BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh...

204

Click here to load reader

Transcript of BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh...

Page 1: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Volume 13, Nomor 2, Juli – Desember 2016

BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALANDepartemen Hukum Bank Indonesia

PelindungDeputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia

Penanggung JawabRosalia Suci H., Sukarelawati Permana, Imam Subarkah

Pemimpin RedaksiSukarelawati Permana

Sekretaris RedaksiAmy Rachmi Budiati

Dewan RedaksiAmy Rachmi Budiati, Hari Sugeng Raharjo, Bambang Sukardi Putra, Pulih Widayaningrum, Rika S. Dewi,

Agus Susanto P., Amsal Chandra Appy, Panji Achmad, Doharman Sidabalok

Redaksi PelaksanaAmy Rachmi Budiati, Doharman Sidabalok, Ellia Syahrini, Chandra Herwibowo, Andi Savanto, Yuli Anitasari

Mitra BestariProf. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S., Prof. Dr. Marsudi Triatmojo, S.H., LL.M., Sri Hariningsih, S.H., M.H., Dr. Lastuti Abubakar,S.H., M.H., Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M., Dr. Ramlan Ginting, S.H., LL.M., Chandra Murniadi, S.H., LL.M., Agus Santoso S.H.,LL. M, Dr. Dian Ediana Rae, S.H. LL.M, Wahyudi Santoso, S.H. M.Kn, Iwan Setiawan, S.H., LL.M, Dr. Safari Kasiyanto S.H., LL.M

Penanggung Jawab PelaksanaDivisi Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Hukum - Departemen Hukum - Bank Indonesia

Penanggung Jawab DistribusiDivisi Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Hukum - Departemen Hukum - Bank Indonesia

Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitiandalam Buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Buletin Hukum Kebanksentralan terbit secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. Peminat Buletin ini dapat menghubungiDivisi Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Hukum - Departemen Hukum - Bank Indonesia, Gedung D Lt. 7, Jl. M.H.Thamrin No. 2 Jakarta 10350, e-mail: [email protected].

Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah, serta resensi buku berkenaan dengan hukumkebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Divisi Penelitian, Pengembangan, dan Informasi Hukum, GedungD Lt. 7, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, e-mail: [email protected]. Atas dimuatnya artikel dan resensi bukudimaksud, redaksi memberikan uang jasa penulisan.

Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesiadi http://www.bi.go.id, pilih menu publikasi,

pilih sub menu Buletin Hukum Kebanksentralan.

ISSN : 1693 - 3265

Page 2: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah
Page 3: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

i

Pembaca Buletin Hukum Kebanksentralan yang berbahagia, dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa di semester kedua tahun 2016 ini redaksi Buletin Hukum Kebanksentralan kembali menerbitkan Buletin Hukum

Kebanksentralan Volume 13 Nomor 2 Tahun 2016.

Pesatnya perkembangan ekonomi di era globalisasi memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk melebarkan

usaha hingga melampaui batas teritorial negara. Tak dapat dipungkiri upaya untuk melebarkan peluang usaha hingga

luar negeri memberikan konsekuensi dan risiko yang lebih beragam bagi pelaku usaha. Perbedaan kebijakan usaha yang

diterapkan pemerintah negara lain, persaingan bisnis dengan pelaku usaha yang lebih majemuk, pemilihan hukum dalam

suatu kontrak internasional, serta penerapan peraturan perundang-undangan di negara lain menjadi beberapa faktor

yang harus dipertimbangkan dan dipelajari oleh pelaku usaha. Terkait hal tersebut, beberapa artikel dalam Buletin kali

ini akan mengulas beberapa topik atas beberapa masalah yang kemungkinan muncul dalam lingkup pengembangan

usaha hingga ke luar negeri.

Terkait kontrak internasional, artikel dengan judul Standarisasi Perjanjian Transaksi Derivatif OTC Domestik

Berdasarkan Prinsip dalam ISDA Master Agreement Dihubungkan Dengan Ketentuan Kepailitan di Indonesia, akan

mengulas mengenai penerapan klausula early termination dan close out netting dalam ISDA Master Agreement dihubungkan

dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Dalam lingkup hukum korporasi, artikel dengan judul Ketentuan Hukum Perdata Belanda terkait Perusahaan

Tertutup (Besloten Vennootschap/BV) yang Tidak Aktif (Dormant) akan mengulas mengenai ketentuan hukum di Belanda

terhadap suatu perusahaan tertutup yang sudah tidak aktif serta hal-hal apa yang mesti diambil oleh pelaku usaha untuk

mempertahankan atau menutup perusahaan dimaksud.

Dunia bisnis syariah yang berhasil membuktikan diri sebagai alternatif model ekonomi yang bertahan dalam

perekonomian dunia saat ini juga patut menjadi hal yang perlu dipahami dalam era globalisasi saat ini. Salah satu topik

syariah yang akan diulas dalam Buletin kali mengenai Syirkah dan Problematikanya sebagai Instrumen Pembiayaan.

Selanjutnya, artikel mengenai Penormaan Asas Kekhususan Sistematis yang Berbasis Efisiensi Terhadap Tindak

Pidana Korupsi di Bidang Perbankan, diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman bagi pembaca terkait ranah

hukum pidana.

Sebagaimana terbitan Buletin sebelumnya, Buletin kali ini juga akan menyajikan pengkinian informasi mengenai

produk Peraturan Perundang-undangan Bank Indonesia yang terbit dari bulan Juli sampai dengan Desember 2016, terdiri

atas Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia Ekstern, beserta ringkasannya.

Selamat membaca.

Jakarta, Desember 2016

Redaksi

Page 4: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah
Page 5: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

iii

Halaman

Dari Meja Redaksi...................................................................................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................................................................................... iii

Ketentuan Hukum Perdata Belanda terkait Perusahaan Tertutup (Besloten Vennootschap/BV)

yang Tidak Aktif (Dormant)........................................................................................................................ 1 - 9

Amy Rachmi Budiati, Doharman Sidabalok, Yuli Anitasari

Standarisasi Perjanjian Transaksi Derivatif OTC Domestik Berdasarkan Prinsip Dalam ISDA

Master Agreement Dihubungkan dengan Ketentuan Kepailitan di Indonesia.............................................. 11 - 36

Amy Rachmi Budiati, Doharman Sidabalok, Chandra Herwibowo

Penormaan Asas Kekhususan Sistematis yang Berbasis Efisiensi Terhadap Tindak Pidana Korupsi

di Bidang Perbankan.................................................................................................................................. 37 - 66

Paul Soetopo Tjokronegoro

Syirkah dan Problematikanya Sebagai Instrumen Pembiayaan Modern....................................................... 67 - 78

Iskandar

Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia, Juli - Desember 2016

(berikut ringkasan)..................................................................................................................................... 79 - 197

Departemen Hukum, Bank Indonesia

ISSN : 1693 - 3265

Page 6: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah
Page 7: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Abstract:

Globalization era allows more natural persons or legal entities for doing business in other countries. In the

Netherlands, one of the business entities that most widely used in doing business is Besloten Vennootschap/BV. However,

tight competition or strict regulation issued by the government of that country has become one of the factors that causes

a BV becomes inactive (dormant). Some of the foreign investors who own business activities in such a dormant BV

experience difficulties to know more about the consequences the said ownership in a dormant BV. This research will

discuss about definition of BV including some matters related to BV's legal entity, starting from the establishment,

management, and dissolution of a BV. In addition, this research will also analysis the status, position, and consequence

arising out of a dormant BV, and what kind of efforts can be done in order to maintain the existence of a dormant BV

before it is dissolved by its owner. In analyzing things relevant to this research, the research methods used is library

method by using secondary data such as some of the prevailing legislation in the Netherlands, some related legal articles

and papers presented or discussed in a scientific forum. Although a BV is no longer active in trading or has no significant

accounting transactions within 1 (one) year, as long as it still meets its requirement and/or its obligation commensurate

with prevailing law to a BV, it may still exist or can not be dissolved.

