Bunuh diri
-
Upload
wira-afrinaldi -
Category
Documents
-
view
72 -
download
0
description
Transcript of Bunuh diri
PERENCANAAN BUNUH DIRI
Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk
mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga
melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari
gangguan konsep diri : harga diri rendah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien
yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri
hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian, perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri. (Keliat BA. 1991 : 8)
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk
mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,
yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995,
hal. 262).
Bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri
kehidupan. Bantuan dalam melakukan bunuh diri sangat berarti. Misalnya
menyediakan obat atau senjata. Tersedia untuk pasien sesuai dengan tujuan pasien.
Pasien yang secara fisik mampu, akan melakukan kegiatan utuk mengakhiri hidupnya
sendiri. (Taylor, 1997, hal 790).
Bunuh diri adalah menimbulkan kematian sendiri, upaya bunuh diri adalah
sengaja melakukan kegiatan tersebut. Isyarat bunuh diri adalah bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. Ancaman bunuh diri
adalah suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau non
verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunh diri. (Sundeen, 1995, hal 866).
Menurut Maramis, 1992, hal 289 bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan
untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh sesorang
yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.
Seperti halnya yang di lakukan seorang mahasiswi universitas negeri di
Bengkulu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus seusai
menenggak obat gosok panas. Dia melakukan tindakan itu diduga karena gagal ujian
skripsi.
Berdasarkan pantauan di rumah sakit mahasiswi yang melakukan percobaan
bunuh diri ini tampak tergolek lemas di ruang perawatan. Disana tampak orangtuanya
mendampinginya. Menurut berita yang di dapat dari seorang perawat RS,
menyebutkan, mahasiswi itu mencoba bunuh diri dengan menenggak minyak yang
biasa digunakan untuk obat pegal linu.
Kejadian itu diketahui ayahnya beberapa jam kemudian. Ayahnya mendatangi
kamar putrinya dan mendapati putrinya tergeletak lemas sambil mengerang
kepanasan. "Ia menenggak minuman itu diduga karena stres dengan ujian skripsi
yang selalu gagal. Tak kuasa karena perjuangannya selama ini sepertinya sia-sia, ia
kecewa”.
Menurut saya kejadian itu terjadi bisa bukan lantaran masalah ujian sekripsi
gagal tapi bisa saja terjadi dikarenakan permasalahan di dalam sebuah keluarga sertas
depresi karena faktor-faktor lain. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
pendidikan tinggi yang berkualitas ditandai oleh kemampuan lulusan untuk
memenuhi kebutuhan pasar kerja, menciptakan lapangan kerja baru, atau
mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan
global. Lulusan perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menguasai ilmu
pengetahuan, teknologi atau seni pada bidang tertentu, tetapi juga menguasai
ketrampilan tambahan seperti, kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan
berpikir logis, kemampuan belajar, dan lain-lain, atau sering disebut sebagai soft
skills. Dengan kata lain lulusan perguruan tinggi di Indonesia diharapkan menjadi
pribadi yang memiliki kualitas penguasaan IPTEK yang tinggi dan didukung oleh
jiwa kepemimpinan, akhlak mulia, dan watak demokratis, sehingga mampu
menghadapi tantangan dan persaingan antar bangsa.
