Case Anak Shella

34
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK 4 November 2013 – 12 Januari 2014 Topik : Kejang Demam Sederhana disertai ISK dan TB paru Nama : Shella Elisabeth Nyaw NIM : 11.2012.149 Dokter Pembimbing : dr. Henny Komalia Sp.A I. IDENTITAS PASIEN Nama : an. A P H Tanggal lahir (umur) : 24 Februari 2012 (1 tahun 8 bulan) Jenis kelamin : Perempuan Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok Suku bangsa : Betawi Agama : Islam Pendidikan : Belum sekolah II. IDENTITAS ORANG TUA Ayah Nama : Tn. A H Tanggal lahir (umur) : 27 tahun 1

description

mmkgv65ced6fynuiminyvtrxaw3zexctrfvbgyhunijmkobbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

Transcript of Case Anak Shella

Page 1: Case Anak Shella

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK

4 November 2013 – 12 Januari 2014

Topik : Kejang Demam Sederhana disertai ISK dan TB paru

Nama : Shella Elisabeth Nyaw

NIM : 11.2012.149

Dokter Pembimbing : dr. Henny Komalia Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : an. A P H

Tanggal lahir (umur) : 24 Februari 2012 (1 tahun 8 bulan)

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : Belum sekolah

II. IDENTITAS ORANG TUA

Ayah

Nama : Tn. A H

Tanggal lahir (umur) : 27 tahun

Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan swasta

1

Page 2: Case Anak Shella

Ibu

Nama : Ny. A D W

Tanggal lahir (umur) : 21 tahun

Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok

Suku bangsa : Betawi

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Penghasilan : -

III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Tanggal Masuk RS : 19 November 2013

Tanggal Keluar RS : 22 November 2013

Anamnesis: alloanamnesis dengan ibu pasien (Ny. A) tanggal 19 November 2013

Keluhan utama: Demam sejak 4 hari SMRS

Keluhan tambahan: BAK tidak lampias ± 1 minggu SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Os datang ke UGD diantar keluarganya dengan keluhan demam sejak 4 hari

SMRS, demam naik turun, ibu os pun mengaku pasien BAK tidak lampias dan

terlihat nyeri sejak ± 1 minggu SMRS, BAK sedikit tapi sering, dan os terlihat

mengedan dan kesakitan saat BAK, urin berwarna keruh, tidak ada darah dan

lendir, tidak berbau. Ibu os mengaku sebelumnya belum pernah seperti ini.

Menurut ibu os, os tidak mengalami batuk pilek. Ibu os mengatakan sehari SMRS

pasien BAB 2x/hari dengan konsistensi lunak, tidak ada darah maupun lendir..

Menurut ibu os saat tiba di UGD pasien mengalami kejang, mata melotot ke atas,

mulut tertutup rapat, kedua tangan dan kaki lurus, tangan os terlihat kaku dan

mengepal ± 1 menit. Saat os kejang, suhu terukur 38oC. ibu os mengatakan os

setelah mengalami kejang os terlihat lemas dan suhu terukur 37,6oC. Riwayat

kejang sebelumnya disangkal, ibu os mengaku baru pertama kali os kejang.

Riwayat keluarga kejang disangkal.

Ibu os mengaku os sering demam yang berlangsung > 2 minggu, demam dirasakan

naik turun yang terkadang disertai batuk pilek, dan keluhan ini dirasakan hampir 2

2

Page 3: Case Anak Shella

bulan sekali, selama 8 bulan terakhir ini. Ibu os mengaku os sulit makan, hanya

sering minum ASI.Riwayat batuk os > 3 minggu disangkal, tidak jelas apakah

dalam keluarga ada yang menderita batuk > 3 minggu.

