BUPATI MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR … filebupati manggarai provinsi nusa tenggara timur...
-
Upload
trinhkhanh -
Category
Documents
-
view
249 -
download
0
Transcript of BUPATI MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR … filebupati manggarai provinsi nusa tenggara timur...
BUPATI MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI
NOMOR 03 TAHUN 2014
TENTANG
PENGELOLAAN AIR TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MANGGARAI,
Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan yang
memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan
bagi seluruh rakyat dalam segala bidang.
b. bahwa hak atas air tanah adalah hak guna air yang
pengelolaannya didasarkan atas asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan
keserasian, keadilan, kemandirian, transparansi dan
akuntabilitas;
c. bahwa untuk meningkatkan pemanfaatan air tanah dalam
mendukung dan mengantisipasi tuntutan perkembangan
pembangunan yang berkelanjutan serta berpihak kepada
kepentingan rakyat, perlu pengaturan pengelolaan air
tanah dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859 );
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor
13 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rancangan
Penetapan Cekungan Air Tanah (CAT);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MANGGARAI
dan
BUPATI MANGGARAI
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Manggarai.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Manggarai.
3. Bupati adalah Bupati Manggarai.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Manggarai.
5. Menteri adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
6. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Manggarai.
7. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
Manggarai.
8. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PPNSD
adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil Daerah tertentu di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Manggarai yang diberi wewenang khusus untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
9. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai.
10. Badan Lingkungan Hidup Daerah adalah Badan Lingkungan Hidup
Daerah Kabupaten Manggarai.
11. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di
bawah permukaan tanah.
12. Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan
dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis.
13. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah suatu
wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air
tanah berlangsung.
14. Daerah imbuhan air tanah adalah daerah resapan air yang mampu
menambah air tanah secara alamiah pada CAT. 15. Daerah lepasan air tanah adalah daerah keluaran air tanah yang
berlangsung secara alamiah pada CAT.
16. Rekomendasi teknis adalah Persyaratan teknis yang bersifat mengikat
dalam pemberian izin.
17. Pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah, dan pengendalian kerusakan air tanah.
18. Pengambilan air tanah adalah setiap kegiatan untuk memperoleh air
tanah dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan cara lainnya.
19. Hak guna air dari pemanfaatan air tanah adalah hak guna air untuk
memperoleh dan memakai atau mengusahakan air tanah untuk berbagai
keperluan.
20. Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah adalah hak untuk
memperoleh dan memakai air tanah.
21. Hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah adalah hak untuk
memperoleh dan mengusahakan air tanah.
22. Konservasi air tanah adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi air tanah agar senantiasa
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang.
23. Inventarisasi air tanah adalah kegiatan untuk memperoleh data dan
informasi air tanah.
24. Pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air tanah secara optimal
agar berhasil guna dan berdaya guna.
25. Pengendalian daya rusak air tanah adalah upaya untuk mencegah,
menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air tanah.
26. Pengawetan air adalah upaya pemeliharaan keberadaan dan ketersediaan
air atau kuantitas air agar tersedia sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
27. Pengeboran air tanah adalah kegiatan membuat sumur bor air tanah yang
dilaksanakan sesuai pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi,
pengambilan, pemakaian dan pengusahaan, pemantauan atau imbuhan
air tanah.
28. Penggalian air tanah adalah kegiatan membuat sumur gali, saluran air
dan terowongan air untuk mendapatkan air tanah yang dilaksanakan
sesuai dengan pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan,
pemakaian dan pengusahaan, pemantauan, atau imbuhan air tanah.
29. Sumur Pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau kedudukan
muka dan/atau kualitas air tanah pada akuifer tertentu.
30. Jaringan Sumur Pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata
berdasarkan kebutuhan pemantauan terhadap air tanah pada suatu
cekungan air tanah.
31. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan baik secara
mekanis maupun manual.
32. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi yang selanjutnya disebut LPJK
adalah lembaga atau organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan
kegiatan jasa konstruksi nasional.
33. Instalasi bor adalah seperangkat alat yang digunakan untuk mengebor.
34. Surat Tanda Instalasi Bor (STIB) adalah surat izin yang dikeluarkan
sebagai tanda registrasi kepemilikan instalasi bor.
35. Surat Izin Perusahaan Pengeboran Air tanah yang selanjutnya disebut
SIPPAT adalah surat izin yang diberikan kepada perusahaan yang
melakukan kegiatan pengeboran air tanah.
36. Surat Izin Juru Bor yang selanjutnya disebut SIJB adalah surat izin yang
diberikan kepada seseorang sebagai ahli dalam melaksanakan
pengeboran.
37. Izin Pemakaian Air Tanah adalah izin penggunaan air untuk memperoleh
hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah.
38. Izin Pengusahaan Air Tanah adalah izin penggunaan air untuk
memperoleh hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah.
39. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan
hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan
pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
40. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut
Amdal adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
BAB II ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pengelolaan air tanah berasaskan :
a. manfaat, keadilan dan keseimbangan;
b. keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
c. partisipatif, transparansi dan akuntabilitas; dan
d. keberlanjutan dan berwawasan lingkungan.
(2) Pengelolaan Air tanah bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air
tanah yang berkelanjutan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
BAB III
FUNGSI DAN DASAR PENGELOLAAN
Pasal 3
Air tanah mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara
selaras.
Pasal 4
(1) Pengelolaan air tanah didasarkan pada CAT.
(2) CAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah CAT dalam wilayah
Daerah.
BAB IV WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 5
(1) Bupati mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan air
tanah.
