Case BPH (dr Eko)

53
Presentasi Kasus Benign Prostat Hyperplasia Oleh: Wurry Devian Putra 11-2014-055 Pembimbing: Dr. Waluyo Eko Sp.U KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA 0

description

bph

Transcript of Case BPH (dr Eko)

Page 1: Case BPH  (dr Eko)

Presentasi Kasus

Benign Prostat Hyperplasia

Oleh:

Wurry Devian Putra

11-2014-055

Pembimbing:

Dr. Waluyo Eko Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

PERIODE 8 JUNI – 14 AGSUTUS 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2015

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU BEDAH

0

Page 2: Case BPH  (dr Eko)

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF ILMU BEDAH

RSUD KOJA

Nama : Wurry Devian Putra Tanda Tangan

NIM : 11.2014.055

Dokter pembimbing : dr. Waluyo Eko Sp.U ……………….

.I IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Tanggal lahir : 13 Mei 1957

Umur : 64 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status perkawinan : Sudah Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Alamat : Pademangan VII, no. 31, RT.011 RW.010

No. CM : 00-25-72-30

Di rawat di ruang : Dahlia lantai 5(bedah laki-laki)

Tanggal Masuk RS : 28 Juni 2015

PASIEN DATANG KE UGD

Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan / dibantu oleh keluarga

Dibawa oleh keluarga: ya / tidak

Hari Kamis 28 Juni 2015

.II SUBJEKTIF

Anamnesis:

Auto anamnesis/ allo anamnesis, tanggal 29 Juni 2015 pukul : 09.00 WIB

Keluhan utama:

Pasien mengeluh nyeri saat buang air kecil.

1

Page 3: Case BPH  (dr Eko)

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan nyeri saat buang air kecil dan

kesulitan untuk buang air kecil. Pasien menyatakan pertama kali dirasakan sejak 1 minggu

yang lalu. Pasien mengeluh harus mengedan agar air kencingnya keluar, selain itu pasien

merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas. Pasien menyatakan gejala yang

dirasakan menjadi bertambah, pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang

keluar menetes dan terasa sakit. Gejala ini tanpa disertai dengan demam.

Os merasa kesulitan buang air kecil(BAK) sejak 3 hari yang lalu. Os mengeluhkan air

kencing yang keluar hanya sedikit-sedikit, menetes dan terasa nyeri saat BAK, os juga perlu

mengejan untuk BAK. Setelah BAK os merasa tidak puas, masih terasa seperti tidak tuntas.

Satu minggu yang lalu os sudah di pasang kateter, karena os mengeluhkan kesulitan dan

nyeri saat BAK. Karena merasa nyaman saat setelah 4 hari menggunakan kateter os

melepaskan kateternya sendiri dengan di bantu keluarga.

Tiga hari setelah kateter dilepas os tiba-tiba merasa kesulitan dan nyeri untuk BAK,

akhirnya os di bawa kembali ke UGD RSUD Koja dan dipasng kateter.

Os menyangkal ada keluar darah dari kemaluan maupun selang kateternya, terasa panas

dan sensari seperti berpasir saat BAK disangkal oleh os. Os juga menyangkal memiliki

riwayat hipertensi, DM, batu saluran kemih/ginjal, Alergi obat maupun makanan, menjalani

operasi sebelumnya, dan mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya.

Ananmesa International Prostate Symptom Score – Lower Urinary Tract Symptom

Seberapa sering anda masih ada sisa selesai kencing < 1 – 5x ( Score 1 )

Seberapa sering anda harus kembali kencing dalam waktu kurang dari 2 jam setelah

kencing < 1 – 5x ( Score 1 )

Seberapa sering anda kencing terputus-putus <1 – 5x ( Score 1 )

Seberapa sering anda sulit menunda kencing < Setengah ( Score 2 )

Seberapa sering pancaran kencing anda lemah < Setengah ( Score 2 )

Seberapa sering anda mengejan untuk mulai kencing < 1 – 5x ( Score 1 )

Seberapa sering anda harus bangun untuk kencing, sejak mulai tidur pada malam hari

hingga bangun di pagi hari ? < 1 – 5x ( Score 1 )

Total Score : 9 Bergejala Sedang

2

Page 4: Case BPH  (dr Eko)

