Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

38
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI) Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias anestesi 1. hipnotik 2. analgesik 3. relaksasi Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya : 1. Meredakan kecemasan dan ketakutan 2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus 3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah 4. Mengurangi isi cairan lambung 1

Transcript of Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Page 1: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Trias anestesi

1. hipnotik

2. analgesik

3. relaksasi

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam

anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu

sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi

adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi

yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,

rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

4. Mengurangi isi cairan lambung

5. Membuat amnesia

6. Memperlancar induksi anestesi

7. Meminimalkan jumlah obat anestesi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan

B. OBAT PREMEDIKASI

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi

efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau

1

Page 2: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah

melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat

bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan

kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan

untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu

diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk

dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)

Midazolam

Midazolam telah mendominasi menggantikan diazepam pada penggunaannya sebagai

medikasi preoperative dan sedasi sadar. Bahan-bahan psikokimia dari obat itu berguna untuk

kelarutannya dalam air dan metabolisme cepat. Sedangkan dengan benzodiazepin lain,

midazolam menghasilkan anxiolysis, sedasi, dan amnesia. Ini 2 sampai 3 kali lebih poten

daripada diazepam karena peningkatannya pada reseptor benzodiazepun. Dosis biasa

intramuskuler adalah 0,05-0,1 mg/kg dan titrasi 1,0-2,5 mg pada intravena. Tidak ada iritasi atau

phlebitis dengan injeksi midazolam. Insidensi efek samping setelah masuknya obat rendah,

meskipun depresi ventilasi dan sedasi dapat lebih dari yang diharapkan, terutama pada pasien tua

atau ketika obat dikombinasikan dengan depresan system saraf pusat lain. Ada onset yang cepat

pada kerja dan absobrsi yang diperkirakan setelah injeksi intramuskular midazolam daripada

diazepam. Waktu onset setelah injeksi intramuskuler 5-10 menit, dengan efek puncak muncul

setelah 30-60 menit. Onset setelah masuknya intravena sebesar 5 mg diperkirakan muncul

setelah 1-2 menit. Ditambahkan onset yang lebih cepat, penyembuhan lebih cepat muncul setelah

masuknya midazolam dibandingkan dengan diazepam. Hal ini mungkin sebagai hasil kelarutan

midazolam pada lemak dan distribusi yang cepat pada jaringan perifer dan biotransformasi

metabolic.

Atas alasan ini, midazolam biasanya diberikan dalam waktu 1 jam induksi. Midazolam

dimetabolisme dengan enzim mikrosomal hepatic untuk mencapai metabolisme hidroksilasi yang

inaktif. Reseptor H2 antagonis tidak mempengaruhi metabolisme. Eliminasi waktu paruh

2

Page 3: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

midazolam kira-kira 1-4 jam dan dapat memanjang pada orang tua. Percobaan menunjukkan

fungsi mental biasanya kembali ke normal dalam 4 jam masuknya obat. Setelah masuknya 5 mg,

amnesia berakhir dari 20-32 menit. Masuknya obat intramuskuler dapat menghasilkan periode

amnesia lebih panjang. Hilangnya ingatan dapat diakibatkan oleh masuknya skolpolamin

berkelanjutan. Obat-obatan midazolam membuat hal ini ideal untuk prosedur yang pendek.

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan,

umumnya hanya sedikit

Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan

pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05

mg/kgBB.

Antiemetik

c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)

.Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi

dan sesak nafas. Dosis dewasa 2-4 mg.

d. Antagonis Receptor Histamin (H2)

Cimetidin, Ranitidin, Famotidin and Nizatidin mengurangi sekresi asam gaster. Mereka

memblok kemampuan histamine untuk menginduksi sekresi asam gaster dengan konsentrasi ion

hydrogen yang tinggi. Oleh karena itu antagonis reseptor histamin meningkatkan pH gaster.

Antagonisme dari reseptor histamine terjadi dalam cara yang selektif dan kompetitif. Penting

untuk mengingat bahwa obat-obatan ini tidak dapat diperkirakan tergantung dari volume gaster.

