Buletin KOSAPA

15
KO-SAPA, edisi I Maret 2011 1 Tradisi Sastra Lisan yang Terlupakan Tradisi Sastra Lisan yang Terlupakan Matoa dan Transaksi Loyang Matoa dan Transaksi Loyang Papua memiliki penduduk yang majemuk dan beragam suku bangsa. Kemajemukan dan keberagaman suku bangsa menjadikan wilayah ini kaya dengan sastra lisan. Ko’Sapa Ko’Sapa Komunitas Sastra Papua Edisi I/Thn I/Maret 2011

description

Papua memiliki penduduk yang majemuk dan beragam suku bangsa. Kemajemukan dan keberagaman suku bangsa menjadikan wilayah ini kaya dengan sastra lisan.

Transcript of Buletin KOSAPA

Page 1: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 1

Tradisi Sastra Lisan yang TerlupakanTradisi Sastra Lisan yang Terlupakan

Matoa dan Transaksi LoyangMatoa dan Transaksi Loyang

Papua memiliki penduduk yangmajemuk dan beragam suku bangsa.

Kemajemukan dan keberagaman sukubangsa menjadikan wilayah ini kaya

dengan sastra lisan.Ko’SapaKo’Sapa

Komunitas Sastra Papua

Edisi I/Thn I/Maret 2011

Page 2: Buletin KOSAPA

2 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

Pemimpin Papua dorang selalu bicara tentang Papuabaru, dalam dorang pu visi untuk membangun Papua.visi pembangunan yang dong bilang Papua baru inilebih banyak bicara pada sisi pembangunaninfrastrutur, ekonomi dan sda (sumber daya alam).

Papua untuk mengejar ketertiggalan dari daerah lainmemang perlu untuk menempatkan visi yang jelas, danbeberapa bagian tersebut su pas skali, tapi macamada yang terlupakan dalam visi “Papua Baru” tersebut.

Bagian yang kurang dan mungkin terlewatkan dalam“Papua Baru” adalah pendidikan, kesehatan danterutama budaya. Bagian ini jarang sekali di bahassecara detail, padahal kalau kitorang lihat sejarah,peradaban “Baru” Papua, mulai di bangun denganpendidikan dan kesehatan. Dalam pendidikan, budayaPapua mendapat tempat yang baik, selain itu denganpendidikan, bahasa Melayu Papua berkembangmenjadi bahasa “ibu” di Papua.

Torang su melewati perjalanan kasi lewat satu setengahabad perubahan Papua, dan sedang berjalan untukmasuk ke abad dua, dalam tahapan ini banyak skaliperubahan yang terjadi budaya yang di Papua.Ketakutan akan perubahan ini di ungkapkan oleh PaituaAlex Hesegem, Wakil Gubernur Papua, de bilangkebudayaan Papua saat ini memiliki masalahpewarisan. Sebab, potensi budaya hanya tersimpanpada orang tertentu, terutama orang tua. "Orang mudacenderung meninggalkan akar budaya dan mengikutitren global," (TEMPO Interaktif, 08/08/2007).

Masalah pewarisan menjadi satu bagian yang pelujalan keluar. Ruang bagi baku bagi pun trada, kalaupun ada itu hanya dalam festival yang di lakukan olehbeberapa kabupaten, tapi sayangnya festival itucenderung tidak di kerjakan secara profesional danhanya sebatas untuk mendatangkan wisatawan.Padahal dalam acara festival banyak sekali anana yangdatang dan dong juga bisa tahan mata sampe malam.

Ruang bagi budaya dan bahasa MelPap pun tagepe diantara berbagai media masa yang ada di Papua danNasional. Dalam media-media tersebut, hanya 0,01persen budaya Papua dan bahasa MelPap mendapattempat. Dan media-media ini mengiring anana Papuake budaya “Baru” dan meninggalkan tong pu budayadeng bahasa Melayu Papua.

Ini mungkin yang dong maksud deng Papua Baru ituka?

Papua yang Berubah

Siapa saja boleh tulis, dan kirim tulisannya ke redaksi untuk di muat, bila tulisan tersebut layak,maka akan di muat dalam terbitan buletin KO-SAPA, Hormat di bri, Redaksi

Kegelisahan, kalau tra di padam, entah dengan caraapapuan, pasti de akan trus kejar. Kemana pun tongpigi, pasti de ada di situ.

Sa coba cari obat gelisah ini, pertengahan Agustus2010, sa baku cerita dengan teman Gusti, di Facebook,pas lagi tong dua sama-sama jurnalis, tong bahasbagemana membangun sastra di Papua. Tong dua pucerita berlajut sampe ke membuat grup sastra Papuadi Facebook, Gusti Masan Raya kasi usul namaKOSASPA, trus sa bilang bagemana kalo KO-SAPA(Komunitas Sastra Papua), de setuju, maka jadilah grupKO-SAPA.

Ko sapa kalau dalam Melayu Papua, bisa berarti katauntuk menanyakan suatu identitas “sapa eee..”. Ataubisa juga untuk menantang, “Ko sapa jadi..” Sapadalam pengertian harafiah adalah menyapa,memberikan sapaan atau salam, “Apa kabar” danseterunya. Kedua bentuk pemaknaan kata sapa dalamMelayu Papua di tambah dengan pengetiansesunggunya dari kata sapa menjadi misi dari KO-SAPA, menyapa siapa saja yang ingin tahu dan dekatdenganj budaya Papua sekaligus menantang tong or-ang Papua, ya siapa kitorang, maka tong jawab suda!

Setelah Gusti, sapa lagi eeee, langsung sa ingat Kksatu ni, Luna Vidia. Sa kenal nama deng de pu ceritasedikit waktu JJ Kusni bikin de pu kisah sedikit pasmace de ke Paris, Prancis memainkan jurusandalannya teater monolog sekitar pertengahan tahun2000-an. JJ Kusni de ada tulis perempuan Sentani,langsung sa pikir ini Dewi Kribo ka apa? ( macamBlack Brothers pu judul lagu saja). Adooo, ternyatabukan, tes to, meledak sampeee. Cerita punya ceritasampe ke mo bikin barang ini, dan mace setuju, jadipenjaga gawang di rubrik sastra.... yooo trimaksih eee,mace ko andalan.

Sa juga ingat sa pu Kk dua, Ucu Sawaki deng IzakMorin. Kalo Kk ucu tong dekat, LABEWA (LahirBesar Wamena) dan sa juga ada baca de pu beberapamakalah tentang bahasa Melayu Papua (MelPap), danmenarik, bagian yang jarang di perhatikan. Begitu jugadeng Kk Izak, sa baca de pu tulisan-tulisan di situsYaswarau. Kk kam dua Top! Dari situ, sa kontak Kkdong dua dan dorang setuju untuk bikin buletin ini. Kalobisa Kk dong dua juga jaga gawang untuk ulasan dananalisis tentang bahasa MelPap, Kk dong mau tooo?

Sa pu gelisah su sedikit terobati, dong bilang “Kalorindu su datang, jalan kaki juga trapapa, teken saja”Begitu dulu eee.... Ndormom ooo...

BidikanSekapur Sirih, Sekunyah Pinang

Page 3: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 3

M embicarakan kehidupan sastra secarakeseluruhan tidak terlepas dari persoalankesusastraan daerah, khususnya sastra lisan,

yang merupakan warisan budaya daerah yang turuntemurun dan mempunyai nilai-nilai luhur yang perludikembangkan dan dimanfaatkan dalam hubungandengan usaha menangkal efek negatif globalisasi.Menurut Koentjaraningrat, nilai budaya itu merupakankonsep hidup di dalam alam pikiran sebagian besar wargamasyarakat mengenai hal-hal yang harus dianggap sangatbernilai di dalam kehidupan. Oleh karena itu, suatu sistemnilai budaya ber-fungsi sebagai pe-doman aturan ter-tinggi bagi kelakuanmanusia, sepertiaturan hukum didalam masyarakat.Nilai budaya itu bia-sanya mendorongsuatu pembangunanspiritual, sepertitahan cobaan, usahadan kerja keras,toleransi terhadappendirian atau ke-percayaan oranglain, dan gotongroyong.

