Case Endoftalmitis
description
Transcript of Case Endoftalmitis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Endoftalmitis merupakan kejadian yang jarang namun merupakan
komplikasi yang membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada
mata termasuk setelah dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko
masuknya mikroorganisme ke dalam mata. Mikroorganisme ini menyebabkan
infeksi intraokuler yang disebut endoftalmitis (Scheidler V,et al., 2004;
Kalamalarajah S, et al., 2004).
Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya
ditandai dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat
pada COA. Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Prognosis penglihatan
menjadi jelek pada pasien-pasien dengan endoftalmitis (Scheidler V,et al., 2004;
Kalamalarajah S, et al., 2004).
Karena hasil pengobatan akhir sangat tergantung pada diagnosis awal, maka
penting untuk melakukan diagnosis sedini mungkin. (Scheidler V,et al., 2004).
BAB II
LAPORAN KASUS
2
I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : tani
Alamat : Sukaraja 3
Masuk RSAY : 9 Februari 2015
II. ANAMNESA
Dilakukan autoanamnesa pada 10 Februari 2015
Keluhan utama : Penglihatan mata kiri kabur mendadak disertai mata
merah sejak 2 minggu yang lalu
Keluhan tambahan : Mata kiri terasa nyeri dan kelopak mata sulit
dibuka
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Satu bulan lalu pasien datang ke UGD RSAY dengan keluhan mata kiri
merah dan nyeri akibat terkena kayu saat pasien sedang bekerja. Setelah 2
hari dirawat inap, dilakukan pengambilan serpihan kayu dari mata pasien.
Setelah itu keluhan membaik dan pasien diperbolehkan pulang,
Sejak Dua minggu lalu, pasien kembali mengeluh mata kiri merah dan
disertai penglihatan kabur secara mendadak setelah pulang dari ladang.
Pasien mengatakan tidak mengetahui pasti apakah mata kirinya kembali
terkena suatu benda. Keluhan disertai mata terasa sangat nyeri dan kelopak
mata sulit dibuka. Keluhan tidak disertai mata belekan, bercak putih pada
bagian tengah mata, sakit kepala, mual muntah dan berjalan sering
tersandung.
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
3
Riwayat trauma pada mata kiri (+)
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat penggunaan obat kortikosteroid (-)
.
V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan yan sama.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Respirasi : 20x/mnt
Suhu : 36,7 oC
Status generalis
Kepala : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Toraks : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
ekstremitas : dalam batas normal
Status oftalmologis :
4
DEXTRA SINISTRA
6/6 VISUS 1/30
Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal
Edema (-), spasme (-) Palpebra superior Edema (+), spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra inferior Edema (-), spasme (-)
Dalam batas normal Silia Dalam batas normal
eksoftalmus (-), strabismus (-)
Bulbus oculieksoftalmus (-), strabismus (-)
Baik ke segala arah Gerakan bola mata Baik ke segala arah
InjeDDksi Konjungtiva (-) Conjungtiva bulbi Injeksi Konjungtiva (+)
Sekret (-) Conjungtiva fornices Sekret (-)
Hiperemis (-)Sikatrik (-)
Conjungtiva palpebraHiperemis (+)
Sikatrik (-)
Siliar injeksi (-) ScleraSiliar injeksi (+)
Lesi (+)
Jernih, Ulkus (-) Cornea keruh, Ulkus (-)
Kedalaman cukup, bening
Camera oculi AnteriorKedalaman cukup, keruh, hipopion (+)
Gambaran Kripta Baik, warna coklat
IrisGambaran Kripta Baik,
warna coklatBulat, regular, sentral, ϴ 3 mm, reflek cahaya
(+)Pupil
Bulat, regular, sentral,ϴ 3 mm, reflek cahaya
(+)
Jernih Lensa Jernih
Positif Fundus refleks Negatif
Jernih Corpus vitreum Keruh
T dig N Tensio oculi T dig N
Dalam batas normal Sistem canalis Lacrimalis Dalam batas normal
5
VII. RESUME
Satu bulan lalu pasien datang ke UGD RSAY dengan keluhan mata
kiri merah dan nyeri akibat terkena kayu saat pasien sedang bekerja.
