Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

32
Percepatan Investasi dalam Kerangka Penataan Ruang untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah Orientasi dan Kontribusi MP3EI dalam Implementasi Perencanaan Pembangunan Nasional Wawancara dengan Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Peran MP3EI dalam Mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau Abdul Kamarzuki, Ph.D Asdep Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kadiv Perencanaan Sekretariat KP3EI Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Mewujudkan MP3EI Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Ringkas Buku Nirwono Joga dan Iwan Ismaun: RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau Buletin Tata Ruang & Pertanahan edisi I tahun 2012

Transcript of Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Page 1: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Percepatan Investasi dalam Kerangka Penataan Ruang

untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah

Orientasi dan Kontribusi MP3EI dalam Implementasi Perencanaan

Pembangunan Nasional Wawancara dengan Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA

Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

Peran MP3EI dalam Mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau Abdul Kamarzuki, Ph.D

Asdep Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Kadiv Perencanaan Sekretariat KP3EI

Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Mewujudkan MP3EI Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP

Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Ringkas Buku Nirwono Joga dan Iwan Ismaun:

RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau

Buletin

Tata Ruang & Pertanahan edisi I tahun 2012

Page 2: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan edisi kali ini mengambil tema

Percepatan Investasi dalam Kerangka Penataan ruang untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah. Fokus diskusi utama adalah Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 dan

keterkaitannya dengan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan.

Salah satu isu yang menjadi perdebatan hangat yang diangkat dalam

Buletin Tata Ruang & Pertanahan edisi ini adalah posisi dokumen MP3EI

terhadap dokumen perencanaan lainnya, seperti Dokumen Rencana Tata Ruang dan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah.

Oleh karena itu, Rubrik Wawancara mengulas tentang orientasi dan kontribusi

MP3EI dalam implementasi perencanaan pembangunan nasional. Berkenaan

dengan topik tersebut, Buletin Tata Ruang & Pertanahan melakukan

wawancara khusus dengan Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang

Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.

Pada Rubrik Artikel, Buletin Tata Ruang & Pertanahanmengulas

keterkaitan MP3EI dengan Rencana Tata Ruang yang sudah ada yang saat ini

atau yang sedang disusun melalui pembahasan lengkap oleh Asisten Deputi

Bidang Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian. Peluncuran MP3EI ini tidak hanya

mendapat perhatian dari pemerintah, tetapi juga dari dunia usaha. Harapannya

adalah adanya implementasi yang cepat dan tepat dari rencana tersebut dengan tentunya melibatkan seluas mungkin kalangan dunia usaha.

Berkenaan dengan isu tersebut, Buletin Tata Ruang & Pertanahan memandang

perlu untuk mengulas mengenai skema kerjasama Pemerintah dan Swasta

untuk mewujudkan MP3EI. Topik ini disampaikan oleh Direktur

Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Bappenas.

Sesuai dengan misi kami sebagai media penyebar informasi untuk

Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Buletin Tata Ruang & Pertanahan tetap

menyajikan perkembangan informasi terakhir tentang status penyusunan

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, berbagai ringkasan peraturan

perundangan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan yang baru terbit, isu-isu Tata

Ruang dan Pertanahan terkini, serta ringkasan buku, kali ini tentang Ruang

Terbuka Hijau. Besar harapan kami, Buletin Tata Ruang & Pertanahan ini dapat menjadi wadah dialog dan diseminasi isu terkini Bidang Tata Ruang dan

Pertanahan. Dengan demikian Buletin ini dapat berkontribusi tidak hanya bagi

perluasan khasanah wawasan para pelaku di Bidang Tata Ruang dan

Pertanahan, namun juga sebagai umpan balik bagi perbaikan kebijakan Tata

Ruang dan Pertanahan di Indonesia.

Redaksi Buletin Tata Ruang & Pertanahan

Pelindung

Penanggung Jawab

Pemimpin Redaksi

Dewan Redaksi

Editor

Redaksi

Desain &

Tata Letak

Desain Sampul

Distribusi &

Administrasi

Alamat Redaksi

Telp Email

Website

Deputi Bidang

Pengembangan Regional dan

Otonomi Daerah

Direktur Tata Ruang

dan Pertanahan

Mia Amalia

Dwi Hariyawan S

Uke M. Hussein

Nana Apriyana

Khairul Rizal

Hernydawati

Santi Yulianti

Zaenal Arifin

Aswicaksana

Agung Dorodjatoen

Raffli Noor

Idham Khalik

Cindie Ranotra Riani Nurjanah

Indra Ade Saputra

Micania Camillang

Yovi Dzulhijjah

Dodi Rahadian

Sylvia Krisnawati

Redha Sofiya

Direktorat Tata Ruang dan

Pertanahan, Bappenas

Jl. Taman Suropati No. 2

Gedung Madiun Lt. 3

Jakarta 10310

021 - 392 66 01

[email protected]

http://landspatial.bappenas.go.id

pengantar redaksi

Page 3: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan

18

Orientasi dan Kontribusi MP3EI dalam Implementasi Perencanaan Pembangunan Nasional Wawancara Dr. Ir. Max H. Pohan MS.cDr. Ir. Max H. Pohan MS.cDr. Ir. Max H. Pohan MS.cDr. Ir. Max H. Pohan MS.c

Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang

Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah

2 Peran MP3EI dalam Mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau Abdul Kamarzuki, Ph.DAbdul Kamarzuki, Ph.DAbdul Kamarzuki, Ph.DAbdul Kamarzuki, Ph.D

Asdep Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah,

Kementerian Koordinator Perekonomian

Kadiv Perencanaan Sekretariat KP3EI

4

2 4 9

melihat dari dekat 15

edisi I tahun 2012

daftar isi 1

ringkas buku 18

agenda 26

kajian 20 koordinasi trp 16

dalam berita 8

Buletin

Tata Ruang & Pertanahan

Sosialisasi Peraturan Pemerintah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan

Skema Kerjama Pemerintah dan Swasta untuk Mewujudkan MP3EI Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSPDr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSPDr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSPDr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP

Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan

Swasta, Kementerian PPN/Bappenas

9 24

- Perpres No. 45 Tahun 2011

- Perpres No. 55 Tahun 2011

- Perpres No. 62 Tahun 2011

daftar isi

1

- Perpres No. 87 Tahun 2011

- Perpres No. 88 Tahun 2011

- Perpres No. 13 Tahun 2012

Page 4: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 2

Dr. Ir. Max H. Pohan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan otonomi Daerah, Bappenas

Umum Umum Umum Umum

Saat ini telah terbit Perpres 32/2011 tentang MP3EI. Bagaimana pendapat Bapak tentang MP3EI ini? Apa tujuan dan peran master plan ini terhadap ekonomi Indonesia?

Menurut saya, master plan ini telah memberi penjelasan yang sangat baik bahwa percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional. Kita telah memiliki RPJPN yang berlaku selama 20 tahun sampai dengan Tahun 2025, lalu ada rencana 5 tahunan (RPJMN) yang disusun berdasarkan arahan-arahan dalam rencana jangka panjang nasional dan visi, misi presiden terpilih. Potret dari keseluruhan kondisi perekonomian seperti masalah, tantangan dan kendala yang dihadapi serta potensi yang dimiliki Indonesia dalam perekonomian global perlu dipahami secara menyeluruh. Melalui MP3EI, rencana pembangunan yang sudah ada lebih dipertajam untuk konsumsi dunia, terutama dengan munculnya indikasi pusat-pusat koridor perekonomian dan komoditi unggulan dari masing-masing pusat dan koridor tersebut. Selain itu, dari segi pembagian peran, sangat jelas mana yang menjadi domain pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun swasta. Memang ada hal-hal bersifat pre-requisite yang perlu disiapkan terlebih dahulu oleh pemerintah seperti peraturan perundangan, termasuk insentif yang berbentuk regulasi maupun pemberian prasarana (infrastruktur). Akan tetapi, secara keseluruhan sektor swasta-lah yang lebih didorong untuk berperan aktif. Pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah masih mengacu pada peraturan perundangan yang ada, yaitu PP 38/2007 namun pada prinsipnya, dalam implementasi MP3EI tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah melicinkan jalan investor-investor tersebut. Jadi, kalau bisa saya tekankan lagi, selain melengkapi dan memperjelas rencana-rencana pembangunan nasional dari segi potensinya seperti sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), dan lainnya, master plan ini juga memberikan arah yang jelas dimana peran pemerintah dan swasta bisa ditempatkan.

Bagaimana cara MP3EI berkontribusi terhadap percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia? Apa dampak nyata yang dirasakan langsung oleh pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat dari pelaksanaan master plan ini?

Pada tahap awal implementasi MP3EI, diharapkan kegiatan-kegiatan yang mengisi koridor dan pusat-pusat pengembangan perekonomian memiliki suatu kekuatan pendorong sehingga memang diprioritaskan kepada kegiatan-kegiatan besar yang dapat ‘mendobrak’ terlebih dahulu. Nantinya kegiatan besar ini diharapkan dapat merangsang kegiatan-kegiatan lainnya, termasuk industri kecil, dan memberikan forward and backward linkages sehingga pada tahap berikutnya tumbuh kegiatan-kegiatan lainnya. Secara totalitas, kegiatan-kegiatan besar tersebut diharapkan dapat merangsang kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat, terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Dan dengan semakin baiknya kegiatan tersebut diharapkan

nilai tambah (value added) yang timbul akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat di daerah terkait. Masyarakat tidak hanya mendapat pekerjaan tapi juga memperoleh pendapatan yang lebih baik lagi. Prospek MP3EI sebenarnya cukup baik untuk mendukung industri kecil akan tetapi tentu juga perlu didukung secara penuh oleh pemerintah daerah masing-masing agar dapat mengkaitkan investasi yang masuk dengan kegiatan yang menjadi ikutannya. Ini suatu tantangan yang terkait erat dengan masalah pengurangan kemiskinan.

Melalui pelaksanaan master plan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan akan menjadi semakin baik, dapat dilihat dari target pendapatan per kapita pada tahun 2025 sebesar USD 44.500– USD 49.000 (pada tahun 2010 pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD 3.000). Angka-angka ini sekedar alat ukur saja. Pendapatan per kapita adalah alat ukur kemajuan sosial sementara PDRB adalah alat ukur ekonomi. Begitu dibagi jumlah penduduk menjadi alat ukur sosial yang kita sebut PDRB per kapita. Semakin meningkatnya perekonomian, untuk pemerintah daerah tentu akan meningkatkan penerimaan terutama dari pajak dan retribusi. Sementara sektor swasta pasti selalu berbicara keuntungan tapi dalam pemahaman seperti itu, pemerintah ingin memanfaatkan keberadaan mereka. Silakan mencari profit tapi secara keseluruhan kita juga mencari nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Untuk peningkatan PAD maupun keuntungan tentu tidak bisa langsung diharapkan muncul di tahap awal, biarlah kegiatan investasi berjalan baik dulu, kalau sudah maju nanti dengan sendirinya penerimaan tersebut akan meningkat. Dengan demikian, apa yang kita sebut dengan percepatan adalah peningkatan growth rate (laju pertumbuhan ekonomi) dan perluasan adalah ekspansi kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dalam mendorong pemerataan.

Orientasi dan Kontribusi MP3EI dalam Implementasi

Perencanaan Pembangunan Nasional

wawancara

Gambar 1. Daftar 22 Kegiatan Ekonomi UtamaGambar 1. Daftar 22 Kegiatan Ekonomi UtamaGambar 1. Daftar 22 Kegiatan Ekonomi UtamaGambar 1. Daftar 22 Kegiatan Ekonomi Utama

Page 5: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 3

Hubungan dengan rencana lainHubungan dengan rencana lainHubungan dengan rencana lainHubungan dengan rencana lain

MP3EI memberikan arahan pusat dan simpul kegiatan ekonomi untuk tiap koridor pulau. Menurut Bapak, bagaimana harmonisasi antara MP3EI dengan RPJMN Buku III Pembangunan Berbasis Kewilayahan dan RTRWN maupun RTR Pulau yang menggunakan basis wilayah yang sama yaitu pulau? Pada tahun 2013 juga akan dilaksanakan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Apakah substansi MP3EI bisa diintegrasikan ke dalam revisi RTRWN ini ataukah memang sebaiknya terpisah seperti sekarang?

Penyusunan MP3EI dimaksudkan bukan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti RPJPN dan RPJMN, namun seperti yang saya katakan tadi, menjadi bagian integral dari rencana pembangunan atau RPJPN dan RPJMN itu sendiri. RTRW tentu menjadi basis dalam penyusunan MP3EI karena rencana apapun yang menggunakan ruang pasti harus mengacu pada RTRWN. Terkait revisi RTRWN, apabila diperlukan mungkin bisa ada penggambaran koridor ekonomi dalam peta RTRWN tapi yang lebih penting adalah bagaimana agar berbagai kegiatan yang diplot dalam MP3EI dapat terlihat pada rencana tata ruang atau dengan kata lain, ada penajaman substansi di tingkat rencana detail tata ruang. RTRWN dan MP3EI tidak berada dalam satu level kebijakan, MP3EI adalah suatu rancangan rencana induk program dan kegiatan yang sangat riil dan operasional sementara RTRWN adalah yang memberi wadah/ruang dan menjadi dasar dari perencanaan program dan kegiatan tadi. Jadi, menurut saya kedua dokumen ini memang sebaiknya terpisah walaupun secara jelas tata ruang mendasari, memperjelas dan memperkokoh MP3EI.

Selain rencana tata ruang, sebentar lagi juga akan ada MP3KI (Master Plan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia) yang sifatnya saling mendukung dengan MP3EI. Dokumennya juga berbeda tapi tentu kebijakan dan kegiatan pengentasan kemiskinan ini sejalan dengan MP3EI.

Pembagian peran Pembagian peran Pembagian peran Pembagian peran

Peran Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam MP3EI adalah sebagai Wakil Ketua I Pelaksana Harian KP3EI. Apa konsekuensi dari peran baru ini terhadap tupoksi Bappenas? Apa yang harus diperbaiki dan dilakukan untuk mendukung MP3EI?

Sesuai peran yang menjadi tupoksi Bappenas selama ini, dalam MP3EI Bappenas memegang peranan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. Yang berbeda adalah elemen yang dikoordinasikan semakin luas yaitu kegiatan investasi swasta dan dunia usaha. Bappenas, dalam hal ini sebagai Wakil Ketua I Pelaksana Harian KP3EI, berperan memperbaiki hal yang bersifat pre-requisite atau bottleneck. Hambatan-hambatan yang muncul perlu dihilangkan (debottlenecking) untuk melancarkan upaya percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia. Insentif yang saya sebutkan sebelumnya, yang diberikan pemerintah pada tahapan awal MP3EI seperti peraturan perundangan atau hal yang bersifat investasi fisik seperti penyediaan infrastruktur (telekomunikasi dan listrik) juga merupakan salah satu bentuk debottlenecking yang perlu dilengkapi terlebih dulu sebelum investasi masuk ke suatu pusat ekonomi di Indonesia. Hal inilah yang dikoordinasikan oleh Bappenas.

Dukungan Dukungan Dukungan Dukungan

Dari mana saja sumber pembiayaan untuk proyek-proyek MP3EI dan seperti apa proporsinya? Ada kritik yang mengatakan bahwa proporsi investasi asing mendominasi MP3EI, padahal seharusnya MP3EI ini menguatkan ekonomi nasional dengan mendorong investasi domestik. Mengapa investasi asing masih menjadi pilihan utama?

Pembiayaan untuk proyek-proyek MP3EI bersumber dari pemerintah, BUMN dan swasta. Pembagian pembiayaan ini sudah tercantum dengan jelas dalam dokumen MP3EI, mana saja proyek yang akan dibiayai oleh pemerintah, BUMN dan campuran beserta besaran biaya yang dibutuhkan. Apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah, misal pembangunan

prasarana rel kereta api untuk mendukung kegiatan utama, pembiayaannya tentu berasal dari pemerintah. Tapi diharapkan proporsi pembiayaan dari dunia usaha lebih tinggi dan mencakup 22 kegiatan ekonomi utama yang telah diidentifikasi ke koridor. Mekanismenya mungkin akan lebih banyak melalui Public Private Partnership (PPP).

Mengenai investasi asing, saya kira tidak selalu menjadi pilihan utama. Investor pasti selalu mencari peluang bisnis dan saat ini ekonomi Eropa dan Amerika sedang redup sehingga mereka mencari lahan peruntungan lain yang memungkinkan. Kebetulan saja ada investor besar yang masih haus untuk berproduksi, menghasilkan nilai tambah dari uang-uangnya dan Indonesia sebagai bagian dari percaturan globalisasi ekonomi menjadi pilihan yang baik sebagai daerah yang aktif secara ekonomi saat ini diantara negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ini perlu disertai dengan penguatan konektivitas antar koridor dan simpul ekonomi yang pada masa yang akan datang diharapkan akan mendorong cohesiveness dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun dalam lingkup Asia.

Bagaimana kesiapan daerah dalam pelaksanaan MP3EI? Dukungan dalam bentuk apa yang diperlukan dari pemerintah daerah untuk mesukseskan pelaksanaan MP3EI terutama dalam era desentralisasi dan otonomi daerah seperti sekarang ini?