Yang dimaksud dengan sastra lisan adalah produk bu-daya lisan yang diwariskan dari generasi ke generasimelalui mulut, seperti ungkapan tradisional, pertanyaantradisional, puisi rakyat, cerita rakyat, dan nyanyianrakyat. Usaha menggali nilai sastra lisan bukan berartimenampilkan sifat kedaerahan, melainkan penelusuranterhadap unsur kebudayaan daerah yang perludilaksanakan karena sastra daerah merupakan sumberyang tidak pernah kering bagi kesempurnaan keutuhanbudaya nasional kita. Sastra lisan sebagai produk budayasarat dengan ajaran moral, bukan hanya berfungsi untukmenghibur, melainkan juga mengajar, terutamamengajarkan nilai-nilai yang terkait dengan kualitasmanusia dan kemanusiaan. Di samping itu, terkandungnilai budaya yang sifatnya universal di antaranya nilaikeagamaan, nilai kesetiaan, nilai sosial, nilai historis, nilaimoral, nilai pendidikan, nilai etika, dan nilai kepahlawanan.

Ada anggapan bahwa sastra tradisional pun memilikimanfaat yang tidak kalah pentingnya daripada sastramodern. Ayu Sutarto di dalam makalahnya yang berjudul"Hubungan Konsep Negara Bangsa serta Susastra Lisan

Menuai Kearifan Hidup Melalui Sastra Lisan

Asia Tenggara" (2003) menegaskan adanya virus N-ach(Need for Achievement ’kebutuhan untuk berprestasi’)yang dapat tumbuh dari dongeng-dongeng masa lalu.Ditambahkan bahwa dongeng itu tidak hanyamengajarkan kearifan hidup kepada anak-anak, tetapi jugadapat menyuntikkan virus mental untuk membangunprestasi dalam kehidupan mereka.

Papua memiliki penduduk yang majemuk dan beragamsuku bangsa. Kemajemukan dan keberagaman sukubangsa menjadikan wilayah ini kaya dengan sastra lisan.

Sastra lisan me-ngandung nilai-nilaibudaya, tumbuh danberkembang sejalanpertumbuhan danp e r k e m b a n g a nm a s y a r a k a t n y asehingga memegangperanan pentingdalam pembentukanwatak sosial masya-rakat pendukungnya.Papua terdiri dari 248suku bangsa yangberbeda dan me-miliki kekayaan sas-tra lisan yang ber-kembang dalam ma-syarakat termasuk

nilai-nilai yang men-jadi prinsip hidup masyarakatnya.Setiap suku yang berada di Papua memiliki sastra lisantersendiri, oleh karena itu saya akan memberikanbeberapa contoh kearifan lokal dari suku Biak dan sukuSentani. Contoh pertama adalah kearifan lokal dalamcerita rakyat Biak. Banyak perilaku sosial yang dapatdijadikan pedoman untuk kehidupan bermasyarakat, baiksekarang maupun untuk sekedar menengok latar belakangmunculnya budaya dalam masyarakat Biak sekarang ini.

Warisan budaya dalam hal pedoman berperilaku sosialdalam cerita Insrennanggi salah satunya dapat dicermatidari penyelenggaraan upacara fan nanggi. Upacara fannanggi adalah upacara ritual yang dahulu biasadiselenggarakan apabila penduduk selesai memanen hasilkebun atau akan bepergian. Fan nanggi yang realitasnyaadalah upacara yang identik dengan makan dilaksanakansebagai tanda syukur atas hasil panen. Sebagai kearifanlokal, upacara ini baik untuk memupuk rasa sosial dalamdiri masyarakat Biak. Dengan mengadakan upacara inimasyarakat dapat berbagi dengan masyarakat luas.Dalam struktur sosial yang lebih luas, upacara fan nanggi

Lukisan; Agus OheePomako: Masyarakat Sentani sedang duduk menghitung pomako (kapak batu)danmani-masik dalam pembayaran mas kawin

Keker

Page 4: Buletin KOSAPA

4 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

dapat menjalin rasa solidaritas dan kebersamaan sesamaanggota masyarakat.

Kearifan lokal lainnya yang dapat ditemukan dalam ceritaini adalah dalam sistem mengolah makanan. Dahulu,sebelum Insrennanggi memperkenalkan api dan carapengolahan makanan dengan menggunakan api sebagaimedianya, masyarakat Biak mengkonsumsi makanandengan pengolahan melalui sinar matahari. Setelahmendapat bimbingan dari insrennanggi, masyarakat Biakterutama Padaidori kemudian mengubah pola makan dankonsumsi makanan dengan mengolahnya terlebih dahulusampai matang dengan menggunakan api. Caramengolah makanan yang diperkenalkan Insrennanggi inidikenal dengan istilah barapen.

Dalam masyarakat Sentani, kisah buyaka bure yeubokeahuba (terjadinya danau sentani) mengungkapkan bahwanilai hidup saling membantu merupakan naluri manusiadari dulu dan di mana sajadalam budaya apa saja,karena manusia adalahmakhluk sosial yanghidupnya dalam kelompokdan saling mem-bantu satusama lain atau melakukansesuatu ber-sama-sama.

Kisah Ebhire Kandeyre(Burung Murai dan IkanGabus) memiliki beberapamutiara hikmah yang dapatdijadikan cermin agar semuapihak merenungkan maknafilosofis yang terkandungdalam cerita leluhur untukditerapkan dalam kehidupansehari-hari serta dalam kehidupan bermasyarakat padaumumnya.

1. Masalah disiplinCermin sikap disiplin nampak pada kebiasaan masyarakatyang selalu bangun setelah burung murai berkicau. Setiaphari burung murai berkicau menjelang munculnya fajarsehingga masyarakat harus segera bersiap-siapmelaksanakan segala aktivitas dan usaha agar dapatmemperoleh hasil yang maksimal. Burung murai jugamenunjukkan perhitungan waktu, sehingga manusiadiharapkan dapat mengatur waktu yang diberikan Tuhanuntuk hal-hal bermanfaat agar memperoleh banyakberkat.

2. Masalah kerukunanKandey merupakan hewan kecil yang masih muda danbuaya merupakan hewan besar yang sudah tua. Kandeytidak takut terhadap buaya namun kandey menghormatibuaya. Kandey berbakti kepada buaya dengan rajin

membersihkan janggut sang buaya sehingga muncul rasasayang di hati buaya. Walaupun pada dasarnya kandeydan buaya bermusuhan namun dengan adanya salingpengertian dan cinta kasih maka kerukunan dapattercipta. Hubungan yang harmonis antara kandey danbuaya dapat kita terapkan dalam kehidupanbermasyarakat yang heterogen.

3. Masalah kekuasaanKandey merupakan lambang dari masyarakatkebanyakan sedangkan buaya mewakili orang yang kuatdan berpengaruh. Cerita tentang kebaikan kandeyterhadap buaya juga dapat menjadi cermin masyarakatkecil yang tunduk kepada penguasa. Jika pemegangkekuasaan dapat mengendalikan diri dalam segalatindakan, niscaya akan timbul keharmonisan denganmasyarakat kecil. Dengan demikian akan muncul rasapercaya dari masyarakat kepada orang yang dituakansehingga rakyat dengan sukarela akan berbakti dan

melayani.

4. Masalah iri dengkiPerbedaan pendapat antaraburung murai dan kandeytentang sosok buaya akhir-nya menimbulkan kebenciandalam hati burung murai.Ketika kandey dan buayadapat menjalin hubunganyang harmonis maka mun-cullah kebencian dan rasa iridi hati burung murai. Sikapiri dapat mucul karenakeberhasilan pihak lain. Padadasarnya perasaan iri dapatdikendalikan dengan belajarmelihat suatu masalah dari

sisi positif. Sedangkan untuk menghilangkan rasa dengkidari dalam hati adalah dengan tidak menganggap diri kitasebagai yang terbaik atau yang paling benar. Seandainyasaja burung murai tidak iri dengki terhadap keharmonisankandey dan buaya, pasti peristiwa kelam tentangpenikaman mata kandey tidak pernah terdengar danburung murai tetap menjadi burung cantik yang setiamembangunkan masyarakat Sentani setiap pagi dengancinta kasihnya.

