Bulletin Hijaiyah, Tema: Friksi Politik Dan Persatuan Ummat

13
Sebab Kata Tumbuh Untuk Mengusik H JAIYAH Jurnal Edisi II: 24 Maret 2014 Friksi Politik dan Persatuan Ummat Islam Dalam setiap periode sejarah, Ummat Islam tidak pernah lepas dari friksi politik yang mengakibatkan keutuhannya sebagai ummatan wahidan menjadi terpecah belah. Perbedaaan pandangan yang dalam terminologi islam disebut sebagai rahmat tidak kemudian menjadi pondasi untuk membangun peradaban yang mapan dan sistemik, melainkan menghadirkan faksi-faksi politik yang saling menjatuhkan. Orentasi rahmat kemudian berubah menjadi hanya sekedar orientasi kekuasaan sesaat. Akhirnya, Islam yang dahulu sempat mengalami puncak keemasaannya mengalami kebuntuan dan kerancuan berfikir yang disebabkan oleh adanya kepentingan politik untuk melanggengkan atau melawan kekuasaan. Akibatnya orisinalitas dan otentisitas pemikiran justru tidak menghadirkan pencerahan. Perdebatan antar umat Islam semakin meruncing tanpa menemukan titik temu. Persatuan umat Islam menjadi sebuah khayalan, sulit untuk di ciptakan. Di tengah perdebatan yang semakin meruncing, membaca kembali peta konflik politik Islam merupakan hal yang perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat secara jujur bagaimana setiap pemikiran, setiap ide dan gagasan disebarluaskan dan dilembagakan menjadi sebuah intitusi maupun gerakan keagamaan, hal ini yang akan memperlihatkan kepada ummat Islam bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, dalam epos yang berbeda, pemahaman keagamaan tidak pernah lepas dari kondisi sosial masyarakat tertentu yang membentuk dialektika pemahaman keagamaan mereka sendiri. Umat Islam Indonesia termasuk bagian dari negara dengan mayoritas muslim yang tidak terlepas dari terjadinya konflik. Gerakan kegamaan yang bersifat puritan, modern, sekuler, liberal hingga fundamental, dari Islam politik hingga politik Islam memperlihatkan proses panjang islamisasi di Indonesia yang begitu bercorak dan beragam. Namun persoalannya adalah dengan berbagai khasanan pemikiran, dari berbagai bentuk corak gerakan dan dari berbagai bentuk orientasi politik dan kendaraan politiknya. Umat Islam seperti terjebak dalam perdebatan yang justru tidak subtantif. Perdebatan justru tidak kunjung menemukan sintesa dari dilalektika, inilah kejumudan yang melahirkan perpecahan dan keterasingan ummat Islam, hilangnya kerukunan dan akhirnya, kesejahteraan umat terabaikan. Kepentingan umat menjadi korban dari pertikaian tanpa akhir. Apakah ummat Islam Indonesia bisa memposisikan dirinya dihadapan persoalan ummat yang terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman? Hal inilah yang menjadi titik refleksi yang semestinya bisa di tranformasikan kedalam tatanan masyarakat Indonesia. Akhirnya ummat Islam bisa bersanding bersama problem kemuatan. (Redaksi) JURNAL HIJAIYAH Pelindung: Allah SWT Dewan Kehormatan: Ali Rokhman Ph.D Dr. Ridwan M.Ag H. Ashad Kusuma D Ahmad Sabiq M.A Redaktur Pelaksana: Staf Redaksi: Bagus Argha Mulia Muhammad Dimas A P Idrus Chaelani Desi Eka Rahmayanti Website: www.jurnalhijaiyah.com Email: [email protected] Telp: 085726005884 Arief Ikhsanudin Syahid M Muthahhari Diterbitkan Oleh: HMI-MPO Purwokerto Sekretariat: JL. Kenanga No.141 Rt: 02 Rw: II Kel. Grendeng Purwokerto Utara 1 Editorial edisi II:

description

Buletin Hijaiyah buatan kawan-kawan HMI Purwokerto.

Transcript of Bulletin Hijaiyah, Tema: Friksi Politik Dan Persatuan Ummat

  • Sebab Kata Tumbuh Untuk MengusikH JAIYAHJurnal Edisi II: 24 Maret 2014

    Friksi Politik dan Persatuan Ummat Islam Dalam setiap periode sejarah, Ummat Islam tidak pernah lepas dari

    friksi politik yang mengakibatkan keutuhannya sebagai ummatan wahidan menjadi terpecah belah. Perbedaaan pandangan yang dalam terminologi islam disebut sebagai rahmat tidak kemudian menjadi pondasi untuk membangun peradaban yang mapan dan sistemik, melainkan menghadirkan faksi-faksi politik yang saling menjatuhkan. Orentasi rahmat kemudian berubah menjadi hanya sekedar orientasi kekuasaan sesaat.

    Akhirnya, Islam yang dahulu sempat mengalami puncak keemasaannya mengalami kebuntuan dan kerancuan berfikir yang disebabkan oleh adanya kepentingan politik untuk melanggengkan atau melawan kekuasaan. Akibatnya orisinalitas dan otentisitas pemikiran justru tidak menghadirkan pencerahan. Perdebatan antar umat Islam semakin meruncing tanpa menemukan titik temu. Persatuan umat Islam menjadi sebuah khayalan, sulit untuk di ciptakan.

    Di tengah perdebatan yang semakin meruncing, membaca kembali peta konflik politik Islam merupakan hal yang perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat secara jujur bagaimana setiap pemikiran, setiap ide dan gagasan disebarluaskan dan dilembagakan menjadi sebuah intitusi maupun gerakan keagamaan, hal ini yang akan memperlihatkan kepada ummat Islam bahwa dalam rentang sejarah yang panjang, dalam epos yang berbeda, pemahaman keagamaan tidak pernah lepas dari kondisi sosial masyarakat tertentu yang membentuk dialektika pemahaman keagamaan mereka sendiri.

    Umat Islam Indonesia termasuk bagian dari negara dengan mayoritas muslim yang tidak terlepas dari terjadinya konflik. Gerakan kegamaan yang bersifat puritan, modern, sekuler, liberal hingga fundamental, dari Islam politik hingga politik Islam memperlihatkan proses panjang islamisasi di Indonesia yang begitu bercorak dan beragam. Namun persoalannya adalah dengan berbagai khasanan pemikiran, dari berbagai bentuk corak gerakan dan dari berbagai bentuk orientasi politik dan kendaraan politiknya. Umat Islam seperti terjebak dalam perdebatan yang justru tidak subtantif. Perdebatan justru tidak kunjung menemukan sintesa dari dilalektika, inilah kejumudan yang melahirkan perpecahan dan keterasingan ummat Islam, hilangnya kerukunan dan akhirnya, kesejahteraan umat terabaikan. Kepentingan umat menjadi korban dari pertikaian tanpa akhir.

    Apakah ummat Islam Indonesia bisa memposisikan dirinya dihadapan persoalan ummat yang terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman? Hal inilah yang menjadi titik refleksi yang semestinya bisa di tranformasikan kedalam tatanan masyarakat Indonesia. Akhirnya ummat Islam bisa bersanding bersama problem kemuatan. (Redaksi)

    J U R N A L H I J A I Y A H

    Pelindung:Allah SWTDewan Kehormatan:Ali Rokhman Ph.DDr. Ridwan M.AgH. Ashad Kusuma DAhmad Sabiq M.ARedaktur Pelaksana:

    Staf Redaksi:Bagus Argha MuliaMuhammad Dimas A PIdrus ChaelaniDesi Eka RahmayantiWebsite:www.jurnalhijaiyah.com

    Email:[email protected]:085726005884

    Arief IkhsanudinSyahid M Muthahhari

    Diterbitkan Oleh:HMI-MPO PurwokertoSekretariat:JL. Kenanga No.141 Rt: 02 Rw: II Kel. Grendeng Purwokerto Utara

    1

    Editorial edisi II:

  • Indonesia: Konflik Politik Islam dan Pendekatan Sosio Kultural

    Oleh: Muhammad Azmy

    Pendahuluan partai Islam. Akibatnya, tidak saja para pemimpin dan aktivis Islam politik gagal menjadikan Islam sebagai Islam berarti harmoni dan daya kesempurnaan dasar ideologi dan agama Negara pada 1945 dengan segala kondisi kehidupan yang memiliki (menjelang kemerdekaan) dan lagi pada akhir 1950-an berbagai aspek spiritual dan kehidupan. Islam bukanlah (dalam perdebatan-perdebatan di majelis konstituante) serangkaian pemikiran dalam dunia spekulasi metafisika mengenai masa depan konstitusi Indonesia, tapi juga belaka, bukan pula eksis untuk sekedar mengatur secara politis berkali-kali disebut sebagai kelompok kehidupan sosial manusia. Islam memiliki daya tarik minoritas atau kelompok luar. Dengan kata lain, Islam sekaligus daya tolak bagi kutub-kutub yang berbeda politik telah berhasil dikalahkan, baik secara sekaligus menawarkan pada masing-masing kutub konstitusional, fisik, birokratis, lewat pemilu secara suatu pemikiran universal yang mampu menjawab simbolik. Bahkan sampai pada titik dimana Islam tidak segala persoalan yang memecah belah umat manusia.dipercaya, dicurigai menentang ideologi Negara Keragaman dalam tubuh islam menuntut Pancasila.dirumuskannya suatu tatanan yang bisa mewakili umat

