Case Bronkopneumonia Kayuagung
-
Upload
yasintaputri -
Category
Documents
-
view
257 -
download
5
description
Transcript of Case Bronkopneumonia Kayuagung
BAB I
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Aqilla
b. Umur : 13 bulan
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Anak ke : 2 dari 2 orang bersaudara
e. Nama Ayah : David Arianto
f. Nama Ibu : Clara
g. Bangsa : Sumatera
h. Agama : Islam
i. Alamat : Desa Serapek OKI Komering, Tanjung Lubuk
j. Dikirim oleh : Dokter Spesialis Anak
k. MRS Tanggal : 13 April 2015
II. ANAMNESIS ( Subjektif / S)
Tanggal : 21 April 2015
Diberikan oleh : Ibu pasien
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Keluhan Utama : Demam dan nafsu makan menurun
2. Keluhan tambahan : batuk, pilek, ruam di kulit
3. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak ± 4 bulan SMRS, anak melakukan imunisasi campak, 3 hari
setelah imunisasi campak, anak mengalami demam terus menerus,
disertai batuk, pilek, sesak (-), timbul di kulit bercak merah, BAB dan
BAK seperti biasa, lalu anak dibawa ke bidan dan diberi obat penurun
panas, dan antibiotik amoksisilin. Setelah mendapatkan obat, ibu
merasa keluhan anaknya berkurang.
± 1 bulan SMRS, anak mengalami keluhan yang sama dan berobat ke
bidan, lalu diberi obat yang sama dan keluhan berkurang.
1
± 1 minggu SMRS, ibu pasien mengeluh anaknya demam naik turun,
panas turun jika diberi obat turun panas, namun panas naik kembali,
batuk (+), pilek (+), sesak (+), disertai penurunan nafsu makan, malas
minum (+), mual (-), muntah (-), tampak ruam pada kulit (+)
± 1 hari SMRS, demam terus menerus, batuk (+), pilek (+), anak
semakin sesak, nafsu makan menurun, anak tidak mau minum (+)
± 4 jam SMRS, anak dibawa ke praktek dokter spesialis anak dan
dirujuk ke RSUD Kayuagung dengan diagnosis diare akut dehidrasi
ringan sedang + morbili.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Lahir dari ibu G2P2A0
Saat hamil periksa ke bidan 4 kali
Riwayat demam saat hamil (-), riwayat darah tinggi (-)
Riwayat KPSW (-), ketuban kental hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan : 9 bulan (aterm)
Partus : Spontan, langsung menangis
Tempat : Klinik bidan
Ditolong oleh : Bidan
Tanggal : 28 Februari 2015
BB : 3500 g
PB : 50 cm
Lingkar kepala : Ibu tidak tahu
2. Riwayat Makanan
ASI : 0 sampai 1 hari
Susu Botol : 0 sampai 14 bulan
Bubur Nasi : 6 bulan
Nasi Tim/Lembek : -
Nasi Biasa : 1 tahun
Daging : 1 tahun
Tempe : -
Tahu : -
2
Sayur : -
Buah : -
Lain-lain : -
Kesan : Kualitas dan kuantitas kurang
3. RIWAYAT IMUNISASI
DASAR
Lahir 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan
BCG BCG (scar +)
DPT DPT 1 DPT 2 DPT 3
Polio 1 Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4
HepB HepB0 HepB1 HepB2 HepB 3
Cam-pak
Campak
BCG : + Campak : +
Polio : + Hepatitis : +
DPT : + Kesan : Imunisasi lengkap
4. RIWAYAT KELUARGA
Perkawinan : Tidak sedarah
Umur : Ayah usia 33 tahun, ibu usia 27 tahun
Pendidikan : Ayah dan ibu pendidikan terakhir SMA
Saudara : 1 orang kakak
Penyakit yang pernah diderita : -
Pedigree :
3
5. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Gigi Pertama : 6 bulan Berdiri : 11 bulan
Berbalik : 3 bulan Berjalan : -
Tengkurap : 3 bulan Berbicara : 9 bulan
Merangkak : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Kesan : Baik
6. RIWAYAT PERKEMBANGAN MENTAL
Isap Jempol : -
Ngompol : -
Sering Mimpi : -
Aktivitas : -
Membangkang : -
Ketakutan : -
7. RIWAYAT SOSIOEKONOMI
Ayah bekerja sebagai buruh dengan penghasilan < Rp 1.000.000,-/ bulan dan ibu
tidak bekerja. Menanggung 2 orang anak yang masih kecil dan belum mandiri.
