Case Diare Rangga Selesai
-
Upload
rangga-novandra -
Category
Documents
-
view
93 -
download
8
Transcript of Case Diare Rangga Selesai
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : An. AL
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Manunggal VII no.20 RT 03/04, Kalibaru, Tj.Priok
Masuk RS : Senin, 28 Januari 2013 jam 14.30 WIB
B. Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama : Khairul Akbar Nur Lestari
Umur : 22 tahun 20 tahun
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan : ± Rp. 1.000.000 -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku Bangsa : Sunda
ANAMNESIS
Alloamannesis dengan ibu pasien tanggal 28 Januari 2013 jam 20.00 di bangsal anak
lantai 4 RSUD Koja.
A. KELUHAN UTAMA
BAB cair sejak empat hari SMRS.
B. KELUHAN TAMBAHAN
Demam, muntah, lemas, penurunan nafsu makan, gelisah dan rewel.
1
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien seorang anak laki- laki berusia delapan bulan, datang diantar oleh keluarganya
dengan keluhan keluhan BAB cair sejak empat hari SMRS. BAB cair sebanyak 5-6x/hari
berwarna kuning kehijauan tanpa adanya ampas, lendir, maupun darah. Setiap kali BAB cair
sebanyak kurang lebih setengah gelas akua. Ibu pasien mengaku bahwa BAB yang keluar
tidak berbau.
Pasien juga demam. Demam naik turun sejak empat hari SMRS, biasanya naik
terutama saat malam hari dan agak berkurang saat pagi hari. Pasien menyangkal adanya
menggigil dan kejang saat demam.
Pada pasien juga terdapat muntah, muntah sebanyak 3-4 x/hari. Muntah berisi
makanan dan cairan berwarna agak kekuningan. Setiap kali muntah sebanyak ¼ gelas akua.
Pasien menyangkal adanya lendir dan darah pada muntah.
Pada pasien terjadi penurunan frekuensi BAK (3-4x/hari) dan penurunan volume
BAK dari biasanya. Selama sakit pasien tetap diberikan susu formula dan bubur susu. Pasien
mengeluh terjadi penurunan nafsu makan dan adanya penurunan berat badan dari 7,5 kg
menjadi 7 kg. Awalnya pasien rewel dan gelisah akan tetapi sejak satu hari SMRS pasien
terlihat agak lemas dan tidak aktif seperti biasa.
Dua hari SMRS pasien sudah berobat ke puskesmas dan diberikan tiga macam obat
yang pasien lupa nama obatnya. Ibu pasien merasa tidak ada perbaikan pada penyakit
anaknya.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - P. jantung -
Cacingan - Diare - P. ginjal -
Demam
berdarah
- Kecelakaan - P. Darah -
Demam
tifoid
- Kejang - Radang
paru
-
Otitis - Morbili - TBC -
Parotis - Operasi - Lain-lain -
2
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pada keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan -
Perawatan antenatalPeriksa ke dokter 1 x/ bulan,
vaksin TT sudah.
KELAHIRAN Tempat kelahiran RS
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi Cukup bulan (38 minggu)
Keadaan bayi
Berat lahir 2700 gram
Panjang badan 47 cm
Langsung menangis
Kulit kemerahan
Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan baik.
G. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I : Umur 6 bulan (Normal: 5-14 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-1 tahun 4 bulan)
Berdiri : - (Normal: 9-12 bulan)
Bicara : - (Normal: 8-12 bulan)
Berjalan : - (Normal: 13 bulan)
Kesan :Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik, tidak ada
keterlambatan psikomotor
3
H. RIWAYAT MAKANAN
Umur
(bulan)ASI
Buah /
BiskuitBubur Susu Nasi Tim
0 – 2
2 – 4 -
4 – 6 -
6 – 8 -
Menurut ibu pasien, pasien termasuk anak yang tidak ada kesulitan dalam makan
(nafsu makan baik)
Kesan :Riwayat makanan kurang baik
I. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar ( umur ) Ulangan ( umur )
BCG 1 bulan
DPT / PT 5 bulan 6 bulan -
Polio 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak - - -
Hepatitis 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Kesan: belum dilakukan imunisasi campak
J. RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI
Pasien tinggal bersama orang tua di rumah tinggal sendiri. Beratap genteng, berlantai
ubin, berdinding tembok. Memiliki halaman depan berupa tanah yang cukup luas.
Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah cukup baik, ventilasi udara cukup baik.
Pasien tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik serta kurang tersedianya air bersih di sekitarnya. Di lingkungan sekitar
pasien terdapat beberapa anak yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.
Kesan: Riwayat perumahan dan sanitasi kurang baik
PEMERIKSAAN FISIK
4
Dilakukan pada tanggal 28 Januari 2013 bangsal anak lantai 4 RSUD Koja, Pukul 20.30
WIB.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Nadi : 130 x/menit
Frekuensi napas : 32 x/menit
Suhu : 37,30C
Berat badan : 7 kg
Panjang badan : 63 cm
Lingkar kepala : 41 cm
Status gizi: (NCHS)
BB/U : 7/8,4 x 100 % = 83,3 % (Gizi kurang)
TB/U : 63/69 x 100% = 101,4 % (Tinggi normal)
BB/TB : 7/6,9 x 100% = 108% (Gizi Baik)
Kesan: Gizi baik
Status generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam merata, tidak mudah dicabut, ubun
ubung cekung ( - )
Mata : Pupil bulat isokor
Conjungtiva anemis +/+
Sklera ikterik -/-
Cekung +/+
Telinga : Normotia, sekret (-), serumen (-), membran timpani tidak dapat
dinilai
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), sekret (-), septum
deviasi (-)
Mulut : Trismus (-), halitosis (-), gusi tidak meradang, tidak merah dan
bengkak (-), gigi belum tumbuh
Bibir : Bibir kering (+), sianosis (-)
Lidah : Bercak- bercak putih pada lidah (-), tremor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1- T1 tenang, faring hiperemis (-)
5
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar
tiroid tidak teraba membesar
Toraks
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke 5
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, bising (-), irama derap kuda ( - )
● Paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, pernapasan simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor di kedua hemitoraks
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen : Datar, supel, tidak ada pembesaran hati dan limpa,
timpani, bising usus (+) menurun, turgor kulit baik
Extremitas : Akral hangat, oedem (-), CRT < 2 detik
Kulit : Ruam (-), petechie (-), pucat (-), sianosis (-)
Status neurologis
Rangsangan meningeal
Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-) (-)
Kernig : >135 >135
Brudzinski 1 : Negatif Negatif
Brudzinski 2 : Negatif Negatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (28 Januari 2013)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi rutin
Hemoglobin 11,3 12,0 – 16,0 g/dl
6
Leukosit 9200 4100 – 10.900
Hematokrit 32 36 – 46%
Trombosit 425.000 140.000 – 440.000
Elektrolit
Na 135 134 – 146 mmol/L
K 2.93 3,4 – 4,5 mmol/L
Cl 108 96 – 108 mmol/L
RESUME
Pasien seorang anak laki-laki berusia delapan bulan datang diantar keluarga
dengan keluhan BAB cair 5-6x/hari tanpa ampas, lendir, dan darah sebanyak setengah
gelas akua setiap kali BAB sejak empat hari SMRS. Terdapat demam tanpa disertai
menggigil dan tanpa kejang pada anak. Demam naik turun, naik terutama saat malam
hari. Terdapat muntah 3-4x/hari yang berisi makanan dan cairan berwarna
kekuningan. Pada pasien terjadi penurunan frekuensi dan penurunan volume berkemih
dan terjadi penurunan nafsu makan. Awalnya pasien tampak gelisah dan rewel, tapi
belakangan menjadi lemas dan kurang aktif. Pasien sudah berobat ke puskesmas akan
tetapi belum ada perbaikan dengan penyakitnya. Pasien sudah diberikan makanan
pendamping ASI sejak usia 2 bulan dan pasien tinggal di lingkungan yang memiliki
sanitasi kurang baik. Pemeriksaan fisik: pasien tampak sakit sedang, compos mentis,
dengan tanda vital N : 130x/menit, S : 37,3, P : 32x/menit. Status gizi pasien termasuk
dalam gizi baik. Terdapat CA +/+, mata cekung, dan bibir kering. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan BU (+) menurun, turgor kulit baik. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan adanya anemia disertai dengan hipokalemi.