Riwayat Penyakit Dahulu

( - ) Meningoencephalitis ( - ) Kejang Demam ( - ) Tuberkulosis

( - ) Pneumonia ( - ) Alergi Lainnya ( - ) Asma

( - ) Alergic Rhinitis ( - ) Gastritis ( - ) Diare Akut

( - ) Diare Kronis ( - ) Difteri ( - ) Disentri

( - ) Kolera ( - ) Polio ( - ) Tifus Abdominalis

( - ) DHF ( - ) Penyakit Jantung Bawaan( - ) Cacar Air

( + ) Campak : Okt 2012 ( - ) ISK ( - ) Batuk Rejan

( - ) Tetanus ( - ) Glomerulonefritis ( - ) Demam Rematik Akut

( - ) Penyakit Jantung Rematik ( - ) Sindroma Nefrotik

( - ) Operasi ( - ) Kecelakaan Lain-lain: _______________

IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Kehamilan

Perawatan Antenatal: Teratur, trimester I 1x, trimester II 1x, trimester III 4x

Penyakit kehamilan: ibu os mengaku tidak ada

Kelahiran

Tempat kelahiran : Bidan

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Spontan

Masa gestasi : cukup bulan

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 3300 gram

Panjang badan lahir : 47 cm

Menangis : langsung menangis

Sianosis : tidak ada

Kelainan bawaan : tidak ada

3

Page 4: Case Anak Shella

Ikterus : tidak ada

APGAR skor : ibu os mengaku tidak tahu, namun menurut

ibunya os langsung menangis.

Riwayat Perkembangan

Pertumbuhan gigi pertama: 8 bulan

Psikomotor

Tengkurap : 3 bulan

Duduk : 7 bulan

Merangkak : 8 bulan

Berdiri : 12 bulan

Berjalan : 16 bulan

Berbicara : 12 bulan

Membaca dan menulis: belum

Perkembangan pubertas

Rambut pubis : Belum

Payudara : belum

Menarche : belum

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak ada gangguan

V. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin Dasar (usia) Ulangan

BCG 1 bulan - - -

DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - - -

Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

Campak 9 bulan - - -

Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

Vaksin Usia

Hepatitis A - - - -

HIB 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

Thypoid - - - -

4

Page 5: Case Anak Shella

MMR - - - -

Varicela - - - -

Kesan: status imunisasi dasar belum lengkap

VI. RIWAYAT KELUARGA

Corak Reproduksi

No Tanggal lahir Jenis kelamin Hidup Mati Keterangan kesehatan

1 24 Februari 2012 Perempuan I - Sakit

VII. DATA PERUMAHAN

Kepemilikan : rumah sendiri

Keadaan rumah: Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur yang menyatu

dengan bangunan rumah, ada banyak jendela di setiap ruangan, sinar matahari

dapat masuk ke dalam rumah. Sumber air minum menggunakan air gallon isi

ulang, sedangkan untuk mandi dan mencuci memakai air sumur.

Keadaan lingkungan: saluran air cukup lancar, tidak ada tumpukan sampah di

sekitar rumah.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal: 19 November 2013, jam 11.00 WIB

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : -

Nadi : 113x/menit

Suhu : 35,5ºC (axila, setelah diberikan obat novalgin 0,4 cc),

38oC saat di UGD

Pernapasan : 26x/menit

Data Antropometri

5

Page 6: Case Anak Shella

Berat Badan : 9,1 Kg

Panjang Badan : 77 cm

Lingkar kepala: 45 cm

Lingkar lengan atas: 13 cm

Pemeriksaan Sistematis

Kepala

Bentuk dan ukuran : Normocephaly

Rambut dan kulit kepala: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata : bentuk normal, kedudukan bola mata dan alis simetris, konjungtiva anemis

-/-, sklera ikterik -/-, kornea jernih, isokor, refleks cahaya +/+

Telinga : normotia, serumen (-), membrana timpani utuh, refleks cahaya (+)

Hidung : tidak ada deviasi septum, sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-)

Tonsil : T1-T1 tenang

Faring : tidak hiperemis

Leher: bentuk tidak ada kelainan, KGB dan Tiroid tidak membesar

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi suprasternal (-)

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Palpasi : -

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis di ICS IV midclavicula sinistra

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, supel

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

6

Page 7: Case Anak Shella

Palpasi : nyeri tekan (-)