Pada dasarnya, semua daerah sudah berkomitmen mendukung pelaksanaan MP3EI dan dukungan paling penting yang diharapkan dari pemerintah daerah antara lain dari segi: (1111) fasilitasi penyediaan lahan. Hal ini akan dikawal ketat oleh UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang baru saja ditetapkan pada awal tahun 2012 ini. Faktor tanah sangat penting dalam pembangunan. Kita lihat akhir-akhir ini banyak timbul kasus-kasus sengketa lahan karena tidak begitu jelas status dan proses hukumnya di masa lalu; (2222) penyediaan Infrastruktur (yang menjadi kewenangan daerah) yang menunjang koridor ekonomi utama; dan (3333) peraturan-peraturan daerah.

Yang terpenting, pemerintah daerah harus menunjukkan komitmen tinggi dalam mendukung pelaksanaan MP3EI ini karena tujuan jangka panjangnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah harus menyelesaikan masalah yang menghambat masuknya investasi dan di sisi lain membuka diri dan membantu mempercepat proses serta memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyerapan investasi yang akan datang ke daerah tersebut. Bukan menjadi pemain, melainkan enabler dan facilitator.

Kesimpulan: Tata Ruang dan BKPRNKesimpulan: Tata Ruang dan BKPRNKesimpulan: Tata Ruang dan BKPRNKesimpulan: Tata Ruang dan BKPRN

Apakah kondisi tata ruang kita sudah siap menyambut MP3EI? Apa peran BKPRN dalam mendukung MP3EI?

Saya kira ini pertanyaan untuk kita semua. Pertanyaannya bukan sudah siap atau belum, akan tetapi menurut saya harus siap! MP3EI harus didudukkan sesuai proporsinya, bahwa ini upaya percepatan untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan juga untuk mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2025 nanti. Ini akan menjadi pegangan kita semua sebagai putra-putri Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan secara berkesinambungan. Kita harapkan rencana ini bisa terwujud jika semua memahami dengan jelas peran dan posisi masing-masing, kompak sebagai bangsa dan saling mendukung. Jangan lupa kondisi bangsa kita yang heterogen dari segi bahasa, suku, kekayaan alam, tingkat pendidikan, agama sehingga perlu dipikirkan strategi-strategi yang tepat untuk mewujudkan berbagai rencana yang kita susun dalam heterogenitas bangsa ini. Saya kira prasyarat penting untuk sukses tidaknya rencana-rencana seperti ini adalah bersikap dan berpikir bangsa.

Kembali pada kondisi tata ruang, yang harus segera dilakukan adalah menyiapkan rencana detail untuk melihat gambaran perwujudan MP3EI dalam skala kecil. BKPRN disini berperan strategis dalam penyelesaian masalah lintas institusi/ sektor yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan pembangunan, terutama dalam upaya mewujudkan rencana pembangunan seperti MP3EI. [na/mc]

Page 6: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 4

Peran MP3EI dalam Mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau

Abdul Kamarzuki, Ph.D

Asdep Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kadiv Perencanaan Sekretariat KP3EI

P ada tanggal 27 Mei 2011 yang lalu, Pemerintah RI telah meluncurkkan sebuah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang sekarang sering

disebut dokumen MP3EI, bersamaan dengan ditetapkannya Perpres 32/2011 tentang MP3EI tersebut.

Sejak penerbitan Perpres 32/2011, banyak pihak yang mempertanyakan keterkaitan dokumen MP3EI ini dengan dokumen-dokumen perencanaan yang telah menjadi landasan pembangunan selama ini, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang diatur melalui UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Di samping itu, bagaimana konsistensinya dengan dokumen rencana tata ruang seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota, RTR Pulau, RTR Kawasan Strategis Nasional, yang diatur melalui UU 26/2007 tentang Penataan Ruang juga tidak luput dari pertanyaan banyak pihak.

MP3EI merupakan dokumen komplementer dan dokumen kerja dari seluruh dokumen perencanaan tersebut dan disusun dengan pendekatan mengintegrasikan berbagai dokumen perencanaan yang telah ada, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Posisi MP3EI di Antara Berbagai Dokumen Perencanaan

PP 26/2008 tentang RTRW Nasional merupakan salah satu dokumen perencanaan yang digunakan sebagai landasan pada saat proses penyusunan dokumen MP3EI, di samping dokumen-dokumen RPJP dan RPJMN serta dokumen-dokumen perencanaan Kementerian dan Lembaga (K/L). Pada saat yang bersamaan juga dilakukan proses finalisasi RTR Pulau.

RTRW Nasional merupakan dokumen yang memuat arahan pola pemanfaatan ruang bagi kegiatan ekonomi dan non-ekonomi, serta arahan mengenai struktur ruang yang dituangkan dalam sistem pusat kegiatan wilayah dan arahan pengembangan infrastruktur utama di seluruh wilayah nasional, terutama infrastruktur yang mendukung

kegiatan ekonomi serta yang memilki nilai strategis nasional. Di samping itu, RTRWN juga memuat pengaturan terhadap kawasan lindung serta pusat-pusat pertumbuhan nasional atau disebut Kawasan Strategis Nasional (KSN).

Untuk mewujudkan atau mengimplementasikan rencana pola dan struktur ruang yang tertuang pada RTRWN,masih diperlukan berbagai upaya berikut: (1111) penjabaran rencana pola ruang dan struktur ruang RTRWN (1:1.000.000) ke dalam skala yang lebih detail, yaitu pada RTR Pulau (1:500.000), RTRW Provinsi (1:250.000), RTRW Kabupaten (1:50.000), dam RTRW Kota (1:25.000); (2222) pengintegrasian dan sinkronisasi rencana pola ruang dan struktur ruang RTRWN dengan rencana pembangunan dalam RPJP, RPJMN dan RKP; dan (3333) penetapan prioritas berbagai rencana implementasi program RTRWN yang dilandaskan dan diintegrasikan dengan kemampuan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

MP3EI disusun dengan semangat not business as usual, yang dalam proses penyusunan dan perumusan strategi serta kebijakan dilakukan dengan mengintegrasikan pandangan dari berbagai

pemangku kepentingan, terutama dari dunia usaha. Dokumen MP3EI menempatkan kepentingan pelaku usaha atau kegiatan investasi sebagai pemeran utama, sementara pemerintah berfungsi sebagai regulator, fasilitator dan katalisator dari percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. MP3EI memiliki tiga pilar utama, yaitu koridor ekonomi, konektivitas dan pengembangan SDM & IPTEK.

Koridor EkonomiKoridor EkonomiKoridor EkonomiKoridor Ekonomi

Pendekatan Koridor Ekonomi merupakan salah satu pendekatan pengembangan ekonomi wilayah yang umumnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya distribusi, mengarahkan penggunaan ruang bagi kegiatan ekonomi yang lebih optimal, serta dapat menjamin ketersediaan lahan bagi pengembangan kegiatan ekonomi yang diarahkan pemanfaatan ruangnya pada wilayah-wilayah tertentu ataupun yang disebut wilayah koridor ekonomi. Hal lain yang menjadi tujuan dalam pengembangan koridor ekonomi adalah terjadinya percepatan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang berada di wilayah koridor ekonomi dan diharapkan dapat memberi dampak positif bagi daerah di sekitarnya.

Pendekatan pengembangan Koridor Ekonomi telah digunakan oleh beberapa negara dalam mewujudkan pengembangan wilayahnya, seperti: (1) Great Mekong Subregion Economic Corridor (GMS-EC) ; (2) Dehli-Mumbai Industrial Corridor (DMIC); (3) Sabah Development Corridor (SDC); (4) North America Super Corridor Coalition (NASCO)

artikel

RAN GRK

REDD

RPJM

RKP

RPJP 2005-2025

Sistem Perencanaan (UU 25/2004)

Lingkungan global (krisis 2008, BRICS, dll) Komitmen internasional (G20, APEC, FTA, ASEAN, Climate Change) Perkembangan sosial-ekonomi domestik

Dinamika Perubahan

Tuntutan mempercepat transformasi ekonomi

MP3EIMP3EIMP3EIMP3EI

Kegiatan dan proyek

Regulasi dan investasi publik

Investasi swasta dan PPP

RTRWN, RTR RTRWN, RTR RTRWN, RTR RTRWN, RTR Pulau, RTRWPulau, RTRWPulau, RTRWPulau, RTRW

Adaptasi, integrasi, dan akselerasi pembangunan:

Fokus dan Konkret

Page 7: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 5

transportasi (distribusi) di sepanjang wilayah koridor ekonomi. Pendekatan koridor ekonomi juga menpercepat pertumbuhan ekonomi melalui akselerasi investasi di wilayah tertentu dan dengan dukungan konektivitas yang optimal, dapat menciptakanspillover effect ke

wilayah sekitarnya dengan cepat.

Koridor Ekonomi dalam MP3EI

Berbagai hal positif yang telah diuraikan di atas dimanfaatkan sebagai awal pemikiran dalam pengembangan konsep koridor ekonomi di Indonesia yang sekarang menjadi salah satu pilar dalam MP3EI. Pendekatan pengembangan koridor ekonomi di Indonesia adalah menghubungkan simpul-simpul industri di dalam koridor dengan hubs (dalam hal ini ibukota provinsi) dan infrastruktur pendukungnya, seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan, bandara, pembangkit energi, jaringan air dan infrastruktur lainnya. Simpul industri yang dimaksud adalah yang di dalamnya terdapat kegiatan industri prioritas atau kegiatan ekonomi utama yang memiliki keunggulan dalam hal proyeksi pertumbuhan pasar, profitabilitas, ukuran pasar, dan kelayakan strategis, serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Wilayah koridor ekonomi sendiri ditentukan dengan mempertimbangkan kontribusi PDRB wilayah (kabupaten) terhadap PDB nasional. Konektivitas antarsimpul diperlukan untuk memberi dampak penggabungan (agglomeration effects), yang sedapat mungkin menghindari wilayah koridor yang terlalu panjang dan terlalu heterogen.

Dengan landasan pemikiran tersebut, diidentifikasi enam koridor ekonomi di Indonesia, yaitu Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara dan Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. Konsep pengembangan enam koridor ekonomi Indonesia disusun dengan mengisi semaksimal mungkin kawasan-kawasan budidaya dan pusat-pusat pertumbuhan atau pusat kegiatan nasional dan wilayah yang diatur melalui PP 26/2008. Termasuk di dalamnya jaringan konektivitas yang mengacu pada Struktur Ruang RTRWN, terutama arahan jaringan konektivitas strategis nasional

Konektivitas dan SDM-IPTEK dalam MP3EI

Pengembangan konektivitas dan SDM-IPTEK merupakan pilar kedua dan ketiga dalam MP3EI yang berfungsi sebagai pendukung (enabler) pengembangan 22 kegiatan ekonomi utama yang diidentifikasi pengembangannya melalui pilar pertama atau koridor ekonomi.

Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian empat elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan Wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Fungsi utama konektivitas nasional ini adalah untuk mewujudkan sinergisme antarpusat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan sistem logistik sehingga mengurangi biaya transaksi dan mewujudkan akses pelayanan yang merata dan meluas (inklusif). Pengembangan konektivitas nasional menjamin keterhubungan antarpusat pertumbuhan ekonomi dalam koridor ekonomi dan daerah belakangnyanya, termasuk dengan wilayah-wilayah di luar koridor ekonomi (intrakoridor – local connectivity), antarkoridor (national connectivity), dan konektivitas dengan negara lain (global connectivity), seperti yang tercantum dalam Gambar 2.

Pengembangan GMSGMSGMSGMS----EC EC EC EC dimulai pada tahun 1992 dengan bantuan dari ADB. GMS-EC beranggotakan tujuh negara di sepanjang sungai Mekong (Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, China dan India), dengan luas area 2,3 juta km2. Tujuan pengembangan koridor ini untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pengembangan world class infrastructure serta fasilitasi perdagangan antar negara anggota koridor.

Sejak dimulai pada 1992 telah diidentifikasi dan dilaksanakan proyek-proyek infrastruktur dengan total nilai sekitar US$ 11 milyar atau mendekati 110 triliun rupiah. Melalui pengembangan GMS-EC, telah dilakukan pula identifikasi berbagai sektor unggulan, antara lain: pertanian, energi, telekomunikasi, investasi, pariwisata dan perdagangan.

Konsep pengembangan DMICDMICDMICDMIC mengikuti rencana pemerintah untuk jalur kereta api kargo (Multi-modal High Axle Load Dedicated Freight Corridor - DFC) dari Delhi ke Mumbai dengan total panjang 1.483 km dan lokasi industri di sepanjang jalur kereta apinya. Tujuan pengembangan koridor ekonomi ini untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing global melalui peningkatan infrastruktur dan iklim investasi.

Pengembangan DMIC ini menetapkan target dua kali lipat penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun, tiga kali lipat peningkatan kapastias

produksi industri dalam lima tahun dan empat kali lipat kapasitas ekspor dalam lima tahun. Upaya pencapaian target ini didukung oleh pembangunan kawasan indsutri baru, pembangunan skill development centers or knowledge hubs, agro processing hubs, cold storage dan telematika.

SDC SDC SDC SDC merupakan program inisiatif Pemerintah Malaysia untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan di

negara bagian Sabah. SDC direncanakan dimulai pada Tahun 2007 sampai akhir periode 12th Perencanaan Malaysia atau tahun 2025. Melalui SDC juga, Pemerintah Malaysia menargetkan peningkatan nilai tambah produksi dan knowledge based economic activities, terutama dalam hal transformasi dan ekspansi pertanian, bio-technology, pariwisata dan logistik.

NASCONASCONASCONASCO adalah wujud dari koalisi perdagangan dan transportasi agar perdagangan international dan domestik di sepanjang koridor (melalui jalan, rel kereta api, dan pelabuhan) yang menghubungkan tiga wilayah negara (Kanada, bagian tengah Amerika Serikat dan Mexico) lebih efisien dan aman. NASCO dimulai sejak tahun 1994, dan dengan kebijakan NAFTA yang mereduksi tarif impor dan peningkatan perdagangan bebas, memberi implikasi sangat besar terhadap penguatan ekonomi melalui peningkatan perdagangan dan angkutan kargo antaranggota NASCO.

Beberapa fakta dan World Bank Review terhadap implementasi beberapa pendekatan koridor ekonomi, mengindikasikan terjadinya 45 persen peningkatan efisiensi waktu dan penghematan biaya

Page 8: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 6

dilakukan juga proses integrasi dan sinkronisasi antara program-program konektivitas dan SDM-IPTEK dengan kegiatan investasi di setiap koridor ekonomi. Untuk mempermudah upaya tersebut, digunakan pendekatan yang disebut dengan konsep kawasan prioritas investasi (KPI). Konsep ini mengintegrasikan program-program konektivitas dan SDM-IPTEK, serta memperbaiki regulasi dikaitkan dengan pengembangan KPI.

Gambar 4 Integrasi antar Pilar

Proses validasi secara terus menerus dilakukan. Sampai dengan Februari 2012 telah diidentifikasi indikasi besaran kebutuhan pendanaan infrastruktur (konektivitas) dan SDM-IPTEK yang terkait dengan indikasi target investasi sektor riil di setiap koridor (Tabel 1). Pendekatan KPI ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan RTRWN atau RTR Pulau.

Tabel 1 Kebutuhan Dana untuk Setiap Koridor

Pelaksanaan MP3EI sangat erat kaitannya dengan upaya perwujudan RTRWN ataupun RTR Pulau, dimana konsep pengembangan pusat-pusat kegiatan nasional ataupun wilayah yang dikembangkan pada RTRWN dan RTR Pulau digunakan sebagai pendekatan konsep KPI dan pengembangan center of excellence pada MP3EI. Sementara rencana struktur ruang pada RTRWN dan RTR Pulau digunakan dalam pendekatan pengembagan konektivitas dalam MP3EI. Sebagai ilustrasi, peran MP3EI dalam mewujudkan RTRWN dan

RTR Pulau dilihat melalui pengembangan wilayah Sumatera bagian Utara pada Gambar 5.

Gambar 2 Ilustrasi Hubungan antar Pusat Kegiatan

Pengembangan SDM-IPTEK dilakukan melalui perwujudan center of excellence di masing-masing koridor ekonomi yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, kejuruan, dan pelatihan terutama untuk yang terkait dengan pengembangan program utama, meningkatkan kompetensi teknologi dan keterampilan/keahlian tenaga kerja; (2) meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, baik oleh Pemerintah maupun swasta, melalui pemberian insentif, peningkatan anggaran, dan mengundang keahlian serta teknologi dari luar; dan (3) mengembangkan institusi sistem inovasi nasional yang berkelanjutan.

Gambar 3 Innovation Driven Economy

Pengembangan SDM-IPTEK diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang direncanakan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi utama di tiap koridor ekonomi. Program SDM-IPTEK diharapkan dapat menyerasikan percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pengembangan sumber daya manusia setempat atau pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh inovasi teknologi (innovation driven economy). Dengan demikian, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai visi nasional dalam MP3EI menjadi negara dua belas besar dunia di tahun 2025 dapat terjamin.

