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala susunan saraf pusat.

Penyebab hiponatremia diperlihatkan dalam kotak 2.1. hiponatremia yang disertai

kehilangan natrium disebut sebagai depletion hyponatremia (hiponatremia deplesional) dan

dicirikan dengan berkurangnya volume ECF. Hiponatremia yang disebabkan oleh kelebihan air

disebut sebagai dilutional hyponatremia (hiponatremia dilusional) atau keracunan air dan

dicirikan dengan bertambahnya volume ECF.

Page 31: CASE Hipoglikemia

31

Kehilangan natrium yang mengakibatkan hiponatremia deplesional dapat disebabkan oleh

mekanisme dari ginjal dan non ginjal. Penyebab tersering dari ginjal adalah pemberian obat

diuretik, dan yang lebih jarang adalah penyakit ginjal boros garam. Kehilangan garam melalui

non ginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada muntah, diare, atau pada defisiensi

adrenal (aldosteron rendah). Mekanisme hiponatremia tipe kehilangan natrium (sodium-loss)

berlangsung dua tahap. Pertama, hilangnya natrium menurunkan rasio Na:H2O. Kedua (terjadi

secara tidak langsung), hilangnya natrium menyebabkan berkurangnya volume ECF sehingga

menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik (ADH) dari hipofisis posterior. ADH menghambat

ekskresi urine yang encer dan dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia jika banyak minum

air. Hiponatremia per se biasanya memiliki sedikit kepentingan klinis dalam natrium yang

berkurang (volume). Penurunan kadar natrium serum jarang melebihi 10-15 mEq/L. Gejala

utama yang terjadi adalah gambaran volume ECF yang berkurang.

Hiponatremia dilusional (kelebihan air) seringkali dijumpai pada keadaan-keadaan yang

ditandai dengan adanya suatu defek dalam ekskresi air-bebas ginjal dengan asupan yang terus

berlangsung, terutama cairan hipotonik. Berkurangnya volume sirkulasi efektif, seperti pada

gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, dan sirosis memberikan rangsangan sentral untuk

pelepasan ADH, yaitu secara primer melalui reseptor tekanan (vena) yang rendah, bahkan pada

keadaan hipo-osmolalitas sekalipun, sehingga urine yang encer tidak dapat diekskresi. ADH juga

merangsang rasa haus (harus ada pemasukan air untuk terjadinya hipo-osmolalitas). Pelepasan

ADH pada keadaan ini (volume ECF yang rendah) dianggap tepat karena pelepasan ADH

membantu memelihara perfusi jaringan, meskipun ada penurunan konsentrasi osmotik plasma

dan peningkatan air tubuh total.

Pelepasan ADH tanpa adanya hiperosmolalitas, penurunan sirkulasi efektif, dan

rangsangan fisiologik lain dinyatakan “tidak tepat” (inappropriate). Dengan demikian, penderita

hiponatremia tipe ini disebut menderita sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (Syndrome of

inappropriate ADH secretion, SIADH). SIADH lebih sering dijumpai dibandingkan dengan tipe

yang sebelumya telah dikenal dan berkaitan dengan sejumlah kelainan neoplastik, paru-paru, dan

susunan saraf pusat. (kotak 21-7). Pelepasan ADH otonom dapat disebabkan oleh rangsangan

abnormal di hipotalamus akibat penyakit, rasa nyeri, obat-obatan, atau gangguan susunan saraf

pusat. Substansi mirip-ADH juga dapat dihasilkan secara ektopik (tidak ditempat yang normal)

Page 32: CASE Hipoglikemia

32

pada keganasan, khususnya karsinoma paru jeniss sel oat. SIADH juga terjadi sebagai

komplikasi dari pengobatan berbagai macam obat. Beberapa obat merangsang pelepasan ADH di

hipotalamus, sedangkan yang lain meningkatkan kerja ADH pada tubulus distal dan duktus

pengumpul ginjal.

Penyebab lain hiponatremia dilusional adalah gagal ginjal yang disertai gangguan

kemampuan pengenceran urine dan pemakaian diuretik yang berlebihan (kotak 21-6). Polidipsi

psikogenik adalah penyakit neurotik yang jarang terjadi, ditandai oleh minum air yang

kompulsif, kadang-kadang dapat mencapai 15 hingga 20 L/hari. Meskipun kapasitas fungsi

ginjal pada polidipsi psikogenik adalah normal, asupan air yang banyak akan melampaui

kapasitas ekskresi normal, sehingga menyebabkan hiponatremi ringan. Gangguan serupa juga

dapat terjadi pada peminum bir berlebihan dengan asupan diet makanan yang buruk. Misalnya,

jika kemampuan pengenceran urine maksimum sebesar 50 mOsm/kg pada seseorang yang

makan diet normal (partikel zat terlarut=sekitar 750 mOsm/hari), maka urine maksimum yang

diekskresikan sebanyak 15 L/hari (750 mOsm/50 mOsm = 15). Meskipun demikian, beban zat

terlarut harian seorang peminum bir berlebihan yang tidak makan dengan baik hanya sebesar 250

mOsm, sehingga ekskresi urine maksimumnya hanya sekitar 5L (250 mOsm/50 mOsm = 5).