Dengan mempelajari sastra lisan kita dapat memperluaswawasan dan pandangan masyarakat tentang nilai-nilaibudaya Papua yang unik, dan bernilai positif. Secarapolitis, kearifan lokal yang terdapat dalam sastra lisanberguna bagi para pengambil kebijakan di tingkat provinsimaupun nasional, yaitu nilai-nilai sastra lisan ini dapatdiperhitungkan dan dipergunakan sebagai salah satu alatpengontrol dalam kegiatan pembangunan fisik maupunnonfisik di Provinsi Papua khususnya dan di Indonesiaumumnya. (Sumber; http://sastralisan.blogspot.com)

Lukisan; Agus Ohee

Keker

Page 5: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 5

D i lingkungan tempat tinggal saya jalan Toddopuli, Makassar, di rumah ujung jalan halamannya tumbuh pohon matoa. Rumah

itu sudah lama kosong. Pemiliknya pindah ke kotalain waktu kami pindah ke lingkungan itu. Daunnyayang khas,mirip-mirip daun Kakao langsungmemperkenalkan diri rasanya waktu pertama kalisaya melihat kehadirannya (setelah beberapa minggutinggal di sana): "hai!, saya matoa."

saya lalu memperkenalkannya kepada anak-anaksaya: "ini pohon matoa."

Daging buahnya seperti rambutan. Juga sebesarrambutan. Tapi Matoa gundul. Kulitnya lebih tebal,warnanya hijau- coklat kemerahan. Lebih mirip klengkengsoal penampilan botaknya. Ada yang kering, seperti ram-butan Rapia, ngelotok. Jenis seperti itu biasanya disebutMatoa kelapa. Ada yang lebih berair. Lalu denganantusias saya dan anak-anak menunggu bersama musimberbuahnya. Matoa hanya berbuah setahun sekali.

"Menunggu musim buah pohon tetangga, bukan contohyang baik." kata suamiku. "tapi ini matoa!", saya dan anak-anak sepakat. ngotot.

Waktu musim berbuah akhirnya datang, kami seringdatang ke ujung jalan. mengawasinya dari luar pagar.Begitu sering kami ‘memantau’ sampai-sampai tukang-tukang becak yang mangkal di ujung jalan itu, akhirnyatertular pengetahuan tentang Matoa. Bahwa buah pohonitu bisa dimakan. Bahwa pohon itu datang dari Irian, -ketika percakapan kami terjadi, Papua masih di sebutIrian Jaya.Kumpulan tukang becak itu juga yang mengkonfirmasidugaan saya, bahwa pohon Matoa itu, dengan sengajadibawa dan ditanam di sana. “Ooooo, iyo tawwa.. inibapak lama memang tugas di Irian.”

Musim Matoa tiba, tapi buah yang menjadi tua danberserakan di dalam halaman tidak pernah bisa kamicicipi. Rumah itu tidak pernah berpenghuni. Saya tidakpernah punya kesempatan, menyambangi tetangga diujung jalan demi buah matoa. Buah Matoa yang gugurmembusuk begitu saja. Sedang ranting yang menjulurkeluar halaman, sudah dipanen oleh tukang-tukang becakitu.Enam musim matoa berlalu, saya tidak pernah kebagianbuah jatuh pohon matoa di ujung jalan. Karena setelahmusim pertama tiba, kumpulan tukang becak itu tentulebih mampu memanen tangkai buah masak. “Memangenak ki bu!” beberapa dari mereka berbaik memberitahu,

Matoa dan Transaksi Loyang

ketika saya kebetulan lewat, dan kepergok memandangipohon itu.

Pohon matoa ditebang, ketika rumah itu beralih pemilik.Kelihatannya pohon matoa tidak mengakomodir rancangbangun rumah sang pemilik baru. Tempat pohon itutumbuh dulu, sekarang jadi pelataran beton. Rumah itutidak menyimpan pohon apapun sekarang. Dulu selainMatoa ada dua pohon mangga. Mungkin pertimbanganestetis disain tumah itu, tidak memperhitungkan halamandengan beberapa pohon di dalamnya. Jadi pohon harusditebang.

Pohon Matoa di ujung jalan itu, muncul dalam ingatansaya ketika menemukan postingan foto kawan saya,dengan keterangan: “ULANG TAHUN KOTAJAYAPURA yg ke 50, Gouverneur Plattel plan een

Foto; www.kotabaroe.nl

Foto; Sazano and Rony Mahardiani/Renthousemate

Tradisi

Page 6: Buletin KOSAPA

6 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

MATOA BOOM op het plain voor de HERDEN KINGSMUUR.. (terjemahanannya kira-kira..Gubernur Plattelmenanam pohon Matoa di pelataran depan TembokHerden Kings (Taman Imbi). lalu teman sayamenambahkan: " Sayangnya pohon matoa dan tuguHollandia 50 Jar yg ada di Taman IMBI ini ditebang dandi bongkar kemudian di ganti dengan Patung Mas Yossoedarso.......”

Postingan foto kawan saya itu, menunjukkan pilihansebuah pemerintahan, yang mewakili kebijakan,kekuasaan, dan kemampuan berbuat lain untuk sebuahkota. Ketika dihadapkan pada sebuah tawaran, pada suatumasa, pemerintah memilih untuk menyingkirkan sebuahpohon matoa sebagai icon kota, menggantikannya dengansebuah tugu. Itu diikuti oleh keharusan menggantikankerindangan dengan lantai semen. Rangkaian tindakanini terlihat sebagai sesuatu yang terelakan.

Beton, gedung tinggi, ruko begitu identik dengan kemajuan,pembangunan. Tapi benarkah begitu? Benarkah semakinluas wilayah pembetonan, pembersihan lahan daripohonan, semakin dekat kita dengan julukan ‘maju’?'berkembang'? 'developed'?

Betapa berbeda pilihan itu dengan kebijakan pembagunanberwawasan hijau yang saya lihat di Singapore sebagaipelancong. Tidak jauh, kota itu. Ah, maaf. Negara. Tidakjauh negara itu. Hanya 2 jam terbang dari Makassar, 3jam kalau singgah di Jakarta.

Dalam perjalanan ke hotel, terkagum-kagum dengankehijauan kota, di salah satu setopan lampu merah, di sisikiri jalan sedang berlangsung pekerjaan konstruksi. Dariketerangan sopir taxi kami yang sejak decak kagumpertama saya selepas airport, dengan banggamempromosikan kebersihan kotanya, saya tahu gedungyang sedang dibangun itu untuk menggantikan gedungtua sebelumnya. gedung yang sudah tidak aman lagi untukdihuni. Dari jendela taksi saya meihat sebuah pohon besaryang rimbun menyembul dari balik pembatas seng lokasipembangunan. “ sayang ya, pohon sebesar itu harus

ditebang.” Saya berkomentar. Bergumamlebih tepat. Jadi pasti sopir itu tidak mendugabahwa keterangan pelengkap yangditambahkannya kemudian justru adalah halyang paling terekam dalam benak. “Theyhave to do the construction without cuttingoff that tree.” Hah?

Where am I?Saya tahu di Belanda ada programperawatan pohon, yang pake dokter segala.Gedung ABN AMRO Denhag, dibangun disekitar sebatang pohon. Cerita temanseorang teman saya. Tapi mentalitas orangjajahan di dalam saya, memakluminya

sebagai: “itu di Belanda.” Di tempat dari mana sayadatang: lahan sawah diubah jadi realestate. Meninggalkankegamangan pada para bekas petani. Pohon-pohonditebang dengan alasan perluasan jalan, atas namapembangunan.

Membangun dan menyesuaikan diri dengan pohon?Becanda lu!

Tapi itu bukan guyonan. Tidak boleh menebang pohon.Pembangunan dikerjakan dengan menyesuaikan diridengan pohon. Harus. Ada undang-undangnya.

Lalu dari jendela hotel, saya melihat gedung-gedungberseberangan memiliki teras-teras hijau, green canopy.Bukan sekedar tanaman dalam pot. Tapi benar-benarmenanam pohon. Pohon tua dari halaman gedung tua ituwajib terpelihara. Jika tidak punya pohon, maka andadiwajibkan menciptakan teduhan hijau, tidak perduliberapa lantai gedung yang sedang anda bangun. Lagi-lagi: ada undang-undangnya.

Saya sungguh sulit menelan kenyataan, bahwa saya masihdi Asia. Hanya 3 jam jauhnya dari kota tempat sayatinggal. Ini bukan Eropa. Begitu dekat. Begitu jauh pilihankebijakan pemerintahan kota kami. Betapa nelangsa.

Ketika menemukan postingan foto kawan SMP sayatentang perayaan 50 tahun kota Jayapura, ingatan tentangmembangun di sekitar pohon di Singapore itu kembalilagi.