    Terlepas dari keinginan negara untuk mengakui Islam dalam benturannya atas heterogenitas. dan membantu umat Islam dalam mempraktikkan ajaran Munculnya dua kelompok besar pemikiran politik Islam, agama mereka, aktivis muslim di Indonesia memandang yang pertama, perlu dan wajibnya sebuah pemerintahan bahwa Negara tengah melakukan manuver untuk dalam bentuk Negara Islam. Pemikiran ini sering menghilangkan arti penting politik Islam dan pada saat d i k a t e g o r i k a n s e b a g a i r e v i v a l i s m e a t a u yang sama mendukung gagasan mengenai sebuah fundamentalisme yang mengusung reaksi ekstrem masyarakat politik yang sekuler. Negara dianggap terhadap meluasnya ide-ide pemikiran Barat ke dunia berstandar ganda, di satu sisi mengizinkan dimensi Islam. Para pendukung arus ini secara mutlak menolak spritual Islam (riualitas fiqhiyah) untuk berkembang dan liberalisme parlementer dan ideologi-ideologi Barat tumbuh, di sisi lain sama sekali tak memberi ruang gerak lainnya.atau kesempatan bagi berkembangnya islam politik.Ke lompok kedua menyatakan bahwa

    pemerintahan atau negara islam tidak wajib didirkan, Seorang pemikir terkemuka V.Fitzgerald dalam yang perlu dibangun adalah kehidupan masyarakat bukunya Mohamedian Law mengemukakan bahwa madani, islami, dan syariat bisa dijalankan di situ dengan Islam bukanlah semata agama (a religion), tetapi juga aman, terjamin dan tanpa hambatan. merupakan sebuah sistem politik (a political system).

    Begitu juga seorang orintalis asal Amerika, H.A.R.Gibb Mereka biasa dikategorikan sebagai pendukung mengemukakan, jelaslah bahwa Islam bukan sekedar interpretasi liberal yang berupaya untuk menunjukkan kepercayaan agama individual, tetapi ia meniscayakan keserasian Islam dengan nilai-nilai modernism yang berdirinya suatu bangunan masyarakat yang berlaku, lebih tepatnya dengan sistem politik Barat. independen. Ia mempunyai metode tersendiri dalam Pendukung arus ini melihat kepentingan-kepentingan sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan dan tujuan-tujuan mereka dari sudut pandang sekuler, institusi.yang sebagian besar mengadopsi ideologi-ideologi

    Adapun fakta-fakta sejarah Islam menunjukkan, seperti Nasionalisme, Pan-Arabisme, Sosialisme, dan bahwa sistem politik yang dibangun oleh Rasulullah saw Marxisme. Tanpa perlu menitikberatkan apakah itu bersama kaum mukmin di Madinah, jika dilihat dari segi dibawah naungan pemerintahan Islam ataupun bukan. praksis dan diukur dengan variable-variabel sistem Dengan demikian, kerangka politik pun dibangun, politik modern, maka akan dapat dikatakan bahwa tentunya tidak luput dari pijakan sejarah, perkembangan, sistem itu adalah sistem politik par excellence, tetapi dan perubahan-perubahan yang terjadi.juga tak disangkal jika dikatakan sebagai sistem Di Indonesia, hubungan politik Islam dan Negara religious karena dilihat dari tujuan-tujuan, motifmotif, mengalami jalan buntu, semenjak pemerintahan dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.Soekarno maupun Soeharto. Kedua presiden tersebut

    Pada ujung satu spektrum, beberapa kalangan memandang bahwa partai-partai politik yang Muslim beranggapan bahwa Islam harus menjadi dasar berlandaskan Islam sebagai pesaing kekuasaan yang Negara; bahwa kedaulatan politik ada di tangan Tuhan; potensial, yang dapat merobohkan landasan Negara. bahwa gagasan tentang Negara bangsa (nation-state) Selama empat dekade, kedua pemerintahan di atas bertentangan dengan konsep ummah (komunitas Islam) berupaya untuk melemahkan dan menjinakkan partai-

    2

  • yang tidak mengenal batas-batas politik atau berbuntut pada konflik yang menyebabkannya terbunuh, kedaerahan; dan bahwa, sementara mengakui prinsip dan dilantiknya Imam Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah syura (musyawarah), aplikasi prinsip itu berbeda dengan keempat. Namun Ali bin Abi Thalib segera mendapat gagasan demokrasi yang dikenal dalam diskursus politik perlawanan dari Aisyah, Talhah, Zubair dan Muawiyah. modern dewasa ini. Perang Jamal yang melibatkan tiga nama pertama

    Pada ujung spektrum yang lain, beberapa berhasil dimenangkan, namun berbeda dalam perang kalangan Muslim lainnya berpendapat bahwa Islam Shiffin. Muawiyah yang menyadari posisinya terdesak tidak meletakkan suatu pola baku tentang teori Negara menawarkan arbitrase.(atau sistem politik) yang harus dijalankan oleh ummah. Proses arbitrase inilah yang kelak melahirkan Dalam kata-kata Muhammad 'Imara, seorang pemikir kelompok Khawarij, yang kemudian dikenal sebagai Muslim Mesir, mengatakan: golongan radikal baik pandangan politik maupun

    Islam sebagai agama tidak menentukan suatu teologisnya. Khawarij menilai Muawiyah dan Ali sudah sistem pemerintahan tertentu bagi kaum Muslim, karena berdosa besar , kafir atau murtad dari Islam, dan karena logika tentang kesesuaian agama ini untuk sepanjang itu darah mereka halal ditumpahkan. Semboyan yang masa dan tempat menuntut agar soal-soal yang akan digunakan Khawarij adalah La hukma illa lillah (tidak selalu berubah oleh kekuatan evolusi harus diserahkan ada hukum selain bagi Allah) dan La hakama illa Allah kepada akal manusia (untuk memikirkannya), dibentuk (tidak ada hukum selain Allah) yang diangkat dari surat al menurut kepentingan umum dan dalam kerangka Maidah ayat 44.prinsip-prinsip umum yang telah digariskan agama ini. Pandangan theologis yang keras ini diikuti pula

    Menurut aliran pemikiran ini, bahkan istilah dengan sikap politis yang ekstrem dan radikal. Mereka Negara (dawlah) pun tidak dapat ditemukan dalam al berpendapat bahwa orang-orang yang tak sependapat Quran. Namun demikian, pendapat tersebut juga dengan mereka adalah musyrik sehingga halal mengakui bahwa al Quran mengandung nilai-nilai dan darahnya. Hanya daerah mereka sendiri yang termasuk ajaran-ajaran yang bersifat etis...mengenai aktivitas dalam dar al Islam, sedangkan kawasan Muslim lain sosial dan politik umat manusia. Ajaran-ajaran ini adalah dar al Kufr (dar al Harb) yang harus diperangi dan mencakup prinsip-prinsip tentang keadilan, kesamaan, dihancurkan. Hal ini menimbulkan reaksi dan respon dari persaudaraan, dan kebebasan. kalangan Islam lainnya. Maka memunculkan aliran

    Model teoritis politik islam yang pertama, teologi (kalam) Murji'ah, Syi'ah, Mu'tazilah, Maturidiyah, merefleksikan adanya kecenderungan untuk Asy'ariah dan lain-lain. Dan setiap aliran itu kemudian menekankan aspek legal dan formal idealisme politik mencari keabsahan pandangannya dalam ayat-ayat al Islam. Kecenderungan seperti ini biasanya ditandai Quran dan Hadits, yang tentunya dilihat dari perspektif dengan keingninan untuk menerapkan syariah secara masing-masing, sehingga pemahaman terhadap ayat-langsung sebagai konstitusi Negara. Negara-negara ayat al Quran cenderung tidak lagi utuh dalam satu yang di dalamnya muncul kecenderungan seperti itu bisa kesatuan.ditemukan seperti di Mesir, Sudan, Maroko, Pakistan, Seiring dengan kian kompleksnya konflik politik Malaysia, Aljazair dan Indonesia, model seperti itu dan perbedaan teologis dan semakin menajamnya berpotensi untuk berbenturan dengan sistem politik perbedaan-perbedaan pemahaman dalam melihat modern. ajaran Islam, terciptalah konflik misalnya antara

