bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

140
Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Pemantauan, Deteksi, dan Kajian Lingkungan Editor: Dr. Bidawi Hasyim. Dr. Bambang Trisakti. Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si. Desain sampul: M. Priyatna, S.Si., MTI. Desain tata letak: Crestpent Press Cetakan Pertama : Desember 2014 ISBN No : 978-602-14437-3-6 Dicetak dan diterbitkan oleh : CRESTPENT PRESS Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM) Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144 Telp/Fax. (0251) 8359072, email: [email protected] UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Transcript of bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

Page 1: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh

untuk Pemantauan, Deteksi, dan Kajian Lingkungan

Editor:

Dr. Bidawi Hasyim.

Dr. Bambang Trisakti.

Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si.

Desain sampul:

M. Priyatna, S.Si., MTI.

Desain tata letak: Crestpent Press

Cetakan Pertama : Desember 2014

ISBN No : 978-602-14437-3-6

Dicetak dan diterbitkan oleh :

CRESTPENT PRESS

Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM)

Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144

Telp/Fax. (0251) 8359072, email: [email protected]

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin

untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan

atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta

rupiah).

Page 2: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

iiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Pengantar Penerbit

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas diselesaikannya buku dengan judul “Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Pemantauan, Deteksi, dan Kajian Lingkungan”. Buku ini memaparkan tentang Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam aplikasinya di berbagai kondisi lingkungan dalam mendukung pembangunan di Indonesia

Diharapkan, buku ini memberikan pandangan mengenai kemajuan teknologi penginderaan jauh dengan data, informasi yang lebih baik dan cakupan yang lebih luas dalam pemantauan kondisi lingkungan di beberapa kawasan yang terdapat di seluruh Wilayah Indonesia,

Pada kesempatan ini, disampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada seluruh pihak khususnya para peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dari bidang Lingkungan yang telah berupaya menuangkan pemikirannya untuk menyusun buku ini . Semoga buku ini dapat berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan juga dapat dimanfaatkan oleh pembacanya

Penerbit

Page 3: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

iiiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

KATA PENGANTAR

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang rawan terhadap persoalan lingkungan.Berbagai kejadian kerusakan lingkungan mengharuskan kita untuk secara terus menerus meningkatkan kepedulian terhadap persoalan lingkungan. Kemajuan teknologi penginderaan jauh satelit yang dapat menghasilkan data dan linformasi yang realtime (up to date) dengancakupan yang luas, dan historikal data yang baik, memungkinkan kita untuk berkontribusi dalam upaya pemantauan kondisi lingkungan di beberapa kawasan yang terdapat di seluruh Wilayah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,telah mencanangkan pembangunan Pusat Pemantauan Bumi Nasional dimana salah satu unsur utamanya adalah pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana berbasiskan data penginderaan jauh. Berbagai hasil kegiatan terkait dengan pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan maupun deteksi kondisi lingkungan yang telah dan sedang dilaksanakan,beserta metodologi yang digunakan akan diuraikan dalam buku ini.

Buku ini bertujuan untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengenai Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam aplikasinya di berbagai kondisi lingkungan dalam mendukung pembangunan di Indonesia. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan tidak hanyabagi upaya penyempurnaan penulisan buku serupa di masa yang akan datang, tetapi juga bagi penentuan arah kebijakan Pusfatja untuk tahun berikutnya.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada semua pihak, khususnya para peneliti dari Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, dan para penelaah, yang telah berupaya keras untuk menyusun dan menerbitkan buku ini.

.

Jakarta, November 2014

Dr. M. Rokhis Khomarudin

Page 4: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

ivBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

SEKAPUR SIRIH

Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Pemantauan, Deteksi, dan KajianLingkungan

Dr. M. Rokhis Khomarudin

1. STATUS PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PEMANFAATANPENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Perubahan hutan, perluasan wilayah perkotaan, pencemaran sungai, perubahan lahan pertambangan, penurunan kualitas danau, pencemaran laut dan permasalahan lingkungan merupakan suatu masalah yang sering terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Pemantauan lingkungan merupakan suatu hal yang penting, untuk dapat mengetahui permasalahan lingkungan di suatu wilayah, mencari solusinya dan tidak meluas menjadi masalah yang lebih besar. Pemantauan kondisi lingkungan biasanya menggunakan pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan, serta analisa laboratorium. Pemantauan dengan cara tersebut banyak memakan waktu, biaya dan biasanya lokasinya sangat terbatas. Teknologi penginderaan jauh yang berkembang saat ini memungkinkan digunakan untuk memantau kondisi lingkungan secara cepat dan meliputi lokasi yang luas, dengan akurasi yang memadai.

Pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan lingkungan seperti perubahan hutan,perluasan wilayah perkotaan, pencemaran laut, kebakaran hutan, ruang terbuka hijau, limbah B3, dan penurunan muka tanah (land subsidence) telah banyak dilakukan dengan bantuan teknologi penginderaan jauh. Selain keunggulan, pemanfaatan teknologi jugamemiliki kelemahan, sehingga penelitian dan pengembangannya masih perlu terus dilakukan. Penelitian untuk menjawab tantangan dalam pemanfaatan teknologi ini masih terbuka dan menarik untuk dilakukan sehingga dihasilkan suatu metode yang tepat dan akurat untuk memantau lingkungan dengan penginderaan jauh.

Secara umum kegiatan penelitian dan pengembangan pemanfaatan penginderaan jauhuntuk pemantauan lingkungan telah dilakukan di Indonesia, antar lain adalah kajian pemantauan degradasi hutan oleh Sofan, et. al. (2012), kajian deteksi daerah terkena limbah B3 oleh Haryani, et. al. (2013), ruang terbuka hijau oleh Haris (2006), penurunan muka tanah oleh Bayuaji et. al. (2010), lingkungan perkotaan oleh Tursilowati, et. al. (2012), pemantauan sebaran asap oleh Zubaidah, et. al. (2004), dan lingkungan habitat hewan Febriani (2009). Secara umum perkembangan kegiatan penelitian dan pengembangan iniberlangsung dengan baik karena kemanfaatannya dapat dirasakan secara langsung, baik untuk pemegang kebijakan maupun untuk keperluan penerapan di lapangan.

Page 5: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

vBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1.1. Degradasi Hutan

Penelitian dan pengembangan pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi atau pemantauan degradasi hutan telah banyak berkembang di dunia. Berbagai model telah dikembangkan untuk mendeteksi atau memantau degradasi hutan dengan data satelitpenginderaan jauh. Salah satu model yang dikembangkan adalah model spectral mixtureanalysis (Souza, et. al., 2003). Di Indonesia, penelitian dan pengembangan untuk mendeteksi atau memantau degrasi hutan masih sedikit, namun lebih banyak untuk melihatperubahan vegetasi hutan. Salah satu penelitian yang dikembangkan di Indonesia adalahSofan, et. al. (2012) dengan mengadopsi metode yang dikembangkan oleh Souza, et. al.(2003).

Berbagai cara lain untuk mendeteksi degradasi hutan dengan data penginderaan jauh antaralain dengan metode visual interpretation (Nandy, et. al. , 2011), change detection (Filler, et.al. ,2009), spatio-temporal analysis (Lambin, et. al., 1999), dan automatic CLASlite method(Asner, et. al., 2009). Berbagai metode tersebut dapat digunakan untuk mendeteksidegradasi hutan menggunakan data penginderaan jauh dengan akurasi yang memadai.

Penelitian mengenai degradasi hutan ini digunakan oleh beberapa institusi untuk menghitung perubahan penyerapan karbon dalam program REDD, seperti yang dilakukan oleh Olander, et. al. (2008), Angelsen, et. al. (2009), Kisinger, et. al. (2012), dan Brewer, et. al. (2011).Penginderaan jauh merupakan data utama yang digunakan dalam kegiatan ReductionEmission From Deforestration and Forest Degradation (REDD).

Pengembangan metode untuk deteksi degradasi hutan masih perlu dilakukan sehingga menghasilkan suatu metode yang standar untuk pengolahan data penginderaan jauh, baik dengan menggunakan data resolusi spasial rendah, menengah, maupun tinggi. Penyesuaianwaktu pemantauan juga merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan, misalnya perubahan degradasi hutan per tahun dan dalam wilayah yang luas memerlukan data spasial rendah yang perolehan datanya kontinu seperti MODIS. Untuk wilayah-wilayah yang tidak luas,SPOT-6 atau Landsat-8 merupakan pilihan utama dalam mendeteksi degradasi hutan. Untuk wilayah Indonesia, selain untuk keperluan REDD, penelitian degradasi hutan sangat pentinguntuk dilakukan dalam kaitannya dengan bencana banjir dan longsor.

1.2. Limbah B3

Deteksi daerah terkena limbah B3 menggunakan data penginderaan jauh secara potensidapat dilakukan. Hal ini diungkap oleh Slonecker, et. al. (2010) yang melakukan review pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi daerah yang terkena limbah B3. Dalamreview diungkapkan bahwa data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dan multispektralmemperlihatkan perubahan wilayah yang terkena limbah B3 atau tidak. Digambarkan pula dalam tulisannya bahwa wilayah yang terkena arsenik memiliki nilai reflektansi yang berbeda dibandingkan dengan wilayah yang tidak terkontaminasi arsenik. Lebih lanjut, Slonecker, et.

Page 6: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

viBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

al. (2010) menjelaskan bahwa spectral library merupakan hal yang penting untuk pengembangan lebih lanjut guna mendeteksi daerah terkena limbah B3.

Sebelumnya Singhroy, et. al. (1996) menggunakan penginderaan jauh untuk mendeteksi perubahan vegetasi di suatu lahan yang terkena limbah B3. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Landsat TM dan CASI dapat digunakan untuk memantau perubahan vegetasi di lahan yang terkena limbah B3. Dalam tulisannya disebutkan bahwa data penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau wilayah yang terkena material-material limbah berbahaya lainnya.

Faisal, et. al. (2012) juga melakukan penelitian dengan data penginderaan jauh untuk mendeteksi daerah yang terkena limbah B3. Dalam penelitiannya ditunjukkan bahwa dengan kandungan CH4 suatu wilayah berkorelasi dengan Land Surface Temperature (LST) yang diturunkan dari data Landsat. Hal sama juga ditunjukkan dalam riset ini bahwa kontur LST berkorelasi dengan suatu wilayah pembuangan yang terkontaminasi limbah B3. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Landsat TM dapat digunakan untuk mendeteksi daerah pembuangansampah yang terkena limbah B3.

Penelitian yang komprehensif dilakukan oleh Vijdea, et. al. (2004) menggunakan data penginderaan jauh untuk memantau kondisi wilayah Pecomines untuk memantau perkembangan limbah pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penginderaan jauh efektif untuk kegiatan tersebut.

Berdasarkan berbagai literatur yang ada mulai tahun 2012, Lapan mengembangkan suatu metode pemanfaatan data penginderaan jauh untuk deteksi daerah yang terkena limbah B3. Pada tahun 2013 dilakukan survey lapangan dan diskusi dengan pihak Pertamina yang menunjukkan hasil bahwa penelitian yang dilakukan Lapan sejalan dengan perlakuan penanganan Limbah B3 di wilayah mereka. Hal ini menunjukkan hal yang sangat baik, bahwa data penginderaan jauh dapat digunakan untuk memantau perubahan lahan tercemar hasil perlakukan penanganan limbah B3 di suatu wilayah dan upaya penangannya. Haryani, et. al. (2013) juga mengungkapkan bahwa nilai spektral suatu wilayah yang terkena limbah B3 berbeda dengan wilayah yang tidak terkena limbah B3. Potensi pendeteksian limbah B3 dengan data penginderaan jauh dapat ditunjukkan dari hasil riset ini.

Berdasarkan hasil review dan saran dari penelitian yang diungkap oleh Slonecker, et. al.(2010) dan juga Haryani, et. al. (2013), bahwa hal yang penting dalam penelitian ini adalah spectral libraryrr dari daerah yang terkena limbah B3 baik acid sludge, arsenik, maupun material berbahaya lainnya. Pengetahuan spectral library dari kondisi wilayah tersebut akan dapat memudahkan untuk mendeteksinya dengan menggunakan data penginderaan jauh.

Page 7: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

viiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1.3. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Aplikasi penginderaan jauh untuk ruang terbuka hijau merupakan pemanfataan yang sering dilakukan oleh peneliti bidang penginderaan jauh, karena vegetasi merupakan objek yangmudah diinderaja dari satelit penginderaan jauh. Aplikasi deteksi ruang terbuka hijaudidorong oleh peningkatan dan perluasan berbagai wilayah perkotaan di Indonesia. Hasilpemanfaatan penginderaan jauh untuk analisis RTH digunakan untuk estimasi penambahanruang hijau agar wilayah kota menjadi lebih nyaman dan asri. Aplikasi ini juga dapatdigunakan untuk menentukan peraturan koefisien dasar bangunan, perbandingan antarabangunan dan vegetasi. Beberapa contoh aplikasi khusus tentang ruang terbuka hijaudisampaikan oleh Beiranvand, et. al. (2013), Bhaskar (2012), Odindi and Mhangara (2012),Shahabi, et. al. (2012), Hoffmann, et. al. (2012), Saati, et. al. (2010), Zhou and Wang (2010),Mahmoodzadeh (2007), Ruangrit and Sokhi (2004), dan McMahan, et. al. (2002).

1.4. Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence)

Penurunan muka tanah merupakan masalah lingkungan yang dapat menyebabkan bencanabagi suatu wilayah. Hal ini biasanya terjadi di wilayah perkotaan dengan pemanfaatan air tanah yang instensif akibat banyaknya bangunan dan perumahan yang merupakan suatubeban bagi tanah, sehingga terjadi penurunan muka tanah. Masalah yang timbul akibat hal ini adalah meluasnya daerah rawan banjir.

Pemanfaatan data penginderaan jauh sudah banyak dilakukan terutama denganmenggunakan teknik interferometri Synthetic Aperture Radar (SAR). Teknik ini dapatdigunakan untuk mendeteksi perubahan bentuk lahan (deformasi) dan penurunan mukatanah (land subsidence). Ada 3 metode yang umumnya digunakan oleh para peneliti dalammelakukan pengolahan data SAR untuk kajian land subsidence, yaitu: Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR), Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar(DInSAR), dan Persistent/permanenet Scatter Interferometry Synthetic Aperture Radar(PSInSAR). Ismullah (2004) menyatakan bahwa InSAR merupakan teknik pencitraan yangmemanfaatkan perbedaan fasa gelombang elektromagnetik untuk mendapatkan informasitinggi di suatu daerah. DInSAR merupakan teknologi pencitraan radar dengan input prameterfase, amplitude dan panjang gelombang untuk memperoleh topografi dan deformasi (Saputroet al, 2012). PSInSAR merupakan pengembangan dari teknik InSAR dan DInSAR denganmenekankan pada eliminasi kesalahan akibat adanya dekorelasi temporal dandishomogenitas atmosferik yang sering ditemui pada metode sebelumnya. Metode InSARtelah dilakukan oleh Hirose et al. (2001), Lubis et al. (2011), sedangkan DInSAR telahdikembangkan oleh Chaussard et al. (2013), Chatterjee et al. (2006), Syafiudin danChatterjee (2009). PSInSAR telah dilakukan oleh Yan et al. (2009), Osmanoglu et al. (2011),Hung et al. (2011), dan Ng et al. (2012).

Secara umum dengan menggunakan teknik interferometri Synthetic Aperture Radar (SAR)berbagai data SAR yang telah tersedia, penurunan muka tanah dapat dihasilkan. Hasil

Page 8: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

viiiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

penelitian dari berbagai sumber literatur di atas menunjukkan akurasi dari teknik ini cukupmemadai. Perbandingan hasil pengolahan data SAR dengan pengukuran lapangan diberbagai wilayah menunjukkan pola yang sama. Secara umum penelitian penurunan mukatanah bukan pada pembuatan teknik pengolahan data SAR, namun pada penyebabterjadinya penurunan muka tanah di suatu wilayah. Penyebab turunnya muka tanah dalambeberapa riset yang telah dilakukan adalah karena tumbuhnya bangunan dan gedung diwilayah perkotaan, kawasan industri, pertambangan, karst, dan eksplorasi air tanah diberbagai wilayah.

Dalam hal pengembangan metodologi, deteksi penurunan muka tanah denganmenggunakan data SAR sudah terdapat teknik yang memadai dengan menggunakan teknikinterferometri SAR. Tantangan ke depan di Indonesia adalah memetakan laju penurunan muka tanah di berbagai wilayah. Hal ini sangat bermanfaat untuk penanggulangan bencanaterutama banjir.

1.5. Fenomena Pemanasan Perkotaan (Urban UU Heat IslandII )dd

Urban heat island merupakan suatu fenomena perbedaan suhu permukaan tanah di wilayah perkotaan dibandingkan dengan suhu permukaan tanah di sekitarnya. Deteksi urban heat island ini bermanfaat untuk mengidentifikasi tingkat kenyamanan suatu wilayah perkotaandan perkembangannya. Penelitian-penelitian tentang hal ini biasanya dihubungkan denganruang terbuka hijau dan penambahan ruang terbuka hijau yang diperlukan agar suatu kotalebih terasa nyaman.

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk kegiatan ini sudah banyak dilakukan sejakadanya kanal thermal di satelit penginderaan jauh seperti kanal 6 pada Landsat TM dankanal 10-14 di Citra ASTER. Penelitian pemanfaatan penginderaan jauh untuk urban heat island, secara umum digunakan untuk deteksi perubahan/perkembangan wilayah perkotaan(Kaya, et. al. , 2012), hubungannya dengan penutup/penggunaan lahan (Chen, et. al., 2006), Patki dan Alange , 2009), polusi udara Feizizadeh dan Blaschke, 2013), dan kebutuhan energi (Ukwattage dan Dayawansa, 2012). Selain dengan thermal, data microwave juga dapat digunakan untuk deteksi urban heat island (Kadygrov, et. al., 2009).

Untuk pengembangan metode deteksi urban heat island lebih lanjut secara teoritis tidak begitu banyak tantangannya. Penelitian dengan satelit microwave merupakan tantangan tersendiri dalam mendeteksi urban heat island. Tantangan penelitian ini adalah menentukan hubungan antara urban heat island dengan tingkat kenyamanan kota dan juga potensipenambahan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan.

1.6. Pemantauan Asap Kebakaran Lahan/hutan

Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia terjadi setiap tahun dan membawa dampaklingkungan yang sangat hebat bagi daerah lokasi kebakaran dan negara tetangga. Banyakmasyarakat terkena gangguan kesehatan seperti ispa dan masalah pernafasan lainnya. Di

Page 9: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

ixBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Singapura masalah asap kebakaran yang berasal dari Provinsi Riau menyebabkan negara tersebut meliburkan semua aktivitas bisnis dan lainnya untuk menjaga kesehatan warganya.Pemantauan kualitas udara di dua negara sudah effektif dilakukan, tetapi untuk pemantauantrayektori asap belum banyak dilakukan. Pemantauan trayektori asap akan dapatmemperkirakan daerah yang akan terkena asap sehingga antisipasi dini dapat dilakukan.

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk memantau asap sudah dilakukan di Indonesia maupun di dunia untuk memperlihatkan asal asap, daerah yang terkena, dan arah gerakan asap. Satelit-satelit penginderaan jauh resolusi rendah seperti NOAA AVHRR dan Terra/Aqua MODIS dapat menampilkan data setiap hari, sehingga dapat mendeteksi asapdengan baik. Penelitian dan pengembangan pemanfataan data penginderaan jauh untuk pemantauan asap dibagi menjadi 2 bagian yaitu pemantauan sebaran asap (Zubaidah dan Arief, 2004) dan pemantauan kondisi atau kualitas udara akibat asap (Amanollahi, et. al.,2011), dan Noh, et. al., (2009).

Tantangan kedepan pemanfaatan data penginderaan jauh adalah klafisikasi asap secara digital untuk membedakan antara asap dan awan. Klasifikasi ini akan mempercepat prosespemantauan asap dengan data penginderaan jauh. Pembuatan haze monitoring system juga merupakan suatu tantangan agar pemantauan lebih cepat dan akurat.

1.7. Habitat Hewan dari Penutup Lahan

Habitat hewan memiliki karakteristik tersendiri untuk setiap jenis hewan. Suatu habitatnyamuk misalnya merupakan suatu wilayah dengan lingkungan yang lembab dan banyak air. Biasanya lingkungan ada di rawa, sungai, embung, dan genangan-genangan yang dapat dideteksi dari data penginderaan jauh. Mengetahui habitat hewan adalah sangat penting untuk memantau kondisi hewan dan juga menghindari masalah penyakit jika hewan tersebut menimbulkan penyakit seperti nyamuk. Pengetahuan tentang lingkungan habitat hewan akan mengetahui tingkah laku dari hewan yang dipantau. Penginderaan jauh merupakan suatualat yang digunakan untuk memantau kondisi lingkungan habitat hewan.

Penelitian dan pengembangan penginderaan jauh untuk lingkungan habitat hewan telahbanyak dilakukan seperti untuk Gajah (Tikhile, et. al. 2013; Febriani, 2009), Burung (Gottschalk, et. al. 2005), Nyamuk (Cleckner, et. al. 2011), hewan liar (Mckenzie, et. al.2002), dan hewan langka lainnya (Ekwal, et. al. 2012). Kebanyakan riset yang terkait hal ini adalah memanfaatkan data penginderaan jauh untuk klasifikasi penutup lahannya dan kemudian digabungkan dengan informasi lainnya dalam Sistem Informasi Geografis untukmengetahui habitat hewan yang akan di identifikasi. Hal ini menarik karena hewan-hewan langka yang mungkin masih hidup dalam hutan dapat diidentifikasi jika diketahui kondisilingkungannya dan habitatnya.

Page 10: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

2. PENUTUP

Buku Bunga rampai ini akan memberikan kajian dan review pemanfaatan data penginderaan jauh untuk berbagai masalah lingkungan seperti degradasi hutan, limbah B3, ruang terbuka hijau, penurunan muka tanah, pemantauan asap, lingkungan habitat hewan, serta kondisiiklim/curah hujan sebagai parameter fisik lingkungan. Potensi data penginderaan jauh dapatmembantu berbagai macam kegiatan tersebut. Metode-metode pemantauannya telahdikembangkan di Indonesia maupun oleh para ilmuwan di berbagai dunia, tinggal bagaimana untuk mengembangkannya dan memanfaatkannya agar data dan metode penginderaan jauh dapat berguna bagi masyarkat.

DAFTAR PUSTAKA

Amanollahi J., Abdullah, A.M., Raml, M.F. and Pirasteh, S. 2011. Real Time Assessment of Haze and PM10 Aided by MODIS Aerosol Optical Thickness over Klang Valley,Malaysia. World Applied Sciences Journal 14 (Exploring Pathways to SustainableLiving in Malaysia: Solving the Current Environmental Issues): 08-13.

Angelsen, A., Brown, S., Loisel, C., Peskett, L., Streck, C. and Zarin, D. 2009. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD): An Options Assessment Report. The Government of Norway. Meridian Institute, ConnectingPeople to Solve Problem.

Asner, G.P., Knapp, D.E., Balaji, A.,and Acosta, G.P. 2009. Automated mapping of tropical deforestation and forest degradation: CLASlite. Journal of Applied Remote Sensing,Vol. 3.

Bayuaji, L., Sumantyo, J.T.S., and Kuze, H. 2010. ALOS PALSAR D-InSAR for landsubsidence mapping in Jakarta, Indonesia. Can. J. Remote Sensing, Vol. 36, No. 1,pp. 1–8.

Beiranvand, A., Eslambnyad, E., and Soosani, J. 2013. Evaluation of Khorramabad’s physical changes and its green space using remote sensing data. European Journal of Experimental Biology, Vol 3(3):431-438.

Bhaskar, P. 2012. Urbanization and Changing Green Spaces in Indian Cities (Case Study –City Of Pune). International Journal of Geology, Earth and Environmental Sciences ISSN: 2277-2081 (Online) An Online International Journal Available at http://www.cibtech.org/ jgee.htm 2012 Vol. 2 (2) May-August, pp.148- 156.

Brewer, C.K.; Monty, J.; Johnson, A; Evans, D; Fisk, H. 2011. Forest carbon monitoring: A review of selected remote sensing and carbon measurement tools for REDD+. RSAC-10018-RPT1. Salt Lake City, UT: U.S. Department of Agriculture, Forest Service,Remote Sensing Applications Center. 35 p.

Chen, X.L., Zhao. H.M., Li, P.X., and Yin, Z.Y. 2006. Remote sensing image-based analysisof the relationship between urban heat island and land use/cover changes. RemoteSensing of Environment 104 :133–146.

Page 11: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Cleckner, H.L., Allen, T.R., and Bellows, A.S. 2011. Remote Sensing and Modeling of Mosquito Abundance and Habitats in Coastal Virginia, USA. Remote Sens. Vol. 3,2663-2681; doi:10.3390/rs3122663.

Ekwal, I., Tahir, H., and Tahir, M. 2012. Modelling of Habitat Suitability Index for Muntjac (Muntiacus muntjak) Using Remote Sensing, GIS and Multiple Logistic Regression Journal of Settlements and Spatial Planning, vol.3, no. 2 : 93-102.

Faisal, K., Al Ahmad, M., and Shaker, A. 2012. Remote Sensing Techniques as a Tool for Environmental Monitoring. International Archives of the Photogrammetry, RemoteSensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B8, 2012 XXII ISPRSCongress, 25 August – 01 September 2012, Melbourne, Australia.

Febriani, R. 2009. Pemetaan Daerah Rawan Konflik Gajah Menggunakan Sistem InformasiGeografis di Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus di Resort Tangkahan,Resort Cinta Rajad dan Resort Sei Lepan. Departemen Kehutanan FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Feizizadeh, B and Blaschke, T. 2013. Examining Urban Heat Island Relations to Land Useand Air Pollution: Multiple Endmember Spectral Mixture Analysis for Thermal RemoteSensing. IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and RemoteSensing, VoL. 6, No. 3.

Filler, C., Keenan, R.J., Allen, B.J., and McAlpine, J.R. 2009. Deforestation and forestdegradation in Papua New Guinea. Ann. For. Sci. 66 : 813.

Gottschalk, T.K., Huettmann, F., and Ehlers, M. 2005. Thirty years of analysing and modelling avian habitat relationships using satellite imagery data: a review.International Journal of Remote Sensing Vol. 26, No. 12, 20: 2631–2656.

Haris, V.I. 2006. Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau (RTH) denganAplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh (Studi Kasus di KotaBogor). Skripsi. IPB. Bogor.

Haryani, N.S., Sulma, S., and Pasaribu, J.M. 2013. Detection Of Acid Sludge ContaminatedArea Based On Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Value. Proceeding.ACRS 34th Denpasar Bali.

Hoffman, P., Strobl, J., and Nazarkulova, A. 2011. Mapping Green Spaces in Bishkek—How Reliable can Spatial Analysis Be? Remote Sens. 2011, 3, 10881103;doi:10.3390/rs3061088.

Hirose, K., Maruyama, Y., Murdohardono, D., Effendi, A., and Abidin, H. 2001. LandSubsidence detection using JERS-1 SAR Interferometry. Paper presented in 22ndAsian Conference on Remote Sensing, 5-9 November 2001, Singapore.

Hung, W.-C., C. Hwang, Y.-A. Chen, C.-P. Chang, J.-Y. Yen, A. Hooper, and C.-Y. Yang,2011. Surface deformation from persistent scatterer SAR interferometry and fusionwith leveling data: A case study over the Choushui River Alluvial Fan, Taiwan.Remote Sensing of Environment, 115:957-967.

Page 12: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xiiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Kadygrov, E.N., Vorobeva,E.A., Kuznetsova, I.N., Folomeev, V.V., and Miller, E.A. 2009. Application of Microwave Radiometry for Urban Heat Island Study. Progress In Electromagnetics Research Symposium Proceedings, Moscow, Russia.

Kaya, S., Basar, U.G., Karaca, M., and Seker, D.Z. 2012. Assessment of Urban Heat IslandsUsing Remotely Sensed Data. Ekoloji 21, 84, 107-113. doi:10.5053/ekoloji.2012.8412

Kissinger, G., M. Herold, V. De Sy. 2012. Drivers of Deforestation and Forest Degradation: A Synthesis Report for REDD+ Policymakers. Lexeme Consulting, Vancouver Canada.

Lubis, A. M., T. Sato, N. Tomiyama, N. Isezaki, and T. Yamanokuchi, 2011. Ground Subsidence in Semarang-Indonesia Investigated by ALOS-PALSAR Satellite SARInterferometry. Journal of Asian Earth Sciences 40:1079-1088.

Mahmoodzadeh, H. 2007. Digital Change Detection Using Remotely Sensed Data for Monitoring Green Space Destruction in Tabriz. Int. J. Environ. Res. 1 (1): 35-41,Winter.

McMahan, B., Weber, K.T., and Sauder, J.D. 2002. Using Remotely Sensed Data in Urban Sprwal and Green Space Analyses. Intermountain Journal of Sciences. Vol. 8. No. 1:30-37.

McKenzie, J.S., Morris, R.S., Pfeiffer, D.U., and Dymond, J.R. 2002. Application of Remote Sensing to Enhance the Control of Wildlife-Associated Mycobacterium bovis Infection. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing Vol. 68, No. 2, pp. 153-159.

Nandy, S., Kushwaha, S.P.S., and Dadhwal, V.K. 2011. Forest degradation assessment in the upper catchment of the river Tons using remote sensing and GIS. Ecological Indicators 11: 509–513.

Ng, A. H., L. Ge, X. Li, H. Z. Abidin, H. Andreas, K. Zhang, 2012. Mapping land subsidencein Jakarta, Indonesia using persistent scatterer interferometry (PSI) technique with ALOS PALSAR. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 18:232-242.

Noh, Y.M., Mueller, D., Shin, D.H., Lee, H., Jung, J.S. Lee, K.H., Cribb, M., Li, Z., and Kim, Y.J. 2009. Optical and microphysical properties of severe haze and smoke aerosol measured by integrated remote sensing techniques in Gwangju, Korea. Atmospheric Environment 43 :879–888.

Odindi, J. O. and Mhangara, P. 2012. Green Spaces Trends in the City of Port Elizabeth from 1990 to 2000 using Remote Sensing. Int. J. Environ. Res., 6(3):653-662, Summer.

Olander, L.P., Gibbs, H.K., Steininger, M., Swenson, J.J., and Murray, B.C. 2008. Reference scenarios for deforestation and forest degradation in support of REDD: a review of data and methods. Environ. Res. Lett. 3 (11pp).

Osmanoglu, B., T.H. Dixon, S. Wdowinski, E. Cabral-Cano, and Y. Jiang, 2011. Mexico City subsidence observed with persistent scatterer InSAR. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 13(1):1-12.

Page 13: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xiiiBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Patki, P.N. and Alange, P.R. 2009. Study of Influence of Land Cover on Urban Heat Islands in Pune Using Remote Sensing. IOSR Journal of Mechanical and Civil Engineering (IOSR-JMCE) ISSN: 2278-1684 PP: 39-43 www.iosrjournals.org.

Ruangrit, V. and Sokhi, B.S. 2004. Remote Sensing And Gis For Urban Green Space Analysis – A Case Study Of Jaipur City, Rajasthan. ITPI Journal 1 : 2 : 55-67.

Saati, M., Bagheri, M., and Zamanian, F. 2010. Application of Remote Sensing in Development of Green Space. World Academy of Science, Engineering and Technology Vol. 40.

Saputra, E.A., S. Kahar, dan B. Sasmito, Deteksi penurunan muka tanah kota Semarang dengan teknik differential interferometric synthetic aperture radar (DInSAR) menggunakan software ROI_PAC berbasis open source. Jurnal geodesi Undip. 1(1). (ISSN:2337-845X).

Shahabi, H., Zabihian, H., and Shikhi, A. 2012. Application of Satellite Images and GIS in Evaluation of Green Space Destruction in Urban Area (Case study:Boukan City). International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT) Vol. 1 Issue 7, September.

Singhroy, V. 1996. Remote Sensing For Characterizing and Monitoring of Hazardous Waste Sites- Case Studies in Canada and Germany. International Archieves of Photogrammetry and Remote Sensing Vo. XXXI Part B7. Vienna.

Slonecker, T., Fisher, G.B., Aiello, D.P., and Haack, B. 2010. Visible and Infrared Remote Imaging of Hazardous Waste: A Review. Remote Sens. Vol 2: 2474-2508; doi:10.3390/rs2112474.

Sofan, P., Vetrita, Y., Khomarudin, M.R. 2012. Spektal Mixture Analisis untuk Identifikasi Degradasi Hutan di Kalimantan Barat Berdasarkan Data Multitemporal Landsat. Prosiding PIT XIX Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh (MAPIN), 2012, Makassar.

Souza, C., Firestone, L., Silva, L.M., and Roberts, D. 2003. Mapping Forest Degradation inthe Eastern Amazon from SPOT 4 through Spectral Mixture Models. Remote Sensing of Environment 87 : 494-506.

Syafiudin, M. F. dan R. S. Chatterjee, 2009. Potensi pemanfaatan teknologi Differential Interferometric Synthetic Aperture Radar (D-InSAR) berbasis satelit untuk pemantauan penurunan muka tanah di cekungan Bandung. Jurnal Ilmiah Geomatika, 15(1).

Tikhile, P.,Gavade,V.V., Pati, R.R., and Palkar, M. 2013. Elephant Habitat Suitability in Southern Part of Kolhapur District with Geoinformatics Approach. Academic Journalof Plant Sciences 6 (2): 82-88.

Tursilowati, L., Sumantyo, J.T.S, Kuze, H., and Adiningsih, E.S. 2012. The Integrated WRF/Urban Modeling System and Its Application to Monitoring Urban Heat Island in Jakarta, Indonesia. Journal of Urban and Environmental Engineering (JUEE), v.6, n.1, p.1-9.

Page 14: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xivBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Ukwattage, N.L. and Dayawansa, N.D.K. 2012. Urban Heat Islands and the Energy Demand: An Analysis for Colombo City of Sri Lanka Using Thermal Remote Sensing Data. International Journal of Remote Sensing and GIS, Volume 1, Issue 2, 124-131.

Vîjdea, A.M., Sommer, S., and Mehl. W. 2004. Use Of Remote Sensing For Mapping AndEvaluation Of Mining Waste Anomalies At National To Multi-Country Scale A CaseStudy To Integrate Remote Sensing Information With Thematic Data Layers And National Inventories On Mining Features In Pre-Accession Countries A Report Of TheJrc Enlargement Project: Inventory, Regulations And Environmental Impact Of Toxic Mining Wastes In Pre-Accession Countries Pecomines. ISBN 92-894-7792-X.

Yan, Y., P. L-Quiroz, M-P. Doin, F. Tupin, and B. Fruneau, 2009. Comparison of two methods in multi-temporal differential SAR interferometry: Application the measurement of Mexico city subsidence. The Fifth International Workshop on the Analysis of Multi-temporal Remote Sensing Images.

Zhou, X., and Wang, Y.C. 2011. Spatial–temporal dynamics of urban green space inresponse to rapid urbanization and greening policies. Landscape and Urban Planning 100 : 268–277.

Zubaidah, A., and Arief, M. 2004. Distribusi Spasial Hotspot dan Sebaran Asap Indikator Kebakaran Hutan/Lahan di Pulau Sumatera dan Kalimantan Tahun 2002. JurnalPenginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vo. 1 No.1: 56-65.

Page 15: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xvBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Dr. rer. nat. M. Rokhis Khomarudin

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Doktor (Dr), pada Ludwig-Maximilians-Universität (LMU) Munich –Germany, 2010Magister Sains (M.Si.), pada program studi Agroklimatologi, Jurusan Geofisika danMeteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut PertanianBogor (IPB), 2005.Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika danMeteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1998

Profesi sebagai Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sebelumnya menjabat sebagai KepalaBidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, selain itu aktif sebagai fungsional peneliti PusatPemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan danAntariksa Nasional, sejak 1 Maret 1999. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan,pengembangan model diaplikasikan untuk berbagai tipe bencana. Organisasi profesi yangdiikuti adalah Anggota pada Indonesian Agricultural Meteorology Society, Anggota pada Indonesian Remote Sensing Society, Anggota pada American Geoscience Union, danAnggota pada European Geoscience Union.