Jadi mereka menanam pohon. Pohon Matoa. BukanBeringin, bukan pohon import lain yang sedang jadi modesehingga perlu ditelaah lagi apakah pilihan pohon itu sudahtepat. Yang ditanam di hari ulang tahun ke 50 itu, sesuatuyang khas. Rasanya pilihan itu begitu brilian. Untukmemperingati hari ulang tahun kota, baiklah kita menanamsesuatu yang berasal dari tanah sendiri, sesuatu yangkhas. menanam icon. Karena pohon tumbuh, hidup.Karena kalau tumbuh bisa besar. Begitu modern. Apayang kurang, ada nilai keberlanjutan. Begitu Avatar*. Tapi

Foto; www.kotabaroe.nl

Tradisi

Page 7: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 7

seperti keterangan foto teman saya, pohon itu ditebangkemudian.

Dan apa yang dilakukan untuk merayakan ulang tahunke 100 kota? Salah satu acaranya: lomba gerak jalan.Akibatnya: seorang sahabat yang terjebak macet,karenalomba gerak jalan itu lewat telpon mengeluhkan jalan-jalan yang kecil di Jayapura, dengan volume kendaraanyang terasa melebihi kapasitas. Perlu jalan baru? Hm,memang kelihatan tak terelakan untuk memperluaswilayah beton dan aspal untuk mengakomodir kemajuan.

Saya sendiri tidak pernah melihat ada pohon Matoa diTaman Imbi. Rekaman gambar tentang taman Imbi dimasa kecil saya: patung Yos Sudarso, menghadap kegedung DPR, bangku-bangku beton dan tersebar dibeberapa bagian taman, pohon-pohon palem di sisi dekatgedung Sarinah, sebuah kolam air mancur yang sudahlama tak lagi mancur airnya, lampu-lampu taman yangbulat di sisi setapak beton. Ada pelataran panggung betonrendah di bagian depan patung. Tempat banyak kegiatanlomba kesenian diadakan. Ruang publik yang kumuh,kesan saya ketika kemudian sempat pulang ke Jayapura.Artinya, pohon itu telah ditebang sebelum saya cukupbesar untuk mengingat. Saya bahkan tak ngeh soalHerden Kings Muur (Tembok Herden Kings) yangkelihatannya justru adalah elemen penting taman itu. Yaada tembok di kaki patung itu.

Membayangkan Taman Imbi dengan Pohon Matoa,dengan patung seorang pahlawan bersama-sama, sayabertanya-tanya. Kenapa pembangunan - sebusuk apapunbau yang dipikulnya dari sejarah- di negeri ini, identikdengan menyingkirkan? Kenapa tidak bisa berbagi?Membagi Taman Imbi antara Pohon Matoa denganpatung Yos Sudarso, misalnya. Patung itu tidak harusberada di pusat taman bukan? BIsa saja didirikan di salahsatu sudut taman bukan? Apakah karena patung lebihmewakili kemajuan? Apakah karena patung itu lebihmewakili keindonesiaan yang satu? Bahwa ada patungseorang ‘mas’ di ‘alun-alun’ kota Jayapura –seperti yangdisebut teman saya itu?

Ketika saat-saat ini Jayapura sedang merayakan ulangtahun ke 100nya, patung itu terus dipertahankan, renovasiTaman Imbi yang direncanakan akan dikerjakan di sekitarpatung itu. Apakah pertimbangan ini, dibuat karenamerubuhkan patung ongkosnya lebih mahal darimenebang pohon? Apakah karena merubuhkan patungyang notabene seorang pahlawan, akan menimbulkanketersinggungan yang berdampak politis? Meskipunpatung itu –setelah berpuluh-puluh tahun hadir, gagalmenjadi icon kota? Tidak seperti patung Marta Tiahahubagi kota Ambon, misalnya?

Tapi setidaknya, patung itu lebih ramah lingkungan, daripada pohon-pohon nyiur di Waisai. Waisai, ibukota

Kabupaten Raja Ampat menghiasi jalan utamanya dengannyiur oranye, kuning dan hijau. Pohon nyiur plastik hiasandalam mall di Jakarta. Pohon plastik berwarna jreng, ditengah-tengah jalan mulus yang membelah kota. Kotayang dibuka dengan menebas hutan lindung.

Buah-buah matoa yang berserakan di halaman tetanggaitu terbayang lagi, ketika melihat lagi foto postingan kawansaya. Pun teringat pada loyang-loyang kaleng penuhmatoa yang diletakkan di pinggir jalan sepanjang jalanSentani-Jayapura, ketika musimnya tiba. Musim Matoa.Loyang yang ditinggalkan tanpa dijaga. Ambillah isiloyang, tinggalkan saja uangnya, di dalam loyang. Himpitdengan batu, supaya tidak diterbangkan angin.

Ketika sempat ke Jayapura February lalu, saya merasaterasing di tempat yang saya rindukan sebagai rumah.Meski usia dan semua yang saya miliki sekarang dimulaidari sini. Di tanah ini, tempat ari-ari saya ditanam. Sayatidak yakin kepercayaan mutualisme dalam transaksiloyang kaleng seperti itu masih ada. Tidak sekarang,ketika untuk memotret dengan maksud menyimpankenangan masa kecil saya harus membayar.

Transaksi loyang kaleng itu, mewakili kepercayaan.Kepercayaan bahwa masing-masing kita punya hargadiri. Harga diri kita ditentukan dari apakah kitameninggalkan uang yang pantas, untuk menggantikansatu loyang matoa, setandan pisang, setumbuk petatas,

kasbi atau keladi yang ditinggalkan tanpa penjaga.Transaksi Loyang, sebutlah begitu, tidak bicara nominalyang kita pahami dalam transaksi pasar modern. Ia bicarakepantasan. Ia bicara penerimaan. Transaksi loyangadalah salah satu kelas di mana saya belajar bahwakehidupan adalah barter panjang dari memberi danmenerima. Kualitasnya makin rendah, ketika kitamemperkarakan besarnya nominal mata uang.

Ada belahan diri saya yang tak berhenti merasa bagiandari Papua. Anak-anak dan suami saya belum pernah

Bersambung ke hal...10

Foto

; htt

p://

foru

m.ta

man

roya

l.com

Ibu negara menanam pohon matoa di AKMIL Magelang

Tradisi

Page 8: Buletin KOSAPA

8 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

Melayu Papua dan Injil di Tanah PapuaOleh : Izak Morin

Suatu RefleksiMelayu Papua (MP) adalah alat komunikasi antarsesama orang Papua ketika itu. Kalo trada MP makadua Rasul Tuhan dari Jerman tra bisa sampaikan InjilTuhan kepada orang Papua. Kedua Rasul ini tra tau MPmaka dong dua perlu orang lain sebagai perantara antaradong dua dan orang Papua. Seorang anak kecil berumur12 tahun yang bernama Frits, anak seorang guru, dongdua bawa dari Ternate sebagai penerjemah ataujurubahasa Melayu sewaktu berlayar menuju TanahPapua. Tanpa pahlawan kecil ini, kedua Rasul Tuhan pastialami kesulitan dalammemenangkan jiwaorang Papua. TanpaMP tra mungkin InjilTuhan yang ditulisdengan Bahasa Me-layu Baku dalamAlkitab dapat dime-ngerti dengan baikoleh orang Papuaketika itu. MP sudahhadir lebih dulu se-belum kedua RasulTuhan tiba. Kalo hariini 5 Februari 2011adalah 156 TahunInjil Masuk di TanahPapua berarti MP juga su ada di Tanah Papua selama156 tahun ditambah lagi dengan tahun-tahun sebelumnya.Anak kecil dan MP dong dua pu peran besar dalamsejarah peradaban bangsa Papua tapi dong dua tra pernahdibesar-besarkan kecuali dua Rasul itu. Itulah sikapmanusia yang selalu liat suatu kesuksesan hanya darisatu mata rantai tanpa liat keterkaitannya antara satumata rantai dengan yang lainnya. Marilah kitong hindarisikap seperti ini dan belajarlah hargai siapa saja dan apasaja yang turut kase kontribusi dalam kitong pukeberhasilan pembangunan dalam segala segi kehidupanorang Papua di Tanah Papua hari ini dan hari esok. Asal mula Melayu PapuaOrang-orang sejarah dong bilang, kitong pu bahasa initete-tete dong pu tete-tete dan nene-nene dong pu nene-nene su mulai belajar dan pake de waktu dong baku tukarbarang deng orang-orang dari Tidore deng Ternate didaerah Kapala Burung terutama Kepulauan Raja Ampat