DIAGNOSA KERJA
Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
Hipokalemi sedang
Anemia proevaluasi
7
DIAGNOSA BANDING
(-)
PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah lengkap
Pemeriksaan feces lengkap
GDS
Analisa gas darah
Pemeriksaan serum iron dan TIBC
PENATALAKSAAN DI IGD
1. IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2. Injeksi Clanexi 2 x 250 mg iv
3. Injeksi Sagestan 2 x 10 mg iv
4. Injeksi Ondancentron 2 x 1 mg iv
5. Paracetamol 4x 100 mg p.o.
6. Zinc Sirup : 1 x Cth I p.o
FOLLOW UP
Follow up hari pertama (29-01-2013)
S : BAB cair 1x, ampas (+), lendir (-), demam (+).
O : T : N : 116x/menit S : 37,5 P : 36x/menit
Status generalis
Kepala : Normochepali, Ubun-ubun besar cekung (-)
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar, Tiroid tidak
teraba membesar
Thoraks
Cor : BJ1 dan BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, BU (+), turgor kulit baik
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, Edema -/-, CRT < 2 detik
8
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, Edema -
Pemeriksaan penunjang tanggal 30 Januari 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hematologi lengkap
Hemoglobin 9,7 12,0 – 16,0
Leukosit 9200 4100 – 10.900
Hematokrit 28 36 – 46
Eritrosit 3,61 4,0 – 5,0
MCV 78 80 – 100
MCH 27 26 – 34
MCHC 34 31 – 36
Hitung jenis
Basofil 2 0 – 2
Eosinofil 1 0 – 5
Batang 0 2 – 6
Segmen 10 47 – 80
Limfosit 60 13 – 40
Monosit 7 2 – 11
Trombosit 378.000 140.000 – 440.000
LED 8 < 15
RDW 13,2 11,6 – 14,8
9
A : Diare akut dehidrasi ringan-sedang
Hipokalemi sedang
Anemia mikrositik hipokrom
P : IVFD KAEN 3B 700 cc/24 jam
Anbacim 2 x 150 mg iv
PCT 3 x Cth ½
Zincpro 1 x Cth 1
Follow up hari kedua (30-01-2013)
S : BAB cair (-), demam (-).
O : T : N : 110x/menit S : 36,6 P : 30x/menit
Status generalis
Kepala : Normochepali, Ubun-ubun besar cekung (-)
Mata : CA +/+, SI -/-
Leher : Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar, Tiroid tidak
teraba membesar
Thoraks
Cor : BJ1 dan BJ2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, BU (+) meningkat, turgor kulit baik
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, Edema -/-, CRT < 2 detik
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-
A : Diare akut dehidrasi ringan-sedang
Hipokalemi sedang
Anemia mikrositik hipokrom
P : IVFD KAEN 3B 700 cc/24 jam
Anbacim 2 x 150 mg iv
PCT 3 x Cth ½
Zincpro 1 x Cth1 pasien boleh pulang
10
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien menderita diare akut karena terjadi peningkatan frekuensi BAB
> 3x/hari disertai dengan perubahan konsistensi menjadi cair tanpa disertai adanya lendir dan
darah. Akut karena penyakit ini baru berlangsung empat hari (akut berlangsung kurang dari
dua minggu).
Faktor yang mempermudah terjadinya diare pada pasien ini adalah pasien hanya
mendapatkan ASI sampai usia dua bulan, tinggal di lingkungan yang padat penduduk, dan
sanitasi yang tidak baik di lingkungannya. Di lingkungan sekitar pasien juga terdapat anak-
anak yang memilik penyakit yang sama seperti pasien, kemungkinan dapat menjadi sumber
penularan bagi pasien dan orang-orang sekitar pasien, dimana diare ditularkan melalui fekal-
oral.
Untuk menegakkan etiologi dari diare akut dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti permeriksaan makroskopik dan mikroskopik tinja. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi di luar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebakan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E.
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-
garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Crytosporidium, dan Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa.
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C.jejuni, EIEC, C.difficile,
Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii
leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat
riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen,
11
diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai
menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan
strongylodiasis di mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja. Biopsi duodenum adalah
metode yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa
yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan cara pemeriksaan
mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista
ditemukan pada tinja yang berbentuk. Teknik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan
kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermitten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi
juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan
amubiasis hati. Diagnosa pasti rotavirus ditegakkan dengan ELISA menggunakan feses
penderita.
Pada pasien ini didapatkan adanya tanda-tanda dehidrasi ringan-sedang yang ditandai
dengan adanya penurunan berat badan dari 7,5 kg menjadi 7 kg (penurunan 6,67%), pasien
terlihat lemas, tampak adanya mata yang cekung, bibir kering dan terjadi penurunan frekuensi
dan volume urin. Berdasarkan Maurice King score, nilai pada pasien ini adalah 4 (pasien
lemas, mata cekung, bibir kering, dan nadi 130 x/ menit) yang menunjukkan adanya dehidrasi
sedang. Menurut WHO dehidrasi pada pasien ini termasuk dalam dehidrasi sedang karena
terdapat gelisah, rewel disertai dengan mata cekung. Jenis dehidrasi pada pasien ini adalah
dehidrasi isotonik dimana kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang sama dengan
keadaan normal dan ditemui dalam cairan ekstraseluler dan pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan kadar natrium darah masih dalam batas normal. Dehidrasi disini terjadi akibat
ketidakseimbangan absorbsi dan sekresi cairan di lumen usus, adanya muntah, dan penurunan
nafsu makan. Ketidakseimbangan absorbsi dan sekresi pada usus akibat adanya
mikroorganisme yang merusak struktur epitel villi usus halus dan meningkatkan sekresi
cairan dan elektrolit ke lumen saluran cerna. Pada pasien tidak ditemukan adanya darah pada
feses yang berarti tidak terjadi invasi mikroorganisme ke dalam mukosa usus halus.