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat pernah kencing mengeluarkan batu disangkal

Riwayat pernah nyeri buang air kecil disertai buang air kecil berwarna kemerahan

disangkal

Riwayat hipertensi, DM, alergi, dan jantung disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat Darah Tinggi (-)

Riwayat Diabetes Mellitus (-)

Riwayat Alergi (-)

Riwayat memiliki keluhan yang sama (-)

.III OBJEKTIF

Status Umum (Tanggal 29 Juni 2015, Pk 09.00)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : E4 V5 M6

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Suhu : 36,6 oC

Keadaan gizi : Gizi Cukup

1.Kepala – Leher

a.Kepala : Normochepali, deformitas (-), tanda radang pada kulit kepala (-)

b.Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterus +/+, pupil isokor,

refleks pupil langsung dan tak langsung (+/+)

c.THT : tidak ditemukan kelainan

d.Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB

2.Thoraks – Kardiovaskuler

a.Inspeksi : tampak pergerakan dinding thoraks simetris, iktus kordis tidak

tampak.

b.Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris, iktus kordis teraba pada

ICS V midclavicular line.

3

Page 5: Case BPH  (dr Eko)

c.Perkusi :

Paru : sonor pada daerah dinding thorak sinistra dan dekstra

Jantung : pekak dengan batas kanan ICS V sternalis dekstra, batas atas pada

ICS II sternalis sinistra, batas pinggang jantung pada ICS III

parasternalis sinistra, batas kiri pada ICS V 1 cm medial axilaris

anterior sinistra.

d.Auskultasi : terdengan suara jantung S1 S2 reguler tunggal, suara murmur -/-,

suara gallop -/-

3.Abdomen

a.Inspeksi : kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi, tidak

tampak pelebaran pembuluh darah, tidak terdapat jaringan sikatrik,

tidak tampak massa.

b.Auskultasi : terdengar bising usus pada lapang abdomen

c.Perkusi : timpani pada lapang abdomen, batas hepar pada ICS VI sampai

subcostalis dektra.

d.Palpasi : nyeri tekan abdomen region suprapubis(+), hepar tidak teraba, tidak

teraba massa pada ke empat kuadran abdomen

4.Pelvic-inguinal

Tidak tampak adanya massa, pembesaran KGB (-).

5.Ekstrimitas atas – Axilla

Edema -/-, deformitas -/-, motorik dan sensibilitas baik

Pembesaran KGB -/-

6.Ekstrimitas bawah

Edema -/-, deformitas -/-, motorik dan sensibilitas baik

Status lokalis : Urogenital

Regio Costovertebralis

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang tidak ada, hematom tidak

ada, alignment tulang belakang normal, gibbus tidak ada, tidak tampak massa

tumor, tidak tampak bekas luka operasi.

Palpasi : Tidak teraba massa tumor, ballotemen ginjal tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : Nyeri ketok CVA (-)

Regio Suprapubic

4

Page 6: Case BPH  (dr Eko)

Inspeksi : Kesan datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa tumor,

hematom tidak ada, edema tidak ada, tidak tampak bekas luka operasi

Palpasi : Nyeri tekan (+), buli-buli tidak teraba penuh, massa tumor tidak teraba.

 

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi : Tampak penis tersirkumsisi, OUE normal, tanda radang (-), skrotum tampak

normal, hematom (-), edema (-), terpasang DC.

Palpasi : Pada penis tidak teraba massa tumor, tidak nyeri tekan. Pada skrotum teraba

dua buah testis, kesan normal, massa tumor tidak ada, nyeri tekan (-)

Anal – perianal

Anus (+), mukosa anus tampak licin, massa (-), abses (-)

RT : Spincter ani adekuat, mukosa anus licin, ampula rekti tidak kolaps, tidak

teraba massa konsistensi padat kenyal, permukaan licin, tidak terdapat nyeri

tekan.