Tulisan ini dipersembahkan secara khusus dalam rangkaperayaan HUT ke 156 Tahun Injil Masuk di Tanah Papua

sekitar tahun 800-an. Agustus, 24, 1828 Belanda dongbuka benteng Fort du Bus di kampung Lobo di wilayahSelatan Papua. Jadi, orang-orang Maluku yang dongbawa untuk bantu bikin benteng tersebut pasti dong pakebahasa Melayu untuk bicara-bicara dengan orang-orangkampung dorang. Tanggal 5 Februari 1885, PenginjilProtestan Ottow dan Geissler dari Jerman tiba diMansinam, Utara Papua untuk pemberitaan Injil Tuhan.Waktu berangkat dari Ternate ke Mansinam dong duabawa anak kecil berumur 12 tahun namanya Fritz untukdong dua pu jurubahasa. Kemudian, tanggal 23 Mei 1894

Pastor Le Cocq d’Ar-mandville SJ buka pospengginjilan Katolik diSekeru, Selatan Papua.Penyebaran agama Is-lam di wilayah RajaAmpat, Fak-Fak, Kai-mana dan Teluk Bintunipasti terjadi dalam kurunwaktu tersebut.Dengan demikian peng-embangan dan pem-bentukan awal kitong puMP su pasti melaluiperdagangan, orang-or-ang yang datang kerja,penginjilan Kristen

Protestan dan Katolik serta penyebaran Islam.

Tra Hargai Melayu PapuaBelanda dong buka dong pu kantor pemerintah pertamadi Fak-Fak tahun 1898. Dalam kurun waktu 1898-1962Belanda dong su bangun kantor pemerintah, perusahaan,dan sekolah-sekolah di seluruh Tanah Papua. Guru-gurudong pake Bahasa Melayu di sekolah rakyat (SD)sedangkan Bahasa Melayu dan Bahasa Belanda disekolah tingkat menengah (SMA). MP dong tra pakekarna dong anggap Melayu Pasar (Broken Malay)padahal de main peran penting sebagai bahasa pengantardan pemersatu ato orang Inggris bilang ‘lingua franca’antar orang Papua. Tahun 1962-1963 Belanda dong suangkat kaki dari Tanah Papua karena tentara Indonesiadong su datang sama-sama deng UNTEA. Kurun waktu1961-1969 Papua jadi pemicu pertengkaran antara In-donesia dan Belanda sehingga Papua menjadi isu inter-national. Pada Agustus 1969 Pepera selesai dan resolusi

Foto

: Col

lect

ie T

rope

n M

useu

m

Seorang guru sedang mengajar budaya

Gale-Gale

Page 9: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 9

PBB pada akhir tahun 1969 memihakkepada Indonesia. Akhirnya, kitongjatuh ke pangkuan NKRI. Pada awaltahun 1970 semua buku yangBelanda bikin dalam Bahasa Melayutra boleh pake lagi dan Indonesiaganti deng buku pelajaran yang baru.Buku lagu rohani dan rekreasi seperti‘Suara Gembira’ dan ‘Seruling Mas’turut dipenjarakan. Buku-buku barudeng nama ‘Amir, Sudin, Hasan, Tutimenggantikan nama-nama Tom,Regie, Silas, dll. MP alami nasib yangsama seperti waktu penjajahanBelanda. Guru-guru diwajibkan untukajar anana dengan bicara bahasa In-donesia Yang Baik dan Benar. Tiapupacara hari Senin pagi teks‘Sumpah Pemuda’ dibacakan‘Berbahasa satu Bahasa Indonesia’.Padahal di luar sekolah MP lebe dominan. Bahasa Indo-nesia yang dong pake dalam buku-buku baru waktu ituterlalu tinggi dan bikin kitong yang tinggal di kampung-kampung tra mengerti kecuali dorang-dorang yang tinggaldi kota besar.. Jadi, kalo guru-guru orang Papua trajelaskan dengan MP dan bahasa daerah maka kitong tramengerti deng baik.

Kitong pu UU Otsus Papua No.21 Tahun 2001 gagalkarena tra akui MP di Tanah Papua. Dalam pasal 58tentang Bahasa, hanya ada Bahasa Indonesia danBahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pendidikan.Jadi, MP dong tra kase masuk sedangkan Bahasa Daerahdong kase masuk tapi tra sebut jumlah bahasa di TanahPapua. Padahal, kalo kitong lia Konstitusi Afrika Selatandan beberapa Negara Afrika termasuk Vanuatu danbeberapa negara Pasifik dong kase masuk dong pu bahasasemua baik jumlah maupun nama-namanya sebagaiidentitas diri rakyatnya walaupun hanya satu yang dongakui sebagai bahasa nasional. Ini baru namanya BhinnekaTunggal Ika.  Jadi, sekarang kitong tra bisa harappemerintah mo promosi kitong pu MP dan Bahasa Daerah.Kitong sendiri yang bisa kase tau orang lain tentang kitongpu MP. Sa setuju skali deng kode etik penulisan dalamsitus ‘Yaswarau’ yang mendorong semua orang menulisdeng MP. Yaswarau adalah satu-satunya tempatberkumpul kelompok anana pencinta Tanah Papua dansemua yang ada di dalam dan di atasnya termasuk MP.Orang-orang yang datang ke Tanah Papua seharusnyabelajar MP supa tau adat Papua karena bahasa adalahbagian dari adat. Dong juga harus belajar panggil orangPapua ‘kaka’, ‘ade’, ‘ipar’, bapa ade, mama ade, neneSerui, tete Merauke, dll dalam situasi-situasi tertentu.Jangan lagi ada larangan di kantor seperti “GunakanlahBahasa Indonesia Yang Baik dan Benar’. Kalimatperintah seperti ini adalah ciri dari pemerintah yang trahargai kehadiran MP dan peran pentingnya dalam

membangun peradaban masyarakat Papua. Kitong taubahwa kalimat perintah seperti ini adalah aplikasi darikebijakan bahasa nasional (national language policy) agarsemua orang akui Bahasa Indonesia sebagai bahasanasional dan identitas bangsa. Itu hal yang betul sekali.Tapi, yang tra betul dari kebijakan ini adalah kalo pimpinankantor pemerintah dan swasta pake kalimat perintahseperti ini sebagai salah satu senjata untuk kase jatuhanana Papua yang kerja di instansi atau perusahaantersebut waktu mo ada promosi jabatan. Kehadiran danperan MP dalam mempersatukan 253 kelompok etnis diTanah Papua selama dua abad lebih tra boleh dilecehkanbegitu saja oleh bahasa yang baru saja datang dan berumur41 tahun (1970-2011) di atas Tanah Papua. Jadi, kalokalimat perintah seperti di atas masih ada di kantor dandi rumah maka kitong harus berani bilang ‘Epen ka?’.Kitong harus hargai MP dan Bahasa Indonesia karenadong dua pu fungsi sama yaitu sebagai alat komunikasi.Jangan lagi ada ana Papua yang tra lulus tes pegawaiatau polisi atau tentara karena de pake MP waktuwawancara. Kalo perlakuan begini masih ada makakitong harus tantang karena ini adalah ciri-ciri orang ataupemerintah yang tra hargai budaya orang lain. Sekali lagi‘bahasa’ adalah bagian dari ‘adat’. Kalo kitong datangke rumah orang maka kitong harus hormati adat yangberlaku dalam rumah tersebut. Pepatah Indonesia bilang:‘Kalo ada di kandang kambing ‘mengembik’ dan kaloada di kandang ayam ‘berkokok’. Itulah sikap yang harusditunjukkan oleh orang yang datang di Tanah Papua. Marikitong bangga dengan kitong pu MP sebagai bahasapemersatu orang-orang Papua di Tanah Penuh Harapan.