Genitalia eksterna : perempuan, tidak tampak kelainan

Ektremitas : akral hangat, deformitas (-), edema (-)

Anus & Rectum : tidak dilakukan

Kulit : warna sawo matang, petechie (-)

Tulang belakang : tidak ada kelainan

Pemeriksaan Neurologis: dalam batas normal, kaku kuduk (-), babinski (-)

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium darah tanggal 19 November 2013 jam 06.30 WIB

Hematologi Hasil Rujukan

Hb 10,2 g/dL 12-16 g/dL

Leukosit 17.100 u/L 5000-10.000 u/L

Ht 31 % 37-47 %

Trombosit 652.000 u/L 150.000-400.000 u/L

K+ 4,15 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L

Na+ 138 mmol/L 135-153 mmol/L

Cl 115 mmol/L 98-105 mmol/L

GDS 112 mg/dL < 180 mg/dL

Hasil Pemeriksaan Urinalisis tanggal 19 November 2013 jam 18.50 WIB

URINALISIS Hasil Rujukan

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Keruh Jernih

Berat Jenis 1.025 1.000-1.030

PH/Reaksi 6,0 5,0-8,0

Protein + Negatif

Glukosa - Negatif

Bilirubin - Negatif

Blood + Negatif

Nitrit - Negatif

7

Page 8: Case Anak Shella

Keton + Negatif

Urobilinogen 2,0 0,1-2,0

Sedimen

Sel epitel + Positif

Lekosit Penuh 2-4

Eritrosit 1-3 1-2

Silinder - Negatif

Kristal - Negatif

Bakteri + Negatif

Foto Rontgen tanggal 20 November 2013

Kesan: suspek proses spesifik

Tes mantoux tanggal 22 November 2013

test mantoux positif

Kesan: TB (+)

X. RESUME

Telah diperiksa an.A, perempuan, usia 20 bulan, datang ke UGD RSSD dengan

keluhan demam sejak 4 hari SMRS disertai BAK tidak lampias sejak 1 minggu

SMRS, BAK berwarna keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat

BAK. Kejang saat di UGD ± 1 menit dengan mata melotot ke atas dan badan kaku,

setelah kejang pasien lemas. Pasien sering mengalami demam hampir 2 bulan

sekali, dan berlangsung > 2 minggu yang terkadang disertai batuk pilek. Ibu os

mengaku os sulit makan, hanya mau minum ASI.

Dari hasil pemeriksaan S= 35,5 oC ( setelah diberi novalgin 0,4 cc), pada

pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit 652.000

u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit penuh, eritrosit

1-3, bakteri +. Hasil foto rontgen didapatkan kesan suspek proses spesifik, test

mantoux positif.

XI. DIAGNOSA KERJA

8

Page 9: Case Anak Shella

1. Kejang Demam Sederhana

2. ISK

3. TB Paru

XII. DIAGNOSA BANDING

Tidak ada

XIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Tidak ada

XIV. PENATALAKSANAAN

Medika mentosa

Paracetamol supp 80mg ( saat kejang di UGD)

Diazepam supp 5mg ( saat kejang di UGD)

KAEN IB 12 tpm

Paracetamol 3 x 120mg

Metamizole Na 0,4 cc

Cefotaxime 3x 500mg IV

Cefixime 2x 50mg (1/2 cth)

Diazepam 3x 2mg

INH 1x50mg

Rifampisin 1x75mg

Pirazinamid 1x100mg

Non medika mentosa

Bebaskan jalan nafas dan pemberian oksigen saat kejang

Rawat inap

H2TL, GDS, dan elektrolit

Urine lengkap

Edukasi :

Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melebihi 37,5oC

Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya jika terjadi kejang

Ketika kejang sudah berhenti, miringkan posisi kepala anak

Segera bawa ke dokter terdekat

9

Page 10: Case Anak Shella

Menjaga kebersihan setelah BAK maupun BAB

Setelah bayi BAB/ BAK di celana sebaiknya segera diganti

Rutin minum obat yang diberikan, terutama obat OAT.