Pada pasien ini terdapat adanya hipokalemi yang bermanifestasi dengan pasien lemah
dan disertai dengan penurunan bising usus. Hipokalemi yang terjadi adalah hipokalemi
derajat sedang (kadar kalium 2,5 – 3 mmol/L). Kemungkinan terjadinya hipokalemi akibat
dari kalium yang disekresi ke lumen usus dan terbuang bersama feses. Pada hipokalemi
12
derajat sedang pemberian kalium secara intravena masih belum diperlukan. Pada pasien ini
hipokalemi dikoreksi dengan pemberian cairan KAEN 3B (dekstrosa,NS, Kalium 20 meq/L,
laktat 20 meq/L) dan asupan makanan tinggi kalium seperti pisang.
Anemia yang terjadi pada pasien ini adalah anemia mikrositik hipokrom yang ditandai
dengan adanya penurunan jumlah hemoglobin disertai dengan penurunan mean corposcular
hemoglobin (MCH) dan mean corpuscular volume (MCV). Untuk menentukan etiologi dari
anemia ini apakah tergolong dalam anemia defisiensi besi atau anemia akibat
hemoglobinpathi dapat dilakukan pemeriksaan kadar serum iron dan TIBC serta pemeriksaan
elektroforesis HB. Pada anemia defisiensi besi didapatkan penurunan kadar serum iron dan
TIBC, sedangkan pada elektroforesis didapatkan HbA. Anemia defisiensi besi ini dapat
disebabkan oleh intake yang kurang (makanan kurang mengandung Fe), gangguan absorbsi
Fe (gastrektomi total atau parsial, makanan banyak serat, kurang konsumsi vitamin C),
peningkatan jumlah kebutuhan (masa pertumbuhan bayi dan anak), serta akibat perdarahan
menahun. Pada pasien ini kemungkinan diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan zat besi
pada masa pertumbuhan tanpa diimbangi dengan asupan gizi yang kurang kurang mencukupi.
Pemeriksaan GDS diperlukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah akibat dari
asupan yang kurang saat menderita diare dan muntah. Kadar gula yang rendah dapat
menyebabkan pemecahan asam lemak untuk menghasilkan glukosa. Pemecahan asam lemak
ini akan menghasilkan zat asam seperti keton yang dapat membuat keadaan asam pada darah
(asidosis metabolik).
Pada pasien perlu dianjurkan pemeriksaan analisis gas darah untuk menentukan
apakah terdapat asidosis metabolik atau tidak, akan tetapi bila dilihat dari keadaan klinis
pasien kemungkinan pasien masih belum mengalami asidosis yang diatndai dengan adanya
pernapasan kusmaul. Kemungkinan masih tejadi mekanisme kompensasi pada pasien ini.
Pada penatalaksananaan kasus ini diberikan cairan rehidrasi KAEN 3B (dekstrosa,NS,
Kalium 20 meq/L, laktat 20 meq/L). Kebutuhan cairan pada pasien ini berupa kebutuhan
cairan akibat dehidrasi (previous water lost) ditambah dengan cairan rumatan.
Jumlah cairan yang dibutuhkan (BB 7 kg)
Rumatan : BB x 100 cc = 7 x 100 cc = 700 cc
PWL : % dehidrasi x BB x 10
: 6,67 % x BB x 10 = 6,67% x 7 x 10 = 470 cc
Jumlah kebutuhan cairan : 700 + 470 = 1170 cc
13
Konversi ke tetesan makro 1170 x 15 x = 12 tpm
24 x 60
Setelah rehidrasi maka jumlah cairan yang diberikan adalah cairan rumatan yaitu KAEN 3B
700 cc/24 jam.
Pada kasus diare yang dicurigai disebabkan oleh virus, tidak perlu diberikan antibiotik
karena diare dengan etiologi virus merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri (self
limitting disease). Pemberian zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan
berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat proses penyembuhan
epitel selama diare. Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak sudah
sembuh. Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit. Pemberian paracetamol dimaksudkan untuk menurunkan demam,
sehingga komplikasi kejang akibat demam dapat dihindari.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000
s/d 2010 terlihat kecenderungan peningakatan insidensi. Pada tahun 2000 insidensi penyakit
diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik
menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Diare masih
merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara yang sedang
berkembang. Dalam berbagai hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga diare menempati urutan
ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia. Di Indonesia, diare masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih
tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita,
serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).1
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan
gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel epitel,
penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili dapat menimbulkan keadaan
malabsorpsi.2
DEFINISI
Diare adalah buang air besar dengan peningkatan frekuensi tiga kali atau lebih dalam
24 jam dengan konsistensi lembek atau bahkan dapat berupa air saja, dengan atau tanpa darah
dan lendir,dan dapat disertai gejala lain seperti mual, muntah, demam, atau nyeri perut. 3
Diare dibagi menjadi : 3
1. Diare akut
Diare yang bersifat mendadak dan berlangsung kurang dari 2 minggu
2. Diare Kronik:
15
Diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat
badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive) selama masa
diare tersebut.
Diare Kronik juga sering dibagi-bagi lagi menjadi:
Diare Persisten: diare yang disebabkan oleh infeksi.
Protacted Diarrhea: diare yang berlangsung lebih dari 2
minggu dengan tinja cair dan frekuensi 4x atau lebih per hari.
Diare Intraktabel: diare yang timbul berulang kali dalam waktu
yang singkat (misalnya: 1-3 bulan)
Prolonged Diarrhea: Diare yang berlangsung lebih dari 7 hari.
Chronic Non Specific Diarrhea: diare yang berlangsung lebih
dari 3 minggu tetapi tidak diserta gangguan pertumbuhan dan
tidk ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorbsi.