Prostat : Teraba pada arah jam 12 dengan konsistensi kenyal, ukuran 2-3 cm, polus

superior teraba, nyeri tekan (-)

Pada sarung tangan, feses (-), darah (-), lendir (-)

IV. DIAGNOSIS BANDING

Batu buli-buli

Striktur uretra

Karsinoma prostat

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 28-06-15

Darah rutin :

Hemoglobin : 14,0 g/dL

Leukosit : 14,00/µL

Hematokrit : 40,9 %

Jumlah Trombosit : 192/µL

Hemostasis

PT : 9,7 detik

APTT : 34,8 detik

5

Page 7: Case BPH  (dr Eko)

Elektrolit

Natrium : 138 mEq/L

Kalium : 3,59 mEq/L

Klorida : 108 mEq/L

SGOT : 17 U/L

SGPT : 20 U/L

Ureum : 27,2 mg/dL

Kreatinin :1,03 mg/dL

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN

USG abdomen

BNO-Cystogram-Cystografi

PSA

VII. RESUME

A. Anamnesis

Pasien laki-laki berumur 64 tahun datang dengan keluhan :

Nyeri pada saat buang air kecil

Keluhan dirasakan sudah satu minggu yang lalu

Pasien harus mengedan agar air kencingnya keluar

Pasien merasakan buang air kecil tidak tuntas atau tidak puas

Pasien merasa BAK menjadi lebih sering dan air kencing yang keluar menetes dan

terasa sakit

Pada daerah pubis nyeri apabila di tekan

Tanpa disertai dengan demam

IPSS Total Score : 9 Bergejala Sedang

B. Pemeriksaan fisik

Status generalisata : dalam batas normal

Status lokalis

- Regio Costovertebra : Tidak Ada Kelainan

- Regio Suprapubis : Nyeri tekan (+)

- Regio Genetalia Eksterna: Terpasang DC

- Regio Anal

6

Page 8: Case BPH  (dr Eko)

Rectal Toucher: Spincter ani adekuat, mukosa anus licin, ampula rekti tidak kolaps,

tidak teraba massa konsistensi padat kenyal, permukaan licin, tidak

terdapat nyeri tekan.

Prostat: Teraba pada arah jam 12 dengan konsistensi kenyal, ukuran 2-3 cm,

polus superior teraba, nyeri tekan (-)

Pada sarung tangan, feses (-), darah (-), lendir (-)

IX. DIAGNOSIS PASTI

Benign Prostat Hiperplasia dengan retensi urin

X. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa

Alpha 1 Blocker Tamsulosin 0,4 mg oral 1 kali sehari

Non-Medika Mentosa

Tindakan Operatif

TURP

Cystoscopy

Cystostomi

XI. PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka

7

Page 9: Case BPH  (dr Eko)

Pendahuluan

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,

baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami

pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami

pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH).

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi

pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79tahun)

dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan

kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-

perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik

(kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan

untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai dari tindakan yang paling

ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu

operasi.

Definisi

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sebenarnya adalah suatu keadaan dimana kelenjar

periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak jaringan prostat yang asli ke

perifer dan menjadi simpai bedah.

Anatomi dan Fisiologi

Anatomi

8

Page 10: Case BPH  (dr Eko)

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya

sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan

jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

lobus medius

lobus lateralis (2 lobus)

lobus anterior

lobus posterior 

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi satu

dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak

karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil

berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona

perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal

dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona

tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan

karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

9

Page 11: Case BPH  (dr Eko)

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum

dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo

prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang

didapatkan fascia denonvilliers.

10

Page 12: Case BPH  (dr Eko)

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan

vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis

dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari

prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

Kapsul anatomis sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus

kelenjar prostat.

a. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

b. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang

menghasilkan bahan baku sekret.

Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone

Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan

bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia

lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

a. kapsul anatomis

11

Page 13: Case BPH  (dr Eko)

b. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer

zone) sehingga terbentuk kapsul

c. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan

bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak

jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior dari pada lobus

medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu

keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit

mengandung jaringan kelenjar.

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis

dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak

menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang dari a.

iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a. pudenda

interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk lewat basis

prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2

kelompok , yaitu:

a. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral darivesico prostatic

junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar

periurethral.

b. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang

yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu

untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,

iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.

Persarafan

12

Page 14: Case BPH  (dr Eko)

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari

Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

Fisiologi

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan plasma

seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80%

pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat

dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia

40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir

sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia

akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia.