XV. PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam: ad bonam

Ad sanationam: ad bonam

Follow up

19 November 2013

S : masuk dengan demam, kejang di UGD ±1 menit, BAK tidak lampias, nyeri.

O : tampak sakit sedang, CM

16.00 22.00 02.00 05.00

Nadi 113x/m 112x/m 110x/m 108x/m

RR 24x/m 26x/m 28x/m 28x/m

Suhu 35,50C 39,10C 36,20C 36,60C

A: Kejang Demam Sederhana

ISK ( dalam perbaikan rawat hari kedua)

P : KAEN IB 10tpm

Paracetamol 3 x 120mg

Cefotaxime 3x 500mg IV

Metamizole Na 0,4 cc

20 November 2013

S : kejang (-), BAK (+) sudah lancar dan tidak mengedan lagi saat BAK, demam (-)

O : tampak sakit sedang, CM,

08.00 11.00 16.00 22.00 02.00 05.00

Nadi 100x/m 116x/m 120x/m 116x/m 118x/m 120x/m

RR 24x/m 28x/m 35x/m 30x/m 30x/m 33x/m

Suhu 35,70C 36,20C 36,90C 35,20C 35,60C 35,50C

A : post Kejang Demam Sederhana

10

Page 11: Case Anak Shella

ISK ( dalam perbaikan rawat hari kedua)

P : KAEN IB 10 tpm

Cefotaxime 3x 500mg IV ( drip NaCl 50 cc)

Cefixime 2x 50mg (1/2 cth)

Diazepam 3x 2mg

Periksa H2TL untuk tanggal 21 November 2013

Lakukan Mantoux test

21 November 2013

S : tidak ada keluhan

O : Tampak sakit sedang, CM

08.00 11.00 16.00 22.00 02.00 05.00

Nadi 132x/m 130x/m 126x/m 128x/m 120x/m 124x/m

RR 34x/m 35x/m 30x/m 30x/m 28x/m 32x/m

Suhu 36,00C 36,10C 36,50C 35,90C 35,70C 360C

Hasil Laboratorium darah tanggal 21 November 2013 jam 06.30 WIB

Hematologi Hasil Rujukan

Hb 10,2 g/dL 12-16 g/dL

Leukosit 10.000 u/L 5000-10.000 u/L

Ht 31 % 37-47 %

Trombosit 643.000 u/L 150.000-400.000 u/L

A : post kejang demam sederhana

ISK dalam perbaikan hari ke tiga perawatan.

P : KAEN IB 10 tpm

Cefotaxime 3x 500mg IV

Cefixime 2x 50mg

Diazepam 3x 2mg

Pemeriksaan Urine lengkap untuk tanggal 22 November 2013 pagi hari.

22 November 2013

11

Page 12: Case Anak Shella

S : tidak ada keluhan

O : Nadi : 126x/m, RR: 34x/m, Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan urine lengkap pada tanggal 22 November 2013 jam 06.45 WIB

URINALISIS Hasil Rujukan

Warna Kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis 1.010 1.000-1.030

PH/Reaksi 6,0 5,0-8,0

Protein - Negatif

Glukosa - Negatif

Bilirubin - Negatif

Blood - Negatif

Nitrit - Negatif

Keton - Negatif

Urobilinogen 0,1 0,1-2,0

Sedimen

Sel epitel + Positif

Lekosit 4-6 2-4

Eritrosit 1-2 1-2

Silinder - Negatif

Kristal - Negatif

Bakteri - Negatif

Mantoux test (+)

A: Post Kejang demam sederhana

ISK teratasi

TB Paru

P: Os pulang disertai obat OAT

INH 1x50mg

Rifampisin 1x75mg

Pirazinamid 1x100mg

12

Page 13: Case Anak Shella

ANALISA KASUS

Pasien an.A, perempuan, usia 20 bulan, datang ke UGD RSSD dengan keluhan demam

sejak 4 hari SMRS disertai BAK tidak lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK berwarna

kuning keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat BAK. Kejang saat di UGD

± 1 menit dengan mata melotot ke atas dan badan kaku, setelah kejang pasien lemas.