Page 16: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

xviBunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

DAFTAR ISI

PENGANTAR PENERBIT.............................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................iii

SEKAPUR SIRIH.........................................................................................................................................iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. xvi

METODE UNTUK DETEKSI KAWASAN YANG TERDAMPAK LIMBAH B3 BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH1Nanik Suryo Haryani, Sayidah Sulma, Junita Monika Pasaribu, Hidayata ................................................ 1

ANALISIS CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU DI DAERAH PERKOTAANNur Febrianti, Kusumaning Ayu DS, Parwati Sofan ............................................................................... 13

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH (LAND SUBSIDENCE)Junita Monika Pasaribu, Jalu Tejo Nugroho, Wiweka ........................................................................... 25

PEMANFAATAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUK DETEKSI TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN PANTAI DAN LAUTSayidah Sulma, M. Rokhis Khomarudin, Nanik Suryo Haryani .............................................................. 43

PEMANFAATAN DATA MODIS DALAM MENDUKUNG INFORMASI SPASIAL PEMANTAUAN KABUT ASAP (HAZE) DI PROPINSI RIAU DENGAN MENGGUNAKAN GOOGLE EARTHMuhammad Priyatna, M. Rokhis Khomarudin, Kusumaning Ayu DS ................................................... 55

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DISUMATERAAAny Zubaidah, Yenni Vetrita, Muhammad Priyatna.............................................................................. 67

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN MANGROVEYenni Vetrita, Suwarsono, .............................................................................................. 77

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN,SUATU TINJAUANSuwarsono dan Indah Prasasti .............................................................................................................. 89

PENGEMBANGAN DETEKSI HEWAN DIKORELASIKAN DENGAN KERAGAMAN HAYATI MELALUIPENGINDERAAN JAUHWiweka, Hidayat, Totok Suprapto....................................................................................................... 101

ANALISIS CURAH HUJAN BULANAN TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM) DAN STASIUN PENAKAR HUJAN DI WILAYAH PAPUA TAHUN 1998 - 2010Jalu Tejo Nugroho, Nur Febrianti, Any Zubaidahi ................................................................................. 113

43

ii

iii

55

xvi

67

77

89

101

113

Page 17: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

1Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

METODE UNTUK DETEKSI KAWASAN YANG TERDAMPAK LIMBAH B3BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH

Nanik Suryo Haryani, Sayidah Sulma, Junita Monika Pasaribu, Hidayat

Abstract

Hazardous waste from industrial and mining activity which was discarded without any treatment has led to environmental pollution. The area which has affected by hazardouswaste can detected by using remote sensing data. Several method for hazardous wastedetection using remote sensing data has been analyzed based on spectral and thermalvalue. Spectral analysis is performed by using the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) method and Red Edge Method, while thermal analysis is performed by using LandSurface Temperature method. Vegetation index using the NDVI method was applied toLandsat 7 ETM+, where the index was derived from the ratio of vegetation reflectancebetween red band and near infrared (NIR) band. Land Surface Temperature (LST) methodwas applied to Landsat 7 ETM+ thermal band, while the red edge method was applied also toLandsat 7 ETM+ data for visible and NIR band. The Red Edge phenomenon is characterizedby the shifting of wavelength bands in red and NIR bands on the wave range of 680-760 nm.

Key word: Landsat, Hazardous waste, NDVI, LST, Red Edge

Abstrak

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari aktivitas industri maupunpertambangan yang dibuang tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu, telah menyebabkanpencemaran lingkungan. Kawasan yang terdampak limbah B3 dapat dideteksi denganmenggunakan data penginderaan jauh. Beberapa metode untuk deteksi limbah B3 berbasisdata penginderaan jauh dianalisis berdasarkan spektral dan thermal. Analisis spektraldilakukan dengan menggunakan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)dan metode red edge, sedangkan analisis thermal dilakukan dengan menggunakan metode Land Surface Temperatur (LST). Indeks vegetasi dengan menggunakan metode NDVI yangdiaplikasikan pada data Landsat 7 ETM+, diperoleh dari rasio reflektansi vegetasi antarakanal merah dan kanal inframerah dekat (NIR). Metode Land Surface Temperatur (LST)diaplikasikan pada kanal thermal, sedangkan metode red edge dengan menggunakan dataLandsat 7 ETM+ untuk kanal visible dan NIR. Fenomena red edgeditandai denganbergesernya nilai panjang gelombang band red dan band NIR pada kisaran gelombang 680– 760 nm.

Kata kunci : landsat, limbah B3, NDVI, LST, Red Edge.

Page 18: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

2Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Limbah merupakan bahan buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksiyang berasal dari industri, pertambangan maupun domestik atau rumah tangga. Berdasarkanjenis bahan buangan atau limbahnya, apabila setiap materi yang karena konsentrasi danatau sifat dan atau jumlahnya mengandung bahan berbahaya dan beracun danmembahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan disebut limbah B3.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatanyang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/ataukonsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapatmencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakankesehatan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hiduplain (PP No 18 Tahun 1999). Kegiatan deteksi kawasan yang terdampak limbah B3 sangatpenting dilakukan untuk antisipasi dan penanganan dini agar dampak limbah B3 tersebut tidak meluas dan membahayakan lingkungan yang ada di sekitarnya.

Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di Indonesia menjadi fokuspermasalahan lingkungan saat ini. Berbagai aktivitas industri maupun pertambangan telahmenimbulkan kawasan yang terdampak oleh limbah B3. Kejadian tersebut salah satunyadisebabkan oleh pembuangan limbah B3 ke lingkungan sekitarnya, walaupun sesungguhnyaPeraturan Perundangan telah mengatur larangan membuang limbah B3 ke lingkungan.Beban biaya yang tinggi untuk mengelola limbah B3 sering menjadi alasan membuanglimbah B3 ke lingkungan tanpa dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu.

Kawasan yang terdampak limbah B3 biasanya dilakukan dengan analisis lapangan daerahtercemar dan analisis laboratorium memerlukan waktu dan biaya yang relatif mahal. Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan untuk mendeteksi kawasan terdampaklimbah B3 tersebut dengan cara tidak menyentuh objek yang di analisis. Teknologi ini disebutsebagai teknologi penginderaan jauh (remote sensing). Keunggulan teknologi remotesensing adalah cakupan yang luas, real time (up to date), historikal data yang baik, danmemiliki karakterik spektral yang memungkinkan untuk mendeteksi kawasan terdampaklimbah B3.

Penelitian ini bertujuan menganalisis beberapa metode yang digunakan untuk deteksi kawasan terdampak limbah B3 berbasis data penginderaan jauh satelit. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari metode NDVI, LST dan red edge menunjukkan bahwadata penginderaan jauh satelit terutama dengan kanal merah, kanal inframerah dekat, serta kanal thermal mampu mendeteksi kawasan yang terdampak limbah bahan berbahaya danberacun (B3) di suatu wilayah.

Page 19: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

3Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

2. DATA DAN METODE

2.1 Data

Data yang digunakan dalam mendeteksi adanya kawasan yang terdampak oleh limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam penelitian ini adalah data Landsat dari tahun 1995

– 2012, dengan path/row 116/061, dan lokasi penelitian di Balikpapan – Kalimantan Timur.

2.2 Metode

Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya kawasan yang terdampak oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), antara lain: Normalized Difference Vegetation Index(NDVI), Land Surface Temperatur (LST), dan red edge.

a. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), dimana nilai index NDVI ini mempunyai

rentang dari -1.0 (minus 1) hingga 1.0 (positif 1). Nilai yang mewakili vegetasi berada

pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan

vegetasi. Data satelit yang dapat digunakan dalam formulasi ini, menggunakan data

Landsat TM/ETM : band 3 (0.63-0.69 μm) dan band 4 (0.76-0.90 μm)

b. Land Surface Temperature (LST), dimana dalam hal ini dilakukan pengamatan kondisi

suhu permukaan lahan berdasarkan data Landsat 7 ETM+ multi temporal. Tahapan

meliputi pengumpulan data, penyusunan algoritma LST data Landsat 7 ETM+ dari

perbandingan dengan LST data Terra-MODIS kemudian Kemudian dilakukan

perhitungan statistik untuk mendapatkan korelasi antara LST MODIS dan rata-rata nilai

Tb Landsat yang telah diekstraksi. Persamaan regresi yang diperoleh kemudian

digunakan untuk menghitung LST dari Landsat. Selanjutnya dilakukan perhitungan LST

Landsat 7 ETM+ multitemporal dan pemantauan LST pada daerah tercemar.

c. Red Edge, metode ini dilakukan dengan langkah-langkah, antara lain: koreksi data

Landsat untuk s

selanjutnya lakukan ekstraksi reflektansi dan ekstraksi panjang gelombang.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya kawasan yang terdampak oleh limbahbahan berbahaya dan beracun (B3) adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) yaitu perbandingan antara spektral Near Infra Red (NIR) dikurangi Red (R) dibagi dengan jumlah spektral Near Infra Red (NIR) dan Red (R). Band spektral yang diproses memiliki data reflektan dan dari nilai ini dihitung NDVI. Rasio indeks ini bergantung pada perubahan reflektansi vegetasi antara panjang gelombang spektrum elektromagnetik merah dan

Page 20: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

4Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

inframerah dekat. Perhitungan NDVI yang digunakan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Dimana NIR adalah nilai reflektan kanal inframerah dekat (Band 4) dan Red adalah nilaireflektan kanal merah (Band 3). Reflektan kanal merah akan berkurang dengan meningkatnya penyerapan klorofil, dimana reflektan kanal inframerah dekat bergantung pada struktur daun dan akan meningkat dengan meningkatnya biomasa tanaman hijau, jadi NDVIsangat sensitif terhadap jenis, densitas dan kondisi tutupan vegetasi. Nilai NDVI yang tinggidapat menunjukkan kesehatan atau ketebalan daun dan rendahnya nilai NDVI menunjukkan stres vegetasi dan vegetasi yang jarang. Untuk menghitung nilai NDVI pada semua musimdicari nilai rata-rata NDVI pada musim kering dan musim basah. Hasil perhitungan rata-rataNDVI setiap musim, selanjutnya dihitung anomali NDVI. Nilai NDVI dan anomali NDVIkemudian dibandingkan dengan proses pemulihan lahan yang telah dilakukan di kawasanyang terdampak limbah B3 tersebut.

Sebagai contoh hasil pengolahan NDVI melalui citra Landsat tanggal 6 Agustus 2001 sepertipada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. NDVI dari citra landsat Gambar 2. Anomali NDVI dari citra landsat

Pada Gambar 1 yang merupakan hasil pengolahan dari citra landsat tanggal 6 Agustus 2001 dapat dilihat bahwa nilai NDVI (Normalize Defference Vegetation Index) berkisar antara 0hingga 0,8 dimana lingkaran merah menunjukkan lokasi daerah penelitian acid sludge diBalikpapan, Provinsi Kalimantan Timur (Haryani, et.al, 2013). Hasil pengolahan data yangtelah dilakukan pada lokasi yang terdampak limbah B3, menggunakan data Landsat dari

Page 21: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

5Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

tahun 1997 - 2012 pada musim penghujan (musim basah), sedangkan pengolahan datapada musim kemarau (musim kering) dari tahun 1995 - 2007. Hasil pengolahan NDVI padamusim kering berkisar antara -0,15 hingga 0,39, sedangkan hasil pengolahan NDVI pada musim basah berkisar antara -0,05 hingga 0,35. Hasil pengolahan nilai NDVI rendah, hal inimenunjukkan adanya stress vegetasi dan vegetasi yang jarang.

Hasil pengolahan data untuk anomali NDVI dihitung berdasarkan perhitungan nilai NDVIdikurangi dengan mean NDVI (Gambar 2). Hasil pengolahan data untuk anomali NDVI yangtelah dilakukan pada lokasi yang terdampak limbah B3, untuk data pada musim penghujan (musim basah) berkisar antara antara -0,20 hingga 0,19, sedangkan hasil pengolahananomali NDVI pada musim kering berkisar antara -0,12 hingga 0,13. Nilai anomali NDVIpositif menunjukkan adanya aktivitas vegetasi yang tinggi, sebaliknya nilai anomali NDVInegatif menunjukkan adanya aktivitas vegetasi yang rendah.

Secara umum pola NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan anomali NDVI padamusim kering memiliki hubungan yang signifikan dengan pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 yang telah dilakukan dibandingkan dengan pola NDVI dan anomali NDVI padamusim basah.

3.2 Land Surface Temperatur (LST)

Aplikasi panjang gelombang thermal infrared dalam citra satelit penginderaan jauh dapat digunakan untuk pemantauan lingkungan, dalam aplikasinya untuk penelitian limbah B3, dimana perbedaan temperatur merupakan ciri atau tanda yang penting untuk penentuan karakteristik permukaan dari obyek. Pemanfaatan band inframerah termal untuk pemantauan daerah terdampak limbah B3 juga telah dilakukan pada beberapa penelitian. Faisal et al (2012) melakukan kajian untuk pemantauan lokasi pembuangan limbah atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di beberapa TPA di antaranya di Canada dan Kuwait. Penelitian yang dilakukan dengan cara pemantauan Land Surface Temperature (LST) atau suhupermukaan tanah menggunakan data Landsat Multi Temporal. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa LST di lokasi penimbunan limbah memiliki nilai yang lebih tinggi rata-rata10° C dibandingkan lingkungan sekitarnya. Hasil penelitian ini juga ditemukan beberapadaerah yang dicurigai menjadi tempat pembuangan limbah.

Jauh sebelum penelitian di atas, potensi pemanfaatan panjang gelombang inframerah termal jauh juga telah dikaji oleh banyak peneliti diantaranya Mansor et al (1994) untuk memantaupembakaran batubara di bawah permukaan tanah. Pada penelitiannya menggunakan datamultispektral NOAA 9-AVHRR dan data Landsat 5-TM untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci. Hasil penelitian ini menunjukkan daerah dengan anomali Brightness Temperatureyang tinggi diduga sebagai daerah terjadinya pembakaran batubara. Berdasarkan penelitiantersebut diketahui bahwa band thtt ermal baik dari sensor AVHRR maupun TM dapat digunakan untuk mendeteksi sumber suhu tinggi akibat pembakaran batubara di bawah permukaan tanah.

Page 22: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

6Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Hasil penelitian yang telah dilakukan LAPAN tahun 2013 menunjukkan kemampuan panjanggelombang inframerah termal dalam mendeteksi limbah akibat pencemaran limbah acid sludge. Pada penelitian tersebut digunakan citra Landsat 7-ETM multitemporal untukmemantau daerah yang terkena limbah, dan selanjutnya dibandingkan dengan lingkunganyang ada di sekitarnya. Pada Gambar 3 memperlihatkan contoh hasil pengolahan Land Surface Temperature, dimana pada daerah tercemar limbah pada lingkaran merahmempunyai temperatur yang lebih tinggi dibandingkan lingkungan yang berada di sekitarnya.

Gambar 3. Land Surface Temperatur (LST) dari citra Landsat

3.3 Red Edge

Red Edge ( re) didefinisikan sebagai selang/daerah dengan peningkatan tajam nilai

reflektansi antara panjang gelombang 680-760 nm, yang dapat digunakan untukmenganalisis konsentrasi klorofil sebagai ukuran kondisi tanaman. Red edge dalampengolahan data pada landsat 5, reflaktan menggunakan band 4 (near infrared) dan band

3 (infrared), sedangkan panjang gelombang menggunakan selisih panjang gelombang

antara 680 – 760 nm, dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:

dimana:

Page 23: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

7Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Konsep dasar yang telah dikembangkan dalam analisis spektral vegetasi menjadi Red Edge,dimana untuk analisis spektral vegetasi tersebut biasanya menggunakan panjang gelombangyang berada pada nilai reflektan 720 nm. Panjang gelombang tersebut diwakili dengankenaikan tajam pada nilai reflektan dari vegetasi antara 680 – 760 nm. Menurut penelitianyang dilakukan oleh Gates et. al., dan Guyot et al. mengemukakan bahwa semua vegetasihijau menunjukkan pola reflektansi spektral yang serupa pada nilai reflektansi kanal visibledan kanal infrared. Pola reflektansi bimodal disebabkan oleh penyerapan klorofil padapanjang gelombang biru sebesar 450 nm dan panjang gelombang merah sebesar 680 nm, reflektansi klorofil pada panjang gelombang hijau menyebabkan puncak panjang gelombangsekitar 550 nm. Puncak reflektansi terbesar kedua adalah pada nilai reflektan 780 nm yangdisebabkan struktur daun yang memiliki jumlah energi yang signifikan pada kanal near infrared.

Menurut Horler et al., mendefinisikan Red Edge ( ) sebagai panjang gelombang

maksimum ( ), dimana R adalah reflektan dan adalah panjang gelombang tertentu.

Guyot et al., juga mendefinisikan Red Edge sebagai infleksi/perubahan dalam peningkatansecara tajam antara panjang gelombang 670 dan 760 nm. Selanjutnya penelitian yangdilakukan oleh Collins et al. mengamati pergeseran panjang gelombang biru pada pohonconifer yang dipengaruhi oleh logam sulfida pada panjang gelombang antara 700 – 780 nm. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Horler menemukan pergeseran panjanggelombang biru pada pohon yang disebabkan oleh konsentrasi logam sulfida dalam tanah.Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Rock et al., menunjukkan pergeseran panjanggelombang biru sebesar 5 nm pada pohon cemara dan pohon fir di daerah Vermont dan Germani sebagai hasil dari kontaminasi asam. Penelitian yang dilakukan oleh Reusen (2003), melakukan pemetaan daerah yang terkontaminasi logam berat dengan mengamatistres vegetasi dengan menggunakan sensor hyperspectral CASI dengan cara menghitung nilai indeks vegetasi Edge Green First Derivative Normalized Difference (EGFN). Deteksi kontaminasi limbah B3 diamati dengan menggunakan band thermal dari citra hyperspectral.

Vern Singroy (1996), penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan teknik penginderaanjauh untuk pemantauan limbah B3 dan untuk membedakan karakteristik landfill dan limbah dikawasan pertambangan. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah citramultispektral CASI dan Landsat TM. Penelitian ini mengamati fenomena Red Edge yang disebabkan oleh perubahan tingkat kehijauan vegetasi akibat kontaminasi limbah B3 yangmenyebabkan berkurangnya tingkat klorofil atau chlorosis/chlorophyll loss. Fenomena berkurangnya klorofil pada tanaman ditandai dengan bergesernya nilai panjang gelombangband red dan band Near Infrared (NIR) pada kisaran gelombang 0.68 – 0.75 nm. Penelitian ini juga mengamati perbedaan temperatur daerah yang tercemar limbah B3 dan tidaktercemar. Hal ini dapat diamati dengan menggunakan band thermal citra Landsat. Citra infrared ii thermaltt digunakan untuk deteksi material dimana dekomposisi yang terjadimenghasilkan temperatur yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya.

Page 24: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

8Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Hasil penelitian yang telah dilakukan Haryani dkk. (2014), dimana penggunaan metode Red Edge untuk data resolusi spektral rendah hingga menengah seperti Landsat masih sulitditerapkan. Pergeseran nilai spektral dengan metode red edge menggunakan data Landsatbelum dapat dibedakan secara jelas pergeseran spektralnya. Pada Gambar 4, merupakancontoh hasil pengolahan citra landsat tahun 1995 - 2012 menggunakan metode red edge.Hasil pengolahan menggunakan metode red edge ini hasilnya berfluktuasi dengan nilai red edge berkisar antara 10 sampai dengan 110. Nilai red edge tinggi mencapai nilai lebih besar dari 100, dicapai pada tahun 1997, tahun 2007 dan tahun 2012. Nilai red edge tinggimenunjukkan bahwa lokasi tersebut masih adanya kontaminasi logam berat atau limbah B3.

Gambar 4. Red Edge dari citra landsat

Berdasarkan ketiga metode deteksi yang telah disampaikan pada bab sebelumnya bahwapada dasarnya data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mendeteksi adanyapencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dengan menggunakan analisisspektral dan analisis thermal. Analisis spektral dengan menggunakan band merah dan inframerah, sedangkan analisis thermal menggunakan perbedaan suhu pada permukaan tanahyang disebut Land Surface Temperatur (LST).

Torrence Slonecker (2010), penelitian mengenai masalah lingkungan menggunakan datapenginderaan jauh untuk mendeteksi limbah B3 dengan menggunakan metode NormalizeDefference Vegetation Index (NDVI). Perhitungan NDVI menggunakan nilai reflektan bandnear infraredd (Band 4) dan band red yang merupakan nilai reflektan band merah (Band 3).

Horler et al. (1983), mendefinisikan Red Edge ( ) sebagai panjang gelombang maksimum

( ), dimana R adalah reflektan dan adalah panjang gelombang tertentu, dimana

panjang gelombang untuk deteksi logam berat menggunakan metode Red Edgemenggunakan panjang gelombang antara 670 dan 760 nm.

Vern Singroy (1996), melakukan penelitian dengan memanfaatkan teknik penginderaan jauh untuk pemantauan limbah B3 untuk membedakan karakteristik landfill dan limbah di kawasan

Page 25: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

9Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

pertambangan. Penelitian ini mengamati fenomena Red Edge yang disebabkan oleh perubahan tingkat kehijauan vegetasi akibat kontaminasi limbah B3 yang menyebabkanberkurangnya tingkat klorofil atau chlorosis (chlorophyll lossll )s .

4. KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa metode yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Metode yang telah disampaikan bahwa dari ketiga metode deteksi limbah bahan berbahaya beracun (B3) dapat dideteksi melalui data penginderaan jauh dari resolusi menengah hingga tinggi, dengan pendekatan analisis spektral dan analisis thermal.

b. Metode NDVI (Normalize Defference Vegetation Index) yang menggunakan data musim kemarau hasilnya menunjukkan hubungan yang lebih signifikan dibandingkan penggunaan data pada musim basah (penghujan), dimana hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa setelah proses pemulihan lingkungan nilai NDVI semakin meningkat dan anomali NDVI menjadi positif.

c. Metode Land Surface Temperatur (LST) dengan pendekatan thermal infrared dalam citra satelit penginderaan jauh baik digunakan untuk pemantauan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian secara umum suhu di daerah tercemar cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah tidak tercemar.

d. Penggunaan metode Red Edge masih sulit diterapkan untuk deteksi daerah yang tercemar limbah B3 dengan menggunakan data resolusi spektral rendah hingga menengah seperti citra Landsat, karena kurang terlihat adanya pergeseran spektral sehingga akan berpengaruh terhadap perubahan nilai red edge.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. dan Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si., yang telah memberikan masukan dan koreksinya dalam paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bapedal, 1995. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.: KEP-04/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan, Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengelolaan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Bapedal. Jakarta.

Baret, F., dan Guyot, G.,1991. Potentials and limits of vegetation indexes for LAI and APAR assessment. Remote Sensing Environ 35: 161–173.

Carlson, T. N., dan Ripley, D. A., 1997. On the relation between NDVI, fractional vegetation cover, and leaf area index. Remote Sensing Environ.62(3): 241 252.

Page 26: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

10Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

D’Emilio, M., Machianto, M., Ragosta, M., dan Simoniello, T., 2012. A Method for theIntegration of Satellite Vegetation Activities Observations and Magnetic Susceptibility Measurements for Monitoring Heavy Metals in Soil. Journal of Hazardous Materials241-242 (2012) 118-126.

Faisal, K., Al Ahmad, M., dan Shaker, A, 2012. Remote Sensing Techniques as a Tool for Environmental Monitoring. International Archives of the Photogrammetry, RemoteSensing and Spatial Information Sciences, Volume XXXIX-B8, 2012 XXII ISPRS Congress, 25 August – 01 September 2012, Melbourne, Australia.

Guyot, G., Baret, F., dan Jacquemoud, S. 1992. Imaging Spectroscopy for vegetationstudies. In Imaging Spectroscopy:Toselli, F., Bodechtel, J., Eds.; Kluwer Academic Publisher: Nowell, MA, USA, 1992; Volume 2, pp. 145-165.

Haryani, N.S., Sulma, S., dan Pasaribu, J.M. 2013. Detection of Acid Sludge Contaminated Area Based on Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Value. Proceeding ACRS (Asean Conference on Remote Sensing). 20-24 Oktober 2013. Bali.

Horler, D.N.H., Barber, J., dan Barringer, A.R., 1980. Effects of heavy metals on theabsorbance and reflectance spectra of plants. Int. J. Remote Sensing I: 121 – 136.

Horler, D.N.H., Dockray, M., dan Barber, J. 1983. The red edge of plant leaf reflectance. Int.J. Remote Sensing. 4, 273-288.

Mansor, S.B., Cracknell, A.P., Shilin, B.V., dan Gornyi, V.I., 1994. Monitoring of undergroundcoal fires using thermal infrared data. Int. J. Remote Sensing, 15, 1675-1685.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah BahanBerbahaya dan Beracun. Lembaran Sekneg. Jakarta.

Singhroy, V., dan Kuhn, F., 1996. Remote Sensing for characterizing and Monitoring of Hazardous Waste Sites – Case Studies in Canada and Germany. International Archives pf Photogrammetry and Remote Sensing. Vol XXXI. Part B7. Vienna.

Slonecker, T., Fisher, G. B., Aiello, D. P., dan Haack B., 2010. Visible and Infrared RemoteImaging of Hazardous Waste : A Review. Remote Sensing. 2010, 2, 2474-2508; doi : 10.3390/rs2112474

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), 2013. Pengembangan ModelPemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Pemantauan Limbah B3. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian T.A. 2013. Jakarta.

Wan, Z. 1997. MODIS Land-Surface Temperature Algorithm Theoritical Basis Document rr(LST ATBD) Version 3.3. Institute for Computational Earth System Scince, Universityof California.

Page 27: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

11Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Dra. Nanik Suryo Haryani, M.Si

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si.) pada program studi Ilmu Lingkungan, ProgramPaskasarjana Universitas Indonesia (UI), 1997Sarjana (Dra.) Jurusan Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1983.

Nanik Suryo Haryani telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1992. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan(hutan dan perkebunan) dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, longsor, kekeringan,kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Sayidah Sulma, S.Pi, M.Si

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si) pada program studi Geografi, FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. 2012Sarjana Perikanan (S.Pi.) pada program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2000

Sayidah Sulma telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2003. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk analisis sumberdaya pesisir dan laut, mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan, dan analisis pencemaran lingkungan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Junita Monika Pasaribu, S.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:Sarjana Sains (S.Si.) program studi Meteorologi, Fakultas Ilmu danTeknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Page 28: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

12Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Junita Monika Pasaribu telah bekerja di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPANsejak tahun 2011. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi datapenginderaan jauh untuk bencana banjir, kekeringan dan penurunan muka tanah. Saat ini mengikuti kegiatan penelitian mengenai aplikasi penginderaan jauh untuk deteksi limbah B3.

Ir.Hidayat, MT.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Program Pasca Sarjana (S2) Jurusan Kimia, Universitas Indonesia,1995Sarjana Teknik (S1.) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Univ. Muhammadiayah Jakarta), 1985,

Hidayat telah bekerja honorer di sejak 1972, dan diangkat CPNS tahun 1975 sebagai TeknisiProyek TELSA LAPAN sampai Tahun 1985. Staf Peneliti di Pusat PemanfaatanPenginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1985. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk pemanfaatan data satelit sumber daya alamlahan dan mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu sertainteraksinya dan potensinya terhadap sumber daya alam lahan dan kebencanaan (pangan,banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Page 29: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

13Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

ANALISIS CITRA SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU DI DAERAH PERKOTAAN

Nur Febrianti, Kusumaning Ayu DS, Parwati Sofan

Abstract

Green open space (RTH) is a form of land use in the area allocated for reforestation, wherethe extent of at least 30% of the area of the city. This study was conducted to analyze the methods and the appropriate satellite image data to identify the green open spaces in urbanareas. The data used are Landsat 8 satellite data, ALOS / AVNIR-2 and SPOT 6. The method used are the landuse classification and the vegetation index. From this research it is known that the use of satellite imagery with high spatial resolution are indispensable for the identification of green space in urban areas have a higher diversity of heterogeneous land cover and narrow area. Determining the location of extensive green open spaces more easily accomplished using vegetation index method than other methods. This is because the use of high-resolution imagery and vegetation index can not directly distinguish plants with no plants, so there is no mixing with other land. The classes of vegetation cover with vegetationindex method can not be compared to any type of data. Because each data (Landsat, ALOSand SPOT) have a range of different vegetation indices.

Key words : satellite data, vegetation index, Green open Space (RTH)

Abstrak

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan, dimana luasnya minimal 30% dari luas kota. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis metode dan data citra satelit yang tepat untuk mengidentifikasi ruang terbuka hijau di perkotaan. Data yang digunakan adalah data satelit Landsat 8, ALOS/AVNIR-2, dan SPOT 6. Sedangkan metode yang digunakan adalah klasifikasi lahan dan indeks vegetasi. Dari penelitian ini diketahui bahwa pemanfaatan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi sangat diperlukan untuk identifikasi RTH di daerah perkotaan yang mempunyai tingkat keragaman penutupan lahan yang heterogen dan luasan yang sempit. Penentuan luas lokasi ruang terbuka hijau lebih mudah dilakukan dengan menggunakan metode indeks vegetasi daripada metode lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan citra resolusi tinggi dan Indeks vegetasi dapat secara langsung membedakan tanaman dengan bukan tanaman, sehingga tidak terjadi percampuran dengan tutupan lahan lainnya. Kelas tutupan vegetasi dengan metode indeks vegetasi tidak dapat disamakan untuk setiap jenis data. Karena setiap data (Landsat, ALOS, dan SPOT) memiliki kisaran indeksvegetasi yang berbeda.

Kata kunci : data satelite, indeks vegetasi, RTH

Page 30: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

14Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa RuangTerbuka Hijau (RTH/ Green Open spaces) merupakan area tanaman yang tumbuhmengelompok atau memanjang, tumbuhnya dapat secara alamiah ataupun di tanam.Dengan kata lain RTH merupakan suatu bentuk area lahan pada satu kawasan yangdiperuntukan untuk penghijauan tanaman.

Pembuatan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai saranapengaman lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian lingkungan yang bergunauntuk kepentingan masyarakat (Zainuddin, 1998). RTH yang ideal untuk wilayah kota adalah30% dari luas wilayah. Namun saat ini hampir disemua kota besar di Indonesia hanyamemiliki RTH sekitar 10% dari luas wilayah kota tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang TerbukaHijau Kawasan Perkotaan, bahwa ruang terbuka hijau perkotaan adalah bagian dari ruangterbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukungmanfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.

RTH sebagai paru-paru kota dimana tanaman melaukuan proses Fotosintesis denganmengambil Karbon dioksida (CO2) dan melepaskan Oksigen (O2) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup. Menurut Grey dan Deneke (1971) dalam Zoer’aini (2005), menyebutkan tanaman di bumi ini setiap tahunnya dapat melepaskan 400.000 juta ton/tahun O2 keatmosfer. Hal ini didukung oleh Simpson dan McPherson (1999) yang menyatakan bahwapenyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun.

RTH dianggab sebagai pengatur lingkungan mikro karena tanaman dapat menurukan suhukota dan meningkatkan kelembaban udara sehingga menimbulkan hawa lingkungan yangsejuk, nyaman dan segar. Hutan kota pada siang hari di permulaan musim penghujan dapatmenurunkan suhu lingkungan sekitarnya sebesar 3,46%, dan menaikkan kelembabansebesar 0,81% (Zoer’aini, 1994).

RTH juga sebagai peredam kebisingan dimana menurut Menurut Federal Highway Administration (FHWA) pepohonan dapat meredam kebisingan dengan cara mengabsorpsigelombang suara. Penanaman vegetasi pepohonan dalam bentuk memanjang, denganpenutupan yang rapat dan berlapis-lapis, dapat meredam kebisingan yang cukup besar hingga 95% dari sumbernya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bianpoen, et al., (1990), menemukan bahwa vegetasi mempunyai kemampuan untukmengurangi kebisingan sekitar 25% - 80%.

Perkembangan RTH memerlukan perencanaan dan pengelolaan yang baik, agar fungsi dan peranan ruang terbuka hijau itu sendiri dapat terwujud secara optimal. Informasi yang akurat, cepat dan efisien akan sangat membantu dalam perencanaan pembangunan ruang terbuka

Page 31: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

15Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

hijau. Penginderaan jauh mampu memberikan informasi secara lengkap, cepat dan relatif lebih akurat, serta cakupan wilayah yang luas. Kelebihan lain dari teknik penginderaan jauh dengan menggunakan satelit yaitu dapat menghasilkan data digital yang selanjutnya dapat diolah secara kuantitatif, sehingga dihasilkan informasi yang berkesinambungan.

Penggunaan penginderaan jauh untuk mengidentifikasi luas RTH di suatu kota, namun banyaknya metode yang dapat digunakan menyebabkan penentuan metode yang tepat sangatlah penting. Untuk itu dalam tulisan ini akan menganalisis beberapa metode yangsudah banyak digunakan.

2. DATA DAN METODE

Data satelit memiliki beberapa range resolusi, ada tiga tingkat ukuran resolusi yang perlu

diketahui, yaitu: Resolusi spasial tinggi, berkisar : 0.6-4 m, Resolusi spasial menengah,

berkisar : 4-30 m, dan Resolusi spasial rendah, berkisar : 30 - > 1000 m. Satelit dengan

resolusi rendah misalnya Landsat, citra Alos yang hanya memiliki resolusi 10 m salah satu

contoh data dari satelit resolusi menengah (Tabel 1), sedangkan untuk data resolusi tinggi

contohnya adalah data IKONOS. Data yang digunakan dalam pengolahan adalah data

Landsat 8 tahun 2013, ALOS AVNIR-2 tahun 2009, dan data SPOT 6 tahun 2013.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk penentuan RTH disajikan pada Tabel 2.

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan klasifikasi land use dengan metode klasifikasi

terbimbing menggunakan data Landsat 8 dan SPOT 6. Selain itu juga dilakukan pengolahan

indeks vegetasi menggunakan data Landsat 8, Alos AVNIR-2, dan SPOT 6.

Tabel 1. Karakteristik ALOS AVNIR-2

Number of Bands 4

Wavelength

Band 1 : 0.42 to 0.50 micrometersBand 2 : 0.52 to 0.60 micrometersBand 3 : 0.61 to 0.69 micrometersBand 4 : 0.76 to 0.89 micrometers

Spatial Resolution 10m (at Nadir)

Swath Width 70km (at Nadir)

S/N >200

MTF Band 1 through 3 : >0.25Band 4 : >0.20

Number of Detectors 7000/band

Pointing Angle - 44 to + 44 degree

Bit Length 8 bits

Page 32: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

16Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Tabel 2. Data dan metodologi yang dianalisis

No. Metode Data Resolusi Sumber

1.Klasifikasi terbimbing piksel

Landsat 8 ETM 30 m

2. SPOT 6 10 m

3. Indeks vegetasi ALOS/AVNIR-2 10 m As-syakur et al., 2009

4.

Klasifikasi terbimbing berbasis

objek

Landsat 8 ETM 30 m

5. SPOT 6 10 m

6. ALOS/AVNIR-2 10 m

7. IKONOS 4 m M. Yusof, 2012

8. Digitasi pada Layar Quickbird 2,4 m Utami et al., 2012

3. HASIL DAN ANALISIS

3.1. Identifikasi Menggunakan Metode Klasifikasi Terbimbing

Klasifikasi citra merupakan proses yang berusaha mengelompokkan seluruh pixel padasuatu citra ke dalam sejumlah kelas, sedemikian hingga setiap kelas merepresentasikansuatu identitas dengan properti yang spesifik. Pada Gambar 1 menunjukkan klasifikasitutupan lahan DKI Jakarta menggunakan data Landsat-8 ETM menggunakan metode klasifikasi terbimbing. Pada dasarnya penggunaan data Landsat-8 ETM dengan teknikmultispektal ini sudah dapat memperlihatkan sebaran ruang terbuka, namun masih terjadipercampuran dengan kelas tutupan lahan lainnya.

Gambar 1. Klasifikasi tutupan lahan DKI Jakarta menggunakan Landsat 8

Keterbatasan data Landsat yaitu masih sering terjadi penggabungan kelas dengan tutupanlahan lainnya dapat ditutupi dengan penggunaan data resolusi yang lebih tinggi seperti yang ditunjukkan Gambar 2. Disini diperlihatkan dengan metode yang sama yaitu klasifikasi

Page 33: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

17Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

terbimbing berbasis piksel menggunakan Citra SPOT 6 tahun 2013. Hasil pengolahandengan citra yang memiliki resolusi lebih tinggi menghasilkan

Gambar 2. Klasifikasi tutupan lahan DKI Jakarta menggunakan data SPOT 6

Klasifikasi terbimbing selain berbasis piksel ada teknik lain yaitu berbasis objek. Klasifikasidengan metode segmentasi menggunakan citra IKONOS 2002 yang diperlihatkan padaGambar 3, memberikan hasil klasifikasi penggunaan lahan yang cukup baik. Klasifikasipenggunaan lahan dengan IKONOS dapat melakukan pembagian jenis tanaman menjadibeberapa tanaman dengan mudah yaitu rumput, semak dan pohon.

Gambar 3. Klasifikasi penutupan lahan Kota Kuala Lumpur menggunakan data IKONOS (Sumber: M. Yusof, 2012)

Page 34: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

18Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

3.2. Identifikasi Menggunakan Metode Digitasi pada Layar (On screen digitation)

Hasil klasifikasi menggunakan citra Quickbird menggunakan metode digitasi dapat dilihat pada Gambar 4. Citra Quickbird bermanfaat sebagai penentu tingkat kenyamanan dilihat dari resolusi spasial yang tinggi sehingga mempermudah interpreter dalam menginterpretasiobjek. Menurut Utami et al. (2012), persentase ketelitian hasil interpretasi citra Quickbirdyaitu untuk interpretasi penggunaan lahan sebesar 91.9%, untuk interpretasi liputan vegetasi sebesar 86.84%, sedangkan untuk interpretasi kepadatan bangunan sebesar 90.9%.

Gambar 4 . Klasifikasi penggunaan lahan Kota Bekasi menggunakan data Quickbird (Sumber: Utami et al., 2012)

3.3. Identifikasi Menggunakan Metode Indeks Vegetasi

Gambar 5 memperlihatkan hasil identifikasi tanaman menggunakan metode indeks vegetasi yaitu NDVI yang menggunakan data ALOS 2013. Karena NDVI berhubungan erat dengan fAPAR (fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiation) (Myneni dan Williams, 1994), serta berkorelasi kuat dengan LAI dan biomassa pada monokulture (Aparicio et al., 2002) dan sensitif terhadap kandungan klorofil (Zavaleta et al., 2003).

