Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

122
Cara mendeteksi gizi buruk pada balita Oleh : drh. Sarmin, MP dan Dr. Fitri Rachmayanti Anak adalah amanah dari Alloh yang tiada ternilai harganya. Amanah tersebut menuntut kita untuk menjadikan mereka sebagai anak yang sholih dan sholihah. Untuk mewujudkannya ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, di antaranya memberikan nutrisi yang cukup dan baik kepada anak sehingga bisa tumbuh dengan sempurna, sehat, dan cerdas. Dengan begitu, akan membuat mereka mudah dibina untuk mendalami ilmu-ilmu agama Alloh. Ketidak-acuhan kita terhadap nutrisi anak akan membuat keadaan gizi mereka menjadi buruk. Akhir-akhir ini, banyak balita yang mengalami keadaan gizi buruk di beberapa tempat. Bahkan, dijumpai ada kasus kematian balita gara-gara masalah gizi buruk kurang diperhatikan. Kondisi balita yang kekurangan gizi sungguh sangat disayangkan. Sebab, pertumbuhan dan perkembangan serta kecerdasannya dipengaruhi oleh gizi. Kondisi gizi buruk tidak mesti berkaitan dengan kemiskinan dan ketidaksediaan pangan, meski tidak bisa dipungkiri kemiskinan dan kemalasan merupakan faktor yang sering menjadi penyebab gizi buruk pada anak. Selain itu, faktor pengasuhan anak juga menentukan. Anak yang diasuh oleh ibunya sendiri dengan penuh kasih sayang, kesadaran yang tinggi akan pentingnya nutrisi dan ASI, dan selalu memperhatikan kesehatan—apalagi berpendidikan; maka anaknya tidak akan mengalami gizi yang buruk. Sedangkan fenomena yang ada saat ini, kebanyakan anak dipisahkan jauh dari ibunya dengan alasan kesibukannya yang padat. Kemudian mereka menyerahkan kepengasuhan anak kepada orang yang kurang memperhatikan nutrisi dan kesehatan anak. Jika seperti ini keadaannya, besar kemungkinan anak akan mengalami gizi yang buruk. Oleh karena itu, para orang tua, khususnya para ibu, hendaknya tetap memperhatikan nutrisi dan kesehatan anaknya di tengah kesibukan mereka melakukan aktivitas sehari-hari, di samping juga tarbiyah yang baik buat mereka. Pengertian Gizi Buruk Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita. Indikasi Gizi Buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.

Transcript of Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Page 1: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Oleh :  drh. Sarmin, MP dan Dr. Fitri Rachmayanti

Anak adalah amanah dari Alloh yang tiada ternilai harganya. Amanah tersebut menuntut kita untuk menjadikan mereka sebagai anak yang sholih dan sholihah. Untuk mewujudkannya ada beberapa faktor yang harus dipenuhi, di antaranya memberikan nutrisi yang cukup dan baik kepada anak sehingga bisa tumbuh dengan sempurna, sehat, dan cerdas. Dengan begitu, akan membuat mereka mudah dibina untuk mendalami ilmu-ilmu agama Alloh. Ketidak-acuhan kita terhadap nutrisi anak akan membuat keadaan gizi mereka menjadi buruk.

Akhir-akhir ini, banyak balita yang mengalami keadaan gizi buruk di beberapa tempat. Bahkan, dijumpai ada kasus kematian balita gara-gara masalah gizi buruk kurang diperhatikan. Kondisi balita yang kekurangan gizi sungguh sangat disayangkan. Sebab, pertumbuhan dan perkembangan serta kecerdasannya dipengaruhi oleh gizi. Kondisi gizi buruk tidak mesti berkaitan dengan kemiskinan dan ketidaksediaan pangan, meski tidak bisa dipungkiri kemiskinan dan kemalasan merupakan faktor yang sering menjadi penyebab gizi buruk pada anak.

Selain itu, faktor pengasuhan anak juga menentukan. Anak yang diasuh oleh ibunya sendiri dengan penuh kasih sayang, kesadaran yang tinggi akan pentingnya nutrisi dan ASI, dan selalu memperhatikan kesehatan—apalagi berpendidikan; maka anaknya tidak akan mengalami gizi yang buruk. Sedangkan fenomena yang ada saat ini, kebanyakan anak dipisahkan jauh dari ibunya dengan alasan kesibukannya yang padat. Kemudian mereka menyerahkan kepengasuhan anak kepada orang yang kurang memperhatikan nutrisi dan kesehatan anak. Jika seperti ini keadaannya, besar kemungkinan anak akan mengalami gizi yang buruk. Oleh karena itu, para orang tua, khususnya para ibu, hendaknya tetap memperhatikan nutrisi dan kesehatan anaknya di tengah kesibukan mereka melakukan aktivitas sehari-hari, di samping juga tarbiyah yang baik buat mereka.

Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.

Indikasi Gizi Buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.

Kwashiorkor memiliki ciri:1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab2) pandangan mata sayu3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel5) terjadi pembesaran hati6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)8 ) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut9) anemia dan diare

Page 2: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Sedangkan ciri-ciri marasmus adalah sebagai berikut:1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit2) wajah seperti orang tua3) mudah menangis/cengeng dan rewel4) kulit menjadi keriput5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)6) perut cekung, dan iga gambang7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)8 ) diare kronik atau konstipasi (susah buang air)

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

Cara Mengukur Status Gizi AnakBanyak cara yang bisa dilakukan untuk mengukur status gizi pada anak. Berikut adalah salah satu contoh pengukuran status gizi bayi dan balita berdasarkan tinggi badan menurut usia dan lingkar lengan atas.

Tabel Berat dan Tinggi Badan Menurut Umur(usia 0-5 tahun, jenis kelamin tidak dibedakan)

Tabel Standar Baku Lingkar Lengan Atas (LLA) Menurut Umur

Sumber: Pedoman Ringkas Pengukuran Antropometri, hlm. 18

Page 3: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

PencegahanMenimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: 1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.

3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

Untuk mencukupi kebutuhan gizi yang baik pada anak memang dibutuhkan usaha keras dari orang tua dengan memberikan makanan yang terbaik kepada mereka. Tentu saja hal ini membutuhkan kesabaran, ketawakkalan dan keuletan dalam mencari rezeki dari Alloh untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Jika semua ini tercapai, insya-Alloh akan tercetak generasi yang sehat, sholih dan sholihah, dan cerdas dalam mempelajari dan memahami ayat-ayat Alloh.

Referensi:Anonim. 2007. Ciri-ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online.Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta.Nasar, dkk. Ped Tata Kurang Protein. pkm-IDAINency, Y dan Arifin, M.T. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi yang Hilang. Inovasi Edisi Vol. 5/XVII/November 2005: Inovasi Online.

http://almawaddah.wordpress.com/2009/02/07/cara-mendeteksi-gizi-buruk-pada-balita/

tgl. 14 januari 14 januari 2011 jam 11.25

Page 4: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Gizi Buruk

oleh: Muhammad Bima Arrynugrah, S.Ked

Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori.

Indikasi Gizi Buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.

Kwashiorkor memiliki ciri:1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab2) pandangan mata sayu3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel5) terjadi pembesaran hati6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)

sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut9) anemia dan diare

Sedangkan ciri-ciri marasmus adalah sebagai berikut:1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit2) wajah seperti orang tua3) mudah menangis/cengeng dan rewel4) kulit menjadi keriput5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)6) perut cekung, dan iga gambang7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)

diare kronik atau konstipasi (susah buang air)

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

Pencegahan

Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: 1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.

Page 5: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.

4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.

http://bimaarry.blogspot.com/2009/03/gizi-buruk.htm/

tgl 14 januari 2011 jam 11.25

Http://www.google.co.id/imglanding?q=gizi+buruk?&um=1&2clint=firefox-a&sa-a&sa=x&rls=org.mozilla:en-us:official&tb,=1sch:1&tbnid=aod80UeVVYIEgl^

Tgl.14 januari 2011 jam 11.50 wib

Page 6: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

You were searching for "makalah gizi buruk". See posts relating to your search »

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak bangsa. Tujuan dari analisis adalah untuk mengetahui kecenderungan masalah gizi dan kesehatan masyarakat serta determinan yang mempengaruhi masalah ini.

Analisis menggunakan data utama dari SUSENAS 1989 sampai dengan 2003, dan data lainnya yang mempunyai informasi status gizi dan kesehatan masyarakat. Kajian dilakukan juga berdasarkan perbedaan antar kabupaten, antar provinsi, serta perbedaan antara perkotaan dan perdesaan. Cara “Bivariate dan Multivariate” analisis diaplikasikan pada penulisan ini untuk menjelaskan perubahan status gizi dan kesehatan masyarakat serta determinannya untuk dapat memberikan rekomendasi pada kebijakan program perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat dimasa yang akan datang.

Hasil kajian ini secara umum menunjukkan bahwa masalah gizi dan kesehatan masyarakat masih cukup dominan. Dari indikator kesehatan, walaupun terjadi peningkatan status kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup, dan menurunnya angka kematian bayi dan balita, akan tetapi masih tercatat sekitar 24% kabupaten/kota dengan angka kematian bayi (AKB) >50 per 1000 lahir hidup.

Angka Kematian Tinggi Akibat Kekurangan GiziPenyebab kematian memasuki tahun 2000 masih didominasi penyakit infeksi dan meningkatnya penyakit sirkulasi dan pernafasan. Masih rendahnya status kesehatan ini antara lain disebabkan karena faktor lingkungan atau tercemarnya lingkungan air dan udara. Disamping itu, faktor perilaku juga berpengaruh untuk terjadinya penyakit kronis, seperti jantung, kanker, dan lain-lain.

Tingginya angka kematian ini juga dampak dari kekurangan gizi pada penduduk. Mulai dari bayi dilahirkan, masalahnya sudah mulai muncul, yaitu dengan banyaknya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR<2.5 Kg). Masalah ini berlanjut dengan tingginya masalah gizi kurang pada balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa sampai dengan usia lanjut.

Hasil kajian lain yang tidak kalah pentingnya adalah semakin jelasnya “fenomena double burden” yang menimpa penduduk Indonesia terutama di wilayah perkotaan, ditandai dengan semakin meningkatnya masalah gizi lebih, serta meningkatnya proporsi ibu dengan gizi lebih yang mempunyai anak pendek atau kurus. Makalah ini juga mendiskusikan asumsi penurunan masalah gizi sampai dengan 2015 dengan berbagai alternatif intervensi.

Page 7: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Peningkatan SDM ini untuk masa yang akan datang perlu dilakukan dengan memperbaiki atau memperkuat intervensi yang ada menjadi lebih efektif, bermanfaat untuk kelompok sasaran terutama penduduk rawan dan miskin. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi pada penduduk menjadi prioritas, selain meningkatkan pendidikan dan mengurangi kemiskinan, terutama pada kabupaten/kota yang tingkat keparahannya sangat berat.

Pelayanan kesehatan dan gizi untuk yang akan datang juga harus memperhatikan pertumbuhan penduduk perkotaan yang akan membawa berbagai masalah lain. Dengan peningkatan kualitas intervensi kepada masyarakat, diasumsikan penurunan masalah gizi dan kesehatan masyarakat dapat tercapai.

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.

Page 8: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah. Demikian seterusnya status gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi kesehatan dan gizi pada saat lahir dan balita.

United Nations (Januari, 2000) memfokuskan usaha perbaikan gizi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan SDM pada seluruh kelompok umur, dengan mengikuti siklus kehidupan. Pada bagan 1 dapat dilihat kelompok penduduk yang perlu mendapat perhatian pada upaya perbaikan gizi. Pada bagan 1 ini diperlihatkan juga faktor yang mempengaruhi memburuknya keadaan gizi, yaitu pelayanan kesehatan yang tidak memadai, penyakit infeksi, pola asuh, konsumsi makanan yang kurang, dan lain-lain yang pada akhirnya berdampak pada kematian.

Untuk lebih jelas mengetahui faktor penyebab masalah gizi, bagan 2 di atas (Unicef, 1998) menunjukkan secara sistimatis determinan yang berpengaruh pada masalah gizi yang dapat terjadi pada masyarakat. Sehingga upaya perbaikan gizi akan lebih efektif dengan selalu mengkaji faktor penyebab tersebut.

Proyeksi Status Gizi Penduduk 2015Jika status gizi penduduk dapat diperbaiki, maka status kesehatan dapat tercapai. Berikut ini hanya memfokuskan proyeksi status gizi, berdasarkan situasi terakhir 2003 di Indonesia dan dibahas dengan memperhatikan Indonesia Sehat 2010, World Fit for Children 2002, dan Millenium Development Goal 2015. Penurunan status gizi tergantung dari banyak faktor.

Page 9: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Berdasarkan uraian sebelumnya dan juga yang tertuang pada bagan 1 dan bagan 2, penyebab yang mendasar adalah:

o Ketahanan pangan tingkat rumah tangga yang tidak memadai. Kajian pemantauan konsumsi makanan tahun 1995 sampai dengan 1998, menyimpulkan (lihat tabel 10): 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein 32 gram per orang per hari atau mengkonsumsi <70% dari kecukupan yang dianjurkan. (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WKNPG, 2000). Berdasarkan SP 2000, diperkirakan jumlah rumah tangga adalah 51.513.364, berarti masalah ketahanan pangan melanda 20-25 juta rumah tangga di Indonesia. Walaupun ada perbaikan pada tahun 2003 terhadap ketahanan pangan rumah tangga, kajian ini masih menujukkan rasio pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total keluarga yang masih tinggi. Paling tidak Indonesia masih menghadapi 20% kabupaten di perdesaan dimana rasio ini masih >75%, dan 63% kabupaten dengan rasio pengeluaran pangan/non pangan antara 65-75%.

o Ketahanan pangan tingkat rumah tangga ini berkaitan erat dengan kemiskinan, yang berdasarkan kajian Susenas 2002, diketahui proporsi penduduk miskin adalah 18.2% atau 38,4 juta penduduk (BPS, 2002). Sebaran penduduk miskin tingkat kabupaten sangat bervariasi, masih ada sekitar 15% kabupaten dengan persen penduduk miskin > 30%.

o Ketidak seimbangan antar wilayah (kecamatan, kabupaten) yang terlihat dari variasi prevalensi berat ringannya masalah gizi, masalah kesehatan lainnya, dan masalah kemiskinan. Seperti diungkapan pada uraian sebelumnya bawah ada 75% kabupaten di Indonesia menanggung beban dengan prevalensi gizi kurang pada balita >20%.

o Tingginya angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan sanitasi, lingkungan, dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, disertai dengan cakupan imunisasi yang masih belum universal. Penyakit infeksi penyebab kurang gizi pada balita antara lain ISPA dan diare. Hasil SDKI tahun 1991, 1994 dan 1997 prevalensi ISPA tidak menurun yaitu masing-masing 10%, 10% dan 9%. Bahkan hasil SKRT 2001 prevalensi ISPA sebesar 17%. Sedangkan prevalensi diare SDKI 1991, 1994 dan 1997 juga tidak banyak berbeda dari tahun ketahun yaitu masing-masing 11%, 12% and 10%; dan hasil SKRT 2001 adalah sebesar 11%.

o Cakupan program perbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak berfungsi. Pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada.

o Pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah, dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja sampai 6 bulan cenderung renda, hanya sekitar 15-17%. Setelah itu pemberian makanan pendamping ASI menjadi masalah dan berakibat pada penghambatan pertumbuhan.

o Masih tingginya prevalensi anak pendek yang menunjukkan masalah gizi di Indonesia merupakan masalah kronis.

o Masih tingginya angka kematian ibu, bayi dan balita, rendahnya pendapatan dan rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan indeks SDM rendah.

o Rendahnya pembiayaan untuk kesehatan baik dari sektor pemerintah dan non-pemerintah (tahun 2000: Rp 147.0/kapita/tahun), demikian juga pembiayaan untuk gizi (tahun 2003: Rp 200/kapita/tahun).

Dari besaran masalah gizi 2003 dan penyebab yang multi faktor, maka dapat diprediksi proyeksi kecenderungan gizi yad seperti berikut:

1. Proyeksi prevalensi gizi kurang pada balita

Dari uraian sebelumnya, penurunan prevalensi gizi kurang pada balita (berat badan menurut umur) yang dikaji berdasarkan Susenas 1989 sampai dengan 2003 adalah sebesar 27% atau penurunan prevalensi sekitar 2% per tahun. Telah banyak intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan status gizi pada balita, antara lain pelayanan gizi melalui Posyandu. Dengan meningkatkan upaya pelayanan status gizi terutama berkaitan dengan peningkatan konseling gizi kepada masyarakat, diharapkan terjadi penurunan prevalensi gizi kurang minimal sama dengan periode sebelumnya atau sebesar 30%. Pada hasil kajian Susenas 2003, prevalensi gizi kurang

Page 10: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

adalah 19,2% dan gizi buruk 8,3%. Dengan asumsi penurunan 30%, diperkirakan pada tahun 2015 prevalensi gizi kurang menjadi 13,7% dan prevalensi gizi buruk menjadi 5.7%

2. Proyeksi prevalensi gizi kurang (stunting) pada anak baru masuk sekolah

Perubahan ukuran fisik penduduk merupakan salah satu indikator keberhasilan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sudah diketahui bersama bahwa dibanyak negara anak-anak tumbuh lebih cepat dari 20-30 tahun yang lalu. Mereka tidak hanya matang lebih awal tetapi juga mencapai pertumbuhan dewasa lebih cepat. Dari beberapa penelitian yang dilakukan pada beberapa negara, menunjukkan adanya perbedaan tinggi badan antara kelompok usia 20 tahun dan 60 tahun pada pria maupun wanita dewasa setinggi kurang lebih 8 cm.

Dinyatakan pula bahwa pada kebanyakan negara sedang berkembang ‘secular trend” dari kenaikan tinggi badan adalah 1 cm untuk setiap decade semenjak tahun 1850. Perubahan ini sangat erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perubahan kualitas hidup manusia.

Di Indonesia penelitian “secular trend” kenaikan tinggi badan penduduk dari satu waktu tertentu. Informasi yang ada adalah hasil survei ansional 1978 dan 1992 pada anak balita dari 15 provinsi. Dari hasil kedua survei tersebut, dinyatakan bahwa ada perubahan rata-rata tinggi badan sebesar 2,3 cm pada anak laki-laki dan 2,4 cm pada anak perempuan dalam jangka waktu 14 tahun.

Analisis yang dilakukan pada survei TBABS menunjukkan penurunan prevalensi gizi kurang (stunting) pada anak baru masuk sekolah tahun 1994-1999 sebesar 3.7%. Stunting atau pendek merupakan masalah gizi kronis dan pada umumnya penurunan sangat lambat. Pengalaman kenaikan tinggi badan rata-rata dari generasi ke generasi pada negara sedang berkembang pada umumnya setinggi 1 cm dalam periode 10 tahun. Kenaikan tinggi badan rata-rata anak baru masuk sekolah dari tahun 1994 ke tahun 1999 dalam waktu 5 tahun berkisar antara 0.1-0.3 cm. Dengan situasi tahun 1999 dengan penurunan hanya 3,7% dalam kurun waktu 5 tahun, serta menggunakan asumsi yang sama dengan penurunan prevalensi gizi kurang pada balita, yaitu 40% maka pada tahun 2015 prevalensi stunting pada anak baru masuk sekolah diasumsikan akan menjadi 24%.

3. Proyeksi KEK pada Wanita Usia Subur

Berdasarkan kajian Susenas 1999-2003, penurunan proporsi risiko KEK berkisar antara 5-8% dalam kurun waktu 4 tahun tergantung pada kelompok umur. Kelompok wanita usia subur sampai dengan tahun 2003 belum menjadi prioritas program perbaikan gizi. Untuk peningkatan status gizi penduduk, kelompok umur ini terutama pada WUS usia 15 – 19 tahun harus menjadi prioritas untuk masa yang akan datang. Seperti yang terlihat pada Figure 10, 35-40% WUS usia 15-19 tahun berisiko KEK.

Intervensi yang dilakukan untuk kelompok umur ini mungkin tidak terlalu kompleks dibanding intervensi pada balita atau ibu hamil. Akan tetapi intervensi yang dilakukan akan lebih banyak bermanfaat untuk membangun sumber daya manusia generasi mendatang. Dengan menggunakan asumsi penurunan yang terjadi dari tahun 1999 – 2003 untuk kelompok umur 15-19 tahun.

Dengan posisi proporsi resiko KEK 35% pada tahun 2003, pada tahun 2015 asumsinya akan menjadi 20%. Asumsi penurunan proporsi KEK pada kelompok WUS 15-19 tahun 2015 diharapkan dapat menekan terjadinya BBLR, menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita dan juga mempercepat kenaikan tinggi badan anak Indonesia.

4. Proyeksi masalah gizi mikro

Masalah gizi mikro yang sudah terungkap sampai dengan tahun 2003 adalah masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi. Masih banyak masalah gizi mikro lainnya yang belum terungkap akan tetapi berperan sangat penting terhadap status gizi penduduk, seperti masalah kurang kalsium, kurang asam folat, kurang vitamin B1, kurang zink.

Mayoritas intervensi yang telah dilakukan untuk mengurangi masalah KVA, GAKY dan Anemia Gizi di Indonesia masih berkisar pada suplementasi atau pemberian kapsul vitamin A, kapsul yodium, maupun tablet besi. Strategi lain yang jauh lebih efektif seperti fortifikasi, penyuluhan untuk penganekaragaman makanan masih belum dilaksanakan.

Page 11: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Untuk proyeksi masalah gizi mikro sampai dengan tahun 2015 sesuai dengan informasi yang tersedia sampai dengan tahun 2003 ini hanya dapat dilakukan untuk masalah KVA, GAKY dan anemia gizi. Data dasar untuk keseluruhan masalah gizi mikro untuk waktu mendatang perlu dilakukan, karena informasi untuk kurang kalsium, zink, asam folat, vitamin B1 hanya tersedia dari hasil informasi konsumsi makanan pada tingkat rumah tangga yang cenderung defrisit dalam makanan sehari-hari.

Pada uraian sebelumnya diketahui masalah KVA pada balita diketahui hanya dari hasil survei 1992. Pada survei tersebut dinyatakan masalah xeroftalmia sebagai dampak dari KVA sudah dinyatakan bebas dari Indonesia, akan tetapi 50% balita masih menderita serum retinal <20 mg, dimana dengan situasi ini akan dapat mencetus kembali munculnya kasus xeroftalmia. Dari beberapa laporan, kasus xeroftalmia ternyata sudah mulai muncul kembali, terutama di NTB.

Pemberian kapsul vitamin A pada balita diasumsikan belum mencapai seluruh balita. Intervensi KVA dengan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi untuk 5 tahun kedepan masih dianggap perlu, selain strategi lain (fortifikasi, penyuluhan, dan penganekaragaman makanan) mulai diintensifkan. Diharapkan dengan “multiple strategy” 50% KVA pada balita dapat ditekan menjadi 25% pada tahun 2015, atau penurunan 50%.

Tahun 2003 ini sudah dilakukan evaluasi penanggulangan GAKY untuk mengetahui prevalensi GAKY setelah informasi terakhir adalah 9,8% pada tahun 1996/1998. pada tahun 1996 diasumsikan prevalensi GAKY akan diturunkan sekurang-kurangnya 50% pada tahun 2003 setelah intensifikasi proyek penanggulangan GAKY (IP-GAKY) 1997-2003.

Akan tetapi, penurunan ini secara nasional tidak terjadi, masih banyak masalah yang belum teratasi secara tuntas dalam penanggulangan ini, antara lain konsumsi garam beryodium tingkat rumah tangga masih belum universal (SUSENAS 2003 menunjukkan hanya 73% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium).

Selain itu pemantauan pemberian kapsul yodium pada daerah endemik berat dan sedang tidak diketahui sampai sejauh mana kapsul ini diberikan pada kelompok sasaran. Mengingat masalah GAKY sangat erat kaitannya dengan kandungan yodium dalam tanah, pada umumnya prevalensi GAKY pada penduduk yang tinggal di daerah endemik berat dan sedang dapat menurun setelah intervensi kapsul yodium dalam periode tertentu dan akan membaik jika konsumsi garam beryodium dapat universal.

Akan tetapi jika pemberian kapsul tidak tepat sasaran dan garam beyodium tidak bisa universal, prevalensi GAKY ada kemungkinan akan meningkat lagi. Dengan kondisi ini, ada kemungkinan prevalensi GAKY tidak bisa seratus persen ditanggulangi dalam kurun waktu 12 tahun kedepan (sampai dengan 2015). Diharapkan TGR pada tahun 2015 dapat ditekan menjadi kurang dari 5%.

Penanggulangan anemia sampai dengan 2002 masih difokuskan pada ibu hamil. Seperti yang diungkapkan pada uraian sebelumnya prevalensi anemia pada ibu hamil menurun dari 50,9% (1995) menjadi 40% (2001). Penanggulangan anemia untuk yang akan datang diharapkan tidak saja untuk ibu hamil, akan tetapi juga untuk wanita usia subur dalam rangka menekan angka kematian ibu dan meningkatkan produktivitas kerja.

Angka prevalensi anemia pada WUS menurut SKRT 2001 adalah 27,1%. Diproyeksikan angka ini menjadi 20% pada tahun 2015. Asumsi penurunan hanya sekitar 30% sampai dengan 2015, karena sampai dengan tahun 2002, intervensi penanggulangan anemia pada WUS masih belum intensif.

Asumsi penurunan prevalensi masalah gizi ini perlu disempurnakan dengan memperhatikan angka kecenderungan kematian, pola penyakit, tingkat konsumsi, pendapatan dan pendidikan. Selain itu sampai dengan tahun 2003, masih banyak masalah gizi yang belum terungkap terutama berkaitan dengan masalah gizi mikro lainnya yang mempunyai peran penting dalam perbaikan gizi secara menyeluruh.

Page 12: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Program Perbaikan Gizi Dan Kesehatan Masa Depan

Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini antar wilayah, maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Jelas sekali kerja sama antar sektor terkait menjadi penting, selain mengurangi aktivitas yang tumpang tindih dan tidak terarah.

Berikut ini merupakan pemikiran untuk program yang akan datang, antara lain:

1. Banyak hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi, mulai dari ketersediaan data dan informasi secara periodik untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif. Kajian strategi program yang efisien untuk masa yang datang mutlak diperlukan, mulai dari tingkat nasional sampai dengan kabupaten.

2. Melakukan penanggulangan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik lokal.

3. Melakukan strategi program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja sama yang baik dengan swasta.

4. Secara bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan kesehatan.

http;//astqauliyah.com/2010/05/makalah-gizi-situasi-gizi-dan kesh-masy/

tgl 14 januari 2010 jam 12.05 wib

Page 13: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Contoh proposal kualitatifA. LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan kampus, khususnya kehidupan kampus Universitas Islam Negeri Malang, dalam keseharianya sangat banyak kebiasaan-kebiasaan khususnya kebiasaan membaca yang berlangsung otomatis baik oleh kalangan para mahasiswa maupun oleh kalangan para dosen bahkan oleh kalangan para pemimpin universitas.

Bukti ini dapat dilihat pada aktivitas dalam perpustakaan umum Universitas Islam Negeri Malang, yang mana buka untuk melayani mahasiswanya baik yang hanya membaca, meminjam buku maupun yang mengembalikan buku yang telah di pinjam oleh mahasiswa mulai dari hari senin sampai hari sabtu adapun waktunya adalah mulai dari jam delapan pagi sampai pada jam lima sore. Jadi, kemungkinan banyak waktu yang di berikan kesempatan bagi mahasiswa untuk hanya sekedar mengunjungi untuk mencari referensi bahan kuliah sampai pada aktivitas membaca dalam perpustakaan. Mahasiswa dalam memanfaatkan perpustakaan ini banyak yang tertarik untuk mengunjungi perpustakaan umum universitas islam negeri malang hal ini terlihat dalam keseharianya, perpustakaan selalu di penuhi oleh mahasiswa.

Selain itu, untuk fasilitas buku bagi mahasiswa Universitas Islam Negeri Malangjuga tersedia dalam perpustakaan pada setiap jurusan. Hal ini berarti bahwa, kesempatan yang diberikan kepada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malanguntuk membaca adalah banyak sekali. Baik dari segi buku-buku yang tersedia maupun waktu yang tersedia dan bahkan waktu pelayanan dari pegawai perpustakaan. Hal ini juga berarti bahwa, kesempatan bagi mahasiswa jurusan psikologi untuk membaca juga banyak dan lengkap.