    Sebaliknya, aliran dan model pemikiran kedua Mu'tazilah melawan Asy'ariah, antara kaum filosof lebih menekankan substansi daripada bentuk Negara dengan kaum mutakallimin, antara ahli syariah dngan yang legal dan formal. Karena wataknya yang ahli tasawuf, dan lain-lain. Hingga mengantarkan pada substansialis itu (dengan menekankan nilai-nilai situasi kemunduran dan terjajah secara berturut-turut keadilan, persamaan, musyawarah, dan partisipasi, semenjak Mongol meskipun akhirnya bangsa Mongol yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam), memeluk Islam--, hingga Barat hadir di berbagai wilayah kecenderungan itu mempunyai potensi untuk berperan umat Islam baik secara militer, budaya, teknologi, sebagai pendekatan yang dapat menghubungkan Islam ekonomi dan sebagainya. Islam menjadi termarjinalkan; dengan sistem politik modern, di mana Negara-bangsa kemiskinan dalam bidang ekonomi, tertinggal dalam (nation-state) merupakan salah satu unsur utamanya. pendidikan, tertindas dalam bidang politik dan

    sebagainya. Sejarah Konflik Politik Islam Gerakan fundamentalis Islam pra-modern

    Bermula dari persoalan suksesi di Saqifah yang pertama, yang selanjutnya menjadi prototype banyak tidak tuntas hingga memunculkan beberapa faksi, gerakan fundamentalis Islam muncul di Semenanjung berlanjut dan semakin meruncing dan memuncak pada Arabia, di bawah pimpinan Muhammad ibn 'Abd al- masa khalifah ketiga. Khalifah utsman bin Affan yang Wahhab (1703-92). Banyak dipengaruhi gagasan-dinilai terlalu lemah, sehingga mudah dipengaruhi gagasan Ibn Taymiyah dan memperoleh pendidikan di kepentingan-kepentingan kekeluargaan (nepotisme), kalangan 'ulama' di Haramayn, Ibn 'Abd al-Wahhab

    3

  • menggoyang pendulum reformisme Islam ke titik yang disetujui oleh Saudi. Mendirikan Organisasi ekstrem: fundamentalisme Islam radikal. Bekerjasama Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1969 dan melalui dengan kepala kabilah lokal di Nejd, Ibn Saud (w.1765), organisasi ini mendirikan Bank Pembangunan Islam Ibn 'Abd al-Wahhab melancarkan serangan terhadap pada tahun 1970an. Melalui organisasi-organisasi kaum muslim yang dipandangnya telah menyimpang semacam ittulah, pemerintah Saudi dan pebisnis kaya dari ajaran Islam yang murni; yang menurutnya banyak raya Saudi mengekspor paham Wahhabi ke seluruh mempraktekkan bid'ah, khurafat, takhayul dan dunia. Selain itu, dibangun hubungan ikatan-ikatan yang semacamnya. Fundamentalisme Wahhabi tidak hanya erat dengan organisasiorganisasi dan gerakan-berupa purifikasi tauhid, tetapi juga penumpahan darah gerakan Islam utama seperti Ikhwanul Muslimin dan dan penjarahan Mekkah dan Madinah, yang diikuti Jamaat-i-Islami. Meskipun di antara mereka memiliki pemusnahan monumen-monumen historis yang mereka perbedaan-perbedaan yang signifikan, namun mereka pandang sebagai praktek-praktek menyimpang. memiliki visi relijius yang sama yakni kembali ke

    Bergeser ke wilayah lain, gerakan fundamentalis fundamental Islam dan adanya musuh bersama yang mirip dengan Wahhabi muncul dalam gerakan Nasserisme, sekulerisme, dan komunisme.Padri di Minangkabau. Gerakan Padri bermula dari Perubahan-perubahan dramatik sebagai akibat pembaharuan moderat yang dilancarkan oleh Tuanku konflik politik Islam di berbagai penjuru dunia menelusup Nan Tuo dari mudrid-muridnya dari Surau Koto Tuo, masuk dan mempengaruhi umat Islam di Indonesia. Agam, sejak perempatan abad ke-18. Oposisi yang Pengaruh-pengaruhya demikian lebih terasa dan keras dari para pembaharu moderat dan kaum adat berkembang secara terbuka pada masa pasca merupakan faktor penting yang mendorong terjadinya Reformasi 1998 karena adanya perubahan regulasi radikalisasi gerakan pembaharuan ini oleh murid-murid mengenai keorganisasian dan berbagai corak pemikiran Tuanku Nan Tuo, khususnya Tuanku Nan Renceh. serta ideologi. Gesekan-gesekan yang terjadi pada level Kembalinya tiga haji pada tahun 1803 Haji Miskin, Haji terendah masyarakat hingga level elit politik tak bisa Sumanik dan Haji Piobang setelah melaksanakan haji di dihindari. Hal tersebut memicu lahirnya berbagai Mekkah pada waktu kaum Wahhabi Berjaya di tanah suci pemikiran mengenai sebuah bentuk Islam yang cocok menjadi pemicu gerakan jihad kaum Padri melawan dan tepat untuk diaplikasikan di Indonesia dengan kaum muslim yang menolak mengikuti ajaran keras keragaman corak budaya, adat istiadat, bahasa, suku, mereka. Di antara pandangan kaum Padri yang mirip dan kearifan lokalnya. dengan gerakan Wahhabi adalah oposisi terhadap Dalam satu kurun waktu di Indonesia ada bid'ah dan khurafat, serta pelarangan penggunaan beberapa peristiwa konflik internal umat Islam, baik itu tembakau dan pakaian sutra. konflik antar mazhab, gesekan tradisi fiqih, gesekan

    Pada masa perkembangannya, Wahhabi pengaruh antar lembaga, hingga konflik-konflik di level menggambarkan cap Islam Arab Saudi yang elit politik. Setidaknya konflik-konflik tersebut memang ultrakonservatif dan puritan: literalis, kaku, dan eksklusif. bisa berangkat dari persoalan agama, atau agama Wahhabi mencari jalan untuk menerapkan keyakinan sekedar dijadikan balutan atas konflik. Namun, tak bisa dan penafsiran mereka yang keras ini, yang mana dipungkiri, bahwa konflik politik Islam yang terjadi dalam secara umum tidak diterima oleh kaum muslimin lainnya rentetan sejarah hingga menjadi bentuk-bentuknya di di seluruh dunia Islam, baik dari kalangan Sunni maupun masa kini turut memberikan andil signifikan munculnya Syi'ah. konflik di Negara ini. Indonesia dengan latar

    Visi Wahhabi menginternasional pada tahun- b e l a k a n g n y a y a n g M u l t i r e l i j i u s tahun 1960an sebagai respons atas ancaman yang (Islam,Hindu,Buddha,Katolik,Kristen,Kepercayaan, dikemukakan oleh nasionalisme dan sosialisme Arab. Kong Hu Chu) dengan berbagai varian aliran-aliran di Dipicu oleh petrodollar, terutama kekayaan dari dalamnya, dan juga Multietnik (Melayu, Jawa, Sunda, meroketnya pendapatan setelah embargo minyak tahun Batak, Bugis, Papua, Ambon, Arab, China, dsb) dituntut 1973. Arab Saudi pun menciptakan organisasi- untuk menyajikan sebuah formula ke-Islam-an yang organisasi Islam internasional yang dibiayai oleh Negara lebih akomodatif dan kontekstual. guna mempromosikan ideologi, visi pan-Islami, dan basis Wahhabi-nya. Mendirikan Liga Islam Dunia di Solusi: Pendekatan Sosio-Kulturaltahun 1962 yang aktif terlibat dalam dakwah Salah satu tokoh sentral dalam upayanya internasional yang enerjik, mendakwahkan dan menjembatani dunia Islam tradisional dan pemikiran menyebarkan paham Wahhabi kepada muslim dan non- modern di Indonesia adalah K.H Abdurrahman Wahid muslim, membiayai pembangunan masjid-masjid, (Gus Dur). Seorang intelektual reformis yang sekolah-sekolah, perpustakaan-perpustakaan, rumah mendukung sintesa dan agenda sosial yang sakit-rumah sakit, dan klinik-klinik. Melatih dan membedakan antara doktrin-doktrin atau hukum-hukum mencukupi para imam masjid, mendistribusikan puluhan agama yang tak berubah dan doktrin-doktrin atau juta al Quran terjemahan dan literatur-literatur agama hukum-hukum yang dapat diganti guna mengakomodasi

    4

  • perubahan sosial. Dua pilihan yang menghadang dan persamaan. Dengan demikian, peran umat Islam adalah: mengikuti suatu Islam statis yang legal- dalam kehidupan berbangsa ini akan lebih efektif dan formalistis atau memperoleh kembali atau menggubah perilaku mereka akan lebih demokratis.lagi sebuah pandangan global yang lebih dinamis, Wahid merumuskan sebuah tujuan perlawanan, kosmopilitan, universal, dan pluralis. Berkebalikan orientasi dan metode melalui pendekatan kultural. dengan kebanyakan fundamentalis hari ini, ia menolak Dalam pandangannya, bahwa perubahan bias terjadi pemikiran bahwa Islam mesti membentuk basis bagi dalam proses yang panjang (evolusi). Berikut sistem politik atau legal negara bangsa-bangsa, suatu pendapatnya :pemikiran yang digolongkannyaa sebagai sebuah tradisi Perlawanan kultural tersebut akan Timur Tengah yang asing bagi Indonesia. mencapai tujuannya apabila diletakkan

