butanol

22
Sifat Fisik dan Kimia Butanol Dec 31 Posted by indonesiabiobutanol Berikut adalah sifat-sifat dari n-butanol. Densitas energi 29,1 MJ/L Rasio Udara/Bahan Bakar 11,1 RON 96 MON 78 Titik beku -89 o C Titik didih 117-118 o C Massa jenis relatif 0,811 Flash point 35 o C Viskositas 25 o C 2,911 Viskositas kinematik at 20 o C 3,64 cSt LHV/Lower Heating Value 33,1 MJ/kg Energi Penguapan 0,43 MJ/kg Kelarutan 9 ml/100 ml H 2 O Autoignisi 343 o C Kemurnian* 99.5% min Kandungan air* 0,05% max Keasaman* 0,02 max (mg KOH/kg) Aldehid* 0,05% max Oksigen 21,5 % *kriteria untuk produk bahan bakar Posted in Biobutanol Leave a Comment

description

butanol

Transcript of butanol

Page 1: butanol

Sifat Fisik dan Kimia   Butanol

Dec 31

Posted by indonesiabiobutanol

Berikut adalah sifat-sifat dari n-butanol.

Densitas energi 29,1 MJ/L

Rasio Udara/Bahan Bakar 11,1

RON 96

MON 78

Titik beku -89 oC

Titik didih 117-118 oC

Massa jenis relatif 0,811

Flash point 35oC

Viskositas  25oC 2,911

Viskositas kinematik at 20oC 3,64 cSt

LHV/Lower Heating Value 33,1 MJ/kg

Energi Penguapan 0,43 MJ/kg

Kelarutan 9 ml/100 ml H2O

Autoignisi 343 oC

Kemurnian* 99.5% min

Kandungan air* 0,05% max

Keasaman* 0,02 max (mg KOH/kg)

Aldehid* 0,05% max

Oksigen 21,5 %

*kriteria untuk produk bahan bakar

Posted in Biobutanol

Leave a Comment

Butanol dan Bahan Bakar Lain untuk Mesin   Nonpremix

Dec 31

Posted by indonesiabiobutanol

Page 2: butanol

    Mesin nonpremix (bensin) adalah mesin yang mencampurkan bahan bakar dan udara di dalam ruang pembakaran, berbeda dengan mesin premix (diesel) yang mencampurkannya sejak dalam tangki. Keunggulan utama dari mesin ini adalah tingkat keamanan yang lebih tinggi karena mengurangi resiko perambatan api ke dalam tangki. Bila beban transportasi tidak terlalu besar, mesin nonpremix lebih dipilih dibandingkan mesin premix. Mesin nonpremix menggunakan bahan bakar dengan karakteristik tertentu yang kita kenal dengan bilangan oktan. Kriteria bilangan oktan yang tinggi mengakibatkan tidak semua bahan bakar sesuai dengan mesin nonpremix (tidak sefleksibel mesin premix). Alkohol adalah bahan bakar terbarukan yang memiliki bilangan oktan tinggi dan proses produksinya relatif sederhana. Berikut adalah perbandingan butanol, bensin, dan beberapa alkohol.

Metanol Etanol Butanol Bensin

Rumus Molekul CH3OH C2H5OH C4H9OH Fraksi minyak bumi C5

– C12

Energi (MJ/L) 16 19,6 29,1 32

MON (Motor Octane Number)

92 89 78 80 – 90

RON (Research Octane Number)

106 107 96 91 – 99

Rasio Udara/Bahan Bakar (L)

6,6 9 11,1 12 – 15

Acetone-Buthanol-Ethanol (ABE)   Fermentation

Jan 6

Posted by indonesiabiobutanol

Page 3: butanol

 

