case dggasfAE

44
BAB I PENDAHULUAN Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata yunani yaitu “an” dan esthesia, dan bersama-sama berarti “hilangnya rasa atau hilangnya sensasi, ahli saraf memberi makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada baguan tubuh tertentu Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berpotensi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, sesudah pembedahan. Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran dengan melalui proses obat masuk kedalam pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar jaringan dan yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya pembuluh darah yaitu otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang. Anestesi spinal adalah tindakan anestesi yang banyak digunakan untuk tindakan operasi ekstremitas bawah dan paling sering adalah bedah cesar. Obat anestesi intravema adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena baik untuk tujuan hipnotik, analgetik, atau pelumpuh otot. Setelah berada di dalam vena, obat obatan ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah (sistemik). Obat anestesi yang ideal memiliki sifat : 1) Hipnotik dengan 1

description

WEQFWGWEQdafADSADASvdankamuuuujelekkkkksA

Transcript of case dggasfAE

BAB I

PENDAHULUANAnestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata yunani yaitu an dan esthesia, dan bersama-sama berarti hilangnya rasa atau hilangnya sensasi, ahli saraf memberi makna pada istilah tersebut sebagai kehilangan rasa secara patologis pada baguan tubuh tertentu Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berpotensi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, sesudah pembedahan. Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran dengan melalui proses obat masuk kedalam pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar jaringan dan yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya pembuluh darah yaitu otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang.Anestesi spinal adalah tindakan anestesi yang banyak digunakan untuk tindakan operasi ekstremitas bawah dan paling sering adalah bedah cesar.

Obat anestesi intravema adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena baik untuk tujuan hipnotik, analgetik, atau pelumpuh otot. Setelah berada di dalam vena, obat obatan ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi darah (sistemik). Obat anestesi yang ideal memiliki sifat : 1) Hipnotik dengan onset cepat serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah diberi penyuntikan, 2) analgetik, 3) amnesia, 4) memiliki antagonis, 5) cepat dieliminasi, 6) depresi kardiovaskular dan pernafasan tidak ada atau minimal, 7) farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal terhadap disfungsi organ.

Obat anestesi intravena dapat digolongkan dalam 2 golongan : 1) Obat yang terutama digunakan untuk induksi anestesi, contohnya golongan barbiturat, eugenol dan steroid, 2) obat yang digunakan baik sendiri maupun kombinasi untuk mendapat keadaan seperti pada neuroleptanalgesia, anestesi disosiasi (contohnya : ketamine), sedative (contohnya : diazepam). Dari bermacam-macam obat obat anestesi intravena, hanya beberapa saja yang sering digunakan yaitu : barbiturate, ketamine dan diazepam.BAB II

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas

Nomor Rekam Medis: 728101Nama lengkap: Ny. SUmur: 80 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah TanggaPendidikan: SD

Alamat: Selawi

Status pernikahan: MenikahAgama

: Islam

Ruang rawat/ Kelas

: Kalimaya

Tanggal operasi

: 5 Maret 2015

1.2. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis kepada pasien sendiri, pada tanggal 6 Maret pukul 17:30 WIB. Keluhan Utama

Benjolan pada perut.

Keluhan Tambahan

Mual dan terdapat penurunan berat badan.

Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke RSUD Slamet Garut dengan keluhan terdapat benjolan pada perut sejak 5 bulan SMRS disertai dengan penurunan berat badan 5 kg. Benjolan dirasa semakin membesar dari hari ke hari. Keluhan seperti keluar cairan dari jalan lahir, perdarahan dari jalan lahir tidak ada, BAB dan BAK lancer, tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Pada riwayat kehamilan G10P10A0.

Riwayat Penyakit Dahulu :

OS sebelumnya belum pernah menjalani operasi atau tindakan anestesi apapun. Riwayat alergi obat-obatan atau makanan tertentu disangkal. OS menyangkal mempunyai riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, ginjal maupun hati. Pasien mengaku tidak meminum obat-obatan tertentu secara rutin dalam jangka panjang.

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat diabetes melitus, hipertensi, asma, penyakit jantung dan paru, alergi obat atau makanan tertentu, serta keganasan dalam keluarga disangkal oleh OS. Riwayat kematian anggota keluarga di atas meja operasi juga disangkal.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien mengaku tidak merokok, tidak mengonsumsi alkohol maupun obat-obatan terlarang.1.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran

: Compos Mentis

Status gizi

: TB: 155 cm

BB: 50 kg

Tanda vital

Tekanan darah

: 160/90mmHgNadi

: 76x/menitSuhu

: 36,5 CPernapasan

: 20 x/menit

Status Generalis

Kepala: Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-Leher: KGB tidak teraba membesar

Thorax

Jantung

: BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)Paru

: Suara nafas vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-Abdomen

Inspeksi

: Perut membesar , Cembung

Palpasi

: Fundus uteri sulit dinilai

Masa tumor teraba

Ukuran 37 x 42 x 21 cm

Mobilitas mobile, posisi sentral, konsistensi kistik

Perkusi/Auskultasi: Dullness diseluruh bagian abdomenEkstremitas: Akral hangat pada keempat ekstremitas dan tidak terdapat kelainan pada ekstremitas.

