C. Kristalisasi OTK

15
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kristalisasi dari larutan sangat penting dalam industri karena banyaknya ragam bahan yang diperlukan dalam bentuk kristal. Kristalisasi adalah proses separasi dimana suatu solute terkristalkan dari larutan multi komponennya sehingga bila dilakukan dengan benar akan dapat diperoleh kristal yang relatif murni. Oleh karena itu kristalisasi merupakan salah satu metode yang praktis untuk mendapatkan bahan kimia murni dalam kondisi yang memenuhi syarat untuk pemasaran. Dalam kristalisasi dari larutan solute akan terkristalkan sehingga terbentuk campuran dua fasa yang disebut magma berupa fasa cairan yang disebut mother liquor-larutan induk dan fasa padat kristalin. I.2. Tujuan Percobaan 1. Mampu menjelaskan jenis-jenis kristaliser. 2. Mampu menjelaskan variabel-variabel operasi dalam kristalisasi, yaitu derajat supersaturasi larutan, flowrate feed, kecepatan pendinginan, pembentukan inti kristal, kecepatan pertumbuhan kristal, seed Kristal, dan CSD produk. 3. Mampu merakit dan mengoperasikan alat percobaan MSMPR kristaliser dengan pendinginan larutan. 4. Mampu mengambil data-data percobaan secara benar dan mengolahnya serta menyajikannya dalam bentuk grafik hubungan antara flowrate dengan massa kristal, diameter partikel dengan jumlah kristal yang dihasilkan (CSD). 5. Mampu membuat laporan dan analisis operasi kristalisasi secara tertulis.

Transcript of C. Kristalisasi OTK

Page 1: C. Kristalisasi OTK

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kristalisasi dari larutan sangat penting dalam industri karena banyaknya ragam bahan

yang diperlukan dalam bentuk kristal. Kristalisasi adalah proses separasi dimana suatu

solute terkristalkan dari larutan multi komponennya sehingga bila dilakukan dengan benar

akan dapat diperoleh kristal yang relatif murni. Oleh karena itu kristalisasi merupakan

salah satu metode yang praktis untuk mendapatkan bahan kimia murni dalam kondisi

yang memenuhi syarat untuk pemasaran. Dalam kristalisasi dari larutan solute akan

terkristalkan sehingga terbentuk campuran dua fasa yang disebut magma berupa fasa

cairan yang disebut mother liquor-larutan induk dan fasa padat kristalin.

I.2. Tujuan Percobaan

1. Mampu menjelaskan jenis-jenis kristaliser.

2. Mampu menjelaskan variabel-variabel operasi dalam kristalisasi, yaitu derajat

supersaturasi larutan, flowrate feed, kecepatan pendinginan, pembentukan inti kristal,

kecepatan pertumbuhan kristal, seed Kristal, dan CSD produk.

3. Mampu merakit dan mengoperasikan alat percobaan MSMPR kristaliser dengan

pendinginan larutan.

4. Mampu mengambil data-data percobaan secara benar dan mengolahnya serta

menyajikannya dalam bentuk grafik hubungan antara flowrate dengan massa kristal,

diameter partikel dengan jumlah kristal yang dihasilkan (CSD).

5. Mampu membuat laporan dan analisis operasi kristalisasi secara tertulis.

Page 2: C. Kristalisasi OTK

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian

Kristalisasi dapat terjadi dari 3 macam fasa yaitu pembentukan partikel-partikel

padat kristalin dari fasa uap, dari solute suatu larutan ataupun dari suatu lelehan-melt.

Kristalisasi dapat dilakukan dengan pendinginan, penguapan solven, atau penambahan

solven tertentu.

Kristalisasi dari larutan bertujuan memisahkan suatu solute dari larutan multi

komponen sehingga didapat produk dalam bentuk kristal yang lebih murni, sehingga

kristalisasi sering dipilih sebagai salah satu cara pemurnian karena lebih ekonomis.