Pasien sering mengalami demam hampir 2 bulan sekali, dan berlangsung > 2 minggu yang

terkadang disertai batuk pilek.

Diagnosis pasien ini adalah kejang demam sederhana disertai infeksi saluran kemih dan

TB paru. Diagnosis berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang berikut ini :

- Demam sejak 4 hari SMRS, kemudian terjadi kejang ± 1 menit dengan mata

melotot ke atas dan badan kaku, setelah kejang pasien lemas.

- Usia pasien 20 bulan

- Pemeriksaan fisik neurologis normal

- Baru pertama kali kejang.

- Ditemukan gejala BAK tidak lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK berwarna

kuning keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat BAK.

- Pada pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit

652.000 u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit

penuh, eritrosit 1-3, bakteri +.

- Pasien sering mengalami demam, demam terkadang berlangsung lama > 2 minggu.

- Ibu pasien mengaku pasien sulit makan, hanya sering minum ASI.

- Pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan kesan suspek proses spesifik, test

mantoux positif.

Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu

rectal diatas 38°C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam

merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama

13

Page 14: Case Anak Shella

pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile

seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan

dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab

tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4

minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan

epilepsi,yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal,

atau multiple ( lebih daripada 1 kali kejang per episode demam). Kejang demam

sederhana adalah kejang demam yang bukan kompleks. Kejang demam berulang adalah

kejang demam yang timbul pada lebih dari episode demam. Epilepsi adalah kejang

tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali. Sebanyak 2-5% anak-anak yang berumur

kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam. 1

Klasifikasi Kejang Demam menurut Livingston :

KD sederhana

Epilepsy yang dicetuskan oleh demam

Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, menggunakan

kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis

kejang demam sederhana, yaitu:

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

Kejang bersifat umum, tonik dan klonik

Umumnya berhenti sendiri dan pasien segera sadar.

Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan

Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali

KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang

dicetuskan oleh demam (epilepsy triggered of by fever)

Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam, umur, genetic,

prenatal dan perinatal .Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat

yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang sering

menyebabkan demam adalah infeksi saluran atas, otitis media akut, pneumonia,

14

Page 15: Case Anak Shella

gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Kejang

demam sangat bergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun,

terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama

sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Selain itu juga terdapat

faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan

terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar

natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami

satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau

lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang

setelah demam timbul, temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga

kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat

kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah

pula mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%. Pada pemeriksaan fisik

tidak ditemukan tanda rangsang meningeal dan kelainan neurologis. Pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebabnya (darah

lengkap, elektrolit, dan gula darah), pemeriksaan radiologi hanya dilakukan jika ada

indikasi, pemeriksaan css untuk menyingkirkan meningitis namun tidak dianjurkan pada

bayi > 18 bulan jika yakin bukan meningitis secara klinis, lumbal pungsi dilakukan jika

ada tanda-tanda meningeal, pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat

memprediksi berulangnya kejang demam atau memperkirakan kemungkinan kejadian

epilepsy pada pasien kejang demma, sehingga pemeriksaan ini tidak direkomendasikan

untuk kejang demam sederhana, sedangkan pada kejang demam kompleks lebih sering

menunjukkan EEG abnormal, namun tidak mempunyai nilai prognostik.1,2

Pada pasien ini berusia 20 bulan, kejang yang terjadi pada hari ke 4 demam yang

berlangsung selama ± 1 menit, kejang bersifat tonik, dan setelah kejang pasien terlihat

lemas, kemudian tidak terdapat kelainan neurologis. Demam biasa terjadi karena adanya

suatu infeksi salah satunya adalah infeksi saluran kemih yang dialami oleh pasien ini.

Pada pasien di lakukan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, GDS dan pemeriksaan

urinalisis untuk mengetahui sumber infeksi. Ditemukan leukositosis, dan bakteriuria.