Key words: Besloten Vennootschap, Inactive, Dormant

Abstrak:

Era globalisasi semakin memungkinkan seseorang atau satu badan hukum melakukan kegiatan usaha di negara

lain. Di Belanda, salah satu bentuk badan usaha yang banyak dipakai dalam menjalankan kegiatan usaha adalah Besloten

Vennootschap/BV. Namun, persaingan dan ketentuan yang ketat yang dikeluarkan pemerintah negara tersebut menjadi

salah satu faktor suatu BV dapat menjadi tidak aktif (dormant). Beberapa pemilik kegiatan usaha yang masuk dalam

kategori BV yang tidak aktif, pada umumnya mengalami kendala untuk mengetahui kewajiban dan konsekuensi apa

saja yang dihadapi atas kepemilikan BV yang demikian. Dalam penelitian ini akan dibahas pengertian BV termasuk

beberapa hal yang terkait dengan penyelenggaraan BV dari mulai pendirian, pengelolaan, dan pembubaran BV. Selain

itu, dalam tulisan ini juga akan dibahas status, kedudukan, dan konsekuensi yang timbul dari suatu BV tidak aktif, serta

upaya apa yang dapat dilakukan untuk mempertahankan suatu BV yang tidak aktif tetap dapat eksis sebelum pemiliknya

1

Disusun oleh:

Amy Rachmi Budiati, Doharman Sidabalok, Yuli Anitasari1

[email protected], [email protected], [email protected]

1 Peneliti di Departemen Hukum Bank Indonesia

Page 8: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

melakukan tindakan pembubaran. Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis hal-hal yang relevan dengan

topik adalah metode kepustakaan, dengan menggunakan data sekunder antara lain beberapa perundang-undangan

yang berlaku di Belanda, beberapa artikel hukum, dan makalah yang dipresentasikan atau dibahas dalam forum ilmiah.

Sepanjang BV memenuhi persyaratan dan kewajiban yang berlaku untuk BV, maka meskipun BV tidak lagi aktif melakukan

kegiatan perdagangan atau tidak mempunyai transaksi akunting yang berarti dalam 1 (satu) tahun, BV tersebut dapat

tetap eksis atau tidak dapat dibubarkan.

A. PENDAHULUAN

Era globalisasi telah memungkinkan seseorang atau

satu badan hukum melakukan kegiatan usaha di

negara lain. Hal tersebut dapat dialami oleh investor

dari Indonesia ke negara lain seperti Belanda, yang

menurut survei GCI Global Competitiveness Index

merupakan negara dengan iklim investasi paling baik

kelima di dunia.2

Era globalisasi selain memungkinkan kemudahan

berbisnis di negara lain, juga dapat mengakibatkan

kegiatan usaha yang telah berlangsung berhenti

akibat berbagai faktor seperti persaingan yang semakin

ketat atau akibat berbagai ketentuan yang

mengharuskan perusahaan harus menghentikan

kegiatan usaha. Penghentian kegiatan usaha dimaksud

kadang-kadang tidak dapat ditentukan jangka

waktunya, mengingat berbagai kepentingan atau

keperluan, terutama dalam kaitan penyelesaian hak

dan kewajiban perusahaan yang bersangkutan

maupun akibat pertimbangan kemungkinan

beroperasi kembali dengan atau tanpa injeksi modal

dari pemegang saham yang ada (existing shareholders).

Dalam kaitan kelangsungan satu perusahaan tertutup

di Belanda yang dikenal dengan Besloten

Vennootschap/BV yang tidak aktif (dormant), di

bawah ini diuraikan beberapa hal terkait upaya

mempertahankan kelangsungannya. Uraian tersebut

didasarkan pada pengkajian terhadap: (i) terjemahan

beberapa bagian/bab dalam Buku 2 Kitab Hukum

Perdata Belanda (Burgelijk Wetboek/BW); (ii) beberapa

Panduan/Pedoman melakukan bisnis di Belanda yang

dikeluarkan Kantor Akuntan Publik internasional; dan

(iii) beberapa artikel terkait kegiatan menjalankan

bisnis di Belanda yang dipublikasi melalui internet.3

Dalam melakukan pengkajian, beberapa ketentuan

dalam Buku 2 dari BW menjadi fokus penelitian karena

sejak tahun 1971 suatu rejim tersendiri untuk BV

diperkenalkan ke dalam hukum Belanda dan sejak

tahun 1976 ketentuan mengenai perusahaan tertutup

(limited company) dipisahkan dari Kitab Hukum

Dagang dan dibuat menjadi bagian dari Buku 2 BW4.

Fokus penelitian dilakukan terhadap: (i) Pengertian

BV; (ii) Beberapa ketentuan terkait BV; (iii) Pengertian

Inactive/Dormant BV; (iv) Ketentuan terkait

Inactive/Dormant BV; dan (v) Persyaratan agar

Inactive/Dormant BV tidak dibubarkan.

B. PENGERTIAN PERUSAHAAN TERTUTUP

(BESLOTEN VENNOOTSCHAP/BV)

Pengertian Perusahaan Tertutup (Besloten Vennotschat

beperkte aansprakelijheid/BV) menurut BW adalah

perusahaan dengan kewajiban terbatas yaitu suatu

badan hukum dengan modal berupa satu atau

beberapa saham yang dapat dialihkan (vide Pasal

2:175 Kitab BW). Saham tersebut adalah saham

3 Dalam artikel ini penulis tidak membandingkan/membahas mengenaikesamaan atau perbedaan antara BV dengan Naamloze Vennootschap(NV) yang secara kepemilikan saham dapat dimiliki oleh beberapapemegang saham (vide Pasal 2:175 dan Pasal 2:64 Kitab BW).

4 Lars van Vliet, The Netherlands-New Developments in Dutch CompanyLaw: The “Flexible” Close Corporation, Journal of Civel Law Studies,Vlume 7, Issu 1 - Article 8, 29 Oktober 2014.

2

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

2 Sumber: http://reports.weforum.org/global-competitiveness-report-2015-2016/competitiveness-rankings/.

Page 9: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

terdaftar. Seorang pemegang saham BV tidak dapat

diminta pertanggungjawaban pribadi atas hal yang

dilakukan atas nama perusahaan dan yang

bersangkutan tidak wajib berkontribusi terhadap

kerugian perusahaan lebih dari modal yang disetorkan

kepada perseroan atau masih harus dia bayar atas

sahamnya5. Di beberapa negara, perusahaan model

BV juga dikenal. Misalnya, di Jerman disebut dengan

Gesellschaft mit beschränkter Haftung (GmbH)6, di

Amerika Serikat dikenal dengan nama Limited Liability

Company (LLC)7, sedangkan di Inggris dikenal dengan

nama Limited Company (Ltd)8. BV adalah bentuk

usaha yang paling banyak dipakai dalam kegiatan

berusaha di Belanda9.

C. BEBERAPA KETENTUAN TERKAIT BV

1. Pendirian

a. Ketentuan Pasal 2:175.1.2 BW mengatur

sebagai berikut: perusahaan berbadan hukum

BV dibentuk oleh 1 (satu) orang atau lebih

dengan akta notaris. Akta notaris pendirian

BV ditandatangani oleh para pendiri dan oleh

setiap orang yang menurut akta pendirian

mengambil 1 (satu) atau lebih saham.

b. Ketentuan Pasal 2:177.1 BW : akta notaris

pendirian perusahaan wajib memuat anggaran

dasar BV. Anggaran dasar BV memuat nama,

kedudukan, dan tujuan dari BV.

c. Dalam praktik, seorang atau satu pihak dapat

bertindak untuk atas nama suatu perusahaan

berbentuk BV yang masih dalam proses

“pembentukan” (in oprichting).10

2. Anggaran dasar BV merupakan peraturan internal

BV antara lain tentang prosedur dalam Rapat

Umum dan penunjukan personil dari organ

perusahaan, seperti dewan pengelola dan (jika

berlaku) dewan pengawas. Cakupan anggaran

dasar BV didasarkan pada UU dan tidak dapat

bertentangan dengan ketentuan dalam UU. Bagian

terpenting dari anggaran dasar adalah

pencantuman tentang: (i) Nama BV dan tempat

kedudukan; (ii) Tujuan perusahaan; (iii) Modal

disetor.11 Hal tersebut diatur dalam Pasal 2:177

BW.12

3

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

10 Dalam suatu publikasi KPMJ yang berjudul Setting Up A Businesstertanggal 1 Maret 2016 ditulis bahwa terkait dengan company 'information', “It is possible for someone to act on behalf of a companythat has not yet been formed. If one wishes to act in such a way, it isnecessary to expressly state so and to add the abbreviation 'i.o.' (inoprichting) after the name of the company”.

Transactions entered into on behalf of the company in formation, maybe ratified by the management board of the company after incorporation(and after the registration with the Chamber of Commerce has beencompleted) and will then bind the company. Beware that, should themanagement board of the company, after the formation, not ratify thetransaction or contract, the person having acted is personally liable forthat transaction or contract. Hal seperti ini tampak dalam Heads ofAgreement antara BI, Indover, IBA, Stichting Indo Plus, dan IPBV tanggal17 Juli 2003 relating to the split-off by nv De Indonesische OverzeeseBank of its non-performing loan portfolio by means of a legal split-offand other ations described herein.

