CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) DAN SERTIFIKAT BANK...
Transcript of CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) DAN SERTIFIKAT BANK...
ANALISIS PENGARUH NON PERFORMING FINANCING (NPF), BIAYA
OPERASIONAL TERHADAPA PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO),
CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR) DAN SERTIFIKAT BANK
INDONESIA SYARIAH (SBIS) TERHADAP LABA PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA PERIODE SEPTEMBER 2009 – DESEMBER
2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
RENDY KAMAL
109084000004
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Rendy Kamal
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 20 Oktober 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kp. Ciekek Masjid 1 RT/RW 02/01 No. 1
Kecamatan Majasari, Pandeglang - Banten
Telepon/Handphone : 0856-9565-5933
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Email : [email protected]
Facebook : Kemel Renz
Twitter : @keemmeell
PENDIDIKAN
1. 1997 – 2003 : SD Negeri 4 Pandeglang
2. 2003 – 2009 : MTS Darul Arqam Muhammadiyah Garut
3. 2006 – 2009 : MA Darul Arqam Muhammadiyah Garut
4. 2009 – 2014 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ii
Abstract
This study aimed to analyze the influence of non-performing financing
(NPF), operating expenses to operating income (BOPO), capital adequacy ratio
(CAR) and the Indonesian sharia bank certificates (SBIS) against income of
Islamic Banking in Indonesia. The data used in this study are monthly time series
data from the period 2009 to 2013 published by Bank Indonesia from Indonesian
Financial Statistics Report. The method of analysis used in this study is Ordinary
Least Square (OLS).
These results indicate that the variable non-performing financing (0.0187)
and operating expenses to operating income (0.0313) had a significant effect on
the profit Islamic banking in Indonesia. While the variable capital adequacy ratio
(0.1902) and the Indonesian sharia bank certificates (0.8955) had no significant
effect on the profit of Islamic banking in Indonesia.
Keywords: Non-Performing Financing (NPF), Operating Expenses to Operating
Income (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) The Indonesian
Sharia Bank Certificates (SBIS) and Islamic Banking Income.
Ordinary Least Square (OLS).
iii
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh non performing
financing (NPF), biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO),
capital adequacy ratio (CAR) dan sertifikat bank indonesia syariah (SBIS)
terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data runtun waktu bulanan dari periode tahun 2009 sampai
tahun 2013 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dari Laporan Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah Ordinary Least Square (OLS).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel non performing
financing (0.0187) dan biaya operasional terhadap pendapatan operasional
(0.0313) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laba perbankan syariah di
Indonesia. Sedangkan variabel capital adequacy ratio (0.1902) dan sertifikat bank
indonesia syariah (0.8955) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia.
Kata Kunci : Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Laba Perbankan
Syariah. Ordinary Least Square (OLS)
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Alhamdulillah Hirabbil Alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga masih dapat
merasakan nikmat Iman, nikmat Islam, nikmat panjang umur dan nikmat sehat
wal’afiat serta telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang
membawa kepada kesejahteraan, keadilan, keberkahan dan kesempurnaan.
Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
sebagai pembawa risalah, panglima besar islam, penyampai amanah dan pemberi
nasihat kepada umat manusia serta para sahabat, keluarga dan orang-orang sholeh
maupun sholehah yang diridhoi Allah SWT.
Hanya karena rahmat, karunia dan keridhaan-Nya penulis memiliki
kekuatan, kemauan, kesabaran, kesempatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF),
Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital
Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode September 2009 –
Desember 2013”, dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar
Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Namun, didalam lubuk hati yang paling mendalam penulis berharap semoga
skripsi ini sedikit banyaknya mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi banyak
orang.
v
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan
penyusunan skripsi ini :
1. Spesial untuk kedua orang tua saya tercinta yaitu Papah dan Mamah yang
tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, cinta, doa, nasihat dan motivasi
untuk putramu selama ini. Tetesan keringat, air mata dan helaan nafas kalian
merupakan dukungan terbesar untuk memberikan yang terbaik kepada Papah
dan Mamah. Mudah-mudahan atas izin Allah SWT Rendi selalu dapat
menjadi anak kebanggaan Papah dan Mamah, dapat selalu mengukir senyum
Papah dan Mamah. Doa Papah dan Mamah lah yang selama ini mengiringi
langkah rendi mengarungi kehidupan. Terima kasih pah, mah, rendi sayang
papah mamah dan ingin membuat bahagia papah mamah dengan cara rendi
sendiri. Semoga lindungan kasih semesta bersama papah mamah dan juga
selalu mendapat kesehatan dan keberkahan dari Allah SWT. Amin
2. Terima kasih kepada orang tua “kedua” saya, Abdullah Rofiq di Garut.
Terima kasih telah mengurus Rendi selama 6 tahun di Garut. Walaupun
hampir setiap hari mendengar kenakalan dari rendi tapi mamang tidak pernah
sekalipun marah dan hanya memberi nasehat agar tidak mengulangi lagi.
Mamang suka kasih pesan kalau bandel berkelas itu bandel yang tidak
narsistik. Berani bertanggung jawab dan tidak merugikan yang lemah. Terima
kasih mang opiq, semoga selalu mendapat kesehatan dan keberkahan dari
Allah SWT. Amin
3. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta sekaligus sebagai dosen
metodologi penelitian yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini.
4. Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Bapak Zuhairan Y.
Yunan, SE, M.Sc. Semoga bapak bisa membawa IESP menjadi lebih baik
lagi dari segala sisi ke depannya. Amin
5. Ibu Fitri Amalia S.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan informasi akademik dan sabar dalam menghadapi saya. Maaf bu
vi
kalau selama ini saya selalu buat ibu jengkel maupun kesel bahkan setiap
bimbingan akademik selalu telat. Semoga bu fitri selalu mendapat kesehatan
dan keberkahan dari Allah SWT. Amin
6. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM selaku Dosen Pembimbing I
yang dengan sabar dan mau meluangkan waktunya untuk membimbing,
memberi arahan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta
sebagai penggagas @Sinlammim dan @tujuhqur’an. Terima kasih banyak
Pak Roy, Semoga Allah SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat
Islam, nikmat sehat wal’afiat dan nikmat panjang umur serta kebahagiaan di
dunia dan akhirat kelak. Amin Ya Allah
7. Bapak Ali Rama, M.Ec selaku Dosen Pembimbing II yang sudah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi dan saran
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak Pak Ali semoga Allah
SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat
serta nikmat panjang umur dan selalu mendapat kebahagiaan di dunia dan
akhirat kelak. Amin Ya Allah
8. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang
saya tidak dapat sebut satu persatu namanya. Namun tidak mengurangi rasa
hormat saya, yang selama ini telah sabar dan banyak membantu perjalanan
akademis selama di UIN, mudah-mudahan segala kebaikan Bapak Ibu
dibalas oleh Allah SWT.
9. Kepada kakak-kakak dan adikku yang selalu membuat ramai suasana rumah.
Kepada a Toni yang selalu melindungi saya dari marahnya papah, cepet nikah
biar ada yang ngurus, buat teh Pipi dan keluarga kecilnya, dede AL dan a
Alfan, buat Dea moga lulus kedokteran tahun ini buat bangga mamah papah.
10. Kepada keluarga besar beasmartfriend 1426 Darul Arqam Garut. Hatur nuhun
telah mewarnai hidup kemel dengan tawa dan canda selama ini. Selalu ada
ruang buat keluarga seperti kalian, sampai nanti, sampai mati. Semesta tak
pernah salah mengumpulkan manusia gila dalam satu kelompok.
vii
11. Kepada barudak IKADAM Jabodetabek. Terima kasih telah banyak memberi
masukan dan informasi untuk bisa hidup di Jakarta selama ini. Semoga makin
sering lagi maen futsal dan diskusi bareng lagi kaya dulu.
12. Kepada para berandalan tak tau diri yang selalu menggangu waktu santai
dikosan : Mawan abul (bos kepala suku), Candra (ladang pembantaian PES
dikosan), Sarul Pras (insiden CNI bergoyang ga akan terlupakan), Alvin sang
penghujat kepalsuan, Kokoh panda, Wildan (penemu tas warung), Rifqi
GEDE, Andre kibo, Armen hercules, Sandy somay, Udin beksi, Jeki animal,
Ajis, Nanda awak (si pemburu predator), Diki jhon (buronan dosen), Alfi
galers, Nyamer, Tora, Fikri Boxir dan sang veteran Hafa. Percuma ganteng
atau cantik kalo belum berkawan dengan komplotan rampok yang penuh
kasih sayang ini.
13. Kepada para Celup Girl’s : Nisa, Dila, Iyta, Yanne, Dita, Wida. Semoga paras
tak bertopeng dan hati secantik bidadari memenuhi senja abadi kalian
14. Kepada seluruh teman-teman IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada
teman-teman. Kita dulu punya slogan “We Will Always Together”.
Saya berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi serta menambah
pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Kritik dan saran dari
para pembaca untuk skripsi ini sangatlah diharapkan. Kurang lebihnya mohon
maaf, terima kasih.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 8 Juni 2014
Rendy Kamal
v
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 16
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 17
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 19
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam .................................................................... 19
B. Perbankan Syariah ......................................................................................... 22
1. Definisi Bank Syariah ......................................................................... 22
2. Tujuan Bank Syariah ............................................................................ 23
3. Prinsip Bank Syariah ............................................................................ 25
4. Fungsi dan Peranan Bank Syariah ......................................................... 25
5. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional .......................... 26
6. Akad – Akad Dalam Perbankan Syariah .............................................. 28
7. Produk dan Jasa Dalam Perbankan Syariah ........................................... 30
C. Laba ............................................................................................................ 39
D. Non Performing Financing (NPF) .............................................................. 45
E. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ................................ 48
F. Capital Adequacy Ratio (CAR) ................................................................. 49
vi
G. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .................................................. 50
H. Keterkaitan Antar Variabel ......................................................................... 55
1. Keterkaitan Antara Non Performing Financing (NPF) Dengan Laba .. 55
2. Keterkaitan Antara Biaya Operasional Pendapatan Operasional
(BOPO) Dengan Laba .......................................................................... 57
3. Keterkaitan Antara Capital Adequacy Ratio (CAR) Dengan Laba .... 58
4. Keterkaitan Antara Sertifikat Bank Indonesia Bank Syariah (SBIS)
Dengan Laba ....................................................................................... 60
I. Penelitian Terdahulu ................................................................................... 61
J. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 69
K. Hipotesis ..................................................................................................... 72
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 73
A. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................... 73
B. Metode Penentuan Sampel .......................................................................... 73
C. Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 74
D. Metode Analisis Data .................................................................................. 75
1. Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 77
a. Uji Normalitas ............................................................................... 77
b. Uji Multikolinearitas ..................................................................... 78
c. Uji Heterokedastisitas ................................................................... 79
d. Uji Autokorelasi ............................................................................ 80
2. Pengujian Hipotesis Statistik ............................................................... 83
a. Uji Parsial (Uji-t) .......................................................................... 83
b. Uji Signifikansi Stimultan (Uji Statistik F) .................................. 84
3. Uji Koefisiean determinasi (R2) ........................................................... 84
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................................. 85
1. Variabel Dependen ............................................................................... 85
2. Variabel Independen ............................................................................ 85
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ........................................................ 86
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................... 86
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ................................... 86
2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ........................................... 89
vii
3. Visi dan Misi Perbankan syariah ......................................................... 92
4. Perkembangan Laba ............................................................................. 93
5. Perkembangan Non Performing Financing (NPF) .............................. 96
6. Perkembangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 98
7. Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) ................................... 100
8. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)................... 102
B. Hasil Analisis dan Pembahasan .................................................................. 104
1. Analisis Pembahasan dan Hasil Regresi .............................................. 104
a. Uji Normalitas ............................................................................... 105
b. Uji Multikolinearitas ..................................................................... 107
c. Uji Heterokedastisitas ................................................................... 108
d. Uji Autokorelasi ............................................................................ 109
2. Pengujian Hipotesis Statistik ............................................................... 111
a. Uji Parsial (Uji t) ........................................................................... 113
b. Uji F .............................................................................................. 118
3. Koefisien Determinasi (R2) .................................................................. 118
C. Analisis Ekonomi ........................................................................................ 119
1. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Laba .............. 119
2. Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Terhadap Laba ...................................................................................... 119
3. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Laba ................. 121
4. Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Terhadap Laba .. 122
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ........................................................ 124
A. Kesimpulan ................................................................................................. 124
B. Implikasi ..................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ix
LAMPIRAN........................................................................................................... xvi
vi
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1.1 Komposisi Laba, NPF, BOPO, CAR & SBIS Periode 2009 – 2013 di Indonesia ........ 7
2.1 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional................................................. 26
2.2 Perhitungan NPF Berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah (Debitur) di Bank
Syariah.......................................................................................................................... 46
2.3 Penelitian Terdahulu..................................................................................................... 65
4.1 Uji Normalitas Jarque-Bera ........................................................................................ 106
4.2 Hasil Uji Correlaion matrix ....................................................................................... 107
4.3 Hasil Uji White Heterokedasticity .............................................................................. 109
4.4 Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test) ........................................................... 110
4.5 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square ............................................................ 111
vii
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Hal
1.1 Perkembangan Aset Periode Oktober 2008 – Maret 2009 .............................. 4
1.2 Perkembangan Laba Periode 2009 – 2013 ..................... ............................... 9
1.3 Perkembangan NPF Periode 2009 – 2013 ..................... ................................ 11
1.4 Perkembangan BOPO Periode 2009 – 2013 ..................... ............................. 12
1.5 Perkembangan CAR Periode 2009 – 2013 ..................... ................................ 13
1.6 Perkembangan SBIS Periode 2009 – 2013 ..................... ................................ 15
2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................................ 69
4.1 Perkembangan Laba Periode 2009 – 2013 ........................................................ 94
4.2 Perkembangan Non Performing Financing (NPF) Periode 2009 – 2013. .......... 96
4.3 Perkembangan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Periode 2009 – 2013 ......................................................................................... 99
4.4 Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR) Periode 2009 – 2013 ........... 101
4.5 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Periode
2009 – 2013 ...................................................................................................... 103
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
1 Data Penelitian September 2009 – Desember 2013 .......................................... xvi
2 Uji Normalitas ................................................................................................... xix
3 Uji Multikolinearitas ......................................................................................... xix
4 Uji Heterokedastisitas ....................................................................................... xx
5 Uji Autokorelasi ................................................................................................ xx
6 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square ................................................. xxii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem ekonomi syariah atau biasa disebut Ekonomi Islam, semakin
populer bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara
barat. Banyak kalangan melihat, islam dengan sistem nilai dan tatanan
normatifnya sebagai faktor hambatan dalam pembangunan. Penganut paham
liberalisme menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin
meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan rambu-
rambu ilahi (Antonio, 2001; 5).
Menurut Mochamad (2010 ; 8) kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam
merupakan kebutuhan dan tuntutan kehidupan disamping itu juga terdapat
dimensi ibadah. Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam bertujuan untuk :
1. Memenuhi kebutuhan hidup individu secara cukup dan sederhana
2. Memenuhi kebutuhan keluarga
3. Memenuhi kebutuhan jangkan panjang
4. Memberikan sumbangan dan bantuan sosial menurut jalan Allah
SWT
Keberadaan perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan
nasional dapat diharapkan mendorong perkembangan perekonomian suatu negara.
Tujuan dan fungsi perbankan syariah dalam perekonomian adalah kesejahteraan
ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang optimum, keadilan sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan
2
yang merata, stabilitas nilai uang, mobilisasi dan investasi tabungan yang
menjamin adanya pengembalian yang adil dan pelayanan yang efektif (Setiawan,
2006; 16).
Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan
mengembangkan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya ke dalam transaksi
keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,
perbankan nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem
perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Sitem perbankan
konvensional seperti yang kita ketahui menggunakan bunga (interest) sebagai
landasan operasionalnya. Berbeda halnya dengan perbankan konvensional yang
menggunakan bunga sebagai landasan operasionalnya, sistem perbankan syariah
menggunakan prinsip bagi hasil sebagai landasan dasar bagi operasionalnya
secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah mudhrabah.
Berdasarkan prinsip ini, bank syariah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan
penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Antara keduanya
diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-
masing pihak. Sedangkan, pengertian mudharabah pada pasal 1 butir 5 PBI
tersebut adalah “perjanjian antara penanaman dana dan pengelola dana untuk
melakukan kegiatan usaha guna memperoleh keuntungan, dan keuntungan
tersebut akan dibagikan kepada kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya”.
3
Melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia maka perlu
dibentuk sebuah regulasi baru untuk mengaturnya. Pemerintah Indonesia telah
menetapkan UU no.21 tahun 2008 yang mengatur tentang perbankan syariah.
Sedangkan untuk menilai kesehatan bank syariah, bank indonesia menetapkan
regulasi yang mengatur bagaimana cara menilai kesehatan sebuah bank syariah.
Bank indonesia telah menetapkan peraturan bank indonesia no. 9/1PBI/2007
tentang sistem penilaian tingkat kesehatan bank syariah. Faktor-faktor yang di
nilai antara lain : permodalan (capital), kualitas aset (assetquality), manajemen
(management), rentabilitas (earning) likuIditas (liquidity) sensitivitas terhadap
resiko pasar ( sensitivity to market risk). (Edhi Satriyo Wibowo, 2012:3).
Krisis global dunia yang terjadi pada tahun 2008 pun memberi dampak
pada dunia perbankan Indonesia, dikarenakan eksposure pembiayaan perbankan
yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik. Akan tetapi
perbankan syariah tidak terlalu terkena dampak dari krisis global 2008. Ada dua
faktor yang dinilai telah „menyelamatkan‟ bank syariah dari dampak langsung
guncangan sistem keuangan global yaitu belum memiliki tingkat integritas yang
tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi
transaksi yang tinggi. Terbukti selama 2 bulan pertama di tahun 2009 jaringan
pelayanan bank syariah mengalami penambahan sebanyak 45 jaringan kantor.
Hingga saat ini sudah ada 1492 kantor cabang bank konvensional yang memiliki
layanan syariah (Bank indonesia, 2009). Ini bisa dilihat dari pertumbuhan aset
perbankan syariah selama periode oktober 2008 – maret 2009.
4
Grafik 1.1
Perkembangan Aset Perbankan Syariah (Milyar Rp) Periode
Oktober 2008 – Maret 2009
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dijelaskan pada grafik di periode oktober 2008 sampai februari 2009 aset
perbankan syariah terus mengalami peningkatan walaupun sedikit menurun pada
bulan maret. Hal ini membuktikan bahwa krisis global pada 2008 tidak terlalu
mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai dengan
februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Non Performing
Financing di bawah 5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah per
februari 2009 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan
33,3% pada februari 2008 menjadi 47,3% pada februari 2009. Sementara itu, nilai
pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp 40,2 triliun.