1.4. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan pada tanggal 27 Februari 2015

a. Hematologi

Hemoglobin

: 10,6 g/dL

(N= 12.0 - 16.0) Hematokrit

: 32 %

(N= 35 - 47) Leukosit

: 8.230/mm

(N= 3800 - 10.600) Trombosit

: 274.000/mm

(N= 150.000 - 440.000) Eritrosit

: 3.70 juta/mm(N = 3.6 5.8) Masa Pendarahan/BT: 2 menit

(N = 1-2)

Masa Pembekuan/CT: 9 menit

(N = 5-11)

1.5. Diagnosis Kerja

Suspek Kista Ovarium

1,6 Rencana tindakan Bedah

Histerektomi

1.7 Rencana Tindakan Anastesi

Status fisik pasien: ASA III E

Jenis anastesi

: Anestesi umum

BAB III

LAPORAN ANASTESI

a. Status anestesi

Diagnosa pre operasi : Kista Ovarium Jenis operasi

: Salpingo Ooforektomi Rencana teknik anestesi : Anestesi Umum Status fisik

: ASA III Eb. Keadaan selama pembedahan

Lama operasi

: (Jam 10.45 12.45 WIB)

Lama anestesi

: (Jam 10.30 12.45 WIB)

Jenis anestesi

: Anestesi umum

Posisi

: Supine

Infus

: Gelafusal

Ringer laktat

Transfusi Darah (PRC)

Nacl Medikasi : Propofol 100 mg

Atracurium 30 mg

Fentanyl 150 mg

Dexamethasone 10 mg

As. Tranexamat 1000 mg

Ketorolac 30 mgCairan Masuk : Gelafusal 500 cc

Ringer laktat 500 cc

Transfusi Darah PRC 250 cc

Nacl 500 cc

Perdarahan

: + 1000 ccc. Persiapan Alat

Scoop : laringoscop dan stetoskop Tube : a. Endo Tracheal Tube Pria ukuran : 7, 7.5, 8

Wanita ukuran : 6.5, 7

b. Laryngeal Mask Airway

Airway : mayo Tape : plaster Indrodus : Mandrin Konekektor Sacsion Mesin anastesi Monitor anastesi Sfigmomanometer digital

Oksimeter atau saturasi

Spuit 5 cc dan 3cc Kanul O21. Laringoskop

- Blade lengkung (macintos) biasa digunakan laringoscop dewasa

- Blade lurus, laringoskopi dengan blode lurus (misalnya blade magill).

Biasanya digunakan pada bayi dan anak.

2. Pipa Endotrakeal

Terbuat dari karet atau plastik, pipa plastik yang sekali pakai untuk operasi tertentu, misalnya didaerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa tertekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi. Untuk mencegah kebocoran balon (cuff) pada ujung distal . pada anak-anak pipa endotrakeal tanpa balon. Ukuran laki-laki dewasa berkisar 8,0-9,0 mm, wanita 7,5-8,5 mm. untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm.

3. Pipa orofaring/nasoparing

Alat ini dugunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah.

4. Plester, untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi

5. Stilet atau forcep intubasi

Digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forcep intubasi (magill/digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring

6. Alat penghisap (suction ).digunakan untuk membersihkan jalan napas

7. Persiapan Obat

Pre medikasi: - Analgetik: fentanil Sedativa: propofol Muscle relaxant : atrakurium

Obat emergency: Ephedrine8. Monitoring Saat OperasiJam

(waktu)TindakanTekanan darah

(mmHg)Nadi

(x/menit)

10.25 OS masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.

Infus Gelafusal 160/9076

10.30 Medikasi propofol 100 mg, fentanyl 150 mg, atrakurium 30 mg Pemberian Oksigen 2 liter/menit160/9050

10.45Operasi dimulai- masuk RL

120/6060

11.00- OS masih dalam keadaan di operasi- Medikasi dexametason 10 mg, As.Tranexamat 1000 mg.

120/7060

11.20Masuk PRC 1 labu 140/8060

12.30Masuk Nacl150/80

67

12.45- Operasi selesai

- Pemberian oksigen dihentikan

- Pasien sadar dan dipindahkan ke Recovery Room

140/7070

9. Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 140/70 mmHg, Nadi : 70 x/mPenilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) : Nilai210

KesadaranSadar, orientasi baikDapat dibangunkanTak dapat dibangunkan

WarnaMerah muda (pink) tanpa O2, SaO2 > 92 %Pucat atau kehitaman perlu O2 agar SaO2 > 90%Sianosis dengan O2 SaO2 tetap < 90%

Aktivitas4 ekstremitas bergerak2 ekstremitas bergerakTak ada ekstremitas bergerak

RespirasiDapat napas dalam

BatukNapas dangkal

Sesak napasApnu atau obstruksi

KardiovaskularTekanan darah berubah 20 %Berubah 20-30 %Berubah > 50 %

Total = 10 ( Pasien dapat dipindahkan ke ruangan rawat (bangsal).BAB IVTINJAUAN PUSTAKA1. Pengertian

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah akibat kerusakan (robekan) pembuluh darah. Kehilangan darah bisa disebabkan perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal lebih sulit diidentifikasi. Jika pembuluh darah terluka maka akan segera terjadi kontriksi dinding pembuluh darah sehingga hilangnya darah dapat berkurang. Platelet mulai menempel pada tepi yang kasar sampai terbentuk sumbatan.

2. Jenis perdarahan

Berdasarkan letak keluarnya darah:

a. Perdarahan Luar

Ada 3 macam perdarahan :

1. Perdarahan dari pembuluh rambut (kapiler) Tanda tandanya :

Perdarahan tidak hebat

Keluar perlahan lahan berupa rembesan

Biasanya perdarahan berhenti sendiri walaupun tidak diobati

Mudah untuk menghentikan dengan perawatan luka biasa

2. Perdarahan dari pembuluh darah balik (vena)

Tanda tandanya :

Warna darah merah tua

Pancaran darah tidak begitu hebat dibanding perdarahan arteri

Perdarahan mudah untuk dihentikan dengan cara menekan dan meninggikan anggota badan yang luka lebih tinggi dari jantung.