Dengan metode NDVI, Identifikasian tutupan tanaman memberikan hasil yang lebih baik karena hanya mengidentifikasi tanaman saja pada berbagai nilai reflektan. Metode ini selain lebih mudah pengolahannya namun dapat memberikan hasil informasi tamanan yang bervariasi. Reflectances spektral NDVI bervariasi antara -1.0 dan +1.0. Nilai negatif dari NDVI (nilai mendekati -1) sesuai dengan air yang dalam. Nilai mendekati nol (-0.1 sampai

Page 35: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

19Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

0.1) umumnya sesuai dengan daerah tandus batu, pasir, atau salju. Nilai-nilai positif (sekitar 0,2 - 0,4) merupakan semak dan padang rumput, sedangkan nilai tinggi (nilai mendekati 1)menunjukkan hutan hujan beriklim sedang dan tropis (As-syakur et al., 2009).

Gambar 5. Klasifikasi tutupan tanaman DKI Jakarta menggunakan data SPOT 6

3.4 Kajian Perbandingan

Perbedaan resolusi spasial sangat menentukan ketepatan hasil apalagi untuk daerahperkotaan. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 6 dimana Landsat memperlihatkan gambar yang lebih blur, tidak jelas batas antar klas lahan. Sedangkan pada citra ALOS sudah terlihatbatas antar klas namun kurang spesifik, namun pada citra SPOT 6 selain sudah terlihat jelasperbedaan antar klas penggunaan lahan, terlihat jelas perbedaan tinggi dari bangunan atauvegetasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Liang et al. (2007) bahwa pemanfaatan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi sangat diperlukan untuk daerah perkotaan yangmempunyai tingkat keragaman penutupan lahan yang heterogen.

Landsat 8 resolusi 30 m ALOS AVNIR resolusi 10 m SPOT 6 resolusi 6 m

Gambar 6. Contoh resolusi pada Citra Satelit : Landsat, Alos, dan Spot 6 wilayah Lapangan Senayan dansekitarnya

Perbandingan beberapa metode ditunjukkan dalam Tabel 3. Perbedaan mendasar darimetode ini adalah dari sisi waktu pengerjaan, tingkat kesulitan, serta akurasi yang diperoleh. Dari perbandingan tersebut disimpulkan bahwa penggunaan indeks vegetasi lebih ideal

Page 36: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

20Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

digunakan, karena penentuan RTH lebih fokus untuk melihat perbedaan vegetasi dan nonvegetasi.

Tabel 3. Perbandingan metode

No. Metode Kelebihan Kekurangan1. Klasifikasi terbimbing

berbasis pikselpengolahan lebih cepat Hanya mempertimbangkan nilai

spektralPerlu pengeditan pada kelas-kelas yang sulit dibedakan akibat nilai pixel yang mirip

2. Klasifikasi terbimbing berbasis objek

Memperhitungkan aspek seperti scale, color, teksturpengolahan lebih cepat

Sulit dilakukan untuk data yang sangat besar

3. Indeks vegetasi Pengolahan cepat dan ideal untuk pemisahan kelas vegetasidan non vegetasi

Diperlukan multitemporal data untuk membedakan jenisvegetasi

4. Digitasi pada Layar Akurasi dapat lebih tinggi tertutama pada citra resolusi spasial lebih tinggi

Membutuhkan waktu yang lebihlamabersifat subyektif, perlu interpreter yang mahirtidak sesuai untuk citra resolusi rendah

Dengan ditetapkannya metode yang akan digunakan adalah indeks vegetasi, maka dilakukan perbandingan kembali hasil pengolahan indeks vegetasi pada beberapa citra dari resolusi rendah, menenggah, dan yang memiliki resolusi tinggi (Gambar 7). Pada Gambar 7 terlihat perbedaan nyata hasil pengolahan indeks vegetasi untuk data Landsat, ALOS, dan SPOT 6. Terlihat semakin tinggi resolusi maka variasi nilai indeks akan semakin beragam.

NDVI LANDSAT 8 NDVI ALOS AVNIR-2 NDVI SPOT 6

Gambar 7. NDVI pada citra Landsat, ALOS, dan SPOT 6 wilayah Lapangan Senayan dan sekitarnya

Bila dibandingkan nilai kisaran NDVI yang dimiliki masing-masing citra, NDVI landsat 8 berkisar antara -0.056 hingga 0.484, dan ALOS AVNIR-2 memiliki kisaran NDVI antara -0.629 hingga 0.051, sedangkan SPOT 6 memiliki NDVI berkisar antara -0.575 hingga 0.527. Indeks vegetasi untuk tutupan vegetasi berkisar antara 0.307 hingga 0.485 pada Landsat 8, dan -0.137 hingga -0.16, sedangkan vegetasi pada citra SPOT berkisar antara 0.307 hingga

Page 37: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

21Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

0.490. Hasil perbandingan ini juga memperlihatkan bahwa nilai ALOS memiliki kisaran yang sangat kecil daripada Landsat dan SPOT.

4. KESIMPULAN

Pemanfaatan citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi sangat diperlukan untuk identifikasi RTH di daerah perkotaan yang mempunyai tingkat keragaman penutupan lahan yang heterogen dan luasan yang sempit. Penentuan luas lokasi ruang terbuka hijau lebih mudah dilakukan dengan menggunakan metode indeks vegetasi daripada metode lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan citra resolusi tinggi dan Indeks vegetasi dapat secara langsung membedakan tanaman dengan bukan tanaman, sehingga tidak terjadi percampuran dengan tutupan lahan lainnya. Kelas tutupan vegetasi dengan metode indeks vegetasi tidak dapat disamakan untuk setiap jenis data. Karena setiap data (Landsat, ALOS, dan SPOT) memiliki kisaran indeks vegetasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Aparicio, N., D. Villegas, J.L.Araus, J. Casadesus. dan C. Royo. 2002. Relationship Between Growth Traits And Spectral Vegetation Indices in Durum Wheat. Crop Science, 42, 1547 – 1555.

As-syakur, A. R., dan I.W.S. Adnyana. 2009. Analisis indeks vegetasi menggunakan citra ALOS/AVNIR-2 dan sistem informasi geografi (SIG) untuk evaluasi tata ruang kota Denpasar. Jurnal Bumi Lestari, Vol 9 No.1.

Bianpoen, D. Anggraini, D. Ratnaningrum, dan K. Pasya. 1990. Fungsi Hutan Kota. Pusat Penelitian Teknologi dan Pemukiman, Universitas Tarumanagara, Jakarta [In press].

Federal Highway Administration. Equestrian Design Guidebook for Trails, Trailheads and Campgrounds. [akses Januari 2014] http://www.fhwa.dot.gov/environment/recreational_trails/publications/fs_publications/07232816/page06.cfm

http://www47.homepage.villanova.edu/guillaume.turcotte/studentprojects/arboretum/NDVI.htm [akses Januari 2014]

Liang, S., T. Zheng, D. Wang, K. Wang, R. Liu, dan S. Tsay, S. 2007. Mapping high resolution incident photosynthetically active radiation over land from polar – orbiting and Geo stationary satellite data. Photogrammetric engineering & remote sensing, 1085 – 1089.

M. Yusof M.J. 2012. Identifying Green Spaces in Kuala Lumpur Usingii Higher Resolution Satellite Imagery. Alam Cipta Vol 5 (2)

Myneni, R.B., & Williams, D. L. 1994. On TheTT Relationship between FAPAR and NDVI.Remote Sensing of Environment, 49, 200–211.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan

Page 38: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

22Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Simpson, J.R., dan E.G. McPherson. 1999. Carbon Dioxide Reduction Through UrbanForestry-yy Guidelines for Professional and Volunteer Tree Planters. Gen. Tech. Rep. PSW-GTR-171. Albany, CA: Pacific Southwest Research Station, Forest Service, U.S. Departmen of Agriculture.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Utami, S.A., Suharyadi, dan Iswari N H. 2012. Penentuan Lokasi RTH Daerah Permukiman Di Sebagian Kota Bekasi Menggunakan Aplikasi Penginderaan jauh dan SIG. Jurnal bumi Indonesia, Vol. 1 No.2.

Yunhao, C., S. Peijun, L. Xiaoning, dan C. Jing. 2006. A combined approach for estimating vegetation cover in urban/suburban enviroments from remotely sensed data. Computers & geosciences, 32, 1299 – 1309.

Zainuddin, S. 1998. Pengalaman dan Praktek Pengembangan/Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau sebagai Wahana Keanekaragaman Puspa dan Satwa di Wilayah Perkotaan.Makalah Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional, Jakarta.

Zavaleta, E.S., B.D. Thomas., N.R. Chiariello, G.P. Asner, dan M.R. Shaw. 2003. Plants Reverse Warning Effect on Ecosystem Water Balance. PNAS, 100, 17. 1892 – 1893.

Zoer’aini, D. I. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Kota terhadap Kualitas Lingkungan Kota. Disertasi, Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Zoer’aini, D. I. 2005. Tantangan Lingkungan & Lansekap Hutan Kota. Cetakan Pertama. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Page 39: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

23Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Nur Febrianti, S.Si.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004

Nur Febrianti telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2008. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagaidisiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Kusumaning Ayu, ST

Email :[email protected]; [email protected]/Education:

Sarjana Teknik (ST),pada program studi Teknik Elektro, FakultasTeknik, Universitas Indonesia (UI) 2009

Penelitian yang diminati/Research Interest:Aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan dan tekniktelekomunikasi

Kusumaning Ayu telah bekerja di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejaktahun 2006. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengembanganmodel aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan. Organisasi profesi yangdiikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Parwati Sofan, S.Si, M.Sc.

Email : [email protected]:

Master of Science (M.Sc) pada program studi Remote Sensing and GISApplications, Program Master pada Space Technology and Applicationsdi Internatinal School, Beijing University of Aeronautics and Astronautics(BUAA), PRC. 2008

Page 40: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

24Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, JurusanGeofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1999

Parwati telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPANsejak tahun 2002. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi datapenginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunungapi). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Page 41: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

25Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN PENURUNAN MUKA TANAH (LAND SUBSIDENCE)EE

Junita Monika Pasaribu, Jalu Tejo Nugroho, Wiweka

Abstract

Land subsidence has been occurred in several areas in various countries. Interferometry method is one of the techniques which was considered effective for land subsidencemapping due to its ability to map an area with large coverage. This paper reviews theutilization of remote sensing data by using several interferometric techniques which has beenused by several researcher and has been applied in some areas in Indonesia. SyntheticAperture Radar (SAR) data is an appropriate satellite data to monitor and map land subsidence due to the ability of SAR data which can be operate in day time or night time inall wheather condition, and SAR data also has an ability to penetrate clouds, smoke or rain.Research which has been done by several researcher with Indonesia as the study area, indicate that the main cause of land subsidence is an intensive ground water usage for settlement, industry, and agriculture, urban development and natural gas extraction.

Key Words: remote sensing, land subsidence, Synthetic Aperture Radar (SAR)

Abstrak

Penurunan muka tanah atau yang dikenal dengan land subsidence telah banyak terjadi dibeberapa lokasi di berbagai negara. Metode interferometry adalah salah satu teknik yang dinilah efektif untuk memetakan land subsidence karena kemampuannya memetakan daerah dengan cakupan yang luas. Tulisan ini mengulas pemanfaatan data penginderaan jauh menggunakan beberapa teknik interferometri yang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dan telah diaplikasikan di beberapa daerah di Indonesia. Data Synthetic Aperture Radar (SAR) merupakan data satelit yang tepat untuk memantau dan memetakan land subsidence karena SAR dapat beroperasi siang maupun malam dalam segala kondisi cuaca, dapat menembus awan, asap ataupun hujan. Penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan daerah kajian Indonesia menunjukkan bahwa penyebab utama terjadinya land subsidence adalah penggunaan air tanah yang intensif untuk keperluan permukiman, industri, dan pertanian, pembangunan daerah perkotaan dan ekstraksi gas alam.

Kata Kunci: penginderaan jauh, land subsidence, Synthetic Aperture Radar (SAR)

Page 42: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

26Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Land subsidence merupakan perubahan posisi permukaan tanah dalam arah vertikal. Penurunan permukaan tanah ini dapat disebabkan adanya kompaksi ataupun konsolidasi tanah, turunnya elevasi muka air tanah, dan juga pengaruh beban dipermukaan tanah tersebut (Murdohardono dan Sudarsono, 1998).

Studi karakteristik penurunan muka tanah diperlukan dalam penentuan pola dan laju penurunannya. Pada prinsipnya, penurunan tanah dari suatu wilayah dapat dipantau denganmenggunakan beberapa metode, baik metode-metode hidrogeologis (misalnyapengamatan level muka air tanah serta pengamatan dengan ekstensometer dan piezometer)dan metode geoteknik, maupun metode-metode geodetik seperti survei sifat datar (levellingll ),survei gaya berat mikro, survei GPS (Global Positioning System), dan InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar).r

Teknologi penginderaan jauh dengan kemampuannya yang semakin canggih dewasa ini, baik dari sisi spasial maupun temporal, sangat potensial untuk mengamati penurunan mukatanah dan memetakannya dengan cakupan spasial yang luas dan informasi yang lebih detil.Salah satu data penginderaan jauh yang sangat baik untuk digunakan dalam pemetaan deformasi permukaan tanah adalah data Synthetic Aperture Radar (SAR). Tujuan dari tulisan ini adalah mencoba untuk memaparkan pemanfaatan data penginderaan jauh SAR dengan menggunakan beberapa metode interferometri untuk mengamati dan memetakan land subsidence.

2. DATA DAN METODE

2.1 Data

Penggunaan data penginderaan jauh untuk deteksi land subsidence telah banyakdikembangkan, terutama dengan menggunakan data SAR yang merupakan salah satu jenis penginderaan jauh dengan sensor aktif. Sistem SAR menggunakan daerah gelombang mikro dari spektrum elektromagnetik antara frekuensi 0.3 GHz sampai 300 GHz. Sistem SAR terdiriatas pemancar (transmitter), penerima (receiver), antena dan sistem elektronis untuk memproses dan merekam data. Bagian pemancar akan mengirimkan sinyal gelombangmikro secara kontinyu yang dipantulkan oleh permukaan bumi, kemudian antena penerima akan menerima bagian dari energi hamburan balik (backscattered) dari objek untuk kemudian direkam dan diproses lebih lanjut. SAR mempunyai sumber energi sendiri tanpa tergantung dengan sumber energi matahari, sehingga dapat beroperasi pada waktu siangmaupun malam dalam segala kondisi cuaca karena gelombang mikro dapat menembusawan, asap dan hujan. Gelombang mikro juga memiliki kemampuan untuk menembus lapisan permukaan, sebagai contoh kanopi vegetasi, lebih dalam daripada panjang gelombang optis. SAR juga sensitif terhadap kekasaran permukaan, kelembaban, dan sifat

Page 43: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

27Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

elektris objek. Penelitian dengan menggunakan data penginderaan jauh SAR telah banyakdilakukan untuk deteksi dan monitoring land subsidence. Beberapa penelitian untuk deteksi dan monitoring land subsidence dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Beberapa data penginderaan jauh SAR dan metode yang digunakan untuk deteksi land subsidence.

Peneliti Sensor Metode Tujuan/Keterangan

Hirose et al.

(2001)

JERS-1 InSAR

Levelling

GPS

Monitoring land subsidence di kota Jakarta, Indonesia yang

disebabkan adanya penggunaan air tanah secara intensif. Hasil

pengolahan ini divalidasi dengan survey levelling dan GPS.

Lubis et al.

(2011)

ALOS PALSAR InSAR Monitoring land subsidence di kota Semarang, Indonesia. Dari hasil

penelitian ini ditemukan bahwa peta displacement menunjukkan

kejadian land subsidence yang ekstrim yang terjadi di sepanjang

daerah pantai dan daerah dataran rendah dimanadaerah ini

merupakan daeah industri dengan pemukiman yang padat, ekstraksi

air tanah dalam jumlah besar, dan perubahan fungsi lahan dari lahan

pertanian dan kebun menjadi kawasan industri dan permukiman.

Hasil penelitian menunjukkan konsistensi dengan pola historis

penurunan muka tanah dengan data leveling.

Chaussard et

al. (2013)

ALOS PALSAR DInSAR Memetakan land subsidence di beberapa wilayah di bagian barat

Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan korelasi hasil observasi

penurunan muka tanah dengan struktur geologi permukaan dan

tutupan lahan. Penurunan muka tanah disebabkan oleh ekstraksi air

tanah oleh industri, pertanian, dan ekstraksi gas alam.

Chatterjee et

al. (2006)

ERS-1/2 DInSAR Identifikasi fenomena land subsidence di kota Kalkuta dan melakukan

analisis kuantitatif dan modeling fenomena deformasi yang menekan

presisi pengukuran.

Syafiudin dan

Chatterjee

(2009)

JERS-1

ALOS PALSAR

ENVISAT ASAR

DInSAR Identifikasi daerah yang terkena dampak land subsidence dan

mengukur secara teliti besarnya penurunan muka tanah untuk

pemetaan penurunan permukaan tanah secara kontinu pada periode

1990an.

Herra et al.

(2010)

TerraSAR-X

ERS

ENVISAT

PSInSAR –

Coherent

Pixel

Monitoring land subsidence yang disebabkan oleh eksploitasi airtanah

di daerah permukiman Murcia, Spanyol. Hasil pengolahan dengan

data TerraSAR-X dibandingkan dengan hasil dengan menggunakan

data ERS dan ENVISAT.

Yan et al.

(2009)

ENVISAT SInSAR

Small

Baseline

Monitoring land subsidence di kota Mexico dengan membandingkan

metode PSInSAR dan SBAS. Laju deformasi diekstraksi dari

menggunakan beberapa citra diferensial interferogram dengan

Page 44: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

28Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Peneliti Sensor Metode Tujuan/Keterangan

(SBAS) menggunakan regresi linier 2D.

Osmanoglu et

al. (2011)

ENVISAT ASAR PSInSAR Monitoring land subsidence di kota Mexico akibat penggunaan

airtanah dalam jumlah besar. Hasil pengolahan data ENVISAT

kemudian dibandingkan dengan data lapangan dengan menggunakan

GPS. Variasi tahunan yang signifikan untuk data vertikal yang

diperoleh dari pengukuran GPS tidak diamati.

Hung et al.

(2011)

ENVISAT PSInSAR Monitoring land subsidence di daerah Choushui River Alluvial Fan,

Taiwan yang merupakan daerah pertanian. Penurunan muka tanah

disebabkan oleh penggunaan air tanah secara intensif untuk

kebutuhan pertanian. Terdapat korelasi yang baik antara pergeseran

vertikal dari metode PSI dengan data leveling.

Ng et al.

(2012)

ALOS PALSAR PSInSAR

GPS

Pemetaan land subsidence di kota Jakarta, Indonesia dan divalidasi

dengan pengukuran lapangan dengan menggunakan GPS.

1.2 Metode 1.2.1 Interferometry Synthetic Aperture Radar (InSAR)

InSAR merupakan teknik pencitraan yang memanfaatkan perbedaan fasa gelombang elektromagnetik untuk mendapatkan informasi tinggi di suatu daerah (Ismullah, 2004).Ismullah juga memaparkan beberapa proses pengolahan data menggunakan teknik InSARsecara umum adalah:

a. Citra Kompleks Synthetic Aperture Radar

Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) yang diolah secara interferometri disebut dengan citraSingle Look Complex (SLC), dimana setiap pixelnya mempunyai nilai dalam bilangankompleks. Bilangan riil dan bagian imajiner dari bentuk bilangan kompleks di setiap pikseltersebut terdiri atas informasi tentang amplitudo dan fasa. Informasi fasa dari dua atau lebihsinyal radar dalam bentuk bilangan kompleks kemudian dikombinasikan. Dengan demikiansetiap piksel pada citra SAR menyatakan amplitudo dan fasa dari sinyal balik yang berasal dari sinyal yang dipancarkan sensor.

b. Koregistrasi Citra

Pada InSAR, digunakan dua data citra SAR untuk menghitung beda fasa dari keduakumpulan data tersebut, hasilnya divisualisasikan dalam bentuk interferogram. Pada hasilinterferogram tersebut tergambar garis-garis tepi (fringes) yang menunjukkan rentang fasaantara 0 sampai dalam bentuk warna. Tahap yang sangat penting dalam pembentukan

interferogram adalah ko-registrasi citra. Pada pengolahan koregistrasi dua citra kompleks,citra kedua (slave image) diolah hingga cocok dengan citra utama (master image). Kemudian

Page 45: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

29Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

amplitudo dan fasa dari setiap fasor dihitung. Pada koregistrasi citra, parameter registrasiyang paling penting diataranya adalah translasi, skala, rotasi dan kemiringan. Parameter-parameter registrasi ini umumnya linier terhadap koordinat.

c. Koherensi

Interferometri didefinisikan sebagai penggabungan dari fungsi gelombang dari suatu sumber yang koheren. Nilai koherensi antara citra menunjukkan hasil seberapa jauh pencocokankedua citra tersebut. Sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh European SpaceAgency (ESA), nilai minimum koherensi untuk pembentukan Digital Elevation Model adalah0.2.

d. Pembentukan Interferogram

Pembentukan Interferogram dilakukan dengan menghitung lebih dahulu bilangan kompleksdari hasil perkalian kompleks konjugasi antara citra utama master dengan citra kedua slave.

e. Pengolahan Phase Unwrapping

Interferogram merupakan informasi beda fasa, yang berhubungan langsung dengan bentuktopografi. Informasi ini terbatas antara 0 sampai , sehingga menimbulkan masalah

ambiguitas dalam menghitung siklus fasa yang diperlukan untuk mendapatkan jarak miring yang benar. Fasa ini disebut fasa relatif. Penyelesaian ambiguitas ini adalah pengolahan phase unwrapping, yaitu untuk mendapatkan fasa absolut. Metode pengolahan phase unwrapping pertama-tama dikembangkan oleh Goldstein et al. (1988). Metode ini disebut dengan pendekatan branch cuts, yang pertama-tama diidentifikasi adalah residunya, kemudian branch cut ini digunakan untuk menghalangi proses integrasi sehingga tidak dimungkinkan melakukan integrasi memotong branch cut ini. Masalah yang timbul dalam teknik ini adalah diperlukan waktu perhitungan yang sangat lama.

f. Konversi Fasa menjadi Tinggi

Setelah dilakukan pengolahan phase unwrappingii , didapatkan nilai fasa disetiap pixel, fasa ditunjukkan mulai yang terendah hingga tertinggi, berbeda sekali dengan interferogram, yangperiodenya hanya setiap .

g. Pengolahan Geo-Coding

Dari titik setiap titik hasil konversi dari fasa ke tinggi, dilakukan pengolahan Geo-coding, yaitu proses untuk mendapatkan semua titik tersebut terhadap suatu referensi tertentu. Hitunganuntuk mendapatkan posisi titik di permukaan bumi dilakukan dengan menggunakan(Ismullah, 2002) :

a. Persamaan Doppler: posisi suatu titik di permukaan bumi terletak tegak lurus terhadapsatelit, akibat kondisi zero Doppler.

b. Jarak: jarak ini merupakan jarak antara sensor ke titik permukaan bumi, yaitu kecepatancahaya dikalikan waktu perjalanan dari sensor ke titik tersebut.

Page 46: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

30Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

c. Ellipsoid: Ellipsoid yang dipilih adalah yang digunakan pada WGS 84.

Hasil yang didapat adalah semua titik dalam koordinat kartesian X,Y dan Z (Geocentric), hasil ini kemudian ditransformasikan dalam sistem koordinat Geodetik ( , dan ).

Lubis et al. (2001) menerapkan metode InSAR untuk mendeteksi land subsidence di kotaSemarang, dengan menggunakan data ALOS PALSAR. Lubis melakukan pengolahan datadengan menggunakan 22 citra ascending ALOS PALSAR dari Januari 2007 – Januari 2009dan dua citra descending SAR tanggal 6 Juni 2006 dan 17 Juni 2007. Analisis time series interferometri dilakukan dengan menggunakan 12 pasang interferogram relatif terhadap citra tanggal 21 Januari 2007 dan 8 pasang interferogram relatif terhadap citra 24 Januari 2008.Untuk menghilangkan eror yang disebabkan oleh fase topografi digunakan data DEM SRTM 3 arcsec (90m). Untuk meniliti kontribusi pergerakan horizontal, dibangun 2 interferogram yaitu untuk orbit ascending dan descending.

Penulis juga menerapkan metode InSAR untuk mendeteksi land subsidence di Provinsi DKIJakarta dalam kegiatan kerjasamanya dengan BPBD Provinsi DKI Jakarta. Data yang digunakan untuk deteksi land subsidence tersebut adalah data ALOS PALSAR. Penulismelakukan pengolahan data menggunakan 4 citra ascending ALOS PALSAR dari 3 Agustus2007 - 2 Juni 2008. Analisis dilakukan untuk 3 pasang interferogram relatif terhadap citra 3 Agustus 2007.

1.2.2 Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR)

Dalam Saputro et al. (2012) dijelaskan mengenai DInSAR yang merupakan teknologi pencitraan radar dengan memanfaatkan informasi fase, amplitude dan panjang gelombang dalam pengolahannya untuk memperoleh topografi dan deformasi. Secara umum proses yang dilakukan dalam metode ini adalah:

1. Pembentukan Single Look Complex (SLC). Proses ini dilakukan agar citra terkalibrasisecara radiometrik pada masukan sensornya. Hal ini disebabkan karena pada citra ALOS PALSAR (raw data) memiliki susunan data sinyal yang belum dipadatkan dan dilengkapi dengan koreksi geometrik.

2. Pembentukan raw interferogram yang merupakan citra beda fase antara citra master dan slave. Informasi ini berhubungan dengan bentuk topografi dimanaini disebut fase relatif dalam bentuk dua dimensi.

3. Tahapan flattening. Setelah raw interferogram diperoleh, didalamnya masih terdapatpengaruh dari pencitraan kesamping (side looking) sehingga bidang proyeksi bukan pada bidang datar, maka harus dilakukan proses flattening. Proses ini bertujuan untuk mendatarkan ke bidang proyeksi.

4. Tahapan DInSAR. Pada tahapan ini dilakukan penghapusan fase topografi yang dimiliki oleh interferogram hasil dari dua pasangan citra dengan interferogram DEM SRTM.

5. Tahapan phase unwrapping. Informasi pada interferogram masih terbatas antara 0 -saja, sehingga menimbulkan masalah ambiguitas. Untuk mengatasi ambiguitas ini dilakukan phase unwrapping. Hal ini bertujuan untuk menentukan fase absolut

Page 47: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

31Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

interferometrik dari fase relatif karena berhubungan langsung dengan topografi dandeformasi.

Chaussard et al. (2013) melakukan penelitian untuk mendeteksi dan memantau land subsidence terhadap citra time-series dengan menggunakan 900 citra ALOS PALSAR tahun 2007-2008 untuk memetakan land subsidence di beberapa wilayah bagian barat Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, dan Bali. Teknik pengukuran deformasi permukaan tanah ini dilakukan dengan menggunakan teknik DInSAR yang menghasilkan lebih dari 1300 citra interferogram. Dasar teknik pengukuran pergeseran permukaan tanah ini adalah dengan menghitung perbedaan fasa dari dua citra SAR dengan tanggal perekaman yang berbeda(Gabriel et al., 1989; Hanssen, 2001). Analisis time series dilakukan terhadap beberapa citra interferogram yang mencakup daerah yang sama dengan menggunakan metode small based subset (SBAS) (Berardino et al., 2002). Tahap berikutnya adalah fase unwrappeduntuk citra inteferogram dengan nilai spasial baseline maksimum yaitu sebesar 2600 m, nilai baseline yang kecil dapat meminimalisir eror fase DEM interferogram. Untuk menghilangkan bias dari eror fase unwrapping, coherence dari setiap pixel citra interferogram dihitung, nilai koherensi yang dipilih dalam penelitian ini adalah diatas 0.7 (Tizzani et al., 2007). Chaussardtidak melakukan proses filter untuk menghilangkan eror atmosferik tetapi menggunakan pairwise logic untuk mengeliminasi data yang memiliki delay atmosferik yang besar.

1.2.3 Persistent Scatterer Interferometry Synthetic Aperture Radar (PSInSAR)

Persistent/permanenet Scatter Interferometry Synthetic Aperture Radar (PSInSAR) merupakan pengembangan dari teknik InSAR dan DInSAR dengan menekankan pada eliminasi kesalahan akibat adanya dekorelasi temporal dan dishomogenitas atmosferik yangsering ditemui pada metode sebelumnya. Tujuan dari penerapan metode PSInSAR pada awal penelitian adalah melakukan identifikasi pada single coherent pixel yang dimulai dari beberapa citra SAR yang terpisah oleh baseline yang besar dalam rangka mendapatkan akurasi DEM hingga sub-meter dan pergerakan permukaan bumi pada area koheren rendah berdasarkan basis piksel. Teknik PSInSAR menggunakan beberapa citra SAR untuk meningkatkan kemampuan deteksi untuk deformasi tanah untuk periode yang panjang(Feretti et al., 2001). PSInSAR menganalisis hamburan balik (backscatter) dari objek rdipermukaan tanah atau objek. Backscatter objek ini dapat dengan mudah dideteksi di daerah permukiman, dan minim untuk daerah vegetasi. Teknik PSInSAR untuk pemantauandeformasi permukaan tanah telah banyak dilakukan untuk berbagai aplikasi, diantaranya yaitu deformasi subsidence yang terjadi di daerah permukiman (Chen et al., 2010; Osmanoglu et al., 2011), stabilitas infrastruktur (Jiang dan Lin, 2010), seismik patahan (Massironi et al., 2009), aktivitas gunung api (Hooper, 2006), dan tanah longsor (Farina et al., 2006). Fenomena land subsidence di kota Jakarta telah dikenal selama bertahun-tahun dan telah dilakukan berbagai penelitian untuk memantau fenomena tersebut (Abidin et al., 2008, 2011; Murdohardono dan Sudarsono, 1998).

Page 48: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

32Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Ng et al., (2012) melakukan pemetaan penurunan muka tanah dengan menggunakanmetode PSInSAR pada 17 citra ALOS PALSAR. Ng menggunakan software GEOS_PSI yang dikembangkan oleh Geodesy and Earth Observing System group untuk mendeteksidan memetakan penurunan muka tanah dengan menggunakan PSInSAR.

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan dalam teknik PSInSAR ini, yaitu:

1. Fase diferensial interferometik untuk deteksi pergeseran permukaan tanahFase diferensial interferogram berisi informasi pergeseran permukaan tanah, eror DEM, eror atmosferik, dan eror residu orbital.

2. Seleksi persistent scatterer candidate (PSC) Metode PSInSAR menganalisa setiap titik persistent scatterer (PS) yang memanfaatkaninformasi fase guna mengukur time series pergeseran permukaan tanah. Indeks dispersi amplitudo ( ) digunakan untuk mengestimasi stabilitas fase setiap piksel danmendeteksi PSC (Feretti et al., 2001). Piksel-piksel dengan nilai ( )<0.25 diasumsikandapat sebagai jaringan referensi. Jaringan ini dibangun berdasarkan jaringan triangulasi Delaunay dengan panjang busur maksimum 1.5 km.

3. Proses fase unwrapPada dasarnya proses fase unwrap ini memiliki tujuan yang sama dengan teknik lainnyayaitu untuk menghilangkan ambiguitas fase.

4. Estimasi sinyal atmosfer dan penghapusan eror Dilakukan proses unwrapped terhadap fase residual untuk setiap inferferogram denganmenggunakan algoritma Minimum Cost Flow (MCF) (Costantini dan Rosen, 1999).Faktor topografi dan non-topografi yang berkaitan dengan sinyal atmosferik untuk setiapdiferensial interferogram diestimasi berdasarkan hubungan linier antara elevasi piksel-piksel (misalnya ketinggian DEM + eror DEM).

5. Estimasi pergeseran permukaan tanah linier and non-linier Setelah parameter-parameter model dan sinyal atmosferik diperkirakan, fase residualdihitung dengan menghilangkan kontribusi fase yang terkait dengan parameter-parameter model dan sinyal atmosferik dari fase diferensial untuk setiap interferogram.Fase residual diharapkan berisi dua komponen yaitu displacement non-linier dan eror.Nilai pergeseran permukaan tanah yang diukur dari data SAR adalah sepanjang arahLine-of Sight (LoS) radar tersebut. Pergeseran yang diukur dari data SAR adalahgabungan pergeseran arah vertikal, timur dan utara.

Dalam pencitraan dengan menggunakan teknik interferometri terdapat beberapa faktor yangdapat mempengaruhi kualitas dari citra yang dihasilkan. Kesalahan tersebut dipengaruhi olehkemampuan memisahkan dan menganalisis fase yang dihasilkan. Fase yang dihasilkandapat dipengaruhi oleh topografi permukaan bumi, deformasi, pengaruh atmosfer danperubahan pada objek yang disebut sebagai dekorelasi.

Menurut Zebker dan Villasenor (1992) dalam Maraden H. (2012) ada beberapa dekorelasiyang mempengaruhi koherensi dari data InSAR.

Page 49: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

33Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

a. Dekorelasi geometrik, merupakan hasil dari perbedaan sudut pencitraan (incidenceangle) antara kedua sensor yang digunakan untuk pencitraan pada permukaan bumi. Dekorelasi ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya perbedaan spasial antara kedua akuisisi SAR. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sepertideformasi, pengaruh atmosfer dan topografi.

b. Dekorelasi Doppler Centroid, terjadi karena perbedaan frekuensi Doppler Centroid padaazimuth yang sama pada kedua citra.

c. Dekorelasi volume, terjadi dikarenakan pentrasi dari gelombang radar sehingga hal inibergantung pada panjang gelombang dari gelombang radar yang digunakan serta mediapemendaran gelombang tersebut.

d. Dekorelasi termal, merupakan dekorelasi termal atau gangguan sistem (system noise)yang disebabkan oleh karakteristik dari sistem termasuk faktor penambahan dankarakteristik arena.

e. Dekorelasi waktu. Untuk dapat mengamati deformasi yang terjadi dalam perbedaanwaktu dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah denganmenggunakan InSAR. Deformasi ini diamati karena adanya dekorelasi waktu antarakedua citra sehingga melalui dekorelasi waktu ini perubahan yang terjadi antara kedua citra yang diamati. Dekorelasi waktu ini sebisa mungkin dihilangkan apabila citra yangdigunakan memiliki selang waktu pencitraan semaksimal mungkin. Untuk tujuanpengamatan deformasi dekorelasi waktu diperlukan untuk mengamati perubahan yang terjadi pada permukaan bumi. Namun tidak semua dekorelasi waktu disebabkan olehdeformasi seperti adanya perubahan vegetasi ataupun pertambahan populasi yangmenyebabkan adanya perbedaan objek yang ada dipermukaan bumi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Time-series InSAR menyediakan resolusi spasial land subsidence dan cakupan temporalyang kontinu. Subsidence di Kota Semarang yang diamati oleh Lubis, et al. (2011) denganmenggunakan teknik InSAR mencapai 8 cm/tahun. Daerah-daerah yang mengalamipenurunan muka tanah yang cukup ekstrim terjadi pada daerah pantai dan dataran rendah.Pada daerah ini tutupan lahannya didominasi oleh kawasan industri dan kepadatanpermukiman yang tinggi, dan penggunaan air tanah dalam jumlah besar. Hasil menunjukkanpola yang konsisten dengan data leveling. Peta subsidence yang terjadi di Kota Semarangdiperlihatkan pada Gambar 1.

Page 50: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

34Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 1. Displacement time series di kota Semarang dari citra ascending ALOS PALSAR tanggal 8 Juni2007 – 26 Januari 2009 yang mengacu pada tanggal 21 Januari 2007 (Sumber : Lubis, et al., 2011)

Penulis memperoleh hasil pengolahan dengan menggunakan teknik InSAR, dimanasubsidence yang diamati di Provinsi DKI Jakarta dengan waktu pengamatan dari 3 Agustus 2007 - 2 Juni 2008 mencapai nilai maksimum sebesar 22 cm. Daerah dengan nilai subsidence yang tinggi terjadi pada daerah utara Jakarta dan daerah barat Jakarta.Berdasarkan beberapa referensi penyebab terjadinya subsidence di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar disebabkan oleh penggunaan air tanah secara masif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chaussard, et al. (2013), sebagian besar kejadian subsidence yang terjadi di Jakarta disebabkan akibat ekstraksi airtanah yang digunakan untuk keperluan industri. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya land subsidence adalah efek beban bangunan yang besar. Informasi subsidence yang dihasilkan oleh penulis hanyalah bersifat ekstraksi informasi dari pengolahan data, belum dilakukan verifikasi lapangan (Gambar 2).

Page 51: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

35Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

a b

c

Gambar 2. Pengukuran time-series subsidence dengan menggunakan InSAR di Provinsi DKI Jakartatanggal a. 18 September 2008, b. 5 Mei 2008, c. 2 Juni 2008. Semua citra mengacu pada citra 3 Agustus

2007.

Chaussard et al. (2013) yang melakukan pengolahan citra dengan menggunakan teknikDInSAR namun tidak menemukan korelasi antara penurunan muka tanah dengan geologipemukaan. Penurunan muka tanah di Lhokseumawe, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, Semarang, dan Kabupaten Sidoarjo terjadi pada daerah dengan endapan surficial (alluvial, fan, dan endapan danau). Namun, tingkat penurunan tidak berkorelasi dengan tingkat ketebalan endapan. Chaussard et al. juga menemukan bahwa terjadinya penurunan muka tanah secara umum disebabkan oleh penggunaan airtanah secara intensif baik untuk keperluan permukiman, industri dan pertanian. Di sisi lain, penurunan muka tanah yang terjadi di daerah Lhokseumawe dan Kabupaten Sidoarjo disebabkan adanya eksplorasigas alam. Di Medan, Jakarta, Bandung, dan Semarang, sebagian besar subsidence terjadi di daerah industri, sementara di pantai utara Blanakan dan sekitar Pekalongan subsidenceterjadi di daerah pertanian. Subsidence yang terjadi di daerah Lhokseumawe dan Sidoarjo disebabkan oleh eksplorasi gas alam di ladang gas alam Arun dan Wunut. Nilai subsidence terpantau sebesar 11.3, 8.3, 21.8, 22.5, 12.0, 10.5, 13.0, dan 16.5 cm/tahun untuk masing-masing daerah Lhokseumawe, Medan, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, Semarang, dan Kabupaten Sidoarjo. Hasil pemetaan subsidence oleh Chaussard et al.,dapat diperlihatkan Gambar 3.