Akan tetapi, dalam penggambaran yang terlihat banyak mahasiswa yang mengunjungi perpustakaan umum Universitas Islam Negeri Malang, hal ini wajar karena itu adalah perpustakaan untuk seluruh mahasiswa universitas islam negeri malang. Jika kita bandingkan dengan perpustakaan jurusan khususnya jurusan psikologi bagaimana? Apakah disana juga terlihat banyak mahasiswa yang setiap harinya mengunjungi perpustakaan jurusan yang mana di sana mereka melakukan aktivitas membaca ataupun meminjam buku.

Fakta yang ada, kebiasaan membaca tidak dapat diukur melalui sering tidaknya mengunjungi perpustakaan atau ramai tidaknya perpustakaan. Akan tetapi, perpustakaan merupakan salah satu tempat dan fasilitas yang dapat membantu mahasiswa untuk melakukan aktivitas kebiasaan membacanya.

Jika kita melihat fakta yang ada, meskipun perpustakaan ramai oleh mahasiswa yang datang baik yang hanya sekedar untuk meminjam buku untuk referensi yang berkaitan dengan mata kuliah mahasiswa, atau bahkan yang datang ke perpustakaan hanya sekedar untuk mencari referensi untuk mengerjakan tugas mereka. Di dalam perpustakaan tersebut, banyak aktivitas membaca yang di lakukan oleh mahasiswa, baik hanya membaca karena untuk mencari bahan-bahan untuk menyelesaikan tugas mereka sampai pada aktivitas mahasiswa yang benar-benar membaca untuk menambah pengetahuan mereka.

Karena hal inilah yang kemungkinan dapat memberikan dampak yang positif bagi mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Meskipun dampak yang terlihat nyata belum begitu besar dan jelas, akan tetapi hal ini dapat memberikan dampak yang positif. Hal ini dikarenakan, dari aktivitas kebiasaan membaca akan dapat mempelajari rahasia segala ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kebutuhan.

Page 14: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Sebagai mahasiswa psikologi, membaca merupakan suatu kebutuhan yang wajib terpenuhi. Karena ruang lingkup psikologi adalah manusia dan lingkungan. Manusia dan lingkungan hanya dapat di masuki melalui membaca, karena manusia dan lingkungan bukanlah sebuah bilangan yang dalam menghadapinya dengan menghitungnya ataupun mengalikanya. Akan tetapi manusia dan lingkungan hanya dapat dihadapi dengan pemahaman. Sebelum kita memahami, tentunya ada suatu konteks atau suatu informasi yang harus diejah dan dikenali terlebih dahulu.

Yang telah tersebut di atas, semua itu hanyalah sebatas pengertian kita tentang kebiasaan membaca yang dapat terlihat. Sebenarnya, pengertian dan pengetahuan tentang kebiasaan itu sendiri dapat dijabarkan dan juga perlu untuk dilakukan penelitian secara lebih lanjut.

Pengertian kebiasaan membaca adalah suatu aktivitas yang rutin dilakukan dalam proses penalaran untuk mencapai pemahaman terhadap gagasan dan informasi yang di dapatkan melalui lambang-lambang yang ada baik tertulis maupun tidak.

Aktivitas membaca tidak hanya membutuhkan mulut untuk mengeja dan mata untuk melihat, akan tetapi aktivitas membaca membutuhkan otak untuk memahami untuk melakukan aktivitas pemahaman. Yang mana otak dan aktivitas kognitifnya terletak jauh dan tersembunyi dari aktivitas mata dan indera lainya.

Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan membaca merupakan aktivitas kognitif seseorang yang tidak dapat dilihat hanya dengan indera saja. Karena aktivitas kognitif tidak akan bisa tampak jika kita tidak mendalaminya.

Dalam melakukan rutinitas membaca, ada banyak cara yang diperlukan untuk dapat mendapatkan informasi yang memang benar-benar dapat membantu kita dalam pemahaman. Di kutip dari bukunya Ad Rooijakkers, yang berjudul cara belajar di perguruan tinggi beberapa petunjuk praktis pada halaman 17-18, ada lima cara yang diperlukan untuk membaca yaitu:

1.Membaca terarah, yang mana dalam membaca terarah ini kita akan mendapatkan informasinya dengan cepat dan dalam waktu yang singkat.

2. Membaca sepintas, yang mana dalam membaca sepintas ini kita harus mengetahui pikiran pokok tiap-tiap bab.

3. Membaca mencari, yang mana dalam membaca mencari ini kita harus dengan cepat mencari kuncinya yaitu tentang keterangan yang akan di cari

4. Membaca belajar, yang mana dalam membaca belajar ini kita harus mengetahui dan mengingat hal-hal yang penting dan detail.

5. Membaca kritis, yang mana kita harus mengingat dan mengerti bahkan kita harus menilainya.

Dari kelima cara-cara membaca di atas, secara terlihat mata kita tidak akan mengetahui, apakah cara yang sebenarnya individu pakai.

Karena kebiasaan membaca merupakan bukan suatu aktivitas yang dapat dengan mudah terlihat dan dapat di ukur oleh indera saja, serta untuk menghindari adanya kerancuan dan diskriminasi penilaian tentang mana kebiasaan yang baik dan mana kebiasaan yang tidak baik, maka disinilah kita perlu untuk melakukan suatu penelitian dan penggalian informasi lebih mendalam tentang kebiasaan membaca pada mahasiswa psikologi

Page 15: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Universitas Islam Negeri Malang. Karena hal ini dapat membantu dalam perkembangan dan kemajuan serta dapat menjadikan masukan untuk menjadi lebih baik kusunya bagi mahasiswa psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

B. RUMUSAN MASALAH

Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini.

Adapun Rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kebiasaan membaca pada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Malang?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi kebiasaan membaca pada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Malang?

3. Bagaimana dampak kebiasaan membaca pada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Malang?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kebiasaan membaca pada mahasiswa Universitas Islam Negeri Malang.

2. Untuk mengetahui factor-faktor yang menjadi kebiasaan membaca mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Malang

3. Untuk mengetahui dampak kabiasaan membaca pada mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Malang

Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitaian yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang urgen bagi :

1. Peneliti

a. Untuk mengetahui manfaat kebiasaan membaca bagi peneliti

b. Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat termotivasi untuk membiasakan membaca.

2. Keilmuan

Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran kususnya tentang pengembangan konsep kebiasaan membaca dan dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi disiplin keilmuan psikologi khususnya dan seluruh disiplin keilmuan secara umum

D. KAJIAN TEORI

PENGERTIAN MEMBACA

Page 16: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.

Adapun secara bahasa membaca diartikan sebagi Iqra’ yang diterjemahkan denagn perintah “membaca”(dalam bahasa arab) semata-mata bukan hanya ditujukan kepada pribadi junjungan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga untuk umat manusia sampai akhir zaman. Menurut Dr.Quraish Shihab dalam bukunya “Tafsir Al Amanah”, kata Iqra’ diambil dari kata kerja qaraa yang mempunyai arti beraneka ragam antara lain menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui cirri-cirinya.

Sekarang kalau kita pertanyakan, apa yang harus dibaca? Dalam surat Al-alaq tersebut tidak terdapat obyek spesifik yang harus dibaca. Dalam kaidah ilmu tafsir dikatakan suatu kata dalam susunan redaksi yang tidak disebutgkan objeknya, maka objek yang dimaksud bersifat umum.

Akan tetapi tema yang kita angkat adalah membaca buku. Dalam hal tersebut membahas masalah strategi atau cara membaca buku dengan cepat, efektif, akurat, dan selainnya.

Membaca adalah aktifitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Meliputi: orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Kita tidak dapat membaca tanpa menggerakkan mata atau tanpa menggunakan pikiran kita.

Pada waktu anak belajar membaca, ia belajar mengenal kata demi kata, mengejanya, dan membedakannya dengan kata-kata lain. Anak harus membaca dengan bersuara, mengucapkan setiap kata secara penuh agar diketahui apakah benar atau salah ia membaca. Oleh karena itu, pada waktu membaca anak melakukan kebiasaan berikut :

1. menggerakkan bibir untuk melafalkan kata yang dibaca.

2. menggerakkan kepala dari kiri ke kanan.

3. menggunakan jari atau benda lain untuk menunjuk kata demi kata.

Secara tidak disadari, cara membaca yang dilakukan waktu kecil itu tetap diteruskan hingga dewasa. Mestinya, orang dewasa dapat dengan cepat mengenali frase, kalimat, dan urutan ide sehingga cara-cara di waktu anak-anak tidak perlu lagi di gunakan.

Anak-anak yang sedari kecil terbiasa membaca—bukan sekadar membunyikan huruf dan kata—akan memiliki keterampilan, kemampuan, dan ketajaman mencerna isi bacaan. Apa yang menggerakkan mereka untuk membaca, akan sangat menentukan bagaimana mereka menyerap, menyaring, mengolah, dan memaknai informasi yang mereka lahap dari berbagai bacaan. Semakin sering mereka membaca buku-buku yang bergizi, teratur, dan baik penuturannya, kemampuan berpikir mereka akan lebih matang dan tertata.

Itu sebabnya, yang perlu kita kembangkan pada anak-anak semenjak awal. Kita tumbuhkan semangat iqra’ bismirobbikal-ladzi khalaq. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan! Inilah perintah yang pertama kali diturunkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepada kita.

Page 17: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Orang yang tidak mendapat bimbingan, latihan khusus membaca cepat, sering mudah lelah dalam membaca karena lamban, tidak ada gairah, merasa bosan, tidak tahan membaca buku, dan terlalu lama untuk bisa menyelesaikan buku yang tipis sekalipun

Sebagian besar kegiatan membaca sebagian besar dilakukan dari kertas. Batu atau kapur di sebuah papan tulis bisa juga dibaca. Tampilan komputer dapat pula dibaca.

Membaca dapat menjadi sesuatu yang dilakukan sendiri maupun dibaca keras-keras. Hal ini dapat menguntungkan pendengar lain, yang juga bisa membangun konsentrasi kita sendiri.

Pengertian Kebiasaan membaca

Salah satu unsur penting dalam Manajemen Diri adalah membangun kebiasaan untuk terus menerus belajar atau menjadi manusia pembelajar yang senantiasa  haus akan informasi dan pengetahuan.

Hal ini seperti yang dikatakan oleh Henry Ford, pendiri General Motors yang mengatakan bahwa “Anyone who stops learning is old, whether at twenty  or eighty. Anyone who keeps learning stays young. The greatest thing in life is to Keep your mind young.”

Tidak peduli berapapun usia kita, jika kita berhenti belajar berarti  kita sudah tua, sedangkan jika senantiasa belajar kita akan tetap awet muda. Karena hal yang terbaik di dunia akan kita peroleh dengan memelihara pikiran kita agar tetap muda.

Salah satu cara paling efektif untuk belajar adalah dengan membaca. Namun sayangnya sebagian besar kita tidak pernah punya waktu untuk membaca. Alasan utama yang sering kita sampaikan adalah kesibukan pekerjaan. Kita terjebak dalam rutinitas dan tekanan pekerjaan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk mengasah gergaji kita, seperti yang diceritakan oleh Stephen Covey dalam bukunya”The 7 Habits of Highly Effective People” sebagai berikut:

Andaikan saja Anda bertemu seseorang yang sedang terburu-buru menebang sebatang pohon di hutan.

“Apa yang sedang Anda kerjakan?” Anda bertanya.

“Tidak dapatkah Anda melihat?” demikian jawabnya dengan tidak sabar.

“Saya sedang menggergaji pohon ini.”

“Anda kelihatan letih!” Anda berseru. “Berapa lama Anda sudah mengerjakannya?”

“Lebih dari lima jam,” jawabnya, “ dan saya sudah lelah! Ini benar-benar kerja keras.”

“Nah, mengapa Anda tidak beristirahat saja beberapa menit dan mengasah

Gergaji itu?” Anda bertanya. “Saya yakin Anda akan dapat bekerja jauh lebih cepat.”

Page 18: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

“Saya tidak punya waktu untuk mengasah gergaji,” orang itu berkata dengan tegas. “Saya terlalu sibuk menggergaji.”

Bahkan menurut Covey, kebiasaan mengasah gergaji merupakan kebiasaan yang paling penting karena melingkupi kebiasaan-kebiasaan lain pada paradigma tujuh kebiasaan manusia efektif. Kebiasaan ini memelihara dan meningkatkan aset terbesar yang kita miliki yaitu diri kita. Kebiasaan ini dapat memperbarui keempat dimensi alamiah kita – fisik, mental, spiritual, dan sosial/emosional.

Membaca merupakan salah satu cara kita untuk memperbaiki dan meningkatkan efektifitas diri kita. Meskipun kita memiliki “keterbatasan waktu”, kita tetap perlu mengasah gergaji kita. Caranya adalah dengan menguasai cara membaca yang efektif sehingga waktu yang kita gunakan menjadi efisien.

MODEL DALAM MEMBACA

Kebanyakan model teoritis yang ada mengenai proses membaca mencoba menjawab pertanyaan bagaimana orang mengenali kata-kata yang tercetak dalam bacaan. Karena itu, hampir semua model terfokus pada pertanyaan-pertanyaan berikut (Wolf dkk 1988: dalam Gleason dan Ratner 1998: 425).

1. Apakah kata dikenali dengan mengakses representasi kata itu secara

keseluruhan, ataukah dengan mengakses fitur-fitur seperti bentuk

huruf, gabungannya menjadi suku, kemudian kata dan sebagainya?

2. Apakah kata dikenali dengan akses langsung ke makna ataukah

melewati wujud fonologisnya?

3. Apakah pengenalan kata itu menyangkut proses yang berseri ataukah

proses yang simultan?

4. Apakah pengenalan kata itu terutama dibantu oleh konteks (dari atas

ke bawah) ataukah dari bawah ke atas? Ataukah merupakan interaksi

antara kedua-duanya?

5. Apakah pengenalan kata itu terjadi melalui aktivasi atau melalui

pencarian di kamus mental kita?”

Berikut adalah beberapa model yang menjawab sebagian dari pertanyaan-pertanyaan diatas.

A. Model atas ke bawah

Smith (1971, dalam Gleason dan Ratner 1998;426) mengajukan model atas ke bawah yang prototipikal. Dalam model ini, representasi yang mewakili kata dalam memori kita adalah fitur-fitunya seperti garis lurus, setengah lingkaran, dan letaknya. Pada waktu sebuah kata dibaca, fitur-fitur ini bermunculan, tetapi hanya fitur-fitur yang cocok, persis dengan apa yang ada dalam leksikon mental itulah yang akhirnya dipilih. Akan tetapi, retrival fitur-fitur ini dipengaruhi oleh pengetahuan yang kita miliki dan konteks di mana kata itu dipakai. Seandainya kata yang tertulis dalam suatu kalimat anting seperti pada kata “Kucing itu sedang dikejar anting” maka tidak mustahil bahwa pembaca akan menafsirkan kata anting sebagai salah cetak.

Page 19: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Pemakaian konteks sebagai pembantu menimbulkan kontroversi karena dari penelitian yang lain ditemukan bahwa orang hanya menerka 1 dari 4 kata dalam konteks di mana kata itu dipakai. Sebaliknya, fitur yang membentuk kata banyak mendapat dukungan karena wujud dan macam huruf (font) seperti apapun yang dipakai, kita tetap saja bisa membacanya.

B. Model bawah ke atas

Landasan dasar untuk model yang disebut juga sebagai model yang berdasarkan stimulus, adalah bahwa rekognisi terjadi secara diskrit, berhierarki, dan bertahap. Informasi yang ada pada suatu tahap dimanfaatkan untuk membangun tahap berikutnya. Karena itu pada tahap ini ada tahap sensori, tahap rekognisi, dan tahap interpretasi. Bila ditemukan makna dari kata itu, maka selesailah sudah proses interpretasi kata itu. Seandainya kata yang dibaca tidak ditemukan maknanya, maka pembaca dapat menolak kata itu sebagai kata bahasa Indonesia, atau dia akan bertanya kepada orang lain, atau melihat dikamus, untuk mengetahui makna kata itu.

Ada beberapa model lain seperti model Whole-Word, model component-letter, dan model lagogen yang menangani aspek-aspek lain dalam membaca yang akan terlalu rinci untuk disajikan disini (Lihat Gleason dan Ratner 1998: 427-436).

Tentunya, membaca bukan berhenti pada rekognisi kata demi kata saja tetapi mencakup berkaitan antara satu kata dengan kata lain. Hal ini berarti bahwa membaca merupakan suatu proses yang kompleks karena ia menyangkut berbagai kemampuan linguistik dan pengetahuan yang ekstralinguistik.

(Psikolinguistik. Pengantar pemahaman bahasa manusia. soenjono dardjowidjojo. 2003. Jakarta: yayasan obor Indonesia).

C. CARA MEMBACA YANG EFEKTIF

Ada banyak metode yang ditawarkan ilmuwan. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas salah satunya yakni metode SQ3R. metode SQ3R memberikan srategi yang diawali dengan membangun gambaran umum tentang bahan yang dipelajari, menumbuhkan pertanyaan dari judul/sub judul suatu bab dan dilanjutkan dengan membaca untuk mencari jawaban pertanyaan.

Sistem membaca SQ3R dikemukakan oleh Francis P. Robinson tahun 1941, merupakan sistem membaca yang semakin popular digunakan orang.

Metode ini bukan cara yang lebih cepat untuk memahami suatu bab, namun tingkat pemahaman yang di peroleh diharapkan lebih mendalam karena kita membaca dengan aktif sehingga proses membaca menjadi lebih efektif dan efisien.

Membaca dengan metode SQ3R trediri atas lima tahapan proses yaitu :

1. Survey atau meninjau

2. Question atau bertanya

3. Read atau membaca

4. Recite atau menuturkan

5. Review atau mengulang

1. Survey

Page 20: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Survey adalah teknik untuk mengenal bahan sebelum membacanya secara lengkap, dilakukan untuk mengenal organisasi dan ikhtisar umum yang akan dibaca dengan maksud untuk :

1. mempercepat menangkap arti,

2. mendapatkan abstrak,

3. mengetahui ide-ide yang penting,

4. melihat susunan (organisasi) bahan bacaan tersebut,

5. mendapatkan minat perhatian yang saksama terhadap bacaan,

6. memudahkan mengingat lebih banyak dan memahami lebih

mudah.

Dengan melakukan survey atau peninjauan dapat dikumpulkan informasi yang diperlukan untuk memfokuskan perhatian pada saat membaca. Peninjauan untuk satu bab memerlukan waktu 5-10 menit. Apa yang ditinjau ?

Baca judul: Hal ini membantu untuk memfokuskan pada topik bab.

Baca pendahuluan: Memberikan orientasi dari pengarang mengenai hal-hal penting dalam bab.

Baca kepala judul/sub bab: Memberikan gambaran mengenai kerangka pemikiran.

Perhatikan grafik, diagram: Adanya grafik, diagram dan gambar ditujukan untuk memberikan informasi penting sebagai tambahan atas teks.

Perhatikan alat Bantu baca: Termasuk huruf miring, definisi, pertanyaan di akhir bab yang ditujukan untuk membantu pemahaman dan mengingat.

2. Question

Setelah kerangka pemikiran suatu bab diperoleh, mulai perhatikan kepala judul/sub bab yang biasanya dicetak tebal. Dan ubah kepala judul tersebut menjadi beberapa pertanyaan.

Tulislah pertanyaan-pertanyaan ini pada suatu kolom dan kolom sisanya untuk jawaban yang diperoleh selama membaca. Misalkan kita membaca buku tentang “Belajar di Universitas” dan kepala judulnya adalah “Gunakan Tempat Belajar yang Sama”. Pertanyaan yang dapat kita munculkan adalah “Mengapa saya harus belajar di tempat yang sama?” dan “Di mana lokasi belajar saya sebaiknya?”

Kita dapat menambah pertanyaan pada waktu membaca. Pertanyaan yang baik akan memberikan pemahaman yang lebih baik pula. Tahap bertanya ini akan menyebabkan pikiran kita terlibat secara akthif dalam proses belajar sehingga akan membantu pemahaman dan mengingat.

3. Read

Dengan membaca, kita mulai mengisi inforfmasi ke dalam kerangka pemikiran bab yang kita buat pada proses Survey. Bacalah suatu subbab dengan tuntas, jangan pindah ke subbab lain sebelum kita

Page 21: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

menyelesaikannya. Pada saat membaca, kita mulai mencari jawaban pertanyaan yang kita buat pada proses Question. Tuliskan jawaban yang kita peroleh dengan kata-kata sendiri di kertas.

Pada tahap ini konsentrasikan pada penguasaan ide pokok serta detail yang penting, yang mendukung ide pokok. Perlambat cara membaca anda di bagian-bagian yang penting atau yang anda anggap sulit dan percepat kembali pada bagian-bagian yang tidak penting atau yang telah anda ketahui.

Pada tahap membaca ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) jangan membuat catatan-catatan. Ini akan memperlambat anda dalam membaca. Selain itu juga berbahaya, catatan anda itu bisa jadi hanya merupakan kutipan kata-kata penulisnya saja. (2) jangan membuat tanda-tanda seperti garis bawah pada kata maupun frase tertentu, bisa jadi setelah anda selesai membaca acap kali ternyata anda salah memilihnya. Kalau memang ada yang menarik atau anda anggap penting cukup beri tanda silang di pinggir halaman dulu. Untuk kemudian nanti dapat dicek kembali.

Kita perlu memisahkan keterangan rinci dan contoh- contoh dari konsep utama. Hal itu ditujukan untuk membantu kita memahami konsep utama.

Proses membaca ini terkadang berlangsung sangat lambat terutama bila subbab mengandung informasi yang padat dan kompleks. Subbab seperti ini dapat membuat kita binggung bahkan mengalami frustasi. Bila ini terjadi berfhentilah sejenak, coba temukan mengapa kita menjadi binggung, kita dapat juga mencoba menimbulkan pertanyaan lain.

Kalau upaya ini belum membuahkan hasil, tandai subbab ini, teruskan membaca subbab berikutnya. Kadang-kadang ada masalah yang membuat kita bingung menjadi jelas pada subbab berikutnya.

4. Recite

Setiap selesai membaca suatu bagian, berhentilah sejenak. Dan cobalah menjawab pertanyaan-pertanyaan bagian itu atau menyebutkan hal-hal penting dari bab itu. pada kesempatan itu, anda dapat juga membuat catatan seperlunya. Jika masih mengalami kesulitan, ulangi membaca bab itu sekali lagi.

Pada umumnya kita cepat sekali lupa dengan bahan yang telah dibaca. Dengan melakukan proses Recite ini kita melatih pikiran untuk berkonsentrasi dan mengingat bahan yang di baca. Proses ini dilakukan setelah kita menyelesaikan suatu subbab.

Cara melakukan Recite adalah dengan melihat pertanyaan-pertanyaan yang kita buat sebelum membaca subbab tersebut dan cobalah jawab pada selembar kertas tanpa melihat buku.

Kita dapat pula melakukan Recite dengan menuliskan butir-butir pemikiran yang penting dalam subbab tersebut. Bila kita menemukan paragraf yang membuat kita sulit untuk dapat melakukan proses ini, bacalah kembali paragraf tersebut.

Berapa lama untuk tahap ini ? anda perlu menyediakan waktu setengah dari waktu untuk membaca. Hal ini bukan merupakan pemborosan waktu, melainkan memang diperlukan untuk tahap ini. Justru pembaca yang hanya membaca sekadar membaca itu memboroskan waktu.

5. Review

Page 22: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Daya ingat kita terbatas. Sekalipun dalam waktu membaca 85% kita menguasai isi bacaan, kemampuan kita dalam 8 jam untuk mengingat detail yang penting tinggal 40%. Dan, dalam tempo 2 minggu pemahaman kita tinggal 20%. Oleh karena itu, janganlah Anda lewatkan langkah terakhir ini: Review.

Review membantu kita untuk menyempurnakan kerangka pemikiran dalam suatu bab dan membangun daya ingat kita untuk bahan pada bab tersebut. Proses ini dapat dilakukan dengan membaca ulang seluruh subbab, melengkapi catatan atau berdiskusi dengan teman. Cara Review yang terbukti efektif adalah dengan menjelaskan kepada orang lain.

Kapan SQ3R dipakai ?

Tidak ada teknik yang cocok untuk semua kondisi. Demikian juga dengan SQ3R, teknik ini tidak cocok untuk buku teks dengan fokus untuk memecahkan masalah, misalkan buku teks matematika. Untuk buku jenis teks ini kita lebih baik memberikan waktu lebih banyak untuk mengerjakan soal-soal. SQ3R merupakan teknik yang tepat untuk memahami buku-buku teks yang memberikan banyak informasi dan mengharuskan kita mempelajarinya secara mendalam.

Dengan teknik SQ3R diharapkan kita dapat memperoleh keuntungan maksimum dari waktu yang diberikan untuk membaca. Teknik ini membantu kita untuk dapat mengetahui kerangka suatu subyek, membantu kita memisahkan konsep utama dengan keterangan rinci dan membantu kita menetapkan sasaran belajar.

Dalam pemakaiannya, proses-proses dalam SQ3R ini dapat memperoleh tekanan yang berbeda tergantung pada kebutuhan kita, misalkan untuk membaca pertama kali suatu bahan sebagai persiapan untuk kuliah, kita perlu menekankan pada proses survey untuk memperoleh gambaran tentang kerangka berpikir. Pengetahuan kita akan kerangka bahan akan sangat membantu kita membuat catatan kuliah di kelas. Bila kita belajar untuk menyiapkan ujian, proses review yang ditekankan sambil menambahkan pertanyaan (Question) sebagai bagian untuk mensimulasikan soal ujian.perlu diingatkan bahwa untuk memakai metode SQ3R, kita perlu latihan. Jangan patah semangat karena waktu yang dibutuhkan lebih banyak. Ingatlah keuntungan berupa pemahaman yang lebih baik yang dapat kita peroleh untuk jangka panjang. Tetaplah memelihara motivasi kita untuk belajar.

Cara membaca yang menyenangkan

Membaca berasal dari kata dasar baca yang artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan.

Di zaman sekarang ini, kelihatannya sebagian besar pelajar kurang memiliki minat membaca, terutama membaca buku pelajaran. Ini diakibatkan oleh karena sebagian pelajar tidak memiliki metode dalam membaca, sehingga pada saat membaca timbul rasa malas, bosan, dan mengatuk. Simak deh tip-tip di bawah ini supaya tercipta suasana membaca yang menyenangkan.

Persiapan Sebelum Membaca

1. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca. Waktu yang sesuai di sini adalah waktu di mana tidak terdapat gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri kita. Waktu yang sesuai disini hanya kita sendiri yang tahu kapan. Namun, sebagain besar orang percaya bahwa waktu yang baik untuk membaca, khususnya buku pelajaran, adalah di pagi hari.

2. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang dan rapih menurut kita sendiri.

Page 23: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

3. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar. Posisi yang benar pada waktu membaca adalah duduk dengan posisi badan tegak, tidak bungkuk, dan pastikan jarak antara buku dengan mata kita kurang lebih 30cm.

4. Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol.

5. Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa terlebih dahulu sesuai dengan kepercayaan masing-masing supaya ilmu yang kita dapat bermanfaat.

Berbagai Cara Membaca

Terdapat 3 cara umum membaca di dalam kehidupan sehari-hari dilihat dari apa tujuan proses membaca tersebut.

1. Membaca sebagai hiburan tanpa perlu memeras otak terlalu keras. Bacaan yang mengandung unsur hiburan disini contohnya novel, cerpen, komik, majalah ringan dll.

2. Membaca untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang tujuannya adalah mencari dan memahami ilmu yang terkandung dalam bacaan tersebut.

3. Membaca kritis. Membaca di sini sama dengan membaca untuk mencari ilmu. Namun membaca di sini diikuti oleh proses menelaah isi bacaan tersebut, misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan apa itu?, mengapa bisa terjadi?, oleh siapa?, kapan?, di mana? dan bagaimana itu bisa terjadi? Dalam membaca kritis, kita membuat bacaan sebagai lawan yang harus dikalahkan dengan cara mengetahui dan memahami seluruh isinya.