Biaya pengobatan ditanggung oleh Jamsoskes.
Kesan: sosioekonomi menengah ke bawah.
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Objektif / O)
A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
BB : 8,4 kg
PB atau TB : 69 cm
Status gizi
BB/U : -2 SD – 0 SD (Normal)
TB (PB)/U : -2 SD – (-3) SD (Perawakan pendek)
BB/TB (PB) : 0 – 1 SD (Normal)
4
Kesan : Gizi baik
Lingkar kepala : 42 cm (normosefali)
Edema (-/-), sianosis (-/-), dispneu (-/-), anemia (-/-), ikterus (-/-), dismorfik (-/-)
Suhu : 37,6 OC
Respirasi : 50 x/menit, tipe pernapasan : abdominotorakal
Tekanan Darah : tidak diperiksa
Nadi : 131 x/ menit, isi/tegangan cukup, regular
Kulit : sawo matang , lesi kulit (-/-)
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA : bentuk simetris, UUB belum menutup, cekung (-), menonjol (-),
rambut tidak mudah dicabut
MATA : mata cekung (-/-), conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
pupil bulat, sentral, diameter 3 cm. reflex cahaya (+/+)
TELINGA : deformitas (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), secret (-/-), MAE lapang,
HIDUNG : nafas cuping hidung (+/+), deformitas (-/-), secret (-/-)
MULUT : mukosa bibir dan lidah kering (-/-), chelitis (-/-), gigi geligi (-/-),
lidah tenang,
LEHER : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH20
THORAX
INSPEKSI : bentuk normal, lesi kulit (-), retraksi (-), ekspirasi memanjang (-)
PALPASI : massa (-),
PARU
INSPEKSI : statis simetris ka=ki, dinamis : pergerakan paru ka=ki,
PALPASI : stemfremitus meningkat ka=ki
PERKUSI : tidak dilakukan
AUSKULTASI : vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
JANTUNG
INSPEKSI : iktus kordis tidak terlihat
PALPASI : iktus kordis tidak teraba, thrill (-)
PERKUSI : Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis dekstra, batas
pinggir sinistra jantung di ICS II, jantung kiri ICS V linea
midclavicularis.
5
AUSKULTASI : HR 131x/m, bunyi jantung I dan II normal, murmur (-), gallop
(-)
ABDOMEN
INSPEKSI : datar
AUSKULTASI : bising usus normal
PALPASI : lemas, nyeri tekan (-)
PERKUSI : timpani
HEPAR : tidak teraba
LIEN :tidak teraba
GINJAL : ballotemen (-/-)
EKSTREMITAS KANAN DAN KIRI
INSPEKSI
Bentuk : simetris
Deformitas :
Edema :
Trofi :
Pergerakan :
Tremor :
Pergerakan :
Tremor :
Chorea :
Akral :
Lain-lain :
INGUINAL : pembesaran KGB (-/-), hernia (-/-)
GENITALIA : tidak ada kelainan
STATUS NEUROLOGIS : Dalam batas normal
VI. DAFTAR MASALAH
1. BAB cair
2. Sesak nafas
3. Ruam kemerahan
6
(-/-)
VII. DIAGNOSIS BANDING
Diare dehidrasi ringan sedang + Bronkopneumonia post morbili
Diare dehidrasi ringan sedang + Bronkopneumonia e.c infeksi sekunder post morbili
VIII. DIAGNOSIS KERJA
Diare dehidrasi ringan sedang + Bronkopneumonia post morbili
IX. TATALAKSANA (Planning / P)
a. PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah rutin
CRP
LED
Foto rontgen thorax Ap/Lateral
b. TERAPI ( SUPORTIF–SIMPTOMATIS-CAUSATIF)
NON FARMAKOLOGIS
Tirah baring
Oksigen nasal 2 L/m
FARMAKOLOGIS
IVFD RL gtt 20 makro selama 4 jam IVFD RL gtt 12 makro selama 20
jam
Oralit 100 cc tiap BAB
Zink syrup 1 x 20 mg (1 tab) selama 10 hari
Inj ampisilin 3 x 280 mg
Inj ceftazidim 3 x 280 mg
Ambroxol 3 x ½ cth
Salbutamol 3x 1 mg
Vitamin A 1x 200.000 unit selama 2 hari
c. DIET
Stop oral sementara
d. MONITORING
Monitoring vital sign (terutama nadi, saturasi oksigen, respiratory rate)
7
e. EDUKASI
Beritahukan keluarga tentang penyakit yang diderita anak.