Setelah 2 hari dirawat inap, dilakukan pengambilan serpihan kayu dari
mata pasien. Setelah itu keluhan membaik dan pasien diperbolehkan
pulang,
Sejak Dua minggu lalu, pasien kembali mengeluh mata kiri merah dan
disertai penglihatan kabur secara mendadak setelah pulang dari ladang.
Pasien mengatakan tidak mengetahui pasti apakah mata kirinya
kembali terkena suatu benda. Keluhan disertai mata terasa sangat
nyeri dan kelopak mata sulit dibuka.
6
Status oftalmologis
(OD) (OS)
Visus : 6/6 1/30
Conjungtiva bulbi : Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (+)
Sklera : injeksi siliaris (-) injeksi siliaris (+)
Lesi (+)
Cornea : Jernih Keruh
COA : bening keruh, hipopion (+)
Fundus refleks : positif negatif
Corpus vitreum : jernih keruh
VIII. DIAGNOSIS KERJA
OS endoftalmitis eksogen post trauma
IX. DIAGNOSIS BANDING
Keratitis
Ulkus kornea
Uveitis
panoftalmitis
X. PEMERIKSAAN ANJURAN
Slit Lamp Biomikroskop
USG mata
Vitreus tap
XI. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
IFVD RL gtt xx/menit
Cefoperazone 1gr iv/12jam
Dexametason 1amp/8jam
7
Ranitidin 1amp/8jam
Levofloxacin ED 2gtt/jam OS
2. Non-medikamentosa
Perban mata kiri
Jangan memegang atau menggosok-gosok mata.
Jaga mata supaya tidak kemasukan air
XII. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad malam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi Vitreous Humour
Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang lensa. Struktur
ini merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit
kolagen, dan molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous
mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat.
Berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa. Kebeningan badan
vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan
tidak terdapatnya kekeruhan badan vitreous akan memudahkan melihat bagian
retina pada pemeriksaan oftamoskopi (Hanscom TA, 2004).
Gambar 1 anatomi penampang sagital bola mata
3.2 Definisi Endoftalmitis Endoftalmitis merupakan radang purulen pada seluruh jaringan intraokuler,
disertai dengan terbentuknya abses di dalam badan kaca. Bila terjadi peradangan
lanjut yang mengenai ketiga dinding bola mata, maka keadaan ini disebut
panoftalmitis (Ilyas S. 1998; Vaughan and Asbury T, 1994)
9
Pasien terlihat sakit disertai dengan demam, dan pada mata timbul gejala
berupa mata sakit, merah, kelopak bengkak, edema kornea, keratik presipitat,
disertai hipopion, refleks fundus hilang akibat adanya nanah di dalam badan kaca.
Tajam penglihatan sangat menurun. Tekanan bola mata sangat merendah dan
kadang-kadang meninggi akibat massa supuratif yang tertumpuk di dalam bola
mata (Ilyas S. 1998).
3.3 Etiologi Endoftalmitis
Penyebab peradangan ini adalah :
- Endogen akibat sepsis, selulitis orbita, dan penyakit sistemik lainnya
- Eksogen, yang sering terjadi akibat trauma tembus, tukak perforasi, dan
penyulit infeksi pada pembedahan.
Kuman penyebab biasanya disebabkan oleh Staphylococcus albus,
Staphylococcus aureus, proteus dan pseudomonas dengan masa inkubasi 24-72
jam. Bila endoftalmitis terjadi dalam 2 minggu setelah trauma, maka keadaan ini
mungkin disebabkan karena infeksi bakteri, sedangkan bila gejala terlambat
mungkin infeksi disebabkan oleh jamur (Ilyas, 1998).
3.4 Epidemiologi Endoftalmitis
Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua
kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000
pasien yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin
terinfeksi sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal
untuk mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi
Candida dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat. Jumlah orang
yang beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering menggunakan
obat imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya, transplantasi
sumsum tulang).
Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah
operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya infeksi,
endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di
Amerika Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling
umum, dengan sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang
10
telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase
kecil, sejumlah besar operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan
untuk terjadinya infeksi ini lebih tinggi.
Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera penetrasi
okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan perforasi pada
bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan.
Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata berkorelasi dengan
peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. Kejadian endophthalmitis
yang disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%.
3.5 Patofisiologi Endoftalmitis
Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan
ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Dalam endophthalmitis
endogen, mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar darah-mata baik
oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam
endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama
infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan oleh invasi
langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari respon
kekebalan.
Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,
retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan
okular, mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu,
peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi
yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endophthalmitis
eksogen (Hatch WV, et al., 2009; Miller JJ, et al., 2004; Smith MA, et al., 1997).
3.6 Gejala dan Tanda Endoftalmitis
3.6.1 Gejala
Severe ocular pain
Mata merah
Lakrimasi
Penurunan visus
11
Fotofobia
3.6.2 Tanda
Kelopak mata bengkak dan eritema
Konjungtiva tampak chemosis
Kornea edema, keruh, tampak infiltrate
Hypopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di ruang anterior)
Iris odem dan keruh
Pupil tampak yellow reflek
Eksudat pada vitreus
TIO meningkat atau menurun
3.6 Jenis-Jenis Endoftalmitis
3.6.1 Endoftalmitis Akut Pasca Bedah Katarak
Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis, dan hampir selalu
disebabkan oleh infeksi bakteri. Tanda-tanda infeksi dapat muncul dalam waktu
satu sampai dengan enam minggu dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus
muncul di minggu pertama pasca operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri yang
menyebabkan endoftalmitis akut adalah gram positif, dimana yang paling sering
adalah Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Pada
pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier,
hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia,
penurunan visus dan kekeruhan vitreus (Cooper Ba, et al., 2003; Smith SR, et al.,
2007)
12
Gambar 2 Endoftalmitis Akut Pasca Bedah Katarak
3.6.2 Endoftalmitis Pseudofaki Kronik
Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat minggu hingga
enam minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan dengan tanda-tanda mata merah,
penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan tanda-tanda yang
dapat ditemui yaitu adanya eksudat serosa dan fibrinous dari berbagai derajat
dapat diamati, dihubungkan dengan adanya hipopion dan tanda-tanda moderat
dari kekeruhan dan opacity dalam vitreous body ( Callegan MC, et al., 2002;
Trofa D, et al., 2008)
Salah satu yang khas dari endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya plak
kapsul putih dan secara proporsional tingkat kekeruhan badan vitreous yang lebih
rendah dibandingkan dengan endophthalmitis akut. Hal ini dianggap bahwa
penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya beberapa bakteri yang
memiliki virulensi rendah, dengan tanda-tanda inflammation yang berjalan
lambat. Frekuensi paling sering yang menjadi penyebab dari chronic
endiphthalmitis adalah Propionibacterium acnes dan Corynebacterium species
(Trofa D, et al., 2008).
Gambar 3 Endoftalmitis Pseudofaki Kronik
3.6.3 Endoftalmitis Pasca Operasi Filtrasi Antiglaukoma
Diantara semua kasus endoftalmitis pasca operasi, komplikasi ini terjadi pasca
operasi filtrasi antiglaukoma yang terjadi sebanyak 10% dari kasus. Dari total
jumlah kasus dengan operasi filtrasi antiglaukoma, endoftalmitis terjadi dalam
persentase yang sama seperti di Katarak (0,1%). Trabeculectomy dan
trepanotrabeculectomy, sebagai metode yang tersering, membentuk filtrasi fistula
yang mengarahkan cairan ke ruang bawah konjungtiva. Akumulasi cairan ini
13
memungkinkan menjadi tempat peradangan yang dapat disebabkan oleh inokulasi
bakteri selama operasi, atau bisa terjadi selama periode pasca operasi. Tanda-
tanda endoftalmitis muncul empat minggu setelah operasi pada 19% pasien, atau
bahkan kemudian dalam sebagian besar kasus. Infeksi juga dapat terjadi satu
tahun berikutnya setelah operasi. Manfestasi klinis yang terjadi sangat mirip
dengan salah satu endoftalmitis akut dengan tanda-tanda kumpulan pus di tempat
akumulasi cairan dan kerusakan nekrotik dari sclera sebagai konsekuensi dari efek
toksik. Bakteri penyebab paling umum adalah jenis Streptococcus dan
Staphylococcus aureus, disamping itu Haemophilus influenza juga menjadi salah
satu penyebabnya (Wejde G, et al., 2005; Maguire JI, 2008; Benz MS, et al.,
2004; Prajna NV, et al., 1998).
3.6.4 Endoftalmitis Pasca Trauma
Setelah terjadinya cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase tinggi
(20%), terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing intraokular.
