Case An Fikri (CP+Epilepsi Sekunder+ Pneumonia Orthostatik).doc
Case CAP Pneumonia
-
Upload
satrio-gandhi -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of Case CAP Pneumonia
LAPORAN KASUS
COMMUNITY ACQUIRED PNEUMONIA DENGAN PENEBALAN PLEURA
(PLEUROPNEUMONIA)
Disusun Oleh :
Fransiska Kartika
030.11.108
Pembimbing :
Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE 25 JUNI – 2 AGUSTUS 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR
Nama Koass : Fransiska Kartika
NIM : 030.11.108
Pembimbing : Dr. Sukaenah BT Shebubakar, Sp.P.
I. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM :
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia : tahun
Alamat :
Pekerjaan :
Status Pernikahan : Menikah
Ruang Perawatan :
Tanggal Masuk :
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien sendiri pada hari Kamis, 28
Agustus 2014 di ruang perawatan lantai 5 Barat RSUD Budhi Asih.
1. Keluhan Utama :
Batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
1
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan utama batuk sejak 1 minggu SMRS. Batuk yang
dirasakan pasien terkadang mengeluarkan dahak berwarna putih berbusa dengan
konsistensi kental seperti lendir, namun tidak terdapat darah. Batuk terjadi terutama
saat malam hari sehingga mengganggu waktu tidur pasien. Sebelumnya, pasien
mengaku sudah pernah batuk-batuk juga ± 3 minggu yang lalu SMRS, sudah berobat
ke klinik dan minum obat, lalu sembuh, namun 1 minggu yang lalu SMRS timbul
batuk-batuk lagi.
Batuk yang timbul 1 minggu SMRS tersebut disertai juga dengan demam secara
bersamaan. Demam dirasakan hilang timbul disertai rasa panas dingin dan
menggigil. Pasien mengaku demam timbul terutama saat batuk-batuk di malam hari.
Demam yang terjadi naik turun dan dapat mencapai suhu yang cukup tinggi, pernah
paling tinggi mencapai suhu 40oC, namun saat turun pernah mencapai suhu normal.
Selain batuk dan demam, pasien juga merasa pusing, mual, dan napsu makannya
agak menurun, kadang-kadang disertai dengan sesak napas. Pasien mengaku pernah
menjalani pengobatan paru selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh pada tahun
2008. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, mencret-mencret, kembung, sakit
perut, ataupun penurunan berat badan yang drastis. BAB dan BAK pasien lancar,
tidak terdapat masalah. Riwayat bepergian ke luar negeri dalam 10 hari terakhir ini
disangkal oleh pasien, namun ± 3 minggu SMRS pasien sempat pulang ke
kampungnya di Jombang dan menetap beberapa hari di sana.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma, hipertensi, serta kencing manis disangkal oleh pasien. Riwayat TB
(+).
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat asma, hipertensi, kencing manis, keganasan, serta riwayat alergi dalam
anggota keluarga pasien disangkal.
2
5. Riwayat Kehidupan Pribadi, Sosial, dan Kebiasaan :
Pasien adalah seorang wiraswasta yang membuka warung kecil di rumahnya. Pasien
tidak merokok dan tidak memiliki riwayat minum minuman beralkohol.
6. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah minum obat batuk dari klinik 3 minggu yang lalu, sempat sembuh
namun 1 minggu SMRS timbul batuk-batuk lagi disertai demam. Pasien juga sudah
pernah menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan dan sudah dinyatakan sembuh
oleh dokter pada tahun 2008.
7. Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat ataupun jenis makanan tertentu disangkal oleh pasien.
8. Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal di rumah padat penduduk, pencahayaan baik tidak perlu memakai
lampu pada pagi hari, ventilasi cukup baik.
9. Anamnesis menurut sistem :
Umum : lemas, demam.
Kulit : tidak ada keluhan.
Kepala : pusing. Mata, telinga, hidung, mulut, tenggorokan tidak ada keluhan.
Leher : tidak ada keluhan.
Dada : batuk berdahak, sesak napas.
Abdomen : mual-muntah, napsu makan menurun.
Saluran kemih : tidak ada keluhan.
Genital : tidak ada keluhan.
Ekstremitas : tidak ada keluhan.
