Bunuh diri

41
PERENCANAAN BUNUH DIRI Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Perilaku bunuh diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari gangguan konsep diri : harga diri rendah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian, perlukaan atau nyeri pada diri sendiri. (Keliat BA. 1991 : 8)

description

bunuh diri adalah salah satu perbuatan tercela

Transcript of Bunuh diri

Page 1: Bunuh diri

PERENCANAAN BUNUH DIRI

Bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan disengaja untuk

mengakhiri kehidupan. Individu secara sadar berkeinginan untuk mati sehingga

melakukan tindakan-tindakan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Perilaku bunuh

diri disebabkan karena individu mempunyai koping tidak adaptif akibat dari

gangguan konsep diri : harga diri rendah. Resiko yang mungkin terjadi pada klien

yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dengan tujuan mengakhiri

hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk

melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian, perlukaan atau nyeri pada diri

sendiri. (Keliat BA. 1991 : 8)

Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk

mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya untuk

mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal,

yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri. (Clinton, 1995,

hal. 262).

Bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri

kehidupan. Bantuan dalam melakukan bunuh diri sangat berarti. Misalnya

menyediakan obat atau senjata. Tersedia untuk pasien sesuai dengan tujuan pasien.

Page 2: Bunuh diri

Pasien yang secara fisik mampu, akan melakukan kegiatan utuk mengakhiri hidupnya

sendiri. (Taylor, 1997, hal 790).

Bunuh diri adalah menimbulkan kematian sendiri, upaya bunuh diri adalah

sengaja melakukan kegiatan tersebut. Isyarat bunuh diri adalah bunuh diri yang

direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. Ancaman bunuh diri

adalah suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung, verbal atau non

verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunh diri. (Sundeen, 1995, hal 866).

Menurut Maramis, 1992, hal 289 bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan

untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan sengaja dilakukan oleh sesorang

yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat.

Seperti halnya yang di lakukan seorang mahasiswi universitas negeri di

Bengkulu dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus seusai

menenggak obat gosok panas. Dia melakukan tindakan itu diduga karena gagal ujian

skripsi.

Berdasarkan pantauan di rumah sakit mahasiswi yang melakukan percobaan

bunuh diri ini tampak tergolek lemas di ruang perawatan. Disana tampak orangtuanya

mendampinginya. Menurut berita yang di dapat dari seorang perawat RS,

Page 3: Bunuh diri

menyebutkan, mahasiswi itu mencoba bunuh diri dengan menenggak minyak yang

biasa digunakan untuk obat pegal linu.

Kejadian itu diketahui ayahnya beberapa jam kemudian. Ayahnya mendatangi

kamar putrinya dan mendapati putrinya tergeletak lemas sambil mengerang

kepanasan. "Ia menenggak minuman itu diduga karena stres dengan ujian skripsi

yang selalu gagal. Tak kuasa karena perjuangannya selama ini sepertinya sia-sia, ia

kecewa”.

Menurut saya kejadian itu terjadi bisa bukan lantaran masalah ujian sekripsi

gagal tapi bisa saja terjadi dikarenakan permasalahan di dalam sebuah keluarga sertas

depresi karena faktor-faktor lain. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

pendidikan tinggi yang berkualitas ditandai oleh kemampuan lulusan untuk

memenuhi kebutuhan pasar kerja, menciptakan lapangan kerja baru, atau

mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan pengetahuan

global. Lulusan perguruan tinggi diharapkan tidak hanya menguasai ilmu

pengetahuan, teknologi atau seni pada bidang tertentu, tetapi juga menguasai

ketrampilan tambahan seperti, kemampuan berkomunikasi secara efektif, kemampuan

berpikir logis, kemampuan belajar, dan lain-lain, atau sering disebut sebagai soft

skills. Dengan kata lain lulusan perguruan tinggi di Indonesia diharapkan menjadi

Page 4: Bunuh diri

pribadi yang memiliki kualitas penguasaan IPTEK yang tinggi dan didukung oleh

jiwa kepemimpinan, akhlak mulia, dan watak demokratis, sehingga mampu

menghadapi tantangan dan persaingan antar bangsa.