Belajar dengan menggunakan metode membaca kritis akan menjadi menyenangkan dan tidak membosankan. Kita tidak hanya diminta untuk memahami isi bacaan tapi juga diajak berpikir kreatif mengenai isi tersebut. Tertarik dengan membaca kritis? Simak deh aturan main dalam membaca kritis di bawah ini :

a. Melakukan survei isi buku. Langkah awal yang harus kita lakukan adalah membaca terlebih dahulu bahan bacaan secara sepintas pada bagian-bagian tertentu saja. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran umum mengenai bacaan tersebut. Bagian-bagian yang perlu diperhatikan adalah :

- Paragraf awal, paragaraf akhir dan juga beberapa paragraf di tengah

- Bagian daftar isi, gambar-gambar, tabel dan grafik yang memiliki

gambaran umum mengenai bacaan tersebut.

- Soal-soal yang mungkin terdapat dalam bacaan tersebut.

b. Membuat pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya akan timbul pada saat kita melakukan survei. Jika tidak terdapat pertanyaan, usahakan cari apa yang kita tidak mengerti, minimal ada sebuah kata yang kita tidak tahu artinya dan beri tanda pada bagian-bagian yang tidak dimengerti tersebut.

c. Membaca. Merupakan langkah dominan dalam metode ini. Membaca di sini sebagai langkah untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses survei. Baca dengan teliti dan seksama paragraf demi paragraf, bagian demi bagian untuk menangkap pokok-pokok pikiran

Page 24: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

dari tiap bagian. Usahakan jangan pindah bagian jika kita belum mengerti dan memahami bagian tersebut.

d. Evaluasi. Merupakan langkah di mana terdapat pertanyaan apakah kita sudah menguasai bahan? Yakinkan bahwa kita sudah memahami bahan bacaan tersebut. Jika belum, coba cari apa yang anda tidak mengerti dan temukan jawabannya.

e. Meninjau ulang. Merupakan langkah terakhir kita dalam membaca kritis. Cobalah kita tutup dulu bukunya, kemudian pikirkan apa yang sudah didapat dari bacaan tersebut. Tuliskan hasil pikiran tersebut dalam secarik kertas, dan bandingkan dengan apa yang terdapat pada buku bacaan

E. METODE PENELITIAN

1. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITAN

Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk mengumpulkan data. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian merupakan gambaran dari obyek penelitian.

Menurut Hadi, penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Dengan upaya mendapatkan dan mengumpulkan data dari kegiatan penelitian, digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pendekatan dalam Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku dengan menggunakkan metode diskriptif.

Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya”.1

Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

Pertimbangan penulis menggunakan penelitian kualitatif ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Lexy Moleong:

1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apa bila berhadapan

dengan kenyataan ganda

Page 25: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

2. Metode ini secara tidak langsung hakikat hubungan antara peneliti

dan responden

3. Metode ini lebih peka dan menyesuaikan diri dengan manajemen

pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.2

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlansung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena3.

2. KEHADIRAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah berbagai bentuk alat-alat Bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.

3. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di Universitas Islam Negeri Malang. Jalan Gajayana no. 50, Malang, Jawa Timur

Universitas Islam Negeri Malang adalah satu-satunya perguruan tinggi islam negeri, yang berada di daerah malang, dan merupakan universitas yang menerapkan dua bahasa pada mahasiswanya, yaitu bahasa arab dan bahasa inggris, serta merupakan universitas yang dilengkapi dengan fasilitas lengkap seperti asrama untuk mahasiswa, baik putra dan putri, serta menerapkan sistem pembelajaran yang mengintegrasikan antara ilmu islam dan konvesional, sehingga mahsiswa menjadi isnsan yang cerdas, profesional, dan mempunyai kedalaman spiritual.

4. SUMBER DATA

1. Data Primer

Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian4. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan5. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung tentang Manajemen Pembelajaran di Universitas Islam Negeri Malang yaitu dengan cara wawancara dengan mahasiswa Fakulatas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

2. Data sekunder

Page 26: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey, studi histories, dan sebagainya. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara lansung dengan mahasiswa Fakulatas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

5. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

1. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagimana peroses dan kebiasaan membaca pada mahasiawa Fakulatas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang perilaku kebiasaan membaca pada mahasiswa Fakultas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang, sewaktu kejadian tersebut berlaku sehingga tidak menggantungkan data dari ingatan seseorang. Observasi lansung juga dapat memperoleh data dari subjek baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi secara verbal.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara)6.

Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang perilaku kebiasaan membaca pada mahasiswa Fakultas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengadakan wawancara dengan mahasiswa Fakultas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin, pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada media massa.

Dari uraian di atas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.

Page 27: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan konkret tentang perilaku kebiasaan membaca pada mahasiswa Fakultas Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

6. ANALISIS DATA

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.7

Dari rumusan di atas dapatlah kita tanarik garis besar bahwa analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data di atas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif, tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki8.

7. PENGECEKAN KEABSAHAN TEMUAN

Menurut Moleong ’’kriteria keabsahan data ada empat macam yaitu : (1) kepercayaan (kreadibility), (2) keteralihan (tranferability), (3) kebergantungan (dependibility), (4) kepastian (konfermability)9. Dalam penelitian kualitatif ini memakai 3 macam antara lain :

1. Kepercayaan (kreadibility)

Kreadibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan data yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan sebenarnya. ada beberapa teknik untuk mencapai kreadibilitas ialah teknik : teknik triangulasi, sumber, pengecekan anggota, perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, diskusi teman sejawat, dan pengecekan kecakupan refrensi.

2. Kebergantungan (depandibility)

Kriteria ini digunakan untuk menjaga kehati-hatian akan terjadinya kemungkinan kesalahan dalam mengumpulkan dan menginterprestasikan data sehingga data dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kesalahan sering dilakukan oleh manusia itu sendiri terutama peneliti karena keterbatasan pengalaman, waktu, pengetahuan. Cara untuk menetapkan bahwa proses penelitian dapat dipertanggungjawabkan melalui audit dipendability oleh ouditor independent oleh dosen pembimbing.

3. Kepastian (konfermability)

Page 28: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Kriteria ini digunakan untuk menilai hasil penelitian yang dilakukan dengan cara mengecek data dan informasi serta interpretasi hasil penelitian yang didukung oleh materi yang ada pada pelacakan audit.

8. TAHAP-TAHAP PENELITIAN

Moleong mengemukakan bahwa ’’Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu : (1)tahap sebelum ke lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan’’10. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh sebagai berikut :

a) Tahap sebelum kelapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

b) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perilaku kebiasaan membaca pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Data tersebut diperoleh dengan observasi, wawancara dan dokumentasi dengan cara melihat gaya membaca, kebiasaan membaca, sering atau tidaknya membaca, yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang.

c) Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperolah melaui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

d) Tahap penulisan laporan, meliputi : kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah terakhir melakukan pengurusan kelengkapan persyratan untuk ujian skripsi.

9. PUSTAKA

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991

Moh. Nazir. Ph. D, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003

Prof. Dr. S. Nasution, M.A. Metode Research, Bumi Aksara, Jakarta 2004.

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF (SKRIPSI)Penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistickontekstualmelalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diripeneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dancenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna(perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif.Ciri-ciri penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karenaitu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif danmendalam serta menunjukkan cirri-ciri naturalistic yang penuh keotentikan.Format Proposal Penelitian Kualitatif1. Konteks Penelitian atau Latar Belakang

Page 29: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Bagian ini memuat uraian tentang latar belakang penelitian, untuk maksud apapeelitian ini dilakukan, dan apa/siapa yang mengarahkan penelitian.2. Fokus Penelitian atau Rumusan MasalahFokus penelitian memuat rincian pernyataan tentang cakupan atau topik-topikpokok yang akan diungkap/digali dalam penelitian ini. Apabila digunakan istilahrumusan masalah, fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawabdalam penelitian dan alasan diajukannya pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan inidiajukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus didukung oleh alasan-alasan mengapa haltersebut ditampilkan.Alasan-alasan ini harus dikemukakan secara jelas, sesuai dengan sifat penelitiankualitatif yang holistik, induktif, dan naturalistik yang berarti dekat sekali dengangejala yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan setelah diadakan studipendahuluan di lapangan.http://skripsistikes.wordpress.com3. Tujuan PenelitianTujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitianini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.4. Landasan TeoriLandasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuaidengan kenyataan di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untukmemberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasanhasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalampenelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif,penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan ataupenolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatifpeneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, danberakhir dengan suatu “teori”.5. Kegunaan PenelitianPada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagipengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan katalain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalahyang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwapenelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.6. Metode PenelitianBab ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secaraoperasional yang menyangkut pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasipenelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekankeabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

a. Pendekatan dan Jenis PenelitianPada bagian II peneliti perlu menjelaskan bahwa pendekatan yangdigunakan adalah pendekatan kualitatif, dan menyertakan alasan-alasan singkatmengapa pendekatan ini digunakan. Selain itu juga dikemukakan orientasihttp://skripsistikes.wordpress.comteoretik, yaitu landasan berfikir untuk memahami makna suatu gejala, misalnyafenomenologis, interaksi simbolik, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni(hermeneutik). Peneliti juga perlu mengemukakan jenis penelitian yang digunakanapakah etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, partisipatoris,penelitian tindakan, atau penelitian kelas.b. Kehadiran PenelitiDalam bagian ini perlu disebutkan bahwa peneliti bertindak sebagaiinstrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat puladigunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagaiinstrumen. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitiankualitatif mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti ini harus dilukiskan secaraeksplisit dalam laopran penelitian. Perlu dijelaskan apakah peran peneliti sebagaipartisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Di samping itu perludisebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh

Page 30: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

subjek atau informan.c. Lokasi PenelitianUraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi danalasan memilih lokasi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi tersebut. Lokasihendaknya diuraikan secara jelas, misalnya letak geografis, bangunan fisik (jikaperlu disertakan peta lokasi), struktur organisasi, program, dan suasana seharihari.Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangankemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih. Denganpemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna danbaru. Peneliti kurang tepat jika megutarakan alasan-alasan seperti dekat denganrumah peneliti, peneliti pernah bekerja di situ, atau peneliti telah mengenal orangorangkunci.d. Sumber DataPada bagian ini dilaporkan jenis data, sumber data, da teknik penjaringandata dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa sajayang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek daninforman penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan carahttp://skripsistikes.wordpress.combagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Misalnya datadijaring dari informan yang dipilih dengan teknik bola salju (snowball sampling).Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif harus digunakandengan penuh kehati-hatian. Dalam penelitian kualitatif tujuan pengambilansampel adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, bukan untukmelakukan rampatan (generalisasi). Pengambilan sampel dikenakan pada situasi,subjek, informan, dan waktu.e. Prosedur Pengumpulan DataDalam bagian ini diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan,misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Terdapatdua dimensi rekaman data: fidelitas da struktur. Fidelitas mengandung arti sejauhmana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio atau video memilikifidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensistruktur menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secarasistematis dan terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, formatringkasan rekaman data, dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini.Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengantriangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data.

f. Analisis DataPada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturansecara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahanbahanlain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkanpengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola,pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalampenelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data,dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis, analisiskomponensial, dan analisis tema. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakanstatistik nonparametrik, logika, etika, atau estetika. Dalam uraian tentang analisisdata ini supaya diberikan contoh yang operasional, misalnya matriks dan logika.http://skripsistikes.wordpress.com

g. Pengecekan Keabsahan TemuanBagian ini memuat uraian tentang usaha-usaha peneliti untuk memperolehkeabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, makaperlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan teknik-teknik perpanjangankehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam,

Page 31: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

triangulasi(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasansejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekananggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya ditransfer kelatar lain (transferrability), ketergantungan pada konteksnya (dependability), dandapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability) .h. Tahap-tahap PenelitianBagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai daripenelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampaipada penulisan laporan.7. Daftar RujukanBahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkandalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaantetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya,semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harusdicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpagelar akademik,2. tahun penerbitan3. judul, termasuk subjudul4. kota tempat penerbitan, dan5. nama penerbithttp://skripsistikes.wordpress.comSumber:http://supermahasiswa.multiply.com/journal/item/5/Sukses_Membuat_Proposal_Penelitian

KARYA ILMIAH PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK ANAK

Satu lagi postingan terbaruku, nah postingan kali ini menyagkut tentang karya ilmiah. ini bukan karyaku lho, jujur.. aku cuma ngetik doank wank wank wank. hari minggu tgl 15 kemarin aku apel ke rumah pacarku, 20 km ku kebut motor kesayanganku, sesampainya disana, eh... ga di kasih apa-apa malah disuruh bantu ngetik karya ilmiahnya, n katanya disuruh ngedit grammar indonesia yg hambur-hamburan.. capek deh gua.. asli capek. udah di suruh ngetik di suruh ngedit grammar lagi. ya udah ga papa kalo semua atas dasar cinta ga akan capek kata ibuku... suerrr dah.. walau dusuruh ngetik sejuta lembar capek gak akan terasa karena cinta. gombal.. gagagag

ya udah langsung aja, dari pada karya ilmiah ini nganggur n menuhin hardisk lebih baik ku posting aja. siapa tau aja ada temen2 yg membutuhkan sebagai bahan referensi kalo mau penelitian, ya kan....?

Page 32: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

KARYA ILMIAHPENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK ANAK

Disusun oleh :Abdul Ghofur

Dewi FatmawatiIra Suprihatin

M. Fitroh Al-HadiRahmat Effendi

Sinta PurnamasariSunadi

Vina Sulistya Ningsih

MOTTO

“Orang yang kuat ialah yang dapat menundukkan nafsunyadan berbuat untuk kepentingan sesudah mati,

sedangkan orang yang lemah ialahorang yang jiwanya mengikuti nafsunya

dan berangan-angan terhadap Allah azza wajalla”.( HR. Syaddad bin Aus ).

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini kami persembahkan untuk Kedua orang tua kami yang telah mencurahkan sentuhan kasih sayangnya dan yang telah mengasuh, merawat serta mendidik kami sehingga tumbuh dewasa seperti sekarang ini. Segenap dewan guru yang tak henti-hentinya membimbing dan mengajarkan

ilmunya kepada kamiSemua teman sekelas XII IPS dan adik-adik kelas yang  kami sayangi

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt tuhan semesta alam yang telah melimpahkan karunianya serta memberikan pertolongan kepada setiap hambanya yang patuh dan taat kepada ajaran agama. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada pengemban risalah suci, nabi Muhammad saw, yang telah banyak mengajarkan adab dan tatakrama dalam kehidupan, ilmu-ilmu agama dan lainnya sehingga kita khususnya umat muslim dapat lepas dari zaman yang suram, zaman yang penuh dengan kefasikan menjadi zaman yang penuh dengan rahmat tuhan. Karya ilmiah ini secara garis besar meneliti tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan karakteristik anaknya. Atas terselesaikannya karya ilmiah ini kami mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu kami. Demikian yang dapat kami upayakan, namun hal ini masih belum sempurna dan terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik yang berkaitan dengan isi maupun metode penyusunannya. Harapan kami tim penulis, semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan karya ilmiah ini dikemudian hari.

Page 33: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Manunggal Jaya, Maret 2009 Penulis

Tim

BAB IPENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dewasa ini sering kita saksikan tindakan kriminal atau perilaku-perilaku menyimpang baik itu disiaran televisi, Koran, radio, media massa dan lain sebagainya. Sebagian besar pelakunya adalah dari kalangan remaja. Seperti halnya kasus tawuran antar pelajar, miras, obat-obatan terlarang, bahkan pembunuhan yang bermotif dendam atau kecemburuan. Padahal anak itu masih dalam tahap perkembangan menjadi ( pubertas ) atau katakan saja masih bayi, bayi yang baru lahir kedunia ini belum mengenal apapun, ia masih bersih dan murni dan belum terpengaruh sedikitpin oleh suatu hal. Bagaimana dengan perkembangan bayi selanjutnya agar menjadi anak yang baik?Dalam hal ini orang tualah yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dan yang lebih penting lagi adalah bagaimana cara orang tua dalam mendidik anaknya. Apakah pola yang mereka gunakan itu adalah yang tepat?, masalah ini harus benar-benar diperhatikan oleh orang tua, karena penerapan pola anak sangat menentukan perkembangan pribadi si anak.Merujuk dari kasus diatas, kelompok kami mengambil tema tersebut untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Besar harapan kami agar penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua serta para orang tua atau calon orang tua tentang bagaimana mengasuh anak yang baik itu.

1.2. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apa saja macam-macam pola asuh orang tua itu?2. Bagaimana pengaruh atau dampak pola asuh orang tua terhadap anak?3. Pola Asuh yang bagaimana yang dapat mengganggu kepribadian anak?

1.3. TUJUAN DAN MANFAATTujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui macam-macam pola asuh orang tua2. Mengetahui pengaruh atau dampak dari pola asuh orang tua3. Dapat mengetahui penerapan pola asuh yang tidak baik

Adapun manfaat yang kami harapkan dalam hasil karya ilmiah ini adalah semoga dapat memberi manfaat bagi para pembaca, menambah ilmu pengetahuan baru dan menjadi media pengingat bahwasanya penerapan pola asuh orang tua itu mempunyai pengaruh besar terhadap anak, sehingga tidak boleh sembarangan dan harus bijaksana.

1.4. METODE PENULISANDalam mengerjakan karya ilmiah ini, metode penulisan yang kami gunakan yaitu :BAB I PENDAHULUAN, Meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode serta penulisanBAB II LANDASAN TEORIBAB III METODOLOGI PENELITIAN, Yakni mencakup tentang tempat penelitian, populasi, sampel, waktu penelitian dan metode penelitianBAB IV PEMBAHASAN, Yaitu mengenai pembahasan seputar jenis pola asuh orang tua dan dampak-dampaknya terhadap karakteristik sang anak.

Page 34: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

BAB V PENUTUP, Meliputi kesimpulan dan saran. BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN ORANG TUA

Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru ( anak ) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut guna menjadi generasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental dan spiritual anaknya seperti:

Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak tertekan. Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar. Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya. Hal ini disebabkan orang

tua khususnya, dalam ruang lingkup keluarga merupakan media awal dari satu proses sosialisasi, sehingga dalam proses sosialisasi tersebut orang tua mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia baik-baik.

2.2. PENGERTIAN ANAK

Dalam kamus umum bahasa Indonesia edisi ketiga susunan W.J.S Poerwadinata, anak itu dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu anak kandung atau anak dari darah daging sendiri. Anak angkat, yaitu anak yang bukan berasal dari keturunan asli atau anak orang lain yang di angkat dan diasuh sebagaimana anak sendri. Sedangkan anak tiri, adalah anak yang bukan anak kandung (anak bawaan suami atau isteri).Sebagian besar orang laki-laki atau perempuan beranggapan bahwa anak adalah karunia terbesar, harta yang paling berharga, cita-cita yang tinggi, serta belahan jiwa yang secara khusus diberikan oleh tuhan yang maha kuasa kepada manusia yang telah menanti-nantikan kehadirannya.Menurut kajian ilmu biologi, anak adalah hasil dari suatu proses tahapan yang bermula dari bertemunya sel kelamin jantan dan betina ( pembuahan ), lalu terbentuklah zigot yang bergerak ke uterus hingga terbentuklah embrio yang akan tumbuh menjadi janin. Janin tersebut akan tumbuh dan jika saatnya telah tiba maka akan lahir ke dunia menjadi seorang anak.Dalam ilmu agama islam disebutkan bahwa yang dinamakan anak adalah amanah allah swt yang harus dirawat, diasuh dan dipelihara hingga tumbuh menjadi dewasa. Sebelum anak tersebut dilahirkan kedunia, ia telah diberi ketetapan oleh allah yaitu meliputi 3 perkara antara lain umur, rizki dan jodoh. Supaya anak mampu mencapai kesempurnaan tersebut, maka allah swt memberi tugas kepada orang tuanya untuk membimbing anaknya dengan baik dan benar agar tidak menyimpang dari jalan ajaran-Nya

2.3. PENGERTIAN POLA ASUH ANAK

Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara. Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau sistem dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminologi, pola asuh anak adalah suatu pola atau sistem yang diterapkan dalam menjaga, merawat dan mendidik seorang anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negatif atau positif. 

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1. TEMPAT PENELITIANDalam penelitian ini tempat atau wilayah yang kami teliti adalah kawasan Desa Bangun Rejo L III Blok A sampai Blok D Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.

Page 35: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

3.2. POPULASIDalam penelitian ini kami mengambil populasi yaitu warga Desa Bangun Rejo Blok A hingga Blok D Kecamatan Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara Kalimantan Timur

3.3. SAMPELSelama penelitian, kami berhasil mengumpulkan beberapa sampel, Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak :

3 keluarga dari warga Bangun Rejo Blok A 3 keluarga dari warga Bangun Rejo Blok B 3 keluarga dari warga Bangun Rejo Blok C 3 keluarga dari warga Bangun Rejo Blok D

Objek penelitiannya adalah sistem penerapan pola asuh orang tua terhadap anak dan karakteristik anak yang diasuh tersebut.

3.4. WAKTU PENELITIANPenelitan ini kami laksanakan selama 1 bulan yaitu mulai tanggal 1 februari sampai tanggal 28 februari 2009.

Minggu Pertama, Kami gunakan untuk hunting buku-buku di perpustakaan dan mencari informasi dari media massa.

Minggu Kedua, Melakukan study pustaka dengan menelaah berbagai informasi yang berkaitan dengan tema penelitian.

Minggu Ketiga, Melakukan observasi tentang pola asuh orang tua terhadap karakteristik anak. Minggu Keempat, Melakukan penyusunan dan penulisan karya ilmiah.

3.5. METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :Pustaka Yaitu dengan menelaah, mempelajari dan meriset ke perpustakaan dari berbagai sumber buku-buku yang mempunyai keterkaitan dengan tema karya ilmiah ini.

1. Observasi Metode observasi yang kami lakukan adalah melalui observasi nonpartisipasi ( observasi tak terlibat ). Gambaran objek yang kami peroleh dari lapangan adalah dengan cara mengamati pola perilaku, kesibukan serta kegiatan sehari-hari yang mereka kerjakan dari jarak tertentu. Selain itu, observasi yang kami lakukan yaitu dengan menganalisis dari isi media massa seperti artikel-artikel dan internet yang berkaitan dengan sistem pola asuh orang tua serta dampaknya terhadap karakteristik seorang anak.

BAB IVPEMBAHASAN

4.1. MACAM-MACAM POLA ASUH ORANG TUAMenurut Baumrind ( 1967 ), Pola asuh orang tua dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Pola Asuh Secara Demokratis Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan sang anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal memilih dan melakukan sesuatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

2. Pola Asuh OtoriterPola asuh otoriter adalah kebalikan dari pola asuh demokratis, yaitu cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah dan menghukum apabila sang anak tidak mau

Page 36: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

melakukan apa yang di inginkan oleh orang tua. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan mengenal anaknya

3. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.

4. Pola Asuh Penelantar Pola asuh tipe yang terakhir ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya, waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secara fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.

4.2. DAMPAK / PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ANAK

1. Pengaruh Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain.

2. Pengaruh Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.

3. Pengaruh Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan kurang percaya diri.

4. Pengaruh Pola Asuh Penelantar Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak yang moody, impulsif, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem ( harga diri ) yang rendah, sering bolos dan sering bermasalah dengan teman-temannya.

4.3 PENDEKATAN ORANG TUA YANG BERPOTENSI MENGGANGGU KEPRIBADIAN ANAKBerikut ini adalah dua sisi pendekatan atau cara mengasuh orang tua yang mempunyai potensi dapat mengganggu kepribadian anak yaitu :

1. Pendekatan Orang tua Yang Negatif Ada orang tua yang menyikapi anak-anaknya dengan cara yang negatif, bahkan ada yang sampai menjadikan anak-anak mereka sebagai objek kekerasan atau pelampiasan amarah. Ada pula sebagian anak yang terus-menerus dipandang sebagai anak kecil, akibatnya si anak jadi merasa tak berarti dalam hidup, mereka merasa tak dihargai sebagai manusia, padahal mungkin ia sudah bisa memberi pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi anggota keluarga yang lain. Jika anak sudah memasuki usia remaja namun masih saja disikapi atau diperlakukan seperti anak kecil maka akan muncul kekecewaan yang mendalam pada diri anak tersebut, dan akan sulit bagi dirinya untuk cepat menjadi dewasa, karena perbuatan yang ia lakukan selalu diremehkan oleh orang tuanya.

Ada juga anak-anak yang disikapi secara tidak adil oleh orang tuanya, semua anggota keluarganya mendapat perlakuan yang baik, sementara ia sendiri diperlakukan secara berbeda, seolah ia bukan anak kandung dalam keluarga tersebut. Hal ini tentu sangat menyakitkan si anak dan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan hal-hal yang menyimpang seperti mengkonsumsi narkoba, mendekati miras, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya. Selain diperlakukan tidak adil, terkadang permasalahannya lebih serius. Tidak sedikit anak yang dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Mereka dijadikan pelampiasan emosi orang tua, bahkan tidak sedikit pula mereka menjadi korban nafsu syahwat orang tuanya sendiri. Hal tersebut merupakan titik terberat dan sangat serius. Orang tua seperti ini kemungkinan mengalami gangguan jiwa dan perkembangan anak akan terhambat oleh perbuatannya tersebut, dan tentu saja sang anak menderita problem psikologi yang serius dimasa mendatang, kecuali bila kasusnya ditangani secara serius hingga tuntas. Seperti sebuah contoh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh david Pelzer yang kemudian ditulis dan dibukukan oleh dirinya sendiri dan diberi judul “A Child Called It, The Lost Boy, dan A Child Called Dave”. buku-buku tersebut mengisahkan perjalanan hidup sang penulis sebagai korban Child Abuse “Penganiayaan Anak” yang kedua terburuk di Negara bagian Amerika. Penganiayaan yang dialami oleh Pelzer sebagai seorang anak sangat sulit untuk dibayangkan. Ia seolah tidak dianggap manusia, dianiaya setiap hari, disuruh memakan kotoran adikya sendiri, tidak diberi makan sampai terpaksa harus

Page 37: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

mengorek-ngorek tong sampah demi mendapatkan makanan, bahkan nyaris mati ditangan ibunya sendiri. Bagaimana mungkin seorang ibu tega menganiaya anaknya sekejam itu, tetapi itulah yang terjadi, ia mengalami berbagai siksaan yang sulit dan panjang. Hingga kemudian dipisahkan dari orang tuanya oleh pihak Negara setelah melalui proses penyembuhan yang cukup lama. Pelzer ternyata bisa hidup normal, malah ia menjadi seorang yang sukses dan hidupnya dan lebih berhasil daripada kebanyakan orang yang tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga normal.

2. Orang tua yang terlalu baik Selain orang tua yang bersikap negatif pada anak-anaknya, ada juga yang justru bersikap terlalu positif. Mereka sangat sayang terhadap anak-anaknya, tetapi mereka tidak tahu cara mendidiknya, sehingga akhirnya sang anak jadi manja. Hal yang perlu dituturkan disini karena pengalaman dilapangan menunjukkan betapa banyak anak-anak yang dimanjakan dan memperoleh fasilitas yang lebih dari orang tua mereka, mereka ini cenderung akan bersikap arogan, malas dan merasa tidak perlu bekerja keras dalam hidup serta kurang memiliki tanggung jawab terhadap apa yang ia perbuat.

BAB VPENUTUP

A. KesimpulanDari pembahasan yang telah terurai diatas dapat kami tarik kesimpulan, bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan bagaimana bentuk pribadi anak dimasa depan, Oleh sebab itu orang tua harus benar-benar mawas diri dan bersungguh-sungguh dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan serta norma-norma yang baik kepada anak melalui pola asuh yang baik dan benar.B. SaranBeberapa saran yang ingin tim peneliti sampaikan kepada segenap pembaca, sekiranya dapat dijadikan bahan introspeksi diri agar dapat menjadi orang tua yang sukses dalam mendidik anak-anaknya kelak, yaitu :

Hendaknya orang tua tidak egois, yaitu menganggap bahwa dirinya saja yang paling benar, karena pada prinsipnya setiap anak juga ingin mengekspresikan dirinya dengan gaya dan caranya sendiri.• Hendaknya orang tua lebih bijaksana kepada anak serta mampu memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anaknya.

Hendaknya orang tua lebih memahami nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dan mengajarkan hal tersebut dengan sosialisasi yang baik kepada anaknya.

Karena orang tua adalah tempat curahan hati seorang anak, maka jadilah orang tua yang mampu dijadikan sandaran yang baik bagi anak.