Cita-cita mulia itu terlihat kontras dengan situasi kehidupan mahasiswa
dewasa ini. Survei yang dilakukan oleh Widianingrum (2012) terhadap 221
mahasiswa yang direkrut secara acak menunjukkan bahwa satu dari empat mahasiswa
mengalami tingkat stress sedang, sementara hampir 4 % menunjukkan tingkat
burnout yang tinggi. Sebanyak 12 % dari 217 responden mahasiswa dalam penelitian
Anisah (2012) menunjukkan gejala kecemasan yang cukup tinggi, dan sekitar 40 %
dari 194 responden mahasiswa dalam penelitian Pratiwi (2012) menunjukkan gejala-
gejala depresi. Temuan penelitian-penelitian lapangan ini sejalan dengan data yang
pada layanan konsultasi psikologi di Gadjah Mada Medical Center (GMC). Menurut
analisis yang dilakukan oleh Utami (2011), klien-klien yang dilayani di GMC
sebagian besar menunjukkan masalah-masalah terkait dengan perasaan kurang
bersemangat, tertekan, gangguan konsentrasi, perasaan bingung, kesulitan tidur, putus
asa, dan dorongan mengakhiri hidup, bahkan pada beberapa kasus telah terjadi
percobaan bunuh diri oleh mahasiswa. Beberapa kasus tindak bunuh diri oleh
mahasiswa sempat terlaporkan di media massa, seperti yang terjadi di Makassar dan
di Jakarta pada sekitar bulan September 2011. Namun dapat diyakini bahwa yang
terungkap di dalam media massa hanyalah sebagian kecil dari luasnya masalah-
masalah kesehatan mental mahasiswa kita.
Bila dicermati secara mendalam, masalah-masalah kesehatan mental pada
mahasiswa bersumber pada aspek akademis maupun non-akademis, dan dari faktor
internal maupun eksternal mahasiswa. Masalah-masalah akademis terutama
disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan studi,
misalnya akibat salah memilih jurusan, metode pembelajaran yang berbeda dengan
SMA, cara dosen mengajar, tugas perkuliahan, masalah-masalah dalam pengerjaan
skripsi, dan kehawatiran terhadap karier dan masa depan. Permasalahan non-
akademis terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami mahasiswa sehari-hari
seperti permasalahan yang terkait engan keluarga, misalnya karena tinggal terpisah
dari keluarga, kondisi keuangan keluarga, riwayat pola pengasuhan asuh dari
orangtua, perbedaan prinsip dengan orang tua. Selain itu masalah-masalah yang
bersumber dari kehidupan di pondokan, hubungan perteman dengan latar belakang
sosial dan budaya yang berbeda, kesulitan adaptasi umum, masalah dalam hubungan
lawan jenis, serta masalah di dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan sering
merupakan sumber permasalahan yang serius bagi mahasiswa.
Masalah-masalah psikologis dalam proses belajar di perguruan tinggi
merupakan sesuatu yang tidak dapat sepenuhnya dihindari. Untuk itu diperlukan
komitmen dari Perguruan Tinggi untuk menyediakan sarana pendukung untuk
menekan sebanyak mungkin dampak negatifnya, dan bahkan untuk meningkatkan
kemampuan pribadi mahasiswa untuk menghadapi tantangan dan beban dalam proses
belajar tersebut. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah memiliki sarana
pendukung yang memadai untuk menangani masalah, dan mengembangkan potensi,
kesehatan mental mahasiswa. Sarana pendukung tersebut diantaranya berbentuk
sebuah Badan Konsultasi Mahasiswa atau Unit Konsultasi Psikologi. Di luar sarana
konsultasi psikologi, Perguruan Tinggi juga perlu menerapkan kebijakan-kebijakan di
sektor akademis dan non-akademis yang kondusif terhadap pengembangan kesehatan
mental dan karakter mahasiswa.
Komitmen terhadap pembangunan kesehatan mental dan karakter mahasiswa
perlu dilandasi oleh pemahaman yang mendalam tentang aspek-aspek akademis
maupun praktis dari kebijakan kemahasiswaan. Menciptakan sarana bertukar
pemikiran dan pengalaman di bidang program-program kemahasiswaan. Melalui
sarana bertukar pemikiran interaktif mahasiswa akan mendapatkan kesempatan untuk
menerapkan wawasan akademis dan praktis tersebut dalam situasi kemahasiswaan
yang dihadapi di tempat kerjanya.