3. Perdarahan dari pembuluh nadi (arteri) Tanda tandanya :

Warna darah merah muda

Keluar secara memancar sesuai irama jantung

Biasanya perdarahan sukar untuk dihentikan

b. Perdarahan Dalam

Perdarahan dalam adalah perdarahan yang terjadi di dalam rongga dada, rongga tengkorak dan rongga perut. Biasanya tidak tampak darah mengalir keluar, tapi terkadang dapat juga darah keluar melalui lubang hidung, telinga, dan mulut. Penyebab:

Pukulan keras, terbentur hebat

Luka tusuk

Luka tembak

Pecahnya pembuluh darah karena suatu penyakit

Robeknya pembuluh darah akibat terkena ujung tulang yang patah.

Derajat Syok HemoragikKlas I Klas II Klas III Klas IV

Kehilangan dlm % < 15% 15 30% 30 40% > 40%

Kehilangan dlm cc < 750 cc 750 1500 cc 1500 2000 cc > 2000 cc

Frek. Nadi < 100x/m 100x/m 120x/m > 140x/m (tidak teraba)

Sistolik > 110 mmHg > 100 mmHg < 90 mmHg < 90 mmHg

Cap refill Normal Delayed Delayed Delayed

Frek. Nafas 16x/m 16 20 x/m 21 26 x/m > 26 x/m

Kesadaran (mental state) Sadar (anxious) Gelisah (agitated) Kesadaran menurun (confused) Lemah tak bergerak (lethargic)

Derajat Dehidrasi (Kriteria Pierce)

Gejala DefisitRingan (3-5% BB)Sedang (6-8% BB)Berat (>10% BB)

Turgor kulitBerkurangMenurunsangat menurun

LidahNormalLunakkecil keriput

MataNormalCowongsangat cowong

Ubun-ubunNormalCekungsangat cekung

Rasa haus++++++

Nadi kecil lemah sangat kecil

Tensi tak terukur

UrinePekatAnuria

Hal-hal yang perlu dikaji terkait dengan perdarahan yaitu:

1. ABCD

2. Sianosis atau tidak

3. Kulit dingin terutama akral

4. Tekanan darah yang turun

5. Nadi cepat tapi lemah

6. Nafas dalam dan cepat

7. Banyaknya darah yang keluar

8. Kesadaran klien

Pada perdarahan eksternal, jika berlebihan akan terlihat jelas pada pakaian. Jika seseorang menggunakan pakaian yang tebal perdarahan mungkin tidak terlihat. Pemeriksaan harus cepat-cepat memeriksa tubuh pasien dengan membuka pakaian terlebih dahulu, yakinkan bagian-bagian yang terbawah sudah diperiksa. Pakaian yang berlumuran darah dapat digunting sehingga daerah yang terluka dapat diperiksa. Kulit kepala mengandung banyak pembuluh darah, lacerasi kecil pun dapat menyebabkan perdarahan yang hebat.Sedangkan perdarahan internal sukar diidentifikasi. Perdarahan didalam rongga (pneumothorak) bisa menghambat pernafasan dan akan mengakibatkan nyeri dada. Perdarahan pada rongga perut akan menyebabkan kekakuan pada otot abdomen dan nyeri abdomen. Hemoptysis dan hematemisis menunjukkan adanya perdarahan di paru-paru atau perdarahan saluran pencernaan. Shock dapat terjadi pada perdarahan internal dan eksternal yang hebat. Korban dikaji terhadap nadi yang sangat cepat tetapi lemah, pernafasan lambat dan dangkal, kulit dingin, cemas gelisah dan haus. Pupil sama, dapat berdilatasi dan responnya terhadap cahaya sangat lambat.Teknik menghentikan perdarahan

A. Perdarahan luar

1. Langsung pada luka (dengan tangan atau dengan pembalut tekan)

Dengan tangan

Sebaiknya menggunakan kasa steril atau sapu tangan bersih

Balut tekan dengan penekanan pada daerah luka

2. Penekanan pada pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan

Letak pembuluh darah di atas tulang, di bawah kulit. Pada separuh badan terdapat 6 titik dimana pembuluh darah dapat ditekan.

Arteri Temporalis Superficial

Untuk perdarahan pada kulit kepala dan kepala atas. Tempat penekanan : pada pelipis 1 cm depan lubang telinga luar

Arteri Facialis

Untuk perdarahan daerah muka. Tempat penekanan : pada rahang bawah 1 cm depan sendi rahang

Arteri Carotis Communis

Untuk perdarahan daerah leher, kepala, muka. Tempat penekanan : pada sisi leher

Arteri Sub Clavia

Untuk perdarahan seluruh lengan. Tempat penekanan : pada bagian bawah pertengahan tulang selangka

Arteri Brachialis

Untuk perdarahan seluruh lengan. Tempat penekanan : pada bagian dalam lengan atas 5 jari dari ketiak

Arteri Femoralis

Untuk perdarahan seluruh tungkai bawah. Tempat penekanan : pada pertengahan lipat paha.