Cita-cita mulia itu terlihat kontras dengan situasi kehidupan mahasiswa

dewasa ini. Survei yang dilakukan oleh Widianingrum (2012) terhadap 221

mahasiswa yang direkrut secara acak menunjukkan bahwa satu dari empat mahasiswa

mengalami tingkat stress sedang, sementara hampir 4 % menunjukkan tingkat

burnout yang tinggi. Sebanyak 12 % dari 217 responden mahasiswa dalam penelitian

Anisah (2012) menunjukkan gejala kecemasan yang cukup tinggi, dan sekitar 40 %

dari 194 responden mahasiswa dalam penelitian Pratiwi (2012) menunjukkan gejala-

gejala depresi. Temuan penelitian-penelitian lapangan ini sejalan dengan data yang

pada layanan konsultasi psikologi di Gadjah Mada Medical Center (GMC). Menurut

analisis yang dilakukan oleh Utami (2011), klien-klien yang dilayani di GMC

sebagian besar menunjukkan masalah-masalah terkait dengan perasaan kurang

bersemangat, tertekan, gangguan konsentrasi, perasaan bingung, kesulitan tidur, putus

asa, dan dorongan mengakhiri hidup, bahkan pada beberapa kasus telah terjadi

percobaan bunuh diri oleh mahasiswa. Beberapa kasus tindak bunuh diri oleh

mahasiswa sempat terlaporkan di media massa, seperti yang terjadi di Makassar dan

Page 5: Bunuh diri

di Jakarta pada sekitar bulan September 2011. Namun dapat diyakini bahwa yang

terungkap di dalam media massa hanyalah sebagian kecil dari luasnya masalah-

masalah kesehatan mental mahasiswa kita.

Bila dicermati secara mendalam, masalah-masalah kesehatan mental pada

mahasiswa bersumber pada aspek akademis maupun non-akademis, dan dari faktor

internal maupun eksternal mahasiswa. Masalah-masalah akademis terutama

disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan studi,

misalnya akibat salah memilih jurusan, metode pembelajaran yang berbeda dengan

SMA, cara dosen mengajar, tugas perkuliahan, masalah-masalah dalam pengerjaan

skripsi, dan kehawatiran terhadap karier dan masa depan. Permasalahan non-

akademis terutama berasal dari tekanan sosial yang dialami mahasiswa sehari-hari

seperti permasalahan yang terkait engan keluarga, misalnya karena tinggal terpisah

dari keluarga, kondisi keuangan keluarga, riwayat pola pengasuhan asuh dari

orangtua, perbedaan prinsip dengan orang tua. Selain itu masalah-masalah yang

bersumber dari kehidupan di pondokan, hubungan perteman dengan latar belakang

sosial dan budaya yang berbeda, kesulitan adaptasi umum, masalah dalam hubungan

lawan jenis, serta masalah di dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan sering

merupakan sumber permasalahan yang serius bagi mahasiswa.

Page 6: Bunuh diri

Masalah-masalah psikologis dalam proses belajar di perguruan tinggi

merupakan sesuatu yang tidak dapat sepenuhnya dihindari. Untuk itu diperlukan

komitmen dari Perguruan Tinggi untuk menyediakan sarana pendukung untuk

menekan sebanyak mungkin dampak negatifnya, dan bahkan untuk meningkatkan

kemampuan pribadi mahasiswa untuk menghadapi tantangan dan beban dalam proses

belajar tersebut. Beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah memiliki sarana

pendukung yang memadai untuk menangani masalah, dan mengembangkan potensi,

kesehatan mental mahasiswa. Sarana pendukung tersebut diantaranya berbentuk

sebuah Badan Konsultasi Mahasiswa atau Unit Konsultasi Psikologi. Di luar sarana

konsultasi psikologi, Perguruan Tinggi juga perlu menerapkan kebijakan-kebijakan di

sektor akademis dan non-akademis yang kondusif terhadap pengembangan kesehatan

mental dan karakter mahasiswa.