II.2. Pembagian Tahapan Operasi Kristalisasi

Operasi kristalisasi terbagi menjadi:

1. Membuat larutan supersaturasi (lewat jenuh)

2. Pembentukan inti kristal (nuclei)

3. Pertumbuhan kristal

1. Membuat Larutan Lewat Jenuh (supersaturasi)

Bila larutan telah mencapai derajat saturasi tertentu, maka di dalam larutan akan

terbentuk zat padat kristaline. Oleh sebab itu derajat supersaturasi larutan merupakan

faktor terpenting dalam mengontrol operasi kristalisasi.

Ada beberapa cara untuk mendapatkan larutan supersaturasi:

a. Pendinginan Larutan

Kelarutan zat padat dalam air merupakan fungsi suhu sehingga dengan

mendinginkan larutan yang akan dikristalkan akan dicapai kondisi supersaturasi

dimana konsentrasi solute dalam larutan lebih besar dari konsentrasi larutan jenuh

pada suhu tersebut.

b. Penguapan Solven

Larutan diuapkan solven-nya sehingga konsentrasi solute akan meningkat dan

mencapai kondisi supersaturasi. Cara ini digunakan untuk zat yang mempunyai

kurva kelarutan relatif mendatar.

Page 3: C. Kristalisasi OTK

3

c. Evaporasi Adiabatis

Larutan dalam keadaan panas bila dimasukan ke dalam ruang vacuum, maka

terjadi penguapan dengan sendirinya, karena tekanan totalnya menjadi lebih rendah

dari tekanan uap solvent pada suhu itu. Penguapan disertai penurunan suhu

akan membuat larutan mencapai kondisi supersaturasi.

d. Reaksi Kimia

Bila reaksi kimia dijalankan dalam fasa cair, konsentrasi solute produk reaksi

semakin lama akan semakin meningkat sehingga mencapai kondisi supersaturasi.

e. Penambahan Zat lain.

Penambahan zat lain yang dapat menurunkan kelarutan zat yang akan

dikristalisasi, misalnya larutan NaOH ditambah gliserol, maka kelarutan NaOH

menjadi turun dan mencapai kondisi supersaturasi.

2. Pembentukan Inti Kristal

Pembentukan Inti Kristal secara sistematis dapat dijelaskan sbb.

1. Primary Nukleus

Proses pembentukan inti kristal ini dapat terjadi pada saat larutan telah mencapai

derajat supersaturasi yang cukup tinggi. Nukleasi primer dapat terjadi lewat dua

cara:

Homogen Nukleus

Nukleus disini pembentukannya spontan pada larutan dengan supersaturasi

tinggi, artinya nukleus terbentuk karena penggabungan molekul-molekul solute

sendiri

Heterogen Nukleus

Pembentukan inti kristalnya masih dalam supersaturasi tinggi, namun dapat

dipercepat dengan adanya partikel-partikel asing seperti debu dan sebagainya.

2. Secondary Nukleus (Contact Nucleation)

Pembentukan inti kristal dengan akibat dari tumbukan (contact) antar kristal induk

Page 4: C. Kristalisasi OTK

4

ataupun tumbukan antara kristal induk dengan impeler pengaduk, tumbukan

dengan dinding kristaliser ataupun gesekan permukaan kristal induk dengan

larutan.

Jumlah inti kristal yang terbentuk dapat dinyatakan dengan persamaan :

N = (a) (L)b

(ΔC)c

(P)d

dimana :

N : jumlah nuklei (inti kristal) yang terbentuk (jumlah/jam)

L : ukuran kristal induk (mm)

ΔC : derajat supersaturasi larutan (mole/lt) atau (oC)

P : power dari pengaduk (HP)

a,b,c,d : konstanta-konstanta

Jika :

1. L >>> maka jumlah kristal yang terbentuk juga semakin besar, krisatal makin

besar menyebabkan kemungkinan tumbukan semakin banyak. Pecahan bagian kecil

dari kristal menyebabkan terbentuknya inti kristal.

