Case Anak Shella
-
Upload
odilia-maria-cattleya -
Category
Documents
-
view
27 -
download
1
description
Transcript of Case Anak Shella
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK
4 November 2013 – 12 Januari 2014
Topik : Kejang Demam Sederhana disertai ISK dan TB paru
Nama : Shella Elisabeth Nyaw
NIM : 11.2012.149
Dokter Pembimbing : dr. Henny Komalia Sp.A
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : an. A P H
Tanggal lahir (umur) : 24 Februari 2012 (1 tahun 8 bulan)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
II. IDENTITAS ORANG TUA
Ayah
Nama : Tn. A H
Tanggal lahir (umur) : 27 tahun
Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
1
Ibu
Nama : Ny. A D W
Tanggal lahir (umur) : 21 tahun
Alamat : jl. Raden Saleh Perum Sukma Jaya Permata, Depok
Suku bangsa : Betawi
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Penghasilan : -
III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal Masuk RS : 19 November 2013
Tanggal Keluar RS : 22 November 2013
Anamnesis: alloanamnesis dengan ibu pasien (Ny. A) tanggal 19 November 2013
Keluhan utama: Demam sejak 4 hari SMRS
Keluhan tambahan: BAK tidak lampias ± 1 minggu SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Os datang ke UGD diantar keluarganya dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS, demam naik turun, ibu os pun mengaku pasien BAK tidak lampias dan
terlihat nyeri sejak ± 1 minggu SMRS, BAK sedikit tapi sering, dan os terlihat
mengedan dan kesakitan saat BAK, urin berwarna keruh, tidak ada darah dan
lendir, tidak berbau. Ibu os mengaku sebelumnya belum pernah seperti ini.
Menurut ibu os, os tidak mengalami batuk pilek. Ibu os mengatakan sehari SMRS
pasien BAB 2x/hari dengan konsistensi lunak, tidak ada darah maupun lendir..
Menurut ibu os saat tiba di UGD pasien mengalami kejang, mata melotot ke atas,
mulut tertutup rapat, kedua tangan dan kaki lurus, tangan os terlihat kaku dan
mengepal ± 1 menit. Saat os kejang, suhu terukur 38oC. ibu os mengatakan os
setelah mengalami kejang os terlihat lemas dan suhu terukur 37,6oC. Riwayat
kejang sebelumnya disangkal, ibu os mengaku baru pertama kali os kejang.
Riwayat keluarga kejang disangkal.
Ibu os mengaku os sering demam yang berlangsung > 2 minggu, demam dirasakan
naik turun yang terkadang disertai batuk pilek, dan keluhan ini dirasakan hampir 2
2
bulan sekali, selama 8 bulan terakhir ini. Ibu os mengaku os sulit makan, hanya
sering minum ASI.Riwayat batuk os > 3 minggu disangkal, tidak jelas apakah
dalam keluarga ada yang menderita batuk > 3 minggu.
Riwayat Penyakit Dahulu
( - ) Meningoencephalitis ( - ) Kejang Demam ( - ) Tuberkulosis
( - ) Pneumonia ( - ) Alergi Lainnya ( - ) Asma
( - ) Alergic Rhinitis ( - ) Gastritis ( - ) Diare Akut
( - ) Diare Kronis ( - ) Difteri ( - ) Disentri
( - ) Kolera ( - ) Polio ( - ) Tifus Abdominalis
( - ) DHF ( - ) Penyakit Jantung Bawaan( - ) Cacar Air
( + ) Campak : Okt 2012 ( - ) ISK ( - ) Batuk Rejan
( - ) Tetanus ( - ) Glomerulonefritis ( - ) Demam Rematik Akut
( - ) Penyakit Jantung Rematik ( - ) Sindroma Nefrotik
( - ) Operasi ( - ) Kecelakaan Lain-lain: _______________
IV. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Kehamilan
Perawatan Antenatal: Teratur, trimester I 1x, trimester II 1x, trimester III 4x
Penyakit kehamilan: ibu os mengaku tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Spontan
Masa gestasi : cukup bulan
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3300 gram
Panjang badan lahir : 47 cm
Menangis : langsung menangis
Sianosis : tidak ada
Kelainan bawaan : tidak ada
3
Ikterus : tidak ada
APGAR skor : ibu os mengaku tidak tahu, namun menurut
ibunya os langsung menangis.