Komitmen terhadap pembangunan kesehatan mental dan karakter mahasiswa

perlu dilandasi oleh pemahaman yang mendalam tentang aspek-aspek akademis

maupun praktis dari kebijakan kemahasiswaan. Menciptakan sarana bertukar

pemikiran dan pengalaman di bidang program-program kemahasiswaan. Melalui

sarana bertukar pemikiran interaktif mahasiswa akan mendapatkan kesempatan untuk

Page 7: Bunuh diri

menerapkan wawasan akademis dan praktis tersebut dalam situasi kemahasiswaan

yang dihadapi di tempat kerjanya.

Kasus Bunuh diri atau percobaan bunuh bisa juga diri karena himpitan faktor

sosio-ekonomi menjadi berita yang sering kita dengar atau lihat. Namun,

bagaimanakah prevalensi bunuh diri di negara lain, terutama di negara maju? Mari

kita bandingkan dengan survei mengenai bunuh diri di Amerika Serikat. ScienceDaily

(Ag. 19, 2008). Lebih dari setengah populasi mahasiswa berjumlah 26.000 dari 70

perguruan tinggi Amerika Serikat yang menyelesaikan survei mengenai pengalaman

bunuh diri, telah melaporkan bahwa mereka pernah memikirkan untuk bunuh diri,

paling tidak sekali dalam hidup mereka. Lebih jauh, 15 persen dari mahasiswa yang

disurvei telah memikirkan secara serius untuk bunuh diri, dan lebih dari 5 persen

pernah melakukan percobaan bunuh diri paling tidak sekali dalam hidup mereka.

Dalam sebuah presentasi pada Konvensi tahunan asosiasi psikologi amerika

ke 116, psikologis David J Drum dan asisten autor dari Universitas Texas di Austin

melaporkan penemuan mereka, yang diambil dari survei berbasis web yang dilakukan

oleh konsorsium riset nasional bimbingan penyuluhan pada perguruan tinggi. Survei

tersebut dilakukan pada musim semi tahun 2006 dan telah berhasil dikumpulkan

berbagai pemikiran dan tingkah laku yang berkaitan dengan bunuh diri diantara

Page 8: Bunuh diri

mahasiswa. Survei tersebut direview oleh direktur bimbingan penyuluhan kampus

yang berpartisipasi, juga oleh dua orang pakar psikologi bunuh diri.

Enam persen dari mahasiswa S1 dan 4 persen dari mahasiswa S2 dilaporkan

secara serius mempertimbangkan bunuh diri dalam rentang waktu 12 bulan sebelum

menjawab survei. Oleh karena itu, para peneliti menemukan, bahwa pada perguruan

tinggi dengan rata-rata mahasiswa S1 berjumlah 18.000, sebanyak 1.080 mahasiswa

akan secara serius memikirkan untuk bunuh diri paling tidak sekali dalam setahun.

Sekitar dua pertiga dari mereka yang memikirkan untuk bunuh diri akan

melakukannya lebih dari sekali dalam periode 12 bulan.

Mayoritas mahasiswa menjelaskan episode tipikal pemikiran bunuh diri

sebagai sesuatu yang intens dan singkat, dengan lebih dari setengah episode tersebut

hanya berlangsung sehari atau lebih sebentar. Peneliti menemukan, bahwa untuk

berbagai alasan, lebih dari setengah mahasiswa yang mengalami krisis bunuh diri

tidak mencari pertolongan profesional atau memberitahu siapapun mengenai

pemikiran mereka.

Peneliti menggunakan sampel terpisah dari mahasiswa S1 dan S2. Ukuran

perguruan tinggi terentang dari 820 sampai 58.156 mahasiswa, dengan rata-rata

17.752. Bagi 15.010 mahasiswa S1, 62 adalah perempuan dan 38 persen adalah pria.

Page 9: Bunuh diri

79 persen adalah kulit putih, dan 21 persen non kulit putih. 95 persen

mengidentifikasi diri mereka sebagai heteroseksual dan 5 persen adalah biseksual,

gay, atau tidak memutuskan sama sekali. Umur rata-rata adalah 22. Bagi 11.441

mahasiswa S2, 60 persen adalah perempuan dan 40 persen adalah pria. 72 persen

adalah kulit putih dan 28 persen adalah non kulit putih. 94 perseb adalah

heteroseksual dan 6 persen adalah biseksual, gay, atau tidak memutuskan sama sekali.

