Buletin Jum'at KMI-S Edisi 16 Oktober 2015

4
BULETIN JUM’AT http://kmi-s.ppisendai.org/ KELUARGA MUSLIM INDONESIA DI SENDAI Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang atas limpahan rahmat- Nya-lah Buletin Jum’at KMIS edisi ke-13 ini dapat hadir di hadapan pembaca, semoga penerbitannya bisa istiqomah. Untuk menjadi sebenar-benarnya muslim, selain beriman, tentu kita juga harus beramal, sesuai dengan yang dituntunkan dalam Al- Qur’an dan As-sunnah. Dalam praktiknya, seringkali kita menjalankan suatu amal shalih ala kadarnya saja, tanpa usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Pada edisi ini, mari kita bahas salah satu contoh amalan yang banyak diamalkan kaum muslim, yang seharusnya kita terus tingkatkan kualitasnya. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita sudah merasa puas dengan satu amal shalih tanpa berusaha meningkatkan lagi kualitasnya. Bahkan, terkadang kepuasan akan kualitas amalan dengan pahala minimal” ini seolah ada legitimasinya dengan dalil tertentu. Mari kita lihat salah satu contohnya dalam mempelajari Al-Quran. Idealnya, orang yang mempelajari Al-Quran harus dapat membacanya, menghafalkannya, memahami maknanya (dengan belajar bahasa Arab), dan tentunya mengamalkannya. Namun, mungkin karena rasa malas, atau sebenarnya kurang mengalokasikan waktu belajar, kita (tentunya termasuk penulis) terlanjur puas dalam aspek bisa Kepuasan dengan Amalan dan Pahala Minimal 2015/10/16 1 BULJUM KMIS 16 Oktober 2015 3 Muharram 1436

description

 

Transcript of Buletin Jum'at KMI-S Edisi 16 Oktober 2015

BULETIN JUM’AT http://kmi-s.ppisendai.org/ KELUARGA MUSLIM INDONESIA DI SENDAI

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah هلالج لج yang atas limpahan rahmat-Nya-lah Buletin Jum’at KMIS edisi ke-13 ini dapat hadir di hadapan pembaca, semoga penerbitannya bisa istiqomah. Untuk menjadi sebenar-benarnya muslim, selain beriman, tentu kita juga harus beramal, sesuai dengan yang dituntunkan dalam Al-Qur’an dan As-sunnah. Dalam praktiknya, seringkali kita menjalankan suatu amal shalih ala kadarnya saja, tanpa usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Pada edisi ini, mari kita bahas salah satu contoh amalan yang banyak diamalkan kaum muslim, yang seharusnya kita terus tingkatkan kualitasnya.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita sudah merasa puas dengan satu amal shalih tanpa berusaha meningkatkan lagi kualitasnya. Bahkan, terkadang kepuasan akan kualitas amalan dengan “pahala minimal” ini seolah ada legitimasinya dengan dalil tertentu. Mari kita lihat salah satu contohnya dalam mempelajari Al-Quran.

Idealnya, orang yang mempelajari A l - Q u r a n h a r u s d a p a t membacanya, menghafalkannya, memahami maknanya (dengan belajar bahasa Arab), dan tentunya m e n g a m a l k a n n y a . N a m u n , mungkin karena rasa malas, atau s e b e n a r n y a k u r a n g mengalokasikan waktu belajar, kita (tentunya termasuk penulis) terlanjur puas dalam aspek bisa

Kepuasan dengan Amalan dan Pahala Minimal

2015/10/16 1 BULJUM KMIS

16 Oktober 2015

3 Muharram 1436

membacanya saja, itu pun dengan terbata-bata. Sebenarnya tidak masalah kita terbata-bata membaca Al-Quran jika memang sudah batas kemampuan maksimal kita seperti itu. Sayangnya, kadang ada salah kaprah bahwa orang yang terbata-bata membaca Al-Quran akan mendapatkan kebaikan yang lebih banyak dibandingkan yang lebih mahir membaca Al-Quran. Sebagai akibat dari salah kaprah ini, orang yang terbata-bata membaca Al-Quran tetapi ia sebenarnya memiliki waktu lebih banyak untuk belajar Al-Quran, bisa jadi ada yang sudah puas mencukupkan diri dengan kemampuannya yang segitu-gitu saja. Ini dikarenakan anggapan membaca Al-Quran dengan terbata-bata mendapatkan pahala lebih banyak daripada yang membaca Al-Quran dengan mahir. Benarkah begitu? Dalil yang digunakan dalam salah kaprah ini adalah salah satu hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص pernah bersabda:

املاهر ابلقرآ ن مع السفرة الكرام الربرة

واذلي يقرآ القرآ ن ويتتعتع فيه وهو عليه

شاق هل آ جران “Seseorang yang mahir (membaca) Al-Quran akan bersama malaikat yang diutus, yang mulia lagi senantiasa berbuat taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata dan kesulitan dengannya akan mendapatkan dua pahala.” [HR. Muslim No. 798] Di dalam hadits ini disebutkan bahwa orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata akan mendapatkan dua pahala, yaitu pahala untuk bacaannya dan pahala kesusahannya (upayanya) untuk sungguh-sungguh membaca Al-Quran. Pertanyaannya, apakah dengan begitu orang yang membaca Al-Quran dengan terbata-bata akan lebih baik posisinya dibandingkan orang yang mahir membaca Al-Quran? B a g i y a n g s a l a h k a p r a h , pertanyaan di atas akan dijawab dengan, “Iya, lebih baik, kan dapat d u a p a h a l a t o h ? ” N a h ,

