CASE BEDAH RSAL.doc

34
[Type text] STATUS PASIEN PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO PERIODE 16 MARET 2015 – 23 MEI 2015 A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny.s Usia : 80 Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Ibu rumah tangga B. ANAMNESIS Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 April 2015 pukul 21.40 WIB di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut DR. Mintohardjo. Keluhan Utama: Nyeri pada paha sebelah kiri dan tidak bisa digerakan. Riwayat Penyakit Sekarang: OS datang ke rumah sakit diantar oleh keluarga menggunakan brangkar dalam posisi tertidur dengan keluhan nyeri (VAS 6) pada paha sebelah kiri dan tidak bisa digerakan sejak satu minggu yang lalu. Nyeri muncul setelah OS terjatuh karena kehilangan keseimbangan yang diakibatkan oleh vertigo satu minggu yang lalu. OS terjatuh di halaman rumah yang dasarnya lantai, jatuh menghantam lantai dengan posisi miring pada bagian kiri tubuh. Bagian tubuh yang menyentuh lantai pertama kali adalah bagian paha sebelah kiri. Tidak ada usaha menahan 1

Transcript of CASE BEDAH RSAL.doc

[Type text]

STATUS PASIEN PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RUMAH SAKIT TNI AL Dr. MINTOHARDJO

PERIODE 16 MARET 2015 23 MEI 2015

A. IDENTITAS PASIENNama

: Ny.s

Usia

: 80Jenis Kelamin: Perempuan

Pekerjaan: Ibu rumah tangga

B. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 April 2015 pukul 21.40 WIB di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Angkatan Laut DR. Mintohardjo. Keluhan Utama: Nyeri pada paha sebelah kiri dan tidak bisa digerakan. Riwayat Penyakit Sekarang:

OS datang ke rumah sakit diantar oleh keluarga menggunakan brangkar dalam posisi tertidur dengan keluhan nyeri (VAS 6) pada paha sebelah kiri dan tidak bisa digerakan sejak satu minggu yang lalu. Nyeri muncul setelah OS terjatuh karena kehilangan keseimbangan yang diakibatkan oleh vertigo satu minggu yang lalu. OS terjatuh di halaman rumah yang dasarnya lantai, jatuh menghantam lantai dengan posisi miring pada bagian kiri tubuh. Bagian tubuh yang menyentuh lantai pertama kali adalah bagian paha sebelah kiri. Tidak ada usaha menahan tubuh dengan bagian tubuh lain saat terjatuh. Setelah terjatuh OS tidak dapat berdiri karena kaki tidak dapat digerakan dan terasa nyeri sehingga OS dibantu oleh orang lain dengan cara digendong. Nyeri dirasa terus menerus, dan terasa lebih berat apabila kaki berusaha untuk digerakan dan agak berkurang saat kaki diistirahatkan.

Dua hari setelahnya OS masih belum dapat menggunakan kaki kiri untuk berjalan dan kaki sebelah kiri masih nyeri dan sulit untuk digerakan. Muncul memar di lutut sebebelah kiri yang membuat OS datang ke poliklinik bedah untuk memeriksakan lutut pasien. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dilakukan foto rontgen genu didapatkan hasil foto tidak ada kelainan pada sendi lutut, tulang, dan jaringan di sekitar lutut. Kemudian OS diberikan obat penghilang nyeri dan pulang kemudian mengurut bagian lutut yang sakit.

Setelah satu minggu berlangsung, tidak ada perbaikan maupun progresitivitas pada keluhan di kaki kiri OS sehingga membuat OS datang kembali ke UGD untuk berobat. Dilakukan pemeriksaan ulang dan dilakukan foto rontgen di regio pelvis. Dari hasil foto didapatkan gambaran diskontinuitas kolum femoris sinistra.

Riwayat Penyakit Dahulu:

OS tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, alergi, maupun riwayat fraktur tulang sebelumnya. OS juga tidak pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit serius lainnya.