Umur rata-rata adalah 30.

Baik mahasiswa S1 dan S2 memberikan alasan berikut sebagai landasan

pemikiran bunuh diri mereka, dalam urutan:

(1) Menginginkan untuk menghilangkan sakit secara fisis dan emosional

(2) Masalah dengan hubungan cinta

(3) Hasrat untuk mengakhiri hidup mereka

(4) Masalah dengan sekolah atau akademis

Sebanyak 14 persen dari mahasiswa S1 dan 8 persen dari mahasiswa S2 yang

secara serius mempertimbangkan untuk bunuh diri dalam 12 bulan sebelumnya,

akhirnya melakukan upaya bunuh diri. 19 persen dari mahasiswa S1 dan 28 persen

dari mahasiswa S2 yang mencoba bunuh dri memerlukan pertolongan medis.

Page 10: Bunuh diri

Setengah dari yang mencoba meminum obat dalam dosis berlebih sebagai metode

mereka, demikian kata pengarang.

Dari survei tersebut, pengarang menemukan bahwa pemikiran bunuh diri

sering terjadi karena depresi, masalah makan, atau pelecehan. Mereka juga

menemukan bahwa bergantung secara penuh pada model perawatan yang ada, dimana

mengidentifikasi dan menolong mahasiswa yang sedang dalam krisis, ternyata tidak

cukup untuk mengatasi perilaku bunuh diri pada mahasiswa.

Pengarang menganjurkan beberapa model untuk mengatasi masalah tendensi bunuh

diri pada mahasiswa.

Depresi merupakan masalah kesehatan jiwa yang utama.hal ini amat penting

karena orang dengan depresi produktivitasnya akan menurun dan ini amat buruk

akibatnya bagi suatu masyarakat,bangsa dan negara yang sedang membangun. Orang

yang mengalami depresi adalah orang yang amat menderita. Depresi adalah penyebab

utama tindakan bunuh diri.(Hawari,2001,hal.85)

Bunuh diri merupakan masalah yang sering terjadi di dunia yang sangat

mengancam sejak tahun 1958 dari 100.000 penduduk jepang 25 orang diantaranya

meninggal akibat bunuh diri. Sedangkan untuk Negara Austria,Denmark,inggris,rata-

rata 23 orang. Urutan pertama diduduki jerman dengan angka 37 orang per 100.000

Page 11: Bunuh diri

penduduk. Di amerika tiap 24 menit seorang meninggal akibat bunuh diri dan setiap

tahunnya 30.000 orang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah usaha bunuh diri yang

sebenarnya adalah 10 kali lebih besar dari angka tersebut,tetapi cepat tertolong kini

yang menghawatirkan trend bunuh diri mulai tampak meningkat terjadi pada anak-

anak dan remaja.(Yosep,2009,hal.128)

Orang terdekat hendaknya memberikan saran, motivasi bahkan cara yang

dapat meminimalkan dan bahkan mencegah terjadinya bunuh diri pada klien sehingga

klien dapat menyalurkan kemarahannya pada tempat dan situsai yang benar dan

positif sehingga tidak membahayakan pasien sendiri. Perawat juga bisa memberikan

aktivitas ataupun kegiatan yang dapat mengurangi dari tingkat depresi dan resiko

bunuh diri klien sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Oleh sebab

itulah peran dari setiap aspek dan orang terdekat klien sangat berpengaruh pada

timbulnya resiko bunuh diri yang dilakukan oleh klien.