Jenis Bakteri yang umum digunakan dalam produksi butanol melalui fermentasi ABE adalah Clostridium sp. Hasil fermentasi ABE adalah tiga produk utama yang terdiri atas butanol, etanol, dan aseton dengan perbandingan kandungan masing-masing produk adalah 6:3:1 beserta produk samping berupa CO2, asam asetat, H2, dan asam butirat. Fermentasi ABE hanya menggunakan satu tahap proses dimana gula sederhana yang siap difermentasi dimasukan dalam fermentor bersamaan dengan broth berupa glukosa dan diberi asupan N2 lalu dibiarkan proses fermentasi berlangsung selama 22 jam pada suhu 35oC dan pH 4.5-5 di fed batch reactor. Dari fermentasi setiap 1 g glukosa diperoleh 0.303 g butanol, 0.155 g aseton, 0.0068 g etanol, 0.0086 g asam asetat, 0.0084 g asam butirat, 0.6954 g CO2dan H2.

Setelah fermentasi berlangsung selama 22 jam kandungan aseton, butanol, dan etanol telah mencapai konsentrasi tertentu (5g/L) sehingga dapat mulai dilakukan proses gas stripping untuk menangkap uap aseton, butanol, dan etanol. Uap yang terbawa kemudian masuk ke dalam kondenser untuk dikondensasi dan didinginkan hingga suhu 10oC. Gas H2 dan CO2 yang pada proses ini tidak mengalami kondensasi alirannya kembali disirkulasikan. Apabila produksi gas CO2 dan H2 telah berlebih maka sebagian dilepaskan ke udara terbuka untuk menjaga tekanan bioreaktor. Selanjutnya untuk memurnikan kandungan butanol dalam produk dilakukan distilasi sebanyak dua tahap seperti yang dapat dilihat dalam gambar. Penggunaan Fermentasi ABE secara komersial di dunia industri bioteknologi telah berakhir semenjak 1980 karena dirasakan proses ini tidak mampu bersaing dengan proses sintesis solven berbasis petroleum.

Reaksi pembentukan butanol dan produk sampingnya dalam fermentasi ABE adalah sebagai berikut:

Posted in Fermentasi

Leave a Comment

Metode Produksi Butanol   Fermentasi-Hidrogenasi

Jan 6

Posted by indonesiabiobutanol

Page 4: butanol

 

Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa pada prinsipnya metode ini memproduksi butanol melalui dua tahap proses. Proses pertama adalah fermentasi pada fibrous bed bioreactor untuk pembentukan asam butirat dari glukosa atau umumnya proses ini disebut acidogenesis. Asam butirat sendiri sebenarnya juga dihasilkan pada tahapan awal fermentasi ABE oleh Clostridium acetobutylicum, namun selanjutnya mengalami pergantian proses metabolik menghasilkan solven berupa butanol, aseton, dan etanol saat konsentrasi asam butirat mencapai >2g/L  dan pH <5.  Pada proses tahap pertama untuk menghasilkan asam butirat ini digunakan jenis strain yang berbeda dari fermentasi ABE.

Dengan umpan berupa gula sederhana, Clostridium tyrobutiricum mampu menghasilkan asam butirat dalam jumlah yang relative besar (48% w/w) hingga konsentrasi 80g/L, dan produktivitas >2 g/L.h pada suhu proses 37oC di dalam fermentor berisikan medium glukosa dan xylose yang diberi asupan gas nitrogen. Agitasi pada fermentor sebesar 150 rpm dengan pH 6.0 (dijaga menggunakan NH4OH atau 6 N HCL). Pada proses yang berlangsung 36-48 jam ini dihasilkan produk samping berupa gas hidrogen yang pada proses tahap berikutnya akan dimanfaatkan sebagai umpan reaktor setelah melalui proses kompresi. Produk samping lainya yang dihasilkan adalah gas karbon dioksisa dan  asam asetat dalam jumlah kecil. Namun proses acidogenesis ini dapat terinhibisi oleh banyaknya produk asam yang dihasilkan sehingga menurunkan yield dan konsentrasi produk sehingga diperlukan penanganan lanjut.