Dibanding dengan premedikasi, mereka relatif memiliki efek samping yang lebih sedikit. Karena

efek sampingnya yang relatif sedikit dan karena banyak pasien elektif memiliki resiko aspirasi

pneumonitis, beberapa anesthesiologists menyarankan penggunaan antagonis reseptor H2.

Regimen dosis mulitipel dapat lebih efektif dalam meningkatkan pH gaster dibanding

dosis tunggal sebelum operasi pada hari operasi. Antagonis H2 juga dapat diberikan pada pasien

alergi.

Ranitidin 50 mg

3

Page 4: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Ranitidin lebih poten,spesifik, dan kerja lebih lama dibanding cimetidin. Dosis oaral

biasanya 50-200 mg. Ranitidin 50-100 mg yang diberikan parenteral,akan menurunkan pH cairan

gaster dalam 1 jam. Sama efektifnya dengan cimetidin dalam mengurangi jumlah pasien yang

memiliki resiko aspirasi gaster dan memiliki sedikit efek samping terhadap kardiovaskular dan

SSP. Efek dari ranitidine berlangsung sampai 9 jam. Oleh karena itu, ranitidine lebih superior

dari cimetidin pada prosedur jangka panjang dalam mengurangi resiko aspirasi pneumonitis

selama keadaan bahaya dari anestesi dan extubasi trakea.

C. OBAT INDUKSI

1. RECOFOL 80 mg (Profofol)

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery

anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan cairan emulsi minyak-

air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah

larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.

Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu

30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-

100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi

maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa

dibawah umur 55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu

melalui infus, namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada

oranag dewasa di bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah

dan kecepatan tetesan juga lebih lambat

2. PETIDIN

Petidin ( meperidin, demerol) adalah zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan

morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping yang mendekati sama. Secara kimia

petidin adalah etil-1metil-fenilpiperidin-4-karboksilat.3

Farmakodinamik

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor m (mu). Seperti

halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas

4

Page 5: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah

dibanding morfin, tetapi leih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis 3-5

jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.

Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat

dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat

konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari

10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3. Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan

takikardia.

4. Seperti morpin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih

ringan.

5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada

hubungannya dengan hipiotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa. Morfin tidak.

6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

Farmakokinetik

Absorbsi meperidin setelah cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi

kecepatan absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma

biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah

pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam pertama,

kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin dalam plasma

terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia meperidin mengalami

hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian mengalami konyugasi. Meperidin

dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin. Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin

ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan

intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat masuk

kefetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

5

Page 6: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan

klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.

Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat preanestetik,

untuk menimbulkan analgesia obstetrik dibandingkan dengan morfin, meperidin kurang karena

menyebabkan depresi nafas pada janin.

Dosis dan sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50

mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong dengan

dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,

euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia,

sinkop dan sedasi.

3. ATRACURIUM Tracrium 20 mg : nondepolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan

reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi

asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit

dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot

mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang

paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat

antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,

keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga

pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau

glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa.

D. MAINTAINANCE

a. N2O

6

Page 7: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

N2O (gas gelak, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan memanaskan

ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3 à 2H2O + N2O)

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan

beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.

Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi

setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi,

berikan O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% :

40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%

: 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila

digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan

timpanoplasti.

b. Obat Anestetik inhalasi

Halothan/fluothan

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang mudah

menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen atau

nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi

untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas

spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang

tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi

pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer,

depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane

sering menyebabkan pasien menggigil

Sifat

Tidak berwarna, mudah menguap

Tidak mudah terbakar/meledak

Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

7

Page 8: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Efek:

Tidak merangsang traktus respiratorius

Depresi nafas pada stadium analgetik

Menghambat salivasi

Nadi cepat, ekskresi airmata

Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi

Vasodilatasi pembuluh darah otak

Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleks

Pemberian berulang (1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

Menghambat kontraksi otot rahim

Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan

Cepat tidur

Tidak merangsang saluran napas

Salivasi tidak banyak

Bronkhodilator obat pilihan untuk asma bronkhiale

Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian

Overdosis

Perlu obat tambahan selama anestesi

Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

Aritmia jantung

8

Page 9: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Sifat analgetik ringan