11 PWC, Setting up a business, publikasi 1 Maret 2016 (Sumber https://inform.pwc.com/inform2/s/Setting_up_a_business/informContent/1625234303).

12 Dutch Civil Code Article 2:177 Content of the deed of incorporation.1. The Notarrial deed of incorporation must contain the articles ofincorporation of the Closed Corporation ('besloten vennotschap'). Thearticles of incorporation contain the name, the seat and the purpose(objective) of the Closed Corporation ('beslooten vennootschap').

5 Dutch Civil Code, Article 2:175 (Sumber: http://www.dutchcivillaw.com/civilcodebook022.htm).

6 A private limited company (Gesellschaft mit beschränkter Haftung,GmbH) is a private company that is limited by shares. The company hasits own legal personality. This means it can sue and be sued, purchaseand sell property and generally conduct business in its own name. Thecompany is represented by its directors. (Sumber: https://www.wbs-law.de/eng/doing-business-germany/types-company/types-german-company/).

7 A limited liability company (LLC) is a business entity that combines thelimited liability protection of a business corporation with the flexible taxand organizational structure of a partnership. (Sumber: http://www.usa-corporate.com/starting-a-new-business-in-the-us/types-of-business-entities-comparison/learn-about-limited-liability-companies-llc/)

8 A limited company (LC) is a form of incorporation that limits the amountof liability undertaken by the company's shareholders. The namingconvention for this type of corporate structure is commonly used in theUnited Kingdom. In a limited company, the debts of the company areseparate from those of the shareholders. As a result, should the companyexperience financial distress because of normal business activity, thepersonal assets of shareholders will not be at risk of being seized bycreditors. Ownership in the limited company can be easily transferred,and many of these companies have been passed down throughgenerations.(sumber: http://www.investopedia.com/terms/l/limited_company.asp).

9 Tax Consultant International - How to Incorporate a BV in the Netherland(Sumber: http//tax-consultants-international.com/read/How_to_incorporate_a_BV.).

Page 10: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3. Pembubaran BV

a. Persyaratan pembubaran BV

Di dalam Pasal 2:19 BW diatur persyaratan

(exchaustive list) suatu badan hukum BV untuk

dapat dibubarkan.13 Suatu badan hukum BV

dapat bubar apabila:

1) Terdapat keputusan/kesepakatan Rapat

Umum BV yang menyetujui pembubaran,

kecuali anggaran dasar menentukan

sebaliknya;

2) Terjadi suatu peristiwa, yang menurut

anggaran dasar BV, mengarah kepada

pembubaran, dan yang bukan merupakan

persetujuan pembubaran, dan tidak

merupakan tindakan yang dimaksudkan

sebagai pembubaran;

3) Perusahaan dinyatakan pailit sesuai Pasal

16(1) UU Kepailitan Belanda atau

perusahaan dinyatakan dalam keadaan

insolvensi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 173(1) UU Kepailitan Belanda;

4) Terdapat keputusan Kamar Dagang yang

membubarkan BV (vide Pasal 2:19a BW);

5) Pengadilan telah membubarkan

perusahaan dalam keadaan yang diatur

dalam UU; (vide Pasal 2:19.1 BW).

Apabila badan hukum BV tidak lagi memiliki

aset pada saat pembubaran, BV bubar pada

saat itu juga (vide Pasal 2.19.4 BW). Setelah

pembubaran, badan hukum BV masih ada

(berlanjut) sepanjang diperlukan untuk likuidasi

(pembubaran) dari harta-hartanya. Dalam

dokumen dan pengumuman yang dikeluarkan

oleh badan hukum, kata “dalam likuidasi”

wajib ditambahkan kepada nama dari badan

hukum (vide Pasal 2.19.5 BW). Dalam hal

dilakukan pembubaran (likuidasi), badan

hukum menjadi tidak ada (berakhir) pada saat

pembubaran (likuidasi) berakhir. Likuidator

atau kurator kepailitan melapor kepada

pemegang daftar umum dimana badan hukum

didaftar bahwa badan hukum dimaksud telah

bubar (vide Pasal 2.19.6b BW). Data dan

informasi yang dimasukkan ke dalam daftar

umum terkait badan hukum pada saat

pengakhiran, disimpan paling lama 10 tahun

sejak pengakhiran (vide Pasal 2.19.7 BW).

b. Berdasarkan permintaan dari Kantor Penuntut

Umum, Pengadilan Negeri dapat membubarkan

BV apabila BV tersebut tidak dapat lagi

menjalankan tujuannya akibat kekurangan

aset, dan Pengadilan Negeri bisa saja

membubarkan BV apabila BV tersebut telah

menghentikan kegiatan untuk mencapai

tujuannya. Kantor Penuntut Umum

memberitahu Kamar Dagang yang mewilayahi

BV mengenai maksud dari permintaan

pembubaran BV (vide Pasal 2:185.1 BW).

Sebelum memutuskan pembubaran, Pengadilan

Negeri dapat memberi kesempatan kepada

BV untuk mengalihkan/mengatasi masalah

hukum yang dihadapi dalam periode yang

ditetapkan Pengadilan (vide Pasal 2:185.2 BW).

c. Suatu BV yang terdaftar di Daftar Perdagangan

dapat dibubarkan oleh Kamar Dagang, jika

institusi tersebut memiliki bukti bahwa paling

tidak 2 (dua) dari keadaan berikut terpenuhi:

1) Tidak ada direktur dari BV yang didaftarkan

dalam Daftar Perdagangan14 selama

periode paling tidak 1 (satu) tahun.

Sementara mengenai hal tersebut tidak

dilaporkan kepada Kamar Dagang, atau,

jika direktur didaftarkan, salah satu dari

keadaan berikut terjadi:

a) Para direktur meninggal;

4

13 KPMG, Investment in the Netherland/Exit matters, hal. 216.

14 Di Belanda, pendaftaran dalam Business Registration yang dikelola KamarDagang merupakan suatu kewajiban yang harus dipatuhi oleh seluruhperusahaan dan oleh hampir seluruh badan hukum di Belanda. Hal inidiperlukan agar Business Registration dapat menjadi sumber informasiantara lain mengenai aktif atau tidaknya suatu perusahaan, legal atautidaknya suatu perusahaan, dan jenis usaha dari badan hukum (Sumber:https://www.kvk.nl/english/business-register/).

Page 11: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b) Para direktur tidak dapat dihubungi

selama 1 (satu) tahun di alamat yang

disebutkan dalam Daftar Perdagangan

dan di alamat yang disebutkan dalam

Personal Records Data Base15 atau nama

orang yang terlibat tidak terdaftar dalam

Personal Records Data Base.

2) BV tidak dapat memenuhi kewajiban untuk

mengungkap catatan akuntansi tahunan

atau neraca dan catatan sesuai ketentuan

Pasal 2:394, Pasal 2:396, atau Pasal 2:397

BW;

3) Selama 1 (satu) tahun BV tidak menanggapi

surat dari pihak yang berwenang untuk

menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak

(tax return) badan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat (3) UU Perpajakan

Negara.

(vide Pasal 2:19a.1 BW)

Apabila Kamar Dagang mengetahui fakta yang

membuktikan bahwa BV memenuhi syarat

untuk dibubarkan, Kamar Dagang akan

memberitahu BV dan direkturnya tentang

maksud membubarkan badan hukum.

Pemberitahuan ini dibuat dengan surat tercatat,

dikirim ke alamat terakhir dari badan hukum

dan direkturnya, menyatakan tidak hanya

tujuan pembubaran badan hukum, tetapi juga

dasar tujuan dimaksud. Kamar Dagang

mendaftarkan pemberitahuan ini dalam Daftar

Perdagangan (vide Pasal 2:19a.3 BW).

Keputusan dari Kamar Dagang diumumkan

kepada BV dan direktur yang terdaftar (vide

Pasal 2:19a.5 BW). Jika tidak mungkin untuk

menunjuk satu atau lebih likuidator atas dasar

Pasal 2:23, ayat (1) BW, Kamar Dagang akan

bertindak sebagai likuidator dari harta dari

badan hukum yang dibubarkan, berdasarkan

ketentuan Pasal 2:19 ayat (4) BW. Berdasarkan

permintaan dari Kamar Dagang, Pengadilan

Negeri akan menunjuk satu atau lebih likuidator

lain (vide Pasal 2:19a.7 BW).

