Cara Penularan Penyakit ISPA

13
Cara Penularan Penyakit ISPA Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Jasad renik yang berada di udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik bersal dari tubuh manusia maka umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission). Oleh Karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan , maka penyakit ISPA termasuk golongan Air Borne Diseases. Tanda dan Gejala ISPA Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a. Batuk b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis) c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C

description

huhu

Transcript of Cara Penularan Penyakit ISPA

Page 1: Cara Penularan Penyakit ISPA

Cara Penularan Penyakit ISPA

Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Jasad renik yang berada di

udara akan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi,

penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang kebetulan mengandung bibit penyakit,

baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika jasad renik bersal dari tubuh manusia maka

umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum.

Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah

dicemari jasad renik (hand to hand transmission). Oleh Karena salah satu penularan melalui

udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan , maka penyakit

ISPA termasuk golongan Air Borne Diseases.

Tanda dan Gejala ISPA

Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk,

kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam.

Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala

sebagai berikut :

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu

berbicara atau menangis)

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C

Gejala dari ISPA Sedang

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai

satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur kurang dari 2

bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5

tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit

atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun

Page 2: Cara Penularan Penyakit ISPA

b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

Gejala dari ISPA Berat

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala ISPA ringan

atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Bibir atau kulit membiru

b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah

d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas

e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

f. Tenggorokan berwarna merah

Epidemiologi Penyakit ISPA

Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA

Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi penyakit ISPA serta Faktor-

faktor (determinan) yang mempengaruhinya. Dalam distribusi penyakit ISPA ada 3 ciri variabel

yang dapat dilihat yaitu variabel orang (person), variabel tempat (place), dan variabel waktu

(time).

Menurut Orang (person)

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan tubuh anak sangat

berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Apabila di

dalam satu rumah ada anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular.

Dengan kondisi anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. ISPA

merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita di Indonesia. Menurut para ahli

hampir semua kematian ISPA pada bayi dan balita umumya disebabkan oleh ISPA bawah.

Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah

Page 3: Cara Penularan Penyakit ISPA

kecil, tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media yang merupakan penyebab ketulian

sehingga dapat mengganggu aktifitas belajar pada anak.

Berdasarkan data SKRT 2001, menunjukkan bahwa proporsi ISPA sebagai penyebab kematian

bayi < 1 tahun adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA sebagai penyebab kematian anak balita

22,68%.

Hasil survei program P2ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat)

selama kurun waktu 2000-2002 prevalensi ISPA terlihat berfluktuasi, tahun 2000 prevalensi

sebesar 30,1% (479.283 kasus), tahun 2001 prevalensi sebesar 22,6% (620.147 kasus) dan tahun

2002 pervalensi menjadi 22,1% (532.742 kasus)

Menurut Tempat (place)

ISPA masih merupakan masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang.

Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang ISPA tiga kali, sedangkan

daerah perkotaan sampai enam kali.17

Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di kota

cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan

tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa

Menurut Waktu (time)

Berdasarkan Data SKRT (1986-2001), bahwa proporsi kematian karena ISPA di Indonesia pada

bayi dan balita menunjukkan penurunan dan peningkatan yaitu pada bayi pada tahun 1986

dengan PMR 18,85%, tahun 1992 PMR 36,40%, tahun 1995 PMR 32,10% dan tahun 2001 PMR

27,60%. Sementara pada balita pada tahun 1986 PMR 22,80%, tahun 1992 PMR 18,20%, tahun

1995 PMR 38,80% dan tahun 2001 PMR 22,80%.

Page 4: Cara Penularan Penyakit ISPA

Determinan Penyakit ISPA

Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Proses terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agent atau faktor penyebab

penyakit, manusia sebagai pejamu atau host dan faktor lingkungan yang mendukung

(environment). Ketiga faktor tersebut dikenal sebagai trias penyebab penyakit. Berat ringannya

penyakit yang dialami amat ditentukan oleh sifat- sifat dari mikroorganisme sebagai penyebab

penyakit seperti : patogenitas, virulensi, antigenitas, dan infektivitas.

Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) seperti Faringitis dan Tonsilitis akut dapat

disebabkan oleh karena infeksi virus, bakteri ataupun jamur. Setengah dari infeksi ini

disebabkan oleh virus yakni virus influenza, parainfluenza, adeno virus, respiratory sincytial

virus dan rhino virus.

Faktor Host (Pejamu)

Umur

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya ISPA. Oleh sebab itu kejadian

ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa.

Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih berat dan

jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan anak balita umumnya merupakan kejadian

infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah.

Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat

pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya.

Hasil survei kesehatan Rumah tangga (SKRT) tahun 1992 menunjukkan prevalensi ISPA untuk

bayi 42,4% dan anak umur 1-4 tahun 40,6% sedangkan Case Spesific Death Rate (CSDR) karena

ISPA pada bayi 21% dan untuk anak 1-4 tahun 35%.

Jenis Kelamin

Berdasarka hasil penelitian dari berbagai negara termsuk Indonesia dan berbagai publikasi

ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko yang meningkatkan insiden ISPA adalah anak dengan

Page 5: Cara Penularan Penyakit ISPA

jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hasil penelitian Ruli Handayani Kota Palembang Tahun 2004,

dengan desain Prospectice Cohort Study berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian gangguan saluran pernafasan diperoleh p value

= 0,089 dan diperoleh nilai Relative Risk (RR) 1,77 (CI 95% : 1,162-2,716) artinya risiko anak laki-

laki terkena gangguan saluran pernafasan sebesar 1,77 dibandingkan dengan anak perempuan.

Status Gizi

Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan penyakit infeksi

yang mungkin diderita oleh anak. Anak yang mendapat makanan baik tetapi sering diserang

penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu juga sebaliknya anak yang

makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi

status gizinya. Gizi kurang menghambat reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya

prevalensi dan beratnya penyakit infeksi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk terjadinya

penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk

mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan

tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan

infeksi menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala

defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap

penyakit infeksi.

Hasil penelitian Calvin S di wilayah puskesmas Curug Kabupaten Tangerang (2004),

dengan desain cross sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat menujukkan ada hubungan

antara status gizi anak balita dengan penyakit ISPA diperoleh nilai p = 0,001 dan Ratio Prevalens

5,980 (CI 95%; 2,090-17,111). Artinya balita yang mempunyai status gizi tidak baik merupakan

faktor resiko untuk terjadinya ISPA.

Page 6: Cara Penularan Penyakit ISPA

Faktor Lingkungan (Environment)

Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Berdasarkan KepMenkes RI No.829 tahun 1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan

bahwa luas ruang tidur minimal 8m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur

dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak

kurangnya oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun, kemudian

cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti ISPA. Kepadatan di dalam kamar terutama

kamar balita yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang

disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air

dari pernapasan tersebut. Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur

maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan

banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh

peningkatan CO2 ruangan dan dampak peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas

udara dalam ruangan.

Hasil penelitian Calvin S di wilayah puskesmas Curug Kabupaten Tangerang (2004), dengan

desain cross sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat menujukkan ada hubungan antara

kepadatan hunian ruang tidur anak balita dengan penyakit ISPA diperoleh nilai p = 0,004 dan

Ratio Prevalens 4,930 (CI 95%; 1,682-14,451). Artinya balita yang tinggal dalam rumah dengan

padat penghuni merupakan faktor resiko untuk terjadinya ISPA.

Penggunaan Anti Nyamuk Bakar

Penggunaan anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat menyebabkan

gangguan saluran pernafasan karena menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya

pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru

sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.