2015/10/16 BULJUM KMIS 2

pemahaman seperti ini telah keliru karena mengabaikan bagian awal dari hadits tersebut bahwa orang yang mahir membaca Al-Quran yang justru mendapatkan pahala lebih banyak. An-Nawawi mengutip perkataan Al-Qadhi dan ulama lainnya dalam penjelasan beliau terhadap hadits ini: “Bukanlah maknanya orang yang terbata-bata dalam bacaannya memperoleh pahala lebih banyak daripada orang yang mahir. Bahkan, orang yang mahir itu lebih utama dan lebih banyak pahalanya karena (kelak di akhirat) dia bersama para malaikat utusan Allah dan هلالج لجmendapatkan banyak pahala.” Al-Qadhi menyebutkan pula, “Dan Rasulullah TIDAK PERNAH ملسو هيلع هللا ىلصmenyebutkan kedudukan yang mulia seperti itu (orang yang mahir membaca Al-Quran) bagi yang lainnya (yang tidak mahir). Bagaimana mungkin kedudukan orang yang mahir bisa disamai oleh orang yang tidak menjaga, tidak menghafal kitabullah dan tidak mengokohkannya, juga tidak banyak membacanya.” [Syarh Shahih Muslim, Al-Imam An-Nawawi]

Begitu pentingnya membaca Al-Quran dengan benar ini sehingga dalam Islam telah disyariatkan bahwa seorang imam shalat haruslah yang mampu membaca Al-Quran dengan tartil. Imam yang membaca Al-Fatihah dengan tidak benar, terancam batal shalatnya, dan makmum yang tahu bahwa imamnya telah batal, dia juga ikut batal shalatnya jika masih melanjutkan shalat bersama sang imam. Kriterianya sederhana, jika kesalahan membaca Al Fatihah itu bisa mengubah makna, seperti an'amtu 'alaihim atau iyyaka dibaca iyyaki, maka itu membatalkan shalat. Jika tidak mengubah makna, misalnya alhamdulillahi rabbul 'alamin, shalatnya insya Allah tetap sah. Bagaimana dengan imam yang berasal dari daerah tertentu yang sukar mengucapkan sebagian huruf hijaiyah? Misalnya orang Sunda terkadang kesusahan mengucapkan huruf F, atau terkadang mengucapkan Z dengan J. Imam An-Nawawi menjelaskan kembali,

2015/10/16 BULJUM KMIS 3

Buletin ini diterbitkan oleh:

Keluarga Muslim Indonesia di Sendai, Jepang

http://kmi-s.ppisendai.org/

وال الضالني ابلظاء بطلت : ولو قال

ال آ ن صالته عىل آ رحج الوهجني ، ا

يعجز عن الضاد بعد التعمل فيعذر "Seandainya ia mengucapkan ‘waladh dhaalliin’ dengan huruf zha (ظ), shalatnya batal menurut pendapat yang kuat di antara dua pandangan. Kecuali jika ia lemah dalam mengucapkan huruf dhad setelah belajar (dan masih (ض)belum bisa juga), dalam hal ini ia dimaafkan." [Kitab Al-Adzkar, Al-Imam An-Nawawi] Perhatikan penjelasan Imam An-Nawawi tersebut bahwa untuk bisa dimaklumi “kesalahan” dalam membaca Al-Quran pun tetap harus dengan melalui proses belajar. Dengan demikian, sikap yang benar dalam mempelajari Al-Quran adalah terus berusaha untuk sampai mahir membacanya hingga benar-benar menjadi “sahabat” Al-Quran. Kalau perlu, kita sekalian pasang target setinggi-tingginya untuk dapat membaca, menghafalkan, memahami makna, dan

mengamalkan isi Al-Quran. Jangan terlanjur berpuas diri dengan ganjaran “pahala minimal” karena bisa jadi itu tipu daya setan untuk menghentikan upaya kita dalam meningkatkan kuantitas maupun kualitas amalan kita. Sebaliknya, jangan pernah pula kita bersikap merasa mahir hingga merendahkan ataupun mencela orang lain yang kurang baik dalam membaca Al-Quran. Terkadang ada orang-orang yang didaulat untuk menjadi pengajar Al-Quran (hanya karena kepandaiannya membaca ataupun bagus bacaannya) kurang memperhatikan perasaan orang-orang yang baru belajar sehingga malah membuat mereka tidak mau lagi meneruskan belajar. Ada pula yang merasa sudah mahir sehingga malah tidak pernah lagi membaca Al-Quran. Wal ‘iyaadzu billah. Semoga Allah memudahkan langkah-langkah kita dalam mempelajari Al-Quran.

Penulis: Ahmad Ridwan