(2) Wewenang dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi :
a. menetapkan kebijakan teknis pengelolaan air tanah di wilayah
Daerah berdasarkan kebijakan teknis air tanah Nasional;
b. menyiapkan kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan
peralatan serta pembiayaan yang mendukung pengelolaan air tanah;
c. melakukan pemantauan, evaluasi, pengendalian dan pengawasan air
tanah dalam rangka pengelolaan air tanah;
d. mengatur, memberikan dan mencabut izin pemakaian air tanah serta
izin pengusahaan air tanah;
e. mengelola data dan informasi air tanah;
f. mendorong peran masyarakat dalam kegiatan konservasi,
pendayagunaan dan pengendalian serta pengawasan dalam rangka
pengelolaan air tanah; dan
g. melaksanakan kewenangan di bidang pengelolaan air tanah yang
diperbantukan oleh Pemerintah.
(3) Bupati mendelegasikan kepada Kepala SKPD yang membidangi ESDM
untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab Bupati sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf d.
(4) Bupati berkoordinasi dengan Pemerintah, dalam melaksanakan wewenang
dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g.
BAB V
PENGELOLAAN AIR TANAH
Pasal 6
Pengelolaan air tanah meliputi kegiatan :
a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. pemantauan dan evaluasi;
d. konservasi air tanah;
e. pendayagunaan air tanah; dan
f. pengendalian daya rusak air tanah.
Bagian Kesatu Perencanaan
Pasal 7
(1) Perencanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a, disusun untuk menghasilkan rencana pengelolaan air tanah yang
berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam kegiatan konservasi,
pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air tanah.
(2) Rencana pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun secara terkoordinasi dengan rencana pengelolaan sumber daya
air yang berbasis wilayah sungai dan menjadi dasar dalam penyusunan
program pengelolaan air tanah.
(3) Program pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan pengelolaan air tanah
yang memuat rencana pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
prasarana pada CAT.
Pasal 8
Rencana pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
disusun melalui tahapan:
a. inventarisasi air tanah;
b. penetapan zona konservasi air tanah; dan
c. penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan air tanah.
Pasal 9
(1) Bupati melaksanakan Inventarisasi air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a, untuk memperoleh data dan informasi air tanah.
(2) Data dan informasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. kuantitas dan kualitas air tanah;
b. kondisi lingkungan hidup dan potensi yang terkait dengan air tanah;
c. CAT dan prasarana pada CAT;
d. kelembagaan pengelolaan air tanah; dan
e. kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkait dengan air tanah.
(3) Inventarisasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
pada setiap CAT.
(4) Inventarisasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan melalui kegiatan:
a. pemetaan;
b. penyelidikan;
c. penelitian;
d. eksplorasi; dan
e. evaluasi data.
(5) Dalam melaksanakan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Bupati dapat menugaskan pihak lain.
(6) Hasil kegiatan inventarisasi yang dilakukan oleh Bupati dilaporkan
kepada Gubernur dan Menteri.
(7) Hasil kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6),
merupakan milik Negara.
Pasal 10
(1) Penetapan zona konservasi air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 huruf b, disusun berdasarkan data dan informasi air tanah yang
diperoleh dari hasil kegiatan inventarisasi.
(2) Data dan informasi air tanah hasil kegiatan inventarisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada Rencana Detail Tata Ruang.
Pasal 11
(1) Penyusunan dan penetapan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf c, berdasarkan program konservasi, pendayagunaan
dan pengendalian daya rusak air tanah.
(2) Program konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air
tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada Rencana
Detail Tata Ruang.
Bagian Kedua Pelaksanaan
Pasal 12
(1) Pelaksanaan pengelolaan air tanah meliputi kegiatan pelaksanaan
konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam kegiatan konservasi,
pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air tanah.
(2) Pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Bupati dengan mengacu pada rencana pengelolaan air
tanah pada CAT yang bersangkutan.
(3) Bupati dalam pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat menugaskan kepada pihak lain.
(4) Selain Bupati, pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan oleh pemegang izin, perorangan dan masyarakat
pengguna air tanah untuk kepentingan sendiri.
(5) Pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan pada akuifer dan lapisan batuan lainnya yang berpengaruh
terhadap ketersediaan air tanah pada CAT.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1), ditujukan untuk penyediaan sarana dan prasarana pada CAT.
(2) Pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana pada ayat (1), dilakukan
berdasarkan norma, standar dan pedoman sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 14
(1) Pemantauan terhadap pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, dilakukan oleh Bupati.
(2) Pemantauan pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan melalui
kegiatan pengamatan, pencatatan, perekaman, pemeriksaan laporan dan
peninjauan langsung.
(3) Pemantauan pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan secara berkala
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, dilakukan oleh Bupati.
(2) Hasil evaluasi pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan melalui kegiatan analisis dan penilaian terhadap
hasil pemantauan.
(3) Hasil evaluasi pelaksanaan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam peningkatan
kerja dan/atau melakukan peninjauan atas rencana pengelolaan air
tanah.
Bagian Keempat Konservasi Air Tanah
Pasal 16
(1) Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d,
ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung dan
fungsi air tanah.
(2) Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
berdasarkan rencana pengelolaan air tanah.
(3) Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
secara menyeluruh pada CAT yang mencakup daerah imbuhan dan
daerah lepasan air tanah melalui :
a. perlindungan dan pelestarian air tanah;
b. pengawetan air tanah; dan
c. pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah.
