Case Abses Hepar Hevi

download Case Abses Hepar Hevi

of 32

Transcript of Case Abses Hepar Hevi

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    1/32

    1

    ABSES HEPAR

    A. PENDAHULUANAbses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena

    infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari

    sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

    pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau

    sel darah didalam parenkim hati .(1)

    Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan

    abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis

    ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,

    termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver

    abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini

    merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400

    SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)

    Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang

    jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arusurbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.

    Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan

    secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa

    dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,

    etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta

    prognosisnya.(2)

    B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATIHati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar

    1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di

    regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria

    sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan

    dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan.

    Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    2/32

    2

    falsiformis. Di bawah peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut

    kapsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati

    terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang

    merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ yang terdiri atas lempeng-

    lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat sinusoid. Selain sel-sel hati,

    sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan sel Kupffer yang merupakan

    makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu memfagositosis bakteri dan

    benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati memiliki suplai darah dari

    saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui

    arteria hepatika.(2,3,4)

    Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya

    yaitu: (3,4,5,6)

    Pembentukan dan ekskresi empedu

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    3/32

    3

    Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu

    penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di

    dalam usus.

    Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan

    a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta

    pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme

    karbohidrat.

    b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagifungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar

    lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

    c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untukmengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,

    serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari

    asam amino.

    Penimbunan vitamin dan mineralVitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B12,

    tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak

    disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan

    B12juga disimpan secara normal.

    Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritinSel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang

    dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.

    Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi

    akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam

    bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi

    cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

    Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalamjumlah banyak

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    4/32

    4

    Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi

    meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan

    beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses

    metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

    Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zatlain

    Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan

    detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,

    penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon

    yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia

    oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti

    estrogen, kortisol, dan aldosteron.

    Hati berfungsi sebagai gudang darah dan filtrasiHati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan

    darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai

    darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot

    darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja

    fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

    C. EPIDEMIOLOGI Di negaranegara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara

    endemik dan jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di

    seluruh dunia, dan terbanyak di daerah tropis dengan kondisi hygiene/sanitasi yang kurang. Secara epidemiologi, didapatkan 8 15 per 100.000

    kasus AHP yang memerlukan perawatan di RS, dan dari beberapa

    kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi antara 0,29

    1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih sering

    terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih

    dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke6.(1)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    5/32

    5

    Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal

    setelah otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG,

    CT Scan dan MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi

    otopsi berkisar antara 0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000

    penderita.(2)

    Hampir 10 % penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi

    E.histolytica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala. Insidens

    amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17 % sedangkan di

    berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien/tahun.

    Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar

    3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade keempat. Penularan umumnya

    melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan yang

    menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3,4-8,5 kali lebih sering

    dari wanita. Usia yang sering dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama

    dewasa muda dan lebih jarang pada anak. Infeksi E.histolytica memiliki

    prevalensi yang tinggi di daerah subtropikal dan tropikal dengan kondisi yang

    padat penduduk, sanitasi serta gizi yang buruk.(2,7)

    D. ETIOLOGID.1 Abses Hati Amebik

    Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai

    parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba

    histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil

    individu yang terinfeksi Entamoeba histolytica yang memberikan gejalaamebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis Entamoeba histolyticayaitu

    strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain

    Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya

    menimbulkan lesi pada hati.(2)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    6/32

    6

    Amuba bentuk tr ofozoit dengan pseupoda uku ran besar(5)

    Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelasRhizopoda yang

    mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3

    bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif,

    mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif

    bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua

    stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup

    komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah dirimenjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya

    perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini

    tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau

    enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um

    yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar

    sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease

    yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan

    destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering

    atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan membentuk kista

    sebelum keluar ke tinja.(2,6)

    Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan

    berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,

    tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4

    inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    7/32

    7

    manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding

    kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan

    makanan atau perubahan osmolaritas media. (2,9)

    D.2 Abses Hati Piogenik

    Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic

    streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,

    fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida

    albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia

    enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme

    penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella

    pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari

    bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus

    aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki

    penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan

    sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.

    Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam

    abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui :1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa

    menyebabkan fileplebitis porta

    2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremia sistemik3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,

    peritonitis, dan infeksi post operasi

    4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atausaluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatikmenyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan

    dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau

    pascaoperasi striktur.

