bulimia nervosa
-
Upload
adinda-paramartha -
Category
Documents
-
view
250 -
download
1
description
Transcript of bulimia nervosa
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bulimia nervosa merupakan kondisi psikiatri yang mempengaruhi banyak
remaja dan wanita dewasa muda. Gangguan tersebut adalah karakeristik makan
sebanyak-banyaknya dan tahap akhir dari proses makannya dengan
memuntahkan apa yang dimakan dan dapat menyebabkan komplikasi medis.
Dengan demikian, pasien dengan bulimia nervosa sering hadir dalam keadaan
perawatan primer. Penanda bulimia nervosa yang berguna dalam membuat
diagnosis yaitu pemeriksaan fisik dan laboratorium. Di Amerika Serikat,
gangguan makan mempengaruhi 5 sampai 10 juta orang, terutama wanita muda
antara usia 14 dan 40 tahun. Namun, bulimia nervosa adalah gangguan umum
yang lebih sulit untuk mengidentifikasi dalam pengaturan perawatan primer.
Pada artikel ini, kami memberikan tinjauan tentang bulimia nervosa, terkait uji
fisik dan laboratorium, temuan, dan diagnostik strategi yang berkaitan dengan
praktek perawatan primer.1
Dahulu bulimia nervosa termasuk dari varian anoreksia nervosa (Russell
pada tahun 1979). Namun, karena lebih banyak penelitian telah dilakukan dan
lebih pasien yang menderita bulimia nervosa telah diidentifikasi, bulimia nervosa
dan anorexia nervosa yang sekarang dikenal sebagai 2 sindrom yang berbeda.
Menurut Diagnostik dan Statistik Manual untuk Gangguan Mental, Edisi
Keempat (DSM-IV), bulimia nervosa ditandai dengan episode berulang dari
pesta makan diikuti dengan 1 atau lebih perilaku kompensasi untuk
menghilangkan kalori (muntah, obat pencahar, puasa, dll) yang terjadi rata-rata
minimal dua kali seminggu selama 3 bulan atau lebih. pasien yang tidak
memenuhi kriteria frekuensi atau panjang dapat didiagnosis dengan DSM IV
gangguan makan yang tidak disebutkan secara spesifik. Bulimia nervosa juga
digambarkan menjadi 2 subtipe yang berbeda: pembersihan dan tidak
dibersihkan. Dengan subtipe membersihkan, pasien melakukan beberapa metode
untuk menghilangkan makanan binged dari tubuh mereka. Hal ini yang paling
sering dilakukan dengan menginduksi diri agar muntah tetapi bisa termasuk
penyalahgunaan laksatif, enema, atau diuretik. bulimia nonpurging menggunakan
latihan puasa atau berlebihan sebagai kompensasi utama untuk binges tetapi tidak
secara teratur membersihkan. terlepas dari subtipe, pasien penderita bulimia
memiliki evaluasi negatif sel, menempatkan kepentingan tidak pantas di berat
badan dan citra tubuh. 1,2
Rumusan Masalah
1. Apakah definisi, etiologi, epidemiologi, skining dan manifestasi
klinis bulimia nervosa?
2. Bagaimanakah komplikasi dan komorbiditas pskiatrik bulimia
nervosa?
3. Bagaimana penilaian fisik dan laboratorium serta penatalaksanaan
bulimia nervosa?
Tujuan
4. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, skining dan
manifestasi klinis bulimia nervosa.
5. Mengetahui komplikasi dan komorbiditas pskiatrik bulimia
nervosa.
6. Mengetahui penilaian fisik dan laboratorium serta penatalaksanaan
bulimia nervosa.
Manfaat
1. Memenuhi tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
2. Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang bulimia nervosa.
3. Mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan tentang materi yang
dipelajari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Bulimia nervosa merupakan satu gangguan fungsi makan yang ditandai
oleh episode nafsu makan yang lahap tanpa dapat dikendalikan, diikuti dengan
muntah yang disengaja atau upaya pencahar lain yang dimaksudkan untuk
mencegah meningkatnya berat badan (contoh, penggunaan laksansia). (3)
2. Insiden dan Epidemiologi
Bulimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan pada
laki-laki, tetapi onsetnya lebih sering pada masa remaja dibandingkan pada masa
dewasa awal. Diperkirakan bulimia nervosa terentang dari 1-3 persen wanita
muda. (1,2,4)
Prevalensi anoreksia nervosa untuk wanita di Amerika Serikat adalah 0,5%
sampai 1%, prevalensi bulimia nervosa adalah 2% sampai 3%, namun dapat
mencapai 10% pada populasi yang rentan, seperti perguruan tinggi yang khusus
untuk wanita. Kejadian ada pria hanya sepersepuluh dari wanita. Secara
demografis, sebagian besar pasien dengan bulimia nervosa masih
lajang, berpendidikan perguruan tinggi, dan dipertengahan usia 20 tahunan.
Namun, kebanyakan pasien mulai mengalami gejalabulimia nervosa selama masa
pubertas. Bulimia terjadi pada 2,3% perempuan kulit putih, dan 0,40% pada
wanita kulit hitam. Faktor risiko untuk bulimia nervosa meliputi:
- pelecehan seksual saat anak-anak,
- homoseksualitas laki-laki
- tinggal sendirian
- tinggal di asrama mahasiswi
- kontrol glikemik diabetes yang buruk
- perasaan rendah diri
- diet
- keterlibatang dengan atletik
- pekerjaan yang berfokus pada berat badan
Pasien dengan faktor-faktor risiko atau pada populasi berisiko tinggi untuk
terkena gangguan ini, harus segera menjalani skrining.1
Banyak penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan
kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka
orang-orang yang kelihatannya sehat, sukses di bidangnya dan cenderung
perfeksionis. Namun, dibalik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah
dan sering mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku kompulsif,
misalnya, mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada
alkohol atau lainnya.(3,5)
Bulimia nervosa sering terjadi pada orang dengan angka gangguan mood
dan gangguan pengendalian impuls yang tinggi. Juga telah dilaporkan terjadi pada
orang yang memiliki resiko gangguan berhubungan dengan zat dan gangguan
kepribadian, memiliki angka gangguan kecemasan dan gangguan dissosiatif yang
meningkat dan riwayat penyiksaan seksual.(5)
3. Etiologi
Faktor Biologis :
Kadar endofrin plasma yang meningkat pada beberapa pasien bulimia
nervosa yang muntah, kemungkinan menyebabkan perasaan sehat yang dirasakan
oleh pasien setelah muntah.(2,3)
Faktor Sosial :
Penderita bulimia nervosa mempunyai kedudukan tinggi dan perlu
berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus. Mereka terdepresi dan
memiliki depresi familiar yang tinggi.(2,3)
Faktor Psikologis :
Pasien bulimia nervosa biasanya merasakan makan yang tidak terkendali
yang dilakukan sebagai egodistoni. Kesulitan yang dimiliki pasien ini dalam
mengendalikan impuls seringkali dimanifestasikan dengan makan yang berlebihan
dan mencahar.(2,3)
4. Skrining
Kuisioner (BITE) adalah tes singkat untuk deteksi dan deskripsi bulimia
nervosa. BITE ini terdiri dari satu set 33 pertanyaan (30 ya / tidak jenis dan 3
penilaian respon) yang secara bersamaan menilai kehadiran dan relatif keparahan
gangguan makan. BITE ini dibagi menjadi 2 bagian, skala gejala dan skala
keparahan. Skala gejala terdiri dari 30 pertanyaan ya / tidak, 1 poin diberikan
untuk setiap jawaban "ya", dan skor 20 atau lebih mengindikasikan gangguan
makan. 3 pertanyaan lain(respon) membentuk skala keparahan dan meminta
pasien untuk menilai frekuensi tindakan mereka. Skor 5 atau lebih pada bagian
ini dianggap signifikan secara klinis, dan skor 10 atau lebih dianggap parah. BITE
mengambil rata-rata 10 menit untuk menyelesaikan dan dapat segera dicetak oleh
praktisi. Meskipun tidak dimaksudkan untuk skrining dalam perawatan primer,
instrumen ini dapat digunakan untuk melacak tingkat keparahan penyakit pada
pasien.1
5. Diagnosa dan Gambaran Klinis
Kriteria diagnostik dari bulimia nervosa berdasarkan DSM –IV,
Diagnostic and Kriteria Statistical Disorders, ec.4.(2,3,6)
A. Episode rekuren pesta makan. Episode pesta makan ditandai oleh kedua hal
berikut ini :
1. Makan, dalam periode waktu tertentu (misalnya dalam 2 jam),
jumlah makan jauh lebih besar daripada yang dimakan kebanyakan orang
pada waktu dan situasi yang serupa.
