Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

12
Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa menghilangkan makna dan tujuan. TëROBOSAN ADVERSITING Sekapur Sirih, Keabadian Menulis, Halaman 2 Sikap, Musik Sebagai Alat Pemersatu, Halaman 3 Laporan Utama, PPMI Memperingati Sumpah Pemuda. Halaman 4-5 Seputar Kita, KNRP Menggelar Konser Amal Untuk Rakyat Palestina, Halaman 5. Kometar Peristiwa, Semrawutnya Lalu Lintas Acara Masisir, Halaman 6 Strategi, Jong Java dan Jong Islamieten Bond Tentang Nasionalisme Kebangsaan, Halaman 7 Sketsa, Sumpah Pemuda, Halaman 8 Sastra, Satu Sama, Halaman 9 Opini, Tetaplah Menjadi Aisyah dan Kartini, Halaman 10 Kolom, Pemuda Utopia, Halaman 11 Edisi Interaktif Sumpah Pemuda 30 Oktober 2012 Selamat Membaca! Santai dan penting dibaca Tajam tanpa melukai Kritis tanpa menelanjangi Peringatan Hari Sumpah Pemuda Demi menumbuhkan rasa nasionalisme, PPMI menggelar rangkaian acara peringatan hari sumpah pemuda. Simak Laporan Utama hal 4-5

description

Terobosan adalah media independent yang dikelola oleh mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Mesir. Terbit pertama kali sejak 21 Oktober 1990.

Transcript of Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

Page 1: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

Media ini dikelola oleh Pelajar dan Mahasiswa Indonesia sebagai media informasi, opini dan komunikasi

mahasiswa Indonesia di Mesir. Redaksi menerima tulisan dari pelbagai pihak dan berhak mengeditnya tanpa

menghilangkan makna dan tujuan.

TëROBOSAN

AD

VER

SITI

NG

Sekapur Sirih, Keabadian Menulis, Halaman 2

Sikap, Musik Sebagai Alat Pemersatu, Halaman 3

Laporan Utama, PPMI Memperingati Sumpah Pemuda. Halaman 4-5

Seputar Kita, KNRP Menggelar Konser Amal Untuk Rakyat Palestina, Halaman 5.

Kometar Peristiwa, Semrawutnya Lalu Lintas Acara Masisir, Halaman 6

Strategi, Jong Java dan Jong Islamieten Bond Tentang Nasionalisme Kebangsaan, Halaman 7

Sketsa, Sumpah Pemuda, Halaman 8

Sastra, Satu Sama, Halaman 9

Opini, Tetaplah Menjadi Aisyah dan Kartini, Halaman 10

Kolom, Pemuda Utopia, Halaman 11

Edisi Interaktif Sumpah Pemuda 30 Oktober 2012

Selamat Membaca!

Santai dan penting dibaca

Tajam tanpa melukai

Kritis tanpa menelanjangi

Peringatan Hari Sumpah

Pemuda Demi menumbuhkan rasa nasionalisme, PPMI menggelar

rangkaian acara peringatan hari sumpah pemuda. Simak Laporan Utama hal 4-5

Page 2: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

Sekapur Sirih

Keabadian Menulis

Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pimpinan Redaksi: Tsabit Qodami., Fahmi Hasan Nugroho. Dewan Redaksi: Kadarisman, Abdul Majid, Ahmad Farros El-Halimy, Muslihun

Maksum, Habib Rahman Haqiqi, Ulfiya Nur Faiqoh. Reportase: M. Zainuddin, Fitroh Riyadi, Dirga Zabrian, Ainun Mardiah, Erika Nada-rul Khoir. Editor: Zulfahani Hasyim, Ahmad Maimun. Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228 E-mail: [email protected]. Facebook : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan Iklan dan Layanan Pelanggan silakan menghubungi nomor telpon : 0109427876 (Tsabit) atau 01122217176 (Fahmi)

Ayo menulis!!! Dengan menulis, suaramu

tidak akan hilang dihembus oleh angin

zaman. Tulis saja! Biarpun sekarang tidak

dibaca, tapi kelak tulisanmu akan dibaca dan

ditelaah orang-orang sesudahmu.

Memang ada beberapa faktor yang mem-

pengaruhi dunia tulis saat ini. Sehingga masih

belum ada karya tulis yang bisa menggempar-

kan dunia. Dahulu, kita punya orang-orang

hebat dengan karyanya yang mampu diterima

dunia luar. Sebut saja, Pramoedya Ananta

Toer dengan “Tetralogi Buru”-nya dan Tan

Malaka dengan “Madilog” (Materialisme,

Dialektika dan Logika), dan masih banyak

lagi. Beberapa faktor yang mempengaruhi

adalah perbedaan zaman.

Seperti membaca ibarat menghirup nafas,

maka menulis adalah menghembuskannya.

Menulis selalu berkaitan dengan membaca,

begitu pula sebaliknya. Semakin banyak

membaca, semakin banyak pula ide-ide yang

ingin diungkapkan selain hanya sekedar ber-

bicara. Memang, lidah bisa saja lebih tajam

dari pedang. Tapi ketika menulis, itu semua

akan lebih berbahaya ketimbang pedang atau

lidah itu sendiri. Karena dengan menulis, ide-

idemu akan abadi.

Lalu apa yang membuat minat baca manu-

sia zaman sekarang menjadi berkurang. Dari

200-an juta lebih penduduk Indonesia, kita

bisa melihat. Mungkin hanya segelintir orang

yang mempunyai perpustakaan pribadi di

rumahnya. Itu sudah menunjukkan betapa

sedikit minat baca kita. Memang di zaman

modern ini segala hal terasa gampang, se-

hingga orang merasa cukup tanpa harus

membaca. Bisa kita lihat, bagaimana anak-

anak sekarang lebih suka main video

game daripada baca komik, novel, atau-

pun cerita silat. Memang harus diakui,

bahwa anak sekarang dengan anak dulu

memang beda. Sekarang zaman visual,

dimana anak sudah merasa terhibur

hanya dengan bermain video game atau-

pun nonton film. Kita tidak perlu mem-

baca sejarah lagi, dan kita juga tidak perlu

membaca novel lagi karena sudah banyak

yang difilmkan. Memang itu juga tidak

salah, tapi semua itu tidak akan bisa men-

galahkan kedalaman dari membaca buku

itu sendiri.

Ada apa dengan dunia tulis-menulis

kita, hingga sampai saat ini saya masih

belum mengetahui karya anak bangsa

yang benar-benar hebat, hingga membuat

dunia luar pun harus angkat topi. Padahal

kalau kita berpikir lebih dalam, kita benar

-benar dimudahkan dengan kecanggihan

teknologi. Bayangkan seperti penulis

ataupun sastrawan zaman dulu seperti

Pramoedya Ananta Toer, dulu belajar

sendiri, dia buat kliping agar bisa meng-

gambarkan secara detail pohon-pohon

dan suasana kota di Indonesia pada awal

abad 19an. Dari situ kita bisa memba-

yangkan bagaimana kegigihan dan kete-

kunan beliau.

Dan zaman sekarang, semua serba

mudah dan serba cepat. Jika ingin meng-

gambarkan suasana kota eropa ataupun

timur tengah, kita tidak perlu harus pergi

jauh-jauh kesana, atau pergi modar-

mandir dari toko buku satu ke yang lain-

nya. Hanya untuk mencari buku ataupun

Koran yang menjelaskan masalah itu. Kita

hanya butuh “klik” (Google) maka apa

yang akan kita cari akan keluar, dan kita

bisa menghemat waktu lebih banyak.

Bayangkan hanya tinggal ‘’klik’’.

Dunia ini memang tidak ada yang

sempurna, adapun kelebihan seberapa

cepat dan mudah kita mengakses data,

juga ada kekurangan. Yaitu, semakin

malas menghapal. Toh, kita hanya men-

cari setelah menemukan kita hanya ting-

gal menyimpan saja, adapun menghapal

tergantung dari pribadi masing-masing.

Tapi dari situ kita bisa mencari data se-

banyak-banyaknya dan memperkuat

analisa atau imajinasi kita, sehingga data

-data itu saling terhubung dan menghasil-

kan suatu karya tulis.

Buat kawan-kawan Masisir, mari kita

bangkitkan lagi dunia tulis-menulis. Se-

lagi kita disini, banyak sekali media yang

membantu anda untuk meningkatkan

kemampuan menulis anda.

Selamat belajar!!![ë]

02

Keluarga Besar

TëROBOSAN

Megucapkan:

Selamat Hari Raya

Iedul Adha 1433 H

Kulla `Am Antum bi

Khayr

Forum Senat Mahasiswa

FORSEMA

Megucapkan:

Selamat Hari Raya

Iedul Adha 1433 H

Taqabbalallahu Minna

wa Minkum

Page 3: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

Musik Sebagai Alat Persatuan

S i k a p

Ketika bahasa, kesadaran tanah air,

nasionalisme dan ideologi tidak lagi bisa

menjadi pemersatu umat, musik bisa men-

jadi alternatif untuk alat persatuan umat.

Bahkan, universalitas musik mampu un-

tuk menembus batas teritorial negara,

suku, ras hingga agama sekalipun, sebuah

batasan yang tidak bisa ditembus oleh

ideologi manapun maka dari itu ruh plu-

ralisme bisa lebih terasa dalam musik.

Nasyid bukan hanya terdengar di negara

Melayu, ia pun terdengar dengungnya di

Eropa. Dangdut pun bukan hanya dinik-

mati di Indonesia, ia pun bisa sukses mer-

ambah negeri Paman Sam.