2. ΔC >>> maka jumlah kristal yang terbentuk juga semakin banyak.

Derajat supersaturasi makin besar maka semakin besar pula kemungkinan terbentuk

inti kristal baru.

3. P >>> maka gaya gesekan partikel larutan atau tumbukan juga

semakin besar sehingga kemungkinan terjadinya pecahan partikel semakin besar,

maka inti kristal yang terbentuk juga semakin besar jumlahnya.

Teori Miers : dalam percobaannya, Miers membuat larutan supersaturasi

melalui pendinginan larutan belum jenuh (titik a), setelah melewati kurva saturasi

A-B larutan menjadi supersaturasi dan dalam grafik dinamai daerah metastabil.

Pada tingkat supersaturasi tertentu, kristalisasi mulai terjadi berupa terbentuknya

inti kristal primer (titik b). Oleh Miers titik-titik dimana mulai terbentuk inti kristal

primer ini dinamai ‘supersolubility curve’. Inti-inti kristal yang selanjutnya tumbuh

dengan menempelnya solute dipermukaannya sehingga konsentrasi solute dalam

larutan akan turun (dari b ke c). Oleh Miers, daerah supersaturasi tinggi dimana inti

kristal primer dapat terbentuk disebut daerah labil.

Dalam industri, pembentukan inti primer tidak diinginkan, karena cenderung

membuat produk kristal berukuran kecil-kecil. Lebih umum digunakan metoda inti

sekunder dengan cara menambahkan bibit kristal (seed) kedalam larutan dengan

Page 5: C. Kristalisasi OTK

5

tingkat supersaturasi yang rendah atau sedikit lewat jenuh. Seed ini berfungsi sebagai

induk kristal, sumber terbentuknya inti sekunder.

Gambar 1.Teori Miers

Untuk sistem kontinyu seeding hanya sekali disaat start up sedang untuk sistem

batch seeding dilakukan tiap batch.

3. Pertumbuhan Kristal

Umumnya kristal yang berukuran > 100 m i k r o n kecepatan tumbuhnya tidak

tergantung pada ukuran dan dapat dinyatakan dengan :

r = a (ΔC)b

di mana

:

r : kecepatan tumbuhnya Kristal ( mm/jam)

ΔC : derajat saturasi (mol/L)

a,b : konstanta

Derajat saturasi (ΔC) merupakan faktor terpenting dalam proses pertumbuhan

kristal. Larutan yang berderajat saturasi tinggi, perbedaan konsentrasi antara

permukaan kristal dengan permukaan akan tinggi sehingga kecepatan tumbuh

kristal juga semakin tinggi.

Teori Diffusi Solute dari Larutan ke Permukaan Kristal :

Proses kristalisasi merupakan kebalikan dari proses kelarutan, sebagai berikut :

Kristal didalam larutan membentuk daerah ‘boundary layer’ dipermukaannya.

Konsentrasi solute didalam daerah boundary layer ini = konsentrasi jenuhnya

(saturasi), karena selalu dalam kondisi kesetimbangan cair-padat. Bila larutan

Page 6: C. Kristalisasi OTK

6

konsentrasinya supersaturasi (ΔC+) maka molekul solute akan mendifusi dari

larutan kepermukaan kristal ( arah panah dari kiri ke kanan), kemudian menempel

menjadi molekul kristal, artinya kristal akan tumbuh karena mendapat tambahan

molekul dipermukaannya. Tetapi bila larutannya belum jenuh (ΔC-) maka molekul

kristal dipermukaan akan larut menjadi solute (arah panah dari kanan ke kiri).