2. Perasan hilang kendali terhadap makan selama episode tersebut
(misalnya merasa tidak dapat menghentikan makan atau mengendalikan
apa atau berapa banyak yang dimakannya).
B. Perilaku kompensasi yang relevan yang tidak layak untuk mencegah
kenaikan berat badan, seperti muntah diinduksikan sendiri,
penyalahgunaan laksatif, enema, atau medika lain, puasa, atau olahraga
berat.
C. Pesta makan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai, keduanya terjadi
dengan rata-rata sekurangnya dua kali dalam seminggu selama 3 bulan.
D. Pemeriksaan diri sendiri terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan.
E. Gangguan tidak terjadi semata mata selama episode anoreksia nervosa.(1,2)
Gejala gejala bulimia nervosa yaitu(1,2,3,4) :
Makan dalam jumlah yang berlebihan.
Terobsesi dengan makanan dan kalori.
Melakukan perangsangan muntah dan cuci perut.
Sering menghilang ke kamar mandi bila selesai makan, untuk
mengeluarkan makanan - makanan yang telah ditelan.
Bersikap penuh rahasia.
Merasa kehilangan kontrol.
6. Diagnosis Banding
1. Sindroma Kluver-Bucy
Ciri patologis yang dimanifestasikan oleh sindroma Kluver-Bucy
adalah agnosia visual, menjilat dan menggigit yang kompulsif,
memeriksa objek dengan mulut, ketidakmampuan mengenali tiap
stimulus, plasiditas, perubahan perilaku seksual (hiperseksualitas), dan
perubahan kebiasaan makan, khususnya hiperfagia.
2. Sindroma Kleine-Levin
Sindroma Kleine-Levin terdiri dari hipersomnia periodic yang
berlangsung dua sampai tiga minggu atau hiperfagia.(1,2,4)
7. Komplikasi Medis
Hanya setengah dari pasien bulimia yang mengalami gangguan menstruasi
termasuk amenore dan oligomenore. Wanita dengan bulimia dan gangguan
menstruasi disebabkan oleh karena gangguan release hormon gonadotropin dan
leptin. Gangguan GI track bisa terjadi pada penderita bulimia, seperti perut
kembung, flatulensi, konstipasi, keterlambatan pengosongan lambung (peristaltik
menurun), GERD, Mallory – Weiss tears, Rectal prolaps, dan apabila hal ini
terjadi terutama pada kaum wanita maka bulimia nervossa bisa dijadikan different
diagnosa. Ipeca sering digunakan oleh pasien bulimia untuk menginduksi muntah.
Namun obat ini memiliki efek samping yang cukup besar yakni kardiomiopati.