III. PEMERIKSAAN FISIK (28/8/14)
Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos mentis
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesan gizi : Gizi lebih
3
T anda-tanda V ital :
- TD : 90/70 mmHg
- N : 100 x/menit (isi cukup, reguler, simetris kiri-kanan)
- RR : 20 x/menit
- S : 39 oC
- Antropometri : BB : 59 kg, TB : 153 cm BMI : 25,2 (gizi lebih)
Status Generalis :
KULIT
Warna kulit sawo matang, pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, efloresensi
bermakna (-).
KEPALA
Normochepali, deformitas (-), rambut : hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflex cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+), ptosis (-), palpebra oedem (-).
Telinga : Normotia, nyeri tarik/ nyeri tekan (-/-), liang telinga lapang (+/+), serumen (-/-)
Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasi lapang (+/+)
Mulut : sianosis (-), bibir dan mukosa mulut tidak kering, tidak ada efloresensi yang
bermakna, oral hygine baik, uvula letak di tengah, tidak hiperemis, arkus faring tidak
hiperemis dan tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.
LEHER
Inspeksi : KGB dan kelenjar tiroid tidak tampak membesar
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
JVP : 5+2 cmH2O
4
THORAKS
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris, tidak
tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun
horizontal, retraksi otot-otot pernapasan (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan. Ictus cordis teraba setinggi ICS 5 ± 1 cm
dari garis midclavicula kiri.
Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
- batas paru dengan hepar : setinggi ICS 5 linea midclavicula kanan dengan suara
redup
- batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3 hingga 5 linea sternalis kanan
dengan suara redup
- batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS 5, 1 cm linea midclavicula kiri
dengan suara redup
- batas atas jantung : setinggi ICS 3 linea parasternal kiri dengan suara redup
Auskultasi :
- Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-) gallop (-).
- Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-).
ABDOMEN
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, smiling umbilicus (-), hernia
umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider naevi (-).
Auskultasi : BU (+) normal.
Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-).
Palpasi : Tidak teraba massa , defence muscular (-), NTE (-). Hepar, lien tidak teraba
membesar, ballotement (-).
5
EKSTREMITAS
Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem (-) pada keempat
ekstremitas, palmar eritema (-/-).
Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium (27/8/14)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Leukosit 17.2 ribu/uL 3.6 – 11
Eritrosit 3.9 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 11.4 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 33 % 35 – 47
Trombosit 328 ribu/uL 150 – 440
MCV 84 fL 80 – 100
MCH 29.3 pg 26 – 43
MCHC 34.8 g/dL 32 – 36
RDW 12.9 % < 14
Pemeriksaan laboratorium (28/8/14)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
KIMIA KLINIK HATI
AST/SGOT 91 mU/dL < 27
ALT/SGPT 107 mU/dL < 34
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa darah jam 16.00 212 mg/dL < 110
GINJAL
Ureum 13 mg/dL 13 – 43
Kreatinin 0.69 mg/dL < 1.1
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 133 mmol/L 135 – 155
6
Kalium (K) 3.1 mmol/L 3.6 – 5.5
Klorida (Cl) 97 mmol/L 98 – 109
Pemeriksaan laboratorium (29/8/14)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa darah jam 16.00 103 mg/dL < 110
Pemeriksaan laboratorium (30/8/14)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb-A1c 6.4 % < 6.5 = baik