5
NPF adalah tingkat pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan
kepada bank, dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada
bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung pembiayaan non lancar
terhadap total pembiayaan. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan
semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut
akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet.
Kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar,
diragukan dan macet. (Purwanto, 2011:32)
Menurut Dendawijaya (2000:23) Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional. Semakin rendah
BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya
operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh
bank akan semakin besar. Besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh pada kontrak
mudharabah salah satunya bergantung pada pendapatan bank.
Bank diharuskan untuk efisien dalam biaya operasional agar tingkat
pendapatan laba semakin tinggi. Selain itu juga bank harus efisien agar bunga
kredit ke nasabah rendah. Otomatis jika bank efisien bunga yang dibebankan akan
semakin rendah, artinya semakin banyak kredit yang disalurkan kepada pelaku
dunia usaha untuk melakukan ekspansi usahanya.
Faktor internal yaitu variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) dapat
mempengaruhi tingkat profitabilitas bank syariah, semakin tinggi CAR maka
6
semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap
aktiva yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu
membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi profitabilitas. Tingginya rasio modal dapat melindungi depposan dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank, dan pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan suatu bank.
Sedangkan kebijakan moneter dalam perekonomian modern merupakan
variabel ekonomi yang signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi suatu
negara. jika dihubungkan dengan instrumen perbankan, dimana fungsi Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) sebagai instrumen pengendali moneter melalui pengawasan
terhadap kinerja bank umum. Hanya saja dikarenakan bahwa perbankan syariah
umumnya berusaha untuk menghindari semaksimal mungkin berbagai unsur
magrib (Maysir, Gharar, Ribawi) dimana SBI yang menggunakan sistem bunga
yang berdasarkan atas diskonto, maka muncullah yang dianamakan dengan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
berfungsi untuk menyerap kelebihan likuiditas (memenuhi kewajiban jangka
pendek) didalam perbankan, tetapi pada tanggal 31 maret 2008 diganti dengan
Sertifikat Bank Syariah Indonesia (SBIS) yang menggunakan akad juallah
(Statistik Perbankan Syariah).
Disamping SBIS bank syarih juga memberikan kepada masyarakat luas
untuk menyimpan dana dan memperoleh pembiayaan serta perbankan lainnya
berdasarkan prinsip syariah.
7
Jika diamati, pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia memang cukup
mengesankan dibandingkan sejak awal berdirinya bank syariah pertama di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu Laba, NPF, BOPO,
CAR dan SBIS berdasarkan data Bank Indonesia pada periode September 2009
sampai dengan Desember 2013 perkembangan instrument laba perbankan syariah
mengalami peningkatan setiap tahunnya dan dapat dilihat pada tabel 1.1
Tabel 1.1
Perkembangan Laba, Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR)
dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) periode September 2009 –
Desember 2013
Tahun Laba
(Milyar Rp)
NPF
(%)
BOPO
(%)
CAR
(%)
SBIS
(Milyar Rp)
2009 791 4,01
84,39 10,77 3076
2010 1051 3,02
80,54 16,25 5408
2011 1475 2,52
78,41
16,63
9244
2012 2645 2,22
74,75
14,13
4993
2013 3230
3,08
78,21
14,20
6699
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
8
Dapat dilihat dari Tabel 1.1 diatas perkembangan laba bank syariah
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya walaupun
masih. Hal ini menunjukkan indikasi positif yang ditinjau dari kemajuan
pencapaian visi pengembangan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Sehingga percepatan peningkatan laba bank syariah akan lebih mudah
untuk tercapai. Kemudian perkembangan laba yang cukup stabil dengan
pola kenaikan yang konsisten menunjukkan perkembangan laba bank
syariah merupakan keunggulan bagi performa bank syariah di Indonesia.
Jika dilihat, pada tahun 2009 merupakan tahun yang penuh
tantangan bagi perbankan syariah akibat dampak dari kenaikan harga
minyak dunia serta krisis keuangan yang bermula dari permasalahan
subrime mortgage telah mengganggu stabilitas keuangan, baik di negara-
negara maju maupun negara berkembang yang terjadi di tahun 2008.
Walaupun telah memberikan imbas terhadap ketahanan sistem keuangan
dan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mempengaruhi industri
perkembangan syariah. Disamping itu, industri perkembangan syariah
dapat mengahadapi tekanan yang cukup berarti dengan daya tahan sangat
baik hingga dapat menigkatkan fungsi intermediasi perbankan syariah
yang terus berjalan efektif. Terbukti dari kenaikan laba perbankan
syariah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari akhir tahun 2009
dimana laba perbankan syariah dari 791 milyar rupiah hingga mencapai
1.475 milyar rupiah pada tahun 2011.
9
Pada tahun 2013, laba perbankan syariah meningkat menjadi 3.230 milyar
rupiah. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor riil yang membaik dan aktivitas
industri perbankan syariah yang semakin meningkat. Selain itu dengan mulai
ekspansinya bank umum syariah baru yang berdiri ditahun sebelumnya..
Grafik 1.2
Perkembangan Laba Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Pergerakan laba perbankan syariah ini tidak lepas dari beberapa indikator
yang mempengaruhinya yaitu Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Perkembangan laba
perbankan syariah tidak lepas dari variabel NPF untuk melihat bagaimana kinerja
kesehatan kredit macet perbankan syariah, maka dapat digunakan indikator NPF
sebagai acuan. Besar kecilnya NPF dapat mempengaruhi kinerja perbankan
10
syariah. Semakin rendah nilai NPF maka kinerja perbankan syariah semakin baik.
Sebaliknya, jika nilai NPF semakin tinggi maka kinerja perbankan syariah
semakin buruk. Rata-rata NPF pada perbankan syariah mencapai 3-4% (BI,
Desember 2011:36). Ini menunjukkan bahwa NPF menurun maka akan
meningkatkan laba perbankan syariah yang sangat menggembirakan dalam
menjalankan kegiatan perbankan syariah.
Pada kolom Non Performing Financing (NPF) terlihat bahwa nilai NPF
semakin mengecil setiap tahunnya. Besar kecilnya NPF dapat mempengaruhi
kinerja perbankan. Rata-rata NPF pada perbankan syariah di Indonesia mencapai
3-4% (BI, Januari 2013:38). Dengan nilai NPF yang rendah membuat kinerja
perbankan syariah meningkat karena pembiayaan bermasalah yang terjadi pada
bank syariah hanya sedikit sehingga dengan meningkatnya kinerja perbankan
tersebut akan membuat laba yang dihasilkan menjadi ikut meningkat. Nilai
pembiayaan non lancar yang paling besar terjadi pada akhir tahun 2009 yang
mencapai 4,01% dan terendah pada 2012 mencapai angka 2,22%. Berdasarkan
nilai tersebut, dapat dijelaskan bahwa NPF sangat mungkin untuk mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Hal
ini menunjukkan bahwa setiap risiko pembiayaan menemukan pembiayaan non
lancar, jika ingin meningkatkan pembiayaan kepada masyarakat, pembiayaan
yang tergolong non lancer pun sangat mungkin untuk ikut meningkat. Oleh karena
itu, Bank Indonesia menetapkan standar berupa perbandingan persentase kategori
tingkat pembiayaan non lancar dengan maksud, agar bank tidak perlu ragu dalam
11
meningkatkan layanan jasa pembiayaan kepada masyarakat, karena yang
diperhatikan adalah bukan nominal melainkan perbandingannya yang kecil
Grafik 1.3
Perkembangan NPF Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dalam kolom Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional dapat
dilihat masih adanya fluktuasi. Perkembangan BOPO terus menurun namun
cenderung stabil dengan kisaran persentase sekitas 85% hinggan 74%. Rasio
BOPO sempat meningkat hingga 84,39% pada bulan akhir 2009 . Hal ini
dikarenakan tingkat efisiensi pada biaya operasional bank yang kurang efisien
yang kemudian akan berdampak pada laba perbankan. BOPO dalam Perbankan
syariah terus mengalami penurun setiap tahunnya dikarenakan perbankan syariah
mulai menerapkan efisiensi yang efektif pada pengeluaran operasional sehingga
meningkatkan pula laba perbankan syariah. BOPO sempat mencapai angka
terendah pada periode 2012 sebesar 74,75% terlihat karena pendapatan
12
operasional perbankan syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan
yang cukup signifikan, namun sempat mengalami kenaikan hingga sebesar
78,21% dikarenakan bank syariah banyak melakukan pembiayaan untuk
meningkatkan laba perbankan syariah, seperti biaya anggaran promosi dan
penambahan jumlah unit bank syariah.
Grafik 1.4
Perkembangan BOPO Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Dalam kolom CAR terlihat permodalan yang dikelola oleh perbankan
cenderung stabil, bahkan sempat mencapai 16,63% pada 2011. Seperti diketahui
peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal 8% hal ini yang
mengakibatkan bank-bank selalu menjaga agar CAR yang dimiliki sesuai
ketentuan. Saat CAR mencapai diatas 20% pada bulan Maret 2011 hal ini
disebabkan karena adanya penambahan modal untuk mengantisipasi
13
perkembangan skala usaha yang berupa ekspansi kredit (pembiayaan).
(www.indonesiafinancetoday.com)
Jika dilihat CAR terendah mencapai 10,77% dan terus mengalami
kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 16,63%. Hal ini disebabkan tingkat
pembiayaan pada periode tersebut ditingkatkan sehingga bank pun harus memiliki
tingkat kecukupan modal yang semakin tinggi pula. Pada periode 2012 sampai
2013 CAR mengalami penurunan yang stabil hingga mencapai 14,20%. Hal ini
memperlihatkan perbankan berusaha menjaga ketersediaan modalnya dengan
cukup baik dan mulai sedikit mengurangi pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah.
Grafik 1.5
Perkembangan CAR Perbankan Syariah Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
14
Variabel selanjutnya yang akan mempengaruhi laba perbankan syariah
yaitu SBIS. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) pada periode
2009 sampai dengan Akhir 2013 dapat diketahui bahwa perkembangan SBIS
setiap tahunnya sangat berfluktuatif sekali. Perkembangan SBIS yang berfluktatif
ini disebabkan antara lain karena Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah
juga berfluktuatif, sehingga penyerapan dana DPK yang ditempatkan pada SBIS
juga mengalami penurunan. Pada periode ini tercatat bahwa SBIS terendah
tercatat pada 2009 yaitu sebesar 3.076 milyar. Penurunan jumlah SBIS ini
disebabkan karena menurunnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah
yang ditempatkan pada SBIS, pada periode ini DPK perbankan syariah cenderung
digunakan untuk pembiayaan atau ditempatkan pada sektor rill.
Periode selanjutnya SBIS selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya
hingga mencapai 9.244 milyar. Setahun kemudian tepatnya yaitu pada 2012 SBIS
kembali mengalami penurunan, namun penurunan ini tidak lebih rendah
dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada 2009 yaitu sebesar 4.933
milyar. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2012 dikarenakan suku bunga yang
menjadi acuan fee untuk SBIS menurun, penurunan suku bunga ini dilakukan
Bank Indonesia untuk menumbuh kembangkan sektor riil dan peningkatan
investasi. (www.indonesiafinancetoday.com)
15
Grafik 1.6
Perkembangan SBIS Tahun 2009 – 2013
Sumber : Data Bank Indonesia yang sudah diolah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas bahwa NPF, BOPO, CAR
dan SBIS mempunyai dampak atau pengaruh terhadap Laba Perbankan Syariah di
Indonesia. Oleh karena itu penulis memilih judul “ANALISIS PENGARUH
NON PERFORMING FINANCING (NPF), BIAYA OPERASIONAL
TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO), CAPITAL
ADEQUACY RATIO (CAR) DAN SERTIFIKAT BANK INDONESIA
SYARIAH (SBIS) TERHADAP LABA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA PERIODE SEPTEMBER 2009 – DESEMBER 2013”.
16
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena
langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan
masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan
dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan Jumlah Non Performing
Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO),
Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia periode September 2009 –
Desember 2013.
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang akan
dilakukan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara parsial ?
2. Bagaimana pengaruh Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode September
2009 – Desember 2013 secara parsial ?
3. Bagaimana pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara parsial ?
17
4. Bagaimana pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013 secara parsial ?
5. Bagaimana pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara simultan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian dapat menggambarkan arah dari penulisan
serta konsisten dalam masalah, jadi merupakan solusi dari permasalahan yang
ada.
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka tujuan dilaksanakan
penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013.
2. Untuk menganalisis pengaruh Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode
September 2009 – Desember 2013.
18
3. Untuk menganalisis pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR)) terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember
2013.
4. Untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 –
Desember 2013.
5. Untuk menganalisis pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy
Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap laba
perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – Desember 2013
secara simultan
D. Manfaat Penelitian
Solusi yang terpilih diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu penulis, lembaga, maupun masyarakat luas.
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka tujuan dilaksanakan
penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
Untuk mengimplementasikan ilmu yang penulis peroleh selama kuliah
pada program S1 Prodi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi Ekonomi Islam.
2. Bagi Bank Syariah
19
Penulis ingin memberikan sumbangan pikiran dari hasil penelitian ini dan
semoga dapat dijadikan gambaran serta menambah wawasan dalam bidang
Laba Perbankan Syariah.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Penelitian ini akan menambahkan ke perpustakaan dibidang ilmu ekonomi
dan studi pembangunan konsentrasi Ekonomi Islam dan dapat dijadikan
sebagai bahan bacaan yang berisikan suatu studi perbandingan yang
bersifat karya ilmiah untuk menambah wawasan dan pengetahuan,
khususnya tentang Laba Perbankan Syariah.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Ekonomi Islam
Kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata
yaitu “oikos” yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan “nomos” yang
berarti “peraturan, hukum” kemudian bila digabung bermakna “aturan
rumah tangga”. Sedangkan kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari 3 akar kata yaitu “sin” yang berarti “alam”, “lam” yang
berarti Allah, dan “mim” yang berarti ibadah, kemudian bila digabung
menjadi “sinlammim” bermakna “alam dicipta Allah untuk
ibadah” (Mochamad Aziz, 2010;5).
Artinya: Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepada-Ku. (QS Adz-Dzariat [51]: 56)
Kata “islam” terdapat dalam 4 ayat dalam 3 surat yang berbeda.
Kata Islam dapat ditemukan dalam beberapa surat di al-Quran.
1.
Artinya : ”Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah Islam” (QS. Ali
Imran [3]: 19).
20
2. QS. Ali Imran [3]: 85.
3. QS. Al-Shaf [61]: 7.
4. QS. Al-Maidah [5]: 3.
Sedangkan berdasarkan kata jadian “salama” bermakna
“keselamatan, kedamaian”. Sehingga jika digabungkan maka kata
“Ekonomi Islam” secara harfiah berarti “aturan rumah tangga untuk
keselamatan”. Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal
yaitu Ontologi Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan
Aksologi Ekonomi Islam (Mochamad Aziz, 2009).
Latar belakang keilmuan Ekonomi Islam disebut sebagai Ontologi
Ekonomi Islam yaitu berupa alasan mendasar adanya Ekonomi Islam.
Sesuai dengan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, keluarga,
lingkungan, dan alam semesta maka elemen dasar penciptaan terdiri dari 3
unsur yaitu manusia, Allah, dan ibadah. Kemudian perpaduan 3 hal ini
membentuk alasan besar penciptaan yaitu Islam, sehingga ontology dari
Ekonomi Islam adalah Islam.
Artinya: Sesungguhnya Din (sistem) di sisi Allah adalah Islam. (QS. Ali-
Imran [3]: 19).
21
Sesuai dengan firman Allah tersebut bahwa sistem atau Din yang
diciptakan Allah itu hanya Islam. Sehingga sistem ekonomi yang ada
seharusnya juga mengikuti aturan dalam sistem Islam. (Mochamad Aziz,
2009;8).
Islam dalam Ekonomi Islam merupakan konsep besar sebagai suatu
sistem yang menyeluruh. Kemudian Islam yang menyeluruh inilah yang
menjadi epistemology dari keilmuan Ekonomi Islam yang sedang
berkembang yaitu kafah. Ekonomi Islam yang kafah muncul sebagai
konsep dasar ekonomi dengan batasan Islam sebagai suatu sistem.
Artinya: Wahai orang-orang beriman masuklah kalian ke dalam Islam
secara kafah. (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Konsep Ekonomi Islam yang kafah didukung oleh Quran Surat Al-
Baqarah [2] ayat 208 bahwa tujuan dari Ekonomi Islam dapat dijalankan
oleh orang-orang yang beriman dan dilakukan secara sistematis dan
menyeluruh atau kaffah yang berarti dimulai dari Islam sebagai kerangka
dasar kehidupan yang di dalamnya mengandung makna bahwa manusia
diciptakan Allah untuk ibadah. Kemudian dikembangkan ke berbagai
aspek termasuk ekonomi (Mochamad Aziz, 2010;11).
Kerangka dasar Islam dari konsep yang menyeluruh berupa kafah
ini perlu diterjemahkan ke dalam penerapan berekonomi secara makro dan
mikro ekonomi. Implementasi dari kedua hal tersebut dijabarkan dalam
bentuk aksiologi yaitu keseimbangan sistem ekonomi yang terdiri dari 2
22
hal misalnya antara penawaran dan permintaan. Secara analogis, gambaran
tentang keseimbangan antara 2 hal dalam Al-Quran disebutkan sebagai
hubungan antara hal yang baik dan hal yang buruk (Mochamada Aziz,
2010;14).
Artinya: dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan (QS. Saba [34]: 28).
B. Perbankan Syariah
1. Definisi Bank Syariah
Definisi bank menurut Rodoni (2006:21) adalah suatu badan usaha
yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk
menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang
ditentukan.
Definisi bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik
dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Rodoni
dan Hamid, 2008:14)
Bank Islam atau bank syariah menurut M. Syafi’i Antonio
(2002:13) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga.
Bank syariah atau biasa disebut bank tanpa bunga, adalah lembaga
23
keuangan atau perbankan uang operasional dan produknya dikembangkan
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.
Menurut Rivai dan Veithzal (2008;21), Islamic Banking adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada dalam ajaran
islam,berfungsi sebagai badan usaha yang menyalurkan dana dari dan
kepada masyarakat atau sebagai perantara keuangan. Prinsip islam yang
dimaksud adalah perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank, pihak
lain untuk penyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha.