Asam butirat yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya akan diproses dengan hidrogenasi katalitik. Hidrogen yang dihasilkan dalam fermentasi dipisahkan dari karbon dioksida untuk menghidrogenasi asam butirat. Gas hydrogen make up diperlukan untuk memenuhi kebutuhan umpan yang tidak mampu disuplai dari proses sebelumnya. Sementara itu asam butirat hasil fermentasi dipisahkan dan dimurnikan dari medium fermentasi menggunakan proses ekstraksi amine. Proses fermentasi dan ekstraksi yang berjalan secara simultan akan dapat dihasilkan asam butirat dengan konsentrasi dan produktivitas yang lebih tinggi disebabkan dengan adanya proses ini akumulasi asam yang dihasilkan dalam fermentor dapat segera dikontrol untuk sementara asam yang telah terbentuk langsung menuju ekstraksi. Asam butirat kemudian di-stripping dengan menggunakan air panas atau steam pada ekstraktor kedua untuk mengkonsentrasikan asam butirat dan menjadi umpan kolom hidrogenasi. Asam karboksilat akan dapat terkonversi secara katalitik menjadi alkohol dengan bantuan katalis oksida logam (Cu/ZnO dan Cu/Cr) di bawah tekanan (200-300 atm) dan suhu tertentu (150-250oC) selama ± 20 jam.

Page 5: butanol

Proses hidrogenasi katalitik mampu mencapai selektivitas tinggi (>95%) dan konversi >70% apada waktu reaksi yang relatif singkat (beberapa jam). Proses ini akan menghasilkan produk samping berupa ester dan air. Produk butanol yang dihasilkan dapat dipisahkan dari asam butirat yang tidak bereaksi, dan produk samping dengan menggunakan proses distilasi. Yield teoretis butanol dari asam butirat dalam proses ini mampu mencapai 83% (w/w). Butanol dengan tekanan uap yang rendah dan kelarutan yang rendah dalam air akan keluar dari bottom sedangkan ester butirat dan air akan keluar dari bagian puncak dan kembali di-recycle seperti yang ditunjukan dalam gambar.  Neraca massa berbasis stoikiometri reaksi:

1. Fermentasi asam butirat tanpa pembentukan asam asetat (jumlahnya sedikit)

2. Hidrogenasi asam butirat menjadi butanol

Posted in Fermentasi

Leave a Comment

Dual Immobilized Reactors with Continuous Recovery   (DIRCR)

Jan 6

Posted by indonesiabiobutanol

Proses ini merupakan teknologi produksi butanol yang telah diaplikasikan oleh BP dan DuPont untuk memproduksi butanol dalam yield maksimal sehingga produk akhir fermentasi hanya berupa butanol dengan perbandingan hasil terhadap bahan baku adalah 1:2,49 (w/w corn) dimana pada teknologi sebelumnya (frementasi ABE) hanya mampu dihasilkan 1:12,52 bahan baku (w/w corn) . Proses fermentasi berjalan dalam dua tahap dengan masing-masing tahapan merupakan fermentasi ekstraktif menggunakan fibrous bed bioreactor  (lihat gambar). Kolom jenis ini akan memudahkan transfer gas hasil fermentasi keluar fermentor untuk diolah lebih lanjut. Sebagai output proses, teknologi fermentasi ini juga memberikan nilai lebih dengan produksi gas hidrogen sehingga dalam produksi skala besar, gas hidrogen yang dihasilkan akan bernilai jual. Produksi gas hidrogen terhadap bahan baku adalah 1:28,18 (w/w corn).

