Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

88
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama : Ridho M Dianto Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A NIM : 030.09.205 Tanda tangan : I. IDENTITAS PASIEN DATA PASIEN AYAH IBU Nama An. S Tn. AP Ny. H Umur 4 thn 28 Tahun 26 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan Alamat Agama Islam Islam Islam Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa Pendidikan - SMA SMP Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rumah Tangga Penghasilan - Rp.2.500.000 – 3.000.000,- - Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Asuransi BPJS PBI No. RM 767045 II. ANAMNESIS

description

kejang demam dan dss

Transcript of Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Page 1: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Ridho M Dianto Dokter Pembimbing : dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM : 030.09.205 Tanda tangan :

I. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama An. S Tn. AP Ny. H

Umur 4 thn 28 Tahun 26 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SMA SMP

Pekerjaan - Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - Rp.2.500.000 –

3.000.000,-

-

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS PBI

No. RM 767045

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu kandung pasien pada hari

Jumat, tanggal 21 Agustus 2015, pukul 09.30 WIB, di Ruang PICU RSU Kardinah Tegal.

a. Keluhan Utama

Kejang

Page 2: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

b. Keluhan Tambahan

Demam, muntah, luka bakar pada kedua punggung kaki

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien anak laki-laki berusia 4 tahun datang ke IGD RSUD Kardinah pada

tanggal 20 Agustus 2015 pukul 10.05 WIB dengan keluhan utama kejang. Kejang

sudah berlangsung 3 kali, dengan tiap serangan berdurasi <5 menit. Saat kejang, os

tampak “kelojotan” seluruh badan dan mengatupkan gigi nya, dimana diantara tiap

serangan os sadar dan menangis. Sebelum serangan kejang datang, os panas tinggi

sampai 40°C (diukur dengan thermometer di rumah). Panas dirasakan sejak hari 4

hari sebelum os kejang. Saat panas, ibu os sudah mencoba memberikan Sanmol 1

sendok takar, namun panas turun dan anak naik lagi. Saat kejang ibu os merendam

kedua kaki anak nya di air panas dan malah menyebabkan luka bakar pada kedua

punggung kaki nya.

Ibu os juga mengeluhkan anak nya muntah muntah sebelum dibawa ke IGD.

Muntah kurang lebih 4 kali, berisi cairan. Nafsu makan os juga menurun, dan os

merasakan mual. Muntah dan mencret disangkal ibu pasien. BAB 1x tidak lembek

dan berwarna coklat. Menangis dan mengedan saat berkemih (-). BAK normal

seperti biasa. Makan dan minum baik.

Pada tanggal 21 Agustus saat dilakukan anamnesa di PICU, os sudah tidak

mengalami serangan kejang. Namun ibu os masih mengeluhkan panas tinggi yang

naik turun. Nafsu makan os juga masih kurang dikarenakan os masih merasa agak

mual. Sudah tidak muntah lagi, dan os belum BAB sejak masuk perawatan di PICU.

BAK lancar seperti biasa, dan tidak disertai nyeri berkemih.

Dalam perjalanan penyakitnya, os sudah tidak mengalami kejang lagi sampai

hari sabtu 22 Agustus 2015, lalu os di acc untuk dipindah rawat di ruang biasa

(puspanidra). Namun pada hari senin 24 agustus 2015, os kembali kejang, sesak

napas dan demam nya tinggi lagi, sehingga di pindah untuk kembali dirawat di

ruang PICU, disana kembali dilaukan berbagai pemeriksaan penunjang untuk

membantu menegakkan diagnosis daripada penyakit os.

Page 3: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sudah pernah mengalami kejang sebelum nya. Pada usia 3 tahun os

dirawat dengan keluhan yang sama, yaitu kejang berulang (2 kali serangan dalam

kurun 24 jam) dan di dahului dengan demam tinggi. Ibu os mengaku tiap serangan

kejang selalu di dahului dengan adanya demam tinggi. Tidak ada riwayat operasi,

riwayat trauma, riwayat alergi obat maupun makanan tertentu. Riwayat penyakit

lain, seperti asma, penyakit jantung, penyakit paru disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga di rumah yang mengalami hal yang sama seperti

pasien. Riwayat asma, kejang, penyakit jantung dan paru disangkal oleh ibu pasien.

f. Riwayat Lingkungan Perumahan

Kepemilikan rumah yaitu rumah orangtua ibu. Rumah berukuran 8 x 7 m,

beratap genteng, berlantai ubin, dan berdinding tembok. Rumah berisi 5 orang.

Dasar atap terpasang plafon. Kamar tidur berjumlah 3, kamar mandi berjumlah 2,

terdapat dapur dan ruang keluarga. Penerangan rumah bersumber listrik dan dan air

minum dari PAM. Jarak septic tank dengan rumah sekitar 6 meter. Limbah rumah

tangga tersalur di selokan di dalam rumah dengan aliran lancar. Selokan dibersihkan

sebulan sekali. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak

dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak

pengap.

Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi baik, ventilasi dan

pencahayaan baik.

g. Riwayat Kebiasaan

Semenjak demam, ibu selalu menyediakan Sanmol di rumah untuk

mengantisipasi apabila os demam tinggi. Os selalu mencuci tangan sebelum makan

dan alat makan selalu di cuci apabila sudah di pakai.

Page 4: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

h. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, berpenghasilan kurang-lebih

Rp.2.500.000 - 3.000.000,- per bulan. Ibu pasien adalah ibu rumah tangga yang

tidak berpenghasilan. Ayah menanggung nafkah 2 orang yaitu 1 orang istri dan 1

orang anak. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI.

Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang.

i. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal

Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur dokter spesialis kandungan

sebulan sekali pada setiap kehamilannya. Mendapatkan suntikan TT 2x. Tidak

pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan

disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa

resep dokter dan jamu disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal.

Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik.

j. Riwayat Persalinan

1. Tempat kelahiran : Rumah Bersalin

2. Penolong persalinan : Bidan

3. Cara persalinan : Pervaginam spontan

4. Masa gestasi : 9 bulan G1P0A0

5. Air ketuban : Jernih

6. Berat badan lahir : 3200 gram

7. Panjang badan lahir : 50 cm

8. Lingkar kepala : Ibu lupa

9. Langsung menangis : Langsung menangis

10. Nilai APGAR : Ibu tidak tahu

11. Kelainan bawaan : Tidak ada

12. Penyulit/ komplikasi : (-)

Kesan: Neonatus aterm, lahir spontan, bayi bugar.

Page 5: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

k. Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di posyandu dan anak dalam

keadaan sehat.

Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik.

l. Corak Reproduksi Ibu

Ibu P2A0, anak pertama laki-laki usia 5 tahun, lahir spontan di RSU Kardinah

BBL 3000 kg PBL 48cm, kini anak dalam keadaaan sehat. Anak kedua usia 8 bulan

lahir spontan di RSU Kardinah BBL 3200 gram dengan PBL 50cm, yaitu pasien

sendiri.

m.Riwayat Keluarga Berencana

Ibu pasien mengaku saat ini menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan sekali.

n. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Pertumbuhan

o Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir 50 cm.

o Berat badan sekarang 17 kilogram , tinggi badan sekarang 1022 cm

(Lihat pemeriksaan khusus)

Perkembangan

o Senyum : 2 bulan

o Bolak balik badan : 2 bulan

o Tengkurap : 4 bulan

o Tumbuh gigi susu : 5 bulan

o Mengoceh : 5 bulan

o Mengangkat kepala : 6 bulan

o Mulai Duduk : 7 bulan

o Berdiri : 8 bulan

o Berjalan : 11 bulan

Page 6: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Kesan: Usia anak saat ini 4 tahun. Riwayat perkembangan anak baik sesuai

umur.

o. Riwayat Makan dan Minum Anak

Ibu memberikan anak ASI dari lahir sampai sekarang. Dari usia lebih dari 6

bulan telah diberikan pisang, biscuit, atau bubur 3x sehari pada pukul 10 pagi, siang

hari dan sore hari. Saat ini os makan seperti anggota keluarga lain nya, minimal 3

kali sehari dengan lauk pauk yang bervariasi. Nafsu makan dan minum pasien saat

ini masih baik.

Kesan: Kualitas makanan baik dan kuantitas makanan baik.

p. Riwayat Imunisasi

VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN (umur)

BCG 2 bulan - - - - -

DPT/ DT/HB 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - -

CAMPAK - - 9 bulan - - -

HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -

HIB - - - - - -

Kesan: Imunisasi dasar lengkap, sudah dilakukan ulangan.

q. Silsilah keluarga

Page 7: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Laki laki Perempuan Pasien

Kesan : Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara dan tidak ada anggota

keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, tanggal 21 Agustus 2015, pukul

10.30 WIB, di Ruang PICU RSU Kardinah Tegal.

a. Kesan Umum

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

b. Tanda Vital

Nadi : 130 x/menit, reguler, isi dan ketegangan cukup

Laju nafas : 28 x/menit

Suhu : 38,2°C (aksila)

c. Data Antropometri

Berat badan sekarang : 17 kg

Tinggi badan sekarang : 102 cm

Lingkar kepala : 50 cm

Status Internus

o Kepala : Mesocephali, UUB datar, tegang -, moulage -

o Rambut : Hitam, cukup lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut

o Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-),

mata cekung (-/-), refleks cahaya langsung/tidak langsung (+/+), pupil anisokor (-/-) air

mata (+/+)

o Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), epistaksis (-)

o Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-)

o Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-)

Page 8: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

o Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-),

granulasi (-).

o Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)

o Axilla : Pembesaran KGB (-)

o Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris

o Pulmo:

Inspeksi : Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus simetris pada lapang paru kiri dan

kanan

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri- kanan

Auskultasi : Suara napas vesikuler di seluruh lapang paru kiri-kanan,

ronki (+/+), wheezing (-/-).

o Cor:

Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak.

Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV midklavikula sinistra.

Perkusi:

Batas atas : Intercostalis II parasternal kiri

Batas Kanan : Intercostalis IV garis parasternal kanan

Batas Kiri : Intercostalis V garis midclavicula kiri

Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).

o Abdomen :

Inspeksi : datar, distensi (-), simetris.

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 7 kali/ menit, kuat

Palpasi : supel, undulasi (-) ballotement (-), nyeri tekan (-)

Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costa, Limpa tidak teraba

pembesaran

Perkusi : Hipertimpani di ke 4 kuadran abdomen,

nyeri ketuk CVA (-/-)

o Inguinal : Pembesaran KGB (-).

o Genitalia : Jenis kelamin laki laki, tidak ada kelainan.

Page 9: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

o Anorektal : Tidak dilakukan pemeriksaan.

o Kulit : Tidak ada efloresensi bermakna, ikterik (-).

o Ekstremitas:

Superior Inferior

Akral Dingin -/- -/-

Akral Sianosis -/- -/-

CRT <2” <2”

Oedem -/- -/-

Tonus Otot Normotonus Normotonus

Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

Tampak combustion pada pedis dextra dan sinistra

Status Neurologis

Kesadaran : Compos Mentis

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), Kernig (-), Laseq (-)

Refleks fisiologis:

- Biceps +/+

- Triceps +/+

- Patella +/+

- Achilles +/+

Refleks patologis:

- Babinski -/-

- Oppenheim -/-

- Chaddok -/-

- Schaeffer -/-

- Klonus patella -/-

- Klonus Achilles -/-

Page 10: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium darah

Laboratorium Darah 20 Agustus 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 16,1 (H) 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 4,1 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 10,8 g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 32,5 (L) % 34 – 40

RDW 13,3 % 11,5 – 14,5

MCV 80,0 U 62 – 93

MCH 26,6 Pcg 25 – 40

MCHC 33,2 g/dl 32 – 36

Trombosit 239 103/ul 150 – 521

Diff count

Netrofil 88,1 (H) 50- 70

Limfosit 6,4 (L) 25 – 40

Monosit 3,2 2 – 5

Eosinophil 0 (L) 2 – 4

Basophil 0,1 0 – 1

Elektrolit

Natrium 131,3 (L) Mmol/L 136 – 145

Kalium 3,65 Mmol/L 3,3 – 5,1

Klorida 108,0 (H) Mmol/L 98 - 106

GDS 100 mg/dl 70 - 140

Laboratorium Darah 23 Agustus 2015 (pagi)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 7,0 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 6,1 (H) 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 16,4 (H) g/dl 10,7 - 14,7

Page 11: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Hematokrit 48,5 (H) % 34 – 40

RDW 14,5 % 11,5 – 14,5

MCV 79,5 U 62 – 93

MCH 26,9 Pcg 25 – 40

MCHC 33,8 g/dl 32 – 36

Trombosit 72 (L) 103/ul 150 – 521

Laboratorium Darah 23 Agustus 2015 (sore)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 3,1 (L) 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 4,2 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 11,5 g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 33,8 (L) % 34 – 40

RDW 13,6 % 11,5 – 14,5

MCV 79,5 U 62 – 93

MCH 27,1 Pcg 25 – 40

MCHC 34,0 g/dl 32 – 36

Trombosit 41 (L) 103/ul 150 – 521

Laboratorium Darah 24 Agustus 2015 (pagi)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 9,6 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 5,9 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 16,0 (H) g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 46,1 (H) % 34 – 40