Pasal 17
(1) Perlindungan dan pelestarian air tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (3) huruf a, dilakukan untuk melindungi dan melestarikan
kondisi dan lingkungan serta fungsi air tanah.
(2) Bupati menetapkan kawasan lindung air tanah, dalam rangka
perlindungan dan pelestarian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
(3) Pelaksanaan perlindungan dan pelestarian air tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan :
a. menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah;
b. menjaga daya dukung akuifer; dan
c. memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan
zona rusak.
(4) untuk menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan dengan cara :
a. mempertahankan kemampuan imbuhan air tanah;
b. melarang melakukan kegiatan pengeboran, penggalian atau kegiatan
lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata
air; dan
c. membatasi penggunaan air tanah, kecuali untuk pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari.
(5) Untuk menjaga daya dukung akuifer sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, dilakukan dengan mengendalikan kegiatan yang mengganggu
sistem akuifer.
(6) Untuk memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan
zona rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, dilakukan
dengan cara :
a. melarang pengambilan air tanah baru dan mengurangi secara
bertahap pengambilan air tanah baru pada zona kritis air tanah;
b. melarang pengambilan air tanah pada zona rusak air tanah; dan
c. menciptakan imbuhan buatan.
Pasal 18
(1) Pengawetan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3)
huruf b, dilakukan untuk menjaga keberadaan dan kesinambungan
ketersediaan air tanah.
(2) Pengawetan air tanah sebagaimana dimaksud ayat (1), dilaksanakan
dengan cara :
a. melaksanakan upaya penghematan air tanah;
b. meningkatkan kapasitas resapan air tanah; dan/atau
c. mengendalikan penggunaan air tanah.
(3) Bupati mendorong dan mensosialisasikan kepada pengguna air tanah
untuk melakukan pengawetan air tanah.
Pasal 19
(1) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf c, dilakukan dengan
tujuan untuk mempertahankan dan memulihkan air tanah sesuai kondisi
alaminya.
(2) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dengan cara :
a. mencegah pencemaran air tanah;
b. menanggulangi pencemaran air tanah; dan/atau
c. memulihkan kualitas air tanah yang tercemar.
Pasal 20
(1) Untuk menjamin keberhasilan konservasi air tanah dilakukan
pemantauan air tanah.
(2) Pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
untuk mengetahui perubahan kuantitas, kualitas dan dampak lingkungan
akibat pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan/atau perubahan
lingkungan air tanah.
(3) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan pada sumur
pantau dengan cara :
a. mengukur dan merekam kedudukan muka air tanah;
b. memeriksa sifat fisika, kandungan unsur kimia, biologi atau
radioaktif dalam air tanah;
c. mencatat jumlah volume air tanah yang dipakai atau diusahakan;
dan/atau
d. mengukur dan merekam perubahan lingkungan air tanah seperti
amblesan tanah.
(4) Pemantauan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan
secara berkala sesuai dengan jenis kegiatan pemantauan.
Pasal 21
(1) Bupati serta semua pihak yang berkaitan dengan kegiatan
pendayagunaan air tanah melaksanakan konservasi air tanah dengan
mengacu kepada rencana pengelolaan air tanah pada wilayah CAT.
(2) Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan izin pengusahaan air
tanah wajib melaksanakan konservasi air tanah.
(3) Setiap kegiatan yang berpotensi mengubah atau merusak kondisi dan
lingkungan air tanah wajib melaksanakan konservasi air tanah.
Bagian Kelima
Pendayagunaan Air Tanah
Pasal 22
(1) Pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e,
bertujuan untuk memanfaatkan air tanah dengan mengutamakan
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat secara adil dan
berkelanjutan.
(2) Pendayagunaan air tanah dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan
air tanah.
(3) Pendayagunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan melalui:
a. penatagunaan;
b. penyediaan;
c. penggunaan;
d. pengembangan; dan
e. pengusahaan air tanah.
(4) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pendayagunaan air tanah dengan
mengacu rencana pengelolaan air tanah pada wilayah CAT.
Pasal 23
(1) Penatagunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
huruf a, ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan air tanah dan
peruntukan air tanah pada CAT yang disusun berdasarkan zona
konservasi air tanah.
(2) Penetapan zona pemanfaatan air tanah dilakukan dengan
mempertimbangkan:
a. sebaran dan karakteristik akuifer;
b. kondisi hidrogeologis;
c. kondisi dan lingkungan air tanah;
d. kawasan lindung air tanah;
e. kebutuhan air bagi masyarakat dan pembangunan;
f. data dan informasi hasil inventarisasi pada CAT; dan
g. ketersediaan air permukaan.
(3) Zona pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
merupakan acuan dalam penyusunan rencana pengeboran, penggalian,
pemakaian, pengusahaan dan pengembangan air tanah serta penyusunan
rencana tata ruang wilayah.
Pasal 24
(1) Penyediaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
huruf b, dilakukan oleh Bupati.
(2) Penyediaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan air dari pemanfaatan air tanah untuk
berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya.
(3) Penyediaan air tanah pada setiap CAT dilaksanakan sesuai dengan
penatagunaan air tanah paling sedikit untuk memenuhi:
a. kebutuhan pokok sehari-hari;
b. pertanian rakyat;
c. sanitasi lingkungan;
d. industri;
e. pertambangan; dan
f. pariwisata.
(4) Penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari merupakan
prioritas utama di atas segala keperluan lain.
Pasal 25
(1) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
huruf c, ditujukan untuk pemanfaatan air tanah dan prasarana pada
CAT.
(2) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas
pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah.