 

Page 6: butanol

 Teknologi fibrous bed bioreactor

 

Fermentasi pertama berlangsung selama 1.67 jam dan dimaksudkan untuk mengkonversi glukosa yang telah diperolah dari proses sakarifikasi menjadi asam butirat (acidogenesis). Jenis bakteri yang digunakan dalam fermentor acidogenesis adalah Clostridium tyrobutiricum. Jenis bakteri ini memiliki keunikan karena hanya akan mengkonversi glukosa ke dalam tiga jenis asam namun tidak akan mengkonversi asam ke wujud solven di dalam fermenter. Jenis bakteri ini juga memiliki selektivitas yang tinggi dimana glukosa yang menjadi umpan akan terkonversi menjadi asam butirat dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan produk samping yang berupa asam asetat dan asam laktat. Pada akhir proses juga akan dihasilkan produk  samping berupa gas hidrogen, dan karbon dioksida. Produk samping gas langsung dikeluarkan dari fermentor untuk selanjutnya dipisahkan hidrogennya menggunakan membrane gas separator. Reaksi yang terjadi di dalam fermentor acidogenesis secara sederhana dapat dinyatakan adalah sebagai berikut:

Fermentasi tahap kedua merupakan proses konversi asam butirat menjadi butanol (sulvogenesis) oleh bakteri Clostridium acetobutylicum (lihat gambar 1.4) yang memakan waktu antara 1.11 jam. Karena kondisi umpan yang diproses di fermentor kedua seluruhnya berupa asam butirat maka perlu dilakukan penambahan broth dalam jumlah lebih besar dibandingkan pada fermentor pertama, oleh karena itu pada proses DIRCRTM ini ukuran fermentor pertama dan kedua memiliki perbandingan volume 1:5.

 

Page 7: butanol

Posted in Fermentasi

Leave a Comment

Komparasi Teknologi   Separasi

Dec 31

Posted by indonesiabiobutanol

Tipe Separasi Kelebihan Kekurangan

Gas stripping     Dapat digunakan secara in-situ

    Satu-satunya yang paling

sederhana untuk mengeluarkan

produk samping gas

    Harus dikontrol agar tidak terjadi

gas flash back

Adsorpsi     Terdapat berbagai jenis

adsorben yang dapat

dimodifikasi

    Butanol memiliki polaritas

yang jauh lebih rendah

dibanding produk samping dan

air

    Butanol memiliki ukuran

molekul paling besar dibanding

produk samping

    Proses unsteady

    Suatu saat akan terjadi kejenuhan

adsorben sehingga adsorben harus

diganti

    Hanya sesuai untuk mengadsorp

komponen yang konsentrasinya kecil

    Butuh waktu dan energi untuk

regenerasi

    Banyak alat pendukung yang

dibutuhkan

Ekstraksi

liquid-liquid

    Dapat diintegrasi dengan

proses fermentasi

    Butanol memiliki polaritas

yang jauh lebih rendah

dibanding produk samping dan

air

    Efisiensi tinggi

    Butuh unit dan energi untuk

memisahkan produk dari ekstraktan

Reverse     Dapat memisahkan ~100%

produk dengan kemurnian

    Butuh energi sangat besar sehingga

Page 8: butanol

osmosis ~100% tidak ekonomis

Distilasi

bertahap atau

fraksional

    Lebih mudah didesain untuk

berbagai kebutuhan kualitas

(konsentrasi produk) yang

dibutuhkan

    Konstruksi relatif rumit

    Banyak alat pendukung dan energi

yang dibutuhkan

Dekantasi     Dapat digunakan untuk

membantu pemisahan azeotrop

    Tidak membutuhkan desain

alat yang rumit

    Tidak membutuhkan energi

ataupun bahan tambahan sama

sekali

    Hanya sesuai untuk sistem

campuran dengan kelarutan yang

kecil

Posted in Teknologi Produksi

Leave a Comment

Perbandingan teknologi produksi   bio-butanol

Dec 31

Posted by indonesiabiobutanol

No. Proses

Produksi

Butanol

Kelebihan Kekurangan

1. Dual

Immobilized

ReaCtor with

Continuous

Recovery

(DIRCRTM)

