Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

18
Tugas Ujian Case Detection Rate dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru Oleh: Adhitya Fajar Prasetya I1A006072 Pembimbing: dr. Meitria Syahadatina Noor, MKes

Transcript of Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

Page 1: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

Tugas Ujian

Case Detection Rate dalam Penemuan Pasien Baru

Tuberkulosis Paru

Oleh:

Adhitya Fajar Prasetya

I1A006072

Pembimbing:

dr. Meitria Syahadatina Noor, MKes

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

Juli 2013

Page 2: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5

BAB III PENUTUP...............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

2

Page 3: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit penting yang menyerang saluran pernafasan adalah

tuberkulosis paru. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang sudah sangat

tua, bahkan lebih tua daripada sejarah manusia. Gambaran adanya TBC telah

ditemukan dari gambar relief dinding piramida Mesir kuno yang menggambarkan

manusia bongkoq dengan gambaran gibbus, yang kemungkinan besar karena

spondilitis TBC. Kemudian, terbukti ditemukan kuman Mycobacterium

tuberculosis pada sebagian mumi Mesir, sehingga sejarah kuman TBC lebih tua

daripada sejarah Mesir kuno. Pada penelitian artefak purba, ditemukan jejak

kuman TBC, dan pada sebagian fosil dinosaurus juga ditemukan kuman TBC.

Hingga kini, TBC masih tetap merupakan masalah kesehatan dan justru

semakin berbahaya, sehingga disebut sebagai reemerging disease. Sepanjang

dasawarsa terakhir abad ke-20, jumlah kasus baru TBC meningkat di seluruh

dunia, dengan 95% kasus terjadi di negara berkembang. Di Indonesia, TBC juga

masih merupakan salah satu masalah yang utama. Bahkan, secara global,

Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanyak di

dunia.

Program Penanggulangan TBC paru di Indonesia, sejak tahun 1995

dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observered Treatment Shortcourse

chemotherapy) yang direkomendasikan WHO, dan terbukti sebagai strategi efektif

(cost-effective) dan menguntungkan (cost-benefit). Hal ini ditunjukkan dari

3

Page 4: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

adanya penurunan tingkat insidensi dari 128/100.000 pada tahun 1999 menjadi

107/100.000 pada tahun 2005, dan setiap dolar yang digunakan untuk membiayai

program penanggulangan TBC, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20

tahun. Oleh karena itu integrasi strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan

dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya.

Keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan TBC diukur dari

pencapaian angka penemuan penderita TBC (Case Detection Rate = CDR), angka

kesembuhan penderita (cure rate) dan angka sukses pengobatan. Indikator

keberhasilan program penanggulangan TBC adalah (1) persentase kabupaten/kota

dengan CDR TB 70% sebesar 30% (2005); 51% (2006); dan 63% (2007) (2)

persentase kabupaten/ kota dengan angka kesembuhan paru di atas 85% sebesar

60% (2005); 74% (2006) dan 86% (2007).

4

Page 5: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat

lama dikenal manusia. TBC diduga berhubungan dengan lungkungan yang padat.

Penyakti ini disebabkan oleh basil tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis),

yang merupakan bakteri tahan asam.

Walaupun pengobatan TBC yang efektif sudah tersedia, sampai saat ini

TBC masih menjadi masalah kesehatan dunia, di mana kurang lebih 13

penduduk

dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia adalah Negara

dengan prevalensi TBC tertinggi ketiga dunia setelah Tiongkoq dan India.

Diperkirakan, kasus TBC di Indonesia pada tahun 1996 sebesar 591.000 kasus.

Telah diketahui bahwa terjadi peningkatan prevalensi TBC kasus BTA positif dari

4,05 per 100000 pada tahun 2001 enjadi 9,68 per 100000 penduduk tahun 2006.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian TBC antara lain adalah

status ekonomi dan keadaan sosial yang rendah berkaitan erat dengan berbagai

masalah kesehatan. Keadaan malnutrisi juga akan mempengaruhi daya tahan

tubuh, sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TBC paru. Latar belakang

pendidikan juga mempengaruhi penyebaran penyakit menular, khususnya TBC.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa semakin rendah latar

5

Page 6: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

belakang pendidikan, kecenterungan terjadi kasus TBC semakin meningkat. Hal

ini merupakan faktor terpenting dari kejadian TBC.