Page 52: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

36Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 3. Peta rata-rata LOS velocity tahun 2006-2009 di beberapa daerah di Sumatera, Jawa dan Bali dengan analisis time–series ALOS PALSAR. Inset gambar menunjukkan perbesaran daerah subsidence beberapa daerah yang dikaji. Warna merah pada gambar menunjukkan nilai negatif LOS velocity yang

merupakan daerah subsidence. (Sumber: Chaussard E., et al., 2013)

Terjadinya subsidence di Medan, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, dan Semarangdisebabkan adanya kompaksi sedimen tanah (sedimen Holocene) akibat beban bangunan.Kompaksi lapisan akuifer menyebabkan land subsidence stabil, tetapi ketika kompaksi akuifer ini mencapai maksimum maka laju subsidence akan berkurang.

Ng et al. (2012) memperoleh hasil pengolahan dengan menggunakan metode PSInSAR dimana permukaan tanah di beberapa daerah Jakarta berubah dengan kecepatan yang berbeda. Penurunan muka tanah juga diukur dengan menggunakan GPS di 19 titik lokasipada tahun 2007 dan 2010. Magnitude dan trend deformasi yang diperoleh baik dari dengan menggunakan GPS ataupun dengan PSInSAR memberikan hasil yang baik secara umum. Penurunan muka tanah berkisar antara -29 - 6 mm/tahun, dengan standar deviasi 9mm/tahun dan perbedaan rata-rata absolut 8 mm/tahun. Ng et al. menyarankan penggunaan metode PSInSAR untuk memantau penurunan muka tanah untuk kota yang sangat besar seperti Jakarta dengan menggabungkan data survey GPS sebagai validasi hasil. Hasilpemetaan subsidence di kota Jakarta ini ditunjukkan oleh Gambar 4.

Page 53: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

37Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 4. Pengukuran time-series subsidence dengan menggunakan PSInSAR di kota Jakarta tanggal a.18 Juni 2007, b. 18 September 2007, c. 20 Maret 2008, d. 20 Juni 2008, e. 21 Desember 2008, f. 5 februari 2009, g. 8 Agustus 2009, h. 8 Februari 2010 dan 26 September 2010. Semua citra mengacu pada data 21

Januari 2007. Tiga tanda panah merah pada gambar menunjukkan daerah-daerah yang mengalami subsidence paling besar.

Fenomena kenaikan muka laut juga turut memperburuk situasi. Tinggi muka laut dalam skala

regional saat ini meningkat sebesar 1.5 - 4.4 mm/tahun (Mimura & Yokoki, 2004), dan

kemungkinan akan meningkat dua kali lipat dalam 1 - 2 dekade kedepan (IPCC, 2007).

Dengan demikian kejadian penurunan muka tanah dan kenaikan muka laut akan

menyebabkan daerah dikawasan pantai menjadi rawan banjir. Tingginya curah hujan di

beberapa daerah Indonesia juga meningkatkan daerah rentan banjir.

Page 54: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

38Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

4. KESIMPULAN

Pemanfaatan data penginderaan jauh SAR menjadi alternatif yang baik karena kemampuannya memetakan daerah dengan cakupan yang luas dan kemampuan perekaman data pada waktu siang dan malam, dan mampu merekam data dalam keadaan cuaca apapun. Pemanfaatan penginderaan jauh ini sangat menunjang kebutuhan terhadap deteksidan pemetaan subsidence, serta kemampuan untuk menganalisis penyebab terjadinya land subsidence tersebut. Beberapa teknik interferometri yang telah diulas yang diaplikasikan pada beberapa daerah di Indonesia dinilai mampu untuk mendeteksi dan memantaukejadian land subsidence diantaranya adalah teknik InSAR, DInSAR dan PSInSAR.Berdasarkan hasil pengolahan yang diperoleh dari beberapa referensi menunjukkan bahwa sebagian besar kejadian subsidence di Indonesia disebabkan oleh penggunakan air tanahdalam jumlah besar baik untuk permukiman, keperluan industri dan juga pertanian. Faktor penyebab lainnya adalah akibat beban bangunan yang besar disejumlah kota-kota besar diIndonesia.

Chaussard et al. melakukan pemantauan di daerah Sumatera dan Jawa memperoleh nilai subsidence yang cukup tinggi yaitu 11.3, 8.3, 21.8, 22.5, 12.0, 10.5, 13.0, dan 16.5 cm/tahununtuk masing-masing daerah Lhokseumawe, Medan, Jakarta, Bandung, Blanakan, Pekalongan, Semarang, dan Kabupaten Sidoarjo. Efek yang ditimbulkan oleh kejadiansubsidence adalah dapat merusak infrastruktur bangunan, juga dapat menyebabkanpeningkatan genangan baik dari segi frekuensi dan luasannya, dan akan menyebabkanbeberapa daerah di Indonesia memiliki tinggi permukaan daratan dibawah tinggi muka air laut dalam beberapa dekade kedepan. Indonesia yang memiliki curah hujan yang tinggi akanmeningkatkan daerah rentan banjir di beberapa lokasi yang mengalami land subsidence.Sehingga data dan informasi subsidence tersebut akan sangat bermanfaat untukperencanaan pembangunan dan tata kota, penggunaan lahan yang baik, perencanaan pembangunan sarana dan prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian danpengambilan air tanah, pengendalian intrusi air laut. Tindakan dan perencanaan tersebutdilakukan sebagai tindakan pencegahan semakin luasnya daerah subsidence.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H.Z., Andreas, H., Djaja, R., Darmawa, D., Gamal, M., 2008. Land subsidence characteristics of Jakarta between 1997 and 2005, as estimated using GPS surveys. GPS Solutions, 12(1):23-32.

Berardino, P., G. Fornaro, R. Lanari, and E. Sansosti, 2002. A new algorithm for surface deformation monitoring based on small baseline differential SAR interferograms.

Page 55: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

39Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 40(11):2375–2383, http://dx.doi.org/10.1109/TGRS.2002.803792.

Chatterjee, R. S., B. Fruneau, J. P. Rudant, P. S. Roy, P.-L. Frison, R. C. Lakhera, V. K. Dadhwal, and R. Saha, 2006. Subsidence of Kalkota (Calcutta) city, India during the 1990s as observed from space by Differential Synthetic Aperture Radar Interferometry (D-InSAR) technique. Remote Sensing of Environment, 102:176-185.

Chaussard, E., F. Amelung, H. Abidin, and S.H. Hong, 2013. Sinking Cities in Indonesia: ALOS PALSAR Detects Rapid Subsidence due to Groundwater and Gas Extraction. Remote Sensing of Environment 128:150-161.

Chen, Q., G. Liu, X. Ding, J.-C. Hu, L. Yuan, P. Zhong, and M. Omura, 2010. Tight integration of GPS observations and persistent scatterer InSAR for detecting vertical ground motion in Hong Kong. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 12(6):477-486.

Costantini, M., P.A. Rosen, 1999. A generalized phase unwrapping approach for sparse data. In: IGARSS 1999, Hamburg, Germany, 28 June-2 July, pp. 267-269.

Farina, P., Colombo, D., Fumagalli, A., Marks, F., and Moretti, S., 2006. Permanentscatterers for landslide investigations: outcomes from the ESA-SLAM project. Engineering Geology. 88(3-4):200-217.

Ferretti, A., C. Prati, and F. Rocca, 2001. Permanent scatterers in SAR interferometry. IEEETransactions on Geoscience and Remote Sensing. 39 (1):8-20.

Gabriel, A., R. Goldstein, and H.A. Zebker, 1989. Mapping small elevation changes over large areas-Differential radar interferometry. Journal of Geophysical Research-Solid Earth and Planets, 94:9183-9191.

Goldstein R.M., H. A. Zebker, and C.L. Werner, 1988. Satellite radar interferometry: twodimensional phase unwrapping. Radio Science, 23(4):713-720.

IPCC (2007). IPCC: Synthesis report. Contribution of working groups I - Fourth assessment report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge, UK: Cambridge Univ Press.

Hanssen, R. F., 2001. Radar interferometry: Data interpretation and error analysis. Dordrecht, The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Herra, G., R. Tomas, D. Monells, G. Centolanza, J. J. Mallorqui, F. Vicente, V. D. Navarro, J.M. L-Sanchez, M. Sanabria, M. Cano, and J. Mulas, 2010. Analysis of subsidence using TerraSAR-X data: Murcia case study. Engineering Geology, 116:284-295.

Hirose, K., Y. Maruyama, D. Murdohardono, A. Effendi, and H. Z. Abidin, 2001. Land subsidence detection using JERS-1 SAR interferometry. Asian Conference on Remote Sensing.

Hooper, A.J., 2006. Persistent scatterer radar interferometry for crustal deformation studiesand modelling of volcanic deformation. PhD Thesis. Department of Geophysics, Stanford University, USA, 124 pp.

Page 56: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

40Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Hung, W.-C., C. Hwang, Y.-A. Chen, C.-P. Chang, J.-Y. Yen, A. Hooper, and C.-Y. Yang,2011. Surface deformation from persistent scatterer SAR interferometry and fusionwith leveling data: A case study over the Choushui River Alluvial Fan, Taiwan.Remote Sensing of Environment, 115:957-967.

Ismullah, I.H., 2002. Model tinggi permukaan dijital hasil pengolahan radar apertur sintetikinterferometri data satelit untuk wilayah berawan, studi kasus daerah GunungCikurai-Jawa Barat, Disertasi Doktor, Institut Teknologi Bandung.

Ismullah, I. H., 2004. Pengolahan Fasa untuk Mendapatkan Model Tinggi Permukaan Dijital(DEM) pada Radar Apertur Sintetik Interferometri (InSAR) Data Satelit. PROC. ITB Sains & Tek. 36A(1):11-32.

Jiang, L., and H. Lin, 2010. Integrated analysis of SAR interferometric and geological data for investigating long-term reclamation settlement of Chek Lap Kok Airport, HongKong. Engineering Geology, 110:(3-4):77-92.

Lubis, A. M., T. Sato, N. Tomiyama, N. Isezaki, and T. Yamanokuchi, 2011. GroundSubsidence in Semarang-Indonesia Investigated by ALOS-PALSAR Satellite SARInterferometry. Journal of Asian Earth Sciences 40:1079-1088.

Maraden, H., 2012. Penggunaan metode InSAR diferensial untuk pemantauan deformasi erupsi gunung Merapi pada tahun 2010. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Geodesidan Geomatika. Institut Teknologi Bandung.

Massonnet, D., M. Rossi, C. Carmona, F. Adragna, G. Peltzer, and K.L. Feigl, 1993. The

Nature, 364:138–142.

Mimura, N., and H. Yokoki, 2004. Sea level changes and vulnerability of the coastal region of East Asia in response to global warming. SCOPE/START monsoon Asia rapidassessment report.

Murdohardono, D., and U. Sudarsono, 1998. Land subsidence monitoring system in Jakarta.In: Proceedings of Symposium on Japan – Indonesia IDNDR Project: Volcanology, Tectonics, Flood and Sediment Hazards, Bandung, 21-23September, pp. 243–256.

Ng, A. H., L. Ge, X. Li, H. Z. Abidin, H. Andreas, K. Zhang, 2012. Mapping land subsidencein Jakarta, Indonesia using persistent scatterer interferometry (PSI) technique withALOS PALSAR. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 18:232-242.

Osmanoglu, B., T.H. Dixon, S. Wdowinski, E. Cabral-Cano, and Y. Jiang, 2011. Mexico Citysubsidence observed with persistent scatterer InSAR. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 13(1):1-12.

Raucoules, D., C. Colesanti, and C. Carnec, 2007. Use of SAR Interferometry for Detectingand Assessing Ground Subsidence. C. R. Geoscience 339:287-302.

Saputra, E.A., S. Kahar, dan B. Sasmito, Deteksi penurunan muka tanah kota Semarangdengan teknik differential interferometric synthetic aperture radar (DInSAR)

Page 57: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

41Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

menggunakan software ROI_PAC berbasis open source. Jurnal geodesi Undip. 1(1).(ISSN:2337-845X).

Syafiudin, M. F. dan R. S. Chatterjee, 2009. Potensi pemanfaatan teknologi DifferentialInterferometric Synthetic Aperture Radar (D-InSAR) berbasis satelit untukpemantauan penurunan muka tanah di cekungan Bandung. Jurnal Ilmiah Geomatika,15(1).

Tizzani, P., P. Berardino, F. Casu, P. Euillades, M. Manzo, and G.P. Ricciardi, 2007, Surfacedeformation of Long Valley caldera and Mono Basin, California, investigated with theSBAS-InSAR approach. Remote Sensing of Environment, 108(3):277-289,http://dx.doi.org/10.1016/j.rse.2006.11.015.

Yan, Y., P. L-Quiroz, M-P. Doin, F. Tupin, and B. Fruneau, 2009. Comparison of twomethods in multi-temporal differential SAR interferometry: Application themeasurement of Mexico city subsidence. The Fifth International Workshop on theAnalysis of Multi-temporal Remote Sensing Images.

BIOGRAFI PENULIS

Junita Monika Pasaribu, S.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:Sarjana Sains (S.Si.) program studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Junita Monika Pasaribu telah bekerja di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2011. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk bencana banjir, kekeringan dan penurunan muka tanah. Saat ini mengikuti kegiatan penelitian mengenai aplikasi penginderaan jauh untuk deteksi limbah B3.

Jalu Tejo Nugroho, S.Si., M.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M. Si) pada Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 2001Sarjana Sains (S. Si) pada Jurusan Fisika, Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 1998

Penelitian yang diminati: Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk analisis curah hujan dan kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, gunung api).

Page 58: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

42Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Dr. Wiweka

Email :[email protected]:

Doktor (Dr), pada program studi Ilmu Komputer, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia (UI), 2006Magister Teknik (MT), pada program studi Teknik Geodesi, FakultasPasca Sarjana, InstitutTeknologi Bandung (ITB), 1995Sarjana Teknik (Ir), pada program studi Teknik Geodesi, FakultasTeknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung (ITB), 1988

Profesi sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, DeputiPenginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1989. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan, pengembangan model diaplikasikan untukberbagai tipe bencana. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat PenginderaanJauh Indonesia (MAPIN) dan Ikatan Surveyor Indonesia (ISI).

Page 59: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

43Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PEMANFAATAN DATA SATELIT PENGINDERAAN JAUH UNTUKDETEKSI TUMPAHAN MINYAK DI PERAIRAN PANTAI DAN LAUT

Sayidah Sulma, M. Rokhis Khomarudin, Nanik Suryo Haryani

Abstract

Remote sensing is the technology that has the advantage of rapid detection of oil spills incoastal and sea waters. Nowadays has available a variety of remote sensing sensors that can be used for oil spills detection. Study of the use of satellite remote sensing data and the use of appropriate methods are needed to detect oil spills. This study was done usingdescriptive method by analyzing some of the implementation methods of detection of oil spillsand the data from the various remote sensing satellite sensors. Based on this study it is known that the use of multi-sensor and multi-temporal monitoring of oil spills will give better results. Oil spill detection with manually method provide a less certain level of confidence, while the application of the automatically method of multi-scale and multi segmentationvariables (features) using SAR data showed a better accuracy that detection of oil layer 78% and 89% on a thin layer of oil. Multi-sensor data availability in near-realtime, and the application of accurate methods are a major requirement in the monitoring of oil spill distribution when the incident took place and the determination of area affected postff oil spilloccurred. It is very necessary, especially in support of the prosecution of compensation the environmental damage caused by the oil spill.

Keywords: remote sensing, oil spill, coastal, sea

Abstrak

Penginderaan jauh merupakan salah satu teknologi yang memiliki keunggulan dalam deteksi cepat tumpahan minyak di perairan pantai dan laut. Saat ini telah tersedia berbagai sensor satelit penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkan untuk deteksi tumpahan minyak. Kajian pemanfaatan data satelit penginderaan jauh serta penggunaan metode yang tepat sangatdiperlukan untuk mendeteksi tumpahan minyak di laut. Pengkajian dilakukan menggunakanmetode deskriptif dengan menganalisis beberapa penerapan metode deteksi tumpahan minyak di laut dan data dari berbagai sensor satelit penginderaan jauh. Berdasarkan hasilkajian diketahui bahwa penggunaan multi sensor dan multi temporal dalam pemantauantumpahan minyak akan memberikan hasil yang lebih baik. Metode deteksi tumpahan minyak secara manual memberikan tingkat kepercayaan yang kurang pasti, sedangkan penerapan metode segmentasi multi skala dan multi variabel (fitur) secara otomatis menggunakan data SAR menunjukkan tingkat akurasi yang lebih baik yaitu deteksi lapisan minyak 78% dan 89% pada lapisan minyak yang tipis. Ketersediaan data multi sensor secara near-rr realtime sertapenerapan metode deteksi tumpahan minyak yang akurat dan terkini merupakan kebutuhan utama dalam pemantauan sebaran saat kejadian berlangsung dan penentuan luas pasca tumpahan minyak terjadi. Hal ini sangat diperlukan, khususnya dalam mendukung penuntutan ganti rugi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak tersebut.

Kata kunci: penginderaan jauh, tumpahan minyak, pantai, laut

Page 60: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

44Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Tumpahan minyak di perairan pantai dan laut merupakan permasalahan serius yang sangatberdampak pada lingkungan. Di seluruh dunia, tumpahan berupa bahan bakar minyak mencapai 48% dari total minyak yang tumpah ke laut, sementara tumpahan minyak mentahmencapai 29% (Brekke dan Solberg, 2005). Tumpahan minyak dapat terjadi selamapengangkutan minyak, pengeboran serta penyimpanan minyak dan akan menyebar dengancepat dalam wilayah yang luas hanya dalam hitungan jam. Maka dari itu diperlukanpenanganan yang cepat dan tepat ketika terjadi tumpahan minyak untuk mengurangidampak lingkungan dan kerugian ekonomi yang besar.

Penginderaan jauh adalah salah satu teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk deteksi cepattumpahan minyak. Pencitraan penginderaan jauh multi temporal memungkinkan untuk diperolehnya informasi penting tentang penyebaran minyak dari waktu ke waktu yang sangatdiperlukan dalam pembersihan dan pengendalian sebaran tumpahan minyak. Keunggulandari teknologi penginderaan jauh juga dapat membantu mengindentifikasi pihak-pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pencemaran minyak yang terjadi di suatu perairan.

Saat ini telah tersedia berbagai sensor satelit penginderaan jauh yang dapat dimanfaatkanuntuk deteksi tumpahan minyak. Tulisan ini menyajikan beberapa perkembangan teknologi penginderaan jauh untuk deteksi tumpahan minyak baik dengan sensor optis/pasif maupunsensor aktif yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Disamping itu juga disajikancontoh aplikasi data radar ALOS PALSAR untuk deteksi tumpahan minyak yang terjadi di selatan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur.

2. DETEKSI TUMPAHAN MINYAK DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH OPTIS/ PASIF

Teknologi penginderaan jauh optis dengan berbagai sensor telah banyak dikembangkanuntuk deteksi tumpahan minyak. Tseng and Chiu (1994) melakukan kajian kemampuansensor visible dan infrared (IR) dari NOAA AVHRR untuk deteksi awal tumpahan minyak diTeluk Persia pada tahun 1991. Dari hasil penelitiannya batas antara minyak dan air dapatdibedakan berdasarkan temperatur yang dideteksi pada band IR, namun perbedaan temperatur minyak tidak berbeda nyata di malam hari.

Hu et al. (2003) dan Hu et al. (2009) mengkaji kemampuan instrumen Moderate-Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) untuk pemantauan tumpahan minyak. Dari hasil kajian diketahui bahwa kanal dengan resolusi 250 m dan 500 m baik digunakan untuk pemantauantumpahan minyak. Di sisi lain, beragam panjang gelombang dapat memberikan informasitambahan untuk membedakan lapisan minyak dengan alga bloom. Kemudian dalampenelitian Hu et al. (2009) kemampuan MODIS dalam mendeteksi lapisan minyak tidakberdasarkan sifat optis dari lapisan minyak, tetapi berdasarkan kesamaan prinsip

Page 61: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

45Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

backscattering pada data SAR. Deteksi lapisan minyak seperti ini hanya dapat dilakukan pada citra MODIS yang terdapat sun glint (kilatan cahaya matahari).

Prayogo et al. (2010) melakukan deteksi tumpahan minyak di Laut Timor menggunakan data MODIS dengan metode visual pada tampilan RGB 121 data resolusi 250 m. Pada penelitian ini juga digunakan data ALOS-PALSAR untuk verifikasi hasil analisis visual data MODIS. Pada data optis khususnya MODIS, tutupan awan dan keterbatasan sinar matahari menjadi batasan penggunaan data ini. Namun resolusi temporal yang tinggi menjadi keunggulan data MODIS, sehingga memungkinkan pemantauan daerah terdampaktumpahan minyak dan pergerakan lapisan minyak dari waktu ke waktu.

Dalam pemantauan tumpahan minyak, sensor hiperspektral berpotensi untuk identifikasi materi secara detil dan dalam estimasi kelimpahannya. Salem dan Kafatos (2001)melakukan kajian untuk melihat tumpahan minyak berdasarkan komposisi kimianya. Metode yang digunakan adalah signature matching method berdasarkan citra AirborneHyperspectral, dan diperoleh hasil yang lebih akurat dibandingkan interpretasi visual. Namunteknologi ini masih jarang digunakan karena tidak tersedia sensor hiperspektral pada satelit komersial.

3. DETEKSI TUMPAHAN MINYAK DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH AKTIF

Penginderaan jauh aktif atau radar merupakan teknologi lain yang dapat diandalkan dalampemantauan tumpahan minyak. Sensor microwave aktif seperti Synthetic Aperture Radar (SAR) saat ini banyak digunakan karena dapat meliput daerah yang luas serta kemampuannya dalam segala kondisi cuaca baik siang maupun malam. Dalam Brekke et al.(2005) disebutkan bahwa kemampuan data SAR dalam pemantaun tumpahan minyak pertama kali didemonstrasikan pada awal 1990-an menggunakan citra satelit ERS-1. Dansaat ini RADARSAT dan ENVISAT merupakan dua satelit utama yang menghasilkan citra SAR untuk pemantauan tumpahan minyak. Brekke et al. (2005) juga menyimpulkan bahwaSAR merupakan sensor yang paling efisien dan unggul untuk deteksi tumpahan minyak, meskipun tidak memiliki kemampuan untuk estimasi ketebalan dan jenis minyak. Dalampencitraan SAR terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan sinyal yang dipantulkan diantaranya adalah kekasaran objek. Permukaan laut mengandung spektrum gelombang dari riak kecil berukuran milimeter hingga gelombang dengan panjang ratusan meter. Namun, secara umum mekanisme yang mendominasi untuk mendukung hamburan balik adalah tipe resonansi Bragg. Lapisan minyak dapat mengurangi gelombang Bragg di permukaan laut yang kemudian diindera oleh SAR. Ketika gelombang tipe Bragg ini berkurang maka sangat sedikit sinyal yang dipancarkan kembali ke SAR, sehingga daerah gelap (dark spot) akan muncul di citra SAR (Brekke, 2007)

Page 62: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

46Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Faktor lainnya adalah sudut datang radar, dimana koefisien backscatter radar merupakan fungsi dari geometri pengamatan dari SAR, dan koefisien backscatter menurun dengan meningkatnya sudut datang (insiden angle) radar. Sifat hamburan material juga tergantung pada polarisasi sinyal radar yang masuk. Dalam Brekke et al. (2005) disebutkan konfigurasi SAR yang baik digunakan untuk deteksi tumpahan minyak adalah dengan polarisasi VV. Polarisasi VV memberikan backscatter radar yang tinggi dari permukaan laut dibandingkanHH. Alpers et al. (2004) menyarankan polarisasi VV untuk deteksi pencemaran minyakkarena memberikan kontras lapisan minyak yang lebih baik. Pada pantulan VH dan HV terjadi dari mekanisme pantulan yang lebih kompleks, maka tidak cocok untuk deteksitumpahan minyak karena pantulan dari permukaan laut akan berada di bawah kebisingandasar SAR pada kondisi kecepatan angin sedang hingga tinggi. Disebutkan pula bahwa X-band dan C-band lebih efisien untuk deteksi tumpahan minyak dibandingkan L dan P-band. Sedangkan menurut Girard-Ardhuin et al. (2005) konfigurasi SAR yang paling cocok untukdeteksi lapisan minyak adalah C-band single-polarisasi VV pada kisaran insiden angle 20°-45°. Dalam pemanfaatan data SAR, tingkat kecepatan angin juga mempengaruhi tingkatbackscatter dan visibilitas dari lapisan di permukaan laut. Lapisan minyak terlihat hanyauntuk rentang kecepatan angin tertentu. Di bawah threshold kecepatan angin yang rendah, hanya sedikit energi radar yang akan dihamburkan kembali menuju SAR, dan fitur yang tergantung pada modulasi gelombang Bragg tidak akan terlihat pada citra. Arah angin relatif terhadap bidang gelombang datang radar juga mempengaruhi backscatter dalam sebuah citra. Angin menyilang/crosswind (angin yang bertiup tegak lurus terhadap arahjangkauan/range) menghasilkan backscatter yang lebih rendah dibanding angin ke atas atauangin ke bawah (angin yang bertiup sepanjang arah jangkauan). Tabel 1 memberikangambaran pengaruh kecepatan angin untuk pada citra ERS SAR (Brekke et al, 2005).

Tabel 1. Penampakan Lapisan Minyak pada Citra SAR pada Kondisi Kecepatan Angin Tertentu

Kecepatan Angin (m/dtk) Tanda Lapisan0-3 Tidak ada dampak angin pada lapisan minyak, namun probabilitas tinggi

terlihatnya objek mirip (look-alike)3 hingga 7-10 Sedikit kesalahan interprestasi pada daerah dengan angin lokal rendah,

dan background lapisan minyak masih terlihat homogen>7-10 Hanya minyak tebal yang terlihat. Minyak tipis akan tidak dilihat karena

pembauran lapisan minyak oleh angin.

Metode untuk deteksi tumpahan minyak menggunakan data SAR telah berkembang darimetode manual hingga metode otomatis. Dalam Indregard et al. (2004) dijelaskan metode deteksi tumpahan minyak secara manual yang telah dilakukan sejak tahun 1994 diNorwegia. Dengan metode ini tidak diperlukan teknik pengolahan yang mutakhir namunoperator harus menganalisis satu-persatu spot pada citra sehingga memakan waktu, disamping itu tingkat kepercayaan tidak pasti.

Metode otomatis data SAR dikembangkan oleh beberapa peneliti dimana di dalamnyameliputi teknik segmentasi untuk deteksi titik hitam (dark spot), ekstraksi fitur lapisan, danklasifikasi. Karena karakteristik tumpahan minyak dicirikan dengan rendahnya backscatter, rr

Page 63: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

47Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

maka dapat dilakukan thresholding untuk memisahkan (segmentasi) dark spot (Breke et al. 2005). Solberg et al. (2007) melakukan deteksi tumpahan minyak menggunakan dataRADARSAT-1 dan ENVISAT. Pada penelitiannya deteksi dark spot dilakukan dengan metode segmentasi multi skala, kemudian menerapkan threshold adaptif pada setiap level piramid. Metode segmentasi ini memiliki performa yang baik, kecuali pada lapisan minyakyang tipis dan linier. Untuk tahapan ekstraksi fitur lapisan dilakukan ekstraksi 13 fitur yangdikelompokkan dalam fitur bentuk, kontras, homogenitas dan lingkungan sekitarnya. Klasifikasi dilakukan dengan lima tahapan yaitu pengklasifikasian dasar yang memperhitungkan fitur dan tingkat kecepatan angin, perhitungan kepadatan probabilitas yang bergantung pada kelas, model jumlah lapisan, menghitung fungsi kehilangan dankoreksi klasifikasi berbasis aturan. Tingkat akurasi yang diperoleh pada penelitian ini untukdeteksi lapisan minyak 78% dan untuk objek mirip (look alike) 99%.

Brekke et al. 2007 melakukan pengembangan dari metode Solberg et al. (2007) terutama untuk segmentasi objek lapisan minyak tipis yaitu dengan membatasi orientasi objek tipislinier dan menerapkan threshold atau segmentasi yang berbeda dengan objek lainnya. Metode ini diujicobakan pada data ENVISAT ASAR Wide Swath Mode. Kemudian pengembangan metode dilakukan dengan membuat fitur baru pada kelompok fitur kontrasdan fitur bentuk. Fitur yang diekstraksi terdiri dari 13 fitur dan 4 fitur baru. Pada penelitian ini akurasi yang dihasilkan untuk deteksi lapisan minyak adalah 89%. Perbandingan fitur yang diekstraksi dalam metode deteksi tumpahan minyak pada beberapa penelitian menggunakandata SAR dapat dilihat pada Tabel 2. Ringkasan berbagai data dan metode yang digunakan dalam deteksi tumpahan minyak ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Fitur yang diterapkan pada beberapa penelitian

No Fitur 1 2 3 41 Luas lapisan (A) x x x x2 Panjang keliling lapisan (P) x3 Kompleksitas lapisan x x x x4 Lebar lapisan x x5 Penjalaran x6 Momen Lapisan x x x7 Standar deviasi dark spot x8 Standar deviasi background x9 Kontras maksimum (antara objek dan background) x

10 Kontras rata-rata (antara objek dan background) x11 Gradien border maksimum x12 Gradien border rata-rata x x x13 Standar deviasi gradien x x14 Rasio kontras lokal area x15 Power-to-mean Ratio lapisan x x16 Homogenitas (Power-to-mean Ratio) lingkungan sekitar x x x17 Jarak dari titik sumber x x x18 Jumlah spot terdeteksi pada scene x x x19 Jumlah spot bertetangga x x x20 Jumlah spot bertetangga (small window) x x21 Kontras lokal lapisan x x22 Kontras kehalusan x x

Page 64: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

48Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

23 Ketebalan lapisan x24 Kecepatan Angin x25 Varian Lapisan x26 Sudut antara segmen x

1: Frate et al (2000), 2: Solberg et al (1999), 3: Solberg et al (2007), 4: Brekke et al (2007)

Tabel 3. Beberapa Metode Deteksi Tumpahan Minyak pada Berbagai Data SatelitPendekatan

Metode Peneliti Sensor Tujuan Kelebihan Kelemahan

Deteksi hot spot Tseng and Chiu (1994)

Visible danInfra RedNOAA-AVHRR

Deteksi awal dan monitoring tumpahanminyak, mengetahui ketebalan minyak berdasarkantemperatur

Potensial untuk monitoring tumpahanminyak harian

Temperatur minyaktidak berbeda secarasiginifikan dengan air pada malam hari dan pada kondisi cuacatertentu

Fingas and Brown (1997)

Infra Red (IR)dan Ultraviolet(UV)

Deteksi tumpahan minyak dan ketebalanminyak

Teknologi UV dapat mendeteksi tumpahan minyak yang tipis, gabungan IR dan UVdapat memberikan hasil yang lebih handal

UV tidak dapat digunakan malam hari, kesalahan interpretasipada sun glint dan material biogenic.

SignatureMatching Method

Salem and Kafatos (2001)

Airborne Hyperspectral

Melihat tumpahan minyak berdasarkankomposisi kimia

Lebih akurat dibandingkan teknikkonvensional atau interpretasi visual

Untuk sensor space-hiperspektral tidaktersedia secara komersial

Interpretasi visual Hu et al.(2003)

MODIS resolusi 250 m dan 500m

Menguji kemampuandata MODIS untuk deteksi tumpahan minyak

Potensial untuk monitoring tumpahanminyak harian, variasi panjang gelombang bisamenambahkaninformasi lain misal alga bloom.

Cloud cover danketerbatasan cahayamatahari

Pendekatan prinsip backscatter SAR pada data MODIS

Hu et al.(2009)

MODIS resolusi250 m dan 500m

Mendeteksi lapisanminyak degan dataMODIS berdasarkan pada kesamaan prinsip backscatteringpada data SAR

Mendeteksi lapisanminyak pada citra yangterdapat sun glint

Cloud cover danketerbatasan cahayamatahari.

Interpretasi manual/visual

Prayogo et al. (2010)

MODIS, Landsat ETM+, ALOS PALSAR

Mendeteksi tumpahanminyak, memantaupenyebarannya danmenghitung luas tumpahan

Data MODIS potensial untuk monitoringtumpahan minyak harian

Cloud cover pada data MODIS. Metode manual sehingga operator harusmendeteksi satu-persatu

Deteksi manual (Pendekatan KSAT)

Indregard et al (2004)

ERS1 Deteksi tumpahan minyak secara manual

Tidak memerlukan teknik pengolahan datayang mutakhir

Operator harusmenganalisis satu-persatu spot pada citra sehingga memakanwaktu, tingkatkepercayaan tidak pasti.

Threshold adaptif dan segmentasi multi skala,ekstaksi 13 fitur

Solberg, et al(2007)

Radarsat,Envisat ASAR WSM

Deteksi tumpahan minyak dengan algoritma otomatis

Deteksi dark spot lebih cepat dan tingkatkepercayaan lebih pasti

Teknik pengolahan data mutakhir.Kinerjasegmentasi kurang padalapisan minyak tipis.

Threshold adaptif dan segmentasi multi skala untuk lapisan tipis, ekstraksi 15 fitur

Brekke et al(2007)

Envisat ASAR WSM

Deteksi tumpahan minyak dengan algoritma otomatispenekanan padalapisan minyak tipis

Mempertajam pada lapisan minyak tipis danekstraksi fitur lebihlengkap

Teknik pengolahan datamutakhir.Belum diujipada jenis data danwilayah yang lain.

Filtering,Threshold dan segementasi,tekstur analisis

Akkartal et al(2008)

Radarsat-1 Deteksi tumpahan minyak dengan metode visual dan digital

Masing-masing metode relatif efektif untuk kasus berbeda.Analisistekstur kompatibeldengan teknik lainnya.

Belum diuji pada jenisdata dan wilayah yanglain.

Page 65: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

49Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

4. STUDI KASUS DETEKSI TUMPAHAN MINYAK DI LAUT TIMOR

Di bawah ini diperlihatkan beberapa data satelit yang digunakan untuk deteksi tumpahanminyak akibat ledakan bawah laut offshore rig di utara perairan Laut Australia. Kebocoranminyak terjadi pada tanggal 21 Agustus 2009 dan lapisan minyak terus bergerak memasukiperairan Indonesia hingga beberapa bulan setelahnya. Pada Gambar 1 memperlihatkan dataALOS PALSAR tanggal 2 September 2009 dengan polarisasi HH dan HV. Gambar 1amerupakan citra backscatter (dB) polarisasi HH, dimana lapisan minyak terlihat sebagaiobjek gelap yang menyebar hampir di seluruh perairan. Pada citra tersebut juga terlihat dua objek terang yang diduga sebagai anjungan. Pada Gambar 1b merupakan citra backscatter(dB) polarisasi HV, dimana kontras antara lapisan minyak dengan non minyak tidak terlihatdengan jelas, namun objek anjungan terlihat lebih jelas. Gambar 1a merupakan citra yang belum dilakukan proses filtering. Filter digunakan selain untuk mengurangi speckle noisepada citra SAR, juga untuk memberi kontras pada daerah kemungkinan tumpahan minyakdengan lingkungan sekitarnya. Gambar 1c dan 1d memperlihatkan citra hasil filtering Frostdan Gamma jendela 5x5. Pada kedua gambar tersebut terlihat kontras objek minyak dan nonminyak yang lebih jelas dengan berkurangnya speckle noise pada citra.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1. Citra ALOS PALSAR (a) Polarisasi HH, (b) Polarisasi HV, (c) Polarisasi HH dengan Filter Frost 5x5 dan (d) Polarisasi HH dengan Filter Gamma 5x5

Gambar 2 merupakan contoh lain deteksi tumpahan minyak di Laut Timor yang dianalisisoleh LAPAN dalam rangka mendukung tim advokasi tuntutan ganti rugi tumpahan minyakpemerintah Republik Indonesia yang terdiri dari beberapa instansi dan dikoordinasikan oleh

Page 66: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

50Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup (Prayogo, et.al,2010). Pada gambar tersebut ditampilkanjejak tumpahan minyak yang dilihat dari citra satelit Landsat ETM+ pada tanggal 4 November 2009 dan citra satelit ALOS PALSAR pada tanggal 6 November 2009. Pada kedua data yaituLandsat (Gambar 2b) dan ALOS PALSAR (Gambar 2c dan 2d) tersebut terlihat pola jejak tumpahan minyak yang sama. Data PALSAR yang digunakan adalah polarisasi HH. Pada Gambar 2c terlihat data ALOS PALSAR yang belum difilter, sedangkan pada Gambar 2d diperlihatkan data yang sudah difilter menggunakan high pass sharpen 5x5 dan analisistekstur GLCM. Pada data hasil penajaman tersebut jejak tumpahan minyak terlihat lebih jelas.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. Jejak Tumpahan Minyak dari Citra Satelit ALOS PALSAR yang Terlihat di Sekitar Koordinat 11° 31’ 14,2” LS; 124° 25’ 12,7” BT (Posisi Survei KLH pada tanggal 4 November 2009 ditunjukkan dengan titik

berwarna merah) (Prayogo, et.al 2010).