Cukup mahal

Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang mudah

menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen atau

nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi

untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas

spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang

tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi

pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer,

depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane

sering menyebabkan pasien menggigil

E. INTUBASI

Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat

dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum dilakukan induksi

sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang diperlukan. Untuk persiapan

induksi sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope

T = Tubes Pipa trakea. Usia >5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan

untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran

trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta

9

Page 10: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan

intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b.Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran

pernafasan.

c.Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,

lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

g. Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan

lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker

nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di

arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial

toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien

dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal

antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada

beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga

sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000)

biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

10

Page 11: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental

symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang

bawah yang lebih lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher

di sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan

antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal

dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol

infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada

dalam satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi

dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka

dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan

terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan

kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan

tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak

keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan

mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa

asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak

dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan

11

Page 12: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan

dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu

ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri

sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi

endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas

kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas

terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai

ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah

epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin

membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan

oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi.

BAB II

12

Page 13: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

LAPORAN KASUS

A. Anamnesis

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. Y

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 43 th

Alamat : Padang

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

No. RM : 294177

Tanggal Operasi : 23 Juni 2012

2. Diagnosis: Carcinoma Mammae Dekstra

3. Riwayat Penyakit Yang Dapat Menjadi Penyulit Anestesi

Riwayat Asma : tidak ada

Riwayat Diabetes Melitus : tidak ada

Riwayat Hipertensi : tidak ada

4. Riwayat Obat-Obatan Yang Pernah Atau Sedang Digunakan

Obat antihipertensi : tidak ada

Obat antidiabetik : tidak ada

Obat penyakit jantung (ex. Aspilet) : tidak ada

5. Riwayat Operasi dan Anestesi Sebelumnya

Tahun 2011 biopsi tumor mammae → tidak ada ada komplikasi anestesi (General

Anesthesi)

6. Kebiasaan Buruk Sehari-hari yang mempersulit operasi

Merokok : tidak ada

Konsumsi alcohol : tidak ada

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

13

Page 14: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Berat Badan : 78 kg

Tinggi Badan : 160 cm

BMI : 30,46 kg/m2

2. Vital sign

Tekanan Darah : 130/90 mmHg

Nadi : 78 x/menit

Nafas : 22 x/menit

Suhu : 37 ºC

3. Status Generalisata

a) Kepala

Mata

o Konjungtiva : anemis -/-

o Sklera : ikterik -/-

Mulut

o Gigi palsu : tidak ada

o Gigi tonggos : tidak ada

o Trismus : tidak ada

o Rahang bawah maju : tidak ada

o Mallampati : 1

b) Leher : pendek

c) Thoraks

Paru

o Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

o Palpasi : fremitus taktil kanan sama dengan kiri

o Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

o Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Jantung

o Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

14

Page 15: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

o Palpasi : iktus kordis tidak teraba

o Perkusi : batas jantung dalam batas normal

o Auskultasi: bunyi jantung I-II regular, murmur (-)

d) Abdomen

Inspeksi : tampak cekung, lebih rendah dari dada, simetris

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : massa (-), NT (+), supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

e) Ekstremitas

Akral : hangat

Perfusi : baik

4. Status Lokalis

Regio Mammae

Inspeksi : massa (+) di mammae dekstra, retraksi pupil (+), peau d’orange (+),

discharge (-)