Menurut Yosef, 2010, hal 276-277, depresi disebabkan oleh banyak faktor

antara lain : faktor heriditer dan genitik, faktor konstitusi, faktor kepribadian

pramoebid, faktor fisik, faktor psikobiologi, faktor neurologik, faktor biokimia dalam

tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Pada keluarga yang salah satu

Page 12: Bunuh diri

orang tuanya mengalami depresi akan berpeluang 10-15 % untuk memiliki anak yang

akan menderita depresi dikemudian hari.

Ciri ciri orang yang mudah mengalami depresi

a.       Mereka sukar merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan khawatir, irritable,

tegang dan agitatif.

b.      Mereka kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah dan lebih senang

berdamai untuk menghindari konflik dan kinfrontasi, merasa gagal dalam usaha atau

sekolah, lamban, lemah, lesu atau sering mengeluh sakit ini dan itu.

c.       Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih suka

menyisih, sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu, menjaga jarak

dan menghindari keterlibatan dengan orang lain.

d.      Suka mencela, mengkritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan

mekanisme pertahanan penyangkalan.

Selaian itu menurut Yusuf, 2010, hal 277 adapun Tanda dan gejala,

berdasarkan data subyektif bahwa klien tidak mampu mengutarakan pendapat dan

malas bicara. Sering mengemukakan keluhan somatik seperti : nyeri abdomen dan

dada, anoreksia, sakit punggung, pusing. Merasa dirinya sudah tidak bergunja lagi,

tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa.

Page 13: Bunuh diri

Sedangkan berdasarkan data objektif menunjukkan bahwa gerak tubuh klien

terhambat, pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering

menangis.

Menurut Hidayat, 2008, hal 277, depresi ditandai dengan gejala sebagai

berikut :

a.       Kemurungan, kesedihan, kelesuhan, kehilangan gaya hidup, tidak ada semangat

dan merasa tidak berdaya.

b.      Merasa bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa.

c.       Nafsu makan dan berat badan menurun.

d.      Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi-mimpi yang

tidak menyenangkan, misalnya memimpikan orang yang telah meninggal.

e.       daya ingat menurun.

f.       Agitasi atau retardasi motorik (gelisah atau perlambatan gerak motorik).

g.      Hilang perasaan senang, semangat dan minat meninggalkan hobby.

h.      Kreatifitas dan produktifitas menurun.

i.        Gangguan hubungan seksual (libido menurun).

j.        Timbunya pikiran-pikiran tentang kematian dan bunuh diri.

Page 14: Bunuh diri

Menurut Isaacs, 2004, hal 121, depresi terbagi menjadi 3 yaitu terdiri dari :

a.         Unipolar

Adalah gangguan mood hanya depresi tanpa mania.

b.        Bipolar

Gangguan mood dimana gejala-gejala mania telah terjadi paling sedikt satu kali;

dapat terjadi satu episode depresi, dapat juga tidak.

c.         Gangguan depresi mayor

Dicirikan dengan sedikitnya 2 minggu depresi mood atau kehilangan minat terhadap

kesenangan dan aktivitas.

Menurut Cass, 1998, hal 87, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 1dari

5 orang, pernah mengalami depresi dalam kehidupannya. Selanjutnya ditemukan

bahwa 5%-15% dari pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahun.

Sehingga dapat ditemukan bahwa penyebab utama orang yang beresiko bunuh diri

adalah orang yang tidak dapat mengatasi depresi yang telah ia alami.

Dengan berfokus pada pemikiran bunuh diri dan perilaku sebagai masalah,

daripada memperhatikan hanya mahasiswa yang berada dalam krisis, intervensi dapat

diberikan pada banyak titik, demikian kata mereka. Lebih jauh, informasi dari survei

dapat menolong untuk mencocokkan mahasiswa yang sedang dalam risiko atau yang

Page 15: Bunuh diri

telah memngalami pemikiran bunuh diri dan perilaku terkait dengan perawatan yang

cocok. Hal ini akan mengurangi kemungkinan mereka mengubah pemikiran tersebut

kepada tindakan percobaan, demikian kata mereka.