Musik bukan hanya menjadi alat pe-

mersatu umat, namun musik pun bisa

menjadi sarana untuk menyebarkan

ideologi tertentu. Sebagaimana Rhoma

Irama, si Raja Dangdut yang mahir menye-

lipkan pesan-pesan moral dan esensi kea-

gamaan dalam lagu-lagu yang ia ciptakan.

Atau Maher Zain yang mencoba universal-

kan dakwah esensi Islam dalam berbagai

lagunya. Maka, terlepas dari perdebatan

halal atau haramnya musik, musik

tetaplah memiliki sifat universal yang

tidak terkalahkan.

Namun sangat disayangkan, univer-

salitas musik saat ini mulai dikoyak

sedemikian rupa oleh beberapa oknum

yang sebagian dari mereka justru

mengaku dirinya termasuk kaum intelek-

tual. Sebagian kelompok telah mengiden-

tikkan beberapa jenis musik dengan

ideologi kelompok tertentu. Selera ber-

musik saat ini tidak lagi diatur oleh jiwa

seni dan rasa keindahan, namun telah

diatur oleh ideologi dan keyakinan kelom-

pok.

Mari kita berbicara tentang nasyid dan

dangdut. Memang diakui bahwa unsur

moral dan keislaman dalam dangdut mulai

pudar ketika memasuki abad ke 21. Saat

popularitas Rhoma Irama mulai terganti-

kan oleh Inul Daratista, dan musik dang-

dut tergerus oleh hegemoni pop, mulai

sejak itu dangdut semakin identik dengan

goyang pinggul, koplo, dan wanita seksi

berpakaian minim. Lain halnya dengan

nasyid yang sejak awal hingga sekarang

tidak pernah lepas dari unsur Islami. Na-

mun pada dasarnya, baik dangdut mau-

pun nasyid memiliki sifat universal yang

sama. Keduanya memegang peran penting

dalam penyebaran dakwah Islam di Indo-

nesia kisaran tahun tujuh puluh hingga

saat ini, berjalan bersama pop, rock, hi-

phop, rap, yang juga disisipi dengan ajaran

-ajaran keislaman.

Kita arahkan pandangan kita ke dalam

ruang lingkup kehidupan Masisir dan

melihat apa yang terjadi saat ini. Diakui

atau tidak, dalam tubuh Masisir terdapat

dua kelompok besar yang saling mempen-

garuhi satu sama lain, dengan pemisah

yang abstrak antara dua kelompok besar

itu, Bainahumâ barzakh lâ yabghiân. Tidak

ada kabar yang pasti antara keduanya

selain bisikan cerita dari mulut ke mulut.

Satu kelompok terkesan menjadikan

kelompoknya ekslusif dan sulit disentuh,

sedangkan kelompok lain selalu menaruh

curiga tanpa pernah ada percakapan dua

arah yang seimbang antara keduanya.

Dan telah menjadi rahasia umum

bahwa kedua kelompok ini saling ber-

lomba untuk menyebarkan pengaruhnya

di atas yang lain. Meski banyak usaha un-

tuk menutup-nutupi, perbedaan ini tetap

ada dan semakin mencuat setiap kali ada

pemilihan Presiden PPMI yang biasanya

terdiri dari dua kandidat dari kelompok

yang berbeda.

Perbedaan itu bukan hanya dalam

masalah ideologi atau politik, bahkan te-

lah merambah ke ranah musik. Satu jenis

musik telah diidentikkan dengan satu

kelompok, dan satu komunitas lain secara

naluri telah sepakat untuk tidak menden-

garkan jenis musik tertentu. Maka, saat ini

jarang kita saksikan ada penampilan

dangdut bersama nasyid dalam satu pang-

gung. Bukan karena selera penonton atau-

pun keinginan panitia penyelenggara,

namun justru karena ideologi dan ke-

sepakatan kelompok tertentu untuk

memilih satu dari yang lainnya.

Sewajarnya, peminat rock tidak harus

memperolok peminat pop Melayu atau

pop Korea. Begitupun peminat dangdut

tidak sewajarnya memperolok peminat

nasyid. Sikap seperti ini yang justru men-

jadikan barzakh yang seharusnya dihi-

langkan malah semakin jelas dan

memisahkan kedua belah pihak.

Kita sering menyalahkan PPMI yang

tidak mampu mempersatukan Masisir

secara utuh, kita pun sering membanding-

bandingkan kinerja PPMI satu periode

dengan periode lainnya yang kebetulan

dipimpin oleh perwakilan kelompok yang

berbeda. Namun kita tidak pernah menya-

lahkan diri sendiri ketika kita tidak ingin

disatukan oleh PPMI, dan kita pun tidak

pernah berusaha untuk bersikap objektif

ketika membandingkan antara satu pe-

riode PPMI dan lainnya. Maka dari mana

persatuan harus dimulai? Dari PPMI kah

atau diri sendiri kah?

Mari kita renungkan sejenak dua bait

syair dari ketiga lagu dari berbagai aliran

musik yang berbeda ini:

Janganlah saling menghina

Satu suku bangsa dengan lainnya

Karena kita satu bangsa

Dan satu bahasa Indonesia

Bhinneka Tunggal Ika

Lambang negara kita Indonesia

Walaupun bermacam-macam aliran

Tetapi satu tujuan

(135 juta jiwa – Rhoma Irama)

Wahai ummat Islam bersatulah

Rapatkan barisan jalin ukhuwah

Luruskan niat satukan tekad

Kita sambut kemenangan

Dengan bekal iman maju ke hadapan

Al-Qur’an dan Sunnah jadi panduan

Sucikan diri ikhlaskan diri

Menggapai ridho Ilahi

(Senandung Persatuan – Izzatul

Islam)

Bhinneka Tunggal Ika, satu dalam rasa,

dan keadilan itu belum tentu sama rata!

Warna yang melebur, tenang di dalam

kontras

Jiwa kita kokoh, seperti batu keras

Aku dan Kau, yang terangkum dalam

waktu,

Tapi tunggu dulu, kau tau arti satu??

Come on put your fist up… Unity!

Semua bergerak… Unity!

We gotta take the power back… Unity!

Semua teriak… UNITY…!!

(Unity—Bondan Prakoso and Fade

2 Black) [ë]

03

Page 4: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

PPMI Memperingati Sumpah Pemuda

Laporan Utama

04

Zaman semakin berubah, dan gaya

hidup manusia pun berubah. Jika pada era

tahun 80-90 kita pernah mendengar ba-

hasa gaul-nya Debby Sahertian seperti

eke, akika, begindang, separatus, cucok,

cacamarica, dan sebagainya, saat ini ba-

hasa Indonesia dengan gaya baru muncul,

seperti cius, miapah, cemungudh, dan

maacih. Seolah lupa atau tidak tahu

bahwa puluhan tahun lalu para pemuda

Indonesia telah sepakat untuk meninggal-

kan bahasa daerahnya masing-masing dan

sepakat untuk menjadikan Bahasa Indo-

nesia sebagai bahasa persatuan. Ya, Ba-

hasa Indonesia, salah satu poin dalam

sumpah pemuda 28 Oktober 1928.

Untuk memperingati hari Sumpah

Pemuda itu, tahun ini PPMI menggelar

serangkaian kegiatan yang dilaksanakan

selama kurang lebih dua minggu. Rang-

kaian kegiatan dalam peringatan Sumpah

Pemuda kali ini terdiri dari tiga macam

kegiatan: perlombaan olah raga antar

pelajar Asia dalam Asean Games, dialog

umum tentang kepemudaan, dan pentas

seni dan budaya Indonesia.

Kegiatan pertama adalah perlombaan

olah raga antar pelajar Asia yang diadakan

pada hari Kamis (18/10) kemarin. “Asean

Games kita mengadakan kerjasama den-

gan beberapa negara Asean seperti Malay-

sia, Filipina, Thailand, dan Afghanistan.

Kegiatan itu berlangsung selama satu hari,

tanggal 18 kemarin. Ada futsal, voli dan

pertandingan persahabatan basket antara

Indonesia dan Filipina. Cuma untuk final

voli kita adakan besoknya, tanggal 21.”

Ujar Fadhillah Kartolo, ketua panitia rang-

kaian kegiatan Peringatan Sumpah Pe-

muda ketika diwawancarai oleh

TëROBOSAN.

Rangkaian kegiatan kedua adalah dia-

log umum, al-Nadwah Al-`Ammah yang

dilaksanakan di Aula Madinatul Bu`uts al-

Islamiyah, pada senin (22/10). Dialog

umum ini diisi oleh tiga orang pembicara

dari berbagai negara, Dr. Ibrahim dari

Burkina Faso, Dr. Syarofuddin dari Nige-

ria, dan Dr. Zawawi Abdul Wahid dari

Indonesia. Acara yang bertemakan Daur al

-Syabâb fî Binâ Jîl al-Mutamayyiz li al-

Wathan ini dihadiri oleh beberapa ketua

persatuan pelajar dari berbagai negara

dan sekitar lima puluh orang mahasiswa

dari negara asing.

Dalam acara ini, Dr. Zawawi, yang

baru saja

menyelesai-

kan studi

doktoral di

Universitas

Al-Azhar ini

menjelaskan

t e n t a n g

peran para

p e m u d a

dalam per-

satuan dan

perjuangan

k e m e r -

dekaan In-

donesia. Ia

menjelaskan

bahwa Sum-

pah Pemuda berhasil menjadi batu lonca-

tan dalam kesadaran nasionalisme ke-

bangsaan tanpa melihat suku, ras, hingga

agama. Ia lalu membahas tentang peran

penting keluarga sebagai faktor pertama

dalam proses pendidikan dan juga metode

al-Azhar dalam mendidik pemuda agar

menjadi generasi istimewa yang mampu

untuk berjuang demi nusa dan bangsa.