Pilihlah pola asuh anak yang baik agar anak yang diasuh dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang berkarakteristik baik 

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Vina Sulistya NingsihTempat, Tgl lahir : Ds. Kertabuana, 25 Mei 1991Jenis kelamin : PerempuanAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 011 L4 Blok C II, Tamat Tahun 2003- SMP YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang,Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO, Tenggarong Seberang

2. Nama : Abdul GhofurTempat, Tgl lahir : Tenggarong, 23 Februari 1991Jenis Kelamin : laki-laki

Page 38: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Agama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan : - SDN 016 Separi IV, Tamat tahun 2003- MTS AL-IKHSAN Separi Besar, Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO, Tenggarong Seberang

3. Nama : Dewi FatmawatiTempat, Tgl lahir : Kutai, 20 Desember 1991Jenis kelamin : PerempuanAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan : - SDN 021 L II Blok C, Tamat Tahun 2003- SMP YPM DIPONEGORO, Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO, Tenggarong Seberang

4. Nama : Ira SuprihatinTempat, Tgl lahir : Tenggarong, 16 Januari 1991Jenis kelamin : PerempuanAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 016 SEPARI IV, Tamat Tahun 2003- SMP YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang,Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang

5. Nama : M. Fitroh Al-HadiTempat, Tgl lahir : Kediri, 12 Agustus 1991Jenis kelamin : laki-lakiAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 004 Bukuan, Tamat Tahun 2003- SMP 20 Bukuan, Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO, Tenggarong Seberang

6. Nama : Rahmat EffendiTempat, Tgl lahir : Kertabuana, 12 Desember 1991Jenis kelamin : Laki-LakiAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 011 L IV Tamat Tahun 2003- SMP YPM DIPONEGORO, Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO, Tenggarong Seberang

7. Nama : Sinta PurnamasariTempat, Tgl lahir : Pendingin, 13 Februari 1990Jenis kelamin : PerempuanAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 010 Bangun Rejo, Tamat Tahun 2003- SMPN 1 Tenggarong Seberang, Tamat Tahun 2006

Page 39: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

- SMA YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang

8. Nama : SunadiTempat, Tgl lahir : Madiun, 7 Agustus 1990Jenis kelamin : Laki-LakiAgama : IslamKewarganegaraan : IndonesiaPendidikan - SDN 011 SP 1 Tamat Tahun 2003- SMP YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang,Tamat Tahun 2006- SMA YPM DIPONEGORO Tenggarong Seberang

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Alwi. 2005. 13X ; Remaja Juga Bisa.Ali, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja, Jakarta : PT. Bumi Aksara.J. Gode, william. 2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta : PT. Bumi Aksara.Lein, Laura dan. 1989. Anak ; Bagaimana Mengasuh Anak Dan Pengaruh Anak Bagi Kehidupan Orang Tuanya.Tim Sosiologi. 2006. Sosiologi ; Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas X. Jakarta : yudistira.Tim Sosiologi. 2007. Sosiologi ; Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas XII. Jakarta : yudistira.Alatas, Alwi. 2005. Untuk 13X ; Remaja Juga Bisa Bahagia Sukses Mandiri. Jakarta : Penerbit Pena.

Label: KARYA ILMIAH PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN KARAKTERISTIK ANAK

HUBUNGAN POLA ASUH GIZI DENGAN STATUS GIZIBALITA USIA 4–12 BULAN DI WILAYAH KERJAPUSKESMAS MEDANG KABUPATEN BLORATAHUN 2006SKRIPSIUntuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakatpada Universitas Negeri SemarangOlehEndang SuwijiNIM 6450402116FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAANJURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT2006iiABSTRAKEndang Suwiji, 2006. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi padaBalita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang

Page 40: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Kabupaten Blora tahun 2006. Skripsi. Jurusan Ilmu KesehatanMasyarakat. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.Pembimbing I : Drs. Sutardji, M.S., Pembimbing II : Irwan Budiono,SKM.Kata Kunci : Pola Asuh Gizi, Status GiziData hasil survey BPS Semarang 2004 menunjukkan tingginya angkaprevalensi gizi kurang 2,34%, demikian juga dari hasil laporan dinas kesehatanKabupaten Blora menunjukkan tingginya angka prevalensi gizi kurang, yangmeningkat dari 12,16% menjadi 15,38% pada tahun 2003 sampai 2004. Dan padatahun 2005 terdapat 1,8% balita gizi buruk, 12,7% balita gizi kurang. Dari hasilpenelitian di Puskesmas Medang Kabupaten Blora dapat diketahui prevalensi gizikurang pada balita 45,59%. Berdasarkan kenyataan diatas permasalahan yangditeliti adalah Apakah status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Medang Kabupaten Blora ada hubungannya dengan pola asuhgizi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh gizidengan status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas MedangKabupaten Blora.Populasi penelitian ini adalah balita usia 4–12 bulan yang bertempattinggal di wilayah kerja puskesmas Medang Kabupaten Blora sejumlah 211 anak.Sampel berjumlah 68 balita dan dipilih secara random sampling. Variabel yangditeliti dalam penelitian ini adalah pola asuh gizi, meliputi praktek pemberianmakanan atau minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktekpemberian ASI, praktek pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan sebagaivariabel bebas dan status gizi pada anak balita sebagai variabel terikat.Pengumpulan data menggunakan metode observasi dan wawancara menggunakanangket. Analisis data menggunakan statistik chi square.Berdasarkan hasil penelitian, status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayahkerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora 45,59% kurang. Sedang praktek polaasuh gizi yang terdiri dari praktek pemberian makanan/minuman prelaktal 36,76%kurang, praktek pemberian kolostrum 44,12% tidak diberikan, praktek pemberianASI 47,06% sedang, praktek pemberian makanan pendamping ASI 57,35%sedang, dan praktek penyapihan 79,41% belum disapih. Hasil perhitunganmenunjukkan ada hubungan positif antara praktek pemberian makanan/minimanprelaktal(p=0,001,C=0,572), praktek pemberian kolostrum (p=0,001,φ =0,556),praktek pemberian ASI (p=0,001,C=0,499), praktek pemberian MP-ASI(p=0,001,C=0,515) dengan status gizi. Adapun praktek penyapihan tidakmenunjukan adanya hubungan dengan status gizi balita (p=0,115, φ =0,085).Saran yang dapat penulis ajukan bagi petugas Rumah Bersalin dan petugasPuskesmas yang menangani persalinan untuk memberikan pengertian pada ibuagar tidak memberikan makanan/minuman sebelum ASI keluar dan bagi petugaspenyuluhan di Puskesmas untuk memasukan penyuluhan tentang kolostrumkedalam program-program penyuluhan yang sudah ada.iiiABSTRACTEndang Suwiji, 2006. The Association Take Care Pattern of Nutrition withNutritional Status at Children 4-12 Months Old in the Work Zonalof Medang Public Health Center Blora Regency on 2006. Script.Study Program of Public Health Science, Sport Science Faculty, StateUniversity of Semarang. Teacher I : Drs. Sutardji, M.S., teacher II :Irwan Budiono , SKM.Keyword : Take Care Pattern of Nutrition, Nutritional Status.The survey result data of Semarang Statistical Center Agency 2004showed the high prevalence of under nutrition 2,34%, so the report result of Bloraregency Health Departement showed too the high prevalence of under nutrition,that inflate from 12,16% become 15,38% on 2003 untill 2004. And on 2004, therewas 1,8% childrens of bad nutrition, 12,7% childrens of under nutrition. From thestudy result at Medang Public Health Center Blora Regency, it could known thatunder nutrition prevalence at children 45,59%. Based on the reality above, theproblem that studied was there any association nutritional status of children 4-12months old at the work zonal of Medang Piblic Health Center Blora Regency withtake care pattern of nutrition. The aim of this study was to known the associationtake care pattern of nitrition status of children 4-12 months old at the work zonalof Medang Public Health Center Blora Regency.The population of this study were children 4-12 months old that lived atthe work zonal of Medang Public Health Center Blora Regency consist of 211childrens. The sample were consist of 68 childrens and it chose in randomsampling. The variables that studied in this study were take care pattern ofnutrition, includes the gift practical of prelactal food or drink, the gift practical of

Page 41: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

colostrum, the gift practical of breastfeeding, the gift practical of breastfeedingnearing food, and the wean practical such as independent variable and nutritionalstatus at children such as dependent variable. The data collecting was usingmethod of observation and interview that use questionnaire. The data analysis wasusing the statistical of Chi- Square.Based on the study result, nutritional status of children 4-12 months old atwork zonal of Medang Public Health Center Blora Regency 45,59% was undernutrition. Where as the practical of take care pattern that consist of the giftpractical of prelactal food or drink 36,76% was less, the gift practical of colostrum44,12%, was not gave, the gift practical of breastfeeding 47,06% was middle, thegift practical of breastfeeding nearing food 57,35% was middle, and the weanpractical 79,41% was not weaned. The calculation result showed that any positiveassociation between the gift practical of prelactal food or drink(p=0,001,C=0,572), the gift practical of colostrum (p=0,001, φ =O,556), the giftpractical of breastfeeding (p=0,001, C=0,499), the gift practical of breastfeedingnearing food (p=0,001,C=0,515) with nutritional status. The wean practical didnot showed there any association with nutritional status of children (p=0,115,φ =0,085).The suggestion that can proposed by writer for Babe’s Gave Birth Hospital officer andpublic health center officer that helpchildbirth are hopped to give knowladge for mothers so shedoes not giving food or drink before breastfeeding to go out and for the torching officers at publichealth center are hopped to entering about colostrum in the tourching programs that it had been.ivPENGESAHANTelah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan IlmuKesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas NegeriSemarangPada hari : SeninTanggal : 4 September 2006Panitia UjianKetua Panitia, Sekretaris,DR. Khomsin, M.Pd Drs. Herry Koesyanto, MSNIP. 131469639 NIP. 131571549Dewan Penguji,1. dr. Oktia Woro KH, M.Kes (Ketua)NIP. 1316951592. Drs. Sutardji, MS (Anggota)NIP. 1305235063. Irwan Budiono, SKM (Anggota)NIP. 132308392vMOTTO DAN PERSEMBAHANMotto :1. Kehidupan kita hari ini adalah hasil dari cara berpikir kita kemarin.Kehidupan besok akan ditentukan oleh apa yang kita pikirkan hari ini(Maxwell, 2004:26).2. Hati yang terang akan senantiasa berada dalam suasana damai danmendamaikan, tenang dan menenangkan, tentram dan mententramkan.(Aa Gym)3. Kelemahan terbesar adalah menyerah, jalan paling pasti menuju suksesadalah selalu mencoba sekali lagi.( Thomas A. Edison)Persembahan :Skripsi ini penulis persembahkan untuk:1. Allah SWT yang telah memberikannikmat-Nya2. Bapak dan ibu tercinta yang telahberjuang dan berdo’a demikeberhasilanku.3. Adikku Im dan Susi yang selalumemberikan motivasi.4. Teman kost “Panji Sukma I lantai 2(Lucas, Cemot, Gati, Proe, Danik dansemua)” atas keceriannya5. Teman IKM 02” yang tak terlupakan.6. Almamater Universitas Negeri Semarang.viKATA PENGANTAR

Page 42: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmatdan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syaratmenyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas IlmuKeolaragaan yang berjudul "Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi BalitaUsia 4-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang kabupaten Blora Tahun2006”Penyusunan Skripsi ini dapat diselesaikan juga berkat kerjasama, bantuandan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulismengucapkan terima kasih kepada :1. Drs. Sutardji, MS, Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas NegeriSemarang yang telah berkenan memberikan ijin penelitian dalam penyusunanskripsi ini dan selaku dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingandan arahan dalam penyusunan skripsi.2. dr. Oktia Woro K.H, M.Kes, Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat yangtelah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi ini.3. Irwan Budiono, SKM, Dosen Pembimbing II yang telah memberikanbimbingan dan arahan untuk penyusunan skripsi.4. dr. Abdul Hadi, selaku Kepala Puskesmas Medang Kabupaten Blora yangtelah memberikan ijin penelitian bagi penulis.5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi inisehingga selesaiviiSemoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipatganda dari Allah SWT. Akhirnya disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masihjauh dari sempurna, diharapkan adanya penelitian yang sejenis untukmendapatkan hasil yang lebih baik dan semoga hasil penelitian ini dapatbermanfaat bagi pembaca.Semarang, Agustus 2006PenulisviiiDAFTAR ISIHALAMAN JUDUL........................................................................................ iABSTRAK....................................................................................................... iiHALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ivMOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................... vKATA PENGANTAR ..................................................................................... viDAFTAR ISI.................................................................................................... viiiDAFTAR TABEL............................................................................................ xiDAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiiiBAB I PENDAHULUAN............................................................................. 11.1. Latar Belakang ............................................................................ 11.2. Rumusan Masalah....................................................................... 61.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 61.4. Manfaat Hasil Penelitian............................................................. 71.5. Keaslian Penelitian...................................................................... 81.6. Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 101.6.1. Ruang Lingkup Tempat .................................................... 101.6.2. Ruang Lingkup Waktu ..................................................... 101.6.3. Ruang Lingkup Materi...................................................... 10BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 112.1. Landasan Teori ......................................................................... 112.1.1. Pola Asuh Gizi .................................................................. 11ix2.1.1.1 Praktek pemberian makanan/minumanprelaktal............................................................... 112.1.1.2 Praktek pemberian kolostrum............................. 132.1.1.3 Praktek pemberian ASI ....................................... 142.1.1.4 Praktek pemberian MP-ASI................................ 172.1.1.5 Praktek penyapihan ............................................. 182.1.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi .. 202.1.1.7 Hubungan pola asuh Gizi dengan Status Gizi..... 242.1.2. Status Gizi......................................................................... 262.1.2.1. Pengertian Status Gizi........................................ 262.1.2.2. Penilaian Status Gizi .......................................... 272.1.2.3. Macam Status Gizi dengan Indikator BB/U,TB/U dan BB/TB.............................................. 292.1.2.4. Macam-macam Status Gizi dan Penyakit yang

Page 43: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

berhubungan dengan Status Gizi ...................... 302.1.2.5. Fakor-faktor yang mempengaruhi status gizibalita.................................................................. 332.2. Kerangka teori ........................................................................... 36BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 373.1. Kerangka Konsep........................................................................ 373.2. Hipotesis ..................................................................................... 383.3. Definisi Operasional ................................................................... 393.4. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................. 403.5. Populasi dan Sampel penelitian .................................................. 41x3.5.1. Popukasi penelitian......................................................... 413.5.2. Sampel Penelitian ........................................................... 413.6. Instrumen Penelitian ................................................................... 433.6.1. Antropometri Indeks BB/U ............................................ 433.6.2. Wawancara dengan menggunakan kuesioner................. 431. Validitas Instrumen..................................................... 432. Reliabilitas .................................................................. 443.7. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 463.7.1. Data Primer..................................................................... 463.7.2. Data Skunder ................................................................. 463.8. Teknik Analisis Data .................................................................. 463.8.1. Analisis Univariat........................................................... 473.8.2. Anilisis Bivariat.............................................................. 47BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 484.1.Hasil Penelitian ............................................................................ 484.1.1. Karakteristik Responden ................................................ 484.2.2. Analisis Univariat .......................................................... 494.1.3. Analisis Bivariat ............................................................. 534.2.Pembahasan ................................................................................. 60BAB V SIMPULAN DAN SARAN................................................................ 675.1. Simpulan .................................................................................... 675.2. Saran ........................................................................................... 68DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 69LAMPIRANxiDAFTAR TABELGambar Halaman1. Keaslian Penelitian..................................................................................... 72. Klasifikasi Status Gizi menurut WHO-NCHS........................................... 303. Definisi Operasional .................................................................................. 394. Distribusi Umur Responden....................................................................... 485. Distribusi Jenis Kelamin Responden ......................................................... 496. Distribusi Praktek Pemberian Makanan/Minuman Prelaktal..................... 497. Distribusi Praktek Pemberian Kolostrum .................................................. 508. Distribusi Praktek Pemberian ASI ............................................................. 519. Distribusi Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI ........................ 5110. Distribusi Praktek Penyapihan ................................................................... 5211. Distribusi Status Gizi Balita....................................................................... 5312. Tabel Silang Praktek Pemberian Makanan/Minuman Prelaktal denganStatus Gizi .................................................................................................. 5413. Tabel Silang Praktek Pemberian Kolostrum dengan Status Gizi............... 5514. Tabel Silang Praktek Pemberian ASI dengan Status Gizi ......................... 5615. Tabel Silang Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI denganStatus Gizi .................................................................................................. 5816. Tabel Silang Prakyek Penyapihan dengan Status Gizi .............................. 59xiiDAFTAR GAMBARGambar Halaman1. Kerangka Teori........................................................................................... 362. Kerangka Konsep....................................................................................... 37xiiiDAFTAR LAMPIRANLampiran Halaman1. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing...................................... 712. Surat Ijin Penelitian dari Fakultas ........................................................... 723. Surat Ijin Penelitian dari Kesbanglinmas Blora........................................ 734. Surat Keterangan Selesai Penelitian ......................................................... 74

Page 44: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

5. Daftar Populasi dan Sampel...................................................................... 756. Instrumen Penelitian ............................................................................... 777. Data Hasil Uji Coba Kuesioner dan Nilai rTabel ..................................... 838. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Pemberian MakananPrelaktal .................................................................................................... 859. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Pemberian ASI...................... 8610. Analisis Validitas dan Reliabilitas Angket Pemberian MP-ASI............... 8711. Data Hasil penelitian ............................................................................... 8812. Deskripsi Data Hasil penelitian ............................................................... 9113. Analisis Chi Square................................................................................... 9614. Tabel Rujukan BB/U menurut WHO-NCHS............................................ 10015. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian........................................................ 101xiv1BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGSejak Dasawarsa 1990-an, kata kunci pembangunan bangsa dinegara berkembang, termasuk di Indonesia adalah Sumber Daya Manusia(SDM). Terciptanya keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan eratdengan kualitas SDM yang baik. Dalam menciptakan SDM yang bermutu,perlu ditata sejak dini yaitu dengan memperhatikan kesehatan anak-anak,khususnya anak balita. Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunanditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.Salah satu unsur penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangatpenting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkanbeberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawanterhadap penyakit, menurunnya tingkat kecerdasan, dan terganggunyamental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematiananak (Soegeng Santoso, 2004:70).Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untukpertumbuhan, perkembangan, pemeliharaan dan aktivitas. Masalah gizi yangmerupakan masalah kesehatan masyarakat, dipengaruhi beberapa faktorantara lain: penyakit infeksi, konsumsi makanan, tingkat pendapatankeluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkatpengetahuan ibu tentang gizi, pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga,budaya pantang makanan, dan pola asuh gizi. Selain itu status gizi jugadapat dipengaruhi oleh praktek pola asuh gizi yang dilakukan dalam rumahtangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatankesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhandan perkembangan anak. Menurut Zeitlin Marian (2000:122) yang dikutipoleh Amy Prahesti (2001: 21) mengatakan bahwa salah satu aspek kuncidalam pola asuh gizi adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI.Lebih lanjut praktek penyusuan dapat meliputi pemberian makananprelaktal, kolostrum, menyusui secara eksklusif dan praktek penyapihan.Praktek pola asuh gizi dalam rumah tangga biasanya berhubunganerat dengan faktor pendapatan keluarga, tingkat pendidikan danpengetahuan ibu. Menurut Suhardjo (1986:33) anak–anak yang tumbuhdalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizidiantara seluruh anggota keluarga lainnya dan anak yang kecil biasanyapaling terpengaruh oleh kurang pangan. Sebab dengan bertambahnya jumlahanggota keluarga maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyakorang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda perluzat gizi yang relatif lebih banyak dari pada anak-anak yang lebih tua.Dengan demikian anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukupmakanan yang memenuhi kebutuhan gizi. Keadaan diatas akan lebih burukjika ibu balita memiliki perilaku pola asuh yang kurang baik dalam halpenyusuan, pemberian MP-ASI serta pembagian makanan dalam keluarga.Di dalam keluarga besar dengan keadaan ekonomi lemah, anak-anak dapatmenderita oleh karena peghasilan keluarga harus digunakan oleh banyakorang. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakinbervariasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya. Sehingga jumlah anggotakeluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhioleh konsumsi makanan. Dalam hal ini faktor selera dari masing-masinganggota keluarga sangat berpengaruh. Tidak semua anggota keluargamenyukai jenis makanan yang sama. Kecil kemungkinan seorang ibu rumahtangga menyediakan jenis makanan yang berbeda-beda setiap hari sesuaikeinginan tiap anaknya, ditambah juga diperlukan makanan khusus untuk

Page 45: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

balita sebagai MP-ASI.Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan(seperti penyakit menular dan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.Suatu keluarga besar karena besarnya tanggungan, secara relatif harustinggal berdesak-desakan didalam rumah yang luasnya terbatas. Hal inimemudahkan penularan penyakit menular dikalangan anggota-anggotanya,karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang jumlahnyabesar, maka dapat dipastikan terjadi kekurangan makanan yang bernilai gizidan juga tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia(Soekidjo Notoatmodjo, 2003:18).Pola asuh yang berhubungan dengan perilaku kesehatan setiap hari,mempunyai pengaruh terhadap kesakitan anak selain struktur keluarga. Padaumumnya perilaku ini dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan giziyang dimiliki ibu. Contoh dalam keadaan anak sakit. Dalam keadaantersebut tentunya reaksi ibu akan berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi jugajika jarak antara anak pertama dengan anak kedua kurang dari 2 tahun, makaperhatian ibu terhadap pemeliharaan atau pengasuhan anak yang pertamaakan dapat berkurang setelah kehadiran anak berikutnya, padahal anaktersebut masih memerlukan perawatan khusus (Maryati Sukarni, 1994:16).Perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau berdasarkanhasil pencatatan dan laporan (RR) program dari Badan Pusat Statistik (BPS)Semarang, dapat dijelaskan bahwa keadaan gizi masyarakat Jawa Tengahseperti yang tercermin dalam hasil penimbangan balita adalah sebagaiberikut, data tahun 2004 menunjukkan jumlah balita yang ada 2.816.199 danjumlah tersebut yang datang dan ditimbang di posyandu sebanyak 1.993.448dengan rincian yang naik berat badannya 1.575.486 anak (79,03 %) danbalita yang berada di bawah garis merah (BGM) sebanyak 46.676 anak(2,34 %). Data tersebut menunjukan bahwa di Jawa Tengah masih banyakbalita yang status gizinya berada di bawah standar.Dari hasil data BPS tentang jumlah kecamatan rawan gizi dan statusgizi bayi dan balita Propinsi Jawa Tengah juga dapat dijelaskan bahwa diKabupaten Blora hanya ada satu kecamatan yang bebas rawan gizi, artinyadari 24 kecamatan yang ada di Kabupaten Blora, 23 diantaranya mengalamirawan gizi dan tingginya angka gizi kurang pada bayi dan balita. Dari hasillaporan dinas kesehatan Kabupaten Blora (2004), menyebutkan bahwa diKabupaten Blora jumlah kasus balita dengan status gizi kurang masih tinggi.Pada tahun 2003 jumlah kasus balita dengan status gizi kurang mencapai12,16 %, prosentase jumlah ini meningkat pada tahun 2004 menjadi 15,38%. Laporan terbaru dari Dinas Kesehatan Kabupaten Blora berupa hasilpenimbangan serentak balita Puskesmas bulan Agustus 2005 terdapat 1,8%balita gizi buruk,12,7% balita gizi kurang.Keadaan gizi pada balita usia 4–12 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Medang dilaporkan pada bulan Februari 2006 bahwa jumlahbalita dengan usia 4-12 bulan sebanyak 176 anak, yang hadir dalampenimbangan sebanyak 154 anak. Dari hasil penimbangan dapat diketahuistatus gizi balita, untuk gizi kurang sebanyak 17,1% dan gizi buruksebanyak 1,6%. Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah balitausia 4–12 bulan dengan alasan : Bayi usia < 4 bulan belum menyelesaikanprogram ASI eksklusif, dan bayi usia > 12 bulan dikawatirkan ibu lupaterhadap riwayat pola asuh gizi yang telah diberikan di masa lalu.Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkeinginan untuk melakukanpenelitian di wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora denganalasan sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani,buruh, dan serabutan. Rata-rata pendidikan ibu rendah, dan pengetahuan ibutentang gizi kurang.Dari sini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayahkerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora sebagai bahan skripsi denganjudul “Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status gizi pada Balita Usia 4–12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun2006“.1.2 RUMUSAN MASALAHData diatas menggambarkan tingginya kasus balita dengan statusgizi kurang dari tahun 2003 yang mencapai 12,16%, pada tahun 2004mengalami peningkatan prosentase menjadi 15,38% dan tahun 2005 terdapat1,8% balita gizi buruk , 12,7% balita gizi kurang.Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diajukan pertanyaanpenelitian sebagai berikut : “Apakah status gizi balita usia 4-12 bulan diwilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora ada hubungannya dengan

Page 46: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

pola asuh gizi?”1.3 TUJUAN PENELITIAN1.3.1 Tujuan UmumMengetahui hubungan pola asuh gizi dengan status gizi pada anakbalita usia 4–12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora.1.3.2 Tujuan Khusus1) Mendeskripsikan pola asuh gizi yang meliputi praktek pemberianmakanan/minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktekpemberian ASI, praktek pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihanpada bayi.2) Mendeskripsikan status gizi balita usia 4–12 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Medang Kabupaten Blora.3) Menguji hubungan praktek pemberian makanan/minuman prelaktal,praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI, praktekpemberian MP-ASI, praktek penyapihan dengan status gizi balita usia 4–12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten blora.1.4 MANFAAT HASIL PENELITIANPenelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :1.4.1 PenelitiPenelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna menambahbekal ilmu pengetahuan yang diperoleh peneliti dari perkuliahan.1.4.1 MasyarakatPenelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakatkhususnya ibu yang memiliki balita untuk dijadikan sebagai informasiprogram penyebarluasan dan penyuluhan tentang pengolahan gizi dalamkeluarga dan dampak yang diakibatkan karena masalah gizi pada anak balita.1.4.1 PuskesmasPenelitian ini diharapkan dapat manjadi masukan dalam pengelolaanprogram gizi di wilayah kerja Puskesmas Medang Blora.1.5 KEASLIAN PENELITIANTabel 1Keaslian PenelitianNo. JudulPenelitianNamaPenelitiTahun danTempatPenelitianRancanganPenelitianVariabelPenelitianHasil Penelitian1 2 3 4 5 6 71. Hubunganpola asuhgizidengangangguanpertumbuhan(GrowthFaltering)pada anakusia 0-12bulan.AmyPrahesti2001KecamatanSumowonoKabupatenSemarangCaseControl1.Pola asuh giziyangmeliputi:praktekpemberian

Page 47: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

makanan/minumanprelaktal,praktekpemberiankolostrum,pola• Variabel yang menunjukanhubungan dengan growthfaltering adalah : Praktekpemberianmakanan/minumanprelaktal (nilai p=0,01,OR=4,449).• Variabel yang lain tidakmenunjukan hubungan,yaitu : Praktek pemberiankolostrum (nilai p=0,069,1 2 3 4 5 6 72.3.Hubunganpola asuhgizi denganperkembangan bayiusia 6-12bulan diwilayahkerjaPuskesmasPagarAgungProvinsiSumateraSelatan.Hubunganantarapendapatankeluargadan polaasuh gizidenganstatus gizianak balitaKurniatiNinikAsri .R2003WilayahkerjaPuskesmasPagarAgungProvinsiSumateraSelatan.2005BetokanDemakCrossSectionalCrossSectionalpemberianASI, praktekpemberianMP-ASI,masukan zatgizi danpraktekpenyapihan.2. Gangguanpertumbuhan

Page 48: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

1.Pola asuh giziyangmeliputi:praktekpemberianmakanan/minumanprelaktal,praktekpemberiankolostrum,polapemberianASI, polapemberianMP-ASI, danpraktekpenyapihan.2.Perkembanganbayi.1. Pendapatankeluarga2. Pola Asuhgizi3. Status giziOR=2,672), Pola pemberianASI (nilai p=0,812,OR=1,893), masukan zatgizi (nilai p=0,365,OR=1,509), praktekpenyapihan (nilai p=0,237,OR=2,697)• Ada hubungan riwayatpemberianmakanan/minumanprelaktal dg perkembangan(p=0,011)• Ada hubungan riwayatpemberian kolostrum dgperkembangan bayi(p=0,039)• Ada hubungan polapemberian ASI dgperkembangan bayi(p=0,025)• Ada hubungan polapemberian MP-ASI dgperkembangan bayi(p=0,028).• Tidak ada hubunganpraktek penyapihan dgperkembangan bayi (0,246).• Tidak ada hubungan antarapendapatan dg status gizi• Ada hubungan antara polaasuh gizi dengan status gizianak balita.1 2 3 4 5 6 74.5.HubunganpolapemberianASI danMP-ASIdengankejadianKEP padabayi usia 4-12 bulanPengaruhstatuspemberianASI thd

Page 49: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

status gizibayi usia 4-11 bulan.TheresiaSpika N.EttyDwiLastani2004MuktiharjoKidul Kec.PedurungnKotaSemarang2001Kec.Kalibawng,KulonProgo, DIYCrossSectionalCasecontrol1. PolapemberianASI2. PolapemberianMP-ASI3. KejadianKEP1. ASIEksklusif2. Status Gizi• Ada hubungan polapemberian ASI dg kejadianKEP (nilai p=0,023,R=0,266)• Ada hubungan polapemberian MP-ASI dgkejadian KEP (nilaip=0,024, R=0,265)Ada pengaruh statuspemberian ASI terhadapstatus gizi (tingkatkemaknaan 0,027,R=3,898)Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan seperti terdapatpada tabel diatas, penelitian yang akan dilaksanakan ini berbeda dalam hal waktudan tempat penelitian, selain itu dalam penelitian tersebut di atas terdapat hasilyang kurang konsisten, seperti pada penelitian pertama terdapat hasil tidak adahubungan antara praktek pemberian kolostrum, ASI, asupan zat gizi dan praktekpenyapihan dengan gangguan pertumbuhan. Sedangkan pada penelitian kedua,ketiga, keempat dan kelima ada hubungan antara praktek pemberian kolostrum,ASI, MP-ASI, dengan perkembangan bayi, status gizi dan kejadian KEP, olehkarena itu perlu diadakan penelitian kembali.1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN1.6.1 Ruang Lingkup TempatPenelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Medang yangmeliputi 10 Desa.1.6.2 Ruang Lingkup WaktuPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei s/d Agustus danpengambilan data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikatdilakukan pada saat yang bersamaan.1.6.3 Ruang Lingkup MateriMateri yang akan diteliti adalah tentang gizi.