Pada usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini

dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80

tahun.

Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat

adalah:

Teori Hormonal

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara

hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan

enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada

stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya

proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.

Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan

13

Page 15: Case BPH  (dr Eko)

menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan

terjadinya pembesaran prostat.

Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon

androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin bertambahnya

usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang akan

menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan

hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.

Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra

yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.

Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat  peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth

factor.

Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel yang

mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan

prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan

tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.

Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi

sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

Teori Dehidrotestosteron (DHT)

Dehidrotestosteron adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-

sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase

dengan bantuan koenzim NADPH.

14

Page 16: Case BPH  (dr Eko)

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

dengan kadarnya pada prostat normal, hanya pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan

jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat

pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal.

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar

adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin

menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan

testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu

sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,

testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang

kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.

Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi

“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan

menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein

menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar

periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding” kemudian

bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan

epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio dengan

perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu jaringan

kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan

periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya. 

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab

terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari

zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks,

15

Page 17: Case BPH  (dr Eko)

teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas

hubungan sebab-akibatnya.

Patofisiologi

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan

adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga

terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi

tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi

pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi uretra. Selanjutnya

hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk mengatasi resistensi uretra yang

meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang

terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan

otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan

gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi

urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter.

Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan

akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Gambaran Klinis

Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan di luar saluran kemih.

Gejala pada saluran kemih bagian bawah

16

Page 18: Case BPH  (dr Eko)

Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan gejala

iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)

Pancaran miksi yang lemah (weak stream)

Miksi terputus (Intermittency)

Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder

emptying).

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung tiga

faktor, yaitu :

Volume kelenjar periuretral

Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periurethral sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot

polos prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan

kenaikan daya kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna

pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran

17

Page 19: Case BPH  (dr Eko)

prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun

belum penuh.

Gejalanya ialah :

Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

Nokturia

Miksi sulit ditahan (Urgency)

Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat

berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin

>150 ml.

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO

menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor

Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem

skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)

dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang

menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu:

Ringan : skor 0-7

Sedang : skor 8-19

Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk

mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan

(fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi

urin akut.

Faktor pencetus

Kompensasi Dekompensasi

(LUTS) Retensi urin

Inkontinensia paradoksa

18

Page 20: Case BPH  (dr Eko)

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

Keluhan pada bulan

terakhir

Tidak

sekali<20% <50% 50% >50%

Hampir

selalu

a. Adakah anda merasa

buli-buli tidak kosong

setelah berkemih

0 1 2 3 4 5

b. Berapa kali anda

berkemih lagi dalam

waktu 2 menit

0 1 2 3 4 5

c. Berapa kali terjadi arus

urin berhenti sewaktu

berkemih

0 1 2 3 4 5

d. Berapa kali anda tidak

dapat menahan untuk

berkemih

0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi arus

lemah sewaktu memulai

kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi

bangun tidur anda

kesulitan memulai untuk

berkemih

0 1 2 3 4 5

19

Page 21: Case BPH  (dr Eko)

g. Berapa kali anda

bangun untuk berkemih di

malam hari

0 1 2 3 4 5

Jumlah nilai :

0 = baik sekali 3 = kurang

1 = baik 4 = buruk

2 = kurang baik 5 = buruk sekali

Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahului oleh beberapa faktor

pencetus, antara lain:

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing

terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum

(alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau

mengalami infeksi prostat akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau

yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain: golongan antikolinergik atau

alfa adrenergik.

Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala

obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari

hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau

hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga

mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.

20

Page 22: Case BPH  (dr Eko)

Diagnosis

a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,

reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam

rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

2. Adakah asimetris

3. Adakah nodul pada prostate

4. Apakah batas atas dapat diraba

5. Sulcus medianus prostate

6. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi

prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris,

tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia

prostat, batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi

prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada

batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-

kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang

dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi

21

Page 23: Case BPH  (dr Eko)

total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia

eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat

menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis

daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kemih yang terisi penuh dan teraba masa

kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra

simfisis.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

a. Darah

Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

b. Urin :

Kultur urin + sensitifitas test

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis

kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman

terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai

saluran kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari

kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan

persarafan pada vesica urinaria.