Pasien yang mengalami muntah berlebihan biasanya mengalami erosi pada email
gigi, terutama pada permukaan lidah , bagian belakang lidah (karena sering
terkena gesekan oleh jari untuk menginduksi muntah) , dan sialadenosis
(noniflamatory saliva glands enlargement) sekitar 10-66% yang biasanya
disebabkan oleh kelainan sistemik seperti diabetes mellitus, alakoholik, anoreksia
nervosa dan bullimia nervosa.. tidak seperti anoreksia nervosa, pada bulimia
nervosa tidak terjadi gangguan densitas mineral tulang, hanya saja gangguan
densitas tulang ini tergantung pada usia menarche, amenorrhhea, dan berat badan
(semakin kurus semakin beresiko) 1,2,3
8. Komorbiditas Psikiatri1
Komorditas psikiatrik yang terkait dengan bulimia sangat mencolok. Pasien
bulimia ditandai dengan perfeksionis ekstrover yang kritis terhadap diri sendiri,
impulsif, dan emosional tak terkendali. Tingkat prevalensi yang tinggi dari setiap
gangguan afektif (75%), gangguan depresi mayor (63%), dan gangguan
kecemasan (36%) telah dilaporkan. Sebagian besar pasien melaporkan bahwa
presentasi awal dari depresi atau gangguan kecemasan terjadi sebelum presentasi
dari gejala bulimia. Dengan demikian, identifikasi awal positif dari gangguan
afektif atau kecemasan dapat memberikan kesempatan untuk mencegah
perkembangan gejala dan gangguan makan, terutama di populasi berisiko
tinggi.Studi menggambarkan kejadian komorbiditas bulimia nervosa mungkin
menderita dari bias sampling, bias rujukan, dan kurangnya kelompok kontrol yang
tepat.
Penyalahgunaan zat merupakan komorbiditas umum tambahan. Pusat
Nasional Penyalahgunaan Ketergantungan Zat dan di Columbia University
melaporkan bahwa 30% sampai 70% dari penderita bulimia memiliki masalah
penyalahgunaan zat. Zat penyalahgunaan meliputi tembakau, alkohol, dan obat
resep dan over-the-counter, seperti pil diet dan perangsang. Alkoholisme telah
dilaporkan mempengaruhi 31% dari penderita bulimia dan sering ditemukan
dengan penyakit depresi dan gangguan stres pasca trauma..Hubungan keluarga
yang kuat juga telah diamati antara bulimia nervosa dan alkoholisme.
Sebuah komunitas studi sampel terkontrol membandingkan wanita bulimia
nervosa dengan kontrol normal dan kontrol dengan gangguan kejiwaan lainnya.
Meskipun saat ini alkoholisme adalah serupa antara kelompok, bulimia memiliki
tingkat lebih tinggi sengaja menyakiti diri dari kedua kelompok kontrol dan
penggunaan obat yang lebih gelap daripada yang normal controls.
Melukai diri adalah kekhawatiran untuk pasien dengan bulimia nervosa.
Dalam sebuah penelitian, 34% pasien penderita bulimia dilaporkan telah melukai
diri sendiri di suatu waktu dalam hidup mereka, dan 21,3% dilaporkan telah
melukai diri sendiri dalam 5 bulan terakhir. Pasien paling sering melukai diri
sendiri dengan memotong atau menggaruk lengan, tangan, kaki, atau wajah, dan
banyak dari hasil cedera dalam perdarahan dan jaringan parut. Pasien dengan
gangguan kepribadian yang melukai diri sendiri lebih mungkin untuk juga
menderita bulimia nervosa daripada mereka yang tidak melukai diri sendiri.
Diagnosis komorbid dari bulimia nervosa dan gangguan kepribadian telah terbukti
meningkatkan risiko sering melukai diri sendiri, yang dapat mempengaruhi
tingkat usaha bunuh diri pada pasien.
Pasien bulimia paling mungkin berasal dari orangtua alkoholisme ,
hubungan dengan orang tua buruk dan harapan orangtua tinggi. meskipun gejala
utama dari gangguan ini adalah gangguan kebiasaan makan dan persepsi diri,
komorbiditas signifikan menyulitkan identifikasi dan pengobatan bulimia nervosa.