    5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dancryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses

    piogenik.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    8/32

    8

    6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama padaorang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan

    diabetes atau kanker metastatik. (1,7,10,11)

    E. PATOGENESISE.1 Abses Hepar Amebik

    Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,

    baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi

    langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang

    terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal.(11,12)

    E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang

    menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat

    ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung

    namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian

    kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan

    mukosa usus.Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim

    cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit danmenyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.

    Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam

    aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi

    enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati

    terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan

    infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti

    dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis sepertijaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)

    karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan

    vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika

    inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung

    pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai achovy

    paste dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta

    sel darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    9/32

    9

    E.2 Abses Hepar Piogenik

    Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses.

    Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% absesviseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini

    dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari

    tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima

    darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini

    memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang

    berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid

    hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri

    piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari

    organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri

    hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi

    aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya

    tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari

    vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses

    fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara

    hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat

    trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati

    sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan

    nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran

    empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan

    kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi

    pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding

    lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan

    menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal

    sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior

    dan aliran limfatik. (1,10)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    10/32

    10

    F. GAMBARAN KLINISF.1 Abses Hepar Amebik

    (2,8,9,13,)

    Gejala :

    a. Demam internitten ( 38-40 oC)b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar

    hingga bahu kanan dan daerah skapula

    c. Anoreksiad. Nauseae. Vomitusf. Keringat malamg. Berat badan menurunh. Batuki. Pembengkakan perut kanan atas

    j. Ikterusk. Buang air besar berdarahl. Kadang ditemukan riwayat diarem. Kadang terjadi cegukan (hiccup)Kelainan fisis :

    a. Ikterusb. Temperatur naikc. Malnutrisid. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasie. Nyeri perut kanan atasf. FluktuasiF.2 Abses hati piogenik

    (1,2,8,15)

    Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang

    lebih berat dari abses hati amuba.

    Keluhan :

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    11/32

    11

    a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yangdisertai menggigil

    b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk kedepan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.

    c. Mual dan muntahd. Berkeringat malame. Malaise dan kelelahanf. Berat badan menurung. Berkurangnya nafsu makanh. AnoreksiaPemeriksaan fisis :

    a. Hepatomegalib. Nyeri tekan perut kananc. Ikterus, namun jarang terjadid. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleurae. Buang air besar berwarna seperti kapurf. Buang air kecil berwarna gelapg. Splenomegali pada AHP yang telah menjadi kronik

    G. DIAGNOSISG.1 Abses hati amebik

    (2,9)

    Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan

    trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat

    dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,

    hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan

    leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi

    dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes

    serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan

    kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria

    Lamont dan Pooler.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    12/32

    12

    a. Kriteria Sherlock (1969)1. Hepatomegali yang nyeri tekan2. Respon baik terhadap obat amebisid3. Leukositosis4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.5. Aspirasi pus6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati7. Tes hemaglutinasi positif

    b. Kriteria Ramachandran (1973)Bila didapatkan 3 atau lebih dari:

    1. Hepatomegali yang nyeri2. Riwayat disentri3. Leukositosis4. Kelainan radiologis5. Respons terhadap terapi amebisid

    c. Kriteria Lamont Dan PoolerBila didapatkan 3 atau lebih dari:

    1. Hepatomegali yang nyeri2. Kelainan hematologis3. Kelainan radiologis4. Pus amebik5. Tes serologi positif6. Kelainan sidikan hati7. Respons terhadap terapi amebisid

    G.2 Abses hati piogenik

    Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis

    dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-

    kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.

    Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun

    pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi

    untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    13/32

    13

    Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun

    terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.

    Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri

    penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar

    emas untuk diagnosis.(1)

    H. PEMERIKSAAN PENUNJANGH.1 Pemeriksaan Laboratorium

    Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan

    hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada

    pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-

    3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L,

    SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang

    didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,

    leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan

    ringan sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan

    adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awalinfeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain

    hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.

    Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus

    penderita abses hepar.(2,7,9)

    Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis

    dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,

    gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase,peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya

    konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang

    menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang

    memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk

    menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada

    permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering

    ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteus vulgaris,

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    14/32

    14

    Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman

    anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau

    Fusobacterium sp. (1,2)

    H.2 Pemeriksaan Radiologi

    Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan

    peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan

    diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto

    polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus,

    hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan

    air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG

    sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis

    hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding yang berarti

    ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan

    kapsul hati dan peninggiansonic distal.Gambaran CT scan : 85 % berupa

    massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa

    hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca

    kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihatpada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.(2)

    Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

    Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang

    didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma

    kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada

    foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    15/32

    15

    kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan

    daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada

    subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan

    dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat

    menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan

    atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi

    hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim

    enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.

    Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak

    massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai

    masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak

    gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya

    kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat

    hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga

    membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding

    kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak

    area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil

    piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses

    amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh

    kuman Klebsiella. (1,2,)

    Gambaran CT Scan dengan mu lti fokal abses hati piogenik pada

    segmen I V. Abses lainnya terdapat pada segmen VI I dan VI I I .(8)

    Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan

    penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    16/32

    16

    tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2)

    Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.

    Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah

    sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik

    (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin

    bertambah tebal.(16)

    I. PENATALAKSANAANI.1 Abses hati amebik

    (2,12,14,17)

    1. MedikamentosaAbses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan

    penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.

    Pengobatan yang dianjurkan adalah:

    a.Metronidazole

    Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk

    amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang

    paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecaplogam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3

    x 750 mg per hari selama 510 hari. Sedangkan untuk anak ialah 35-

    50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole

    lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800

    mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari

    dalam dosis tunggal selama 3-5 hari.

    b.Dehydroemetine (DHE)Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan

    untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari

    atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10

    hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan

    kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan

    pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak

    c. Chloroquin

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    17/32

    17

    Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal

    ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150

    mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10

    mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang

    dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari

    selama 20 hari.

    2. AspirasiApabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di

    atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada

    ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan

    kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.

    Aspirasi dilakukan dengan tuntunan USG.

    3. Drainase Perkutan

    Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur

    atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi

    campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda

    perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan

    berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan

    perikardial.

    4. Drainase Bedah

    Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil

    mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis

    susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah

    diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi

    mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami

    infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila

    usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga

    dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya

    ruptur abses amuba intraperitoneal.

    I.2 Abses hati piogenik(1,2,7,10)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    18/32

    18

    PencegahanMerupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat abses

    hati piogenik yaitu dengan cara:

    a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batuataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan

    melakukan endoskopi

    b. Pemberian antibiotik pada sepsis intra-abdominal Terapi definitif

    Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang

    adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang

    berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena

    sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-

    2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiri dari:

    a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif danbeberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya

    sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2

    gr/12jam/IV

    b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untukbakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole

    500 mg/6 jam/IV

    c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yang resisten.d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-

    metronidazole, aminoglikosida dan siklosporin.

    Drainase absesPengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainaseterbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan

    konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan

    drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan

    abdomen ultrasound atau tomografi komputer.

    Drainase bedah

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    19/32

    19

    Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi

    perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen

    yang memerlukan manajemen operasi.

    J. KOMPLIKASIJ.1 Abses Hepar Amoeba

    Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %.

    Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau

    kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau

    drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum

    terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,

    pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan

    empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.

    Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan

    nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.

    Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri

    hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses

    dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm

    arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi.(12,13,14)

    J.2 Abses Hepar Piogenik

    Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti

    septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai

    peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal,

    gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula

    hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah

    mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses

    rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

    K. PROGNOSISPada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,

    metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah

    sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    20/32

    20

    fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai

    mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi

    mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai

    40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,

    malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom

    hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi

    penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya

    komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi

    ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium.(2,13)

    Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang

    akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur

    anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase

    secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur,

    jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan

    fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir

    mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur

    abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia,

    dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan

    mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas

    abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial

    penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila:

    terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya

    hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,

    keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap

    abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakitlain.(1,2)

    L. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (18)Differential Diagnosis Manifestasi Klinis

    Hepatoma Merupakan tumor ganas hati primer.

    Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    21/32

    21

    atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.

    Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,

    stigmata penyakit hati kronik.

    Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali

    fosatase

    USG : lesi lokal/ difus di hati

    Kolesistitis akut Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat

    infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut

    kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.

    Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas

    yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.

    Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu,

    nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,

    Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan

    adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik.

    Laboratorium: leukositosis

    USG : penebalan dining kandung empedu, sering

    ditemukan pulasludgeatau batu.