Palpasi : teraba massa di mammae dekstra dengan konsistensi padat, batas tidak

tegas, permukaan rata, lengket ke diding dada, ukuran 10 cm x 10 xm x 5

cm

C. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 22 Juni 2012

Pemeriksaan darah lengkap

Hemoglobin (Hb) : 14,9 g/dl Normal : 13-16 g/dl

Leukosit : 5230 /ul Normal : 5000-10000/ul

Hematokrit (Ht) : 42 % Normal : P 40-48; W 37-43 %

Eritrosit : 5,5 jt/ul Normal : P 4,5-5,5; W 4-5 jt/ul

Trombosit : 197.000/uI Normal : 150000-400.000/ul

PT : 16,6 detik Normal : 10,6-14,4

APTT : 40,1 detik Normal : 24-36

Pemeriksaan Kimia Klinik

Ureum : 21,1 mg/dl Normal : 10-50 mg/dl

Kreatinin : 0,63 mg/dl Normal : 0,7-1,2 mg/dl

15

Page 16: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

GDS : 97 mg/dl Normal : ≤ 200

D. Kesimpulan

Status Fisik ASA II (obesitas)

E. Laporan Anestesi

Diagnosa pra bedah : Carcinoma Mammae Dekstra

Diagnosa pasca bedah : Post. Eksisi carsinoma Mammae dekstra

Jenis pembedahan : Eksisi

Penatalaksanaan anastesi (Tanggal 23 Juni 2012)

Jenis anesthesi : General Anestesi

Premedikasi : Ranitidin 50 mg

Ondansentron 4 mg

Fentanyl 175 ug

Fortanes 5 mg

Medikasi : Propofol 100 mg + propofol 40 mg

Roculax 40 mg

Phetidyn 30 mg + phetydin 20 mg

Maintenance : O2 2,0 L/mnt

N20 2,0 L/menit

Sevofluran 3%

teknik anestesi : SCCS, intubasi dengan ETT no. 7,5 cuff (+), guedel (+),

maintenance O2, N2O, Sevofluran

Respirasi : CR

Posisi : Supine

Infus durante operasi : RL I kolf tangan kiri

Keadaan akhir anestesi : TD 121/60, nadi 63 x/menit, sadar (+), mual (-),muntah (-)

Laporan durante operasi :

Mulai anastesi : 11.15 WIB

Mulai operasi : 11.30 WIB

Selesai operasi : 13.30 WIB

Selesai anestesi : 13.45 WIB

16

Page 17: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Cairan yang masuk durante operasi : RL II kolf, Nacl 50 cc, Hess I kolf

Tekanan darah dan frekuensi nadi

Waktu Keterangan HR

(x/menit)

Tensi

(mmHg)

SpO2

10.15 Anestesi mulai

65 120/80 100

10.20 Operasi mulai

71 130/75 100

12.20 Operasi selesai

68 118/89 100

12.30 Anestesi selesai

63 121/60 100

Perdarahan : ± 100 cc

Urin tampung : ± 150 cc

Persiapan Alat dan Obat Anestesi Umum

Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, face mask, monitor, tensimeter,

saturasi serta mengecek tabung O2, N2O, Sevoflurane, dan Isoflurane

Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dan terang), tape,

oropharingeal tube (guedel) ukuran 3 dan 4, ETT jenis non-kinking ukuran 6,5; 7;

dan 7,5, dan suction.

Mempersiapkan fortanest, propofol, fentanyl, roculax, phetidyn, ranitidin, dan

ondansentron.

Premedikasi

Ranitidin 50 mg

Ondansentron 4 mg

Fentanyl 175 ug

Fortanes 5 mg

Induksi Anestesi

17

Page 18: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

- Akses IV: Memasukkan ranitidin 50 mg, ondansentron 4 mg, fentanyl 175 ug, fortanes 5

mg Propofol 100 mg cek refleks bulu mata, jika telah (-) pasang face mask

dan mulai ambu O2 3 L/menit, N2O 3 L/menit dan Isoflurane 2 vol % (sambil tetap

memompa sampai airway bagus) Roculax 40 mg setelah obat mulai bekerja + 3

menit, perhatikan pergerakan dada naik dan simetris segera lakukan intubasi

- Intubasi : Lepas face mask, pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan

laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri (dapat meminta bantu pada

asisten untuk membuka mulut pasien dan melakukan chin lift), tangan kanan

melakukan head tilt, telusuri lidah pasien sampai pangkal lidah, terlihat epiglotis, di

belakang epiglotis tampak plica vokalis, lalu segera masukkan ETT no.7,5 sampai

batas garis hitam pada ETT.

- Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin anestesi, pompa balon, pastikan ETT

sudah masuk ke trakea dan cek suara napas kanan = kiri, lalu isi balon ETT dengan

15 cc udara, fiksasi ETT dengan plester/tape, ambu O2 3 L/menit, sevoflurane 2 vol

% dan N2O 3 L/menit.

Ekstubasi

- Memastikan pasien telah bernapas spontan

- Melakukan suction slem pada airway pasien

- Menutup Isoflurane dan N2O, tinggikan O2 sampai ± 8 L/menit

- Mengempiskan balon, pastikan bahwa pasien sudah bangun (biasanya pasien akan

mulai batuk-batuk). Melepaskan plester/tape. Cari waktu yang tepat dan segera

cabut ETT. Segera pasang face mask dan pastikan airway lancar dengan triple

manuver. Setelah pasien benar-benar bangun, pasien dipindahkan ke RR.

Instruksi Post OP di RR

- Awasi tekanan darah, nadi, nafas dan saturasi

- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit

Instruksi Post OP di Ruangan

- Awasi vital sign

- Oksigenasi dengan O2 3-4 L/menit hingga 2 jam post operasi

- Puasa hingga bising usus (+)

- Analgetik post op

18

Page 19: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

- Cairan rumatan RL 16-20 gtt/i

- Lain-lain sesuai kebutuhan pasien

F. Terapi Cairan

BB : 78 kg

Puasa selama 12 jam

Lama operasi : 120 menit

Jumlah perdarahan : ± 100 cc

Pre operasi : Cairan maintenance

: 4 cc/kgBB I/jam + 2 cc/kgBB II/jam + 1

cc/kgBB III/jam

: 40 cc + 20 cc +58 cc

: 118 cc/jam

Durante operasi

Puasa : 12 jam x maintenance

: 12 jam x 118 cc/jam

: 1416 cc

Stress operasi : Operasi sedang

: 6 cc/kg BB/jam

: 6 cc x 78/jam

: 468 cc/jam

Pemberian cairan

Jam I : ½ puasa + maintenance + strees operasi

: (½.1416) + 118 cc/jam + 468 cc/jam

: 708 cc + 118 cc/jam +468 cc/jam

: 1294 cc

Jam II : ¼ puasa + maintenance + stress operasi

: (¼.1416) + 118 cc/jam + 468 cc/jam

: 354 + 118 cc/jam + 468 cc/jam

: 940 cc

Perdarahan : ± 100 cc

19

Page 20: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Urin output : ± 150 cc

Jadi total kebutuhan cairan : Jam I + jam II + perdarahan + urin output

: 1294 + 940 cc + 100 cc +150 cc

: 2484 cc

Jumlah pemberian cairan : RL II = II x 500 = 1000 cc

: Hes I = I x 500 = 500 cc

: NaCl 50 cc

Jadi sisa kebutuhan : 2484 cc – 1550 cc

: 934 cc

Persiapan Pre-Anestesi dan Pre-Operatif

1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis mencakup antara lain riwayat tentang apakah penderita pernah

mendapat anestesi sebelumnya. Hal ini menjadi hal yang penting karena untuk

mengetahui apakah penderita mengalami alergi atau sesak nafas pasca bedah. Selain hal

yang berhubungan dengan riwayat anestesi dan riwayat bedah sebelumnya, anamnesis

juga diperlukan untuk mengetahui apakah penderita memiliki riwayat penyakit sistemik

lain seperti diabetes melitus, asma, atau hipertensi. Karena penderita dengan penyakit

tersebut harus mendapatkan perhatian khusus.