Pemeriksaan pencitraan

Foto polos abdomen (BNO)

BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa

prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi urin,

yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan adanya

22

Page 24: Case BPH  (dr Eko)

hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari carsinoma

prostat.

Pielografi Intravena (IVP)

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:

1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis

2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat

(pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang

berbentuk seperti mata kail atau hooked fish

3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi

vesica urinaria

4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

Sistogram retrograd

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram

retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)

Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran

prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan

volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang mungkin

ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.

23

Page 25: Case BPH  (dr Eko)

Pemeriksaan Sistografi

Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine

ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor di

dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter,

atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan mengenai basar

prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat ke

dalam uretra.

MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam potongan.

Pemeriksaan Lain

1. Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh :

daya kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8

ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi

semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak dapat

membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot detrusor yang

melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan

pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka

sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.

3. Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat sederhana

dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang masih tinggal

atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat pula dilakukan

dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang normal sisa urin

biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal

24

Page 26: Case BPH  (dr Eko)

vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk

melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.

Kriteria Pembesaran Prostat

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara,

diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : <50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm

Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:

1. Struktur uretra

2. Batu buli-buli kecil

3. Kanker prostat

25

Page 27: Case BPH  (dr Eko)

4. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang menggunakan obat-obat

parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

1. Instabilitas detrusor

2. Infeksi saluran kemih

3. Prostatitis

4. Batu ureter distal

5. Batu vesika kecil.

Komplikasi

Hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

a. Inkontinensia Paradoks

b. Batu Kandung Kemih

c. Hematuria

d. Sistitis

e. Pielonefritis

f. Retensi Urin Akut Atau Kronik

g. Hidroureter

h. Hidronefrosis

i. Gagal Ginjal

Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan

penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan

penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat

lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang

dari 100 ml.

Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin

lebih dari 100 ml

Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

26

Page 28: Case BPH  (dr Eko)

Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini

berdasarkan jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah

dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan

menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul

obstruksi.

Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan

cara penanganan, yaitu :

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan

pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang

sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).

Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam keadaan

seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman

biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila diperkirakan

prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam maka

sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan

penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi

setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik,

kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas

hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah

masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun

demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang

mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala

klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,

menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan

gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

27

Page 29: Case BPH  (dr Eko)

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 

Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher

vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau

tindakan endourologi yang kurang invasif.

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull waitingPenghambat

adrenergik α

Prostatektomi

terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat

reduktase α

Fitoterapi

Hormonal

Endourologi

1. TURP

2. TUIP

3. TULP (laser)

Strent uretra

dengan prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang diberikan adalah

mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-

obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi minum kopi, dan tidak diperbolehkan

minuman alkohol agar tidak sering miksi. Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem

skor), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.

Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan α blocker (penghambat

alfa adrenergik)

2. menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik 

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam prostat dan

leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha adrenergik. Seperti diketahui

28

Page 30: Case BPH  (dr Eko)

di dalam otot polos prostat dan leher vesica banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-

obatan yang sering digunakan prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat

penghambat alpha adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu

α1a (tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini dapat

dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaan

antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi obstruksi pada vesica tanpa merusak

kontraktilitas detrusor.

Obat-obatan golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa

urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi, pusing, mual,

lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi retrograd, biasanya pasien mulai

merasakan berkurangnya keluhan dalam waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat golongan ini

dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga prostat yang membesar dapat

mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada golongan alpha blocker dan

manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini

adalah melemahkan libido dan ginekomastia.

Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang digunakan untuk

pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin Seeds. Keduanya,

terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya pengendalian

prostatisme BPH dalam konteks “watchfull waiting strategy”.

Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas enzim

cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase. 

29

Page 31: Case BPH  (dr Eko)

Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan penyulit

tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi saluran kemih,

kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan

perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan

adalah operasi terbuka atau operasi endourologi transuretra.