    Hipoalbuminemia

    A. Definisi Hipoalbuminemia

    Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal

    atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah

    Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia

    mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga

    mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).

    Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien

    mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    22/32

    22

    hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital malnutrition

    menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik (Tri Widyastuti

    dan M. Dawan Jamil, 2005).

    B. Klasifikasi Hipoalbuminemia

    Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih

    atau jarak dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,55 g/dl atau total

    kandungan albumin dalam tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan

    Peralta, 2006). Klasifikasi hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W

    (2005) adalah sebagai berikut:

    1. Hipoalbuminemia ringan : 3,53,9 g/dl

    2. Hipoalbuminemia sedang : 2,53,5 g/dl

    3. Hipoalbuminemia berat : < 2,5 g/dl

    C. Penyebab Hipoalbuminemia

    Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)

    hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.

    Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah,

    pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan

    protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:

    1. Kurang Energi Protein,

    2. Kanker,

    3. Peritonitis,

    4. Luka bakar,

    5. Sepsis,

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    23/32

    23

    6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi

    setelah trauma),

    7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),

    8. Penyakit ginjal (hemodialisa),

    9. Penyakit saluran cerna kronik,

    10. Radang atau Infeksi tertentu (akut dan kronis),

    11. Diabetes mellitus dengan gangren, dan

    12. TBC paru.

    D. Terapi Hipoalbuminemia

    Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet tinggi

    albumin (Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih

    telur, atau ekstrak albumin dari bahan makanan yang mengandung albumin dalam

    kadar yang cukup tinggi. Penangan pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito

    Yogyakarta dilakukan dengan pemberian putih telur sebagai sumber albumin dan

    sebagai alternatif lain sumber albumin adalah ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti

    dan M. Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr. Saiful Anwar Malang,

    penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian BSA (Body

    Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan pemanfaatan bahan makanan

    seperti estrak ikan gabus, putih telur dan tempe kedelai (Illy Hajar Masula, 2005).

    EFUSI PLEURA

    1. DEFINISI3,4

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    24/32

    24

    Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura(1)

    atau Efusi pleura

    adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di

    dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pembentukan dan

    pengeluaran cairan pleura.

    Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga

    selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan

    pleura parietalis. Sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil)

    dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga

    pleura sekitar 10-20 ml.Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,

    kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu< 1,5 gr/dl.

    Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara

    lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi(2)

    a. HidrotoraksPada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam

    hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.

    Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis

    hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig

    (fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).

    b. HemotoraksHemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya

    terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat

    penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada

    hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah

    hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini

    mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya

    diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku,

    maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.Penyebab

    lainnya hemotoraks adalah:

    Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkandarahnya ke dalam rongga pleura.

    Kebocoran aneurisma aorta(daerah yang menonjol di dalam aorta)yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    25/32

    25

    Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam ronggapleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah

    dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.

    c. EmpiemaBila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura

    patologis iniakan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks

    atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan

    terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya. Empiema bisa

    merupakan komplikasi dari:

    Pneumonia Infeksi pada cedera di dada Pembedahan dada

    d. ChylotoraksKilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah

    bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks

    antaralain :

    Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus,tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

    Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dandada, atau pukulan pada dada (dengan/tanpa fratur).Yang berasal

    dari efek operasi daerah torakolumbal, reseksi esophagus 1/3

    tengah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang

    membutuhkan mobilisasi arkus aorta.

    Obstruksi Karena limfoma malignum, metastasis karsinima kemediastinum, granuloma mediastinum (tuberkulosis,

    histoplasmosis).

    Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap

    duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit

    trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus

    dan menyebabkan kilotoraks

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    26/32

    26

    2. EPIDEMIOLOGI4

    Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negara-

    negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang

    mendasarinya.

    Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin.

    Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi

    pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan

    dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus

    eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria

    3. ETIOLOGI4

    Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini memperlihatkan

    adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh

    darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil

    dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.

    Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non pulmonary,

    dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi

    pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau

    emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi

    pleura:

    1. Perubahan permeabil itas membran pleura(misalnya, radang, keganasan,emboli paru)

    2. Pengurangan tekanan onkotik intravaskular (misalnya,hipoalbuminemia, sirosis)

    3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat

    hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)

    4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sir kul asi sistemik dan /atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava

    superior)

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    27/32

    27

    5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)

    6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasukobstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)

    7. Peningkatan cairan peri toneal, dengan migrasi di diafragma melalu ilimfatik atau cacat struktural(misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)

    8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten

    menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura

    4. KLASIFIKASI(5)

    Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan

    dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari

    ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan tekanan hidrostatik, sedangkan

    eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam

    beberapa kasus mungkin terjadi kombinasi antara karakteristk cairan transudat dan

    eksudat.

