Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

25
UJIAN TENGAH SEMESTER MANAJEMEN STRATEGI BUSINESS PROCESS REENGINEERING DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA STUDI KASUS TOYOTA MOTOR CORPORATION Oleh: Marsha Baniita Firdlo

description

bisnis process

Transcript of Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

Page 1: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

UJIAN TENGAH SEMESTERMANAJEMEN STRATEGI

BUSINESS PROCESS REENGINEERING DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA

STUDI KASUS TOYOTA MOTOR CORPORATION

Oleh:

Marsha Baniita Firdlo

Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Brawijaya

Joint Program2013

Page 2: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

BAB I

PENDAHULUAN

Persaingan antar bisnis sudah merupakan hal yang lumrah terjadi pada saat ini.

Berbagai strategi diformulasikan oleh perusahaan agar mampu membentuk competitive

advantage dan merajai preferensi pasar. Dengan tujuan persaingat yang efektif untuk

mencapai kualitas terbaik dan biaya yang terendah serta bertahan dalam wilayah kompetisi

yang dinamis dan sengit, maka perusahaan harus berjuang untuk menemukan “formula ajain”

untuk meecahkan permasalahan tersebut (Guerini, 2006). Perusahaan-perusahaan dalam skala

yang kecil memiliki strategi yang lebih praktis mengingat kompleksitas bisnisnya yang

rendah serta lingkupnya yang lebih mudah terjangkau, lain halnya dengan perusahaan dalam

skala besar. Perusahaan raksasa atau multinasional company harus memiliki strategi-strategi

yang lebih comprehensive dan kompleks untuk dapat meraih berbagai tujuan yang ingin

dicapai perusahaan serta mencapai performa terbaiknya. Dengan adanya lini bisnis yang

tersebar di berbagai tempat bahkan negara, koordinasi antara tujuan, strategi, serta

pengambilan keputusan akan semakin rumit. Terkait dengan hal ini, Kogut (1984)

menjelaskan bahwa strategi global mempertanyakan bagaimana perusahaan dapat

mengembangkan competitive advantage dalam pasar nasional yang interdependent,

mengembangkan keuntungan potensial termasuk pemanfaatan sumber daya nasional yang

berbeda, fleksibilitas jaringan MNC, serta skala dan pembeajaran ekonomi (Guerini, 2006)

Perdebatan mengenai manakah yang lebih unggul antara sentralisasi dan

decentralisasi sudah umum terjadi baik dalam domain literature maupun praktis. Sentralisasi

identik dengan pola pikir bisnis tradisional yang memusatkan seluruh keputusan pada

manajemen pusat sedangkan yang lain berperan sebagai tangan kanan yang menjalankan

impuls tersebut. Sentralisasi percaya bahwa solusi yang terpusat dapat memecahkan segala

permasalahan yang terjadi pada daerah yang berbeda. Seiring berkembangnya pemikiran

manusia, Hayek (1945) menyatakan bahwa ekonom mulai melibatkan “pengetahuan local”

sebagai dasar pengambilan keputusan yang terdesentralisasi Alonso, Dessein, dan

Matouscheck (2007).

Para peneliti mendeskripsikan desentralisasi secara berbeda satu sama lain. Hanson

(1998) dalam Leung (2004) menyatakan “Decentralization may be defined as “the transfer of

decision-making authority, responsibility, and tasks from higher to lower organizational

levels or between organizations”. Yuliani (2004) merangkum beberapa definisi

desentralisasi, diantaranya oleh Ribot yang menyatakan bahwa desentralisasi adalah

Page 3: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

“transforming the local institutional infrastructure for natural resource management on

which local forest management is based”. Berbeda halnya dengan Morell yang

mendeskripsikan desentralisai sebagai "the means to allow for the participation of people and

local governments” (Yuliani, 2004).

Penerapan desentralisasi memiliki fungsi yang berbeda dengan sentralisasi.

Desentralisasi di satu sisi mengarah kepada penggunaan informasi yang lebih baik bagi

komponen perusahaan dalam level hirarkis yang lebih rendah, namun di sisi lain juga

menyebabkan control yang lemah oleh management pada level yang lebih tinggi (Zabojnik,

2002). Yazdi (2013) berpendapat bahwa terdapat kecenderungan yang tinggi bahwa dunia

sedang bergerak ke arah desentralisasi, utamanya pada industri dimana peraturan sedang

dikembangkan, sejalan dengan penaplikasian pemerintah terhadap desentralisasi sebagai

strategi yang baik pada sector privat.