11BAB IILANDASAN TEORI2.1 LANDASAN TEORI2.1.1 Pola Asuh Gizi.

Page 50: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Pola asuh gizi merupakan praktek dirumah tangga yangdiwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan sertasumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan danperkembangan anak. Menurut Soekirman (2000: 84), pola asuh adalahberupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberimakan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungandengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental). Sedangkanmenurut Zeitlin Marian (2000:122) yang dikutip oleh Amy Prahesti(2001: 21) mengatakan bahwa salah satu aspek kunci dalam pola asuhgizi adalah praktek penyusuan dan pemberian MP-ASI. Lebih lanjutpraktek penyusuan meliputi pemberian makanan prelaktal, kolostrum,menyusui secara eksklusif, dan praktek penyapihan. Adapun aspek kuncipola asuh gizi adalah :2.1.1.1 Praktek pemberian makanan/minuman prelaktal.1) Batasan makanan/minuman prelaktalMakanan prelaktal adalah makanan dan minuman yang diberikankepada bayi sebelum ASI keluar, misal air kelapa, air tajin, madu, pisang,susu bubuk, susu sapi, air gula, dan sebagainya (Depkes RI, 2000:2).12Kebiasaan memberikan makanan prelaktal harus dihindari karena dirasatidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayi dan ibu bayi(Savage, 1991:37).2) Bahaya pemberian makanan/minuman prelaktalUntuk bayi:a. Bayi tidak mau mengisap susu dari payudara karena pemberianmakanan ini menghentikan rasa lapar.b. Diare sering terjadi karena makanan ini mungkin tercemar.c. Bila yang diberikan susu sapi alergi sering terjadi.d. Bayi bingung mengisap puting susu ibunya bila pemberian makananlewat botol.e. Saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernamakanan selain ASI.Untuk Ibu:a ASI keluar lebih lama karena bayi tidak cukup mengisap.b Bendungan dan mastitis mungkin terjadi karena payudara tidakmengeluarkan ASI.c Ibu sulit menyusui dan cenderung berhenti menyusui.(Savage, 1991:37).3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian makanan/minumanprelaktalPemberian makanan/minuman prelaktal masih sering dilakukanterutama bagi bayi yang lahir di Rumah Sakit (RS) atau Rumah SakitBersalin (RSB). Pemberian ini didorong oleh sulitnya/sedikitnya ASI13yang dihasilkan. Jenis minuman prelaktal yang diberikan biasanya adalahsusu formula. Praktek pemberian ini menjadi semakin meningkat denganbanyaknya iklan dan poster mengenai susu formula yang terpasang di RSdan RSB. Akibat lanjut dari hal ini bahwa ibu lebih senang memberi susuformula kepada bayinya dari pada menyusui. Sedangkan bagi ibu-ibu dipedesaan yang melahirkan dengan pertolongan dukun bayi biasanya jugamasih sering memberi makanan prelaktal ini dengan alasan yang tidakjauh berbeda dengan diatas, yaitu bahwa ASI sulit keluar dan sangat lamasehingga bayi terus menangis. Pengetahuan gizi ibu yang rendah semakinmendorong praktek ini. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan bayi,dan mengganggu keberhasilan menyusui (Depkes RI, 2000:2).2.1.1.2 Praktek pemberian kolostrum1) Batasan kolostrumKolostrum (susu pertama) adalah ASI yang keluar pada hari-haripertama setelah bayi lahir (4-7 hari) berwarna kekuning-kuningan danlebih kental karena mengandung banyak vitamin, protein, dan zatkekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari penyakit infeksi(Depkes RI, 2005:4).Menurut Suhardjo, dkk (1986:114) cairan yang dikeluarkan daribuah dada ibu selama beberapa hari pertama setelah bayi dilahirkanmerupakan suatu cairan yang menyerupai air, agak kuning yangdinamakan kolostrum. Cairan tersebut mengandung lebih banyak proteindan mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya.14

Page 51: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit yangdialihkan melalui susu dari tubuh ibu kepada bayi yang diteteki. Bahananti tersebut membantu bayi menyediakan sedikit kekebalan terhadapinfeksi penyakit, selama bulan-bulan pertama dari hidupnya.2) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian kolostrumMeskipun kolostrum sangat penting untuk meningkatkan dayatahan bayi terhadap penyakit, namun masyarakat terutama ibu-ibu masihbanyak yang tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (Depkes RI,2000:2). Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidaktahuan merekaakan manfaat kolostrum bagi bayinya. Kebanyakan ibu-ibu di pedesaanyang persalinannya ditolong oleh dukun bayi belum terlatih selalumembuang kolostrum dengan alasan bahwa ASI tersebut mengandungbibit penyakit. Biasanya kolostrum tersebut dikubur bersama plasentabayi. Selain karena kepercayaan tersebut di beberapa daerah memangterdapat tradisi yang mengharuskan untuk membuang kolostrum.Sedangkan sedikitnya penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatanuntuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat semakin memperburukkeadaan ini.2.1.1.3 Praktek pemberian ASIPola pemberian ASI merupakan model praktekpenyusuan/pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya pada usia 4 bulanpertama kehidupan bayi. Pola pemberian ASI dibedakan menjadi 2macam yaitu pola eksklusif dan pola non eksklusif (Depkes RI, 1998:2).151) Batasan ASI eksklusif dan non eksklusifASI eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi sejak lahirsampai usia 4 bulan tanpa diberi makanan pendamping ataupun makananpengganti ASI. Sedangkan ASI non eksklusif adalah pola pemberian ASIyang ditambah dengan makanan lain baik berupa MP-ASI maupun susuformula (Depkes RI, 1998:3).2) Alasan pemberian ASI eksklusif antara lain adalaha. Pada periode usia bayi 0–4 bulan kebutuhan gizi bayi baik kualitasmaupun kuantitas terpenuhi dari ASI saja tanpa harus diberikanmakanan/minuman lainya.b. Pemberian makanan lain akan mengganggu produksi ASI danmengurangi kemampuan bayi untuk mengisap.c. Zat kekebalan dalam ASI maksimal dan dapat melindungi bayi dariberbagai penyakit infeksi.Asam lemak essensial dalam ASI bermanfaat untuk pertumbuhanotak sehingga merupakan dasar perkembangan kecerdasan bayidikemudian hari. Penelitian menunjukan bahwa IQ pada bayi yang diberiASI memiliki IQ point 4,3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8,3 point lebih tinggi pada usia8,5 tahun, dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes RI,2005:11).3) Kebutuhan ASI bayiRata-rata bayi memerlukan 150 ml susu per kilogram BB perhari,16sehingga bayi dengan BB 3,5 Kg memerlukan 525 ml sehari, bayi 5 Kgmemerlukan 750 ml, dan bayi 7 Kg memerlukan 1 L per hari. Apabilabayi mengikuti garis pertumbuhan normalnya selama 6 bulan pertamamaka kebutuhan susu 15 L (Savage, 1991:30).4) Lama MenyusuiIbu selalu dinasehati untuk menyusui selama 3-5 menit dihari-haripertama dan 5–10 menit dihari-hari selanjutnya. Namun demikian,pengisapan oleh bayi biasanya berlangsung lebih lama antara 15–25menit (Winarno F.G, 1990:78).5) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI.Hal-hal yang mendasar yang sangat berhubungan dengan polapemberian ASI adalah pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif, baikmaksud maupun manfaat pemberian ASI tersebut bagi bayi. Pengetahuanini dapat ditingkatkan dengan penyuluhan oleh petugas kesehatan.Dengan sedikitnya frekuensi penyuluhan yang dilakukan makapengetahuan ini akan sulit ditingkatkan dan perubahan kearah praktekyang diharapkan akan sulit diwujudkan. Selain itu sedikitnya ASI yangdihasilkan juga mendorong praktek pemberian ASI dilakukan secaraparsial dimana ASI tetap diberikan dengan ditambah dengan susuformula. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung berpengaruh

Page 52: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

terhadap pemberian ASI ini antara lain keterlibatan sosial orang tua,pekerjaan orang tua, serta pendidikan orang tua. Hal ini lebih bisadimaklumi sebab interaksi orang tua dengan lingkungannya akanmenambah pengalaman yang berguna untuk melakukan praktek yanglebih baik (Satoto,1990:54).172.1.1.4 Praktek pemberian MP-ASI1) Batasan MP-ASIMakanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yangdiberikan pada bayi setelah bayi berusia 4-6 bulan sampai bayi berusia 24bulan. Selain MP-ASI, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi, palingtidak sampai usia 24 bulan. MP-ASI merupakan makanan tambahan bagibayi, makanan ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhikebutuhan bayi. Jadi MP-ASI berguna untuk menutupi kekurangan zatzatgizi yang terkandung didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelasbahwa peranan MP-ASI bukan sebagai pengganti ASI tetapi untukmelengkapi atau mendampingi ASI (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina,2000:14).2) Tujuan pemberian MP-ASITujuan pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi danzat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat mencukupikebutuhan bayi yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnyaumur dan berat badan. Gangguan terhadap pertumbuhan danperkembangan anak yang normal dapat terjadi ketika kebutuhan energidan zat gizi bayi tidak terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupanmakanan bayi yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberianmakanan tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu faktorterjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi pengaruh yangcukup besar (Diah Krisnatuti, Ririn Yenrina, 2000:15).183) Hal-hal yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASIMenurut Zetlein Marian (2000:124) yang dikutip oleh AmyPrahesti (2001: 25) faktor utama yang berpengaruh terhadap praktekpemberian MP-ASI adalah pengetahuan dan pendidikan ibu. Denganpendidikan yang cukup ditunjang pengetahuan gizi modern akanmenjadikan praktek pemberian MP-ASI kepada bayi semakin baik.Selain itu ternyata lingkungan sosial juga tidak lepas pengaruhnya padahal ini. Dalam kebudayaan tertentu adanya kebiasaan makan bagi bayiyang khas dengan berbagai pantangan yang ada sangat mempengaruhibaik tidaknya praktek penberian MP-ASI oleh ibu bagi bayinya(Ebrahim,G.J, 1988:74).2.1.1.5 Praktek penyapihan1) Batasan PenyapihanMasa penyapihan adalah proses dimana seorang bayi secaraperlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makanan orangdewasa sehingga secara bertahab bayi semakin kurangketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akanberhenti (Savage, 1991:105). Bayi yang sehat pada usia penyapihan akantumbuh dan berkembang sangat pesat, sehingga perlu penjagaan khususuntuk memastikan bahwa bayi mendapat makanan yang benar (DepkesRI, 1998:19).2) Masa penyapihanMasa penyapihan dapat terjadi pada waktu yang berbahaya bagi19bayi. Di beberapa tempat, bayi pada usia penyapihan tidak tumbuhdengan baik, maka sering jatuh sakit dan lebih sering terkena penyakitinfeksi terutama diare, dibanding waktu-waktu lain. Bayi-bayi yangkurang gizi mungkin akan menjadi lebih buruk keadaannya pada masapenyapihan. Makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit membuatbayi tidak tumbuh dengan baik. Hal ini dapat terlihat pada KMS terjadikenaikan Berat Badan yang tidak memuaskan atau dalam keadaan yanglebih parah terjadi penurunan Berat Badan (Depkes RI, 1998:10).3) Hal-hal yang berpengaruh terhadap praktek penyapihan diniPenyapihan dimulai pada umur yang berbeda pada masyarakatyang berbeda. Menurut studi WHO pada tahun 1981 dipelajari bahwajumlah ibu-ibu di pedesaan yang mulai penyapihan lebih awal tidaksebanyak diperkotaan. Di daerah semi perkotaan, ada kecenderunganrendahnya frekuensi menyusui dan ASI dihentikan terlalu dini karena ibu

Page 53: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

kembali bekerja. Hal ini menyebabkan kebutuhan zat gizi bayi/anakkurang terpenuhi apalagi kalau pemberian MP-ASI kurang diperhatikan,sehingga anak menjadi kurus dan pertumbuhannya sangat lambat(Depkes RI, 2000:3). Selain karena alasan tersebut kegagalan penyusuanakibat pemberian makanan atau minuman prelaktal sebelum ASI keluarjuga menjadi alasan praktek penyapihan dilakukan secara dini, disampingkarena ASI tidak keluar dari sesaat sesudah melahirkan (Savage,1991:99).202.1.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh GiziFaktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh gizi antara lain:1) Tingkat pendapatan keluargaKeadaan ekonomi keluarga relatif lebih mudah diukur danberpengaruh besar pada konsumsi pangan, dimana konsumsi pangan padabalita ditentukan dari pola asuh gizi, terutama pada keluarga golonganmiskin. Hal ini disebabkan karena penduduk golongan miskinmenggunakan sebagian besar pendapatannya untuk memenuhi kebutuhanmakanan. Dua peubah ekonomi yang cukup dominan sebagai determinanpola asuh gizi adalah pendapatan keluarga dan harga (baik harga panganmaupun harga komoditas kebutuhan dasar) (Yayuk Farida B, dkk2004:74).Perubahan pendapatan dapat mempengaruhi perubahan pola asuhgizi yang secara langsung mempengaruhi konsumsi pangan pada balita.Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membelipangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Sebaliknyapenurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan dalam hal kualitasdan penurunan kuantitas pangan yang dibeli (Yayuk Farida B, dkk2004:74).2) Tingkat pendidikan ibuMenurut Kunaryo Hadikusumo (1996:35) yang dikutip olehHardianto (2001:11) tingkat pendidikan adalah jenjang aktifitas danusaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan21membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, rasa, karsa,cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indera dan keterampilanketerampilan)melalui pendidikan formal. Adapun tingkat pendidikan dinegara kita meliputi : pendidikan dasar, pendidikan menengah danpendidikan tinggi.Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang pentingdalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik,maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutamatentang cara pengasuhan anak yang baik/cara mempraktekkan pola asuhdalam kehidupan sehari-hari, bagaimana cara menjaga kesehatan anak,pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995:10).3) Tingkat pengetahuan ibuSuatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizididasarkan pada tiga kenyataan :1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dankesejahteraan.2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannyamampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhanyang optimal, pemeliharaan dan energi.3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga pendudukdapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraangizi.Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan22pangan dan nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia.Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakanfaktor penting dalam masalah kurang gizi. Lain sebab yang penting darigangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi ataukemampuan untuk menerapkan informasi, dengan pengetahuan yangkurang dapat menentukan pola asuh gizi yang dilaksanakan sehari-hari(Suhardjo, dkk, 1986:31).4) Jumlah anggota keluargaBesar kecilnya jumlah anggota keluarga akan berpengaruhterhadap pembagian pangan pada masing-masing anggota keluarga(Chaterine Lee 1989:180). Pada keluarga yang memiliki balita, dengan

Page 54: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

jumlah anggota keluarga yang besar bila tidak didukung denganseimbangnya persediaan makanan di rumah maka akan berpengaruhterhadap pola asuh yang secara langsung mempengaruhi konsumsipangan yang diperoleh masing-masing anggota keluarga terutama balitayang membutuhkan makanan pendamping ASI.Program Keluarga Berencana telah mencanangkan bahwa jumlahanggota keluarga yang paling ideal adalah 4 orang. Program pemerintahini bertujuan agar anggota keluarga dengan jumlah sekian diharapkandapat lebih memudahkan keluarga tersebut mencukupi semua kebutuhananggota keluarganya, tanpa menanggung beban kebutuhan anggotakeluarganya yang banyak. Namun program pemerintah ini belum 100 %berhasil. Terbukti dengan masih banyaknya keluarga yang memiliki23jumlah anggota keluarga yang banyak. Hal ini lebih banyak dilihat padakeluarga yang tinggal di pedesaan.Menurut Maryati Sukarni (1994:192) penelitian di suatu negaraColombia menunjukan bahwa dengan kenaikan jumlah anak, jumlahmakanan per orang akan menurun sehingga terjadi pertambahan kasuskurang gizi pada anak-anak dibawah lima tahun. Jika jarak kelahiranpendek, akan mempengaruhi status kesehatan dan gizi baik bagi bayiyang baru lahir ataupun pada anak sapihan, sehingga angka kematiananak kurang dari dua tahun akan meningkat. Ada pengaruh status gizianak dan masyarakat pada jumlah keluarga. Dengan adanya perbaikanstatus gizi anak dan ibu akan meningkatkan tekanan penduduk sehinggadengan demikian program ditujukan pada pembatasan pertumbuhanpenduduk.5) Budaya pantang makananPola asuh dan pola konsumsi makanan merupakan hasil budayamasyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus-menerusmenyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuanbudaya masyarakat tersebut. Pola asuh ini diajarkan dan bukanditurunkan secara herediter dari nenek moyang sampai generasi sekarangdan generasi-generasi yang akan datang. Pendapat masyarakat tentangkonsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihanbahan makanan. Salah satu pengaruh yang sangat dominan terhadap polakonsumsi adalah pantangan atau tabu. Terdapat jenis-jenis makanan yang24tidak boleh dimakan oleh kelompok umur tertentu atau oleh perempuanremaja atau perempuan hamil dan menyusui. Larangan ini sering tidakjelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan larangan dari penguasasupernatural, yang akan memberi hukuman bila larangan tersebutdilanggar. Namun demikian, orang sering tidak dapat mengatakandengan jelas dan pasti, siapa yang melarang tersebut dan apa alasannya(Achmad Djaeni Sediaoetomo, 1999:17).2.1.1.7 Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status GiziMenerut Soekirman (2000:84) pola asuh gizi anak adalah sikapdan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengananak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasihsayang dan sebagainya. Kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadaptumbuh kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai dapatmenyebabkan anak tidak suka makan atau tidak diberikan makananseimbang, dan juga dapat memudahkan terjadinya penyakit infeksi yangkemudian dapat berpengaruh terhadap status gizi anak.Pola asuh gizi pada balita terdiri dari praktek pemberianmakanan/minuman prelaktal, pemberian kolostrum, pemberian ASI,pemberian MP-ASI dan penyapihan.Savage (1991:37) menjelaskan adanya hubungan antara praktekpemberian makanan/minuman prelaktal dengan status gizi, yang manamakanan/minuman prelaktal tersebut memang tidak seharusnya diberikankarena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna25makanan selain ASI dan apabila dipaksakan dapat menimbulkanterjadinya penyakit infeksi yang dapat mempengaruhi status gizi bayi.Menurut Suhardjo (1985:114) kolostrum dapat mempengaruhistatus gizi balita, karena kolostrum mengandung lebih banyak protein,mineral serta sedikit karbohidrat dari pada susu ibu sesudahnya.Kolostrum juga mengandung beberapa bahan anti penyakit yang dapatmembantu bayi menyediakan kekebalan terhadap penyakit infeksi yang

Page 55: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

mempengaruhi status gizi.Konsumsi makanan yang diperoleh bayi umur 0-12 bulan berasaldari pola asuh gizi yang salah satunya adalah praktek pemberian ASI.ASI merupakan makanan yang terbaik bagi bayi dan anak bibawah umur2 tahun. ASI mengandung zat gizi yang lengkap dalam jumlah yangmencukupi kebutuhan bayi sampai dengan umur 4 bulan, sehingga ASIadalah makanan tunggal yang seharusnya diberikan kepada bayi umur 0-4 bulan. Selain itu ASI mengandung zat kekebalan yang dapatmelindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. ASI juga merupakanmakanan yang bersih, praktis dengan suhu yang sesuai dengan bayi/anakserta dapat meningkatkan hubungan psikologis serta kasih sayang antaraibu dan anak. Dengan demikian jelas bahwa ASI mempunyai hubunganterhadap status gizi, semakin baik praktek pemberian ASI maka semakinbaik pula status gizi bayi (Depkes RI,1998:2).Selain ASI konsumsi makanan yang diperoleh bayi dibawah umur2 tahun adalah makanan pendamping ASI (MP-ASI). Makanan ini26diberikan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan gizi bayi yangsemakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur bayi.Sebagaimana dijelaskan oleh Soekirman (2000:84) bahwa salah satufaktor langsung dari status gizi adalah konsumsi makanan, maka secaratidak langsung praktek pemberian MP-ASI merupakan salah satu faktorlangsung dari status gizi pada bayi.Pengaruh praktek penyapihan terhadap status gizi bayi dijelaskanoleh Depkes RI (1998:19) bahwa bayi yang sehat pada usia penyapihanakan tumbuh dengan pesat dan sehat, sehingga kekawatiran terjadinyagizi kurang akibat penyakit infeksi dapat dihindari. Sedangkan menurut(Savage, 1991:105) masa penyapihan adalah proses dimana seorang bayisecara perlahan-lahan memakan makanan keluarga ataupun makananorang dewasa sehingga secara bertahap bayi semakin kurangketergantungannya pada ASI dan perlahan-lahan proses penyusuan akanterhenti. Dengan demikian praktek penyapihan secara langsungmempengaruhi konsumsi makanan pada bayi dimana konsumsi makanantersebut merupakan faktor langsung dari status gizi.2.1.2 Status Gizi2.1.2.1 Pengertian Status GiziMenurut Soekirman (2000:65) status gizi berarti keadaankesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengansalah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Suhardjo(1986:15) mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh yang27disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan.Berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa,status gizi merupakan keadaan atau tingkat kesehatan seseorang padawaktu tertentu akibat pangan pada waktu sebelumnya.2.1.2.2 Penilaian Status GiziMenurut Supariasa,dkk (2001:18), penilaian status gizi dapatdibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidaklangsung.1) Penilaian satus gizi secara langsungPenilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empatpenilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau darisudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan denganberbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dariberbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umumdigunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsijaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa,dkk, 2001 : 19).Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untukmenilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahanyang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut,28mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuhseperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya untuk survei klinis secaracepat (rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi

Page 56: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu ataulebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat statusgizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign)dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa, dkk, 2001 : 19).Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimenyang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macamjaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin,tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode inidigunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaanmalnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, dkk, 2001 : 20).Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizidengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnyadapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senjaepidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa,dkk, 2001 : 20).2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak LangsungPenilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tigayaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan statusgizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang29dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikangambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat,keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihanatau kekurangan zat gizi (Supariasa, dkk, 2001 : 20).Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah denganmenganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematianberdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebabtertentu dan data lainnya dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkansebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizimasyarakat (Supariasa, dkk, 2001 : 20).Faktor Ekologi digunakan untuk mengungkap bahwa malnutrisimerupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangattergantung dari keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dll.Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahuipenyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar melakukanprogram intervensi gizi (Supariasa, dkk, 2001:21).2.1.2.3. Macam status gizi dengan indikator BB/U, TB/U, danBB/TB.Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi denganmenggunakan antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan,lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada (Supariasa, dkk2001:38). Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilaistatus gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan30menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan(BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air,lemak, tulang, dan otot. Indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhanlinier. Indeks BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakahkekurangan gizi terjadi secara kronis atau akut (Supariasa, dkk, 2001:69).Dalam buku petunjuk Teknik Pemantauan Status Gizi (PSG) anakbalita tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5,yaitu: gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk. Bakurujukan yang digunakan adalah World Health Organization-NationalCenter for Health Statistics (WHO-NCHS), dengan indeks berat badanmenurut umur. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalamPemantauan Status Gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakanbaku rujukan WHO-NCHS dengan klasifikasi seperti terlihat pada tabel.Tabel 2Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHSKategori Cut of poin *)Gizi lebihGizi BaikGizi SedangGizi KurangGizi Buruk120% Median BB/U baku WHO-NCHS

Page 57: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

80%-120% Median BB/U baku WHO-NCHS70%-79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS60%-69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS< 60% Median BB/U baku WHO-NCHS.(Supariasa, dkk, 2001 : 76)2.1.2.4 Macam-macam status gizi dan penyakit yang berhubungandengan status giziMenurut Soekirman (2000:61), Status gizi anak balita dibedakanmenjadi :311) Status gizi baikStatus gizi baik yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuaipenggunaan untuk aktivitas tubuh. Refleksi yang diberikan adalahkeselarasan antara pertumbuhan berat badan dengan umurnya. Adapunciri-ciri anak berstatus gizi baik dan sehat menurut DepartemenKesehatan RI (1993) dalam Soegeng Santoso dan Anne Lies R.(1999:3)adalah sebagai berikut :a. Tumbuh dengan normalb. Tingkat perkembangannya sesuai dengan tingkat umurnya.c. Mata bersih dan bersinard. Bibir dan lidah tampak segare. Nafsu makan baikf. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak keringg. Mudak menyesuaikan duri dengan lingkungan.2) Status Gizi lebihGizi lebih adalah suatu keadaan karena kelebihan konsumsipangan. Keadaan ini berkaitan dengan kelebihan energi dalam hidanganyang dikonsumsi relatif terhadap kebutuhan penggunaannya atau energyexpenditure. Ada tiga zat penghasil energi utama yaitu karbohidrat,lemak dan protein. Kelebihan energi dalam tubuh, diubah menjadi lemakdan ditimbun dalam tempat-tempat tertentu. Jaringan lemak inimerupakan jaringan yang relatif inaktif, tidak langsung berperan sertadalam kegiatan kerja tubuh. Orang yang kelebihan berat badan, biasanya32karena jaringan lemak yang tidak aktif tersebut. Kondisi seperti ini akanmeningkatkan beban kerja dari organ-organ tubuh, terutama kerja jantung(Achmad Djaeni S, 2000:27).3) Kurang Gizi (Status Gizi Kurang dan Status Gizi Buruk)Status Gizi Kurang atau Gizi Buruk terjadi karena tubuhkekurangan satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan. Beberapa halyang menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi adalah karena makananyang dikonsumsi kurang atau mutunya rendah atau bahkan keduanya.Selain itu zat gizi yang dikonsumsi gagal untuk diserap dan dipergunakanoleh tubuh. Kurang gizi banyak menimpa anak-anak khususnya anakanakberusia di bawah 5 tahun, karena merupakan golongan yang rentan.Jika kebutuhan zat-zat gizi tidak tercukupi maka anak akan mudahterserang penyakit.Macam-macam penyakit akibat dari Gizi Kurang dan Gizi Burukadalah sebagai berikut :a. MarasmusDengan ciri-ciri : Tampak sangat kurus tinggal tulang terbungkuskulit, wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringanlemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada, perut cekung, igagambang, sering disertai penyakit inveksi (kronis berulang), diare kronik/ konstipasi / susah buang air besar (Supariasa, dkk, 2001:131).b. KwasiorkorDengan ciri-ciri : Udema, umumnya seluruh tubuh terutama pada33punggung dan kaki, wajah membulat dan sembab, pandangan mata sayu,rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabuttanpa rasa sakit dan rontok, perubahan status mental, apatis, rewel,pembesaran hati, otot mengecil (hipertrofi) lebih nyata bila diperiksapada posisi berdiri atau duduk, kelainan kulit berupa bercak merah mudayang luas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas(crazy pavemen dermatosis), sering disertai penyakit infeksi umumnyaakut, anemia dan diare (Supariasa, dkk, 2001:131).c. Marasmus-KwarsiorkorGambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik

Page 58: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

kwarsiorkor dan marasmus, dengan BB/U < 50% baku median WHONCHSdisertai udema yang tidak mencolok (Supariasa, dkk 2001:131).2.1.2.5 Fakor-faktor yang mempengaruhi status gizi balitaBanyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktorfaktoryang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secaralangsung dan tidak langsung.Faktor yang mempengaruhi secara langsung :Menurut Soekirman (2000:84) penyebab langsung timbulnya gizikurang pada anak adalah konsumsi pangan dan penyalit infeksi. Keduapenyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizikurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanyapenyakit infeksi, terutama diare dan ispa. Anak yang mendapatkanmakanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnyadapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang tidak memperoleh34makanan cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat melemah.Dalam keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan kurang nafsumakan sehingga anak kekurangan makanan. Akhirnya berat badan anakmenurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung anak dapat menjadikurus dan timbulah kejadian kurang gizi.Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung :1) Pola Asuh GiziPola Asuh Gizi merupakan faktor yang secara langsungmempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian polaasuh gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan faktortidak langsung dari status gizi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhipola asuh gizi sudah dijelaskan diatas diantaranya: tingkat pendapatankeluarga, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengetahuan ibu, jumlahanggota keluarga dan budaya pantang makanan.2) PsikologiMenurut Sarwono Waspadji (2003:116) psikologi seseorangmempengaruhi pola makan. Makanan yang berlebihan atau kekurangandapat terjadi sebagai respons terhadap kesepian, berduka atau depresi.Dapat juga merupakan respons terhadap rangsangan dari luar sepertiiklan makanan atau kenyataan bahwa ini adalah waktu makan.3) GenetikGenetik menjadi salah satu faktor dari status gizi. Hal inidijelaskan oleh Ali Khomsan (2003:90) pada anak dengan status gizi35lebih atau obesitas besar kemungkinan dipengaruhi oleh orang tuanya(herediter). Bila salah satu orang tua mengalami gizi lebih atau obesmaka peluang anak untuk mengalami gizi lebih dan menjadi obes sebesar40%, dan kalau kedua orang tua mengalami gizi lebih atau obes makapeluang anak meningkat sebesar 80%. Selain genetik atau hereditas adafaktor lain yang mempengaruhi yaitu lingkungan, dimana lingkungan inimempunyai pengaruh terhadap pola makan seseorang.4) Pelayanan KesehatanPenyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidaklangsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluargaterhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan inimeliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan posyandu danpuskesmas, praktek bidan, dokter, dan rumah sakit (Soekirman 2000:85).362.2 KERANGKA TEORIHubungan tidak langsungHubungan langsungSumber : Modifikasi penulis disesuaikan dari bagan UNICEF (1998). The State ofthe World`s Children 1998. Oxford Univ. Press dalam Soekirman, 2000Gambar 1Kerangka TeoriTingkatPendidikanTingkatPengetahuanStatus GiziKonsumsiMakanan

Page 59: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Pola Asuh GiziInfeksiAkses untukmenjangkauPel.KesBudayaPantangMakananTingkatPendapatanPraktek pemb.Mak./min.prelaktalPraktekpemberiankolostrumPraktekpemberianASIPraktekpemberianMP-ASIPraktekpenyapihanJumlahAnggotaKeluargaPsikologiGenetik3737BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 KERANGKA KONSEPStatus gizi di pengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya faktorpenyakit infeksi, faktor konsumsi pangan, faktor pola asuh gizi, faktorpsikologi, faktor genetik dan faktor keterjangkauan pelayanan kesehatan(Soekirman, 2000:83).Disini tidak semua faktor diteliti. Faktor yang diteliti sebagai variabelbebas adalah pola asuh gizi, variabel terikatnya adalah status gizi sedangkansebagai variabel pengganggunya adalah penyakit infeksi.Keterangan :: Variabel bebas: Variabel terikat: Variabel penggangguGambar 2Kerangka KonsepPraktek pemb.Makanan/minumanprelaktalPraktek pemberiankolostrumPraktek pemberianASIPraktek penberianMP-ASIPraktek penyapihanStatus GiziPolaAsuhGiziPeny. Infeksi383.2 HIPOTESISDengan bertitik tolak pada landasan teori di atas maka hipotesis dalampenelitian ini adalah :3.2.1 Semakin dini diberikan makanan/minuman prelaktal maka semakinburuk status gizi balita.3.2.2 Bayi yang diberi kolostrum memiliki status gizi lebih baik dibandingyang tidak diberi kolostrum.3.2.3 Semakin baik praktek pemberian ASI maka semakin baik status gizibalita.

Page 60: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

3.2.4 Semakin baik praktek pemberian MP-ASI maka semakin baik statusgizi balita.3.2.5 Bayi yang disapih setelah umur dua tahun status gizinya lebih baikdibanding bayi yang disapih sebelum umur dua tahun.393.3 DEFINISI OPERASIONALTabel 3Definisi OperasionalNo Variabel Definisi CaraPengukuran Klasifikasi Skala1.2.3.4.Praktekpemberianmakanan/minumanprelaktalPraktekpemberiankolostrumPraktekpemberianASIPraktekpemberianMP-ASIAdalah tindakan ibu /penolong persalinanuntuk pemberianmakan/minumankepada bayi baru lahirselama ASI belumkeluar.(Depkes RI,2000:2)Adalah tindakan ibuuntuk memberikanASI yang keluarpertama kali setelahbayi lahir (4-7 hari)berwarna kekuningkuningandan lebihkental(Depkes RI,2005:4)Adalah praktek ibudalam memberikanASI kepada bayinyapada usia 4 bulanpertama.(Depkes RI,1998:2)Tindakan ibu untukmemberikan makanantambahan sebagaipelengkap danpendamping ASI.(Diah Krisnatuti,dkk,2000:15)Wawancaradengankuesionerno.1 - 3Wawancaradengankuesionerno.4Wawancaradengan

Page 61: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

kuesioner no.5 - 8Wawancaradengankuesioner no.9 - 17-Baik= 7 < Skor ≤ 9-Sedang= 5 < Skor ≤ 7-Kurang= 3 ≤ Skor ≤ 5- Diberi= Skor 2- Tidak beri= Skor 1- Baik=9,5<Skor≤12- Sedang=6,5<Skor≤9,5- Kurang= 4<Skor≤6,5- Baik=21<Skor≤ 27- Sedang=15<Skor≤ 21- Kurang= 9<Skor≤ 15OrdinalNominalOrdinalOrdinal40No.Variabel Definisi CaraPengukuranKlasifikasi Skala5.6.PraktekpenyapihanStatus giziAdalah tindakan ibuuntuk menghentikanpemberian ASI secarabertahab kepadabayinya dan digantidenganmakanan penggantiASI.(Savage,1997:105)Adalah keadaankesehatan fisikseseorang atausekelompok orangyang ditentukandengan salah satu ataudua kombinasi dariukuran-ukuran gizitertentu.(Soekirman, 2000:66)Wawancaradengankuesionerno.18Diukurdengan

Page 62: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

antropometriindeks BB/U.-BB diukurdengantimbangandacin-Umur dihitungdengan bulan- Belumdisapih=Skor 2- Disapih=Skor 1Indeks BB/U- Gizi lebih >120%- Gizi baik >80-120%- Gizi kurang60-79,9%- Gizi buruk< 60%NominalOrdinal3.4 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIANPenelitian ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan dua variabelyaitu variabel bebas dan variabel terikat. Jenis penelitian ini bersifat“eksplanatory research” (penelitian penjelasan) yaitu menjelaskan hubunganantara variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh melalui pengujianhipotesis. Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka metode penelitianyang digunakan adalah survey dengan pendekatan Cross-Sectional yaitumelakukan pengumpulan data yang menyangkut variabel bebas dan variabelterikat pada suatu saat yang bersamaan (Soekidjo Notoatmojo, 2002:26).413.4.1 Variabel Penelitian3.4.1.1 Variabel BebasVariabel bebas yaitu pola asuh gizi, meliputi praktek pemberianmakanan atau minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktekpemberian ASI, praktek pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan.3.4.1.2. Variabel TerikatVariabel terikat yaitu status gizi pada anak balita.3.5 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN3.5.1. Populasi penelitianPopulasi dalam penelitian ini adalah semua anak usia 4–12 bulanyang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas Medang KabupatenBlora sejumlah 211 anak.3.5.2. Sampel penelitianSampel dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 4–12 bulanyang terdaftar di posyandu Puskesmas Medang. Hal ini dilakukan untukmempermudah peneliti dalam penentuan dan pemilihan sampelpenelitian.Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal yangterdapat dalam populasi yaitu dengan rumus :n =1 N(d 2 )N+42Dimana :N : Ukuran populasin : Ukuran sampeld : Tingkat kepercayaan yang diinginkan yaitu 0,1 / 10 %.(Soekidjo notoadmojo, 2002:92).Sehingga didapat jumlah sampel sebagai berikut :

n = ( 2 ) 1 211 0,1211+

Page 63: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

= 68Berdasarkan karakteristik sampel maka sampel minimal yangdiambil sebanyak 68 anak dengan menggunakan teknik simple randomsampling.Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah :1) Bayi umur 4–12 bulan yang mempunyai KMS dengan catatan hasilpenimbangan lengkap minimal 3 bulan terakhir sampaidilaksanakannya penelitian.2) Bayi lahir normal/tidak prematur.3) Bayi dalam keadaan sehat (Tidak dalam keadaan sakit)Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :1) Bayi yang diasuh selain ibunya2) Subyek tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian.3) Tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap sehingga sulitdihubungi.433.6 INSTRUMEN PENELITIANInstrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :3.6.1 Antropometri indeks BB/UAlat yang digunakan untuk mengukur berat badan balita yaitutimbangan dacin, dengan ukuran minimal 20 kg dan maksimal 25 kg.Sedangkan untuk umur dihitung dengan bulan.3.6.2 Wawancara dengan menggunakan kuesioner.Kuesioner ini berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakanuntuk memperoleh data atau informasi tentang anak balita dan pola asuhgizi yang dilakukan ibu terhadap balita.3.6.2.1 Validitas InstrumenAlat ukur dikatakan valid atau sahih apabila mampu mengukurapa yang diinginkan serta dapat mengungkapkan data dari variabel yangditeliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukansejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambarantentang variabel yang dimaksud.Adapun untuk mengetahui tentang tingkat validitas instrumendilakukan uji coba responden yang selanjutnya dihitung dengan rumusKorelasi Product Moment sebagai berikut :

r xy = ( )( )

{N X 2 ( X )2}{N Y 2 ( Y )2}N XY X YΣ − Σ Σ − ΣΣ − Σ Σ44Keterangan :rxy : Koefisien KorelasiΣX : Jumlah skor itemΣY : Jumlah skor totalN : Jumlah subyekX2 : jumlah kuadrat skor itemY2 : Jumlah kuadrat skor total.(Suharsimi Arikunto,2002:146).Untuk mengetahui tingkat validitas item-item tersebut adalahdengan cara membandingkan hasil perhitungan validitas masing-masingitem dengan koefisien dengan koefisien korelasi sebagai berikut:a. 0,00 – 0,199 : sangat rendahb. 0,20 – 0,399 : rendahc. 0,40 – 0,599 : sedangd. 0.69 – 0,799 : kuate. 0,80 – 1,00 : sangat kuatDari hasil pengujian terhadap 3 item kuesioner mengenai praktekpemberian makanan prelaktal , 4 item kuesioner mengenai praktekpemberian ASI, dan 9 item kuesioner mengenai praktek pemberian MPASIdinyatakan valid karena nilai xy r > tabel r .3.6.2.2 ReliabilitasReliabilitas memiliki pengertian bahwa instrumen cukup dapatdipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena45instrumen itu sudah baik. Instrumen yang sudah dipercaya akanmenghasilkan data yang dapat dipercaya kebenarannya untuk

Page 64: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

mengetahui reliabilitas dari penelitian dengan menggunakan rumusalpha:r11 = ⎥⎦⎤⎢⎣⎡ Σ− ⎥⎦⎤⎢⎣⎡− 22

11 tb

KKσσketerangan :r 11 : reliabilitas instrumenK : banyaknya butir pertanyaan / banyaknya soalΣσb

2 : Jumlah varians butirσt

2 : varians total(Suharsimi Arikunto,2002:171)Dari tabel perhitungan reliabilitas diperoleh nilai alpha untuk itemkuesioner praktek pemberian makanan prelaktal yang dinyatakan validadalah 0,813, sedangkan untuk item kuesioner praktek pemberian ASIsebesar 0,849 dan untuk item kuesioner praktek pemberian MP-ASIadalah 0,897, karena pada tingkat signifikan 5% dengan n = 50 diperolehtabel r = 0,444. Dengan demikian seluruh item pertanyaan pada kuesionerpraktek pemberian makanan prelaktal, praktek pemberian ASI, danpraktek pemberian MP-ASI yang dianggap valid juga dinyatakan reliabeluntuk digunakan karena nilai 11 r > tabel r .463.7 TEKNIK PENGUMPULAN DATAData yang dikumpulkan berupa data primer dan skunder.3.7.1 Data primer diperoleh melalui :3.7.1.1 Observasi untuk mengetahui status gizi yang diukur denganindeks BB/U dengan melakukan penimbangan langsungmenggunakan dacin.3.7.1.2 Wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakankuesioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristikresponden (identitas ibu dan anak), praktek pemberian makananprelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI,praktek pemberian MP-ASI, dan praktek penyapihan.3.7.2 Data skunder diperoleh melalui Puskesmas, berupa data jumlahposyandu dan data mengenai jumlah balita usia 4–12 bulan.3.8 TEKNIK ANALISIS DATASetelah semua data dikumpulkan, dilakukan tahap-tahap pengolahandata yang meliputi :1) Editing, merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yangdiperoleh melalui wawancara.2) Koding, merupakan langkah memberikan kode pada masing-masingjawaban untuk memudahkan pengolahan data.3) Tabulasi, merupakan pengelompokan data berdasarkan variabel yangditeliti yang disajikan dalam tabel frekuensi.473.8.1 Analisa UnivariatAnalisa ini diperlukan untuk mendeskripsikan praktek pemberianmakanan/minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktekpemberian ASI, praktek pemberian MP-ASI, praktek penyapihan danstatus gizi pada balita usia 4–12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang.3.8.2 Analisa BivariatAnalisa ini diperlukan untuk menguji hubungan antara masingmasing

Page 65: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

variabel bebas yaitu praktek pemberian makanan/minumanprelaktal, praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI, praktekpemberian MP-ASI, praktek penyapihan dan variabel terikat yaitu statusgizi.Dalam analisa ini uji statistik yang digunakan adalah Chi Square.Karena variabel yang diteliti berskala ordinal dan menggunakan lebihdari dua kelompok sampel tidak berpasangan (Sopiyudin Dahlan 2004:5).48BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian4.1.1 Karakteristik Responden1) UmurBerdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa umur dari 68 balitadi wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora yang menjadiresponden dalam penelitian ini memiliki tingkat umur antara 4 sampai dengan12 bulan. Lebih jelasnya distribusi umur balita dalam penelitian ini dapatdilihat pada tabel berikut :Tabel 4.Distribusi Umur RespondenNo Rentang Umur Frekuensi Persentase (%)1234 – 6 Bulan7 – 9 Bulan10 – 12 Bulan14144020,5920,5958,82Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 4 di atas menunjukkan bahwa sebagian besarresponden dalam penelitian ini yaitu 58,82% adalah balita dengan umurantara 10 sampai dengan 12 bulan.2) Jenis KelaminBerdasarkan data penelitian dapat diketahui jenis kelami dari balitayang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar sebagian besar adalah49laki-laki.Lebih jelasnya distribusi jenis kelamin responden dalam penelitian inidapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 5.Distribusi Jenis Kelamin RespondenNo Jenis Kelami Frekuensi Persentase (%)12Laki-lakiPerempuan353351,4748,53Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar balitayang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki jenis kelamin laki-laki(51,47).4.1.2 Analisis Univariat1) Praktek Pemberian Makanan/minuman PrelaktalPraktek pemberian makanan/minuman prelaktal pada balita usia 4-12bulan di wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalamtabel berikut ini :Tabel 6.

Page 66: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Distribusi Praktek Pemberian Makanan/Minuman PrelaktalNo Kategori Frekuensi Persentase (%)123BaikSedangKurang33102548,5314,7136,76Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 200650Tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini mendapatkan makanan/minuman prelaktal dalam kategori baik(48,53%), sedangkan yang paling sedikit dalam kategori baik sedang(14,71%).2) Praktek Pemberian KolostrumPraktek pemberian kolostrum pada balita usia 4-12 bulan di wilayahkerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006 berdasarkan penelitianyang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini :Tabel 7.Distribusi Praktek Pemberian KolostrumNo Kategori Frekuensi Persentase (%)12DiberikanTidak diberikan383055,8844,12Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini mendapatkan kolostrum (55,88%).3) Praktek Pemberian ASIPraktek pemberian ASI pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006 berdasarkan penelitian yangdilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini :51Tabel 8.Distribusi Praktek Pemberian ASINo Kategori Frekuensi Persentase (%)123BaikSedangKurang26321038,2447,0614,17Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini mendapatkan ASI dalam kategori Sedang (47,06%) sedangkanpaling sedikit mendapatkan ASI dalam kategori kurang (14,74%).4) Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASIPraktek pemberian makanan pendamping ASI pada balita usia 4-12bulan di wilayah kerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006

Page 67: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalamtabel berikut ini :Tabel 9.Distribusi Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASINo Kategori Frekuensi Persentase (%)123BaikSedangKurang10391914,1757,3527,94Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini mendapatkan makanan pendamping ASI dalam kategori Sedang(57,35%) dan yang paling sedikit mendapat makanan pendamping ASI dalamkategori baik (14,17%).525) Praktek PenyapihanPraktek penyapihan pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerjaPuskesmas Medang Kabupaten Blora tahun 2006 berdasarkan penelitian yangdilakukan diperoleh hasil seperti disajikan dalam tabel berikut ini :Tabel 10.Distribusi Praktek PenyapihanNo Kategori Frekuensi Persentase (%)12Belum disapihDisapih541479,4120,59Jumlah 68 100Sumber : Data Penelitian 2006Tabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini belum disapih (79,41%), selebihnya yaitu 20,59% sudahdisapih.6) Status GiziPengumpulan data tentang status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayahkerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora dilakukan dengan antopometriindeks BB/U yaitu pengukuran berat badan dan umur. Hasil indeks BB/U iniselanjutnya dikonsultasikan dengan norma keadaan gizi untuk mengetahuikategori status gizi dari masing-masing balita. Berdasarkan penelitiandiperoleh data status gizi seperti disajikan pada tabel berikut:53Tabel 11.Distribusi Status Gizi BalitaNo. Kategori Frekuensi Prosentase (%)1.2.KurangBaik313745,5954,41Jumlah 68 100Sumber : Data Primer Hasil PenelitianTabel di atas menunjukkan bahwa paling banyak balita dalampenelitian ini memiliki status gizi baik (54, 41%).4.1.3 Analisis Bivariate

Page 68: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Uji bivariate dalam penelitian ini menggunakan rumus chi kuadratguna mengetahui ada tidaknya hubungan antara pola asuh gizi dengan statusgizi balita usia 4–12 tahun di wilayah Puskesmas Medang Kabupaten Bloratahun 2006. Data pola asuh gizi dalam penelitian ini ditinjau dari praktekpemberian makanan/minuman prelaktal, praktek pemberian kolostrum,praktek pemberian ASI, praktek pemberian makanan pendamping ASI danpenyapihan.1) Hubungan Praktek Pemberian Makanan/minuman Prelaktal dengan StatusGiziHasil tabulasi silang menunjukkan bahwa dari sebagian besar balitayang mendapatkan makanan/minuman prelaktal kurang status gizinya jugakurang sedangkan balita yang mendapatkan makanan/minuman prelaktal baikstatus gizinya juga baik. Lebih jelasnya hubungan antara prktek pemberianmakanan/minuman prelaktal dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabelberikut ini :54Tabel 12.Tabel Silang Praktek Pemberian Makanan/minuman Prelaktal dengan StatusGiziMakanan Prelaktal KuranSgt atus Gizi Baik TotalKurang %F 2322..0305 34..0401 2356..0706Sedang %F 57..0305 57..0305 1104..0701Baik %F 45..0808 2429..0605 3438..0503Total %F 3415..0509 3547..0401 16080.0.000Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 12 tersebut di atas menunjukkan bahwa dari36,76% balita yang mendapatkan makanan prelaktal kurang, 32,35%diantaranya memiliki status gizi kurang dan hanya 4,41% yang status gizinyabaik, dan dari 48,53% balita yang mendapatkan makanan prelaktal baik,42,65% diantaranya status gizinya juga baik dan hanya 5,88% yang statusgizinya kurang. Dengan demikian menunjukkan bahwa baik tidaknya praktekpemberian makanan prelaktal menentukan baik tidaknya status gizi seorangbalita.Secara statistik adanya hubungan antara praktek pemberian makananprelaktal dengan status gizi balita tersebut dibuktikan dari hasil uji chi square.Berdasar hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 < 0,05,Dengan demikian dapat diputuskan bahwa terdapat hubungan yang signifikanantara pola asuh gizi ditinjau dari praktek pemberian makanan prelaktaldengan status gizi balita. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pulakoefisien kontingensi antara praktek pemberian makanan prelaktal dengan55status gizi balita sebesar 0,572. Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwakeeratan hubungan antara praktek pemberian makanan prelaktal dengan statusgizi balita sebesar 0,572 termasuk kategori cukup erat.2) Hubungan Praktek Pemberian Kolostrum dengan Status GiziHasil tabel silang menunjukkan bahwa balita yang mendapatkankolostrum status gizinya lebih baik dibanding balita yang tidak mendapatkankolostrum. Lebih jelasnya hubungan antara praktek pemberian kolostrumdengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 13.Tabel Silang Praktek Pemberian Kolostrum dengan Status GiziKolostrum KuranSgt atus Gizi Baik TotalTidak diberi F 23.00 7.00 30.00% 33.82 10.29 44.12Diberi %F 181.0.706 3440..1020 3558..8080Total %F 3415..0509 3547..0401 16080.0.000Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 13 tersebut di atas menunjukkan bahwa dari44,12% balita yang tidak diberi kolostrum, 33,82% diantaranya memilikistatus gizi kurang dan hanya 10,29% yang status gizinya baik, sedangkan dari55,88% balita yang diberi kolostrum, 44,12% diantaranya status gizinya baikdan hanya 11,76% yang status gizinya kurang. Dengan demikianmenunjukkan bahwa baik tidaknya praktek pemberian kolostrum ikutmenentukan baik tidaknya status gizi seorang balita.Secara statistik adanya hubungan antara praktek pemberian kolostrum56dengan status gizi balita tersebut dibuktikan dari hasil uji chi square.Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 <

Page 69: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

0,05, dengan demikian dapat daputuskan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan antara pola asuh gizi ditinjau dari praktek kolostrum dengan statusgizi balita. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pula koefisien phi antarapraktek pemberian kolostrum dengan status gizi balita sebesar 0,556 dantermasuk kategori cukup erat.3) Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Status GiziHasil tabel silang menunjukkan bahwa dari sebagian besar balita yangmendapatkan ASI kurang status gizinya kurang sedangkan balita yangmendapatkan ASI baik satus gizinya juga baik. Lebih jelasnya hubunganantara praktek pemberian ASI dengan status gizi balita dapat dilihat padatabel berikut:Tabel 14.Tabel Silang Praktek Pemberian ASI dengan Status GiziASI Status GiziKurang BaikTotalKurang %F 193.0.204 11..4070 1140..7010Sedang F 19.00 13.00 32.00% 27.94 19.12 47.06Baik %F 34..0401 2333..0802 2368..0204Total F 31.00 37.00 68.00% 45.59 54.41 100.00Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 14 tersebut di atas menunjukkan bahwa dari14,71% balita yang mendapatkan ASI dalam kategori kurang, 13,24%57diantaranya memiliki status gizi kurang dan hanya 1,47% yang status gizinyabaik, dari 47,06% balita yang mendapatkan ASI dalam kategori sedang,27,94% diantaranya status gizinya kurang dan 33,8% yang status gizinyabaik, sedangkan dari 38,24% balita yang mendapatkan ASI dalam kategoribaik, 33,82% diantaranya satus gizinya baik dan hanya 4,41% yang statusgizinya kurang. Dengan demikian menunjukkan bahwa baik tidaknya praktekpemberian ASI ikut menentukan baik tidaknya status gizi seorang balita.Secara statistik adanya hubungan antara praktek pemberian ASIdengan status gizi balita tersebut dibuktikan dari hasil uji chi square.Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 <0,05, dengan demikian dapat daputuskan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan antara pola asuh gizi ditinjau dari praktek pemberian ASI denganstatus gizi balita. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pula koefisienkontingensi antara praktek pemberian ASI dengan status gizi balita sebesar0,499. Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa keeratan hubungan antarapraktek pemberian ASI dengan status gizi balita sebesar 0,499 termasukkategori cukup erat.4) Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan StatusGiziHasil tabel silang menunjukkan bahwa dari sebagian besar balita yangmendapatkan makanan pendamping ASI dalam kategori kurang status gizinyakurang sedangkan balita yang mendapatkan makanan pendamping ASI dalamkategori baik satus gizinya juga baik. Lebih jelasnya hubungan antara praktek58pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi balita dapat dilihatpada tabel berikut ini :Tabel 15.Tabel Data Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dengan Status GiziMP - ASI KurangS tatus GiziB aik TotalKurang %F 1257..0000 22..0904 1279..0904Sedang %F 1204..0509 2356..0706 3579..0305Baik %F ..0000 1104..0701 1104..0701Total %F 3415..0509 3547..0401 16080.0.000Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 15 tersebut di atas menunjukkan bahwa dari27,90% balita yang mendapatkan makanan pendamping ASI dalam kategorikurang, 25,00% diantaranya memiliki status gizi kurang dan hanya 2,94%yang status gizinya baik, dari 57,35% balita yang mendapatkan makananpendamping ASI dalam kategori sedang, 36,78% diantaranya status gizinyabaik dan 20,69% yang status gizinya kurang, sedangkan dari 14,71% balitayang mendapatkan makanan pendamping ASI dalam kategori baik seluruhnyamemiliki status gizinya baik. Dengan demikian menunjukkan bahwa baik