Hal lain yang juga penting adalah mengenai diare primer dan diare sekunder. Disebut
diare primer bila infeksinya memang terjadi pada saluran cerna, misalnya karena infeksi
Salmonella. Tetapi diare bisa terjadi sebagai gejala ikutan dari berbagai penyakit sistemik
seperti pada bronkopneumonia, ensefalitis, dll. 3
Bila diare mengandung lendir dan darah maka disebut sindroma disentri. Di negara
berkembang seperti Indonesia, karena prevalensi infeksi saluran cerna tinggi, sindroma
disentri pertama dikaitkan dengan infeksi Shigella. Walaupun demikian perlu diingat bahwa
sindroma disentri dapat disebabkan kuman invasif lain, seperti Yersinia enterocolica,
Campylobacter yeyuni, dll. Pola defekasi (frekuensi defekasi dan konsistensi tinja) pada
neonatus dan bayi juga perlu dipertimbangkan. Sampai usia 4-6 bulan sering kali bayi masih
defekasi lebih dari 3 kali sehari dan konsistensinya masih cair atau lembek. Sejauh tumbuh
kembangnya baik, hal ini tidak digolongkan sebagai diare. 2,3
Berikut adalah tabel besar volume yang diabsorbsi oleh usus setiap harinya. Bilamana
terjadi ketidakseimbangan misalnya kurang penyerapan maupun sekresi yang berlebih, maka
akan terjadi diare.3
16
Gambar 1. Volume absorbsi usus dalam satu hari
ETIOLOGI
Penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 bagian, penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung atau faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya
diare. 3
Bagan 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare
Masyarakat Kuman/ Penyebab
Diare
Keadaan Gizi
Hygiene & Sanitasi
Sosial Budaya
Penderita Diare
Meninggal
Karier
Faktor Lain
Sosial Ekonomi
Kepadatan Penduduk
FAKTOR RESIKO
Umur muda (< 18 bln)
Tidak mendapat ASI atau baru dikenalkan dengan susu sapi atau susu formula
Kurang gizi
Diare akut dengan etiologi bakteri invasif
17
Tata laksana diare akut yang tidak tepat
Melemahnya imunutas
FAKTOR PREDISPOSISI
Malnutrisi mempunyai kolerasi yang positif dengan lama dan beratnya diare,
Pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan nutrisi akibat penurunan
berat badan dalam waktu singkat.
Menurunnya aktivitas enzim usus, dan hilangnya integritas usus.
Kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan mempertahankan lingkaran setan
malnutrisi - diare - malabsorbsi.
Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dan tidak tepat
Ketidaktersediaan ASI
Tidak cukup tersedianya air bersih
Higiene perorangan dan lingkungan yang buruk
Cara penyimpanan dan penyediaan makanan yang tidak higienis
Cara penyapihan bayi yang tidak baik
Sosial ekonomi yang kurang baik
Pendidikan ibu yang kurang
Budaya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Faktor penyebab diare pada bayi dan anak
Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya infeksi (saluran cerna maupun
luar saluran cerna), gangguan absorpsi (malabsorpsi), alergi makanan, keracunan makanan,
imunnodefisiensi. Infeksi saluran cerna merupakan penyebab tersering. Rotavirus merupakan
penyebab utama (70-80 %), sedangkan bakteri dan parasit ditemukan pada 20% dan 10%
anak. 4
1. Faktor Infeksi : 4
a. Infeksi Enteral (Infeksi Primer), infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
Infeksi Bakteri
Escherichia coli.
18
Hanya beberapa strain dari mikroba ini yang menyebabkan diare.
E.coli ini diklasifikasikan berdasarkan mekanisme terjadinya diare,
yaitu enteropatogenik (EPEC), enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif
(EIEC), enteroadheren (EAEC), dan enterohemoragik (EHEC). EPEC
dan ETEC menempel pada sel-sel epitel di usus halus bagian atas dan
mengakibatkan penyakit dengan membebaskan toksin yang
merangsang sekresi usus dan mengurangi absorbsi. EIEC menyerang
mukosa kolon, mengakibatkan kerusakan mukosa yang cukup luas
dengan peradangan akut. EPEC merupakan penyebab pada diare
epidemi di pusat-pusat perawatan atau pengasuhan bayi, sedangkan
ETEC berperan pada traveler’s diarrhea dan EHEC menyebabkan
colitis hemoragik.
Salmonella.
Bakteri gram negatif ini menyebabkan penyakit dengan cara
menyerang mukosa usus.
Shigella.
Penyakit yang ditimbulkannya dapat terjadi karena toksin saja maupun
bersamaan dengan invasi jaringan. Kolon secara selektif terserang.
Pengobatan dengan antibiotik menunjukkan 80% sembuh setelah 48
jam. Banyak S. sonnei resisten terhadap ampicillin, pengobatan dengan
kotrimoksazol pada umumnya efektif.
Campylobacter jejuni.
Dapat dijumpai 15% dari angka diare karena bakteri. Mikroba ini
menyerang mukosa jejunum, ileum, kolon mengakibatkan
enterocolitis.
Yersinia enterocolitica.
Ditularkan melalui binatang peliharaan dan makanan yang
terkontaminasi. Bayi dan anak kecil dapat terserang diare, sedangkan
pada anak yang usianya lebih tua biasanya terdapat lesi akut pada
ileum terminal atau limfadenitis mesenterik akut dengan appendicitis
ataupun Chron’s disease. Artritis, ruam, spondilopati dapat juga
ditemukan.
Clostridium difficile.
19
Merupakan penyebab utama dari diare yang diakibatkan antibiotik.
Pengobatan termasuk dengan menghentikan pemberian antibiotik dan jika
diare memburuk dapat diberikan dengan vankomisin oral atau
metronidazol.
Infeksi Virus
Virus yang biasanya menyebabkan gastroenteritis pada anak-anak yaitu
rotavirus, calcivirus (virus Norwalk-like), enteric adenovirus, dan astrovirus.
Rotavirus.
Virus ini adalah penyebab utama penyakit diare pada bayi dan anak (6
bulan - 2 tahun) tetapi tidak pada orang dewasa. Virus yang biasannya
menyebabakan gastroenteritis manusia digolongkan sebagai rotavirus
kelompok A. Infeksi primer virus ini pada bayi biasanya
mengakibatkan penyakit yang berat, sedangkan infeksi kembali yang
didapat saat remaja akan lebih ringan. Rotavirus menyerang epitel dari
usus halus bagian atas dan pada penyakit atau keadaan yang buruk
dapat juga menginvasi daerah usus besar hingga kolon. Virus-virus itu
berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme
transpornya. Akibatnya adalah kerusakan pada villus, defisiensi
disakaridase sekunder, serta peradangan pada lamina propria.