3. Penekanan dengan torniket

Penekanan menggunakan torniket dilakukan pada:

Perdarahan hebat

Tangan/ kaki putus

Tempat yang baik melakukan pemasangan torniket yaitu pada lengan 5 jari dari ketiak dan pada tungkai 5 jari dari lipat paha

Beberapa hal penting pada pemasangan torniket

Bagian yang dipasang torniket tidak boleh ditutup

Bagian distal ikatan harus terbuka dan harus diawasi

Penderita dengan torniket harus segera dibawa ke RS

Bila terjadi amputasi anggota badan, tutup ujungnya dengan kasa steril, bawa bagian yang putus dalam kantong plastik dengan es menuju RS. 4. Tehnik elevasi

Dilakukan dengan mengangkat bagian yang luka (setelah dibalut) sehingga lebih tinggi dari jantung. Tehnik ini hanya untuk perdarahan didaerah alat gerak saja dan dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung. Tehnik ini tidak dapat digunakan untuk korban dengan kondisi cedera otot rangka dan benda tertancap.5. Tehnik pengkleman

Dilakukan pada pembuluh darah yang agak besar. Sebelum di klem,pastika terlebih dahulu mana pembuluh darah yang menjadi sumber perdarahan. Dapat dilakukan dengan cara meletakkan kassa di tempat luka sehingga darah terserap kemudian diangkat dan diperhatikan dari mana asal perdarahan. Kemudian daerah tersebut dijepit dan diusahakan posisi klem tegak lurus. Ini berguna jika dilakukan ligasi maka ikatan tidak longgar setelah klem dibuka.

6. Tehnik ligasi

Dilakukan bila penjepitan dengan klem masih terjadi perdarahan terutama perdarahan yang besar. Caranya sama dengan klem, namun setelah diklem dilakukan ligasi pada pembuluh darah kemudian klem di buka. Ligasi dapat dilakukan dengan menggunakan chromic cat gut atau plain cat gut dengan ukuran 3,0. Hal yang perlu diperhatikan ligasi dengan cat gut, disimpulkan sekurang-kurangnya 3 kali. Karena semakin lama maka cat gut akan mengembang dan ikatan menjadi longgar apabila hanya sekali atau dua kali.7. Immobilisasi

Bertujuan meminimalkan gerakan anggota tubuh yang luka. Dengan sedikitnya gerakan diharapkan aliran darah kebagian yang luka menurun.

B. Perdaran dalam1. R rest : Diistirahatkan, adalah tindakan pertolongan pertama yang esensial, penting untuk mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.

2. I Ice : Terapi dingin, gunanya mengurangi perdarahan, dan meredakan rasa nyeri.

3. C Compresion : Penakanan atau balut tekan gunanya membantu mengurangi pembengkakan jaringan dan perdarahan lebih lanjut.

4. E Elevation : Peninggian daerah cedera gunanya untuk mencegah statis, mengurangi edema (pembengkakan), dan rasa nyeri.

Tranfusi Darah

Tranfusi darah pada hakekatnya merupakan pemberian darah atau komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lain (resipien), dimana dapat menjadi penyelamat nyawa, tetapi di sisi lain dapat pula berbahaya dengan berbagai komplikasi yang dapat terjadi. Oleh karena itu, pemberian tranfusi hendaknya selalu dilakukan secara rasional dan efisien, yaitu dengan memberikan hanya komponen darah atau derivat plasma yang dibutuhkan saja. Dengan demikian diharapkan manfaat yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan resiko yang mungkin terjadi.

Tes Pre Transfusi

Pemeriksaan alloantibodi mengidentifikasi antibodi yang melawan antigen sel darah merah lain. Spesifisitas alloantibodi ditentukan oleh ada tidaknya antigen yang mengakibatkan aglutinasi.

Uji cocok silang (crossmatch) adalah prosedur yang paling penting dan paling sering dilakukan sebelum tranfusi darah. Secara umum, uji cocok silang terdiri dari serangkaian prosedur yang dilakukan sebelum tranfusi untuk memastikan seleksi darah yang tepat untuk seorang pasien dan untuk mendeteksi antigen ireguler dalam serum resipien yang akan mengurangi atau mempengaruhi ketahanan hidup dari sel darah merah donor setelah tranfusi.

Uji cocok silang ada 2 jenis, yaitu mayor dan minor. Uji silang mayor menguji reaksi antara sel darah merah donor dengan serum resipien, yaitu untuk mendeteksi antibodi resipien yang dapat melisis sel darah merah donor dan menyebabkan reaksi tranfusi hemolitik. Uji silang minor yaitu menguji reaksi antara serum donor dengan sel darah merah resipien. Uji cocok silang mayor dilakukan pada tes pretranfusi, menggunakan metode yang akan menunjukkan antibodi aglutinasi, sensitisasi, dan hemolisis, juga tes antiaglutinin. Sedangkan uji tranfusi silang minor tidak dilakukan pretranfusi karena uji ini dilakukan sebagai tes rutin pada darah donor setelah pengumpulan darah. Kombinasi beberapa prosedur dapat dilakukan untuk melakukan uji cocok silang. Kedua uji tersebut biasa dikerjakan dalam 3 fase, yaitu medium NaCl 0,9%, medium albumin dan Coombs yang keseluruhannya memerlukan waktu 2 jam.

Secara umum, uji cocok silang harus mendeteksi sebagian besar antibodi resipien yang dapat bereaksi dengan sel darah merah donor. Namun permintaan darah dalam keadaan darurat dimana tidak dilakukan uji cocok silang, harus dipertimbangkan kemungkinan besar terjadinya resiko tranfusi. Meskipun demikian, uji cocok silang juga tidak menjamin sel darah donor tetap hidup atau mencegah imunisasi resipien, tidak mendeteksi kesalahan penggolongan ABO, Rh-typing, atau semua antibodi ireguler pada resipien serum.