    1.Klasifi kasi berasarkan mekani sme pembentukan cairan:a. Transudat

    Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah

    transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan kapiler

    hidrostatik dan koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura

    melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:

    1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura4. Menurunnya tekanan intra pleura

    Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

    a. Gagal jantung kiri (terbanyak)b. Sindrom nefrotik

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    28/32

    28

    c. Obstruksi vena cava superiord. Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau

    masuk melalui saluran getah bening)

    b.ExusadatEksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler

    yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi

    dibandingkan protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka

    permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga selmesotelial

    berubahmenjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam

    rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karenamikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.

    Protein yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah

    bening. Kegagalan aliran protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis

    tuberkulosis) akan menyebabkan peningkatan konsentasi protein cairan pleura,

    sehingga menimbulkan eksudat.

    Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:

    a. Infeksi (tuberkulosis, pneumonia)b. Tumor pada pleurac. Infark paru,d. Karsinoma bronkogenike. Radiasi,f. Penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus

    Eritematosis).

    Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar

    Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif

    memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura

    transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga criteria ini:

    Protein cairan pleura / protein serum > 0,5 LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    29/32

    29

    LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yangnormal didalam serum.

    5 . PATOFISIOLOGI3, 4

    Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura

    melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran

    limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk

    reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya

    tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul

    efusi pleura

    Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan

    dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara

    lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena

    perbedaan tekanan osmotic plasma danjaringan interstitial submesotelial kemudianmelalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itucairan pleura dapat

    melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura

    visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaantekanan hidrostatik dan tekanan koloid

    osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil

    yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan

    pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    30/32

    30

    Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila

    proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi

    empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat

    menyebabkan hemotoraks. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:

    1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkanpembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum

    Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung

    kiri dan sindroma vena kava superior.

    2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat padaatelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis.

    3. Meningkatnya kadar proteindalam cairan pleura dapat menarik lebihbanyak cairan masuk ke dalam rongga pleura

    4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkantransudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

    5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfebermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena

    sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe, gangguan kontraksi

    saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening.

    Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi

    pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan

    cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka

    jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik

    yang nyata.

    Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan

    gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partialOksigen (Pa O2) 60 mmHg atautekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50

    mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    31/32

    31

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat

    Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.

    2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic

    resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :

    Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.

    Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal

    1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.

    3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis

    proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.

    4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Bukuajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.

    5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia darisel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.

    6. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system ata glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter

    27-28.

    7. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver,biliary tract and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In :

    Papadakis, Maxine A. McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current

    medical diagnosis and treatment 2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT.

    Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.

    8. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In :Beckingham, I.J. ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain :

    GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter 40-42

    9. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis.Surabaya : Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.

  • 7/21/2019 Case Abses Hepar Hevi

    32/32

    10.Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23 th, 2009. November1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-

    overview#showall.

    11.Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran.Robbins. Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007.

    Hal 684.

    12. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internalmedicine 17thedition. USA. 2008. Chapter 202.

    13.Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19 th, 2008. November1st, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-

    overview#showall.

    14.Junita,Arini. Widita,Haris. Soemohardjo,Soewignjo. Beberapa kasus abseshati amuba. Dalam : Jurnal penyakit dalam vol. 7 nomor 2. Mei 2006. 1

    November 2011. Diunduh dari :

    http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%2

    0amuba%20(dr%20arini).pdf.

    15.Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelsontextbook of pediatric 18

    th

    edition. USA. 2007. Chapter 356.

    16.Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologidiagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.

    17.Syarif, Amir. Elysabeth. Amubisid. Dalam : Gunawan, Sulistia Gan.Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta :

    Balai Penerbit UI. 2008. Hal 551-554.

    18.Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, IkaPrasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam

    Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321-

    324.

    19.Almatsier, Sunita. Diet penyakit hati dan kandung empedu. Dalam :Penuntun diet edisi baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010.

    Hal 120-122.

    http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showallhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdfhttp://ejournal.unud.ac.id/abstrak/beberapa%20kasus%20abses%20hati%20amuba%20(dr%20arini).pdfhttp://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showallhttp://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showall