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama: 8 bulan
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 16 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca dan menulis: belum
Perkembangan pubertas
Rambut pubis : Belum
Payudara : belum
Menarche : belum
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan tidak ada gangguan
V. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (usia) Ulangan
BCG 1 bulan - - -
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - - -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
HIB 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Thypoid - - - -
4
MMR - - - -
Varicela - - - -
Kesan: status imunisasi dasar belum lengkap
VI. RIWAYAT KELUARGA
Corak Reproduksi
No Tanggal lahir Jenis kelamin Hidup Mati Keterangan kesehatan
1 24 Februari 2012 Perempuan I - Sakit
VII. DATA PERUMAHAN
Kepemilikan : rumah sendiri
Keadaan rumah: Terdiri dari 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dapur yang menyatu
dengan bangunan rumah, ada banyak jendela di setiap ruangan, sinar matahari
dapat masuk ke dalam rumah. Sumber air minum menggunakan air gallon isi
ulang, sedangkan untuk mandi dan mencuci memakai air sumur.
Keadaan lingkungan: saluran air cukup lancar, tidak ada tumpukan sampah di
sekitar rumah.
VIII. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal: 19 November 2013, jam 11.00 WIB
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 113x/menit
Suhu : 35,5ºC (axila, setelah diberikan obat novalgin 0,4 cc),
38oC saat di UGD
Pernapasan : 26x/menit
Data Antropometri
5
Berat Badan : 9,1 Kg
Panjang Badan : 77 cm
Lingkar kepala: 45 cm
Lingkar lengan atas: 13 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephaly
Rambut dan kulit kepala: hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : bentuk normal, kedudukan bola mata dan alis simetris, konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-, kornea jernih, isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : normotia, serumen (-), membrana timpani utuh, refleks cahaya (+)
Hidung : tidak ada deviasi septum, sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-)
Tonsil : T1-T1 tenang
Faring : tidak hiperemis
Leher: bentuk tidak ada kelainan, KGB dan Tiroid tidak membesar
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : gerakan dada simetris, retraksi suprasternal (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Palpasi : -
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis di ICS IV midclavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I dan BJ II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, supel
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
6
Palpasi : nyeri tekan (-)
Genitalia eksterna : perempuan, tidak tampak kelainan
Ektremitas : akral hangat, deformitas (-), edema (-)
Anus & Rectum : tidak dilakukan
Kulit : warna sawo matang, petechie (-)
Tulang belakang : tidak ada kelainan
Pemeriksaan Neurologis: dalam batas normal, kaku kuduk (-), babinski (-)
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium darah tanggal 19 November 2013 jam 06.30 WIB
Hematologi Hasil Rujukan
Hb 10,2 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 17.100 u/L 5000-10.000 u/L
Ht 31 % 37-47 %
Trombosit 652.000 u/L 150.000-400.000 u/L
K+ 4,15 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L
Na+ 138 mmol/L 135-153 mmol/L
Cl 115 mmol/L 98-105 mmol/L
GDS 112 mg/dL < 180 mg/dL
Hasil Pemeriksaan Urinalisis tanggal 19 November 2013 jam 18.50 WIB
URINALISIS Hasil Rujukan
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1.025 1.000-1.030
PH/Reaksi 6,0 5,0-8,0
Protein + Negatif
Glukosa - Negatif
Bilirubin - Negatif
Blood + Negatif
Nitrit - Negatif
7
Keton + Negatif
Urobilinogen 2,0 0,1-2,0
Sedimen
Sel epitel + Positif
Lekosit Penuh 2-4
Eritrosit 1-3 1-2
Silinder - Negatif
Kristal - Negatif
Bakteri + Negatif
Foto Rontgen tanggal 20 November 2013
Kesan: suspek proses spesifik
Tes mantoux tanggal 22 November 2013
test mantoux positif
Kesan: TB (+)
X. RESUME
Telah diperiksa an.A, perempuan, usia 20 bulan, datang ke UGD RSSD dengan
keluhan demam sejak 4 hari SMRS disertai BAK tidak lampias sejak 1 minggu
SMRS, BAK berwarna keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat
BAK. Kejang saat di UGD ± 1 menit dengan mata melotot ke atas dan badan kaku,
setelah kejang pasien lemas. Pasien sering mengalami demam hampir 2 bulan
sekali, dan berlangsung > 2 minggu yang terkadang disertai batuk pilek. Ibu os
mengaku os sulit makan, hanya mau minum ASI.