Jalur penularan virus ini terjadi secara fecal-oral. Masa inkubasi virus
ini adalah 1-4 hari. Gejala yang khas antara lain: diare, demam, nyeri
perut, dan muntah-muntah sehingga terjadi dehidrasi. Muntah dapat
berlangsung selama 3-4 hari dan diare kurang lebih 7 hari, dengan
keadaan ini biasanya didapatkan dehidrasi pada anak-anak. Gejala ini
biasanya timbul sampai hari ke-4 atau ke-5 diikuti dengan ekskresi
virus melalui tinja yang jumlahnya semakin berkurang dari pada saat
masa inkubasinya, tetapi tidak menutup kemungkinan gejala ini dapat
berlangsung sampai hari ke-10 atau ke-14 pada beberapa pasien. Diare
yang memanjang ini berkaitan dengan keadaan imunodefisiensi.
Diagnosa pasti ditegakkan dengan ELISA menggunakan feses
penderita. Penatalaksanaan suportif dengan menjaga masukan cairan
dan elektrolit agar tidak terjadi dehidrasi.
Adenovirus.
20
Virus ini (sub tipe Ad40, Ad41, dan Ad 31) menyebabkan diare dan
muntah-muntah selama kurang lebih satu minggu. Pada usus halus,
infeksi oleh adenovirus mengakibatkan atrofi vilus dan kompensasi
hiperplasia kripta-kripta (sama seperti rotavirus), yang mengakibatkan
malabsorbsi dan kehilangan cairan.
Norwalk-like virus.
Masa inkubasi 1 sampai 2 hari diikuti dengan mual, muntah, diare dan
nyeri perut pada 12 – 60 jam berikutnya.
Enterovirus
Virus ECHO, Coxsakie, Poliomyelitis
Infeksi Parasit
Parasit yang menyebabkan biasa diare akut adalah Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia, dan Cryptosporidium. Khusus mengenai diare akut yang
disebabkan Cryptosporidium biasanya terdapat pasien yang mengidap AIDS.
Entamoeba hystolitica.
Tempat infeksi Entamoeba histolytica adalah di kolon, walaupun
demikian ia dapat menembus usus dan menyerang hati, paru serta otak.
Diare yang ditimbulkan bersifat akut, berdarah, dan mengandung
leukosit. Diagnosis bergantung pada identifikasi organisme ini dalam
feses dan bisa dikonfirmasi secara pemeriksaan serologi. Obat pilihan
dalam penatalaksanaannya adalah metronidazol.
Giardia lamblia.
Parasit ini ditularkan bilamana tertelan kista baik dalam makanan
maupun air yang terkontaminasi. Giardia menempel pada mikrovili
epitel duodenum dan jejunum. Manifestasi klinik berupa anoreksia,
nausea, perut kembung, diare (cair), intoleransi laktosa sekunder dan
penurunan berat badan. Diagnosa ditegakkan dengan identifikasi
organisme dalam feses, aspirasi duodenum, atau biopsy usus halus.
21
Gambar 2. Patogenesis diare oleh infeksi enteral
b. Infeksi parenteral (infeksi sekunder),
Merupakan suatu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis
media akut, tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensephalitis, dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi : 5
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpentig ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan :
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis :
Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada
anak yang lebih besar.
5. Imunodefisiensi.
22
PATOFISIOLOGI
Ditinjau dari sudut patofisologi kehilangan cairan tubuh dan mekanisme dasar yang
menyebabkan timbulnya diare dapat dibagi dalam: 3
1. Diare sekresi:
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul
diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Diare ini dapat disebabkan
oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen.
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas,
sudah basi, dll), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi, dsb.
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan terjadinya bakteri/jamur tumbuh berlipat ganda
(overgrowth).
2. Diare Osmotik:
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare ini dapat disebabkan
oleh:
a. Malabsorbsi makanan
b. KKP (Kurang Kalori Protein)
c. BBLR dan bayi baru lahir.
3. Gangguan Motilitas Usus:
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare
pula.
Patogenesis diare karena infeksi bakteri atau parasit :
1. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun
tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP dari dalam
23
sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti
air, ion karbonat, kation natrium, dan kalium.
Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V.cholerae, Enterotoksigenik
E.coli (ETEC), C. perfringens, S. aureus dan Vibrio-nonaglutinabel. Secara
klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras yang
meninggalkan dubur secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini
disebut diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Diare karena bakteri/parasit invasif (Enterovasif).
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dan
bersifat sekretorik eksudatif. Cairan darah dapat bercampur lendir dan darah.
Bakteri yang termasuk dalam golongan ini: S.paratyphi B, S.typhimurium,
Shigella, Yersinia, C.perfringens tipe C.
Sesuai dengan perjalanan penyakit diare, patogenesis penyakit diare dibagi atas: 6,7,8
1. Diare Akut:
Patogenesis diare akut oleh infeksi, pada garis besarnya dapat digambarkan
sebagai berikut:
Masuknya mikroorganisme kedalam saluran pencernaan
Berkembangbiaknya mikroorganisme tersebut setelah berhasil
melewati asam lambung.
Dibentuknya toksin (endotoksin) oleh mikroorganisme.
Adanya rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya
hiperperistaltik dan sekresi cairan usus mengakibatkan terjadinya diare.
2. Diare Kronik:
Patogenesis diare kronik lebih rumit karena terdapat beberapa faktor yang satu
sama lain saling mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain:
Infeksi Bakteri.
Misalnya ETEC (Entero Toxigenic E. Coli) yang sudah resisten
terhadap obat. Juga diare kronik yang dapat terjadi kalau ada
pertumbuhan bakteri berlipat ganda (over growth) dari bakteri non
patogen, seperti Pseudomonas, Klebsiella, dsb.
Infeksi Parasit
24
Terutama E.histolytica, Giardia lambia, Trichuris trichuria, Candida,
dsb.
KKP (Kekurangan Kalori Protein)
Pada penderita KKP terdapat atrofi semua organ termasuk atrofi
mukosa usus halus, mukosa lambung, hepar dan pankreas. Akibatnya
terjadi defisiensi enzim yang dikeluarkan organ-organ tersebut
(laktase, maltase, sukrase, HCl, tripsin, pankreatin, lipase, dsb) yang
menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
sempurna. Makanan yang tidak diabsorbsi tersebut akan menyebabkan
tekanan osmotik koloid di dalam lumen usus meningkat yang
menyebabkan terjadinya diare osmotik. Selain itu juga akan
menyebabkan overgrowth bakteri yang akan menambah beratnya
malabsorbsi dan infeksi.
Gangguan Imunologik
Usus merupakan organ pertama dari daya pertahanan tubuh.
Defisiensi dai SIgA dan CMI akan menyebabkan tubuh tidak
mampu mengatasi infeksi dan infestasi parasit dalam usus.
Akibatnya bakteri, virus, parasit dan jamur akan masuk ke dalam
usus dan berkembangbiak dengan leluasa sehingga terjadi
overgrowth dengan akibat lebih lanjut berupa diare kronik dan
malabsorbsi makanan.
25
Gambar 3. Patofisiologi diare
GEJALA KLINIS
26
Tabel 1. Simtom, gejala klinis, dan sifat tinja penderita diare karena infeksi usus.