Berikan asupan nutrisi melalui NGT, setelah tidak sesak lagi.
Jauhkan anak dari polusi udara dan asap rokok.
X. PROGNOSIS
a. Qua ad vitam : bonam
b. Qua ad functionam : bonam
c. Qua ad sanationam : bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang
terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-
anak dan balita hampir di seluruh dunia.Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi
kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan
angka kematian anak (Bennete, 2013).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi
yang perlu dipertimbangkan.Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai
infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau
bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete,
2013).Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley
et.al., 2011).
1.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
9
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun
(Bradley et.al., 2011).
1.3 ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1. Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b. Pada bayi :
1) Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV,Cytomegalovirus.
2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
3) Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d. Pada anak besar – dewasa muda :
1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
3. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a. Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b. Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal,
termasuk jeli petroleum.Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang
menangis.Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis
minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
contohnya seperti susu dan minyak ikan.
10
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia.Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
1.4 KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a. Pneumonia lobaris
b. Pneumonia interstitialis
c. Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a. Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia = CAP)
b. Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a. Pneumonia bakteri
b. Pneumonia virus
c. Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a. Pneumonia tipikal
b. Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a. Pneumonia akut
b. Pneumonia persisten
1.5 PATOGENESIS
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru.Paru-
paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis,
dan faktor imun lokal dan sistemik.Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung,
refleks batuk dan mukosilier aparatus.Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A
11
lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah.Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas
bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon
imun.Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi
virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru
yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.Pneumonia bakteri dimulai
dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar,
penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi
merah.Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas
vital.Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya
pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif
dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu).Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi
setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi
dan dan dikeluarkan melalui batuk.Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas
pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.Resolusi dari reaksi pleura
dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat
dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan.Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
12
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit,
eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
1.6 MANIFESTASI KLINIK
Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40ºC
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar
hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat
batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-
hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
13
1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding
dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan
pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-
bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub
kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih
mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih
lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan
adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head
bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala
disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan
yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya
pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior
dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan.Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
1. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
2. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
3. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang
dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah
(tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung
dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau
kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-
gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
14
1.7 PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.Bayangan
bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).
1.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin
dilakukan (Bennete, 2013).
1.9 KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et.al., 2011):
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
1.10 KOMPLIKASI
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).
1.11 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)
1. Penatalaksaan Umum
15
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2pada
analisis gas darah ≥ 60 torr.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau
penderita kelainan jantung
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis.
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka
resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai,
berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin-asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
16
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata dalam
24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab
yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema,
abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
17
BAB III
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis didapatkan anak batuk berdahak, pilek, dan demam namun mual
muntah (-), kejang (-),menggigil (-), berkeringat (-), BAB dan BAK normal, nafsu makan
normal. Hal ini menunjukkan adanya tanda infeksi akut (sejak 1 minggu yang lalu) dan fokus
infeksi berada pada sistem saluran pernafasan yang ditandai dengan adanya batuk dan pilek
namun belum ada sesak nafas.