Penularan biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nukleus

yang mengandung basil TBC. Basil TBC dapat langsung menyebabkan penyakit

atau hidup dorman dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TBC aktif

bertahun-tahun kemudian. Selain itu, perluasan penyakit ini dapat terjadi di

jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi endobronkus, pleuritis, dan dapat

menyebar secara bertahap, sehingga timbul klesi di organ-organ lainnya atau TBC

milier.

Gejala utama pasien TBC paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari sebulan. Mengingat prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih tinggi,

setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut di atas harus dianggap

sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopik langsung.

Diagnosis TBC paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis

dan radiologis saja. Dalam mendiagnosis TBC paru, sebaiknya dicantumkan

status klinis, bakteriologis, radiologis, dan kemoterapi.

B. Penemuan pasien

Kegiatan penemuan pasien terdiri atas penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Strategi penemuan:

6

Page 7: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

1. Penemuan pasien TBC dilakukan secara pasif dengan promosi aktif

didukung dengan penyuluhan secara aktif untuk meningkatkan cakupan

penemuan tersangka pasien TBC.

2. Pemeriksaan terhadap kontak pasien TBC

3. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak efektif secara

biaya.

Mengingat prevalensi TBC di Indonesia saat ini masih tinggi, setiap orang

yang datang ke UPK dengan gejala TBC harus dianggap sebagai seorang

tersangka (suspek) pasien TBC, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak

untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak

yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu-pagi-

sewaktu (SPS).

Berikut adalah tipe-tipe pasien TBC:

1. Kasus baru: pasien yang belum pernah diobati dengan obat anti-

tuberkulosis atau sudah pernah menelan OAT kurang dari sebulan (4

minggu).

2. Kasus kambuh (relaps): pasien TBC yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, didiagnosis kembali sebagai BTA positif (apusan atau kultur).

7

Page 8: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

3. Kasus setelah putus berobat (default): pasien yang hasil pemeriksaan

dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau

lebih selama pengobatan.

4. Kasus pindahan (transfer): pasien yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register TBC ke UPK lainnya untuk melanjutkan pengobatannya.

5. Kasus lain: semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam

kelompok ini termasuk kasus kronis, yakni pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai pengobatan ulangan.

C. Case Detection Rate

Evaluasi program TBC dapat diartikan sebagai suatu proses yang

memungkinkan administrator mengetahui hasil programnya dengan menilai

perubahan-perubahan dalam hal indikator–indikator status kesehatan. Indikator

nasional yang digunakan untuk memantau pencapaian target program

penanggulangan TBC (DOTS) mengacu pada 7 faktor. Salah satu faktor tersebut

adalah Case Detection Rate, yakni persentase jumlah pasien baru BTA positif

yang ditemukan dan diobati dibandingkan jumlah pasien baru BTA positif yang

diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan

cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut.

Rumus:

Jumlah pasien baru TB BTA positif yang dilaporkan x100%Perkiraan jumlah (insidensi) pasien baru TB BTA Positif

Angka perkiraan nasional penderita baru BTA positif adalah 130/100000

penduduk (100-200 per 100000 penduduk). Target CDR Program

8

Page 9: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

Penanggulangan TB Nasional adalah 70% pada tahun 2007, dan tetap

dipertahankan pada tahun-tahun selanjutnya.

Meskipun telah ada penetapan, target CDR adakalanya masih di bawah

angka tersebut di daerah-daerah tertentu. Hal-hal yang dapat menyebabkannya

adalah:

a. Masih banyak kasus TB yang belum diobati dan tidak terdeteksinya penyakit

TB sehingga penularan menjadi cepat dan penyakitnya bisa muncul sewaktu-

waktu dan bisa menular kepada orang lain, misalnya ditularkan lewat mulut

yang tidak ditutup pada saat batuk. Hal ini sesuai laporan Iseman yang

menyebutkan salah satu tantangan bahwa TB sulit dikendalikan adalah

masalah penemuan penderita sehingga menjadi masalah dalam program

penanggulangan TB. Keadaan ini akan berdampak terhadap terjadinya

keterlambatan dalam pelaksanaan TB. Dikatakan bahwa satu orang penderita

TB yang infeksius dan tidak diobati akan menularkan 10-15 orang setiap

tahunnya.

b. Penderita TB tidak berobat karena kurangnya pengetahuan dan informasi

tentang penyakit TB.

c. Pasien TB seringkali merasa malu atau minder apabila diketahui sebagai

penderita tuberkulosis, karena penyakit ini menular.

d. Masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang TBC, sehingga

masyarakat kurang peduli.

e. Kurangnya kesadaran pada tersangka penderita TB dan keluarga suspek TB

untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.