Pelaksanaan MP3EI dan Perwujudan RTRWN – RTR Pulau

Sebagai dokumen kerja, MP3EI memuat kebutuhan pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program dan proyek-proyek enabler (konektivitas dan SDM-IPTEK) dan target investasi sektor riil di tiap koridor ekonomi. Pada dokumen MP3EI telah diidentifikasi besaran target investasi mencapai 4.012 trilliun rupiah sampai dengan Tahun 2014. Sepuluh persen diantaranya adalah investasi pemerintah. Dari total investasi tersebut, sebesar 1.786 trilliun rupiah merupakan kebutuhan pendanaan yang diperlukan bagi pengembangan infrastruktur untuk mendukung kegiatan investasi di koridor ekonomi.

Sejak diterbitkannnya Perpres 32/2011 tentang MP3EI, telah dan masih terus dilakukan proses validasi terhadap rencana kegiatan-kegiatan investasi baik terkait program-program konektivitas dan SDM-IPTEK ataupun kegiatan investasi sektor riil. Bersamaan dengan itu,

Koridor Ekonomi Indikasi Total Investasi s.d. 2014 (Miliar Rp)

Sektor Riil Infrastruktur SDM-Iptek

Sumatera 555.965 581.357 955

Jawa 304.433 1.118.685 467

Kalimantan 903.775 220.780 324

Sulawesi 214.847 201.499 382

Bali-NT 129.884 87.293 95

Papua-Maluku 448.605 155.631 166

2.557.509 2.365.245 2.389

Dokumen MP3EI

menempatkan

kepentingan pelaku

usaha atau kegiatan

investasi sebagai

pemeran utama,

sementara pemerintah

berfungsi sebagai

regulator, fasilitator dan

katalisator

Page 9: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 7

Kegiatan Ekonomi Utama Kegiatan Ekonomi Utama Kegiatan Ekonomi Utama Kegiatan Ekonomi Utama

LEGENDA :

Batas Propinsi

Batas Laut Teritorial

Batas Negara

Garis Pantai

Batas Kabupaten100100 120120 1401400 0Wilayah

P.Sumatera

INSET

Tingkat Sharing

95° BT

95° BT

100

100

105

105

110° BT

110° BT

LS

5° L

S

0

0

LU

5° LU

0 200 400

Kilometer

U

S

Sangat RendahRendahSedangTinggiSangat Tinggi

Wilayah Lain/ Tidak Ada Data

Sumber:Data PDRB Kabupaten-Kota di Indonesia, BPS 2006

Pantai Barat Pantai Timur

Pantai Timur Sumatera#

% Pantai Barat Sumatera

0.00

0.02

0.04

0.10

0.08

0.06

0.14

0.16

0.18

0.12

0 10 20 30 40

(X

(X

(X

(X

(X

(X

(X

(X

(X

(X(X

(X

(X

95° BT

95° BT

100

100

105

105

110° BT

110° BT

LS 5

° LS

0

0

LU

5° LU

0 200 400

Kilometer

U

S2.000.000 Jiwa

1.000.000 Jiwa

500.000 Jiwa

Level Jumlah Penduduk

PETA DIAGRAM PENDUDUKIBUKOTA PROPINSI REGION SUMATERA

KotaBanda Aceh

Kota

Medan

KotaPekanbaru

KotaTanjungpinang

Kota

Padang

KotaJambi

KotaPalembang

Kota Bandarlampung

KotaPangkalpinang

KotaBengkulu

Konsep Pengembangan Koridor Kontribusi PDRB dan Pusat Pertumbuhan

6 Koridor Ekonomi Indonesia

Page 10: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 8

dalam berita

Oktober 2011

Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2030 dinilai bermasalah. Beberapa pasal mengacu pada hak pengusahaan perairan pesisir yang dicabut Mahkamah Agung. ”Ada kemungkinan mendesak Menteri Dalam Negeri mengembalikan Perda itu ke Pemprov DKI. Mendagri punya alasan kuat melakukannya,” kata Irvan Pulungan dari Rujak Center for Urban Studies (RCUS) di Jakarta, Sabtu (8/10). Beberapa lembaga swadaya masyarakat awal Oktober lalu melayangkan surat desakan ke Kemdagri. (Kompas, 10 /10/2011)

Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat membatalkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi DKI Jakarta 2011-2030. Pasalnya, Perda RTRW tersebut dinilai dapat mengganggu kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir. Hal itu disampaikan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik, kepada Kompas.com, Selasa (11/10/2011). Kiara menilai Pasal 178 RTRW DKI yang mengatur hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) mengancam kehidupan nelayan dan masyarakat lantaran membatasi akses menuju kawasan yang memiliki HP-3. Aturan serupa pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui Putusan nomor 03/PUU-VIII/ 2010 tanggal 16 Juni 2011. Yang paling terancam adalah kehidupan nelayan berhubungan langsung dengan wilayah pesisir. Pasalnya, kawasan yang sebenarnya menjadi ruang matapencaharian mereka akan terbatasi atau tertutup sama sekali. Perda RTRW DKI Jakarta sendiri telah disahkan DPRD DKI pada 24 Agustus 2011. (Kompas, 11/10/ 2011)

Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang yang sedang dilakukan Dinas Tata Ruang DKI Jakarta sangat mengharapkan masukan atau aspirasi dari semua warga Jakarta. "Semua masyarakat yang peduli dengan pembangunan Jakarta baik itu Lembaga Masyarakat Kelurahan (dahulu Dewan Kelurahan), aparat teknis, Dinas Pertamanan, Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum, pengembang, LSM, dan semua warga Jakarta," kata Suhardyoko, Sekretaris Dinas Tata Ruang DKI Jakarta. Penyampaian aspirasi ini sudah bisa dilakukan mulai hari Jumat (14/10/2011) hingga Kamis (10/11/2011). "Memang waktunya cukup singkat karena sudah tidak ada waktu lagi. Semua aspirasi ini akan dibawa dan diolah di tingkat kota administrasi," kata Suhardyoko. (Kompas, 14/10/ 2011)

November 2011

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karawang, memaparkan rancangan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah di hadapan sejumlah unsur pimpinan daerah. Peraturan daerah itu dinilai strategis terkait status Karawang sebagai lumbung padi sekaligus kawasan pengembangan industri. Sidang dipimpin Ketua DPRD Karawang Tono Bahtiar dan Ketua Panitia Khusus Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) DPRD Karawang, Ahmad Zamakhsari, dan dihadiri antara lain oleh unsur pimpinan daerah, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta

sejumlah undangan dari instansi terkait. Pembahasan Perda RTRW dinilai krusial untuk "menyelamatkan" puluhan ribu hektar sawah beririgasi teknis yang telah dirintis sejak zaman Belanda dan berkembang dengan dibangunnya jaringan irigasi Jatiluhur. Alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian terus terjadi seiring berkembangnya sektor industri di Karawang bagian selatan. (Kompas, 03/11/ 2011)

Pemerintah tampaknya mengotot menggolkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum. Dengan RUU ini, pemerintah bisa mencabut hak atas tanah rakyat dengan alasan digunakan untuk kepentingan pembangunan. Masalahnya, RUU tersebut sebenarnya menuntut tata ruang di semua daerah telah dibereskan sehingga pemerintah bisa dengan mudah menentukan di lokasi mana pembangunan dilaksanakan. Kenyataannya, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad, RUU Pengadaan Tanah dipaksa untuk digolkan di DPR saat tata ruang di sejumlah wilayah di Indonesia masih belum beres. Menurut Idham, dengan kondisi tata ruang yang belum beres, sementara pemerintah memaksakan RUU Pengadaan Tanah dengan alasan kebutuhan membangun infrastruktur, maka banyak sekali rakyat yang terancam kehilangan tanahnya. (Kompas, 27/11/2011)

Bendahara Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali Ida Dewa Gede Ngurah Swastha mengusulkan bangunan dengan ketinggian di atas 15 meter penerapannya hanya boleh pada gedung-gedung fasilitas publik. Namun, hal tersebut pun harus ditegaskan dalam Perda RTRW agar jangan sampai disalahgunakan. Ia menyatakan setuju jika bangunan tinggi hanya diperuntukkan untuk fasilitas-fasilitas publik, seperti gedung pemerintah, rumah sakit, pasar tradisional, perguruan tinggi, dan sekolah. Sedangkan untuk bangunan hotel, apartemen, kondominium, perumahan, dan gedung-gedung komersial lainnya seharusnya dilarang membangun dengan ketinggian melebihi 15 meter. Wacana menzonasikan perumahan dengan ketinggian di atas 15 meter pun dirasa bukan sebagai sebuah solusi kalau aturan dalam Perda RTRWP Bali direvisi dengan alasan semata untuk pembangunan perumahan penduduk. (Kompas, 29/11/ 2011)

Pada Tahun 2011 dan awal Tahun 2012, berita media cetak tentang tata ruang dan pertanahan banyak diwarnai dengan berita mengenai

penetapan Perda RTRW Provinsi DKI Jakarta yang dinilai dapat mengganggu kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, serta Perda RTRW provinsi

Bali yang diusulkan untuk direvisi karena merugikan daerah karena dikaitkkan dengan norma agama soal jarak pembangunan dengan kawasan suci.

Sedangkan untuk masalah nasional yang paling banyak diangkat adalah mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum, karena dengan UU ini dinilai nantinya pemerintah bisa mencabut hak atas tanah rakyat. Berikut ringkasan

beberapa berita tentang tata ruang dan pertanahan serta lingkungan.

Page 11: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 9

Desember 2011

Ruang terbuka hijau di wilayah Kabupaten Bekasi terus mengalami penyusutan akibat beralih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, dan permukiman. Jumlah luasan RTH di wilayah tersebut saat ini hanya tinggal 4.350 hektare. Untuk memenuhi target RTH 30 persen, saat ini sedang mengupayakan lahan pengganti di WP 2 dan WP 3. Hal tersebut masih sangat mungkin dilakukan karena daerah Kabupaten Bekasi masih memiliki banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan. "RTH itu bukan hanya berfungsi sebagai paru-paru kota atau penguat struktur tanah, tapi bisa dimanfaatkan untuk fasilitas sosial," katanya. (Kompas, 06/12/2011)

Ratusan petani, nelayan, dan buruh yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang dan sejumlah organisasi, berunjuk rasa menolak Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Karawang. Sejumlah item dalam peraturan itu dinilai tak berpihak pada petani dan sektor pertanian. Dua rencana yang termuat dalam Perda RTRW Karawang adalah pembangunan pelabuhan internasional dan jalan di pesisir utara. Kedua rencana dinilai akan mengalihfungsikan lahan pertanian irigasi teknis dalam jumlah besar dan mengancam mata pencaharian petani, buruh tani, dan pekerja sektor pertanian. (Kompas, 12 /12/2011)

Peraturan daerah yang memuat rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Provinsi Bali sudah mendapat pengesahan sejak 2009. Namun, sejumlah kabupaten masih memperdebatkan ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2009 mengenai RTRW dengan alasan merugikan daerah. Salah satu hal yang kuat diperdebatkan adalah pengaturan jarak pembangunan industri atau bisnis dengan kawasan suci yang mengadopsi dari bhisama (norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat sebagai pedoman pengamalan ajaran agama Hindu). (Kompas, 14/12/2011)

Undang-Undang Pengadaan Tanah (UU Pengadaan Tanah) dibuat tidak untuk merampas lahan rakyat. UU ini diniatkan untuk memberi keadilan bagi pemilik lahan, keadilan bagi pembangunan, menyuguhkan kepastian bagi rakyat, dan untuk kepentingan umum. "Kalau kepentingan umumnya tidak jelas, siapa pun boleh protes. Misalnya, yang menjadi kepentingan umum itu ternyata rumah. Itu namanya tidak keruan," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Kamis (29/12/2011) di Jakarta. (Kompas, 30/12/2011)

Januari 2012

Data mencengangkan soal alih fungsi lahan di Bali dibeber oleh Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta. Dalam 3 tahun terakhir, alih fungsi lahan di Bali mencapai 3.400 hektare. Artinya, rata-rata alih fungsi lahan di Pulau Dewata lebih dari 3 hektare per hari. Parta mengaku sedang merumuskan formula agar alih fungsi itu dapat

dibendung. Salah satunya memperkuat kewenangan desa pakraman untuk mencegah alih fungsi lahan yang makin masif tersebut. Sebab jika dibiarkan, bukan tak mungkin lahan di Bali akan habis terganti dengan bangunan, utamanya fasilitas pendukung pariwisata. Salah satu cara mencegah alih fungsi lahan, menurut dia, dengan memperkuat kewenangan desa adat. (VIVAnews, 4/01/2012)

Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengeluhkan masalah rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang masih tumpang tindih dan tidak jelas. Ketidakjelasan peraturan RTRW ini mengkhawatirkan investor. "Masalah RTRW ini salah satu kendala yang sangat merisaukan, karena ada beberapa investor asing yang sudah menanamkan modalnya merasa diperlakukan tidak fair dengan tidak adanya suatu kepastian hukum," katanya seusai bertemu Wapres Boediono di Jakarta (Kompas, 17/1/2012).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang menyatakan bahwa paling sedikit 45% dari luas Pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, wilayah tersebut juga digunakan sebagai kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah, sehingga bisa berfungsi sebagai paru-paru dunia. Menurut informasi dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Perpres Nomor 3 tahun 2012 itu ditandatangani oleh Presiden Yudhoyono pada 5 Januari 2012. (MI, 19/01/2012)

Februari 2012

Permohonan lima bupati di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), dan satu orang wiraswasta terkait dengan pengujian Pasal 1 angka 3 Undang-undang (UU) Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap UUD 1945, dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Achmad Sodiki selaku pimpinan sidang, saat membacakan putusan nomor 45/PUU-IX/2011, Selasa (21/2), di Ruang Sidang Pleno MK. Keenam Pemohon itu adalah Bupati Kapuas H Muhammad Mawardi, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, Bupati Katingan Duwel Rawing, Bupati Barito Timur H Zain Alkim, Bupati Sukamara H Ahmad Dirman, dan Ahmad Taufik selaku wiraswasta dari Palangkaraya. (Kompas, 21/02/2012)

Maret 2012

Peraturan Presiden nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan disinyalir dapat memperluas ancaman keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah, sehingga perlu ditinjau kembali. "Pemerintah harus meninjau kembali peraturan tersebut sebelum kerusakan hutan semakin meluas," kata Hapsoro Direktur Forest Watch Indonesia (FWI). Ia menjelaskan, dua Lembaga swadaya masyarakat (LSM-red) pemantau hutan mensinyalir terjadinya ancaman yang semakin besar terhadap keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah menyusul dikeluarkannya Perpres nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan. (Kompas, 10/03/2012).

Guru besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengingatkan bahwa organisasi pertanian tradisional di Bali atau "subak" saat ini menghadapi ancaman bahaya laten. "Subak menghadapi ancaman bahaya laten kalau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2006 tentang Irigasi diterapkan secara efektif," katanya di Denpasar. Ia menjelaskan bahwa UU tersebut memberikan peluang kepada pihak swasta untuk mengelola air. "Jika itu sampai terjadi, maka subak di Bali hancur," kata Ketua Kelompok Riset Sistem Subak Unud itu. (Antara, 13/03/2012)

Page 12: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 10

P enyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dilatarbelakangi

oleh berbagai informasi dan pertimbangan yang mencakup

berbagai potensi yang dimiliki oleh Indonesia, khususnya potensi

sumber daya alam. Kekayaan alam yang melimpah dimiliki oleh

Indonesia merupakan potensi yang tidak ternilai yang dapat

dikembangkan untuk mendorong pembangunan ekonomi Indonesia.

Indonesia sebagai negara

kepulauan memiliki berbagai

potensi yang ditunjukkan dalam

karakteristik geografi, demografi,

ekonomi, sosial-budaya serta

sumber kekayaan alam yang

dimiliki. Sisi geografis, Indonesia

memiliki lokasi yang strategis

karena dilewati oleh salah satu

Sea Lane of Communication (SLoC) yaitu Selat Malaka yang

menempati peringkat pertama

dalam jalur pelayaran kontainer

global. Sisi demografi, Indonesia

pada tahun 2030 menuai apa

yang dikenal sebagai demographic dividend dengan meningkatnya porsi penduduk usia produktif. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber

daya alam yang besar, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun

yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Berbagai

keunggulan dalam hal sumber kekayaan alam harus dimanfaatkan

dengan prinsip kehati-hatian khususnya terkait dengan keberlanjutan

sumber daya alam tersebut dan kerusakan lingkungan yang mungkin

terjadi.

Indonesia menghadapi tantangan dalam pembangunan ke depan.

Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia tidak merata di seluruh

wilayah Indonesia. Sebaran sumber daya alam, serta pertumbuhan

pusat perdagangan dan industri terkonsentrasi di beberapa daerah

sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan antar wilayah dan

ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan antar wilayah

juga masih rendah yang ditunjukkan dengan masih rendahnya

ketersediaan infrastruktur untuk mendorong aktivitas perekonomian.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bertumpu pada

konsumsi sehingga ke depannya perlu dilakukan transformasi menuju

perekonomian yang tumbuh berdasarkan investasi.

Untuk menghadapi tantangan pembangunan tersebut dikembangkan

konsep percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.