    Yield produksi butanol

mencapai 49%

    Konversi mencapai 2,5

gallon butanol/gantang

jagung mendekati konversi

teoritis 2,8 gallon/gantang

    Kapasitas produksi dapat

mencapai 30 g/l/h butanol

  Kedua bioreaktor

membutuhkan control yang

ketat untuk

mempertahankan kondisi

mikroorganisme

  Kedua bioreaktor

membutuhkan asupan media

perkembangan dan glukosa

Page 9: butanol

dan dilution rate 3,5/h

    Biaya produksi dengan bahan

baku jagung hanya

$1,07/gallon butanol

    Produk samping hanya

terbentuk saat start-up, tidak

terbentuk lagi setelah steady

    Produk yang menghambat

pertumbuhan mikroorganisme

langsung dipisahkan dari

reaktor

Bioreaktor utama tidak

membutuhkan suhu dan

tekanan yang tinggi

sebagai sumber energi

mikroorganisme

  Proses fermentasi kontinyu

cepat karena proses

acidogenesis hanya

membutuhkan waktu 1,67

jam dan sulvogenesis 1,11

jam.

2. Fermentasi-

Hidrogenasi

   Yield butanol dari glukosa

yang lebih besar 4.0 g/g vs

1..5-2.0 g/g fermentasi ABE

    Fermentasi asam butirat

memiliki produktivitas yang

lebih tinggi (>2 g/Lh)

dibanding fermentasi ABE

(umumnya <0.5 g/Lh).

    Konsentrasi butanol yang

lebih tinggi – hidrogenaasi

memproduksi butanol pada

konsentrasi lebih tinggi

sementara fermentasi ABE

terbatas < 2% karena adanya

inhibisi  oleh butanol sendiri.

    Butanol merupakan satu-

satunya produk utama dalam

  Melibatkan lebih banyak

teknologi sehingga perlu

biaya investasi dan

operasional yang tidak

sedikit.

  Membutuhkan energi yang

besar pada kolom

hidrogenasi

 

Page 10: butanol

proses sehingga lebih mudah

dipisahkan dan dimurnikan

dibanding produk hasil

fermentasi ABE.

3. ABE

fermentation

-   Yield rendah, dari 1 g

glukosa hanya dihasilkan 0.3

g butanol.

  CO2 yang dihasilkan

jumlahnya sangat besar (0.6

g/g glukosa)

  Waktu fermentasi

membutuhkan waktu yang

lama yaitu 22 jam.

No. Proses

Produksi

Butanol

Kelebihan Kekurangan

1. Dual

Immobilized

ReaCtor with

Continuous

Recovery

(DIRCRTM)

    Yield produksi butanol

mencapai 49%

    Konversi mencapai 2,5

gallon butanol/gantang

jagung mendekati konversi

teoritis 2,8 gallon/gantang

    Kapasitas produksi dapat

mencapai 30 g/l/h butanol

dan dilution rate 3,5/h

    Biaya produksi dengan bahan

baku jagung hanya

$1,07/gallon butanol

    Produk samping hanya

terbentuk saat start-up, tidak

terbentuk lagi setelah steady

  Kedua bioreaktor

membutuhkan control yang

ketat untuk

mempertahankan kondisi

mikroorganisme

  Kedua bioreaktor

membutuhkan asupan media

perkembangan dan glukosa

sebagai sumber energi

mikroorganisme

  Proses fermentasi kontinyu

cepat karena proses

acidogenesis hanya

membutuhkan waktu 1,67

jam dan sulvogenesis 1,11

Page 11: butanol

    Produk yang menghambat

pertumbuhan mikroorganisme

langsung dipisahkan dari

reaktor

Bioreaktor utama tidak

membutuhkan suhu dan

tekanan yang tinggi

jam.

2. Fermentasi-

Hidrogenasi

   Yield butanol dari glukosa

yang lebih besar 4.0 g/g vs

1..5-2.0 g/g fermentasi ABE

    Fermentasi asam butirat

memiliki produktivitas yang

lebih tinggi (>2 g/Lh)

dibanding fermentasi ABE

(umumnya <0.5 g/Lh).