Kasus Bunuh diri atau percobaan bunuh bisa juga diri karena himpitan faktor
sosio-ekonomi menjadi berita yang sering kita dengar atau lihat. Namun,
bagaimanakah prevalensi bunuh diri di negara lain, terutama di negara maju? Mari
kita bandingkan dengan survei mengenai bunuh diri di Amerika Serikat. ScienceDaily
(Ag. 19, 2008). Lebih dari setengah populasi mahasiswa berjumlah 26.000 dari 70
perguruan tinggi Amerika Serikat yang menyelesaikan survei mengenai pengalaman
bunuh diri, telah melaporkan bahwa mereka pernah memikirkan untuk bunuh diri,
paling tidak sekali dalam hidup mereka. Lebih jauh, 15 persen dari mahasiswa yang
disurvei telah memikirkan secara serius untuk bunuh diri, dan lebih dari 5 persen
pernah melakukan percobaan bunuh diri paling tidak sekali dalam hidup mereka.
Dalam sebuah presentasi pada Konvensi tahunan asosiasi psikologi amerika
ke 116, psikologis David J Drum dan asisten autor dari Universitas Texas di Austin
melaporkan penemuan mereka, yang diambil dari survei berbasis web yang dilakukan
oleh konsorsium riset nasional bimbingan penyuluhan pada perguruan tinggi. Survei
tersebut dilakukan pada musim semi tahun 2006 dan telah berhasil dikumpulkan
berbagai pemikiran dan tingkah laku yang berkaitan dengan bunuh diri diantara
mahasiswa. Survei tersebut direview oleh direktur bimbingan penyuluhan kampus
yang berpartisipasi, juga oleh dua orang pakar psikologi bunuh diri.
Enam persen dari mahasiswa S1 dan 4 persen dari mahasiswa S2 dilaporkan
secara serius mempertimbangkan bunuh diri dalam rentang waktu 12 bulan sebelum
menjawab survei. Oleh karena itu, para peneliti menemukan, bahwa pada perguruan
tinggi dengan rata-rata mahasiswa S1 berjumlah 18.000, sebanyak 1.080 mahasiswa
akan secara serius memikirkan untuk bunuh diri paling tidak sekali dalam setahun.
Sekitar dua pertiga dari mereka yang memikirkan untuk bunuh diri akan
melakukannya lebih dari sekali dalam periode 12 bulan.
Mayoritas mahasiswa menjelaskan episode tipikal pemikiran bunuh diri
sebagai sesuatu yang intens dan singkat, dengan lebih dari setengah episode tersebut
hanya berlangsung sehari atau lebih sebentar. Peneliti menemukan, bahwa untuk
berbagai alasan, lebih dari setengah mahasiswa yang mengalami krisis bunuh diri
tidak mencari pertolongan profesional atau memberitahu siapapun mengenai
pemikiran mereka.
Peneliti menggunakan sampel terpisah dari mahasiswa S1 dan S2. Ukuran
perguruan tinggi terentang dari 820 sampai 58.156 mahasiswa, dengan rata-rata
17.752. Bagi 15.010 mahasiswa S1, 62 adalah perempuan dan 38 persen adalah pria.
79 persen adalah kulit putih, dan 21 persen non kulit putih. 95 persen
mengidentifikasi diri mereka sebagai heteroseksual dan 5 persen adalah biseksual,
gay, atau tidak memutuskan sama sekali. Umur rata-rata adalah 22. Bagi 11.441
mahasiswa S2, 60 persen adalah perempuan dan 40 persen adalah pria. 72 persen
adalah kulit putih dan 28 persen adalah non kulit putih. 94 perseb adalah
heteroseksual dan 6 persen adalah biseksual, gay, atau tidak memutuskan sama sekali.
Umur rata-rata adalah 30.
Baik mahasiswa S1 dan S2 memberikan alasan berikut sebagai landasan
pemikiran bunuh diri mereka, dalam urutan:
(1) Menginginkan untuk menghilangkan sakit secara fisis dan emosional
(2) Masalah dengan hubungan cinta
(3) Hasrat untuk mengakhiri hidup mereka
(4) Masalah dengan sekolah atau akademis
Sebanyak 14 persen dari mahasiswa S1 dan 8 persen dari mahasiswa S2 yang
secara serius mempertimbangkan untuk bunuh diri dalam 12 bulan sebelumnya,
akhirnya melakukan upaya bunuh diri. 19 persen dari mahasiswa S1 dan 28 persen
dari mahasiswa S2 yang mencoba bunuh dri memerlukan pertolongan medis.