Konsep ini menggunakan pendekatan wilayah untuk mengakselerasi

perekonomian dengan upaya memperbaiki berbagai permasalahan

pengembangan wilayah, yaitu keterbatasan infrastruktur dan suplai

energi, penanganan logistik yang belum efisien, pasar domestik yang

terbagi-bagi dan terbatasnya konektivitas ke pasar global.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

MP3EI merupakan sebuah peta jalan yang disusun sebagai upaya

untuk melakukan transformasi ekonomi nasional untuk mendorong

aktivitas perekonomian yang dapat mempercepat pertumbuhan

ekonomi dan meningkatkan daya saing. Transformasi ekonomi

nasional ini merupakan langkah penting yang diperlukan bangsa

Indonesia untuk menjadi negara maju di masa mendatang. Untuk

mewujudkan itu semua, penyusunan MP3EI dilakukan dengan

pendekatan yang didasari oleh semangat “Not Business As Usual”. Artinya pelaksanaan MP3EI ini membutuhkan perubahan cara

pandang dan perilaku seluruh komponen bangsa.

Dengan semangat perubahan tersebut, diperlukan adanya

pembagian peran dan sinergi antarpelaku pembangunan, dalam hal

ini antara Pemerintah, daerah, BUMN/D dan swasta. Pihak

pemerintah akan memegang peran sebagai regulator, fasilitator dan

katalisator. Sedangkan swasta memegang peranan yang utama dan

penting dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi

khususnya dalam hal meningkatkan investasi dan penciptaan

lapangan pekerjaan. MP3EI mempertegas peran dan mendorong

sinergi antarpelaku pembangunan tersebut.

Untuk pelaksanaannya, MP3EI menggunakan tiga strategi utama

yang terintegrasi satu dengan lainnya, yaitu:

1. Mengembangkan enam koridor ekonomi Indonesia, melalui

pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang berbasis sumber

daya unggulan di setiap koridor ekonomi. Terdapat enam koridor

ekonomi, yaitu: Sumatera bagian Timur-Barat Laut Jawa, Jawa

bagian Utara, Kalimantan, Sulawesi, Jawa bagian Timur-Bali-Nusa

Tenggara, serta Kepulauan Maluku dan Papua. Keenam koridor

ekonomi tersebut memiliki tema pembangunan sesuai dengan

potensi yang dimiliki di masing-masing wilayah serta tujuan

pengembangan yang ingin dicapai. (Gambar Pengembangan

Koridor Ekonomi Indonesia)

2. Meningkatkan konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal

dan terhubung secara nasional dan internasional. Penguatan

konektivitas nasional ditujukan untuk memperlancar distribusi

barang dan jasa dan mengurangi biaya transaksi logistik.

3. Mempercepat peningkatan kapasitas sumber daya manusia

(SDM) Indonesia dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) untuk mendukung pengembangan program

utama di setiap koridor ekonomi. Meningkatnya penduduk usia

produktif mengakibatkan peningkatan kualitas sumber daya

manusia menjadi merupakan hal yang mendesak.

Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta

untuk Mewujudkan MP3EI

artikel

Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP

Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta

Indonesia memiliki

lokasi yang strategis

karena dilewati oleh

salah satu Sea Lane of

Communication (SLoC)

yaitu Selat Malaka

yang menempati

peringkat pertama

dalam jalur pelayaran

kontainer global.

Page 13: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 11

Bagian berikut akan menjelaskan secara ringkas mengenai koridor

ekonomi dan konektivitas.

Koridor Ekonomi Indonesia dan KonektivitasKoridor Ekonomi Indonesia dan KonektivitasKoridor Ekonomi Indonesia dan KonektivitasKoridor Ekonomi Indonesia dan Konektivitas

Inti dari koridor ekonomi adalah mengembangkan dan meningkatkan

keterkaitan pusat-pusat ekonomi yang berbasis potensi ekonomi

wilayah melalui peningkatan akses dan infrastruktur pendukung.

Dengan demikian, pengembangan koridor ekonomi Indonesia pada

dasarnya bertitik berat pada konektivitas nasional yang diselaraskan

dengan empat konsep utama,

yaitu sistem transportasi

nasional, sistem logistik

nasional, pengembangan

wilayah, dan teknologi

informasi dan komunikasi.

Pelaksanaan Koridor Ekonomi

Indonesia dilakukan untuk

mempercepat dan memperluas

pembangunan ekonomi

Indonesia melalui

pengembangan delapan program utama yang terdiri dari dua puluh

dua kegiatan ekonomi utama yang berada di seluruh wilayah

Indonesia. Delapan program utama tersebut meliputi: sektor industri

manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata,

telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis

nasional. Sedangkan fokus dari delapan program utama tersebut

meliputi dua puluh dua aktivitas utama, yaitu: industri besi-baja,

makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, perkapalan, nikel,

tembaga, bauksit, kelapa sawit, karet, kakao, perikanan, pariwisata,

telematika, batubara, minyak dan gas, serta pengembangan

Metropolitan Jabodetabek dan pembangunan Kawasan Selat Sunda.

Kebutuhan investasi untuk mendukung pengembangan Koridor

Ekonomi Indonesia telah diindikasikan sebesar Rp 4.012 triliun. Dari

total investasi, pemerintah akan berkontribusi sekitar sepuluh persen

dalam bentuk infrastruktur dasar seperti jalan, pelabuhan laut,

pelabuhan udara serta rel kereta dan pembangkit tenaga listrik.

Sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari peran swasta

maupun BUMN dan lainnya. Pembagian peran untuk memenuhi

kebutuhan investasi sebagaimana pada Gambar 2 merupakan salah

satu wujud kolaborasi antara Pemerintah dengan badan usaha dalam

upaya mengembangkan berbagai sektor unggulan serta sekaligus

mengidentifikasikan kebutuhan infrastruktur untuk mengembangkan

potensi yang dimiliki Indonesia.

Keterkaitan MP3EI dengan Dokumen Perencanaan Termasuk Rencana

Tata Ruang Wilayah

MP3EI disusun dengan visi “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang

Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Visi tersebut selaras dengan visi

pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi yang sejalan ini menunjukkan

bahwa MP3EI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional.

Selain mengacu pada RPJPN, penyusunan MP3EI juga mengacu pada

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen MP3EI memuat

berbagai rencana strategis pengembangan infrastruktur untuk

mendukung aktivitas ekonomi. Konsistensi antara MP3EI dan Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional akan menghindari terjadinya konflik

antara pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan

perekonomian dengan upaya untuk mempertahankan kawasan lindung.

MP3EI telah memuat berbagai arahan pengembangan kegiatan

ekonomi utama yang sudah lebih spesifik yang dilengkapi dengan

kebutuhan infrastruktur dan berbagai rekomendasi perubahan ataupun

Gambar 1 . Pengembangan Kor idor Ekonomi Indonesia

Sumber: MP3EI 2011-2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Pelaksanaan Koridor

Ekonomi Indonesia

dilakukan untuk

mempercepat dan

memperluas

pembangunan ekonomi

Indonesia

Sentra produksi dan

pengolahan bumi dan

lumbung energi nasional Pusat produksi dan

pengolahan hasil tambang

dan lumbung energi

nasional

Pusat produksi dan

pengolahan hasil

pertanian, perkebunan

dan perikanan nasional

Pendorong industri dan

jasa nasional Pintu gerbang pariwisata

dan pendukung pangan

nasional

Pengolahan sumberdaya

alam yang melimpah dan

sumberdaya manusia yang

sejahtera

Page 14: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 12

baik di pusat dan di daerah. Hambatan perdagangan antar daerah

yang berpotensi menciptakan ekonomi biaya tinggi berupa

pungutan dan duplikasi pajak juga perlu dikurangi.

4. Koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten

dalam pengembangan wilayah untuk koridor ekonomi.

Dengan memperhatikan perbedaan karakteristik antar wilayah, maka

sinergitas pembangunan antar wilayah adalah jawaban untuk

mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Sinergi

ini diharapkan dapat mengupayakan percepatan dan perluasan

pembanguan ekonomi Indonesia di masing-masing koridor ekonomi

terlaksana dengan cepat dan terintegrasi, baik dalam perencanaan

ataupun pelaksanaan pembangunan di pusat dan daerah.

Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Mendukung MP3EI

Total investasi yang dibutuhkan dalam MP3EI adalah Rp 4.012 triliun,

dimana total bagian untuk investasi infrastruktur sebesar Rp 1.786

triliun. Investasi dilakukan di delapan sektor infrastruktur yang

digambarkan dengan jelas pada Gambar Indikasi Investasi Infrastruktur

dalam MP3EI (Gambar 3).

Total investasi infrastruktur diatas merupakan investasi dari

Pemerintah, BUMN dan sektor swasta. Seperti yang telah kita ketahui,

Pemerintah memiliki keterbatasan pendanaan untuk membiayai

pembangunan infrastruktur. Untuk itu, peran dari BUMN maupun

sektor swasta sangat diharapkan untuk mencapai target investasi

MP3EI. Pemerintah telah memasukkan 33 proyek Kerjasama

Pemerintah dan Swasta (KPS) di dalam MP3EI. Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah melakukan

perhitungan terhadap target pendanaan untuk pembangunan

infrastruktur dengan skema KPS adalah mencapai Rp 448,5 triliun.

KPS didorong untuk memperkuat ketersedian infrastruktur terutama

yang terkait dengan MP3EI.

Daftar proyek KPS di atas telah dimasukkan ke dalam dokumen

Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Book). Kebutuhan dana untuk penyiapan proyek, dukungan pemerintah

(apabila dibutuhkan) dan jaminan pemerintah akan diperhitungkan dan

diharapkan akan masuk dalam mekanisme penganggaran Penanggung

revisi terhadap peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian

sinergi antara dokumen perencanaan tetap mutlak diperlukan untuk

menjamin keberhasilan pembangunan. Sinergi dituangkan dalam

dukungan regulasi, lokasi, sumberdaya dan pelaksanaan melalui

kerangka penyelenggaraan pembangunan di daerah yang tertuang

dalam perencanaan pembangunan yaitu RPJM dan RKP.

Perumusan MP3EI telah memadukan dua pendekatan, yaitu sektoral

dan regional, yang kemudian diintegrasikan dalam pengembangan

Koridor Ekonomi. Pendekatan sektoral didasarkan pada identifikasi

sektor-sektor unggulan yang memiliki prospek pengembangan secara

global dan dapat ditingkatkan daya saingnya ke depan. Sedangkan

pendekatan regional atau pengembangan wilayah diterapkan melalui

pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis sektor-sektor

unggulan tersebut dalam enam

koridor ekonomi yang telah

diidentifikasikan.

Untuk mendukung

pengembangan potensi unggulan

wilayah serta menciptakan sinergi

dengan perencanaan pemerintah

pusat, maka peran perencanaan

pemerintah khususnya di daerah

sebagai lokasi pelaksanaan

koridor ekonomi difokuskan untuk

beberapa hal, yaitu:

1. Percepatan penetapan RTRW Provinsi dalam upaya penyelesaian

konflik penggunaan lahan antara kawasan hutan, perkebunan dan

pertambangan.

2. Penegakan hukum (law inforcement). Ancaman keamanan dan ketertiban masih cukup tinggi, termasuk di kawasan wisata.

Pemerintah daerah perlu meningkatkan keamanan dan ketertiban

melalui penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kriminal.

3. Harmonisasi peraturan dan perundang-undangan. Pemerintah

bersama-sama dengan pemerintah daerah perlu bersama-sama

meningkatkan harmonisasi peraturan dan perundang-undangan

Gambar 2. Total Kebutuhan Investasi MP3EIGambar 2. Total Kebutuhan Investasi MP3EIGambar 2. Total Kebutuhan Investasi MP3EIGambar 2. Total Kebutuhan Investasi MP3EI

Sumber: MP3EI 2011-2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Perumusan MP3EI telah

memadukan dua

pendekatan, yaitu

sektoral dan regional,

yang kemudian

diintegrasikan dalam

pengembangan Koridor

Ekonomi

Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali - Nusa Tenggara

Papua - Kep. Maluku

Total 6 koridor

Swasta

Pemerintah

BUMN

Campuran

Nilai Indikasi Investasi

Berdasarkan Investor

Page 15: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 13

Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), baik itu Pemerintah Pusat ataupun

pemerintah daerah. Kemajuan pelaksanaan proyek KPS akan selalu

dipantau dan dievaluasi dengan melakukan koordinasi dengan PJPK

dan para pemangku kepentingan untuk masing-masing proyek.

Pemecahan berbagai

permasalahan yang menghambat

implementasi proyek KPS, seperti

hambatan pengadaan tanah

misalnya, menjadi hal yang sangat

penting agar investasi dari proyek-

proyek tersebut dapat berjalan

sesuai target. Daftar proyek KPS

yang sudah tercantum dalam PP

Book dan MP3EI bisa dilihat pada

Tabel 1.

Rencana Tindak Lanjut

Dalam rangka mempercepat

implementasi MP3EI, Pemerintah

telah mengambil beberapa langkah

penting, antara lain:

1. Menetapkan kelembagaan pelaksanaan MP3EI, yaitu Komite

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(KP3EI), yang langsung dikepalai oleh Presiden Republik

Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pepres No 32 Tahun

2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dan Permenko

Bidang Perekonomian No. PER-06/M.EKON/08/2011 tentang

KP3EI. Pada tahun 2011 Sekretariat KP3EI telah

mengembangkan Standar Operatioanal Procedure (SOP) dari masing-masing unit kerja. Namun demikian tetap dibutuhkan

koordinasi dan komunikasi dalam pelaksanaan SOP tersebut.

2. Membentuk Tim Kerja Konektivitas yang dikepalai oleh Wakil

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Kerja

ini dibentuk untuk melakukan koordinasi terkait dengan

konektivitas terutama penyediaan infrastruktur. Struktur dari Tim

Kerja konektivitas telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP.84/M.PPN/

HK/09/2011.

3. Melaksanakan 94 proyek kegiatan ekonomi dan infrastruktur

dengan nilai total Rp 490,5 triliun telah di-groundbreaking di tahun 2011. Di samping itu, melanjutkan berbagai perbaikan

regulasi untuk mempermudah dan mempercepat implementasi dari

MP3EI, yaitu 22 peraturan telah diperbaiki, 18 peraturan sedang

diperbaiki dan 33 peraturan akan diperbaiki.

4. Melakukan groundbreaking sebanyak 84 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 536,3 triliun dengan rincian yang sumber

pembiayaan dari Pemerintah sebesar Rp 66,2 trilliun (15 proyek),

BUMN sebesar Rp 90,3 triliun (20 proyek), swasta sebesar Rp

301,6 triliun (38 proyek) dan campuran sebesar Rp 78,2 triliun

(11 proyek) untuk semua bidang.

Langkah-langkah tersebut di atas diharapkan dapat mempercepat

implementasi dari MP3EI. Sehingga tujuan awal dari MP3EI yaitu

“Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan

Makmur” dapat segera tercapai. Sekali lagi, keberhasilan

pelaksanaannya juga membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku

kepentingan baik itu dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah,

BUMN, swasta, legislatif, dan masyarakat secara keseluruhan[.]