Prostatektomi terbuka

1. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

Mortaliti rate rendah

Langsung melihat fossa prostat

Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

Perdarahan lebih mudah dirawat

Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila membuka

vesika

Kerugian :

Dapat memotong pleksus santorini

Mudah berdarah

Dapat terjadi osteitis pubis

Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam

vesika

Komplikasi : perdarahan, infeksi, osteitis pubis, trombosis

2. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

Baik untuk kelenjar besar

Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit : batu buli, batu

ureter distal, divertikel, uretrokel, adanya sistostomi, retropubik sulit karena kelainan os

pubis, kerusakan sphingter eksterna minimal.

Kerugian :

Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica sembuh

30

Page 32: Case BPH  (dr Eko)

Sulit pada orang gemuk

Sulit untuk kontrol perdarahan

Merusak mukosa kulit

Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neckstenosis 4%)

Inkontinensia (<1%)

Perdarahan

Epididimo orchitis

Recurent (10 – 20%)

Carcinoma

Ejakulasi retrograde

Impotensi

Fimosis

Deep venous trombosis

3. Transperineal

Keuntungan :

Dapat langssung pada fossa prostat

Pembuluh darah tampak lebih jelas

Mudah untuk pinggul sempit

Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

Impotensi

Inkontinensia

Bisa terkena rektum

Perdarahan hebat

Merusak diagframa urogenital 

Prostatektomi Endourologi

1. Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir seluruhnya terdiri

dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama kapsulnya. Metode

ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada

sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh

31

Page 33: Case BPH  (dr Eko)

membutuhkan tindakan bedah. Untuk keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat

berguna untuk membedakan pasien dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi

ini berperan selektif dalam penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh

dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan

irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup

oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan

agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan

harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat

masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi.

Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi

air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai

gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam

keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebesar

0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik

yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin,

membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi

suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Keuntungan :

Luka incisi tidak ada

Lama perawatan lebih pendek

Morbiditas dan mortalitas rendah

Prostat fibrous mudah diangkat

32

Page 34: Case BPH  (dr Eko)

Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

Teknik sulit

Resiko merusak uretra

Intoksikasi cairan

Trauma sphingter eksterna dan trigonum

Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

Alat mahal

Ketrampilan khusus

Komplikasi:

Selama operasi: perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi

Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi lokal atau sistemik

Pasca bedah lanjut: inkontinensia, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd, dan striktura

uretra.

2. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya

mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang

umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli-buli atau

bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara

endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yang dipakai pada TUR P tetapi

memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat

muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak

kapsul prostat.

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian

ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

3. Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat yang

membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan TUMT dan

TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi maka dicoba cara

operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk masing-

masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu ablasi akan

ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi ablasi pada

permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera menjadi lebih lebar, yang

33

Page 35: Case BPH  (dr Eko)

kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis”

lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam

prostat menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi

retensi akibat bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

Teknik lebih sederhana

Waktu operasi lebih cepat

Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

Tidak memerlukan terapi antikoagulan

Resiko impotensi tidak ada

Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional).

Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,50C – 470C ini mulai diperkenalkan dalam tiga tahun

terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang membesar ini

dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang ultarasonik atau

gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu

juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra

menurun sehingga obstruksi berkurang. lanjut mengenai cara kerja dasar klinikal,

efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan microwave

kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi maka perlu

dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses

pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan gelombang “radio

frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada tebalnya prostat juga arah

dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada

pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam.

Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen

sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir

keluar.

34

Page 36: Case BPH  (dr Eko)

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan jalan

melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi terbuka

(transvesikal).

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar. Mekanismenya :

1. Kapsul prostat diregangkan

2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika

dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi

termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna mencapai tujuan untuk

menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak invasif dan mekanisme

ejakulasi dapat dipertahankan.

4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja kateter

tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral dibuat dari

logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents ini digunakan

sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau

bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan

USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan

dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral

tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara

mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan alternatif

sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang

lebih invasif. 

35

Page 37: Case BPH  (dr Eko)

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B Basuki, Benign Prostat Hiperplasia, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Sagung

Seto, Jakarta, 2003

2. Swartz. H Mark, Benign Prostat Hiperplasia, Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC,

Jakarta, 1995

3. Sylvia AP & Lorraine MW. Prostat Hiperplasia, Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995

4. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC, 2004.

h. 782-786

5. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1994. h. 460-496

36