Dari hasil pemeriksaan S= 35,5 oC ( setelah diberi novalgin 0,4 cc), pada
pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit 652.000
u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit penuh, eritrosit
1-3, bakteri +. Hasil foto rontgen didapatkan kesan suspek proses spesifik, test
mantoux positif.
XI. DIAGNOSA KERJA
8
1. Kejang Demam Sederhana
2. ISK
3. TB Paru
XII. DIAGNOSA BANDING
Tidak ada
XIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Tidak ada
XIV. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa
Paracetamol supp 80mg ( saat kejang di UGD)
Diazepam supp 5mg ( saat kejang di UGD)
KAEN IB 12 tpm
Paracetamol 3 x 120mg
Metamizole Na 0,4 cc
Cefotaxime 3x 500mg IV
Cefixime 2x 50mg (1/2 cth)
Diazepam 3x 2mg
INH 1x50mg
Rifampisin 1x75mg
Pirazinamid 1x100mg
Non medika mentosa
Bebaskan jalan nafas dan pemberian oksigen saat kejang
Rawat inap
H2TL, GDS, dan elektrolit
Urine lengkap
Edukasi :
Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melebihi 37,5oC
Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulutnya jika terjadi kejang
Ketika kejang sudah berhenti, miringkan posisi kepala anak
Segera bawa ke dokter terdekat
9
Menjaga kebersihan setelah BAK maupun BAB
Setelah bayi BAB/ BAK di celana sebaiknya segera diganti
Rutin minum obat yang diberikan, terutama obat OAT.
XV. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam: ad bonam
Ad sanationam: ad bonam
Follow up
19 November 2013
S : masuk dengan demam, kejang di UGD ±1 menit, BAK tidak lampias, nyeri.
O : tampak sakit sedang, CM
16.00 22.00 02.00 05.00
Nadi 113x/m 112x/m 110x/m 108x/m
RR 24x/m 26x/m 28x/m 28x/m
Suhu 35,50C 39,10C 36,20C 36,60C
A: Kejang Demam Sederhana
ISK ( dalam perbaikan rawat hari kedua)
P : KAEN IB 10tpm
Paracetamol 3 x 120mg
Cefotaxime 3x 500mg IV
Metamizole Na 0,4 cc
20 November 2013
S : kejang (-), BAK (+) sudah lancar dan tidak mengedan lagi saat BAK, demam (-)
O : tampak sakit sedang, CM,
08.00 11.00 16.00 22.00 02.00 05.00
Nadi 100x/m 116x/m 120x/m 116x/m 118x/m 120x/m
RR 24x/m 28x/m 35x/m 30x/m 30x/m 33x/m
Suhu 35,70C 36,20C 36,90C 35,20C 35,60C 35,50C
A : post Kejang Demam Sederhana
10
ISK ( dalam perbaikan rawat hari kedua)
P : KAEN IB 10 tpm
Cefotaxime 3x 500mg IV ( drip NaCl 50 cc)
Cefixime 2x 50mg (1/2 cth)
Diazepam 3x 2mg
Periksa H2TL untuk tanggal 21 November 2013
Lakukan Mantoux test
21 November 2013
S : tidak ada keluhan
O : Tampak sakit sedang, CM
08.00 11.00 16.00 22.00 02.00 05.00
Nadi 132x/m 130x/m 126x/m 128x/m 120x/m 124x/m
RR 34x/m 35x/m 30x/m 30x/m 28x/m 32x/m
Suhu 36,00C 36,10C 36,50C 35,90C 35,70C 360C
Hasil Laboratorium darah tanggal 21 November 2013 jam 06.30 WIB
Hematologi Hasil Rujukan
Hb 10,2 g/dL 12-16 g/dL
Leukosit 10.000 u/L 5000-10.000 u/L
Ht 31 % 37-47 %
Trombosit 643.000 u/L 150.000-400.000 u/L
A : post kejang demam sederhana
ISK dalam perbaikan hari ke tiga perawatan.