Hasil penelitian Calvin S di wilayah puskesmas Curug Kabupaten Tangerang (2004), dengan

desain cross sectional, berdasarkan hasil analisis bivariat menujukkan ada hubungan antara

Pemakaian anti nyamuk bakar dengan penyakit ISPA pada anak balita diperoleh nilai p = 0,000

Page 7: Cara Penularan Penyakit ISPA

dan Ratio Prevalens 4,930 (CI 95%; 1,342-16,115). Artinya balita yang tinggal dalam rumah yang

menggunakan obat nyamuk bakar merupakan faktor resiko untuk terjadinya ISPA

Bahan Bakar Untuk Memasak

ISPA merupakan penyakit yang paling banyak di derita anak-anak. Salah satu penyebab ISPA

adalah pencemaran kualitas udara di dalam ruangan seperti pembakaran bahan bakar yang

digunakan untuk memasak dan asap rokok.

Berdasarkan penelitian Safwan di puskesmas Alai Kota Padang Sumatera Barat (2003), dengan

menggunakan desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan bahan bakar minyak

tanah/kayu bakar dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,012 dan Odds Ratio

2,24 (CI 95%; 1,221-4,089). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian

ruang tidur dengan kejadian ISPA pada balita. Niali OR sebesar 2,24 artinya balita yang

dirumahnya menggunakan bahan bakar minyak tanah/kayu bakar berpeluang menderita ISPA

sebesar 2,24 kali lebih banyak dibanding dengan balita yang dirumahnya menggunakan bahan

bakar gas.

Keberadaan Perokok

Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap rokok terdiri dari

4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO),

Polycyclic Aromatic Hidrocarbons (PAHs) dan lain-lain.

Berdasarkan hasil penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan prevalensi

perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.

Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67% atau 31.879.188 penduduk dan pada perempuan

67,33% atau 65.680.814 penduduk. Sedangkan perokok aktif pada laki-laki umur 10 tahun ke

atas adalah sebesar 54,5%, pada perempuan 1,2%. Prevalensi perokok pasif pada balita sebesar

69,5 %, pada kelompok umur 5-9 tahun sebesar 70,6% dan kelompok umur muda 10-14 tahun

sebesar 70,5%. Tingginya prevalensi perokok pasif pada balita dan umur muda disebabkan

karena mereka masih tinggal serumah dengan orangtua ataupun saudaranya yang merokok

dalam rumah. 31

Page 8: Cara Penularan Penyakit ISPA

Berdasarkan penelitian Safwan di puskesmas Alai Kota Padang Sumatera Barat (2003), dengan

menggunakan desain case control, berdasarkan analisis bivariat hubungan kebiasaan perokok

dengan kejadian ISPA pada balita diperoleh nilai p = 0,031 dan OR 1,81 (CI 95%; 1,085-2,996).

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepadatan hunian ruang tidur dengan

kejadian ISPA pada balita. OR 1,81 artinya balita yang tinggal dirumah yang anggota

keluarganya mempunyai kebiasaan merokok dalam rumah berpeluang menderita ISPA sebesar

1,81 kali lebih banyak dibanding dengan balita yang anggota keluarganya tidak merokok

didalam rumah.

Pencegahan Penyakit ISPA

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion)

dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu.Termasuk disini

adalah :

a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat

mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan

faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berup penyuluhan penyakit

ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada

ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.

b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan

ISPA

c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di

dalam maupun di luar rumah.

Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)14

Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini

mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita keadaan penyakitnya termasuk

Page 9: Cara Penularan Penyakit ISPA

dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak, pilek, panas atau

demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka dianjurkan untuk segera diberi pengobatan.

Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan pneumonia adalah

tanpa pemberian obat antibiotik dan diiberikan perawatan di rumah. Adapun beberapa hal

yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :

a) Mengatasi panas (demam)

Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres dengan

menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b) Pemberian makanan dan minuman Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-

sedikit tetapi sering., memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air

buah) lebih banyak dari biasanya.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak menjadi lebih

parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat) dan berakhir dengan

kematian.

Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan pneumonia pada bayi dan balita

yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi sesak, anak tidak

mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar tidak bertambah parah bawalah anak

kembali pada petugas kesehatan dan pemberian perawatan yang spesifik di rumah dengan

memperhatikan asupan gizi dan lebih sering memberikan ASI.