Berbagai penelitian lain mencoba menjelaskan bahwa pemilihan yang tepat antara

sentralisasi dan desentralisasi dapat berubah-ubah, bergantung pada karakteristik perusahaan

dan pasar yang ada. Pekgin, Griffin, dan Keskinocak (2007) menguraikannya sebagai berikut:

“When price competition is more intense than lead-time competition in the market, a centralized decision-making strategy is dominant for both firms. The firm with an increased advantage over price competition can benefit from a decentralized strategy in which case the competitor prefers a centralized strategy. A centralized strategy is dominant under high capacity. Moreover, higher capacity does not always result in higher profits under competition even if it comes for free. For non-identical firms, when price competition is highly intense but less effective than lead-time competition, each firm may benefit from a decentralized decision making strategy until increasing capacity at one firm becomes a disadvantage. For identical firms, when the intensity of price competition is high but less effective than lead-time competition, firms may benefit from a decentralized strategy even under high production costs.”

Sejalan dengan pendapat tersebut, Guerini (2006) menjelaskan bahwa penerapan

desentralisasi dan sentralisasi bergantung kepada stipe strategi yang diterapkan oleh

perusahaan, jenis sumber daya marketing dan skill yang dimiliki, serta karakteristik industri

dan pasar terkait.

Toyota merapakan salah satu perusahaan yang pada sedang berjuang untuk

menyeimbangkan antara centralisasi dan decentralisasi dalam menentukan annual objective

perusahaan. Seperti kebanyakan perusahaan lainnya, Toyota mengalami dilemma dalam

penerapan kedua konsep tersebut. Di satu sisi, sentralisasi sangatlah efektif mengingat

seluruh keputusan pada seluruh kantor cabang di seluruh dunia dilakukan secara terpusat.

Page 4: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

Namun, di sisi lain, desentralisasi sangatlah ampuh untuk mengetahui preferensi regional dan

menentukan strategi yang paling tepat untuk wilayah tersebut. Pada bab selanjutnya,

penelitian akan menjelaskan lebih lanjut mengenai pergolakan sentralisasi dan desentralisasi

yang terjadi pada Toyota Motor Corporation.

Page 5: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

BAB II

TOYOTA MOTOR CORPORATION

A. Company Profile

Toyota Motor Corporation merupakan perusahaan yang bergerak di bisnis

automobile dan keuangan yang berbasis di Aichi, Jepang. Perusahaan tersebut

menjalankan tiga segmen bisnis yang berbeda. Segmen otomotif meliputi design,

produksi, dan penjualan mobil, termasuk diantaranya mobil penumpang, monovan,

dan truk, serta bagian dan aksesoris terkait. Segmen keuangan meliputi provisi dari

servis keuangan terkait dengan penjualan produk perusahaan serta persewaan

kendaraan dan peralatan. Segmen yang lain meliputi design, produksi, serta penjualan

gudang, serta bisnis informasi dan komunikasi.

Pada tahun 2013, perusahaan tersebut memiliki 333,498 karyawan yang

tersebar di 51 basis pada 26 negara yang berbeda. Toyota telah memasarkan

produknya pada 170 negara dan region di seluruh dunia, sejalan dengan peraturan

perusahaan yang menyatakan komitennya untuk“producing vehicles where the

demand exists”. Perusahaan produksi atau perakitan Toyota antara lain berada di

Jepang, Australia, India, Sri Lanka, Kanada, Indonesia, Polandia, Afrika Selatan,

Turki, Kolombia, United Kingdom, United States, Prancis, Brazil, Portugal,

Argentina, Czech Republic, Mexico, Malaysia, Thailand, Pakistan, Mesir, China,

Vietnam, Venezuela, Filipina, dan Russia.

Pada tahun 2013, Toyota dikukuhkan sebagai perusahaan dengan penghasilan

terbesar ke-tigabelas dunia dan merupakan perusahaan terbesar yang terdaftar di

Jepang dalam skala market capitalization dan penghasilan. Toyota berkembang

menjadi market leader dalam industri otomotif pada tahun 2008, menggantikan

General Motor. Merk Toyota termasuk Scion dan Lexus serta perusahaan lini industri

terkait berada dalam paying yang sama, yaitu Toyota Group.. Toyota juga menguasau

51% kepemilikan atas Daihatsu, 16.7% dari Fuji Heavy Industries, seta 5.9% Isuzu

Motors Ltd. Toyota memiliki pabrik di belahan dunia yang tersebar.