Keterangan Gambar:a. Liputan citra satelit ALOS-PALSAR 4 November 2009 Polarisasi HH (kotak berwarna

ungu)

b. Jejak tumpahan minyak dari Citra satelit Landsat 6 November 2009 Path/Row 110/68RGB542

c. Kenampakan jejak tumpahan minyak dari Citra satelit ALOS-PALSAR

d. Kenampakan jejak tumpahan minyak dari Citra satelit ALOS-PALSAR setelahdilakukan filtering (high pass sharpen 5x5) dan analisis tekstur (GLCM contrast)

Page 67: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

51Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Ketersediaan data multi sensor secara near-rr realtime serta penerapan metode deteksi tumpahan minyak yang akurat dan terkini merupakan kebutuhan utama dalam pemantauan sebaran saat kejadian berlangsung dan penentuan luas pasca tumpahan minyak terjadi. Hal ini sangat diperlukan, khususnya dalam mendukung penuntutan (claim) ganti rugi kerusakanlingkungan yang diakibatkan oleh tumpahan minyak tersebut.

Dalam kasus tumpahan minyak yang berdampak pada beberapa negara penyelesaianmasalah tersebut dilakukan melalui perundingan internasional, Tuntutan ganti rugi akibattumpahan minyak di laut merupakan salah satu bahasan yang sangat penting dalam perundingan internasional. Tuntutan ganti rugi akibat tumpahan minyak memerlukan berbagai data pendukung yang akurat, seperti data dan fakta fisik tumpahan minyak, informasi spasialarah sebaran serta luas sebarannya, pemodelan oseanografi tumpahan minyak, bukti-buktikerusakan lingkungan dan hasil pemantauan pasca kejadian serta analisis dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam kurun waktu tertentu),

Data dan informasi deteksi tumpahan minyak dari pemanfaatan penginderaan jauh tidak hanya terbatas menggunakan citra satelit saja namun dapat juga menggunakan airborne dengansensor multispectral VIRIS (Visible/Infrared Imaging Spectrometer) / SAR rr (Syntethic Aperture Radar) seperti yang diterapkan pada kasus tumpahan minyak di teluk Mexico 2010 (Clark et al.2010). Ketebalan tumpahan minyak dapat diperkirakan dari sifat optis tumpahan minyak di air dan nilai reflektansi kanal multi-spektral tersebut (224 kanal dengan rentang spektral 0,35 – 2,5

digunakan sebagai data verifikasi model osenografi tumpahan minyak dimana distribusi danpenjalaran tumpahan minyak yang dimodelkan dibuktikan dengan lokasi-lokasi tumpahanminyak secara time series dari citra satelit.

5. KESIMPULAN

Penginderaan jauh satelit merupakan teknologi yang memiliki banyak kemajuan dankeunggulan dalam pemantauan tumpahan minyak dibandingkan melalukan survei langsungatau pemantauan pesawat udara yang relatif mahal. Pada pembahasan di atas telahdisajikan berbagai keunggulan pada masing-masing jenis sensor dan metodenya, namuntidak ada sensor tunggal yang memiliki kemampuan untuk menyediakan semua informasiyang dibutuhkan dalam pemantauan tumpahan minyak. Sehingga dalam pelaksanaanpemantauan akan lebih baik menggunakan berbagai kombinasi sensor satelit. Disamping itutersedianya data near real time merupakan faktor yang sangat penting dalam pemantauantumpahan minyak tersebut.

Dalam kaitannya dalam perundingan internasional, penentuan metode yang sangat tepatuntuk mendeteksi tumpahan minyak merupakan suatu hal yang mendasar. Hal ini karenakepercayan dan akurasi metode untuk menentukan tumpahan minyak dapat digunakanuntuk klaim kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak tersebut. Pengembangan

Page 68: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

52Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

metode penentuan tumpahan minyak dari data satelit optis maupun radar masih perluditingkatkan, sehingga memiliki suatu metode yang sangat kuat dan dipercaya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. dan Ir. Wawan K.Harsanugraha, M.Si., yang telah memberikan masukan dan koreksinya dalam paper ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alpers, W. and Espedal, H. 2004. Oils and Surfactants. Chapter 11 in Synthetic Aperture Radar Marine User’s Manual, National Oceanic and Atmospheric Administration(NOAA). Jackson, C.R. and Apel, J.R.(Eds.), 263-275.

Akkartal, A., Sunar, F. 2008. The Usage of Radar Images in Oil Spill Detection. TheInternational Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Science. Vol.XXXXVII. Part B8. Beijing.

Brekke, C., Solberg, A.H.S. 2005. Oil Spill Detection by Satellite Remote Sensing. Remote Sensing of environment 95 (2005) 1-13.

Brekke, C. 2007. Automatic screening of Synthetic Aperture Radar imagery for detection of oil pollution in the marine environment. Forsvarets forskningsinstitutt/NorwegianDefence Research Establishment (FFI) Rapport.

Clark, R.N., Swayze, G.A., Leifer, I., Livo, K.E., Lundeen, S., Eastwood, M., Green, R.O., Kokaly, R., Hoefen, T., Sarture, C., McCubbin, I., Roberts, D., Steele, D., Ryan, T., Dominguez, R., Pearson, N., and the Airborne Visible/Infrared Imaging Spectrometer (AVIRIS) Team, 2010, A method for qualitative mapping of thick oil spills using imaging spectroscopy: U.S. Geological Survey Open-File Report 2010-1101., URL address: http://pubs.usgs.gov/of/2010/1101/

Fingas, M., Brown, C.E. 1997. Oil Spill Remote Sensing: A Review. Oil Spill Science and Technology.

Girard-Ardhuin F., Mercier G., Collard F., and. Garello R. 2005. Operational Oil-Slick Characterization by SAR Imagery and Synergistic Data. IEEE Journal of Oceanic Engineering, 30(3), 2005.

Hu, C., Mqller-Krager, F. E., Taylor, C. J.,Myhre,D.,Murch, B.,Odriozola,A. L., et al. 2003. MODIS detects oil spills in Lake Maracaibo, Venezuela. EOS, Transactions, American Geophysical Union, 84(33).

Hu, C., Li, X., Pichel, W.G., Muller-Karger, F.E. 2009. Detection of natural oil slicks in the NW Gulf of Mexico using MODIS Imagery. Geophysical Research Letters, Vol. 36, 2009.

Page 69: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

53Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Indregard, M., Solberg, A., Clayton, P. (2004). D2-report on benchmarking oil spill recognition approaches and best practice. Tech. rep., Oceanides project, European Commission,Archive No. 04-10225-A-Doc, Contract No: EVK2-CT-2003-00177

Prayogo, T., Hidayat, Arifin, S., Carolita, I., Winarso, G., Hawariyyah, S. 2010. LaporanKegiatan T.A. 2010: Deteksi dan Analisis Sebaran Tumpahan Minyak di Laut Timor menggunakan Data Satelit Penginderaan Jauh. LAPAN. Jakarta.

Solberg, A.H.S., Brekke C., Husøy, P. O. 2007. Oil Spill Detection in Radarsat and EnvisatSAR images. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, March 2007, vol. 45, no. 3, pp.746-755.

Tseng, W. Y., & Chiu, L. S. 1994. AVHRR observations of Persian Gulf oil spills. ProceedingIGARSS’94, vol. 2.

Salem, F., Kafatos, M. 2001. Hyperspectral Image Analysis for Oil Spill Mitigation. Proceeding at the 22nd Asian Conference on Remote Sensing, 5-6 November 2001.Singapore.

BIOGRAFI PENULIS

Sayidah Sulma, S.Pi, M.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:

Magister Sains (M.Si) pada program studi Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. 2012Sarjana Perikanan (S.Pi.) pada program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2000

Sayidah Sulma telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan JauhLAPAN sejak tahun 2003. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi datapenginderaan jauh untuk analisis sumberdaya pesisir dan laut, mitigasi bencana alam yangmerupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan, dan analisis pencemaranlingkungan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Dr. rer. nat. M. Rokhis Khomarudin

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Doktor (Dr), pada Ludwig-Maximilians-Universität (LMU) Munich –Germany, 2010Magister Sains (M.Si.), pada program studi Agroklimatologi, JurusanGeofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Page 70: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

54Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB), 2005.Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1998

Profesi sebagai Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, selain itu aktif sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1999. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan,pengembangan model diaplikasikan untuk berbagai tipe bencana. Organisasi profesi yangdiikuti adalah Anggota pada Indonesian Agricultural Meteorology Society, Anggota pada Indonesian Remote Sensing Society, Anggota pada American Geoscience Union, dan Anggota pada European Geoscience Union.

Dra. Nanik Suryo Haryani, M.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si.) pada program studi Ilmu Lingkungan,Program Paskasarjana Universitas Indonesia (UI), 1997Sarjana (Dra.) Jurusan Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1983.

Nanik Suryo Haryani telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1992. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasidata penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dariberbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan (hutan dan perkebunan) dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, longsor, kekeringan,kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Page 71: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

55Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

SPASIAL PEMANTAUAN KABUT ASAP (HAZE) DI PROPINSI RIAU EEDENGAN MENGGUNAKAN GOOGLE EARTH

Muhammad Priyatna, M. Rokhis Khomarudin, Kusumaning Ayu DS

Abstract

Use of data in support of haze monitoring spatial information in Riau by using Google Earth can be used for early prediction of flow direction haze fires burning in the region. In general,the combination of information hotspots and raster data from Red Green Blue MODIS datattsatellite according to the date of the fire, it can be seen towards the smog. In this paper themethod of combination of the spatial information carried hot spots that have been converted to KML files (Keyhole Markup Language) can be combined with Red Green Blue MODIS data according to the date of occurrence of smog. With the combined results of this can beseen early predication flow direction haze fires burning in the region. In the Red Green BlueMODIS data dated June 24, 2012, looked toward the haze toward the North Sumatra region.For the purposes of this additional layer, Red Green Blue MODIS data needs to be convertedinto KML language, so that it will facilitate the visualization process combination in the Google Earth application. It is suggested in the use of Red Green Blue MODIS data are done selecting the data that is almost free of clouds approached first, it is to obtain and facilitatethe monitoring of smog and also added later on wind direction data thereby increasing theaccuracy of the observation direction the smoke is happening.

Keywords: Haze, Hotspots, Google Earth, MODIStt , and KML

Abstrak

Pemanfaatan data dalam mendukung informasi spasial pemantauan kabut asap di propinsiRiau dengan menggunakan Google Earth dapat digunakan untuk prediksi awal arah aliran haze kebakaran yang terjadi di wilayah terbakar tersebut. Secara umum dengan kombinasi informasi titik panas dan data raster dari data satelit MODIS Red Green Blue sesuai dengan tanggal kejadian kebakaran, maka dapat diketahui arah kabut asap. Dalam tulisan ini dilakukan metode penggabungan informasi spasial titik panas yang telah dikonversi dalamfile KML (Keyhole Markup Language) dapat dikombinasikan dengan data MODIS Red Green Blue sesuai dengan tanggal kejadian kabut asap. Dengan hasil gabungan ini dapat diketahuipredikasi awal arah aliran haze kebakaran yang terjadi di wilayah terbakar tersebut. Pada data MODIS Red Green Blue tanggal 24 Juni 2012, tampak arah kabut asap menuju ke wilayah Utara propinsi Sumatera. Untuk keperluan layer tambahan ini, data MODIS Red Green Blue perlu dikonversi kedalam bahasa KML, sehingga akan memudahkan prosesvisualisasi kombinasi di aplikasi Google Earth. Disarankan dalam penggunaan data MODIS Red Green Blue tersebut dilakukan pemilihan data yang hampir mendekati bebas dari awanterlebih dahulu, hal ini untuk mendapatkan dan memudahkan hasil pemantauan kabut asapnantinya dan juga ditambah data arah angin sehingga menambah keakuratan arah pantauanasap yang terjadi.

Kata kunci : Haze, Titik Panas, Google Earth, MODIS dan KML

Page 72: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

56Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Salah satu produk informasi spasial dari Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana adalahinformasi spasial titik panas (Hotspot) untuk wilayah Indonesia, khususnya propinsiSumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan menggunakan data MODIS. Telah banyakorganisasi swasta atau lembaga pemerintah yang menghasilkan produk informasi spasial di dunia internasional, seperti penggunaan sistem Google earth yang digunakan sebagaipendukung platform resolusi tinggi dalam tanggap darurat bencana hotspot deforestasi dipulau Borneo pada tahun 2002 sampai dengan 2009. [Alexis Dorais and Jeffrey Cardille,2011]. Penggunaan data MODIS juga digunakan untuk pemantauan smoke, haze, danwilayah dampak smoke. Data MODIS ini merupakan produk Active Fire, Aerosol Optical Depth, dan MODIS True Color dengan resolusi 250 meter. [Vivarad Phonekeo, 2008].

Informasi spasial ini dihasilkan secara harian maupun bulanan dan diupload pada websiteSIMBA [www.lapanrs.com/simba], serta dapat diunduh oleh para pengguna. Gunamemberikan informasi spasial titik panas yang lebih menarik bagi pengguna, perlu dilakukan penyempurnaan dengan mengkombinasikan data hasil pengolahan berupa titik dan image dengan memanfaatkan Google Earth. Gabungan informasi spasial titik panas dapatdikombinasikan dengan data lainnya sesuai tanggal kejadian atau kebutuhan untukmelakukan monitoring kejadian kabut asap. Dengan hasil gabungan, maka akan diketahuiprediksi arah aliran asap kebakaran yang terjadi di wilayah tersebut.

Dalam tulisan ini, dilakukan analisis pemantauan kabut asap dari data MODIS di PropinsiRiau dengan memanfaatkan sistem Google Earth, yakni kombinasi informasi titik panas yangterjadi di wilayah Propinsi Riau, dengan image MODIS RGB (Red Green Blue) sesuaidengan tanggal kejadian kebakaran pada bulan Juni 2012. Tulisan ini juga diharapkanmenjadi bahan untuk pengambilan keputusan bagi pihak terkait dalam menentukan dampak dari aliran kabut asap terhadap wilayah di sekitarnya baik Indonesia maupun negaratetangga.

2. SEBARAN TITIK PANAS WILAYAH PROPINSI SUMATERA

Berikut pada Gambar 1. Merupakan data sebaran titik panas wilayah propinsi Sumatera pada tanggal 14 Juni 2012, sebagai data yang menjadi analisis penulis terkait titik panas yang tinggi pada bulan Juni di wilayah Sumatera sebanyak 872 titik panas.

Page 73: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

57Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 1. Data sebaran titik panas wilayah propinsi Sumatera pada tanggal 14 Juni 2012[8]

3. SYSTEM GOOGLE EARTH

Google Earth merupakan program globe virtual atau disebut juga dengan Earth Viewer[4].rrProgram ini dibuat oleh Keyhole, Inc. Google Earth mampu menunjukkan semua gambar permukaan Bumi dari pemetaan satelit, fotografi uadara dan Globe Geographic InformationSystem. Google Earth terbagi dalam tiga lisensi berbeda: Google Earth, sebuah versi gratisdengan kemampuan terbatas; Google Earth Plus ($20), yang memiliki fitur tambahan; danGoogle Earth Pro ($400 per tahun), yang digunakan untuk penggunaan komersial. GoogleEarth mendukung pengelolaan data Geospasial tiga dimensi melalui Keyhole MarkupLanguage (KML). KML adalah format file yang digunakan untuk menampilkan data geografi dalam Earth browser, seperti Google Earth dengan menggunakan proyeksi Silinder Sederhana untuk basis pencitraannya. Proyeksi peta ini cukup sederhana dengan sistemparalel dan meridian merupakan ekuidistan, garis horizontal dan kedua garis memotong pada sudut tegak lurus. Proyeksi ini juga dikenal sebagai Lintang/Bujur WGS84.

Page 74: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

58Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 2. Data sebaran titik panas wilayah propinsi Sumatera pada bulan Juni 2012 pada google earth.

4. DATA DAN METODOLOGI

Data yang digunakan dalam tulisan ini adalah:

1. Data sebaran titik panas wilayah Sumatera musim panas (Juni 2012)2. Image MODIS Terra/ Aqua Red Green Blue (Juni 2012)

Untuk keperluan analisis pemantauan kabut asap ini dibutuhkan:

1. Ketersediaan data, seperti di atas 2. Penentuan geo lokasi terhadap aplikasi Google Earth, baik lintang/latitude maupun

bujur/longitude, serta sistem penentuan kebumian (WGS84).3. Data Image MODIS perlu dikonversi ke dalam bahasa KMZ (Keyhole Markup Language),

sehingga akan memudahkan proses visualisasi kombinasi di aplikasi System Google Earth.

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan sistem koordinat geografis pada image MODIS yang akan dikombinasikan padasiste Google Earth perlu disesuaikan terlebih dahulu ke dalam proyeksi UTM ((Universal Transverse Mercator) sebelum dir -impor ke Google Earth, data tersebut akandiinterpretasikan berdasarkan sistem koordinat Google Earth, karena kalau tidak akanmemberikan lokasi atau titik koordinat yang sedikit berbeda untuk lokasi yang sama di bumi.Untuk kondisi ini perlu dilakukan konversi untuk mentransformasi data iamage dari sistem

Page 75: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

59Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

koordinat awal ke sistem koordinat sesuai dengan Google Earth. Selanjutnya, system Google Earth akan melakukan proyeksi Mercator, yakni area, skala, bidang, atau arah image data MODIS yang dikombinasikan.

Selanjutnya pemilihan titik panas kebakaran hutan/lahan yang disesuaikan dengan data satelit Informasi spasial, yakni informasi lintang, bujur, lokasi atau posisi titik panas. Data titik panas bulan Juni 2012 dipilih pada tanggal 11, 12, 13, 15, 17, dan 24 Juni 2012 untuk wilayah Propinsi Riau. Dengan memanfaatkan image data MODIS RGB pada bulan Juni 2012 dengan tanggal yang sama dengan data hasil pengolahan. Data image ini merupakan layer tambahan pada google earth, sehingga dapat diketahui arah kabut asap. Untuk memudahkan analisis, dapat dilakukan visualisasi sebaran titik panas secara harian dengan menggunakan google earth, tampak pada gambar di bawah ini berturut-turut tanggal 11, 12, 13, 15, 17, dan 24 Juni 2012.

Gambar. 3a. Sebaran titik panas pada 11 Juni 2012di wilayah Sumatera

Gambar. 3b. Sebaran titik panas pada 12 Juni 2012di wilayah Sumatera

Gambar. 3c. Sebaran titik panas pada 13 Juni 2012di wilayah Sumatera

Gambar. 3d. Sebaran titik panas pada 15 Juni 2012di wilayah Sumatera

Page 76: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

60Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar. 3e. Sebaran titik panas pada 17 Juni 2012 di wilayah Sumatera

Gambar. 3f. Sebaran titik panas pada 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera

Dengan melakukan gabungan informasi titik panas yang terjadi dan data image dari satelit sesuai dengan tanggal kejadian maka dapat diketahui predikasi arah kabut asap kebakaran yang terjadi di wilayah Sumatera. Proses pengolahan titik panas tersebut disesuaikan dengan data satelit Informasi spasial titik api berbasis KML, dalam hal ini memberikan beberapa informasi lintang, bujur, lokasi atau posisi titik panas kejadian di wilayah Indonesia. Penggunaan Image data satelit penginderaan jauh merupakan media pembanding terhadap titik panas yang terjadi, sehingga dapat digunakan sebagai layer dalam menentukan arah asap yang terjadi. Namun demikian image tersebut dilakukan pemilihan image yang betul-betul hampir bersih dari awan hujan. Tampak perbedaan awan dan asap yang terjadi padagambar 4, dengan memanfaatakan visualisasi. Asap yang terdeteksi pada image MODISmemiliki warna agak kecoklat-coklatan, hal ini karena memiliki temperature yang berbeda dengan awan yang berwarna putih.

Hasil gabungan data sebaran titik panas kebakaran hutan/lahan dan image MODIS RGB dapat diketahui visualisasi arah kabut asap dan dapat menentukan dampak dari arah kabut asap tersebut terhadap wilayah di sekitarnya. Pada gambar 4 dan 5 berikut, merupakan hasil gabungan data MODIS Terra/Aqua dengan data sebaran titik panas tanggal 24 Juni 2012. Tampak kabut asap yang terjadi baik pada data MODIS Terra maupun Aqua. Secara visual, arah kabut asap mengarah ke wilayah Sumatera Utara (lingkaran warna merah), yakni tampak ekor awan sangat tipis yang terjadi di atas pulau Sumatera khususnya image MODIS bergerak ke arah utara dari pulau Sumatera. Dengan diketahuinya arah angin sesuai dengan posisi pulau dan perputaran gerak rotasi bumi terhadap matahari maka asap yang terjadi pada kebakaran hutan/lahan bisa diprediksi arah pergerakannya.

Pada gambar 4, Apabila dilakukan zoom out / pembesaran pada wilayah data sebaran titik panas dengan image data MODIS Terra pada tanggal 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera, akan tampak kabut asap yang terjadi (tanda lingkaran warna merah). Pada gambar tampak asap memiliki bentuk yang berbeda dengan bentuk awan. Bentuk asap yang terjadi memiliki sebaran yang merata di atas pulau dan tidak mengumpul seperti bentuk awan yang terjadi.

Page 77: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

61Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Bentuknya pun agak tipis dibandingkan dengan bentuk awan rendah maupun awan tinggi.Tanda kotak berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa sebaran titik panas kebakaranhutan/lahan yang terajdi pada wilayah tersebut.

Gambar 4. Kombinasi data sebaran titik panas (tanda kotak coklat muda) dengan image data MODIS Terra pada tanggal 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera. Tanda lingkaran warna merah merupakan kabut asap

yang terjadi.

Pada gambar 5, Apabila dilakukan zoom out / pembesaran pada wilayah data sebaran titikpanas dengan image data MODIS Aqua pada tanggal 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera,akan tampak kabut asap yang terjadi (tanda lingkaran warna merah). Pada gambar tampakasap memiliki bentuk yang berbeda dengan bentuk awan. Bentuk asap yang terjadi memilikisebaran yang merata di atas pulau dan tidak mengumpul seperti bentuk awan yang terjadi.Bentuknya pun agak tipis dibandingkan dengan bentuk awan rendah maupun awan tinggi.Tanda kotak berwarna coklat muda mengindikasikan bahwa sebaran titik panas kebakaranhutan/lahan yang terajdi pada wilayah tersebut.

Page 78: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

62Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 5. Kombinasi data sebaran titik panas (tanda kotak coklat muda) dengan image data MODIS Aquapada tanggal 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera. Tanda lingkaran warna merah merupakan kabut asap

yang terjadi.

Berikut gambar 6, merupakan hasil kombinasi data sebaran titik panas kebakaranhutan/lahan dengan image data MODIS pada System Google Earth untuk wilayah Sumatera.Pada tulisan ini tidak dijelaskan secara mendalam terkait penggunaan sistem aplikasi GoogleEarth, namun demikian pada gambar 6, tampak windows Google Earth yang digunakan.Pada sistem ini dapat di tambah atau dikurangi layer yang akan kita gunakan, selain itu puladapat melakukan koreksi dan meng-upload untuk disebarkan secara online kepadamasyarakat.

Page 79: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

63Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 6. Pembesaran image data MODIS Aqua pada tanggal 24 Juni 2012 di wilayah Sumatera. Tanda lingkaran warna merah merupakan kabut asap yang terjadi dengan mengarah ke arah Utara, yakni

propinsi Sumatera Utara.

6. KESIMPULAN

Pemanfaatan data modis dalam mendukung informasi spasial pemantauan kabut asap diPropinsi Riau dengan menggunakan Google Earth dapat diketahui prediksi awal arah aliranasap kebakaran yang terjadi di wilayah terbakar dengan melakukan kombinasi informasisebaran titik panas dan data image MODIS RGB sesuai dengan tanggal kejadian kebakaran. Pada data image MODIS baik Terra maupun Aqua tanggal 24 Juni 2012, tampak arah kabutasap menuju ke wilayah Utara propinsi Sumatera. Untuk keperluan layer tambahan ini, dataimage MODIS perlu dikonversi kedalam bahasa KML, sehingga akan memudahkan prosesvisualisasi kombinasi di aplikasi Google Earth. Disarankan dalam penggunaan image satelitMODIS tersebut dilakukan pemilihan image yang hampir mendekati bebas dari awan terlebih dahulu dan juga ditambah data arah angin sehingga menambah yakin arah pantauan asapyang terjadi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Bidawi Hasyim, M.Si. dan Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si., yang telah memberikan masukan dan koreksinya dalam paper ini.

Page 80: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

64Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Alexis Dorais and Jeffrey Cardille,2011. Strategies for Incorporating High-Resolution GoogleEarth Databases to Guide and Validate Classifications: Understanding Deforestationin Borneo, Remote Sens. 2011, 3, 1157-1176; doi:10.3390/rs3061157

ASEAN Leaders Agree to Haze Monitoring System, 2013, diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: http://blogs.wsj.com/searealtime/2013/10/10/asean-leaders-agree-to-haze-monitoring-system/

Google Earth User Guide, diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: http://earth.google.com/userguide/v4/

Google Maps Help Center, diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: http://maps.google.com/support/

Google Maps–Wikipedia,– diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: http://en.wikipedia.org/wiki/Google_Maps

KML documentation – Developer’s Guide – Updates, diakses tanggal 20 Nopember 2013, dialamat: http://code.google.com/apis/kml/documentation/updates.html

KML documentation- Google Earth KML 2.0 - KML 2.1 & KML 2.2 References, diaksestanggal 20 November 2013, di alamat: http://code.google.com/apis/kml/documentation/

Krishna Prasad Vadrevu, Ivan Csiszar, Evan Ellicott, Louis Giglio, K. V. S. Badarinath, Eric Vermote, and Chris Justice, 2013. Hotspot Analysis of Vegetation Fires and Intensity in the Indian Region, Ieee Journal of Selected Topics in Applied Earth Observationsand Remote Sensing, Vol. 6, No. 1, February 2013

Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran, diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: http://www.lapanrs.com/simba/subcat/hs?periode=hr&daerah=all

Working with Regions, diakses tanggal 20 Nopember 2013, di alamat: https://developers.google.com/kml/documentation/regions?csw=1

Vivarad Phonekeo, 2008, Geoinformatics Center, Asian Institute of Technology. Monitoring of Active Fire, Smoke and Haze in Southeast Asia using MODIS products (MOD14,MOD04) A case study of Thailand

Page 81: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

65Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Magister Teknologi Informasi (MTI), pada program Pasca SarjanaTeknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.2007.Sarjana Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Nasional. 1998

Muhammad Priyatna telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1999. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dariberbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahandan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunungapi). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Dr. rer. nat. M. Rokhis Khomarudin

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Doktor (Dr), pada Ludwig-Maximilians-Universität (LMU) Munich –Germany, 2010Magister Sains (M.Si.), pada program studi Agroklimatologi, JurusanGeofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB), 2005.

Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, JurusanGeofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1998

Profesi sebagai Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, selain itu aktif sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1999. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan,pengembangan model diaplikasikan untuk berbagai tipe bencana. Organisasi profesi yangdiikuti adalah Anggota pada Indonesian Agricultural Meteorology Society, Anggota pada Indonesian Remote Sensing Society, Anggota pada American Geoscience Union, dan Anggota pada European Geoscience Union.

Page 82: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

66Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Kusumaning Ayu, ST

Email :[email protected]; [email protected]

Pendidikan/Education:Sarjana Teknik (ST),pada program studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (UI) 2009

Penelitian yang diminati/Research Interest:Aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan dan tekniktelekomunikasi

Kusumaning Ayu telah bekerja di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2006. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengembanganmodel aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan. Organisasi profesi yangdiikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Page 83: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

67Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DI SUMATERA

Any Zubaidah, Yenni Vetrita, Muhammad Priyatna

Abstract

Forest/ land fires in Indonesia occur almost every year. Factors causing forest/ land fires notonly by nature, but also caused by human activities such as land clearing and extention for agriculture or plantations. Forest/ land fires can be indicated by the presence of a hotspot.Hotspots can be monitored on a daily basis using satellite remote sett nsing imagery. Thisstudy aims to analyze the impact of forest/ land fire smoke using satellite remote sensing imagery. From this study, the smoke direction or flow and its distribution, carried by wind currents, can be seen visually in the form of image distribution of smoke. This information can be used by government as an input in determining decisions of disaster mitigation in Indonesia or avoid possible impacts to neighboring countries such as Singapore and Malaysia .

Key Word: Forest/ land fires, hotspot, Remote Sensing.

Abstrak

Kebakaran hutan/lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun. Kebakaran hutan/lahanbukan hanya disebabkan oleh faktor alam saja, melainkan juga disebabkan oleh aktivitasmanusia seperti pembersihan lahan/land clearing dan perluasan lahan untuk pertanian atauperkebunan. Kebakaran hutan/lahan dapat diindikasikan dengan adanya titik api (hotspot(( )t .Hotspot dapat dapat dipantau secara harian menggunakan citra satelit penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak asap kebakaran hutan/lahanmenggunakan citra satelit penginderaan jauh. Dari penelitian, arah atau aliran dan sebaranasap yang terbawa oleh arus angin dapat diketahui secara visual dalam bentuk informasi citra sebaran asap. Informasi ini dapat digunakan oleh pemerintah sebagai masukan dalammenentukan keputusan mitigasi bencana di wilayah Indonesia maupun dampak yangmungkin terjadi bagi Negara tetangga seperti Singapur dan Malaysia.

Kata Kunci : Kebakaran hutan/lahan, hotspot, penginderaan jauh.

Page 84: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

68Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Kebakaran hutan/lahan merupakan permasalahan yang rutin terjadi di Indonesia disetiapmusim kemarau. Kebakaran hutan/lahan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:adanya sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau yang panjang,aktifitas vulkanis yaitu terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi,kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut yang dapat menyulutkebakaran di atas tanah pada saat musim kemarau, dan kecerobohan manusia membuangpuntung rokok sembarangan dan lupa mematikan, serta tindakan yang disengaja olehmanusia seperti untuk membersihkan atau membuka lahan pertanian baru.

Menurut Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dalam siaran Pers Nomor:S.156/II/PIK-1/2007 menyatakan bahwa sebagian besar (70%) kebakaran lahan terjadi di luar kawasan hutan, dan hanya sebagian kecil saja yang terjadi di dalam kawasan hutan. Persepsi masyarakat menyatakan bahwa timbulnya asap diberbagai wilayah di Indonesiadisebabkan oleh kebakaran hutan. Padahal penyebab utamanya adalah pembakaran lahan dalam rangka pembukaan lahan baru untuk penyiapkan perkebunan skala besar,perladangan, dan pembersihan lahan/land clearing. Selain itu hanya sebagian kecil sajayang terjadi pembakaran lahan di wilayah Hutan Tanaman Industri.

Kebanyakan masyarakat dalam melakukan kegiatan pembukaan lahan maupunpembersihan lahan tersebut dilakukan dengan cara membakar dikarenakan biayanya murahdan cepat. Kegiatan membakar lahan yang tidak memperhatikan berbagai aspek lingkunganinilah yang akan membuat kebakaran hutan/lahan tidak terkendali, apalagi dilakukan di lahangambut yang sangat sulit dipadamkan. Jika sudah terbakar maka sulit dikendalikan karena merembet sangat cepat searah dengan arah angin dan menimbulkan kabut asap sepertikebakaran yang sering terjadi di wilayah Provinsi Riau.

Bencana yang diakibatkan oleh praktik pembakaran lahan dan hutan adalah timbulnya polusiasap yang mengganggu berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat, baik nasionalmaupun global, serta menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk meminimalkan terjadinya bencana kebakaran hutan/lahan tidak meluas perlu diadakan pegendalian kebakaranhutan/lahan. Sebenarnya apabila kebakaran hutan ini terkendali, dan ditinjau dari aspekkesuburan tanah maka dapat berdampak positif antara lain mempermudah dan menghemat biaya dalam tahap pembukaan lahan, membantu peremajaan alam, mempercepat prosesmineralisasi hara tanah, memusnahkan hama dan penyakit tanaman (Armanto danwildayana, 1998)

Kebakaran hutan/lahan dapat diindikasikan dengan adanya hotspot atau titik api yang dapatdipantau setiap hari dari berbagai satelit penginderaan jauh seperti NOAA-AVRR (National

Page 85: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

69Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Oceanic and Admospheric Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer)rataupun Terra/Aqua-MODIS (Moderate rResolution Imaging Spectroradiometer). rr

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak asap kebakaran hutan/lahanmenggunakan data penginderaan jauh. Selain itu secara visual dapat diketahui arah ataualiran dan sebaran asap yang terbawa oleh arus angin dalam bentuk informasi citra sebaranasap.

1.1 SEBARAN JUMLAH HOTSPOT TERTINGGI SELAMA TAHUN 2012

Satelit Terra/Aqua MODIS dapat digunakan untuk pemantauan hotspot. Berdasarkan data hotspot bulanan Terra/Aqua MODIS dari pantauan Indofire map service LAPAN selamatahun 2012 (Januari - Desember 2012) diperoleh hotspot bulanan dengan frekuensi tinggi dimulai dari bulan Mei hingga Oktober 2012. Puncak hotspot terjadi pada bulan September 2012 hingga mencapai 11114 titik Gambar 1. Wilayah Sumatera memiliki rawan kebakaranhutan/lahan yang cukup tinggi, antara lain di provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi.Provinsi Riau memiliki frekuensi jumlah hotspot paling banyak di bulan Juni dan Agustus 2012 selanjutnya di Provinsi Sumatera Selatan dengan frekuensi jumlah hotspot paling banyak di bulan Juli hingga Oktober 2012, adapun di Provinsi Jambi frekuensi jumlah hotspotpaling banyak di bulan September 2012 (lihat Gambar 2). Hasil pantauan hotspot harian dapat dilihat di situs LAPAN dan dapat dilihat di wilayah mana hotspot terdistribusi serta kapan terjadi puncak hotspot yang terjadi di wilayah Indonesia (sumber: http://www.lapanrs.com/simba).

Gambar 1. Jumlah Hotspot Bulanan di Indonesia Tahun 2012.

Page 86: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

70Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 2. Jumlah Hotspot Bulanan Setiap Provinsi di Pulau Sumatera

Contoh beberapa dampak asap kebakaran hutan/lahan dari satelit Terra/Aqua MODISdijelaskan lebih lanjut pada paragraph di bawah berikut.

2. DAMPAK ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN/LAHAN

Secara langsung dampak asap kebakaran hutan/lahan jarang menelan korban jiwa, tetapikorban tak langsung banyak. Korban tak langsung itu terkait dengan kesehatan wargakarena asap dan debu sisa bahan yang terbakar, biasanya disebut dengan istilah kedokteranadalah Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas (ISPA). Asap kebakaran terlihat sepertiawan berwarna putih keabu-abuan, coklat atau kehitam-hitaman. Kian gelap warna asap,maka kadar pencemaran udara makin tinggi. Selain itu semakin kecil ukuran partikel asapakan semakin jauh penyebarannya hingga ke segala penjuru sesuai dengan arah angin yangterjadi saat kebakaran.

Kebakaran terus terjadi di wilayah Indonesia. Kebakaran hutan/lahan dapat dipantau darisatelit Aqua-MODIS. Berdasarkan citra Aqua MODIS NASA tanggal 19 Juni 2013 yang ditumpang susun dengan pantauan hotspot MODIS tertanggal 14-23 Juni 2013 menyebarkankabut asap di wilayah atmosfer Indonesia hingga wilayah Singapur, dan Malaysia (Gambar 6). Demikian juga pada citra Aqua MODIS tanggal 20 Juni 2013 terlihat adanya sebaranasap pekat di wilayah Riau, bahkan asap sudah merambah ke negara tetangga (Gambar 7).Berdasarkan hasil pantauan LAPAN, Jumlah hotspot dari satelit Aqua-MODIS yang terjadiselama 10 hari (tanggal 14 hingga 23 Juni 2013) terlihat cukup banyak hingga mencapai10.650 titik. Beberapa titik kebakaran berasal dari Kabupaten Rokan Hilir, Dumai, Kampar, Pelalawan, dan Indragri Hilir. Asap yang ditunjukkan dengan warna putih tipis terlihatmengarah ke timur dan timur laut hingga mencapai wilayah Singapura dan Malaysia.Kemungkinan besar karena arus angin serta pergerakan udara yang telah membawasebagian besar asap kebakaran ke arah Singapura dan Malaysia, sehingga dampak asap

Page 87: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

71Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

kebakaran ini akan menimbulkan protes karena memperoleh kiriman asap dari Indonesia dan sangat mengganggu baik dari segi kesehatan maupun transportasi. Oleh karenaSingapura merupakan sebuah Negara metropolis dengan populasi yang cukup padat dan menjadi pusat perhatian finansial global serta pusat media elektronik terbesar di wilayah Asia, sehingga sebagai wilayah terdampaknya kabut asap yang terjadi di Singapuralangsung menarik perhatian media internasional.

Selain itu, menurut informasi Nigel Siger, Kemen Austin dan Ariana Alisjahbana (2013) dari World Resources Institute (WRI) telah mengintip di antara kabut, bagaimana data dapat membantu kita menyelidiki kebakaran di Indonesia. WRI menyatakan bahwa tingkat kualitas udara di Singapura telah jatuh ke tingkat terburuk yang pernah tercatat di pulau tersebut sedangkan bandara di Indonesia dan beberapa sekolah di Malaysia harus ditutup (sumber dari WRI).