D. PENGERTIAN INACTIVE/DORMANT BV

Untuk memahami istilah inactive/dormant BV, berikut

dikemukakan pengertian “dormant company” dalam

artikel yang dipublikasi Formacompany Worldwide

Incorporations dan Bytestart.co.uk. Suatu perusahaan

yang tidak aktif (dormant company) adalah perusahaan

yang tidak melakukan kegiatan usaha dan tidak

mempunyai transaksi pembukuan keuangan.16 Terkait

dengan istilah “dormant” dikemukakan bahwa istilah

“dormant” berlaku terhadap perusahaan yang dalam

istilah hukum ”tidak mempunyai transaksi pembukuan

yang cukup berarti (signifikan) selama 1 (satu)

tahun”.17 Alasan yang paling mengemuka untuk

memiliki suatu perusahaan tertutup yang tidak aktif

atau “dormant” adalah untuk melindungi bisnis jika

pemilik bisnis tersebut tunggal (sering juga disebut

sebagai being self-employed).18 Tidak ada pembatasan

waktu bagi suatu perusahaan untuk tetap bertahan

dalam status dormant. Namun demikian, direksi dari

perusahaan tersebut wajib menjalankan kewajiban-

kewajiban administrasi setiap tahun.19

5

16 Dalam artikel yang berjudul “What is a dormant limited company, andwhen might one be useful for a small business?” disebutkan bahwa:A dormant company is one that doesn't trade and has no accountingtransactions (Sumber: http://www.bytestart.co.uk/dormant-limited-company.html hal. 1).

17 Dalam artikel yang berjudul Dormant Accounts - Dormant Companiesditulis bahwa “The term 'dormant' applies to a company that, in legalterms, has 'no significant accounting transactions' during a financial year.”(Sumber: http://www.formacompany.com/en/corporate-administration/dormant-company.php).

18 A dormant company is one that doesn't trade and has no accountingtransactions (Sumber: http://www.bytestart.co.uk/dormant-limited-company.html hal. 1).

19 A dormant company is one that doesn't trade and has no accountingtransactions (Sumber: http://www.bytestart.co.uk/dormant-limited-company.html hal. 2).

15 Personal Records Data Base dikenal dengan: The Municipal PersonalRecords Database, yaitu database yang berisi data pribadi dari setiaporang yang tinggal di Belanda. Pemerintah Belanda menggunakaninformasi ini untuk membantu pelaksanaan tugas otoritas publik sepertiKantor Pajak dan Bea Cukai yang menggunakan database tersebutuntuk membantu mereka mengumpulkan pajak dan mengalokasikankeuntungan (Sumber: https://www.government.nl/topics/identification-documents/contents/the-municipal-personal-records-database).

Page 12: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

E. PENGECUALIAN KEWAJIBAN BERDASARKAN

UKURAN BESAR KEGIATAN USAHA DARI BADAN

HUKUM

1. Ketentuan persyaratan laporan tahunan (annual

account) diatur dalam Buku 2 Titel 9 BW. Di dalam

Bagian (Section) 2.9.11 diatur mengenai kategori

perusahaan Micro, Small, dan Medium Size yang

dapat menggunakan ketentuan pengecualian

dari kewajiban mengumumkan laporan tahunan

(annual account). Tentang standar akuntasi

termasuk kategori perusahaan yang dapat

memanfaatkan pengecualian dimaksud dijelaskan

dalam Authoritative and Interpretative Accounting

Standards yang dikeluarkan Dutch Accounting

Standard Board (DASB).

2. Satu kantor konsultan di Belanda yang bernama

Y. Economides & Co LLC Advocates & Legal

Consultant dalam publikasinya menyatakan bahwa

suatu perusahaan yang melakukan kegiatan

perdagangan maupun yang tidak melakukan

kegiatan perdagangan wajib menyampaikan

laporan keuangan kepada Kantor Perdagangan.

Suatu perusahaan tertutup dapat meminta

pengecualian dari audit karena merupakan

“dormant company” jika perusahaan tersebut

tidak menjalankan kegiatan selama 1 (satu) tahun

dan sepanjang memenuhi kriteria tertentu.20

Kelalaian menyampaikan laporan keuangan secara

tepat waktu merupakan pelanggaran pidana.

Di samping itu, terdapat ketentuan sanksi denda

akibat kelalaian menyampaikan laporan keuangan.

3. Apabila perusahaan tidak menyampaikan laporan

tahunan, Kantor Pendaftaran Perdagangan dapat

beranggapan bahwa perusahaan tersebut tidak

lagi menjalankan kegiatan atau berjalan dan

selanjutnya melakukan langkah untuk

mengeluarkannya dari daftar Perusahaan.21

F. KONSEKUENSI DARI INACTIVE/DORMANT BV

Memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan

pembubaran BV sebagaimana diuraikan pada butir

C.3. di atas dapat dikemukakan bahwa:

1. sepanjang: (i) pemegang saham atau pihak yang

paling berkepentingan dengan suatu perusahaan

tertutup (BV) yang dormant tidak menyepakati

pembubaran, (ii) peristiwa yang menurut anggaran

dasar BV tidak pernah terjadi, atau (iii) tidak pernah

putusan pailit terhadap BV, BV akan tetap eksis.

2. walaupun suatu BV dalam kenyataannya sudah

tidak melakukan kegiatan perdagangan dan tidak

mempunyai transaksi keuangan (accounting

transaction) yang signifikan namun jika terkait BV

yang bersangkutan tidak ada tindakan/peristiwa

yang dapat mengakibatkan pembubaran BV

sebagaimana dimaksud pada angka 1 maka BV

dimaksud tetap dapat eksis sebagai BV sepanjang

BV tersebut memenuhi kewajiban pelaporan

keuangan tahunan dan administrasi seperti

perpajakan dan kepengurusan kepada otoritas

yang berwenang.

G. KONDISI YANG HARUS DIPENUHI AGAR SUATU

DORMANT BV TIDAK DIBUBARKAN

1. Mengacu pada ketentuan syarat pembubaran BV

dalam Pasal 2:19a BW yang diuraikan di atas,

secara a contrario dapat diartikan bahwa suatu

BV tidak dapat dibubarkan sekalipun dalam

kenyataannya BV tidak lagi melakukan kegiatan

usaha (dormant) apabila:

a. dalam jangka waktu minimal 1 (satu) tahun

nama direktur BV tercantum dalam Daftar

Perdagangan di Kamar Dagang, termasuk

adanya laporan pendaftaran direktur BV di

Kamar Dagang; atau jika direktur terdaftar,

direktur masih hidup atau direktur diketahui

keberadaannya selama 1 (satu) tahun di alamat

yang tercantum saat pendaftaran Kamar

Dagang atau di alamat di Personal Records

Data Base;

6

20 Y. Economides & Co LLC Advocates & Legal Consultant (Sumber:http://www.ecolaw.com.cy/corporative-service/netherland/ hal. 2).

21 Y. Economides & Co LLC Advocates & Legal Consultant hal. 1.

Page 13: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b. selama 1 (satu) tahun BV melaksanakan

kewajiban mengumumkan laporan keuangan

tahunan atau neraca keuangan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2:394, Pasal 2:396 atau

Pasal 2:397 BW. Pasal 2:394 antara lain

mengatur kewajiban mengumumkan laporan

keuangan tahunan dalam bahasa Belanda jika

Laporan keuangan dimaksud belum disusun

dalam bahasa Perancis, Jerman, atau Inggris.

Pengumuman dimaksud dilakukan dengan

memasukkan laporan keuangan tahunan

dimaksud dalam Daftar Perdagangan yang

dikelola Kamar Dagang. Sedangkan Pasal 2:396

dan Pasal 2:397 BW mengatur penyusunan

laporan keuangan bagi bidang usaha dalam

ketegori industri kecil dan menengah; dan

c. dalam 1 (satu) tahun BV menanggapi surat

pemberitahuan resmi dari otoritas pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)

UU Umum Perpajakan Negara, dalam hal ini

untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan

Tahunan (SPT) atas pajak badan.22

2. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 2:185 BW

sebagaimana dijelaskan di atas, dapat diartikan

secara a contrario bahwa Kantor Kejaksaan tidak

dapat mengajukan pembubaran BV kepada

Pengadilan Negeri, apabila BV memenuhi hal-hal

sebagai berikut:

a. BV mempunyai aset yang cukup untuk dapat

mencapai targetnya;

b. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, BV

masih menjalankan kegiatan sesuai ketentuan.

H. HAL YANG PERLU DILAKUKAN/DIPERHATIKAN

DALAM RANGKA PENERAPAN KETENTUAN BW

TERKAIT KELANGSUNGAN PERUSAHAAN

INACTIVE/DORMANT DI BELANDA

Memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana

disebutkan di atas, apabila suatu perusahaan tertutup

(BV) yang masih aktif hendak dipertahankan walaupun

tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau transaksi

keuangan yang signifikan maka perlu diperhatikan

hal-hal sebagai berikut:

1. Perlu dipastikan bahwa tujuan (tugas) BV yang

bersangkutan masih ada yang perlu dilaksanakan

(vide Pasal 2:177 BW jo. anggaran dasar BV).