Setelah itu anak mengalami sesak nafas. Sesak nafas bisa disebabkan oleh berbagai
mekanisme antara lain kegagalan pertukaran udara seperti adanya tahanan pada saluran nafas
misal obstruksi (asma, ppok) atau edema paru, kadar oksigen pada atmosfer yang menurun
seperti pada kasus kebakaran, dinding paru yang abnormal sehingga tidak bisa mengembang
sempurna misal pada tb, penumonia dll. Dalam kasus ini perlu dicari tahu penyebab sesak
nafas berasal dari organ atau sistem mana sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam
diagnosis.
Dalam anamnesis didapatkan sesak tidak dipengaruhi oleh aktivitas menandakan tidak
ada keterlibatan jantung, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi seperti pada efusi
pleura, dan sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan mengi seperti pada asma. Sesak yang
disertai bengkak (-) dan BAK normal menunjukkan tidak ada keterlibatan ginjal. Karena pada
kasus didapatkan batuk dan sesak nafas maka kemungkinan diagnosis mengarah pada
keterlibatan paru karena merupakan gejala dari system yang sama.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak sakit berat, dengan RR 66x/menit,
nafas cuping hidung (+), retraksi intercostals dan epigastrial (+) menunjukkan adanya
kesukaran dalam bernafas (dyspneu) yang merupakan ciri dari gangguan paru. Pada
pemeriksaan paru yang lain didapatkan adanya stemfremitus yang meningkat, nafas vesikuler
yang meningkat, dan pada auskultasi didapatkan adanya ronkhi basah halus nyaring di kedua
lapangan paru menunjukkan kecurigaan pada diagnosis bronkopneumonia. Wheezing yang
tidak ada dan ekspirasi memanjang (-) mengecilkan kemungkinan diagnosis bronkiolitis akut.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis banding bronkopneumonia
dan bronkiolitis akut. Karena pada kasus ini lebih mengarah ke criteria klinis
bronkopneumonia maka diagnosis kerja adalah bronkopneumonia
Untuk memperkuat diagnosis kerja dan menyingkirkan diagnosis banding maka
dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk melihat apakah terdapat leukositosis dan gambaran
18
shift to the left pada diff count yang menunjukkan adanya infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri. Pemeriksaan CRP dan LED juga menunjukkan adanya tanda infeksi. Nilai yang
sangat tinggi menunjukkan infeksi akibat bakteri. Foto rontgen untuk membuktikan
gambaran kelainan paru. Pada bronkopneumonia didapatkan adanya gambaran patchy
infiltrate pada lapangan paru sedangkan pada bronkiolitis akut biasanya ditemukan adanya
huiperinflasi paru.
Tatalaksana kasus terdiri dari non farmakologis dan farmakologis. Untuk tatalaksana
non farmakologis diberikan oksigen sungkup 4l/m karena didapatkan anak dengan dyspneu
yang berat, stop oral sementara karena kemungkinan dapat terjadi aspirasi yang dapat
memperparah derajat dyspneu sehingga ASI dapat diberikan melalui NGT. Untuk tatalaksana
farmakologis diberikan injeksi ampisilin dosis 100 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 3 dosis dan
gentamisin dosis 3-5 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 2 dosis. Oleh karena pada bayi kecil
sering terjadi sepsis dan meningitis, diberikan Ampilisin yang merupakan golongan penisilin
yang memiliki efek antibiotika spectrum luas dengan aminoglikosid yakni gentamisin. Bila
keadaan sudah stabil dapat diganti antibiotic oral selama 10 hari. Edukasi juga harus
diberikan pada ibu untuk tetap melanjutkan ASI namun via NGT terlebih dahulu dan
menghidarkan anak dari asap, debu, polusi udara dan asap rokok dan juga dihindarkan dari
anggota keluarga yang curiga mengalami infeksi saluran nafas.
Komplikasi bronkopneumonia dapat terjadi empiema torasis, perikarditis purulenta,
atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Jika ditatalaksana dengan baik
maka prognosis pasien ini baik vitam dan fungtionam adalah bonam.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-
overview. (9 Marert 2013)n
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and
Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants
and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the
Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta : Penerbit IDAI
Nastiti dkk. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : penerbit IDAI
20