B. Decentralisasi Toyota Motor

Toyota merupakan salah satu perusahaan yang sudah mengukuhkan posisinya

dalam industri otomotif dunia. Berbagai inovasi serta kualitas produk yang

memuaskan adalah dua dari fitr-fitur lain dari produk Toyota yang mampu merebut

Page 6: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

pangsa pasar konsumen otomotif. Seperti kebanyakan perusahaan Jepang lainnya,

Toyota memusatkan seluruh kegiatan inti perusahaan di negara asalnya. Keputusan

mengenai komunikasi, marketing, design, penjualan, serta research and development

dilakukan secara terpusat di Jepang. Centralisasi seperti ini dianggap lebih efektif bagi

perusahaan mengigat ukuran perusahaan Toyota yang sangat besar, bahkan mencapat

200 cabang dalam lini berbeda yang tersebar di seluruh dunia. Hill dan McShane

(2008) menyatakan setidaknya ada empat keunggulan yang didapatkan melalui

centralisasi, antara lain:

1. Memfasilitasi koordinasi

Dengan adanya ratusan perusahaan di berbagai belahan dunia, besar

kemungkinan terjadinya miscommunication dan kesalahan koordinasi. Melalui

centralisasi, alur komuniaksi lebih terarah, yaitu dari top-level manajemen di

Jepang kepada top-level manajemen di region lain, baru kemudian

disosialisasikan kepada level-level selanjutnya. Dengan adanya alur komuniasi

yang hierarkis, diharapkan kegiatan operasional perusahaan berlangsung

sesuai dengan ekspektasi dan instruksi dari kantor pusat di Jepang.

2. Membantu memastikan bahwa keputusan sejalan dengan tujuan perusahaan

Centralisasi meletakkan seluruhnya kepemimpinan dan keputusan pada

kantor pusat, dalam hal ini Toyota Jepang. Top Managemen di Jepang sebagai

penggagas dan formulator setiap keputusan pasti memiliki pemahaman

mendalam mengenai tujuan, serta visi dan misi perusahaan. Top Manajemen

Jepang juga memiliki pemikiran strategis mengenai mau dibawa ke arah

manakah perusahaan tersebut, serta target apakah yang ingin dicapat pada

tahun terkait. Sejalan dengan fakta-fakta tersebut, Top Manajemen akan

menginstruksikan keputusan yang dianggap sejalan dengan nilai perusahaan

dan diprediksi mampu membawa perusahaan kea rah yang diinginkan.

3. Menghindari aktivitas duplikasi oleh berbagai subunit dalam perusahaan

Perusahaan yang sama, walaupun tersebar di berbagai negara, pasti

memiliki beberapa strategi yang sama. R&D pada Toyota Amerika Serikat

misalnya, pasti mengikuti atau melakukan penelitian yang hampir sejalan

dengan R&D yang dilakukan oleh Toyota Jepang. Selain itu, strategi tertentu

mengenai design dan bahan baku perusahaan juga dilakukan dengan

keputusan final yang hampir sama sepanjang basis yang mendasarinya sama,

baik low cost ataupun kualitasnya. Oleh karena itu, centralisasi mampu

Page 7: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

menghindari adanya duplikasi kegiatan perusahaan yang dianggap mampu

dikendalikan secara terpusat.

4. Memberikan top-level manajemen wewenang untuk mengarahkan perubahan

kepada perusahaan

Centralisasi lebih menekankan informasi searah dari Top Level

manajemen pusat ke level-level selanjutnya. Seluruh perusahaan akan

bergerak sesuai dengan insruksi pihak pusat kepada region-region yang

lainnya. Dengan demikian, apabila pihak pusat menginginkan perubahan yang

menuntut transformasi besar-besaran bagi perusahahaan yang bernaung di

bawah label yang sama, top-level manajemen hanya perlu memberikan

instruksi sesuai dengan prosedur yang selama ini telah dijalankan. Keputusan

top manajemen dianggap final, sehingga tidak perlu ada negosiasi,

perlawanan, maupun pembentukan persamaan persepsi dari region-region

lainnya.