Melayu Papua adalah Bahasa Ibu dan BahasaPertamaWalaupun MP sendiri bukan kitong pu bahasa tapi MPsu ada di Tanah Papua lebih dari dua abad dan su kristalsehingga su jadi bagian integral dari adat Papua. Itu

Foto

: Col

lect

ie T

rope

n M

useu

m

Guru sedang mengajar ilmu pasti

Gale-Gale

Page 10: Buletin KOSAPA

10 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

kenyataan yang kitong tra bisa tolak. Secara linguistik,MP su mengalami proses hibridisasi (campuran) melaluipenggabungan Bahasa Melayu, Bahasa Belanda, BahasaDaerah dan Bahasa Indonesia namun Bahasa Melayudan Bahasa Indonesia lebih dominan dalam memperkayaMP. Dominasi kedua bahasa ini bikin sampe ahli bahasa(linguist) dong anggap MP adalah dialek dari BahasaIndonesia. Anggapan ini bikin sampe orang-orangmeremehkan MP dalam memainkan perannya. MP jugasu jadi ‘kreol’ (creole) artinya de su jadi kitong pu ‘bahasaibu’ (mother tongue) ato ‘bahasa pertama’ terutama diwilayah-wilayah perkotaan dan beberapa wilayapedesaan. Kitong akui de sebagai ‘bahasa pertama’karena kitong baru belajar Bahasa Indonesia Baku secararesmi setelah kitong masuk TK atau SD. Waktu kitongmasih merah-merah kitong pu bapa, mama, nene, tete,tanta, mama ade, mama tua dong su bicara-bicara dengkitong pake MP dan bahasa daerah bukan Bahasa Indo-nesia Baku. Waktu kitong jadi anana Sekolah Mingguatau Kelompok  Pengajian pasti kaka Pengasuh pake MPdalam menyampaikan berita tentang Tuhan. Oleh karenaitu, kalo kitong tra akui bahwa Melayu Papua su lahirlebih dari dua abad maka kitong tipu diri sendiri dankebenaran MP itu trada pada kitong. Tapi, kalo kitongakui bahwa MP adalah salah satu jati diri orang Papuayang su ada sebelum Belanda dan Indonesia injak kitongpu Tanah Papua maka semua orang akan tau dan akui

bahwa kitong memang pu bahasa sendiri dan beda.Secara politis, bukan secara linguistik, ada perbedaanantara ‘bahasa’ dan ‘dialek’. Kalo kitong akui MP sebagai‘dialek’ maka de pu status lebih rendah dari Bahasa In-donesia Baku dan sama sekali dianggap remeh oleh or-ang-orang yang bukan Papua (kecuali amber yang sulahir dan besar di Tanah Papua). Tapi, kalo kitong akuibahwa MP adalah ‘bahasa’ karena sejarahperkembangan dan proses pembentukan sumembuktikannya sendiri maka MP yang nan kas tausama orang lain bahwa kitong memang beda dan MPadalah identitas diri orang Papua. Jadi, bukan saja ikon‘Cenderawasih, Mambruk, Kasuari dan Bintang Kejorayang jadi kitong pu jati diri tapi MP juga jadi kitong pukebanggaan.

253 kelompok etnis Papua hidup bersama berabad-abaddi Tanah Papua karena MP sebagai perekat pemersatudan Injil sebagai penawar yang bikin kitong kuat untukhadapi semua penderitaan yang kitong alami di atas tanahtercinta Tanah Cenderawasih, Sup Mambesak.

DIRGAHAYU HUT INJIL MASUK TANAH PAPUADAN MP!!!

Catatan; Artikel ini pernah di muat di situswww.yaswarau.com

Sambungan dari hal......... 7

makan buah matoa. Anak-anak saya mungkin tak akanpunya kesempatan menyusuri jalan Sentani-Jayapura.Tapi saya berharap mereka akan tumbuh seperti pohonMatoa, dikenali sebagai diri mereka sendiri. Menjadi dirimereka sendiri. Memiliki kepercayaan pada hal-hal yangbaik dalam diri orang lain. Pun punya kapasitas untukterlibat dalam ‘transaksi loyang’ di dalam hidup merekananti.

Kepercayaan. Mungkin itu yang hilang. Pupus. Tapikelihatannya justru itu yang dibutuhkan untuk membangunPapua. Ya. Kepercayaan itu hilang. Bukan tanpa alasan.Tapi perlu punya cara pandang lain, bukannya menjaditergugu didikte keharusan menjadi sama dalam mengukurkeberhasilan.

Tumbuh seperti pohon mungkin itu cara terbaik melihatmasa depan Papua. Tapi bukan juga pohon asing, yangkemudian merangsek kehidupan yang sudah begitu tua,yang sudah lebih dulu ada. Seperti kebijakan mengenaisebuah patung yang berakibat tersingkirnya sebatangpohon Matoa di taman Imbi.

Tapi tumbuh seperti pohon dari tanah sendiri: Matoa.Pohon yang dimiliki bersama, kepadanya setiap orang

tanpa halangan mengidentifikasikan diri. Melihatkepentingan bersama lebih jauh dari sekedar menuntuthak atas dana otonomi khusus. Atau hak atas tanah ulayat.Melihat Pohon Matoa yang berbuah. Pohon yang bisadikenali, manusia khas, manusia Papua. Punya jati diri.Karena percaya atau tidak, Matoa budidaya yangdikembangkan di Jawa, jauh berbeda dengan Matoa dariPapua. Daging buahnya tipis, dan hambar. Kalau sudahbegitu, bukan Matoa namanya, tentu saja.

Selamat ulang tahun, Jayapura! Tanam iconmu, lagi. Kaliini di seluruh bagian kota, sebelum semuanya jadi aspaldan beton. Sebelum yang bisa ditumbuh di tepi jalanankota hanya pohon-pohon plastik berwarna jreng, yangdiimpor dari Jakarta.

Selalu, saya menyebutmu rumah bagi jiwa. Saya selalurindu ingin mencecap lagi manis Matoa. Matoa Papua,bukan yang jenis budidaya dari Jawa.

Merayakanmu, Jayapura.

**************

"Kekuatan kita sesungguhnya muncul darikelemahan-kelemahan diri."

Ralph Waldo Emerson (1803-1882)

Gale-Gale

Page 11: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 11

KADANG kata-kata—sebagailambang-lambang bunyi—tidakcukup mampu m e n g g a m b a r k a n

(me­ng­eks­presikan) secara utuh pengalamanbatin manusia tentang rasa sedih, senang,marah, cinta dan takjub.

Arnold Mampioper dalam bukunya “Amungme, ManusiaUtama dari Nemangkawi Pegunungan Cartenz”menuliskan, orang Amung-me akan mengeluarkan bunyi-bunyian yang khas (siul), ketika ber­diri dari atas sebuahbukit dan menatap gunung Nemang-kawi yangdilatarbelakangi langit bersih dan sedikit awan Cirrus,dan dilereng-nya terlihat asap mengepul dari rumah-rumah pen-duduk. Bunyi-bunyian yang di­lakukandengan cara melipat lidahini se-benarnya merupakaneks-presi dari rasa gembiramenyaksikan alam rayayang sangat megah ini.Rasa gembira yang tergu-gah karena melihat kein-dahan alam biasanya jugadiekspresikan orang A-mungme dengan menya-nyikan sebuah lagu Tem.

Terutama untuk mengingatheroisme laki-laki ketika melakukan perburuan danmembawa pulang hasil buruan untuk dimasak oleh ibunyadan disantap seluruh keluarga besar. Salah satu syairyang biasa dinyanyikan untuk menggambarkan situasiini adalah Kele Wawunia kele, ae, ao, baa. Niare Wawnianiare, ae, ao, haa.

Selain itu, menurut Arnold, ada lagu purba Su­kuAmung­me yang mungkin sudah tidak di­pahami lagi olehorang Amungme generasi sekarang. Misalnya lagu purbayang syairnya Angaye-angaye, No emki untaye. Angayebao, aa, bao. Angaye-angaye wagana nikaro. Moraeba­nago, bao, aa, bao. Antok anu ae anago, bao, bao.Jilki untae bawano, bao, bao.

Menurut Kepala Kampung Amkayagama, EkoKelanangame, syair lagu ini berisi pujian pada gunung,lembah, hutan dan rimba tempat Suku Amungme hidupdan mengembara. Artinya dalam Bahasa Indonesiakurang lebih, “Kukasih gunung-gunung, yang agungmulia. Dan awan yang mela­yang, keliling­ puncaknya.Kukasih hutan rimba, pelindung tanahku, kusukamengembara di bawah naungmu.”