Untuk acara puncak, panitia telah me-

mersiapkan acara pentas seni dan budaya

Indonesia, yang bertajuk Indonesian Cul-

ture Parade. Bertempat di Auditorium

American Future, selasa (30/10). Jamil

Abdul Latif, Presiden Persatuan Pelajar

dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) menje-

laskan bahwa rangkaian kegiatan Sumpah

Pemuda kali ini tidak hanya diadakan

dalam ruang lingkup internal Masisir,

namun lebih ditekankan pada hubungan

dengan persatuan pelajar dari berbagai

negara, hal ini ditandai dengan dua dari

tiga jenis kegiatan melibatkan persatuan

pelajar dari negara-negara lain. Jamil

meneruskan “Acara Asean Games kemarin

kita bekerjasama dengan PMRAM, Thai-

land, Filipina. Terus untuk acara dialog

umum di Buuts kita bekerjasama dengan

Parlemen Mahasiswa Asing yang berada

di Buuts. Dan untuk acara grand closing

nanti, para perwakilan dari berbagai ne-

gara kita undang, dan acaranya pun akan

menggunakan bahasa Inggris atau Arab

agar mereka juga tahu. Paling ada Bahasa

Indonesia, tapi tetap ada penerjemahnya

nanti.” Ujarnya.

“Pada acara pentas seni nantinya akan

diperkenalkan berbagai macam budaya

Indonesia yang sebagian suka diklaim

oleh negara lain. Biar orang tahu, ini loh

batik punya Indonesia, ini loh angklung

budaya Indonesia.” Ujar Jamil melanjut-

kan.

Dana yang digunakan untuk serang-

kaian acara ini menurut Fadillah, ketua

panitia telah mencapai angka lebih dari

7.000 Pound, dan jumlah ini diperkirakan

akan terus bertambah hingga acara pun-

cak nanti. Pihaknya juga menyebutkan

bahwa sumber dana untuk acara ini selu-

ruhnya berasal dari PPMI, dan sampai

berita ini diangkat, proposal yang diaju-

kan oleh panitia ke pihak KBRI belum juga

cair.

Fadhillah menambahkan, harapan dari

diadakannya rangkaian acara ini di anta-

ranya adalah agar para pelajar dari negara

lain bisa melihat budaya Indonesia, mem-

pererat hubungan kekeluargaan antara

beberapa organisasi persatuan pelajar

luar negeri di Mesir, dan agar meningkat-

kan kesadaran nasionalisme di kalangan

Masisir khususnya.

PENA Mesir

Acara peringatan Sumpah Pemuda ini

merupakan acara yang kedua kalinya

dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Sebelumnya, pada tahun lalu pernah

diadakan rangkaian acara serupa oleh

komunitas yang menamakan dirinya

PENA, Pemuda Nasionalis Indonesia, yang

saat itu Jamil Abdul Latif menjadi salah

satu penggeraknya bersama dengan Nu-

hdi Febriansyah, M. Thabrani Basya, Uun

Nashikhun, dan beberapa orang lainnya.

Pada saat itu, PENA Mesir menggalang

Do

c. T

ëR

OB

OS

AN

Presiden PPMI memberikan kenang-kenangan kepada salah seorang pembicara

dalam acara dialog umum kepemudaan, Dr. Ibrahim dari Burkina Faso.

Page 5: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

Seputar Kita

05

kerjasama setidaknya dengan 32 or-

ganisasi yang ada di kalangan Masisir,

kerjasama yang dijalin antar organisasi itu

berbentuk partisipasi, dukungan dan juga

publikasi. Rangkaian kegiatan peringatan

hari Sumpah Pemuda saat itu menurutnya

lebih tertuju kepada lingkungan internal

Masisir, maka dari itu pihaknya beserta

para panitia saat ini menjadikan rang-

kaian acara Sumpah Pemuda tidak hanya

untuk internal Masisir secara khusus, na-

mun untuk negara lain pada umumnya.

Ditanya mengenai keadaan PENA dan

perannya saat ini, Jamil menjelaskan

bahwa PENA yang terbentuk saat itu lebih

dekat disebut sebagai event organizer atau

penyelenggara acara ketimbang

sebagai organisasi atau komuni-

tas independent. Ia pun menam-

bahkan bahwa penamaan PENA

Mesir sendiri pun masih debat-

able saat itu, apakah kelak akan

menjadi sebuah organisasi

resmi seperti beberapa LSM lain

di Masisir yang terdaftar di

MPA, atau menjadi komunitas

independent seperti Rumah Bu-

daya Akar. Namun pihaknya kembali me-

negaskan bahwa PENA Mesir saat itu lebih

dekat jika disebut sebagai event organizer,

yaitu para panitia penyelenggara yang

menamakan dirinya PENA Mesir.

Akhirnya ada dua hal yang menjadi

harapan Jamil dari diadakannya rangkaian

acara Sumpah Pemuda ini. Agar menum-

buhkan jiwa nasionalisme di kalangan

Masisir sebagai pemuda, dan agar para

mahasiswa mampu untuk kolaborasikan

sikap moderat dari al-Azhar dengan se-

mangat kepemudaan, menjadi mahasiswa

Azhar yang moderat, semangat dan

mampu berbuat untuk nusa dan bangsa.

[ë] Fahmi.

Senin petang (22/10) lalu, Komisi

Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP)

menggelar acara konser amal di Aula An-

dalus, Al-Azhar Conference Centre. Acara

yang bertajuk Mahrajan al-Anasyid al-

Islamiyah li Da`m Sya`b Filisthin ini

menampilkan grup Da`I Nada dari maha-

siswa Indonesia, grup Ikram Mesir dari

mahasiswa Malaysia dan Izzatul Islam

(Izis), grup nasyid dari Indonesia yang

didirikan di UI Depok pada bulan Desem-

ber 1994. Acara ini dihadiri oleh lebih dari

seribu orang hadirin ditambah dengan

utusan dari KBRI, PPMI, Wihdah, PMRAM,

para undangan yang berasal dari berbagai

negara.

Acara ini terselenggara atas kerjasama

antara KNRP dan Rafi`I Group sebagai

even organizer bersama LSM Sinai,

Syathibi Center, Wihdah, PPMI dan Ikram

Mesir dari Malaysia. Dan seperti yang

diberitakan di website resmi Sinai Mesir,

acara ini diliput oleh tiga stasiun TV yang

berasal dari tiga negara yang berbeda:

Misr25 dari Mesir, Al-Aqsa TV dari Pales-

tina dan Aqsa dari Malaysia.

Terhitung sejak satu minggu sebelum

acara, telah dibentuk sebuah tim yang

terdiri dari mahasiswa Indonesia dan Ma-

laysia untuk menggalang dana dari para

pelajar dan masyarakat kedua negara

yang berada di berbagai daerah di Mesir.

Putra Erianton selaku ketua panitia men-

yebutkan bahwa jumlah keseluruhan dana

sumbangan yang terkumpul dari acara

tersebut adalah sebesar 27.360,75 USD.

Dana yang terkumpul itu saat ini telah

dibawa oleh rombongan tim KNRP ber-

sama grup Izzatul Islam ke Palestina pada

hari Rabu (24/10) untuk dihibahkan

kepada rakyat Palestina dalam bentuk

hewan kurban untuk Idul Adha dan kebu-

tuhan pokok lain.

Sebelumnya juga diberitakan bahwa

KNRP telah menampung bantuan dari

rakyat Indonesia berupa 200 ekor

kambing dan uang tunai sebesar Rp. 1

milyar, yang berhasil dikumpulkan dalam

program Qurban for Palesine, program

unggulan KNRP yang telah berjalan

kurang lebih sejak dua bulan silam,

seperti yang diberitakan oleh dak-

watuna.com.

Dalam acara malam itu juga dilelang

sebuah poster WPAP Pop Art Syaikh

Ahmad Yassin, salah seorang pendiri

Hamas yang terbunuh pada tahun 2004.

Lelang poster itu dimenangkan oleh salah

seorang mahasiswa yang berasal dari Ma-

laysia dengan harga 3.000 USD. Dan

seperti dilansir oleh pkspiyungan.org,

poster itu kelak akan dipasang di rumah

Syaikh Ahmad Yasin di Gaza.

Lebih lanjut Erianton mengatakan

“Semoga dengan adanya acara ini, men-

jadikan umat muslim di Indonesia, Malay-

sia dan negara-negara lain, khususnya

para wafidin di negeri ini menjadi se-

makin cinta terhadap saudara kita di Pal-

estina. Dan juga untuk menambah kecin-

taan kita kepada Al-Aqsa, karena al-Aqsa

bukan hanya milik rakyat Palestina atau-

pun bangsa Arab, namun Al-Aqsa adalah

milik kita semua”. [ë]

KNRP Gelar Konser Amal Untuk Rakyat Palestina

Do

c. T

ëR

OB

OS

AN

Dalam perjalanan menuju Indonesian

Culture Parade, To dan Ing terlibat per-

cakapan...

To : Ing! Sekarang kan lagi rame-

ramenya semangat sumpah

pemuda…

Ing : Ciyus..?? Teyus..??

To : Masa lu ngga inget, tiga butir

sumpah pemuda?