6.5 – 8 = sedang
> 8 = buruk
Glukosa darah jam 06.00 113 mg/dL < 110
Glukosa darah jam 09.00 123 mg/dL < 110
Pemeriksaan laboratorium (1/9/14)
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI
(Sediaan BTA 3x sputum)HASIL NILAI NORMAL
BTA 1 Negatif Negatif
BTA 2 Negatif Negatif
Catatan : BTA 3 tidak ada
Pemeriksaan laboratorium (2/9/14)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Leukosit 11.6 ribu/uL 3.6 – 11
Eritrosit 3.7 juta/uL 3.8 – 5.2
Hemoglobin 10.1 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 31 % 35 – 47
Trombosit 515 ribu/uL 150 – 440
MCV 82.9 fL 80 – 100
7
MCH 27.4 Pg 26 – 43
MCHC 33.1 g/dL 32 – 36
RDW 11.8 % < 14
Eosinofil 174 103/uL 50 – 300
Pemeriksaan Spirometri (2/9/14)
Pre bronkodilator
Actual Prediksi %
VC 3.15 3.10 102
TV 2.10
IRV 0.89
ERV 0.17
IC 2.99
FVC 1.37 3.13 44
FEV1 1.37 2.72 50
FEV1% 100
PEFR 4.01 6.44 62
Post bronkodilator
Actual Prediksi %
VC 2.77 3.10 90
TV 1.89
IRV 0.67
ERV 0.22
IC 2.56
FVC 1.45 3.13 46
FEV1 1.45 2.72 53
FEV1% 100
PEFR 3.81 6.44 59
Kesan pemeriksaan spirometri : Normal
8
Pemeriksaan Foto Rontgen Thoraks PA (27/8/14)
Interpretasi :
CTR < 50%
Terdapat bercak-bercak kesuraman mengawan (konsolidasi) di basal paru kanan
Terdapat penebalan pleura
Kesan : Pleuropneumonia
V. RINGKASAN
Pasien seorang perempuan berusia 29 tahun datang ke RSUD Budhi Asih dengan keluhan
batuk berdahak putih kental sejak 1 minggu SMRS. Batuk disertai dengan demam
menggigil yang hilang timbul dan bisa mencapai suhu 40oC. Pasien juga merasa pusing,
9
mual, kadang disertai sesak napas dan napsu makannya agak menurun. Riwayat OAT 6
bulan (+) dan sudah dinyatakan sembuh tahun 2008. Hasil pemeriksaan laboratorium :
leukosit 17.2 ribu/uL (leukositosis), Hb 11.4 g/dL, Ht 33 %, SGOT/PT : 91/107 mU/dL,
GDS 212103113123 mg/dL, Hb-A1c 6.4 %. Na 133 mmol/L, K 3.1 mmol/L, Cl
9.7 mmol/L. BTA sputum (-). Hasil spirometri dalam batas normal. Eosinofil normal.
Dari hasil foto rontgen thoraks didapatkan kesan pneumonia dengan penebalan pleura
(pleuropneumonia).
VI. DAFTAR MASALAH
1. Community acquired pneumonia (CAP)
2. Penebalan pleura
3. DD : Severe acute respiratory infection (SARI)
VII. ANALISA MASALAH
1. CAP
Pada kasus ini, community acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas
dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, yaitu adanya demam dengan suhu
tubuh ≥ 38 oC disertai menggigil, batuk berdahak dengan dahak mukoid berwarna
putih, dan sesak napas. Semua keluhan tersebut sudah dirasakan pasien sebelum
pasien dirawat di rumah sakit (1 minggu SMRS). Pada pemeriksaan fisik juga
didapatkan suhu yang ≥ 38 oC bahkan pernah mencapai suhu 40 oC. Pada
pemeriksaan penunjang juga didapatkan data yang mendukung, yaitu pemeriksaan
darah dimana hitung jumlah leukosit pada pasien ini > 10.000/uL (17.000/uL saat
pertama masuk) dan pada foto thoraks didapatkan gambaran konsolidasi pada bagian
basal paru kanan disertai penebalan pleura.
2. Penebalan pleura
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan hasil gambaran rontgen thoraks.
3. SARI
Pada pasien ini, juga dipikirkan diagnosis banding yaitu severe acute respiratory
infection (SARI), karena ada beberapa gejala pada pasien yang masuk dalam kriteria
10
SARI, yaitu demam > 38 oC disertai dengan batuk-batuk yang terjadi secara akut (<
10 hari) atau kronis eksaserbasi akut, kesulitan bernafas, dan hasil pemeriksaan
radiologik yang menunjukkan adanya konsolidasi (pneumonia). Namun menurut
keterangan dari pasien, ia tidak pernah bepergian ke negara-negara endemis SARI
seperti Arab dan sekitarnya dalam 10 hari terakhir.