    Islam Kosmopolitan Wahid bersifat pluralistik dan dalam kerangka lebih luas dari apa yang global, mempertegas keragaman bangsa dan dimilikinya selama ini. Ia tidak lagi cukup peradaban. Tantangan bagi kaum muslimin kontemporer hanya menjadi ekspresi keimanan adalah menjelaskan dengan jernih dan melestarikan sebagai muslim untuk menegakkan identitas otentik yang diberitahukan oleh warisan Islam ajaran formal Islam belaka, tetapi harus mereka namun terbuka bagi realitas-realitas menjadi bagian dari upaya kemanusiaan kosmopolitan sebuah lingkungan yang global. umum untuk membebaskan rakyat yang Landasannya adalah pengakun atas hak-hak dasar tertindas dari belenggu kenistaan, universal, menghormati kepercayaan, ideologi, dan keh inaan dan kepapaan yang kebudayaan orang lain, dan terbuka pada hal-hal terbaik menurunkan derajatnya sebagai yang ditawarkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. makhluk mulia. Untuk itu dituntut dari

    Abdurrahman Wahid pernah menyampaikan gerakan-gerakan perlawanan kultural konsepsinya yang dikenal dengan Pribumisasi Islam. kaum muslimin agar terlebih dahulu Pribumisasi Islam bukanlah 'jawanisasi' atau mampu hidup bersama dengan manusia sinkretisme, sebab pribumisasi Islam hanya dari agama-agama lain, ideologi politik mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan lokal di dan pandangan budaya, yang memiliki dalam merumuskan hukum-hukum agama, tanpa kesamaan pandangan dasar tentang merubah hukum itu sendiri. Juga bukannya hakikat tempat manusia dalam merumuskan upaya meninggalkan norma demi budaya, kehidupan dan cara-cara untuk tetapi agar norma-norma itu menampung kebutuhan- mewujudkannya.kebutuhan darri budaya dengan mempergunakan Yang dimaksud dengan pendekatan sosio-peluang yang disediakan oleh variasi pemahaman nash, kultural adalah hendak melakukan perubahan cultural dengan tetap memberikan peranan kepada Ushul Fiqh secara sadar, yang akan menghindari terjadinya dan Qaidah Fiqh. Sedangkan sinkretisme adalah usaha kekerasan secara tidak seimbang, dan hendak memadukan teologia atau sistem kepercayaan lama melakukan perubahan struktur secara evolusioner tentang sekian banyak hal yang diyakini sebagai melalui level masyarakat, bukan pada level Negara. kekuatan ghaib berikut dimensi eskatologisnya dengan Dengan pendekatan sosio-kultural, agama tidak hanya Islam, yang lalu membuat semacam panteisme. bagi keperluan spiritualitas pribadi, namun juga bagi nilai

    Pendekatan sosio-kultural menyangkut yang akan menjiwai masyarakat, termasuk masyarakat kemampuan orang Islam untuk memahami masalah- politik (Negara). Karenanya Wahid melihat Negara masalah dasar yang dihadapi bangsa, dan bukan Pancasila merupakan Negara sekuler yang tidak berusaha memaksakan agendanya sendiri. Kalau yang sekulerisme. Baginya Pancasila harus dimaknai sebagai terakhir ini terjadi, maka yang berlangsung sebenarnya ideologi terbuka yang harus menjunjung tinggi hanyalah proses eskapisme (pelarian). Umat Islam mekanisme demokrasi.menuntut syarat-syarat yang terlalu idealistik untuk menjadi muslim yang baik. Lalu tidak diakuilah kemusliman orang yang tidak mampu memenuhi syarat- DAFTAR PUSTAKAsyarat itu, seperti orang-orang yang baru bisa melaksanakan ibadah haji dan zakat sementara belum Azra, Azyumardi, Pergolakan Polit ik Islam: Dari mampu melaksanakan shalat dan puasa dengan baik. Fundamentalisme, Modernisme, Hingga Post Modernisme, Kecenderungan formalisasi ajaran Islam dalam Jakarta: Paramadina, 1996kehidupann masyarakat dan islamisasi dalam bentuk Effendy, Bahtiar, Islam & Negara: Transformasi Gagasan dan manifestasi simbolik ini jelas tidak menguntungkan Praktek Politik di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1998karena hanya akan menimbulkan kekeringan substitusi. Esposito, John L., Unholy War: Teror Atas Nama Islam, Karena itu patut diusulkan agar terlebih dahulu Islam Yogyakarta: Ikon Teralitera, 2003menekankan pembicaraan tentang keadilan, demokrasi Musawi Lari, Mujtaba, Islam: Spirit Sepanjang Zaman,

    5

  • Jakarta: Al-Huda, 2010 Citra,2006Rochmat, Saefur, Jurnal Kebudayaan & Peradaban Islam: Wahid, Abdurrahman, Islam Indonesia Menatap Masa Depan, Jurnal Al-Qurba Vol.2, Ragam Pemikiran Politik Islam, Pengantar Dawam Rahardjo, Bab.Pribumisasi Islam, Bab.Abdurrahman Wahid,Islam, dan Negara: Pendekatan Jakarta:Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Sosio-Kultural, Makassar: Komunitas Mafatihul Jinan, 2011 Masyarakat (P3M), 1989Satori, Akhmad, Sistem Pemerintahan Iran Modern: Konsep Wilayatul Faqih Imam Khomeini Sebagai Teologi Politik dalam Relasi Agama & Demokrasi, Yogyakarta: Rausyan Fikr Institute, 2012Vaezi, Ahmad, Agama Politik: Nalar Politik Islam, Jakarta:

    Konflik Internal dan Masa Depan Parpol IslamOleh: Inggar Saputra[1]

    kokoh. Pada tahun 1999 misalnya pernah dimunculkan Abstract gagasan koalisi parpol Islam bertajuk poros tengah

    Perolehan suara partai politik Islam pasca sebagai usaha memaksimalkan peran politik umat Islam kesuksesan di Pemilu 1955 terus menurun. dalam ajang perebutan kepemimpinan nasional. Dengan Dalam setiap pemilu, parpol Islam selalu mengusung tokoh kharismatik NU, Abdurrahman Wahid, kalah dari partai nasionalis sekuler. Ini koalisi ini berhasil memenangkan pertarungan dengan sebagai tanda bahwa meski mayoritas menyingkirkan Megawati Soekarnoputri yang didukung penduduk Indonesia adalah muslim, partai PDIP. Tapi koalisi transaksional itu kandas setelah Gus politik Islam belum menjadi pilihan utama. Dur bertindak arogan dengan memecat menteri parpol Salah satu sebabnya, kesibukan partai pengusungnya karena terjadi perbedaan pendapat politik Islam dalam mengurus konflik (Ahmad Dzakirin: 2010). Belakangan ini, koalisi parpol internalnya sehingga gagal memimpin di Islam bahkan tidak pernah berhasil diwujudkan dengan Indonesia. Untuk itu, dibutuhkan solusi berpijak kepada alasan sudah bukan waktunya politik untuk menyelesaikan konflik internal aliran menjadi mainstream utama dalam merebut hati sehingga ke depan partai politik Islam pemilih. dapat fokus kepada agenda kolektif di Dalam kacamata kehidupan demokrasi yang pemerintahan maupun parlemen dan berkembang subur sejak pasca reformasi, belum penjaringan suara pemilih pemula dan mampunya partai politik Islam mengulang sejarah emas massa mengambang agar mau memilihnya Masyumi menjadi bukti belum menyatunya kekuatan umat dalam pemilu 2014 mendatang. Islam. Padahal hampir 90% penduduk Indonesia adalah

    muslim. Organisasi Islam yang berjuang di jalur Kata-kata kunci: partai politik Islam; pendidikan, sosial dan politik bahkan sudah berkembang

    konflik ; pemilu sebelum berdiri Republik Indonesia. Dalam catatan sejarah Sarekat Islam dan Jami'at Khair lahir pada 1905,

    Pendahuluan Persyarikatan Ulama (1911), Muhammadiyah (1912), Al Harus diakui, rekor terbesar kemenangan politik Irsyad (1913), Persatuan Islam (1923) dan Nahdlatul

    Indonesia masih dipegang Partai Masyumi. Melalui Ulama (1923) Fakta historis itu seharusnya menguatkan tangan dingin Muhammad Natsir dkk, Partai Masyumi parpol Islam, bahwa kemenangan politik umat Islam pada dekade 1950-an berhasil menorehkan tinta emas sudah waktunya tiba. Realisasinya, sampai Pemilu 2009, dengan mendapatkan 20 persen suara sehingga parpol Islam tidak pernah sukses menjadi pilihan utama mendapatkan posisi kedua dalam Pemilu 1955. Pasca itu, umat Islam (Andree: 2009) partai politik Islam hampir dapat dikatakan belum mampu Fakta historis itu menyiratkan suatu kesimpulan kembali merebut simpati publik untuk memilihnya dalam bagaimana konsolidasi internal umat Islam khususnya ajang Pemilihan Umum. Dalam beberapa kali kesempatan dalam sektor politik masih lemah. Dalam struktur Pemilu kekuatan politik nasionalis-sekuler selalu mampu masyarakat Indonesia yang religius, partai Islam belum keluar sebagai pemenang. Ini menandakan belum adanya mampu menghadirkan pesona terbaiknya sehingga layak keutuhan kekuatan politik Islam untuk menggalang dipilih umat Islam. Dalam pemilu terakhir tahun 2009 gerakan bersama sehingga mampu memenangkan misalnya semua parpol Islam terlempar dari tiga besar. persaingan merebut kekuasaan dalam kehidupan Kondisi itu berbanding terbalik dengan dua partai lama, bernegara. Partai Golkar dan PDI-Perjuangan yang semakin kokoh