Ing : Amaca..?? Aquh inget ko qaqaa..

To : Asem! Coba sebutin..!!

Ing : Kami putra dan putri Indonesia

mengaku bertumpah darah yang

satu, Tanah Indonesia

To : Terus..

Ing : Kami putra dan putri Indonesia

mengaku berbangsa yang satu,

Bangsa Indonesia

To : Yang terakhir…!!

Ing : Kami putra dan putri Indonesia

menjunjung bahasa persatuan,

Bahasa Alay Indonesia..

To : Sialan lu…![ë]

TO ING Të Bë ëS

Do

c. F

aceb

oo

k.c

om

/iv

c.m

asi

sir

Tim bola voli Indonesia dalam Asean Games

Page 6: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

Komentar Peristiwa

06

PPMI adalah organisasi induk yang

membawahi organisasi yang berada di Ma-

sisir. Sebagai organisasi induk, PPMI mem-

punyai tanggung jawab untuk mengatur

roda lalu lintas organisasi di bawahnya.

Beberapa hari yang lalu tepatnya 22 Okto-

ber, setidaknya ada 5 agenda yang diada-

kan dalam satu hari tersebut. PPMI sendiri

mempunyai dua agenda besar yaitu dialog

umum (Nadwah `Ammah) tentang pemuda

dan kebangsaan di Madinatul Bu’uts dan

Konser Amal Untuk Rakyat Palestina. Se-

mentara tiga agenda lain adalah ORKABA

IKPM, Bedah Tesis Dr. Zawawi Abdul Wa-

hid, MA. dan Pesta Rakyat HUT Gamajatim

Ke-14. Hal ini tentu menggambarkan be-

tapa berjubelnya agenda yang ada di Ma-

sisir. Menariknya, dua dari lima agenda di

atas diisi oleh seorang pemateri yang sama,

yaitu Dr. Zawawi Abdul Wahid, MA. Bagai-

mana kisah sebenarnya? Silahkan simak

ulasan berikut ini.

Minggu malam yang lalu (21/10)

TëROBOSAN menyambangi sekretariat

KSW di kawasan Hay-9. Tampak suasana

tengah ramai, terlihat beberapa orang se-

dang berkumpul di kursi balai dekat pintu

masuk. Mereka adalah panitia acara bedah

tesis karya Dr. Zawawi Abdul Wahid, MA.

Kami dapati panitia dari KSW, Senat

Syariah Islamiyah dan almamater Al-

Hikmah sedang membincangkan sesuatu.

Kami pun memutuskan untuk mendekati

forum, ternyata ada yang tengah mereka

risaukan. Ketika itu saudara M. Yusuf Nur

Hasan, Ketua KSW kedapatan sedang me-

nelpon seseorang. Setelah kami bertanya

mengenai hal apa yang tengah dibincang-

kan mereka menerangkan perihal acara

yang diadakan mereka terancam molor

lantaran pihak Dr. Zawawi juga diminta

mengisi acara Nadwah ‘Ammah yang diada-

kan PPMI di Asrama Madinatul Bu’uts.

Karena hari sudah malam, TëROBOSAN

pamit.

Esoknya, salah satu kru TëROBOSAN

kembali menuju sekretariat KSW untuk

mengikuti jalannya acara bedah tesis karya

Dr. Zawawi. Waktu itu jarum jam menun-

jukkan pukul 15.45 CLT, panitia sedang

sibuk menyiapkan acara di sekretariat

KSW. Tapi kekalutan panitia mulai tercium

ketika Dr. Zazawi tak kunjung

datang sementara peserta acara

sudah berbondong-bondong

memenuhi aula Griya Jawa Ten-

gah. Ditambah lagi ketika Prof.

DR. Sangidu, M.Hum. hadir di

sekretariat satu jam kemudian.

Terlihat beberapa kali pihak

panitia gabungan yang berasal

dari organisasi Senat Syariah

Islamiyah, KSW, PCINU Mesir

dan Forum Al-Hikmah berkali-

kali menghubungi Dr. Zawawi

lewat telepon seluler.

Ketika kami mewawancarai ketua pani-

tia, Shun Fan Ulum Fiy mengatakan: “Tadi

malam telpon Mas Jamil. Katanya iya, dia

siap untuk memberikan sambutan dalam

acara”. Dia menambahkan bahwa se-

benarnya kita sudah mengkonfirmasi acara

bedah tesis seminggu sebelumnya. Namun

mendekati hari pelaksanaan, panitia di-

kagetkan dengan selebaran pamflet acara

dialog umum yang diadakan oleh PPMI di

Madinatul Bu`uts dengan nama pemateri

yang sama. Salah seorang dari pihak panitia

mengaku baru mengetahui adanya acara

dialog umum itu dua hari sebelumnya, atau

tanggal 20 Oktober kemarin. Dia menam-

bahkan, sebenarnya Dr. Zawawi enggan

mengisi acara dialog umum di Madinatul

Bu’uts karena mepetnya persiapan dan

padatnya kegiatan beliau. Namun setelah

dibujuk akhirnya beliau bersedia menjadi

pembicara dalam acara ini, yang meru-

pakan salah satu rangkaian kegiatan perin-

gatan hari Sumpah Pemuda.

Malam sebelum acara, pihak panita

bedah tesis mendapat kepastian kedatan-

gan Dr. Zawawi dari pihak PPMI, namun

pada akhirnya mereka harus menggerutu

karena keterlambatan yang diakibatkan

arus macet di kawasan Hay-7 sampai Suq

Sayyarat, bahkan acara terpaksa molor

sampai dua jam dari yang diagendakan

karena hal tersebut. Panitia bedah tesis

terlihat kecewa karena Presiden PPMI yang

malamnya mengaku siap memberikan sam-

butan tetapi tidak kunjung muncul dalam

acara tersebut, dikarenakan ia juga diminta

untuk memberikan sambutan sebagai Pre-

siden PPMI dalam acara Konser Amal untuk

Rakyat Palestina yang diadakan di aula

Andalus, ACC.

Sementara ketika kami menanyakan hal

ini kepada Presiden PPMI, Jamil Abdul Latif,

ia mengatakan bahwa pihak PPMI se-

benarnya sudah lebih dahulu menentukan

jadwal acara dialog umum itu, meski se-

benarnya pemateri yang dijadwalkam bu-

kanlah Dr. Zawawi. Namun karena be-

berapa nama yang diminta menjadi pengisi

acara tidak menyanggupi, maka akhirnya

pihak PPMI merajuk Dr. Zawawi. Perihal

ini, pihak PPMI mengaku salah dan

meminta maaf. “Saya akui salah dan kurang

koordinasi. Tapi karena pembicara lainnya

juga dari doktor, maka kita sebagai penye-

lenggara acara ingin menghadirkan per-

wakilan yang juga doktor”, ujarnya. Ke-

mudian Presiden juga menyatakan permin-

taan maafnya kepada pihak panitia bedah

tesis ketika kami wawancarai.

Ketika ditanya mengenai banyaknya

acara pada hari tersebut, Presiden PPMI

mengatakan bahwa sebenarnya tumpang

tindihnya acara memang kasus lama. Na-

mun pihak PPMI berusaha untuk men-

dudukkan masalah semacam ini. Seperti

yang mereka agendakan bulan November

mendatang yaitu acara Coffee Break. Di

forum tersebut dia menginginkan hubun-

gan semua organiasi untuk lebih terkoordi-

nasi. Selanjutnya terkait masalah dukungan

PPMI dalam acara-acara Masisir, dia ber-

harap agar mendapat konfirmasi dari pihak

panitia supaya tidak terjadi kesalahpaha-

man dengan organisasi di bawah naungan

PPMI. Semoga berjubelnya lalu lintas

kegiatan Masisir bisa didudukkan bersama!

[ë] Tsabit.

Semrawutnya Lalu Lintas Acara Masisir

Do

c. T

ëR

OB

OS

AN

Dialog Umum tentang Kepemudaan di Madinatul Bu`uts, Senin

(22/10)

Page 7: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

S t r a t e g i

07

Jong Java dan Jong Islamieten Bond tentang Nasionalisme Kebangsaan Oleh: Fahmi Hasan Nugroho*

Jika pada akhir tahun 2008 lalu Perdana

Menteri Malaysia, Najib Razak meluncurkan

program 1Malaysia, program persatuan

bangsa Malaysia tanpa melihat suku, etnis

ataupun ras, Indonesia justru telah men-

jalankannya 80 tahun lebih awal, Sumpah

Pemuda 28 Oktober 1928. Inti dari kedua

program itu sama, yaitu menumbuhkan

kesadaran nasionalisme kebangsaan.

Berbicara tentang sumpah pemuda

tidak akan terlepas dari dua organisasi

besar pemuda: Jong Java atau Tri Koro

Darmo, dan Jong Islamieten Bond. Tulisan

singkat ini akan mencoba memaparkan dua

organisasi itu dan perannya dalam Kongres

Pemuda II yang kemudian melahirkan tiga

poin sumpah pemuda.