Perkembangan bank syariah di beberapa Negara memberikan
pengaruh positif terhadap perbankan syariah di Indonesia karena
mengingat Indonesia merupakan dengan penduduk muslim terbesar di
dunia. Upaya intensif pendirian bank syariah di Indonesia dapat
ditelusuri jejaknya sejak tahun 1988, para ulama waktu itu telah berusaha
untuk mendirikan bank bebas bunga dan akhirnya dengan undang-
undang no.7 tahun 1992 tentang perbankan, dimana perbankan bagi hasil
di akomodasikan, maka Bank Mualamat Indonesia merupakan bank
umum syariah pertama yang beroperasi di Indonesia. (Zainul Arifin,
2008:26).
2. Tujuan Bank Syariah
Menurut Zainul Arifin (2008;15) Di dalam pembentukannya bank
islam memilik tujuan yaitu :
24
a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara
islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktik riba atau jenis-jenis usaha atau
perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana
jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam islam, juga telah
menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat.
b. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan
meratakan pendapatan melalui investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya)
dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin).
c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka
peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok
miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif,
menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwirausaha).
d. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah
kemiskinan, yang pada umunya merupakan program utama negara-
negara sedang berkembang.
e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter pemerintah. Dengan
aktivitas-aktivitas bank islam yang diharapkan mampu menghindari
inflasi akibat penerapan sistem bunga, menghindari persaingan yang
tidak sehat antara lembaga keuangan.
Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank
non-islam (konvensional) yang menyebabkan umat islam berada di bawah
25
kekuasaan bank, sehingga umat islam tidak bisa melaksanakan ajaran
agama secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan
perekonomiannya (Warkum Sumitro, 2000 ; 18).
3. Prinsip Bank Syariah
Menurut Rodoni (2009:123) prinsip syariah adalah aturan atau
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah. Bank syariah didirikan dengan
tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-
prinsip Islam ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank Islam itu adalah :
a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.
b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan
keuntungan yang sah.
c. Memberikan zakat.
Jadi bisa dikatakan bahwa prinsip syariah adalah aturan atau
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
menyimpan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syariah.
4. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Menurut Sudarsono (2008:43) fungsi dan peranan bank syariah
yang tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan
26
oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial
Institution), yaitu sebagai berikut :
a) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
b) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya
maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
c) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah dapat
melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana
mestinya.
d) Pelaksaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan,
mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
5. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional seperti ditunjukkan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
1. Bunga Berbasis revenue/profit
loss sharing (bagi hasil)
Berbasis Bunga
2. Risiko Risk sharing Anti Risk
27
3. Operasional Beroperasi dengan
menggunakan sektor riil
Beroperasi dengan
pendekatan sektor-sektor
keuangan, tidak terkait
langsung dengan sektor riil.
4. Produk Multi produk (jual beli,
bagi hasil, jasa)
Produk tunggal (kredit)
5. Pendapatan Pendapatan yang diterima
deposan terkait langsung
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari
pembiayaan
Pendapatan yang diterima
deposan tidak terkait
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari kredit
6. Tidak mengenal negative
spread
Mengenal negative spread
7. Dasar
hukum
Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa
ulama, Bank Indonesia dan
Pemerintah
Bank Indonesia dan
Pemerintah
8. Falsafah Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maisir)
dan ketidak jelasan
(gharar)
Berdasarkan atas bunga
(riba)
9. Operasional Dana masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan
Dana Masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan simpanan
28
(wa’diah) dan investasi
(mudharabah) yang
baru akan mendapatkan
hasil jika “diusahakan”
terlebih dahulu
Penyaluran dana
(financing) pada usaha
yang halal dan
menguntungkan
yang harus dibayar
bunganya pada saat
jatuh tempo
Penyaluran dana pada
sektor yang
menguntungkan dan
aspek halal tidak
menjadi prioritas utama
10. Aspek
social
Dinyatakan secara eksplisit
dan tegas yang tertuang
dalam misi dan visi
Tidak diketahui secara
tegas
11. Organisasi Memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Tidak memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
12. Uang Uang bukan komoditi,
tetapi hanya alat
pembayaran
Uang adalah komoditi
selain sebagai alat
pembayaran
Sumber : (Rodoni dan Hamid, 2008:15)
6. Akad – Akad Dalam Bank Syariah
Fiqh muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad.
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya,
sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya
29
mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban untuk
melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa-apa.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih dahulu.
Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua belah pihak yang
terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia
atau mereka menerima sanksi seperti yang sudah disepakati dalam akad.
a. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirbala). Transaksi
ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’,
pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan
imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’
adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian
pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada
counter-part-nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost)
yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut.
30
b. Akad Tijarah
Seperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad
tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract)
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah
adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa menyewa, dan lain-lain.
7. Produk Dan Jasa Dalam Perbankan Syariah
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu :
a. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditunjukkan untuk memiliki
barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk
mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan
di depan dan menjadi bagian harta atas barang atau jasa yang dijual. Produk
yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip
31
jual-beli seperti Mudharabah, Salam, dan Istisnha serta produk ysng
menggunakan prinsip sewa, yaitu Ijarah dan IMBT.
Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan
dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada
produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang
disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad
pelengkap ditunjukkan untuk memperlancar pembiayaan dengan
menggunakan tiga prinsip di atas. Kita akan membahas masing-masing
produk ini dengan lebih rinci pada uraian berikut.
a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer or property).
Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai
berikut :
1) Pembiayaan Murabahah
Murabahah lebih dikenal sebagai murabahah saja.
Murabahah,yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah
transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
32
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad
jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama
berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan
dengan cara pembayaran cicilan ( bi tsaman ajil, atau muajjal).
Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad,
sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
2) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jusl beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank
bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual.
Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi
ini kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang harus
ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan
kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan
nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tubai atau secara
cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank
menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan
33
(bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya
secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran.
3) Pembiayaan Istishna’
Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam
istishna pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa
kali (termin) pembayaran. Skim Istishna dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan Istishna adalah
spesifikasi barang pesenan harus jelas seperti jenis, macam
ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati
dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah
akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi
perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya
adalah jasa.
34
Pada masa akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati
pada awal perjanjian.Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal
perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk Pembiayaaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil
adalah sebagai berikut.
1) Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah
(syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan
nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua
bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana
mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja
sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset),
kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible
asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi
35
(credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai
dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari
bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa
batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2) Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang
popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja
sama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari shahib al-
maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil
shahib al-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang
kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan
bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat
kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia
diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba yang optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan
mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen
dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah,
36
modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam
musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih.
Musyarakah dan mudharabah dalam literature fiqih
berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang
menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung
keadilan. Karenanya masing-masing pihak harus menjaga
kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha-usaha
dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan
ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak
ajaran islam.
d. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak
ditunjukkan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan
untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
melakasanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini sekadar untuk
menutupi biaya yang benar-benar timbul. Akad pelengkap ini adalah
akad-akad tabarru.
37
1) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank mendapat ganti-biaya atas jasa pemindahan
piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul,
bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang
berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan
piutang dengan yang berutang.
2) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :
Milik nasabah sendiri
Jelas ukuran, sifat, dan niali ditentukan berdasarkan nilai riil
pasar.
Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan
merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang
digadaikan rusak atau cacat, nasabah harus bertanggung jawab.
Apabila nasabah wanpretasi, bank dapat melakukan
penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim.
38
Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut
dengan seizing bank. Apabila hasil penjualan melebihi
kewajibannya, kelebihan tersebut menjadi milik nasabah.
Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya,
maka nasabah harus menutupi kekurangannya.
3) Qarh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam
perbankan biasanya dalam empat hal:
Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji
diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat
penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan
melunasinya sebelum keberangkatan ke haji.
Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) di produk kartu
kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk
menarik uang tunai milik bank malalui ATM. Nasabah akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila
diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau
bagi hasil.
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank dimana bank
menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan
39
mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui
potongan gajinya.
4) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti pembukuan L/C,
inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad
pemberian kuas harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan
L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka
penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan
murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.
5) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank
dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana
untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana
tersebut dengan prinsip wadiah. Untuk jasa-jasa ini, bank
mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
C. Laba
1. Definisi Laba
Laba atau keuntungan dapat didefinisikan dengan dua cara. Yang
pertama laba dalam ilmu ekonomi murni didefinisikan sebagai
40
peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya,
setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman
modal tersebut (termasuk didalamnya biaya kesempatan). Sementara itu
laba dalam akutansi didefinisikan sebagai selisih antara harga penjualan
dengan biaya produksi. Perbedaan di antara keduanya dalam segi
pendefinisian. (www.wikipedia.org)
Menurut Baridwan (1992:55) laba adalah kenaikan modal (aktiva
bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang
terjadi dari suatu badan usaha dan dari semua transaksi atau kejadian lain
yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali yang timbul
dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik. Dan pengertian laba
secara umum adalah selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam
jangka waktu (periode) tertentu. Laba sering digunakan sebagai suatu
dasar untuk pengenaan pajak. Kebijakan deviden, pedoman investasi serta
pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Harnanto, 2003 : 444).
Dalam teori ekonomi juga dikenal adanya istilah laba, akan tetapi
pengertian laba di dalam teori ekonomi berbeda dengan pengertian laba
menurut akutansi. Dalam teori ekonomi, para ekonom mengartikan laba
sebagai suatu kenaikan dalam kekayaan perusahaan, sedangkan dalam
akutansi, laba adalah perbedaan pendapatan yang direalisasi dari transaksi
yang terjadi pada waktu dibandingkan dengan biaya-biaya yang
dikeluarkan pada periode tertentu (Harahap, 1997:45).
41
Setiap pendirian suatu organisasi atau badan usaha memiliki tujuan.
Tujuan dari didirikannya sebuah perusahaan oleh pemilik perusahaan
adalah untuk menciptakan laba. Termasuk di dalamnya adalah pendirian
sebuah bank, baik itu bank konvensional maupun bank syariah. Laba juga
dapat diartikan sebagai opportunity cost bagi seseorang yang
menginvestasikan dana yang dimiliki.
Menurut Sastradipoera dalam Gumayantika (2008:82) laba adalah
jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variabel dikurangkan dari
penerimaan bank, kelebihan pendapatan (income) di atas pengeluaran
(expenditure) bank. Laba yang diperoleh suatu perusahaan menunjukan
sejauh mana manajemen perusahaan berhasil mengorganisasi bisnis atau
sebaliknya. Laba dapat dilihat dari neraca bank, yaitu daftar yang memuat
mengenai keuntungan (laba), total pendapatan dan total pengeluaran
(expenditure) bank. Dengan rumus total aset adalah sebagai berikut :
2. Komponen – Komponen Yang Menetukan Besarnya Laba
Komponen – komponen yang menetukan besarnya laba, sebagai berikut :
(www.wikipedia.org)
Laba = Pendapatan + Pengeluaran
42
a) Penyimpangan laba kotor
Penyimpangan antar realisasi penghasilan dan biaya diluar usaha
dibandingkan dengan anggaran penghasilan dan biaya diluar usaha
b) Biaya pemasaran
Biaya pemasaran meliputi semua biaya dalam rangka
menyelenggarakan kegiatan pemasaran, yaitu :
Biaya untuk memperoleh atau menimbulkan pesanan
Biaya untuk memenuhi atau melayani pesanan
c) Biaya administrasi
Biaya administrasi dan umum adalah semua biaya yang terjadi dan
berhubungan dengan fungsi adminitrasi dan umum, meliputi biaya
dalam rangka penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengarahan, dan
pengawasan terhadap kegiatan perusahaan secara keseluruhan.
3. Laba pada Perbankan Syariah
Laba dalam akutansi secara operasional didefinisikan sebagai
perbedaan antara pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi
selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan
tersebut. (www.wikipedia.org)
Laba merupakan ringkasan hasil aktivitas kegiatan operasi suatu
bank. Untuk menghitung seberapa besar laba yang diperoleh dalam
suatu periode tertentu, bank pada umumnya membuat suatu laporan
yang kita kenal dengan laporan laba-rugi dengan tujuan untuk :
43
1. Perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan
pajak yang akan diterima negara
2. Menghitung deviden yang akan dibagikan kepada
pemilik dan yang akan diterima oleh perusahaan
3. Menjadi pedoman dalam menentukan kebijaksanaan
investasi dan pengambilan keputusan
4. Menjadi dasar dalam peramalan laba maupun kejadian
ekonomi perusahaan lainnya dimasa yang akan datang
5. Menjadi dasar penghitungan penilaian efisiensi
Pengertian laba menurut pendapat ulama-ulama fiqih adalah
pertambahan pada modal pokok pertambahan pada modal pokok
perdagangan atau dapat juga dikatakan sebagai tambahan nilai yang timbul
karena barter atau ekspedisi dagang.
Berikut ini beberapa aturan tentang laba dalam konsep islam :
1. Adanya harta (uang) yang dikhususkan untuk
perdagangan.
2. Mengoperasikan modal tersebut secara interaktif dengan
unsur-unsur yang lain terkait untuk produksi, seperti
usaha dan sumber-sumber alam.
3. Memposisikan harta sebagai obyek dalam pemutarannya
karena adanya kemungkinan pertambahan atau
pengurangan jumlah
44
4. Selamatnya modal pokok yang berarti modal bisa
dikembalikan
Dalam penghitungan laba yang dimungkinkan terjadi perubahan
laba, yaitu kenaikan atau penurunan laba dari tahun ke tahun. Laba yang
digunakan adalah relatif. Digunakan angka relative didasari alasan angka
laba tersebut lebih representatif dibandingkan laba absolute. Dasar
perhitungan laba adalah laba sebelum pajak.
Penentuan target laba ini penting untuk mencapai tujuan
perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, dengan adanya target yang
harus dicapai, pihak manajemen termotivasi untuk bekerja secara optimal.
Hal ini penting karena pencapaian laba ini merupakan salah satu ukuran
keberhasilan sebuah bank dalam menjalankan aktivitasnya, sekaligus
ukuran kinerja pihak manajemen ke depan. Kemudian bagi pihak
manajemen, perolehan laba suatu bank tidak hanya sekedar laba saja,
tetapi harus memenuhi target yang telah ditetapkan. Artinya ada jumlah
angka baik dalam unit maupun dalam rupiah yang harus dicapai oleh
manajemen suatu bank setiap periodenya.
Pertumbuhan laba yang dimaksud dalam penelitian ini dihitung
dari selisih jumlah laba tahun yang bersangkutan dengan jumlah laba
tahun sebelumnya dibagi dengan jumlah laba tahun sebelumnya.
Pertumbuhan laba dapat dirumuskan sebagai berikut (Usman dalam
Hapsari, 2007:37) :
45
Dimana : pertumbuhan laba bank i pada periode t
laba bank i pada periode t
laba bank i pada periode t-1
Di bank konvensional, laba diperoleh dari hasil total bunga yang
didapatkan melalui simpanan nasabah. Sedangkan bank syariah
memperoleh laba dari sistem bagi hasil antara pihak bank dengan nasabah.
Dalam bank konvensional, manajemen tidak ikut menanggung resiko
kerugian jika bank tersebut bermasalah, sedangkan pada bank syariah
manajemen ikut menanggung beban kerugian jika usahanya tidak mampu
dioperasikan lagi. Karena selain bertanggung jawab penuh terhadap
kelangsungan hidup perusahaan, bank syariah memberikan persentase laba
bersih yang lebih kepada manajemen jika kinerjanya dalam mengelola
perusahaan dinilai layak untuk diperhitungkan. Jadi selain memperoleh
gaji, manajemen juga memperoleh deviden dari laba bersih akhir tahun.
D. Non Performing Financing (NPF)
1. Pengertian Non Performing Financing (NPF)
Pembiayaan bermasalah berarti pembiayaan yang dalam
pelaksaannya belum mencapai atau memenuhi target yang diinginkan
pihak bank seperti : pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah,
pembiayaan yang memiliki kemungkinan timbulnya resiko di kemudian
46
hari bagi bank, pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus,
diragukan dan macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi
penunggakan dalam pengembalian (Veithzal , 2007;34).
Menurut Sudarsono (2007;16) pembiayaan non lancar atau yang
juga dikenal dengan istilah NPF dalam perbankan syariah adalah jumlah
kredit yang tergolong lancar yaitu jumlah kredit yang tergolong lancar
yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva produktif.
NPF = Pembiayaan Non Lancar x 100%
Total Pembiayaan
Tabel 2.2
Perhitungan NPF Berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah (Debitur)
di Bank Syariah
Jenis
Pembiayaan
Kategori yang Diperhitungkan Dalam NPF
Kurang Lancar Diragukan Macet
Murabahah,
Istshna,
Ijarah, Qard
Tunggakan lebih
dari 90 hari s.d.
180 hari
Tunggakan lebih
dari 180 hari s.d. 270
hari
Tunggakan lebih
270 hari
Salam Telah jatuh
Tempo s.d. 60 hari
Telah jatuh tempo
s.d. 90 hari
Lebih dari 90 hari
47
Sumber : (Ihsan, 2011:23)
2. Penilaian Kesehatan Non Performing Financing (NPF)
Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah
maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat
kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang
diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF
ditentukan sebagai berikut :
Lebih dari 8%, skor nilai = 0
Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan
meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan
tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan
sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga
yang telah menetapkan tingkat keuntungan dimuka.
Mudharabah,
Musyarakah
Tunggakan s.d. 90
realisasi bagi hasil
diatas 30% s.d.
90% dari proyek
pendapatan.
Tunggakan lebih
dari 90 hari s.d. 180
hari realisasi bagi
hasil kurang dari 3%
Tunggakan lebih dari
180 hari, realisasi
pendapatan kurang
dari 30% dari
proyeksi pendapatan
lebih dari 3 periode
pembayaran
48
E. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
1. Pengertian Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)
BOPO termasuk rasio (earnings). Keberhasilan bank didasarkan
pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan
menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional
(Kuncoro dan Suhardjono, 2002:64)
Menurut Dendawijaya (2009:120), rasio biaya operasional
digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatan pendapatan operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi
digunakan untuk menukur kemampuan manajemen bank dalam
mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Semakin kecil rasio ini berrati semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank yang bersangkutan. BOPO dinyatakn dengan rumus :
BOPO =
Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan total beban
bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah
penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional
lainnya.
49
BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan resiko
operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank.
Resiko operasional berasal dari kerugian operasional bila terjadi penurunan
keuntungan yang dipegaruhi oleh struktur biaya operasional, dan
kemungkinan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk-produk. Biaya
dana bagi bank merupakan biaya operasional bank dengan jumlah terbesar.
Menurut Muhammad (2006;37) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi besarnya biaya dana, yaitu struktur sumber dana, tingkat bagi
hasil dan cadangan wajib.
F. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang
menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang
mencakupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank. (Suhardjono,2002:40)
Rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko
(Dendawijaya,2001:34).