Gambar 3. Indikasi Investasi Infrastruktur dalam MP3EI

Sumber: MP3EI 2011-2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Pemerintah memiliki

keterbatasan

pendanaan untuk

membiayai

pembangunan

infrastruktur. Untuk

itu, peran dari BUMN

maupun sektor swasta

sangat diharapkan

untuk mencapai

target investasi MP3EI

Infrastruktur Jalan Infrastruktur

Pelabuhan

Infrastruktur Power

& Energi

Infrastruktur

Bandara

Infrastruktur Rel

Kereta

Utilitas Air Telematika Infrastruktur Lainnya Total Indikasi

Investasi

Page 16: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 14

Tabe l 1 Proyek KPS Tercantum di PPP Book dan MP3EI Tabe l 1 Proyek KPS Tercantum di PPP Book dan MP3EI Tabe l 1 Proyek KPS Tercantum di PPP Book dan MP3EI Tabe l 1 Proyek KPS Tercantum di PPP Book dan MP3EI

NoNoNoNo Nama ProyekNama ProyekNama ProyekNama Proyek LokasiLokasiLokasiLokasi Nilai Proyek (US$ Juta)Nilai Proyek (US$ Juta)Nilai Proyek (US$ Juta)Nilai Proyek (US$ Juta)

Koridor Sumatera Koridor Sumatera Koridor Sumatera Koridor Sumatera

1 Strategic Infrastructure and Regional Develiopment of Sunda Strait Lampung-Banten 25.000

2 Medan-Binjai Toll Road North Sumatera 120

3 Palembang-Indralaya Toll Road South Sumatera 125

4 Pekanbaru-Kandis-Dumai Toll Road Riau 845

5 Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi Sumatera Utara 670

6 South Banten Airport Pandeglang, Banten 214

Koridor Jawa Koridor Jawa Koridor Jawa Koridor Jawa

1 Expansion of Tanjung Priok Port Kalibaru, DKI Jakarta 613

2 DKI Jakarta-Bekasi-Karawang Water Supply (Jatiluhur) DKI Jakarta-West Java 189

3 Pondok Gede Water Supply Bekasi, West Java 22

4 Kemayoran-Kampung Melayu Toll Road DKI Jakarta 695

5 Sunter-Rawa Buaya-Batu Ceper Toll Road DKI Jakarta 976

6 Ulujami-Tanah Abang Toll Road DKI Jakarta 426

7 Pasar Minggu-Casablanca Toll Road DKI Jakarta 572

8 Sunter-Polu Gebang-Tambelang Toll Road DKI Jakarta 738

9 Duri Pulo-Kampung Melayu Toll Road DKI Jakarta 596

10 Tanjung Priok Access Toll Road DKI Jakarta 613

11 Pasirkoja-Soreang Toll Road West Java 144

12 Cileunyi-Sumedang-Dawuan Toll Road West Java 1.016

13 Terusan Pasteur-Ujung Berung-Cileunyi-Gedebage Toll Road West Java 800

14 Pandaan-Malang Toll Road East Java 293

15 Kertajati International Airport West Java 800

16 Kulonprogo International Airport DI Yogyakarta 500

17 West Semarang Municipal Water Supply Semarang, Central Java 82

18 Penyediaan SPAM Regional Jatigede West Java 376

19 Pembangunan Umbulan Water Supply East Java 300

20 Pembangunan PLTU Jawa Tengah Baru 2.000 MW Central Java 3.000

21 Pengembangan Kereta Api Bandara Soekarno Hatta DKI Jakarta 735

Koridor Kalimantan Koridor Kalimantan Koridor Kalimantan Koridor Kalimantan

1 Development of Maloy International Port East Kalimantan 1.780

2 Balikpapan-Samarinda Toll Road East Kalimantan 705

3 Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu-Bangkuang Central Kalimantan 1.350

4 Pembangunan Airport Samarinda Baru East Kalimantan 100

Koridor BaliKoridor BaliKoridor BaliKoridor Bali----NTTNTTNTTNTT----NTB NTB NTB NTB

1 Nusa Dua-Bandara Ngurah Rai-Benoa Toll Road Bali 196

Total Total Total Total 44.85144.85144.85144.851

Koridor SulawesiKoridor SulawesiKoridor SulawesiKoridor Sulawesi

1 North Sulawesi 261 Manado-Bitung Toll Road

Page 17: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 15

Kota Mojokerto

melihat dari dekat

K ali ini, Buletin TRP berkunjung ke Kota Mojokerto, Provinsi Jawa Timur dalam rangka pemantauan pelaksanaan pembangunan. Kota Mojokerto merupakan kota terkecil di Jawa Timur dan

Indonesia dengan luas 1.646,54 Ha dan hanya terdiri dari 2 kecamatan (dengan kepadatan penduduk mencapai 69 jiwa/Ha), namun memiliki letak yang strategis yaitu sebagai penyangga kawasan Surabaya Metropolitan Area (SMA)/Kota Metropolitan Surabaya dan juga termasuk dalam Kawasan Perkotaan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan dan sekitarnya (Gerbangkertosusila Plus). Kota Mojokerto diarahkan sebagai service city bagi wilayah hinterlandnya yang meliputi antara lain Kabupaten Mojokerto, Jombang, dan Gresik, dan pelayanannya terutama diarahkan pada kegiatan perdagangan, jasa, industri kecil serta pendidikan.

Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Mojokerto adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 38,05 persen, dan sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 18,17 persen. Dilihat dari sektor primer, sekunder dan tersier, sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta jasa-jasa lainnya) memberikan konstribusi terbesar bagi PDRB Kota Mojokerto sebesar 76,16 persen, disusul kemudian oleh sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, air dan gas dan konstruksi) yang memberikan konstribusi sebesar 23,04 persen. Tingginya sektor perdagangan dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB kota Mojokerto cukup beralasan, karena Mojokerto sebagai wilayah perkotaan sehingga sektor perdagangan, hotel dan restoran berkembang cukup pesat. Terlebih Kota Mojokerto sebagai salah satu wilayah penyangga Kota Metropolitan Surabaya, sehingga perkembangan sektor perdagangan di Kota Surabaya akan mempunyai imbas terhadap Kota Mojokerto.

Hal yang menarik di Kota Mojokerto dan dapat dijadikan contoh bagi kota lainnya adalah bahwa pendidikan di Kota Mojokerto saat ini gratis bagi semua masyarakat yang memiliki KTP Kota Mojokerto. Pendidikan di Kota Mojokerto diarahkan pada pendidikan yang mendukung kesehatan. Sesuai amanat RTRW Provinsi Jawa Timur, Kota Mojokerto diarahkan sebagai pusat pendidikan, khususnya pendidikan perawatan dan kebidanan. Selain itu juga Pemerintah Kota Mojokerto memperhatikan pelayanan kesehatan masyarakatnya. Di Puskemas, semua pelayanan dasar kesehatan dapat diperoleh secara gratis oleh seluruh masyarakat.

Isu utama dalam penataan ruang adalah bahwa hampir seluruh wilayah Kota Mojokerto merupakan wilayah yang datar dengan kemiringan kurang dari 2 persen sehingga rawan terjadi banjir dan banjir kiriman dari Kabupaten Mojokerto yang lebih tinggi. Namun hal ini telah diantisipasi dengan menetapkan Kawasan Rawan Bencana di Kota Mojokerto dalam Raperda RTRW Kota Mojokerto berupa kawasan rawan bencana banjir meliputi Kelurahan Kauman, Gedongan, Purwotengah, Jagalan, Sentanan, Mentikan, Kranggan, Miji, Pajuritkulon, Blooto, Surodinawan, Magersari, Wates, Kedundung, Balongsari, Gunung Gedangan, dan Meri.

Raperda RTRW Kota Mojokerto saat ini sedang dalam tahap finalisasi setelah dibahas dalam forum BKPRN pada tanggal 15 Juni 2011, dan telah mendapatkan persetujuan BKPRN melalui SK Menteri Pekerjaan Umum No.HK.01.03-Dr/451 pada tanggal 22 September 2011. Selain itu, Kota Mojokerto telah memiliki RPJPD 2005-2025 (Perda 2/2009) dan RPJMD 2009-2014 (Perda 3/2009). Secara umum, keterkaitan RTRW sudah tercakup dalam RPJMD Kota Mojokerto dan dalam agenda Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, yaitu perlunya penyusunan RTRW yang selaras dengan daya dukung kota.

Kota Mojokerto telah memperhatikan agar dokumen-dokumen perencanaan bisa saling terintegrasi. Dalam proses penyusunan RTRW,

dokumen RPJPD 2005-2025 dan RPJMD 2009-2014 menjadi acuan dalam penyusunan RTRW. Mekanisme pengintegrasian dilakukan melalui rapat koordinasi dengan SKPD-SKPD terkait yang difasilitasi oleh Bappeko.

Integrasi perencanaan juga membutuhkan konsistensi dari perencanaan hingga pelaksanaan yang berkaitan dengan DPRD. Di Kota Mojokerto, DPRD sudah dilibatkan sejak awal dalam Musrenbang. Mulai Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, hingga Musrenbang Kota, anggota DPRD telah hadir dalam pembahasan. Sistem pendekatan yang telah dimulai sejak tahun 2007 ini sudah diapresiasi oleh Pemerintah Provinsi. Semua hal tersebut tidak terlepas dari ukuran kota yang relatif kecil yang hanya terdiri atas 2 kecamatan, yaitu Magersari dan Prajurit Kulon, sehingga komunikasi menjadi lebih intensif dan efektif.

Integrasi perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan ini merupakan salah satu aspek penting untuk dapat mewujudkan Kota Mojokerto yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan penataan ruang Kota Mojokerto yaitu “Mewujudkan Kota Mojokerto yang mandiri, sejahtera, berbudaya sebagai pusat pelayanan perdagangan, jasa, dan industri kecil dalam ruang yang berkelanjutan”[as/cr]

Keserasian Rencana Pembangunan dengan

Rencana Tata Ruang Wilayah

Pengguna informasi geospasial berhak mengetahui

kualitas yang diperolehnya dan berhak menolak hasil

informasi geospasial yang tidak berkualitas.

Penyelenggara wajib memberitahukan kualitas

setiap informasi geospasial yang diselenggarakan

dalam bentuk metadata dan riwayat data.

Tahukah Anda???

Kota Mojokerto diarahkan

sebagai service city bagi

wilayah hinterlandnya yang

meliputi antara lain

Kabupaten Mojokerto,

Jombang, dan Gresik

Page 18: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 16

R apat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Rakernas BKPRN) merupakan salah satu agenda rutin BKPRN yang dijadwalkan diselenggarakan setiap 2 tahun

sekali. Pada tahun 2009 lalu, karena beberapa alasan teknis termasuk baru terpilihnya Kabinet Indonesia Bersatu II, maka Rakernas tidak diselenggarakan. Pada tahun 2011, Rakernas BKPRN 2011 diselenggarakan di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 29 November – 1 Desember 2011. Rakernas ini diikuti oleh para anggota BKPRN, serta perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia dan kabupaten/kota di Sulawesi dengan jumlah total peserta sebanyak sekitar 400 orang.

Rakernas BKPRN dibuka dengan sambutan oleh Gubernur Sulawesi Utara dan pembukaan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang kemudian dilanjutkan dengan arahan Menteri yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas mewakili Menteri PPN/Kepala Bappenas, Deputi Bidang Tata Lingkungan KLH mewakili Menteri Lingkungan Hidup, dan Staf Ahli Bidang Revitalisasi Kehutanan mewakili Menteri Kehutanan. Secara umum, ringkasan arahan para menteri adalah sebagai berikut: (1) RTRWP dan RTRWK diperlukan sebagai instrumen perizinan untuk mendukung perwujudan MP3EI; (2) Percepatan penetapan RTRWP/K memerlukan bantuan teknis, harmonisasi antar rencana dan pendampingan; (3) Penguatan kelembagaan penataan ruang daerah diperlukan untuk percepatan penetapan Perda RTRWP dan RTRWK; (4) Konsistensi pelaksanaan dengan perencanaan diperlukan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif

dan berkelanjutan; (5) Keserasian antara rencana pembangunan dengan RTR diperlukan untuk menjamin efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya; (6) Pemanfaatan ruang perlu didukung peran masyarakat, penegakan hukum, kualitas dan kuantitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang memadai serta instrumen insentif dan disinsentif; (7) Pengurangan kawasan hutan harus mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan dan dukungan terhadap pembangunan sektor lain dan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi eksisting kawasan hutan dan lingkungan setempat; (8) Daya dukung dan daya tampung harus

menjadi pertimbangan dalam perencanaan pemanfaatan ruang; dan (9) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) diperlukan sebagai instrumen pengelolaan lingkungan hidup untuk memperbaiki proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan.

Rakernas kemudian dilanjutkan dalam sidang kelompok yang dibagi menjadi 4 (empat) komisi. Isu strategis yang muncul dalam keempat sidang komisi adalah sebagai berikut:

Komisi I Komisi I Komisi I Komisi I Pelaksanaan Penataan Ruang: (1) proses penyusunan/revisi RTRWP dan RTRWK yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas rencana; (2) belum konsistennnya implementasi dengan rencana; (3) belum selesainya seluruh peraturan perudangan Bidang Penataan Ruang; (4) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia Bidang Penataan Ruang; dan (5) belum lengkapnya peta dasar yang diperlukan untuk penyusunan RTR.

Komisi II Komisi II Komisi II Komisi II Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang: (1) masih diperlukannya penguatan peran dan porisis BKPRN; (2) perlunya penguatan hubungan kerja antara BKPRN dan BKPRD; (3) belum adanya pedoman pelaksanaan peran masyarakat dalam penataan ruang; dan (4) kualitas sumberdaya manusia Bidang Penataan Ruang yang masih perlu ditingkatkan.

Komisi III Komisi III Komisi III Komisi III Sinergi Kebijakan, Rencana dan Program Pembangunan Nasional dan Daerah: (1) kurang serasinya kebijakan, rencana dan program (KRP) baik secara vertikal maupun horizontal di bidang penataan ruang serta antara KRP nasional dan daerah; (2) banyaknya peraturan perundangan sektoral yang mengamanatkan penyusunan peraturan daerah terkait penataan ruang; dan (3) masih banyaknya rencana pembangunan daerah yang belum terintegrasi dengan RTR.

Komisi IV Komisi IV Komisi IV Komisi IV Pengelolaan Permasalahan Pemanfaatan Ruang: (1) belum tersusunnya mekanisme penyelesaian masalah pemanfaatan ruang di tingkat nasional dan daerah; (2) belum sinerginya pemanfaatan ruang antara wilayah hulu dan hilir; (3) belum efektifnya pengendalian alih fungsi lahan; dan (4) kekosongan hukum untuk RTRWP dan RTRWK yang sudah berakhir masa berlakunya.

Hasil setiap sidang komisi ini kemudian didetailkan ke dalam bentuk agenda kegiatan untuk dilaksanakan oleh setiap kelompok kerja BKPRN pada tahun 2012-2013 [as].

Peta dasar, berupa:

♦ Peta Rupabumi Indonesia,

♦ Peta Lingkungan Pantai Indonesia dan

♦ Peta Lingkungan Laut Nasional.

Peta dasar terdiri atas:

♦ garis pantai;

♦ hipsografi (garis khayal untuk menggambarkan

semua titik yang mempunyai ketinggian yang

sama di dasar laut);

♦ perairan;

♦ nama rupabumi;

♦ batas wilayah;

♦ transportasi dan utilitas;

♦ bangunan dan fasilitas umum; serta

♦ penutupan lahan.

koordinasi trp

Rakernas BKPRN

Tahukah Anda???

...hasil setiap sidang komisi

ini kemudian didetailkan

menjadi Agenda Kegiatan

Kelompok Kerja Tahun

2012-2013...

Page 19: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 17

Rancangan awal Rancangan Undang-Undang tentang Pengadaan

Tanah untuk Pembangunan disampaikan Pemerintah kepada DPR RI

melalui surat Presiden Nomor: R-98/Pres/12/2010 pada tanggal 15

Desember 2010. Dalam surat tersebut Presiden mengamanatkan

empat menteri untuk mewakili Pemerintah dalam pembahasan RUU

tersebut bersama DPR RI. Keempat Menteri tersebut adalah: Menteri

Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan.

Namun dalam proses pembahasan juga menambahkan Menteri

Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebagai

anggota yang mewakili Pemerintah.

Pada tanggal 23 Januari 2011 Pemerintah diwakili Menteri Dalam

Negeri menyampaikan Keterangan Pemerintah atas RUU tentang

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan. Sebelumnya sudah dimulai

pembahasan internal Bappenas dan juga dengan Kementerian/

Lembaga terkait untuk konsolidasi dan persiapan penyampaian

Keterangan Pemerintah terkait dengan RUU tersebut. Melalui Rapat

Paripurna DPR RI tanggal 25 Januari 2011 dibentuk Panitia Khusus

(Pansus) DPR guna membahas RUU tentang Pengadaan Tanah

untuk Pembangunan.

Pembahasan RUU dilakukan oleh DPR RI melalui Rapat Dengar

Pendapat maupun pandangan umum dengan instansi pemerintah,

akademisi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik

Negara (BHMN), praktisi, lembaga swadaya masyarakat dan

beberapa pihak lain yang terkait. Selain itu juga dilaksanakan rapat

dengan seluruh Gubernur untuk mendapatkan masukan terkait

dengan pengaturan pertanahan. Untuk melengkapi masukan dalam

penyusunan RUU tersebut, dilaksanakan juga kunjungan kerja ke

beberapa provinsi yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Bali, Papua

dan Sulawesi Utara.

Dalam pembahasan RUU ini digunakan pendekatan Daftar

Inventarisasi Masalah (DIM). Secara keseluruhan jumlah DIM yang

dibahas sebanyak 379 (tiga ratus tujuh puluh sembilan). Setelah

pembahasan, draf RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan pada

awalnya terdiri atas 11 Bab dan 72 Pasal, telah mengalami perubahan

baik urutan Bab dan Pasal maupun substansi sehingga menjadi 8 Bab

dan 61 Pasal. Pada akhirnya disepakati perubahan judul RUU dari RUU

tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan menjadi RUU

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Beberapa hal penting hasil

pembahasan adalah:

dicantumkannya definisi

‘kepentingan umum’,

menghilangkan peran

Kementerian PPN/Bappenas

dan menambahkan peran

Perusahaan Listrik Negara

(PLN) dan Badan Pengelola

Kegiatan Hulu Minyak dan Gas

(BP-MIGAS).

Setelah melalui serangkaian pembahasan baik Rapat Kerja, Rapat

Dengar Pendapat, dan Rapat Dengar Pandangan Umum (RDPU),

Rapat Panitia Khusus (Pansus), Rapat Panitia Kerja (Panja), Rapat Tim

Perumus (Timus) dan Rapat Tim Sinkronisasi (Timsin), pada tanggal

14 Desember 2011 dilaksanakan Rapat Kerja dengan agenda

penyampaian laporan Panitia Kerja RUU Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum untuk Pengambilan

Keputusan Tingkat I. Tanggal 16 Desember 2011 merupakan puncak

pembahasan RUU ini dengan dilaksanakan Rapat Paripurna DPR RI

dimana salah satu agendanya adalah penyampaian laporan Pansus

dan Pengambilan Keputusan Tingkat Akhir. Dengan selesainya

pembahasan RUU tersebut, pada tanggal 14 Januari 2012 RUU

disahkan oleh Presiden menjadi UU No. 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. [ik/

Proses Pembahasan UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan

untuk Kepentingan Umum

...pada tanggal 14 Januari

2012 RUU disahkan oleh

Presiden menjadi UU No.