Sebelum terjatuh OS dapat berjalan dengan normal walaupun agak perlahan, tidak ada nyeri pada anggota tubuh, dan tidak ada gangguan atau nyeri maupun kekakuan pada pergerakan sendi. Riwayat Kebiasaan

Semasa muda hingga saat ini OS bukan perokok, maupun peminum alkohol, jarang mengkonsumsi susu, dan jarang berolahraga.C. PEMERIKSAAN JASMANI

Primary Survey

Airway

: Tidak ada sumbatan jalan nafas

Breathing: Spontan, tipe pernafasan torakoabdomilal, 20x/menit

Circulation: Kuat, simetris pada ke empat ekstremitas

Disability: Tidak dapat menggerakan kaki sebelah kiri

Environment: Tidak ada jejas maupun luka terbuka Status Generalis

Kesadaran

: E4V5M6, Compos mentis

Tekanan Darah: 130/90 mmHg

Nadi

: 72 x/menit

Suhu

: 36.6 C

Pernafasaan: 20x/menit

Edema umum: tidak ditemukan

Habitus

: Astenikus

Cara berjalan: tidak dapat berjalan (OS berbaring)

Mobilitas

: AktifStatus Lokalis

a. Kulit

Warna

: putih

Pembuluh darah: normal

Effloresensi

: tidak ada

Turgor

: baik

Jaringan Parut

: tidak ada

Pigmentasi

: merata

Lembab/Kering

: lembab

Lapisan Lemak:distribusi merata

Suhu Raba

: hangat

Keringat

: umum

Ikterus

: tidak ada

Oedem

: tidak adab. Kelenjar Getah Bening

Submandibula

: tidak teraba membesar

Supraklavikula

: tidak teraba membesar

Lipat paha

: tidak teraba membesar

Leher

: tidak teraba membesar

Ketiak

: tidak teraba membesarc. Kepala

Ekspresi wajah

: tampak sakit sedang

Jejas

: tidak tampak ada jejas

Deformitas

: tidak ada deformitasd. Mata

Exophthalamus

: tidak ada

Enopthalamus

: tidak ada

Kelopak

: tidak oedem

Lensa

: jernih

Konjungtiva

: tidak anemis

Visus

: tidak dinilai

Sklera

: tidak ikterik

Gerakan Mata

: normal ke semua arah

Tekanan bola mata: normal/palpasi

pupil

: isokhore. Telinga

Tuli

: fungsi pendengaran agak menurun

Penyumbatan

: tidak ada

Lubang

: lapang

Serumen

: tidak ada

Cairan

: tidak ada

Perdarahan

: tidak ada

f. Hidung

Bentuk luar

: deviasi septum (-)

Abses/trauma/deformitas: -

Perdarahan

: tidak adag. Mulut

Bibir

: kering Tonsil

: T1 T1 tenang

Bau pernapasan

: tidak ada

Faring

: normal

Lidah

: normalh. Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP): 5 - 1 cm H2O.

Kelenjar Tiroid

: tidak tampak membesar.

Kelenjar Limfe

: tidak tampak membesari. Dada PulmonalHasil pemeriksaan

InspeksiKiriSimetris saat statis dan dinamis

KananSimetris saat statis dan dinamis

PalpasiKiri- Tidak ada benjolan- Fremitus taktil simetris

Kanan- Tidak ada benjolan

- Fremitus taktil simetris

PerkusiKiriSonor di seluruh lapang paru

KananSonor di seluruh lapang paru

AuskultasiKiri- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Kanan- Suara vesikuler

- Wheezing (-), Ronki (-)

Jantung

Inspeksi: Tidak Tampak pulsasi iktus cordis.

Palpasi: Teraba pulsasi iktus cordis di midklavikula kiri ICS V.

Perkusi :

Batas kanan

: ICS III-V linea sternalis kanan.

Batas bawah kiri: sela iga V linea midklavikula kiri.

Batas atas kiri

: sela iga III linea parasternal kiri.

Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Gallop tidak ada, Murmur tidak ada.j. Pembuluh Darah

Arteri Temporalis

: teraba pulsasi

Arteri Karotis

: teraba pulsasi

Arteri Brakhialis

: teraba pulsasi

Arteri Radialis

: teraba pulsasi

Arteri Femoralis

: teraba pulsasi

Arteri Poplitea

: teraba pulsasi

Arteri Dorsalis Pedis: teraba pulsasik. Perut

Inspeksi: Datar, terdapat dilatasi vena, tidak ada lesi, tidak ada bekas

operasi, simetris, dan tidak ada smiling umbilicus.

Palpasi Dinding perut: Supel Hati: tidak teraba membesar.Limpa: tidak teraba membesar.Ginjal

: Balotement (-)

Perkusi: timpani

Shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus 3x per menit

l. Anggota Gerak Ekstremitas atasPemeriksaanKananKiri

LookTidak ada kelainanTidak ada kelainan

FeelTidak ada kelainanTidak ada kelainan

MoveTidak ada kelainanTidak ada kelainan

Ekstremitas bawahPemeriksaanKananKiri

Look Jejas (-)

pembengkakan (-)

deformitas (-)

sianosis (-)

atrofi (-)

hipertrofi (-)

jaringan parut (-) Jejas (-)

Pembengkakan (-) deformitas (-)

shortening (+) 10cm diukur dari sias-malleolus eksternal sianosis (-)

atrofi (-) hipertrofi (-)

jaringan parut (-) posisi eksternal rotasi pada sendi panggul

Feel Akral hangat (+) Suhu raba sama dengan suhu kulit sekitar

Nadi (+)

Sensibilitas (+)

Krepitasi (-)

Nyeri tekan (-) Akral hangat (+) Suhu raba sama dengan suhu kulit sekitar Nadi (+)

Sensibilitas (+)

Krepitasi (+)

Nyeri tekan (+)

Move Gerak aktif (+) ROM (tidak ada hambatan gerak) Gerak aktif (-) Gerak pasif (nyeri)

ROM (terbatas karena nyeri)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

FOTO RONTGEN Tanggal pengambilan foto: 1/4/15

Jenis Foto: Foto articulatio genu AP, Lateral

Deskripsi : Tidak tampak adanya fraktur, tidak tampak tissue swelling, tidak tampak dislokasi

Kesan

: normal Tanggal pengambilan foto: 7/4/15

Jenis Foto: Foto regio pelvis AP, oblique

Deskripsi: tampak diskontinuitas pada kolum femur sinistra, tidak ada dislokasi sendi femur, tidak tampak tissue swelling.

Kesan: fraktur kolum femoris sinistra.E. DIAGNOSIS

Dari hasil pemeriksaan berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa foto rongent OS didiagnosis menderita fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra.F. DASAR DIAGNOSISa) Riwayat penderita: Riwayat trauma, kaki kiri tidak dapat digerakan, nyeri terus menerus tanpa ada perbaikan atau progresivitas, usia tua.b) Pemeriksaan fisik: Tampak adanya shortening pada ekstrimatas bawah sinistra, nyeri tekan pada regio femur sinstra, dan tidak dapat digerakannya bagian tubuh yang nyeri, dan posisi ekstremitas bawah sinistra pada posisi eksternal rotasi pada sendi panggul.c) Pemeriksaan radiologis: Foto rontgen didapatkan gambaran diskontinuitas dari kolum femoris sinistra.G. TERAPIMedikamentosa1. IVFD Ringer Lactate 20tpm

2. KetorolacNon-Medikamentosa

1. Rawat inap2. Tirah baring3. Operasi (Austin-moore Prothesis)H. PROGNOSISAd vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam: dubia ad bonam

Ad sanationam: dubia ad bonamI. FOLLOW UPHari pertama tanggal : 8/4/15Subjektif :

Sebelum dilakukan operasi

Nyeri (+)