(3) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
sesuai dengan penatagunaan dan penyediaan air tanah yang telah
ditetapkan pada CAT.
(4) Penggunaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dengan mengutamakan pemanfaatan air tanah pada akuifer dalam yang
pengambilannya tidak melebihi daya dukung akuifer terhadap
pengambilan air tanah.
(5) Debit pengambilan air tanah ditentukan berdasar atas:
a. daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah;
b. kondisi dan lingkungan air tanah;
c. alokasi penggunaan air tanah bagi kebutuhan mendatang; dan
d. penggunaan air tanah yang telah ada.
Pasal 26
(1) Pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2),
merupakan kegiatan penggunaan air tanah yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat dan kegiatan
bukan usaha.
(2) Pemakaian air tanah untuk pertanian rakyat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), hanya dapat dilakukan apabila air permukaan tidak mencukupi.
(3) Pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan setelah memiliki hak guna pakai air dari pemanfaatan air
tanah.
(4) Bupati memberikan izin pemakaian air tanah untuk hak guna pakai air
dari pemanfaatan air tanah untuk kegiatan bukan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Izin pemakaian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
diberikan kepada perseorangan, badan usaha, instansi Pemerintah atau
badan sosial.
Pasal 27
(1) Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah diperoleh tanpa izin
apabila untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan
dan pertanian rakyat.
(2) Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ditentukan sebagai berikut:
a. penggunaan air tanah dari sumur bor berdiameter kurang dari 2
(dua) inci atau kurang dari 5 cm;
b. penggunaan air tanah dengan menggunakan tenaga manusia dari
sumur gali; atau
c. penggunaan air tanah kurang dari 100 m3/bulan (seratus meter
kubik per bulan) per-kepala keluarga dengan tidak menggunakan
sistem distribusi terpusat.
(3) Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan pertanian rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan sebagai berikut:
a. sumur diletakkan di areal pertanian yang jauh dari pemukiman;
b. pemakaian tidak lebih dari 2 (dua) liter per detik per kepala keluarga
dalam hal air permukaan tidak mencukupi; dan
c. debit pengambilan air tanah tidak mengganggu kebutuhan pokok
sehari-hari masyarakat setempat.
Pasal 28
(1) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
huruf d, bertujuan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi air tanah
guna memenuhi penyediaan air tanah.
(2) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian
rakyat.
(3) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya
dapat dilaksanakan selama potensi air tanah masih memungkinkan
diambil secara aman serta tidak menimbulkan kerusakan air tanah dan
lingkungan hidup.
(4) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan air tanah dan rencana
tata ruang wilayah.
(5) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
mempertimbangkan :
a. daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah;
b. kondisi dan lingkungan air tanah;
c. kawasan lindung air tanah;
d. proyeksi kebutuhan air tanah;
e. pemanfaatan air tanah yang sudah ada;
f. data dan informasi hasil inventarisasi pada CAT; dan
g. ketersediaan air permukaan.
(6) Pengembangan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan
melalui tahapan kegiatan:
a. survei hidrogeologi;
b. eksplorasi air tanah melalui penyelidikan geofisika, pengeboran atau
penggalian eksplorasi;
c. pengeboran atau penggalian eksploitasi; dan
d. pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan air tanah.
Pasal 29
(1) Pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3)
huruf e, merupakan kegiatan penggunaan air tanah bagi usaha yang
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan:
a. bahan baku produksi;
b. pemanfaatan potensi;
c. media usaha; atau
d. bahan pembantu atau proses produksi.
(2) Pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan sepanjang penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok
sehari-hari dan pertanian rakyat masyarakat setempat terpenuhi.
(3) Pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk:
a. penggunaan air tanah pada suatu lokasi tertentu;
b. penyadapan akuifer pada kedalaman tertentu; dan/atau
c. pemanfaatan daya air tanah pada suatu lokasi tertentu.
(4) Pengusahaan air tanah wajib memperhatikan:
a. rencana pengelolaan air tanah;
b. kelayakan teknis dan ekonomi;
c. fungsi sosial air tanah;
d. kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah; dan
e. ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Pasal 30
(1) Pengusahaan air tanah dilakukan setelah memiliki hak guna usaha air
dari pemanfaatan air tanah.
(2) Hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), diperoleh melalui izin pengusahaan air tanah yang
diberikan oleh Bupati.
(3) Izin pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat
diberikan kepada perseorangan atau Badan Usaha.
(4) Izin pengusahaan air tanah tidak diperlukan terhadap air ikutan
dan/atau pengeringan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang
pertambangan dan energi.
(5) Bupati sesuai dengan kewenangannya menetapkan alokasi penggunaan
air tanah pada CAT untuk pemakaian maupun pengusahaan air tanah.
Bagian Keenam
Pengendalian Daya Rusak Air Tanah
Pasal 31
(1) Pengendalian daya rusak air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf f, bertujuan untuk mencegah, menghentikan atau megurangi
terjadinya amblesan tanah.
(2) Pengendalian daya rusak air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan mengendalikan pengambilan air tanah dan
meningkatkan jumlah imbuhan air tanah untuk mengurangi penurunan
muka air tanah.
Pasal 32
(1) Untuk mencegah dan/atau menghentikan terjadinya amblesan tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dilakukan dengan
mengurangi pengambilan air tanah bagi pemegang izin pemakaian air
tanah atau izin pengusahaan air tanah pada zona kritis dan zona rusak.
(2) Untuk mengurangi terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1), dilakukan dengan membuat imbuhan buatan.
(3) Untuk menghentikan terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan dengan menghentikan pengambilan air tanah.