Jong Java adalah organisasi pemuda di

bawah naungan Budi Utomo, organisasi

yang sering disebut sebagai pelopor ke-

bangkitan nasional Indonesia, hingga hari

jadinya 20 Mei diperingati sebagai Hari

Kebangkitan Nasional. Namun Ahmad Man-

sur Suryanegara dalam Api Sejarah (2010)

berkata lain, ia menjelaskan bahwa Budi

Utomo dalam berbagai macam kongresnya

justru menolak istilah nasionalisme dan

persatuan Indonesia, organisasi ini hanya

memperjuangkan etnis Jawa, dengan Jawa

sebagai bahasanya dan kebatinan sebagai

agama Jawa. Hal itu terlihat karena Budi

Utomo sendiri merupakan sebuah perkum-

pulan ekslusif yang para anggotanya

berasal dari kaum bangsawan Jawa. Lebih

lanjut dikatakan bahwa Budi Utomo yang

berasal dari para bangsawan dan priayi

justru menjadi tangan kanan pelaksana

Indirect Rule System dari pemerintah kolo-

nial Kerajaan Protestan Belanda, dan tidak

sejalan dengan rakyat yang menginginkan

kemerdekaan.

Buah jatuh tak akan jauh dari pohon-

nya. Jong Java sebagai anak organisasi Budi

Utomo juga menolak cita-cita persatuan

Indonesia, bahkan mereka juga menentang

ajaran Islam yang telah menjadi agama

mayoritas masyarakat saat itu. Dalam

tubuh Jong Java tidak diperkenankan

adanya diskusi-diskusi yang membahas

tentang keislaman, namun sebaliknya

diperbolehkan berbagai macam diskusi

yang membahas tentang teosofi dan ajaran

kejawen. Jong Java pun tidak memperk-

enankan para anggotanya untuk berkecim-

pung dalam kancah perpolitikan nasional.

Mansur (2010) lebih lanjut menuliskan:

“Walaupun Boedi Oetomo sudah berusia

sembilan tahun (1908-1917), tetap tidak

berpihak kepada ajaran Islam sebagai

agama yang dianut oleh mayoritas rakyat

saat itu. Lalu bagaimana gerakan Tri Koro

Dharmo-Jong Java sebagai onderbouw dari

Boedi Oetomo? Tentu orientasinya sejalan

dengan induknya, Boedi Oetomo, yakni me-

nentang Islam.”

Sikap Jong Java yang ekslusif dan me-

nentang cita-cita persatuan Indonesia seba-

gaimana induknya, menyebabkan Syam-

surijal yang saat itu menjabat sebagai ketua

Jong Java keluar dari keanggotaan Jong Java.

Ia kemudian membentuk organisasi Jong

Islamieten Bond (JIB) pada 1 Januari 1925

atas nasehat dari Agus Salim. Sikap or-

ganisasi JIB lebih terbuka ketimbang Jong

Java, hal itu terlihat dari keanggotaannya

yang tidak terbatas pada pemuda bangsa-

wan Jawa.

JIB, sebagaimana organisasi Syarikat

Islam, Muhammadiyah, Nahdlatul ulama

yang telah berdiri saat itu memiliki cita-cita

yang sama, sebagaimana telah dirumuskan

dalam kongres Syarikat Islam 1916 yaitu

kemerdekaan Indonesia dan pemerintahan

sendiri, Self Government. Tidak seperti Jong

Java dan Budi Utomo yang sejak awal ber-

diri (1908) sampai pembubarannya (1930)

masih tetap memperjuangkan Jawanisme

atau Jawa Raya dan menolak cita-cita per-

satuan Indonesia. Menjadikan bahasa Jawa

sebagai bahasa organisasi, melestarikan

budaya Jawa dan mempertahankan kejawen

sebagai agama.

Jong Islamieten Bond dalam kongresnya

yang ketiga, Jogjakarta 23-27 Desember

1927, membicarakan masalah Islam dan

kebangsaan juga nasionalisme dalam pan-

dangan Islam yaitu mencintai tanah air,

bangsa dan agama. Organisasi ini kelak

berperan banyak dalam penyelenggaraan

Kongres Pemuda II bersama Perhimpunan

Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Indo-

nesia, dan beberapa organisasi pemuda

lainnya.

Tujuh bulan sebelum Kongres Pemuda

II, Budi Utomo mengadakan kongres di

Surakarta pada 6-9 April 1928, yang

menolak pelaksanaan cita-cita persatuan

Indonesia sebagai reaksi atas berbagai kon-

gres yang diadakan oleh JIB tentang Islam

dan persatuan Indonesia. Maka untuk me-

nentang kongres Budi Utomo April 1928

itu, PPPI segera menyelenggarakan Kongres

Pemuda II, 27-28 Oktober 1928 di Kramat

Raya 106 Jakarta. Bisa disimpulkan bahwa

Kongres Pemuda II merupakan reaksi atas

kongres yang diselenggarakan oleh Budi

Utomo yang menentang nasionalisme. Bisa

terlihat dari isi kongres yang salah satunya

melahirkan tiga butir Sumpah Pemuda yang

ketiganya terkait dengan nasionalisme ke-

bangsaan.

Dalam 45 Tahun Sumpah Pemuda yang

diterbitkan oleh Yayasan Gedung Berse-

jarah Jakarta, disebutkan bahwa Kongres

Pemuda II ini dihadiri oleh sekitar 750

orang dari berbagai organisasi pemuda dari

seluruh wilayah di Indonesia. Kongres ini

pun tidak hanya dihadiri oleh pemuda, na-

mun juga dihadiri perwakilan dari partai

politik seperti Sartono SH dari Partai Na-

sional Indonesia (PNI) cabang Jakarta dan

S.M. Kartosuwiryo dari Pengurus Besar

Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Kon-

gres inilah yang kelak melahirkan tiga butir

sumpah pemuda.

Kongres ini pun tidak luput dari penga-

wasan Pemerintah Kolonial Belanda,

mereka mengirim pasukan polisi yang

bersenjata untuk mengawasi jalannya kon-

gres. Telah disebutkan bahwa Budi Utomo

yang beranggotakan para bangsawan Jawa

lebih berpihak pada Belanda dan menjadi

tangan kanan Belanda dalam pelaksanaan

indirect rule system, maka dalam kongres ini

pun Jong Java mengutus perwakilan R.M.

Mas Said yang merupakan Mantri Polisi

Pemerintah Kolonial Belanda. Kehadiran

mantri polisi dalam kongres ini menjadikan

Jong Java tidak dapat berpihak kepada per-

juangan pemuda pelajar yang

menginginkan persatuan dan kemerdekaan

Indonesia. Kondisi seperti ini berdampak

pada pelaksanaan kongres, salah satunya

adalah ketika menanyikan lagu Indonesia

Raya, polisi Wage Rudolf Supratman tidak

diperkenankan untuk melantunkan

syairnya, ia hanya diperkenankan untuk

melantunkan nadanya saja dengan meng-

gunakan biola.

Peran organisasi pemuda Jong Islami-

eten Bond (JIB) sangat besar dalam kebang-

kitan nasionalisme kebangsaan dan per-

juangan kemerdekaan Indonesia, namun

deislamisasi sejarah Indonesia menyebab-

kan nama dan peran organisasi itu lenyap

dari ingatan sebagaimana Syarikat Islam

(1906).

*Penulis adalah Kru TëROBOSAN

Page 8: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

S k e t s a

08

Selama ratusan tahun, Kerajaan Protes-

tan Belanda menjajah bangsa Indonesia.

Memeras hasil kekayaan alam dan sumber

daya manusia dengan semena-mena untuk

dinikmati olehnya sendiri serta dibawa pu-

lang ke Belanda, sedangkan bangsa Indone-

sia sebagai pribumi tidak bisa menikmatinya

dengan leluasa. Layaknya orang yang tera-

niaya, rakyat Indonesia tentunya berusaha

melawan kejahatan itu dengan sekuat

tenaga. Namun perlawanan itu sia-sia karena

kurangnya kekuatan. Kalaupun berhasil, itu

tidak sepenuhnya mengusir penjajah dari

Indonesia karena perlawanan tersebut ti-

daklah menyeluruh. Hanya sebatas perla-

wanan mandiri dari satu komunitas di per-

kampungan, misalnya. Sehingga Belanda

yang masih hidup dan berhasil lolos dapat

berpindah dari satu markas ke markas yang

lain yang tersebar di berbagai wilayah di

Indonesia.

Sebagai bentuk reaksi para pemuda In-

donesia terhadap pemerintah kolonial dan

atas kepedulian mereka kepada nasib rakyat

Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, didiri-

kanlah organisasi pemuda yang dinamakan

Budi Utomo. Organisasi pemuda yang menu-

rut penulis adalah organisasi penggalang

kekuatan para pemuda skala nasional den-

gan strategi halus mengelabuhi Belanda

dengan kegiatan sosial, kebudayaan, pereko-

nomian rakyat dan yang lebih penting adalah

kegiatan kependidikan. Hari itu diperingati

sebagai hari kebangkitan nasional. Karena

pada saat itu adalah awal kebangkitan

rakyat Indonesia dari keterpurukan, bersatu

untuk sama-sama memiliki orientasi mer-

deka dari penjajahan dan melawan kolonial-

isme baik dengan otot (kekuatan fisik) mau-

pun dengan otak (strategi) yang diprakarsai

oleh Dr. Sutomo. Ini merupakan titik awal

yang terang bagi bangsa Indonesia untuk

meraih kemerdekaan.

Selanjutnya pada tahun 1926 diselengga-

rakan Kongres Pemuda I dengan hasilnya

adalah bersatunya para pemuda dari segala

daerah, meski belum terlalu berhasil karena

para pemuda masih menonjolkan rasa ke-

daerahannya. Kemudian diselenggarakan

Kongres Pemuda II pada tanggal 27 dan 28

Oktober 1928 yang menghasilkan Trilogi

Sumpah Pemuda yang dikonsep oleh Mu-

hammad Yamin dan dibacakan oleh

Sugondo. Sumpah Pemuda merupakan kon-

sepsi awal NKRI. Pada saat itu, disepakati

sebuah nama bangsa, yaitu bangsa Indone-

sia, ditetapkannya Indonesia Raya sebagai

lagu kebangsaan, serta bahasa Indonesia

sebagai bahasa pemersatu antardaerah.