2 tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk

Kepentingan Umum

Kronoligis penyusunan UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Penyampaian

Ampes

Kunjungan Daerah

Pembentukan Panitia Khusus

(Pansus)

Pembentukan Panitia Kerja (Panja) +

Penyerahan DIM oleh DPR

Rapat-Rapat Panja

Lanjutan Rapat-Rapat Panja

Rapat Tim Sinkronisasi (Timsin)

Rapat Tim Perumus (Timus)

Lanjutan Rapat-Rapat Panja

Studi Banding ke Luar Negeri

Rapat Kerja Rapat Badan Musyawarah (Bamus)

Rapat Paripurna

Page 20: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 18

B uku RTH 30% Resolusi (Kota) Hijau ini hadir seiring dengan amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang mensyaratkan kota harus memiliki RTH minimal 30 Persen dari

total luas kota secara keseluruhan yang terdiri atas RTH publik (20%) dan RTH privat (10%). Pemahaman mengenai keberadaan RTH sangat penting terutama dalam konteks perubahan iklim yang sedang menjadi trends saat ini. Keberadaan RTH menjadi sangat relevan karena sifatnya yang multifungsi dalam: PertamaPertamaPertamaPertama, menjaga temperatur mikro kota-kota tropis melalui mekanisme penyerapan gas-gas rumah kaca. KeduaKeduaKeduaKedua, memberikan peluang yang lebih besar bagi retensi air hujan untuk menghindari banjir. KetigaKetigaKetigaKetiga, merupakan lahan peresapan air hujan ke dalam tanah dan KeempatKeempatKeempatKeempat, membangun citra kota lebih manusiawi, asri dan indah.

BAB I : Mengapa Perlu RTH?BAB I : Mengapa Perlu RTH?BAB I : Mengapa Perlu RTH?BAB I : Mengapa Perlu RTH? Menguraikan tentang bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi mulai dari bahaya pemanasan bumi, permasalahan yang dihadapi oleh kota (Banjir, Macet, Kemiskinan, dan Gusur), intrusi air laut karena penyedotan air tanah yang tidak terkendali dan permasalahan lainnya. Kemudian dalam menyikapi permasalahan tersebut, menarik apa yang disampaikan oleh penulis dalam bentuk idiom ‘Balada Katak Rebus” yang intinya menggambarkan bahwa

terjadi proses adaptasi yang menikmati permasalahan tersebut sehingga kita menjadi terbiasa seperti katak yang dimasukkan ke dalam kuali berisi air dingin yang kemudian air tersebut direbus, namun si katak tetap diam karena tubuhnya merasa mampu beradaptasi menikmati

hangatnya perpindahan suhu air tanpa mau berusaha menyelamatkan diri. Maka yang diperlukan sekarang adalah kebijakan yang cerdas dan berani. Artinya kebijakan yang mampu mengatasi masalah sesuai dengan inti permasalahannya, bukan mengotak-atik masalah di pinggirannya yang sekadar menghabiskan anggaran publik. Harus dijauhi cara berpikir yang pesimis defensif dengan melihat keterbatasan luas lahan yang tersedia, keterbatasan biaya, dan harga tanah yang semakin mahal sebagai kendala. Sebaliknya, kita harus mengembangkan cara berpikir kreatif “optimis progresif” dalam mencapai RTH 30 persen. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah menggabungkan RTH publik dan privat untuk mencapai target luasan sampai 30 persen dari total luas wilayah.

BAB II : Menelusuri Jejak Hijau.BAB II : Menelusuri Jejak Hijau.BAB II : Menelusuri Jejak Hijau.BAB II : Menelusuri Jejak Hijau. Kota Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang dinamis dimana kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kota semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Akibatnya pembangunan cenderung memanfaatkan lahan-lahan alami yang masih ada yang sebenarnya mempunyai fungsi-fungsi ekologis kota. Berdasarkan data yang ada, rata-rata kecamatan yang ada di wilayah DKI Jakarta memiliki

kepadatan ruang terbangun yang sangat tinggi. Dengan jumlah kecamatan DKI Jakarta yang terdiri dari 44 kecamatan, sebanyak 31 kecamatan, lebih dari 70 persen kawasannya telah menjadi kawasan padat bangun, seperti Kecamatan Grogol Petamburan (88,96 persen), Jatinegara ( 88,13 persen), Kebayoran Lama (86,89 persen) bahkan ada kecamatan yang luas kawasan terbangunnya melebihi 90 persen yaitu Kecamatan Tambora (92,82 persen), Kecamatan Johar Baru (94,05 persen), dan Kecamatan Cempaka Putih (91,49 persen). Hanya 6 kecamatan di DKI Jakarta yang memiliki lahan terbangun masih kurang dari 50 persen yaitu Kecamatan Cipayung (41,52 persen), Makasar (36,85 persen), dan Jagakarsa (45,32 persen). Ini menandakan bahwa potensi RTH di tiga kecamatan itu masih cukup dominan sehingga perlu dilakukan pengendalian pembangunan agar tidak banyak mengalami alih fungsi.

BAB III : BAB III : BAB III : BAB III : Membangun Infrastruktur Hijau.Membangun Infrastruktur Hijau.Membangun Infrastruktur Hijau.Membangun Infrastruktur Hijau. Infrastruktur kota merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan warga yang hidup di dalam ruang perkotaan. Dalam wacana akademis saat ini, dikenal 2 (dua) istilah infrastruktur, yaitu infrastruktur abu-abu (jalan, jembatan, drainase, dan prasarana lainnya) dan infrastruktur hijau. Infrastruktur hijau didefinisikan sebagai : An interconnected network of green space that conserves natural ecosystem values and functions and provides associated benefits to human population (Green Infrastructure: Smart Conservation for the 21 st Century, 2001). Dari sudut pandang ini, infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi; singkatnya sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan (natural life sustaining system). Oleh karena itu, infrastruktur hijau atau infrastruktur ekologis merupakan jaringan RTH (Ruang Terbuka Hijau) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberi dukungan pada kehidupan manusia. Keterhubungan antar kawasan RTH dengan jalur dan koridor hijau merupakan kunci keberhasilan infrastruktur hijau kota. Infrastruktur hijau harus diintegrasikan dengan rencana pembangunan infrastruktur kota, harus dilakukan secara komprehensif dan interdisipliner, serta menyertakan partisipasi masyarakat sebagai pemangku kepentingan, karena RTH menyangkut ruang publik maupun privat.

BAB IV : Koefisien Dasar Hijau. BAB IV : Koefisien Dasar Hijau. BAB IV : Koefisien Dasar Hijau. BAB IV : Koefisien Dasar Hijau. Parameter untuk mengantisipasi konversi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan terbangun yang tercakup dalam nilai KDB, KLB dan KB belum efektif untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan lahan terbangun dengan lahan terbuka. Oleh karena itu, guna melengkapi produk hukum yang mempertimbangkan keseimbangan aspek ekologis dengan aspek sosial-estetika, maka ditetapkan KDH (Koefisien Dasar Hijau) dan KTB (Koefisien Tapak Basement). Aplikasi KDH menunjukkan persentase luas daerah hijau (DH) dibandingkan luas lahan terbangun, yang sekaligus mencerminkan kondisi ruang terbuka (RT). Aspek ekologis, estetika dan sosial menjadi aspek pertimbangan dalam penentuan nilai KDH.

ringkas buku

RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau

Penulis Buku: Nirwono Joga dan Iwan Ismaun

‘Balada Katak Rebus’

yang intinya

menggambarkan bahwa

terjadi proses adaptasi

yang menikmati

permasalahan ...

Page 21: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 19

Beberapa solusi yang ditawarkan adalah maksimalisasi RTH privat di area lahan terbangun, pengadaan daerah hijau kolektif (tanggung renteng), urban streetscapes yang memanfaatkan koridor antara Garis Sempadan Jalan (GSJ)- Garis Sempadan Bangunan (GSB) serta konversi KDH yang berupa pengalihan daerah hijau (DH) alami menjadi hijau pepohonan daerah perkerasan di daerah perencanaan yang memiliki RTLB yang telah diberlakukan, seperti kebun pasif, sarana olahraga dan taman bermain. Dengan demikian daerah hijau (DH) yang dipersyaratkan mampu mengakomodasi fungsi utama ekologis dan fungsi social-estetika perpetakan Kota Jakarta.

BAB V : Melacak Jejak Hijau.BAB V : Melacak Jejak Hijau.BAB V : Melacak Jejak Hijau.BAB V : Melacak Jejak Hijau. Bila mencermati luasan RTH khususnya di kota Jakarta maka akan diketahui bahwa luasan RTH terus berkurang mulai dari Rencana Induk Djakarta 1965-1985 (37,2%), Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 (25,85%), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 (13,94 %, atau 9.545 hektar). Persentase ini jauh dari standar ideal RTH kota hijau sebesar 30%. Sedangkan kota-kota di dunia berlomba-lomba menyediakan RTH agar kota menjadi lebih hijau dan layak huni, seperti New York (25,2%, 2020), Tokyo (32%, 2015), London (39%, 2020), Singapura (56%, 2034), Beijing (43%, 2008), atau Curitiba (30%, 2020).

Tujuan dan sasaran dari RTH kota adalah memelihara keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan binaan, memperkecil pencemaran lingkungan dan menciptakan lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman. Ketiga hal tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan dasar dan langkah-langkah operasional di setiap wilayah. (Jakarta PusatJakarta PusatJakarta PusatJakarta Pusat)))) : Pengembangan RTH dititikberatkan pada taman yang sudah ada (Taman Silang

Monas, Taman Lapangan Banteng, Gelora Bung Karno Senayan, dan kawasan Kemayoran). (Jakarta BaratJakarta BaratJakarta BaratJakarta Barat) ) ) ) : Pengembangan RTH dititikberatkan pada keindahan kota, peningkatan penghijauan DAS untuk menghindari erosi, dan penciptaan hutan kota. (Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta SelatanSelatanSelatanSelatan) ) ) ) : Sesuai dengan fungsinya sebagai daerah resapan air, wilayah ini harus mempertahankan fungsi tersebut sebaik-baiknya, melalui pengembangan taman kota, peningkatan lingkungan hidup, peningkatan penghijauan DAS dan situ. (Jakarta TimurJakarta TimurJakarta TimurJakarta Timur)))) : Wilayah ini sasaran programnya dalam bidang pengembangan sistem taman kota, peningkatan partisipasi masyarakat kota dalam menciptakan lingkungan bersih, dan peningkatan kualitas lahan di DAS. (Jakarta Jakarta Jakarta Jakarta UtaraUtaraUtaraUtara)))) : Wilayah ini sasaran programnya pada sumber daya alam dan lingkungan hidup, yakni meningkatkan penghijauan dan pengembangan taman dan hutan kota serta membina hutan witasa/taman nasional laut Kepulauan Seribu.

BAB VI : Menuju RTH 30%.BAB VI : Menuju RTH 30%.BAB VI : Menuju RTH 30%.BAB VI : Menuju RTH 30%. Kota hijau yang berkelanjutan adalah kota yang menjaga karakter alam, ketersediaan air bersih, udara segar, iklim mikro yang nyaman, tempat reksreasi dan beragam keanekaragaman hayati. Hakikat membangun RTH adalah menghadirkan lingkungan alam untuk keseimbangan ekosistem dan meningkatkan estetika kota. Untuk merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam, keseriusan pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat, masyarakat yang berwawasan lingkungan, bergaya hidup hijau

(green life style). Sesuai amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, semua kota-kota di Indonesia, termasuk Jakarta, disyaratkan mewujudkan RTH sebesar 30%. RTH ini kemudian dibagi kedalam RTH publik sebesar 20 persen dan RTH privat 10 persen. RTH publik meliputi pengembangan lahan terbuka hijau milik pemerintah, terdiri atas RTH lindung dan RTH binaan.

Pengembangan RTH publik dapat dilakukan dengan cara merefungsi lahan hijau yang saat ini masih berfungsi lain, serta merestorasi ekologi lahan atau jalur hijau yang rusakdan terdegradasi akibat ulah manusia. Pengembangan RTH privat dilakukan dengan mengendalikan lahan-lahan pekarangan, halaman bangunan, sawah, dan kebun yang pada umumnya dimiliki masyarakat dan umum. Upaya ini dapat dilakukan dengan menerapkan aturan koefisien dasar hijau (KDH) dalam setiap izin pembangunan. Selain itu, dapat juga diberikan insentif kepada warga dan pengembang yang dengan sukarela menyediakan dan membangun kawasan dengan konsep perumahan hijau.

Untuk mencapai RTH 30%, maka berbagai jenis dan fungsi RTH, baik yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah (RTH publik) maupun yang dimiliki masyarakat/swasta (RTH privat), harus diintegrasikan dalam rencana induk RTH dan RTRW. Rencana RTH 30 persen dan sistem jaringan RTH yang berfungsi sebagai infrastruktur hijau harus tercermin dalam struktru dan pola pemanfaatan ruang kota sebagai bagian dari peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah. Jaringan RTH tersebut harus terdistribusi ke semua wilayah kota dalam bentuk area (hubs) dan jalur (links), agar dapat berfungsi secara optimal dalam menciptakan keseimbangan ekosistem kota.

BAB VII : Langkah Jejak Hijau. BAB VII : Langkah Jejak Hijau. BAB VII : Langkah Jejak Hijau. BAB VII : Langkah Jejak Hijau. Guna mencapai luasan RTH yang mencapai 30% sesuai yang dimanatkan di dalam UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka reformasi tata ruang kota perlu terintegrasi dengan strategi baru yang kreatif dengan RTRW perkotaan yang tercermin di dalam struktur dan pola kota. Beberapa hal yang menjadi rujukan dalam pencapaian luasan RTH perkotaan adalah, legalisasi Perda RTH, preservasi daerah perkotaan, akusisi RTH Privat hingga peningkatan keterlibatan publik. Kajian ekologi sesuai dengan nilai intrinsic lingkungan menjadi basis utama dalam mencapai keseimbangan baru dengan hasil akhir Kota Hijau yang berkelanjutan.

Kegiatan pembebasan lahan untuk Peruntukan lahan Hijau (PHU) merupakan upaya akusisi Lahan Terbangun dan peningkatan luasan RTH yang lebih fleksibel. Partisipasi aktif masyarakat (Program Mitra Hijau) sebagai bagian tanggung jawab social korporasi (CSR) banyak membantu strategi akusisi lahan untuk perluasan RTH, seperti program taman interaktif yang membebaskan masing-masing 200-500 m lahan di kantong permukiman untuk dijadikan 2 taman interaktif yang tersebar di 267 kelurahan. Akan tetapi, diperlukan dasar hukum yang kuat serta membutuhkan terobosan win-win solution khususnya bagi pihak pemilik RTH Privat. Pendataan konkret mengenai luasan RTH Privat juga belum trelaksana dengan optimal, sehingga kemungkinan terjadi bias data cukup besar.

Peran Sistem kelembagaan dalam upaya penyusunan kebijakan hijau juga cukup penting, terkait dengan penyediaan anggaran besar untuk pembangunan RTH baru (green budget). Prioritas penganggaran program RTH harus setara dengan program transportasi massal dan prasarana pencegahan banjir agar kota tidak mengalami bencana lingkungan, kemacetan dan banjir. Tim Audit RTH mutlak perlu dibentuk guna memperkuat dan mendukung berlakunya peraturan pendukung RTH. Dengan demikian, diharapkan pencapaian kuantitas RTH 30% dan peningkatan kualitasnya bisa terwujud melalui dukungan berbagai stakeholder. [rn]

Luasan RTH khususnya di

kota Jakarta terus

berkurang mulai dari

Rencana Induk Djakarta

1965-1985, Rencana

Umum Tata Ruang

(RUTR) Jakarta 1985-

2005, dan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW)

Jakarta 2000-2010 .

Page 22: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 20

Latar belakangLatar belakangLatar belakangLatar belakang. Insentif dan disinsentif merupakan salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan PP No. 15 Tahun Penyelenggaraan Penataan Ruang. Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya. Sedangkan disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya. Sebagai upaya untuk mengimplementasikan arahan pemberian insentif dan disinsentif dalam pembangunan nasional, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan-Bappenas menyelenggarakan Kegiatan Kajian Kebijakan Insentif dan Disinsentif Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional.

Kegiatan ini dilakukan untuk memperjelas pemahaman terhadap definisi akan merumuskan kebijakan yang akan mengatur mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif seperti yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas.

Tujuan Kegiatan Tujuan Kegiatan Tujuan Kegiatan Tujuan Kegiatan ini adalah memfasilisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang dan telah ditetapkan serta pengedalian pemanfaatan ruang yang efektif, melalui pemetaan jenis insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan ruang, baik dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, dan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada masyarakat, penyusunan mekanisme penyusunan dan contoh penerapannya. Hasil perumusan dapat digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan pedoman penerapan insentif dan disinsentif yang lebih rinci.

Berdasarkan Review Peraturan PerundanganReview Peraturan PerundanganReview Peraturan PerundanganReview Peraturan Perundangan----undanganundanganundanganundangan terkait insentif, disinsentif dan sanksi dapat dipahami beberapa kata kunci (key word) antara lain: (1) INSENTIF terbagi atas dua kelompok yaitu: Kelompok 1: rangsangan, memberikan rangsangan, dorongan, mendorong, didorong; dan Kelompok 2: imbalan bila sejalan/sesuai; (2) DISINSENTIF: membatasi, mengurangi, mencegah, dibatasi, dicegah, dikurangi, mengendalikan; dan (3) SANKSI dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: Kelompok 1: penertiban, pelanggaran, melanggar; dan Kelompok 2: mencegah.