2. Perlu dipastikan bahwa aset BV yang bersangkutan

masih ada dan cukup dalam rangka mencapai

tujuan yang telah ditetapkan tercapai (vide Pasal

2:185 BW).

3. Pengumuman laporan tahunan atau kegiatan

administrasi lain masih dilakukan pengurus BV.

4. Apabila BV masih memiliki tujuan (tugas) yang

masih harus dilakukan dan memiliki aset yang

cukup dalam rangka melaksanakan tujuan (tugas)

dimaksud maka walaupun BV tidak melakukan

kegiatan perdagangan dan tidak mempunyai

transaksi akunting (dormant), Kantor Jaksa

Penuntut Umum tidak mempunyai dasar hukum

untuk meminta pembubaran BV berdasarkan

ketentuan pembubaran dalam Pasal 2:184 BW.

5. Dalam hal BV masih dijalankan oleh pengurus

yang jelas dan pengurus yang bersangkutan tetap

menjalankan kewajiban pelaporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2:19 BW, Kamar Dagang

tidak mempunyai dasar/alasan (bukti) untuk

membubarkan.

I. PENUTUP

1. BV merupakan salah satu badan hukum yang dapat

digunakan oleh pihak yang ingin menjalankan

bisnis di Belanda. Kegiatan operasional suatu BV,

selain mengacu pada ketentuan dalam BW dan

ketentuan lainnya, juga mengacu kepada

ketentuan yang telah diatur dalam anggaran dasar.

7

22 Pasal 9 General Act pertaining to national taxes [Version in force sinceApril 1st, 2002]1. For those taxes which under the Tax Legislation are levied by means

of a tax assessment the tax return shall be submitted to the Inspectorwithin a term, to be set down by him, of at least one month fromthe invitation to submit tax returns.

2. The Inspector is authorised to extend the term for submission setdown by him. He is authorised to set conditions to the extensionwhich may include that data for the imposition of a provisional taxassessment should be submitted after the expiry of a certain dateto be set down by him in a fashion prescribed by ministerial decree.

3. The Inspector is not authorised to exhort the taxpayer to submit atax return any sooner than before the term referred to in Paragraph1, Paragraph 2 respectively of this Section.Sumber: http://download.belastingdienst.nl/itd/beleid/awr0503.pdf.

Page 14: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

2. Sepanjang BV memenuhi ketentuan yang berlaku

untuk BV, antara lain: masih melaksanakan tujuan

(tugas); masih memiliki aset yang cukup; masih

mengumumkan laporan tahunan maka BV dapat

tetap eksis..

8

Page 15: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

1. Peraturan

Dutch Civil Code.

General Act pertaining to national taxes [Version in force since April 1st, 2002]

2. Artikel

Lars van Vliet, The Netherlands-New Developments in Dutch Company Law: The “Flexible” Close Corporation, Journalof Civel Law Studies, Volume 7, Issu 1 - Article 8, 29 Oktober 2014.

Tax Consultant International - How to Incorporate a BV in the Netherland.

KPMJ, Setting Up A Busines, 2016.

PWC, Setting up a business, 2016.

KPMG, Investment in the Netherland/Exit matters.

3. Internet

http://reports.weforum.org/global-competitiveness-report-2015-2016/competitiveness-rankings/.

https://www.wbs-law.de/eng/doing-business-germany/types-company/types-german-company/.

http://www.usa-corporate.com/starting-a-new-business-in-the-us/types-of-business-entities-comparison/learn-about-limited-liability-companies-llc/.

http://www.investopedia.com/terms/l/limited_company.asp.

https://www.kvk.nl/english/business-register/.

https://www.government.nl/topics/identification-documents/contents/the-municipal-personal-records-database.

http://www.bytestart.co.uk/dormant-limited-company.html.

http://www.formacompany.com/en/corporate-administration/dormant-company.php.

http://www.bytestart.co.uk/dormant-limited-company.html.

http://www.ecolaw.com.cy/corporative-service/netherland/.

http://download.belastingdienst.nl/itd/beleid/awr0503.pdf.

9

Page 16: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

10

Page 17: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

1 Peneliti di Departemen Hukum Bank Indonesia

11

Disusun oleh:

Amy Rachmi Budiati, Doharman Sidabalok, dan Chandra Herwibowo1

[email protected], [email protected], [email protected]

Abstract:

The use of ISDA Master Agreement in doing Over The Counter (OTC) derivative transaction is increasing with the

growth of the world economy. On the other hand, the use of ISDA Master Agreement's principle particularly early

termination principle that can be accompanied by close-out netting in OTC derivatives transactions in Indonesia raises

questions whether it could be in accordance with the prevailing law on bankruptcy in Indonesia viz the Indonesian Civil

Code and Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy & Suspension of Debt Payment Obligation. Related to OTC derivative

transactions in Indonesia, there were several civil cases involving bank and its customers. Result of study on early

termination and close-out netting caused by bankruptcy shows that they don't contravene with provisions of the debt

compensation according to the Indonesian Civil Code. However, when it is linked with the Law No. 37 of 2004 on

Bankruptcy & Suspension of Debt Payment Obligation, the impelementation of the principle of early termination and

close-out netting based on ISDA Master Agreement's may be applied prior to bankruptcy decision. However, should it

is realized after bankruptcy verdict from the court, it will contradict with Law No.37 of 2004 on Bankruptcy & Suspension

of Debt Payment Obligation.

Keywords: ISDA Master Agreement, Close-out netting, Kepailitan, Transaksi Derivatif.

Abstrak:

Seiring perkembangan transaksi derivatif yang semakin meningkat sebagai dampak perekonomian dunia yang

berkembang, penggunaaan ISDA Master Agreement dalam perjanjian derivatif tidak dapat dihindari. Pada sisi lain,

penggunaan ISDA Master Agreement yang memuat prinsip early termination yang dapat disertai dengan close-out netting

dalam transaksi bisnis derivatif OTC di Indonesia menimbulkan pertanyaan bila dihubungkan dengan ketentuan kepailitan

di Indonesia (KUHPerdata dan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang).

Dalam praktek transaksi derivatif OTC di Indonesia, telah terjadi beberapa kasus yang melibatkan pihak bank dengan

nasabahnya. Berdasarkan hasil kajian early termination dan close-out netting akibat kepailitan tidak bertentangan dengan

ketentuan perjumpaan utang/kompensasi menurut KUHPerdata. Namun demikian, bila dihubungkan dengan UU Kepailitan

dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, prinsip close-out netting dapat diterapkan sebelum adanya putusan pailit

namun prinsip ini tidak dapat diterapkan apabila dilakukan setelah adanya putusan pailit.

Page 18: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

A. PENDAHULUAN

Pada beberapa dekade belakangan ini, kemajuan

yang sangat cepat dalam pasar keuangan global

berdampak sangat besar pada aktivitas lembaga

perbankan dan keuangan. Kemajuan tersebut antara

lain ditandai dengan adanya beberapa inovasi aktivitas

atau produk perbankan dewasa ini. Di antara adalah

produk derivatif.2

Walaupun transaksi keuangan khususnya transaksi

derivatif OTC berkembang dan mengikuti inovasi

khususnya di bidang teknologi, tetapi perkembangan

tersebut tidak otomatis diikuti pengaturan yang sesuai

perkembangan yang terjadi. Akibatnya, transaksi

derivatif OTC yang dilakukan sangat rentan dengan

risiko.

Seiring dengan berkembangnya transaksi derivatif,

para pelaku transaksi derivatif (pialang/dealer) yang

terlibat dalam bisnis tersebut mulai melakukan upaya

standarisasi istilah yang semakin banyak digunakan

termasuk untuk menyederhanakan dokumen transaksi

derivatif. Pada tahun 1985 para pelaku transaksi

derivatif swap mendirikan suatu perkumpulan yang

disebut International Swap Dealers Association, Inc

(ISDA) di New York. Tujuannya terutama untuk

mendorong bisnis transaksi derivatif OTC yang sedang

berkembang masa itu dilaksanakan secara hati-hati

dan efisien. Oleh karena bagi banyak pihak transaksi

derivatif cukup rumit, pelakunya banyak menggunakan

format acuan yang dibuat ISDA untuk membuat

kontrak transaksi derivatif.