CAR diukur dengan membagi modal dengan aktiva tertimbang
menurut resiko (ATMR)
CAR =
x 100%
50
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka
pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi
CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung
resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang beresiko. Jika nilai CAR tinggi
(sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut mampu membiayai operasi
bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Suhardjono,2002:73).
Menurut Zainul Arifin (2006:138) dalam menelaah CAR bank
syariah, terlebih dahulu harus mempertimbangkan bahwa aktiva bank syariah
dapat dibagi atas :
Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/kewajiban atau hutang
(wadiah atau qardh dan sejenisnya)
Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (profit and loss sharing
investment account) yaitu mudharabah (general investment
account/mudharabah mutlaqah, restricted investment account/mudharabah
muqayyadah)
G. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tanggal 31
Maret 2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat berharga
51
berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
Menurut Arifin (2009:198), yang dimaksud Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang
sesuai prinsip pada bank syariah yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan
pengendalian moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter
berdasarkan prinsip syariah dan dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk
mengatasi bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka
pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dengan
menggunakan akad ju‟ alah. Akad ju‟ alah adalah janji atau komitmen
(iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu („Iwadh/ju‟ l) atas pencapaian
hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
2. Karakteristik SBIS
a) Menggunakan akad jualah (berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional dan Majelis Ulama Indonesia, SBIS juga dapat
diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah,
wadiah, qardh, dan wakalah).
b) Diterbitkan oleh Bank Indonesia.
52
c) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan.
d) Diterbitkan tanpa warkat (scripless).
e) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
f) Merupakan instrumen kebijakan moneter dan saran penitipan dana
sementara.
g) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. (www.bi.go.id).
Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan instrumen moneter berbasis
syariah yaitu SBIS yang menjadi alternatif tambahan bank syariah, Badan
Usaha Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) dalam pengelolaan
dana investasinya. Dengan adanya instrumen tersebut, bank syariah tidak
perlu takut menerima dana pihak ketiga dari individu atau kelompok dalam
jumlah besar. Saat ini banyak bank umum ataupun Unit Usaha Syariah (UUS)
yang tidak mau menerima dana masyarkat yang bernilai besar karena ragu
tidak mampu menyalurkannya. Bila hal tersebut dipaksakan, akibatnya bagi
hasil yang diterima pemilik dana justru akan mengecil dan tingkat
pembiayaan bermasalah pun akan meningkat. Kehadiran SBIS dan
pemberlakuan UU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan pemberlakuan
UU Perbankan Syariah maka akan mendorong optimalisasi pengembangan
bisnis treasury lembaga keuangan dna perbankan syariah. Penerbitan SBIS
tidak akan menggangu perekonomian akibat perbankan lebih senang
menempatkan dananya di SBIS dibanding menyalurkannya.
53
3. Ketentuan Hukum SBIS
Menurut Zulkifli (2008:67) ketentuan hukum SBIS yaitu :
a) SBIS sebagai instrumen pengendalian moneter boleh diterbitkan
untuk memenuhi kebutuhan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
b) Bank Indonesia memberikan imbalan kepada pemegang SBIS
sesuai dengan akad yang dipergunakan.
c) Bank Indonesia wajib mengembalikan dana SBIS kepada
pemegangnya pada saat jatuh tempo.
d) Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan dananya
yang belum dapat disalurkan ke sektor riil.
4. Mekanisme Penerbitan SBIS
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI dan peraturan Bank Indonesia, yang
instrumen SBIS dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme lelang
sebagaimana hal ini pun diberlakukan bagi SBI konvensional. Berdasarkan
surat edaran Bank Indonesia No. 10/40/DPM Tanggal 17 November 2008
tentang tata cara penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
Berikut ini adalah penjelasan atas hal-hal yang berkaitan dengan peraturan
di atas. Berkaitan dengan penatausahaan SBIS, sebagaimana yang telah
dioperasikan terhadap SBI konvensional, BI menggunakan sistem
pencatatan dan penatausahaan secara elektrolis yang dikenal dengan
sistem BI-SSSS (Scripless Securities Settlement System) atau sistem
penyelesaian surat berharga tanpa warkat, yaitu transaksi dengan Bank
54
Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaannnya surat
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS).
5. Pihak – Pihak Lelang Dalam SBIS
a) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau
pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS atau UUS.
b) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun tidak
langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio
(FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia (Soemitra, 2009:217).
6. Pembatalan Hasil dan Transaksi Lelang SBIS
a) Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia.
b) Transaksi SBIS (settlement lelang SBIS, Settlement first leg Repo
SBIS dan Settlement Second leg Repo SBIS) dinyatakan batal
apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS
atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi (www.bi.go.id).
7. Sanksi SBIS
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/18/PBI/2010. Bank Indonesia
mengenakan sanksi kepada BUS dan UUS atas transaksi SBIS yang
dinyatakan batal berupa (www.bi.go.id) :
a) Teguran tertulis
55
b) Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai transaksi SBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap transaksi
yang dinyatakan batal. Dengan tidak mengurangi sanksi tersebut
diatas, dalam hal BUS atau UUS melakukan transaksi SBIS dan
atau transaksi operasi moneter syariah lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai operasi moneter syariah, yang dinyatakan batal sebanyak
tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, maka BUS atau UUS
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan operasi moneter syariah selama 5 hari kerja berturut-turut.
H. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Non Perfoming Finance (NPF) terhadap Laba
Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada
nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada
kelancaran pengembalian kredit oleh nasabah atas pokok pinjaman
dan bunga secara langsung dapat mempengaruhi kinerja bank.
(Darmawi, 2006:38)
Jika non performing financing (NPF) mengalami kenaikan maka
akan mempengaruhi pada penurunan probabilitas bank karena
56
besarnya rasio NPF menunjukkan bahwa kemampuan manajemen
bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank
kepada nasabah. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan
semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar, yang nantinya akan berdampak pada laba
perbankan syariah. Oleh karena itu peran pemerintah dalam mengatur
kebijakan hal seperti ini melalui Bank Indonesia menetapkan nilai
maksimal NPF pada perbankan adalah sebesar 5%.
NPF sebagai indikator tingkat kualitas laba, dimana NPF sebagai
cakupan komponen dan kualitas aktiva produktif yang berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia dan dihitung dengan membandingkan
aktiva produktif bermasalah dan aktiva produktif dari bank itu sendiri.
Semakin kecil rasio NPF suatu bank, maka dapat dikatakan bank
tersebut sehat. Dalam penelitian menurut Agung dan Hidayah
(2008:22) dalam penilitiannya mengenai credit crunch, tingginya NPL
(Non Performing Loan) merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan perbankan enggan memberikan kredit. Hal ini
dikarenakan semakin tingginya NPL suatu bank maka akan
berpengaruh buruk terhadap permodalannya.
Menurut Dea Naufal Kharisma (2011:9) variabel NPF secara
individu terhadap profitabiltas menghasilkan niali signifikansi uji t
sebesar 0.516 > 0.05, dengan demikian berarti non performing
financing tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas dan
57
dengan arah negatif yang berarti semakin tinggi tingkat tingkat non
performing financing maka mengakibatkan menurunnya profitabilitas.
Sebab dalam kenyataanya, yang mendominasi kegiatan operasional
bank syariah adalah prinsip jual beli (murabahah), padahal yang
menjadi ciri khas bank syariah adalah prinsip bagi hasil. Hal itu
disebabkan oleh prinsip kehati-hatian bank syariah yang belum
memadai sehingga dianggap berbahaya apabila terlalu banyak
menyalurkan pembiayaan bagi hasil.
2. Hubungan Biaya Operasional Pada Pendapatan Operasional (BOPO)
terhadap Laba
Rasio BOPO menunjukkan efisiensi bank dalam menjalankan
usaha pokoknya terutama kredit, dimana kredit menjadi pendapatan
terbesar perbankan. Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh
bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan
terbesar bagi bank syariah. Tingkat kesehatan pembiayaan (NPF) ikut
mempengaruhi pencapaian laba bank (Suhada, 2009). Semakin kecil
BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan
aktivitas usahanya. Bank yang sehat rasio BOPO nya kurang dari 1
sebaliknya bank yang kurang sehat rasio BOPO nya lebih dari 1.
Semakin tinggi biaya pendapatan bank berarti kegiatan operasionalnya
semakin tidak efisien sehingga pendapatannya juga makin kecil.
58
Dengan kata lain BOPO berhubungan negatif terhadap profitabilitas
bank.
Dalam penelitian Erros Daniariga untuk mengetahui pengaruh rasio
keuangan CAMEL secara simultan dan pertumbuhan laba di respon
parsial terhadap perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek.
Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa secara parsial
pertumbuhan laba yang dinyatakan dalam rasio-rasio keungan yang
terdiri dari variabel CAR, RORA, NPM, BOPO, dan LDR setelah
dilakukan pengujian variabel CAR, RORA, dan NPM mempunyai
tingkat signifikasi t lebih besar dari 5% maka H gagal ditolak
sehingga tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
keuangan perbankan, sedangkan variabel BOPO dan LDR mempunyai
tingkat signifikasi t lebih kecil dari 5% maka H ditolak sehingga
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan laba.
3. Hubungan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Laba
Capital Adequacy ratio adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang
mencukupi dan kemampuan bank dalam mengidentifikasi, mengukur,
mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat
berpengaruh terhadap besarnya modal bank (Mudrajad Kuncoro dan
Suhardjono:2002). Semakin tinggi CAR maka semakin baik kondisi
sebuah bank (Tarmidzi Achmad, 2003). Jika nilai CAR tinggi berarti
59
bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang
menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang
cukup besar bagi profitabilitas. (Mudrajad Kuncoro dan
Suhardjono:2002).
Menurut hasil penelitian dari Hasil penelitian ini didukung dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kartika Wahyu Sukarno dan
Muhamad Syaichu (2006) dalam penelitiannya diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa CAR berpengaruh signifikan terhadap laba
perbankan.. Hasil ini mengindikasikan kecukupan modal belum tentu
menyebabkan besar kecilnya keuntungan bank. bank memiliki modal
besar namun tidak mampu menggunakan modal itu secara efektif
untuk menghasilkan laba, maka modal yang besar tersebut tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas bank.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kondisi bank syariah
di Indonesia mulai mengarah ke arah yang baik setelah terjadinya
krisis ekonomi. Tingkat CAR sangat mempengaruhi kepercayaan
masyarakat terhadap bank, dimana kepercayaan masyarakat
merupakan modal dasar bagi kelangsungan lembaga keuangan ini.
Tingkat CAR yang ideal akan sangat menguntungkan bagi bank dan
dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sebagai pemilik dana
sehingga masyarakat akan memiliki keinginan yang lebih untuk
menyimpan dananya di bank (Kartika Wahyu Sukarno dan Muhamad
Syaichu 2006:53)
60
4. Hubungan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba
Sektor moneter dalam perekonomian modern merupakan variabel
ekonomi yang signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi
suatu negara. Dalam hal ini Bank Sentral memegang peran perbankan
dalam perekonomian, salah satu fungsinya adalah sebagai tempat
meminjam uang bagi bank-bank komersial termasuk bank syariah
yang sedang mengalami kesulitan likuiditas ataupun menempatkan
dananya dalam kondisi over likuiditas (lender of the last resrot).
Fungsi ini sangat penting untuk dilakukan guna meningkatkan
kestabilan sistem keuangan atau perekonomian dan pada akhirnya
mempertahankan tingkat kepercayaan publik yang tinggi terhadap
sistem perbankan.
Selama ini kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pengendalian uang beredar ditempuh dengan operasi
pasar terbuka. Agar operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah
dapat dilaksanakan, maka dalam rangka pengendalian moneter
diciptakan suatu piranti yang sesuai dengan prinsip syariah dalam
bentuk sertifikat bani indonesia bank syariah (SBIS) yang pada
akhirnya akan berdampak pada kinerja bank syariah khususnya laba.
Hasil penelitian Sri Widyastuti dan Deki Anwar (2009:13) yang
menjelaskan bahwa instrumen SWBI (Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia) memberikan dampak yang lebih baik dari pada instrumen
moneter syariah PUAS terhadap peningkatan jumlah laba pada
61
perbankan syariah. Dengan demikian penempatan dana menganggur
(idle fund) perbankan syariah di Indonesia sebaiknya diletakkan pada
instrumen moneter syariah SWBI. Karena memiliki dampak dan
resiko yang lebih minimal terhadap kinerja perbankan syariah
khususnya aset bila dibandingkan dengan instrumen moneter syariah
PUAS. Ini pula mempengaruhi peningkatan laba di perbankan syariah
dimana semakin banyak orang yang melakukan transaksi di pasar
uang semakin tinggi pula laba perbankan syariah.
I. Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa
Non Performing Financing, Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional, Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS) mempengaruhi Laba Perbankan Syariah. Diantaranya :
1. Erros Daniariga (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Erros Daniariga untuk mengetahui
pengaruh rasio keuangan CAMEL secara simultan dan pertumbuhan laba
di respon parsial terhadap perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa
efek. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa secara parsial
pertumbuhan laba yang dinyatakan dalam rasio-rasio keungan yang terdiri
dari variabel CAR, RORA, NPM, BOPO, dan LDR setelah dilakukan
pengujian variabel CAR, RORA, dan NPM mempunyai tingkat signifikasi
62
t lebih besar dari 5% maka H gagal ditolak sehingga tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan perbankan,
sedangkan variabel BOPO dan LDR mempunyai tingkat signifikasi t lebih
kecil dari 5% maka H ditolak sehingga mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pertumbuhan laba.
2. Rizki Syahfandi dan Siti Mutmainah (2012)
Penelitian yang dilakukan oleh Rizki Syahfandi dan Siti
Mutmainah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perataan
laba penyisihan penghapusan aktiva produktif. Hasil penelitian tersebut
menemukan bahwa jumlah pembiayaan, non perfoming finance (NPF),
probabilitas, ukuran perusahaan (size) berpengaruh positif terhadap
variabel perataan laba. Sedangkan CAR dan umur perusahaan (age)
yang merupakan variabel kontrol tidak berpengaruh terhadap variabel
perataan laba.
3. Rina Ani Sapariyah (2010)
Penelitian yang dilakukan oleh Rina Ani Sapariyah mengetahui
pengaruh rasio capital, asset, earning dan liquidity terhadap pertumbuhan
laba pada perbankan di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menemukan
bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR)dan Non Performing Loan
(NPL)berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba,
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
63
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan
Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh tidak signifikan terhadap
pertumbuhan laba.
4. Endri (2008)
Penelitian yang dilakukan oleh Endri menganalisis kinerja
pengaruh sertifikat bank indonesia, SWBI dan indikator kinerja keuangan
Bank Syariah. Hasil penelitian yang didapatkan dimana SWBI memiliki
hubungan yang positif terhadap laba bank syariah. Terdapatnya hubungan
yang positif antara SWBI dengan laba bank syariah mengandung makna
bahwa semakin tinggi SWBI semakin tinggi pula laba yang diperoleh oleh
bank syariah..
5. Sigit Setiawan dan Winarsih (2011)
Penelitiannya yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Laba Bank Syariah di Indonesia”. Variabel yang terkait yaitu
Permodalan, Pembiayaan, Dana Msayarakat, Non Performing Financing
(NPF), Biaya Operasional dan Laba Bank Syariah. Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan laba pada bank syariah. Teknis analisis data menggunakan
metode purposive sampling dengan periode pengamatan tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 dan diperoleh sebanyak 3 bank syariah sebagai
sampel, sehingga terdapat 15 pengamatan. Hasil penelitian ini adalah
64
dengan pengujian secara simultan (uji F) diperoleh hasil bahwa
permodalan, pembiayaan, non perfoming finance, dana masyarakat, dan
biaya operasional secara serentak mempengaruhi pertumbuhan laba bank
syariah di Indonesia. Di sisi lain, hasil pengujian secara parsial (uji t)
membuktikan bahwa permodalan, pembiayaan, dan dana masyarakat
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan laba. Sedangkan non perfoming
finance dan biaya operasional memberikan pengaruh negatif terhadap
pertumbuhan laba.
6. Suci Ayu Lestari (2012)
Penelitian ini berjudul “Pengaruh ROA, CAR, LDR, DAN BOPO
Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Umum Tahun 2007-2011”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pengaruh ROA, CAR,
LDR, DAN BOPO Terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Umum Tahun
2007-2011. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi berganda dan
uji hipotesis menggunakan uji F dan uji t yang sebelumnya telah dilakukan
uji asumsi klasik terlebih dahulu. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
variabel ROA dan BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan laba. Sedangkan variabel CAR berpengaruh positif, tetapi
tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba dan LDR berpengaruh negatif,
tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba. Dan variabel yang
memiliki pengaruh paling dominan terhadap pertumbuhan laba adalah
variabel BOPO.
65
J. Ringkasan Pemikiran Terdahulu
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Variabel Metodologi dan Hasil Penelitian
1. Erros
Daniariga
(2010)
Pengaruh Rasio
CAMEL
Terhadap
Pertumbuhan
Laba (Pada
Perusahaan
Perbankan Yang
Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia)
Variabel
Independen :
CAR, RORA,
NPM,BOPO,
LDR,
Variabel
Dependen:
Pertumbuhan
Laba.
Analisis Regresi Linier Berganda
berdasarkan model kuadrat terkecil
biasa Ordinary Least Square (OLS),
Hasil :
Secara parsial pertumbuhan laba yang
dinyatakan dalam rasio-rasio keungan
yang terdiri dari variabel CAR,
RORA, NPM, BOPO, dan LDR
setelah dilakukan pengujian variabel
CAR, RORA, dan NPM mempunyai
tingkat signifikasi t lebih besar dari
5% maka H gagal ditolak sehingga
tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja keuangan
perbankan, sedangkan variabel BOPO
dan LDR mempunyai tingkat
signifikasi t lebih kecil dari 5% maka
66
H ditolak sehingga mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan laba
2. Rizki
Syahfandi dan
Siti
Mutmainah
(2012)
Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Perataan Laba
Penyisihan
Penghapusan
Aktiva Produktif
(Praktik
Manajemen
Laba Pada
Perbankan
Syariah Di
Indonesia)
Variabel
Independen :
NPF,
Probabilitas,
Ukuran
Perusahaan
(size), CAR,
umur
perusahaan
(age)
Variabel
Dependen :
Perataan Laba
Analisis Regresi Liniear Berganda
Koefisien Eckel
Hasil :
Bahwa jumlah pembiayaan, non
perfoming finance (NPF), probabilitas,
ukuran perusahaan (size) berpengaruh
positif terhadap variabel perataan laba.
Sedangkan CAR dan umur perusahaan
(age) yang merupakan variabel kontrol
tidak berpengaruh terhadap variabel
perataan laba.