Hasil kajian literaturHasil kajian literaturHasil kajian literaturHasil kajian literatur terhadap berbagai kasus penerapan insentif dan disinsentif memberikan beberapa pembelajaran. Pertama, penerapan insentif dapat dilakukan untuk berbagai macam kebutuhan pengembangan, misalnya untuk pengembangan lokasi dalam kaitannya dengan persaingan antarwilayah, pengendalian pembangunan dan pencegahan berkembangnya sprawl, pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, pengembangan lahan-lahan tidur;. Kedua, terdapat dua pendapat tentang insentif, yaitu (i) positive-sum hypothesis yang berpendapat bahwa insentif adalah manifestasi efisien dari pasar kompetitif, dan (ii) negative-sum game yang berpendapat bahwa insentif hanya menyebabkan daerah ‘race to the bottom’ karena melakukan penawaran insentif yang berlebihan

bagi para investor di mana akhirnya biaya yang dikeluarkan melebihi dari manfaat yang diperoleh. Ketiga, intervensi pemerintah pusat dibutuhkan untuk menghindarkan terjadinya kompetisi insentif yang tidak sehat antarpemerintah daerah

Keempat, tantangan penerapan insentif dan disinsentif bagaimana caranya agar penerapan insentif dapat memberikan manfaat yang melampaui biaya yang dibutuhkan. Kelima, terdapat tiga jenis pendekatan penerapan insentif: (a) ad-hoc approach (insentif yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor); (b) rules-based approach (insentif standar yang transparan dan berlaku bagi semua investor); dan (c) kombinasi dari ad-hoc dan rules-based approach . Kelima, perlu ada kesamaan pemahaman mengenai tujuan penerapan insentif antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kota/Kabupaten. (7) Beberapa hal yang patut dipertimbangkan bila akan menerapkan insentif adalah: (a) Insentif untuk investasi jangan diperlakukan sebagai pengganti (substitute)

dari upaya-upaya yang berkaitan dengan pengembangan iklim usaha yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan untuk berinvestasi; (b) Penerapan insentif untuk investasi harus dijalankan bersama-sama dengan strategi pembangunan

lokal lainnya yang dirancang untuk meningkatkan iklim usaha; (c) Harus dipastikan bahwa penerapan insentif ini harus dapat menghasilkan keuntungan bersih yang melebihi biaya yang dikeluarkan. Penghitungan biaya ini juga harus mencakup biaya-biaya seperti biaya sosial, biaya lingkungan, dan sebagainya; (8) Dalam konteks kerjasama antardaerah, insentif dapat diartikan sebagai mekanisme pendistribusian peran dan tanggung jawab dari setiap daerah yang terlibat dalam suatu kolaborasi untuk pengelolaan common pool resources, seperti DAS; (9) Insentif yang ditawarkan dapat bermacam-macam, antara lain: bantuan pembiayaan (subsidi), pinjaman dengan bunga rendah, pengurangan/penghapusan pajak, dukungan bagi usaha kecil, pemasaran dan promosi, tarif sewa lahan/bangunan yang rendah, penyediaan infrastruktur/lahan yang disesuaikan dengan kebutuhan investor, pengurangan biaya utilitas (listrik, air, dll), pelatihan untuk para pekerja, tunjangan penyusutan (depreciation allowance), dan sebagainya.

Secara ringkas Hasil Kajian Hasil Kajian Hasil Kajian Hasil Kajian ini dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Insentif dan disinsentif dalam penataan ruang merupakan istrumen untuk mengubah perilaku masyarakat agar dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan RTRW; (2) Mekanisme insentif dan disinsentif digunakan sebagai transisi sebelum menuju penerapan mekanisme sanksi; (3) Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif saat ini untuk menjembatani sebelum penerapan sanksi secara menyeluruh; (4) Sanksi lebih tepat dibandingkan

Insentif dan Disinsentif dalam

Penataan Ruang

kajian

penerapan insentif

dapat memberikan

manfaat yang

melampaui biaya yang

dibutuhkan

Page 23: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

EDISI 01/TAHUN I/2010

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan 21

dengan disinsentif terutama untuk yang jelas melanggar, disinsentif dikhawatirkan akan membiarkan terjadinya pelanggaran-pelanggaran; (5) Bentuk insentif yang telah dilakukan di Kawasan Perkotaan Sarbagita antara lain: Pengurangan pajak, Pemberian subsidi pupuk dan benih kepada petani; (6) Insentif merupakan soft instrument, didefinisikan sebagai: pranata kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) guna mengembangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan manfaat ekonomi/sosial yang dinikmati seseorang karena melaksanakan suatu perbuatan/perilaku tertentu (good behavior); (7) sedangkan disinsentif adalah pencabutan insentif; (7) Sanksi merupakan hard instrument yang membuat masyarakat takut/jera terhadap ancaman sanksi dan karenanya menjadi patuh terhadap peraturan.

Arahan Penerapan Insentif dan Disinsentif. InsentifArahan Penerapan Insentif dan Disinsentif. InsentifArahan Penerapan Insentif dan Disinsentif. InsentifArahan Penerapan Insentif dan Disinsentif. Insentif diterapkan guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan melalui pemberian manfaat ekonomi/sosial atas perilakunya yang ideal (di atas standar). Dengan demikian pemberian insentif bersifat mendorong

terjadinya perubahan perilaku ke arah yang lebih baik (ideal) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks penataan ruang, penerapan insentif dan disinsentif dilakukan untuk mempengaruhi proses pemanfaatan ruang, baik untuk mendorong/mempercepat atau mengendalikan/membatasi dengan mempengaruhi pengambilan keputusan dan/atau mengubah perilaku dalam pemanfaatan ruang. Sedangkan disinsentif, berdasarkan hukum administrasi adalah pencabutan insentif, karena merupakan satu kesatuan. Berarti harus ada insentif dulu baru dapat diberikan disinsentif. Tanpa insentif, disinsentif juga tidak ada.

Pada umumnya, perilaku terhadap suatu kebijakan bersifat standar. Untuk meningkatkan perilaku standar tersebut menjadi perilaku yang ideal, maka dapat diberikan insentif. Namun, bila perilaku ideal yang diharapkan tersebut tidak terjadi, maka diberikan disinsentif berupa pencabutan (pengurangan) insentif (dalam hal ini perilaku tetap bersifat standar).

Pemberian insentif dan disinsentifPemberian insentif dan disinsentifPemberian insentif dan disinsentifPemberian insentif dan disinsentif hanya dapat dilakukan dari pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) kepada masyarakat/korporasi. Dengan demikian pemberian subsidi yang dilakukan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tidak dapat disebut sebagai pemberian insentif, melainkan konsekuensi dari penerapan suatu kebijakan tertentu yang dianggap strategis, misalnya dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan nasional, pemerintah pusat memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bagi pemerintah daerah untuk memelihara lahan-lahan pertanian produktifnya, dsb.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang dan yang dikenal dalam perspektif hukum administrasi JenisJenisJenisJenis----jenis insentif jenis insentif jenis insentif jenis insentif terdiri atas: Pembebasan/pengurangan pajak,

Pengurangan retribusi, Pengurangan beban kompensasi, Subsidi, Pembangunan serta pengadaan infrastruktur, Penghargaan dan fasilitasi, Publikasi dan promosi, Kemudahan prosedur perizinan (untuk kasus spesifik/tertentu).

Sedangkan jenisjenisjenisjenis----jenis disinsentifjenis disinsentifjenis disinsentifjenis disinsentif adalah sebagai berikut: Pencabutan/pengurangan atas insentif pemberian pembebasan atau pengurangan pajak, Pencabutan/pengurangan atas insentif pemberian pengurangan retribusi, Pencabutan/pengurangan atas insentif pengurangan beban kompensasi, Pencabutan/pengurangan atas insentif subsidi, Pencabutan/pembatasan atas insentif pembangunan serta pengadaan infrastruktur, Pencabutan atas insentif penghargaan dan fasilitasi, Pencabutan atas insentif publikasi dan promosi.

Berikut ini rekomendasirekomendasirekomendasirekomendasi yang perlu ditindaklanjut adalah: (1) Perlu segera disusun peraturan operasional yang dapat memberikan penjelasan secara lebih lengkap dan rinci mengenai: (a) Definisi dan berbagai jenis insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan dalam konteks penataan ruang dan pengembangan wilayah, namun tidak bertentangan dengan hukum administrasi yang berlaku; (b) Penjelasan dan contoh penerapan setiap jenis insentif dan disinsentif, termasuk mekanismenya serta peran masing-masing stakeholder yang terlibat; (2) Langkah-langkah yang perlu dilakukan bila hendak menerapkan insentif-disinsentif, antara lain meliputi: Penetapan tujuan dan sasaran pembangunan/pengembangan kawasan yang ingin dicapai; Perumusan jenis insentif yang dibutuhkan, misalnya sebagai pioneer, yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan/pengembangan kawasan yang ingin dicapai serta sesuai dengan kondisi dan keunggulan/potensi daerah; Perumusan kriteria: Kepada siapa insentif tersebut dapat diberikan, berapa besarnya, serta jangka waktunya; Pada dasarnya insentif yang diberikan tersebut harus dapat diimplementasikan dan diukur; (3) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap penerapan insentif serta dampaknya dan melakukan pelaporan kepada yang berwewenang. Untuk itu penerapan insentif ini harus diadministrasikan secara baik [ik].

Insentif merupakan soft

instrument,

didefinisikan sebagai:

pranata kebijakan

pemerintah (pusat dan

daerah) guna

mengembangkan

kepatuhan terhadap

peraturan perundang-

undangan, dan

manfaat ekonomi/

sosial yang dinikmati

seseorang karena

melaksanakan good

behavior...

LANDSPATIAL BAPPENAS on

Page 24: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 22

sosialisasi peraturan

Perpres RTR KSN Kawasan Perkotaan

Mamminasata, Perpres No 55 Tahun 2011

Perpres ini mencakup ketentuan dasar akan pengaturan penyelenggaraan penataan ruang di Kawasan Perkotaan Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar). RTR Kawasan Perkotaan Mamminasata berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (2) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (3) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (4) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (5) penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (6) pengelolaan Kawasan Perkotaan Mamminasata; dan (7) perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Perkotaan Mamminasata dengan kawasan sekitarnya.

Untuk cakupan kawasan, Kawasan Perkotaan Mamminasata terdiri dari 46 kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kota dan

Sarbagita, Perpres No 45 Tahun 2011

Perpres mengenai RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) ini berisi ketentuan dasar pengaturan penyelenggaraan penataan ruang di Kawasan Perkotaan Sarbagita. RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perkotaan Sarbagita; (2) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Sarbagita; (3) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan Perkotaan Sarbagita; (4) penetapan lokasi dan fungsi

ruang untuk investasi di Kawasan Perkotaan Sarbagita; (5) penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan Sarbagita; (6) pengelolaan Kawasan Perkotaan Sarbagita; dan (7) perwujudan keterpaduan rencana pengembangan kawasan di luar

Kawasan Perkotaan Sarbagita dengan Kawasan Perkotaan Sarbagita.

Untuk cakupan kawasan, Kawasan Perkotaan Sarbagita mencakup 15 kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kota dan kabupaten. Penataan ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Perkotaan Sarbagita yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing, dan berkelanjutan, sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional berbasis kegiatan pariwisata bertaraf internasional, yang berjati diri budaya Bali berlandaskanTri Hita Karana.

Penataan ruang merupakan upaya pengalokasian ruang bagi kegiatan pembangunan untuk menjaga keberlanjutan fungsi ruang. Pada tahun 2011 ini,

telah dihasilkan tiga Perpres tentang RTR KSN Perkotaan, yaitu: RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita (Perpres No.45/2011), RTR Kawasan Perkotaan

Mamminasata (Perpres No.55/2011) dan RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro (Perpres No.62/2011). Penerbitan ketiga Perpres tersebut ditujukan untuk

mewujudkan harmonisasi dan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang pada kawasan perkotaan.

… kegiatan pariwisata

bertaraf internasional

yang berjati diri Budaya

Bali Tri Hita Karana

Page 25: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

EDISI 01/TAHUN I/2010

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan 23

Batam, Bintan dan Karimun,

Perpres No 87 Tahun 2011

Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun berperan sebagai alat operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan sebagai alat koordinasi pelaksanaan pembangunan di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun. Disamping itu, Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) penyusunan rencana pembangunan di Kawasan BBK; (2) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan BBK; (3) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah Kabupaten/Kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan BBK; (4) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan BBK; (5) penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Kawasan BBK; (6) pengelolaan Kawasan BBK; dan (7) perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan BBK dengan kawasan sekitarnya.

Untuk cakupan kawasan, Kawasan BBK mencakup 26 (dua puluh enam) kecamatan yang terdiri atas: (1) sebagian wilayah Kota Batam yang mencakup 12 kecamatan; (2) sebagian wilayah Kabupaten Bintan yang mencakup tujuh kecamatan; (3) sebagian wilayah Kota Tanjungpinang yang mencakup empat kecamatan; dan (4) sebagian wilayah Kabupaten Karimun yang mencakup tiga kecamatan.

Selain wilayah sebagaimana yang telah disebutkan diatas, Kawasan BBK juga meliputi sebagian wilayah perairan di Selat Jodoh, Selat Malaka, dan Selat Singapura sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [yd].

kabupaten. Tujuan dari penataan ruang Kawasan Perkotaan Mamminasata yaitu untuk mewujudkan: (1) Kawasan Perkotaan Mamminasata sebagai salah satu pusat pertumbuhan wilayah dan/atau pusat orientasi pelayanan berskala internasional serta

penggerak utama di Kawasan Timur Indonesia; (2) keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antara wilayah nasional, wilayah provinsi, dan wilayah kabupaten/kota di Kawasan Perkotaan Mamminasata; (3) sistem perkotaan Kawasan Perkotaan

Mamminasata yang berhierarki, terstruktur dan seimbang sesuai dengan fungsi dan tingkat pelayanannya; (4) keseimbangan fungsi lindung dan fungsi budi daya pada Kawasan Perkotaan Mamminasata sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan (5) pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional di Kawasan Perkotaan Mamminasata.

Mebidangro, Perpres No 62 Tahun 2011

Tidak berbeda dengan kedua Perpres sebelumnya, Perpres ini pun mencakup ketentuan dasar akan pengaturan penyelenggaraan

penataan ruang di Kawasan Perkotaan Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo). Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro ini berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) penyusunan rencana pembangunan di Kawasan Perkotaan Mebidangro; (2) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Kawasan Perkotaan Mebidangro; (3) oerwujudan

keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah Kabupaten/Kota, serta keserasian antarsektor di Kawasan Perkotaan Mebidangro; (4) penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Kawasan Perkotaan Mebidangro; (5) penataan ruang wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kawasan Perkotaan Mebidangro; (6) pengelolaan Kawasan Perkotaan Mebidangro; dan (7) perwujudan keterpaduan rencana pengembangan Kawasan Perkotaan Mebidangro dengan kawasan sekitarnya.

Untuk cakupan kawasan, Kawasan Perkotaan Mamminasata terdiri dari lima puluh dua kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah kota dan kabupaten. Adapun tujuan dari penataan ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro yaitu untuk mewujudkan: (1) Kawasan Perkotaan Mebidangro yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing secara internasional, dan berkelanjutan sebagai pusat kegiatan nasional di bagian utara Pulau Sumatera; (2) lingkungan perkotaan yang berkualitas dan keseimbangan tata air DAS; (3) pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan; dan (4) pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional di Kawasan Perkotaan Mebidangro [yd].

… pelayanan berskala

internasional serta

penggerak utama di

KTI

… aman, nyaman,

produktif, berdaya

saing secara

internasional dan

berkelanjutan sebagai

pusat kegiatan nasional

di baguan utara Pulau

Sumatera

Perpres RTR KSN KPBPB

Untuk keperluan penanggulangan bencana, setiap

orang harus memberikan informasi geospasial yang

dimilikinya bila diminta oleh instansi pemerintah

atau pemerintah daerah yang diberi tugas dalam

urusan penanggulangan bencana.

Setiap orang dilarang mengubah IGD dan IGT tanpa

izin dari Badan Informasi Geospasial dan

menyebarluarkan hasilnya.

Tahukah Anda???

Page 26: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 24

Sulawesi Perpres No 88 Tahun 2011

Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi ini ditetapkan sebagai salah satu upaya untuk mendukung pembangunan nasional. Berbeda dengan keempat RTR KSN sebelumnya, lingkup penataan ruang RTR Pulau Sulawesi ini merupakan lingkup wilayah pulau. Rencana Tata Ruang Pulau ini berperan sebagai perangkat operasionalisasi dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional serta alat koordinasi dan sinkronisasi program pembangunan wilayah Pulau Sulawesi. Disamping itu, Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi berfungsi sebagai pedoman untuk: (1) penyusunan rencana pembangunan di Pulau Sulawesi; (2) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta

keserasian antarsektor di Pulau Sulawesi; (3) pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di Pulau Sulawesi; dan (4) penentuan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi di Pulau Sulawesi; dan (5) Penataan ruang wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota

Adapun untuk tujuan, penataan ruang Pulau Sulawesi bertujuan untuk mewujudkan: (1) pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut; (2) lumbung pangan padi nasional di bagian selatan

Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi; (3) pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi; (4) pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi; (5) pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE); (6) kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu

Perpres RTR Pulau

gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonsan aspek kedaulatan, pertahanan, dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup; (7) jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwolayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah; (8) kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana; dan (9) kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi dengan kondisi ekosistemnya [yd].