Pemeriksaan fisik yang penting untuk diperhatikan adalah keadaan gigi-geligi,

keadaan mulut (mallampati). Hal-hal tersebut sangatlah penting karena untuk

memprediksi apakah tindakan laringoskopi akan mengalami kesulitan atau tidak.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Rekomendasi pada persiapan pemeriksaan laboratorium sebelum operasi antara

lain: pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit) , PT, APTT, fungsi hati

(SGOT, SGPT), fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi

pasien yang diperkirakan menderita anemia, pasien dengan penyakit jantung, ginjal,

saluran napas atau infeksi.

3. Puasa pre operasi

20

Page 21: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Pengosongan lambung sebelum anestesi penting untuk mencegah aspirasi isi

lambung karena regurtasi dan muntah. Pada pembedahan elektif, pengosongan lambung

dilakukan dengan puasa. Pada pasien dewasa puasa selama 8 jam sedangkan pada anak-

anak puasa selama 4 jam. Pada pasien ini puasanya selama 12 jam dikarenakan jadwal

operasi jam 10 pagi sehingga saat telah 8 jam pasien diberikan cairan untuk mencegah

dehidrasi.

4. Premedikasi

Pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dengan tujuan untuk melancarkan

induksi, rumatan, dan bangun dari anastesi. Tujuan premedikasi adalah

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Memperlancar induksi

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Mengurangi mual-muntah pasca operasi

Menciptakan amnesia

Menguras isi lambung

Obat-obatan yang digunakan untuk premedikasi pada pasien ini antara lain:

Ondancentron 4 mg/iv

Ranitidine 50 mg/iv

Midazolam 5 mg/iv

Fentanyl 175 ug/iv

5. Induksi

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar

sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Induksi anastesi dapat

dikerjakan dengan cara intravena, inhalasi, intramuskular, intra rectal. Setelah diberikan

induksi dilanjutkan dengan pemeliharaan anastesi sampai tindakan pembedahan selesai.

Selama induksi anastesi tanda-tanda vital pasien harus diperhatikan.

Obat-obatan yang digunakan pada pasien ini saat induksi adalah :

Propofol 100 mg

Roculax 40 mg pukul 11.15

Phetidin 30 mg

21

Page 22: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Propofol 40 mg pukul 11.20

Phetidin 20 mg

Maintenance secara inhalasi berupa O2 1L, N2O 1L, Sevoflurane 3L. Sedangkan

gas yang biasa digunakan adalah

Halotan 0.5%

Isofluran

Sevofluran

Enfluran

G. Pembahasan

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I

karena penderita merupakan pasien usia 43 tahun dan kondisi pasien tersebut sehat

organik (selain penyakit definitive), fisiologik, psikiatrik dan biokimia. Rencana jenis

anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi umum dengan teknik semi closed.

Pemilihan teknik semi closed karena pada waktu inspirasi gas campuran yang

masuk lagi ke dalam pernapasan tidak banyak dan pada waktu ekspirasi katup sistem

pernapasan akan terbuka karena dorongan udara ekspirasi sehingga udara dari paru-paru

langsung menuju atmosfir dan tidak akan kembali ke dalam paru-paru, setelah udara

ekspirasi habis katup tersebut akan tertutup kembali.

Cara anestesi pada kasus ini adalah penggunaan general anestesi dengan intubasi.

Penggunaan intubasi dikarenakan operasi yang dilakukan relatif lama.

Ondansetron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan

suatu antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan

dan pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat

merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya.

Ondansetron diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa

menyebabkan aspirasi. Sediaan injeksi 4mg dan 8mg. Sedangkan pemberian pada kasus

ini adalah 4 mg dan untuk pemberiannya adalah maksimal 8mg/hari.

22

Page 23: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Penggunaan ranitidine juga diberikan sebagai pengobatan premedikasi pada

general anesthesia pada kasus pasien ini. Obat ini diharapkan akan mengurangi produksi

asam lambung.