9. Abnormalitas Laboratorium1
Para penderita bulimia dengan berat badan normal atau overweight (gemuk)
mungkin tidak memiliki kelainan laboratorium yang signifikan. Kelainan
laboratorium menjadi lebih umum dengan penurunan berat badan dan
meningkatkan keparahan perilaku (membersihkan). Tingkat elektrolit yang paling
mungkin akan terpengaruh.
Hipokalemia, hypochloremia, hiperfosfatemia, dan alkalosis metabolik
adalah umum, terutama bulimia dengan berat badan yang rendah. Tingkat
keparahan hipokalemia dan hypochloremia secara langsung berkaitan dengan
jumlah dan pengalaman pasien dalam membersihkan, terutama yang melibatkan
diuretik, pencahar, dan muntah berulang-ulang. Sebuah studi kasus-kontrol
terbaru menyarankan bahwa rasio natrium urin untuk klorida urin adalah prediktor
terbaik untuk perilaku bulimia. Kehadiran alkalosis metabolik dan hiperfosfatemia
meningkatkan kecurigaan adanya muntah diam-diam yang dilakukan pasien.
Meskipun kadar kalium serum telah dianggap sebagai penanda yang baik untuk
pasien dengan perilaku bulimia, frekuensi yang relatif (4,1% menjadi 13,7%)
dari hipokalemia yang signifikan pada bulimia menurunkan sensitifitasnya
sebagai test skrining.
Gambaran keseluruhan laboratorium pasien tergantung pada mekanisme
kompensasi. Pasien yang pembersihannya dengan muntah dapat datang dengan
alkalosis metabolik (peningkatan kadar bikarbonat serum) karena kontraksi
volume. Namun, pasien pembersihannya dengan menyalahgunakan obat pencahar
dapat datang dengan asidosis metabolik (penurunan kadar bikarbonat serum)
karena kehilangan cairan alkali dari usus. Pasien menggunakan lebih dari satu
mekanisme pembersihan dapat menampilkan temuan campuran asam-basa.
Ketidakseimbangan elektrolit memberikan kontribusi kelemahan, kelelahan, dan
pada kasus berat, dapat menyebabkan aritmia jantung dan kematian mendadak
pada pasien.
Penentuan amilase serum dapat membantu untuk mendiagnosis dan
memantau bulimia nervosa. Tingkat amilase tinggi mungkin menunjukkan bahwa
pasien telah muntah. Dalam beberapa kasus, maka akan diperlukan untuk
menyingkirkan penyebab organik kadar amilase tinggi atau muntah, seperti
pankreatitis. Ketika difraksinasi menjadi komponen-komponen serum dan saliva,
peningkatannya terkadang tidak proporsional, dengan amilase saliva tinggi
melebihi amilase pankreas pada pasien yang telah muntah. Karena itu tes
difraksinasi mungkin bermanfaat untuk digunakan sebagai alat bantu diagnostik
dalam kasus dimana muntah ditolak dan memonitor terus muntah pada pasien
yang menjalani pengobatan.
10. Penilaian Fisik & Laboratorium
Tidak seperti anoreksia nervosa, yang mudah dilihat dari berat badan
rendah, variasi dalam presentasi berat badan pada bulimia membuat suatu kondisi
yang sulit untuk didiagnosis. Sebuah penilaian awal untuk pasien dengan
gangguan makan yang meliputi beberapa elemen. Informasi masa lalu, riwayat
gangguan elektrolit, ketidakteraturan menstruasi, atau gejala GI seperti sembelit,
memberikan petunjuk penting jika ini merupakan penyebab yang tidak jelas.
Mengingat kendala waktu di klinik perawatan primer, dokter dapat memilih
untuk menggunakan penilaian dengan 2 pertanyaan yang dibahas sebelumnya atau
dengan kasus gangguan Makan untuk pelayanan Primer. Skor negatif pada
instrumen ini tidak mengesampingkan kemungkinan gangguan makan, seperti
pasien yang ingin merahasiakan kondisi mungkin tidak menjawab pertanyaan
dengan cara yang positif. Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk penting
menunjukkan adanya bulimia nervosa, terutama untuk menyingkirkan subtipe
gangguan tersebut. Pada pemeriksaan, dokter mungkin mencari tanda-tanda
komplikasi medis disebutkan sebelumnya, termasuk erosi gigi, jaringan parut atau
abrasi pada kuku-kuku jari, dan kelenjar parotis bengkak.