Pemeriksaan lumbal pungsi dan EEG tidak dianjurkan karena tidak ada indikasi pada

pasien ini.

15

Page 16: Case Anak Shella

Infeksi Saluran Kemih

ISK ( Infeksi Saluran Atas) adalah keadaan adanya infeksi ( ada pertumbuhan dan

perkembangan biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal

sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. ISK sering

terjadi, terutama pada bayi muda perempuan. Berhubungan kultur bakteri biasanya tidak

tersedia, diagnosis berdasarkan pada tanda klinis dan mikroskopis urin :

Gejala sangat bervariasi dan sering tidak khas.

Demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia

Disuria, poliuria, nyeri perut/pinggang

Urin berbau menyengat

Nyeri ketok sudut kosto-vertebralis, nyeri supra simfisis

Kelainan pada genitalia eksterna (fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia)

Kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida

Pada pemeriksaan penunjang urinalisis ditemukan proteinuria, leukosituria

(leukosit >5/LPB), hematuria (eritrosit >5/LPB). Diagnosis pasti dengan

ditemukannya bakteriuria bermakna pada biakan urin. Pemeriksaan penunjang

lain dilakukan untuk mencari factor risiko.

Infeksi dapat menjalar ke saluran kemih dengan cara hematogen atau asending dari

orificium uretra eksterna masuk ke dalam kandung kemih, dan akhirnya sampai ke

ginjal. Pada kebanyakan anak dan orang dewasa diyakini ISK akibat infeksi asending

dari orifisium uretra sampai ginjal. Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh

bakteri kolon. Pada wanita, 75-90% dari semua infeksi disebabkan oleh Escherichia

coli, diikuti oleh Klebsiella dan Proteus. Staphylococcus saprophyticus terbukti

merupakan pathogen pada kedua jenis kelamin. Infeksi virus juga dapat terjadi. Kadang-

kadang tampak hematuria sebagai tanda cystitis hemoragika yang disebabkan oleh

E.coli. Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam, menggigil, dan sakit panggul

atau perut, serta nyeri tekan.2-4

Pada pasien ini terdapat kejang demam disertai ISK berdasarkan adanya gejala BAK tidak

lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat

BAK. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit

652.000 u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit penuh,

16

Page 17: Case Anak Shella

eritrosit 1-3, bakteri +. Diagnosis pasti pada pasien ini adalah ditemukannya bakteri pada

hasil pemeriksaan urinalisis.

TB Paru pada anak

Diagnosis TB ditegakkan dengan ditemukannya M.tuberculosis pada pemeriksaan sputum

atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsy jaringan.

Kesulitan mengekkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya

jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan specimen sputum.

Pertimbangan Tuberkulosis pada anak jika :

Anamnesis:

Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal

tumbuh.

Demam tanpa sebab jelas, treutama jika berlanjut sampai 2 minggu.

Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.

Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

Pemeriksaan fisik :

Pembesaran kelenjar limfe leher, axilla, inguinal.

Pembengkakakn progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.

Uji Tuberkulin. Biasa positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negative,

negative pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi

buruk atau baru menderita campak.

Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut

panjang/ tinggi badan.

Untuk memudahkan penegakkan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis

TB anak dengan menggunakan system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau

tanda klinis yang dijumpai. Pasien dengan jumlah scoring ≥6, harus ditatalaksan sebagai

pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberculosis (OAT). Bila skor

17

Page 18: Case Anak Shella

kurang dari 6 tetapi gejala klinis kecurigaan kearah TB kuat dapat dilakukan pemeriksaan

diagnostic lainnya seperti cek sputum, bilas lambung, dll.2,3,5

Pada pasien ini didapatkan score 5 dimana kontak dengan pasien tidak jelas (0), mantoux

positif (3), BB/TB > 90% (0), demam tanpa sebab jelas ≥ 2 minggu (1), foto dada suspek

TB (1).

Sehingga pada pasien ini selain didiagnosis kejang demam sederhana dan ISK, pasien ini

juga didiagnosis dengan TB paru pada anak.