9

Page 10: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

f. Tersangka penderita TB tidak bisa mengeluarkan dahak, karena kurang

memahami cara pengambilan sputum atau dahak yang benar.

g. Belum semua petugas Puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan desa)

mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB.

h. Pasien dengan keluhan batuk (kemungkinan TB) kadang didiagnosis selain

TB/ ISPA tanpa digali riwayat batuknya lebih dalam, dan masih ada

masyarakat yang berobat tidak ke Puskesmas setempat (misalnya: BP4, RS

swasta, perawat, bidan).

i. LSM yang terlibat dalam TBC masih terbatas dan pelaksanaan surveilans TBC

belum optimal.

j. Dukungan pendanaan dari pemerintah daerah kabupaten/ kota masih rendah

sehingga promosi kesehatan tentang TBC di masyarakat masih kurang.

Pada umumnya pengetahuan masyarakat dan kader posyandu masih

kurang dan hal ini dengan sendirinya berdampak pada peran serta mereka dalam

upaya penemuan penderita TBC juga kurang, serta terdapat kekurangan sarana

keamanan kerja laboratorium yang berisiko terhadap penularan penyakit TBC

kepada petugas dan kurangnya peran serta petugas kesehatan dalam melakukan

promosi kesehatan yang berdampak pada rendahnya angka penemuan penderita

TBC.

Peran Pemda Kabupaten/Kota, dan Provinsi dalam menemukan kasus baru

TB sangat penting, sebagai penentu keberhasilan Pengendalian TB di Indonesia.

Kebijakan penemuan kasus dapat dimulai melalui kader, untuk aktif melihat orang

yang memiliki gejala TB. Masyarakat pun harus aktif melihat dan melaporkan

10

Page 11: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

orang di sekelilingnya yang menunjukkan gejala, selain meningkatkan penemuan

kasus TB, terobosan baru diantaranya, inovasi dalam pemeriksaan juga perlu

dilakukan tidak hanya lewat pemeriksaan dahak, tetapi misalnya ada pemeriksaan

TB lewat darah.

Faktor-faktor yang berperan dalam upaya pencapaian cakupan CDR dalam

program TBC adalah faktor dari dalam diri individu dan faktor di luar diri

individu. Faktor dalam diri individu meliputi umur, motivasi, persepsi,

pendidikan, kemampuan petugas yang mencakup pengetahuan dan keterampilan,

serta lama kerja. Sedangkan faktor di luar individu meliputi komitmen kepala

puskesmas, beban kerja petugas, insentif bagi petugas, sumber daya atau sarana

penunjang dan kondisi geografis. Kemampuan yang meliputi pengetahuan dan

keterampilan dari petugas yang terkait langsung dalam pelaksanaan program TBC

di puskesmas adalah hal yang menentukan keberhasilan program. Dari beberapa

faktor di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan peran petugas TBC

didukung oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan motivasi.

11

Page 12: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis merupakan sebuah penyakit infeksi paru-paru, yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TBC saat ini masih merupakan

masalah kesehatan yang serius di dunia, dan disebut sebagai re-emerging disease.

Sejak tahun 1995, program penanggulangan TBC dilaksanakan dengan metode

DOTS, yang membutuhkan berbagai macam indikator untuk pemantauan program

tersebut. Salah satunya adalah Case Detection Rate, yang persentase jumlah

pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibandingkan jumlah pasien

baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Target CDR

adalah 70% pada tahun 2007, dan tetap dipertahankan pada tahun-tahun

berikutnya.

12

Page 13: Case Detection Rate Dalam Penemuan Pasien Baru Tuberkulosis Paru

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2.

Direktur Gerdunas TBC. 2005. Gerakan Terpadu Nasional (Gerdunas) TBC: Kongres Nasional TBC I.

Hilaliah R. 2010. Analisis Faktor Risiko Kejadian Penyakit Tuberkulosis pada Anak di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2002. Tuberkulosis: Pedoman, Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI.

Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. 2008. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI.

13