Kaki kiri tidak dapat digerakan (+)Objektif

Tanda Vital

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 78 kali/menit

Suhu : 36.6 oC

Pernapasan : 20 kali/menit

Konjungtiva Anemis (-)/(-), Sklera ikterik -/-,

leher: KGB tidak teraba membesar

Thoraks:

Cardio: BJ1,BJ2 reguler, murmur (-) Gallop (-)

Pulmo: SN Vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)

Abdomen: supel, datar, nyeri tekan (-) di daerah epigstrium. Perkusi: Timpani, BU (+) normal. Ekstremitas: shortening pada kaki kiri, posisi eksternal rotasi pada sendi panggul, nyeri pada perabaan, tidak dapat digerakan Foto rongent: fraktur kolum femoris sinistra

Assessment

Fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra. Planning:

Terapi

IVFD RL 20tpm

Injeksi ketorolac 3x1 ampul Rencana operasi Austin-moore Prothesis

Hari kedua tanggal : 9/4/15Subjektif :

Nyeri pada luka bekas operasi Kaki kiri belum dapat digerakan

Telapak kaki kiri terasa seperti kesemutanObjektif

Tanda-tanda vital

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 72 kali/menit

Suhu : 36.5 oC

Pernapasan : 22 kali/menit

Status generalis dalam batas normal. Status lokalis: panjang tungkai kiri sama dengan kaki kanan, terdapat luka bekas operasi, nyeri pada perabaan, belum dapat digerakan. Foto rongent: tampak terpasang bipolar prosthesis

Assessment

Post operasi fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra dengan teknik Austin-moore Prothesis

Planning:

Terapi

IVFD RL Ceftriaxone inj 1x2

Ketorolak inj 3x1 Imobilisasi

Hari ketiga tanggal 10/4/15Subjektif :

Nyeri pada luka bekas operasi

Kaki kiri sudah dapat digerakan sedikit

Telapak kaki kiri terasa seperti kesemutan Objektif :

Tanda vital:

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 72 kali per menit

Suhu 36.6oC

Pernapasan : 22 kali per menit

Status generalis dalam batas normal

Status lokalis: panjang tungkai kiri sama dengan kaki kanan, terdapat luka bekas operasi, nyeri pada perabaan, sudah dapat digerakan namun terbatas karena nyeri

Assessment

Post operasi fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra dengan teknik Austin-moore Prothesis Planning:

Terapi

IVFD RL Ceftriaxone inj 1x2

Ketorolak inj 3x1

Imobilisasi

Hari keempat tanggal : 11/4/15Subjektif :

Nyeri pada luka bekas operasi sudah berkurang

Kaki kiri sudah dapat digerakan 450 pada sendi panggulObjektif

Tanda vital

TD : 140/80 mmHg

Nadi : 74 kali/menit

Suhu : 36.2 oC

Pernapasan : 20 kali/menit Status generalis dalam batas normal Status lokalis: panjang tungkai kiri sama dengan kaki kanan, terdapat luka bekas operasi, nyeri pada perabaan, sudah dapat digerakan 450

Assessment

Post operasi fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra dengan teknik Austin-moore Planning:

Terapi

IVFD RL Ceftriaxone inj 1x2

Ketorolak inj 3x1

Hari kelima tanggal : 12/4/15Subjektif :

Nyeri pada luka bekas operasi sudah berkurang

Kaki kiri sudah dapat digerakan > 450 pada sendi panggul Objektif

Tanda vital:

TD : 130/90 mmHg

Nadi : 74 kali/menit

Suhu : 36.3 oC

Pernapasan : 22 kali/menit

Status generalis dalam batas normal

Status lokalis: panjang tungkai kiri sama dengan kaki kanan, terdapat luka bekas operasi, nyeri pada perabaan, sudah dapat digerakan >450

AssessmentPost operasi fraktur kolum femoris tertutup grade III tipe 3 sinistra dengan teknik Austin-moore Planning:

Terapi

IVFD RL Ceftriaxone inj 1x2

Ketorolak inj 3x1

TINJAUAN PUSTAKAA. Pendahuluan

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh,pelindung organ tubuh, pembentuk bentuk tubuh, juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai tempatpenyimpanan garam mineral. Namun fungsi-fungsi dari tulang tersebut bisa saja hilang karena beberapa penyebab, contohnya fraktur.Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.1 Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur meningkat secara signifikan.Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi.1 Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Penatalaksanaan fraktur femur harus dilaksanakan secepat dan sebaik mungkin karena jika ada gangguan suplai darah ke kaput femur yang tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.1

B. Definisi Fraktur Collum Femur

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144). Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis (Long, 1985). Sedangkan fraktur kolum femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.