    Konsentrasi butanol yang

lebih tinggi – hidrogenaasi

memproduksi butanol pada

konsentrasi lebih tinggi

sementara fermentasi ABE

terbatas < 2% karena adanya

inhibisi  oleh butanol sendiri.

    Butanol merupakan satu-

satunya produk utama dalam

proses sehingga lebih mudah

dipisahkan dan dimurnikan

dibanding produk hasil

fermentasi ABE.

  Melibatkan lebih banyak

teknologi sehingga perlu

biaya investasi dan

operasional yang tidak

sedikit.

  Membutuhkan energi yang

besar pada kolom

hidrogenasi

 

3. ABE

fermentation

-   Yield rendah, dari 1 g

glukosa hanya dihasilkan 0.3

g butanol.

Page 12: butanol

  CO2 yang dihasilkan

jumlahnya sangat besar (0.6

g/g glukosa)

  Waktu fermentasi

membutuhkan waktu yang

lama yaitu 22 jam.

Posted in Fermentasi

Leave a Comment

Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi   ABE

Dec 31

Posted by indonesiabiobutanol

Beberapa spesies Clostridia, yaitu C. acetobutylicum, C. beijerinckii, dan C. saccharoperbutylacetonicum memiliki jalur metabolism yang mirip. Bakteri tersebut dapat mengkonversi berbagai jenis glukosa menjadi asam asetat, asam laktat, dan asam butirat melalui proses asidogenesis. Lalu asam tersebut diubah menjadi aseton, butanol, dan etanol (ABE), serta karbondioksida dan hidrogen. Namun tingkat toleransi pelarut ABE dalam mikroorganisme tersebut masih di bawah 23 g/L.

C. tyrobutyricum dapat digunakan untuk mengubah glukosa menjadi asam butirat, sehingga bila fermentasi dilanjutkan dengan bakteri di atas, selektivitas dan perolehan butanol secara keseluruhan akan lebih besar.

C. cellulolyticum dan C. thermocellum menggunakan selulosa sebagai bahan baku pembuatan butanol.

C. pasteurianum menggunakan gliserol sebagai bahan baku sintesis butanol.

Escherichia coli, Lactococcus lactis, Lactobacillus buchneri, Saccharomyces cerevisiae, dan Bacillus subtilis direkayasa untuk menghasilkan butanol dengan dengan melakukan modifikasi genetik. Usaha ini dilakukan untuk meningkatkan toleransi mikroorganisme terhadap pelarut ABE.

Prospek biobutanol sebagai biofuel generasi kedua di   Indonesia

Page 13: butanol

Posted on July 2, 2011 by yalun

Sejak dimulainya industry petroleum pada abad ke-19, minyak mentah telah dipergunakan sebagai bahan bakar (fuel) dan bahan baku industri kimia. Konsumsi petroleum dunia pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 85 juta gallon per hari,  setara dengan 5 trilyun liter per tahun (EIA 2009). Sebanyak 25 % dari konsumsi tersebut diserap sebagai bensin untuk kendaraan bermotor.  Kebutuhan energy dunia diperkirakan akan naik lebih dari 50 % pada tahun 2025 (Ragauskas et al. 2006). Namun, cadangan minyak bumi sekarang diprediksi akan habis dalam kurun 50 tahun ke depan jika tidak ada penemuan lading minyak baru.  Fakta ini menegaskan pentingnya produksi bahan bakar dari sumber daya terbarukan.  Salah satu bahan bakar jenis ini adalah biofuel.

Beberapa jenis biofuel telah diproduksi dan digunakan secara luas, umumnya berupa etanol dari karbohidrat (bioetanol) dan biodiesel dari minyak nabati dan lemak hewani (Fortman et al. 2008). Produksi bioetanol global mencapai  51 milyar liter per tahun  atau sepertiga dari total produksi etanol. Bioetanol memiliki beberapa kekurangan. Kandungan energinya hanya 70 % dari kandungan energi bensin (Tabel 1). Etanol mudah menyerap air dan bersifat korosif. Hal ini menyebabkan perlunya sistem perpipaan dan penampungan yang berbeda dengan yang telah ada untuk bensin.  Adapun biodiesel memiliki kandungan energi sedikit di bawah bahan bakar solar namun tidak mudah dialirkan melalui perpipaan karena mudah menggumpal pada suhu rendah.