    Setiap menjelang pemilu memang selalu sebagai partai papan atas. berkembang wacana koalisi partai politik Islam. Namun ikatan yang terbangun bukan murni ideologis melainkan Partai Politik Islam di Indonesia kepentingan fragmatisme masing-masing partai sehingga

    Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, partai tidak pernah sukses melahirkan kesadaran internal yang

    6

  • politik adalah instrumen penting dalam kehidupan politik Islam terus berusaha mengambil peran aktif sejak pemilu Indonesia. Aksioma yang berlaku, tak ada sistem politik pertama kali digelar. yang berjalan tanpa partai politik kecuali sistem politik Pada Pemilu 29 September 1955, setidaknya ada otoriter dimana raja atau penguasa dalam menjalankan lima parpol Islam yang ikut berpartisipasi aktif yakni kekuasaannya sangat bergantung kepada tentara dan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Nahdatul polisi (Roy Macridis: 1988) Di parlemen misalnya para Ulama (NU), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai anggota parlemen dipilih rakyat melalui mekanisme Tharekat Islam Indonesia (PTII), Persatuan Tarbiyah pemilu yang dijalankan partai politik. Kekuatan partai Islamiyah (PERTI). Hasilnya cukup menggembirakan, politik juga yang menentukan hampir sebagian besar dimana parpol Islam mendapatkan 116 kursi DPR proses kepemimpinan di Indonesia termasuk pemilihan (45,13%) dan 514 kursi Konstituante (44,74%). Dua parpol presiden Indonesia dan pemimpin lembaga negara Islam, Masyumi dan NU mendapatkan posisi tiga besar lainnya. sehingga cukup berpengaruh dalam menentukan

    Terminologi partai politik dalam ruang keilmuan kebijakan di parlemen untuk kemakmuran rakyat. Masa ini sangat banyak dan beragam. Partai politik adalah suatu dinilai sebagai prestasi terbaik parpol Islam yang sampai kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya sekarang belum mampu dapat terulang oleh generasi mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. penerusnya. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan Pasca kesuksesan Masyumi dalam memperoleh politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan dukungan suara yang cukup besar pada Pemilu 1955, cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan- pemerintahan Orde Lama berakhir. Kekuasaan kebijaksanaan mereka (Miriam Budiarjo: 1991). dipergilirkan kepada Soeharto yang memandang perlunya

    penyederhanaan parpol untuk menciptakan stabilitas Dalam perspektif lain, partai politik (parpol) sosial politik dalam negeri. Untuk itu, parpol dianggap sebagai keharusan dalam kehidupan politik disederhanakan berdasarkan afiliasi ideologis, dimana modern yang demokratis, pengecualiannya hanya pada hanya ada tiga partai yakni Partai Golkar, Partai masyarakat tradisional yang sistem politiknya otoritarian Demokras i Indonesia dan Par ta i Persatuan yang pemerintahannya bertumpu pada tentara atau polisi. Pembangunan. Hal itu tergambar dalam tabel di bawah ini.Sebagai organisasi, parpol bertujuan mengaktifkan dan

    memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, Tabel 1. Peta Politik Orde Barumemberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling

    bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai (Roy C. Macridis: 1988)

    Dalam bernegara, ada beberapa fungsi partai politik. Pertama, sarana komunikasi politik dimana parpol berfungsi menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpang-siuran pendapat dalam masyarakat berkurang. Kedua, sarana sosialisasi politik yakni suatu Dalam masa kepemimpinan Soeharto, kanalisasi proses dari seseorang memperoleh sikap dan orientasi politik umat Islam dalam wadah Partai Persatuan terhadap fenomena politik di dalam lingkungan Pembangunan sempat memunculkan harapan akan masyarakat yang berjalan sejak masa kanak-kanak penyatuan suara umat Islam kepada PPP. Harapan itu sampa i dewasa . P roses sos ia l i sas i po l i t i k lahir, mengingat dominan umat Islam adalah penduduk diselenggarakan melalui ceramah-ceramah penerangan, mayoritas negeri ini. Apalagi sebelumnya, Masyumi kursus-kursus kader, kursus penataran, dan sebagainya. pernah berhasil memegang peranan penting dalam Ketiga, sarana rekrutmen politik dimana parpol mencari perpolitikan Indonesia pada tahun 1955. Namun, apa daya dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam sepanjang Orde Baru berkuasa, parpol Islam kehilangan kegiatan politik sebagai anggota partai. Parpol juga daya dobrak disebabkan kuatnya dominasi Partai Golkar diharapkan mengajak golongan muda untuk dididik untuk yang dikendalikan Soeharto. Dengan bermodalkan menjadi kader yang di masa mendatang untuk kekuatan Golkar, birokrasi dan militer, denyut nadi menggantikan pimpinan lama. Keempat, arana pengatur kehidupan parpol Islam semakin jauh terpendam.konflik. Di dalam suasana demokrasi, persaingan dan Dalam catatan Hamdan Zoelva (2008), pada perbedaan pendapat merupakan soal yang wajar. Jika pemilu 3 Juli 1971 terdapat 4 partai Islam yakni PSII (10 sampai terjadi konflik, parpol berusaha untuk kursi), NU (58 kursi), Parmusi (26 kursi) dan Partai Islam mengatasinya. Perti (2 kursi) dengan total jumlah kursi adalah 96 kursi

    (26,5%) dari 362 kursi DPR yang diperebutkan. Ketika Mengingat peran strategisnya dalam kehidupan Pemilu 1977, perolehan suara parpol Islam semakin politik Indonesia, partai politik menjadi bagian penting menurun yakni mendapatkan 27,5% dari 360 kursi DPR, dalam memperoleh kekuasaan. Itu mengapa setiap orang Pemilu tahun 1982, memperoleh 26,1% dari 360 kursi atau kelompok dalam masyarakat termasuk kelompok DPR, Pemilu 1987 memperoleh 15,25 % dari 400 kursi Islam mendirikan partai poiitik. Diharapkan pendirian yang diperebutkan, pemilu 1992 memperoleh 15 % dari parpol dapat menjadi alat efektif kelompok Islam dalam 400 kursi yang diperebutkan dan pemilu terakhir Orde m e m p e r j u a n g k a n k e y a k i n a n , a s p i r a s i d a n Baru yaitu pemilu 1997 memperoleh 16%. Ketika usai kepentingannya sehingga menjadi keputusan bersama reformasi 1998, terjadi perubahan radikal dalam yang mendapatkan legalitas secara hukum. Maka tidak perpolitikan Indonesia sehingga Pemilu 1999 diikuti mengherankan, sepanjang sejarah Indonesia, parpol

    7

  • setidaknya 49 parpol dimana terdapat 8 parpol Islam. Hasil sejarah konflik dan perpecahan, sehingga konsep Pemilu 1999, PKB mendapatkan 61 kursi (12,6%), PPP 58 ukhuwah selalu gagal diterjemahkan dengan baik. Kita kursi (10,7%), PAN 35 kursi (7,1%), PBB 13 kursi (2%), PK masih menilai wajar jika terjadi konflik di zaman Orde Baru, 7 kursi (1,5%), Partai Nahdatul Ummah 5 kursi atau 1%, sebab ada intervensi kekuasaan dalam setiap forum serta 3 partai Islam lain yang meperoleh kursi masing- sukses parpol. Tapi pada situasi sekarang, konflik parpol masing 1 kursi, yaitu Partai Kebangkitan Ummat, Partai Islam menandakan kegagalan pengurus partai dalam Syarikat Islam serta Partai Masyumi sehingga berjumlah 3 mengelola manajemen konflik secara sehat dan dewasa kursi atau 0,64 %. Sementara itu, kedua partai yang (Anas Urbaningrum: 2006) berbasiskan massa Islam yakni Partai Kebangkitan Dalam analisisnya, Anto Djawamaku (2005) Bangsa memperoleh 51 kursi (11%) dan Partai Amanat menilai sumber konflik dalam parpol termasuk parpol Nasional memperoleh 34 kursi (7,36%). Sehingga total Islam disebabkan tiga persoalan krusial. Pertama, parpol perolehan kursi kedua partai ini adalah 85 kursi (18,36%). tidak memiliki platform jelas sehingga tidak adanya ikatan Jumlah ini seimbang dengan perolehan kursi partai-partai ideologis di antara anggotanya. Dampaknya parpol Islam. Sedangkan total perolehan kursi partai Islam dan mudah terpecah belah ketika terjadi perbedaan partai barbasis massa Islam adalah 171 kursi (37 %) pandangan antar anggotanya. Pada masa pasca