RotavirusVibrio
cholera
Salmonell
aShigella
E. coli
enterotoksig
enik
E. coli
enteroinvas
ifSimtom & gejala
Mual &
muntah
Dari
permulaanJarang + Jarang - -
Panas + - + + - +
Sakit Tenesmus KolikTenesmus
Kolik
Tenesmus
Kolik
Kadang-
kadang
Tenesmus
Kolik
Sifat Tinja
Volume SedangSangat
banyakSedikit Sedikit Banyak Sedikit
FrekuensiSampai 10/
lebih
Hampir
terus
menerus
SeringSering
sekaliSering Sering
Konsisten
siBerair Berair Berlendir Kental berair Kental
Mukus Jarang Flacks + Sering + +
Darah - -Kadang-
kadangSering - +
Bau - AnyirBau telur
busuk
Tak
berbauBau tinja
Tidak
spesifik
WarnaHijau
kuning
Seperti
air
cucian
beras
Hijau HijauTidak
berwarnaHijau
Leukosit - - + + - +
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
27
Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang
tepat sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu
dikerjakan :
1. Pemeriksaam tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis.
b) Biakan kuman untuk mencari kumam penyebab.
c) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotika.
d) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila
diduga terdapat intoleransi glukosa.
2. Pemeriksaan darah
a) Darah lengkap
b) pH, cadangan alkali dan elektrolit untuk menentukan gangguan keseimbangan
asam – basa.
c) Kadar ureum untuk mengetahui adanya gangguan faal ginjal.
3. Pemeriksaan Elektrolit
Terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada
penderita yang disertai kejang)
Pemeriksaan Laboratorium Feses dan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah sebagai
berikut :
1. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) :
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses
menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur bakteri dan pemeriksaan parasit
diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika pasien dalam keadaan
immunocompromised, penting sekali kultur organisme yang tidak biasa seperti
Kriptokokus, Isospora dan M.Avium Intraseluler. Pada pasien yang sudah
mendapat antibiotik, toksin C.difficle harus diperiksa.
2. Volume Feses :
Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit, infeksi enterik atau inflamasi
sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day),
kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatorhea atau diare tanpa
malabsorbsi lemak.
28
3. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam:
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sekretori. Jika fecal fat lebih dari 10g/24h
menunjukkan proses malabsorbsif.
4. Lemak Feses :
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan suatu steatore, lemak
feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak merak orange per ½ lapang
pandang dari sampel noda sudan adalah positif. False negatif dapat terjadi jika
pasien diet rendah lemak. Test standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam
biasanya dilakukan pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat
disebabkan malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pankreas.
5. Osmolaritas Feses:
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotik atau diare sekretorik.
Elekrolit feses Na, K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses normal
adalah –290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali
konsentrasi elektrolit faeces (Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion
organik yang tidak dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat, propionat
dan butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
karbohidrat di kolon kedalam asam lemak rantai pendek. Selanjutnya bakteri fekal
mendegradasi yang terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa
jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan
normal atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.
Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.
6. Pemeriksaan Parasit atau Telur Pada Feses:
Untuk menunjukkan adanya Giardia, E. Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
PENATALAKSANAAN
Terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu: 9
1) Rehidrasi
2) Dukungan nutrisi
3) Suplementasi Zinc
4) Antibiotik selektif
29
5) Edukasi orang tua
1. Rehidrasi
Rencana Terapi A : Diare Tanpa Dehidrasi
Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di rumah :
a. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
b. Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak :
Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg (½ tablet) per hari
Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak sudah sembuh.
Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat dilarutkan dengan air matang, ASI,
atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
Teruskan ASI / berikan susu PASI
Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat :
- Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan,
sayur, daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur sop
tiap porsi
- Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium
- Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan baik
- Bujuklah anak untuk makan
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan
makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
d. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :
Buang air besar cair lebih sering
Muntah terus menerus
Rasa haus yang nyata
Makan atau minum sedikit
Demam
Tinja berdarah
Anak harus diberi oralit dirumah apabila :
Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
30
Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk
Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke
petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah.
Berikan oralit formula baru sesuai ketentuan yang benar.
Formula oralit baru yang berasal dari WHO dengan komposisi sbb :
Natrium : 75 mmol/L
Klorid : 65 mmol/L
Glukosa, anhidrous : 75 mmol/L
Kalium : 20 mmol/L
Sitrat : 10 mmol/L
Total Osmolaritas : 245 mmol/L
Ketentuan pemberian oralit formula baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.
Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk persediaan
24 jam.
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan sebagai
berikut :
- Untuk anak usia < 2 tahun : berikan 50-100 mL tiap kali buang air.
- Untuk anak usia > 2 tahun : berikan 100-200 mL tiap kali buang air.
Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
itu harus dibuang.
Rencana Terapi B : Diare Dengan Dehidrasi Tidak Berat
Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang
dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral
yang akan diberikan selama 4 jam pertama.
Tabel 2. Jumlah cairan rehidrasi oral pada dehidrasi tidak berat
Usia BB (Kg) Jmlh (mL)
< 4 bln < 5 200 – 400
4 – 11 bln 5 – 7,9 400 – 600
31
12 – 23 bln 8 – 10,9 600 – 800
2 - 4 thn 11 – 15,9 800 – 1200
5 – 14 thn 16 – 29,9 1200 – 2200
≥ 15 thn ≥ 30 2200 – 4000
Jika anak minta minum lagi, berikan.
a) Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral
o Berikan minum sedikit demi sedikit.
o Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi
oral perlahan.
o Lanjutkan ASI kapanpun anak minta.
b) Setelah 4 jam :
o Nilai ulang derajat dehidrasi anak.
o Tentukan tatalaksana yang tepat unuk melanjutkan terapi.
o Mulai beri makan anak di klinik.
c) Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B :
o Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3 jam
dirumah.
o Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan
dalam Rencana Terapi A.
o Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di
rumah
- Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya.
- Beri tablet zinc.
- Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi.
- Kapan anak harus dibawa kembali ke petugas kesehatan.
Rencana Terapi C : Diare Dengan Dehidrasi Berat
Ikuti arah anak panah berikut sesuai keadaan pasien :
Bagan 1. Alur penatalaksanaan dehidrasi berat
32
2. Dukungan nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi
gizi buruk. ASI tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut
berdarah) dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya.
3. Suplementasi zinc
33
Apakah saudara dapat menggunakan cairan IV segera?
Mulai beri cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Berikan 100 mL/kgBB cairan RL (atau NS, atau Ringer Asetat) sebagai berikut :
Usia Pemberian 1 Kemudian
30 mL/kgBB 70 mL/kgBB
By < 1 thn : 1 jam 5 jam
Anak 1-5 thn : 30 menit 2 ½ jam
Ulangi bila denyut nadi lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan IV.