3. Rina Ani
Sapariyah
(2010)
Pengaruh Rasio
Capital, Assets,
Earning dan
Liquidity
terhadap
Pertumbuhan
laba pada
Perbankan di
Variabel
Independen :
CAR, NPL,
LDR, BOPO,
Variabel
Analisis Regresi Liniear Berganda
Hasil :
Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa CAR dan NPL berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan laba, BOPO berpengaruh
67
Indonesia
Dependen :
Pertumbuhan
Laba
negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan laba. Sedangkan LDR
berpengaruh tidak signifikan terhadap
pertumbuhan laba.
4. Endri (2008) Analisis
pengaruh
sertifikat bank
indonesia, SWBI
dan indikator
kinerja
keuangan Bank
Syariah
Variabel
Independen :
SBI, SWBI,
FDR, NPF,
CAR, ROA,
ROE
Variabel
Dependen :
Laba
Perbankan
Syariah
Analisis Regresi Liniear Berganda
Hasil :
Hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa variabel FDR, CAR, dan ROA
berpengaruh signifikan terhadap Laba,
sedangkan variabel Suku Bunga,
SWBI, NPF dan ROA berpengaruh
tidak signifikan terhadap Laba
5. Sigit Setiawan
dan Winarsih
(2011)
Faktor yang
Mempengaruhi
Pertumbuhan
Laba Bank
Syariah di
Indonesia
Variabel
Independen :
Permodalan,
Pembiayaan
NPF, Dana
Masyarakat,
BOPO
Analisis Regresi Liniear Berganda
Hasil :
Hasil penelitian ini adalah dengan
pengujian secara simultan (uji F)
diperoleh hasil bahwa permodalan,
pembiayaan, non perfoming finance,
dana masyarakat, dan biaya
68
Variabel
Dependen :
Pertumbuhan
Laba
operasional secara serentak
mempengaruhi pertumbuhan laba bank
syariah di Indonesia. Di sisi lain, hasil
pengujian secara parsial (uji t)
membuktikan bahwa permodalan,
pembiayaan, dan dana masyarakat
berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan laba. Sedangkan non
perfoming finance dan biaya
operasional memberikan pengaruh
negatif terhadap pertumbuhan laba.
6. Suci Ayu
Lestari (2012)
Pengaruh ROA,
CAR, LDR,
DAN BOPO
Terhadap
Pertumbuhan
Laba Pada Bank
Umum Tahun
2007-2011
Variabel
Independen :
CAR, LDR,
DAN BOPO
Variabel
Pertumbuhan
Laba pada
bank umum
Regresi Linier Berganda
Hasil :
Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa variabel ROA dan BOPO
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan laba.
Sedangkan variabel CAR berpengaruh
positif, tetapi tidak signifikan terhadap
pertumbuhan laba dan LDR
berpengaruh negatif, tetapi tidak
signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Dan variabel yang memiliki pengaruh
69
Sumber : Diolah dari berbagai referensi
K. Kerangka Pemikiran
Salah satu parameter yang paling umum dijadikan landasan
pengukuran pertumbuhan perbankan adalah laba perbankan. Kenaikan laba
perbankan merupakan indikasi utama pertumbuhan perbankan dengan
perkembangan bank syariah di Indonesia sejak berdirinya menunjukkan
tingginya kenaikan laba bank syariah didalam kehidupan perekonomian
Indonesia. Oleh karena itu, peneliti juga dikuatkan dengan penelitian
terdahulu untuk meneliti lebih lanjut dengan judul Analisis Pengaruh Non
Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia
Periode September 2009 – Desember 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan variabel
independen bebas yaitu Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR)
dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS terhadap variabel dependen
yaitu Laba Perbankan Syariah yang dalam realisasinya tidak lepas dari
kondisi internal maupun eksternal. Data dari masing-masing variabel dari
paling dominan terhadap pertumbuhan
laba adalah variabel BOPO
70
situs resmi Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah yang
dipublikasikan Laporan Publikasi Bank Indonesia.
Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, berikut ini adalah
kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan. Untuk mewujudkan
kerangka pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk
skema atau model sederhana adalah sebagai berikut :
71
Gambar 2.4
Kerangka Pemikiran
Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013
NPF
(X1)
SBIS
(X4)
Laba
(Y)
(
Model Ekonometrika
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji Multikolinearitas
Uji Heteroskedastisitas
Uji Autokorelasi
Regresi Berganda
Uji t
Uji f
Uji Adj
Hasil dan Interpretasi
Kesimpulan dan Implikasi
BOPO
(X2)
CAR
(X3)
72
L. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
masalah yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris
kebenarannya. Adapun perumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a) H0 : Diduga Non Performing Financing tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013.
H1 : Diduga Non Performing Financing berpengaruh secara signifikan
terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode Periode
September 2009 – Desember 2013.
b) H0 : Diduga Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di
Indonesia Periode September 2009 – Desember 2013.
H1 : Diduga Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
berpengaruh secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di
Indonesia Periode Periode September 2009 – Desember 2013.
c) H0 : Diduga Capital Adequacy Ratio tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013.
H1 : Diduga Capital Adequacy Ratio bepengaruh secara signifikan
terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode September 2009
– Desember 2013.
73
d) H0 : Diduga Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di
Indonesia Periode September 2009 – Desember 2013.
H1 : Diduga Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) bepengaruh
secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013.
e) H0 : Diduga Non Perfoming Finance (NPF), Biaya Operasional
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013 secara simultan.
H1 : Diduga Non Perfoming Finance (NPF), Biaya Operasional
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh
secara signifikan terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode
September 2009 – Desember 2013 secara simultan.
73
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependen yaitu
Laba Perbankan Syariah dan variabel independennya difokuskan pada Non
Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS). Penelitian ini merupakan penelitian analisis
pengaruh, karena tujuan penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh
antara dua variabel, yaitu variabel independen (NPF, BOPO, CAR dan SBIS)
dengan variabel dependen (Laba).
Data operasionalnya yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
data runtun waktu (time series). Semua data dalam bulanan yaitu periode
bulan September 2009 hingga Desember 2013 yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia serta dari sumber-sumber lainnya yang terkait.
B. Teknik Penentuan Sampel
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi yang
diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Sampel yang baik umumnya
memiliki karakteristik sebagai berikut : (Kuncoro, 2009:105)
1) Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil
keputusan yang berhubungan dengan besarnya sampel untuk
memperoleh jawaban yang dikehendaki.
74
2) Sampel yang baik mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit
analisis untuk menjadi sampel.
3) Sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh
(misalnya kesalahan) dalam pemilihan sampel.
4) Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang
diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel
statistika.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Laba pada Perbankan
Syariah di Indonesia periode September 2009 hingga Desember 2013. Sampel
yang dipilih adalah Non Performing Financing (NPF), Biaya Pendapatan
Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR)
dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).
C. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Field Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat
sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua
atau data yang sudah dipublikasikan untuk menjelaskan gejala suatu
fenomena, seperti pusat referensi Bank Indonesia (BI).
75
2) Library Research
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dari membaca literatur, buku, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan
dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh data yang
valid.
3) Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di
perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa
(keilmuannya), karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi
yang juga berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh
merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman.
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk mengetahui analisis pengaruh Non
Performing Financing (NPF), Biaya Pendapatan Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah di Indonesia,
dengan menggunakan metode data kuantitatif, yaitu dimana data yang
digunakan dalam penelitian berbentuk angka dengan menggunakan alat
analisis Ordinary Least Square digunakan untuk mencapai penyimpangan
atau error yang minimum dengan menggunakan analisis regresi berganda
yaitu digunakan lebih dari dua variabel bebas.
76
Menurut Ajija (2011:23) Ordinary Least Square merupakan metode
estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi
dari fungsi regresi sampel. Untuk analisis data akan dilakukan dengan
bantuan aplikasi komputer yaitu program Excel 2007 dan program Eviews 6.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data di log karena untuk
penyertaan data dari variabel tersebut satuan datanya berbeda dan juga
sebagai pemecahan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan perangkat
dari variabel lain. Hubungan variabel laba dengan variabel NPF, BOPO, CAR
dan SBIS diformulasikan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3, X4 e)
Sedangkan model ekonometrika ditulis :
Dimana :
β0 = Constanta
β1, β2, β3, β4 = Koefisien Regresi dari masing-masing variabel yang
mempengaruhi Laba
LNLABA = Log Laba
NPF = Non Performing Financing
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 e
LABA = β0 + β1 NPF + β2 BOPO + β3 CAR + β4 SBIS e
LNLABA = β0 + β1 NPF + β2 BOPO + β3 CAR + β4 LNSBIS e
77
BOPO = Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional
CAR = Capital Adequacy Ratio
LNSBIS = Log Sertifikat Bank Indonesia Bank Syariah
e = Error Terms (variabel diluar model tetapi tidak ikut
berpengaruh terhadap variabel terikat.
1. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat
normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji
asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier
tidak bias dengan varian yang minimum BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk
itu diperlukannya pendeteksian lebih lanjut diantaranya:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi antara variabel dependen, variabel independen atau
keduanya mempunyai distribusi normal atau mendekati normal. Uji
normalitas menjadi sangat populer dan tercangkup dibeberapa komputer
statistik. (Gujarati, 2006:164)
Uji normalitas residual metode Ordinary Least Square secara
formal dapat dideteksi dari metode yang dikembangkan oleh Jarque-
78
Bera (JB). Deteksi dengan melihat Jarque-Bera yang merupakan
asimtotis (sampel besar dan didasarkan atas residual Ordinary Least
Square). Uji ini dengan melihat probabilitas Jarque-Bera (JB) sebagai
berikut : (Gujarati, 2006:165)
Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut :
Hipotesis : H0 : Model berdistribusi normal
H1 : Model tidak berdistribusi normal
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linier yang sempurna
atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan
(independen) dari model regresi. (Gujarati, 2006:184)
Sedangkan menurut Nachrowi (2006:95) jika tidak korelasi
antara kedua variabel tersebut, maka koefisien pada regresi majemuk
akan sama dengan koefisien pada regresi sederhana. Hubungan linier
antar variabel bebas inilah yang disebut dengan multikolinearitas.
Dalam penelitian ini penulis akan melihat mulkolinearitas
dengan menguji koefisien korelasi (r) berpasanagan yang tinggi
diantara variabel-variabel penjelas. Sebagai aturan main yang kasar
79
(rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas
0.8 maka diduga terjadinya multikolinearitas dalam model. Sebaliknya
jika koefisien korelasi rendah maka diduga model tidak mengandung
multikolinearitas.
Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinearitas,
misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pengujian sebagai
berikut :
Bila r < 0.8 (model tidak terdapat multikolinearitas)
Bila r > 0.8 (model terdapat multikolinearitas)
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah adanya
multikolinearitas, antara lain : melihat informasi sejenis yang ada,
mengeluarkan variabel dan mencari data tambahan. (Nachrowi,
2006:104)
c. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi Ut tidak konstan atau
sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel
independen (Gujarati, 2006:146)
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain itu tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah
80
disebut denfan heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. (Nachrowi,
2008:108)
Untuk melacak keberadaan heterokedastisitas dalam penelitian
ini digunakan uji white. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai
berikut :
Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat Heterokedastisitas
H1 : Model terdapat Heterokedastisitas
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat heterokedastisitas. Sebaliknya jika probabilitas
Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut dipastikan terdapat
heterokedastisitas. Jika model tersebut harus ditanggulangi melalui
transformasi logaritma natural dengan cara membagi persamaan regresi
dengan variabel independen yang mengandung heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi diantara
anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala)
atau ruang (seperti data lintas-sektoral)”. (Gujarati,2006:147)
81
Menurut Nachrowi (2006:183) dalam berbagai studi
ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun
dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series menimpan
berbagai permasalahan, salah satunya yaitu autokorelasi. Autokorelasi
merupakan penyebab yang akibat data menjadi tidak stasioner, sehingga
bila data dapat distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan
sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang
tidak stasioner sama dengan tranformasi data untuk menghilangkan
autokorelasi.
Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga
digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) atau yang disebut Uji
Breusch-Goldfrey dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared
dengan α = 0.05. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut (Gujarati,
2006:147)
Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi
H1 : Model terdapat Autokorelasi
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih
kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi.
82
Selain itu, ada salah satu cara lagi yang digunakan untuk
mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson (D-W). Deteksi
adanya autokorelasi dapat menggunakan besaran Durbin-Watson (D-
W). Berikut ini tabel yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya
autokorelasi dengan uji Durbin-Watson. ( Gujarati, 2006:147) :
1) Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,
2) Angka D-W dibawah -2 sampai +2, sampai tidak ada autokorelasi.
3) Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 3.1
Menentukan ada tidaknya autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
(ragu-ragu)
Tidak ada
autokorelasi
Tidak dapat
diputuskan
(ragu-ragu)
Ada
autokorelas
i negatif
0 dL du 2 4-du 4-dt 4
1.10 1.54 2.46 2.90
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi
H1 : Model terdapat Autokorelasi
Bila nilai D-W tidak berada antara 1.54 – 2.46 → H0 ditolak
Bila nilai D-W berada antara 1.54 – 2.46 → H0 diterima
83
2. Uji Statistik
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-
variabel yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan Excel 2007 dan
Eviews 6. Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi Uji-t
dan Uji-F.
a. Uji Parsial (Uji-t)
Uji-t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel bebas
(independen) secara masing-masing parsial atau individu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependen) pada
tingkat signifikan 0.05 (5%) dengan menganggap variabel bebas
bernilai konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t
yaitu dengan pengujian, yaitu : (Nachrowi, 2006:17)
Hipotesis : H0 : βi = 0 artinya masing-masing variabel bebas
tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel
terikat.
H1 : βi ≠ 0 artinya masing-masing variabel bebas ada
pengaruh yang signifikan dari variabel terikat.
Bila probabilitas α > 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 terima, H1 tolak)
Bila probabilitas α < 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat (H0 tolak, H1 terima).
84
b. Uji Fisher (Uji-F)
Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikan 0.05 (5%).
Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan
dengan uji-F dengan pengujian, yaitu (Nachrowi, 2006:16)
Hipotesis : H0 : βi = 0 artinya secara bersama-sama tidak ada
pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
terhadap variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0 artinya secara bersama-sama ada
pengaruh yang signifikan antara variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Bila probabilitas α > 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Bila probabilitas α < 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat.
3. Uji Koefisien Determinasi
Menurut Ajija (2011:34) Uji koefisien determinasi koefisien R2
(adjusted R-squared). Koefisien determinasi ini menunjukkan
kemampuan garis regresi menerangkan variasi variabel terikat Y yang
85
dapat dijelaskan oleh variabel bebas X. Nilai koefisien R2 (adjusted R-
squared) berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin baik
.
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Laba Perbankan adalah peningkatan kekayaan seorang investor
sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang
berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk didalamnya
biaya kesempatan). Data yang operasional yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan
Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2009-2013
yang dinyatakan dalam milyar rupiah.
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen identik dengan variabel bebas, penjelas, explanatory
variable. Variabel ini biasanya dianggap sebagai variabel prediktor atau
penyebab karena memprediksi atau menyebabkan variabel dependen
(Kuncoro,2009). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen
sebagai berikut :
a. Non Performing Financing (X1)
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil
dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu Statistik
86
Perbankan Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari
September 2009 hingga Desember 2013 yang dinyatakan dalam persen.
b. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (X2)
Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) merupakan salah satu rasio untuk mengukur rentabilitas
BPR atau efisiensi, di hitung dengan rumus :
BOPO =
BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan resiko
operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan
usaha bank. Resiko operasional berasal dari kerugian operasional
bila terjaadi penurunan keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur
biaya operasional, dan kemungkinan terjadinya kegagalan atas
jasa-jasa dan produk-produk. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia, yaitu statistic Perbankan Syariah berdasarkan
perhitungan bulanan, dari September 2009 hingga Desember 2013
yang dinyatakan dalam persen.
87
c. Capital Adequacy Ratio (X3)
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kecukupan modal yang
menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang
mencakupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi,
mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang
dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. ( Suhardjono, 2002).
Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu statistik Perbankan
Syariah berdasarkan perhitungan bulanan, dari September 2009 hingga
Desember 2013 yang dinyatakan dalam persen.
d. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (X4)
Menurut Arifin (2009:198), yang dimaksud Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank
Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan
piranti moneter yang sesuai prinsip pada bank syariah yang diciptakan
dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter. Bank Indonesia
menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip syariah dan dapat
dimanfaatkan oleh bank syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan
pada tingkat likuiditas. Data yang diambil berdasarkan data Bank
Indonesia periode September 2009 hingga Desember 2013 dengan
milyar rupiah.
86
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat
islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah
menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktik-
praktik seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah Saw. Dengan demikian,
fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit,
menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang
tidak terpisahkan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah Saw.
(Adiwarman Karim, 2004:18).
Bank Syariah atau juga disebut bank Islam adalah bank yang
beroperasi yang menggunakan tata cara Islam yaitu mengacu pada ketentuan
yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadist. Oleh karena itu, bank syariah tidak
87
beroperasi berbasis bunga tetapi dengan sistem bagi hasil. Hal ini disebabkan
Islam melarang adanya riba dan dalam Islam bunga bank termasuk riba.
Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278-279 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-
Qur’an, Surah 2:278-279).
Kegiatan perbankan selain dilakukan oleh bangsa Arab ternyata juga
dilakukan di seluruh dunia, termasuk di Eropa. Pada mulanya dalam
menjalankan praktik perbankan bangsa Eropa menggunakan sistem bunga.
Seiring dengan semakin majunya peradaban mereka, bangsa Eropa mulai
melakukan penjelajahan dan penjelajahan. Sebagai akibatnya, perekonomian
di seluruh dunia mulai di dominasi oleh bangsa Eropa. Adanya ketidakadilan
dalam perekonomian ini membuat beberapa Negara muslim di dunia
membuat alternatif lembaga keuangan yang terbebas dari bunga.
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah, perbankan syariah
dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern :
88
neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan
berdasarkan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum musilimin untuk
mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di
Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-am, yaitu adanya upaya mengelola
dana jamaah haji secara non konvensional. Rintisan perbankan syariah
lainnya berwujud di Mesir pada decade 1960-an dan beroperasi sebagai
rural-social (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di
sepanjang delta sungai Nil. Lembaga dengan nama Mith Ghamr tersebut
hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun isntitusi
tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan
sistem finansial dan ekonomi Islam.
Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun
1963 merupakan tonggak sejarah perkembangan sistem perkembangan
Islam. Pada tahun 1967 pengoperasian Mit Ghamr diambil alih oleh National
Bank of Egpt dan Bank Sentral Mesir disebabkan karena adanya kekacauan
politik. Di Yordania, berdiri Bank Islam Yordania dan kemudian disusul
beridirinya Bank Sosial Nasser di Mesir. Pada tahun 1975 berdiri juga IDB
(Islamic Bank Development) dan Bank Islam Dubai di Arab Saudi beridiri
atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri dalam sidang tersebut diusulkan
89
penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan
sistem bagi hasil.
Pada Perkembangan selanjutnya di era 1970-an, usaha-usaha untuk
mendirikan bank islam mulai menyebar ke banyak Negara. Beberapa Negara
seperti Pakistan, Sudan, dan Iran, bahkan merubah seluruh system keuangan
dinegara itu menjadi sistem nir-bunga, sehingga semua lembaga keuangan di
Negara tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga. Di Negara Islam lain
seperti Malaysia dan Indonesia, bank nir-bunga beroperasi berdampingan
dengan bank-bank konvensional. (Karim:2004:24).
2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Pendirian Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1998,
yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto)
yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia.Para Ulama juga
telah berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun
perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari
peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja
menetapkan bunga sebesar 0 persen. Setelah adanya lokakarya Ulama
tentang bunga bank dan perbankan di Bogor Agustus 1990, kemudian diikuti
dengan diundangkannya UU No.7/1992 tentang perbankan dimana
90
perbankan bagi hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat
Indonesia (BMI), yang merupakan Bank Umum Islam pertama di Indonesia.
(Arifin, 1999:26)
Menurut Soemitra (2009:62) Pada tahun 1998 keluar UU No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang mengakui
keberadaan Bank Syariah dan Bank Konvensional serta memperkenalkan
Bank Konvensional membuka kantor cabang syariah. Hingga pada tahun
2008 tentang Perbankan Syariah disahkan yang memberikan landasan
hukum industri perbankan syariah nasional dan diharapkan mendorong
perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh
65% per tahun namun pasarnya (market share) secara Nasional masih
dibawah 5%. Undang-undang secara khusus mengenai perbankan syariah,
baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum
baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain yakni menyangkut
pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan Komite
Perbankan Syariah. Terdapat beberapa PBI (Peraturan Bank Indonesia) yang
secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan telah diundangkan hingga saat
ini antara lain :
1) PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No.
9/19/PBI/2007 tentang Pelaksaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan
91
Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank
Syariah.
2) PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah.
3) PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank
Syariah.
4) PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalm Rupiah dan Valuta
Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.
5) PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No.
8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
6) PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah.
7) PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah.
Kini Perbankan Syariah telah mengalami perkembangan Perbankan
Syariah Bank Indonesia, pertumbuhan bank syariah saat ini menunjukkan
besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa perbankan syariah. Hal ini
tercermin dari pertumbuhan jumlah bank yang signifikan dari jaringan
kantor maupun kinerja keuangan perbankan syariah selama tahun 2011,
92
jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
mengalami peningkatan.
Kondisi perbankan syariah pada tahun mendatang diperkirakan akan
terus membaik. Ini terbukti dari masih tingginya minat masyarakat terhadap
perbankan syariah. Dalam rangka peningkatan jangkauan melalui
kemudahan untuk membuka kantor pelayanan, diharapkan dapat
memberikan pengaruh pada minat masyarakat. Disisi lain, secara
Internasional peluang memanfaatkan investasi asing, khususnya dari Timur
Tengah ke dalam sistem perekonomian Indonesia masih terbuka lebar.
3. Visi dan Misi Perbankan Syariah
Konsep pengembangan perbankan syariah dimasa depan harus
disusun dengan visi, misi, dan strategi yang tepat. Visi yang harus dibangun
kedepan adalah bagaimana menjadikan perbankan syariah sebagai urat nadi
perekonomian nasional yang berkah. Artinya perbankan syariah mampu
memerankan fungsinya yang utama sebagai lembaga intermediasi dan setiap
aktivitasnya selalu menambah kebaikan bagi semua pihak.
Untuk mencapai visi tersebut, diperlukan misi yang jelas dan misi
perbankan syariah kedepan adalah :
a. Menjadi lembaga keuangan yang professional dan dapat dipercaya
sehingga menjadi tempat bagi proses akumulasi capital masyarakat.
93
b. Menjadi fasilitator dalam pengembangan ekonomi umat dan masyarakat
Indonesia melalui perannya sebagai sumber permodalan yang mudah
dan murah dan menjadi mitra sejati bagi para pelaku ekonomi lainnya.
c. Menjadi lokomotif perekonomian yang berdasarkan syariah. perbankan
syariah diharapkan dapat menolong berkembangnya sektor ekonomi lain
berlandaskan syariah seperti asuransi, reksadana, dan perusahaan
pembiayaan.
d. Membina jaringan networking yang luas, baik dalam skala nasional
maupun global.
4. Perkembangan Laba Perbankan Syariah
laba adalah jumlah yang tersisa setelah biaya tetap dan biaya variabel
dikurangkan dari penerimaan bank, kelebihan pendapatan (income) di atas
pengeluaran (expenditure) bank. Laba yang diperoleh suatu perusahaan
menunjukan sejauh mana manajemen perusahaan berhasil mengorganisasi
bisnis atau sebaliknya. Laba dapat dilihat dari neraca bank, yaitu daftar yang
memuat mengenai keuntungan (laba), total pendapatan dan total pengeluaran
(expenditure) bank. Di bawah ini adalah gambar perkembangan laba dari
periode di Indonesia tahun 2009 sampai dengan tahun 2013.
94
Gambar 4.1
Perkembangan Laba Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2009 -
2013
Sumber : Bank Indonesia (Diolah)
Dapat dilihat dari gambar 4.1 diatas perkembangan laba bank syariah
di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya walaupun masih.
Hal ini menunjukkan indikasi positif yang ditinjau dari kemajuan pencapaian
visi pengembangan yang ditetapkan Bank Indonesia. Sehingga percepatan
peningkatan laba bank syariah akan lebih mudah untuk tercapai. Kemudian
perkembangan laba yang cukup stabil dengan pola kenaikan yang konsisten
menunjukkan perkembangan laba bank syariah merupakan keunggulan bagi
performa bank syariah di Indonesia.
791 1051
1475
2645
3230
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
2009 2010 2011 2012 2013
Laba
LABA
95
Jika dilihat, pada tahun 2009 merupakan tahun yang penuh tantangan
bagi perbankan syariah akibat dampak dari kenaikan harga minyak dunia
serta krisis keuangan yang bermula dari permasalahan subrime mortgage
telah mengganggu stabilitas keuangan, baik di negara-negara maju maupun
negara berkembang yang terjadi di tahun 2008. Walaupun telah memberikan
imbas terhadap ketahanan sistem keuangan dan pertumbuhan ekonomi
Indonesia juga mempengaruhi industri perkembangan syariah. Disamping
itu, industri perkembangan syariah dapat mengahadapi tekanan yang cukup
berarti dengan daya tahan sangat baik hingga dapat menigkatkan fungsi
intermediasi perbankan syariah yang terus berjalan efektif. Terbukti dari
kenaikan laba perbankan syariah yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dari akhir tahun 2009 dimana laba perbankan syariah dari 791 milyar rupiah
hingga mencapai 1.475 milyar rupiah pada tahun 2011.
Pada tahun 2013, laba perbankan syariah meningkat menjadi 3.230
milyar rupiah. Hal ini disebabkan oleh kinerja sektor riil yang membaik dan
aktivitas industri perbankan syariah yang semakin meningkat. Selain itu
dengan mulai ekspansinya bank umum syariah baru yang berdiri ditahun
sebelumnya.
96
5. Perkembangan Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia
kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar,
diragukan dan macet. Dibawah ini adalah gambar perkembangan Non
Performing Financing (NPF) di Indonesia dari periode di Indonesia tahun
2009 sampai dengan tahun 2013.
Gambar 4.2
Perkembangan Non Performing Financing (NPF) di Indonesia periode
2009 - 2013
Sumber : Bank Indonesia (Diolah)
4.01%
3.02%
2.52% 2.22%
3.08%
0.00%
0.50%
1.00%
1.50%
2.00%
2.50%
3.00%
3.50%
4.00%
4.50%
2009 2010 2011 2012 2013
NPF
NPF
97
Pembiayaan non lancar merupakan hal yang selalu ditemukan dalam
setiap kegiatan lembaga keuangan syariah. Pembiayaan non lancar bukan
merupakan suatu hal yang harus dihindari, karena setiap nasabah
menjalankan kegiatan ekonominya dengan kondisi dan tingkat keberhasilan
yang berbeda-beda.
Nilai pembiayaan non lancar yang paling besar terjadi pada akhir
tahun 2009 yang mencapai 4,01% dan terendah pada 2012 mencapai angka
2,22%. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dijelaskan bahwa NPF sangat
mungkin untuk mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah
pembiayaan yang disalurkan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap risiko
pembiayaan menemukan pembiayaan non lancar, jika ingin meningkatkan
pembiayaan kepada masyarakat, pembiayaan yang tergolong non lancer pun
sangat mungkin untuk ikut meningkat. Oleh karena itu, Bank Indonesia
menetapkan standar berupa perbandingan persentase kategori tingkat
pembiayaan non lancar dengan maksud, agar bank tidak perlu ragu dalam
meningkatkan layanan jasa pembiayaan kepada masyarakat, karena yang
diperhatikan adalah bukan nominal melainkan perbandingannya yang kecil.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
non lancar bank syariah di Indonesia mengalami fluktuasi yang cukup
terlihat seperti yang tergambar dalam kurva diatas. Namun, dalam
perkembangannya pembiayaan non lancar bank syariah di Indonesia masih
menunjukkan angka yang terkontrol (dibawah 5%). Dengan kata lain,
98
pembiayaan non lancar bank syariah di Indonesia menunjukkan performa
yang terkontrol dan bukan merupakan ukuran yang menyebabkan kondisi
bank menjadi tidak sehat sampai sejauh ini.
6. Perkembangan Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO)
Rasio BOPO menunjukkan efisiensi bank dalam menjalankan
usahanya terutama kredit, dimana kredit menjadi pendapatan terbesar
perbankan. Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank mengingat
fungsi pembiayaan sebagai penyumbang terbesar bagi bank syariah. dibawah
ini adalah grafik perkembangan BOPO periode tahun 2009 – tahun 2013 :
99
Gambar 4.3
Perkembangan Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
(BOPO) periode 2009 – 2013
Sumber : Bank Indonesia (Diolah)
Berdasakan gambar 4.3 di atas dapat kita lihat perkembangan BOPO
terus menurun namun cenderung stabil dengan kisaran persentase sekitas
85% hinggan 74%. Rasio BOPO sempat meningkat hingga 84,39% pada
bulan akhir 2009 . Hal ini dikarenakan tingkat efisiensi pada biaya
operasional bank yang kurang efisien yang kemudian akan berdampak pada
laba perbankan. BOPO dalam Perbankan syariah terus mengalami penurun
setiap tahunnya dikarenakan perbankan syariah mulai menerapkan efisiensi
yang efektif pada pengeluaran operasional sehingga meningkatkan pula laba
perbankan syariah. BOPO sempat mencapai angka terendah pada periode
84.39%
80.54%
78.41%
74.75%
78.21%
68.00%
70.00%
72.00%
74.00%
76.00%
78.00%
80.00%
82.00%
84.00%
86.00%
2009 2010 2011 2012 2013
BOPO
BOPO
100
2012 sebesar 74,75% terlihat karena pendapatan operasional perbankan
syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan, namun sempat mengalami kenaikan hingga sebesar 78,21%
dikarenakan bank syariah banyak melakukan pembiayaan untuk
meningkatkan laba perbankan syariah, seperti biaya anggaran promosi dan
penambahan jumlah unit bank syariah.
7. Perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan
kemampuan bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan
mengkontrol resiko-resiko yang timbul dan berpengaruh terhadap besarnya
modal bank .Berikut adalah gambar grafik perkembangan CAR periode
2009 – 2013 :
101
Gambar 4.4
Perkembangan Capital Adequancy Ratio (CAR) di Indonesia periode
2009 – 2013
Sumber : Bank Indonesia (Diolah)
Dari gambar diatas terlihat permodalan yang dikelola oleh perbankan
cenderung stabil, bahkan sempat mencapai 16,63% pada 2011. Seperti
diketahui peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal 8%
hal ini yang mengakibatkan bank-bank selalu menjaga agar CAR yang
dimiliki sesuai ketentuan. Saat CAR mencapai diatas 20% pada bulan Maret
2011 hal ini disebabkan karena adanya penambahan modal untuk
mengantisipasi perkembangan skala usaha yang berupa ekspansi kredit
(pembiayaan). (www.indonesiafinancetoday.com)
10.77%
16.25% 16.63%
14.13% 14.20%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
2009 2010 2011 2012 2013
CAR
CAR
102
Jika dilihat pada gambar 4.5 CAR terendah mencapai 10,77% dan
terus mengalami kenaikan setiap tahunnya hingga mencapai 16,63%. Hal ini
disebabkan tingkat pembiayaan pada periode tersebut ditingkatkan sehingga
bank pun harus memiliki tingkat kecukupan modal yang semakin tinggi pula.
Pada periode 2012 sampai 2013 CAR mengalami penurunan yang stabil
hingga mencapai 14,20%. Hal ini memperlihatkan perbankan berusaha
menjaga ketersediaan modalnya dengan cukup baik dan mulai sedikit
mengurangi pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
8. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Salah satu instrumen kebijakan moneter yang berpengaruh terhadap
perkembangan laba perbankan syariah adalah Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yang berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Dibawah ini adalah
perkembangan sertifikat bank indonesia syariah di Indonesia periode 2009 -
2013 :
103
Gambar 4.5
Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) di
Indonesia periode 2009 – 2013
Sumber : Bank Indonesia (Diolah)
Berdasarkan gambar 4.5 diatas tentang perkembangan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) pada periode 2009 sampai dengan Akhir 2013 dapat
diketahui bahwa perkembangan SBIS setiap tahunnya sangat berfluktuatif
sekali. Perkembangan SBIS yang berfluktatif ini disebabkan antara lain
karena Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah juga berfluktuatif,
sehingga penyerapan dana DPK yang ditempatkan pada SBIS juga mengalami
penurunan. Pada periode ini tercatat bahwa SBIS terendah tercatat pada 2009
yaitu sebesar 3.076 milyar. Penurunan jumlah SBIS ini disebabkan karena
3076
5408
9244
4993
6699
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
10000
2009 2010 2011 2012 2013
SBIS
SBIS
104
menurunnya Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah yang ditempatkan
pada SBIS, pada periode ini DPK perbankan syariah cenderung digunakan
untuk pembiayaan atau ditempatkan pada sektor rill.
Periode selanjutnya SBIS selalu mengalami peningkatan setiap
tahunnya hingga mencapai 9.244 milyar. Setahun kemudian tepatnya yaitu
pada 2012 SBIS kembali mengalami penurunan, namun penurunan ini tidak
lebih rendah dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada 2009 yaitu
sebesar 4.933 milyar. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2012 suku bunga
yang menjadi acuan fee untuk SBIS menurun, penurunan suku bunga ini
dilakukan Bank Indonesia untuk menumbuh kembangkan sektor riil dan
peningkatan investasi. (www.indonesiafinancetoday.com)
B. Analisis Data dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret
waktu (time series) yang berbentuk manual mulai September tahun 2009 –
Desember tahun 2013. Penelitian mengenai laba perbankan syariah disini
menggunakan data pada perbankan syariah di Indonesia sebagai variabel
dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen terdiri dari Non
Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Capital
Adequacy Ratio (CAR). Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan
penelitian diperoleh dari laporan bulanan Bank Indonesia.
105
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang digunakan
oleh peneliti sebagai alat analisis regresi berganda adalah Ordinary Least Square
(OLS). Model OLS merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk
mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija, 2011:23).
Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan Microsoft
Excel 2003 dan Eviews 6 untuk mempercepat hasil yang dapat menjelaskan
variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan uji asumsi
klasik, uji statistik dan uji determinasi.
1. Uji Asumsi klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Jarque Bera dengan melihat nilai probability. Jika
probability lebih besar dari nilai derajat α = 0.05, maka penelitian ini
tidak ada permasalahan normalitas atau dengan kata lain data
terdistribusi normal. Sebaliknya, jika nilai probability lebih kecil dari
nilai derajat kesalahan α = 0.05, maka dalam penelitian ini ada
permasalahan normalitas atau dengan kata lain data tidak terdistribusi
normal.
Tabel 4.1
Uji Normalitas Jarque-Bera
106
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Berdasarkan tabel 4.1 menggambarkan bahwa data dalam
penelitian ini berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability sebesar
0.079075 yang lebih besar dari derajat kepercayaan 0.05 (5%) sehingga
dapat dinyatakan signifikan. Menurut Winarno (23:2009) menyatakan
Probability bernilai lebih dari 0.05 (5%) maka data dapat dikatakan
hasil regresi tersebut sudah berdistribusi normal dan H0 diterima. Jika
sudah dikatakan normal, maka data tersebut menghasilkan estimasi
liniet tidak bias atau biasa disebut BLUE (Best Linier Unbiased
Estimator).
Menurut Nachrowi (2006:71) yang berarti model regresi tidak
mengandung masalah dan bisa dilanjutkan pada uji selanjutnya.
b. Uji Multikolinearitas
0
4
8
12
16
20
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Series: Residuals
Sample 1 52
Observations 52
Mean -5.70e-15
Median 0.238106
Maximum 1.328697
Minimum -1.799316
Std. Dev. 0.740553
Skewness -0.762779
Kurtosis 3.121859
Jarque-Bera 5.074716
Probability 0.079075
107
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinearitas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen.Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau
tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel
independen.Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas,
dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas
antar variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian
multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai
berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji Correlation Matrix
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat hasil analisis uji multikolinearitas
dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa korelasi antar variabel
NPF BOPO CAR LNSBIS NPF 1.000000 0.393855 -0.321114 -0.535033
BOPO 0.393855 1.000000 -0.370231 -0.246047
CAR -0.321114 -0.370231 1.000000 0.412760
LNSBIS -0.535033 -0.246047 0.412760 1.000000
108
independen NPF dan BOPO maupun sebaliknya sebesar 0.393855,
antara NPF dan LNSBIS maupun sebaliknya sebesar - 0.535033, antara
NPF dan CAR maupun sebaliknya sebesar -0.321114, antara BOPO
dan LNSBIS maupun sebaliknya sebesar -0.246047, dan antara BOPO
dan CAR maupun sebaliknya sebesar -0.370231, dan antara LNSBIS
dan CAR maupun sebaliknya sebesar 0.412760.