Syarat transfusi darah

1. KU baik

2. usia 17 65 th

3. BB 50 kg atau lebih

4. tidak demam (temperatur oral < 37 C)

5. frekuensi irama denyut nadi normal

6. TD 50 100/90 180 mmHg

7. tidak lesi kulit yg berat

8. terakhir 8 minggu yg lalu , tidak hamil

9. tidak menderita TBC aktif

10. tidak menderita asma bronkial simptomatik

11. pasca pembedahan (6 bulan setelah operasi besar, luka operasi telah sembuh pada operasi kecil , minimal 3 hari setelah ekstraksi gigi atau pembedahan mulut)

12. tidak ada riwayat kejang

13. tidak ada riwayat perdarahan abnormal

14. tidak menderita penyakit infeksi yang menular melalui darah

KOMPONEN DARAH UNTUK TRANFUSI

Darah Utuh (Whole Blood)

Darah utuh berisi sel darah merah, leukosit, trombosit dan plasma. Satu unit kantong darah utuh/lengkap berisi 450ml darah dan 65 gram hemoglobin. Suhu simpan antara 1-6Celcius. Lama simpan dari darah lengkap ini tergantung dari antikoagulan yang dipakai pada kantong darah. Pada pemakaian sitrat fosfat dextrose (CPD) lama simpan adalah 21 hari, sedangkan dengan CPD adenin (CPDA) lama simpan adalah 35 hari. Menurut cara simpan in vitro, ada 2 jenis darah lengkap, yaitu darah segar dan darah baru. Darah segar merupakan darah yang disimpan sampai 48 jam, sedangkan darah baru adalah darah yang disimpan sampai 5 hari.

Selama penyimpanan dingin, afinitas oksigen darah utuh meningkat seiring dengan penurunan 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) sel darah merah. Baik afinitas oksigen maupun kadar 2,3-difosfogliserat akan kembali normal dalam beberapa jam setelah tranfusi.

Darah lengkap berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu yang bersamaan, misalnya pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25-30% volume darah total. Namun pemberian darah lengkap pada kondisi tersebut hendaklah tidak menjadi pilihan utama, karena pemulihan segera volume darah pasien jauh lebih penting daripada penggantian sel darah merah, sedangkan persiapan darah untuk tranfusi memerlukan waktu. Darah lengkap sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan anemia kronis yang normovolemik atau yang hanya bertujuan meningkatkan sel darah merah.

Pemberian darah utuh disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Pada orang dewasa, satu unit darah lengkap diperkirakan dapat meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-4%.

Pada anak-anak darah lengkap 8ml/kg akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl. Pemberian darah lengkap sebaiknya melalui filter darah dengan kecepatan tetesan tergantung keadaan klinis pasien, namun sebaiknya setiap unitnya diberikan dalam 4 jam.

Sel Darah Merah Pekat (Packed Red blood Cell)

Sel darah merah pekat berisi eritrosit, trombosit, leukosit dan sedikit plasma. Sel darah merah pekat ini didapatkan dengan cara memusingkan darah utuh dan mengeluarkan plasma ke dalam kentong lain, sehingga diperoleh sel darah merah dengan hematokrit sekitar 60-70% dengan volume sel darah merah 200ml. Sel darah merah ini disimpan pada suhu 1-6 Celcius. Apabila menggunakan antikoagulan CPDA, maka masa simpan dari sel darah merah tersebut adalah 35 hari dengan nilai hematokrit 70-80%, sedangkan bila menggunakan antikoagulan CPD maka masa simpan sel darah merah ini sekitar 21 hari. Komponen sel darah merah yang disimpan dalam larutan tambahan (buffer, dextrosa, adenin, manitol) memiliki nilai hematokrit 52-60% dengan masa simpan 42 hari.

Sel darah merah pekat merupakan terapi suportif untuk kehilangan darah praoperasi atau untuk anemia kronis bila terapi definitif tidak tersedia, misalnya pada pasien dengan gagal ginjal atau anemia karena keganasan. Pemberian PRC disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, bukan tergantung pada nilai Hb atau hematokrit. PRC dapat memperbaiki oksigenasi jaringan dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban volume seperti pasien anemia dengan gagal jantung. Sedangkan pemberian PRC juga dapat menyebabkan hipervolemia jika diberikan dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Setiap satu unit sel darah merah pekat pada orang dewasa akan meningkatkan Hb sekitar 1g/dl atau hematokrit 3-4%. Pemberian sel darah ini harus melalui filter darah standar (170u). Penemuan faktor spesifik, eritropoitin manusia rekombinan secara dramatis telah menurunkan penggunaan tranfusi sel darah merah pada pasien penyakit ginjal kronis terminal.Eritropoitin rekombinan juga telah menggantikan tranfusi darah pada pasien tertentu yang menderita kanker, AIDS dan mielodisplasia tergantung tranfusi.

Sel Darah Merah dengan Sedikit leukosit (Packed Red Cell Leukocyte Reduced)

Komponen sel darah merah dan trombosit mengandung leukosit (terutama lymfosit) dalam jumlah yang bervariasi. Reaksi demam sering terjadi pada pasien tersensitisasi yang menerima komponen lebih dari 5 x 10 8 leukosit, dan alloimunisasi terhadap antigen HLA pada limfosit residual dapat terjadi bila dilakukan tranfusi lebih dari 10 6 limfosit. Virus tertentu yang terkait sel, misalnya citomegalovirus dan HTLV-1 dan II ditularkan melalui sejumlah kecil limfosit. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan upaya menciptakan komponen darah seluler dengan jumlah leukosit yang dikurangi atau direduksi. Tindakan pencucian sel menghilangkan sebagian besar plasma, tetapi hanya mengurangi leukosit sekitar 1 log, cukup untuk menghilangkan reaksi demam tetapi tidak dapat mencegah penyulit lain.