Juga berikan oralit (5 mg/kgBB/jam) bila penderita masih bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai ulang penderita menggunakan tabel penilaian. Lalu pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan terapi.
Ya
Tidak
Kirim penderita untuk terapi intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.
Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB).
Nilailah penderita tiap 1-2 jam :
Bila muntah / perut kembung, berikan cairan perlahan.
Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk penderita untuk terapi IV.
Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Apakah ada terapi IV terdekat
(dalam 30 menit) ?
Apakah saudara dapat menggunakan
pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?
Ya
Tidak
Tidak
Segera rujuk anak untuk rehidrasi
melalui NGT atau IV
Pemakaian zinc sebagai obat pada diare didasarkan pada analisis ilmiah bahwa
zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan berpengaruh pada
fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat proses penyembuhan epitel
selama diare. Kekurangan zinc ternyata sudah pandemik pada anak anak di negara
sedang berkembang. Zinc telah diketahui berperan dalam metallo-enzymes,
polyribosomes, membran sel, fungsi sel, dimana hal ini akan memacu pertumbuhan
sel dan meningkatkan fungsi sel dalam sistem kekebalan. Perlu diketahui juga bahwa
selama diare berlangsung zinc hilang bersama diare sehingga hal ini bisa memacu
kekurangan zinc ditubuh.
Bukti bukti yang telah disebarluaskan dari hasil penelitian bahwa zinc bisa
mengurangi lama diare sampai 20% dan juga bisa mengurangai angka kekambuhan
sampai 20%. Bukti lain mengatakan dengan pemakaian zinc bisa mengurangi jumlah
tinja sampai 18-59%. Dari bukti-bukti juga dikatakan tidak ada efek samping pada
penggunaan zinc, jika ada ditemukan hanya gejala muntah.
Pada penelitian selanjutkan didapatkan bahwa zinc bisa digunakan sebagai
obat pada diare akut, diare persisten, sebagai pencegahan diare akut dan persisten
serta diare berdarah. Pemberian zinc untuk pengobatan diare bisa menekan
penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Efek zinc antara lain sebagai berikut :
o Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD akan
merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil sampingan dari
proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam
sel) menjadi H2O2, yang selanjutnya diubah menjadi H2O dan O2 oleh enzim
katalase. Jadi SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus.
o Zinc berperan sebagai anti-oksidan, ‘berkompetisi’ dengan tembaga (Cu) dan
besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas.
o Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc,
diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi
kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi.
o Zinc berperan dalam penguatan sistem imun.
o Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai kofaktor
berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjaga.
34
4. Antibiotik selektif
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan indikasi
yaitu pada diare berdarah dan kolera.
5. Edukasi orang tua
Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan / minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering,
atau belum membaik dalam tiga hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut
berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6
bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.
6. Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme hidup, yang jika diberikan dalam jumlah yang
adekuat akan memberi keuntungan menyehatkan pada individu.
Pemberian makan disertai susu fermentasi yang mengandung lactobacillus casei
atau lactobacillus acidophilus dapat memproduksi imunostimulasi pada host dengan
mengaktivasi makrofag dan limfosit. Hal ini berhubungan dengan bahan yang diproduksi
oleh organisme-organisme ini selama proses fermentasi yaitu beberapa bahan metabolit,
peptide dan enzim. 10
Pada anak dengan malnutrisi, diare akut menyebabkan perubahan keseimbangan
mikroflora secara drastis, pada kasus ini pemberian produk yang difermentasi dapat
membantu rekolonisasi. Susu formula bayi yang mengandung Bifidobacterium lactis atau
Lactobacillus reuteri, dapat menurunkan resiko diare, gejala gangguan saluran
pernapasan, demam dan parameter kelainan lainnya. 10
Pada saluran cerna manusia, probiotik menginduksi kolonisasi dan dapat tumbuh
secara insitu di lambung, duodenum dan ileum. Pada epitel ileum manusia,
mikroorganisme ini dapat menginduksi aktivitas immunomodulator, termasuk
pengambilan CD4+ T Helper cells. Probiotik menginduksi sistem imun, produksi musin,
down regulation dari respon inflamasi, sekresi bahan antimikroba, pengaturan
permeabilitas usus, mencegah perlekatan bakteri patogen pada mukosa, stimulasi
produksi immunoglobulin dan mekanisme probiotik lainnya. 10
Enzim akan memproduksi bakteri asam laktat yang dapat mempengaruhi proses
metabolisme host. Yogurt mempunyai aktivitas laktase yang tinggi, yang dapat membantu
keadaan malabsorbsi laktosa. Selama proses fermentasi susu, secara umum,
mikroorganisme akan menggunakan laktosa sebagai substrat. Hasilnya, konsentrasi
35
laktosa dalam yogurt akan lebih rendah daripada susu yang tidak difermentasi.
Malabsorbsi laktosa dapat mempengaruhi mekanisme diare dengan memproduksi tekanan
osmotic intraluminal sehingga mendorong air dan elektrolit ke dalam lumen usus,
akibatnya karbohidrat yang tidak diabsorbsi dapat menyebabkan kolonisasi bakteri di
usus kecil. 10
Dosis probiotik yang dianjurkan adalah 10 pangkat 7 hingga 10 pangkat 9.
Rekomendasi dari Mitsuoka untuk bakteri Lactobacillus memang sekitar 10 pangkat 6.
Jika kita memberikan kurang dari itu, maka proses keseimbangan tidak tercapai yang
berarti tidak bisa disebut probiotik. Oleh karena itu, preparat probiotik Lactobacillus
umumnya diberikan pada dosis 10 pangkat 7 hingga pangkat 9.
KOMPLIKASI
Sebagai akibat diare akut maupun kronik akan terjadi : 10, 11
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan (input).
Semua akibat diare cair diakibatkan karena kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui
tinja salah satunya adalah dehidrasi. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan volume darah (hipovolemia), kolaps kardiovaskular dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Ada tiga macam dehidrasi :
Dehidrasi isotonik
Ini adalah dehidrasi yang sering terjadi karena diare. Hal ini
terjadi bila kehilangan air dan natrium dalam proporsi yang
sama dengan keadaan normal dan ditemui dalam cairan
ekstraseluler.
Dehidrasi Hipertonik
Beberapa anak yang diare, terutama bayi sering menderita
dehidrasi hipernatremik. Pada keadaan ini didapatkan
kekurangan cairan dan kelebihan natrium. Bila dibandingkan
dengan proporsi yang biasa ditemukan dalam cairan
ekstraseluler dan darah. Ini biasanya akibat dari pemasukan
cairan hipertonik pada saat diare yang tidak di absopsi secara
efisien dan pemasukan air yang tidak cukup.