Sumpah Pemuda adalah langkah lanjutan

dari Kebangkitan Nasional. Kesatuan para

pemuda dan kematangan konsep membuat

bangsa Indonesia semakin optimis akan

tercapainya kemerdekaan Indonesia. Hingga

pada 17 Agustus 1945 tercapailah cita-cita

agung tersebut.

Kami Putra dan Putri Indonesia,

Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu,

Tanah Air Indonesia

Tumpah darah dalam Kamus Besar Ba-

hasa Indonesia memiliki arti tempat kelahi-

ran. Begitu pula dengan tanah air memiliki

arti negeri tempat kelahiran. Para pemuda

yang lahir di daerah masing-masing, men-

yatukan nama tempat kelahiran mereka,

yaitu Indonesia. Kalimat sumpah pertama

pada Sumpah Pemuda ini mampu menyatu-

kan semangat nasionalisme para pemuda.

Karena tanah kelahiran adalah tempat yang

dimuliakan dan yang wajib dibela dan diper-

tahankan apalagi jika ada yang mengusiknya.

Kami Putra dan Putri Indonesia,

Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa

Indonesia

Setelah sumpah pertama yang berisi

komitmen kesamaan sejarah, maka kalimat

sumpah yang kedua ini merupakan tingka-

tan kedua setelah terbangunnya fondasi

kebersatuan semangat juang yang ada dalam

hati masing-masing pemuda. Para pemuda

dan pemudi bersumpah untuk membangun

dan bernaung pada bangsa yang satu, yaitu

bangsa Indonesia. Mereka membangun

bangsa, mempersatukan kakek buyut

mereka dalam satu keturunan, mengumpul-

kan berbagai adat istiadat masing-masing

lalu menyerahkannya pada satu ke-

pemilikan, yaitu Indonesia, berusaha men-

yatukan bahasa, menyatukan sejarah dan

membentuk pemerintahan yang menjadi

cikal bakal pemerintahan Republik Indone-

sia setelah merdeka.

Kami Putra dan Putri Indonesia,

Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa

Indonesia

Persatuan dan kesatuan para pemuda

sudah terbangun dengan kokoh melalui dua

kalimat sumpah yang telah disebutkan. Na-

mun, persatuan dan kesatuan yang sudah

terbangun belumlah sempurna jika belum

ada satu media bahasa yang mempersatu-

kan. Mengingat bangsa Indonesia yang maje-

muk terdiri dari suku-suku dan daerah-

daerah yang memiliki bahasa yang berbeda-

beda. Kesatuan bahasa itu sangat diperlukan

sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam

satu komunitas. Sementara para pemuda

dari segala penjuru tanah air telah bersatu

padu membangun komunitas baru, yaitu

Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda dan

pemudi Indonesia bersepakat dan bersum-

pah untuk menjunjung bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan.

Dengan sumpah pemuda, para pemuda

dan pemudi Indonesia dulu bersatu padu

mempelopori klimaks perjuangan bangsa

Indonesia hingga tercapailah cita-cita kemer-

dekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh

Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Sete-

lah kemerdekaan, tugas keberlangsungan

pengejawantahan kalimat-kalimat sumpah

pemuda otomatis diambil alih oleh generasi

pemuda selanjutnya. Dan dalam per-

jalanannya tentu mengalami berbagai

macam romantika. Hingga saat ini, penge-

jawantahan atau realisasi dari sumpah pe-

muda semakin sulit dirasakan. Nilai-nilai

sumpah pemuda semakin lama semakin

memudar. Tawuran di mana-mana, primor-

dialisme kian suburnya, sistem pemerin-

tahan yang kacau tidak tertata, serta gen-

erasi muda masa kini yang gemar mencam-

puradukkan bahasa Indonesia dengan ba-

hasa asing dan bahasa-bahasa alay yang

merajalela, adalah beberapa contoh memu-

darnya nilai-nilai sumpah pemuda.

Tugas pemuda zaman sekarang lebih

berat. Karena mengisi kemerdekaan, mem-

pertahankan dan melestarikan konsep serta

nilai-nilai yang telah diperjuangkan dan

dirumuskan oleh para pendahulu lebih berat

ketimbang menyusun strategi dan memper-

juangkan kemerdekaan. Kalau tidak bisa

bertahan, bisa jadi akan dijajah lagi. Namun

dijajah secara konsep, nilai, bahasa, ide dan

pemikiran. Akan tetapi jika bisa bertahan,

para pemuda bersatu padu menghayati dan

mengejawantahkan hakikat sumpah pemuda

serta berani melawan, maka wujud ideal

Indonesia yang diharapan oleh para pahla-

wan bukanlah sebatas angan.

*Penulis adalah Ketua Senat Ushuluddin

Periode 2012-2013, Keluarga TëROBOSAN.

Sumpah Pemuda

Oleh: Moh. Hadi bakri Raharjo*

Page 9: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

S a s t r a

09

Satu Sama Oleh: Ainun Mardiyah*

Pandanganku masih kelam melekat.

Namun selangkah demi selangkah, samar-

samar suara itu datang menghampiri. Se-

makin dekat dan semakin jelas. Pendenga-

ran kupertajam, hingga kupastikan bahwa

suara itu memanggil namaku. Lirih.

“Nu...rul, Nurul...”

Tidak ada yang pantas untuk kucurigai

melainkan seberkas cahaya putih yang

makin besar dan terang. Horizontal me-

manjang, dan semakin lebar. Suara itu terus

kudengar. Kali ini sudah jelas. Dan sepe-

nuhnya aku sadar. Seseorang memban-

gunkanku dari alam bawah sadar.

“Iya, iya, hmm...” gumamku. Dengan

nada malas. Selimut ku sibakkan. Dan ma-

taku akhirnya penasaran dengan siapa yang

tega membagunkan di tengah lelapnya

tidurku. Tak berselang lama,

“Aagrh!!” Spontan aku berteriak ken-

cang. Tiada peduli siapa yang akan ter-

ganggu dengan lengkingan teriakku. Diikuti

sebuah bantal melayang di udara. Tepat

mengenai wajah mengerikan, berkostum

putih dengan ujung kepala, tangan dan kaki

terikat. Pocong!

Seketika terdengar bahak membahana.

Apartemenku berubah layaknya gedung

tertutup dengan gema yang terus meman-

tul. Tawa tak tertahankan. “Ahahaha!”

bahkan si pocong itu turut memegang

perutnya tak kuasa menahan tawa.

Klap!

Lampu kamar menyala. Barulah kulihat

dalam pupil mata yang mengecil, sosok

manusia-manusia usil yang begitu menye-

balkan. siapa lagi kalau bukan para pen-

ghuni apartemen tempat tinggalku. Seorang

dari delapan orang itu mendekat, “Maalisy,

Nurul. Kita hanya ingin bikin surprise buat

kamu.” Ucapnya dari dekat. Mulutku yang

masih manyun perlahan mulai tersenyum.

Maklum saja, mulai tengah malam ini,

umurku melewati angka dua puluh satu.

“Happy Birthday, Nurul” ucap salah

seorang lagi seraya mendekat.

Prok!!

Senyumku bercampur dengan desah

napas penuh kekesalan. Dan perlahan ku-

rasakan benda berbau amis itu meluncur

mulus dari atas ubun-ubun menuju pipiku.

Bercampur dengan kulitnya yang keras dan

kasar. Sepertinya satu telur saja tidak cu-

kup. Entah lah, sepertinya setiap penghuni

rumah sudah berhasil memecahkan telur di

sekujur tubuhku.

“Kyaaa!!”

***

Sore itu. Selepas merayakan ulang ta-

hun di sebuah warung makan Indonesia di

kawasan Hay Asyir, Nasr City. Bersama

beberapa kawan karibku. Kami menunggu

bus yang bisa membawa kami ke kawasan

Hay Tamin.

Beberapa bus melintas. Sesekali mini-

bus tiga perempat lewat, juga bus merah

yang lebih besar sekedar berjalan dengan

elegannya. Di depan kami, mereka

mengepulkan asap hitam pekat yang segera

kami tangkis dengan telapak tangan sebe-

lum polusi itu benar-benar menusuk pen-

ciuman dan membuat kami terbatuk-batuk.

Detik demi detik berlalu. Pusaran waktu

terus berputar dan takdir belum mengi-

jinkan kami bertemu dengan satu bus pun.

Suara adzan bergema di langit Cairo.

Matahari tenggelam di balik gedung-gedung

yang bertebaran dan timbul tenggelam di

ujung barat cakrawala. Maghrib.

Seorang kawan mengusulkan untuk

sholat di sebuah masjid yang tak jauh dari

tempat kami menunggu bus. Seraya me-

megangi perutnya yang sedikit lebih buncit

daripada sebelum kami memasuki warung

makan tadi. Aku menahan senyum, tidak

jauh berbeda dengan kondisiku. Ho!

Memasuki mushola sayyidat, lalu tun-

taskan tiga rokaat. Tentu dengan rukuk dan

sujud yang lebih tumakninah dari sholat-

sholat biasanya. Bukan kenapa. Lambung

siapa yang sanggup menahan goyangan

perut saat muatannya sungguh overload?