CL2 CL1 kristal

ΔC+

Lewat jenuh (supersaturasi)

Cs

Belum jenuh

ΔC-

CL2* CL1* Boundary layer

Gambar 2. Difusi Solute dari larutan ke permukaan kristal

Dengan :

Cs : konsentrasi saturasi (jenuh)

ΔC+: Konsentrasi supersaturasi (lewat jenuh)

ΔC- : konsentrasi unsaturasi (belum jenuh)

CL1; CL1* menunjukkan pengaruh adanya pengadukan dalam larutan, sehingga jarak

diffusi lebih pendek, sebaliknya CL2; CL2* menunjukkan tidak adanya pengadukan

sehingga jarak diffusi lebih jauh.

II.3 Grafik CSD & Jenis-Jenis Kristaliser

Keseragaman ukuran produk suatu kristaliser dinyatakan dengan CSD ( Crystal size

distribution) dan sangat bergantung pada tipe kristalisernya. Ada 2 tipe kristaliser yaitu

MSCPR (Mixed Suspension Classified Product Removal) dan MSMPR ( Mixed

Suspension Mixed Product Removal). MSCPR crystaliser dapat menghasilkan product

yang relatif lebih seragam ukurannya dibandingkan tipe MSMPR karena ada

mekanisme klasifikasinya.

Page 7: C. Kristalisasi OTK

7

1.Ukuran produk seragam : MSCPR crystallizer

Dengan: N : jumlah Kristal D : diameter

2. Ukuran produk tidak seragam : MSMPR crystallizer

Gambar 3. Grafik CSD

Dengan: N : jumlah Kristal D : diameter

Page 8: C. Kristalisasi OTK

8

Untuk jenis MSMPR, kristal yang diperoleh mempunyai ukuran yang tidak

seragam sehingga diameter bervariasi mulai dari ukuran yang tidak terlihat sampai

diameter besar.

Jenis-Jenis Kristaliser

1. Oslo Surface Cooled Crystalizer

Kristaliser ini menggunakan sistem pendinginan dengan pendinginan feed (G) di

dalam cooler (H) untuk membuat larutan supersaturasinya. Kemudian larutan

supersaturasi ini dengan dikontakkan dengan suspensi kristal dalam ruangan suspensi

pada (E). Pada puncak ruang suspensi sebagian aliran larutan induk (D) dikeluarkan

untuk mengurangi jumlah inti kristal sekunder yang terlalu banyak terbentuk. Produk

slurry dikeluarkan dari bawah.

Gambar 4. Oslo Surface Cooled Crystallizer

2. Oslo Evaporative Crystalizer

Kristaliser ini memakai metoda penguapan solven untuk mendapatkan larutan

supersaturasinya. Larutan yang meninggalkan ruang penguapan pada kondisi

supersaturated, mendekati daerah metastabil sehingga nukleus primer tidak akan

Page 9: C. Kristalisasi OTK

9

terentuk. Kontak larutan supersaturasi dengan unggun kristal di E akan mendorong

pertumbuhan kristal tetapi sekaligus membentuk inti kristal sekunder. Umpan larutan

dimasukkan lewat G dan mengalami pemanasan di HE sebelum masuk ke ruang

penguapan solven di A. Dengan membuat ruang penguapan bertekanan vacuum maka

sebagian solven akan menguap sekaligus diikuti penurunan suhu, larutan akan

mencapai kondisi supersaturasi yang dibutuhkan untuk menumbuhkan kristal. Dalam

kristaliser tipe ini fungsi sirkulasi larutan adalah untuk pemanasan kembali sekaligus

melarutkan kembali sebagian inti kristal sekunder. Hal ini untuk mencegah ukuran

produk yang semakin lama semakin mengecil.

Gambar 5. Oslo Evaporative Crystallizer

Page 10: C. Kristalisasi OTK

10

3. Draft Tube Buffle-DTB Crystalizer

Kristaliser ini bertipe MSCPR karena dilengkapi buffle dan propeler yang berfungsi

mengatur sirkulasi kristal magma sedangkan diluar body crystalizer ditambah pompa

untuk sistem sirkulasi & klasifikasi ukuran produk. Untuk mencapai kondisi

supersaturasi digunakan sistem penguapan solven dengan tekanan vacuum.

