Case Bronkopneumonia
-
Upload
devitaafriska -
Category
Documents
-
view
227 -
download
3
description
Transcript of Case Bronkopneumonia
SAJIAN KASUS
I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. D Tn. S Ny. D
Umur 38 hari 27 tahun 27 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Grama Puri Persada Cikarang Blok M9/19
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMA SMA
Pekerjaan - Karyawan PT Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 16 November 2014
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Minggu tanggal 16
November di ruang PICU.
a. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan sesak napas sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit
b. Keluhan Tambahan :
Batuk berdahak, demam.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien rujukan dari RS Medirossa datang ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan sesak
napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin lama semakin
berat. Sesak napas timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti "grok..grok.." sesak
nafas didahului batuk, batuk timbul 2 minggu SMRS, batuk terus-menerus dan seperti
berdahak tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Pasien juga mengalami demam
sejak 5 hari SMRS, tidak menggigil dan tidak ada kejang. Pasien dibawa berobat ke RS
1
Medirossa, sudah dirawat selama 4 hari diberikan terapi Bactesyn 2x200mg, Amikasin
1x30mg, o2 1 lpm. Pasien telihat lebih sesak apabila tidur telentang, karena itu ibu pasien
menggendong pasien saat sesak. Riwayat Mual, muntah, dan tersedak disangkal, BAB &
BAK pasien tidak ada keluhan.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Maag - Radang paru -
Otitis - Varicela - Tuberkulosis -
Parotis - Asma - Morbili -
Kesan : Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit dahulu
b. Riwayat Penyakit Keluarga :
Satu bulan terakhir banyak anggota keluarga pasien yang menderita penyakit
batuk dan pilek. Terutama Ayah dan Kakaknya, dan sring kontak dengan pasien.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa ke bidan 1 kali tiap bulan
KELAHIRAN Tempat kelahiran RS Husada
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa gestasi 9 bulan
Keadaan bayi
Berat lahir 2800 gram
Panjang badan 49 cm
Lingkar kepala tidak ingat
Langsung menangis
Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan
2
Kesan : Riwayat kehamilan baik dan persalinan normal
d. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : - (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Mengangkat kepala : (normal: 1-3 bulan)
Tengkurap, MIKA, MIKI : (normal: 2-5 bulan)
Duduk : - (normal: 6 bulan)
Berdiri : - (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : - (normal: 13 bulan)
Bicara : - (normal: 9-12 bulan)
Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia.
e. Riwayat Makanan
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi tim
0-2 ASI - - -
2-4 - - - -
4-6 - - - -
6-8 - - - -
8-10 - - - -
Kesan : Kebutuhan gizi pasien sampai saat ini terpenuhi dengan baik dengan ASI.
f. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG
DPT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
Kesan : Pasien Belum melakukan Semua Imunisasi Dasar, ibu pasien mengaku
sempat lupa dan saat ingat pasien sudah sakit.
3
g. Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny.D
Perkawinan ke Pertama Pertama
Umur saat menikah 18 tahun 18 tahun
Umur 33 tahun 28 tahun
Keadaan kesehatan Baik, Ayah
merokok
Baik
Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua keadaan baik. Namun ayah merokok
h. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Tinggal dirumah sendiri di lingkungan padat penduduk. Tinggal berempat oleh
ayah ibu dan kakaknya terdapat dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Keadaan
rumah bersih, ventilasi kurang baik, pencahayaan kurang baik, air minum dan air
mandi berasal dari air tanah. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan
pembuangan sampah hampir setiap hari diangkut petugas kebersihan.
Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 16 November 2014
a. Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
b. Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 160 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 76 x/menit
- Suhu tubuh : 38,1 oC
c. Data antropometri
- Berat badan : 3,9 kg
- Lingkar Kepala : 39 cm
- Tinggi badan : 50 cm
- Status Gizi menurut WHO :
4
BB/U
Kesan : Gizi baik (0—2SD)
TB/U
Kesan : < -3SD
5
o BB/TB
Kesan : overweight ( > +2 - +3 SD )
Kepala dan Leher
- Bentuk : normocephali
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
RCL +/+, RCTL +/+
- Telinga : normotia, membran timpani intak, serumen -/-
- Hidung : bentuk normal, sekret -/-, napas cuping hidung +/+
- Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
- Lidah : normoglasia, warna merah muda, lidah kotor (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1, kriptus -/-, detritus -/-, faring s, arkus
faring simetris, granula (-)
- Leher : KGB tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar,
trakea letak normal
6
d. Thoraks
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, terdapat retraksi
subcostal.
- Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
- Perkusi : perkusi redup pada kedua lapang paru
- Auskultasi : BND bronkovesikuler, ronkhii +/+, stridor +/+
wheezing +/+
Jantung
- Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba
- Perkusi : redup, batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur -, gallop -
e. Abdomen
- Inspeksi : perut tampak datar, terdapat penonjolan pada
umbilikal
- Auskultasi : bising usus 3x/menit
- Palpasi : supel, nyeri tekan -, hepar dan lien tidak teraba
membesar
- Perkusi : shifting dullness -, nyeri ketok –
f. Kulit : ikterik -, petechie –, turgor kulit cukup
g. Ekstremitas : akral hangat, sianosis -, oedem -, CRT
< 2 detik
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah tanggal 16 November 2014
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah lengkap
LED 43 Mm 0-10
Leukosit 13,5 ribu/uL 5-10
7
Eritrosit 3,25 juta/uL 4-5
Hemoglobin 10,1 g/dL 11-14,5
Hematokrit 32,4 % 37-47
Index Eritrosit
MCV 99,7 fL 75-87
MCH 31,1 Pg 24-30
MCHC 31,2 % 31-37
Trombosit 335 ribu/uL 150-400
Kimia Klinik
Protein Total 7,00 gr/dL 6,6 – 8,0
Albumin 3,28 gr/dL 3,5 – 4,5
Globulin 3,72 gr/dL 1,5 – 3,0
GDS 184 Mg/dL 60 -110
Elektrolit
Natrium 133 Mmol/L 135-148
Kalium 5,2 Mmol/L 3,5 – 5,3
Chlorida 90 Mmol/L 98 - 107
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
FUNGSI HATI
SGOT 27 U/L <37
SGPT 8 U/L <41
FUNGSI GINJAL
Ureum 10 Mg/dL 20-40
Kreatinin 0,31 Mg/dL 0,5 – 1,3
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
CRP REAKTIF NON REAKTIF
Analisa Gas Darah
Jenis Hasil Satuan Nilai Normal
Ph 7.421 7,35-7,45
8
PCO2 29,2 mmHg 35-45
PO2 103,8 mmHg 83-108
O2 Saturasi (SO2%) 98,0 % 95-98
HCO3 19,0 Mmol/L 22-26
TCO2 19,8 Mmol/L 23-27
BE ecf -5,4 Mmol/L -2-3
BE blood -3,6 Mmol/L -2-3
StdHCO3 (SBC) 21,4 Mmol/L 22-26
O2 Content 14,0 Ml/dl
O2 Cap 14,0 Ml/dl
Alveolar Oxygen 164,2 mmHg
AaDO2 60,4 mmHg
Suhu 38,0
Hb 10,1 g/dL
O2 2 L
b. Rontgen Thorax PA tanggal 13 November 2014
CTR < 50 %, HILUS BAIK, TAMPAK INFILTRAT, AIRBRONCHOGRAM (+),
SINUS DIAFRAGMA BAIK, TULANG INTAK
KESAN : PNEUMONIA BILATERAL
9
V. RESUME
a. Anamnesis
Pasien rujukan dari RS Medirossa datang ke PICU RSUD Bekasi dengan keluhan
sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin
lama semakin berat. Sesak napas timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti
"grok..grok.." sesak nafas didahului batuk, batuk timbul 2 minggu SMRS, batuk terus-
menerus dan seperti berdahak tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Pasien
juga mengalami demam sejak 5 hari SMRS, tidak menggigil dan tidak ada kejang.