Penyedia layanan kesehatan primer harus mempertimbangkan penggunaan
tes laboratorium di kedua evaluasi diagnostik dan tindak lanjut. Untuk pasien
kurus, pasien dengan dicurigai bulimia nervosa tetapi membantah, dan pasien
dengan gejala fisik dan tanda-tanda yang muncul, tes laboratorium mungkin
berguna untuk mengesampingkan gangguan lain atau juga dapat mendiagnosa
positif bulimia nervosa. Meskipun tidak ada panel standar dari tes yang
dijelaskan, jumlah elektrolit serum dan urin, penilaian asam-basa, dan tingkat
fosfor harus diperoleh dari pasien kurus baik saat diagnosis atau saat tindak lanjut.
Pengujian amilase yang difraksinasi mungkin bermanfaat dalam mengevaluasi
muntah pada pasien yang diduga menderita bulimia nervosa dan pada pasien yang
menjalani perawatan dengan gangguan ini. Monitoring elektrokardiogram harus
dilakukan pada pasien bulimia dengan kelainan elektrolit, jantung berdebar, nyeri
dada, atau berat badan rendah. Pasien bulimia dengan setidaknya dengan riwayat
5 bulan berat badan rendah atau anoreksia harus dilakukan penilaian kepadatan
tulang. Pengujian lain, seperti endoskopi GI atas atau bagian lebih rendah, harus
dipertimbangkan, tergantung pada konstelasi gejala dan tanda. Misalnya, kondisi
lain yang dapat bermanifestasi dengan gejala GI termasuk penyakit radang usus,
celiac sprue, dan irritabel bowl sindrom.1,2,3,4,5
11. Penatalaksanaan
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk
Psikotherapi individual dengan pandekatan kognitif perilaku, therapi kelompok,
therapi keluarga dan farmakotherapi. (1,2,3)
Terapi CBT ( Cognitive behavioral therapy) merupakan terapi psikologis
yang memiliki tujuan menstop makanan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan muntah dan mengubah sikap pasien terhadap makanan. Metode
CBT memiliki 3 fase yang memrlukan waktu khusus dalam 20 mingguterapi
fase pertama, pasien diajarkan tentang bulimia nervosa yaitu faktor faktor yang
menyebabkan penyakit ini diantanranya tindakan pengaturan frequensi dan pola
makan dengan cara menghindari makanan yang sebanyak banyaknya atau
pengetahuan tentang purging pada sesi terapi ini. pada fase kedua pasien
diajarkan dalam kebebasan memilih makanan dan diberi tambahan waktu untuk
memperbaiki makanan disfungsional dalam tubuh dan pola pikirnya. Pada fase
ketiga tujuannya maintenance dan mencegah kekambuhan. Pada terapi CBT
(Cognitive behavioral therapy) di dapatkan 45 % pasien stopped bingeing and
purging dan 35 % tidak lagi memenuhi criteria bulimia nervosa. Pada 31 %- 44%
pasien menglami kekambuhan dalam waktu 4 bulan setelah terapi CBT (Cognitive
behavioral therapy) . kekambuhan ini diduga akibat motivasi rendah selama terapi
dan makanan yang terlalu khusus yang menyebabkan peningkatan frequensi
muntah sebelum terapi.