Secara teoritis, management strategis menempatkan beberapa landasan

perusahaan sebagai salah satu komponen pendukung kesuksesan performa suatu

perusahaan. Tidak hanya strategi saja yang harus diperhitungkan, tetapi bahkan jauh

sebelum menetapkan tujuan perusahaan, manajemen harus mendeskripsikan terlebih

dahulu apa yang merupakan visi dan misi perusahaan. Menurut Papulova (2012), visi

adalah gambaran kehidupan sedangkan misi mendefinisikan ruang dimana perusahaan

akan beroperasi. Visi memberikan arahan strategis serta peta konsep mengenai

bagaimana perusahaan bergerak dari kondisi saat ini ke arah masa depan yang

diinginkan (Mirvis, Googins, dan Kinnicutt, 2010). Apabila strategi berguna untuk

mengarahkan kita kepada posisi strategis yang diinginkan, maka visi dan misi

menggambarkan mengenai masa depan dan arah jangka panjang kita (Papulova,

2012). Visi dan misi dianggap merupakan sarana komunikasi baik untuk stakeholder

internal maupun eksternal dengan tujuan menciptakan nilai bagi stakeholder. Dengan

penetapan visi dan misi, maka perusahaan diprediksi mampu menetapkan tujuan-

tujuan sesuai dengan nilai perusahaan dengan strategi-strategi yang disusun oleh

manajemen dengan mempertimbangkan strength, weaknesses, opportunity, dan threat

perusahaan.

Visi Toyota Motor Corporation adalah “we want Toyota to be a company that

customers choose and brings a smile to every customer who chooses it.” Sedangkan

salah satu tujuannya adalah “unite all Toyota affiliates and employees around the

Page 8: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

world in a common understanding of the path that we should take towards sustainable

growth.” Mengacu kepada visi dan tujuan perusahaan, maka Toyota Motor

melakukan berbagai perbaikan. Toyota mengambil pelajaran menerima banyak akibat

negatif dari kekakuan manajerial perusahaan. Selama ini, Toyota memang dipandang

sebagai perusahaan Jepang yang memiliki nasionalisme mendalam terhadap

negaranya, Hal itu ditunjukkan oleh ditunjuknya warga negara Jepang sebagai Top

Executives pada region Toyota di setiap negara di luar Jepang. Warga negara local

hanya dapat mencapai posisi tertentu, pada kasus Toyota China misalnya, hanya dapat

mncapai tahapan Vice President.

Kasus terkait tradisi pemberdayaan warna negara Jepang sebagai Top

Executive yang rigid juga menyebabkan penurunan pada Lexus China. Sebelumnya,

Cenglintang yang merupakan warga China berperan dalam peningkatan produksi dan

penjualan sebesar 100% pada Lexus China, memiliki performa yang luar biasa baik,

serta memberikan prospek pertumbuhan Lexus China yang sangat baik bagi Toyota

Headquarter. Sangat disayangkan bahwa Cenglingtang harus dikeluarkan dari Toyota

hanya karena tradisi awal yang harus menempatkan warna negar asli Jepang pada

posisi tersebut, dengan maksud pembangunan kerajaan terselubung bagi warga

Jepang.

Menurut Reed (2010) CEO Akio Toyoda akhirnya menyatakan bahwa Toyota

akan memperluas skala pengambilan keputusannya sehingga area di luar Jepang dapat

menyaurkan aspirasi yang nantinya dipertimbangkan. Selama bertahun-tahun,

centralisasi murni terasa sangat kental pada Toyota mengingat seluruh keputusan

diambil oleh divisi Jepang secara terpusat. CEO Toyota akhirnya mengakui bahwa

centralisasi di satu sisi dapat mengurangi tingkat responsiveness perusahaan terhadap

suara dan perspektif customer, terutama untuk region-region di luar Jepang.

Toyoda merasa perlu untuk mengambil keputusan cepat sebelum berbagai

penurunan performa financial segera terjadi. CEO yang juga merupakan cucu pendiri

Toyota tersebut memutuskan untuk membentuk Committee on Global Quality yang

secara langsung dikepalai oleh dirinya dan segera memulai pertemuan pertama pada

30 Maret 2010. Dalam Committee tersebut, Toyoda mengambil perwakilan dari

Amerika Serikat serta negara-negara lain.