RDW 13,6 % 11,5 – 14,5

MCV 78,2 U 62 – 93

MCH 27,2 Pcg 25 – 40

Page 12: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

MCHC 34,7 g/dl 32 – 36

Trombosit 20 (L) 103/ul 150 – 521

Laboratorium Darah 24 Agustus 2015 (sore)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 6,1 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 5,0 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 13,3 g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 38,2 % 34 – 40

RDW 13,3 % 11,5 – 14,5

MCV 77,2 U 62 – 93

MCH 26,9 Pcg 25 – 40

MCHC 34,8 g/dl 32 – 36

Trombosit 16 (L) 103/ul 150 – 521

Elektrolit

Natrium 125,4 (L) Mmol/L 136 – 145

Kalium 4,49 Mmol/L 3,3 – 5,1

Klorida 97,7 (L) Mmol/L 98 - 106

GDS 110 mg/dl 70 - 140

Laboratorium Darah 25 Agustus 2015 (pagi)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 8,1 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 4,3 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 11,6 g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 33,6 (L) % 34 – 40

RDW 13,4 % 11,5 – 14,5

MCV 77,4 U 62 – 93

MCH 26,7 Pcg 25 – 40

Page 13: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

MCHC 34,5 g/dl 32 – 36

Trombosit 21 (L) 103/ul 150 – 521

Laboratorium Darah 26 Agustus 2015 (pagi)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 7,8 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 4,3 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 11,4 g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 34,0 % 34 – 40

RDW 13,2 % 11,5 – 14,5

MCV 79,6 U 62 – 93

MCH 26,7 Pcg 25 – 40

MCHC 33,5 g/dl 32 – 36

Trombosit 32 (L) 103/ul 150 – 521

Laboratorium Darah 27 Agustus 2015 (sore)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Leukosit 4,6 103/ul 4,5 - 13,5

Eritrosit 2,7 (L) 106/ul 3,8 - 5,6

Hemoglobin 7,4 (L) g/dl 10,7 - 14,7

Hematokrit 23,0 (L) % 34 – 40

RDW 12,6 % 11,5 – 14,5

MCV 83,9 U 62 – 93

MCH 27,0 Pcg 25 – 40

MCHC 32,2 g/dl 32 – 36

Trombosit 61 (L) 103/ul 150 – 521

Elektrolit

Natrium 123,6 (L) Mmol/L 136 – 145

Kalium 3,37 Mmol/L 3,3 – 5,1

Klorida 91,5 (L) Mmol/L 98 - 106

Page 14: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

b. Foto thorax (25-8-2015)

Kesan: edema pulmo dengan efusi pleura dextra

V. PEMERIKSAAN KHUSUS

Data Antropometri Pemeriksaan Status Gizi

Anak laki-laki usa 4 tahun.

Berat badan sekarang : 17 kg

Tinggi badan sekarang : 102 cm

Lingkar kepala : 50 cm

Pertumbuhan persentil anak menurut CDC adalah

sebagai berikut:

1. BB/U= 17/15 x100% = 113,3% (Berat badan normal

menurut umur)

2. TB/U = 102/102 x 100% = 1000% (Tinggi badan

normal menurut umur)

3. BB/TB = 17/15 x 100% = 113,3% (Gizi baik)

Kesan: Anak laki-laki usia 8 bulan, status gizi baik.

Page 15: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX
Page 16: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX
Page 17: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

VI. DAFTAR MASALAH

Kejang

Demam

Mual muntah

Sesak napas

Trombositopeni

Anemia normositik normokrom

Hiponatremi dan hypokalemia

Luka bakar pada pedis dekstra dan sinistra

VII. DIAGNOSIS BANDING

a. Kejang

Infeksi : intracranial (meningitis.ensefalitis, meningoensefalitis)

Ektrakranial (kejang demam sederhana, kejang demam

kompleks)

Metabolic

Tumor : SOL

Trauma : Perdarahan

b. Demam, mual muntah, perubahan pada lab darah

DHF

Demam Thyphoid

c. Sesak napas

Pulmonal

- Efusi pleura

- Edema paru

- Asma

- Pnemothoraks

Kardial

- Gagal jantung

Page 18: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

d. Status gizi

Status gizi baik

Status gizi kurang

Status gizi buruk

Status gizi lebih

VIII. DIAGNOSIS KERJA

a. Kejang demam kompleks

b. DSS

c. Efusi pleura dan oedem paru dextra

d. Combustio pedis dekstra dan sinistra

e. Status gizi baik

IX. PENATALAKSANAAN

Page 19: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

a. Medikamentosa

O2 5L/menit

IVFD RL 20 tpm

Inj. ceftriaxon 2x750 mg iv

Inj. Dexmethason 3x1/2 ampul iv

Inj. Ondancentron 3x1/2 ampul iv

Inj. Paracetamol 4x170 mg iv

p.o

Depakote 3x1 cth

Diazepam 3x2 mg

Perawatan luka bakar

b. Nonmedikamentosa

Tirah baring.

Edukasi mengenai penyakit yang diderita, terapi, dan komplikasi yang mungkin

dijumpai.

Diet :

Kalori yang dibutuhkan = 17 x 90 kkal = 1530 kkal

3 x bubur dengan sayur dan lauk Total Kalori: 1530 kkal

Miinum seperti biasa Protein : 25,5 gram

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia Ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

19

Page 20: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

XI. SARAN PEMERIKSAAN

Laboratorium darah rutin ulang, pantau setiap hari

IgG dan IgM anti dengue

Widal

CT scan kepala

EEG

XII. PERJALANAN PENYAKIT

20 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-0

21 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-1

S Demam (+) kejang (-) muntah (-)

mencret (-) batuk (-) makan dan minum

baik, BAK normal, luka pada

punggung kaki kiri kanan

S Demam (+) kadang menggigil, kejang

(-) muntah (-) mencret (-) batuk (-)

makan dan minum baik, BAK normal,

luka pada punggung kaki kiri kanan

O KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 22x/m, S 38,7˚

C, BB 17 kg, SpO2 100%

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-),

BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

O KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 24x/m, S 38,7˚

C, BB 17 kg, SpO2 100%

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-),

BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

20

Page 21: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Hasil lab 20/8/15 terlampir

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

P Rawat inap

O2 5L/menit

IVFD RL 20 tpm

Inj. ceftriaxon 2x750 mg iv

Inj. Dexmethason 3x1/2 ampul

iv

Inj. Ondancentron 3x1/2 ampul

iv

Inj. Paracetamol 4x170 mg iv

Depakote 3x1 cth

Diazepam 3x2 mg

Stesolid 10 mg bila

kejang

Perawatan luka bakar

Cek darah lengkap, elektrolit,

GDS

P IVFD RL 15 tpm Oksigen bila perlu Terapi teruskan

Diet 3x bubur

22 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-2

23 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-3

S Demam (+) naik turun kejang (-)

muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan

dan minum baik, BAK normal, luka

pada punggung kaki kiri kanan, BAB

cair dengan ampas banyak, lender (-),

S Demam (+), kejang (-) muntah (-)

mencret (-) batuk (-) makan dan minum

baik, BAK normal, luka pada

punggung kaki kiri kanan

21

Page 22: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

darah (-)

O KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 22x/m, S 36,4˚

C, BB 17 kg, SpO2 100%

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-),

BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

O KU: CM, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 23x/m, S 38,7˚

C, BB 17 kg

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-),

BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

P Th/ lanjut

Acc pindah rung rawat biasa

(puspanidra)

P Th/ lanjut

Cek darah rutin ulang

24 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-4

25 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-5

S Demam (+) kejang (+) kesadaran

menurun (+) sesak napas (+) muntah

(-) mencret (-) batuk (-) makan dan

minum baik, BAK normal, luka pada

S Demam (+), kejang (-) muntah (-)

mencret (-) batuk (-) kesadaran turun,

sesak (+)

22

Page 23: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

punggung kaki kiri kanan, BAB cair

dengan ampas banyak, lender (-), darah

(-)

O KU: Somnolen, TSS

TTV: HR 126x/m, RR 40x/m, S 38,4˚

C, BB 17 kg, SpO2 100%, retrksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

Hasil lab 23/8/15 terlampir

O KU: somnolen , TSS, tampak sesak

TTV: HR 61 x/m, RR 28x/m, S 36,8˚

C, BB 17 kg TD 104/64, retraksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (+/+), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (+/+), OE (-/-),

CRT >2 dtk

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Hasil lab 24/8/15 terlampir

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

DHF gr I

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

DHF grade III

P Advice

Loading 300 cc, dilanjutkan

dengan RL 20 tpm

Stesolid supp 10 mg

Cek darah rutin post koreksi

Pindah PICU

P Th/ lanjut

O2 2 LPM

Inj.lasix 3x15 mg

Inj ranitidine 3x1/2 amp

Diet tunda

RO thorax AP dan RLD

23

Page 24: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Ulang lab darah

26 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-6

27 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-7

S Demam (+) kejang (-) sesak napas (+)

muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan

dan minum baik, BAK normal, luka

pada punggung kaki kiri kanan, lemas

(+)

S Demam (-), kejang (-) muntah (-)

mencret (-) batuk (-) sesak (-) nyeri

perut (+) belum BAB 3 hari

O KU: Somnolen, TSS

TTV: HR 95x/m, RR 32x/m, S 37˚ C,

BB 17 kg, SpO2 100% TD : 94/60,

retraksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (+/+), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (+/+), OE (-/-),

combustion pedis (+/+)

Hasil lab 25/8/15 terlampir

Foto RO 25/8/15 terlampir

O KU: apatis , TSS, sesak berkurang

TTV: HR 92 x/m, RR 32x/m, S 37,1˚

C, BB 17 kg TD 93/64, retraksi (+)

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

CRT <2 dtk

combustion pedis (+/+)OE (-/-)

Hasil lab 26/8/15 terlampir

24

Page 25: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

DSS

Edema paru, efusi pleura dekstra

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

DSS

Edema paru, efusi pleura dekstra

P Th/ lanjut

O2 2 lpm

Inj. Mikasin 2x125 mg

Diet dicoba minum

Ulangi lab darah rutin

P Th/ lanjut

RL 15 tpm

O2 2 LPM

Diet 3x bubur

Ulang ;ab darah rutin

28 Agustus 2015

Hari Perawatan ke-8

S Demam (+) kejang (-) sesak napas (-)

muntah (-) mencret (-) batuk (-) makan

dan minum baik, BAK normal, luka

pada punggung kaki kiri kanan, lemas

(+) belum bisa BAB

O TTV: HR 95x/m, RR 32x/m, S 37˚ C,

BB 17 kg, SpO2 100% TD : 106/60

Kepala: Mesosefali, UUB datar, tegang

(-)

Mata: CA (-/-), SI (-/-)

Toraks: SNV (+/+) lemah, rh (-/-), wh

(-/-), BJ 1-2 reguler, m (-), g (-)

Abdomen: supel, BU (+), Hepar 2 jari

dibawah arcus costa

Lien : tidak teraba pembesaran

Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-)

Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),

25

Page 26: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

combustion pedis (+/+)

Hasil lab 27/8/15 terlampir

A Kejang demam kompleks

Combustion pedis

DSS perbaikan

Edema paru, efusi pleura dekstra

P Oksigen bila perlu

IVFD KaEn 3B 15 tpm

Inj. Lasix STOP

Inj. Mikasin 2x125 mg

Diet 3x bubur

ANALISIS KASUS

Pasien anak laki-laki usia 8 bulan, di diagnosis kejang demam kompleks, diare akut,

bronkiolitis dan status gizi baik. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kejang demam kompleks

Anamnesis

Kejang pada pagi hari berulang 3 kali, durasi < 5 menit, umum

Demam 1 hari sebelum kejang

Pemeriksaan Fisik

Suhu 38.2 C

26

Page 27: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Status Neurologis

Kesadaran : CM

Rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky II (-), Kernig (-), Laseq (-)

27

Page 28: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Refleks fisiologis:

Biceps +/+

Triceps +/+

Patella +/+

Achilles +/+

Refleks patologis: sulit dinilai

Babinski -/-

Oppenheim -/-

Chaddok -/-

Schaeffer -/-

Klonus patella -/-

Klonus achilles -/-

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium darah

Leukosit : 16,1 (H) GDS : 100

Hematokrit : 32,5 (L) Na : 131,3 (L) K : 2,63 Cl : 108.0 (H)

Trombosit : 239 (↓) g/dl

Dengue Shock Syndrome

Anamnesis

Demam lebih dari 3 hari

Kaki dan tangan dingin

Perdarahan spontan (-)

Mual muntah

Pemeriksaan Fisik

Suhu : 37.0 C

Pernafasan : 32 x/menit

Retraksi : (+)

Hepatomegaly (+)

Akral dingin (+)

Penunjang

Lab darah : trombositopenia

28

Page 29: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Efusi pleura dekstra dan edema paru

Anamnesis

Sesak pada hari perawatan ke H+4

Pemeriksaan fisik

RR 32x/ menit

Retraksi (+)

Suara napas melemah

Pemeriksaan peunjang

Hasil pemeriksaan RO thoraks 258/15 kesan :edema paru dan efusi pleura dekstra

Combustion pedis dex-sin

Anamnesis

Kaki os di rendam di air panas saat kejang

Pemeriksaan fisik

Tampak combustion pada pedis dekstra sinistra

Pemeriksaan penunjang : (-)

29

Page 30: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

I. Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal diatas 38,5o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (1). Kejang demam ini

terjadi pada 2% - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun(2). Anak yang pernah mengalami kejang

tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam(4). Kejang

demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa

demam(3). Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali

tidak termasuk dalam kejang demam(1). Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1

bulan tidak termasuk dalam kejang demam(4). Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih

dari 5 tahun mengalami kejang didahuluidemam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan

misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4). Definisi ini

menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau

ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda dengan kejang demam

karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf pusat(3).

II. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat, Amerika Selatan

dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira – kira 20 % kasus merupakan kejang

demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17 – 23 bulan)

kejang demam sedikit lebih sering pada laki – laki(2).

III. Etiologi

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran

pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih(2).

30

Page 31: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

IV. Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam(3). Ada riwayat kejang

demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukkan kecenderungan

genetik (1,3). Selain itu terdapat faktor perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,

anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah, cepatnya anak mendapat kejang setelah

demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan

riwayat keluarga epilepsi(1,3).

Faktor resiko terjadinya epilepsi di kemudian hari yaitu adanya gangguan neurodevelopmental,

kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan, lebih

dari satu kali kejang demam kompleks(1).

V. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak, diperlukan suatu energi

yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi, dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi

paru – paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskuler(6). Jadi sumber energi otak adalah

glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air (6). Sel dikelilingi oleh suatu

membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.

Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)

dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).

Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar

sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan

di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na –

K – ATPase yang terdapat pada permukaan sel(6). Keseimbangan potensial membran ini dapat

dirubah oleh adanya :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. 

b.Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

sekitarnya. 

c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan(6).

31

Page 32: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%

- 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun,

sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya

15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari

membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium

melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini

demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya

dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang (6). Tiap anak

mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38o C, sedangkan

pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.

Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi

pada ambang kejang yang rendah, sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada

tingkat suhu berapa penderita kejang(6). Penelitian binatang menunjukkan bahwa vasopresin

arginin dapat merupakan mediator penting pada patogenesis kejang akibat hipertermia(1).

Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akibatnya

terjadihipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik,

hipertensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan

neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran

darah yangmengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul

edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak(6). Kerusakan pada daerah mesial

lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi

“matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam

yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi(6).

32

Page 33: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

VI. Klasifikasi

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang

tidak  berulang dalam waktu 24 jam(7). Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara

seluruh kejang demam(6). Suhu yang tinggi merupakan keharusan pada kejang demam sederhana,

kejang timbul bukan oleh infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat

infeksi di tempat lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila

dalam riwayat penderita pada umur – umur sebelumnya terdapat periode - periode dimana anak

menderita suhu yangsangat tinggi akan tetapi tidak mengalami kejang; maka pada kejang yang

terjadi kemudian harus berhati – hati, mungkin kejang yang ini ada penyebabnya(2). Pada kejang

demam yang sederhana kejang biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak,

sehingga seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.

Agaknya kenaikan suhu yang tiba – tiba merupakan faktor yang penting untuk menimbulkan

kejang(2). Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk umum, biasanya bersifat tonik

– klonik seperti kejang grand mal; kadang – kadang hanya kaku umum atau mata mendelik

seketika. Kejang dapat juga berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam

meningkatnya suhu, umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang

demamsederhana masih mungkin(2). 

b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)

Kejang dengan salah satu ciri berikut :

1. Kejang lama lebih dari 15 menit.

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam(7).

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari

2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8 % kejangn

demam(4). Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang

parsial(4). Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan

kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami kejang

demam(4)

33

Page 34: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

VII. Manifestasi Klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan

suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh infeksi susunan saraf pusat, misalnya

tonsilitis, otitis media kut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24

jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-

klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak

memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan

terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).

Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)

2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever).

Modifikasi kriteria Livingston(6):

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak

menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi

Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam(6).

34

Page 35: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

VIII. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat

dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya

gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan

misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah. 

b. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %.Pada

bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitiskarena

manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.

3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu

dilakukan pungsi lumbal.

c. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau

memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh

karenanya,tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan

kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6

tahun atau kejang demam fokal.

d. Pencitraan

Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT – scan) atau

magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi

seperti :

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

35

Page 36: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

IX. Diagnosis Banding

Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya :

1. Meningitis

2. Ensefalitis

3. Abses otak 

Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus

dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak) (6).

Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti

otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapat antibiotik

maka perlu pertimbangan pungsi lumbal (3).

X. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang

sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk

menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam

intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau

dalam waktu 3 – 5 menit,dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan

oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75

mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10

mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak

dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Bila setelah pemberian

diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan caradan dosis yang sama

dengan interval waktu 5 menit.Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,

dianjurkan ke rumah sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 –

0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis

awal 10 – 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit.

Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis

awal.Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat

36

Page 37: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

intensif.Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang

demamapakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.

b. Pemberian Obat Pada Saat Demam (4)

1. Antipiretik 

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang

demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.

Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan

tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. Meskipun jarang,

asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan,

sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan. 

2. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam menurunkan

resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis

0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan

menyebabkanataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus. Fenobarbital,

karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejangdemam.

3. Pemberian Obat Rumat (4)

a. Indikasi pemberian obat rumat

Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut

(salahsatu) :

1. Kejang lama > 15 menit.

2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya

hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.

3. Kejang fokal.

4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.

Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.

Kejang demam > 4 kali per tahun.

Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan

rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan

37

Page 38: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

merupakanindikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan

bahwa anak mempunyai fokus organik. 

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan

resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan

penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan

terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat

menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar  pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan

saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama yang berumur kurang dari 2

tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 – 40

mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4mg/kgBB/hari dalam 1 – 2 dosis.

XI. Edukasi Pada Orang Tua (4)

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang

sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus

dikurangidengan cara yang diantaranya :

a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik. 

b. Memberitahukan cara penanganan kejang.

c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.

d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya

efek samping obat.

Beberapa Hal Yang Harus Dikerjakan Bila Kembali Kejang (4)

a. Tetap tenang dan tidak panik. 

b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau

lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan

sesuatu ke dalam mulut.

d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

e. Tetap bersama pasien selama kejang.

38

Page 39: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

g. Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi (4)

Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang

mengalamikejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka

kejadian pascavaksinasi DPT adalah 6 – 9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan

setelahvaksinasi MMR 25 – 34 per 100.000 anak. Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral

ataurektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter

anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian

XII. Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak menyebabkan

kematian.

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis

Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.