    Pada pemilu 2004, PKB mendapatkan 62 kursi reformasi 1998 misalnya, terjadi dualisme kepemimpinan (10,57%), PPP 58 kursi (8,15%), PKS 45 kursi (7,34%) dalam tubuh Partai Kebangkitan Bangsa akibat kegagalan dan PAN 42 kursi (6,44%). Perubahan peta politik ini para pemimpin partai tersebut dalam mengelola khususnya dalam partai politik Islam disebabkan perbedaan yang ada. Kondisi ini, dalam perspektif politik persoalan konflik internal yang semakin membesar. PKB menghasilkan dampak kerugian politik yang cukup mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan signifikan yakni penurunan suara partai akibat kaburnya karena dianggap bertentangan dengan kebijakan suara pemilih ke partai lain, rusaknya citra partai di mata Abdurrahman Wahid selaku Ketua Dewan Syuro. PAN publik dan adanya kebingungan kalangan nahdiyin mengalami nasib serupa, dimana Sutrsno Bachir dan sebagai basis massa tradisional PKB dalam menyalurkan Hatta Radjasa saling memperebutkan kekuasaan. Hasil aspirasinya dalam kehidupan bernegara. pemilu 2009 dapat dikatakan pemilu terburuk, sebab Kedua, adanya faktor kepemimpinan tunggal dan partai politik Islam terlempar dari posisi 3 besar. PKS manajemen yang buruk. Mayoritas parpol di Indonesia mendapatkan 51 kursi (7,88%), PAN 42 kursi (6,01%), termasuk parpol Islam sangat mengandalkan figuritas PPP 35 kursi (5,32%) dan PKB 26 kursi (4,94%). p a r a p e m i m p i n n y a s e h i n g g a m e n c i p t a k a n

    ketergantungan yang kuat, ketika pemimpin itu sudah Konflik Parpol Islam tiada, parpol Islam kehilangan sosok figur penggantinya

    Di dalam masyarakat yang demokratis, perbedaan akibat lambannya proses regenerasi. Beberapa figur pendapat dan persaingan dalam sebuah organisasi atau tokoh parpol yang cukup melekat di mata masyarakat partai politik adalah sebuah kewajaran. Perbedaan itu adalah Abdurrahman Wahid (PKB), Amien Rais (PAN), disebabkan setiap manusia atau kelompok memiliki Yusril Ihza Mahendra (PBB), Hamzah Haz (PPP) dan kepentingan, status, tujuan dan nilai yang tidak sama. lainnya. Kuatnya pengaruh figur seorang pemimpin Untuk mempertemukan kepentingan yang ada, maka memiliki efek yang kurang baik yakni lemahnya regenerasi diperlukan sebuah cara yang tepat dalam pengelolaannya kepemimpinan dalam parpol. Kita dapat melihat misalnya sehingga tidak berujung perpecahan. Namun, perbedaan bagaimana Partai Amanat Nasional membutuhkan waktu kepentingan itu kadang tidak mudah dikelola dengan baik yang panjang untuk mencari sosok pengganti Amien Rais. sehingga berujung konflik yang dapat membahayakan Ketika Sutrisno Bachir dan Hatta Radjasa memimpin, eksistensi organisasi atau partai politik di masa ketergantungan PAN kepada Amien Rais masih sangat mendatang. kuat. Ini tanda kegagalan partai tersebut dalam

    Konflik dapat dimaknai dengan satu pandangan di melahirkan kepemimpinan baru yang memiliki pengaruh dalam masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dan kematangan gagasan. dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang Ketiga, parpol gagal menjalankan reformasi dan memiliki kepentingan yang berbeda-beda, dimana regenerasi kepemimpinan karena figur pemimpinnya komponen ini saling menaklukkan satu sama lain untuk menjadi simbol institusi. Partai Bulan Bintang sampai mendapatkan keuntungan bagi kepentingan diri sendiri sekarang masih identik dengan Yusril Ihza Mahendra, maupun kelompok. Sebuah konflik bagaikan sisi mata meski sudah tidak menjabat sebagai ketua umum, peran uang, berfungsi menguatkan atau melemahkan organisasi Yusril masih menonjol dalam pengelolaan dan perumusan yang ditentukan bagaimana kapasitas pemimpin dan kebijakan strategis partai yang mengklaim pewaris anggota dalam mengupayakan sebuah jalan keluar dalam Masyumi tersebut. Keinginan itu bahkan tampak terlihat meredam konflik yang ada. dalam beberapa waktu belakangan, dimana Yusril masih

    Secara umum, hampir dapat dikatakan konflik menjadi jagoan PBB dalam pertarungan kepemimpinan sudah menjadi bagian penting dalam partai politik Islam nasional Indonesia untuk lima tahun mendatang. dimana menjelang Pemilu atau pergantian kepemimpinan Kegagalan regenerasi menandakan belum efektinya partai, konflik politik internal selalu bermunculan. Ketika kinerja parpol dalam menjalankan proses rekrutmen di momentum pergantian kepemimpinan partai, parpol Islam masyarakat. Buruknya rekrutmen belakangan semakin disibukkan mengurus konflik internalnya sehingga diperparah dengan kemalasan parpol menjalankan berujung kepada kepemimpinan ganda (dualisme pengkaderannya dan mengandalkan pola kaderisasi kepemimpinan-pen). Akibat konflik itu tentunya instan dengan merekrut kalangan artis dan public figure berpengaruh kepada citra politik Islam di Indonesia secara yang kompetensi politik dan keilmuannya layak keseluruhan. Kenyataan itu juga seakan membenarkan dipertanyakan.asumsi bahwa sejarah politik Islam Indonesia adalah Menurut Nurcholish Madjid (2002), perpecahan

    8

  • dalam parpol sampai saat ini disebabkan belum ada intensif dan konsolidatif dengan mengedepankan hati kedewasaan berpolitik. Perpecahan partai politik nurani serta ukhuwah islamiyah. Berbagai ketidakpuasan umumnya disebabkan oleh egoisme politik yang begitu yang muncul dalam sebuah pergantian kepemimpinan besar yang merupakan indikasi ketidakdewasaan partai atau kebijakan partai hendaknya disikapi dengan tersebut. Ketidakdewasaan partai juga ditunjukkan bijaksana, serta mengedepankan mentalitas siap menang dengan ketidakberanian partai politik terkait untuk menjadi dan kalah. Ketika mentalitas ini terkonstruksi, maka independen. Ketidakdewasaan ini mudah terjadi, sebab perasaan kalah dan tersingkir tidak akan pernah ada. penguasaan sumber daya politik memang cenderung Terbangunnya mentalitas itu juga menjadi contoh bagaimana mengejar kekuasaan. Fenomena ini mudah bagaimana mengelola konflik kepartaian secara sehat dan terlihat pada PKB yang terpecah dua antara faksi dewasa. Muhaimin Iskandar (PKB) dan Yenny Wahid (PKB- Dalam mencapai ketiga langkah strategis itu, Indonesia), terpecahnya PAN antara faksi Faisal Basri dan persoalan mendasar yang harus diselesaikan adalah AM Fatwa dan kasus PKS antara faksi keadilan (Hidayat meredakan ketegangan friksi politik dalam tubuh internal Nur Wahid) dan kesejahteraan (Anis Matta) parpol Islam. Jika konflik internal dapat terselesaikan,

    maka konsolidasi internal yang bertujuan mengorganisir, Prospek Parpol Islam di Indonesia memobil isasi, merumuskan dan menyuarakan

    kepentingan umat islam akan berjalan dengan lebih baik. Bukanlah persoalan mudah untuk partai politik Sekali lagi, kuncinya sekarang bermuara kepada Islam dapat kembali menempati posisi terbaik seperti sejauhmana partai politik Islam mampu mengelola konflik pemilu 1955. Cepatnya pergeseran peta politik dalam sehingga mampu merebut kepercayaan masyarakat setiap pemilu membuat parpol Islam harus mampu adaptif pemilihnya. dan inovatif terhadap perubahan tersebut. Hemat penulis,

    parpol Islam memerlukan tiga langkah strategis sehingga mampu mengulang kesuksesan Masyumi. Pertama, perlu

    1. Inggar Saputra adalah Mahasiswa Pasca Sarjana adanya perumusan dengan cara yang efektif dalam Ketahanan Nasional Universitas Indonesa. Ia dapat dihubungi mengkomunikasikan gagasan dan program parpol Islam melalui e-mail : [email protected] masyarakat luas. Di masa mendatang, parpol

    Islam harus lebih menjalankan program kerakyatan yang mengakar namun tetap berpijak kepada segmentasinya

    DAFTAR PUSTAKA(kelas bawah, menengah dan atas). Kepedulian parpol Islam terhadap isu fundamental seperti kesehatan,

    Sudarsono, Amin, 2010. Ijtihad Membangun Basis Gerakan, ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan sosial harus Jakarta: Muda Cendekiamenjadi fokus dalam merebut hati masyarakat Indonesia. Urbaningrum, Anas, 2004. Melamar Demokrasi, Jakarta: Program itu harus dijalankan secara bertahap dan Penerbit Republikaberkesinambungan, bukan hanya dijalankan menjelang Andree, 2009. Biarkan Dakwah Bermetamorfosa. Jakarta:

    pemilu saja. Muda CendekiaMachmudi, Yons, 2006. Partai Keadilan Sejahtera: Wajah Kedua, partai politik Islam harus mulai berfikir Baru Islam Politik Indonesia, Bandung: Harakatuna Publishingbagaimana tetap mempertahankan basis tradisionalnya Nazuruddin Sjamsuddin, Zukifli Hamid, dan Toto Pribadi, dan meningkatkan kapasitasnya untuk mampu meraup 1988, Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Penerbit Karunikasuara dari pemilih pemula dan massa mengambang.