VIII. RENCANA DIAGNOSTIK
1. Hematologi lengkap + LED
2. Foto thoraks PA
3. Analisa gas darah dan elektrolit
4. Sputum gram, bila perlu dilakukan kultur sputum
5. CRP
6. Pemeriksaan gula darah (atas indikasi)
IX. PENATALAKSANAAN
- Farmakologis
- IVFD NaCl + KCl / 8 jam
- Ampicilin sulbactam (pycin) 2 x 1 gr
- Lefofloxacin 1 x 750 mg
- Lasal syr 3 x ½ Cth
- BK III 3 x 1
- Ambroxol syr 3 x 1
- Paracetamol 3 x 1
- Bisolvon 2 x 1
- Aspar K 3 x 1
- Vistein 2 x 1
- Hidonal drip 2 x 100 mg
- Zystic 1 x 500 mg
- Inhalasi Combiven + Flexotide 4 x 1
- Non-farmakologis
- Istirahat yang cukup (bed rest)
11
- Intake nutrisi yang adekuat
- Posisi kepala dengan tempat tidur diatur ± 30 derajat, posisi miring kanan miring
kiri
X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP HARIAN
Tgl Subjektif Objektif Analisis Perencanaan
28/8/14 - Demam &
batuk-batuk
- Kepala
pusing
- Kesadaran
CM
- TD 110/70
mmHg
- N 80 x/m
- RR 20 x/m
- S 38 C
- CA -/- SI -/-
- Pulmo : SN
ves +/+, Rh
-/-, Wh -/-
- Cor : S1&2
reguler, M -,
G –
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas :
akral hangat
+/+/+/+,
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- IVFD RD :
NaCl (2 : 1) +
lasal 2cc/ 12
jam
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
12
edema -/-/-/-
- Lab (27/8) :
leuko 17,2
rb/ uL . Hb
11,4 g/dL. Ht
33 %
29/8/14 - Semalam tak
bisa tidur
karena batuk-
batuk, demam
menggigil, &
muntah-
muntah
- Kesadaran
CM
- TD 100/60
mmHg
- N 112 x/m
- RR 22 x/m
- S 39,1 C
- CA -/- SI
-/-
- Pulmo : SN
ves +/+, Rh
-/-, Wh -/-
- Cor : S1&2
reguler, M
-, G –
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema
-/-/-/-
- Lab (28/8) :
SGOT/PT
91/107,
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- Suspek DMT 2
- IVFD RD :
NaCl (2 : 1)
+ lasal 2cc/
12 jam
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol
syr 3x1
- Pct 3x1 k/p
- (cek HBA1C
& GDNPP)
13
GDS 212,
Na 133, K
31, Cl 97
30/8/14 - Batuk
berdahak
putih kentel
seperti
lendir
malam hari
- Tenggoroka
n gatal
- Batuk +
demam,
mata panas,
kadang
muntah isi
makanan
- Kalau
tiduran,
batuk-batuk
- Kesadaran
CM
- TD 90/60
mmHg
- N 76 x/m
- RR 21 x/m
- S 37,9 C
- CA -/- SI
-/-
- Pulmo : SN
ves +/+, Rh
-/-, Wh -/-
- Cor : S1&2
reguler, M -,
G-
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema -/-/-/-
- Lab (29/8) :
GDS 103
Normal
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- IVFD NaCl +
KCl/ 8 jam
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Levofloxacin
1x750
- (cek BTA
sputum)
1/9/14 - Batuk + tapi
sudah lebih
baik
- Kesadaran
CM
- TD 100/70
mmHg
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- IVFD NaCl +
KCl/ 8 jam
- Ampisilin
sulbactam
14
- N 80 x/m
- RR 20 x/m
- S 36 C N
- CA -/- SI
-/-
- Pulmo : SN
ves +/+, Rh
-/-, Wh -/-
- Cor : S1&2
reguler, M
-, G –
- Abdomen :
supel, datar,
NT -, BU +
Normal
- Ekstremitas
: akral
hangat
+/+/+/+,
edema
-/-/-/-
- Lab (30/8) :
HbA1c
6.4% N.
GDS 113
123
- DD : SARI (pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Levofloxacin
1x750 stop
- Zystic 1x500
- Inhalasi
combiven +
flexotide 4x1
2/9/14 Batuk + - TD 100/60
- N 90
- S 38
- RR 20
- Status
generalis
dbn
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- IVFD NaCl +
KCl/ 8 jam
stop
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
15
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Zystic 1x500
- Inhalasi
combiven +
flexotide 4x1
- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (cek
spirometri &
eosinofil)
3/9/14 - TD 100/70
- N 88
- S 36,6
- RR 19
- Status
generalis
dbn
- Lab (2/9) :
leuko 11,6
rb/ uL, eri
3,7 jt. Hb
10,1 g/dL,
Ht 31 %.