Tatalaksana kejang demam

Pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :

1. Pengobatan fase akut

2. Mencari dan mengobati penyebab

3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.

Pengobatan fase akut

18

Page 19: Case Anak Shella

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang

ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas

harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan

oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,

tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan

kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan

pemberian secara intravena atau intra rektal

Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Namun tidak dianjurkan pada

usia > 18 bulan yang tidak mempunyai tanda-tanda meningitis. Pemeriksaan laboratorium

lain untuk mencari penyebab.

Pengobatan profilaksis

Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila

sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.

Ada 2 cara profilaksis, yaitu :

1. Profilaksis intermittent pada waktu demam

2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

Profilaksis intermittent

Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua

pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang

diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Peneliti-peneliti sekarang tidak

mendapatkan hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent memberikan

hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal

tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg

untuk pasien dengan berat badan > 10kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5 C atau

lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3

dosis pada waktu pasien demam. Diazepam oral dianjurkan sebagai metoda yang efektif

dan aman untuk mengurangi risiko kejang demam berulang. Efek samping diazepam

adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

19

Page 20: Case Anak Shella

Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan tiap hari

Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml dalam

darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.

Efek samping fenobarbital berupa perubahan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah, dan

agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan

dosis fenobarbital.

Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik

daripada fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efeksamping hepatotoksik.

Dosis valproat adalah 15-40 mg/kgbb/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak.

Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegan kejang dema. Profilaksis terus-

menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat

menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian

hari.

Indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah :

1. Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan

2. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung

3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis

sementara atau menetap

4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada bayi

berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode

demam.

Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang

terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1,2

20

Page 21: Case Anak Shella

Tata laksana ISK pada anak

Pada penyakit ISK penyebab tersering adalah Escherichia coli, sebelum memperoleh hasil

biakan urin, antibiotic diberikan secara empiric selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi

akut.4

Tatalaksana TB Paru pada anak berdasarkan WHO dan IDAI

21

ISK pertama (biakan urin)

Neonatus Bayi

Anak

Gejala sistemik Gejala saluran kemih bawah

Rawat Inap Antibiotik IV

Rawat Jalan Antibiotik Oral

Biakan urin 48jam sesuaikan antibiotik

Ampisilin dan aminoglikosida (Gentamisin) atau = Ampisilin dan sefotaksim, selama % hari.

Biasanya sesudah 24-48 jam kebanyakan penderita : panas turun dan keadaan membaik, obat disesuaikan dengan hasil biakan dan uji sensitivita, dipilihyang kurang toksik. Lama pengobatan dengan antibiotika, 10-14 hari,sesudah 48 jam tidak makan obat biakan urin diulang untuk melihat hasil terapi.

USG + MSU 2-4 minggu sesudah terapi

Tindak lanjut untuk mencegah infeksi *

Pertimbangkan PIV atau skan **

*banyak minum, jangan tahan kencing, kencing habiskan sebelum tidur

normal abnormal

** untuk melihat apakah ada RVU atau NR

Page 22: Case Anak Shella

Pengobatan TB dibagi 2 tahapyaitu tahap awal/intensif ( 2 bulan pertama)dan sisanya

sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada

fase awal/intensif (2 bulan pertama yaitu isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dan

dilanjutkan dengan 2 macam obat ( isoniazid dan rifampisin) pada fase lanjutan ( 4 bulan,

kecuali TB berat).OAT diberikan tiap hari, baik pada tahap intensif maupun lanjutan.2,3,5

22

Page 23: Case Anak Shella

Pada pasien ini saat kejang diberikan obat paracetamol supp 80 mg dan diazepam supp 5

mg. sesuai dosisnya berdasarkan berat badan :

Paracetamol supp dengan sediaan 80mg, diazepam digunakan saat kejang yaitu diazepam

supp dengan dosis 5 mg karena pasien berat badan dibawah 10 kg. Terapi cairan sesuai

kebutuhan cairan perhari 10kg pertama yaitu 100ml/kgbb/ hari. Antipiretik yang

digunakan adalah paracetamol, dosis paracetamol 10-15 mg/kgbb/6 jam.