Aktifitas Suku Amungme untuk mengekspresikanperasaannya tentang manusia dan alam, tempat hidupnyasebenarnya merupakan bentuk-bentuk sastra lisan.

Dalam bahasa yang sangat sederhana, sastra dapatdipahami sebagai cara manusia mengekepresikanpengalaman batinnya tentang rasa senang, rasa sedih,rasa dicintai, atau merasa marah karena sebuahpenolakan atau pengingkaran.

Sastra lisan biasanya mengandung gagasan, pikiran,ajaran dan harapan masyarakat yang biasanya

didengarkan dan dihayatibersama-sama. Suku A-mungme yang sejak da-hulubelum mengenal tulisanmenurunkan ajaran-ajarandan petuah-petuah adat inisecara lisan (dari mulut kemulut) ke generasi berikut-nya.

Menurut sejarahnya, sastralisan berkembang lebihdahulu daripada sastra tulis.Dalam keseharian, aktivitas

ini terjadi ketika seorang ibu memberi nasehat kepadaanaknya, atau para tetua adat memberi petuah kepadaanggota-anggota masyarakatnya.

Dalam hal ini, bahasa menjadi media untuk menyatakangagasan atau menyampaikan suatu nilai. Menurutseorang filsuf Yunani yang sangat terkenal, Plato, bahasadipakai untuk membuat tiruan (menirukan) gambaran darikenyataan yang sebenarnya. Aktivitas satra (lisan) jugamerupakan peneladanan alam semesta dan sekaligusmodel dari kenyataan ideal (yang diharapkan).

Aktivitas sastra lisan dalam Suku Amungme juga dapatdiamati pada kebiasaan masyarakat Amungmemenggunakan kiasan untuk menyatakan gagasannya.

Menurut Arnold Mampioper, Mozes Kilangin Tenbakyang mendampingi Pater Michael Kamere untukmenyelesaikan konflik antar warga Amungme di lembahNoemba-Wea-Tsinga pada 1953 pernah menggunakankiasan, ”Kalian sudah menangkap kuskus di Tsinga danWea lantas membunuhnya, serarang mau menangkapkus­kus di Noemba lagi?”

Kuskus, adalah hewan buruan yang sangat disukaikelompok-kelompok masyarakat suku di pegunungantengah Papua. Mozes Kilangin menggunakan kuskussebagai personifikasi dari anggota masyarakat yang selalu

Sastra Lisandalam Tradisi Amungme

Foto; http://titusnatkime.blogspot.com

Cerita dari Kampung

Page 12: Buletin KOSAPA

12 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

korban dari konflik antar warga.

Kiasan lainnya, diungkapkan oleh seorang KepalaKampung Akimuga menanggapi seruan petinggi militeragar masyarakat tidak mudah dihasut. Kepala Kampungini memakai kiasan, “Bapak, kami ini seperti ubi jalaryang tumbuh antara dua buah batu. Kami ditekan dandimarahi di sini dan di persalahkan di sana. Mendengardi sana, tetapi dihantam di sini, jadi susah kami ini!”

Ubijalar yang termasuk makanan pokok masyarakatdipakai untuk menggambarkan situasi riil masyarakatAmungme menghadapi tekanan dari kelompok-kelompokkepentingan. Situasi sulit yang dihadapi ini digambarkandengan kiasan “ubi jalar yang tumbuh antara dua buahbatu”.

Sebagai sastra lisan, banyak syair oleh tokoh-tokoh sukuterdahulu kemudian digubah menjadi lagu untukmenggambarkan suasana sukacita, duka cita, atau

penyembahan. Tetapi menurut Arnold Mampioper, salahsatu syair yang menimbulkan kesan terdalam adalah syairyang digubah menjadi lagu duka. Berisi syair ratapan dankesedihan mendalam dari orang-orang terdekat dankerabat.

“Nyanyian ratapan itu laksana paduan suara denganharmoni, solo, sopran, alto, tenor dan bas. Terdengarsangat merdu dan menyayat hati,” tulis Arnold.

Mozes Kilangin, termasuk salah tokoh yangmengembangkan syair-syair dalam sastra lisan Amungmeuntuk lagu-lagu di sekolah dan ibadah natal. Karya sastra,yang lisan maupun yang tulis—memang hanya kumpulandari bunyi dan lambang bunyi, tetapi dibalik simbol-simbolbunyi ini tersimpan semangat, ajaran, dan nasehat yangsangat penting untuk generasi masyarakat berikutnya.(tjahjono ep)

Sumber : LPMAK

Sa tra sayang ko kecuali karena sa sayang ko;Sa mulai dari sayang ke tra sayang ko,Dari mau ko sampe ke tra mau koSapu hati bajalan dari dingin ke panas

Sa sayang ko hanya karena ko satu – satunya yang sasayang; Sa benci ko sungguh mati dan benci ko (karna)

Taikat deng ko, dan akan pu ukuran sapu sayang yangberubah untuk ko (adalah) Karna sa tra bisa ‘lihat’ kokecuali cinta buta sama komangkali cahaya bulan Januariakan kase habissapu hati dengan de pu sinar yang kejam,dan curi sapu kunci ketenangan sejati.

dalam kisah ini, sa satu – satunya yang mati, satu –satunya, dan sa akan mati karna cinta, karena sa sayangko, karena sa sayang ko, cinta, dalam api dan darah.

Sumber asli: http://www.poemhunter.com/poem/i-do-not-love-you-except-because-i-love-you/

Kisi-Kisi

Sa Tra Sayang KoKecuali Karna Sa Sayang Ko

Bulan dan traktor bersatu di ladangMalam-malam begini, komputer & cengkerikSama-sama menyanyikan rindu padamuLalu kamu, sedang apa sahabatku?Di Tiom, bersama komputer & traktorKubayangkan engkau sedang mengolah IndonesiaSementara di eskalator ini aku berdiriMenatap masa depan dan masa laluYang tiba-tiba berkumpul jadi hari ini

Aku paham London berderak, bangsa bergerakDi Stasiun ini aku cuma berdiripersis seperti lazimnya manusiaPadahal engkau bergolak, Tiom menggelegakOrang bertanya Irian ini siapa punyaKalau yang punya pohon, kenapa banyaksalesman dan televisi?Orang-orang menukar koteka dengan komputerSupaya modern, katanya, supaya berbudaya.

Sementara aku dan sejuta merpati tidurMenyiapkan tenaga, agar bisa terbangkanpuisi, katanya juga diperlukanUntuk menyuruh sarjana menanam rambutan,piara ayam dan ikan di kolam.Atau sekedar memaksa pemburu berhentimenembaki burung, menyate penyu.Kalau sajak ini sampai, sahabatkuKatakan pada kepala suku, aku tidak diam

http://www.geocities.com/taman-sastra/seka.html

NYANYIAN UNTUK TIOMEka Budianta

Terjemahan Phaul Heger

Cerita dari Kampung

Buletin KOSAPA diterbitkan oleh KomunitasSastra Papua, Redaksi; Izak Morin, Ucu Sawaki,

Luna Vidia, Gusti Masan Raya, Andi Tagihuma,Dayanara Meimosaki, Ngurah Suryawan, Kekeni

Kanakameri, Vanver Bairam, Devota Akatcem

Page 13: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 13

Sa pu nama Yakomina, tapi ko panggil sa Yako saja.Itu panggilan yang sa pu pelanggan – pelangganpinang dong panggil sa tiap kali dong singgah di sa

pu para – para. Seperti perem lain yang kapala ‘bukahati’ ke mace Day, sa juga tra perlu kas tahu sa pu fam,jang sampe lawan baca ka ini.

Sebenarnya sa pamalas kas tahu sa pu cerita tapi sakapala sakit tiap hari lihat barang yang terjadi di depansa mata baru tra cerita. Sa tinggal di satu kompleks ditanah Papua, sa bukan PNS bukan juga kerja di kantorka tempat manabegitu. Tiap hari ya sajualan pinang trussambil jualan bensineceran di botol – botolAqua ka Vit. Sa taumungkin ada yangpernah bilang kalo or-ang – orang macam sayang jualan bensin kajadi macam ‘calo’ nihyang bikin antrean dipom bensin sampemengular ka panjangsampe, atau bikinsampe bensin ko susahka ini. Padahal siooo,nih sapu famili – familiyang pu usaha perahuyang beli lebih untuk dong pu Johnson yang bantu kasisatu jerigen bokar untuk sa bajual.