Selesai sholat, aku mundur merapat,

hingga punggungku terasa lebih nyaman

saat ia mencium diding bisu. Dan sedikit

demi sedikit perut ini serasa tersayat. Per-

lahan demi perlahan. Lalu berhenti, aku

menarik napas lega. Barangkali tadi terlalu

banyak makan sambal di warung makan.

Seorang wanita Mesir paruh baya,

menghampiriku yang memisah diri dari

kawan-kawan. Dari balik kerudung be-

sarnya tangannya menyembul dengan se-

bungkus isy berisi sayuran dan jubnah. Ia

membaginya dua dan memberiku separuh.

“La, syukron ya Mama,” tolakku halus,

beberapa kali. Namun seperti kebanyakan

watak orang Mesir, ia terus memaksa.

“Kamu harus hargai pemberian saya.”

Itu kalimat yang terus diulangnya, hingga

mau tak mau aku terima. Bukan karena apa,

tapi lidahku tak mau diajak kompromi oleh

makanan ini. Juga satu hal, lambungku su-

dah full.

Aku dan kawan-kawan keluar masjid.

Tak lupa ku ucapkan salam perpisahan

dengan ibu paruh baya itu. Isy yang diber-

inya ku masukkan dalam kantong plastik

yang ujungnya tergenggam dengan jema-

riku.

Kembali, kami menunggu bus di sebuah

Mahattah. Mataku tertuju pada isy dalam

plastik itu. Tanpa pikir panjang, tak sampai

sedetik ia sudah bertemu dengan sampah-

sampah dalam sebuah box besar yang tak

sanggup menampung batas maksimal.

Rasa itu kembali menyayat. Ugh! Lagi-

lagi.

Seorang kawan menyadari, “Nurul, sakit

perut ya?” tanyanya khawatir. Aku nyengir

seraya menekan perut dalam-dalam. Masih

dapat ku lihat isy itu menangis di antara

kawanan sampah busuk. Memang, belum

saatnya ia berada di sana.

Nyeri itu semakin menjadi. Perih. Dan

masih sempat ku lihat, seekor kucing

meloncat gesit ke atas tumpukan sampah.

Mengendus isy yang tadi ku buang. Lidah-

nya menjulur beberapa kali merasakan

permukaan isy yang kasar. Melewati batas

keseimbangan, isy itu akhirnya terjatuh ke

aspal. Jubnah dan sayuran berceceran, kini

berlumur debu dan polusi jalanan kota.

Kucing itu meloncat ke bawah, kembali

mengendus dan menjilat. Sebelum akhirnya

ia berlari dari pukulan ringan sebuah tong-

kat. Seorang kakek renta, dengan jalabiah

abu-abu kusut dan berdebu. Berjalan se-

penggal demi sepenggal, lalu menunduk

dengan lemah dan pelan.

Lambungku semakin nyeri. Namun

terasa lebih saat kakek itu memungut isy

dan mengumpulkan isinya yang tercecer

dengan jemari kasarnya. Sorot wajahnya

tak berubah, menyiratkan pilu dan hidup di

bawah bayangan kemiskinan, kelaparan.

Raut wajahku yang berubah, skleraku su-

dah basah.

“Nurul, ini bus kita...” seorang kawan

menarik lenganku.

Episode kakek renta itu semakin men-

jauh. Tergantikan oleh bayangan berapa

butir telur yang dini hari tadi terbuang un-

tuk sebuah kegembiraan. Juga berapa Jun-

aih yang berakhir pada lambung yang ter-

sayat oleh penuhnya.

Semua sama. Sama-sama sakit. Satu

sakit menahan lapar. Dan yang lain sakit

menahan kenyang. Mengapa tidak, untuk

sama-sama berbagi?

*Penulis adalah Kru TëROBOSAN.

Page 10: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

Tetaplah Menjadi Aisyah dan Kartini!

Oleh: Nurlaily Farades*

O p i n i

10

Berjuang merupakan kata yang selalu

ada pada setiap otak manusia, tak terkec-

uali wanita. Wanita merupakan mujahidah

terhebat yang diciptakan Allah, di mana

mereka tak hanya memperjuangkan hak

diri sendiri, tapi juga hak suami dan anak-

anaknya dalam seluruh aspek. Wanita

adalah sumber inspirasi suaminya dan

merupakan guru bagi anak-anaknya, pan-

taslah jika Allah meletakkan surga di

bawah telapak kaki seorang wanita. Namun

sayang, pada masanya (pra Islam) wanita

hanya dijadikan budak yang tak berharga.

Hak-hak mereka diabaikan, bahkan ke-

beradaan mereka pun dianggap aib dan

harus dimusnahkan.

Islam datang menyirami kehidupan

yang gersang, dan mengubahnya menjadi

taman yang indah. Sejak saat itulah kupu-

kupu tak lagi takut melebarkan sayapnya,

menunjukkan kehindahan sayap yang

mereka miliki. Siti Aisyah adalah salah satu

kupu-kupu yang bersayap indah itu. Siti

Aisyah menghiasi sayapnya dengan iman,

ilmu, dan keberanian. Sehingga Allah

memilihnya menjadi pendamping Rasulul-

lah SAW di usianya yang belia. Selain men-

dampingi Rasulullah, Siti Aisyah juga men-

dalami berbagai disiplin ilmu. Gelar Umm

al-Mu’minin pun tersemat ketika usianya

masih muda.

Ketika berbicara masalah usia, maka

usia muda adalah masa kegemilangan bagi

manusia, di mana banyak hal yang dengan

mudah dapat diterima dan dikritisi. Pada

masa itu segala organ tubuh masih ber-

fungsi dengan baik. Jika diibaratkan den-

gan kopi, maka usia muda merupakan kopi

panas yang masih tercium aroma

wanginya. Seperti yang kita ketahui ber-

sama bahwa kopi panas itu menggoda dan

lebih nikmat untuk diminum ketimbang

kopi yang telah dingin.

Begitulah masa muda. Soekarno pun

berkata bahwa beliau hanya membutuhkan

sepuluh orang pemuda untuk menggon-

cang dunia. Dan tidak hanya pria yang da-

pat menggoncangkan dunia, wanita pun

tidak kalah. Raden Ajeng Kartini buktinya.

Kartini telah berusaha mengubah dunia di

usianya yang muda. Ia mengubah dunia

dengan membebaskan kaum hawa di

zaman kolonial melalui tulisan-tulisannya.

Laiknya Siti Aisyah, masa kecil dan masa

muda Kartini dihabiskan dengan membaca,

memperdalam pengetahuan dan berjuang

untuk kemaslahatan bangsa.

Kita bisa bilang bahwa para pemuda

dan pemudi sekarang sudah tidak lagi men-

jadi generasi yang dapat menggoncangkan

dunia seperti yang Soekarno inginkan.

Mereka lebih terlihat sebagai sekelompok

manusia yang terlena dengan perkemban-

gan zaman dan tidak memanfaatkannya

untuk pengembangan dirinya. Para penja-

jah telah sukses mendoktrin ajaran mereka

kepada para pemuda, di mana kebebasan

merupakan kunci utama dalam menjalani

seluruh aktifitas hidup. Kebebasan tanpa

batas. Memang pada dasarnya manusia

memiliki kebebasan dalam memilih se-

suatu, namun ketika seseorang telah men-

gaku sebagai seorang mulim, maka kata

bebas memiliki defenisi yang lain.

Bebas menurut Islam memiliki tiga

makna. Pertama identik dengan fitrah yaitu

tabiat dan kodrat asal manusia sebelum

diubah dan dicemari. Pada fitrahnya,

manusia terlahir sebagai makhluk dan

hamba Allah yang suci. Maka, bebas berarti

hidup sesuai dengan fitrahnya. Yang kedua

adalah iradah atau keinginan yang diberi-

kan Allah kepada hambanya. Dalam hal ini,

makna bebas tergantung kepada diri

manusia masing-masing, mau senang di

dunia ataupun di akhirat. Dan yang tera-

khir adalah ikhtiyar (memilih kepada jalan

yang lurus). Maka bisa disimpulkan bahwa

kebebasan sejati mencerminkan keinda-

han, sedangkan kebebasan palsu mencer-

minkan kebodohan dan kebiadaban.

Seiring perkembangan zaman,

tekhnologi pun berkembang. Banyak pro-

duk yang diciptakan untuk mempermudah

kehidupan manusia. Tak perlu lagi ke tu-

kang pos hanya untuk menanyakan kabar,

cukup buka handphone, pilih sms, tulis

pesan dan send, selang beberapa menit

balasan pun datang dan berakhirlah proses

menanyakan kabar. Begitu pun dalam men-

cari sesuatu. Orang tak lagi dituntut untuk

berkeliling mencari tau laiknya para ulama

dahulu mencari hadits. Dan orang juga tak

harus bereksperimen seperti Einstein un-

tuk mengetahui teori gravitasi bumi. Mbah

google telah memiliki semua jawaban itu.

Betapa rasa syukur tak akan berhenti teru-

cap atas perkembangan itu. Namun kenapa

kemajuan teknologi saat ini tidak seimbang

dengan produktifitas para pemudanya?

Seperti yang telah kita ketahuai ber-

sama, televisi dan surat kabar telah mem-

berikan banyak bukti betapa fenomena

anak muda sekarang mengalami kemeroso-

tan dari tahun ke tahun. Banyak kelompok

pria yang terlibat dalam aksi tawuran, ter-

tangkap saat pesta narkoba, dan aksi krimi-

nal lainnya. Seperti tak mau kalah, sebagian

wanita pun menunjukkan aksinya dalam

memperburuk dunia. Mereka hanya sibuk

memikirkan fashion yang semakin berkem-

bang tanpa memikirkan hal penting lain-

nya. Mulai dari model rambut, make-up,

sepatu, sampai pita rambut pun diikuti

perkembangannya. Semua itu kini dijadi-

kan sebagai kebutuhan primer di atas pen-

didikan.