(4) Bupati mengambil tindakan darurat dalam keadaan yang membahayakan
lingkungan, sebagai upaya pengendalian daya rusak air tanah.
(5) Tindakan darurat sebagaimana dimaksud ayat (4), dapat berupa :
a. penghentian kegiatan; dan
b. penghentian sementara.
(6) Pelaku usaha bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan
sebagai akibat keadaan yang membahayakan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
BAB VI
PERIZINAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 33
(1) Setiap orang yang melakukan kegiatan pengambilan air tanah wajib
memiliki izin dari Bupati.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian
rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 34
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), terdiri atas :
a. izin pemakaian air tanah;
b. izin pengusahaan air tanah;
c. izin perusahaan pengeboran air tanah;
d. izin juru bor; dan
e. izin penggalian/pengeboran air tanah.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan setelah
memenuhi persyaratan.
Pasal 35
Izin Pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah paling sedikit harus
memuat :
a. nama pemohon;
b. alamat pemohon;
c. titik lokasi rencana pengeboran atau penggalian;
d. debit pemakaian atau pengusahaan air tanah; dan
e. ketentuan hak dan kewajiban.
Pasal 36
(1) Pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah wajib
melakukan pengeboran atau penggalian air tanah di lokasi yang telah
ditetapkan dalam perizinan.
(2) Pengeboran dan penggalian air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan oleh instansi pemerintah, perseorangan atau badan usaha
yang memenuhi kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran
atau penggalian air tanah.
Pasal 37
(1) Setiap pemohon izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air
tanah yang mengambil air tanah dalam jumlah besar wajib melakukan
eksplorasi air tanah.
(2) Hasil eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan sebagai
dasar perencanaan yang meliputi :
a. kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah;
b. penempatan saringan pada pekerjaan konstruksi; dan
c. debit dan kualitas air tanah yang akan dimanfaatkan.
Bagian Kedua
Tata Cara Memperoleh Izin
Pasal 38
Pemohon wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati untuk
memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
Pasal 39
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, dilengkapi dengan
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
1. izin pemakaian air tanah, yakni :
a. fotokopi KTP yang masih berlaku;
b. rekomendasi dari Lurah/Kepala Desa dan Camat;
c. surat kuasa yang sah dari pemohon yang bermaterai apabila
permohonan diwakilkan;
d. peta situasi sekurang-kurangnya skala 1:10.000;
e. rencana peruntukan dan kebutuhan debit/jumlah air yang akan
digunakan;
f. hasil analisa kualitas air yang masih berlaku dari Dinas
Kesehatan/laboratorium rujukan;
g. hasil analisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap dan
gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya;
h. Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan (UKL-UPL) atau Amdal;
i. rekomendasi kelayakan lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup
Daerah;
j. fotokopi surat kepemilikan tanah atau apabila menggunakan tanah
milik pihak lain dilampiri surat kerelaan dari pemilik tanah dan
tanah tidak dalam sengketa;
k. surat pernyataan kesanggupan memasang meteran air;
l. fotokopi akta pendirian perusahaan beserta perubahan apabila
berbentuk badan;
m. fotokopi NPWP;
n. surat dukungan warga lingkungan sekitar apabila diperlukan; o. surat penyataan kesanggupan membayar pajak air tanah; dan
p. surat pernyataan kebenaran dokumen.
2. izin pengusahaan air tanah, yakni :
a. fotokopi KTP yang masih berlaku;
b. surat kuasa yang sah dari pemohon yang bermaterai apabila
permohonan diwakilkan;
c. peta situasi sekurang-kurangnya skala 1:10.000;
d. rencana peruntukan dan kebutuhan debit/jumlah air yang akan
digunakan;
e. hasil analisa kualitas air yang masih berlaku dari Dinas
Kesehatan/laboratorium rujukan;
f. hasil analisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap dan
gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya;
g. dokumen UKL-UPL atau Amdal;
h. rekomendasi kelayakan lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup
Daerah;
i. fotokopi Surat kepemilikan tanah atau apabila menggunakan tanah
milik pihak lain dilampiri surat kerelaan dari pemilik tanah dan
tanah tidak dalam sengketa;
j. surat pernyataan kesanggupan memasang meteran air;
k. fotokopi Akta pendirian perusahaan beserta perubahan apabila
berbentuk badan;
l. fotokopi NPWP;
m. surat dukungan warga lingkungan sekitar apabila diperlukan;
n. surat rekomendasi dari Lurah/Kepala Desa dan Camat;
o. surat pernyataan kesanggupan membayar pajak air tanah; dan
p. surat pernyataan kebenaran dokumen.
3. izin perusahaan pengeboran air tanah, yakni :
a. fotokopi KTP yang masih berlaku;
b. rekomendasi dari Lurah/Kepala Desa dan Camat;
c. surat kuasa yang sah dari pemohon apabila pemohon diwakilkan;
d. surat pernyataan kepemilikan instalasi bor bermeterai;
e. foto instalasi bor berukuran 9 x 12 cm (Sembilan kali dua belas
centimeter) dan 4 x 6 cm (empat kali enam centimeter), masing-
masing sebanyak 3 (tiga) lembar;
f. data teknis instalasi bor (daftar isian terlampir);
g. salinan sertifikat klasifikasi dan sertifikat kualifikasi badan usaha
yang dikeluarkan oleh Asosiasi dan telah diregistrasi di LPJK;
h. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya;
i. fotokopi NPWP;
j. pernyataan memiliki seorang juru bor yang mempunyai Surat Ijin
Juru Bor (SIBJ) yang ditunjukan dengan fotokopi salinan SIJB;
k. data tenaga ahli/asisten dalam bidang geologi atau di bidang
hidrogeologi; dan
l. surat pernyataan kebenaran dokumen.