Bagian bawah kristaliser ini dilengkapi dengan elutriation leg yang berfungsi untuk

mengklasifikasikan kristal hingga didapat produk kristal dalam ukuran tertentu yang

relatif seragam. Klasifikasi ukuran kristal di sini didasarkan atas gaya gravitasi dengan

jalan sebagai berikut:

Jika dalam kristalizer telah terbentuk kristal-kristal dengan ukuran heterogen, maka

kristal ini diklasifikasikan ukurannya dengan mengalirkan sebagian larutan dari bawah

ke atas dalam ruang elutriation leg dengan menggunakan pompa sirkulasi. Dengan

adanya aliran larutan ini, kristal dengan ukuran yang besar akan dapat melawan daya

dorong aliran keatas sehingga tetap dapat turun kebawah karena gaya gravitasi dan

keluar sebagai produk, dengan demikian didapatkan produk dengan ukuran yang

homogen. Dengan demikian untuk mendapatkan kristal dengan ukuran tertentu dapat

diatur dengan mengatur aliran keatas di dalam elutriation leg. Jika larutan mempunyai

kecepatan tinggi, maka dakan didapat kristal dengan ukuran yang besar dan sebaliknya.

Kristal kecil yang tidak dapat melawan gaya dorong akan terbawa naik kembali ke

ruang kristalisasi untuk ditumbuhkan hingga mencapai ukuran tertentu yang karena

beratnya sendiri dapat melawan gaya dorong keatas di dalam elutriation leg.

Kristaliser ini juga dilengkapi dengan sistem sirkulasi larutan + inti kristal keluar

kristaliser untuk mengurangi jumlah inti kristal didalam kristaliser. Inti kristal yang

berlebih ini akan larut kembali saat lewat HE karena pemanasan. Pengurangan inti

kristal ini simaksudkan agar inti kristal berkurang karena kalau dibiarkan makin

lama makin banyak, akibatnya produk kristal cenderung semakin lama semakin halus.

Hal ini karena inti kristal membutuhkan solute untuk pertumbuhan selanjutnya,

sedangkan jumlah solute dalam feed yang masuk tetap, maka inti kristal tidak cukup

banyak mendapat solute untuk tumbuh jadi kristal yang lebih besar.

Page 11: C. Kristalisasi OTK

11

Gambar 6. Draft Tube Baffle Crystallizer

Page 12: C. Kristalisasi OTK

12

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1. Bahan dan Alat yang Digunakan

A. Bahan yang Digunakan

1. Kristal Tawas

2. Air

B. Alat yang Digunakan

1. Saturator tank

2. Heater dan controller

3. Pengaduk

4. Thermoregulator

5. Submersible pump

6. Valve by pass

7. Tangki pendingin

8. MSMPR crystallizer

9. Penampung Kristal

10. Motor pengaduk

11. Pompa vakum

12. Buffer tank

III.2. Variabel Percobaan

1. Variabel tetap : suhu 55 ⁰C

2. Varabel berubah : flowrate ; 2 ; 2,5 ; 3 ; 3,5 ; 4,5

III.3. Gambar Alat Utama : kristaliser MSMPR (sistem kontinyu)

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Kristaliser MSMPR

III.4. Respon Percobaan

- Diameter partikel

- Massa produk kristal

Page 13: C. Kristalisasi OTK

13

III.5. Data yang dibutuhkan

- Suhu kristaliser

- Suhu saturator tank

- Flowrate feed

- Volume efektif kristaliser

III.6. Prosedur percobaan

1. Membuat larutan jenuh tawas pada suatu suhu tertentu di dalam tangki saturator

2. Pengaturan suhu dilakukan dengan memakai Thermo-regulator, setting suhu 55˚C,

cek ketelitian ( kalibrasi) thermoregulator dengan memakai thermometer biasa.