P : KAEN IB 10 tpm
Cefotaxime 3x 500mg IV
Cefixime 2x 50mg
Diazepam 3x 2mg
Pemeriksaan Urine lengkap untuk tanggal 22 November 2013 pagi hari.
22 November 2013
11
S : tidak ada keluhan
O : Nadi : 126x/m, RR: 34x/m, Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan urine lengkap pada tanggal 22 November 2013 jam 06.45 WIB
URINALISIS Hasil Rujukan
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.010 1.000-1.030
PH/Reaksi 6,0 5,0-8,0
Protein - Negatif
Glukosa - Negatif
Bilirubin - Negatif
Blood - Negatif
Nitrit - Negatif
Keton - Negatif
Urobilinogen 0,1 0,1-2,0
Sedimen
Sel epitel + Positif
Lekosit 4-6 2-4
Eritrosit 1-2 1-2
Silinder - Negatif
Kristal - Negatif
Bakteri - Negatif
Mantoux test (+)
A: Post Kejang demam sederhana
ISK teratasi
TB Paru
P: Os pulang disertai obat OAT
INH 1x50mg
Rifampisin 1x75mg
Pirazinamid 1x100mg
12
ANALISA KASUS
Pasien an.A, perempuan, usia 20 bulan, datang ke UGD RSSD dengan keluhan demam
sejak 4 hari SMRS disertai BAK tidak lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK berwarna
kuning keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat BAK. Kejang saat di UGD
± 1 menit dengan mata melotot ke atas dan badan kaku, setelah kejang pasien lemas.
Pasien sering mengalami demam hampir 2 bulan sekali, dan berlangsung > 2 minggu yang
terkadang disertai batuk pilek.
Diagnosis pasien ini adalah kejang demam sederhana disertai infeksi saluran kemih dan
TB paru. Diagnosis berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berikut ini :
- Demam sejak 4 hari SMRS, kemudian terjadi kejang ± 1 menit dengan mata
melotot ke atas dan badan kaku, setelah kejang pasien lemas.
- Usia pasien 20 bulan
- Pemeriksaan fisik neurologis normal
- Baru pertama kali kejang.
- Ditemukan gejala BAK tidak lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK berwarna
kuning keruh, sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat BAK.
- Pada pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit
652.000 u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit
penuh, eritrosit 1-3, bakteri +.
- Pasien sering mengalami demam, demam terkadang berlangsung lama > 2 minggu.
- Ibu pasien mengaku pasien sulit makan, hanya sering minum ASI.
- Pada pemeriksaan foto rontgen didapatkan kesan suspek proses spesifik, test
mantoux positif.
Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rectal diatas 38°C ) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama
13
pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Menurut Consensus statement on febrile
seizures (1980), kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang berhubungan
dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi,yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.