Terkait kewenangan pengaturan transaksi derivatif

di Indonesia, Bank Indonesia pada tahun 1995

mengeluarkan ketentuan transaksi derivatif yakni

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

No.28/119/KEP/DIR tanggal 29 Desember 1995

tentang Transaksi Derivatif.3 Ketentuan ini kemudian

dicabut dengan PBI No.7/31/PBI/2005 tanggal 13

September 2005 tentang Transaksi Derivatif. Sampai

kajian ini disampaikan, pengaturan terakhir terkait

transaksi derivatif dari Bank Indonesia adalah:

(i) PBI No.18/18/PBI/2016 tanggal 5 September 2016

tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah

Antara Bank Dengan Pihak Domestik; dan

(ii) PBI No.18/19/PBI/2016 tanggal 5 September 2016

tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah

antara Bank dengan Pihak Asing.

Ketentuan ini mengatur bagaimana bank melakukan

transaksi devisa, termasuk jenis transaksi maupun

hubungan dengan nasabah bank.

Sebagaimana praktek transaksi derivatif yang bersifat

internasional, transaksi derivatif di Indonesia sebagian

besar telah menggunakan klausul perjanjian sesuai

ISDA Master Agreement. Walaupun dalam praktek di

Indonesia, transaksi derivatif OTC telah menggunakan

standar ISDA, dalam dua dekade terakhir beberapa

sengketa perdata mengenai transaksi derivatif timbul

dan diajukan ke pengadilan. Sengketa transaksi

derivatif yang melibatkan bank di Indonesia antara

lain: (i) perkara Panin Bank vs. PT Matahari Pusakatama;

(ii) perkara PT Permata Hijau Sawit vs. Citibank NA;

(iii) perkara PT Nubika Jaya vs. Standard Chartered

Bank; (iv) Perkara PT Toba Surimi Industries vs. HSBC;

(v) perkara PT Surya Mas Duta Makmur vs. Bank

Niaga; dan (vi) perkara PT Kalbe Parma vs. JP Morgan.4

Pada dasarnya perkara tersebut terjadi karena pihak

perusahaan sebagai nasabah bank tidak dapat

memenuhi perjanjian penyediaan valuta asing yang

telah diperjanjikan dengan bank. Berbagai perkara

transaksi derivatif di atas merupakan indikasi bahwa

12

3 Sebelum Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.28/119/KEP/DIRtanggal 29 Desember 1995 dikeluarkan, Bank Indonesia pernahmengeluarkan ketentuan terkait transaksi jual beli valuta asing yaitudengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/74/KEP/DIRtanggal 28 Februari 1991 tentang Margin Trading.

4 O. C. Kaligis, Aspek Hukum Transaksi Derivatif di Indonesia, Alumni,Bandung, hal. 15 - 30.

2 Dian Ediana Rae, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi diIndonesia, Penerbit PT Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia -Jakarta, hal. 2.

Page 19: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

kebebasan para pihak melakukan perjanjian transaksi

derivatif OTC tidak dapat dibiarkan begitu saja, namun

memerlukan pengaturan yang lebih baik ke depan.

Yang tidak kalah penting bahwa pengaturan tentang

perjanjian transaksi derivatif OTC di Indonesia wajib

dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

khususnya di bidang hukum kepailitan. Hal ini perlu

mendapat perhatian karena beberapa hal yang lazim

disepakati dalam perjanjian transaksi derivatif OTC,

seperti perjumpaan hutang (close-out netting)

berkaitan dengan mekanisme penyelesaian utang

jika terjadi kepailitan sesuai UU No.24 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang (UU Kepailitan & PKPU) yang

antara lain dilakukan dengan perjumpaan utang.

Untuk memudahkan para pelaku transaksi derivatif

melakukan perjanjian dan untuk keseragaman

peristilahan yang digunakan, perlu disediakan suatu

standar perjanjian yang mengacu pada ISDA Master

Agreement. Namun, jika prinsip ISDA Master

Agreement dituangkan dalam standar kontrak

transaksi derivatif OTC di Indonesia, timbul pertanyaan:

a. Apakah hal tersebut sesuai ketentuan KUHPerdata

mengenai perjumpaan utang/kompensasi?

b. Apakah hal tersebut dapat diterapkan jika ditinjau

dari ketentuan dalam UU Kepailitan & PKPU?

B. PENGERTIAN TRANSAKSI DERIVATIF

Derivatif berasal dari kata “derivative”. Derivatif biasa

digunakan sebagai upaya lindung nilai. Mengenai

pengertian derivatif, tidak ada satu definisi yang

diterima seluruh pelaku transaksi derivatif maupun

para pakar di bidang tersebut. Seorang penulis

bernama Saul S. Cohen5 dalam artikel berjudul “The

Challenge of Derivatives” menulis bahwa “It is

commonly remarked that there is no generally

accepted meaning to the term derivative. To repeat:

there is no agreement as to which financial, commercial

or hybrid financial/commercial contracts constitute

derivatives”. Seorang senior counsel di ISDA bernama

Jacqualine M. L. Low mengartikan derivatif sebagai

perjanjian untuk mengalihkan risiko. Nilainya

diturunkan dari aset yang mendasarinya. Aset yang

mendasari dapat berupa nilai tukar, tingkat suku

bunga, surat berharga dari perusahaan, saham atau

indeks, komoditi, atau aset lainya yang mempunyai

nilai pasar atau tingkat yang ditetapkan secara

independen dan kombinasi dari satu atau lebih dari

aset tersebut.6

Menurut Dictionary of Banking Terms “derivative”

adalah “financial contract whose value is determined

from publicly traded securities, interest rates, currency

exchange rates, or market indexes”.7 Sedangkan

menurut Black's Law Dictionary, “derivative” berarti

“a volatile financial instrument whose value depends

on or derived from the performance of a secondary

source such as an underlying bond, currency, or

commodity”.8 Menurut PBI No.7/31/PBI/2005 tentang

Transaksi Derivatif sebagaimana diubah terakhir

dengan PBI No.10/38/PBI/2008, transaksi derivatif

adalah transaksi yang didasari kontrak atau perjanjian

pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari

nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga,

nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang

diikuti pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau

instrumen, namun tidak termasuk derivatif kredit.

Dari berbagai pengertian dalam literatur, menurut

pakar, dan dalam ketentuan tersebut di atas dapat

dikemukakan bahwa transaksi derivatif mengandung

unsur: (i) instrumen keuangan; (ii) instrumen untuk

memperdagangkan risiko; (iii) turunan dari nilai

13

5 Anggota New York Bar, Adjunct Professor, Broker-Dealer Regulation andInvestment Banking, Fordham University School of Law. A.B. 1957,Columbia University; LL.B. 1960, Yale University School of Law.

6 Jacqueline M.L., Seniour Counsel Asia, International Swaps and DerivativesAssociation, Inc, (ISDA), Manfaat, Resiko dan Jenis-Jenis Transaksi Derivatif,Moderator: M. Arie Armand, Partner DNC Law Firm - Notulensi SeminarHukum Online - Peradi, Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrakdan Peta Sengketa, Hotel Nikko, 12 Agustus 2009.

7 Thomas Fitch, Dictionary of Banking Terms, Third Edition, hal. 143.

8 Bryan A. Garner, Black's Law Dictionary, Pocket Edition, hal. 185.

Page 20: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

instrumen yang mendasari; (iv) instrumen keuangan

yang dapat diikuti dengan atau tanpa pergerakan

dana; dan (v) suatu kontrak. Dari definisi transaksi

dan unsur tersebut, transaksi derivatif merupakan

suatu perjanjian antara dua pihak yang disebut

sebagai counterparties (pihak yang saling

berhubungan) mengenai transaksi keuangan untuk

memperdagangkan risiko yang mungkin timbul akibat

dari transaksi yang mendasari yang penyelesaiannya

dapat diikuti dengan atau tanpa pergerakan dana.

C. BEBERAPA HAL PENTING DALAM ISDA MASTER

AGREEMENT

1. Pengertian dan Cakupan ISDA Master

Agreement

Dalam praktek, suatu perjanjian induk atau model

perjanjian disediakan oleh pihak yang mampu

memahami keseluruhan hal yang terkait dengan

substansi yang akan diperjanjikan. Hal tersebut

sejalan dengan penjelasan tentang ISDA Master

Agreement dari Deutsche Borse Group dalam

White Paper berjudul The Global Derivatives

Market - An Introduction yang menyatakan

bahwa: ”Model agreement for OTC derivatives

transactions developed by market participants led

by International Swaps and Derivatives Associations

(ISDA)” yang jika diartikan secara bebas: “ISDA

Master Agreement adalah perjanjian model untuk

transaksi derivatif OTC yang dibangun oleh para

pelaku pasar di bawah panduan ISDA”.9

ISDA Master Agreement terdiri dari: (i) Master

Agreement; (ii) Schedule; (iii) Credit Support

Annexes dan Annexes lainnya (jika ada) serta

Confirmation atau Suplemental Confirmation.