Pasien dibawa berobat ke RS Medirossa, sudah dirawat selama 4 hari diberikan terapi
Bactesyn 2x200mg, Amikasin 1x30mg, o2 1 lpm. Pasien telihat lebih sesak apabila
tidur telentang, karena itu ibu pasien menggendong pasien saat sesak.
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital
- Frekuensi nadi : 160 x/menit
- Frekuensi pernapasan : 76 x/menit
- Suhu tubuh : 38,1 oC
Data antropometri : overweight
Hidung : napas cuping hidung +/+
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorokan : faring hiperemis
Thoraks : terdapat retraksi subcostal, BND
bronkovesikuler, ,ronkhii +/+ perkusi redup pada kedua
lapang paru
Ekstremitas : akrak hangat, sianosis -
c. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah
LED 43 Mm 0-10
Leukosit 13,5 ribu/uL 5-10
Eritrosit 3,25 juta/uL 4-5
10
Hemoglobin 10,1 g/dL 11-14,5
Hematokrit 32,4 % 37-47
CRP REAKTIF NON REAKTIF
Rontgen thora k PA
Kesan : Pneumonia Bilateral.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Bronkopneumonia
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Bronkiolitis
VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 NRM 2 lpm
- Pasang NGT, stop peroral
- IVFD N5 240 cc/24 jam
- Inj. Cefotaxime 2x200 mg
- Inj. Dexamethason 3x1mg
- Inj Sanmol 3x100mg IV
- Inj. Aminophillin 3x15 mg
- Inj. Amikasin 2 x 15 mg
- Ambroxol peroral 3 x 1 cc
- Inhalasi / 8 jam Ventolin 1 cc : Nacl 2 cc
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia Ad Bonam
- As fungsionam : Dubia ad Bonam
- Ad sanationam : Dubia Ad Bonam
11
ANALISA KASUS
Pada pemeriksaan initial Pediatric Assessment Triangle (PAT) saat pertama
kali masuk; Appearance pasien gelisah. Breathing pasien tampak sesak dengan
retraksi subcostal. Circulation tidak didapatkan pucat dan sianosis.
Pasien ini didiagnosis Pneumonia Bilateral ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien dibawa orang tua ke PICU
RSUD Bekasi, rujukan dari RS Medirossa dengan keluhan Pasien rujukan dari RS
Medirossa datang ke PICU RSUD Bekasi dengan keluhan sesak napas sejak 1 minggu
SMRS. Sesak napas terjadi terus-menerus dan semakin lama semakin berat. Sesak
napas timbul tiba-tiba dan disertai dengan bunyi seperti "grok..grok.." sesak nafas
didahului batuk, batuk timbul 2 minggu SMRS, batuk terus-menerus dan seperti
berdahak tetapi pasien tidak bisa mengeluarkan dahaknya. Pasien juga mengalami
demam sejak 5 hari SMRS, tidak menggigil dan tidak ada kejang. Pasien dibawa
berobat ke RS Medirossa, sudah dirawat selama 4 hari diberikan terapi Bactesyn
2x200mg, Amikasin 1x30mg, o2 1 lpm. Pasien telihat lebih sesak apabila tidur
telentang, karena itu ibu pasien menggendong pasien saat sesak. Satu bulan terakhir
banyak anggota keluarga pasien yang menderita penyakit batuk dan pilek.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, sesak,
febris, takikardi, napas cuping hidung +/+, terdapat retraksi subcostal, BND
bronkovesikuler, ronkhi +/+, akral dingin.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit, LED yang meningkat,, juga
CRP yang reaktif. Hasil rontgen thorak terdapat gambaran infiltrat diperikardial yang
merupakan gambaran pneumonia Bilateral.