Setiap unit sel darah ini mengandung 1-3 x 10 9 leukosit. Sel darah ini dapat diperoleh dengan cara pemutaran, pencucian sel darah merah dengan garam fisiologis, dengan filtrasi atau degliserolisasi sel darah merah yang disimpan beku. Suhu simpannya 1-6 Celcius, sedangkan masa simpan tergantung pada cara pembuatannya. Bila pemisahan leukosit dilakukan dengan memakai kantong ganda (sistem tertutup) masa simpannya sama dengan darah lengkap asalnya, tetapi bila dengan pencucian/filtrasi (sistem terbuka) produk ini harus dipakai secepatnya (dalam 24 jam).

Produk ini dipakai untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pada pasien yang sering mendapat/ tergantung pada tranfusi darah dan pada mereka yang sering mendapat reaksi tranfusi panas yang berulang serta reaksi alergi yang disebabkan oleh protein plasma atau antibodi leukosit. Komponen sel darah ini tidak dapat mencegah terjadinya graft versus host disease (GVHD) sehingga komponen darah yang dapat diandalkan untuk mencegah hal itu adalah bila komponen darah tersebut diradiasi.Sel darah Merah Pekat Cuci (Packed Red Cell Washed)

Sel darah merah yang dicuci dengan normal salin memiliki hematokrit 70-80% dengan volume 180ml. Pencucian dengan salin mebuang hampir seluruh plasma (98%), menurunkan konsentrasi leukosit dan trombosit serta debris. Karena pembuatannya sering dilakukan dengan sistem terbuka, maka komponen ini hanya dapat disimpan dalam 24 jam dalam suhu 1-6 Celcius.

Pada orang dewasa komponen darah ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau alergi yang berulang, dapat pula digunakan pada tranfusi neonatal atau tranfusi intrauteri. Komponen darah ini masih dapat menularkan hepatitis dan infeksi bakteri lainnya. Karena masih mengandung sejumlah kecil leukosit yang viable, komponen ini juga tidak menjamin pencegahan terjadinya GVHD atau infeksi CMV pasca tranfusi. Trombosit Pekat (Concentrat Platelet)

Komponen darah ini berisi trombosit, bebrapa leukosit, sel darah merah serta plasma. Trombosit pekat diperoleh dengan cara pemusingan plasma kaya trombosit dari sebuah unit darah untuk menghasilkan 6 x 10 10 trombosit, atau dengan tromboferesis otomatis untuk menghasilkan sekitar 6 unit semacam itu dari donor individual. Bila disimpan dalam suhu kamar pada wadah yang permiabel gas untuk mempertahankan metabolisme aerobik dan pH, trombosit dapat bertahan hidup selama 5 hari. Satu unit trombosit dapat meningkatkan hitung trombosit dewasa paling sedikit 5000 sel per mikroliter, dan trombosit dapat beredar sekitar seminggu dalam tubuh pasien trombositopenik yang mungkin tidak terimunisasi dan stabil.

Tranfusi trombosit pekat ini diindikasikan bila terjadi trombositopenia berat atau disfungsi trombosit yang disertai perdarahan aktif atau mengancam jiwa. Tranfusi trombosit mengontrol perdarahan pada pasien trombositopenik yang mengalami penekanan pembentukan trombosit, misalnya pada pasien leukemia, kemoterapi, atau radioterapi, atau yang mengalami trombositopenia dilusional setelah tranfusi masif. Tranfusi trombosit kurang efektif bila terjadi destruksi perifer, misalnya terjadi koagulopati konsumsi atau purpura trombositopenik imun (ITP), dan tidak dianjurkan kecuali bila benar-benar mengancam jiwa. Pada kondisi ini, tranfusi trombosit dapat mencegah perdarahan yang potensial fatal sampai penyebab destruksi trombosit dapat diperbaiki.

Penggunaan tranfusi trombosit profilaksis untuk pasien trombositopenik yang stabil masih diperdebatkan. Ambang hitung trombosit ketika terjadi perdarahan akan bervariasi sesuai dengan penyebab trombositopenia dan sesuai dengan derajat disfungsi trombosit. Sebagian besar pasien dengan hitung trombosit sekitar 10.000 sel permikroliter tidak mengalami komplikasi perdarahan spontan. Faktor klinis tertentu yang menyulitkan misalnya sepsis, hitung trodiberikan untuk mempertahankan hitungmbosit yang turun cepat, obat yang mengganggu fungsi trombosit, dan mukositis, dapat meningkatkan risiko perdarahan pada pasien yang mendapat terapi mielosupresif. Dalam keadaan ini, tranfusi trombosit profilaktik sering diberikan untuk mempertahankan hitung trombosit lebih dari 20.000 sel per mikroliter. Pasien yang berada pada keadaan pascaoperasi dan yang mengalami defek kedua pada hemostasis mungkin memerlukan hitung trombosit 50.000 sampai 100.000 sel per mikroliter. Tranfusi trombosit harus dipantau dengan hitung trombosit pada 1 dan 24 jam pasca tranfusi.