Guerini (2006) memandang bahwa pemilihan antara sentralisasi dan

desentralisasi merupakan pengambilan keputusan yang dilematis, mengingat setiap

strategi memiliki keunggulan:

Page 9: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

“First, as a boundary function responsible for keeping the firm in alignment with customers and market conditions, effective marketing depends on the marketing organization’s ability to “keep decisions closely matched to the facts” of the marketplace and to adapt to new conditions, which translates into a certain closeness regarding the customer of important activities. In other words, decentralization encourages initiative, responsibility, development of personnel, fact-based decision-making and flexibility; in short, all the qualities necessary to adapt to new conditions. However, many key marketing functions are characterized by substantial scale economies that can only be reaped through the centralization of these functions; in turn, capturing these scale economies is vital to maintaining a competitive cost structure and competitive prices.”

Menurut beberapa sudut pandang, decentralisasi memang merupakan konsep

yang lebih sesuai dan efektif bagi perusahaan dengan karakteristik seperti Toyota.

Sentralisasi yang secara tidak langsung memandang suatu produk sebagai “one size

fits all” dipandang tidak sensitive terhadap preferensi local (Besley dan Coate, 2003).

Lebih lanjut, Lewis (2005) menyatakan, keuntungan ekonomis dapat dicapai ketika

pekerjaan tidak dikontrol oleh pusat, tetapi dituntun oleh factor pasar yang digunakan

untuk menentukan harga dan level dari servis. Preferensi harga dan kualitas bagi

setiap benua, bahkan negara memang berbeda. Pada region Asia Tenggara misalnya,

kendaraan dengan kualitas dan harga menengah lebih diminati dibandingkan dengan

mobil-mobil mewah seperti Lexus dan Fortuner yang hanya dapat dicapai oleh

kalangan tertentu. Strategi yang diambil oleh region Asia Tenggara seharusnya

berbeda dengan region Amerika dan Eropa yang memiliki tingkat preferensi yang

lebih tinggi terhadap mobil-mobil mewah.

Lewis (2005) mengungkapkan keunggulan decentralisasi lainnya yang terkait

dengan kualitas tenaga kerja sebagai berikut:

“The freedom and autonomy of working in a decentralized way, where employees maintain a greater level of control over their own business, provides a more enjoyable work environment. This increased control and sense of ownership often creates additional benefits. People are more motivated by the increased ownership of responsibility. Additionally, employees feel in more direct competition with other providers of the same service, which leads to increased innovation and levels of specialization.”

Sejalan dengan pemikiran Lewis, Aghion dan Tirole (1997) dalam Zabojnik

(2002) memaparkan bahwa mendelegasikan kekuasaan formal kepada karyawan dapat

meningkatkan motivasi mereka untuk bekerja lebih baik dengan ekspektasi insentif

Page 10: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

yang lebih tinggi. Dalam sentralisasi, manager dapat mengambil keputusan yang tidak

diinginkan oleh karyawan sehingga motivasi karyawan berkurang dan performa tidak

maksimal. Dibutuhkan biaya tambahan bagi sentralisasi untuk meningkatkan motivasi

karyawan dalam menjalankan kinerja yang tidak sesuai dengan preferensinya.

Hill dan McShane (2008) menyatakan bahwa setidaknya ada empat argument

yang mendukung penerapan decentralisasi:

1. Centralisasi meletakkan beban yang terlalu berat bagi Top Management

Dengan adanya pemusatan bagi setiap pengambilan keputusan, maka

seluruh kegiatan kantor cabang akan bergantung pada keputusan Tyota pusat

di Jepang. Tidak akan ada kegiatan yang berlangsung di region-region lain

tanpa ada persetujuan dan perijinan dari pihak pusat, berlaku pula bagi

pemecahan berbagai permasalahan yang terjadi. Beban bagi TopManagement

bukan hanya atas keputusan terhadap Toyota pusat, tetapi juga setiap detail

terperinci yang signifikan bagi setiap region. Dengan adanya 200 cabang

Toyota di seluruh dunia, maka kinerja Top management akan menjadi

overload dan menyebabkan beberapa keputusan yang kurang tepat bagi region

terkait.

2. Desentralisasi dapat memotivasi kinerja karyawan

Dengan adanya desentralisasi, karyawan akan merasa memiliki kanvas

untuk berkreasi. Karyawan akan lebih giat dalam bekerja, menuangkan ide-ide

segar yang inovatif, serta berperan aktif dalam kegiatan perusahaan karena

merasa dipercaya dan bebas bergerak. Karyawan merupakan pihak yang

bersinggungan langsung dengan pasar dan konsumen sehingga memiliki sudut

pandang yang comprehensive mengenai produk serta perspektif publik

terhadap perusahaan. Dengan adanya karyawan yang termotivasi dan

responsif, maka diharapkan tingkat kepuasan stakeholder meningkat dan

berujung kepada performa perusahaan yang lebih baik.