Perkembanganmental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya

normal. Penelitianlain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil

kasus, dan kelainanini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik

umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang mengatakan lebih dari 10

menit, diduga biasanya telah menimbulkan kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak diterapi

dengan baik, kejang demam dapat berkembang menjadi (3,5) :

1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %. Umumnya

terjadi pada 6 bulan pertama.

2. EpilepsiResiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

3. Kelainan motorik 

4. Gangguan mental dan belajar  

b. Kemungkinan mengalami kematian

Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).

39

Page 40: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko berulangnya kejang

demam adalah :

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga 

b. Usia kurang dari 12 bulan

c. Temperatur yang rendah saat kejang

d. Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,

sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10

% - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. (4)

Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :

a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam

pertama. 

b. Kejang demam kompleks.

c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

Masing – masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4 % - 6 %,

kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %.

Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang

demam.

40

Page 41: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

DENGUE SHOCK SYNDROME

Definisi

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria

DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah

kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus

dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)

Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh

dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock

syndrome (DSS).

Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh

virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus

mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-

4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan

dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus

lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas seumur

hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.

41

Page 42: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Epidemiologi

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak

dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka

kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai

saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan

adanya kejadian luar biasa.

Gambar 2. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada

suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan

hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di

setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa

42

Page 43: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus

terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)22

Penularan

Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua jenis nyamuk ini

terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempattempat dengan ketinggian

kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat

saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada

tempat penampungan air sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah

mampu untuk menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.

Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan mengalami

masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien akan mengalami gejala

demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik. Selama masa demam akut yang dapat

berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk

A. aegypti lain menggigit pasien pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan

dapat mentransmisikan virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.

Patogenesis

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang

banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan

hipotesis immune enhancement.(1,2,3)

Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous infection.

Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang heterolog

mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang

telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk

kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit 43

Page 44: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

terutama makrofag. Oleh karena antibody heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh

sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-

antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang

ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga

syok. (1,2,3)

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma

kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan

kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi

pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik

dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan

viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)

44

Page 45: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD25

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan

agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh

darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit

terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama

iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi

trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi stimulasi

trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =

koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation

product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.(2,3)

45

Page 46: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Gambar 6. Patogenesis Perdarahan pada DBD26

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor

pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler.

Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

46

Page 47: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3 dan ke-7

sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi

imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1) Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan

sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2) Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada

sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada

permukaan sel fogosit mononukleus.

3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang

telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah

sel yang terinfeksi.

4) Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated

intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediatormediator

oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut

berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen

dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta

tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

47

Page 48: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Manifestasi Klinis

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yang dianut Depkes, yaitu:

1. Silent dengue atau undifferentiated fever

2. Demam dengue, mencerminkan fase febris, dimana terjadi demam akut selama 2 – 7 hari

dengan dua atau lebih manifestasi: nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia, ruam kulit,

manifestasi perdarahan dan leukopenia. Trias demam dengue meliputi demam tinggi,

nyeri anggota badan, dan ruam kulit. Demam biasanya mencapai 39 – 40 C, dan demam

bersifat bifasik yang berlangsung 5 – 7 hari, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk

kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dijadikan tanda

patognomonik. Ruam kulit ditandai dengan kemerahan dan ercak merah yang menyebar

pada wajah, leher, dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan

makulopapular atau menyerupai demam skarlatina yang muncul pada hari ke-3 atau ke-4.

Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke -3 – 5) dan

berlangsung selama 3 – 4 hari. Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis

lainnya yaitu fotofobia, berkeringat, batuk, epistaksis, dan disuria. Kelenjar limfe

servikal dilaporkan membesar pada 67 – 77% kasus atau dikenal sebagai Castelani’s sign

yang bersifat patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai. Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan hitung leukosit biasanya normal saat awal demam

kemudian leukopenia hingga akhir periode demam; hitung trombosit masih normal,

demikian komponen faktor pembekuan. Ada beberapa kejadian biasanya sudah terjadi

trombositopenia; serum biokimia (enzim) biasanya normal.

3. Demam Berdarah Dengue (Dengue Hemorrhagic Fever) ditandai oleh 4 manifestasi

berikut; 1) demam tinggi, 2) perdarahan terutama pada kulit, 3) hepatomegali 4)

kegagalan sirkulasi. Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji torniket positif, memar dan

perdarahan pada tempat injeksi vena. Petekie halus tersebar di anggota gerak, muka,

aksila pada masa-masa awal demam. Epistaksis dan perdarahan membran mukosa,

misalnya gusi, jarang terjadi, sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih

jarang lagi kecuali jika renjatan tidak dapat diatasi. Hati biasanya teraba pada awal fase

demam, bervariasi mulai dari teraba 2 – 4 cm dibawa arkus costae kanan. Pembesaran

48

Page 49: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

hepar tidak berhubungan dengan parahnya penyakit tapi sering ditemukan pada kasus-

kasus syok. Nyeri tekan pada daerah hepar terasa tetapi biasanya tidak memunculkan

ikterik. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia sedang

hingga berat disertai hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis utama yang menentukan

tingkat keparahan DBD dengan DD ialah gangguan hemostasis dan kebocoran plasma

(trombositopenia dan peningkatan kadar hematokrit). Tabel berikut ini memaparan gejala

klinis demam dengue dan DBD.

Tabel 1 Gejala Klinis demam dengue dan DBD

4. Sindroma Syok Dengue (Dengue Shock Syndrome), menggambarkan fase kritis dengue,

yaitu manifestasi klinis akibat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan frekuensi nadi

49

Page 50: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

yang cepat tapi isi lemah, tekanan nadi menyempit (<20 mmHg), hipotensi, akral dingin

dan lembab, serta letargi.

Gambar 1 Kelainan Utama pada DBD. Gambaran Skematis Kebocoran Plasma

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis yang akurat dan efisien adalah kepentingan utama dalam pelayanan klinis.

Metode diagnosis laboratoris untuk menentukan infeksi virus dengue meliputi deteksi adanya

virus, asam nukleat virus, antigen dan antibodi, atau kombinasi dari ketiga teknik ini. Setelah

onset penyakit, virus dapat dideteksi di dalam serum, plasma, dan sel-sel darah yang berirkulasi,

serta pada jaringan lain, selama 4 – 5 hari. Selama tahap pertama dari penyakit, isolasi virus,

50

Page 51: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

asam nukleat atau deteksi antigen dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi. Di akhir fase

akut infeksi, serologi adaah metode pilihan untuk diagnosis.

Respon antibodi terhadap infeksi berbeda-beda tergantung dari status imun pejamu.