Page 70: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

tidaknya praktek pemberian makanan pendamping ASI ikut menentukan baiktidaknya status gizi seorang balita.Secara statistik adanya hubungan antara praktek pemberian makananpendamping ASI dengan status gizi balita tersebut dibuktikan dari hasil ujichi square. Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu590,001 < 0,05, dengan demikian dapat daputuskan bahwa terdapat hubunganyang signifikan antara pola asuh gizi ditinjau dari praktek pemberianmakanan pendamping ASI dengan status gizi balita. Berdasarkan hasilperhitungan diperoleh pula koefisien kontingensi antara praktek pemberianmakanan pendamping ASI dengan status gizi balita sebesar 0,515. Dari hasiltersebut dapat dijelaskan bahwa keeratan hubungan antara praktek pemberianmakanan pendamping ASI dengan status gizi balita sebesar 0,515 termasukkategori cukup erat.5) Hubungan Praktek Penyapihan dengan Status GiziHasil tabel silang menunjukkan bahwa baik balita yang disampihmaupun yang belum disampih memiliki kecenderungan status gizi yang sama.Lebih jelasnya hubungan antara praktek penyapihan dengan status gizi balitadapat dilihat pada tabel berikut ini :Tabel 16.Tabulasi Silang Praktek Penyapihan dengan Status GiziPenyapihan KuranSgt atus Gizi Baik TotalDisapih F 9.00 5.00 14.00% 13.24 7.35 20.59Belum disapih F 22.00 32.00 54.00% 32.35 47.06 79.41Total F 31.00 37.00 68.00% 45.59 54.41 100.00Sumber : Data Penelitian 2006Berdasarkan tabel 16 tersebut di atas menunjukkan bahwa dari20,59% balita yang disapih, 13,24% diantaranya memiliki status gizi kurangdan 7,35% yang status gizinya baik, sedangkan dari 79,41% balita yang60belum disapih, 32,35% diantaranya status gizinya kurang dan 47,06% yangstatus gizinya baik. Dengan demikian menunjukkan bahwa praktekpenyapihan tidak ikut menentukan baik tidaknya status gizi seorang balita.Secara statistik tidak adanya hubungan antara praktek penyapihandengan status gizi balita tersebut dibuktikan dari hasil uji chi square.Berdasarkan hasil perhitungan harga p-value yang diperoleh yaitu 0,115 >0,05, dengan demikian dapat daputuskan bahwa tidak terdapat hubungan yangsignifikan antara pola asuh gizi ditinjau dari praktek penyapihan denganstatus gizi balita. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pula koefisien phiantara praktek penyapihan dengan status gizi balita sebesar 0,085. Dari hasiltersebut dapat dijelaskan bahwa keeratan hubungan antara praktekpenyapihan dengan status gizi balita sebesar 0,085 termasuk kategori sangatlemah.4.2 PembahasanStatus gizi balita salah satunya pengaruhi oleh praktek pola asuh giziyang dilakukan dalam rumah tangga yang diwujudkan dalam tersedianyapangan dan perawatan dan perkembangan anak. Menurut Ninik Asri.R (2005)semakin tinggi pola asuh akan dikuti kenaikan status gizi. Secara lebihspesifik praktek pola asuh tersebut meliputi pemberian makanan prelaktal,kolostrum, pemberian ASI, pemberian makanan pendamping ASI dan praktekpenyapihan.Secara nyata berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa praktek61pola asuh gizi yang terdiri dari pemberian makanan prelaktal, pemberiankolostrum, pemberian ASI, dan pemberian makanan pendamping ASIberhubungan secara signifikan dengan status gizi balita, sedangkan untukpraktek penyapihan tidak berhubungan secara signifikan dengan status gizibalita.4.2.1 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Prelaktal Dengan Status GiziBalitaHasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuatantara pola asuh gizi pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang Kabupaten Blora dari indikator pemberian makanan prelaktal denganstatus gizi balita ditunjukkan dari harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 <0,05. Bentuk hubungan pemberian makanan prelaktal dengan status gizi balita

Page 71: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

adalah hubungan positif yang ditunjukkan dari harga koefisien kontingensiyang bertanda positif, artinya semakin baik praktek pemberianmakanan/minuman prelaktal (sebelum ASI keluar balita tidak diberi makananprelaktal) maka akan semakin baik pula status gizi balita.Adanya hubungan pemberian makanan/minuman prelaktal denganstatus gizi balita ini memberikan gambaran lebih konkrit bahwa praktekpemberian makanan prelaktal betul-betul harus dihindari sebab dengandiberikan makanan prelaktal status gizi bayi menjadi menurun. Lebih lanjutSavege (1997:37) menegaskan praktek pemberian makanan prelaktal iniharus dihindari karena tidak perlu dan malah bisa membahayakan bagi bayidan ibu bayi. Adapun bahaya pemberian makanan prelaktal bagi bayi menjadi62tidak mampu mengisap susu dari payudara ibu, saluran pencernaan bayibelum cukup kuat untuk mencerna makanan selain asi sehingga seringmenyebabkan diare, dan bayi menjadi bingung untuk mengisap puting ibu.Sedangkan bagi ibu bendungan dan mastitis makin terjadi karena payu daratidak mengeluarkan ASI dan sering menjadi penyebab berhentinya praktekpenyusuan karena ibu kesulitan untuk menyusui. Lebih lanjut Depkes RI(2000:2) menegaskan bahwa pemberian makanan prelaktal bagi bayi sangatberbahaya bagi kesehatan bayi karena dapat menggangu keberhasilanmenyusui.4.2.2 Hubungan Praktek Pemberian Kolostrum Dengan Status Gizi BalitaHasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuatantara pola asuh gizi pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang Kabupaten Blora dari indikator pemberian kolostrum dengan statusgizi balita ditunjukkan dari harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 < 0,05.Bentuk hubungan pemberian kolostrum dengan status gizi balita adalahhubungan positif yang ditunjukkan dari harga koefisien phe yang bertandapositif, artinya semakin baik praktek pemberian makanan prelaktal maka akansebakin baik pula status gizi balita. Adanya hubungan pemberian kolostrumdengan status gizi balita ini disebabkan kolostrum atau susu pertama banyakmengandung vitamin, protein, dan zat-zat kekebalan tubuh yang penting bagikesehatan balita dari penyakit maupun infeksi. Pentingnya pemberiankolostrum pada bayi ditegaskan oleh Depkes RI (2004:4) yang menyatakanbahwa pemberian kolostrum penting untuk meningkatkan daya tahan bayi63terhadap penyakit karena kolostrom mengandung banyak protein, vitamin danzat kekebalan yang penting untuk kesehatan bayi dari berbagai penyakitinfeksi. Dr. Hamam Hadi (2005) menambahkan bahwa jumlah kolostrumyang diproduksi, bervariasi tergantung dari isapan bayi pada hari-haripertama kelahiran, walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhikebutuhan gizi bayi oleh karena itu, harus diberikan kepada bayi.4.2.3 Hubungan Praktek Pemberian ASI Dengan Status Gizi BalitaHasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuatantara pola asuh gizi pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang Kabupaten Blora dari indikator pemberian ASI dengan status gizibalita ditunjukkan dari harga p-value yang diperoleh yaitu 0,001 < 0,05.Bentuk hubungan pemberian ASI dengan status gizi balita adalah hubunganpositif yang ditunjukkan dari harga koefisien kontingensi yang bertandapositif, artinya semakin baik praktek pemberian ASI maka akan semakin baikpula status gizi balita. Adanya hubungan pemberian ASI dengan status gizibalita ini disebabkan ASI merupakan makanan sangat dibutuhkan balitakarena selain memenuhi kebutuhan gizi bagi balita, ASI juga mengandungberbagai zat kekebalan yang dapat mempertinggi tingkat kesehatan balita.Hasil penelitan ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukanTheresia Spika Ningrum (2004) yang memperoleh simpulan bahwa praktekpemberian ASI yang baik dapat mengurangi kejadian KEP pada balita usia 4–12 bulan di Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan Pedurungan KotaSemarang. Hasil penelitian di Bogor tahun 2001 dalam Depkes RI (2005)64menunjukan bahwa anak yang diberi ASI Eksklusif sampai usia 4 bulan tidakada yang menderita gizi buruk ketika mereka berusia 5 bulan. Denganpenanggulangan terjadinya kekurangan gizi pada balita melalui salah satuupaya pola asuh gizi yaitu praktek pemberian ASI yang baik maka diharapkanadanya kejadian kurang gizi pada balita dapat terhindari.4.2.4 Hubungan Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI DenganStatus Gizi BalitaHasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat

Page 72: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

antara pola asuh gizi pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang Kabupaten Blora dari indikator pemberian makanan pendampingASI dengan status gizi balita ditunjukkan dari harga p-value yang diperolehyaitu 0,001 < 0,05. Bentuk hubungan pemberian makanan pendamping ASIdengan status gizi balita adalah hubungan positif yang ditunjukkan dari hargakoefisien kontingensi yang bertanda positif, artinya semakin baik praktekpemberian makanan pendamping ASI maka akan semakin baik pula statusgizi balita.Makanan pendamping ASI merupakan makanan tambahan yangdiberikan pada bayi setelah berumur 4-6 bulan sampai bayi berumur 24 bulan.Kedudukan makanan pendamping ASI ini merupakan makanan tambahanbagi bayi guna menutupi kekurangan zat-zat gizi yang terkandung di dalamASI, seiring dengan bertambahnya umur balita maka semakin meningkat pulakebutuhan gizi balita. Hasil tersebut mendukung penelitian yang dilakukanTheresia Spika Ningrum (2004), memperoleh simpulan bahwa pemberian65makanan pendamping ASI yang baik dapat mengurangi terjadinya KEP padabalita usia 4–12 bulan di Kelurahan Muktiharjo Kidul Kecamatan PedurunganKota Semarang.Sampel dalam penelitian ini adalah balita usia 4-12 bulan dimanadengan bertambahnya umur balita bertambah pula kebutuhan gizinya, olehkarena itu balita sejak usia 4 bulan mulai diberi makanan pendamping selainASI, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita. Dalam pemberianmakanan pendamping ASI perlu diperhatikan waktu pemberian, frekuensi,porsi, pemilihan bahan makanan, cara pembuatan dan cara pemberiannya.Selain itu perlu juga diperhatikan pemberian makanan pada waktu anak sakitdan bila ibu bekerja di luar rumah. Depkes RI (2005:1) menyatakan bahwapemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat waktu (terlalu diniatau terlalu lambat) serta tidak mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnyadapat mempengaruhi status gizi balita.4.2.5 Hubungan Praktek Penyapihan Dengan Status Gizi BalitaHasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antarapola asuh gizi pada balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja PuskesmasMedang Kabupaten Blora dari indikator penyapihan dengan status gizi balitaditunjukkan dari harga p-value yang diperoleh yaitu 0,115 > 0,05. Hasilpenelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Amy Prahesti (2001),yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara praktek penyapihandengan gangguan pertumbuhan pada anak usia 0-12 bulan.Tidak adanya hubungan antara praktek penyapihan dengan status gizi66balita disebabkan pada umumnya praktek penyapihan pada balita di wilayahkerja Puskesmas Medang Kabupaten Blora rata-rata di atas umur 24 bulansehingga dengan dihentikannya pemberian ASI pada balita tidak berpengaruhsecara nyata bagi status gizi balita sebab pada usia tersebut balita telahterbiasa dengan pemberian makanan pendamping berupa bubur ataupun nasilunak serta sayuran sehingga kebutuhan gizi balita tetap tercukupi dari suplaimakanan tersebut. Pola penyapihan diatas sesuai dengan yang dianjurkan olehDepkes RI (1998:10) yang menyatakan bahwa anak memungkinkan disapihjika telah berumur 24 bulan. Alasan penyapihan dilakukan pada anak berumurlebih dari 24 bulan karena pada umur tersebut ASI masih diproduksi dalamjumlah cukup, dan sesuai anjuran agama bahwa sebaiknya bayi disapih bilatelah mencapai umur 24 bulan.67BAB VSIMPULAN DAN SARAN5.1 SimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada Bab IV dapat diambilsimpulan:1. Pola asuh gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas MedangKabupaten Blora yang terdiri dari praktek pemberian makanan/minumanprelaktal 48,53% baik, praktek pemberian kolostrum 55,88% diberikan,praktek pemberian ASI 38,24% baik, praktek pemberian MP-ASI 57,35%sedang dan praktek penyapihan 79,41% belum disapih.2. Status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas MedangKabupaten Blora 54,41% baik.3. Ada hubungan positif antara praktek pemberian makanan/miniman prelaktal,praktek pemberian kolostrum, praktek pemberian ASI, praktek pemberianMP-ASI dengan status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Page 73: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Medang Kabupaten Blora dan tidak ada hubungan praktek penyapihandengan status gizi balita usia 4-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas MedangKabupaten Blora dengan nilai.685.1 SaranTingginya angka prevalensi gizi kurang di kabupaten Blora dapatdilihat pada tahun 2003 dan 2004 yang mengalami peningkatan dari 12,16%menjadi 15,38%. Dan pada tahun 2005 terdapat 1,8% balita gizi buruk, 12,7%balita gizi kurang. Hasil penelitian di Puskesmas Medang Kabupaten Blora dapatdiketahui prevalensi gizi kurang pada balita 45,59%. Sedang praktek pola asuhgizi yang terjadi, diantaranya praktek pemberian makanan prelaktal 36,76%kurang dan praktek pemberian kolostrum 44,12% tidak diberikan. Berdasarkankenyataan diatas saran yang dapat diajukan penulis adalah :1) Adanya hubungan positif antara praktek pemberian makanan/minumanprelaktal dengan status gizi (p=0,001, C=0,572) disarankan bagi petugasRumah Bersalin dan petugas Puskesmas yang menangani persalinan untukmemberikan pengertian pada ibu agar tidak memberikan makanan/minumansebelum ASI keluar.2) Adanya hubungan positif antara praktek pemberian kolostrum dengan statusgizi (p=0,001, C=0,485) disarankan bagi petugas Puskesmas untuk memasukanpenyuluhan tentang kolostrum kedalam program-program penyuluhan yangsudah ada.3) Adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh gizi dengan status gizidisarankan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai balita untuklebih memperhatikan praktek pola asuh gizi yang diberikan pada balitanyaguna mencegah terjadinya gizi kurang pada balita usia 4-12 bulan.69DAFTAR PUSTAKAAli Khomsan. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : RajagrafindoPersadaAchmad Dajaeni, S. 1999a. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat2000b. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta : DianRakyatAmy Prahesti. 2001. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Gangguan Pertumbuhan(Growth Faltering) pada Anak Usia 0-12 Bulan di KecamatanSumowono Kabupaten Semarang. Skirpsi S-1. Universitas Diponegoro.Catherine Lee. 1989. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta : Arcan.Depkes RI. 2000. Makanan Pendamping ASI. JakartaDepkes RI. 2005. Manajemen Laktasi. JakartaDepkes RI. 1998. Buku Pedoman ASI Eksklusif Bagi Petugas. SemarangDepkes RI. 1992. Makanan sehat Balita dan Ibu Hamil. Jakarta

Status gizi dan perkembangan inteligensi

Pendahuluan

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM (Amarita dan Falah, 2004).

Kurang gizi khususnya Kurang energi protein (KEP) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Prevalensi balita gizi kurang, balita kurus dan balita pendek masih tinggi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi gizi kurang (BB/U <-2 SD WHO 2006) sebesar 18,4%, balita pendek ( TB/U <-2 SD WHO 2006) sebesar 36,8 %, dan balita kurus (BB/TB <-2 SD WHO 2006) sebesar 13,6 %. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun prevalensi gizi kurang sudah menurun di mana lebih rendah dari target pembangunan kesehatan Indonesia 2009 sebesar 20% dan Millenium Development Goals (MDGs) 2015 sebesar 18,5%,

Page 74: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

namun prevalensi balita pendek dan balita kurus masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes RI, 2008).

KEP yang terjadi pada usia awal masa kanak-kanak akan memiliki dampak yang bersifat permanen pada usia selanjutnya. KEP dapat mengakibatkan perubahan structural dan fungsional otak  yang sebagiannya dapat bersifat permanen. Anak-anak dengan kekurangan gizi berat memiliki kepala yang lebih kecil daripada anak yang normal berdasar hasil pemeriksaan auditory-evoced potensials, dan tetap abnormal walaupun telah terjadi pemulihan dari stadium akut (Baker-Henningham & Grantham-McGregor, 2009).

Menurut Hadi (2005), masa balita ini menjadi lebih penting lagi oleh karena merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Terlebih lagi 6 bulan terakhir masa kehamilan dan dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki. Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan rata-rata anak-anak yang tidak stunted (UNICEF, 1998).

Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan yang kuat antara gizi buruk pada usia kanak-kanak dini dengan berkurangnya tingkat kecerdasan anak di kemudian hari. Watanabe et al. (2005) menemukan pengaruh  yang signifikan dari intervensi gizi dan stimulasi pada peningkatan skor tes kognitif anak pendek/stunted. Mendez & Adair (1999) yang melakukan penelitian  di Filipina menemukan bahwa anak yang pendek sejak lahir sampai usia 2 tahun memiliki skor kognitif yang rendah dibandingkan dengan anak yang normal pada usia 8 dan 11 tahun.

Pengertian Kecerdasan

Menurut Binet dan Simon dalam Azwar, (2008) bahwa inteligensi atau kecerdasan terdiri atas tiga komponen, yaitu a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan-tindakan, b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocriticism.

Binet juga beranggapan bahwa inteligensi bersifat monogeneik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum. Intelegensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang. Binet juga menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasarkan suatu criteria tertentu.

Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup cerdas atau tidak dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu, Inilah yang dimaksud dengan komponen arah, adaptasi, dan kritik. Salah satu cara yang digunakan untuk menyatakan tinggi-rendahnya tingkat kecerdasan adalah dengan menerjemahkan hasil tes inteligensi ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat kecerdasan seseorang bila dibandingkan  secara relative terhadap suatu norma.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan

Faktor genetik :

Faktor genetik merupakan modal dasar untuk dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas pertumbuhan. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal

Secara biologis, individu berkembang dari dua sel benih yaitu sel telur (ovum) yang ada pada ibu dan sel sperma yang berasal dari ayah yang akan membuahi sel telur. Sperma dan sel telur masing-masing berisi 23 kromosom, yaitu struktur yang berisi faktor-faktor herediter. Di dalam setiap kromosom terdapat struktur yang lebih kecil yang disebut sebagai gen. Gen inilah yang sesungguhnya menjadi penentu sifat-sifat unik yang akan diturunkan seperti warna mata, warna rambut dan kulit (Azwar,2008).

Komorita dkk dalam Azwar, (2008) menyimpulkan bahwa hereditas menetapkan batas perkembangan yang dapat dilakukan oleh lingkungan. Bagaimanapun juga besarnya stimulus

Page 75: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

lingkungan yang diterima oleh organism yang bersangkutan tidak dapat melampaui batas yang telah ditetapkan oleh faktor keturunan.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bukti adanya pewarisan inteligensia berasal dari penelitian  yang menghubungkan  IQ orang dari berbagai tingkatan genetik. Eysenck (1981) disitasi oleh Azwar,(2008) melaporkan hasil studi awal yang dilakukan di Inggris oleh Herman dan Hogben, yang melakukan penelitian kembar MZ, kembar DZ berjenis kelamin berbeda dan saudara sekandung biasa. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata IQ sebesar 9,2 point pada 65 pasangan kembar MZ, 17,7 point pada 96 pasang kembar DZ berjenis kelamin sama dan 17,9 point pada 138 pasang kembar DZ berlainan jenis kelamin. Bila dinyatakan dalam korelasi maka korelasi IQ antara kembar MZ dalam studi Herman dan Hogben sebesar 0,84 dan untuk kembar DZ sebesar 0.47. dari analisa lanjutan mengatakan bahwa 80 % variasi total IQ disebabkan oleh faktor genetik.

Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Menurut Atkinson dkk, kondisi lingkungan yang menentukan  potensi intelegensia individu akan berkembang antara lain ; gizi, kesehatan, kualitas stimulus (rangsangan), iklim emosional di rumah, dan jenis umpan balik yang ditimbulkan oleh perilaku (Sobur,2003).

1.)  Status Gizi

Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik maka diperlukan zat makanan yang adekuat. Makanan yang kurang baik secara kualitas maupun kuantitas akan menyebabkan gizi kurang. Keadaan gizi kurang dapat mengakibatkan perubahan struktural dan fungsional pada otak.

Menurut Georgieff (2007), Otak manusia mengalami perubahan struktural dan fungsional yang luar biasa antara minggu ke 24 dan minggu 42 setelah konsepsi. Sel-sel otak mulai terbentuk pada trimester pertama kehamilan,dan  berkembang pesat sejak dalam rahim. Perkembangan ini berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2 atau 3 tahun, periode tercepat usia 6 bulan pertama. Setelah usia tersebut praktis tidak ada pertumbuhan lagi, kecuali pembentukan sel neuron baru untuk mengganti sel otak yang rusak. Dengan demikian diferensiasi  dan pertumbuhan otak berlangsung hanya sampai usia 3 tahun.

Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menghambat multiplikasi sel janin, sehingga jumlah sel neuron di otak dapat berkurang secara permanen. Sedangkan kekurang gizi pada usia anak sejak lahir hingga 3 tahun akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel glia dan proses mielinisasi otak. Sehingga kekurangan gizi saat usia kehamilan dan usia anak sangat berpengaruh terhadap kualitas otaknya.

Gizi kurang pada usia di bawah 2 tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15-20%, sehingga anak yang demikian kelak kemudian hari akan menjadi manusia dengan kualitas otak sekitar 80-85%.

Sejumlah penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa keadaan malnutrisi prenatal dan pascanatal dini pada tikus menimbulkan banyak perubahan dalam struktur otak hewan tersebut, kendati perubahan ini akan membaik pada saat tikus diberi makanan kembali. Namun demikian, beberapa perubahan dianggap permanen dan perubahan yang permanen tersebut meliputi penurunan jumlah myelin dan jumlah dendrite kortikal dalam medulla spinalis serta peningkatan jumlah mitokondria dalam sel-sel neuron syaraf  (Baker-Henningham & Grantham-McGregor, 2009)

Pertumbuhan susunan syaraf ini dapat dikatakan berlangsung dengan cepat sekali selama dalam kandungan dan 3 sampai 4 tahun setelah dilahirkan. Selama dalam kandungan susunan syaraf yang terutama tumbuh cepat adalah jumlah dan ukuran sel syaraf. Setelah bayi lahir maka pertumbuhan susunan syaraf lebih terarah pada perkembangan sel syaraf yang belum berkembang. Setelah anak berusia lebih dari 4 tahun, pertumbuhan susunan syaraf berlangsung lebih lambat (Hurlock, 2008).

Ketika dilahirkan otak bayi beratnya satu per delapan dari berat tubuh seluruhnya, pada usia 10 tahun berat otak akan satu per delapan belas berat tubuh, dan pada usia 15 tahun berat otak akan satu pertigapuluh berat tubuh pada usia dewasa akan mencapai berat satu perempat puluh berat

Page 76: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

tubuh seluruhnya. Pola pertumbuhan ini berlaku baik bagi cerebrum maupun cerebellum. Selama dua tahun pertama kehidupannya, pertumbuhan berat otaknya rata-rata paling cepat.

Stuart dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi berupa vitamin, mineral dan zat gizi lainnya mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. Hal itu berakibat terganggunya pertumbuhan sel-sel otak baru atau mielinasi sel otak terutama usia di bawah 3 tahun, sehingga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan kecerdasan anak. Walter tahun 2003 melakukan penelitian terhadap 825 anak dengan malnutrisi berat ternyata mempunyai kemampuan intelektual lebih rendah dibandingkan anak yang mempunyai gizi baik.

2.) Stimulasi

Perkembangan psikis seseorang tidak saja ditentukan oleh faktor-faktor dari dalam dirinya, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar diri anak tersebut. Oleh karena itu lingkungan sosial harus mendukung perkembangan anak melalui pemberian berbagai stimulasi. Bila anak mendapatkan stimulasi maka ia akan mengembangkan kemampuannya dalam batas-batas yang diberikan oleh keluarga atau lingkungannya. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi perkembangan yang sehat (Monks et a!., 2006).

Stimulasi memegang peranan sangat penting dalam memaksimalkan kecerdasan anak. Stimulasi diperlukan agar hubungan antarsel syaraf otak (sinaps) dapat berkembang. Penting untuk diingat bahwa sinaps akan menghilang secara spontan bila tidak digunakan (Sophia, 2009).

Interaksi yang harmonis antara anak dengan anggota keluarga akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka pada orang tuanya sehingga setiap permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya kedekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Kualitas interaksi yang baik akan menimbulkan pemahaman terhadap kebutuhan masing-masing dan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi rasa saling menyayangi (Soetjiningsih, 1995).

Anak mempunyai kebutuhan untuk belajar. Berbagai stimulasi melalui pancainderanya seperti mendengar, melihat, merasa, mencium dan meraba, yang diberikan selama awal kehidupan mempunyai pengaruh yang besar pada pertumbuhan dan maturasi otak.

Hal ini ditunjukkan oleh program stimulasi yang dapat mendorong percepatan pertumbuhan, memperbaiki koordinasi gerakan otot, meningkatkan lama konsentrasi dan meningkatkan Inte!!igence Quotion (IQ) bayi sebanyak 15 poin. Terdapat bukti eksperimental yang menyatakan bahwa tikus yang dibesarkan dalam lingkungan stimulasi dengan penuh kegembiraan dan permainan mempunyai sel otak ekstra 50.000 pada setiap sudut hipokampusnya dibandingkan dengan tikus yang dibesarkan dalam kandang biasa. Ketika tikus ditempatkan di treadmill, menyebabkan sel otak mereka memproduksi faktor pertumbuhan yang menstimulasi pertumbuhan dendrit dan perluasan jaringan saraf. Pertumbuhan neuron tidak hanya terjadi pada bagian otak yang mengontrol fungsi motorik tapi juga pada bagian yang mengontrol kognitif (Singh, 2003).

Penelitian yang dilakukan Watanabe et al,.(2005) di Vietnam menunjukkan bahwa peranan stimulus dan intervensi gizi secara bersama-sama sangat penting dalam meningkatkan skor tes kognitif anak-anak yang menderita gizi kurang.  Anak-anak gizi kurang yang diberikan intervensi gizi dan stimulus memiliki tes skor kognitif yang lebih tinggi daripada anak yang hanya diberikan intervensi gizi saja.

Sedangkan Purwandari, dkk (2008), yang melakukan penelitian tentang intelegensia pada anak yang disapih sebelum dua tahun dan sesudah dua tahun menunjukkan bahwa rangsangan intelektual menunjukkan hubungan yang bermakna terhadap intelegensia anak. Anak-anak yang mendapatkan rangsangan intelektual baik memiliki proporsi intelektual yang lebih baik daripada anak-anak dengan rangsangan intelektual jelek.

3.)                                                      Pendidikan ibu

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Ibu yang berpendidikan tinggi lebih terbuka menerima informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995). Penelitian lain menemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan

Page 77: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

perkembangan anak. Penelitian Muljati et al. (2002) juga menemukan hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan mental anak batita gizi kurang.

Pendidikan ibu akan mempengaruhi perkembangan jika ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang pengasuhan anaknya serta adanya interaksi yang harmonis antara ibu dan anak. Tanpa kedua hal tersebut pendidikan ibu yang tinggi tidak serta merta dapat mempengaruhi perkembangan terlebih kepedulian ibu terhadap tumbuh kembang anak minim.

4.)                                                      Pekerjaan ibu

Ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Pekerjaan yang mengharuskan ibu untuk keluar rumah menyebabkan kurangnya interaksi antara ibu dan anak. Hal ini mengakibatkan kurangnya stimulasi yang diberikan kepada anak sehingga dapat mempengaruhi proses tumbuh kembangnya.

Pekerjaan ibu menimbulkan permasalahan yang dilematis. Pada satu sisi seorang ibu terkadang dituntut untuk ikut membantu perekonomian keluarga. Sementara di sisi lain proses tumbuh kembang anak juga memerlukan perhatian yang khusus. Oleh karena itu seorang ibu harus bersikap bijak dalam menentukan prioritas yang akan dipilih, tanpa mengabaikan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang.

5.)                                                      Status ekonomi

Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Kemiskinan berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan. Kemiskinan akan menyebabkan keterbatasan keluarga dalam menyediakan berbagai fasilitas bermain menyebabkan otak anak kurang mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat menghambat perkembangannya (Depkes, 2007).

Menurut Davidof (1991), efek kemiskinan terhadap inteligensi antara lain : kemiskinan sering dihubungkan dengan kepadatan, kebisingin, ketegangan dan kondisi hidup yang berubah. Dengan kondisi seperti ini anak-anak kurang memperoleh informasi baru yang teratur untuk belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat penting untuk perekembangan intelligensi anak.

Efek yang kedua adalah anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu sedikit sekali memperoleh tambahan kata-kata yang dipergunakan untuk mengekspresikan diri dan pengalamannya. Keterbatasan perbendaharaan kata-kata akan mempersempit pemikirannya dan dapat mengakibatkan intelligensi menurun.

Selanjutnya adalah anak yang berasal dari orang tua miskin, kecil kemungkinannya untuk dapat meluangkan waktu untuk memberikan pendidikan pengembangan kemampuan anak, dan sering mereka tidak mengetahui caranya, karena keterbatasan pendidikannya.

1. Cara mengukur Kecerdasan

Salah satu cara yang sering digunakan untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat kecerdasan adalah menerjemahkan hasil test intelegensia  ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai  kedudukan tingkat kecerdasan seseorang bila dibandingkan secara relative terhadap  suatu norma. Angka normative dari hasil tes dinyatakan dalam bentuk rasio (quotient) dan dinamai intelligence quotient (IQ) (Azwar,2008).