C. Etiologi Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Cedera traumatik: Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

b. Fraktur Patologik: Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai keadaan seperti tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif, Infeksi (misalnya osteomielitis), Rakhitis (penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D.F. Faktor Resiko

Fraktur collum femur dan fraktur subtrochanter femur banyak terjadi pada wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami osteoporotik. Trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh terpeleset di kamar mandi), sedangkan pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan.

Kaitan antara kejadian fraktur collum femur dan osteoporosis sangat nyata sehingga insidensi fraktur collum femur digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian kependudukan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada penderita osteopenia, diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya osteomalasia, diabetes, stroke, alkoholisme dan penyakit kronis lainnya. Beberapa keadaan ini meningkatkan kecenderungan pasien terjatuh. Sebaliknya, fraktur collum femur jarang terjadi pada orang-orang Negroid dan pada pasien dengan osteoartritis pinggul.G. Klasifikasi

Keadaan fraktur tulang femur dibagi menjadi beberapa klasifikasi, adapun klasifikasi fraktur femur ialah sebagai berikut: Fraktur intrakapsular, fraktur ini terjadi di kapsul sendi pinggul Fraktur kapital : fraktur pada kaput femur Fraktur subkapital : fraktur yang terletak di bawah kaput femur Fraktur transervikal : fraktur pada kolum femur

Fraktur ekstrakapsular, fraktur yang terjadi di luar kapsul sendi pinggul Fraktur sepanjang trokanter mayor dan minor Fraktur intertrokanter Fraktur subtrokanter

Fraktur collum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput femur sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.

Pada fraktur kolum femoris, Gardens (1961) membagi beberapa klasifikasi. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut: Grade I : Fraktur inkomplit (abduksi dan terimpaksi)

Grade II: Fraktur lengkap tanpa pergeseran fragmen tulang

Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian fragmen fraktur (varus malaligment).

Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian segmen yang bersinggungan

Klasifikasi Pauwels untuk fraktur collum femur juga sering digunakan. Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang horizontal pada posisi tegak. Tipe I: Garis fraktur membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal pada posisi tegak.

Tipe II: Garis fraktur membentuk sudut 30-50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak.

Tipe III: Garis fraktur membentuk sudut >50 dengan bidang horizontal pada posisi tegak

H. Patologi

Kaput femoris mendapat vaskularisasi dari 3 sumber, yaitu dari pembuluh darah intramedulla pada collum femur, pembuluh darah servikal asenden pada retinakulum kapsular dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris. Pasokan darah intramedulla selalu terganggu oleh fraktur; pembuluh retinakular juga dapat robek bila terdapat banyak pergeseran. Pada pasien usia lanjut, pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat sedikit dan pada 20% kasus tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan tingginya insidensi nekrosis avaskular pada fraktur collum femur yang disertai pergeseran.

Fraktur transervikal, menurut definisi, bersifat intrakapsular. Fraktur ini penyembuhannya buruk karena dengan robeknya pembuluh kapsul, cedera itu melenyapkan persediaan darah utama pada kaput femur, kemudian karena tulang intra-artikular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tidak ada kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan kalus, serta akibat adanya cairan sinovial yang mencegah pembekuan hematom akibat fraktur itu. Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam kaput femoris dengan mengurangi tamponade.I. Manifestasi Klinik

Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.2J. Diagnosis

Penegakan diagnosis fraktur collum femur dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi, eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul namun masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci dan pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang muncul terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan fisik harus diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu, tingkat intensitas, dan teknik harus dicatat.2

Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita. Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen. Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan makan teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala pada perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin, erosi enamel gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami tanda-tanda yang mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat fraktur yang tidak biasa terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet menggambarkan timbulnya rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat dijumpai perubahan dalam pelatihan atau penggunaan peralatan latihan. Biasanya, pelari meningkatkan jarak tempuh mereka atau intensitas, atau penggunaan sepatu lari. dokter harus bertanya tentang latihan individu dan jarak tempuh.

Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di selangkangan, atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga. Karakteristik dari fraktur adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan dengan latihan yang meningkat dan berkurang dengan aktivitas dan baik dengan istirahat atau dengan aktivitas yang kurang. Nyeri semakin parah dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit berasal dari aktivitas berulang, dan berkurang dengan istirahat.

Pada pemeriksaan fisik, dimulai dengan pengamatan pasien selama evaluasi. Perhatikan setiap kali pasien meringis atau pola-pola abnormal. Pasien dengan patah tulang leher femur biasanya tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Amati krista iliaka untuk setiap ketinggian yang berbeda, yang mungkin menunjukkan perbedaan fungsional panjang kaki. Alignment dan panjang ekstremitas biasanya normal, tapi gambaran klasik dari pasien dengan fraktur yang pendek dan ekstremitas eksternal diputar. Penilaian ada tidaknya atrofi otot atau asimetri juga penting.3

Pada palpasi fraktur diagnosis sering ditemukan adanya hematom di panggul. Pada tipe impaksi, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.

Ditentukan rentang gerak untuk fleksi panggul, ekstensi, adduksi, rotasi internal dan eksternal serta fleksi lutut dan ekstensi. Temuan termasuk adanya rasa sakit dan terbatasnya rentang gerak pasif di pinggul.

K. Pemeriksaan PenunjangDengan Foto Rontgen pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial. Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.

Dengan bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang, tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit.5 Shin dkk melaporkan bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.4,1

Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.4L. Penatalaksanaan

Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.1

Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini pasca bedah.

Terapi Konservatif dilakukan dengan skin traction dan buck extension Apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :6 Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal

Kesulitan mengamati fragmen proksimal

Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan synovial.

Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua prinsip yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi yaitu reduksi anatomi yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi. Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan multiple compression screws. Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke atas) fraktur ditangani dengan cara memindahkan caput femur dan menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis Austin Moore.2

Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan pemasangan skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup dengan salah satu cara menurut Leadbetter. Penderita terlentang di atas meja operasi dalam pengaruh anastesi, asisten memfiksir pelvis, lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45, kemudian sisi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah itu di lakukan test Palm Halm Test (tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan) Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi dilakukan internal fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau plate.2,6

Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah 70 tahun, dianjurkan melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral.

Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau dua usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan penggantian prostetik. Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau kadang dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur pada bagian atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah pengendali fluroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat adalah tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus terletak memanjang dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya berada ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup distal terletak pada korteks inferior leher femur.

Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan (dengan penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Pandangan ini meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena itu kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk penderita yang sangat tua dan lemah, penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup.M. Komplikasi

Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada pasien usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru, pneumonia dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur terjadi dapat memperberat kondisi pasien.

Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan 10% pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera, pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput femoris mungkin tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kolapsnya kaput femur akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Terapinya adalah dengan penggantian sendi total.3

Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat. Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan tanda khas untuk fraktur intraartikular.

Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang keluar atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan.

Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan osteoartritis sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang dan meluasnya kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan penggantian sendi total.

Daftar Pustaka

1. Staff pengajar bagian ilmu bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7. 2. Orthopaedic Trauma Association (2007). "Fracture and Dislocation Classification". J Orthop Trauma 21 (Suppl): S1S133. PMID 18277234.3. Anonim. Fraktur collum femur. In: Mansjoer A,Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3 (2). Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2000.p.355-6.

4. Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.p.31.

5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2004.

6. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.16