4. izin juru bor (IJB), yakni :
a. fotokopi KTP calon juru bor yang masih berlaku;
b. salinan ijazah calon juru bor dengan pendidikan minimal SMU
(Sekolah Menegah Umum) atau sederajad;
c. pengalaman kerja calon juru bor lebih dari 3 (tiga) tahun di bidang
pengeboran air tanah (dilengkapi dengan bukti-bukti pengalaman
kerja);
d. fotokopi sertifikat keterampilan dan sertifikat keahlian kerja dari
asosiasi dan telah diregistrasi oleh LPJK;
e. pas foto calon juru bor ukuran 2 x 3 cm (dua kali tiga centimeter),
sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
f. surat pernyataan kebenaran dokumen.
5. Izin Penggalian/Pengeboran Air Tanah, yakni :
a. fotokopi KTP yang masih berlaku;
b. rekomendasi dari Lurah/Kepala Desa dan Camat;
c. surat kuasa yang sah dan bermeterai apabila pemohon diwakilkan;
d. fotokopi surat kepemilikan tanah, apabila menggunakan tanah dari
pihak lain dilampiri dengan surat kerelaan dari pemilik dan tanah
tidak dalam sengketa;
e. peta situasi dan peta topografi dengan skala sekurang-kurangnya
1:10.000 atau lebih besar yang memperlihatkan titik lokasi
penggalian atau pengeboran air tanah yang akan dilakukan;
f. informasi mengenai rencana penggalian atau pengeboran air tanah;
g. surat pernyataan kebenaran dokumen;
h. dokumen UKL-UPL sesuai ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku;
i. fotokopi SIPPAT;
j. fotokopi STIB;
k. fotokopi SIJB yang masih berlaku;
l. data tenaga ahli/asisten dalam bidang geologi atau bidang
hidrogeologi; dan
m. persyaratan pada huruf h sampai dengan l hanya berlaku untuk izin
pengeboran air tanah.
Pasal 40
(1) Masa berlakunya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d diberikan paling lama 3 (tiga) tahun
dan dapat diperpanjang.
(2) Masa berlakunya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
huruf e, diberikan paling lama 1 (satu) tahun atau hanya untuk 1 (satu)
kali kegiatan.
Pasal 41
(1) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), wajib
dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya surat izin.
(2) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diajukan dengan syarat-syarat :
1. surat izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah :
a. fotokopi KTP dari pemohon yang sah dan masih berlaku;
b. surat kuasa yang sah dari pemohon dan bermeterai apabila
permohonan diwakilkan;
c. surat izin pemakaian atau pengusahaan air tanah asli yang akan
berakhir masa berlakunya;
d. hasil analisa kualitas air yang masih berlaku dari laboratorium
rujukan;
e. bukti pembayaran pajak air tanah 1 (satu) tahun terakhir; dan
f. surat pernyataan telah memasang meteran air.
2. SIPPAT :
a. fotokopi KTP dari pemohon yang sah dan masih berlaku;
b. surat kuasa yang sah dari pemohon dan bermeterai apabila
permohonan diwakilkan;
c. SIPPAT asli yang akan berakhir masa berlakunya; dan
d. fotokopi sertifikasi klasifikasi dan sertifikat kualifikasi badan
usaha yang dikeluarkan oleh asosiasi dan telah diregistrasi di
LPJK.
3. SIJB :
a. fotokopi KTP dari pemohon yang sah dan masih berlaku;
b. surat kuasa yang sah dari pemohon dan bermeterai apabila
permohonan diwakilkan;
c. SIJB asli yang akan berakhir masa berlakunya;
d. surat keterangan berbadan sehat dari dokter; dan
e. sertifikasi klasifikasi dan sertifikat kualifikasi badan usaha yang
dikeluarkan keterampilan kerja atau kualifikasi kerja yang telah
mendapat penilaian ulang dari asosiasi dan telah diregistrasi
oleh LPJK.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 41 diatur dengan Peraturan
Bupati.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Pemegang Izin
Pasal 43
(1) Setiap Pemegang Izin Pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dan huruf b, berhak
untuk memperoleh dan menggunakan air tanah sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam izin.
(2) Setiap pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf
b, huruf c dan huruf d, berhak untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam izin dan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 44
(1) Setiap pemegang izin pemakaian air tanah dan pemegang izin
pengusahaan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1),
wajib :
a. menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian
air tanah kepada Bupati;
b. menyampaikan laporan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah
setiap bulan kepada Bupati;
c. memasang meteran air pada setiap sumur produksi untuk
pemakaian atau pengusahaan air tanah; dan
d. setiap pemegang izin pengusahaan air tanah wajib memberikan air
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari batasan debit pemakaian
atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin bagi
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat.
(2) kewajiban memberikan air paling sedikit 10% (sepuluh persen)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, ditempatkan pada lokasi
yang dapat dijangkau oleh masyarakat setempat.
(3) Setiap pemegang SIPPAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1),
huruf c, wajib :
a. melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan teknis;
b. melakukan kegiatan sesuai permohonan; c. menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada Bupati; dan
d. menciptakan rasa aman dan hubungan yang harmonis dengan
lingkungan tempat melakukan kegiatan.
(4) Setiap pemegang SIJB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf d, wajib melaporkan setiap perubahan domisili.