Dengan meningkatnya stres pada mahasiswa dan berkurangnya sumber daya

untuk mengatasi konsekuensi tersebut, pencegahan bunuh diri memerlukan berbagai

seksi dari personel kampus-adiminstrator, pemimpin mahasiswa, penasihat, dosen,

mahasiswa, dan konselor-tidak hanya melibatkan mahasiswa tersebut dan beberapa

psikolog saja. ‘Ini akan mengurangi presentasi dari mahasiswa yang terlibat pada

pemikiran bunuh diri, atau yang akan melakukan tindakan untuk itu.

Adapun penyebab terjadinya perilaku bunuh diri menurut Cook dan Fontaine

(1987) dalam buku Keliat AB (1991 : 6-7), menerangkan penyebab bunuh diri dari

masing-masing golongan umur :

Penyebab bunuh diri pada anak

1) Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan

2) Situasi keluarga yang kacau

3) Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik

4) Gagal sekolah

5) Takut atau dihina di sekolah

Page 16: Bunuh diri

6) Kehilangan orang yang dicintai

7) Dihukum orang lain

2.      Penyebab bunuh diri pada remaja

1) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna

2) Sulit mempertahankan hubungan interpersonal

3) Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan

4) Perasaan tidak dimengerti orang lain

5) Kehilangan orang yang dicintai

6) Keadaan fisik

7) Masalah orang tua

8) Masalah seksual

9) Depresi

(Khaidirmuhaj, 2008)

3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa

1) Self ideal terlalu tinggi

2) Cemas akan tugas akademik yang banyak

Page 17: Bunuh diri

3) Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang

tua.

4) Kompetisis untuk sukses

4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut

1) Perubahan status dari mandiri ke tergantung

2) Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi

3) Perasaan tidak berarti di masyarakat.

4) Kesepian dan isolasi social

5) Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)

6) Sumber hidup berkurang.

Adapun beberapa factor lain Penyebab perilaku bunuh diri dapat

dikategorikan sebagai berikut :

a.       Factor genetic

Ada yang berpikir bahwa bawaan genetik seseorang dapat menjadi faktor

yang tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan

peranan dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan

Page 18: Bunuh diri

bahwa dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri

ketimbang dalam garis keluarga lainya

Kondisi kimiawi otak pun dapat menjadi faktor yang mendasar. Dalam otak.

miliaran neuron berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat

syaraf, ada celah kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neurotransmiter

yang membawa informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmiter, serotonin,

mungkin terlibat dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri. Buku

Inside the Brain menjelaskan, “Kadar serotonin yang rendah… dapat melenyapkan

kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaanya serta

meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri.”. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa

dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri

b.      Factor keperibadian

Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi

untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai

soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai

orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh,

dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka

adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya

Page 19: Bunuh diri

menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian

kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan

melaksanakannya untuknya (Doman Lum).

Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa

mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang

lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak

dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan

kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor

predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah

kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah

seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta,

penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor

pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.

Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan

bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin

ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama

Page 20: Bunuh diri

sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa

tertentu.

c.       Factor psikologis

Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan

sosial dari masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang

menyebabkan trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat

mengungsi. Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri

sebagai jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor tertentu juga.

d.      Factor ekonomi

Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor

seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam

pemikiran dan kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang

ingin mengakhiri hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi.

Mereka berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus

menghadapi kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang

membakar dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan.

Page 21: Bunuh diri

Berdasarkan contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari

permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.

e.       Gangguan mental dan kecanduan

Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang

melakukan tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika

menyakiti dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa

bekerja dengan baik.

Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi,

gangguan bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian

di Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri

yang dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para

peneliti asal Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis

menderita gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per

100.000 orang, tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi

650 per 100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang

mengarah ke bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun,

sekalipun ada kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan

berarti bunuh diri tidak bisa dielakan.

Page 22: Bunuh diri

Menurut Keliat, 2009, hal. 180, Tahapan bunuh diri terdapat tiga macam

perilaku bunuh diri, yakni sebagai berikut;

a.       Isyarat bunuh diri

Isyarat bunuh diri ditunjukan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin

bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “tolong jaga anak-anak saya karena saya

akan pergi jauh!” atau “segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengakhiri hidupnya,

tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya

mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa, atau tidak

berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang

menggambarkan harga diri rendah.

b.      Ancaman bunuh diri

Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk

mati disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk

melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh

diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan diri.