ISDA Master Agreement (termasuk Schedule,

Credit Support Annexes, dan Annexes, jika ada)

bersama dengan setiap Confirmation atau

Supplemental Confirmation; yang disepakati dua

belah pihak merupakan satu perjanjian (form a

single agreement). Yang dimaksud dengan

Schedule adalah bagian dari perjanjian (ISDA

Master Agreement) yang merupakan lampiran

yang tidak terpisahkan dari Master Agreement

yang dapat diisi dan dilengkapi pelaku transaksi.

Schedule atau lampiran berisi ketentuan atau

syarat tambahan dan atau ketentuan yang

mengenyampingkan atau mengkhususkan diri

dari Master Agreement. Sedangkan Confirmation

adalah bagian dari perjanjian (ISDA Master

Agreement) yang mengatur ketentuan yang

dimaksudkan untuk mengakomodasi keperluan

tertentu yang bersifat komersial dalam suatu

transaksi derivatif yang dilakukan oleh para pelaku

transaksi dimaksud.

Tiga pilar yang termuat dalam ISDA Master

Agreement adalah:

- Master Agreement dan Confirmation dianggap

sebagai satu kesatuan perjanjian dan ini

berlaku untuk setiap transaksi derivatif OTC

(Single Agreement);

- Master Agreement dan Confirmation memuat

prasyarat pelaksanaan pembayaran atau

kewajiban dari salah satu pihak seperti events

of default atau potensial events of default

(Flawed Asset/Conditionality);

- Penyelesaian kewajiban atas transaksi derivatif

(pembayaran) apabila salah satu pihak

wanprestasi dan/atau terjadi peristiwa

pengakhiran perjanjian lainnya (Close-out

netting).

Dengan 3 (tiga) pilar ISDA Master Agreement

tersebut, ISDA berupaya untuk: (i) memberikan

kepastian bahwa pihak yang tidak wanprestasi

dalam suatu transaksi derivatif dapat mengakhiri

transaksi derivatif yang disepakatinya walaupun

perjanjiannya belum berakhir; (ii) menentukan

nilai dari transaksi yang akan diakhiri; dan (iii)

melakukan perjumpaan utang guna menghasilkan

net value baik berupa piutang maupun utang.

14

9 Deuthsche Borse Group, hal. 37.

Page 21: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Close-out netting penting karena hal tersebut

memungkinkan pengakhiran transaksi dagang

dilakukan secara sepihak dalam hal suatu

kebangkrutan atau pailit terjadi. Close-out netting

merupakan penggantian kedudukan dari seseorang

dengan suatu jumlah baru, yang biasanya disebut

sebagai jumlah akhir (termination value) yang

ditetapkan dengan mempertimbangkan harga

pasar. Harga pasar yang dimaksudkan di sini

kemudian dikonversi ke dalam satu mata uang

dan terjadilah nilai terakhir. Suatu pembayaran

bersih (net payment) kemudian dibuat dalam

tahap ini. Berdasarkan master agreement, pihak

yang tidak lagi mempunyai uang (pailit) dapat

diwajibkan membayar nilai bersih kepada pihak

dalam uang tersebut.10 Close-out netting biasanya

diterapkan dalam hal terjadi default atau

pengakhiran dari transaksi lain di luar keadaan

bisnis normal. Jika satu pihak pailit atau wanprestasi

terhadap kewajibannya, ketentuan close-out

netting memperbolehkan pihak yang berpiutang

untuk mempercepat dan mengakhiri seluruh

transaksi yang masih belum dilaksanakan dan

menetapkan satu nilai marked-to-market agar

jumlah yang akan diterima dari, atau yang akan

dibayarkan oleh, pihak yang tidak pailit menjadi

satu.

2. Netting dan Close-out netting dalam ISDA

Master Agreement

Netting (perjumpaan) pembayaran dapat diartikan

sebagai penghentian atau pengakhiran kewajiban

yang bersifat timbal balik, yang dilanjutkan dengan

penilaian kewajiban yang diakhiri dan penggantian

dengan kewajiban pembayaran.11 Perjumpaan

(netting) dalam ISDA Master Agreement terdiri

dari 2 (dua) bentuk. Pertama, payment netting

yaitu perjumpaan pembayaran dari beberapa

perusahaan yang solvent yang terjadi selama bisnis

berjalan normal, dan mencakup penggabungan

dari kewajiban melakukan set-off arus kas antara

dua pihak pada suatu saat dan mata uang tertentu

ke dalam satu nilai yang akan dibayarkan atau

diterima. Payment netting pada dasarnya sama

dengan set-off. Kedua adalah close-out netting

yang dapat diterapkan pada transaksi yang

dilakukan perusahaan yang wanprestasi dan yang

tidak wanprestasi. Close-out netting adalah suatu

mekanisme perjanjian yang memungkinkan

transaksi dagang dapat diakhiri secara sepihak

dalam hal suatu kebangkrutan atau pailit terjadi.

Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana

netting dilaksanakan. Pihak yang pailit dan yang

tidak pailit terlibat dalam 2 (dua) transaksi yang

dapat dipertukarkan (swap transactions). Bagi

pihak yang tidak pailit, transaksi ke-1 mempunyai

15

10 ISDA, Netting and Offsetting: Reporting Derivatives under U.S. GAAPand Under IFRS, hal. 11.

11 ISDA, Netting and Offsetting: Reporting Derivatives under U.S. GAAPand Under IFRS, hal. 10. Di dalam artikel ini ditulis bahwa: “Netting is,therefore, the termination or cancellation of reciprocal obligations, thevaluation of terminated obligations and its replacement by a singlepayment obligation.”. 12 ISDA Research Notes, Number 1, 2010, hal. 3.

Gambar 1Skema Close-out netting Berdasarkan Pasal 6

ISDA Master Agreement 200212

Jika close-out netting dapat diterapkan

Transaction 1=$ 1,000

Non Defaulting party Defaulting party

Transaction 2 = $800

Net payment = $200

Jika close-out netting tidak dapat diterapkan

Pay $ 1,000

Recovery ² $800

Non Defaulting party Defaulting party

Page 22: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

biaya penggantian negatif $1,000, sementara

dalam transaksi ke-2 yang bersangkutan memiliki

biaya penggantian positif yaitu $800. Jika close-

out netting diterapkan, pihak yang tidak pailit

wajib membayar selisih bersih sebesar $200 kepada

pihak yang pailit. Jika nilai akhir lebih besar

(menguntungkan) bagi pihak yang tidak pailit,

pihak yang tidak pailit tersebut kemudian akan

menjadi kreditor umum kepada pihak yang pailit

sebesar kewajiban bersih tersebut. Jika close-out

netting tidak dapat diterapkan, pihak yang tidak

pailit wajib segera membayar $1,000 kepada pihak

yang pailit tetapi selanjutnya pihak yang tidak

pailit tersebut wajib menunggu dan kemungkinan

memerlukan waktu lama untuk memperoleh

sejumlah tertentu dari nilai $800 dari nilai kotor

yang diperolehnya dalam proses kepailitan.

3. Governing Law dan Jurisdiction dalam ISDA

Master Agreement

ISDA Master Agreement didesain untuk

dilaksanakan berdasarkan hukum Negara Bagian

New York Amerika Serikat atau hukum Inggris.13

Jurisdiksi hukum ini menjadi pilihan karena

keduanya dianggap sistem hukum dagang paling

matang dan mempunyai banyak ahli dalam

penanganan sengketa dagang internasional.14

Secara historis, hukum Inggris dan hukum New

York juga dianggap memiliki kelebihan karena

banyak kontrak finansial memilih kedua hukum

tersebut sebagai governing law. Hal ini dapat

dipahami karena pada abad 19 perdagangan

dunia umumnya didominasi kekuatan ekonomi

Inggris dan Amerika Serikat. Akibatnya, pihak

yang melakukan transaksi keuangan pada masa

itu cenderung memilih hukum Inggris dan Amerika

Serikat sebagai governing law dalam perjanjian

dalam kegiatan ekonomi. Hal demikian

berkembang dan berlaku sampai saat ini.

Mengenai kemungkinan penggunaan governing

law di luar hukum Inggris dan hukum New York

dalam perjanjian transaksi derivatif sesuai dengan

prinsip dalam Hukum Perdata Internasional yaitu

bahwa pilihan hukum adalah kebebasan para

pihak untuk memilih hukum yang akan mengatur

hubungan hukum yang disepakati. Pilihan hukum

ini perlu dalam hal pihak yang berjanji merupakan

warga dari negara yang berbeda. Dalam hal

demikian, para pihak mempunyai hak untuk

menentukan sendiri hukum yang akan mengatur

hubungan hukum yang dilakukan dengan

memperhatikan pembatasan yang berlaku.