Ketika infeksi dengue terjadi pada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya dengan

flavivirus atau terimunisasi dengan vaksin flavivirus, tubuh pasien akan mengalami respon

antibodi primer yang ditandai dengan peningkatan lambat dari antibodi spesifik. IgM merupakan

isotipe imunogloulin pertama yang muncul. Antibodi ini terdteksi 50% pada hari 3 -5 setelah

onset, meningkat 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke-10 (Gambar 3). Kadar IgM

memuncak kira-kira 2 minggu setelah onset gejala dan umumnya menurun hingga tak terdeteksi

pada 2 -3 bulan. IgG umunya dapat dideteksi pada kadar rendah di akhir minggu pertama sakit,

kemudian meningkat perlahan, dapat tetap berada di serum beberapa bulan, bahkan mungkin

seumur hidup.

Selama infeksi dengue sekunder (infeksi dengue pada pejamu yang telah terinfeksi sebelumnya

oleh virus dengue, atau kadang setelah vaksinasi atau infeksi flavivirus non-dengue), titer

antibodi meningkat dengan cepat dan bereaksi secara luas terhadap berbagai macam flavivirus.

Isotipe imunogloulin yang dominan ialah IgG yang terdeteksi pada kadar yang tinggi, bahkan

pada fase akut, dan bertahan hingga 10 bulan bahkan seumur hidup. Pada tahap penyembuhan

dini, kadar IgM secara signifikan lebih rendah pada infeksi sekunder dan mungkin tak terdeteksi

di beberapa kasus. Untuk membedakan infeksi primer atau sekunder dengue, rasio IgM/IgG

sekarang digunakan secara umum daripada uji hemoaglutinin-inhibisi (uji HI).

51

Page 52: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Gambar 2 Garis waktu infeksi virus dengue primer dan sekunder dan metode diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi

Secara umum, pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas membutuhkan teknologi

kompleks dan ahli pada bidannya, sementara uji cepat (rapid test) dapat kurang senstif mauun

spesifik demi kecepatan. Isolasi virus dan deteksi asam nukleat lebih rumit dan mahal , namun

lebih spesifik daripada deteksi antibodi menggunakan metode serologi.

Infeksi dengue menghasilkan spekrum gejala yang luas, banyak diantaranya adalah tidak

spesifik. Maka dari itu, diagnosis berdasarkan gejala klinis tak dapat dipercaya. Sebelum hari-5

sakitm selama periode demam, infeksi dengue dapat didiagnosis oleh isolasi virus pada kultur

sel, oleh deteksi RNA virus, oleh nucleic acid amplification test (NAAT), atau oleh deteksi

antigen virus menggunakan ELISA atau rapid test. Isolasi virus dengan kultur sel membutuhkan

infrastruktur lengkap dan waktu yang lama. NAAT selalu dapat mendeteksi RNA virus dalam 24

52

Page 53: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

– 48 jam, namun uji ini tetap membutuhkan peralatan dan reagen yang mahal, prosedur yang

berkualitas, dan pekerja yang ahli. Peralatan untuk mendeteksi antigen NS-1 kini tersedia dan

dapat digunakan di laboratorium dengan peralatan yang terbatas dan mengeluarkan hasil

laboratoris dalam beberapa jam. Deteksi antigen dengue cepat (rapid) dapat juga dilakukan di

lapangan dengan hasil kurang dari satu jam. Saat ini, metode ini kurang spesifik, mahal dan

sedang dalam tahap evaluasi mengenai biaya dan keakuratannya. Tabel berikut ini

memperlihatkan kesimpulan sifat dari metode diagnostik untuk infeksi dengue.

Tabel 2 Kesimpulan Sifat dan Perbandingan Biaya Metode diagnostik

Setelah hari-5 sakit, virus dengue dan antigen hilang dari darah, bersamaan dengan

munculnya antibodi-antibodi spesifik. Antigen NS1 dapat dideteksi pada beberapa pasien selama

beberapa hari setelah demam reda. Uji serologi dengue lebih banyak tersedia di negara-negara

endemis, daripada uji virologi. Transportasi spesimen bukanlah masalah karena imunoglobulin

stabil pada suhu tropis.

53

Page 54: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Untuk serologi, waktu pengumpulan spesimen lebih fleksibel daripada isolasi virus atau

deteksi RNA karena suatu respon antibodi dapat diukur dengan membandingkan sampel yang

dikumpul selama keadaan akut dengan sampel yang dikumpul saat berminggu-minggu atau

berbulan-bulan kemudian. Kadar yang rendah terhadap respon IgM yang terdeteksi – atau sama

sekali tidak ada – pada beberapa infeksi sekunder, menurukan keakuratan uji IgM ELISA.

Peningkatan empat kali lipat atau lebih kadar antibodi yang diukur oleh IgG ELISA atau dari uji

HI mengindikasikan infeksi flavivirus akut. Bagaimana pun, menunggu serum saat penyembuhan

atau saat pasien dipulangkan sangat tidak berguna untuk diagnosis dan penatalaksanaan.

Tabel 3 Keuntungan dan Keterbatasan Metode Diagnostik Infeksi Dengue

54

Page 55: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

1. Isolasi virus. Spesimen dikumpulkan hanya pada saat sedang terjadi infeksi, selaa

periode viremia (sebelum hari-5). Virus dapat dijumpai di serum, plasma, dan sel-sel

mononuklear perifer, atau jaringan (hepar, paru, kelenjar getah bening, timus, dan

sumsum tulang). Karena dengue merupakan heat-labile, pengiriman sampel harus dengan

referigerator atau di dalam es. Kultur sel merupakan metode yang luas dipakai untuk

mengisolasi virus.

2. Deteksi Asam Nukleat. RNAbersifat heat-labile, maka untuk penyimpanannya harus di

dalam freezer. RT-PCR (Reverse Transcriptase-polymerase Chain Reaction) lebih

sensitif daripada isolasi virus, yaitu 80 – 100%. Positif palsu dapat terjadi jika

kontaminasi saat proses amplifikasi.

3. Deteksi antigen. Sampai sekarang, deteksi antigen dengue pada serum fase akut jarang

pada pasien dengan infeksi sekunder karena sudah memiliki antibodi IgG-virus

sebelumnya. Perkembangan baru dari ELISA dan dot blot assays yang fokus pada

antigen bagian membran atau envelop (E/M) dan protein non-struktural -1 (NS-1)

menunjukkan bahwa konsentrasi yang tinggi antigen-antigen ini dalam pembentukan

kompleks imun dapat terdeteksi pada pasien dengan infeksi primer maupun sekunder

dengue hingga sembilan hari setelah onset sakit. Glikoprotein NS-1 dihasilkan oleh

flavivirus dan disekresikan dari sel-sel mamalia. NS1 menghasilkan respon imun humoral

yang kuat. Banyak penelitian yang telah fokus menggunakan deteksi NS1 untuk

diagnosis dini infeksi virus dengue.