Pada pasien dengan berat badan 9,1 kg, diberikan diazepam :

0,3 mg x 9,1 kg (per 8 jam) = 2,73 mg/ 8 jam -> 2mg/ 8 jam

Pada pasien dengan berat badan 9,1 kg, diberikan cairan :

100 ml x 9,1 kg = 910 ml/ hari. (pasien membutuhkan 910 ml dalam sehari) maka untuk

menghitung jumlah tetesan dalam infuse digunakan rumus sebagai berikut :

Factor tetesan x kebutuhan cairan = jumlah tetesan/menit

Waktu jam x 60 menit

Factor tetes makro = 20 tetes/ml, mikro = 60 tetes/ml

20x910/ 24x60 = 18200/1440 = 12,6 tpm = 12 tpm

Paracetamol syrup

Dosis : 10-15 mg/kgbb dengan berat pasien 9,1 kg :

10 mg x 9,1 kg = 91 mg s/d 15mg x 9,1 kg = 136,5 mg

23

Page 24: Case Anak Shella

Pada sediaan paracetamol syrup yaitu 120mg/5ml, sehingga pada pasien ini diberikan

paracetamol syrup 1 cth selama 3x sehari.

Antibiotik yang digunakan pada pasien ini adalah secara parenteral dan oral

Antibiotic parenteral digunakan Cefotaxime dengan dosis 150mg/kgbb dibagi setiap 6 – 8

jam. Pada pasien ini : 150mg x 9,1 kg = 1365 mg dibagi menjadi 3x, 1365 mg/3 kali sehari

= 455mg setiap pemberian -> 500mg IV

Diberikan juga pengobatan oral : cefixime dengan dosis 4mg/kgbb/ 12 jam. Pada pasien

ini: 4mg x 9,1kg = 36,4 mg/ 12 jam -> 50mg/ 12 jam, pada sediaan cefixime syrup

100mg/5ml, sehingga pada pasien diberikan cefixime 2x sehari ½ cth.

Pada pasien saat pulang diberikan pengobatan untuk TB Paru berupa :

INH : 5-15 mg/kgbb/hari => 5mg x 9,1kg = 45,5 mg/hari s/d 15mg x 9,1mg = 136,5mg/

hari atau berdasarkan dosis OAT Kombipak pada pasien BB < 10kg diberikan dosis

50mg/hari. Pada pasien ini diberikan terapi INH (isoniazid) 50mg/hari

Rifampisin : 10-20mg/kgbb/hari => 10mg x 9,1kg = 91mg/ hari s/d 20mg x 9,1kg =

182mg/ hari, berdasarkan dosis OAT Kombipak = 75mg/hari

Pirazinamid : 15-30 mg/kgbb/hari => 15mg x 9,1kg = 136,5 mg/ hari s/d 30mg x 9,1kg=

273mg/hari. Berdasarkan dosis OAT Kombipak = 100mg/hari

Daftar Pustaka

1. Soetomenggolo Taslim S, Ismael sofyan. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI;

2008. Hlm 244-52.

2. Pudjiadi Antonius H, Hegar Badril, Handryastuti, Idris Nikmah Salamia,

Gandaputra Ellen P, et all. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia.

Jakarta : IDAI; 2009. Hlm 13-40, 150-3, 193-6, 323-8.

3. World Health Organization. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit

rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia; 2009. Hlm 59,

113-9, 115-8,133-9, 175-9, 183-5.

4. Alatas Husein, Tambunan Taralan, Trihono Partini P, Pardede Sudung O. Buku

ajar nefrologi anak. Ed 2. Jakarta : IDAI; 2002. Hlm 142-63.

5. Rahajoe Nastiti N, Supriyatno Bambang, Setyanto Darmawan Budi. Buku ajar

repirologi anak. Ed Pertama. Jakarta : IDAI; 2008. Hlm 162-214.

24