Sumatera Perpres No. 13 Tahun 2012

RTR pulau Sumatera menyebutkan pulau Sumatra sebagai kesatuan fungsional wilayah geografis dan ekosistem yang mencakup wilayah darat, laut, udara dan termasuk ruang didalam dalam bumi yang mencakup sepuluh provinsi di Sumatera. Perpres ini juga mengatur koridor ekosistem sebagai kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Wilayah ini merupakan bagian dari kawasan lindung dan atau kawasan budidaya yang berfungsi sebagai alur migrasi satwa atau biota laut, yang menghubungkan antar kawasan konservasi.

RTR Pulau Sumatera secara jelas menyebutkan tujuan dari RTR Pulau ini yang antara lain bertujuan untuk mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan dengan luasan 40 persen dari luas pulau Sumatra sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Tujuan yang lain

adalah untuk mewujudkan kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis basah.

Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan meliputi: (1) mempertahankan luasan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan yang berfungsi lindung yang terdegradasi; dan (2) pengendalian kegiatan budidaya yang berpotensi menggangu

...pusat pengembangan

ekonomi kelautan

berbasis keberlanjutan

pemanfaatan sumber

daya kelautan dan

konservasi laut… pusat

perkebunan kakao

berbasis bisnis… pusat

pariwisata cagar budaya

dan ilmu pengetahuan,

bahari, ekowisata...

… koridor ekosistem

sebagai kawasan

koridor bagi jenis satwa

atau biota laut yang

dilindungi…

Page 27: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

EDISI 01/TAHUN I/2010

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan 25

Status Penyelesaian

Peraturan Daerah RTRWP

Proses Revisi

Proses Persetujuan Substansi

B1 : Proses Persetujuan Substansi Teknis PU

B2 : Proses Persetujuan Substansi Kehutanan

Memperoleh Persetujuan Substansi

C1 : Memperoleh Persetujuan Substansi Menteri PU

C2 : Memperoleh Persetujuan Substansi Menteri Kehutanan

Pembahasan DPRD

Evaluasi di Kementerian Dalam Negeri

Penetapan Perda RTRW

Sekretariat BKPRN, 20 Maret 2012 [mc]

No. Provinsi A B C

D E F B1 B2 C1 C2

1. NAD

2. Sumatera Utara

3. Sumatera Barat

4. Riau

5. Jambi

6. Bengkulu

7. Sumatera Selatan

8. Lampung

9. Kep. Riau

10. Kep. Bangka Belitung

11. DKI Jakarta

12. Banten

13. Jawa Barat

14. Jawa Tengah

15. DI Yogyakarta

16. Jawa Timur

17. Bali

18. Kalimantan Barat

19. Kalimantan Tengah

20. Kalimantan Selatan

21. Kalimantan Timur

22. Sulawesi Utara

23. Sulawesi Tengah

24. Sulawesi Selatan

25. Sulawesi Tenggara

26. Sulawesi Barat

27. Gorontalo

28. Nusa Tenggara Barat

29. Nusa Tenggara Timur

30. Maluku

31. Maluku Utara

32. Papua Barat

33. Papua

JUMLAH 33 33 33 33 17 17 14 10

AAAA

BBBB

CCCC

DDDD

EEEE

FFFF

kawasan berfungsi lindung dan pengembangan pengelolaan potensi kehutanan dengan prinsip berkelanjutan.

Kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati hutan tropis basah meliputi: (1) pelestarian dan pengembangan keanekargaman hayati hutan tropis basah yang bernilai konservasi tinggi; dan (2) pengembangan koridor ekosistem antar kawasan yang berfungsi konservasi.

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan lindung nasional terdiri atas: (1) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya; (2) kawasan perlindungan setempat. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan (3) awasan rawan bencana alam, kawasan lindung geologi dan kawasan lindung lainnya.

Kawasan lindung lainnya yang dimaksud oleh Perpres ini meliputi: cagar biosfer, Ramsar, taman buru terumbu karang dan koridor ekosistem

Strategi operasionalisasi perwujudan kawasan koridor ekosistem meliputi mempertahankan, melestarikan dan meningkatkan fungsi

koridor ekosistem. Perwujudan koridor ekosistem di lakukan pada: (1) Koridor Aceh-Sumatera Utara yang menghubungkan Taman Nasional Gunung Leuser – Taman Hutan Raya Bukit Barisan sebagai koridor satwa badak, gajah, orang utan, harimau dan burung; (2) Koridor RIMBA (Riau-Jambi-Sumatera Barat) yang menghubungkan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Cagar Alam Bantang Pangean I- Cagar Alam Batang Pangean II, Taman Nasional kerinci Seblat, Suaka margasatwa bukit tigapuluh

(saat ini TN Bukit 30), Taman Nasional Berbak, Cagar Alam Maninjau Utara, Cagar Alam Bukit Bungkuk, Cagar Alam Cempaka, Taman Wisata Alam Sungai Bengal dan Taman Hutan Raya Thaha Saifuddin sebagai koridor satwa gajah, harimau dan burung; (3) Koridor Jambi-Bengkulu-Sumatera Selatan yang menghubungkan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Cagar Alam Bukit Kaba sebagai koridor satwa burung, gajah dan harimau; (4) Koridor Jambi - Sumatera Selatan, yang menghubungkan Taman Nasional Berbak-Taman Nasional Sembilang, sebagai koridor burung dan harimau; dan (5) Koridor Bengkulu-Sumatera Selatan-Lampung yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan-Suaka Margasatwa Gunung Raya sebagai koridor satwa Badak, Gajah, Harimau dan Burung [ias].

… kawasan lindung

antara lain cagar biosfer,

Ramsar, taman buru

terumbu karang dan

koridor ekosistem

antara lain Aceh-

Sumut; Rimba; Jambi-

Bengkulu-Sumsel;

Jambi-Sumsel;

Bengkulu-Sumsel-

Lampung…

Page 28: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 26

Salah seorang alumni TRP yang baru saja

hijrah dari TRP untuk berkarya di bidang

lain adalah Ibu Ester Fitrinika. Tim redaksi

TRP mencoba mewawancarai beliau, namun

karena sulitnya mencari waktu yang tepat,

wawancara dilakukan secara tertulis. Berikut

jawaban yang kami terima dari Bu Ester

yang dulu menangani Pertanahan di TRP

(2006-2011).

Apa yang telah dicapai setelah tidak di Direktorat TRP? Saya pindah

dari TRP karena menerima penugasan baru di Direktorat

Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat (Dit. PKM). Di tempat

kerja yang baru saya belajar banyak tentang Sistem Perlindungan

Sosial di Indonesia. Sistem sosial ini yaitu terdiri dari jaminan sosial

seperti jaminan kesehatan,hari tua, ketenagakerjaan dan bantuan

sosial seperti bantuan siswa miskin, raskin, jamkesmas, anak, lansia,

cacat, PKH,dll. Di samping itu ada juga ‘sistem penanggulanagan

kemiskinan’ dengan 4 kluster dikaitkan dengan quintile 1 s/d 5, RPJM

dan RKP yang terkait penanggulangan kemiskinan. Intinya, banyak

hal baru yang saya pelajari di sini.

Bagaimana kaitan tempat bekerja saat ini dengan lingkup kerja di

TRP dulu? Kalau berdasarkan dokumen perencanaan, kaitannya

cukup jelas. Salah satu kegiatan prioritas RPJM untuk

penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan pertanahan, yaitu

kegiatan pengelolaan pertanahan provinsi untuk redistribusi tanah.

Kegiatan pertanahan juga ada dalam draf Rencana Aksi Nasional

Program Penanggulangan Kemiskinan (RAN PPK). Sedangkan kalau

berdasarkan konsep pemikiran, pastinya semua program dan

kegiatan sektor saling terkait, bukan? Kalau secara umum mungkin

saya melihatnya di suatu negara, dimana rakyatnya masih jauh dari

sejahtera, maka sulit sekali menerapkan tata ruang dengan baik dan

benar, terutama dalam tahap pemanfaatan dan pengendalian. Hal ini

karena sebagian besar masyarakat masih berpikir dan berjuang

keras untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Bagaimana bidang TRP dilihat dari sudut pandang baru dan wawasan

baru? Dari perspektif bidang kerja saya sekarang, bidang TRP harus

lebih menggali dan memperhatikan aspek-aspek yang sifatnya ‘non-

spasial’ dan analisisnya harus tercermin dalam tata ruang kota/

kabupaten sampai dengan rencana detail. Alangkah indahnya jika

tata ruang dalam penerapan di tingkat rencana detail dapat memberi

akses kepada para lanjut usia, orang dengan kebutuhan khusus

(disability), dan ruang publik untuk anak-anak berinteraksi. Dengan

ruang kota yang nyaman bagi semua akan dapat memberi rasa aman

juga kepada masyarakat. Sedangkan untuk pertanahan barangkali

masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang juga harus diselesaikan.

Administrasi pertanahan harus terus dibenahi agar tidak

menimbulkan konflik di kemudian hari.

Apa yang harus diperbaiki untuk bidang TRP ke depannya?

Barangkali isu klasik yang masih terus terjadi adalah pemanfaatan

dan pengendalian ruang yang belum sejalan dengan rencana tata

ruang. UU 26/2007 sudah menekankan aspek pengendalian dalam

hal pemberian sanksi bagi pelanggaran tata ruang. Namun pada

kenyataannya, belum ada mekanisme yang tegas untuk menegakkan

aturan tersebut. Di samping itu, sosialisasi kepada masyarakat untuk

peningkatan kesadaran (awareness) juga perlu terus dilakukan

secara lebih serius.

Secara umum, kondisi penataan ruang di Indonesia rasanya masih

jauh dari memadai. Namun hal ini jangan menjadikan kita pesimis,

karena kembali tergantung kepada kepemimpinan daerahnya. Oleh

karenanya pelaksanaan otonomi daerah dalam konsep yang benar

juga menjadi peran yang penting. Sebagai contoh di kota Solo dan

Surabaya, dapat dikatakan cukup berhasil menjalankan program-

program jaminan dan bantuan sosial yang pada gilirannya berhasil

menertibkan tata ruang kotanya[kr]

Ir. Ester Fitrinika, MT

dimana mereka sekarang?

November 2011

• Mengikuti peringatan Hari Tata Ruang Nasional yang

diadakan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang,

Kementerian Pekerjaan Umum.

• Menghadiri Rapat Panja Pansus RUU Tentang Pengadaan

Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

• Menghadiri Rapat Kerja Nasional BKPRN Tahun 2011 di

Manado. Rakernas ini diselenggarakan oleh Kementerian

Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Bina Pembangunan

Daerah) sebagai salah satu anggota Badan Koordinasi

Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Rakernas ini akan diikuti

oleh instansi-instansi pusat anggota BKPRN, para Gubernur

seluruh Indonesia, Bappeda tingkat Provinsi dari seluruh

Indonesia, serta perwakilan dari Kabupaten/Kota terpilih.

Desember 2011

• Sosialisasi Perpres Mebidangro di selenggarakan oleh

Departemen Pekerjaan Umum di Medan, Sumatera Utara.

• Konsinyering Tim Perumus (TIMSUS) dan Tim Sinkronisasi

(TIMSIN) Pansus RUU Tentang Pengadaan Tanah bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum

agenda

Page 29: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 27

Ir. Salusra Widya, MSc

Wawancara dengan Bapak Ir. Salusra Widya

MA, atau yang sehari-hari akrab dipanggil

Pak Ilus ini, berlangsung santai di ruang

staf TRP. Berikut adalah kutipan wawancara

tim redaksi dengan Pak Ilus yang pernah

menjabat Kepala Subdit Perkotaan di

Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan

Bappenas periode 2005-2007.

Apa yang telah dicapai setelah tidak di Direktorat TRP? ”Saya

pindah dari Bappenas karena ditugaskan menjadi Kepala Biro

Hukum, Kepegawaian dan Humas di Lembaga Kebijakan

Pengadaan Pemerintah (LKPP)”, sambil menyerahkan kartu

namanya. Pak Ilus menjelaskan bahwa dari nama jabatannya

terlihat beban kerja yang cukup berat. “Sebanding dengan tiga biro

di Bappenas”, ujarnya membandingkan. Sebagai penanggung

jawab Bidang Hukum di LKPP, beliau harus menyiapkan berbagai

perangkat peraturan, baik itu yang sifatnya internal maupun ekster-

nal, termasuk penyiapan RUU Pengadaan Publik. “Materinya kita

sudah siap. Jika diminta kita siap kapan saja.” ujarnya. Ketika

diminta berbagi pengalaman selama menjalankan tugas barunya di

LKPP, Pak Ilus menjelaskan bahwa salah satu resiko yang lumayan

sering dihadapi adalah dipanggil ke pengadilan dengan status

sebagai tergugat. ”Tidak tanggung-tanggung, bahkan ada yang

menggugat sampai dengan lima puluh milyar”, katanya. Ketika

ditanya kenapa sampai digugat, Pak Ilus menjelaskan bahwa ada

beberapa penyedia jasa yang merasa dirugikan dengan advice

yang diberikan LKPP kepada panitia pengadaan. “Karena merasa

kecewa, mereka mengajukan gugatan. Untungnya sejauh ini belum

ada gugatan yang dipenuhi pengadilan.” ujarnya lega. Lalu bagai-

mana dengan dua tugas lainnya Pak? “Untuk bidang kepegawaian,

misi saya adalah memastikan semua pegawai LKPP paham dan

mengerti betul mengenai pengadaan publik. Ini tantangan yang

berat mengingat di Indonesia pengadaan barang publik belum

menjadi suatu bidang keilmuan. Artinya, belum ada lulusan set-

ingkat sarjana yang memiliki keahlian pengadaan publik. Untuk

bidang kehumasan saya harus rajin berkeliling ke banyak KL dan

daerah dalam rangka memberikan pelayanan informasi men-

genai pengadaan publik.

Ketika ditanya bagaimana kaitan tempat bekerja saat ini dengan

lingkup kerja di TRP dulu, Pak Ilus merasa bahwa apa yang

dikerjakannya saat ini masih ada hubungan dengan TRP. “Dulu

sewaktu di Bappenas (tidak hanya di TRP), kerjaan saya tidak

jauh dari penyusunan peraturan perundang-undangan. Sewaktu

di TRP saya juga ikut secara aktif dalam penyusunan Undang-

Undang Penataan Ruang. Mungkin karena itulah saya dipercaya

untuk menangani bidang hukum di LKPP.” Pak Ilus menjelaskan.

Apa yang harus diperbaiki untuk bidang TRP ke depannya Pak?

Dalam pandangan Pak Ilus, tata ruang itu sesungguhnya mem-

punyai implikasi yang luas terhadap masyarakat, namun dalam

kenyataannya banyak sekali opportunity cost’yang hilang. Ban-

yak rencana tata ruang yang jika dilihat dari aspek desainnya

sudah cukup bagus, tapi tidak bisa dilaksanakan. “Itu artinya

rencana tata ruang itu sebenarnya tidak bagus dan tidak sesuai

kebutuhan.” Imbuh Pak Ilus. Rencana tata ruang itu yang baik itu

harus dinamis, artinya sesuai dengan perkembangan dan kebu-

tuhan masyarakat penggunanya. Dan lagi, rencana tata ruang

yang ada sekarang terkesan pemerintah minded. Artinya ren-

cana tata ruang itu dibuat seakan-akan untuk keperluan pemer-

intah saja dengan penerapan standar-standar kaku yang sulit

untuk diterapkan. Ke depan, rencana tata ruang harus berorien-

tasi ke masyarakat. Masyarakat juga perlu ditingkatkan kesada-

rannya dengan melakukan kampanye yang selama ini dirasakan

masih kurang [kr]

Januari 2012

• Menghadiri pembahasan Raperpres RTR Kawasan

Perbatasan dan RTR KAPET

• Mengadakan Sosialisasi Peraturan Presiden tentang RTR

Pulau dan KSN di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.

Februari 2012

• Turut serta dalam kunjungan lapangan Tim Terbatas BKPRN

ke Kawasan Perbatasan Negara di Pontianak, Kalimantan

Barat.

• Menghadiri acara Finalisasi Rencana Induk

Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu di

Surabaya

Maret 2012

• Mengadakan Sosialisasi Undang-undang No.2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pemerintah

untuk Kepentingan Umum di lingkungan Kementerian

PPN/Bappenas.

Page 30: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Buletin Tata Ruang & Pertanahan 28

galeri foto

RAKERNAS BKPRN

RAKER DEPUTI

http://landspatial.bappenas.go.id

Page 31: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

EDISI 01/TAHUN I/2010

Buletin Tata Ruang dan Pertanahan 29

SOSIALISASI PERPRES KSN DAN PULAU

SOSIALISASI UU No.2 TAHUN 2012

http://www.facebook.com/trp.bappenas

Page 32: Buletin TRP Edisi I Tahun 2012

Runa Tarna