Gambar 3. Sebaran asap tanggal 19 Juni 2013 dan hotspot tanggal 14-23 Juni 2013 di Provinsi Riau

Page 88: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

72Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 4. Sebaran asap tanggal 20 Juni 2013 dan hotspot tanggal 14-23 Juni 2013 di Provinsi Riau

Berdasarkan pantauan kebakaran hutan/lahan melalui satelit Terra/Aqua MODIS juga dapat digunakan untuk membuktikan bahwa asap tidak selalu berasal/mendapat kiriman dari Indonesia jika ada komplain dari negara Tetangga (seperti Singapura atau Malaysia). Sebagai contoh kebakaran yang terjadi pada tanggal 10 Agustus 2012, terlihat bahwa jumlah hotspot di wilayah Pulau Sumatera cukup tinggi (Gambar 5). Sebaran hotspot didominasi di Provinsi Riau hingga mencapai lebih dari 250 titik panas dan diikuti sebaran asap yang mengarah ke arah barat laut, dilanjutkan di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi. Hotspottersebut diperoleh dari MODIS Indofire Map Service tanggal 10 Agustus 2012. Berdasarkan data MODIS Terra terlihat sangat jelas adanya asap kebakaran pada tanggal 10 Agustus 2012 hingga mencapai selat Malaka, namun tidak mencapai ke wilayah Malaysia. Dengan informasi seperti inilah dapat digunakan untuk menjadi bahan masukan pemerintah dalammengontrol kejadian kebakaran hutan/lahan, apakah menyebabkan dampak kerugian baik buat Indonesia maupun buat Negara tetangga.

Page 89: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

73Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Sumber Data: Hotspot MODIS dari Indofire Map Service, dan Image Terra MODIS dari Rapid Fire, NASA Tanggal10 Agustus 2012

Gambar 5. Sebaran asap dan distribusi hotspot tanggal 10 Agustus 2012 di Provinsi Riau

Tampak pada Gambar 5, di atas kondisi sebaran asap di wilayah Propinsi Riau perludikontrol setiap waktu, mengingat perubahan arah angin dapat berubah sesuai kondisi cuaca di sekitar kejadian kebakaran, sehingga diperlukan adanya suatu metoda yang dapatmemantau cuaca dan iklim pada kondisi dan waktu tertentu. Hal ini sangat diperlukan untukmengantisipasi kondisi pasca terjadi kebakaran atau kondisi asap yang parah sekali hinggajarak pandang sudah tidak normal lagi. Selain itu kondisi ini juga dapat membantumemberikan informasi quick response bencana asap dan kebakaran hutan/lahan berbasisdata penginderaan jauh yang terjadi kepada stakeholder, seperti informasi pendukungpenerbangan pesawat terkait asap, informasi jarak pandang transportasi, informasikandungan asap berbahaya bagi kesehatan, dan informasi lainnya.

Sebagai dukungan lain yang menyataka bahwa asap tidak mengganggu Negara tetangga,menurut sumber data Air Pollutan Index Management System (APIMS), KementrianLingkungan Hidup Malaysia (http://www.doe.gov.my/apims/) diperoleh informasi yangmemperlihatkan bahwa kualitas udara di Malaysia masih di bawah ambang batas normal(API<100), informasi ini merupakan data pada jam 7 pagi tanggal 13 Agustus 2012 Gambar

Page 90: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

74Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

6. Sementara menurut Informasi Kementrian Lingkungan Hidup Singapura (http://www.nea.gov.sg/psi/) pada tanggal 14 Juni 2012 juga menyebutkan bahwa beberapa hari terakhir hotspot terdeteksi di wilayah Sumatera bagian tengah. Sebaran asap telah diamati untuk wilayah tersebut hingga selat Malaka, dengan angin akan bertiup dari arah tenggara atau selatan-barat daya, dan diketahui bahwa kualitas udara di wilayah Singapura juga masih dalam kondisi normal.

Sumber: http://www.doe.gov.my/apims/Gambar 6. Kondisi Kualitas Udara di wilayah Malaysia.

Dengan bantuan informasi pada sumber website kondisi kualitas udara di wilayah kejadiankebakaran hutan/lahan, khususnya asap yang menyebar akan dapat dikontrol dan diketahui tingkat polusi udara yang diperbolehkan di suatu wilayah. Namun demikian perlu penyediaan biaya anggaran yang cukup tinggi untuk mengadakan alat pengukur tingkat polusi tersebut.Khusus di wilayah Indonesia di propinsi Riau sudah memiliki alat tersebut dan masih perlu diadakan untuk wilayah yang dianggap penting untuk memantau kondisi polusi asap ini,khususnya di wilayah padat penduduk, seperti Siak, Dumai, Duri, Pekanbaru, hingga propinsiSumatera Barat dan Jambi.

3. KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Kebakaran hutan/lahan dapat diindikasikan dengan adanya hotspot yang dapat dipantaumenggunakan data satelit penginderaan jauh.

2. Asap kebakaran hutan/lahan dapat dipantau menggunakan data satelit penginderaanjauh, dan dapat digunakan sebagai alat bukti adanya kiriman asap dari suatu wilayah ke

Page 91: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

75Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

wilayah lain termasuk ke negara tetangga (Malaysia, Singapura, Brunei). Selain itu akan mengganggu hubungan antar negara.

3. Dampak asap kebakaran hutan/lahan akan mengganggu transportasi udara, mengganggu kesehatan, penurunan kualitas udara akibat kepekatan asap, mengganggu aktifitas sehari-hari karena mengurangi kegiatan di luar ruangan, produktifitas kerja menurun karena waktu berkurang, hilangnya mata pencaharian warga yang menggantungkan hidupnya dari hasil hutan/lahan, serta matinya aneka jenis tumbuh-tumbuhan dan satwa karena terbakar/terjebak asap.

4. Perlu dilakukan koordinasi antara instansi terkait kebakaran hutan/lahan yang lebih mendalam, seperti mengimplikasikan undang-undnag terkait asap lintas Negara, sehingga memberikan solusi yang adil.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1998, Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia (Dampak, Faktor dan Evaluasi) Jilid 1, Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta

Armanto dan wildayana, 1998. Upaya Menangani Permasalahan Lingkungan Akibat Kebakaran Hutan. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ling1112/kebakaran.htm

Masyhud, 2007, Bidang Analisis dan Penyajian Informasi, Pusat Informasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dalam siaran Pers Nomor: S.156/II/PIK-1/2007 http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/1875

Nigel Sizer, Kemen Austin dan Ariana Alisjahbana, Data Terbaru Menunjukkan KebakaranHutan di Indonesia Adalah Krisis Yang Telah Berlangsung Sejak Lama, WRI,http://www.wri.org/blog/data-terbaru-menunjukkan-kebakaran-hutan-di-indonesia-adalah-krisis-yang-telah-berlangsung (informasi ini diuduh di situs tanggal 11Februari 2014.

BIOGRAFI PENULIS

Dra. Any Zubaidah, M.Si.

Email : [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si) pada program studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004Sarjana (Dra.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1984

Page 92: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

76Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Any Zubaidah sampai saat ini masih bekerja sebagai peneliti di Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana (LMB), Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Sejak tahun 1985 bekerja di Lembaga Penerbangan dan Atariksa Nasional, diterima di Bidang Teledeteksi Sumber Daya Alam menangani kegiatan Pre Processing System (PPS) citra Inderaja. Tahun 1987 sebagai peneliti di Bidang Perolehan Data penginderaan jauh (Lehta) dibawah Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Tahun 1994 – 2001 sebagai peneliti dan Kasie Katalog dan Dokumentasi Bidang Bank Data, Pusat Pengembangan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh. Saat ini penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN)

Yenni Vetrita, S.Hut, M.Sc.

Email : [email protected]

Pendidikan:Master of Science (M.Sc) pada program studi Remote Sensing and GIS Applications, Program Master pada Space Technology and Applications di Internatinal School, Beijing University of Aeronautics and Astronautics (BUAA), PRC. 2010.Sarjana Kehutanan (S.Hut.) pada Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2000.

Yenni Vetrita telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2005. Penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah estimasi biomasa/stok karbon berbasiskan data penginderaan jauh, evaluasi produk fire hotspot untuk mitigasi bencana kebakaran hutan/lahan, dan degradasi hutan.

Muhammad Priyatna, S.Si., MTI.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Magister Teknologi Informasi (MTI), pada program Pasca Sarjana Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia. 2007.Sarjana Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Nasional. 1998

Muhammad Priyatna telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1999. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dariberbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Page 93: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

77Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUANLINGKUNGAN MANGROVE

Yenni Vetrita, Suwarsono,

Abstract

The study was conducted in order to explore the development of remote sensing capabilitiesfor monitoring mangrove environment. Review in this paper was focused on the condition ofIndonesian mangroves and its monitoring using remote sensing methods. The resultsshowed a drastic decline mangrove area in Indonesia. But in terms of the development ofmethods for monitoring the environment of mangrove seen the rapid advances in the technology used. The selection and incorporation of multi temporal, spatial, and spectral imagery, including the use of optical and radar imagery is highly recommended for these activities. Even so, it is necessary to consider the site specific and its scale interests as well.

Key words: Remote sensing, mangrove, Indonesia.

Abstrak

Kajian ini dilakukan dalam rangka menggali perkembangan kemampuan penginderaan jauhuntuk pemantauan lingkungan mangrove. Ulasan dalam tulisan ini difokuskan pada kondisi mangrove Indonesia dan metode pemantauan menggunakan penginderaan jauh. Hasilnya menunjukkan adanya penurunan drastis area mangrove Indonesia. Namun dari sisiperkembangan metode untuk monitoring lingkungan mangrove terlihat adanya kemajuanpesat dalam teknologi yang digunakan. Pemilihan dan penggabungan citra multi temporal,spasial dan spectral, termasuk pemanfaatan citra optis dan Radar sangat direkomendasikanuntuk kegiatan tersebut. Meskipun demikian, perlu mempertimbangkan spesifik lokasi maupun skala kepentingannya.

Kata kunci: Penginderaan jauh, lingkungan mangrove, Indonesia.

Page 94: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

78Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Mangrove (hutan bakau) tersebar di wilayah tropis dan subtropis (posisi koordinat 30 lintangutara-30 lintang selatan), yang terletak pada wilayah pasang surut antara laut dan pantai(Giri et al., 2011). Dengan ekosistem yang sangat kompleks, keberadaannya pun sangatberpengaruh terhadap keberadaan fauna flora di sekitarnya. Disamping itu, penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa mangrove merupakan penyimpan kandungan karbon terbanyak dibandingkan jenis hutan lainnya (Donato et al. , 2012).

Indonesia memiliki mangrove paling luas di Asia Tenggara (Giesen et al., 2007; Polidoro et al., 2010) dengan biodiversity paling tinggi di dunia (Kuenzer et al., 2011). Mangrove tersebar di sepanjang wilayah pesisir Indonesia yang sebagian besar tidak mudah diakses,misalnya di Papua. Akan tetapi, ada kelebihan dan kekurangan dibalik kesulitan aksesibilitas ini. Hal positifnya adalah dapat mempertahankan keberadaan mangrove dibandingkan dengan jenis hutan lainnya yang lebih mudah diakses. Hal ini mengingat banyaknya campur tangan manusia dalam kasus deforestasi/degradasi hutan di Indonesia. Sebaliknya, akibataksesibilitas yang sulit, pemantauan tentang keberadaan wilayah maupun estimasi besarnya potensi sumberdaya alam dari mangrove menjadi sulit pula dilakukan. Disamping itu,pemulihan ekosistem ini juga membutuhkan waktu yang lama bila telah terdegradasi. Namun dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh, kegiatan pemantauan menjadi memungkinkan untuk dilakukan termasuk melakukan asesmen terhadap lingkunganmangrove.

Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan beberapa kemampuan penginderaan jauh yangsignifikan dalam kegiatan pemantauan lingkungan maupun sumberdaya mangrove, khususnya di wilayah Indonesia.

2. DATA DAN METODE

Pengkajian ini dilakukan dengan memanfaatkan studi literatur dari makalah hasil penelitianbaik yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. Ulasan dalam tulisan ini akandiarahkan pada beberapa topik, yaitu kondisi mangrove Indonesia dan metode pemantauanmenggunakan penginderaan jauh.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kondisi mangrove Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Giri et al. (2011), luas area mangrove didunia pada tahun 2000 tercatat sebesar 137.760 km2 yang tersebar pada 118 negara. Diperkirakan 75% dari mangrove dunia tersebut ditemukan pada 15 negara saja, termasuk Indonesia. Hanya 6,9% dari wilayah tersebut yang berada dan ditetapkan di area lindung(IUCN I-IV). Studi ini juga menemukan fakta baru bahwa distribusi mangrove terbesar di

Page 95: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

79Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

dunia ditemukan antara koordinat 5 LU-5 LS, yang salah satunya adalah terletak di wilayahIndonesia.

Akan tetapi, laju kehilangan mangrove dilaporkan tinggi, diantaranya di Sulawesi Selatanyang mengalami penurunan drastis sejak tahun 1965 hingga 1994 dari 110.000 ha (Nurkin,1994). Kawasan mangrove Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan(Kemenhut) pada tahun 2011 adalah sekitar 2,83 juta ha (Gambar 1), yang terdiri dari duakelas, yaitu hutan primer dan sekunder. Dalam tulisannya Choong et al. tahun 1990menyebutkan bahwa total area mangrove di Indonesia adalah 4,25 juta ha yang merupakan20% dari total mangrove dunia. Mangrove yang berada di Papua saat itu masih berjumlah2,94 juta ha dalam kondisi masih bagus. Namun bila melihat jumlah ini, maka terlihat adanya penurunan yang sangat drastis atas luas mangrove Indonesia sejak tahun 1990 hinggasekarang. Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan.

Pengelolaan mangrove Indonesia sebenarnya diatur oleh prinsip optimalisasi fungsi ekologidan sosial ekonomi dengan mempertimbangkan undang-undang dan peraturan yang ada,seperti Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan KeputusanPresiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.Kewenangan utama dalam pengelolaan mangrove di Indonesia adalah KementerianKehutanan sementara kementerian lainnya adalah Kementerian Kelautan dan Perikananserta Kementerian Lingkungan Hidup.

Gambar 1. Sebaran mangrove Indonesia yang ditunjukkan oleh warna hijau (sumber: KementerianKehutanan, 2012)

Kegiatan pemetaan mangrove di Indonesia masih bersumber dari banyak pihak, baik daripemerintah maupun lembaga non pemerintah. Pemetaan ini dihasilkan dari berbagai sumber data dan juga mempunyai beberapa pemahaman atas ekosistem mangrove itu sendiri.Namun ide untuk menghasilkan pemetaan dari satu sumber (one map policy) yangdikoordinasikan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) diharapkan dapat menjadi langkahbaik untuk membuat suatu kebijakan nasional konservasi maupun pemeliharaan mangrovelebih lanjut.

Page 96: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

80Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

3.2. Pemantauan mangrove menggunakan data penginderaan jauh

Pemantauan mangrove menggunakan data penginderaan jauh sudah cukup banyakdigunakan mengingat kemampuannya yang dapat memberikan informasi mulai dariperubahan tutupan hingga informasi rinci kondisi tutupan wilayahnya. Informasi yang dapatdihasilkan dari data ini antara lain adalah (Kuenzer et al., 2011):

inventarisasi habitat (penentuan batas, spesies dan komposisi, status kesehatan);deteksi perubahan dan kegiatan pemantauan (penggunaan lahan, tutupan lahan,konservasi dan keberhasilan reboisasi, silvikultur, dan pengembangan akuakultur);dukungan evaluasi ekosistem;penilaian produktivitas (estimasi biomassa);estimasi kapasitas regenerasi;manajemen mangrove (perikanan, kegiatan budidaya, pengelolaan konservasi,pedoman manajemen dan strategi);perencanaan survei lapangan;penilaian kualitas air;informasi untuk manajemen bencana, danbantuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ekologidan biologi dan proses, fungsi, dan dinamikanya.

Klasifikasi mangrove menggunakan data penginderaan jauh sudah cukup banyak digali.Beberapa diantaranya akan dibahas dalam tulisan ini. Pada tahun 1998, Green et al.melakukan perbandingan lima metode untuk memisahkan antara vegetasi mangrove dannon mangrove di Caicos Bank, Pulau Turks and Caicos, British West Indies, menggunakan beberapa data penginderaan jauh, yaitu Landsat TM, SPOT XS dan CASI (Compact Airborne Spectrographic Imager). Metode yang dibandingkan adalah interpretasi visual,rrklasifikasi terbimbing (supervised), tidak terbimbing (unsupervised), rasio kanal(band)/Principical Component Analysis/supervised, dan Normalized Difference VegetationIndex (NDVI). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semua klasifikasi menggunakandata SPOT XS tidak mampu memisahkan dengan baik antara vegetasi mangrove dan non mangrove. Sebaliknya semua metode menggunakan CASI diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan Landsat TM. Meskipun demikian, penggabungan antara Landsat TM and SPOT XP dapat meningkatkan interpretasi visual meskipun tidak dapat membedakankelas mangrove. Dalam studi kasus di wilayah ini yang merupakan vegetasi mangrove besar (pohon dengan tinggi >30m), disarankan menggunakan metode Landsat TM dan PCA/band ratio jika yang dibutuhkan adalah pemisahan antara mangrove dan non mangrove di area yang cukup luas, yang dapat menghemat biaya dan waktu. Namun bila yang dibutuhkanadalah untuk pemisahan antar kelas mangrove, maka sebaiknya CASI dan PCA/band ratioyang digunakan. CASI yang memiliki resolusi spasial tinggi (1 m) dengan 8 spektral, sangatideal digunakan untuk tujuan ini.

Page 97: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

81Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Selanjutnya Gao et al. (1999) telah mereview pengkelasan hutan mangrove di WesternWaitemata Harbour, Auckland, Selandia Baru, dalam kategori subur dan terhambat. Dalampenelitiannya yang menggunakan SPOT HRV dan citra Landsat TM pada resolusi 10, 20 dan30 m, telah memilih metode maximum likelihood untuk dikaji. Hasil yang diperolehmenunjukkan bahwa Landsat TM memberikan akurasi 95% untuk mangrove yang rimbun,dan sedikit lebih rendah untuk mangrove yang terhambat pertumbuhannya (87,5%). Hasilakurasi dari SPOT XS yang memiliki resolusi spasial lebih tinggi (20 m) sedikit lebih rendahdaripada yang dihasilkan TM, yaitu 77.5% and 67.5%. Nilai akurasi meningkat menjadi 80%setelah digabungkan dengan band panchromatic (10 m). Hasil penelitian ini menjelaskanbahwa resolusi spektral yang lebih tinggi jauh lebih penting daripada resolusi spasial yangtinggi untuk wilayah temperate, seperti di lokasi studi.

Dalam perkembangan lebih lanjut, kemampuan sensor baru dengan metode yang baru punterus ditingkatkan. Kemampuan Radar untuk memisahkan mangrove dengan obyek lain jugatelah dikaji. Rocha de Souza Pereira et al. (2012) telah mengevaluasi kemampuan JERS-1SAR and ALOS PALSAR untuk monitoring perubahan mangrove di Amazon. Metode yangdigunakan adalah klasifikasi object based L-Band data Synthetic Aperture Radar (SAR) yangsangat efektif untuk pemetaan mangrove dan direkomendasikan sebagai alat manajemenpesisir. Akurasi terbaik (0.739) dengan indeks Kappa 0.734 telah ditemukan dalam penelitianyang mereka lakukan yaitu menggunakan 10 atribut dan 3 indeks vegetasi dari SAR sebagaiinput klasifikasi digital. Lebih lanjut, Flores De Santiago et al. (2013) juga menemukan bahwaMultipolarisasi ALOS PALSAR L-band menggunakan metode object based seperti Pereira et al (2012), juga memungkinkan untuk memisahkan secara akurat area mangrove, yakniantara zona air asin (saltpan) dan tawar (water/shallow). Dari penelitian ini juga telahditemukan bahwa dual-polarisasi data, dengan filter 3 x 3 Lee speckle dan skala segmentasi5, memberikan hasil akurasi yang baik sebesar 64.9%.

Pendekatan metode yang sama juga telah digunakan oleh Quoc Tuan et al (2013) untukmengestimasi persentase keberadaan mangrove yang bercampur dengan aquakultur. Hasildari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan bagi pemerintah dalammemonitor perkembangan luas area peternakan udang di negara tersebut. Hasil yangdiperoleh menunjukkan akurasi yang lebih dari 75% pada beberapa kelas level obyek.Disamping itu juga telah ditemukan kemampuan metode dengan akurasi yang tinggi dalammengidentifikasi daerah-daerah budidaya dan tutupan mangrove dalam kelas yangbercampur. Berdasarkan hasil ini, pengembangan mangrove, khususnya dalam sistempertanian-mangrove udang, dapat dipantau. Namun, fraksi tutupan hutan mangrove per obyek dipengaruhi oleh segmentasi citra sehingga tidak selalu sesuai dengan batas-bataspertanian di lapangan. Oleh karena itu, hal ini tetap menjadi sebuah tantangan yang seriusuntuk menghasilkan pemetaan mangrove dalam tutupan yang bercampur.

Disamping metode klasifikasi yang dijelaskan sebelumnya, penggunaan indeks dari spektralpenginderaan jauh, misalnya mangrove recognition index (MRI) telah dibangun sebagai alat

Page 98: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

82Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

monitoring cepat (quick monitoring) perubahan tutupan mangrove (Zhang et al., 2013).Terkait dengan pemetaan mangrove menggunakan pembedaan spesies, Wang et al. (2004)telah melakukan penelitian menggunakan data IKONOS 1-m panchromatic and 4-m multispectral di Punta Galeta, Karibia, Panama. Hipotesis awalnya adalah pemisahan spektral antar spesies akan meningkat dengan menjadikan obyek sebagai unit basis spasial. Untuk menguji hal tersebut, ada tiga metode klasifikasi yang digunakan, yaitu maximumlikelihood classification (MLC) pada level piksel, klasifikasi nearest neighbour (NN) pada level obyek, dan klasifikasi hybrid (penggabungan metode piksel dan obyek/MLCNN). Akurasi tertinggi ditunjukkan oleh klasifikasi MLCNN (91.4%) dibandingkan metode klasifikasi yang lain. Lebih lanjut Huang et al. (2009) telah mengevaluasi teksture morfologi untuk pemetaan mangrove dan pembedaan 3 jenis mangrove menggunakan citra multispectral IKONOS yaitujenis Rhizophora mangle, Laguncularia racemosa dan Avicennia germinans. Denganmenggabungkan 2 metode, yaitu Vector Stacking dan Support Vector Machine (SVM), hasilyang diperoleh menunjukkan bahwa output fusi SVM memberikan peningkatan akurasi 2% daripada pendekatan vector stacking saja.

Pemetaan distribusi spasial mangrove hanya mungkin dilakukan bila kawasan mangrovedapat secara akurat dibedakan dari sekitar vegetasi non-mangrove. Namun kekhasan setiap lokasi menjadi perhatian khusus, misalnya penemuan oleh Kay et al. (1991) yang sulitmembedakan antara vegetasi hutan hujan (rainforest) dari mangrove pesisir menggunakanLandsat MSS dan foto udara. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Woodfine (1991) dalamGreen et al. (1998) ketika teknik unsupervised classification digunakan pada data LandsatTM di Filipina, sebaliknya supervised dinilai lebih baik.

3.2. Estimasi nilai mangrove

Nilai ekosistem mangrove, tidak hanya terbatas pada vegetasi yang berada di atasnya melainkan juga flora dan fauna yang menggantungkan hidup pada keberadaan vegetasi tersebut. Mangrove juga telah menjadi “rumah” bagi fauna (biota laut) yang hidup disekitarnya, misalnya kepiting, udang, dll. Komposisi senyawa nitrogen yang merupakan penentu untuk bioavailabilitas daun pohon mangrove sangat menentukan preferensi makanan kepiting.

Salah satu wilayah studi yang cukup banyak menjadi perhatian dunia adalah di Laguna Segara Anakan, Cilacap. Di lokasi ini sebelumnya telah banyak riset yang dilakukan, misalnya pada tahun 1989 melalui program ASEAN-US Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dilakukan yang menggambarkan profil laguna (White et al., 1989). Proyek lain yang telah dilakukan juga pada tahun 2003-2010 adalah SPICE Jerman-Indonesia (Ilmu untuk Perlindungan Ekosistem Laut Pesisir Indonesia). Program ini telah mengeksplorasi informasi tentang lingkungan fisik dan biogeokimia mangrove (Jennerjahn et al., 2009), misalnya untuk penggunaan lahan contoh dan perubahan tutupan lahan selama dua dekade terakhir (Ardli et al., 2009), pengembangan manajemen pakan ramah lingkungan bagi spesies ikan kolam-dibesarkan (Yuwono et al., 2009), parasit ikan metazoan dan menggunakan potensi mereka

Page 99: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

83Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

sebagai indikator biologis (Rueckert et al., 2009), variasi spatio-temporal komunitasmakrobenthos (Nordhaus et al., 2009), dll. Selain itu, penilaian ekonomi dan sosial jugadilakukan, antara lain, potensi konflik antara kelompok-kelompok pemangku kepentingan dikawasan Segara Anakan yang bisa berkurang jika kelangkaan sumber daya alam yangberkurang (Rechel et al., 2009). Dari semua studi ini, hanya sedikit jumlah penelitian yangdilakukan untuk biomassa pemetaan mangrove.

Di tingkat nasional, Brazil dan Indonesia mengandung 35% dari total karbon yang tersimpandi hutan tropis dan menghasilkan emisi terbesar dari hilangnya hutan (Baccini et al., 2012). Perhitungan karbon yang berada di atas permukaan, khususnya yang disimpan olehvegetasi, umumnya diestimasi dari biomasa (Fatoyinbo et al., 2010). Karbon yang tersimpandihitung sebagai setengah dari biomasanya, yang dapat dikalkukasi dari data penginderaanjauh secara spasial (Heumann, 2012), termasuk dengan pendekatan secara langsungmenggunakan parameter dari penginderaan jauh (Goetz et al., 2009). Hingga saat ini,penelitian biomasa hutan lebih banyak difokuskan pada hutan lahan kering (Samalca et al.,2007; De Gier et al., 2012; Laumonier et al., 2010; Basuki et al., 2009) . Ada beberapametode yang digunakan untuk mengestimasi biomasa hutan termasuk mangrove, yaitu(Goetz et al. 2009):

Stratify and Multiply (SM), yaitu pendekatan yang menetapkan nilai tunggal (ataurentang nilai) untuk masing-masing dari sejumlah tutupan lahan, tipe vegetasi, ataukelas peta tematik lainnya.Combine and Assign (CA) yaitu pendekatan yang merupakan perluasan daripendekatan SM, dengan menggunakan dataset dan informasi yang lebih luas, untukmengembangkan estimasi field Above Ground Biomass (AGB) atau biomasa di ataspermukaan.Direct Remote sensing (DR), yaitu pendekatan dengan menggunakan datapenginderaan jauh dengan menggabungkannya dengan data lapangan untukmembuat peta secara spasial.

Di Indonesia pernah dilakukan penelitian oleh Wijaya et al. (2009) yang menemukan adanyakorelasi yang bagus antara biomasa dengan SAR. Disamping itu, penggabungan antaraSAR dan ETM disebutkan pula dapat meningkatkan akurasi estimasi biomasa dan klasifikasipenggunaan lahannya. Disamping data Radar, reflektansi spektral sebuah obyek dari dataoptis juga dapat digunakan untuk memisahkan antar spesies mangrove karena adanya nilaispectral yang unik tiap spesies dalam merespon pada sinar tampak (visible range) maupunInframerah dekat (Near Infrared) (Kamaruzaman dan Kasawani, 2007).

4. KESIMPULAN

Teknologi penginderaan jauh yang cukup pesat berkembang, memungkinkan banyaknyapilihan atas citra yang digunakan, baik dari sisi spektral, temporal maupun spasialnya. Halyang paling penting dipertimbangkan adalah pemilihan metode yang tepat sesuai dengan(1) tujuan (apakah untuk riset atau kegiatan monitoring), (2) kondisi spesifik lokasi mangrove,

Page 100: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

84Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

maupun (3) tingkat skala kepentingannya (apakah lokal, regional, nasional, dll). Hal lain yang kembali ingin ditekankan adalah pentingnya penggalian informasi yang lebih detail terkait dengan spesifik lokasi termasuk akurasi metode yang cocok di wilayah Indonesia, sehingga bisa jadi metode umum yang berlaku secara global, tidak akan pas untuk Indonesia. Kami juga melihat bahwa penggabungan beberapa metode termasuk citra multi skala, multi sensordan temporal, sangat membantu dalam meningkatkan akurasi, terutama untuk kegiatan pemantauan yang sangat dibutuhkan secara nasional. Meskipun asesmen menggunakan penginderaan jauh memiliki kelemahan terkait dengan ukuran spasialnya dibandingkan dengan data lapangan, namun paling tidak data ini dapat memberikan masukan sebagai informasi awal assessmen di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ardli, E. R., & Wolff, M. (2009). Land use and land cover change affecting habitat distribution in the Segara Anakan lagoon, Java, Indonesia. Regional Environmental Change, 9(4), 235-243.

Baccini, A., Goetz, S. J., Walker, W. S., Laporte, N. T., Sun, M., Sulla-Menashe, D., & Houghton, R. A. (2012). Estimated carbon dioxide emissions from tropical deforestation improved by carbon-density maps. Nature Climate Change, 2(3), 182-185.

Basuki, T. M., Van Laake, P. E., Skidmore, A. K., & Hussin, Y. A. (2009). Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland< i> Dipterocarp</i> forests. Forest Ecology and Management, 257(8), 1684-1694.

Choong, E. T., Wirakusumah, R. S., & Achmadi, S. S. (1990). Mangrove forest resources in Indonesia. Forest Ecology and Management, 33, 45-57.

De Gier, I. K. S. A., & Hussin, Y. A. (2012). Estimation Of Tropical Forest Biomass For Assessment Of Carbon Sequestration Using Regression Models And Remote Sensing In Berau. East Kalimantan, Indonesia, Department of Natural Resources, The International Institute for Geoinformation Science and Earth Observation (ITC), Hengelosstraat, 99, 7500.

Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto, S., Stidham, M., & Kanninen, M. (2011). Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geoscience, 4(5), 293-297.

Flores De Santiago, F., Kovacs, J. M., & Lafrance, P. (2013). An object-oriented classification method for mapping mangroves in Guinea, West Africa, using multipolarized ALOSPALSAR L-band data. International Journal of Remote Sensing, 34(2), 563-586.

Gao, J. (1999). A comparative study on spatial and spectral resolutions of satellite data inmapping mangrove forests. International Journal of Remote Sensing, 20(14), 2823-2833.

Page 101: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

85Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Giesen, W., Wulffraat, S., Zieren, M., & Scholten, L. (2007). Mangrove guidebook for Southeast Asia. FAO Regional Office for Asia and the Pacific.

Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L. L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T., ... & Duke, N. (2011). Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography, 20(1), 154-159.

Goetz, S. J., Baccini, A., Laporte, N. T., Johns, T., Walker, W., Kellndorfer, J., Houghton, R.A., and Sun, M. (2009). Mapping and monitoring carbon stocks with satelliteobservations: a comparison of methods. Carbon balance and management, 4(1), 2.

Green, E. P., Clark, C. D., Mumby, P. J., Edwards, A. J., & Ellis, A. C. (1998). Remote sensing techniques for mangrove mapping. International Journal of Remote Sensing, 19(5), 935-956.

Heumann, B. W. (2011). Satellite remote sensing of mangrove forests: Recent advances and future opportunities. Progress in Physical Geography, 35(1), 87-108.

Huang, X., Zhang, L., & Wang, L. (2009). Evaluation of morphological texture features for mangrove forest mapping and species discrimination using multispectral IKONOS imagery. Geoscience and Remote Sensing Letters, IEEE, 6(3), 393-397.

Jachowski, N. R., Quak, M. S., Friess, D. A., Duangnamon, D., Webb, E. L., & Ziegler, A. D.(2013). Mangrove biomass estimation in Southwest Thailand using machine learning. Applied Geography, 45, 311-321.

Jennerjahn, T.C. and Yuwono, E. Segara Anakan, Java, Indonesia, a mangrove-fringed coastal lagoon affected by human activities. Reg. Environ. Change (2009) 9:231–233.

Kamaruzaman, J., & Kasawani, I. (2007). Imaging spectrometry on mangrove species identification and mapping in Malaysia. WSEAS Trans Biol Biomed, 8, 118-126.

Kovacs, J. M., Vandenberg, C. V., Wang, J., & Flores-Verdugo, F. (2008). The use of multipolarized spaceborne SAR backscatter for monitoring the health of a degradedmangrove forest. Journal of Coastal Research, 248-254.

Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Quoc, T. V., & Dech, S. (2011). Remote sensing of mangrove ecosystems: A review. Remote Sensing, 3(5), 878-928.

Laumonier, Y., Edin, A., Kanninen, M., & Munandar, A. W. (2010). Landscape-scale variationin the structure and biomass of the hill dipterocarp forest of Sumatra: Implications for carbon stock assessments. Forest ecology and management, 259(3), 505-513.

Lee, T. M., & Yeh, H. C. (2009). Applying remote sensing techniques to monitor shiftingwetland vegetation: A case study of Danshui River estuary mangrove communities,Taiwan. Ecological engineering, 35(4), 487-496.

Nordhaus, I., Hadipudjana, F. A., Janssen, R., & Pamungkas, J. (2009). Spatio-temporalvariation of macrobenthic communities in the mangrove-fringed Segara Anakanlagoon, Indonesia, affected by anthropogenic activities. Regional EnvironmentalChange, 9(4), 291-313.

Page 102: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

86Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Nurkin, B. (1994). Degradation of mangrove forests in South Sulawesi, Indonesia.Hydrobiologia, 285(1-3), 271-276.

Polidoro, B. A., Carpenter, K. E., Collins, L., Duke, N. C., Ellison, A. M., Ellison, J. C., ... &Yong, J. W. H. (2010). The loss of species: mangrove extinction risk and geographic areas of global concern. PLoS One, 5(4), e10095.

Recologyand economy of the Segara Anakan region. Reg Environ Change (2009)9:335–343.

Rocha de Souza Pereira, F., Kampel, M., & Cunha-Lignon, M. (2012). Mapping of mangr oveforests on the southern coast of São Paulo, Brazil, using synthetic aperture radar data from ALOS/PALSAR. Remote Sensing Letters, 3(7), 567-576.

Rueckert, S., Hagen, W., Yuniar, A. T., & Palm, H. W. (2009). Metazoan fish parasites of Segara Anakan Lagoon, Indonesia, and their potential use as biological indicators. Regional Environmental Change, 9(4), 315-328.

Samalca, I. K. (2007). Estimation of forest biomass and its error: a case in Kalimantan, Indonesia. Unpublished MSc. Thesis, ITC the Netherlands, Enschede.

Wang, L., Sousa, W. P., & Gong, P. (2004). Integration of object-based and pixel-basedclassification for mapping mangroves with IKONOS imagery. International Journal of Remote Sensing, 25(24), 5655-5668.

White, A.T., P. Martosubroto and M.S.M. Sadorra, editors. 1989. The coastal environmentalprofile of Segara Anakan-Cilacap, South Java, Indonesia. ICLARM Technical Reports 25, 82 p. International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines

Wijaya, A., & Gloaguen, R. (2009, July). Fusion of ALOS Palsar and Landsat ETM data for land cover classification and biomass modeling using non-linear methods. InGeoscience and Remote Sensing Symposium, 2009 IEEE International, IGARSS 2009 (Vol. 3, pp. III-581). IEEE.

Yuwono, E., & Sukardi, P. (2009). Development of an environment-friendly feedingmanagement for pond-reared fish species in the Segara Anakan Lagoon, Java,Indonesia. Regional Environmental Change, 9(4), 329-333.

Zhang, X., & Tian, Q. (2013). A mangrove recognition index for remote sensing of mangroveforest from space. CURRENT SCIENCE, 105(8), 1149.

Page 103: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

87Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Yenni Vetrita, S.Hut, M.Sc.

Email : [email protected]

Pendidikan:Master of Science (M.Sc) pada program studi Remote Sensing andGIS Applications, Program Master pada Space Technology andApplications di Internatinal School, Beijing University of Aeronauticsand Astronautics (BUAA), PRC. 2010.Sarjana Kehutanan (S.Hut.) pada Jurusan Manajemen Hutan,Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2000.

Yenni Vetrita telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan JauhLAPAN sejak tahun 2005. Penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah estimasibiomasa/stok karbon berbasiskan data penginderaan jauh, evaluasi produk fire hotspot untukmitigasi bencana kebakaran hutan/lahan, dan degradasi hutan.

Suwarsono, S.Si, M.Si.

Email : [email protected];[email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si.) pada program studi ilmu Geografi, Fakultas MAtematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 2012Sarjana (S.SI.) Program Studi Geografi Fisik, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM). 2002.

Suwarsono telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2003. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagaidisiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan (hutan dan perkebunan) dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, longsor, kekeringan, kebakaranhutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Parwati Sofan, S.Si, M.Sc.