Page 23: Bunuh diri

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan

ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk

melaksanakan rencana bunuh dirinya.

c.       Percobaan bunuh diri

Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri

untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri

dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri

dari tempat yang tinggi.

Menurut Yosep, 2010, hal 139, ada beberapa jenis – jenis dari bunuh diri yaitu ;

a.       Anomik

Bunuh diri yang diakibatkan factor stress dan juga akibat tekanan ekonomi.

Factor lingkungan yang penuh tekanan (stress full) seperti saat ini, tampaknya

berperan dalam mendorong orang untuk bunuh diri. Kemungkinan terjadinya bunuh

diri anomik ini tidak bisa diprediksikan.

b.      Altruistic

Bunuh diri altruistic berkaitan dengan kehormatan seseorang, kemungkinan

bunuh diri bisa timbul karena gagal dalam melakukan suatu pekerjaan, ataupun

karena kejadian-kejadian lain yang berpengaruh pada kehormatan seseorang.

Page 24: Bunuh diri

c.       Egoistic

Jenis egoistic ini kecenderungannya semakin meningkat walaupun termasuk

jenis yang mudah di prediksi, perkiraan tersebut bisa dikenali dari cirri kepribadian

serta respon seseorang terhadap kegagalan. Orang ini umumnya suka meminta

perhatian untuk eksistensi dirinya dan sangat tergantung pada orang lain.

Respons protektif-diri dan perilaku bunuh diri seperti perilaku destruktif-diri

yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah kepada kematian.

Aktivitas ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung atau tidak langsung. Perilaku

destruktif-diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah

kematian, dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan. Lama

perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif-diri tidak langsung meliputi setiap

aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah kepada

kematian. Individu tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian akibat

perilakunya dan biasanya akan menyangkal apabila dikonfrontasi. Durasi perilaku ini

biasanya lebih lama daripada perilaku bunuh diri.Rentang respons protektif-diri

mempunyai peningkatan diri sebagai respons paling adaptif, sedangkan perilaku

destruktif-diri tidak langsung, pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respons

mal adaptif. (Stuart, 2006, hal 227)

Page 25: Bunuh diri

Beberapa tips untuk mencegah tindakan bunuh diri.

a) Ceritakan masalah anda kepada sahabat, anggota keluarga atau orang yang

anda anggap dapat menolong anda seperti psikiater atau psikolog klinis.

b) Jauhkan diri anda dari hal atau benda yang dapat digunakan untuk bunuh diri.

Misalnya bila anda berpikir bunuh diri menggunakan obat dengan dosis

berlebihan, maka serahkanlah obat tersebut kepada keluarga dan biarlah

mereka yang memberikannya kepada anda setiap hari.

c) Jauhkan benda atau senjata yang dapat membahayakan anda.

d) Jauhi penggunaan alkohol atau NAPZA lainnya.

e) Tetapkan tujuan hidup anda secara realistik dan kerjakan secara bertahap.

f) Tuliskan rencana kerja anda setiap hari dan bekerjalah sesuai dengan rencana

tersebut.

g) Tetapkan prioritas yang perlu didahulukan. Dengan menuliskan rencana kerja,

anda akan merasa dapat memprediksi dan mengendalikannya.

h) Sediakan waktu untuk beribadah dan menikmati hobi anda, misalnya

mendengarkan atau bermain musik, latihan relaksasi atau meditasi, membaca

majalah kesayangan anda, permainan, mengerjakan pekerjaan tangan,

menonton televisi, berkebun, memelihara binatang, berjalan-jalan.

i) Perhatikan kesehatan anda: makan dengan gizi berimbang, istirahat dan tidur

yang cukup, serta olah raga secara teratur.

j) Bersosialisasi dan berbincang-bincang dengan orang sekitar anda.

k) Makan obat sesuai petunjuk dokter.