Terapi Farmakologi
Obat fluoxetine dengan dosis 60 mg / hari yang mempunyai efek dapat
menurukan respon muntah dan memperbaiki gangguan makan. Fluoxetine
dilaporkan dapat menurunkan respon muntah dan memperbaiki gangguan
makanan dalam 4 minggu dalam terapi. Dan pada penggunaan terapi fluoxetine
selama 1 tahun di laporkan dapat menurunkan kekambuhan dan efeknya lebih
tinggi dari pada placebo. Berbagai kasus 5 pasien kurus dengan gangguan makan
dilaporkan bahwa sertraline memiliki efek dapat memulihkan berat badan dan
mengurangi gangguan makan. Pada citalopram memiliki efek dalam mengobati
gangguan makan. Sedangkan pada milnacipran, obat anti depresan, kedua
serotonergik dan noradrenergic mempunyai efek dalam menguangi gejala bulimia
pada beberapa kasus yg tidak tertangani. Tetapi sampai saat ini hanya fluoksetin,
yang merupakan satu-satunya obat yang dibenrkan Oleh U.S food and Drug
Administration sebagai terapi Bulimia Nervosa .
Pemberian kombinasi CBT dengan obat fluoxetine terbukti lebih unggul
dari pada pemberian CBT saja atau Obat fluoxetine saja. Yang bila kedua
pengobatan dikombinasi memiliki efek menurunkan frekuensi dan keparahan
muntah serta dapat mengurangi gangguan makan,, pada penelitian terbaru di
laporkan pasien yang sudah di terapi dengan kombinasi CBT dan obat fluoxetine
dapat memperbaiki penyusesuaian dalam lingkungan sosial yang lebih baik
hingga 10 tahun setelah menerima terapi kombinasi tersebut bila dibandingkan
dgn terapi bulimia yg menggunakan placebo. Pada pasien yang tidak berespon
pada terapi CBT, fluoxetine telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala
bulimia. Mengingat penelitian ini, pengobatan saat ini yang digunakan untuk
terapi bulimia nervosa terdiri dari rawat jalan berbasis CBT dan terapi fluoxetine.
Umumnya, terapi symptom tergantung pada keparahan dari kondisi
(ex,hipokalemia atau kondisi dysphagia). Primary care, dokter seharusnya
mempertimbangkan dalam merujuk pasien ke perawatan lebih khusus pada pasien
gangguan makanan yang persistent, gangguan psikis, perilaku yang merugikan
diri sendiri atau keinginan bunuh diri.1
12. Prognosis
Meskipun bulemia nervosa lebih umum dari anoreksia nervosa, angka
kematian lebih rendah dan tingkat pemulihan lebih tinggi dari anoreksia nervosa.
Kematian dari bulimia nervosa diperkirakan pada 0% hingga 3% tetapi dapat
dianggap remeh karena beberapa jangka panjang tindak lanjut penelitian yang
melibatkan pasien bulimia. Sekitar 50% dari pasien bebas dari seluruh gejala
bulemia 5 tahun setelah treatment. Meskipun hasil penelitian pada bulemia
nervosa adalah jarang, dengan perkiraan statistik terbatas, telah menunjukkan
bahwa angka kematian dan pemulihan secara langsung berhubungan dengan
intervensi dini dan treatment.1
Pasien yang menderita anoreksia nervosa dan bulemia menunjukkan fitur
lebih sulit mencapai berat badan normal dan cenderung berada pada berat badan
rendah, bahkan setelah treatment. Anoreksia juga rentan terhadap
mengembangkan pesta makan setelah pengobatan untuk anoreksia nervosa.
Sebuah penelitian di tahun 1997 melaporkan bahwa 30% dari penderita anoreksia
diobati dengan perilaku pesta-makan sampai dengan 5 tahun post-hospitalization.
Ketika menilai pasien normal atau kelebihan berat badan dengan bulemia nervosa,
penting untuk mengumpulkan informasi sejarah tentang keberadaan dan anoreksia
nervosa akhir-akhir ini. Anoreksia nervosa dengan gejala bulemia dikaitkan
dengan tingkat kematian lebih tinggi daripada bulemia nervosa itu sendiri.