3. Desentralisasi mengandung fleksibilitas yang tinggi sehingga lebih responsive

terhadap perubahan dan menghasilkan keputusan yang lebih baik

Penanganan terhadap permasalahan yang terfokus di region masing-

masing memungkinkan ada analisa yang mendalam terhadap setiap perubahan

yang terjadi. Melalui pemahaman yang mendalam, managemen di tingkat

region dapat merespon perubahan dan permasalahan dengan lebih tanggap,

cepat, dan tepat.

Page 11: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

Keunggulan lain dari desentralisasi diungkapkan oleh Brafman dalam Vasilsh (2006):

"The auto industry is undergoing a huge transition. We found that decentralization is often very useful when trying to go through a transition. That's because, there tends to be more creativity, more ideas than is the case when there is a centralized structure. Decentralization is good for intrinsic motivation. And if there's anything that many people in the auto industry need right now, it's motivation, and if there's anything that the organizations need, it's ideas and creativity.”

C. Dampak Decentralisasi

Desentralisasi bukanlah hal yang secara singkat dapat dilakukan. Toyota

melakukan pergseran tersebut secara perlahan untuk setiap region negara, dengan

mempertimbangkan pertumbuhan penjualan pada negara terkait. Meskipun CEO

Toyota telah mencanangkan desentralisasi sejak tahun 2010, di China misalnya,

perombakan baru terjadi pada kuartal keempat tahun 2013 dengan diangkatnya Deputi

General Manager Toyota Motor Sales Company, Tian Congmin sebagai General

Manager, menggantikan Masanori Hirano. Pada 3 kuartal awal 2013, penjualan di

China merosot tajam hingga 50%. Strategy bailout revival dianggap tidak dapat

menanggulangi dampak yang terjadi akibat keengganan China Utara untuk

mengkonsumsi produk China Selatan. Mengingat kondisi pasar yang ada di China,

Toyota China menyadari bahwa lebih tepat untuk menempatkan warga negara local

untuk mengisi posisi General Manager Penjualan yang sekaligus memecah tradisi

Toyota yang menempatkan warga negara Jepang pada posisi tersebut selama 13 tahun

berdirinya Toyota di China.

Lambatnya penerapan desentralisasi juga dirasakan di wilayah Amerika Utara.

Pada tahun 2011, melalui reportnya, The North American Quality Advisory Panel

mengidentifikasi tiga area mayor yang perlu diperbaiki oleh Toyota, antara lain

menyeimbangkan antara manajemen control local dan global, merespon secara lebih

efektif pada permasalahan yang diangkat oleh pihak internal dan eksternal

perusahaan, serta menetapkan tanggungjawab manajemen terkait keamanan. Melalui

laporan tersebut, secara tidak langsung Panel mengungkapkan penerapan konsep

desentralisasi yang masih dianggap kurang sempurna. Secara lebih mendetail, Quality

Advisory Panel memaparkan sebagai berikut:

“But with globalization comes an inevitable tension between global and local forces. Benefits of operating in a more globally centralized fashion are greater economies of scale, tighter operational control, and greater consistency. These are in direct opposition to the benefits of operating in a more locally-

Page 12: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

driven, decentralized fashion, which generates better adaptation to local markets, more flexibility, and quicker responsiveness to quality and safety problems. So Toyota, like all of its major competitors, must choose how best to balance global and local imperatives —and make trade-offs in doing so.”

Pada bagian report yang lain, juga diungkapkan bahwa seluruh proses

pengambilan keputusan diambil secara centralized di Jepang, mulai dari proses recall,

komunikasi, marketing, dan design serta R&D. Akibat hal itu, muncul beberapa

permasalahan, seperti terhambatnya arus komunikasi, miskomunikasi, serta

tertundanya response terhadap keluhan, kritik, dan masukan oleh regulator dan

customer.

Persoalan dilematis tersebut secara nyata memang terjadi pada Toyota.