Trombosit yang ditranfusikan idealnya berasal dari jenis ABO dan golongan Rh yang sama dengan pasien. Trombosit yang tidak cocok sistem ABO nya dapat menyebabkan peningkatan jumlah trombosit yang lebih rendah dan mjunbgkin berperan dalam menimbulkan refrakteritas trombosit. Apabila digunakan donor golongan O untuk resipien A, B atau AB, plasma donor mjungkin mengandung antibodi yang cukup untuk merusak sebagian sel darah merah resipien. Plasma yang tidak cocok dapat dikurangi untuk infus pediatrik atau bila orang dewasa memerlukan sejumlah besar trombosit donor tunggal. Walaupun trombosit tidak mengekspresikan antigen Rh, sel; darah merah yang ada dapat mensensitisasikan resipien Rh negatif terhadap konsentrat trombosit Rh positif. Pasien dengan Rh negatif harus mendapat trombosit dari donor dengan Rh negatif juga bila mungkin. Tetapi apabila hal tersebut tidk dapat dilakukan, imunisasi Rh dapat dicegah dengan penyuntikan globulin imun Rh. Hal ini sangat penting terutama untuk wanita usia subur.

Pada tranfusi trombosit dapat terjadi reaksi menggigil, panas dan reaksi alergi lain. Antipiretik yang dipilih sebaiknya bukan golongan aspirin, karena dapat menghambat agregasi dan fungsi trombosit. Tranfusi berulang dari tranfusi trombosit dapat menimbulkan alloimunisasi terhadap HLA dan antigen lainnya serta dapat terjadi refrakter yang ditandai dengan tidak meningkatnya jumlah trombosit. Pemberian yang terlalu cepat dapat menimbulkan kelebihan beban serta penularan penyakit dapat terjadi seperti halnya pada tranfusi komponen lain.Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma)

Plasma digunakan untuk mengganti kekurangan faktor koagulasi. Komponen darah ini berisi plasma, semua faktor pembekuan stabil dan labil, komplemen dan protein plasma. Plasma ini dipisahkan dari darah lengkap yang kemudian dibekukan dalam waktu 8 jam setelah pengambilan darah dari donor. Plasma segar beku disimpan pada suhu simpan -18 Celcius atau kurang, dengan masa simpan 1 tahun.

Plasma segar beku dindikasikan untuk pasien dengan gangguan proses pembekuan bila tidak tersedia faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan multipel, antara lain pada penyakit hati dan dilusi koagulopati akibat tranfusi masif. Plasma sebaiknya tidak digunakan untuk mempertahankan ekspansi volume karena risiko penularan penyakit yang tinggi. Komponen darah ini diberikan dalam 6 jam setelah pencairan. Plasma harus cocok golongan ABO nya dengan sel darah merah pasien, dan tidak memerlukan uji cocok silang. Jika plasma diberikan sebagai faktor koagulasi, dosisnya adalah 10-20 ml/kg (4-6 unit untuk orang dewasa) dapat meningkatkan faktor koagulasi 20-30%, serta dapat pula meningkatkan faktor VIII sebesar 2% (1 unit/kg).

KOMPLIKASI TRANFUSI DARAH

Komplikasi tranfusi darah dapat berupa komplikasi imunologi dan non imunologi, sebagai berikut:

Komplikasi imunologi:

1. Aloimunisasi : antigen eritrosit, antigen HLA

2. Reaksi tranfusi hemolitik : segera dan delayed

3. Reaksi febris tranfusi

4. Kerusakan paru akut karena tranfusi

5. Reaksi tranfusi alergi

6. Purpura pasca tranfusi

7. Pengaruh imunosupresi

8. Penyakit graft versus host

Komplikasi non imunologi:

1. Kelebihan/ overload volume

2. Tranfusi masif: metabolik, hipotermi, pengenceran, mikroembolisasi paru

3. Lainnya: plasticizer, hemosiderosis tranfusi

4. Infeksi: hepatitis A,B,C dan lainnya (HIV, virus Epstein Barr, sifilis, parasit malaria,dll)KISTA OVARIUMA. PengertianKista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air, dapat tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam-macam. Kista yang berada dalam maupun permukaan ovarium (indungtelur) disebut kista ovarium atau tumor ovarium.Kista ovarium adalah bentuk atau jenis yang paling sering terjadi pada ovarium yang mempunyai struktur dinding yang tipis, mengandung cairan serosa dan sering terjadi selama masa menopause. Kista ovarium adalah tumor jinak yang diduga timbul dari bagian ovum yangnormalnya menghilang saat menstruasi, asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri atas sel-sel embrional yang tidak berdiferensiasi, kista ini tumbuh lambat dan ditemukan selama pembedahan yang mengandung material sebasea kental berwarna kuning yang timbul dari lapisan kulit. B. Klasifikasi1.Pembagian kista ovarium berdasarkan non neoplastik dan neoplastik yaitu:

a.Non Neoplastik

1)Kista folikel

Gambar 1. Kista folikel

2)Kista korpus luteum

3) Kistatekalutein

4) Kista inklusi germinal

5) Kista endometrium

6) Kista stein-levental

b. Neoplastik

1) Kistoma ovarii simpleks2) Kistadenoma ovarii musinosum

.

Gambar2.Kistadenomaovariimusinosum

3) Kistadenoma ovarii serosum

Gambar 3. Kistadenoma ovarii serosum

4) Kista endometrioid5) KistadermoidGambar 4. Kista dermoid

2.Pembagian kista ovariumberdasarkan lokasi.

a.Kista bebas( pedunculata )1)Gerakan bebas2)Batas jelasb.Kista intraligamentair1)Letaknya diantara 2 ligamentum

2)Gerakan terbatas3)Tampak pembuluh darah yang bersilangan satu sama lain

c.Kista pseudo intraligamentair1)Letaknya di luar ligamentum

2)Gerakannya terbatas, karenaperlekatan (infeksi, metafase)3)Gambaran pembuluh darah biasa.