(5) Setiap pemegang izin penggalian/pengeboran air tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf e, wajib :
a. melakukan kegiatan sesuai ketentuan teknis;
b. melakukan kegiatan untuk sesuai permohonan; c. menyampaikan laporan hasil kegiatan kepada Bupati;dan d. menciptakan rasa aman dan membina hubungan yang harmonis
dengan lingkungan tempat melakukan kegiatan.
Pasal 45
Setiap pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dilarang:
a. menyerahkan atau memindahtangankan izin, sebagian atau seluruhnya
kepada pihak lain;
b. menggunakan izin tidak sesuai dengan peruntukannya;
c. melakukan kegiatan selain pada lokasi yang tercantum dalam izin;
d. melakukan kegiatan dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi
kemunculan mata air;
e. mengambil air dari sumur produksi sebelum meteran air; dan
f. mengubah ketentuan teknis sehingga menyimpang dari izin yang
diberikan tanpa mengajukan izin baru.
Bagian Keempat Berakhirnya Izin
Pasal 46
(1) Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah berakhir
karena :
a. habis masa berlakunya dan tidak diajukan perpanjangan;
b. izin dikembalikan; atau
c. izin dicabut.
(2) Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak membebaskan kewajiban
pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
SISTEM INFORMASI AIR TANAH DAN PEMBIAYAAN
Bagian Kesatu
Sistem Informasi Air Tanah
Pasal 47
(1) Bupati menyelenggarakan sistem informasi air tanah untuk mendukung
pengelolaan air tanah.
(2) Informasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi data
dan informasi mengenai :
a. konfigurasi CAT;
b. hidrogeologi;
c. potensi air tanah;
d. konservasi air tanah;
e. pendayagunaan air tanah;
f. kondisi dan lingkungan air tanah;
g. pengendalian dan pengawasan air tanah;
h. kebijakan dan pengaturan di bidang air tanah; dan
i. kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan air
tanah.
(3) Pengelolaan sistem informasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan melalui tahapan:
a. pengambilan dan pengumpulan data;
b. penyimpanan dan pengolahan data;
c. pembaharuan data; dan
d. penerbitan serta penyebarluasan data dan informasi.
Bagian Kedua Pembiayaan
Pasal 48
(1) Pembiayaan pengelolaan air tanah ditetapkan berdasarkan kebutuhan
nyata pengelolaan air tanah.
(2) Jenis pembiayaan pengelolaan air tanah, meliputi:
a. biaya sistem informasi;
b. biaya perencanaan;
c. biaya pelaksanaan konstruksi;
d. biaya operasi dan pemeliharaan; dan
e. biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Biaya sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
merupakan biaya yang dibutuhkan untuk pengambilan dan
pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan, pembaharuan, penerbitan
serta penyebarluasan data dan informasi air tanah.
(4) Biaya perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
merupakan biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan penyusunan kebijakan
teknis, strategi pelaksanaan dan rencana pengelolaan air tanah.
(5) Biaya pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c, merupakan biaya untuk penyediaan sarana dan prasarana pada CAT
dalam kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak
air tanah.
(6) Biaya operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d, merupakan biaya untuk pemeliharaan CAT serta operasi dan
pemeliharaan prasarana pada CAT.
(7) Biaya pemantauan, evaluasi dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf e, merupakan biaya yang dibutuhkan untuk
memantau dan mengevaluasi pengelolaan air tanah serta pembiayaan
untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air tanah.
Pasal 49
(1) Sumber dana untuk membiayai kegiatan pengelolaan air tanah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dapat berupa:
a. anggaran Pemerintah Daerah; dan
b. anggaran swasta.
(2) Anggaran Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, bersumber dari APBD untuk membiayai kegiatan pengelolaan air tanah
pada CAT.
(3) Anggaran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
bersumber dari anggaran swasta atas peran sertanya dalam pengelolaan
air tanah.
BAB VIII
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pasal 50 Bupati melakukan pengendalian atas penggunaan air tanah.
Pasal 51
(1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan air tanah
ditujukan untuk menjamin kesesuaian antara penyelenggaraan
pengelolaan air tanah dengan peraturan perundang-undangan terutama
menyangkut ketentuan administratif dan teknis pengelolaan air tanah.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan terhadap pelaksanaan :
a. konservasi air tanah;
b. pendayagunaan air tanah;
c. pengendalian daya rusak air tanah; dan
d. sistem informasi air tanah.
Pasal 52
(1) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan
pengelolaan air tanah, terutama berkaitan dengan ketentuan dalam izin
pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan terhadap :
a. pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah, pemakaian
dan/atau pengusahaan air tanah;
b. kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan air tanah;
dan
c. pelaksanaan UKL -UPL atau AMDAL.
BAB IX SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 53
(1) Setiap pemegang izin yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (6) huruf a dan huruf b, Pasal 21 ayat (2) dan ayat
(3), Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal
44 dan Pasal 45 akan dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan
c. pencabutan izin.
Pasal 54
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada pemegang izin yang
melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45.
(2) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut
masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.
(3) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah
berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dikenakan sanksi penghentian sementara
seluruh kegiatan.
(4) Sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan untuk jangka waktu 3
(tiga) bulan.
(5) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah
berakhirnya jangka waktu penghentian sementara seluruh kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi pencabutan izin.