Kejang demam kompleks ialah kejang demam yang lebih lama dari 15 menit, fokal,
atau multiple ( lebih daripada 1 kali kejang per episode demam). Kejang demam
sederhana adalah kejang demam yang bukan kompleks. Kejang demam berulang adalah
kejang demam yang timbul pada lebih dari episode demam. Epilepsi adalah kejang
tanpa demam yang terjadi lebih dari satu kali. Sebanyak 2-5% anak-anak yang berumur
kurang dari 5 tahun pernah mengalami kejang disertai demam. 1
Klasifikasi Kejang Demam menurut Livingston :
KD sederhana
Epilepsy yang dicetuskan oleh demam
Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FKUI – RSCM Jakarta, menggunakan
kriteria Livingston yang telah dimodifikasi sebagai pedoman untuak membuat diagnosis
kejang demam sederhana, yaitu:
Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
Kejang bersifat umum, tonik dan klonik
Umumnya berhenti sendiri dan pasien segera sadar.
Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
KD yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas digolongkan sebagai epilepsy yang
dicetuskan oleh demam (epilepsy triggered of by fever)
Faktor resiko pertama yang penting pada kejang demam adalah demam, umur, genetic,
prenatal dan perinatal .Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang sering
menyebabkan demam adalah infeksi saluran atas, otitis media akut, pneumonia,
14
gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Kejang
demam sangat bergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun,
terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama
sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Selain itu juga terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam pengawasan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami
satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau
lebih. Resiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang
setelah demam timbul, temperature yang sangat rendah saat kejang, riwayat keluarga
kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
Pada penderita kejang demam risiko saudara kandung berikutnya untuk mendapat
kejang demam ialah 10%. Namun bila satu dari orang-tuanya dan satu saudara pernah
pula mengalami KD, kemungkinan ini meningkat menjadi 50%. Pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan tanda rangsang meningeal dan kelainan neurologis. Pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium untuk mencari penyebabnya (darah
lengkap, elektrolit, dan gula darah), pemeriksaan radiologi hanya dilakukan jika ada
indikasi, pemeriksaan css untuk menyingkirkan meningitis namun tidak dianjurkan pada
bayi > 18 bulan jika yakin bukan meningitis secara klinis, lumbal pungsi dilakukan jika
ada tanda-tanda meningeal, pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang demam atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsy pada pasien kejang demma, sehingga pemeriksaan ini tidak direkomendasikan
untuk kejang demam sederhana, sedangkan pada kejang demam kompleks lebih sering
menunjukkan EEG abnormal, namun tidak mempunyai nilai prognostik.1,2
Pada pasien ini berusia 20 bulan, kejang yang terjadi pada hari ke 4 demam yang
berlangsung selama ± 1 menit, kejang bersifat tonik, dan setelah kejang pasien terlihat
lemas, kemudian tidak terdapat kelainan neurologis. Demam biasa terjadi karena adanya
suatu infeksi salah satunya adalah infeksi saluran kemih yang dialami oleh pasien ini.
Pada pasien di lakukan pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, GDS dan pemeriksaan
urinalisis untuk mengetahui sumber infeksi. Ditemukan leukositosis, dan bakteriuria.
Pemeriksaan lumbal pungsi dan EEG tidak dianjurkan karena tidak ada indikasi pada
pasien ini.
15
Infeksi Saluran Kemih
ISK ( Infeksi Saluran Atas) adalah keadaan adanya infeksi ( ada pertumbuhan dan
perkembangan biakan bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal
sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna. ISK sering
terjadi, terutama pada bayi muda perempuan. Berhubungan kultur bakteri biasanya tidak
tersedia, diagnosis berdasarkan pada tanda klinis dan mikroskopis urin :
Gejala sangat bervariasi dan sering tidak khas.
Demam, berat badan sukar naik, atau anoreksia
Disuria, poliuria, nyeri perut/pinggang
Urin berbau menyengat
Nyeri ketok sudut kosto-vertebralis, nyeri supra simfisis
Kelainan pada genitalia eksterna (fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia)
Kelainan pada tulang belakang seperti spina bifida
Pada pemeriksaan penunjang urinalisis ditemukan proteinuria, leukosituria
(leukosit >5/LPB), hematuria (eritrosit >5/LPB). Diagnosis pasti dengan
ditemukannya bakteriuria bermakna pada biakan urin. Pemeriksaan penunjang
lain dilakukan untuk mencari factor risiko.