Setengah dari yang mencoba meminum obat dalam dosis berlebih sebagai metode
mereka, demikian kata pengarang.
Dari survei tersebut, pengarang menemukan bahwa pemikiran bunuh diri
sering terjadi karena depresi, masalah makan, atau pelecehan. Mereka juga
menemukan bahwa bergantung secara penuh pada model perawatan yang ada, dimana
mengidentifikasi dan menolong mahasiswa yang sedang dalam krisis, ternyata tidak
cukup untuk mengatasi perilaku bunuh diri pada mahasiswa.
Pengarang menganjurkan beberapa model untuk mengatasi masalah tendensi bunuh
diri pada mahasiswa.
Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama.hal ini amat penting
karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk
akibatnya bagi suatu masyarakat,bangsa dan negara yang sedang membangun. Orang
yang mengalami depresi adalah orang yang amat menderita. Depresi adalah penyebab
utama tindakan bunuh diri.(Hawari,2001,hal.85)
Bunuh diri merupakan masalah yang sering terjadi di dunia yang sangat
mengancam sejak tahun 1958 dari 100.000 penduduk jepang 25 orang diantaranya
meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk Negara Austria,Denmark,inggris,rata-
rata 23 orang. Urutan pertama diduduki jerman dengan angka 37 orang per 100.000
penduduk. Di amerika tiap 24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap
tahunnya 30.000 orang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang
sebenarnya adalah 10 kali lebih besar dari angka tersebut,tetapi cepat tertolong kini
yang menghawatirkan trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-
anak dan remaja.(Yosep,2009,hal.128)
Orang terdekat hendaknya memberikan saran, motivasi bahkan cara yang
dapat meminimalkan dan bahkan mencegah terjadinya bunuh diri pada klien sehingga
klien dapat menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situsai yang benar dan
positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan
aktivitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko
bunuh diri klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab
itulah peran dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada
timbulnya resiko bunuh diri yang dilakukan oleh klien.
Menurut Yosef, 2010, hal 276-277, depresi disebabkan oleh banyak faktor
antara lain : faktor heriditer dan genitik, faktor konstitusi, faktor kepribadian
pramoebid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam
tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Pada keluarga yang salah satu
orang tuanya mengalami depresi akan berpeluang 10-15 % untuk memiliki anak yang
akan menderita depresi dikemudian hari.
Ciri ciri orang yang mudah mengalami depresi
a. Mereka sukar merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan khawatir, irritable,
tegang dan agitatif.
b. Mereka kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah dan lebih senang
berdamai untuk menghindari konflik dan kinfrontasi, merasa gagal dalam usaha atau
sekolah, lamban, lemah, lesu atau sering mengeluh sakit ini dan itu.
c. Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih suka
menyisih, sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu, menjaga jarak
dan menghindari keterlibatan dengan orang lain.
d. Suka mencela, mengkritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan
mekanisme pertahanan penyangkalan.
Selaian itu menurut Yusuf, 2010, hal 277 adapun Tanda dan gejala,
berdasarkan data subyektif bahwa klien tidak mampu mengutarakan pendapat dan
malas bicara. Sering mengemukakan keluhan somatik seperti : nyeri abdomen dan
dada, anoreksia, sakit punggung, pusing. Merasa dirinya sudah tidak bergunja lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa.
Sedangkan berdasarkan data objektif menunjukkan bahwa gerak tubuh klien
terhambat, pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.