Berbeda dengan pernyataan yang telah diutarakan oleh sang CEO pada tahun 2010,

penerapan desentralisasi memang kurang dirasakan, terbukti dengan masih adanya

respon yang lambat baik terhadap masukan serta complain dari customer dan

regulator di berbagai negara. Pihak perusahaan masih mempertahankan sentralisasi di

balik keinginan untuk melakukan decentralisasi. Sesuai dengan prosedur yang terjadi

pada tahap centralisasi, respon dari pihak eksternal akan dialirkan ke pusat terlebih

dahulu, kemudian melalui pertimbangan pihak Toyota Jepang, baru kemudian

keputusan disampaikan kepada kantor cabang yang tersebar. Melalui kegiatan

proseduran tersebut, mustahil ada response yang instan baik terhadap konsumen

maupun regulator. Hal ini tentu saja berujung kepada ketidakpuasan stakeholder

terhadap performa perusahaan.

Pada dasarnya desentralisasi dengan penempatan warga negara local dapat

meminimalisir berbagai risiko tersebut. Tidak hanya responsive terhadap masukan

pihak luar, namun warga negara local, atau setidaknya manajemen yang decentralized

mengetahui secara lebih mendalam berbagai issue yang terjadi pada region

perusahaan tersebut, serta aware terhadap budaya dan preferensi local. Selain itu,

manajemen yang decentralized juga memahami karakteristik pemerintahan negara

terkait serta diprediksi dapat lebih peka terhadap perubahan regulasi yang terjadi pada

region tersebut. Desentralisasi juga memungkinkan transfer knowledge yang mudah

dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu yang tidak pasti (Zabojnik, 2002; Colombo

dan Delmastro, 2004, dalam Yenidogan dan Windsperger, 2013) Dengan begitu,

Toyota dapat melakukan formulasi strategi dan menciptakan competitive advantage

sesuai dengan karakteristik masing-masing region terkait yang sangat besar

Page 13: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

kemungkinannya berbeda satu sama lain. Pemikiran tersebut sejalan dengan pendapat

Aoki (1986) yang memaparkan “decentralization should be prevalent where quick

response to changing technologies and environment is necessary and the flow of new

information is upward through the hierarchy.”(Zabojnik, 2002)

Bagaimanapun, perubahan membutuhkan waktu, begitupula pergeseran

konsep centralisasi awal yang tertanam kuat pada manajemen Toyota menjadi

decentralisasi. Keinginan Toyota untuk berubah menjadi lebih terdesentralisasi juga

terlihat dalam situs resmi Toyota, dimana perusahaan tersebut menyatakan “it is

important to minimize support that comes from Japan to let each of the overseas

locations become self-reliant.” Salah satu cara yang dilakukan oleh manajemen untuk

menghindari adanya gap informasi selama proses penyesuaian adalah

mengembangkan arus komunikasi bagi personel perusahaan. Menindaklanjuti Panel,

Kass 92012) menyatakan bahwa Toyota mengeluarkan network yang terintegrasi bagi

seluruh personel Toyota Motor di dunia untuk terkoneksi melalui internet. Melalui

jaringan tersebut, seluruh regulasi serta pengumuman diungkapkan secara merata,

sehingga arus komunikasi dapat diperbaiki. Selain itu, terdapat pula fitur chat yang

dapat digunakan untuk permasalahan antar divisi dari region yang berbeda. Jaringan

ini dapat menjadi sarana yang baik bagi pertukaran informasi antara region yang

jaraknya terpisah luar biasa jauh, sekaligus sarana komunikasi bagi pihak region

cabang dengan manajemen pusat di Jepang, terutama terkait dengan pengambilan

keputusan.

Page 14: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

BAB III

KESIMPULAN

Toyota seharusnya mampu memformulasikan strategi dengan menyeimbangkan

antara sentralisasi dan decentralisasi. Kombinasi yang baik antara kedua konsep tersebut pada

bidang yang tepat dapat menambah competitive advantage perusahaan. Hal ini telah berhasil

diterapkan oleh beberapa perusahaan lain. Wal-Mart misalnya menerapkan keputusan

pembelian secara centralized dan menetapkan keputusan pricing dan stocking secara

decentralized (Hill and McShane, 2008). Selain itu, perusahaan-perusahaan multinasional di

Italia juga menerapkan konsep strategi yang saling melengkapi dengan kecenderungan

pengaplikasian sentralisasi pada saat perumusan strategi telah jelas, dan desentralisasi untuk

mencapai respon yang baik pada kegiatan operasional.

Page 15: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

REFERENCES

Abilla, P. (n.d.). Toyota Organizational Structure: Balance Between Centralized and Decentralized Control. Retrieved December 16, 2013, from Schmula.com: http://www.shmula.com/toyota-organizational-structure-centralized-decentralized/

Alonso, R., & Dessein, W. M. (2007). Centralization versus Decentralization: An Application to Price Setting by A Multi-Market Firm. EEA, Decision-Making and Incentives in Organizations. Budapest.