3. Hidupkan heater dan pengaduk listrik, tambahkan kristal tawas dengan air

sekukupnya ke saturator tank, biarkan pemanasan berjalan beberapa lama.

4. Cek kondisi apakah jenuh atau belum dengan mengukur densitas larutan memakai

picnometer. Berat picnometer + larutan sudah konstan, berarti sudah jenuh (tawas

tidak bisa melarut lagi)

5. Jalankan sistem pendingin tangki kristaliser dengan air yang dialirkan kontinyu,

atur jepitan salang air pendingin sedemikian rupa sehingga input=output yang

ditandai dengan konstannya ketinggian permukaan air pendingin di dalam tangki

pendingin kristaliser. Tangki kristaliser diberi tanda untuk volume tertentu misal 2

L.

6. Jalankan pompa, atur flowrate yang menuju tangki kristaliser sesuai dengan yang

diinginkan dengan mengatur jepitan aliran recycle. Cek (kalibrasi) flowrate tersebut

dengan memakai gelas ukur dan stopwatch.

7. Siapkan sistem vacuum pengeluaran produk slurry : pompa vacum, buffer tank

dikosongkan. Cek apakah tidak bocor ( lewat ujung selang penghisap apakah

terasa bila menghisap)

8. Jalankan pengaduk tangki kristaliser juga permukaan larutan tawas di dalam tangki

kristaliser tetap pada tanda 2 L pastkan kristal teraduk sempurna karena tipe MSMPR.

9. Jalankan sistem kristalisasi ini sampai dicapai kondisi tunak (steady state), dengan

perkiraan dari start awal selama 3x waktu tinggal cairan di dalam kristaliser.

10. Sebelum tercapai kondisi tunak, kristal + cairan yang dikeluarkan tidak bisa

Page 14: C. Kristalisasi OTK

14

dipakai sebagai produk tetapi dikembalikan ke saturator tank lagi. Setelah tercapai

kondisi tunak. Kristal dan cairan dikeluarkan untuk jangka waktu tertentu

misalnya 20 menit, tampung dan saring kristalnya, keringkan kristalnya dengan

diangin-anginkan. (note: penyaringan kristal diupayakan saat larutannya belum

mendingin agar produk kristal tidak bertambah).

11. Ulangi langkah kerja di atas dari awal untuk masing-masing flowrate sehingga

diperoleh minimal 3 titik agar bisa dibuat grafik yang baik

12. Timbang produk kristal, kemudian dilakukan analisa ayak untuk masing-masing

variasi flowrate.

13. Hitung berat 1 kristal untuk ukuran ayakan tertentu dengan mengasumsi kristalnya

berbentuk bola, kemudian hitunglah jumlah butir kristal yang ada dalam satu

ukuran ayakan.

14. Buat grafik kelarutan tawas dalam air sebagai fungsi suhu dengan data dari Perry

15. Hitung derajat supersaturasi yang terjadi untuk masing-masing flowrate dengan

melihat data kelarutan tawas dari suhu saturator dan suhu kristaliser.

16. Buat grafik hubungan berat produk kristal versus derajat supersaturasi dan

grafik CSD untuk masing-masing variasi flowrate.

Page 15: C. Kristalisasi OTK

15

DAFTAR PUSTAKA

Garside, J. and Daupus, R.J.. 1980. Chemical Engineering Common. 4:393.

Mullin, J.W.. 1972. Crystallization. 2nd

. London: Butterworths.

Rusli, I.I., Larisan, M.A. and Garside, J. 1980. Chemical Engineering Process. P, Syn P.Ser,

193 vol 176.

Tokyokura, K and Aoyama, Y.. 1982. Jace Design Manual series crystallization vol I. Osaka:

Jace I Research Centre.

Tokyokura, K and Aoyama, Y.. 1984. Jace Design Manual series crystallization vol III. Osaka:

Jace I Research Centre.

Tokyokura, K.. 1985. Industrial Crystallization. Amsterdam: North-Holland.