Eosinofil
174 x 103
N
- Pleuropneumonia
- CAP
- Penebalan pleura
- DD : SARI
- Ampisilin
sulbactam
(pycin) 2x1gr
- BK III 3x1
- Ambroxol syr
3x1
- Pct 3x1 k/p
- Bisolvon 2x1
- Aspar K 3x1
- Vistein 2x1
- Hidonal drip
2x100
- Zystic 1x500
- Inhalasi
combiven +
flexotide 4x1
16
- Lasal syr
3x1/2 Cth
- (BLPL)
17
TINJAUAN PUSTAKA
PNEUMONIA KOMUNITAS (CAP)
DEFINISI
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
18
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.
PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised
19
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a.Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c.Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b.Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c.Pneumonia interstisial
DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
a.Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40oC, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b.Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
20
2. Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b.Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
PENGOBATAN
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi :
• Efusi pleura.
• Empiema.
• Abses Paru.
21
• Pneumotoraks.
• Gagal napas.
• Sepsis
PNEUMONIA KOMUNITI
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
1. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
o Klebsiella pneumoniae 45,18%
o Streptococcus pneumoniae 14,04%
o Streptococcus viridans 9,21%
o Staphylococcus aureus 9%
o Pseudomonas aeruginosa 8,56%
o Steptococcus hemolyticus 7,89%
o Enterobacter 5,26%
o Pseudomonas spp 0,9%
2. Diagnosis
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :
• Batuk-batuk bertambah
22
• Perubahan karakteristik dahak / purulen
• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam
• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki
• Leukosit > 10.000 atau < 4500
Penilaian derajat Keparahan penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini :
23
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.
Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
• Membutuhkan ventilasi mekanik
• Infiltrat bertambah > 50%
• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia
komuniti adalah :
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini.
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
24
3. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
PENATALAKSANAAN
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin.
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a.Penderita rawat jalan
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b.Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
25
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c.Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.
PROGNOSIS
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA ) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.
PENCEGAHAN
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)
Sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3
26
DAFTAR PUSTAKA
1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54.
2. American thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in adults. Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive strategis. Am J Respir Crit Care Med 1995; 153: 1711-25
3. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
4. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia. Chest 1995; 108: 1 S-16S
5. Christian J et al; Alveolar macrophage function is selectively altered after endotoxemia in rats; Infect Immun 56; 1254-9; 1988
6. Craven DE, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia new perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : I S-16S
7. Crompton GK. Diagnosis and Management of respiratory disease. Oxford: -Black Scientific Publications. 1980 : 73-89
8. Ewig S, Ruiz M, Mensa J, Marcos MA, Martinez JA, Aranbica F, Niederman MS. Severe community-acquired pneumonia assessment of severity criteria. Am J Respir Crit Care Med 1998; 158: 1102-08
9. Gerberding JL, Sande MA. Infection Diseases of the lung dalam Murray JF, Nadel JA ed . Texbook of respiratory Mdecine, Philadelphia, Tokyo: WB Saunders Co, 2000: 73 5 -45
10. Green G et al; Defense mechanism in respiratory membrane; Am Rev Resp Dis 115; 479-503; 1977
11. Guidelines for the management of hospitalised adults patients with pneumonia in the Asia Pacific region. 2nd Concensus Workshop. Phuker, Thailand 1998.
12. Hadiarto M, Anwar Y, Priyanti ZS, Zubedah T.Protekt study an International antimikrobial survailance study in community acquired respiratory tract (Carti) pathogens.2000-2001
13. Hadiarto M, Wibowo S, Sardikin G, Sianturi. Peran sparfloksasin pada pengobatan infeksi saluran napas bawah di komuniti. Journal Respirologi Indonesia 2000: 20; 156-60
14. Hadiarto M. A multinational, multicentre, prospective, randomized, double blind, study to compare the efficacy and safety of two dosis of bay 12-8039 oral tablets to klaritromisin oral tablets in the treatment of patients with community acquired pneumonia.Jakarta Region, 1997
15. Hadiarto M. Pneumonia atipik, masalah dan penatalaksanaannya. Simposium konsep baru. dalam terapi antibiotik, program pendidikan ilmu kedokteran berkelanjutan FKUI, Jakarta 1995
27