4. Tes serologi. MAC-ELISA (IgM antibody-capture enzyme-linked immunosorbent assay.

IgM total pada serum pasien ditangkap oleh antibodi spesifik anti rantai-u yang dilapisi

diatas mikroplate. Antigen spesifik dengue (DEN-1 hingga 4) terikat dengan IgM anti-

dengue yang ‘terperangkap’ tadi. Kemudian, terdeteksi oleh antibodi dengue monoklonal

atau poliklonal yang terkonjugasi dengan suatu enzim yang akan mengubah substat tak

berwarna menjadi produk berwarna, yang diukur melalui spektrometer. Serum, darah,

dan saliva dapat dijadikan sampel yang diambil 5 hari atau lebih setelah onset demam.

MAC-ELISA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik namun hanya jika

digunakan saat lebih atau sama dengan 5 hari setelah onset demam. Banyak penelitian

yang menerangkan bahwa ELISA pada umumnya lebih baik performanya daripada rapid

55

Page 56: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

test. Positif palsu dapat terjadi di serum pada pasien dengan malaria, leptospirosis, dan

pasca infeksi dengue.

IgG ELISA digunaka untuk mendeteksi infeksi dengue masa lampau atau sekarang.

Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi IgG di serum atau plasma dan sampel

darah filter dan bisa mengidentifikasi kasus infeksi primer atau sekunder.

Uji HI didasarkan atas kemampuan antigen dengue untuk menggumpalkan (aglutinasi)

sel darah merah. Antibodi anti-dengue di dalam serum dapat menghambat terjadinya

aglutinasi dan potensi inhibisi ini dapat diukur lewat uji HI. Sampel seru diberikan aseton

atau kaolin untuk menghilangkan inhibitor non-spesifik, dan kemudian di-adsorpsi

dengan sel darah merah golongan 0 untuk menghilangkan aglutinin yang tidak spesifik.

Secara optimal, uji HI membutuhkan serum yang diambil saat masuk RS (akut) an keluar

rumah sakit (sudah sembuh), atau dengan serum yang berbeda selama lebih atau sama

dengan tujuh hari. Respon terhadap infeksi primer ditandai oleh kadar rendah antibodi

pada serum fase akut (sebelum hari-5) dan peningkatan yang lambat dari titer antibodi HI

kemudian. Selama infeksi dengue sekunder, antibodi HI meningkat secara cepat,

biasanya melebihi 1 : 1280. Nilai yang lebih rendah dari ini umumnya diobservasi pada

serum pada masa penyembuhan dari pasien dengan respon primer.

56

Page 57: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

5. Pemeriksaan Hematologi. Hitung trombosit dan hematokrit lazim diukur selama fase

akut infeksi dengue. Rendahnya kadar trombosit dalam darah dibawah 100.000 per uL

per hari dapat dijumpai pada demam dengue, namun hal ini merupakan tanda yang tetap

pada demam berdarah dengue (DBD). Trombositopenia biasanya dijumpai pada periode

antara hari-3 dan 8 menjelang onset sakit.

Hemokonsentrasi, yang ditandai dengan peningkatan hematokrit >20% yang

dibandingkan dengan masa penyembuhan, merupakan tanda hipovolemia karena

peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma.

6. Pemeriksaan Radiologis

- Pemeriksaan foto roentgen dada, bisa didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks

kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi dapat dijumpai pada kedua

hemitoraks. Pemeriksaan foto dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan.

Pemeriksaan foto dada dilakukan atas indikasi dalam keadaan klinis ragu-ragu dan

pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.

- USG: untuk mendeteksi adanya asites dan juga efusi pleura.

Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri

dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:

Kriteria klinis :

1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah,

nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

57

Page 58: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif*

, petekie,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

3) Hepatomegali

4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi

disertai gelisah dan akral dingin.

* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada

tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila

ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).

Kriteria laboratoris :

1) Trombositopenia (≤ 100.000/µl)

2) Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk

menegakkan diagnogsis kerja DBD.

Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

- Penurunan kesadaran, gelisah

- Nadi cepat, lemah

- Hipotensi

- Tekanan nadi < 20 mmHg

- Perfusi perifer menurun

58

Page 59: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

- Kulit dingin-lembab.

Penentuan Derajat Penyakit

Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis

perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)28

DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau

lebih tanda: sakit kepala,

Nyeri retro-orbital,

Mialgia, Atralgia.

Leukopenia

Trombositopenia, tidak

ditemukan bukti

kebocoran plasma.

DBD I Gejala di atas ditambah

uji bendung positif.

Trombositopenia

(<100.000/μl), bukti ada

kebocoran plaasma.

DBD II Gejala di atas ditambah

perdarahan spontan.

Trombositopenia

(<100.000/μl), bukti ada

kebocoran plaasma.

DBD III Gejala di atas ditambah

kegagalan sirkulasi

(kulit dingin dan lembab

serta gelisah).

Trombositopenia

(<100.000/μl), bukti ada

kebocoran plaasma.

DBD IV Syok berat disertai

dengan tekanan darah

dan nadi tidak terukur.

Trombositopenia

(<100.000/μl), bukti ada

kebocoran plaasma.

Gambar 7. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

59

Page 60: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Penatalaksanaan

1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20 ml/kgBB

secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2 lt/mnt. Untuk DSS berat

(DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB

bersama koloid. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam.

Periksa elektrolit dan gula darah.

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap dilanjutkan15-

20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid (HES) sebanyak 10-20ml/kgBB,

maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan

secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa

hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada syok berat (tekanan

nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai cairan resusitasi inisial memberi hasil

perbaikan peningkatan tekanan nadi lebih cepat.

3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi >

20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10ml/kgBB. Volume

10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis stabildan hematokrit

menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan

hematokrit stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan seterusnya3ml/kgBB/jam.

Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi,

tekanan darah, jumlah urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan

pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum baik.

4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi masih >40 vol

% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila tampak perdarahan masif,berikan

darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP

60

Page 61: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

(dipertahankan 5-32 cmH2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan

pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan.

5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan cairan dan

pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP normal (>10cmH2O), maka

diberikan dopamin.

61

Page 62: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

62

Page 63: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

Indikasi Pulang

- 24 jam tidak pernah demam tanpa antipiretik

- secara klinis tampak perbaikan

- Nafsu makan baik

- Nilai Ht stabil

- Tiga hari sesudah syok teratasi

- Tidak ada sesak nafas atau takipnea

- Trombosit ≥ 50.000/μl.

Komplikasi

oEnsefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok ataupun tanpa syok.

oKelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

oEdema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.

63

Page 64: Case 3 Kdk Dan Dss FIXX

64