Istilah IQ diperkenalkan pertama kali pada tahun 1912 oleh seorang ahli psikologi Jerman bernama William Stern. Kemudian digunakan secara resmi pada tahun 1916 ketika Terman, seorang ahli psikologi Amerika menerbitkan Revisi Binet. Angka IQ dihitung dari hasil tes inteligensi Binet, yaitu dengan membandingkan skor tes yang diperoleh seorang anak dengan usia anak tersebut. Pada waktu itu perhitungan IQ dilakukan dengan memakai rumusan ;

IQ = (MA/CA) x 100

Keterangan :

MA            = Mental Age (usia mental)

CA                        = Chronological age (usia kronologis)

Page 78: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

100           = Angka konstan untuk menghindari bilangan decimal.

Pada saat ini ada beberapa tes IQ yang popular antara lain : Standford-Binet Intelligence Scale untuk usia 3-14 tahun, The Wechsler Intelligence Scale for Children-Revised (WISC-R) untuk usia 6-16 tahun, The Wechsler Adult Intelligence Scale Revised (WAIS-R) untuk usia 16 sampai 64 tahun, The Standard Progressive Matrices (SPM) dan The Kaufman Assesment Battery for Children (K-ABC) untuk anak usia 4 sampai 12,5 tahun (Azwar, 2008).

Dalam penelitian ini, tes kecerdasan yang akan digunakan adalah Standford-Binet Intelligence Scale. Pemilihan tes didasarkan pertimbangan bahwa tes ini memiliki validitas yang tinggi dalam menilai kerusakan otak yang bermakna atau retardasi mental. Tes ini juga bagus untuk menilai memori jangka pendek. Selain itu kelompok umur penelitian yaitu umur 5-6 tahun  masuk ke dalam kategori umur yang dapat menggunakan tes tersebut (Gregory, 1992).

Stanford-Binet Intelligence Scale: Fourth Edition merupakan versi terbaru yang diterbitkan pada tahun 1986. Dalam revisi terakhir ini konsep intellegensi dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes.  Keempat area penalaran itu adalah penalaran verbal, abstrak/visual, kuantitatif dan memori jangka pendek (Gregory, 1992).

Materi-materi yang terdapat dalam Skala Stanford-Binet berupa sebuah kotak yang berisi bermacam-macam benda mainan tertentu yang disajikan pada anak-anak, dua buah buku kecil yang memuat cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan untuk mencatat jawaban dan skornya, dan sebuah manual/petunjuk pelaksanaan pemberian tes (Azwar, 2008).

Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia mulai dari usia-II sampai dengan usia dewasa-superior. Diantara usia-II dan usia-V, tesnya meningkat dengan interval setengah tahunan. Diantara usia-V dan usia-XIV, level usia meningkat  dengan interval satu tahunan. Level-level selanjutnya dimaksudkan sebagai level Dewasa-rata-rata  dan level Dewasa-Superior I,II, dan III. Setiap level usia dalam skala ini berisi enam tes, kecuali untuk level Dewasa-Rata-rata yang berisi delapan tes. Dalam masing-masing tes untuk setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan perbedaan taraf kesukaran yang kecil itulah disusun urutan soal dari yang paling mudah sampai kepada yang paling sukar (Azwar, 2008).

Skala Stanford-Binet dikenalkan secara individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemeberi tes. Oleh karena itu pemberi tes haruslah orang yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup di bidang psikologi, sangat terlatih dalam penyajian tesnya, dan mengenal betul isi berbagai tes dalam skala tersebut. Penyajian tesnya sendiri mengandung kerumitan yang spesifik bagi masing-masing individu yang dites. Tidak ada individu yang dikenai semua soal dalam tes karena setiap subjek diberi hanya soal dalam tes yang berada dalam cakupan level usia yang sesuai dengan level intelektualnya masing-masing (Azwar, 2008).

Untuk memperoleh angka IQ, skor pada skala Stanford-Binet dikonversikan dengan bantuan suatu table konversi. IQ yang dihasilkan oleh skala ini merupakan IQ-deviasi yang mempunyai rata-rata sebesar 100 dan deviasi standar sebesar 16.

Tabel 1. Distribusi IQ untuk Kelompok Standarisasi Tes Binet Tahun 1937 (Dari Garrison dan Magoon 1972)

IQ Persentase Klasifikasi160-169150-159

140-149

0,03

0,20

1,10

Sangat superior

130-139120-129 3,10

8,20

Superior

110-119 18,10 Rata-rata tinggi

100-10990-99 23,50

23,00

Rata-rata normal

80-89 14,50 Rata-rata rendah

Page 79: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

70-79 5,60 Batas lemah

60-6950-59

40-49

30-39

2,00

0,40

0,20

0,03

Lemah mental

Sumber : Azwar (2008) halaman 59

1. B. Pengaruh Status Gizi Terhadap Kecerdasan Anak

Otak terbagi menjadi 2 belahan yaitu sisi kiri dan sisi kanan yang disebut hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Hemisfer kiri terutama bertanggung jawab dalam hal logika, pemikiran, pengertian, analitis, bahasa dan matematis. Hemisfer kanan bertanggung jawab untuk perkembangan karakteristik artistik seperti musik, menari, melukis, puisi, emosi, persepsi, kreatif, pemikiran intuitif dan spritual. Berbagai aktivitas yang menstimulasi kedua hemisfer secara bersamaan akan mendorong perkembangan inteligen secara global. Sementara itu hipokampus berfungsi untuk interaksi sosial, emosi dan memori (Singh, 2003).

Kualitas perkembangan otak manusia tergantung pada interaksi antara potensi genetik dan faktor-faktor lingkungan seperti asupan gizi, stimulasi dan sikap orang tua. Sel-sel otak lebih sensitif terhadap zat gizi dari pada sel-sel tubuh yang lain. Otak adalah organ fisik yang sangat berharga, pusat segala eksistensi kita seperti inteligen, kepribadian, emosional, akal, spiritual dan jiwa. Tidak ada yang lebih utama untuk meraih kesuksesan hidup dari pada fungsi otak yang optimal. Kita dapat mengoptimalkan fungsi saraf dalam otak melalui kecukupan zat gizi dan melalui aktivitas mental dan fisik. Terdapat lebih dari 100 milyar jaringan saraf dalam otak yang integritasnya tergantung pada asupan zat gizi yang cukup dan juga aktivitas mental dan fisik (Singh, 2003).

Defisiensi berbagai zat gizi terutama zat gizi makro akan mempengaruhi neuroanatomi, neurokimia dan neurofisiologi dari perkembangan otak. Pengaruh pada anatomi otak termasuk pada neuron dan sel pendukung seperti oligodendrosit, astrosit dan mikroglia. Tergantung pada waktu dan lamanya defisiensi, akan mengurangi jumlah dan ukuran neuron serta pembentukan sinapsis. Oligodendrosit adalah sel glia yang memproduksi myelin dan bergantung pada substrat zat gizi makro untuk metabolisme energinya. Oligodendrosit juga berfungsi memasukkan asam lemak ke dalam myelin. Astrosit berfungsi untuk menghantarkan zat gizi. Mikroglia adalah sel yang penting untuk migrasi neuron dari bagian tengah tabung saraf ke korteks serebri. Oleh karena itu defisiensi zat gizi makro dapat mengakibatkan hipomyelinasi dan lebih jauh lagi mengurangi hantaran zat gizi dan migrasi neuron yang abnormal selama awal perkembangan otak. (Georgieff, 2006).

Menurut Baker-Henningham & Grantham-McGregor (2009) ada dua hipotesa penting yang menjelaskan bagaimana defesiensi gizi dapat mempengaruhi perkembangan mental anak. Hipotesa pertama yang disebut sebagai “ isolasi fungsonal’. Dalam teori ini bahwa karakteristik perilaku anak-anak gizi kurang menurunkan interaksi dengan lingkungannya dan keadaan ini yang selanjutnya berdampak pada pada perkembangan yang buruk. Anak kecil yang berat badannya kurang dan bertubuh pendek ternyata dapat menunjukkan perubahan perilaku. Anak-anak tersebut memperlihatkan aktivitas yang menurun, lebih rewel dan tidak merasa bahagia, serta tidak begitu menujukkan rasa ingin tahu jika dibandingkan anak-anak yang gizinya. Perilaku ini yang diyakini mempengaruhi perkembangannya.

Hipotesa lainnya mengatakan bahwa keadaan gizi kurang mengakibatkan perubahan structural dan fungsional pada otak. Protein dan energi mendukung perkembangan otak yang cepat. Otak membutuhkan protein untuk sintesis deoxyribonucleic Acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), produksi neurotransmiter, sintesis faktor pertumbuhan serta untuk perpanjangan neurit sehingga fungsi otak efisien dalam jaringan sinapsis. Defisiensi protein menyebabkan kehilangan struktur dendrit dan gangguan pada dendrit tulang belakang. Efek terberat pada bagian kortek dan hipokampus yang berfungsi sebagai pusat memori (Georgieff, 2006).

Pengaruh neurokimia dari Kekurangan Energi dan Protein (KEP) adalah perubahan sintesis neurotransmiter dan jumlah reseptornya. KEP juga mempengaruhi neurofisiologi yaitu kemampuan neuron untuk bekerja menghantarkan impuls saraf. Secara langsung merubah

Page 80: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

metabolisme neuron atau secara tidak langsung merubah struktur neuron atau homeostasis neurotransmiter (Georgieff, 2006).

Sejumlah penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa keadaan malnutrisi prenatal dan pascanatal dini pada tikus menimbulkan banyak perubahan dalam struktur otak hewan tersebut, kendati perubahan itu akan membaik pada saat tikus itu diberi makan kembali. Namun demikian, beberapa perubahan dianggap permanen meliputi jumlah myelin dan jumlah dendrite kortikal dalam medulla spinalis serta peningkatan jumlah mitokondria dalam sel-sel neuron syaraf. Anak-anak dengan malnutrisi berat memiliki kepala yang lebih kecil dan hasil pemeriksaan auditory-evoced potentials yang abnormal, serta tetap abnormal sekalipun telah terjadi pemulihan dari stadium akut. Anak-anak yang pendek memiliki ukuran kepala yang kecil, dan lingkar kepala pada usia kanak-kanak dapat memprediksikan nilai IQ pada perkembangan usia kanak-kanak selanjutnya(Baker-Henningham & Grantham-McGregor, 2009)

Sedangkan beberapa penelitian observasional dan longitudinal menujukkan bahwa keadaan gizi kurang yang terjadi setiap saat dalam usia dibawah 36 bulan pertama biasanya disertai efek jangka panjang. Grantham, et al. (1991)  melakukan penelitian eksperimen pada anak stunted usia 9-24 bulan. Anak diberi susu formula sebanyak 1 kilogram (kg) per minggu selama 2 tahun. Sebanyak 129 anak dirandom untuk masuk kelompok suplementasi saja, kelompok stimulasi saja serta kelompok suplementasi dan stimulasi. Kelompok anak yang tidak stunted juga diikutkan dalam penelitian ini. Pemberian suplementasi bersama dengan stimulasi meningkatkan perkembangan mental anak

Watanabe et al. (2005) melakukan penelitian untuk mengetahui efek jangka panjang dari intervensi gizi dan stimulasi dini perkembangan anak usia 4-5 tahun terhadap perkembangan kognitifnya pada usia 6,5-8,5 tahun. Subjek berasal dari 2 kelompok yaitu subjek yang pernah mendapatkan intervensi gizi saja dan subjek yang mendapatkan intervensi gizi dan program stimulasi dini perkembangan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa skor tes kognitif lebih tinggi pada kelompok subjek yang pernah mendapatkan intervensi gizi dan stimulasi dini perkembangan dari pada kelompok subjek yang hanya mendapatkan intervensi gizi saja.

Mendez & Adair (1999) mengatakan bahwa gizi kurang pada bayi dan awal kehidupan diperkirakan memiliki efek negatif terhadap perkembangan kognitif. Anak yang stunted pada usia 2 tahun pertama kehidupan, pada usia 8 dan 11 tahun mempunyai skor tes kognitif yang signifikan lebih rendah dari pada anak nonstunted terutama bila severe stunted. Liu et al. (2004) melakukan penelitian tentang kurang gizi pada usia 3 tahun dan dampaknya terhadap masalah-masalah perilaku pada usia 3, 11 dan 17 tahun di Mauritius, Afrika. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kurang gizi berpengaruh terhadap kekurangan neurokognitif, di mana jika terus belangsung akan berdampak pada masalah-masalah perilaku sampai usia dewasa.

Namun beberapa penelitian lainnya tidak menemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan perkembangan kognitif. Purwandari et al (2008) melakukan penelitian tentang hubungan usia penyapihan dengan intelegensia pada anak TK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stunted bukan merupakan faktor resiko dari rendahnya intelegensia pada anak. Penelitian ini lebih menekankan bahwa rangsangan intelektual merupakan faktor resiko rendahnya tingkat intelegensia, di mana anak yang mendapatkan rangsangan intelektual baik maka tingkat intelegensianya lebih tinggi.

Sementara Suhartono et al (2008) juga melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan anak gizi buruk masa lalu di Kabupaten Tanggamus, Lampung. Penelitian mengumpulkan anak yang menderita gizi buruk masa lalu dan dilakukan pengukuran pertumbuhan dan perkembangannya saat ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada hubungan status gizi masa lalu dengan pertumbuhan anak saat ini, tetapi tidak ada hubungan bermakna dengan perkembangan anak saat ini.

This entry was posted on July 10, 2009, 2:30 pm and is filed under tumbuh kembang anak. You can follow any responses to this entry through RSS 2.0. You can leave a response, or trackback from your own site.

http://docs.google.com/gview?url=http%3A%2F%2Fgeografi.ums.ac.id%2Febook%2FProposal%20Penelitian%20Kajian%20Pustaka.doc&docid=39f2cf95789e513d313b80216f273058&a=bi&pagenumber=3&w=756

Page 81: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Contoh   Skripsi Posted on January 23, 2008 by yudhim

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGDua potong berita dari harian POS KOTA dan Trans TV mengusik perhatian saya dan membekaskan rasa miris berkepanjangan. Pertama, berita yang termuat pada 1 Maret 2007, yakni “ Ahmad Algofari (18), pelajar SMA Desa Cilebut Timur, Sukaraja, Bogor, tangannya tertebas pedang hingga buntung dalam tawuran di Kampung Cilebut. Tawuran tersebut diduga sebuah upaya balas dendam para pelajar…”. Kedua, berita yang termuat pada Cerita Pagi Trans TV hari senin pukul 08.00 tanggal 26 Maret 2007, yakni “Terjadi perkelahian massal antara

Page 82: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

SMK Kartika Jaya dan SMK 4 yang juga melibatkan sejumlah mahasiswa. Sejumlah pelajar menyebutkan perkelahian ini terkait dengan perselisihan antarpelajar yang terjadi sebelumnya.”Salah satu persoalan yang menyita perhatian para guru di zaman kini adalah jika siswanya terlibat perkelahian atau tawuran. Kedua potongan berita di atas menunjukan bahwa persoalan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar bukan lagi persoalan jagad pendidikan di Jakarta, Ibukota negara, tetapi di daerah-daerah atau di banyak pelosok negeri ini. Para guru dan pengelola kependidikan di mana pun dan jenjang apa pun dibayangi kemungkinan mesti menghadapi persoalan-persoalan para siswanya, baik yang memulai perkelahian maupun yang sekedar menjadi korban. Alasan-alasan yang muncul dari para siswa yang terlibat itu biasanya bernada klise seperti membela teman, didahului, solider, membela diri, atau merasa dendam. Penyebab tersembunyi banyak tawuran adalah rasa bermusuhan yang diwariskan secara turun temurun dari angkatan ke angkatan berikutnya.Pelajar atau siswa yang terlibat dalam tawuran pelajar adalah mereka yang masih duduk disekolah menengah dan usia mereka tergolong masih remaja. Masa remaja adalah usia transisi, ahli psikologi menganggap masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak kemasa dewasa, yaitu terjadinya perubahan psikis dan fisik secara sederhana dan umum menurut ukuran masyarakat maju, masa remaja itu lebih kurang antara 13 tahun dan 21 tahun.Pemuda sebagai pelajar adalah modal bagi terlaksananya tujuan ke masa depan. Selain itu pemuda juga merupakan tombak perubahan zaman dan jawaban sebuah peradaban, seperti yang dikemukakan oleh ulama besar Hasan Al-Bana sebagaimana di kutip oleh koesmarwati bahwa pemuda adalah pilar kebangkitan, setiap kebangkitan pemuda adalah rahasia kekuatannya. Pada setiap fikrah, pemuda adalah pengibar panji-panjinya. Remaja selaku tunas bangsa akhir-akhir ini semakin menarik semua kalangan baik dari kalangan orang tua, guru maupun anggota masyarakat. Di media massa baik cetak maupun elektronik banyak membicarakan remaja yang suka mencuri, remaja yang suka minum beralkohol dan remaja yang melakukan perkelahian terutama perkelahian pelajar antarsekolah.Masalah tawuran pelajar adalah masalah yang tidak ada habisnya untuk dibicarakan terutama diwilayah DKI Jakarta hampir setiap media massa yang ada di kota Jakarta memberitakan permasalahan tawuran pelajar. Terlebih lagi belakangan ini kasus tawuran pelajar telah banyak menimbulkan kerugian berbagai pihak dan mencemaskan para orang tua, karena takut akan membawa kehancuran pada diri remaja itu sendiri dan masyarakat luas. Oleh karena itu semua pihak terutama para orang tua dan guru sibuk memikirkan bagaimana cara mengatasi tawuran pelajar tersebut dan menghindarkan mereka dari faktor-faktor yang mengarah pada tindakan –tindakan itu.Dengan demikian dapat disinyalir bahwa tawuran pelajar yang terjadi akhir-akhir ini menunjukan peningkatan permasalahan yang sangat signifikan dan memprihatinkan, karena bukan hanya menimbulkan korban yang luka ringan tetapi juga korban yang meninggal dunia, baik dari kalangan pelajar itu sendiri maupun yang terkena diakibatkan tawuran pelajar tersebut. Di sisi lain perilaku dan akhlak sebagai siswa sangat jauh disparitas antara cita dan dan fakta. Data menunjukan kenakalan dan tawuran semakain memprihatinkan, penyalahgunaan narkoba sudah sampai pada tahap membahayakan, pergaulan bebas dan gaya hidup permisivisme semakin meningkat, kebiasaan bergerombolan dipinggir jalan dan mejeng-mejeng dipusat perbelanjaan (Mall) telah menjadi hal yang biasa, semua ini menjadi bukti ada yang salah dalam proses kegiatan yang dilakukan para siswa disekolahnya.

Mengantisipasi perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam era globalisasi, aspek kualitas keimanan dan ketakwaan yang perlu dibangun pada setiap diri siswa tidak terbatas pada sisi jasmani dan mental kecerdasan saja, akan tetapi meliputi kemampuan siswa menapis (filter) pengarah perubahan zaman. Kekuatan daya tapis ini banyak ditentukan dari tingkat penghayatan dan pengamalan keimanan serta ketakwaan kepada Allah SWT yang telah dimiliki masing-masing siswa.Kualitas keimanan, ketakwaan dan keagamaan berfungsi meringankan dan membebaskan manusia yang terlibat konflik kejiwaan dari tekanan penderitaan dan juga memberikan ketenangan, kekuatan batin dan kecerahan. Seperti yang dikemukakan oleh Dr. HC Link yaitu tak ada manusia yang dapat memberikan sesuatu yang dapat dibandingkan dengan apa yang diberikan oleh Agama pada anda. Beruntunglah anda mempunyai agama untuk menjadi sandaran Rohani.Untuk mencegah terjadinya tawuran pelajar, kegiatan yang berada disekolah harus ditingkatkan

Page 83: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

terutama pada kegiatan dakwah yang menjadikan diri siswa tersebut terlepas dari tindakan-tindakan yang merugikan diri siswa itu sendiri. Contoh dari kegiatan Dakwah Sistem Langsung (DSL) tersebut yang dilakukan para siswa: Kegiatan Ceramah Jum’at Keputrian,Pengajian Kelas, Mentoring, Sholat Jum’at, Tadarus Al-Qur’an, Pendalaman Materi, Latihan Marawis, Nasyid maupun Qosidah.Berdasarkan gambaran pokok pikiran tersebut, penulis ingin melakukan suatu kegiatan penelitian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “ Upaya Pencegahan Tawuran Pelajar Melalui Kegiatan Dakwah: Studi Pada Dakwah Sistem Langsung (DSL) SMKN 8 Jakarta”.

PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH Agar pembahasan tidak terlalu meluas, penulis merasa perlu memberikan batasan serta rumusan permasalahan sebagai berikut :Batasan MasalahUntuk mempermudah didalam memahami skripsi ini, penulis membatasi bagaimana Upaya Pencegah Tawuran Pelajar Melalui Kegiatan Dakwah dengan pendekatan Dakwah Sistem Langsung (DSL) di SMKN 8 Jakarta .Rumusan MasalahDari batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan sebagai berikut :Bagaimana pendekatan metode Dakwah Sistem Langsung (DSL) dalam upaya pencegahan tawuran pelajar di SMKN 8 Jakarta?Bagaimana analisis pengembangan kegiatan dakwah yang dilakukan di SMKN 8 Jakarta dalam upaya pencegahan tawuran pelajar dengan menggunakan analisis SWOT?

TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIANTujuan PenelitianUntuk mengetahui apa saja pendekatan metode yang digunakan dalam upaya pencegahan tawuran pelajar melalui kegiatan DSLUntuk mengetahui analisis dakwah sistem langsung dengan menggunakan analisis SWOT pada SMKN 8 dalam upaya pencegahan tawuran pelajar. Kegunaan PenelitianDapat diketahui dengan sistematis mengenai upaya pencegahan tawuran pelajar melalui kegiatan dakwah terutama mengatasi tawuran pelajar, hal ini diharapakan akan memberikan pengaruh yang positif bagi siswa.Dapat menjadi masukan bagi para orang tua, guru dan pihak-pihak yang terkait serta memberikan motivasi untuk lebih berperan aktif dalam melaksanakan kegiatan dakwah sistem langsung terhadap anak dan siswa yang bermasalah.Untuk menambah Khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

METODOLOGI PENELITIANDalam upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial siswa yang teliti, serta usaha menambah informasi dalam menyusun skripsi ini maka penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :Metode penelitianBerdasarkan permasalahan diatas maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Adapun pengertian dari penelitian kualitatif adalah menurut Bagdan dan Taylor (1975) seperti yang dikutip Lexy J. Moleong dalam bukunya ialah bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Penetapan Lokasi PenelitianAdapun lokasi data penelitian ini adalah di SMKN 8 Jakarta Jln. Raya Pejaten Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tlp. 021-7996493

Page 84: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Waktu PenelitianWaktu penelitian yang saya lakukan mulai dari tanggal 14 Mei 2007 sampai dengan tanggal 28 Mei 2007Unit AnalisisYang dimaksud dengan unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan akan menjadi subjek penelitian. Dalam penelitian ini unit analisis yang dimaksud adalah guru pembimbing atau koordinator kegiatan Dakwah Sistem Langsung (DSL) di SMKN 8 Jakarta.Metode Pengumpulan DataUntuk mendapatkan data yang penulis butuhkan berdasarkan permasalahan maka penulis menggunakan instrumen pengumpulan data sebagai berikut: Wawancara, yang dimaksud adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Di lakukan guna untuk memperoleh informasi dan keterangan langsung dari informan. Dalam hal ini penulis mewawancarai pihak yang terkait yakni seperti guru pembimbing atau koordinator kegaitan Dakwah Sistem Langsung (DSL) serta pihak lainnya yang bisa membantu dalam melengkapi skripsi ini. Observasi, yakni memperhatikan secara akurat, mencatat yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut. Yang dilakukan guna untuk mengamati dan mencatat kondisi objek dengan melihat pelaksanaan kegiatan dakwah sistem langsung (DSL). Telaah pustaka, berupa pengumpulan data dan informasi dari sumber tertulis yang memiliki hubungan dengan masalah yang sedang diteliti berupa buku, majalah, koran, dan sebagainya.

Sumber Data Sumber data adalah subjek utama dalam meneliti masalah diatas untuk memperoleh data-data konkrit, adapun sumber data dalam penelitian ini adalah: Sumber Data Primer: yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah guru pembimbing atau koordinator kegiatan Dakwah Sistem Langsung (DSL).Sumber Data Sekuknder: yang menjadi sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku dan berbagai literatur yang berhubungan dengan aktivitas peranan kegiatan dakwah sistem langsung dalam upaya pencegahan tawuran pelajar.

Analisa DataYang dimaksud dengan analisa data adalah “proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan di interpretasikan”. Setelah data-data yang diperlukan terkumpul dengan menggunakan proses induktif. Di katakan induktif karena peneliti tidak memaksakan diri untuk hanya membatasi penelitian pada menerima atau menolak dugaannya, tetapi memahami situasi, dengan situasi tersebut menampilkan diri. Teknik PenulisanPenulis gunakan pada buku Pedoman penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis dan desertasi) UIN Syarif Hidayatullah tahun 2007.

TINJAUAN PUSTAKADalam menyusun skripsi ini, telah dilakukan tinjauan pustaka oleh penulis dan ternyata ada beberapa mahasiswa/I sebelumnya menulis dalam masalah yang hampir sama bahkan menyerupai dengan judul yang akan penulis buat. Oleh karena itu, untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti ”menduplikat” hasil karya orang lain, maka penulis perlu mempertegas perbedaan antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas, yaitu sebagai berikut :“ Implementasi Program Mentoring Agama Islam Dalam Pemberdayaan Kualitas Keberagamaan Remaja ” oleh YUSNIARNI / NIM 9954017602 / PMI 2005Masalah : Temuan dan Analisa Implementasi Mentoring Agama Islam Dalam Pemberdayaan Keberagamaan di SMKN 8 Jakarta.Sedangkan judul skripsi penulis “ Upaya Pencegahan Tawuran Pelajar Melalui Kegiatan Dakwah “ sekilas memang tampak hampir sama, namun kalau dilihat lebih dalam materi utama yang dibahas sangat berbeda. Penulis membahas tentang bagaimana “Upaya Pencegahan Tawuran

Page 85: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

Pelajar Melalui Kegiatan Dakwah dan apa faktor pendukung dan penghambat kegiatan dakwah di SMKN 8 Jakarta “.

SISTEMATIKA PENELITIANSkripsi ini dibahas dalam lima bab, yaitu sebagai berikut :Bab I : Merupakan Pendahuluan yang menjelaskan, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan;. Bab II : Dalam bab ini dibahas tentang Pengertian Tawuran Pelajar, Faktor-faktor Penyebab Tawuran Pelajar, Tawuran Pelajar Sebagai Delinkuensi; dan Pengertian Dakwah, Pengertian DSL, Kepentingan DSL, Pendekatan DSL.Bab III: Dalam bab ini dibahas tentang gambaran umum SMKN 8 Jakarta: yang meliputi Identitas Sekolah, sejarah dan perkembangan Dakwah Sistem Langsung (DSL) dan juga struktur organisasi di SMK N 8.Bab IV:Upaya Pencegahan Tawuran Pelajar Melalui Kegiatan Dakwah: Pelaksanaan Metode Kegiatan DSL, Faktor Pendukung dan Penghambat, Analisa SWOT. Bab V : Merupakan bab penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.

DAFTAR ISI

ABSTRAKKATA PENGANTARDAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang MasalahPembatasan dan Perumusan MasalahTujuan dan Manfaat Penelitian Metodologi PenelitianTinjauan PustakaSistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TAWURAN PELAJAR DAN KEGIATANDAKWAH

Tawuran PelajarPengertian Tawuran Pelajar Faktor-faktor Penyebab Tawuran PelajarTawuran Pelajar Sebagai Delinkuensi

Kegiatan DakwahPengertian DakwahPengertian Dakwah Sistem Langsung (DSL)Kepentingan Dakwah Sistem Langsung (DSL)Pendekatan Dakwah Sistem Langsung (DSL)

BAB III GAMBARAN UMUM SMKN 8 JAKARTA DAN DAKWAHSISTEM LANGSUNG (DSL)

Identitas SMKN 8 JakartaSejarah dan Perkembangan Dakwah Sistem Langsunng (DSL) SMKN 8.C. Struktur Organisasi

Page 86: Cara mendeteksi gizi buruk pada balita

BAB IV UPAYA PENCEGAHAN TAWURAN PELAJAR MELALUI KEGIATAN DAKWAH SMKN 8 JAKARTA

Melalui Pendekatan Metode Dakwah Sistem Langsung 1. kegiatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)2. Kegiatan Mentoring3. Kegiatan MandiriAnalisa SWOT

BAB V PENUTUP

Kesimpulan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

http://my.yahoo.com/

http://reader.google.com/

http://360.yahoo.com