Email : [email protected]

Pendidikan:Master of Science (M.Sc) pada program studi Remote Sensing andGIS Applications, Program Master pada Space Technology andApplications di Internatinal School, Beijing University of Aeronauticsand Astronautics (BUAA), PRC. 2008

Page 104: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

88Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1999

Parwati telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2002. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Page 105: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

89Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN, SUATU TINJAUAN

Suwarsono dan Indah Prasasti

Abstract

Indonesia is a country rich in energy and mineral resources. Exploration and exploitation of energy and mineral resources has continued until today and have it as the main source of state revenue. The other side of the exploitation of these resources is the impact of miningactivities on environmental degradation caused by mining waste pollution. Taking intoaccount these problems, the control effects of mining activity absolutely must be done. Oneof the efforts that need to be done is the monitoring of mining activities at the mine site andits surrounding environment. This monitoring is done in the framework of supervision so thatwhen the indication of environmental damage they cause, it can be done to anticipate asearly as possible. One of the techniques that can be done to carry out such monitoring is toutilize remote sensing technology. This paper is intended to summarize some of the remote sensing methods that have been used in previous studies to monitor the impact of mining onthe surrounding environmental conditions. The results showed that the type of optical data ismore dominant than the SAR data is used as the object of tailings and mining waste is moreeasily recognized from image based on spectral characteristics. In general, the research related to the utilization of remote sensing data in monitoring the environmental impacts of mining activities as well as the resulting wastes include aspects: detection of wastecharacteristics and their distribution pattern spatially and temporally; changes in the miningarea; changes in the type, area and land cover pattern in the mining area and itssurroundings; waste detection in waters and decreasing its water quality; as well as remotesensing data utilization in support of the EIA analysis.

Key words : Remote sensing, mining environment

Abstrak

Indonesia merupakan negara yang kaya sumberdaya energi dan mineral. Eksplorasi daneksploitasi sumberdaya energi dan mineral telah berlangsung hingga saat ini dan telahmenjadikannya sebagai sumber pendapatan negara yang utama. Sisi lain dari eksploitasisumberdaya tersebut adalah dampak aktivitas pertambangan terhadap penurunan kualitaslingkungan hidup yang diakibatkan oleh pencemaran limbah pertambangan. Memperhatikan permasalahan tersebut, pengendalian dampak-dampak aktivitas pertambangan mutlak harusdilakukan. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah pemantauan aktivitaspertambangan di lokasi pertambangan beserta lingkungan di sekitarnya. Pemantauan inidilakukan dalam rangka pengawasan sehingga apabila terindikasi adanya kerusakanlingkungan yang ditimbulkannya maka dapat dilakukan upaya antisipasi sedini mungkin.

Page 106: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

90Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Salahsatu teknik yang dapat dilakukan untuk melakukan monitoring tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Tulisan ini dimaksudkan untuk merangkum beberapa metode penginderaan jauh yang telah dimanfaatkan dalam penelitian sebelumnya dalam memantau dampak pertambangan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa jenis data optis lebih dominan dipergunakan daripada data SAR karena obyek tailing dan limbah pertambangan lebih mudah dikenali dari citra berdasarkan karakteristik spektralnya. Secara umum, penelitian terkait pemanfaatan data penginderaan jauh dalam pemantauan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan beserta limbah-limbah yang dihasilkannya mencakup aspek-aspek: deteksi karakteristik limbah beserta pola sebaran secara spasial dan temporal; perubahan luas areal pertambangan; perubahan jenis, luas dan pola penutupan lahan di wilayah pertambangan dan sekitarnya; deteksi limbah di perairan dan penurunan kualitas air; serta pemanfaatan data inderaja dalam mendukunganalisis AMDAL.

Kata kunci: Penginderaan jauh, lingkungan pertambangan

Page 107: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

91Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya sumberdaya energi dan mineral. Eksplorasi daneksploitasi sumberdaya energi dan mineral telah berlangsung hingga saat ini dan telahmenjadikannya sebagai sumber pendapatan negara yang utama penggerak rodaperekonomian bangsa ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, dari tahun 2000hingga 2011, total produksi minyak bumi mencapai 4.640 juta barel, gas bumi 35,70 jutaMMSCF, batubara 386.741 juta ton, konsentrat timah 753.183 ton, bauksit 3.831 juta ton,bijih nikel 15.798 juta ton, konsentrat tembaga 37.213,5 m.ton, emas 1.428 ton, dan perak3.419 ton. Sisi lain dari eksploitasi sumberdaya tersebut adalah dampak aktivitaspertambangan terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup yang diakibatkan olehpencemaran limbah pertambangan.

Salahsatu isu utama pencemaran limbah pertambangan adalah keberadaan tailing. Tailing merupakan residu yang berasal dari sisa pengolahan bijih setelah target mineral utamadipisahkan dan biasanya terdiri atas beraneka ukuran butir, yaitu: fraksi berukuran pasir,lanau, dan lempung. Bahaya pencemaran lingkungan oleh arsen (As), merkuri (Hg), timbal(Pb), dan kadmium (Cd) mungkin terbentuk jika tailing mengandung unsur-unsur tersebuttidak ditangani secara tepat. Terutama di wilayah-wilayah tropis, tingginya tingkat pelapukankimiawi dan aktivitas biokimia akan menunjang percepatan mobilisasi unsur-unsur berpotensiracun. Limbah tailing sangat membahayakan kesehatan manusia. Apabila Arsen bercampur dengan air minum dan melebihi ambang batas dapat menyebabkan keracunan kronis yangditimbulkannya pada tubuh manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel. Merkuriorganik akan menghambat jalan darah ke otak dan gangguan metabolisma dari sistemsyaraf. Sedangkan merkuri non organik akan memicu kerusakan fungsi ginjal dan hati.Penyerapan unsur Timbal oleh tubuh manusia yang melebihi ambang batas akan merusak saluran metabolik, menyebabkan hipertensi darah, hiperaktif dan merusak otak. Racunkadmium akan menyebabkan penyakit lumbago, kerusakan tulang, dan gagal ginjal(Herman, 2006). Isu lainnya adalah pertambangan batubara yang sudah menjadi primadona menyisakan permasalahan lingkungan. Sisa-sisa lahan pertambangan yang tererosi olehaliran air dan terangkut ke sungai akan meningkatkan keasaman (pH) air (Marganingrum & Noviardi, 2010). Penurunan pH air tersebut tentu saja akan membawa pengaruh buruk bagisumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti kualitas tanah pertanian sawah (Syarif et al.,2011) dan menurunkan hasil produksi pertanian dan perkebunan (Mansyah, 2013). Belumlagi dampak pembakaran batubara bagi kesehatan manusia, yaitu pengaruh gas buangansulfur oksida dan oksida nitrogen bagi pernafasan, pengaruh sistemik akibat kandunganlogam dan gas sisa pembakaran, pengaruh dari merkuri, serta pengaruh genotoksik(Soesanto, 1996).

Memperhatikan permasalahan tersebut, pengendalian dampak-dampak aktivitaspertambangan yang diakibatkan oleh pencemaran limbah pertambangan mutlak harusdilakukan. Salahsatu upaya yang perlu dilakukan adalah pemantauan aktivitas

Page 108: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

92Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

pertambangan di lokasi pertambangan serta lingkungan di sekitarnya. Pemantauan inidilakukan dalam rangka pengawasan sehingga apabila terindikasi adanya kerusakan lingkungan akibat dari aktivitas pertambangan tersebut maka dapat diantisipasi sedinimungkin. Salahsatu teknik yang dapat dilakukan untuk melakukan monitoring tersebutadalah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh memberikan tawaran sebuah metode yang efisien, efektif, konsisten, dan terukur dalammemantau secara spasial dampak-dampak yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan.Tulisan ini dimaksudkan untuk merangkum beberapa metode penginderaan jauh yang telah dimanfaatkan dalam penelitian sebelumnya dalam memantau dampak pertambangan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.

2. PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

Berikut ini diuraikan secara singkat beberapa penelitian terkait dengan pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan dampak pertambangan terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.

Limbah pertambangan dominan akan berdampak langsung pada meningkatnya pencemaranair yang mengakibatkan penurunan kualitas air. Pemanfaatan citra hiperspektral yang dilakukan oleh Sares et al. (2004) telah berhasil mengetahui bahwa data AVIRIS, SpecTIR HST-1, Hyperion dan ASTER dapat dipergunakan dalam penentuan secara tidak langsungpH aliran. Informasi yang diperoleh dari pemanfaatan data tersebut dapat dipergunakan dalam memantau dampak kegiatan pertambangan pada saat ini, memberikan arahan danmemprioritaskan upaya perbaikan saat ini atau yang perlu direncanakan serta memantausecara umum perbaikan kualitas air dari waktu ke waktu.

Parameter indeks seperti NDVI yang dapat diturunkan dari data optis seperti Landsat danMODIS juga dapat dimanfaatkan untuk memantau kondisi lingkungan pertambangan. Tian et al. (2013) telah melakukan pemetaan dan evakuasi tren nilai NDVI dari data seri waktu yang diperoleh dari gabungan (blending) Landsat dan MODIS pada wilayah pertambanganbatubara. Teknik blending yang dipergunakan adalah Spatial and Temporal Adaptive Reflectance Fusion Model (STARFM). Hasil teknik analisis ini menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan tren dari MODIS time series, tren dari sintetis seri waktu lebih mampumenangkap perubahan vegetasi dalam skala halus. STARFM dihasilkan NDVI sintetis time series bisa digunakan untuk mengukur dampak dari kegiatan pertambangan terhadap vegetasi. Namun demikian daerah uji harus dipilih dengan hati-hati, karena tren yang berasaldari sintetis time series dan MODIS mungkin berbeda secara signifikan di beberapa daerah.

Dampak aktivitas pertambangan dalam skala luas terhadap perubahan lahan pertanian yang terkait dengan ketahanan pangan juga telah dilakukan dengan menggunakan data citra.Matejicek & Kopackova (2010) telah melakukan penelitian tersebut dengan menggunakan

Page 109: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

93Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

data Landsat seri waktu di wilayah Baratlaut Republik Ceko. Parameter yang dipergunakanadalah NDVI. Pemahaman yang penting dalam penelitian tersebut adalah bahwa pola nilai NDVI dalam runut waktu mungkin disebabkan oleh efek musiman vegetasi, namun, trenutama terkait dengan aktivitas penambangan selama periode jangka panjang dapat dipahamidengan jelas. Penelitian tersebut juga menyajikan suatu pemodelan spatio-temporaldidasarkan pada seri data citra satelit yang memberikan pengalaman yang cukup untukpengolahan NDVI dalam rangka identifikasi kelas tutupan lahan dan juga, untuk tingkattertentu, variabilitas lahan pertanian dengan dampaknya terhadap ketahanan pangan.

Vanderberg (2003) telah mendemonstrasikan proses identifikasi dan karakterisasi limbahpertambangan dengan menggunakan data optis Landsat dengan mengambil lokasi diCherokee County Kansas. Metode yang dipergunakan dalam mengidentifikasi tailing danlimbah tambang adalah dengan klasifikasi terawasi dari data Landsat komposit false color. rrSelain itu, juga dilakukan metode kombinasi kanal TM (indeks mineral) untukmengkarakterisasi mineralogi limbah tersebut. Keakuratan klasifikasi dalam identifikasilimbah tambang dari jenis lahan yang lain kurang dari 60 persen. Namun demikian, kompositwarna palsu kanal Landsat TM merupakan alat yang berguna dalam mengidentifikasi limbahtersebut, dan menentukan untuk mineralogi pengotornya.

Data Landsat sudah sangat populer dan sudah sering dimanfaatkan dalam mengetahuiperubahan luas wilayah penambangan. Towsend et al. (2009) memanfaatkan data Landsatseri waktu untuk mengetahui luas permukaan wilayah penambangan dan reklamasi lahandari tahun 1976 hingga 2006 di daerah Central Appalachians, Amerika Serikat. Teknikpengolahan citra yang dipergunakan adalah teknik standar dengan decision tree sertamenggabungkannya dengan data peta izin tambang untuk memetakan tambang aktif danreklamasi serta melacaknya dari waktu ke waktu.

Pemanfaatan Data LiDAR dan MSS untuk pengecekan dampak penambangan terhadaplingkungan pesisir pernah dilakukan oleh Kerfoot et al., (2014). Dalam aplikasi ini, LiDARmemiliki kelebihan dalam resolusi spasial yang tinggi serta kemampuan penetrasi di air.Kemampuan tersebut dikombinasikan dengan sistem pemindaian multispektral akan menjadisuatu model yang baik dalam mengatasi fitur pada garis pantai yang terganggu di lingkungandengan kekeruhan yang rendah. Hasil penelitian tersebut memperihatkan bahwa kombinasidata LiDAR dan Landsat mampu mengungkap perpindahan tailing di wilayah pesisir. Masihdampak pertambangan pada lingkungan pesisir, Yildirim et al. (2009) telah berusahamendeteksi kekeruhan oleh abu batubara di lingkungan pesisir dengan menggunakan data Landsat. Abu batubara tersebut dihasilkan dari aktivitas pembangkit tenaga listrik yangmenggunakan bahan bakar fosil batubara. Teknis yang dipergunakan adalah klasifikasi citraberbasis obyek dengan software e-Cognition. Kelas wilayah tercemar dibedakan menjaditiga, yaitu sangat tercemar (2380±213 mg.L-1), cukup tercemar (361±118 mg.L-1), dankurang tercemar (57±24 mg.L-1). Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh bermanfaatdalam mendeteksi dan juga melacak polusi itu sendiri, serta yang rute, dimensi dan efek di

Page 110: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

94Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

laut. Penelitian tersebut dapat berfungsi sebagai database untuk perbandingan masa depanuntuk mengidentifikasi tren peningkatan atau penurunan lingkungan pesisir. Denganmenggunakan data Landsat 5 TM, Yang & Jiuyun (2011) secara sederhana membedakantingkat pencemaran air di wilayah pertambangan, yang dibedakan menjadi sangat tercemar (TM3 40~60), agak tercemar (TM3 30~40), dan air tawar (TM3 <30).

Jenis limbah dari pertambangan mineral yang lebih spesifik seperti pyrite yang dihubungkandengan tren perubahan iklim dapat dideteksi dengan menggunakan data citra hiperspektral. Riaza & Muller (2010) telah berusaha memanfaatkan data hiperspektral. Pemantauan limbahtambang deposit sulfida melalui penginderaan jauh hiperspektral data memberikan kontribusiuntuk memprediksi kualitas air permukaan, secara kuantitatif memperkirakan drainase asam dan kontaminasi logam secara tahunan. Mineralogi dari kerak permukaan sarat dengangaram sangat larut merupakan catatan kelembaban dan suhu yang tersedia sepanjang tahun. Sebuah pemantauan temporal kemekaran garam pada limbah tambang di lokasitambang di Pyrite Belt Iberia (Spanyol) telah dipetakan dalam penelitian ini menggunakandata Hymap udara. Estimasi perubahan iklim dibuat berdasarkan tahapan oksidasi yangberasal dari sumur – dikenal urutan mineral sulfida melacak intensitas oksidasi,menggunakan arsip spectral library. Oleh karena itu , tambang – limbah pelapukan produksulfida dipetakan dari data penginderaan jauh hyperspectral dapat digunakan sebagaicatatan jangka pendek dari perubahan iklim, menyediakan alat yang berguna untuk menilaiindikator lingkungan geologi di daerah semi-arid.

Data Landsat juga dapat dimanfaatkan untuk analisis dan pemantauan penambanganbatubara muda (lignite). Schroeter & Glaber (2011) mengaplikasikan penelitian tersebut diwilayah Jerman bagian Barat. Data Landsat yang dipergunakan adalah Landsat-5 TM danLandsat-7 ETM+ tahun 1999 dan 2004. Selain itu juga dilakukan uji sifat-sifat fisis dan kemissampel air. Dari data tersebut akan diketahui kondisi lingkungan dan selanjutnya dapatdipergunakan dalam mengembangkan sistem pemantauan. Di sisi lain, penelitian inidilakukan untuk menilai potensi penggunaan data satelit dan untuk mengkalibrasi isinyauntuk memantau geokimia dari danau pertambangan. Korelasi parameter hidrokimia air danau dengan spectral signature yang terdeteksi oleh satelit dilakukan dengan metodeanalisis statistik multivariat.

Kegiatan penambangan yang akan dilakukan wajib didahului oleh analisis mengenai dampaklingkungan (AMDAL). Dalam kegiatan AMDAL tersebut, data penginderaan jauh sangatbermanfaat dalam mengidentifikasi, mendeskripsikan serta memantau sumber-sumber pencemaran dan wilayah-wilayah yang akan terkena dampaknya. Charou et al. (2010)mencoba menggunakan data penginderaan jauh dalam menilai dampak kegiatanpertambangan. Tujuan penelitian diarahkan pada evaluasi penggunaan data multi-temporalLandsat-5 dan Landsat-7, SPOT Pankromatik, dan ASTER untuk memetakan lingkunganalam pada skala lokal serta untuk menilai dampak kegiatan pertambangan denganmemperlihatkan perubahan yang terjadi pada lahan dan sumberdaya air. Dalam penelitian

Page 111: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

95Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

tersebut, data ASTER dapat dipergunakan secara efisien dalam memantau perubahan tutupan lahan di daerah pertambangan, anomali suhu permukaan air, serta memantaukegiatan reboisasi lahan untuk memastikan bahwa reklamasi lahan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan ASTER multi-temporal, Landsat, dan SPOT merupakan suatu metode yang efisien dan efektif untuk pemetaan pertambangan besar dan menunjukkan penggunaan tanah dan air serta perubahannya, dan dapat digunakan untuk melengkapi data dari studi lingkungan.

Dampak lingkungan akibat kegiatan pertambangan yang lebih serius, seperti menyentuh aspek-aspek keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat dapat diketahui denganpemanfaatan data penginderaan jauh. Limpitlaw & Woldai (2004) berupaya memanfaatkan data Landsat seri waktu, dari Landsat MSS hingga ETM+. Sebuah penurunan bertahap dalam kegiatan ekonomi formal dalam Zambia Copperbelt telah mengakibatkanmeningkatnya tingkat kemiskinan. Perubahan lingkungan telah dilacak selama tiga puluh hampir tahun dari data Landsat dan telah dinilai dengan patch analysis. Pendekatan ini telah menunjukkan bahwa patch landscape di Copperbelt adalah menjadi semakin kompleks dalam bentuk dan ukurannya lebih kecil. Kondisi tutupan lahan alami, hutan miombo, semakin terfragmentasi, menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Upaya evaluasi secara sistematik dengan menggunakan data penginderaan jauh dalam identifikasi pertambangan telah dicontohkan oleh Stork et al. (2006). Dalam penelitian dilakukan upaya sistematik dalam mengidentifikasi pertambangan uranium di lokasi pertambangan uranium Ranger dan tambang-tambang lainnya di Australia dengan menggunakan data Hyperion, ASTER, dan Quickbird. Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah satu-satunya diamati menjanjikan pada Ranger yang dapat diidentifikasi secara unik menggunakan sistem satelit komersial saat ini (terutama Hyperion) adalah magnesium klorit dalam tambang terbuka dan stockpile sulfur. Berdasarkan magnesium klorit yang teridentifikasi dan sulfur yang teramati, pohon keputusan mempersempit calon mineral yang mungkin pada Ranger untuk uranium, tembaga, seng, mangan, vanadium, unsur tanah yang jarang, dan fosfor, semua yang digiling menggunakan teknik pencucian asam sulfat.

Untuk contoh pemanfaatan data penginderaan jauh dalam pemantauan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan di wilayah Indonesia di sini kami mengambil contoh dari penelitian Paull et al. (2006). Dalam penelitian tersebut dipaparkan pemantauan dampak lingkungan akibat akvitas pertambangan oleh PT. Freeport Indonesia dengan menggunakan data Landsat dalam kurun waktu tahun 1988 dan 2004. Dalam kegiatan pemantauan ini, data penginderaan jauh sangat bermanfaat dalam pemantauan untuk wilayah yang terpencil dan sangat terkendala oleh minimnya akses jalan. Penelitian ini menunjukkan bahwa satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi tentang perubahan lanskap dengan cara yang hemat biaya untuk tambang skala besar seperti PT. Freeport Indonesia.

Page 112: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

96Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Tambang PT Freeport Indonesia di Papua (Indonesia) adalah tambang tembaga - emas yang terbesar di dunia. Identifikasi tutupan lahan antropogenik dihitung dengan teknik dijitasi layar dari tiga citra komposit false color selama periode tersebut untuk menentukan luas lahan hutan yang telah dibersihkan dan daerah yang telah terkena dampak tambang olehsedimen yang terangkut dalam sistem Sungai Ajkwa. Hasil penelitian menunjukkan bahwabaik pemukiman dan sedimen mengubah secara radikal kondisi tutupan lahan dan bersama-sama telah menyebabkan peningkatan enam kali lipat terhadap penurunan hutan hujantropis di dataran rendah. Penelitian ini menyoroti kegunaan metode penginderaan jauh untukmemonitor elemen dampak pertambangan berskala luas dan bentuk lain dari eksploitasi sumber daya alam seperti penggundulan hutan di negara berkembang.

Data SAR juga telah memberikan kontribusi dalam pemantauan dampak-dampak kegiatan penambangan. Liu et al. (2014) mencoba memanfaatkan data InSAR dan TomoSAR untuk memantau deformasi yang diakibatkan oleh penambangan pada wilayah pegunungan. Hasil penelitian menunjukkan keuntungan dari teknik InSAR untuk pemantauan skala besar. Namun, aplikasi untuk daerah pegunungan menyebabkan tantangan lebih banyak daripada di kasus lain, yang mengharuskan peneliti untuk mempertimbangkan tidak hanya ruang atau/ dan temporal de-korelasi, karena pegunungan medan dan baseline (spasial dan temporal), tetapi juga efek topografi. Dalam penelitian ini, data TerraSAR-X memberikan kemungkinan baru untuk aplikasi InSAR di wilayah pertambangan pegunungan, karena resolusi tinggi dansiklus revisit pendek. Selain itu, diketahui bahwa data 4-D TomoSAR, bermanfaat untuk mengukur gerakan struktur dan menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Penggunaan data penginderaan jauh dari berbagai jenis dan sumber dilakukan oleh De Peijun et al. (2007) untuk memantau kondisi lingkungan perkotaan di kota industripertambangan. Contoh yang dilakukan adalah di Kota Xuzhou China. Data yang dipergunakan adalah Landsat TM, CBERS, ASTER, InSAR, SPOT, dan IKONOS. Penelitian ini menunjukkan bahwa data inderaja multi-temporal fusion dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan dan pemantauan kondisi dinamis lingkungan. Contoh studi kasus di Kota Xuzhou membuktikan bahwa penginderaan jauh dapat memainkan peran pentingdalam analisis lingkungan dan penilaian di bidang pertambangan di kota industri dan berfungsi dalam pengambilan keputusan yang efisien sebagai dukungan untuk pembangunan berkelanjutan.

3. KESIMPULAN

Berdasarkan studi terhadap beberapa literatur yang dipilih dan dikaji dapat diketahui bahwadata penginderaan jauh telah dimanfaatkan secara meluas untuk memantau aktivitaspertambangan beserta dampak-dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya limbah pertambangan. Jenis data optis lebih dominan dipergunakan daripada data SAR karena obyek tailing dan limbah pertambangan lebih mudah dikenali dari citra berdasarkankarakteristik spektralnya. Dalam hal ini, pemanfaatan data hiperspektral menjadi tantangan

Page 113: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

97Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

tersendiri dalam penelitian lebih lanjut untuk memberikan hasil identifikasi yang lebih akurat.Penggunaan metode identifikasi dan analisis masih berkutat pada teknik-teknik tradisionalpengolahan citra dan analisis data seperti: deteksi parameter indeks vegetasi, indeksmineral, spectral signature, yang dikaitkan secara statistik dengan data-data observasi.Metode klasifikasi mengandalkan teknik klasifikasi berbasis piksel meskipun ada yang sudahmengarah ke berbasis objek. Secara umum, penelitian terkait pemanfaatan datapenginderaan jauh dalam pemantauan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambanganbeserta limbah-limbah yang dihasilkannya mencakup aspek-aspek: deteksi karakteristiklimbah beserta pola sebaran secara spasial dan temporal; perubahan luas arealpertambangan; perubahan jenis, luas dan pola penutupan lahan di wilayah pertambangandan sekitarnya; deteksi limbah di perairan dan penurunan kualitas air; serta pemanfaatandata inderaja dalam mendukung analisis AMDAL.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2014). http://www.bps.go.id/menutab.php?kat=3&tabel=1&id_subyek=10. Diakses pada tanggal 23 Oktober 2014.

Charou, E., Stefouli, M., Dimitrakopoulos, D., Vasiliou., E., & Mavrantza. (2010). UsingRemote Sensing to Assess Impact of Mining Activities on Land and Water Resources.Mine Water Environment, 29, 45-52.

Du Peijun, Huapeng, Z., Chen, P., & Pei, L. (2007). Applications of Multi-source RemoteSensing Information to Urban Environment Monitoring in Mining Industrial Cities –Taking Xuzhou City as an Example. IEEE, 1-4244-0712-5/07.

Herman, D.Z. (2006). Tinjauan terhahadap tailing mengandung unsur pencemar Arsen (As),Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari sisa pengolahan bijih logam.Jurnal Geologi Indonesia, 1 (1), 31-36.

Kerfoot, W.C., Hobmeier, M.M., Yousef, F., Green, S.A., Regis, R., Brooks, C.N., Shuchman,R., Anderson, J., & Reif, M. (2014). Light Detection and Ranging (LiDAR) andMultispectral Scanner (MSS) Studies Examine Coastal Environments Influenced by Mining. ISPRS International Journal of Geo-Information, 3, 66-95.

Liu, D., Shao, Y., Liu, Z., Riedel, B., Sowter, A., Niemer, W., & Bian, Z. (2014). Evaluation of InSAR and TomoSAR for Monitoring Deformations Caused by Mining in aMountainous Area with High Resolution Satellite-Based SAR. Remote sensing, 6,1476-1495.

Limpitlaw, D. & Woldai, T. (2004). Patch analysis of Landsat Datasets for Assessment of Environmental Change in the Zambian Copperbelt. IGARSS 2004, IEEE International Geoscience and Remote Sensing Symposium Proceedings, 4, 2290-2293.

Mansyah, N. (2013). Studi tentang dampak pertambangan batu bara bagi kehidupan sosialekonomi masyarakat di Kelurahan Jawa Kecamatan Sangasanga. eJournal Administrasi Negara, 1(3), 843-857.

Page 114: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

98Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Marganingrum, D. & Noviardi, R. (2010). Pencemaran air dan tanah di kawasanpertambangan batubara di PT. Berau Coal Kalimantan Timur. Riset Geologi danPertambangan, 20(1), 11-20.

Matejicek, L. & Kopackova, V. (2010). Changes in Croplands as a Result of Large Scale Mining and the Associated Impact on Food Security Studied Using Time-SeriesLandsat Images. Remote sensing, 2, 1463-1480.

Paull, D., Banks, G., Ballard, C., & Gillieson, D. (2006). Monitoring the Environmental Impact of Mining in Remote Locations through Remotely Sensed Data. GeocartorrInternational, 21, 33-42.

Riaza, A. & Muller, A. (2010). Hyperspectral remote sensing monitoring of pyrite mine wastes: a record of climate variability (Pyrite Belt, Spain). Environment EarthSciences, 61, 575-594.

Sares, M.A., Hauff, P.L., Peters, D.C., Coulter, D.W., Bird, D.A., Henderson, F.B, & Prosh, E.C. .(2004). Characterizing Sourcesof Acid Rock Drainageand Resulting Water Quality Impacts Using Hyperspectral Remote Sensing – Examples from the Upper Arkansas River Basin, Colorado. 2004 Advanced Integration of Geospatial Technologies in mining and Reclamation, December 7 – 9, 2004, Atlanta, GA.

Schroeter L & Glaber, C. (2011). Analyses and monitoring of lignite mining lakes in Eastern Germany with spectral signatures of Landsat TM satellite data. International Journal of Coal Geology, 86, 27-39.

Soesanto, S.S. (1996). Dampak pemakaian batubara terhadap kesehatan dan lingkungan. Media Litbangkes,6(2), 1-3.

Stork, C.L., Smartt, H.A., Blair, D.S., & Smith, J.L. (2006). Systematic Evaluation of SatelliteRemote Sensing for Identifying Uranium Mines and Mills. Sandia Report, SandiaNational Laboratories Albuquerque, New Mexico and Livermore, California.

Syarif, I., Priatmadi, B.J., Indrayati, E., & Haris, A. (2011). Perubahan kualitas tanah sawah di areal pertambangan batubara di Kabupaten Banjar. EnviroScienteae,7,21-30.

Tian, F., Wang, Y., Fensholt, R., Wang, K., Zhiang, L. & Huang, Y. (2013). Mapping and Evaluation of NDVI Trends from Synthetic Time Series Obtained by Blending Landsat and MODIS Data around a Coalfield on the Loess Plateau. Remote sensing, 6, 4255-4279.

Townsend, P.A., Helmers, D.P., Kingdon, C.C., McNeil, B.E., de Beurs, K.M., & Eshleman, K.N. (2009). Changes in the extent of surface mining and reclamation in the Central Appalachians detected using a 1976–2006 Landsat time series. Remote Sensing of Environment, 113, 62-72.

Yang, L. & Jiuyun, S. (2011). Study of the Integrated Environmental Monitoring in Mining Area Based on Image Analysis. Procedia Engineering, 21, 267-272.

Yildirim, Y., Alkan, M., & Oruc. (2009). Detection of coal ash turbidity in marine environment using remote sensing. Fresenius Environmental Bulletin, (18) 11, 2072-2078.

Page 115: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

99Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Vanderberg, G.S. (2003). Identification and characterization of mining waste using landsat thematic mapper imagery, Cherokee county, Kansas. ASMR, 3134 Montavesta Rd., Lexington, KY.

BIOGRAFI PENULIS

Suwarsono, S.Si, M.Si.

Email : [email protected];[email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si.) pada program studi ilmu Geografi, FakultasMAtematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 2012Sarjana (S.SI.) Program Studi Geografi Fisik, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM). 2002.

Suwarsono telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2003. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan (hutan dan perkebunan) dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN).

Dr. Indah Prasasti

Email : [email protected], [email protected]

Pendidikan:Doctor (Dr) pada program studi Klimatologi Terapan, Program Doktor,Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2012.Magister Sains (M.Si) pada program studi Ilmu Tanah, ProgramMagister Sains, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB).2004.Insinyur (Ir.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisikadan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,Institut Pertanian Bogor (IPB). 1988.

Page 116: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

100Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Dr. Indah Prasasti telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1990. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk pemantauan kondisi kekeringan lahan (1990 – 1997), identifikasi dan deteksi parameter permukaan bumi dan laut (1997 – 2007), dan mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim sertainteraksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan) (2007 – sekarang). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Page 117: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

101Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

PENGEMBANGAN DETEKSI HEWAN DIKORELASIKAN DENGAN KERAGAMAN HAYATI MELALUI PENGINDERAAN JAUH

Wiweka, Hidayat, Totok Suprapto

Abstract

Phenomenal count the number of animals by hand rather than using remote sensing imageryin open fields, the positive side of the calculation with remote sensing imagery is a short time, capital intensive, coveringa wide area, What is the minimum size ofthe largest animals thatcan be measured with a high resolution imagery. Tujuan this paperisto map and estimate abundance of animals from the resolution imagery tinggi. Langkah is directed to study anddetect biodiversity associated with suitability for animals, analysis of the distribution ofdifferent animals. The approach taken is apixel-based approach and the object-basedapproach to high-resolution image, the accuracy will be compared to the producer of eachclassifier to biodiversity and distribution of animals.

Keywords: high resolution images, detection, animals, biodiversity

Abstrak

Fenomenal menghitung jumlah hewan dengan cara manual dibanding dengan menggunakan citra penginderaan jauh di lahan terbuka. dari sisi positifnya perhitungan dengan citra penginderaan jauh adalah waktu yang singkat, padat modal, melingkupi daerah yang luas, Berapa minimal ukuran terbesar hewan yang dapat terukur dengan citra resolusi tinggi.Tujuan makalah ini adalah memetakan dan memperkirakan jumlah populasi hewan dari citra resolusi tinggi.Langkah yang dilakukan adalah mempelajari dan mendeteksi keragaman hayati yang dikaitkan dengan kesesuaian lokasi untuk hewan, analisisnya distribusi hewan yang berbeda. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan berbasis pixel dan pendekatan berbasis obyek terhadap citra resolusi tinggi, akurasi produser akan dibandingkan dari setiap pengklasifikasi terhadap keragaman hayati dan distribusi hewan.

Kata Kunci :Citra resolusi tinggi, deteksi, hewan,keragaman hayati,.

Page 118: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

102Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Keanekaragaman hayati, termasuk satwa liar menurun pada tingkat yang mengkhawatirkandi bumi Indonesia ini.Menurut survey [2], secara global luntung Jawa sudah tidak memilikikesesuaian lahan di Gunung Merapi.Pemantauan distribusi satwa liar dan dinamika populasi Oleh karena itu penting untuk konservasi keanekaragaman hayati.Bahkan, pengelola satwaliar, konservasi, dan pembuat kebijakan semua tertarik pada indikator yang menggabungkaninformasi tentang status populasi dan tren beberapa spesies.Umumnya, perkiraan yangakurat tentang populasi satwa liar penting untuk alasan berikut.Pertama, kekayaan satwa liar merupakan indikator penting untuk mengakses kinerja konservasi keanekaragaman hayati.Kedua, pariwisata satwa liar menyumbang sebagian besar pendapatan nasional dariberbagai kabupaten Cianjur, Subang, Malang [3].Ketiga , pengelolaan sumber daya satwaliar dalam pembangunan daerah juga memerlukan pemahaman yang baik tentang dinamika populasi spesies.

Metode tradisional yang digunakan untuk menghitung satwa liar seperti survey langsung kelokasi ata pesawat memiliki banyak masalah, waktu, mahal, dan padat karya, kebanyakanhewan sensistif terhadap gangguan oleh manusia beserta peralatannya dan tidak selaluhandal, bias, serta standard kesalahan yang besar tetapi ada kemungkinan kemungkinanlebih akurat hasilnya. Penggunaan citra staelit dapat digunakan untuk menghitung hewan, karena cakupannya luas, waktu singkat, tanpa adanya polusi suara.

Umumnya, habitat lingkungan berkarakter heterogenitas dan kompleks, dengan demikianmempengaruhi pola distribusi antara hewan dan tumbuhan lainnya.Keaneka ragaman hayatimemberikan arti adanya kombinasi dan kelimpahan kekayaan spesies, jumlah tanaman,spesies hewan yang berbeda.Secara jumlah keanekaragaman vegetasi lebih banyak darihewan, korelasinya kemungkinan dapat dikaitkan dengan bertahan hidup dan reproduksi. Sehingga, dapat memunculkan pertanyaan; apa pentingnya vegetasi dengankeanekaragaman hayati? Apa struktur vegetasi dikontrol oleh keanekaragaman hayati faunadi sekuruh lingkungan?. Dalam kaitannya, mengorganisasi, mengidentifikasi, mendeteksihewan didalam suatu struktur vegetasi, diperlukan sejumlah persyaratan yang spesifik, yaitusejumlah variabel dan sub variabel yang dapat diukur oleh citra penginderaan jauh aktif danpasif, seperti Landsat 8, SPOT 6, Radar, Lidar, InSAR. Pola yang harus dikembangkanadalah melakukan fusi sensor dan parameter citra aktif dan pasif, agar dapat menghasilkan pemodelan dan pemetaan yang optimal dalam habitat hewan, seperti kesesuaian habitat,produktifitas fotosintesis, pola multi-temporal, sifat structural dari habitat.Kesesuaian habitathewan tergantung atas komposisi keanekaragaman hayati, tetapi tidak mungkin didekatidengan poendekatan klasifikasi diskrit, karena batas kelas tidak mungkin menangkapvariabilitas fungsional ekologis yang bermakna untuk masing-masing spesies hewan, danperlunya melibatkan dan mempertimbangkan keragaman tingkat resolusi taksonomi untukmemperkirakan kekayaan spesies.Serta agar memberikan dasar untuk menemukan

Page 119: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

103Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

intepretasi ekologis bermakna dan untuk memprediksi distribusi dan keanekaragaman spesies.

Tujuan makalah ini untuk mengkaji kemampuan citra resolusi tinggi untuk pemetaanbinatang di hutan, mengembang metoda pengolahan citra untuk mendeteksi hewan dalamberbagai ciri yaitu individu, migrasi hewan, kerumunan ternak, ukuran populasi hewan, danmenguji akurasi pendekatan pixel based dan berbasis obyek dan membandingkankemampuan pengklasifikasi untuk pemetaan hewan.

Pertanyaan penelitiannya dalam makalah ini adalah

Bagaimana cara mendeteksi hewan di ranah keanekaragaman hayati dan lingkungandari citra penginderaan jauh?;Bagaimana cara mendeteksi kelas jenis hewan di citra satelit?;Bagaimana menilai akurasi metode yang berbeda yang disebutkan di atas danmembandingkan kemampuan mereka untuk pemetaan hewan?.

Hipotesisnya dalam makalah ini adalah

Informasi spasial dan spektral dari pansharpen citra resolusi tinggi dapatmengungkapkan keanekaragaman hayati yang spesifik dan dapat direlasikan dengankeberadaan hewan dengan akurasi pemetaan overall melalui pendekataan klasifikasiberorientasi obyek.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Kenekaragaman hayati (biodiversitas) berkembang dari keanekaragaman pada tingkat gen,tingkat jenis, dan tingkat ekosistem, gambar 1. Variasi tersebut dapat dilihat dari adanya perbedaan bentuk, ukuran, struktur, warna, fungsi organ, jumlah, dan habitat suatuorganisme.

2.1 Keanekaragaman tingkat gen (genetika)

Merupakan keanekaragaman yang terjadi antara individu satu dengan lainnya yang masihdalam satu spesies. Hal ini disebabkan adanya variasi komposisi atau susunan gen (DNA)pada masing-masing individu meskipun mereka satu spesies, sehingga di dunia ini tidak adamakhluk hidup yang sama persis. Misalnya, variasi dalam spesies ayam (Gallus gallus) yangmeliputi ayam cemani (berwarna hitam), ayam bangkok putih, ayam arab, dan ayamkampung.