Dengan temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat.
Tanda-tanda infeksi biasanya berkembang segera setelah cedera, tapi biasanya
diikuti oleh reaksi post-traumatic jaringan mata yang rusak. Informasi yang sangat
penting dalam anamnesis adalah apakah pasien berasal dari lingkungan pedesaan
atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering diikuti oleh
endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan.
(11%). Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit,
hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam
kasus endoftalmitis pasca-trauma, agen causative paling umum adalah bakteri dari
kelompok Bacillus dan Staphylococcus. Dalam Endoftalmitis post-traumatik,
khususnya dengan masuknya benda asing, sangat penting untuk dilakukan
vitrekomi sesegera mungkin, dengan membuang benda asing intraokular dan
aplikasi terapi antibiotik yang tepat (Mistlberger A, et al., 1997; Sherwood, et al.,
1989).
3.6.5 Endoftalmitis Endogen
14
Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata ataupun trauma
mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi, baik melalui
penurunan mekanisme pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat
potensial terjadinya infeksi. Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah;
adanya septicaemia, pasien dengan imunitas lemah, penggunaan catethers dan
Kanula intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya menyebabkan endoftalmitis
endogen adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan spesies
Streptococcus. Namun, agen yang paling sering menyebabkan Endoftalmitis
endogen adalah jamur (62%), gram positive bakteri (33%), dan gram negatif
bakteri dalam 5% dari kasus (Sherwood, et al., 1989; (Lunstrom M, 2007).
Gambar 4 Endoftalmitis Endogen
3.6.6 Fungal Endoftalmitis
Fungal endoftalmitis dapat berkembang melalui mekanisme endogen setelah
beberapa trauma atau prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke ruang anterior
atau vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam bentuk candidemia.
Tidak seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan oleh kandidiasis, yang
disertai dengan tanda peradangan minimal pada vitreous body, fungal
endoftalmitis merupakan penyakit serius dengan karakteristik tanda-tanda
endoftalmitis akut (Hatch WV, et al., 2009).
15
Gambar 5 Fungal Endoftalmitis
3.5 Diagnosa Banding
Endophthalmitis yang disebabkan oleh bakteri dan jamur seringkali sulit
untuk dibedakan dengan peradangan intraocular lainnya. Peradangan berlebihan
tanpa endopthalmitis sering ditemui pasca operasi yang rumit, uveitis yang sudah
ada sebelumnya dan keratitis, diabetes, terapi glaukoma, dan bedah sebelumnya.
Toxic anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis
diferensial endoftalmitis. TASS disebabkan oleh pengenalan substansi zat beracun
selama operasi yang umumnya disebabkan oleh instrumen, cairan, atau lensa
intraokular. Keratitis dan infeksi pasca operasi sering disertai dengan hipopion
tanpa infeksi intraokular. lnii penting untuk menghindari memperkenalkan infeksi
eksternal (seperti dalam kasus keratitis bakteri) ke mata dengan melakukan
paracentesis yang tidak perlu. Sel tumor dari limfoma mungkin menumpuk di
vitreous, atau sel retinoblastoma dapat terakumulasi di ruang depan, simulasi
peradangan intraocular. Pada retinoblastoma intraokular biopsi merupakan
kontraindikasi. karakteristik yang paling membantu untuk membedakan
endophthalmitis yang benar adalah bahwa vitritis ini progresif dan keluar dari
proporsi lain temuan segmen anterior. Jika ragu, dokter harus menangani kondisi
ini sebagai suatu proses infeksi (Smith MA, et al., 1997).
3.7 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Endoftalmitis eksogen: sampel vitreous (vitreous tap) diambil untuk
diteliti mikroorganisme penyebab dari endoftalmitis.
16
Endoftalmitis endogen: darah lengkap dan kimia darah mengetahui sumber
infeksi
Studi Imaging
B-scan (USG): tentukan apakah ada keterlibatan peradangan vitreous.
Hal ini juga penting untuk mengetahui dari ablasi retina dan Choroidal,
yang nantinya penting dalam pengelolaan dan prognosis.