Menurut Hidayat, 2008, hal 277, depresi ditandai dengan gejala sebagai
berikut :
a. Kemurungan, kesedihan, kelesuhan, kehilangan gaya hidup, tidak ada semangat
dan merasa tidak berdaya.
b. Merasa bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa.
c. Nafsu makan dan berat badan menurun.
d. Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi-mimpi yang
tidak menyenangkan, misalnya memimpikan orang yang telah meninggal.
e. daya ingat menurun.
f. Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlambatan gerak motorik).
g. Hilang perasaan senang, semangat dan minat meninggalkan hobby.
h. Kreatifitas dan produktifitas menurun.
i. Gangguan hubungan seksual (libido menurun).
j. Timbunya pikiran-pikiran tentang kematian dan bunuh diri.
Menurut Isaacs, 2004, hal 121, depresi terbagi menjadi 3 yaitu terdiri dari :
a. Unipolar
Adalah gangguan mood hanya depresi tanpa mania.
b. Bipolar
Gangguan mood dimana gejala-gejala mania telah terjadi paling sedikt satu kali;
dapat terjadi satu episode depresi, dapat juga tidak.
c. Gangguan depresi mayor
Dicirikan dengan sedikitnya 2 minggu depresi mood atau kehilangan minat terhadap
kesenangan dan aktivitas.
Menurut Cass, 1998, hal 87, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 1dari
5 orang, pernah mengalami depresi dalam kehidupannya. Selanjutnya ditemukan
bahwa 5%-15% dari pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahun.
Sehingga dapat ditemukan bahwa penyebab utama orang yang beresiko bunuh diri
adalah orang yang tidak dapat mengatasi depresi yang telah ia alami.
Dengan berfokus pada pemikiran bunuh diri dan perilaku sebagai masalah,
daripada memperhatikan hanya mahasiswa yang berada dalam krisis, intervensi dapat
diberikan pada banyak titik, demikian kata mereka. Lebih jauh, informasi dari survei
dapat menolong untuk mencocokkan mahasiswa yang sedang dalam risiko atau yang
telah memngalami pemikiran bunuh diri dan perilaku terkait dengan perawatan yang
cocok. Hal ini akan mengurangi kemungkinan mereka mengubah pemikiran tersebut
kepada tindakan percobaan, demikian kata mereka.
Dengan meningkatnya stres pada mahasiswa dan berkurangnya sumber daya
untuk mengatasi konsekuensi tersebut, pencegahan bunuh diri memerlukan berbagai
seksi dari personel kampus-adiminstrator, pemimpin mahasiswa, penasihat, dosen,
mahasiswa, dan konselor-tidak hanya melibatkan mahasiswa tersebut dan beberapa
psikolog saja. ‘Ini akan mengurangi presentasi dari mahasiswa yang terlibat pada
pemikiran bunuh diri, atau yang akan melakukan tindakan untuk itu.
Adapun penyebab terjadinya perilaku bunuh diri menurut Cook dan Fontaine
(1987) dalam buku Keliat AB (1991 : 6-7), menerangkan penyebab bunuh diri dari
masing-masing golongan umur :
Penyebab bunuh diri pada anak
1) Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
2) Situasi keluarga yang kacau
3) Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
4) Gagal sekolah
5) Takut atau dihina di sekolah
6) Kehilangan orang yang dicintai
7) Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja
1) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
2) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
3) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
4) Perasaan tidak dimengerti orang lain
5) Kehilangan orang yang dicintai
6) Keadaan fisik
7) Masalah orang tua
8) Masalah seksual
9) Depresi
(Khaidirmuhaj, 2008)
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa
1) Self ideal terlalu tinggi
2) Cemas akan tugas akademik yang banyak
3) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang
tua.
4) Kompetisis untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut
1) Perubahan status dari mandiri ke tergantung
2) Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
3) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
4) Kesepian dan isolasi social
5) Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
6) Sumber hidup berkurang.
Adapun beberapa factor lain Penyebab perilaku bunuh diri dapat
dikategorikan sebagai berikut :
a. Factor genetic
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor
yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan
peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan
bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri
ketimbang dalam garis keluarga lainya
Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.
miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat
syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter
yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin,
mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku
Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan
kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta
meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa
dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri
b. Factor keperibadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi
untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai
soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai
orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh,
dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka
adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya
menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian
kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan
melaksanakannya untuknya (Doman Lum).
Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa
mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang
lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak
dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan
kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah
kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah
seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta,
penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor
pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan
bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin
ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama
sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa
tertentu.
c. Factor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan
sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang
menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat
mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri
sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor tertentu juga.
d. Factor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor
seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam
pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang
ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi.
Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus
menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang
membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan.
Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari
permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
e. Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang
melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika
menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa
bekerja dengan baik.
Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,
gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian
di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri
yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para
peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis
menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per
100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi
650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun,
sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan
berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.
Menurut Keliat, 2009, hal. 180, Tahapan bunuh diri terdapat tiga macam
perilaku bunuh diri, yakni sebagai berikut;
a. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “tolong jaga anak-anak saya karena saya
akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya,
tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa, atau tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk
mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan
ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri
untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri
dari tempat yang tinggi.
Menurut Yosep, 2010, hal 139, ada beberapa jenis – jenis dari bunuh diri yaitu ;
a. Anomik
Bunuh diri yang diakibatkan factor stress dan juga akibat tekanan ekonomi.
Factor lingkungan yang penuh tekanan (stress full) seperti saat ini, tampaknya
berperan dalam mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan terjadinya bunuh
diri anomik ini tidak bisa diprediksikan.
b. Altruistic
Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang, kemungkinan
bunuh diri bisa timbul karena gagal dalam melakukan suatu pekerjaan, ataupun
karena kejadian-kejadian lain yang berpengaruh pada kehormatan seseorang.
c. Egoistic
Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat walaupun termasuk
jenis yang mudah di prediksi, perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian
serta respon seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta
perhatian untuk eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.
Respons protektif-diri dan perilaku bunuh diri seperti perilaku destruktif-diri
yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian.
Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau tidak langsung. Perilaku
destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah
kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama
perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi setiap
aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada
kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat
perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku ini
biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri.Rentang respons protektif-diri
mempunyai peningkatan diri sebagai respons paling adaptif, sedangkan perilaku
destruktif-diri tidak langsung, pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respons
mal adaptif. (Stuart, 2006, hal 227)
Beberapa tips untuk mencegah tindakan bunuh diri.
a) Ceritakan masalah anda kepada sahabat, anggota keluarga atau orang yang
anda anggap dapat menolong anda seperti psikiater atau psikolog klinis.
b) Jauhkan diri anda dari hal atau benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri.
Misalnya bila anda berpikir bunuh diri menggunakan obat dengan dosis
berlebihan, maka serahkanlah obat tersebut kepada keluarga dan biarlah
mereka yang memberikannya kepada anda setiap hari.
c) Jauhkan benda atau senjata yang dapat membahayakan anda.
d) Jauhi penggunaan alkohol atau NAPZA lainnya.
e) Tetapkan tujuan hidup anda secara realistik dan kerjakan secara bertahap.
f) Tuliskan rencana kerja anda setiap hari dan bekerjalah sesuai dengan rencana
tersebut.
g) Tetapkan prioritas yang perlu didahulukan. Dengan menuliskan rencana kerja,
anda akan merasa dapat memprediksi dan mengendalikannya.
h) Sediakan waktu untuk beribadah dan menikmati hobi anda, misalnya
mendengarkan atau bermain musik, latihan relaksasi atau meditasi, membaca
majalah kesayangan anda, permainan, mengerjakan pekerjaan tangan,
menonton televisi, berkebun, memelihara binatang, berjalan-jalan.
i) Perhatikan kesehatan anda: makan dengan gizi berimbang, istirahat dan tidur
yang cukup, serta olah raga secara teratur.
j) Bersosialisasi dan berbincang-bincang dengan orang sekitar anda.
k) Makan obat sesuai petunjuk dokter.