Yang terakhir, hiponatremia dilusional terjadi jika sejumlah besar air memasuki paru-paru dan

diabsorbsi secara cepat kedalam kompartemen intravaskular (pada kasus tenggelam di air tawar).

Hiponatremia yang disebabkan oleh penimbunan zat terlarut yang aktif secara osmotik

dalam plasma, adalah pengecualian utama bagi ketentuan yang mengatakan bahwa hiponatremia

berarti hipoosmolalitas. Penyebab hiponatremia tipe tersebut yang paling sering adalah

hiperglikemia pada penderita diabetes yang tak terkontrol dan penderita yang baru saja mendapat

manitol. Natrium plasma diencerkan dengan perpindahan air dari ICF ke ECF mengikuti

perbedaan osmotik yang dihasilkan oleh partikel zat terlarut tambahan (glukosa atau manitol).

Menurut Current Medical Diagnosis and Treatment 2011, hiponatremia adalah kondisi

dengan konsentrasi serum sodium <135 mEq/L, hiponatremia adalah keadaan abnormalitas

elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien di rumah sakit. Dokter harus selalu waspada

mengenai hiponatremia, karena apabila salah penanganan dapat mendatangkan bencana

neurologis dari cerebral osmotik demyelination. Memang komplikasi iatrogenik dari terapi

agresif atau terapi yang tidak tepat dapat lebih berbahaya daripada hiponatremia itu sendiri.

Page 33: CASE Hipoglikemia

33

Adalah sebuah kesalahan persepsi umum bahwa konsentrasi sodium adalah refleksi dari

total body sodium atau total body water. Faktanya, total body water dan sodium dapat rendah,

normal, atau tinggi, karena ginjal dapat meregulasi sodium dan homeostasis air. Sebagian besar

kasus hiponatremia mencerminkan keseimbangan cairan dan penanganan cairan yang abnormal,

not imbalance sodium, menunjukkan peran utama ADH dalam patofisiologi hiponatremia.

Sebuah algoritma diagnostik menggunakan osmolalitas serum dan status volume memisahkan

penyebab hiponatremia ke dalam kategori terapi yang berguna

Page 34: CASE Hipoglikemia

34

3.3. HIPOKALEMIA

Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah dibawah 3.5

mEq/L yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah kalium total di tubuh atau adanya gangguan

perpindahan ion kalium ke sel-sel. Penyebab yang umum adalah karena kehilangan kalium yang

berlebihan dari ginjal atau jalur gastrointestinal.

Penyebab Hipokalemia diantaranya ialah:

1. Deplesi Kalium

Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium tubuh.

Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB dan kalium

plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet menghasilkan

deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi tanggapan yang sesuai

dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme regulasi ini hanya cukup untuk

mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada umumnya, jika asupan kalium yang

berkurang, derajat deplesi kalium bersifat moderat. Berkurangnya asupan sampai <10

mEq/hari menghasilkan defisit kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8%

kalium total tubuh) dalam 7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih

lanjut dari ginjal minimal. Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol

kalium per hari, sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak

mendapat cukup kalium dalam diet mereka(3).

2. Disfungsi Ginjal

Ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis

Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang

menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B. 

3. Kehilangan K+ Melalui Jalur Ekstra-renal

Page 35: CASE Hipoglikemia

35

Kehilangan melalui feses (diare) dan keringat bisa terjadi bermakna. Pencahar dapat

menyebabkan kehilangan kalium berlebihan dari tinja. Ini perlu dicurigai pada

pasien-pasien yang ingin menurunkan berat badan. Beberapa keadaan lain yang bisa

mengakibatkan deplesi kalium adalah drainase lambung (suction), muntah-muntah,

fistula, dan transfusi eritrosit.

4. Kehilangan K+ Melalui Ginjal

Diuretik boros kalium dan aldosteron merupakan dua faktor yang bisa menguras

cadangan kalium tubuh. Tiazid dan furosemid adalah dua diuretik yang terbanyak

dilaporkan menyebabkan hipokalemia.