Chest x-ray - Mengevaluasi untuk sumber infeksi
USG Jantung - Mengevaluasi untuk endokarditis sebagai sumber infeksi
Prosedur Diagnosa (evaluasi ophtalmologi)
Periksa visus
Slit lamp
Tekanan intraokular
Melebar funduscopy
ultrasonografi
3.8 Terapi
Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endophthalmitis. Hasil
akhir ini sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat waktu.
Tujuan dari terapi endophthalmitis adalah untuk mensterilkan mata, mengurangi
kerusakan jaringan dari produk bakteri dan peradangan, dan mempertahankan
penglihatan. Dalam kebanyakan kasus terapi yang diberikan adalah antimikroba
intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan dalam kasus yang parah, dilakukan
vitrectomy. antibiotik di endophthalmitis (Gordon Y, 2001).
3.8.1 Non Farmakologi
1. Menjelaskan bahwa penyakit yang diderita memiliki prognosa yang buruk
yang mengancam bola mata dan nyawa apabila tidak tertangani.
2. Menjelaskan bahwa penyakit tersebut dapat mengenai mata satunya, sehingga
perlu dilakukan pengawasan yang ketat tentang adanya tanda-tanda inflamasi
pada mata seperti mata merah, bengkak, turunnya tajam penglihatan, kotoran
pada mata untuk segera untuk diperiksakan ke dokter mata.
17
3. Menjelaskan bahwa penderita menderita diabetes yang memerlukan
pengontrolan yang ketat baik secara diet maupun medikamentosa. Hal ini
disebabkan oleh karena kondisi hiperglikemia akan meningkatkan resiko
terjadinya bakteriemi yang dapat menyerang mata satunya, atau bahkan dapat
berakibat fatal jika menyebar ke otak.
4. Perlunya menjaga kebersihan gigi mulut, sistem saluran kencing yang
memungkinkan menjadi fokal infeksi dari endoftalmitis endogen.
3.8.2 Farmakologi
1. Antibiotik
Terapi antimikroba empiris harus komprehensif dan harus mencakup semua
kemungkinan patogen dalam konteks pengaturan klinis.
Intravitreal antibiotik
Pilihan pertama : Vancomicin 1 mg dalam 0.1 ml + ceftazidine 2.25 mg dalam
0.1ml
Pilihan kedua : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + amikacin 0.4 mg dalam 0.1 ml
Pilihan ketiga : Vancomicin 1 mg dalam 0.1ml + gentamicin 0.2 mg dalam 0.1
ml
Antibiotik topikal
Vancomicin (50 mg/ml) atau cefazolin (50 mg/ml), dan
Amikacin (20 mg/ml) atau tobramycin (15mg%)
Antibiotik sistemik (jarang).
Ciprofloxacin intravena 200 mg BD selama 2-3hari, diikuti
500 mg oral BD selama 6-7 hari, atau
Vancomicin 1gm IV BD dan ceftazidim 2g IV setiap 8 jam
2. Terapi steroid
• Dexamethasone intravitreal 0.4 mg dalam 0.1 ml
• Dexamethasone 4 mg (1 ml) OD selama 5 – 7 hari
• Steroid sistemik. Terapi harian dengan prednisolone 60 mg diikuti dengan
50 mg, 40 mg, 30 mg, 20 mg, dan 10 mg selama 2 hari.
3. Terapi suportif
18
• Siklopegik. Disarankan tetes mata atropin 1% atau bisa juga hematropine
2% 2 – 3 hari sekali.
• Obat-obat antiglaucoma disarankan untuk pasien dengan peningkatan
tekanan intraokular. Acetazolamide (3 x 250 mg) atau Timolol (0.5 %) 2
kali sehari
3.8.1 Operatif
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi,
dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk menghapus
membran vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan membantu
pemulihan penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS) menunjukkan
bahwa di mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract dan lebih baik
dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran penting dalam
pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa
(Gan IM, et al., 2005)
3.9Pencegahan
1. Identifikasi keadaan pasien yang memiliki faktor resiko sebelum operasi
(blepharitis, kelainan drainase lakrimal, adanya infeksi yg aktif)
2. Persiapan operasi, termasuk :
Pov. Iodine 5-10%
Sarung tangan steril
Profilaksis topikal / perikoular antibiotik
Profilaksis intravitreal (pada kasus – kasus trauma)
3.10 Prognosis
Prognosis dari endoftalmitis sendiri bergantung Durasi dari endoftalmitis,
jangka waktu infeksi sampai penatalaksanaan, Virulensi bakteri dan Keparahan
dari trauma. Diagnosa yang tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang
tepat mampu meningkatkan angka kesembuhan endoftalmi (Gan IM, et al., 2005).