Terlihat dari tabel 4.2 diatas nilai korelasi dari masing-masing
variabel independen dibawah atau lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat
disimpulkan H0 diterima, bahwa data tersebut terbebas dari
multikolinieritas dan model Ordinary Least Square (OLS) yang
dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas.
Sehingga dapat dilanjutkan ke pengujian selanjutnya yaitu uji
Heteroskedastisitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas
dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut Denfan
Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas
atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Nachrowi, 2008:109).
109
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah Uji White.
Tabel 4.3
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 0.591157 Prob. F(4,47) 0.6707
Obs*R-squared 2.490867 Prob. Chi-Square(4) 0.6463
Scaled explained SS 2.158868 Prob. Chi-Square(4) 0.7066
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar
2.490867 dan Probabilitas Chi-Square sebesar 0.6463 yang lebih besar
dari tingkat kepercayaan sebesar 0.05 (5%) sehingga dapat disimpulkan
bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskedastisitas atau H0 diterima.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada
korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk
mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier
(LM-Test). Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah
autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga
digunakan pada tingkat derajat.
110
Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square.Jika
probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square
lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.4
Hasil Uji Langrange Multiple Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.242666 Prob. F(34,13) 0.0606
Obs*R-squared 44.42582 Prob. Chi-Square(34) 0.1087
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Berdasarkan tabel 4.3, menunjukan bahwa Obs*R-squared sebesar
44.42582. Nilai probabilitas Chi-Square adalah 0.1087 yang berarti
nilainya lebih besar dari α = 5% yaitu (0.05). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa dalam model tidak ada masalah heteroskedastisitas.
Hal ini menginformasikan model OLS yang diajukan dapat dikatakan
terbebas dari heteroskedastisitas sehingga bisa dilanjutkan kepengujian
selanjutnya.
2. Uji Statistik
111
Hasil pengolahan data atau hasil estimasi yang dilakukan dengan
menggunakan program aplikasi komputer Eviews 6 dengan menggunakan
metode regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) yang
ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.5
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS)
Dependent Variable: LNLABA
Method: Least Squares
Date: 05/31/14 Time: 06:39
Sample: 1 52
Included observations: 52 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF -29.05347 11.92446 -2.436460 0.0187
BOPO -8.338904 3.756054 -2.220123 0.0313
CAR -7.980407 6.004527 -1.329065 0.1902
LNSBIS 0.046531 0.352222 0.132108 0.8955
C 34.84170 10.52434 3.310582 0.0018 R-squared 0.284784 Mean dependent var 27.47153
Adjusted R-squared 0.223915 S.D. dependent var 0.875665
S.E. of regression 0.771423 Akaike info criterion 2.410051
Sum squared resid 27.96937 Schwarz criterion 2.597670
Log likelihood -57.66132 Hannan-Quinn criter. 2.481980
F-statistic 4.678614 Durbin-Watson stat 0.826272
Prob(F-statistic) 0.002920
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah
Dari tabel 4.5 diatas, maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda
sebagai berikut :
LNLABA = 34.84170 - 29.05347 NPF – 8.338904 BOPO -7.980407 CAR +
0.046531 LNSBIS
112
1) Jika segala sesuatu variabel independen dianggap konstan atau
bernilai nol, artinya variabel independen tidak terjadi kenaikan atau
penurunan maka besarnya nilai laba adalah sebesar 34.84170 persen
2) Nilai koefisien regresi non performing financing (NPF) sebesar -
29.05347 persen yang berarti setiap peningkatan NPF sebesar 1
persen maka akan menurunkan laba sebesar 29.05347 persen.
3) Nilai koefisien regresi biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (BOPO) sebesar – 8.338904 persen yang berarti setiap
peningkatan BOPO sebesar 1 persen maka akan menurunkan laba
sebesar 8.338904 persen.
4) Nilai koefisien regresi capital adequacy ratio (CAR) sebesar --
7.980407 persen yang berarti setiap peningkatan capital adequacy
ratio (CAR) 1 persen maka akan menurunkan laba sebesar 7.980407
persen.
5) Nilai koefisien regresi sertifikat bank indonesia syariah (LNSBIS)
sebesar 0.046531 persen yang berarti setiap peningkatan sertifikat
bank indonesia syariah 1 persen maka akan meningkatkan laba
sebesar 0.046531 persen.
a. Uji Parsial (Uji-t)
113
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)
variabel-variabel independen (NPF, BOPO, CAR, dan SBIS) terhadap
variabel dependen yaitu LABA. Salah satu cara untuk melakukan uji-t
adalah dengan melihat nilai probabilitas pada tabel uji statistik t.
Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0.05
berarti variabel independen secara parsial (individu) mempengaruhi
variabel dependen.
Dari hasil tabel 4.5 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Pengaruh t-statistik untuk non performing financing (NPF) terhadap
laba.
Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar
- 2.436460 dengan tingkat signifikan 0.0187. Karena tingkat
signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial NPF berpengaruh
secara signifikan dan negatif terhadap laba.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang berjudul “Faktor
yang mempengaruhi laba Perbankan Syariah” oleh Sigit Setiawan
dan Winarsih (2011) mengatakan bahwa non performing financing
terhadap laba bank syariah menghasilkan nilai signifikansi 0.001 >
0.05. Hasil regresi menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh dari
koefisien sebesar -0.220951 dengan tingkat signifikansi 0.0008. Hal
ini berarti Non Performing Financing (NPF) memiliki pengaruh
114
yang signifikan dengan arah negatif. Dengan kata lain semakin kecil
NPF maka akan membawa dampak pada peningkatan Laba. Tingkat
kesehatan pembiayaan (NPF) ikut mempengaruhi pencapaian laba
bank (Suhada,2009). Apabila suatu bank kondisi NPF-nya tinggi
akan mengakibatkan kehilangan kesempatan untuk memperoleh
pendapatan dari pembiayaan yang diberikan, dan menambah biaya
pencadangan aktiva produktif. Semakin tinggi NPF akan menurunkan
profitabilitas bank. Hal ini menunjukkan ancaman bank dari kredit
bermasalah semakin besar atau kecil kemungkinan suatu bank dalam
kondisi sehat. Sebuah lembaga perbankan harus dapat meminimalisir
kredit bermasalah, sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga.
b) Pengaruh t-statistik untuk biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (BOPO) terhadap laba.
Hasil Regresi menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh dari
koefisien sebesar - 2.220123 dengan tingkat signifikansi sebesar
0.0313. Hal ini berarti BOPO berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap Laba dan menunjukkan bahwa menurunnya nilai
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) akan
membuat Laba pada bank syariah meningkat. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat beban pembiayaan bank maka laba
bank yang diperoleh bank semakin kecil. Tingginya beban biaya
115
operasional yang menjadi tanggungan bank pada umunya akan
dibebankan pada pendapatan yang diperoleh dari alokasi
pembiayaan. Beban atau biaya kredit semakin tinggi akan
mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki oleh bank.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang berjudul “Analisis pengaruh suku bunga, inflasi, CAR, BOPO,
NPF terhadap probabilitas bank syariah” yang dilakukan oleh Edhi
Satriyo Wibowo dan Muhammad Syaichu (2013) yang menyatakan
bahwa BOPO berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap
laba bersih bank. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
beban pembiayaan bank maka laba yang diperoleh bank akan
semakin kecil. Tingginya beban biaya operasional bank yang menjadi
tanggungan bank umumnya akan dibebankan pada pendapatan yang
diperoleh dari alokasi pembiayaan. Beban atau biaya kredit yang
semakin tinggi akan mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki
bank.
Artinya beban operasional harus ditekan seminimal mungkin,
serta mengefisienkan pendapatan operasional yang didapat antara lain
dari tabungan sehingga laba atau keuntungan yang diperoleh suatu
bank dapat kembali meningkat.
.
116
c) Pengaruh t-statistik untuk Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap
Laba.
Hasil regresi CAR menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh
dari koefisien sebesar -1.329065 dengan tingkat signifikansi sebesar
0.1902. Hal ini berarti CAR berpengaruh secara negatif dan tidak
signifikan terhadap laba dan menunjukkan CAR yang tinggi tidak
menjamin peningkatan laba yang tinggi. Hasil penelitian ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhian Dayinta
Pratiwi dan Kholiq Mahfud yang berjudul “Pengaruh CAR, BOPO,
NPF dan FDR Terhadap ROA Bank Umum Syariah” (2011) dalam
penelitiannya diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa CAR
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap laba perbankan.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kondisi bank
syariah di Indonesia mulai mengarah ke arah yang baik setelah
terjadinya krisis ekonomi. Semakin efisien modal bank bank yang
digunakan untuk aktivitas operasionalnya mengakibatkan bank
mampu untuk meningkatkan labanya. Pihak manajemen bank sangat
perlu untuk memperhatikan besarnya CAR yang ideal, jangan terlalu
tinggi karena akan meningkatkan dana yang idle dan juga jangan
terlalu rendah karena akan dapat menyebabkan permasalahan bagi
bank antara lain bank akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat,
117
sehingga dana pihak ketiga bank sangat dimungkinkan akan
mengalami penurunan yang drastis.
Tingkat CAR sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat
terhadap bank, dimana kepercayaan masyarakat merupakan modal
dasar bagi kelangsungan lembaga keuangan ini. Tingkat CAR yang
ideal akan sangat menguntungkan bagi bank dan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat sebagai pemilik dana sehingga masyarakat
akan memiliki keinginan yang lebih untuk menyimpan dananya di
bank (Kartika Wahyu Sukarno dan Muhamad Syaichu 2006:53).
d) Pengaruh t-statistik untuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
terhadap Laba.
Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar
0.352222 dengan tingkat signifikan 0.8955. Karena tingkat signifikan
lebih besar dari 0.05 maka secara parsial SBIS berpengaruh secara
positif dan tidak signifikan terhadap laba.
Hal ini didukung pula oleh penelitian Endri (2008) dengan
penelitiannya yang berjudul “Analisis pengaruh sertifikat bank
indonesia, SWBI dan indikator kinerja keuangan Bank Syariah”.
Hasil penelitian yang didapatkan dimana SWBI memiliki hubungan
yang positif terhadap laba bank syariah. Terdapatnya hubungan yang
positif antara SWBI dengan laba bank syariah mengandung makna
118
bahwa semakin tinggi SWBI semakin tinggi pula laba yang diperoleh
oleh bank syariah.
b. Uji Fisher (Uji-F)
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen (NPF, BOPO, CAR dan SBIS) secara simultan (bersama-
sama) terhadap variabel dependen yaitu Laba.
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil F-statistik sebesar 4.678614
dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0.002920. Karena probabilitas
(F-stat) lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa NPF,
BOPO, CAR dan SBIS secara bersama-sama mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap Laba.
3. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi R2 yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model
regresi terbaik. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih
darisatu variabel independen.
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa
nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.223915, hal ini menunjukkan
bahwa variasi variabel dependen (laba) secara bersama-sama mampu
dijelaskan oleh variasi variabel independen (NPF, BOPO, CAR dan
119
SBIS) sebesar 22.39 persen. Sedangkan sisanya sebesar 77.61 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
C. Pembahasan Analisis Ekonomi
Dari hasil analisis regresi berganda menunjukkan dari keempat variabel
tersebut yaitu Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba perbankan syariah yang
berpengaruh signifikan ada variabel NPF dan BOPO. Dimana NPF Non
Performing Financing (NPF) tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
laba perbankan syariah. Ini artinya semakin tinggi tingkat non performing
financing (NPF) pada bank syariah maka akan menurunkan laba pada bank
syariah. Hal ini terjadi dikarenakan non performing financing atau kredit macet
yang tinggi maka akan memperbesar biaya, sehingga pada nantinya akan
berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin
buruk kualitas pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan non
lancar semakin besar dan karena itu bank syariah harus menanggung kerugian
dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan laba
yang diperoleh bank syariah.
Sedangkan Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
berpengaruh signifikan dan bernilai negatif terhadap laba perbankan syariah. Ini
120
artinya bahwa menurunnya nilai Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) akan membuat Laba pada bank syariah meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat beban pembiayaan bank maka laba
bank yang diperoleh bank semakin kecil. Tingginya beban biaya operasional
yang menjadi tanggungan bank pada umunya akan dibebankan pada pendapatan
yang diperoleh dari alokasi pembiayaan. Beban atau biaya kredit semakin tinggi
akan mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki oleh bank.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
berjudul “Analisis pengaruh suku bunga, inflasi, CAR, BOPO, NPF terhadap
probabilitas bank syariah” yang dilakukan oleh Edhi Satriyo Wibowo dan
Muhammad Syaichu (2013) yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap laba bersih bank. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat beban pembiayaan bank maka laba yang diperoleh bank
akan semakin kecil. Tingginya beban biaya operasional bank yang menjadi
tanggungan bank umumnya akan dibebankan pada pendapatan yang diperoleh
dari alokasi pembiayaan. Beban atau biaya kredit yang semakin tinggi akan
mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki bank.
Artinya beban operasional harus ditekan seminimal mungkin, serta
mengefisienkan pendapatan operasional yang didapat antara lain dari tabungan
sehingga laba atau keuntungan yang diperoleh suatu bank dapat kembali
meningkat.
121
Sedangkan Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak berpengaruh signifikan
terhadap laba perbankan syariah. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa
besar kecilnya modal bank (CAR) bisa menyebabkan besar kecilnya keuntungan
bank. Bank yang memiliki modal besar namun tidak dapat menggunakan
modalnya itu secara efektif untuk menghasilkan laba, maka modal yang besar
pun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas bank. Selain itu
peraturan Bank Indonesia yang mensyaratkan CAR minimal 8% mengakibatkan
bank-bank selalu berusaha menjaga agar CAR yang dimiliki sesuai dengan
ketentuan.
Lebih daripada itu, jika dilihat kondisi empiris dari obyek penelitian maka
akan tampak bahwa sebagian besar bank syariah mempunyai CAR diatas 8%
bahkan sampai angka 20%. Hal ini karena adanya penambahan modal untuk
mengantisipasi perkembangan skala usaha yang berupa ekspansi kredit
(pembiayaan). Namun pada kenyataannya sampai saat ini bank belum dapat
melempar pembiayaan sesuai dengan yang diharapkan (Diah Aristya,2010).
Upaya untuk meningkatkan kinerja keuangan dengan angka CAR yang
tinggi perlu diimbangi dengan kemampuan bank dalam pengelolaaan modal
perbankan. Pengelolaan modal tersebut terkait dengan berbagai rencana bisnis
bank dalam memperkuat usahanya dalam persaingan bank syariah. Dalam hal ini
bank perlu menetapkan skala prioritas dalam menganani persaingan apakah
dengan memperbanyak divisi pembiayaan syariah atau dengan memperbesar
122
kapasitas penghimpunan dana nasabah. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan
modal yang ada, bank syariah perlu melakukan pemetaan terhadap karakteristik
kegiatan ekonomi masyarakat sehingga modal yang ada dapat dialokasikan
sebagian untuk kegiatan bank yang prospektif mendatangkan keuntungan yang
besar.
Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) tidak berpengaruh
signifikan terhadap laba perbankan syariah. Hal ini didukung pula oleh penelitian
Endri (2008) dengan penelitiannya yang berjudul “Analisis pengaruh sertifikat
bank indonesia, SWBI dan indikator kinerja keuangan Bank Syariah”. Hasil
penelitian yang didapatkan dimana SWBI memiliki hubungan yang positif
terhadap laba bank syariah. Terdapatnya hubungan yang positif antara SWBI
dengan laba bank syariah mengandung makna bahwa semakin tinggi SWBI
semakin tinggi pula laba yang diperoleh oleh bank syariah. Hal ini dikarenakan
kelebihan atas likuiditas dana yang tersedia untuk disalurkan pada nasabah yang
membutuhkan, dalam hal ini adalah pihak defisit unit. Atas sejumlah dana yang
ditanamkan bank syariah pada SBIS akan mendapatkan bonus yang merupakan
keuntungan bagi bank syariah. Dengan demikian semakin besar bonus yang
dihasilkan dari SBIS, maka akan semakin menarik bagi perbankan syariah untuk
menyimpan dananya di SBIS sehingga akan menurunkan jumlah pembiayaan
yang disalurkan oleh bank syariah, maka sertifikat bank indonesia syariah di
tahun 2009 – 2013 berpengaruh positif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
123
dilakukan Widyastuti dan Anwar (2009) dampak yang ditimbulkan akibat
instrumen moneter syariah yaitu SBIS akan menurunkan (perubahan)
pembiayaan. Dengan menempatkan kelebihan atas sejumlah dana pada instrumen
moneter syariah yaitu SBIS yang memiliki dampak dan resiko yang lebih minim
terhadap kinerja perbankan syariah bila dibandingkan dengan isntrumen moneter
syariah lainnya. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar tidak terdapat dana yang
menganggur (idle fund) sehingga dana pada perbankan syariah dapat tersalurkan
secara optimal.
Hanya saja bank syariah kurang dalam promosi yang dilakukan masih
sangat kurang, sehingga masih banyak masyarakat yang tidak mengerti
bagaimana mengakses sertifikat bank indonesia syariah. Aspek pendanaan
memang menjadi kendala utama dalam melakukan promosi di bank syariah,
minimnya anggaran promosi yang dimiliki menyebabkan kurang gencarnya
promosi yang dilakukan oleh bank syariah. Sementara anggaran promosi di bank
konvensional relatif lebih besar dibandingkan dengan di bank syariah, akhirnya
menyebabkan gaung perbankan syariah masih kalah dibandingkan dengan
perbankan konvensional.
124
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul “Analisis
Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Laba Perbankan Syariah
di Indonesia Periode September 2009 – Desember 2013”, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Secara parsial variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
laba perbankan syariah di Indonesia adalah Non Performing Financing
(NPF) sebesar 0.0187 dan berpengaruh negatif, kemudian Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) sebesar 0.0313
dan berpengaruh negatif, sedangkan yang tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap laba perbankan syariah di Indonesia adalah Capital
Adequacy Ratio (CAR) sebesar 0.1902 dan berpengaruh negatif,
sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebesar 0.8955 dan
mempunyai pengaruh positif.
2. Secara simultan hasil F-statistik sebesar 4.678614 dengan nilai
probabilitas (F-stat) sebesar 0.002920 jadi variabel Non Performing
Financing (NPF) , Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
125
(BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap laba perbankan syariah di Indonesia .
3. Nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.223915, hal ini menunjukkan bahwa
variasi variabel dependen (laba) secara bersama-sama mampu dijelaskan
oleh variasi variabel independen (NPF, BOPO, CAR dan SBIS) sebesar
22.39 persen. Sedangkan sisanya sebesar 77.61 persen dijelaskan oleh
variabel lain diluar variabel yang diteliti.