Namun, tingkat kematian dan tingkat komorbiditas untuk semua gangguan makan
mungkin berlebihan karena kebanyakan studi berlangsung dalam pengaturan
penelitian akademik atau khusus. Pasien-pasien ini sering lebih sakit parah
dibandingkan pasien di rawat jalan. Tingkat pemulihan yang sebenarnya untuk
gangguan makan mungkin lebih besar, dan gambar hasil secara keseluruhan tidak
begitu baik. Namun, penting bagi dokter dalam perawatan primer untuk tahu
dengan gejala yang ada dari bulemia nervosa ataupun anoreksia nervosa dengan
melakukan intervensi dini dalam perjalanan penyakit. Sayangnya, dalam studi
yang dilakukan hampir 10 tahun yang lalu, sekitar 1 dari 10 pasien dengan
bulemia nervosa berada dalam perawatan.1
Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia
nervosa yang mampu melibatkan diri dalam pengobatan telah dilaporkan lebih
dari 50 % yang mengalami perbaikan.(1,2,3)
Prognosis bulimia nervosa tergantung kepada keparahan sequele
mencahar, yaitu apakah pasien mengalami gangguan elektrolit dan sampai derajat
mana muntah yang sering mengakibatkan esofagitis, amilasemia, pembesaran
kelenjar liur dan karies gigi.(2,3)
Pada beberapa kasus ini yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam
satu sampai dua tahun.(2)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bulemia adalah penyakit yang akan sering kita jumpai dalam dunia klinis
dan bulemia adalah penyakit yang bisa disembuhkan dengan baik. Bulemia
biasanya ditandai dengan memakan makanan yang jauh lebih banyak dari porsi
biasanya. Pasien dengan kondisi seperti ini biasanya memiliki berat badan yang
naik turun dalam batas normal berat badan manusia.
Perangsangan muntah yang biasa dilakukan oleh penderita bulemia
biasanya dapat menyebabkan :
1. Sialadenosis
2. Enamel erosion
3. Calous middle phalanges
Pasien dengan bulemia biasanya juga mengalami abnormalitas pada
keseimbangan cairan dan asam basa tubuhnya. Bulemia biasanya dikaitkan juga
dengan keadaan depresi, gangguan personality, penyalahgunaan (seperti
penyalahgunaan obat atau alkohol), percobaan bunuh diri dan masalah – masalah
keluarga yang terjadi dalam kehidupannya.
Pada dasarnya penyakit bulemia bisa disembuhkan dengan baik, apalagi
ketika bisa didiagnosa dengan dini maka dapat diobati dan disembuhkan dengan
baik. Rata – rata secara umum pasien bulemia bisa diobati dengan fluoxetine dan
CBT, namun demikian pengobatan yang baik yaitu dengan deteksi sedini
mungkin penyakit ini dan pencegahan kebiasaan dalam makan yang biasa terjadi
pada pasien bulemia. Hal penting lainnya adalah penanganan phisiologi yang
penting biasanya dilakukan pada pasien – pasien yang memiliki gangguan makan
dan memiliki gangguan berat badan, pada pasien seperti ini pengobatan awal
biasanya perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rushing, Jona M., et all. Bulimia Nervosa: A Primary Care Review.Primary
Care Companion J Clin Psychiatry : 2003;5:217-224.
2. Kaplan H. I, Saddock B. J, Grabb J. A. Sinopsis Psikiatri, Edisi Tujuh, Jilid
2, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 ; 187-93.
3. Kaplan H. I, Saddock B. J, Grabb J. A. Sinopsis of Psychiatry, 7 thEdition,
Volume 2, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 ; 685-8.
4. Kaplan H. I, Saddock B. J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Penerbit Widya
Medika ; 175.
5. Goldman H. H. Review of General Psychiatry, 4 thEdition, Prentice Hall
International Inc, Baltimore, USA, 1994 ; 360-3.
6. Elkin G. D. Introduction to Clinical Psychiatry, 1st Edition, Prentice Hall
International Inc, San Francisco, USA, 1994 ; 188-9