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan mata kiri merah disertai
penglihatan kabur mendadak sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan disertai mata kiri
tera nyeri dan kelopak mata sulit dibuka. Pasien memiliki riwayat mata terkena
20
kayu pada 1 bulan lalu. Diagnosis banding pada keluhan mata merah disertai
penurunan visus mendadak antara lain keratitis, ulkus kornea, glaukoma akut,
endoftalmitis, uveitis, dan panoftalmitis.
Keluhan pasien tidak disertai mata belekan, bercak putih pada bagian tengah
mata, sakit kepala, mual muntah dan berjalan sering tersandung. Riwayat keluhan
yang sama sebelumnya (-). Riwayat trauma pada mata kiri (+). Riwayat operasi mata
(-). Riwayat penggunaan obat kortikosteroid (-). Dari anamnesis, keluhan
mengarah kepada diagnosis endoftalmitis eksogen post trauma. Gejala pada
endoftalmitis antara lain Severe ocular pain, mata merah, Lakrimasi, Penurunan
visus, Fotofobia.
Setelah terjadinya cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase
tinggi (20%), terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing
intraokular. Dengan temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang
sangat cepat. Tanda-tanda infeksi biasanya berkembang segera setelah cedera, tapi
biasanya diikuti oleh reaksi post-traumatic jaringan mata yang rusak. Informasi
yang sangat penting dalam anamnesis adalah apakah pasien berasal dari
lingkungan pedesaan atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering
diikuti oleh endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan
perkotaan. (11%).
Pada pemeriksaan mata kiri pasien didapatkan visus 1/30, palpebra edema,
injeksi konjuntiva (+), lesi pada sklera (+), injeksi siliar (+), kornea keruh, COA
keruh dan hipopion (+), fundus refleks negatif, dan orpus vitreum keruh. Hasil
pemeriksaan fisik ini sesuai dengan tanda klinis pada endoftalmitis yaitu Kelopak
mata bengkak dan eritema, Konjungtiva tampak chemosis , Kornea edema, keruh,
tampak infiltrate, Hypopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di ruang
anterior) , Iris odem dan keruh, Pupil tampak yellow reflek, Eksudat pada vitreus,
TIO meningkat atau menurun.
Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit,
hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam
kasus endoftalmitis pasca-trauma, agen causative paling umum adalah bakteri dari
kelompok Bacillus dan Staphylococcus. Dalam Endoftalmitis post-traumatik,
khususnya dengan masuknya benda asing, sangat penting untuk dilakukan
21
vitrekomi sesegera mungkin, dengan membuang benda asing intraokular dan
aplikasi terapi antibiotik yang tepat (Mistlberger A, et al., 1997; Sherwood, et al.,
1989).
Pada pasien diberikan terapi IFVD RL gtt xx/menit, Cefoperazone 1gr
iv/12jam, Dexametason 1amp/8jam, Ranitidin 1amp/8jam, Levofloxacin ED
2gtt/jam OS. Terapi pada endoftalmitis terdiri dari medikamentosa berupa
antibiotik, steroid dan suportif dan apabila medikamentosa gagal dapat
direncanakan tindakan bedah berupa eviserasi ataupun vitrectomy.
BAB V
KESIMPULAN
Endophthalmitis adalah adanya peradangan hebat intraokular, terjadi yang
diakibatkan dari bakteri, jamur atau keduanya. Tanda dan gejala yang ditunjukan
antara lain adanya penurunan visus, hiperemi konjungtiva, nyeri, pembengkakan,
dan hipopion. Konjungtiva chemosis dan edema kornea. Sedangkan jenis dari
22
endoftalmitis ini sendiri Endoftalmitis akut pasca bedah katarak, Endoftalmitis
pseudofaki kronik, Endoftalmitis pasca operasi filtrasi anti-Glaukoma,
Endoftalmitis pasca trauma, Endoftalmitis endogen, Endoftalmitis jamur.