Infeksi dapat menjalar ke saluran kemih dengan cara hematogen atau asending dari
orificium uretra eksterna masuk ke dalam kandung kemih, dan akhirnya sampai ke
ginjal. Pada kebanyakan anak dan orang dewasa diyakini ISK akibat infeksi asending
dari orifisium uretra sampai ginjal. Infeksi saluran kemih terutama disebabkan oleh
bakteri kolon. Pada wanita, 75-90% dari semua infeksi disebabkan oleh Escherichia
coli, diikuti oleh Klebsiella dan Proteus. Staphylococcus saprophyticus terbukti
merupakan pathogen pada kedua jenis kelamin. Infeksi virus juga dapat terjadi. Kadang-
kadang tampak hematuria sebagai tanda cystitis hemoragika yang disebabkan oleh
E.coli. Pada pielonefritis akut, biasanya terjadi demam, menggigil, dan sakit panggul
atau perut, serta nyeri tekan.2-4
Pada pasien ini terdapat kejang demam disertai ISK berdasarkan adanya gejala BAK tidak
lampias sejak 1 minggu SMRS, BAK sedikit-sedikit tapi sering dan terlihat nyeri saat
BAK. Pada pemeriksaan darah ditemukan leukosit 17.100 u/L, Ht 31%, Trombosit
652.000 u/L, hasil pemeriksaan urinalisis protein +, blood +, keton +, lekosit penuh,
16
eritrosit 1-3, bakteri +. Diagnosis pasti pada pasien ini adalah ditemukannya bakteri pada
hasil pemeriksaan urinalisis.
TB Paru pada anak
Diagnosis TB ditegakkan dengan ditemukannya M.tuberculosis pada pemeriksaan sputum
atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsy jaringan.
Kesulitan mengekkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya
jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan specimen sputum.
Pertimbangan Tuberkulosis pada anak jika :
Anamnesis:
Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
Demam tanpa sebab jelas, treutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Pemeriksaan fisik :
Pembesaran kelenjar limfe leher, axilla, inguinal.
Pembengkakakn progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
Uji Tuberkulin. Biasa positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negative,
negative pada anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi
buruk atau baru menderita campak.
Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/ tinggi badan.
Untuk memudahkan penegakkan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis
TB anak dengan menggunakan system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau
tanda klinis yang dijumpai. Pasien dengan jumlah scoring ≥6, harus ditatalaksan sebagai
pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberculosis (OAT). Bila skor
17
kurang dari 6 tetapi gejala klinis kecurigaan kearah TB kuat dapat dilakukan pemeriksaan
diagnostic lainnya seperti cek sputum, bilas lambung, dll.2,3,5
Pada pasien ini didapatkan score 5 dimana kontak dengan pasien tidak jelas (0), mantoux
positif (3), BB/TB > 90% (0), demam tanpa sebab jelas ≥ 2 minggu (1), foto dada suspek
TB (1).
Sehingga pada pasien ini selain didiagnosis kejang demam sederhana dan ISK, pasien ini
juga didiagnosis dengan TB paru pada anak.
Tatalaksana kejang demam
Pada tata laksana kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu :
1. Pengobatan fase akut
2. Mencari dan mengobati penyebab
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pengobatan fase akut
18
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang kejang semua pakaian yang
ketat dibuka, dan pasien dimiringkan apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas
harus bebas agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara teratur, diberikan
oksigen, kalau perlu dilakukan intubasi. Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu,
tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik. Diazepam adalah pilihan utama dengan
pemberian secara intravena atau intra rektal
Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama. Namun tidak dianjurkan pada
usia > 18 bulan yang tidak mempunyai tanda-tanda meningitis. Pemeriksaan laboratorium
lain untuk mencari penyebab.
Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila
sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Ada 2 cara profilaksis, yaitu :
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.
Profilaksis intermittent
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan orangtua
pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien. Obat yang
diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapatkan hasil dengan fenobarbital intermittent. Diazepam intermittent memberikan
hasil lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg
untuk pasien dengan berat badan > 10kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5 C atau
lebih. Diazepam dapat pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgbb/hari dibagi 3
dosis pada waktu pasien demam. Diazepam oral dianjurkan sebagai metoda yang efektif
dan aman untuk mengurangi risiko kejang demam berulang. Efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
19
Profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan tiap hari
Pemberian fenobarbital 4-5 mg/kgbb/hari dengan kadar darah sebesar 16ug/ml dalam
darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
Efek samping fenobarbital berupa perubahan watak yaitu iritabel, hiperaktif, pemarah, dan
agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat dikurangi dengan menurunkan
dosis fenobarbital.
Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang sama atau bahkan lebih baik
daripada fenobarbital tetapi kadang-kadang menunjukkan efeksamping hepatotoksik.
Dosis valproat adalah 15-40 mg/kgbb/hari. Valproat tidak menyebabkan kelainan watak.
Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk pencegan kejang dema. Profilaksis terus-
menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian
hari.
Indikasi profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah :
1. Sebelum kejang demam pertama sudah ada kelainan neurologis atau perkembangan
2. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap
4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis bila kejang demam terjadi pada bayi
berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode
demam.
Antikonvulsan profilaksis terus-menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.1,2
20
Tata laksana ISK pada anak
Pada penyakit ISK penyebab tersering adalah Escherichia coli, sebelum memperoleh hasil
biakan urin, antibiotic diberikan secara empiric selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi
akut.4
Tatalaksana TB Paru pada anak berdasarkan WHO dan IDAI
21
ISK pertama (biakan urin)
Neonatus Bayi
Anak
Gejala sistemik Gejala saluran kemih bawah
Rawat Inap Antibiotik IV
Rawat Jalan Antibiotik Oral
Biakan urin 48jam sesuaikan antibiotik
Ampisilin dan aminoglikosida (Gentamisin) atau = Ampisilin dan sefotaksim, selama % hari.
Biasanya sesudah 24-48 jam kebanyakan penderita : panas turun dan keadaan membaik, obat disesuaikan dengan hasil biakan dan uji sensitivita, dipilihyang kurang toksik. Lama pengobatan dengan antibiotika, 10-14 hari,sesudah 48 jam tidak makan obat biakan urin diulang untuk melihat hasil terapi.
USG + MSU 2-4 minggu sesudah terapi
Tindak lanjut untuk mencegah infeksi *
Pertimbangkan PIV atau skan **
*banyak minum, jangan tahan kencing, kencing habiskan sebelum tidur
normal abnormal
** untuk melihat apakah ada RVU atau NR
Pengobatan TB dibagi 2 tahapyaitu tahap awal/intensif ( 2 bulan pertama)dan sisanya
sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat pada
fase awal/intensif (2 bulan pertama yaitu isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid) dan
dilanjutkan dengan 2 macam obat ( isoniazid dan rifampisin) pada fase lanjutan ( 4 bulan,
kecuali TB berat).OAT diberikan tiap hari, baik pada tahap intensif maupun lanjutan.2,3,5
22
Pada pasien ini saat kejang diberikan obat paracetamol supp 80 mg dan diazepam supp 5
mg. sesuai dosisnya berdasarkan berat badan :
Paracetamol supp dengan sediaan 80mg, diazepam digunakan saat kejang yaitu diazepam
supp dengan dosis 5 mg karena pasien berat badan dibawah 10 kg. Terapi cairan sesuai
kebutuhan cairan perhari 10kg pertama yaitu 100ml/kgbb/ hari. Antipiretik yang
digunakan adalah paracetamol, dosis paracetamol 10-15 mg/kgbb/6 jam.