C. EtiologiSampai sekarang ini penyebab dari Kista Ovarium belum sepenuhnya diketahui, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya gangguan dalam pembentukan estrogen dan dalam mekanisme umpan balik ovarium-hipotalamus.

Beberapa dariliteratur menyebutkan bahwapenyebab terbentuknya kista pada ovarium adalah gagalnya sel telur(folikel) untuk berovulasi. Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan salah satu hormone tersebut bias mempengarui fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel.Yang berbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel gagal mengalami pematangan dan gagal melepaskan sel telur, karena itu terbentuk kista di dalam ovarium.

D. PatofisiologiSetiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.

Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.

E. Tanda dan gejala1. Perut terasa penuh, berat, kembung

2. Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air kecil)

3. Haid tidak teratur

4. Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan yang dapat menyebar ke punggung bawah dan paha.

5. Nyeri sanggama

6. Mual, ingin muntah, atau pengerasan payudara mirip seperti pada saat hamil.

Gejala-gejala berikut memberikan petunjuk diperlukan penanganan kesehatan segera:

1. Nyeri perut yang tajam dan tiba-tiba

2. Nyeri bersamaan dengan demam

3. Rasa ingin muntah

Kista Ovarium

4. Perdarahan ke dalam kista5. Putaran tangkai

6. Infeksi pada tumor7.Robek dinding kista

8.Perubahan keganasan

BAB V

ANALISA KASUS

Seorang wanita berusia 80 tahun datang ke RSUD Dr.Slamet Garut dengan keluhan terdapat benjolan pada perut sejak 5 bulan SMRS , benjolan dirasa membesar dari hari ke hari, keluhan seperti keluar cairan dari jalan lahir, perdaran jalan lahir tidak ada dan BAK lancar. Riwayat operasi sebelumnya disangkal.Operasi dilakukan pada tanggal 5 Maret 2015 pukul 10.50 sedangkan anestesi diberikan pada pukul 10.30 di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr.Slamet Garut. Pada pasien dipilih anestesi umum. Pada pasien diberikan medikasi yaitu Propofol diberikan pada pasien ini karena memiliki efek yang sangat kuat dalam menekan respon jalan napas. Dalam konsentrasi yang lebih rendah dari dosis anestesi, propofol memiliki efek yang dapat mencegah laringospasme selama ekstubasi. Dengan dosis yang digunakan 2-2,5 mg/kgBB dengan onset 30 detik dan durasi 3-5 menit. Fentanil Digunakan sebagai analgesic dengan dosis 1-5 g/kg , onset dalam 30 detik dan durasi 30-60 menit. Muscle relaxant dipilih obat atracurium 0,3-0,6 mg/kg dengan onset kurang dari 3 menit dan durasi 20-35 menit.Untuk menjaga distribusi oksigen ke jaringan maka perlu dilakukan terapi cairan. Setiap 1 mL darah yang hilang digantikan dengan 3 mL cairan kristaloid isotonis seimbang atau 1 mL cairan koloid/darah. Sebelumnya, untuk mengetahui persentase kehilangan darah pada pasien dapat dihitung perkiraan volum darah (EBV) yaitu 60 ml/kg x 50 kg = 3000 ml. Perkiraan besar volum darah yang telah hilang adalah + 1000 ml atau sebanyak 33%. Perhitungan rencana pemberian cairan

BB

: 50 kg

Puasa

: 6 jam

Perdarahan : 1000 cc

Lama operasi : 1 jam

EBV : 60 x 50 = 3000 cc

EBL = 100 cc

Perhitungan perdarahan

EBL/EBV X 100% = 1000/ 3000 x 100 % = 33%

Maintenance

Maintenance

4 cc x 10 = 40 cc

2 cc x 10 = 20 cc

1 cc x 30 = 30 cc

Total maintenance = 90 cc

Puasa = Maintenance x puasa/jam

90 cc x 6 = 540 cc

IWL

Lama Operasi x Derajat operasi X BB

1X 6 X 50 = 300 cc/jam

Suction = 1800cc

Cuci = 1000cc

Kassa = 20 buah = 20 x 10cc = 200 cc

Perdarahan : 1800 1000+ 200= 1000cc

Koloid + Prc = 750

1 : 3 perbandingan kristaloid

Nacl + RL = 700

Koreksi cairan = 1000cc 750cc= 250 x3 = 750cc 700cc = 50 cc

Puasa post op: 17 jam

17 x 90cc = 1530

Kebutuhan cairan

Puasa 6 jam + stress operasi (1jam)+koreksi cairan

540 + 300 + 50 = 890ccInstruksi Post operasi

Puasa post op + kebutuhan cairan

1530 + 890 cc = 2420/17 jam

= 2420/17 = 142,4/jam

= 142,4/ 3 = 47,5 gtt/ menit

DAFTAR PUSTAKA1. Soenarjo, Sp. An. Djatmiko, H, Sp. An. 2010. Anestesiologi. FK UNDIP

2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2010

3. Omoigui, S. 2010. Obat-obatan Anastesia. EGC : Jakarta

4. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Departemen Anestesiologi dan Intensive Care FKUI. Jakarta: 2012.

5. Mangku G, Senapathi Tjokorda GA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: 2010

6. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2012 7. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical anesthesiology. 2nd ed. Stamford:A LANGEmedical book; 1996. 834.

27