Walaupun bioetanol dan biodiesel bisa bersaing secara ekonomis dengan bensin dan solar, saat ini kedua biofuel tersebut diproduksi dari bahan pangan seperti jagung dan biji-biji tumbuhan. Biofuel generasi pertama ini tidak bisa berkelanjutan dikarenakan terbatasnya produksi bahan pangan dan meningkatkan populasi dunia. Hal ini mendorong pengembangan biofuel generasi kedua. Bahan baku yang dipergunakan merupakan bahan baku non-pangan yang meliputi produk samping lignoselulosa (bagas dari tebu, jerami, serpihan kayu), limbah organic, alga, dan rumput. Problem yang dihadapi oleh biofuel generasi kedua adalah masalah logistic, supply, peruntukan tanah pertanian, dan teknologi pemrosesan (Sims et al. 2010). Saat ini sedang dikembangkan biofuel generasi ketiga yaitu biofuel dari microalga and microba guna mengatasi masalah yang dihadapi biofuel generasi sebelumnya (Nigam and Singh 2011).

Table 1 Sifat-sifat beberapa jenis bahan bakar (Lee et al. 2008; Thomas 2000; Waites et al. 2001)

Etanol Biodiesel Bensin Solar ButanolKandungan energi (MJ/L) 19.6-21.2 33.3-35.7 32 38.6 29.2Bilangan oktan riset 129 15 91-99 15 96Bilangan oktan motor 102 - 81-89 - 78Bilangan cetane - 40-55 - 48-60 -Rasio udara-bahan bakar 9 13.8 14.6 15 11.2Panas penguapan (MJ/kg) 0.92 - 0.36 - 0.43

Biobutanol, biofuel yang lebih baik dari bioethanol

Butanol (C4H10) (Gambar 1) adalah alkohol yang memiliki banyak kesamaan dengan bensin. Tidak seperti halnya etanol, butanol tidak menyerap air dan tidak korosif. Tabel 1 menunjukkan

Page 14: butanol

senyawa ini memiliki kandungan energi hanya sedikit lebih rendah dari bensin.  Butanol dan bensin juga memiliki kemiripan dalam bilangan oktan dan rasio udara-bahan bakar. Kedua cairan ini juga mudah bercampur. Hal-hal di atas menyebabkan butanol bisa diproses dan dialirkan melalui infrastruktur yang telah ada untuk bensin. Di samping itu panas penguapan butanol lebih rendah dari etanol, menyebabkan mesin berbahan bakar butanol lebih mudah distarter daripada mesin berbahan bakar etanol saat udara dingin.

Gambar 1 Empat isomer dari butanol (dari kiri ke kanan: normal butanol, isobutanol, sekunder butanol, tersier butanol)

Butanol pada mulanya diproduksi melalui fermentasi karbohidrat menggunakan bakteri Clostridium acetobutylicum dalam proses fermentasi aseton-butanol-etanol (ABE) yang menghasilkan ketiga senyawa tersebut dengan rasio 3:6:1 (Waites et al. 2001). Proses ini rumit dan produktivitas butanol terhenti saat konsentrasinya mencapai 12 g/l mengingat alkohol ini bersifat racun bagi bakteri. Sejak 1970an, proses fermentasi digantikan oleh proses kimiawi katalitik yang menggunakan bahan baku propylene. Namun adanya kebutuhan akan butanol sebagai biofuel membangkitkan proses fermentasi butanol. Beberapa raksasa industry kimia seperti DuPont, BP, GEVO telah mencanangkan pembangunan pabrik butanol dari proses fermentasi atau mengubah pabrik etanol menjadi butanol (BioButanol 2010).