Pasal 55
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan Pasal 54, diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 56
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang ESDM sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan Daerah yang diangkat
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dalam melaksanakan tugas penyidikan, berwenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
tentang adanya tindak pidana sumber daya air;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
saksi/tersangka dalam tindak pidana sumber daya air;
d. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan usaha yang
diduga melakukan tindak pidana sumber daya air;
e. melakukan penyitaan/penyegelan alat kegiatan/benda dan/atau
surat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat
bukti;
f. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana ESDM;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan pada saat pemeriksaan berlangsung dan memeriksa
identitas orang, benda/dokumen yang dibawa;
h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk
dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana;
j. membuat dan menandatangani berita acara dan mengirimkannya
kepada Penyidik POLRI; dan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya sebagai
penyidik berada dibawah koordinasi Penyidik POLRI.
BAB XI KETENTUAN PIDANA
Pasal 57
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 45, diancam dengan pidana kurungan paling
lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000.- (lima
puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 58
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka izin yang telah
diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini, masih tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya izin.
BAN XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 59
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah ini, ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejak diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 60
Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Manggarai.
Ditetapkan di Ruteng pada tanggal 10 Mei 2014
BUPATI MANGGARAI, TTD CHRISTIAN ROTOK
Diundangkan di Ruteng pada tanggal 10 Mei 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MANGGARAI, TTD MANSELTUS MITAK
Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, Bour Maximus,SH
Pembina Tingkat I NIP. 19630224 199003 1 006
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2014 NOMOR 03. NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR : 003/2014.
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR 03 TAHUN 2014
TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH
I. UMUM Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah, dan merupakan karunia Tuhan yang
sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu merupakan
kewajiban bagi kita bersama untuk memanfaatkan sumber daya alam
tersebut secara adil dan bijaksana untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945.
Pengambilan air tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan air
minum baik rumah tangga maupun pembangunan semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan kegiatan
pembangunan. Hal tersebut berpotensi menimbulkan berbagai persoalan
yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak dilakukan pengelolaan
secara bijaksana.
Secara teknis air tanah termasuk sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, namun demikian dibutuhkan waktu yang sangat lama.
Pengambilan air tanah yang melampaui kemampuan pengimbuhannya
dapat mengakibatkan terjadinya krisis air tanah, terutama air tanah
dalam.
Pengaturan perizinan air tanah diarahkan untuk menata
penerapan hak guna air dari pemanfaatan air tanah. Pada prinsipnya izin
di bidang air tanah berfungsi sebagai legalisasi atas kepemilikan hak guna
air dari pemanfaatan air tanah sekaligus sebagai alat pengendali dalam
penggunaan air tanah. Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah
sepanjang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perseorangan atau bagi pertanian rakyat berdasarkan persyaratan
tertentu, diperoleh tanpa izin. Hak guna pakai air yang pemanfaatan air
tanahnya dilakukan dengan cara mengebor, menggali air tanah atau
penggunaannya mengubah kondisi dan lingkungan air tanah dan dalam
jumlah besar diperoleh harus dengan izin. Demikian pula dengan hak
guna usaha air dari pemanfaatan air tanah harus diperoleh dengan izin.
Pengaturan sistim informasi air tanah ditujukan untuk
menyimpan, mengolah, menyediakan, dan menyebarluaskan data dan
informasi air tanah dalam upaya mendukung pengelolaan air tanah. Data
dan informasi tersebut diperoleh dari kegiatan inventarisasi, baik melalui
pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi maupun evaluasi data.
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi wewenang dan
tanggungjawab, kegiatan pengelolaan, perizinan, sistim informasi air
tanah dan pembiayaan, pengawasan dan pengendalian.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “pihak lain” instansi atau lembaga, baik
Pemerintah maupun swasta seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Perguruan Tinggi atau badan usaha yang
mempunyai kompetensi dibidang air tanah. Penugasan kepada
pihak lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
ayat (1)
Cukup jelas.
ayat (2)
Cukup jelas.
ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan kebutuhan “pokok sehari-hari”
mencakup keperluan air minum, masak, mandi, cuci, peturasan
dan ibadah.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR 003.
BUPATI MANGGARAI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PERATURAN BUPATI MANGGARAI
NOMOR 13.c TAHUN 2014
TENTANG
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MANGGARAI,
Menimbang : a. bahwa bahwa demi kelancaran pelaksanaan Peraturan
Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 03 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Air Tanah, maka perlu menetapkan
peraturan pelaksanannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai
Nomor 03 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Tanah;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4377);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4859 );
6. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor
13 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rancangan
Penetapan Cekungan Air Tanah (CAT);
7. Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 03 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Air Tanah (Lembaran Daerah
Kabupaten Manggarai Tahun 2014 Nomor 03, Tambahan
Lembaran Kabupaten Manggarai Nomor 003);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH.
Pasal 1
Melaksanakan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 03 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Tanah.
Pasal 2
Memerintahkan Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai untuk mengundangkan Peraturan Daerah dimaksud dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Manggarai.
Pasal 3 Menugaskan Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai untuk mengambil langkah koordinasi dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Manggarai, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Manggarai dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai untuk mengambil langkah operasional dalam rangka kelancaran pelaksanaan Peraturan Daerah dimaksud.
Pasal 4 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Manggarai.
Ditetapkan di Ruteng pada tanggal 10 Mei 2014 BUPATI MANGGARAI, TTD CHRISTIAN ROTOK
Diundangkan di Ruteng pada tanggal 10 Mei 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MANGGARAI, TTD MANSELTUS MITAK Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM, Bour Maximus,SH Pembina Tingkat I NIP. 19630224 199003 1 006 BERITA DAERAH KABUPATEN MANGGARAI TAHUN 2014 NOMOR 13.c