    Selama ini, akibat terlalu sibuk dengan konflik internalnya Amal, Ichlasul; 1996,Pengantar dalam Ichlasul Amal (editor). 1996, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara maka massa mengambang semakin bertambah banyak. WacanaMereka umumnya sudah terlalu lelah dengan perilaku elit

    parpol yang sibuk berkonflik dengan kepentingan Miriam Budiardjo, 1991, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. kelompoknya, bukan untuk kesejahteraan rakyat. Konflik Gramedia Pustaka Utamainternal juga membingungkan pemilih pemula, sebab Djamawaku, Anto, Perpecahan Partai Politik, Pemberantasan mereka gagal mendapatkan pendidikan dan keteladanan Korupsi dan Berbagai Masalah Politik Lainnya, dalam Jurnal politik yang baik dari para elite politik. Analisis CSIS : Peran Masyarakat dan Demokrasi Lokal,

    Jakarta, Vol. 34, No.2, 2005. Harian Kompas, 11 Januari 2002Ketiga, perlu dibentuknya kesamaan persepsi dan penyamaan agenda gerakan secara kolektif (Amin Hamdan, Zoelvan, Partai Politik Islam dalam Peta Politik Sudarsono: 2010) Dalam mengupayakan penyamaan ini, Indonesia dalam http://hamdanzoelva.wordpress.com/ 13 semua parpol Islam dapat bertemu dalam satu titik Oktober 2008kepentingan. Misalnya untuk mengatasi kemiskinan, parpol Islam dapat bertemu menyamakan persepsi sehingga produk konstitusi seperti UU Zakat, UU Fakir Miskin dan UU BPJS dapat diputuskan dan dijalankan dengan maksimal sehingga berpihak kepada umat Islam dalam tataran praktis. Bagaimanapun di masa depan, umat Islam sangat mengharapkan parpol Islam dapat lebih konsisten terhadap nilai Islam dan mengefektifkan agenda perjuangan Islam di parlemen maupun pemerintahan.

    Dalam ranah internal partai, ketika terjadi konflik maka diupayakan penyelesaian dengan dialog yang

    9

  • 10

    Islam tanpa Partai PolitikAhmad Jaetuloh[1]

    If I could not go to heaven but with a party, I would not go there at all-Thomas Jefferson-

    menentukan arah gerak partai kedepannya.Latah kata yang tepat untuk mengambarkan posisi partai politik islam di Indonesia saat ini. Pragmatisme partai-partai Islam ini tentu saja Bagaimana tidak, di tengah fleksibelitas ruang dalam menjadi permasalahan yang serius bagi umat sistem demokrasi kini, partai islam justru terlihat Islam.Secara praktek maupun teori, kebanyakan partai

    Islam menganggap bahwa berpartai sudah tidak lagi semakin tidak bisa memberikan pencerahan dalam menjadi wadah perjuangan kelas.Sebaliknya, partai proses demokrasi. Lihat saja permasalahan yang terjadi dipandang sebagai ladang pencarian kuasa dan dalam internal partai Islam tidak jauh berbeda dengan uang.Oleh karena itu,wajar kiranya umat Islam untuk permasalahan yang dihadapi oleh partai-partai non mengevaluasi kembali posisi partai Islam di Islam.Korupsi misalnya, terdengar familiar memang Indonesia.Pertanyaan adalahapakahdalam era namun yang mengejutkan bahwa dari 110 anggota DPR demokrasi ini, berpartai menjadi jalan satu-satunya RI yangterjerat korupsi dari tahun 2005-2013, 23 perubahan?dan apakah tidak ada ruang lain untuk tetap

    diantaranya berasal dari partai Islam atau urutan no. 3 bisa beramal?(tiga) setelah PDIP.[2]

    Selain itu, di lihat dari komitmen pejabat dalam Demokrasi, ruang kosong yang harus segera di memberantas korupsi pun demikian.Data yang ada eksploitasimenunjukan bahwa dari 36 anggota DPR RI, 8

    Nampaknya sudah jelas bahwa hari ini tidak ada diantaranya berasal dari partai Islam.[3] Artinya, ini lagi pihak yang tidak tunduk terhadap demokrasi. memperlihatkan bahwaprilaku pejabat yang berlatar Demokras i had i r bukan hanya pe rsoa lan belakang partai Islam tidak jauh berbeda dengan kemenanganrezim penguasa yang kuat terhadap rezim pejabat yang berasal dari partai non-Islam.yang lebih lemah namun demokrasi seperti pelepas Hal yang lebih menyedihkan lagi bahwa secara dahaga di tengah kebekuan dan ke-jumudan rezim yang keseluruhan platform yang dibangun oleh partai Islam tiran dan puritan. Lantas,apa itu yang berada dalam menunjukan degradasi yang mendalam. Kebanyakaan perut demokrasi. partai Islam kini lebih bersifat konformis dan pragmatis

    Pengandaian itu datang ketika Lefortbercerita atau apabila mengambil istilah dari Sartori polarised tentang sebuah zaman yang ditandai dengan hilangnya pluralist.[4] Platform yang dibangun partai yang penanda-penanda kepastian ruang kekuasaan (the berlambangpadi dan bulan sabit misalnya, yaitu konsep dissolution of the markers of power's certainty). Zaman tentang negara maju yang minimalis.Sebuah negara dimana tidak ada satu pihak pun yang bisa menempati yang tentu saja lebih mengedepankan kesejahteraan ruang kuasa secara utuh. Zaman yang selalu dan kebebasan individu.Konsep negara dengan model mengandaikan ruang kekuasaan yang selalu terseperti itu adalah konsep negara kapitalis.[5]

    Pertanyaanya adalah apakah tidak salahdengan konsep negara ini.Padahal apabila merujuk pada sejarahawal berdirinya partai Islam di Indonesia bahwa alasan utama didirikannya partai-partai Islam adalah untuk menentangnegara-negara kapitalis dan imperilais.[6]

    Tidak jauh berbeda dengan partai Islam lainnya, alih-alih ingin menunjukan tradisionalisnya[7] partai ini justru terjebak dalam perebutan kekuasaan antara keluarga dan menantu.Boro-boro ngomongin platform, untuk sekedar mencari sosok pemimpin pun harus mencari raja dari alam dangdut Raja Dangdut.Padahal berbicara platform jelas menjadi hal yang sangat vital dalam partai politik.Adanya platform tidak hanya menunjukan jati diri partai politik namun yang lebih esensial bahwa platform merupakan fondasi dalam

    buka, kontingen, dan berada dalam proses menjadi. [8] Konsekuensinya, tidak ada satu pihak pun yang bisa berkuasa secara absolut.

    Ketidakabsolutan ini tentu saja membawa dampak yang berarti bagi demokrasi itu sendiri. Akibatnya, akan muncul suatuwaktu ketika demokrasi hanya menyisakan ruang kosong sebagai indikasi hilangnya penanda-utama kekuasaan. Oleh karena itu,demokrasi juga menuntut agar kekosongan ruang kekuasaan iniharus terus-menerus diupayakan terisi sehinggamembawa penanda kepastian yang definitif dan harus jugadisadari bahwa kekuasaan yang definitif ini selalu bersifat sementara.

    Dalam hal ini partai merupakan salah satu penanda kuasa yang dibentuk dalam ruang kosong

  • demokrasi.Partai tidaklah bersifat absolut karena partai hanyalah salah satu jembatan untuk mengeksploitasi demokrasi. Ketika partai justru membawa pada zaman yang beku dan jumud,tidak akanada yang menyalahkan bahwa penanda dalam ruang kosong demokrasi itu harus segera di definisikan kembali.

    Selanjutnya, pendefinisian itu tidak senantiasa me-negasikan partai politik itu sendiri, karena dalam pendefinisian itu akan muncul penanda kuasa baru yang pasti berbeda dari penanda sebelumnya. Penanda baru ini lah yang harus segera difinisikan kepastiannya oleh umat Islam itu sendiri.Sebuah penanda yang jauh akan konsep kuasa dan uang namun sebuah penanda syarat akan pemberdayaan dan keikhlasan beramal.Dengan demikian, berpartai bukanlah satu-satunya ruang dalam memperjuangkan kepentingan, tidak berpartai juga bukan berarti Islam apatis terhadap demokrasi.[9]

    Jalan alternatif Ber-demokrasi umat muslim

    yangharus diwujudkan dalam sikap kebangsaan, kerakyatan dan etika politik atau politik tingkat tinggi high politics. [13] Maksud dari politik kebangsaan adalah bahwa dalam konteks iniumat Islam harus proaktif dalam mempertahankan NKRI sebagai wujud final negara bagi bangsa Indonesia.