Besley, T., & Coate, S. (2003). Centralized Versus Decentralized Provision of Local Public Goods: A Political Economy Approach. Journal of Public Economics , 87, 2611-2637.

Globalizing and Localizing Manufacturing. (2013). Retrieved December 18, 2013, from Toyota: http://www.toyota-global.com/company/vision_philosophy/globalizing_and_localizing_manufacturing/

Guerini, C. (2006, September). Centralization Versus Decentralization of Marketing Activities of Leading Italian Firms Toward An Integrated Global Approach? Serie Economia Aziendale , 1-28.

Hasselgren, B. (2012). Centralize or Decentralize? A Dilemma for Strategic Transport Infrastructure Planning in EU and the US. School of Architecture and the Built Environment, KTH Royal Institute of Technology.

Hill, C. W., & McShane, S. L. (2008). Principles of Management. New York: McGraw-Hill.

Kass, K. (2012). How Toyota executes a well-driven strategy to recover from a crisis. Retrieved December 17, 2013, from http://www.simply-communicate.com/case-studies/company-profile/how-toyota-executes-well-driven-strategy-recover-crisis

Leun, F. K. (2004). Educational Centralization and Decentralization in East Asia. APEC Educational Reform Summit. Beijing.

Lewis, b. (2005, December 14). Benefits of Decentralization. Retrieved December 17, 2013, from Considering Knowledge Management in Outsorcing Decisions: https://www.ischool.utexas.edu/~blewis/i385q/benefits.htm

McBride, D. (n.d.). Toyota and Total Productive Maintenance. Retrieved December 16, 2013, from http://www.reliableplant.com/Read/8417/toyota-total-productive-maintenance

Mirvis, P., Googins, B., & Kinnicutt, S. (2010). Vision, mission, values: Guidepost to Sustainability. Organizational Dynamics , 316-324.

Papulova, Z. (2014). The Significance of Vision and Mission Development for Enterprises in Slovak Republic. Journal of Economics, Business and Management , 2, 12-15.

Pekgun, P., Griffin, P. M., & Keskinocak, P. (2007). Centralized vs. Decentralized Competition for Price and Lead-time Sensitive Demand. Atlanta: Georgia Institute of Technology.

Page 16: Busiess Process Reengineering Dan Dampaknya Terhadap Kinerja

Redemption North Market Toyota decentralization Chinese executives. (2013, aUGUST 19). Retrieved December 16, 2013, from Stock Market Today Blog: http://www.stockmarkettodayblog.com/2013/08/19/redemption-north-market-toyota-decentralization-chinese-executives.html

Reed, T. (2010, February 24). Toyota CEO: We'll Decentralize. Retrieved December 16, 2013, from The Street: http://www.thestreet.com/story/10688633/1/toyota-ceo-well-decentralize.html

Toyota. (2013, December). Retrieved December 18, 2013, from Wikipedia, The Free Encyclopedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Toyota

Toyota Motor Corp (TM). (2013). Retrieved December 18, 2013, from Reuters: http://www.reuters.com/finance/stocks/companyProfile?symbol=TM

Toyota Quality Advisory Panel Recommends Decentralization, Better Communication. (2011, May 24). Retrieved December 17, 2013, from Automotive Fleet: http://www.automotive-fleet.com/channel/safety-accident-management/news/story/2011/05/toyota-quality-advisory-panel-recommends-decentralization-better-communication.aspx?prestitial=1

Vasilash, G. S. (2006, March 10). Organized Disorganization. Retrieved December 17, 2013, from Automotive Design and Production: http://www.autofieldguide.com/articles/organized-disorganization

Yazdi, S. V. (2013). Review of Centralization and Decentralization Approaches to Curriculum Development in Iran. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences , 3 (4), 97-105.

Yenidogan, T. G., & Windsperger, J. (2013). Centralization od Decision Making Authority in Inter-Organizational Networks: Evidence fro The Austrian Automotive Industry. Journal of Global Strategic Management , 184-194.

Yuliani, E. L. (2004). Decentralization, Deconcentration and Devolution: What Do They mean? Interlaken Workshop on Decentralization. Interlaken.

Zabojnik, J. (2002). Centralized and Decentralized Decision Making in Organization. Journal of Labor Economics , 20 (1), 1-22.