Diagnosis Pneumonia pada bayi dan anak berusia < 2 bulan apabila ditemukan
Nafas Cepat > 60x /menit atau sesak nafas
Harus dirawat dan diberikan Antibiotik
12
TINJAUAN PUSTAKA
A. PNEUMONIA
DEFINISI
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal
lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme perlu
dipertanyakan apakah penyebab dari pneumonia (bakteri/virus?). Pneumonia sering kali
diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara
klinis pada anak sulit dibedakan antara pneumonia bakteri dan viral, demikian pula [ada
pemeriksaan radiologis dan laboratorium. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan
bahwa pneumonia bacterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik,
leukositosis, dan perubahannya nyata pada pemeriksaan radiologis.1
Gambar 1. Bronkopneumonia
EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan
kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat (PK)
atau di dalam rumah sakit/ pusat perawatan (pneumonia nosokomial/ PN). 1
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang
13
per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika
dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara
empiris.2,3
ETIOLOGI
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab pneumonia
pada anak bervariasi tergantung :
a. Usia
b. Status imunologis
c. Status lingkungan
d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
e. Status imunisasi
f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus
grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp.
Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.
Gambar 2. E.colli Gambar 3. Klebsiella sp Gambar 4. Pseudomonas sp
14
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari
data di Negara maju dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Etiologi Pneumonia
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3
bulan
Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus
pneumonia
Haemophillus influenza
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
4 bulan – 5 Bakteri Bakteri
15
tahun Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
tipe B
Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza
Parainfluenza
5 tahun –
remaja
Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia Legionella sp
Streptococcus
pneumonia
Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr
Rinovirus
Varisela zoster
Influenza
Parainfluenza
16
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru.
Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan
tubuh sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
infeksi penyakit. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu
proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : 2
1. Stadium I/Hiperemia (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Pada stadium I, disebut hyperemia karena mengacu pada respon peradangan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. 3 Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat,
yaitu selama 48 jam.
17
3. Stadium III/Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti. 1
4. Stadium IV/Resolusi (7 – 11 hari)
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gambar 5. Gambaran Alveoli pada Pneumonia
GEJALA KLINIS
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk
dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang
disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit,
mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi
produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini
sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan
18
laringitis. Anak besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit
dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :
Suhu tubuh ≥ 38,5o C
Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Takipneu berdasarkan WHO:
Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit
Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit
Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.
Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.
Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi.
Dan kadang terdengar juga suara bronkial.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas
normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000
– 40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan
laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah
perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri
secara pasti.
2. C-Reactive Protein (CRP)
19
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri
superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan
infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan
untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.4
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan
radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai
CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara
fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak
bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis
utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada
20
foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan
diagnosis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,
berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut
sebagai round pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang.
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang
normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.3,4,5
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman
21
diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika.
Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :5
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. Panas badan
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan) 3,4,5
PENATALAKSANAAN
22
1. Penatalaksanaan antibiotika
Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit
Pneumonia ringan
- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.
Diwilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-
90 mg/kgBB.
- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20 mg/kgBB)
dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari
Pneumonia berat
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam
- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5
mg/kgBB sehari sekali
- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB
sehari sekali
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
Pemberian antibiotik berdasarkan umur :
Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
Anak usia sekolah (> 5 thn)
23
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa
ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa
dilakukan maka dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita
dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang
nyata dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif).6
PROGNOSIS
Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi.
BAB V
24
KESIMPULAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di
alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung pada usia
(menentukan jenis bakteri dan virus), status imunologis, status lingkungan, kondisi
lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara), status imunisasi, faktor pejamu
(penyakit penyerta, malnutrisi).
Jenis pneumonia yang umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering
disebabkan oleh pneumokokus. Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli,
membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan
bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli.
Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan
cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke
alveolus.
Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik,
tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP.
Penatalaksanaan pneumonia yaitu dengan pemberian antibiotik,
penatalaksanaan suportif dan penatalaksanaan bedah. Pada umumnya tidak ada
tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi pneumotoraks atau
pneumomediastinum
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC, Jakarta: 2000. hal: 883-889.
2. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta: 2000. hal 465.
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Kesehatan Anak,
UNPAD, Bandung: 2005.
4. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Bandung: 2005.
5. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2010.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, Penerbit EGC, Jakarta: 2005, hal: 804.
7. Soeparman, Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta: 1999. hal: 695-705.
26