Menjadi cantik adalah tujuan sebagian

besar para wanita sekarang. Karena bagi

mereka hanya kecantikan yang akan

meadikan mereka dikenal semua orang.

Banyak acara-acara televisi yang secara

sengaja ataupun tidak disengaja menyam-

paikan hal tersebut.

Bagi mereka yang memiliki uang tak

sulit untuk menjadikan diri lebih cantik.

tapi bagi mereka yang hanya hidup dari

hari ke hari, tak elak kehormatanlah yang

mereka gunakan sebagai alat untuk mem-

peroleh uang. Tak ada ilmu yang dapat

dijadikan senjata, hanya itu yang dapat

mereka lakukan. Lalu dimana Kartini-

Kartini sekarang?

Maka dari itu marilah kita mulai mera-

jut kembali keindahan bangsa yang pernah

kita rasakan. Ilmu, iman, usaha dan kebera-

nian, empat kata yang bisa jadi kunci me-

musnahkan penjahahan yang telah dilaku-

kan kepada kita.

Saat ini, pedang tidak lagi menjadi sen-

jata yang ampuh untuk digunakan dalam

berperang, ilmulah yang kini berperan

sebagai meriam yang dapat menghasilkan

ledakkan dahsyat. Dan ilmu pun tak akan

berfungsi tanpa adanya pondasi iman seba-

gai pijakan. Gunakan teknologi sebagai

wasilah untuk menyampaikan ide dan ber-

buatlah dengan keikhlasan dan keberanian.

Maka tetaplah mejadi Kartini dan Siti Ai-

syah masa kini.

*Penulis adalah Mahasiswi Al-Azhar

tingkat 3, anggota kajian ilmu falak Afda.

Page 11: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

K o l o m

11

Pemuda Utopia Oleh: Umar Abdullah*

Ideal pemuda menjadi kunci masa

depan bukanlah utopia. Menyorot kasus

anarkis yang dilakukan pemuda sampai

menyebabkan tewasnya seorang pelajar

SMA, sebenarnya bukan berita baru.

Tetapi peristiwa lama yang sering beru-

lang, jika dibiarkan, akan menjadi hal yang

lumrah. Bahkan bisa berakar menjadi

kebiasaan jika tidak ada langkah preventif

yang diterapkan sebagai solusi. Belum lagi

berkembangnya tradisi pop yang menye-

leweng,maraknya generasi konsumtif

serba instan dan condong hedonis yang

semakin menjangkiti generasi muda

sekarang dan banyak hal lain yang se-

makin mengaburkan harapan akan men-

jadi generasi pemuda sekarang.

Permasalahannya, dalam kasus ini,

siapakah yang bersalah? Apakah patut

kita menyalahkan generasi muda saja?

Ataukah lembaga dan institusi pendidi-

kan? Bisa jadi orang tua dan lingkungan

sekitar-lah tempat kita menuding sebagai

pucuk penyebab degenerasi moral para

pemuda?

Beragam faktor dan variabel yang

muncul ketika membahas kemerosotan

moralitas suatu generasi menjadikan ka-

sus ini tergolong unik. Maka dalam meme-

cahkan persoalan tersebut, tidak bisa se-

kedar melalui satu perspektif, harus diurai

satu-persatu pelbagai fakotr yang terkait,

baru bisa dipreteli satu persatu.

Dalam Psikologi Pendidikan, se-

benarnya sudah diperkenalkan tiga faktor

utama pembentuk dan pemengaruh

karakter seseorang, yaitu: rumah, sekolah

dan lingkungan. Keluarga, kerabat dan

segala media edutainment yang terdapat

di rumah, baik visual, cetak maupun au-

dio, semuanya merupakan sarana pem-

bentukan karakter dan paradigma. Jelas

faktor utama adalah yang pertama. In-

teraksi yang lahir antara sang anak den-

gan pelbagai perkakas kehidupan di seki-

tar ia berdiam, kemudian segala informasi

yang ia tangkap dan ia proses tatkala

berumur 1 – 6 tahun, akan menjadi pato-

kan akan menjadi seperti apa dia akan

berkembang. C.G. Jung menyatakan bahwa

memori seorang anak pada umur belia

masih belum sanggup memilah informasi

yang ia terima. Apapun akan ia lahap. Hal

ini sepertinya diikuti oleh Dorothy Law

Nolte, seorang penulis asal Amerika yang

terkenal akan puisinya, “Children Learn

What They Live.”

Sedikit kutipan dari puisi tersebut,

Dorothy mengatakan bahwa seorang anak

akan belajar memaki jika ia dibesarkan

dengan celaan, ia akan selalu menyesali

diri jika selalu dihina, ia akan belajar per-

caya diri jika selalu dimotivasi, dan seo-

rang anak akan belajar menemukan cinta

jika ia dibesarkan dengan kasih sayang

dan persahabatan. Tetapi tentu saja,

pernyataan tersebut tidaklah akurat.

Dalam faktualnya, akan banyak faktor

yang mempengaruhi diri seorang anak

dalam perkembangannya dan membentuk

suatu pola teratur dalam setiap orang.

Jung menyebutnya sebagai arketipe.

Peristiwa yang menimbulkan jejak

kuat pada memori seorang anak, boleh

jadi akan menjadi pemicu baginya dalam

pelbagai tindakan yang akan ia lakukan

saat besarnya nanti. Kasih sayang yang

diterima seorang anak sejak dini, tetapi

terputus total karena perlakuan dari si

orang tua pada umur 10 – 15 tahun misal-

kan, akan menyebabkan sang anak lari

mencari rasa nyaman dan apresiasi dari

teman sebayanya. Akibatnya, rumah

baginya tidak lagi sebagai tempat anak

berpulang, melainkan hanya sebuah me-

dia ‘kosong’ yang malah semakin menam-

bah beban mental. Rumah yang seharus-

nya menjadi tempat pelepasan segala

penat yang ia dapatkan di luar rumah,

berubah menjadi alat lain penambah ma-

salah. Kasus ini selalu terjadi jika rumah

kehilangan fungsinya, yang bisa disimpul-

kan jika hal ini terjadi: orang tua yang

acuh.

Seringkali kasus bermula ketika orang

tua tidak lagi peduli pada perkembangan

jiwa anak melainkan hanya melihat ele-

vasi unsur ekstrinsik saja, seperti prestasi,

akademik, uang jajan dan sebagainya.

Lantas orang tua terlalu memaksakan

ideal mereka kepada sang anak, hingga

akhirnya ideologi anak pun terkurung atas

nama ‘penghormatan.’ Hal ini berlaku jika

tidak adanya keterlibatan untuk saling

memahami, antara si anak dengan orang

tuanya. Jika kasus ini terjadi, akan lahir

pola ‘pemberontakan’ pada diri sang anak

yang menyebabkan dia selalu menentang

sistem dan peraturan. Lagi, akibatnya

akan muncul sebuah tendensi untuk selalu

bersikap keras kepala, condong adu otot

dan selalu ingin menang, dihormati dan

dihargai.

Seharusnya, orang tua perlu men-

yadari akan perubahan sikap yang terjadi

pada anaknya. Sayang, acapkali para wali

lebih menyalahkan sekolah dan menuduh

para guru bahwa mereka ‘tidak berhasil

mendidik anak.’ Begitu juga dengan pe-

maksaan harapan yang berlawanan den-

gan apa yang diharapkan oleh sang anak.

Memang, orang tua lebih banyak me-

makan asam garam kehidupan dan lebih

mengerti beribu palang yang bakal merin-

tangi kehidupan anaknya, sesuai dengan

apa yang mereka pernah alami dulu.

Tetapi zaman juga terus berubah, itu ken-

yataan. Kita tidak bisa hidup di masa lalu,

karena itu seyogyanya orang tua dan anak

saling bekerjasama, saling berkomunikasi

aktif dan sama-sama mencapai satu ke-

sepakatan dan kepemahaman untuk

saling menghidupi. Andaikata hal ini ter-

capai, maka generasi muda mampu

mengeluarkan potensi-potensi paling ce-

merlang yang mereka miliki.

Karena itu, signifikansi pendidikan

dan pembentukan karakter anak akan

sangat menentukan manusia seperti apa

ia menjadi. Berhubung pelbagai inovasi

dan kontribusi lebih sering muncul dan

lebih dapat tersalurkan ketika muda.

maka seyogyanya yang tua membatu yang

muda dalam pembenahan dan penanaman

kembali bibit-bibit luar biasa kepada yang

muda. Tapi perlu dicatat, mereka juga

harus melihat faktual dan bekerjasama

dengan yang muda untuk saling bersinergi

menghasilkan yang terbaik bagi kese-

muanya. Jika hal ini tercapai dan diterap-

kan dalam ranah nasionalisme dan atas

nama agama, misalkan. Maka tidak ada

istilah pemuda yang bereuforia dengan

kegalauan dan hedonism mereka. Pemuda

utopia jadi paradoks.

*Penulis adalah keluarga Buletin Infor-

matika.

Page 12: Buletin Terobosan Edisi Interaktif Sumpah Pemuda

TëROBOSAN, Edisi Interaktif Sumpah Pemuda, 30 Oktober 2012

12

Space Kosong

(12x9 cm)