Midazolam adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan

benzodiazepine. Midazolam menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena kerjanya cepat,

waktu paruhnya pendek, memiliki amnesia anterograde yang menguntungkan, tidak

mengiritasi. Obat golongan sedatif adalah obat-obatan yang menghilangkan kecemasan,

mengurangi ketegangan dan menimbulkan ketenangan. Sedangkan efek obat golongan

Hipnotika adalah obat-obat sedatif yang ditingkatkan dosisnya yang mendepresi susunan

saraf pusat sehingga menyebabkan tidur. Oleh sebab itu maka midazolam dipilih sebagai

premedikasi pada kasus ini. Dosis Midazolam (Fortanest) diberikan 0,05 – 0,2 mg/kgBB

iv memberikan 60-96% amnesia, pada pasien ini adalah sebesar 5 mg.

Pemberian fentanyl yang termasuk digunakan sebagai analgesi opioid. Setelah

suntikan intravena, ambilan dan distribusi Fentanyl secara kualitatif hampir sama dengan

morfin, tetapi sebagian besar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Dosis

analgesi 1-3 g/kgBB intravena untuk lama kerja 30 menit, karena itu hanya

dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan bukan untuk pasca bedah. Pada pasien ini

dosis fentanyl yang diberikan yaitu 175 ug.

Penggunaan induksi pertama adalah penggunaan propofol. Propofol dengan dosis

2-3 mg/kg BB diberikan secara bolus intravena sebagai induksi. Propofol dikemas dalam

cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1%.

Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya

sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg secara intravena. Dosis bolus untuk induksi

2-3 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena total adalah 4-12 mg/kgBB/jam

dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya

boleh dengan dekstrosa 5%. Pada pasien ini penggunaan propofol adalah sebesar 140 mg

yang dibagi pemberiannya, 100 mg dan 40 mg.

Sebagai muscle relaxant digunakan roculax atau rocuronium bromida dengan

dosis 40 mg. Roculax diharapkan dapat memudahkan proses intubasi.

23

Page 24: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

Pada pasien ini, juga diberikan phetidin dengan dosis 50 mg terbagi menjadi 30

mg dan 20 mg. Seperti halnya morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia,

sedasi, euforia, depresi nafas dan efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam.

Efektivitasnya lebih rendah dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi

analgesinya pada penggunaan klinis 3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin

lebih efektif terhadap nyeri neuropatik. Efek samping phetidine yang diharapkan pada

pasien ini adalah hipotensi karena tekanan darahnya meningkat saat dilakukan induksi.

Sebagai analgetik digunakan Ketorolac sebanyak 1 ampul (1 ml) berisi 30 mg/ml,

disuntikan iv untuk terapi pasca operasi. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi

(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan

rasa nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan

50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta

lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada efek depresi nafas pada percobaan

klinis.

Analgetik tramadol 1 ampul (100 mg) dicampur dengan RL 500 cc didrip dengan

tetesan 20 tetes/menit. Terapi mengurangi nyeri pasca bedah.

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan

baik. Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti,

penderita kemudian dibawa ke bangsal untuk dirawat dengan lebih baik.

BAB III

KESIMPULAN

1. Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi umum dengan teknik semi closed.

Pemilihan teknik semi closed karena pada waktu inspirasi gas campuran yang masuk lagi

24

Page 25: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

ke dalam pernapasan tidak banyak dan pada waktu ekspirasi katup sistem pernapasan

akan terbuka karena dorongan udara ekspirasi sehingga udara dari paru-paru langsung

menuju atmosfir dan tidak akan kembali ke dalam paru-paru, setelah udara ekspirasi

habis katup tersebut akan tertutup kembali.

2. Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi adalah ondensantron, ranitidine,

fentanyl, dan midazolam, sedangkan untuk medikasi meliputi propofol, roculax, dan

phetidine. Post operasi pasien dirawat di ruangan untuk dimonitoring stabilitas pasien

post operasi sampai keadaan umumnya membaik yang kemudian dapat dipulangkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuwajerwala NK. Perioperative medication management; Available at:

http://www.emedicine.com/MED/ topic3158.htm.

25

Page 26: Case Anestesi Nevi Ruri Puput Fix

2. Stier GR. Preoperative evaluation and testing. In: Hines RL, editor. Adult perioperative

anesthesiathe requisites in anesthesiology. Philadelphia: Elsevier; 2004.p.3-82.

26