Potensi biobutanol di Indonesia

Indonesia cukup potensial untuk pengembangan industry biobutanol. Konsumsi bensin di negara kita lebih dari 50 juta liter per hari (EIA 2009), atau senilai 83 trilyun rupiah setahun. Pemerintah telah mentargetkan untuk mengganti 10 % penggunaan bahan bakar petroleum dalam bentuk biodiesel dan 5 % dalam bentuk bioetanol pada tahun 2010 (DataConsult 2008). Bahan baku bioetanol umumnya dari molasses mengingat Indonesia adalah negara penghasil gula tebu nomor 10 di dunia (FAOSTAT 2008).

 Menimbang keunggulan butanol dibanding etanol, maka alkohol ini seharusnya dipilih sebagai biofuel utama dari industry fermentasi di Indonesia. Molasses dapat digunakan sebagai bahan baku untuk jangka pendek. Bakteri yang digunakan misalnya C. acetobutylicum (Syed et al. 2008) dan C. saccharobutylicum (Berezina et al. 2009).  Untuk jangka panjang, bahan baku harus dari sumber daya non-pangan guna menghindari kompetisi dengan kebutuhan pangan. Bagas dari tebu adalah pilihan yang baik. Bagas bisa dihidrolisis untuk menghasilkan gula yang bisa difermentasi menjadi butanol menggunakan teknologi fermentasi yang telah ada.

Referensi:

Page 15: butanol

Berezina OV, Brandt A, Yarotsky S, Schwarz WH, Zverlov VV. 2009. Isolation of a new butanol-producing Clostridium strain: high level of hemicellulosic activity and structure of solventogenesis genes of a new Clostridium saccharobutylicum isolate. Systematic and Applied Microbiology 32(7):449-459.

BioButanol. 2010. Companies working on producing biobutanol.http://www.biobutanol.com/The-Players.html 14 May 2011

DataConsult. 2008. Biofuel industry development in Indonesia.http://www.thefreelibrary.com/Biofuel+industry+development+in+Indonesia.-a0174599615 20 May 2011

EIA. 2009. International Petrol (Oil) Consumption.http://www.eia.doe.gov/emeu/international/oilconsumption.html 20 May 2011

FAOSTAT. 2008. Food and Agricultural commodities production.http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx November 16, 2010

Fortman JL, Chhabra S, Mukhopadhyay A, Chou H, Lee TS, Steen E, Keasling JD. 2008. Biofuel alternatives to ethanol: pumping the microbial well. Trends in Biotechnology 26(7):375-381.

Lee SY, Park JH, Jang SH, Nielsen LK, Kim J, Jung KS. 2008. Fermentative butanol production by Clostridia. Biotechnology and Bioengineering 101(2):209-228.

Nigam PS, Singh A. 2011. Production of liquid biofuels from renewable resources. Progress in Energy and Combustion Science 37(1):52-68.

Ragauskas AJ, Williams CK, Davison BH, Britovsek G, Cairney J, Eckert CA, Frederick WJ, Hallett JP, Leak DJ, Liotta CL and others. 2006. The path forward for biofuels and biomaterials. Science 311(5760):484-489.

Sims REH, Mabee W, Saddler JN, Taylor M. 2010. An overview of second generation biofuel technologies. Bioresource Technology 101(6):1570-1580.

Syed QUA, Nadeem M, Nelofer R. 2008. Enhanced butanol production by mutant strains of Clostridium acetobutylicum in molasses medium. Turkish Journal of Biochemistry-Turk Biyokimya Dergisi 33(1):25-30.

Thomas G. 2000. Overview of Storage Development DOE Hydrogen Program. Sandia National Laboratories, Livermore, CA.http://www1.eere.energy.gov/hydrogenandfuelcells/pdfs/storage.pdf 10 May 2011

Waites MJ, Higton G, Morgan NL, Rockey JS. 2001. Industrial Microbiology, an introduction: Blackwell Publishing Limited

Page 16: butanol