    Selanjutnya, agar tetap menjaga keadilan dan kesejahteraan masyarakat maka berfungsi lah politik kerakyatan dimana umat islam harus aktif memberikan penyadaran tentang hak-hak dan kewajiban rakyat, melindungi dan membela mereka dari perlakuan sewenang-wenang dari pihak manapun.Untuk mencapai impian tersebut tentu saja harus menggunakan cara-cara yang baik pula, bukan asal jalan lantas memperburuk keadaan.[14] Oleh karena itu, etikapolitik harus selalu ditanamkan kepada umat Islam agar berlangsung kehidupan politik yang santun dan bermoral yang tidak menghalalkan segala cara. Pada konteks ini tentu saja lah tidak perlu menggunakan partai yang

    Pembahasan tentang penanda baru dalam syarat akan perpecahaan dan faksi-faksi. Mafudz, demokrasi ini cukup jelas dapat di imajinasikan oleh berkeyakinan bahwa ormas akan lebih tepat dalam Sahal Mafudz, salah satu cendekia yang memahami melakukan misi ini.betul bagaimana Islam dan demokrasi berpadu.Dia Penting kiranya menempatkan posisi ormas melihat bahwa salah satu faktor penting dalam proses sebagai bagian dari definisi baru dalam ruang kosong penyatuan Islam dan demokrasi adalah dengan demokrasi. Mafudz beranggapan bahwa perangkat meletakanajaran Islam sebagai faktor komplementer. ormas dapat berfungsi sebagai sebuah ruang yang dapat Dalam artian bahwa ajaran Islam harus menjadi menjaga, melestarikan dan mengembangkan ajaran komponen yang membentuk dan mengisi kehidupan Islam.Secara praktik misalkan dengan membentuk bermasyarakat warga negara Indonesia.[10] lembaga dakwah dan lembaga takmir masjid. Di samping

    Faktor komplementer ini tidak lah selesai dalam itu, sebagai organisasi sosial,ormas juga berbagai sebuah perjuangan umum tentang kemanusiaan saja bentuk pemberdayaan,seperti ekonomi, kesehatan, namun justru akan merombak visi kemanusiaan menjadi pendidikan, pertanian dan lain-lain yang menjadi lebih luas dan global. Perjuangan ini tentu saja harus problem kehidupan sehar i -har i masyarakat bisa memilah bagian mana yang harus dihindaridan Indonesia.[15] Inilah konsep Aliyah Samiyah, sebuah bagian mana yang harus diambil dan dikembangkan. kegiatan politik yang tidak hanya terbatas pada Dalam hal ini, Mahfudz melihat bahwa peletakan Islam pemahaman partai politik namun juga suatu kegiatan dalam kegiatan politik praktis justru akan semakin yang syarat akan pengabdian dan pemberdayaan. memperuncing jurang perbedaan dalam tubuh Islam sendiri.Partai politik misalnya, Mahfudz beranggapan bahwa partai politik merupakan salah satu kegiatan politik tingkat rendah low politics. Hal ini dikarenakan kegiatan politik ini hanyalah kegiatan yang mencakup partai politik dan warga negara saja.[11] Partai politik juga dianggap sebagai ruang yang idealis, sehingga ketika pemahaman tentang hubungan antara Islam dan negara mengalami titik kesalahan makaakan semakin memperuncing perbedaan umat Islam itu sendiri. [12] Oleh Karena itu, konsentrasi yang penuh terhadap kegiatan politik tingkat rendah ini di pandang oleh Mahfudz sebagai salah satu faktor komplementer yang harus segera dihindari.

    Penghindaran Mafudz dalam memandang partai politik ini, membuat mafudz mencoba melihat politik dalam kerangka yang lebih luas lagi.Mafudz beranggapanbahwa politik merupakan kegiatan

    1. Umat Muslim yang senantiasa ber-ikhtiar mencari jalan keluar

    2. Hanni Sofia Demokrat Kalim bukan Partai yang terkorup, antaranews.com, dimodifikasi 14 Maret 2014, http://www.antaranews.com/berita/424188/demokrat-klaim-bukan-partai-terkorup

    3. Komitmen Partai Membrantas Korupsi diragukan tempo.co, dimodifikasi 14 Maret 2014, http://www.tempo.co/read/news/2013/06/28/078492037/Komitmen-Partai-Memberantas-Korupsi-Diragukan

    4. Giovanni Sartori, Parties and party Systems: A Framework Analysis (London: ECPR Press, 2005)

    5. Diskusi di UI Anis Matta dicecar Soal Platform, nasional.kompas.com, dimodifikasi 15 Maret 2014,http://nasional.kompas.com/read/2014/01/07/1448024/Diskusi.di.UI.Anis.Matta.Dicecar.soal.Platform.PKS.

    6. Lili Romli, Islam Yes Partai Islam Yes (Jakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2006), 39-40.

    7. Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkar Tradisi

    11

  • (Jakarta: Kompas, 2010), 97. Samiyah, nu.co.id, dimodifikasi 15 Maret 8. Claude Lefort, Democracy and Political Theory, terj. 2014,http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-

    David Macey (English: Polity Press, 1988), ids,6-id,46891-lang,id-c,taushiyah-9. Lili Romli, Islam Yes Partai Islam Yes (Jakarta: Pustaka t,Politik+NU+sebagai+Siyasah++Aliyah+Samiyah-

    Pelajar Offset, 2006), 15. .phpx10. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 14. Sahal Mafudz,Politik NU sebagai Syasah Aliyah

    (Yogyakarta: LKiS) Samiyah, nu.co.id, dimodifikasi 15 Maret 11. Sahal Mafudz,Politik NU sebagai Syasah Aliyah 2014,http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-

    Samiyah, nu.co.id, dimodifikasi 15 Maret 2014, ids,6-id,46891-lang,id-c,taushiyah-t,Politik+NU+sebagai+Siyasah++Aliyah+Samiyah-

    .phpxt,Politik+NU+sebagai+Siyasah++Aliyah+Samiyah- 15. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 .phpx (Yogyakarta: LKiS)

    12. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS)

    13. Sahal Mafudz,Politik NU sebagai Syasah Aliyah

    http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,6-id,46891-lang,id-c,taushiyah

    12

    Pemilihan Umum adalah sarana demokrasi Maret hingga 5 April 2014. Eksploitasi media untuk untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang kepentingan kampanye dapat merusak kompetisi berkedaulatan rakyat. Kekuasaan yang lahir melalui yang fair dalam pemilu. Ketiga, Permasalahan pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai rakyat, menurut kehendak rakyat dan dipergunakan Pengujian Undang-Undang (PUU) Nomor 42 Tahun sesuai dengan keinginan rakyat. 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

    Presiden (UU Pilpres). Keputusan MK dinilai Permasalahan Persiapan Pemilu 2014 mengundang polemik yang akan mengundang

    Pemilu yang diselenggarakan secara kegaduhan secara politik. langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil hanya dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh

    Sikap PB HMI-MPOpenyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, Dihadapkan dengan persoalan diatas dan profesionalitas, dan akuntabilitas. Melihat

    mengingat pentingnya Pemilu 2014. Pertama perkembangan kekinian, Komisi Politik HMI-MPO bahwa kami menilai Pemilu 2014 Cacat Dalam mengkaji beberapa permasalah yang berkembang Penyelenggaraanya. Hal ini dikarenakan lemahnya menjelang perhelatan Pemilu 2014.profesionalitas, integritas, dan akuntable dari Permasalahan itu adalah Pertama, carut penyelenggara dan peserta pemilu sehingga marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga kini nantinya akan memunculkan pelanggaran terhadap masih terdapat sekitar 3,3 juta orang yang memiliki hak-hak konstitusi rakyat. Kedua, HMI-MPO tetap nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, akan meneguhkan komi tmen un tuk men jaga terancam hak pilihnya. Permasalahan DPT Independensi gerakanya dan tetap kritis untuk merupakan bagian yang sangat krusial dalam mengawasi jalannya pemilu 2014 ini. Ketiga, HMI-penyelenggaraan Pemilu 2014. Kesalahan MPO juga menyerukan kepada gerakan pelajar, penetapan DPT akan melanggar hak azasi rakyat.mahasiswa, dan pemuda untuk tidak terjebak dalam

    Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 25 politik praktis yang akan membuat fragmentasi dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik faksionalisasi di gerakan kaum muda. (ICCPR) Tahun 1966 dinyatakan bahwa setiap warga negara harus mempunyai hak dan Arfianto Purbalaksonokesempatan, tanpa pembedaan apapun dan tanpa Komisi Politik pembatasan yang tidak layak, untuk; memilih dan PB HMI (MPO)dipilih pada pemilu yang dilaksanakan secara berkala, yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan setara, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih. Kedua, masih adanya inkonsistensi dalam menjalankan aturan kampanye oleh penyelenggara dan peserta pemilu. hal ini terkait dengan adanya sejumlah pelanggaran yang terjadi dalam iklan kampanye di media elektronik.

    Padahal di dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Kampanye mengatur, kampanye pemilu melalui media massa hanya dapat dilakukan selama 21 hari sebelum masa tenang, yaitu 16

    Sikap PB HMI-MPO Tentang Pemilu 2014

  • Yudhie Haryono Ph.D

    Page 12: abePage 3Page 4Page 56: inggarPage 7Page 8Page 910: ulohPage 11Page 12Page 13