Obat-obat lain yang bisa menyebabkan hipokalemia dirangkum dalam tabel:

5. Endokrin atau Hormonal

Page 36: CASE Hipoglikemia

36

Aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari

sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan

kehilangan kalium. (3)

A. Patofisiologi Keseimbangan Elektrolit

Perpindahan Trans Selular

Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan faktor-

faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler,

antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb. Insulin dan obat

katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks kalium ke dalam sel otot.

Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP ase yang berfungsi sebagai

antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini adalah retensi natrium dan sekresi

kalium (1).

Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan kadar K

serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang diberikan dalam

waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin dan terbutalin, yakni

obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan kalium serum sampai serendah

2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena selama 6 jam.

Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa merangsang

pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas Na+/K+ ATP ase.

Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas dari keracunan akut

teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa menurunkan kalium serum sebesar

0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini

selalu menyebabkan penurunan sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang

merupakan masalah klinik, kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama

penatalaksanaan ketoasidosis diabetes.

B. Implikasi Klinik pada Pasien Penyakit Jantung (4)

Tidak mengherankan bahwa deplesi kalium sering terlihat pada pasien dengan CHF.

Ini membuat semakin bertambah bukti yang memberi kesan bahwa peningkatan

asupan kalium bisa menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko stroke.

Page 37: CASE Hipoglikemia

37

Hipokalemia terjadi pada pasien hipertensi non-komplikasi yang diberi diuretik,

namun tidak sesering pada pasien gagal jantung bendungan, sindrom nefrotik, atau

sirosis hati. Efek proteksi kalium terhadap tekanan darah juga dapat mengurangi

risiko stroke.

Deplesi kalium telah dikaitkan dalam patogenesis dan menetapnya hipertensi esensial.

Sering terjadi salah tafsir tentang terapi ACE-inhibitor (misal Kaptopril). Karena obat

ini meningkatkan retensi kalium, dokter enggan menambah kalium atau diuretik

hemat kalium pada terapi ACE-inhibitor. Pada banyak kasus gagal jantung

bendungan yang diterapi dengan ACE-inhibitor, dosis obat tersebut tidak cukup untuk

memberi perlindungan terhadap kehilangan kalium.

Potensi digoksin untuk menyebabkan komplikasi aritmia jantung bertambah jika ada

hipokalemia pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini dianjurkan untuk

mempertahankan kadar kalium dalam kisaran 4,5-5 mmol/L. Nolan dkk.

mendapatkan kadar kalium serum yang rendah berkaitan dengan kematian kardiak

mendadak di dalam uji klinik terhadap 433 pasien di UK.

Hipokalemia ringan bisa meningkatkan kecenderungan aritmia jantung pada pasien

iskemia jantung, gagal jantung, atau hipertrofi ventrikel kanan. Implikasinya,

seharusnya internist lebih "care" terhadap berbagai konsekuensi hipokalemia. Asupan

kalium harus dipikirkan untuk ditambah jika kadar serum antara 3,5--4 mmol/L. Jadi,

tidak menunggu sampai kadar < 3,5 mmol/L.

C. Derajat Hipokalemia

Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,

sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.

Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan

mengancam jiwa.

D. Gejala Klinis Hipokalemia(5)

a CNS dan neuromuskular

Lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang.

b Pernapasan

Page 38: CASE Hipoglikemia

38

Otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)

c Saluran cerna

Menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual muntah.

d Kardiovaskuler

Hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.

e Ginjal

Poliuria,nokturia.

E. Penatalaksanaan Hipokalemia

Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu

disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan

hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa mempengaruhi

kadar kalium serum.

a. Jumlah Kalium

Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan

tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan

pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia

moderat dan berat.

Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per

hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium. KCL

oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang mengandung

kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium (6).

b. Kecepatan Pemberian Kalium Intravena

Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2

mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal

20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,5—1

mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.

Page 39: CASE Hipoglikemia

39

Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena sentral

dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh dilarutkan

dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia lebih berat.

c. Koreksi Hipokalemia Perioperatif

KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa

disertai defisiensi Cl-.

Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih sesuai.

Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan tidak

ada gejala klinik.

Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L dalam K+

serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah kembali ke dalam

sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk memastikan bahwa defisit

terkoreksi.

d. Kalium iv

KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami

hipokalemia berat.

Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan sediaan

siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya

gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan

penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4 mmol/L karena stimulasi

pelepasan insulin oleh glukosa.

Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol K+ /L.

Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.

Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban cairan. Jika

ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat diberikan melalui

vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan teratur sangat penting.

Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20 mmol K+/jam.

Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer, karena

cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena.

Page 40: CASE Hipoglikemia

40

e. Diet Kalium

Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100

mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang, aprikot,

jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).

3.4. ANEMIA DEFISIENSI BESI

3.5. DIABETES MELLITUS

Page 41: CASE Hipoglikemia

41

Daftar Pustaka

1.