36
Dehidrasi Hipotonik
Anak dengan diare yang minum air dalam jumlah besar atau
yang mendapat infus 5 % glukosa dalam air, mungkin bisa
menderita hiponatremik. Hal ini terjadi karena air diabsopsi
dari usus sementara kehilangan garam (NaCl) tetap
berlangsung dan menyebabkan kekurangan natrium dan
kelebihan air.
Berdasarkan Jumlah Cairan Yang Hilang :
Tanpa dehidrasi : bila kehilangan cairan < 5% berat badan
Dehidrasi ringan - sedang bila kehilangan cairan diantara 5% -
10% berat badan
Dehidrasi berat bila kehilangan cairan > 10% berat badan
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan sistem WHO
Penilaian A B C
Lihat :
KU
Mata
Air Mata
Mulut dan Lidah
Rasa Haus
Baik, Sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa
Gelisah, Rewel*
Cekung
Tidak ada
Kering
Haus , ingin
banyak minum*
Lesu, Lunglai,
tidak sadar
Sangat cekung
Tidak ada
Sangat kering
Malas minum atau
tidak bisa minum*
Turgor Kembali cepat Lambat * Sangat lambat*
Derajat Dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan
sedang bila ada
tanda* ditambah 1
tanda lain.
Dehidrasi berat
sedang bila ada
tanda* ditambah 1
tanda lain.
Tabel 4. Penentuan dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan
37
Tabel 5. Penentuan dehidrasi berdasarkan MTBS ( Managemen Terpadu Balita Sakit )
Skor Maurice king
Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan sistem Maurice king
Bagian tubuh
yang diperiksa
Nilai Untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma
38
Dehidrasi Ringan
(hilang cairan 2-5%
BB)
Dehidrasi Sedang
(hilang cairan 5-10% BB)
Dehidrasi Berat
(hilang cairan >10% BB)
Gambaran klinis :
- Turgor kurang
- Suara serak
(vox cholerica)
- Pasien belum
jatuh dalam
presyok
- Turgor buruk
- Suara serak
- Pasien jatuh dalam
presyok atau syok
- Nadi cepat
- Napas cepat dan dalam
- Tanda dehidrasi sedang
+kesadaran menurun
(apatis sampai koma),
otot-otot kaku, sianosis
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :Letargis atau tidak sadarMata cekung DEHIDRASI BERATTidak bisa minum atau malas minumCubitan kulit perut kembalinya sangat lambat
Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut :Gelisah, rewel/marah DEHIDRASIMata cekung RINGAN/SEDANGHaus, minum dengan lahapCubitan kulit perut kembalinya lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan TANPA DEHIDRASIsebagai dehidrasi berat atau ringan/sedang
Kekenyalan kulit
Mata
Ubun-ubun besar
Mulut
Denyut nadi /
menit
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120
apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120-140)
atau syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering dan
sianosis
Lemah > 140
Ket : Nilai 0-2 = dehidrasi ringan, nilai 3-6 = dehidrasi sedang, nilai 7-12 =
dehidrasi berat
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)
Terjadi karena :
a) Kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b) Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda
keton tertimbun dalam tubuh.
c) Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan.
d) Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria).
e) Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan, pernafasan
bersifat cepat, teratur dan dalam (pernafasan Kuszmaull)
3. Hipoglikemia
Hal ini terjadi karena :
a) Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu.
b) Adanya gangguan absopsi glukosa (walaupun jarang).
Gejala hipoglikemi akan muncul jika kada glukosa darah menurun sampai 40 mg %
pada bayi dan 50 mg % pada anak-anak. Gejala hipoglikemi tersebut dapat berupa :
lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan Gizi
Hal ini disebabkan :
a) Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan / muntahnya
akan bertambah hebat.
39
b) Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
c) Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsopsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi
darah berupa renjatan (shock) hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan pendarahan dalam otak,
kesadaran menurun (soporokomatosa) dan bila tidak segera ditolong penderita dapat
meninggal.
PENCEGAHAN
1) Penggunaan ASI
Feachem dan koblinsky (1883) telah mengumumkan data penelitian dari 14 negara
mengenai dampak pemberian ASI terhadap morbiditas dan mortalitas dan menyimpulkan
bahwa peningkatan penggunaan ASI akan menurunkan morbiditas sebesar 6-20 % dan
mortalitas 24 – 27 % selama 6 bulan pertama kehidupan. Untuk bayi dan anak balita
penurunan morbiditas sebesar 1-4 % dan mortalitas 8 – 9 %.
2) Perbaikan pola penyapihan
Hal ini disebabkan karena (1) tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri, (2)
rendahnya kadar kalori dan protein, (3) tidak tepatnya pemberian makanan, (4) kurang
sabarnya ibu memberikan makanan secara sedikit-sedikit tetapi sering.
3) Imunisasi campak
Program imunisasi campak mencakup 60 % bayi berumur 9 – 11 bulan, dengan
efektivitas sebesar 85 %, dapat menurun morbiditas diare sebesar 1,8 % dan mortalitas
diare sebesar 13 % pada bayi dan anak balita.
4) Perbaikan higiene perorangan
Amerika serikat menunjukan bahwa kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, dan
sebelum masak dan setelah buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan
morbiditas diare sebesar 14 – 48%.
40
41
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, UNICEF, USAID, John Hopkins Bloomberg Scholl of Public Health.
Implementing the New Recommendations on the Clinical Management of Diarrhoea:
Guidelines for Policy Makers and Programme Managers. 2006. WHO, Library
Cataloguing in Publication Data.
2. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi 1. 2004. Hal.49-52
3. Behram, Kliegman, Arvin. Dalam Nelsom Ilmu Kesehatan Anak. vol2. ed15. EGC:
Jakarta. 2000.hlm 889-93.
4. Scwartz, MW, Lawrence Brown, dkk. 3rd Edition. Clinical Handbook of Pediatric.
2007. p.253-72
5. Shaw, Vanessa, Lawson. Clinical Pediatric Dietetics. 3rd edition. 2001. p.90-112
6. Gary R Strange, William Russel, Robert W. Schafermeyer, dkk. 3rd edition. Pediatric
Emergency Medicine. 2009. p.73-77
7. Surendran S, Rotavirus infection: molecular changes and pathophysiology EXCLI
Journal. 2008;7:154-162
8. Field, M. . Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J. Clin.
Investig. 2003. 931-943
9. Wiku Adisasmito. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic
review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Makara, Kesehatan Juni.
2007; 1-10
10. Cornelius W, Van Niel MD. Probiotics: Not Just For Treatment Anymore.
PEDIATRICS Vol. 115 No. 1 January 2005, pp. 174-7.
11. Walker Smith JA Majasah Pediatric di bidang Gastroenterology Tropis dalam :
Problem Gastroenterologi daerah Tropis, Ed edisi pertama Jakarta 2003: EGC hal
133-41
42