B. Implikasi
Beberapa implikasi yang ditujukan bagi Pemerintah, bank syariah dan peneliti
berikutnya dalam menjalankan kegiatan ekonomi syariah :
1. Bagi Pemerintah
Dalam hal ini sekiranya Pemerintah lebih mempertimbangkan regulasi-
regulasi tentang laba perbankan syariah di Indonesia yang diantaranya
sebagai pengontrol, menghitung, mengawasi, melihat pertumbuhan atau
perkembangan laba perbankan syariah agar market share di Indonesia
terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.
2. Bagi Bank Syariah
Bagi Perbankan syariah di Indonesia untuk meningkatkan kinerja
keuangannya dengan baik sehingga dapat memaksimalkan tingkat
profitabilitas yang diwakili oleh Laba. Dalam hal ini bank syariah harus
memperhatikan tingkat kelayakan pemberian kredit. Kredit macet yang
126
tinggi maka akan memperbesar biaya, sehingga pada nantinya akan
berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan
semakin buruk kualitas pembiayaan bank yang menyebabkan jumlah
pembiayaan non lancar semakin besar dan karena itu bank syariah harus
menanggung kerugian dalam kegiatan operasionalnya sehingga
berpengaruh terhadap penurunan laba yang diperoleh bank syariah selain
juga mengefisienkan beban biaya operasional bank yang menjadi
tanggungan bank umumnya akan dibebankan pada pendapatan yang
diperoleh dari alokasi pembiayaan. Beban atau biaya kredit yang semakin
tinggi akan mengurangi permodalan dan laba yang dimiliki bank. Dan
juga bank syariah harus lebih menfokuskan peningkatan investasi pada
Sertifikat Bank Indonesia syariah (SBIS), karena seharusnya SBIS bisa
menjadi sumber laba yang besar bagi perbankan syariah, maka dari itu
manajemen perbankan harus lebih giat memperkenalkan SBIS kepada
masyarakat agar menyimpan investasi disana.
3. Bagi Peneliti
Pada kedepannya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi studi
lanjutan, khususnya penelitian mengenai laba perbankan syariah di
Indonesia sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat.
Dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel
lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi kenaikan laba perbankan
syariah ke depannya. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat
127
menambahkan periode yang lebih baik lagi untuk memperoleh hasil yang
lebih akurat dan bermanfaat.
ix
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, ShochrulRohamtul, dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba
Empat, Jakarta, 2011.
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek”, Gema
Insani Press, Jakarta. 2001.
Wibowo, Edhi Satrio, “Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO,
NPF Terhadap Profitabilitas Bank Syariah”, Jurusan Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Diponegoro, 2013.
Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Edisi Revisi, Cet.
III, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2005.
Darmawi, Herman. “Pasar Financial dan Lembaga-Lembaga Financial”,
BumiAksara, Jakarta, 2006.
Gujarati, Damodar N. “Dasar-Dasar Ekonometika”, Jilid I, Alih Bahasa
Julius Mulyadi, Erlangga, 2006.
Hamid, Abdul. Modul Perbankan Syariah“ LandasanTeori dan Praktek”,
FEIS, Jakarta, 2008.
x
Hidayat, Mohamad. “Pengantar Ekonomi Islam”, Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah, Jakarta 2009.
Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution, dkk.“Ekonomi Makro Islam
:PendekatanTeoritis”, KencanaPersada Media Group, Jakarta, 2008.
Kasmir.“Manajemen Perbankan”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
. “Bank danLembagaKeuanganLainnya”, PT. Raja GrafindoPersada, Jakarta,
2005.
Mankiw, N. Gregory. “Macroekonomics”, edisi 5, Harvard University, Edisi
Indonesia.Erlangga, Jakarta, 2003.
Mochamad Aziz, Roikhan. Modul Makro Ekonomi Tiga Dimensi, IMES
Press, UIN Jakarta, 2009.
Nachrowi D. Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrikal Untuk Analisis Ekonomidan Keuangan”, FEUI, Jakarta, 2006.
Hamid, Abdul. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEB UIN, Jakarta. 2012.
Rodoni, Ahmad, “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN, Jakarta, 2009
Sasmitasiwi, Banoon dan Cahyadin Malik.“Prediksi Pertumbuhan Perbankan
Sayriah di Indonesia”, Jurnal (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2008.
xi
Antonio, Muhammad Syafi’i, “Bank Syariah Bagi Bankir dan Prektisi
Keuangan”, Cetakan Pertama, Tazkia, Jakarta, 1999
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Edisi Ketiga, FEUI,
Jakarta, 2001.
Sudarsono, Heri. “Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar”, Ekonisia,
Yogyakarta, 2007.
Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Ekonomi Makro”, PT. GrafindoPersada,
Jakarta, 2004.
. “MakroEkonomiTeoriPengantar”, PT. Raja GrafindoPersada,
Jakarta, 2004.
Veithzal, Rivai. “Bank dan Financial Institution Management (Conventional
and Sharia System)”, PT. GrafindoPersada, Jakarta, 2007.
Wirdyaningsih, Dkk. “Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2005.
Dendrawijaya, Lukman. “Manajemen Perbankan”, Ghalia Indonesia, Jakarta,
2003.
Suhardjono, Mudrajad Kuncoro. “Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”,
BPFE, Yogyakarta, 2002.
xii
Kuncoro, Mudrajad. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Bagaimana
,meneiliti dan menulis tesis, Erlangga, Jakarta, 2009.
Muhammad. “Manajemen Pembiayaan Bank Syariah”, UPP AMP YKPN,
Yogyakarta, 2005.
Suhardjono, Mudrajad Kuncoro. “Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi”,
BPFE, Yogyakarta, 2002.
Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Cet. 7, Azkia
Publisher, Tangerang, 2009.
Zulkifli, Sunarto. “Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah”, Zikrul
Hakim, Jakarta, 2008.
Darmawi, Herman. “Pasar Financial dan Lembaga-Lembaga Financial”,
BumiAksara, Jakarta, 2006.
Daniariga, Erros. “Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Pertumbuhan Laba
(Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
2010
Widyastuti, Sri dan Deki Anwar. “Penggunaan Variabel Instrumen Moneter
Syariah untuk Menganalisis Kinerja Perbankan Syariah”, (Jurnal
dipublikasikan), Fakultas Pancasila, Jakarta, 2009.
xiii
Syahfandi, Rizki dan Siti Mutmainah. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perataan Laba Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (Praktik
Manajemen Laba Pada Perbankan Syariah Di Indonesia)” . 2012
Ani Sapariyah, Rina “Pengaruh Rasio Capital, Assets, Earning dan Liquidity
terhadap Pertumbuhan laba pada Perbankan di Indonesia”. 2010
Endri “Analisis pengaruh sertifikat bank indonesia, SWBI dan indikator
kinerja keuangan Bank Syariah”. 2008
Setiawan, Sigit dan Winarsih “Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Laba Bank Syariah di Indonesia”. 2011
Ayu Lestari, Suci “Pengaruh ROA, CAR, LDR, DAN BOPO Terhadap
Pertumbuhan Laba Pada Bank Umum Tahun 2007-2011 “. 2012
Karim, Adiwarman, “Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan”, Raja
Grafindo, Jakarta, 2009.
Sukarno, Kartika Wahyu dan Muhamad Syaichu, “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia”. 2006
Harahap, Sofyan Syafri. Teori Akuntansi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2001
Harahap, Sofyan S. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta : LPFE Usakti.
2005
xiv
Setiawan, Adi. “Analisis Pengaruh Faktor Makro Ekonomi, Pangsa Pasar,
dan Karakteristik Bank Terhadap Profitabilitas Bank Syariah”. Semarang :
Thesis UNDIP, 2009
Tarmidzi Achmad, dan Wilyanto Kartiko Kusumo, 2003, Analisis Rasio-rasio
Keuangan Sebagai Indikator Dalam Memprediksi Kebangkrutan Perbankan
di Indonesia, Media Ekonomi dan Bisnis, Vol. XV 1 -Juni – 2003 FE-
UNDIP, Semarang.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah” BI, Jakarta,
2009.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah” BI, Jakarta,
2010.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah” BI, Jakarta,
2011.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah” BI, Jakarta,
2012.
Bank Indonesia, “Laporan Perkembangan Perbankan Syariah” BI, Jakarta,
2013.
www.bi.go.id
(www.indonesiafinancetoday.com)
xv
www.wikipedia.org
(baridwan, warkom sumatro, harnanto, setiawan2006, Sastradipoera dalam
Gumayantika, dea naufal, agung & yahya, suhada, Tarmidzi & ahmad, Syaichu,
soemitra,
xvi
Lampiran 1
Data Penelitian Periode September 2009 – Desember 2013
BULAN LABA NPF BOPO CAR SBIS
Sep '09 469000000000 5,72% 84,05% 11,50% 2635000000000
Okt '09 558000000000 5,51% 83,28% 11,50% 2835000000000
Nov '09 634000000000 5,54% 83,08% 11,17% 2142000000000
Des '09 791000000000 4,01% 84,39% 10,77% 3076000000000
Jan '10 83000000000 4,36% 84,87% 11,26% 3373000000000
Feb '10 179000000000 4,75% 79,73% 11,43% 2972000000000
Mar '10 328000000000 4,53% 76,27% 11,07% 2425000000000
Apr '10 425000000000 4,47% 77,15% 12,12% 3027000000000
Mei '10 301000000000 4,77% 85,79% 12,31% 1656000000000
Jun '10 506000000000 3,89% 79,99% 12,89% 2734000000000
Jul '10 604000000000 4,14% 79,77% 14,66% 2576000000000
Agu '10 680000000000 4,10% 80,36% 14,23% 1882000000000
Sep '10 852000000000 3,95% 79,10% 14,58% 2310000000000
Okt '10 978000000000 3,95% 78,94% 15,74% 2783000000000
Nov '10 1112000000000 7,53% 76,24% 15,40% 3287000000000
Des '10 1051000000000 3,02% 80,54% 16,25% 5408000000000
Jan '11 148000000000 3,28% 75,75% 20,23% 3968000000000
Feb '11 239000000000 7,04% 76,37% 15,17% 3659000000000
Mar '11 400000000000 3,60% 77,63% 16,57% 5870000000000
xvii
Apr '11 510000000000 3,79% 78,78% 19,86% 4042000000000
Mei '11 626000000000 3,76% 79,05% 19,58% 3879000000000
Jun '11 777000000000 3,55% 78,13% 15,92% 5011000000000
Jul '11 927000000000 3,75% 77,13% 15,92% 5214000000000
Agu '11 1051000000000 3,53% 77,65% 15,83% 3647000000000
Sep '11 1205000000000 3,50% 77,54% 16,89% 5885000000000
Okt '11 1319000000000 3,11% 78,03% 15,30% 5656000000000
Nov '11 1515000000000 2,74% 77,92% 14,88% 6447000000000
Des '11 1475000000000 2,52% 78,41% 16,63% 9244000000000
Jan '12 127000000000 2,68% 86,22% 16,27% #############
Feb '12 362000000000 2,82% 78,39% 15,91% 4243000000000
Mar '12 581000000000 2,76% 78,21% 15,33% 6668000000000
Apr '12 728000000000 2,85% 77,77% 14,97% 3825000000000
Mei '12 994000000000 2,93% 76,24% 14,97% 3644000000000
Jun '12 1296000000000 2,88% 75,74% 16,12% 3936000000000
Jul '12 1528000000000 2,92% 75,87% 16,12% 3036000000000
Agu '12 1751000000000 2,78% 75,89% 15,63% 2918000000000
Sep '12 2028000000000 2,74% 75,44% 14,98% 3412000000000
Okt '12 2332000000000 2,58% 75,04% 14,54% 3321000000000
Nov '12 2576000000000 2,50% 75,29% 14,82% 3242000000000
Des '12 2645000000000 2,22% 74,75% 14,13% 4993000000000
Jan '13 359000000000 2,49% 70,43% 15,29% 4709000000000
Feb '13 659000000000 2,72% 72,06% 15,20% 5103000000000
Mar '13 1044000000000 2,75% 72,95% 14,30% 5611000000000
Apr '13 1360000000000 2,85% 73,95% 14,72% 5343000000000
xviii
Mei '13 1636000000000 2,92% 76,87% 14,28% 5423000000000
Jun '13 1921000000000 2,64% 76,18% 14,30% 5443000000000
Jul '13 2185000000000 2,75% 76,13% 15,28% 4640000000000
Agu '13 2514000000000 3,01% 77,87% 14,71% 4299000000000
Sep '13 2894000000000 2,80% 77,98% 14,19% 4523000000000
Okt '13 3086000000000 2,96% 79,06% 14,19% 5213000000000
Nov '13 3443000000000 2,62% 78,59% 12,30% 5107000000000
Des '13 3230000000000 3,08% 78,21% 14,20% 6699000000000
xxix
Lampiran 2
Uji Normalitas Jarque-Bera
0
4
8
12
16
20
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Series: Residuals
Sample 1 52
Observations 52
Mean -5.70e-15
Median 0.238106
Maximum 1.328697
Minimum -1.799316
Std. Dev. 0.740553
Skewness -0.762779
Kurtosis 3.121859
Jarque-Bera 5.074716
Probability 0.079075
Lampiran 3
Uji Multikolinearitas Correlation Matrix
NPF BOPO CAR LNSBIS NPF 1.000000 0.393855 -0.321114 -0.535033
BOPO 0.393855 1.000000 -0.370231 -0.246047
CAR -0.321114 -0.370231 1.000000 0.412760
LNSBIS -0.535033 -0.246047 0.412760 1.000000
xx
Lampiran 4
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.591157 Prob. F(4,47) 0.6707
Obs*R-squared 2.490867 Prob. Chi-Square(4) 0.6463
Scaled explained SS 2.158868 Prob. Chi-Square(4) 0.7066
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/31/14 Time: 06:46
Sample: 1 52
Included observations: 52 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -6.580529 5.323801 -1.236058 0.2226
NPF^2 122.4801 126.8610 0.965467 0.3393
BOPO^2 -0.316526 2.389339 -0.132474 0.8952
CAR^2 -11.58319 20.21638 -0.572961 0.5694
LNSBIS^2 0.008785 0.006031 1.456703 0.1518 R-squared 0.047901 Mean dependent var 0.537872
Adjusted R-squared -0.033128 S.D. dependent var 0.791141
S.E. of regression 0.804139 Akaike info criterion 2.493123
Sum squared resid 30.39208 Schwarz criterion 2.680743
Log likelihood -59.82120 Hannan-Quinn criter. 2.565052
F-statistic 0.591157 Durbin-Watson stat 1.710045
Prob(F-statistic) 0.670694
Lampiran 5
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.242666 Prob. F(34,13) 0.0606
Obs*R-squared 44.42582 Prob. Chi-Square(34) 0.1087
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 05/31/14 Time: 06:44
xxi
Sample: 1 52
Included observations: 52
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF 40.06774 17.20765 2.328485 0.0367
BOPO -6.765547 4.827827 -1.401365 0.1845
CAR 4.101936 21.31487 0.192445 0.8504
LNSBIS 0.779831 0.668570 1.166416 0.2644
C -19.25871 20.90563 -0.921221 0.3737
RESID(-1) 0.930479 0.291888 3.187794 0.0071
RESID(-2) -0.169870 0.285163 -0.595697 0.5616
RESID(-3) 0.032259 0.347312 0.092883 0.9274
RESID(-4) -0.466165 0.392655 -1.187211 0.2564
RESID(-5) 0.338393 0.305372 1.108132 0.2879
RESID(-6) -0.104186 0.343876 -0.302976 0.7667
RESID(-7) -0.088916 0.443388 -0.200537 0.8442
RESID(-8) 0.070322 0.405384 0.173470 0.8650
RESID(-9) 0.131618 0.336297 0.391375 0.7019
RESID(-10) 0.388328 0.479587 0.809714 0.4327
RESID(-11) 0.095246 0.409022 0.232862 0.8195
RESID(-12) 0.753471 0.632797 1.190699 0.2551
RESID(-13) -0.513621 0.329924 -1.556785 0.1435
RESID(-14) 0.337912 0.516099 0.654743 0.5240
RESID(-15) -0.203983 0.469517 -0.434452 0.6711
RESID(-16) 0.584156 0.461024 1.267084 0.2274
RESID(-17) -0.303946 0.372334 -0.816325 0.4290
RESID(-18) 0.373883 0.433588 0.862300 0.4041
RESID(-19) -0.073828 0.384084 -0.192218 0.8505
RESID(-20) 0.357884 0.453236 0.789620 0.4439
RESID(-21) -0.204703 0.419822 -0.487595 0.6340
RESID(-22) -0.109091 0.423329 -0.257698 0.8007
RESID(-23) -0.165992 0.466785 -0.355607 0.7278
RESID(-24) 0.528187 0.370343 1.426209 0.1774
RESID(-25) -0.218200 0.519724 -0.419839 0.6815
RESID(-26) -0.166331 0.395319 -0.420752 0.6808
RESID(-27) 0.228200 0.383930 0.594380 0.5625
RESID(-28) 0.013842 0.394887 0.035053 0.9726
RESID(-29) -0.026131 0.528871 -0.049409 0.9613
RESID(-30) -0.275014 0.423443 -0.649472 0.5273
RESID(-31) 0.160307 0.362541 0.442176 0.6656
RESID(-32) -0.305146 0.405789 -0.751982 0.4655
RESID(-33) 0.007484 0.402432 0.018598 0.9854
RESID(-34) -0.040598 0.365501 -0.111076 0.9133 R-squared 0.854343 Mean dependent var -5.70E-15
Adjusted R-squared 0.428575 S.D. dependent var 0.740553
S.E. of regression 0.559804 Akaike info criterion 1.791244
Sum squared resid 4.073941 Schwarz criterion 3.254677
Log likelihood -7.572346 Hannan-Quinn criter. 2.352290
F-statistic 2.006596 Durbin-Watson stat 2.425191
Prob(F-statistic) 0.088399
xxii
Lampiran 6
Uji OLS
Dependent Variable: LNLABA
Method: Least Squares
Date: 05/31/14 Time: 06:39
Sample: 1 52
Included observations: 52 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. NPF -29.05347 11.92446 -2.436460 0.0187
BOPO -8.338904 3.756054 -2.220123 0.0313
CAR -7.980407 6.004527 -1.329065 0.1902
LNSBIS 0.046531 0.352222 0.132108 0.8955
C 34.84170 10.52434 3.310582 0.0018 R-squared 0.284784 Mean dependent var 27.47153
Adjusted R-squared 0.223915 S.D. dependent var 0.875665
S.E. of regression 0.771423 Akaike info criterion 2.410051
Sum squared resid 27.96937 Schwarz criterion 2.597670
Log likelihood -57.66132 Hannan-Quinn criter. 2.481980
F-statistic 4.678614 Durbin-Watson stat 0.826272
Prob(F-statistic) 0.002920