Sa dulu pernah sekolah tapi sampe SMP saja. Trus saberhenti. Bukan hanya karna sa tra pu uang ka orangtua dong tra pu uang tapi sa juga terlanjur hamil jadi sekolahdong kasi keluar sa ka ini. Sa cuma heran saja eee, bukansa mo kasi jelek sekolah ka lembaga pendidikan eee, tapimenurut sa tra adil. Masa kalo kasus siswi hamil disekolah tuh, kalo de hamil deng de pu teman sesamaanak skolah, kenapa cuma tong yang perem yang harusdikas keluar dari skolah baru yang laki – laki trada. Apakarna tong yang poro besar jadi tra bole bikin rusak namaskolah sedang laki – laki yang juga sama – sama buat detra boleh dapa sanksi. Su begitu, orang – orang di mana– mana cuma bicara tong saja bilang tong gatal lah, tonglincah, tong bodok dan lain – lain. Tapi sa juga bingung,abis sampe sa SMP juga trada orang – orang tua kapetugas – petugas kesehatan ka juga orang – orang darigereja yang ajarkan tong tentang seks dan dampaknyayang benar buat tong. Dong cuma bilang tong jang begini,

Curhat: Yako, Si Mama Pinang

tong jang begitu, jang bikin ini, jaga tong pu ‘malu’ danlain – lain tapi tra kas tahu ka jelaskan KENAPA?

Sa waktu SD dan SMP trada yang kas tahu ka terangkansama sa kenapa sa sebagai anak remaja jang sampe sahamil ka kenal seks. Dong tra terangkan ke sa kalo sahamil nan sa pu tubuh berubah, sa pu organ reproduksitra siap betul, sa pu kejiwaan belum siap, trus yang pal-ing penting, siapa yang nan biayai sa pu anak ke depan.Apa sa su siap jadi mama ka su siap kasi masa depanyang baik untuk sa pu anak dia? Adoooh sa seka-rang

kalo lihat kebelakang lagi, ma-cam kadang sa jugamenyesal tapi begitusuda mo bagaimanalagi. Yang penting sajanji kalo sa harusbisa bajual yanghalal ka ini untukkas makan sa puanak kecil dia.

Adooh kalo untuksa pu laki nih, aeeehkas tinggal de suda.Sa kapala sakitdeng dia. Dekemarin – kemarinsu lulus SMA ka ini

baru ada pi tes pegawai karna de pu famili dong ada pukoneksi jadi de lulus tapi adooh begitu suda. Gaji pertamatuh de cuma pake mabok saja deng anana kompleks.Sampe de pu gaji su di bulan ke 5 nih de masih samasaja. Sa nih heran tong pu laki – laki tanah dong ini, biartra kerja ka mo kerja tapi kalo su baku ketemu dengteman – teman, tetap dong bikin ‘perjamuan kudus’ dengmilo ka saguer ka ampow ka bobo. Macam barang tuhde rasa enak ka.

Sa pikir orang – orang yang kapala miras itu dong tuhcuma orang – orang yang tra bisa terima kenyataan hidupyang keras dan selalu coba lari dari kenyataan ka ini.Padahal sa pu tete pernah cerita kalo dong yang hidup dijaman – jaman Belanda ka sa pu tete de pu tete – tetedong tuh trada budaya ‘selesaikan semua deng air kata– kata’. Yang dong tau minum cuma macam ‘air wati’yang dari batang rotan ka begitu ka dari tanaman lianabegitu. Mace Day de cerita kalo masyarakat Pasifiklainnya dong bilang itu ‘Kava’ tapi bukan alkohol ya.

Oleh; Dayanara Meimosaki

Kisi-Kisi

Page 14: Buletin KOSAPA

14 KO-SAPA, edisi I Maret 2011

Adoh bicara tentang sapu paitua nih, sa macam badanpamalas ka ini. De pu kerja tuh tiap hari mabuk trus. Sakalo su bajual dari pagi sampe mo malam juga de sondorbantu sa eee. Coba bantu lihat anak kecil ka bantu cucipiring ka setidaknya kas beres kamar. Adoh macam momakan – makan hati saja. Jang ko heran lihat sa pu badannih. Sa masih awal 20 tahun tapi macam sa su bentuknene – nene seh. Abis dari bangun pagi sampe mo malam,sa kerja trus. Mulai dari mata tabuka, sa su pi cuci piringdan gosok blanga - blanga. Apalagi sa nih tinggal di mamamantu dong pu rumah. Belum sa masak untuk 1 keluargabokar. Belum kalo pas kayu bakar su mo meti berarti samasih pi bela kayu bakar lagi. Ko jang pikir sa pu mamamantu dong bantu ka ini. Sondor eee, sa ipar – ipar sondorbantu. Dong bilang dong su bayar sa pu denda, su bayarsa mas kawin sampe semua uang yang dong ada absen

ka ini. Sa kartu mati. Belum lagi kalo sa paituamabuk baru de tagih sa di para – para pinang.Bukan hanya tagih uang tapi juga tagih ‘jatahtidur’. Sio eee, biar cape ka sehat, harus jadimaitua yang baik kalo trada .... sebentar samuka biru lagi. Badan malas ya!

Sa pernah pikir mo cere saja tapi sa kartu matikarena tra ada program pemberdayaan disekitar sa rumah. Mo jalan jauh tapi nan sapayang jaga sa anak kecil. Mo pi balik ke rumahorang tua, aeeeh neh mas kawin su ikat dansa pamalas bikin keluarga ribut eee. Serbasalah ka ini. Mo bikin usaha, tapi modalterbatas. Untung saja ada sa pu mama pufamili yang bantu modal pinang dan bensin.Kalo trada, sioooo eee, sa su mati kapa eee.

Yang penting sa tahu sekarang, sa mau ajar sapu anaknih untuk jadi orang yang bisa hargai pendidikan ka ini.Sa tra mo de nan jadi macam sa lagi. Sa tra mo de nikahmuda macam sa deng laki – laki yang kurang jelas macamsa pu laki. Adooooh andai saja sa dulu lebih sabar eeeuntuk jang kenal seks tempo – tempo, untuk dengar sapufamili – famili lain yang bilang untuk sekolah dulu. Adooohandai saja ... biar suda, ini sapu konsekuensi tapi yangpenting jang sampe sa pu anak juga sama deng sa.

Damainya ... sa permisi dulu eee. Su ada pelanggan yangdatang mo beli pinang, pasti nanti tong lanjut cerita lamanih. Salam untuk ‘mama – mama Yako’ yang lain eee.Besok lagi eeee. Daag!

(Manokwari, 070311)

Napi Yesi ikut training di Jogja, baru de kenalan denganperem Jawa satu.

Perem terlalu cantik, jd napi Yesi bingung untuk mo pdkt.

Yesi coba pake pdkt Antropologi.

Yesi mulai tanya: "Mbak, kalo bahasa Jawa dong sebutBapa tu apa?"Perem jawab: "Pa'le".

Yesi tanya lagi: "Kalo Mama...?"

Perem jawab: "Bu'le". Sekarang perem balik tanya Yesi:"Kalo mas Yesi nyebut ayah dan ibu gmn...?"

Yesi jwb: "Kalo Ayah disebut Mansar, Kalo Ibu disebutBinsar".

Cara Pdkt Antropologi

Tahan Poro

Mbak tambah penasaran jd de tanya lagi: "Kalo Ayahdisebut Mansar, Ibu disebut Binsar, lantas mas Yesidisebut apa dong...?"

Yesi ko kaget jadi de jawab (sambil malu-malu): "Oh...kalo saya.... siang disebut TIMSAR, tapi malam disebutTIMNAS."

Perem langsung tertawa baru bilang: "Pantasan..., masYesi kalo siang suka pikul ransel, malamnya suka pakekaos Perseman...." ^_^ (DaRan)

Kisi-Kisi

Page 15: Buletin KOSAPA

KO-SAPA, edisi I Maret 2011 15

UNDANGAN

Pertunjukan tari WE CAME FROM THE EAST tanggal 12 April 2011 di Goethe-Hausskarya JECKO SIOMPO sudah bisa dipesan dari sekarang di GOETHE INSTITUT (Tel:

+62 21 23550208-147). Undangan GRATIS namun tempat terbatas, yang berminatpesanlah dari sekarang, jangan sampai kehabisan..yaaaaa... datang yaaa... gratis......

Agenda