2.2 Keanekaragaman tingkat jenis (spesies)

Merupakan keanekaragaman individu yang berbeda spesies.Memperlihatkan adanya variasi

bentuk, kenampakan, dan variasi sifat lainnya antara spesies satu dengan lainnya. Misalnya,

variasi yang terjadi pada berbagai spesies unggas seperti ayam, bebek, itik, angsa, dan lain-

lain.

Page 120: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

104Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

2.3 Keanekaragaman tingkat ekosistem

Makhluk hidup yang beranekaragam baik bentuk, kenampakan, dan sifat-sifat lainnya berinteraksi dengan lingkungan abiotiknya dan dengan jenis-jenis makhluk hidup lainnya -yang bervariasi akan membentuk berbagai macam ekosistem sehingga membentukkeanekaragaman ekosistem. Misalnya, keanekaragaman ekosistem di Indonesia mencapai ± 47 ekosistem yang berbeda. Beberapa ekosistem yang ada di Indonesia antara lain: ekosistem hutan bakau, ekosistem pantai, ekosistem hutan rawa gambut, dan ekosistem hutan hujan tropis.

Gambar 1. Hirarki Fungsional Keragaman Hayati

Banyak penelitian [1] ingin mencoba mendeteksi dan mengidentifikasi hewan dengan penginderaan jauh, agar alasan dapat diterima perlu kiranya mendefinisikan istilah-istilah berikut ini: deteksi adalah kemampuan sistem untuk mendeteksi keberadaan atau tidakadanya sinyal, resolusi adalah kemampuan sistem untuk membedakan antara sinyal yangdekat satu sama lain secara spasial, temporal, atau spektral, recognizability adalah kemampuan sistem untuk mengenali atau mengidentifikasi sinyal. Bila spektral dikorelasikan dengan variabel karakter hewan seperti morfologi binatang, pola distribusi, perilaku hewan,pemilihan habitat, karakteristik sejarah kehidupan, faktor lingkungan, perencanaan misi, di sub variabel mana yang paling optimal seperti yang tertuang dalam tabel 1 berikut ini.

Page 121: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

105Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Tabel 1. Relasional Spektral dan Deteksi Variabel Karakter Hewan

SPEKTRAL

Sub Variabel VariabelWarna

Morfologi BinatangUkuran

Posisi tegak lurus scanner

Pola DistribusiLingkaran dan seragamInteraksi spesies

Musim dan Waktu

Perilaku HewanSensus

Jumlah kelahiranHubungan habitat

Jenis Vegetasi

Pemilihan HabitatTinggi VegetasiDensitas Vegetasi

Migrasi

Karakteristik Sejarah KehidupanPemuliaan

Memberi MakanUmur, kelamin, Kondisi cuaca

Faktor Lingkungan

TurbulensiAwan

Jumlah Curah hujanFisiografi

Ada 21 (dua puluh satu) sub variabel yang dapat digunakan untuk mendeteksi danmengidentifikasi keberadaan hewan, sub variabel mana yang menjadi faktor utama yangdapat dikorelasikan dengan spektral. Untuk melakukan pemetaan keragaman hayati denganpenginderaan jauh dapat dilakukan pendekatan sebagai pada Tabel 2 berikut

Tabel 2. Konseptual Pemetaan Spesies

Tujuan Pendekatan Data Lapangan Data Penginderaan Jauh

Pemetaan Diskrit Spasial Pemetaan Kesesuain Habitat(Spesies tunggal dan kekayaanspesies berdasarkanpemantualan karakteristiklandscape)

Klasifikasi Citra yang diharapkan berkorelasi dengan data spesies

Pengetahuan

Data lapangan karakteristiklapangan

Data tambahan,ekologi, meteorologi

Citra Multispektral , Landsat 8, SPOT 6

Video

Pemetaan Kontinu

SpasialDistribusi prediski danpemetaan spesies ataukeanekaragaman berdasarkan variasi dalam produktivitas primer

NDVI atau indeks vegetasi lain yang dikorelasikan dengan dataspesien dilapangan

Data distribusispesies

Data tambahan (Data ekologi dan atau meteorology)

Citra multi spectral(Landsat 8, SPOT 6,MODIS)

Prediksi Sementara Variabilitas Data distribusi NOAA-AVHRR

Page 122: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

106Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

keanakekaragaman jenis danpemetaan berbasis produktvitasstabilitas eco-iklim

tahunan NDVIdengan dataspesisien dilapangan

spesies

Data tambahan (Datameteorology dalamwaktu yang panjang)

StrukturalPemetaan kesesuaian habitat(Spesies tunggal dan Kekayaan spesiai berdasarkan karakteristik structural habitat)

Estimasikarakteristikstructural menggunakan radar atau laseratlitemetridikorelasikan dngan data spesies

Validasi datakarakteristikstruktural

Radar

Lidar

BiokimiaDistribusi spesies atau prediksi keanekragaman dan pemetaan kanopi berbasis senyawa biokimia

Estimasi kanopisenyawa biokimiaberkorelasi dengandata spesies in situ

Validasi datasenyawa biokimia

Perupstakaan ciri

Distibusi data spesies

Spektrometer

Persada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki ribuan pulau dengan sumber daya alam yang tak terhitung jumlahnya, termasuk didalamnya keragaman hayati dan hewan.Berikut ini korelasi hubungan jenis dan ukuran hewan dengan keragaman hayatitersaji di tabel 3.

Tabel 3. Korelasi Hubungan Jenis Dan Ukuran Hewan Dengan Keragaman Hayati

Nama HewanUkuran Hewan

Ekosistim Keragaman Hayati Pulau)Panjang (m) Tinggi (m)

Gajah 5,4-7,5 2,7-3,3 Hutan rawa, hutan rawa gambut,hutan dataran rendah, Hutan hujanpegunungan rendah.

Sumatera,Kalimantan

Kerbau 1,5 – 1,8 1,13-1,33 Rawa atau tanah basah IndonesiaKuda 3,20 1,95 Daerah tropis, Lingkungan padang

rumput, mulai dari padang rumput terbuka tanpa pepohonan sampaipadang rumput di pinggir hutan

Indonesia

Badak 2,0-3,2 1,0-1,7 Hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, hutan hujan dataran rendah, padang rumput basah dan daerah daratan banjirbesar

Sumatera, Jawa

Orang Hutan 1,25-1,5 Hutan dataran rendah (di bawah500 m diatas permukaan laut), Hutan dan lahan gambut

Sumatera,Kalimantan

Tapir 1,8 – 2,4 0,9 – 1,07 Hutan hujan dataran rendah. Sumatera,Kalimantan

Kambing Hutan Hutan tropis pulau Sumatra. SumateraTrenggiling 0,30–0,58 Hutan, perkebunan Sumatera, Jawa,

KalimantanCenderawasih 0,15-0,33 Hutan dataran rendah Papua

Page 123: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

107Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Nama HewanUkuran Hewan

Ekosistim Keragaman Hayati Pulau))Panjang (m) Tinggi (m)

Komodo 2,50-3,1 0,75 Padang rumput kering terbuka,hutan sabana, dan hutan tropis dataran rendah.

Flores, Komodo, dan Rinca

Kakak Tua putih 0,46 Hutan primer dan hutan sekunder Maluku UtaraGagak 0,15-0,70 Hutan, tepi hutan, pesisir, tersebar

sampai ketinggian 1.000 mdplKep. Banggai

Beo Hutan-hutan basah, hutan yangberdekatan perkampungan atautempat terbuka

P. Nias, Sumatera Utara

Branjangan 0,12– 0,14 Tempat-tempat yang kering di kawasan tanah gersang atau setengah kering, rumput, stepa,kawasan berbatu karang dangunung pasir

Jawa

Sapi 1,25-1,35 1,19-1,26 Rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda

Indonesia

Kambing 1,4 – 1,8 0,85– 0,94 Hutan primer dan hutan sekunder dekat dengan pegunungan dataran tinggi

Indonesia

Banteng 1,60 Daerah berhutan lebat ataupunhutan bersemak mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 2.100mdpl

Jawa, Bali, dan Kalimantan

Babi Rusa 0,87-1,06 0,65-0,80 Hutan hujan tropis, daerah-daerah pinggiran sungai atau kubanganlumpur di hutan dataran rendah

Sulawesi, Togian,Malenge, Sula,

Buru dan MalukuRusa Timor 1,95-2,10 Daerah pantai hingga ketinggian

3000 m dpl, daerah berawa dan tepian sungai

Timor

Biri-biri/ Domba 4 2,63 Daerah padang rumput yang luas Sulawesi, JawaAnoa 1,22–1,75 0,75-0,85 Hutan hujan tropis, daerah yang

terdapat banyak vegetasi, sumberair yang permanen dan jauh dari jangkauan manusia. Hutan dataranrendah dan hutan berawa-rawa

Sulawesi, P.Buton

Musang 0,9 Semak-semak lebat, hutan bambu,hutan belukar, padang rumput

Indonesia

Kucing Hutan 0,41–0,50 Hutan tropis, semak belukar, hutanpinus, semi-gurun, daerah pertanian, hingga daerah bersaljutipis.

Jawa, Kalimantan, Sumatera

Harimau 2,3 – 3,3 0,6 Hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Lahan gambut danhutan hujan pegunungan.

Sumatera

Page 124: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

108Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Nama HewanUkuran Hewan

Ekosistim Keragaman Hayati Pulau)Panjang (m) Tinggi (m)

Burung Maleo Hutan, daerah pasir yang terbuka,daerah sekitar pantai gunungberapi dan daerah-daerah yanghangat dari panas bumi

Sulawesi,

Burung Merak 3 Dataran rendah sampai tempat-tempat yang tinggi, Hutan terbukadengan padang rumput, sepertitaman nasional alas purwo, taman nasional ujung kulon, serta taman nasional meru betiri.

Jawa

Beruang madu 1,4 0,70 Hutan-hutan primer, hutansekunder dan sering juga di lahan-lahan pertanian

Kalimantan,Sumatera

Quoll Daerah hutan hujan tropis Papua

Berikuti ini review mengenai sensor optis resolusi sangat tinggi dan pustaka citra yang dapatdigunakan untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati dikaitkan dengan keberadaan hewan, di tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Daftar Sensor Optis Resolusi Sangat Tinggi

Pan=Pankromatik, MS= Multi Spektral

3. DATA DAN METODE

Bagaimana cara mlakukan Pemetaan Spesies yang mengkorelasikan/mengintegrasikanDaftar Sensor Optis Resolusi Sangat Tinggi, dengan Jenis Dan Ukuran Hewan Dengan Keragaman Hayati. Kriteria lokasi deteksi hewan dapat dilakukan terhadap padang rumput,

SensorResolusi SpasialPankromatik (m)

Resolusi SpasialMulti Spektral(m)

Lebar Sapuan(km)

Band

IKONOS2 0,82 4 11,3 Pan, MS

QuickBird 0,61 2,88 16,5 Pan, MS

OrbView3 1 4 8 Pan, MS

EROS B 0,7 - 7 Pan

KOMPSAT-2 1 1 15 Pan, MS

WorldView1 0,45 - 17,6 Pan

WorldView2 0,46 2,4 16,4 Pan, MS

GeoEye1 0,41 2,4 15,2 Pan, MS

Cartosat2 0,82 - 9,6 Pan

SPOT 6 1,5 8 60 Pan, MS

Page 125: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

109Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

hutan yang yang sudah dikenali jenis hewan. dan keragaman hayati yang spesifik. Mekanisme yang paling rumit adalah mengkorelasikan antara keragaman hayati dankeberadaan hewan.

Citra satelit resolusi tinggi yang efektif digunakan memiliki resolusi spasial kurang dari 1meter dan memiliki citra pansharpen, terbaru dan bebas awan.Dapat digunakan SPOT 6,karena data tersebut dapat diakusisi oleh stasiun penerima di Pare Pare, pilhan keduaadalah Geo Eye/Orb View 2. Dalam proses ini diperlukankolaborasi antara pakar hewan, pakar keanekaragaman hayati serta pakar penginderaan jauh untuk dapat merelasikan,

Variabel Karakter Hewan :Morfologi, Distribusi, Behavior, Lingkungan,

Keanekaragaman HayatiWilayah Hutan dan Padang

Rumput Terbuka, NKRI

Latar BelakangInformasi Spasial dan Non

Spasial di Indonesia

Pengetahuan Pakar Penginderaan JauhMengenai Hewan di Hutan

Kapabilitas KombinasiDan Pemisahan SpektralCitra Penginderaan Jauh

Citra Satelit Resolusi TinggiGeo Eye-1, Orb View 2,

SPOT 6

Fusi Citra

Justifikasi

Intepretasi dan Analisis Visual Citra Satelit

Filtering MajorityCitra Satelit Resolusi Tinggi

Geo Eye-1, Orb View 2,SPOT6

PansharpenCitra Satelit Resolusi Tinggi

Geo Eye-1, Orb View 2, SPOT 6

Segmentasi, Klasifikasi Nearest neighbour dengan aturan

logika fuzzy

Klasifikiasi Genetic Algorithm

Hasil Klasifikasi Objek-Oriented

Hasil Klasifikasi Berbasis Pixel

Training Sampel

Akurasi, PresisiEvaluasi Intepretasi

ValidasiSurvey Lapangan dengan

Peralatan Lengkap

Analisa Hasil Dan Sintesa Hasil Pengolahan

Kesimpulan

JUSTIFIKASI& PRA PENGOLAHAN

KLASIFIKASI

KAPABILITASPEMETAAN HEWAN

Page 126: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

110Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

mentransformasikan,dan menginverskan dalam mendeteksi hewan melalui konsepintepretasi.Proses yang paling rumit adalah memisahkan spectral untuk mengekstraksiinformasi keberadaan hewan, dan keragaman hayati.

Untuk mengekstraksi informasi dengan cara digital dilakukan dengan melakukan fusi citra,pengambilan training sampel dan gunakan klasifikasi berbasis objek serta pixel. Hitungakurasi dan presisinya, lakukan perbandingan hasil.Hasil survey lapangan dapat digunakanuntuk memperbaiki hasil dan sintesa.

4. PENUTUP

Ada 3 (tiga) aspek yang diupayakan dalam kegiatan deteksi hewan ini adalah a) mendeteksihewan dengan citra penginderaan jauh; b)mengkorelasikan keberadaan hewan dengankeragaman hayati lokal c) mengkaji kemampuan citra resolusi tinggi dengan klasifikasiberbasi pixel dan object oriented. Hasil proses ini masih diliputi ketidakpastian dalam prosespengelompokkan dan identitas nama hewan, hal ini disebabkan belum sempurnanya metodainversi dalam pengkelasan hewan dan pola distribusi keragaman hayati.

Page 127: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

111Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Dr. Wiweka

Email :[email protected]:

Doktor (Dr), pada program studi Ilmu Komputer, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia (UI), 2006Magister Teknik (MT), pada program studi Teknik Geodesi, Fakultas Pasca Sarjana, InstitutTeknologi Bandung (ITB), 1995Sarjana Teknik (Ir), pada program studi Teknik Geodesi, FakultasTeknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung (ITB), 1988

Profesi sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1989. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan, pengembangan model diaplikasikan untukberbagai tipe bencana. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat PenginderaanJauh Indonesia (MAPIN) dan Ikatan Surveyor Indonesia (ISI).

Ir.Hidayat, MT.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Program Pasca Sarjana (S2) Jurusan Kimia, Universitas Indonesia, 1995Sarjana Teknik (S1.) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Univ. Muhammadiayah Jakarta), 1985,

Hidayat telah bekerja honorer di sejak 1972, dan diangkat CPNS tahun 1975 sebagai Teknisi Proyek TELSA LAPAN sampai Tahun 1985. Staf Peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 1985. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk pemanfaatan data satelit sumber daya alam lahan dan mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu serta interaksinya dan potensinya terhadap sumber daya alam lahan dan kebencanaan (pangan, banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

Page 128: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

112Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Page 129: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

113Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

ANALISIS CURAH HUJAN BULANAN TROPICAL RAINFALL MEASURING MISSION (TRMM) DAN STASIUN PN ENAKAR HUJAN DI WILAYAH PAPUA

TAHUN 1998 - 2010

Jalu Tejo Nugroho, Nur Febrianti, Any Zubaidah

Abstract

In this research we have determined the accuracy of monthly rainfall derived from the Tropical Rainfall Measuring Mission satellite (TRMM) data and rainfall data obtained from the rain gauge stations in Papua region during January 1998 to December 2010. This accuracy was identified by correlation coefficient (R) between two data based on statistical methods. From four stations that we have analised, namely Station Dok II Jayapura (2,53o LS - 140,71o

BT), Mopah Station, Merauke (8,46o LS - 140,38o BT), Frans Station Kasiepo, Biak (1,86o LS - 136,11o BT), and Nabire Station (3,36o LS - 135,5o BT) we obtained the R values for monthly data in a range of 0,84, 0,52, 0,58, and 0,61 respectively. During December-January-February the R value for the four regions are 0,54, 0,13, 0,40, and 0,59. During March-April-May the R values are 0,76, 0,50, 0,68, and 0,51, during the June-July-August the R values are 0,89, 0,64, 0,53, and 0,64, and during the September-October-November the R values for four regions are 0.8, 0.65, 0.77, and 0.63 respectively.

Keywords: monthly rainfall, Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), rain gauge,coefficient of correlation

Abstrak

Untuk mengetahui akurasi curah hujan bulanan yang diperoleh dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dan data curah hujan dari stasiun penakar hujan di wilayah Papua selama bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2010 pada penelitian ini telahdilakukan perhitungan nilai koefisien korelasi (R) menggunakan metode statistik. Dari empat stasiun yang dipilih, yaitu Stasiun Dok II, Jayapura (2,53o LS - 140,71o BT), Stasiun Mopah, Merauke (8,46o LS - 140,38o BT), Stasiun Frans Kasiepo, Biak (1,86o LS - 136,11o BT), dan Stasiun Nabire (3,36o LS - 135,5o BT) diperoleh nilai R untuk keseluruhan bulan berturut-turutsebesar 0,84, 0,52, 0,58, dan 0,61. Selama bulan Desember-Januari-Februari pada periodetahun yang sama nilai R yang diperoleh untuk keempat wilayah tersebut sebesar 0,54, 0,13,0,40, dan 0,59. Selama bulan Maret-April-Mei masing-masing sebesar 0,76, 0,50, 0,68, dan0,51, selama bulan Juni-Juli-Agustus 0,89, 0,64, 0,53, dan 0,64, serta selama bulanSeptember-Oktober-November sebesar 0,8, 0,65, 0,77, dan 0,63.

Kata kunci: curah hujan bulanan, Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), curah hujan

station, koefisien korelasi (R)

Page 130: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

114Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Posisi Indonesia di daerah tropis serta di antara dua benua dan dua samudera membuatvariabilitas curah hujannya sangat tinggi. Curah hujan di wilayah ini telah diketahuidipengaruhi oleh fenomena global, yaitu El iNiñii o Southern Oscillation (ENSO) di SamuderaPasifik, Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudera Hindia, serta Intertropical ConvergenceZone (ITCZ) di sekitar ekuator. Posisi tersebut juga strategis karena dari wilayah inilahtersedia energi matahari sepanjang tahun yang kemudian didistribusikan ke tempat-tempatlain di dunia yang tekanan udaranya lebih rendah, sehingga dapat mempengaruhi perubahancuaca dan iklim global.

Perolehan curah hujan sepanjang tahun di wilayah Indonesia dapat meningkatkan potensi terjadinya curah hujan ekstrem dan menyebabkan bencana banjir. Kejadian bencana alamtersebut tidak dapat dihindari tetapi dampaknya bisa dikurangi melalui kegiatan manajemenyang terencana dengan baik. Di sisi lain pemantauan curah hujan di Indonesia menjadisangat penting dan memerlukan observasi yang panjang dengan sebaran data yang memadai. Salah satu usaha manajemen bencana tersebut dapat dilakukan dengan metodepenginderaan jauh.

Teknologi penginderaan jauh telah mampu mengidentifikasi curah hujan di wilayah tropis, termasuk Indonesia. Sensor Earth Radiation Budget Experiment (ERBE) dan Advanced Very High Resolution Radiometer (AVHRR) yang dipasang pada satelit National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dapat memberikan informasi temperatur puncak awan yang dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah curah hujan tropis dikaitkan dengan energi yang dipancarkan oleh permukaan bumi (Outgoing Longwave Radiation ataudisingkat OLR). Sejak tahun 1997 prediksi curah hujan bulanan telah dikembangkan menggunakan data OLR untuk enam bulan ke depan dengan tingkat akurasi antara 60% sampai dengan 80% (Khomarudin, 2011). Selanjutnya pengembangan dan tantanganprediksi curah hujan bulanan dengan menggunakan data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan data resolusi lebih tinggi seperti data Tropical Rainfall MeasuringMission (TRMM) agar akurasi prediksi yang diperoleh juga dapat ditingkatkan.

TRMM merupakan sarana yang tepat untuk studi karakteristik dan mekanisme curah hujan tropis. Satelit yang diluncurkan pada tanggal 27 November 1997 ini berorbit polar (nonsunsynchronous) dengan inklinasi sebesar 35o terhadap ekuator, berada pada ketinggian orbit sekitar 403 km. TRMM yang membawa lima sensor utama yaitu PR(Precipitation Radar), TMI (TRMMrr Microwave Imager), VIRS (rr Visible Infrared Scanner), LIS r(Lightning Imaging Sensor) dan CERES (rr Clouds and Earth’s Radiant Energy System) dapat memantau permukaan bumi wilayah tropis (50oLU-50oLS) sebanyak 16 kali sehari setiap92,5 menit dengan resolusi spasial 0,25o x 0,25o.

As-syakur dan Prasetia (2010) menyebutkan adanya tingkat korelasi yang sedang sampai kuat antara data satelit TRMM dengan data observasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi,

Page 131: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

115Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

dan Geofisika (BMKG) di Indonesia. Data satelit tersebut dapat memberikan informasi sebaran spasial temporal curah hujan di Indonesia. Data curah hujan TRMM juga dapat dijadikan untuk memverifikasi keluaran model curah hujan global. Satiadi (2009)membandingkan antara curah hujan konvektif hasil simulasi model sirkulasi umum atmosfer dengan data TRMM. Hasil perbandingan menunjukkan pola distribusi yang secara umum mengikuti pola data TRMM. Adanya perbedaan diduga karena resolusi model yang relatif rendah. Analisis validasi yang dilakukan oleh As-syakur et al. (2011) di wilayah Balimenunjukkan bahwa data TRMM memiliki korelasi yang sangat baik dengan datapengukuran pada rentang waktu bulanan dibandingkan dengan data harian selama kurunwaktu 1998 sampai dengan 2002.

Meneghini dkk. (2004) dengan menggunakan metode Surface Reference Technique (SRT)dan metode Hitschfeld–Bordan telah meneliti profil curah hujan global menggunakan dataTRMM dari sensor PR. Dari perhitungan selama dua minggu diperoleh bahwa 90% estimasikejadian hujan di sepanjang lautan masih berada dalam rentang nilai yang dapat ditoleransi.Analisis validasi yang dilakukan oleh As-syakur dkk. (2011) di wilayah Bali menunjukkanbahwa data TRMM memiliki korelasi yang sangat baik dengan data pengukuran padarentang waktu bulanan dibandingkan dengan data harian selama kurun waktu 1998 sampaidengan 2002. Data TRMM di wilayah ini diketahui memiliki nilai yang lebih rendah (under estimated) dibandingkan dengan data pengukuran. Zubaidah dkk. (2011) telah menganalisispotensi terjadinya hujan lebat (curah hujan tinggi) yang diturunkan dari data TRMM dandiintegrasikan dengan peta kerawanan bencana banjir (daerah genangan). Validasi datacurah hujan TRMM di berbagai wilayah dilengkapi dengan penggunaan data terkini perluterus dilakukan agar dapat diketahui tingkat akurasinya sehingga faktor-faktor yangmempengaruhi curah hujan di wilayah tersebut dapat dipahami dengan baik.

2. DATA DAN METODE

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan TRMM tipe 3B43 mulai daribulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010 diperoleh darihttp://mirador.gsfc.nasa.gov. Format data TRMM berupa data Grid global tropis dengan gridlintang dan bujur masing-masing tiap 0,25o x 0,25o dalam satuan mm/jam. Untuk wilayahPapua digunakan data TRMM dengan posisi 0,875oLU - 11,875o LS, 130,125oBT –141,875oBT.

Sumber data curah hujan bulanan dari stasiun pengamat di wilayah Papua digunakan empatlokasi pengamatan, yaitu Stasiun Dok II, Jayapura (2,53o LS - 140,71o BT), Stasiun Mopah,Merauke (8,46o LS - 140,38o BT), Stasiun Frans Kasiepo, Biak (1,86o LS - 136,11o BT), danStasiun Nabire (3,36o LS - 135,5o BT) dari bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010. Sumber data curah hujan ini diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Page 132: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

116Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Metode penelitian yang digunakan untuk menghitung perbandingan data curah hujan yangdiperoleh dari satelit TRMM dengan data yang diperoleh dari stasiun pengamat adalahmetode statistik, yaitu dengan menghitung nilai koefisien korelasi statistik (R) yang dirumuskan sebagai berikut:

)y)(-y(n .)x)(-x(n

y.x -y.x n R

2222......................................................... (1)

variabel x dan y, sementara n adalah banyak pasangan data x dan y.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui tingkat akurasi data curah hujan TRMM maka dilakukan komparasi dengan data pengamatan yang diperoleh dari stasiun pengukur hujan menggunakan metodestatistik. Validasi data dilakukan per titik pengamatan yang disesuaikan dengan piksel pada lokasi yang sama pada data TRMM. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi statistik (R) antara data curah hujan yang diperoleh dari satelit TRMM dibandingkan terhadap data curahhujan dari stasiun pengamat berturut-turut untuk wilayah Merauke, Biak, Nabire dan Jayapura diperoleh nilai sebesar 0,84, 0,52, 0,58, dan 0,61.

Gambar 1 menampilkan grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengandata curah hujan dari Stasiun Mopah, Merauke bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010 sementara Gambar 2 merupakan plot data deret waktu antara keduavariabel tersebut. Dari perhitungan R dapat dilihat bahwa korelasi antara keduanya cukuptinggi dengan nilai R sebesar 0,84. Hal ini dapat dilihat dari tren kesesuaian kurva antaradata curah hujan bulanan TRMM dengan data dari stasiun pengukur hujan di wilayah tersebut.

Page 133: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

117Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 1. Grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari StasiunMopah, Merauke bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010

Gambar 2. Plot data curah hujan TRMM dan data curah hujan pengamatan dari Stasiun Mopah, Meraukebulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 3 menampilkan grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari Stasiun Frans Kasiepo, Biak bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010 sementara Gambar 4 merupakan plot data deret waktu antara keduavariabel tersebut. Dari perhitungan diperoleh nilai R sebesar 0,52. Pengaruh faktor lokal diwilayah Biak diduga menjadi penyebab akurasi data curah hujan TRMM rendah di wilayah tersebut. Posisi wilayah Biak yang dikelilingi perairan juga menyebabkan faktor global, yaituEl Niño Southern Oscillation (ENSO) dominan berperan mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di wilayah Biak.

Page 134: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

118Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 3. Grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari StasiunFrans Kasiepo, Biak bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 4. Plot data curah hujan TRMM dan data curah hujan pengamatan dari Stasiun Frans Kasiepo,Biak bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 5 menampilkan grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengandata curah hujan dari Stasiun Nabire sementara Gambar 6 merupakan plot data deret waktuantara kedua variabel tersebut dengan nilai R sebesar 0,58. Sama halnya dengan wilayahBiak yang dikelilingi perairan, wilayah Nabire yang terletak di wilayah pantai tampaknya jugasangat dipengaruhi oleh fenomena global ENSO, disamping juga faktor lokal.

Page 135: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

119Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 5. Grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari StasiunNabire bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 6. Plot data curah hujan TRMM dan data curah hujan pengamatan dari Stasiun Nabire bulanJanuari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 7 menampilkan grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari Stasiun Dok II Jayapura sementara Gambar 8 merupakan plot data deret waktu antara kedua variabel tersebut dengan nilai R sebesar 0,61. Selama interval waktu yang dianalisis, akurasi data curah hujan TRMM di wilayah Jayapura lebih baik dibandingkan dengan wilayah Biak dan Nabire walaupun posisi di sekitar pantai. Pengaruh ENSO diduga juga dominan mempengaruhi kondisi cuaca di wilayah Jayapura.

Page 136: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

120Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Gambar 7. Grafik persamaan linear antara data curah hujan TRMM dengan data curah hujan dari Stasiun Dok II Jayapura bulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Gambar 8. Plot data curah hujan TRMM dan data curah hujan pengamatan dari Stasiun Dok II Jayapurabulan Januari 1998 sampai dengan bulan Desember 2010.

Dikaitkan dengan posisi relatif matahari terhadap bumi telah dilakukan juga perhitungan nilai(R) berdasarkan musim, yaitu bulan Desember-Januari-Februari, bulan Maret-April-Mei, bulan Juni-Juli-Agustus, dan bulan September-Oktober-November. Dari perhitungan diperoleh nilai R untuk bulan Desember-Januari-Februari tahun 1998 sampai dengan tahun 2010 untuk wilayah Merauke, Biak, Nabire, dan Jayapura masing-masing sebesar 0,54, 0,13, 0,40, dan 0,59. Perhitungan nilai R untuk bulan Maret-April-Mei tahun 1998 sampai dengan tahun 2010 untuk wilayah Merauke, Biak, Nabire, dan Jayapura masing-masing sebesar 0,76, 0,50, 0,68, dan 0,51. Sementara untuk bulan Juni-Juli-Agustus pada interval tahun yang sama berturut-turut sebesar 0,89, 0,64, 0,53, dan 0,64. Dan untuk bulan September-Oktober-November nilai R yang diperoleh untuk wilayah yang bersesuaian sebesar 0,8, 0,65,0,77, dan 0,63.

Page 137: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

121Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Dari hasil yang diperoleh, akurasi curah hujan data TRMM di wilayah Merauke relatif tinggi untuk setiap musim yang dianalisis. Selama bulan bulan Desember-Januari-Februari R diwilayah Merauke sebesar 0,54 lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya diduga terkaitdengan kejadian ENSO. Dari Tabel I diringkas catatan kejadian ENSO selama bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2010.

Tabel I. Catatan kejadian ENSO tahun 1998 sampai dengan 2010 berdasarkan anomali SST(sumber: www.cpc.ncep.noaa.gov)

Indikator kondisi ENSO ditentukan berdasarkan anomali temperatur muka laut (Sea SurfaceTemperature, disingkat SST) di wilayah Pasifik. Anomali SST lebih besar atau sama dengan 0,5 °C di wilayah Niño 3.4 (5oLU-5oLS, 120oBB-170oBB) adalah indikasi kondisi fase hangat ENSO (El Niño), sementara anomali kurang dari atau sama dengan -0.5 °C berhubungan dengan fase dingin (La Niña). Niño Index Oceanic (ONI) merupakan indeks yang merupakananomali SST rata-rata selama tiga bulan berjalan. Jika ONI menunjukkan kondisi fase hangatatau dingin setidaknya untuk lima nilai berturut-turut, maka secara resmi dikatakan terjadiperistiwa El Niño atau La Niña. Pada Tabel I penentuan episode hangat (merah) dan dingin(biru) ONI didasarkan pada ambang batas ± -0,5 oC dengan periode dasar 30 tahun dan diperbarui setiap lima tahun.

Dari Tabel I dapat dilihat selama Desember-Januari-Februari frekuensi kejadian La Niña(fase dingin) lebih sering muncul dibandingkan El Niño (fase panas) yang berdampak peningkatan

Tahun DJF JFM FMA MAM AMJ MJJ JJA JAS ASO SON OND NDJ

1998 2,2 1,8 1,4 0,9 0,4 -0,2 -0,7 -1 -1,2 -1,3 -1,4 -1,5

1999 -1,5 -1,3 -1 -0,9 -0,9 -1 -1 -1,1 -1,1 -1,3 -1,5 -1,7

2000 -1,7 -1,5 -1,2 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,6 -0,6 -0,8 -0,8

2001 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 -0,1 0 0 -0,1 -0,2 -0,3 -0,3

2002 -0,2 0 0,1 0,3 0,5 0,7 0,8 0,8 0,9 1,2 1,3 1,3

2003 1,1 0,8 0,4 0 -0,2 -0,1 0,2 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3

2004 0,3 0,2 0,1 0,1 0,2 0,3 0,5 0,7 0,8 0,7 0,7 0,7

2005 0,6 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,1 0 -0,2 -0,5 -0,8

2006 -0,9 -0,7 -0,5 -0,3 0 0,1 0,2 0,3 0,5 0,8 1 1

2007 0,7 0,3 -0,1 -0,2 -0,3 -0,3 -0,4 -0,6 -0,8 -1,1 -1,2 -1,4

2008 -1,5 -1,5 -1,2 -0,9 -0,7 -0,5 -0,3 -0,2 -0,1 -0,2 -0,5 -0,7

2009 -0,8 -0,7 -0,5 -0,2 0,2 0,4 0,5 0,6 0,8 1,1 1,4 1,6

2010 1,6 1,3 1 0,6 0,1 -0,4 -0,9 -1,2 -1,4 -1,5 -1,5 -1,5

Page 138: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

122Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

hujan di wilayah tersebut. Hal ini pula yang diduga kuat mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim di tiga wilayah lain yang di analisis, yaitu Biak, Nabire, serta Jayapura. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami pengaruh ENSO di wilayah-wilayah tersebut.

4. KESIMPULAN

Dari perbandingan data curah hujan bulanan yang diperoleh dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) dengan data curah hujan dari stasiun pengamat di wilayah Papua selama tahun 1998 sampai dengan tahun 2010. Dari empat stasiun pengamat curah hujan yaitu di wilayah Merauke, Biak, Nabire, dan Jayapura diperoleh nilai R untuk keseluruhan bulan berturut-turut sebesar 0,84, 0,52, 0,58, dan 0,61. Untuk bulan Desember-Januari-Februari nilai R yang diperoleh sebesar 0,54, 0,13, 0,40, dan 0,59. Untuk bulan Maret-April-Mei masing-masing sebesar 0,76, 0,50, 0,68, dan 0,51. Untuk bulan Juni-Juli-Agustus 0,89, 0,64, 0,53, dan 0,64. Untuk bulan September-Oktober-November sebesar 0,8, 0,65, 0,77, dan 0,63. Faktor global ENSO diduga kuat mempengaruhi variabilitas curah hujan di keempat wilayah yang dianalisis.

DAFTAR PUSTAKA

As-syakur, A.R., dan Prasetia, R., 2010, Pola Spasial Anomali Curah Hujan Selama Maret Sampai Juni 2010 di Indonesia; Komparasi Data TRMM Multisatellite Precipitation Analysis (TMPA) 3B43 dengan Stasiun Pengamat Hujan, Prosiding Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia, pp. 505-516, Universitas Udayana.

As-syakur, A.R., Tanaka, T., Prasetia, R., Swardika, I.K., dan Kasa, I.W., 2010, Comparison of TRMM multisatellite precipitation analysis (TMPA) products and daily-monthly gauge data over Bali, International Journal of Remote Sensing, Vol. 32, pp. 8969-8982.

Khomarudin M.R., 2011, Inderaja LAPAN, Volume II No. 3 Desember 2011.

Meneghini, R., J. A. Jones, T. Iguchi, K. Okamoto and J. Kwiatkowski, 2004. A HybridSurface Reference Technique and Its Application to the TRMM Precipitation Radar. Journal of Atmospheric and Oceanic Technology: Vol. 21, No. 11, pp. 1645-1658.

Satiadi D., 2009, Perbandingan Curah Hujan Hasil Simulasi Model Sirkulasi Umum Atmosfer Dengan Data Observasi Satelit TRMM, Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara LAPAN, Vol. 4 No. 1, pp. 31-40.

Zubaidah A., Dede Dirgahayu, Dini Oktavia Ambarwati, Junita Monika Pasaribu, 2011, Manfaat Informasi Spasial Hujan TRMM Periodik dalam Pemantauan Kondisi Lahan Sawah, Inderaja LAPAN, Volume II No. 3.

Page 139: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

123Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

BIOGRAFI PENULIS

Jalu Tejo Nugroho, S.Si., M.Si

Email : [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M. Si) pada Jurusan Fisika, Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 2001Sarjana Sains (S. Si) pada Jurusan Fisika, Fakultas Matematika danIlmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia (UI), 1998

Penelitian yang diminati: Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk analisis curah hujandan kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, gunung api).

Nur Febrianti, S.Si.

Email : [email protected]; [email protected]

Pendidikan:Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004

Nur Febrianti telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2008. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagaidisiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

Dra. Any Zubaidah, M.Si.

Email : [email protected]

Pendidikan:Magister Sains (M.Si) pada program studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004Sarjana (Dra.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1984

Any Zubaidah sampai saat ini masih bekerja sebagai peneliti di Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana (LMB), Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Sejak tahun 1985 bekerja di Lembaga Penerbangan dan Atariksa Nasional, diterima di Bidang Teledeteksi Sumber

Page 140: bunga rampai pemanfaatan data cvt proof.pdf

124Bunga Rampai Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan, Deteksi, Dan Kajian Lingkungan

Daya Alam menangani kegiatan Pre Processing System (PPS) citra Inderaja. Tahun 1987 sebagai peneliti di Bidang Perolehan Data penginderaan jauh (Lehta) dibawah Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Tahun 1994 – 2001 sebagai peneliti dan Kasie Katalog dan Dokumentasi Bidang Bank Data, Pusat Pengembangan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh. Saat ini penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagaidisiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan danpotensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia(MAPIN)