Pada pasien dengan berat badan 9,1 kg, diberikan diazepam :
0,3 mg x 9,1 kg (per 8 jam) = 2,73 mg/ 8 jam -> 2mg/ 8 jam
Pada pasien dengan berat badan 9,1 kg, diberikan cairan :
100 ml x 9,1 kg = 910 ml/ hari. (pasien membutuhkan 910 ml dalam sehari) maka untuk
menghitung jumlah tetesan dalam infuse digunakan rumus sebagai berikut :
Factor tetesan x kebutuhan cairan = jumlah tetesan/menit
Waktu jam x 60 menit
Factor tetes makro = 20 tetes/ml, mikro = 60 tetes/ml
20x910/ 24x60 = 18200/1440 = 12,6 tpm = 12 tpm
Paracetamol syrup
Dosis : 10-15 mg/kgbb dengan berat pasien 9,1 kg :
10 mg x 9,1 kg = 91 mg s/d 15mg x 9,1 kg = 136,5 mg
23
Pada sediaan paracetamol syrup yaitu 120mg/5ml, sehingga pada pasien ini diberikan
paracetamol syrup 1 cth selama 3x sehari.
Antibiotik yang digunakan pada pasien ini adalah secara parenteral dan oral
Antibiotic parenteral digunakan Cefotaxime dengan dosis 150mg/kgbb dibagi setiap 6 – 8
jam. Pada pasien ini : 150mg x 9,1 kg = 1365 mg dibagi menjadi 3x, 1365 mg/3 kali sehari
= 455mg setiap pemberian -> 500mg IV
Diberikan juga pengobatan oral : cefixime dengan dosis 4mg/kgbb/ 12 jam. Pada pasien
ini: 4mg x 9,1kg = 36,4 mg/ 12 jam -> 50mg/ 12 jam, pada sediaan cefixime syrup
100mg/5ml, sehingga pada pasien diberikan cefixime 2x sehari ½ cth.
Pada pasien saat pulang diberikan pengobatan untuk TB Paru berupa :
INH : 5-15 mg/kgbb/hari => 5mg x 9,1kg = 45,5 mg/hari s/d 15mg x 9,1mg = 136,5mg/
hari atau berdasarkan dosis OAT Kombipak pada pasien BB < 10kg diberikan dosis
50mg/hari. Pada pasien ini diberikan terapi INH (isoniazid) 50mg/hari
Rifampisin : 10-20mg/kgbb/hari => 10mg x 9,1kg = 91mg/ hari s/d 20mg x 9,1kg =
182mg/ hari, berdasarkan dosis OAT Kombipak = 75mg/hari
Pirazinamid : 15-30 mg/kgbb/hari => 15mg x 9,1kg = 136,5 mg/ hari s/d 30mg x 9,1kg=
273mg/hari. Berdasarkan dosis OAT Kombipak = 100mg/hari
Daftar Pustaka
1. Soetomenggolo Taslim S, Ismael sofyan. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI;
2008. Hlm 244-52.
2. Pudjiadi Antonius H, Hegar Badril, Handryastuti, Idris Nikmah Salamia,
Gandaputra Ellen P, et all. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia.
Jakarta : IDAI; 2009. Hlm 13-40, 150-3, 193-6, 323-8.
3. World Health Organization. Pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit
rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta : WHO Indonesia; 2009. Hlm 59,
113-9, 115-8,133-9, 175-9, 183-5.
4. Alatas Husein, Tambunan Taralan, Trihono Partini P, Pardede Sudung O. Buku
ajar nefrologi anak. Ed 2. Jakarta : IDAI; 2002. Hlm 142-63.
5. Rahajoe Nastiti N, Supriyatno Bambang, Setyanto Darmawan Budi. Buku ajar
repirologi anak. Ed Pertama. Jakarta : IDAI; 2008. Hlm 162-214.
24