Pemeriksaan penunjang untuk endoftalmitis adalah vitreous tap untuk mengetahui
organisme penyebab sehingga terapi yang diberikan sesuai. Terapi operatif
(vitrectomy) dilakukan pada endoftalmitis berat. Prognosis dari endoftalmitis
sendiri bergantung durasi dari endoftalmitis, jangka waktu infeksi sampai
penatalaksanaan, virulensi bakteri dan keparahan dari trauma. Diagnosa yang
tepat dalam waktu cepat dengan tatalaksana yang tepat mampu meningkatkan
angka kesembuhan endoftalmitis.
DAFTAR PUSTAKA
Bannerman Tl, Rhoden D, McAllister SK, Miller JM, Wilson LA. The source of
coagulase negative staphylococciin the Endophtalmitis Vitrectomy Study. A
comparasion of eylid and intraocular isolates using pulsed field gel
electrophoresis. Arch Ophtalmol1997; 115: 357-61.
23
Benz MS, Scott IU, Flunn HW. Endophtalmits isolates and antibiotic sensitivites:
A 6 years review of culture proven cases. Am J Ophtalmol 2004; 137:1:38-
42.
Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis: Epidemiology,
therapeutics, and bacterialhost interactions. Clin Microbiol Rev
2002;15:1:111-24.
Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study of
endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal
wounds. Am J Ophtalmol 2003; 136: 300-5.
Gordon Y. Vancomycin prophylaxis and emerging resistance: Are
ophtalmologists the villains ? The heroes? Am J Ophtalmol 2001;
131:3:371-6.
Gan IM, Ugahary LC, van Dissel JT, Feron E, PeperkampE, Veckeneer M et al.
Intravitreal dexamethasone as adjuvant in the treatment of postoperative
endophthalmitis:a prospective randomized trial. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol.2005;243(12):1200-5.
Hanscom TA. Postoperative edophthalmitis. Clin Infect Dis 2004; 38:4:542-6.
Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute
endophthalmitis after cataract surgery: a population-based study.
Ophthalmology 2009;116(3):425-30.
Ilyas S. Dalam: Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, FKUI: 1998; 5
Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis
following cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.
Lunstrom M, Wejde G, Stenevi U. Endophthalmitis after cataract surgery: a
nationwide prospective study avaluating incidence in relation to incision
type and location. Ophthalmology 2007;114: 1004-9.
Maguire JI. Postoperative endophthalmitis: optimal management and the role and
timing of vitrectomy surgery. Eye 2008;22(10):1290-300.
Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus
pneumoniae. Am J Ophtalmol 2004; 138:2:231-6.
24
Mistlberger A, Ruckhofer J, Raithel E. Anterior chamber contamination during
cataract surgery with intraocular lens implantation. J Cataract Refract Surg
1997;23:1064-9.
Prajna NV, Sathish S, Rajalakshmi PC, George C. Microbiological profile of
anterior chamber aspirates following uncomplicated cataract surgery. Indian
J Ophthalmol 1998;46(4):229-32.
Scheidler V, Scott IU, Flun HW. Culture-proven endogenous endophtalmitis:
Clinical features and visual acuity outcomes. Am J Ophtalmol 2004;137:4
Sherwood Dr, Rich WJ, Jacob JS. Bacterial contamination of intraocular and
extraocular fluids during extracapsular cataract extraction. Eye 1989;3:308-
12.
Smith MA, Sorenson JA, D'Aversa G, Mandelbaum S, Udell I, Harrison W.
Treatment of experimental methicillin-resistant Staphylococcus epidermidis
endophthalmitis with intravitreal vancomycin and intravitreal
dexamethasone.J Infect Dis 1997; 175(2):462-6.
Smith SR, Kroll AJ, Lou PL, Ryan EA. Endogenousbacterial and fungal
endophthalmitis. Int OphthalmolClin 2007;47(2):173-83.
Trofa D, Gácser A, Nosanchuk JD. Candida parapsilosis,an emerging fungal
pathogen. Clin Microbiol Rev 2008;21(4):606-25.
Vaughan D, Asbury T. Korpus Vitreum Dalam:. Oftalmologi Umum (General
Opthalmology). Edisi 14. Jakarta, Widya Medika: 1994; 195 – 96
Wejde G, Montan P, Lundström M, Stenevi U, ThorburnW. Endophthalmitis
following cataract surgery in Sweden: national prospective survey 1999-
2001. Acta Ophthalmol Scand 2005;83(1):7-10.