Secara teori, pilihan hukum dianggap telah

dilaksanakan dengan cara: (i) para pihak

melakukan pilihan hukum dengan tegas; (ii) para

pihak melakukan pilihan hukum diam-diam; (iii)

anggapan telah terjadi pilihan hukum; (iv) secara

hipotesis. Pilihan hukum dengan tegas dilakukan

dengan membuat klausul perjanjian yang

menyatakan bahwa hubungan hukum yang

disepakati diatur berdasarkan hukum negara

tertentu, misalnya dengan klausul: “this contract

will be governed by the laws of the Republic of

Indonesia”. Pilihan hukum diam-diam disimpulkan

dari tujuan atau maksud yang disepakati para

pihak dan sikap para pihak dalam perjanjian.

Pilihan hukum berdasarkan anggapan didasarkan

pada tindakan para pihak dalam suatu perjanjian

yang menimbulkan anggapan telah terjadi

penundukan sukarela terhadap suatu sistem

hukum. Sedangkan, pilihan hukum hipostesis

adalah pilihan hukum yang diambil hakim dengan

mempertimbangkan situasi seandainya para pihak

memikirkan tentang pilihan hukum.

16

13 Field Fisher Waterhouse, Commentary on the ISDA Master Agreement- February 2008, hal. 14.

14 Bernadette Muscat, OTC Derivatives: Salient Practices And DevelopmentsRelating to Standard Market Documentation, halaman 37. Di dalamartikel ini Bernadette menulis: “The governing law of the ISDA masteragreement is either English law or New York law, which is probably thecase because, in the words of Professor Hudson, “(these jurisdiction)are considered to have the most mature systems of coomercial law (and).... there is unparalleled judicial expertise in dealing with internationalcommercial disputes.”

Page 23: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan

hukum antara pihak yang melakukan perjanjian

transaksi derivatif OTC, ISDA juga telah

merumuskan klausul terkait jurisdiksi penyelesaian

perkara yang mungkin akan dipilih. Dalam ISDA

Master Agreement 2002, penundukan kepada

jurisdiksi di pengadilan di Inggris tidak eksklusif

jika proses beracara tidak menyebutkan suatu

Convention Court dan menjadi eksklusif di

pengadilan di Inggris apabila proses beracara

menyebutkan satu Convention Court. Tentang

kemungkinan para pihak pengguna ISDA Master

Agreement melakukan pilihan hukum sistem

hukum lain untuk mengatur transaksi derivatif

yang dilakukan, hal tersebut dimungkinkan.

Namun demikian, hal tersebut disarankan

sebaiknya tidak diterima tanpa pertimbangan

yang hati-hati dan saran yang detail.15

D. UU KEPAILITAN & PKPU SERTA KAITANNYA

DENGAN PILAR ISDA MASTER AGREEMENT

1. Kepailitan

Secara etimologi kepailitan berasal dari kata pailit.

Kata kunci dalam kepailitan adalah utang. Utang

yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih wajib

dibayar. Kepailitan dan utang seperti dua sisi mata

uang yang tidak dapat dipisah.16 Istilah pailit berasal

dari bahasa Belanda “faiyit” yang mempunyai arti

ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat.

Istilah faiyit sendiri berasal dari bahasa Perancis

“faillite” yang berarti pemogokan atau kemacetan

pembayaran, sedangkan orang mogok dan

berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut

Le Faili.17

Menurut Subekti dan R. Tjitrosoedibio18, pailit

adalah keadaaan dimana seorang debitor telah

berhenti membayar utangnya. Setelah orang yang

demikian, atas permintaan kreditor atau atas

permintaan sendiri, dinyatakan pailit oleh

pengadilan maka harta kekayaannya dikuasai

oleh Balai Harta Peninggalan selaku curatrice

(pengampu) dalam urusan kepailitan untuk

dimanfaatkan bagi semua kreditor.

Terminologi kepailitan sering dipahami tidak tepat

oleh kalangan umum. Sebagian menganggap

kepailitan sebagai vonis berbau tindakan kriminal

serta merupakan cacat hukum, karena itu

kepailitan harus dihindari sebisa mungkin.

Kepailitan kadang-kadang secara apriori dianggap

sebagai kegagalan akibat kesalahan debitor dalam

menjalankan usaha sehingga utang tidak mampu

dibayar. Oleh karena itu, kepailitan sering

diidentikkan sebagai pengemplangan utang atau

penggelapan hak kreditor. Kepailitan

mempengaruhi “credietwaardigheid”19-nya dalam

arti merugikannya, karena akan tidak mudah

mendapatkan kredit.20

Dalam KUHPerdata terdapat 2 (dua) ketentuan

yang menjadi konsep dasar dari hukum kepailitan

di Indonesia yaitu:

(i) Pasal 1131 KUHPerdata yang berbunyi:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang

bergerak maupun yang tak bergerak, baik

yang sudah ada maupun yang baru akan ada

di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk

segala perikatan perseorangan.”;

17

15 Di dalam Comentary on the ISDA Master Agreement yang dipublikasiField Fischer Waterhouse, hal. 14 ditegaskan bahwa: “In some instancescounterparties may wish to apply other systems of law. This should notbe accepted without very careful thought and detailed advise”.

16 Syamsudin M. Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta,hal. 3.

17 Ibid, hal. 4.

18 Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta Pradya Pramita,hal. 89.

19 Credietwaardigheid dalam pengertian “kelayakan kredit”.

20 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita,Jakarta, 1982.

Page 24: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

(ii) Pasal 1132 KUHPerdata yang berbunyi:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan

bersama-sama bagi semua orang yang

mengutangkan kepadanya; pendapatan

penjualan benda-benda itu dibagi-bagi

menurut keseimbangan, yaitu menurut besar

kecilnya piutang masing-masing, kecuali

apabila di antara para berpiutang itu ada

alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

Makna dari 2 (dua) ketentuan tersebut adalah

bahwa seluruh harta orang yang mempunyai

utang (debitor), baik yang ada maupun yang akan

ada menjadi jaminan pelunasan utangnya. Harta

debitor itu menjadi jaminan bersama bagi semua

kreditor. Apabila debitor tidak dapat membayar

utangnya maka debitor dapat dinyatakan pailit.

Setelah debitor dinyatakan pailit, ditunjuk kurator

yang bertugas menjual harta tersebut. Hasil

penjualan dibagikan oleh kurator kepada seluruh

kreditor secara proporsional menurut jumlah

piutang masing-masing, kecuali bila di antara

para kreditor ada yang mempunyai hak

didahulukan yang bersumber dari hak istimewa.

Kreditor ini mempunyai hak untuk didahulukan

pembayarannya dari hasil penjualan aset.

Kemudian sisanya (bila ada) dibagikan secara

proporsional kepada kreditor konkuren.

Dalam ISDA Master Agreement, kepailitan

(bankruptcy) merupakan salah satu dari beberapa

peristiwa pengakhiran perjanjian transaksi derivatif

OTC21. Dalam ISDA Master Agreement 2002 Pasal

5a(vii), kepailitan (bankruptcy) dijabarkan sebagai

peristiwa yang mengakibatkan berakhirnya (events

of default and termination) perjanjian derivatif

OTC yaitu apabila suatu pihak, setiap pemberi

dukungan kredit atau subyek tertentu dari pihak

tersebut:

1) Dibubarkan (selain karena alasan konsolidasi,

amalgamasi atau merger);

2) Dalam keadaan insolven atau tidak mampu

membayar utang-utangnya atau gagal atau

mengakui secara tertulis ketidak-sanggupan

membayar utang-utangnya pada saat jatuh

tempo;

3) Melakukan pengalihan, pengaturan atau

perdamaian umum dengan atau untuk

keuntungan bagi kreditor-kreditor;

4) (a) Mengajukan atau telah dimohonkan

terhadapnya oleh regulator, pengawas atau

petugas sejenis lainnya yang memiliki

kewenangan untuk menangani keadaan

insolvensi, merehabilitasi atau secara hukum

terhadap pihak tersebut di yurisdiksi tempat

pendiriannya atau organisasinya atau yurisdiksi

dari kantor pusat atau kantor induknya, suatu

persidangan untuk mendapatkan putusan

insolven atau pailit atau keringanan lain

berdasarkan hukum kepailitan atau insolvensi

atau hukum lain sejenis yang mempengaruhi

hak-hak dari kreditor, atau terdapat suatu

permohonan untuk pembubaran atau likuidasi

dari pihak tersebut atau dari regulator,

pengawas atau petugas sejenis lainnya; atau

(b) Telah diajukan terhadapnya suatu

persidangan untuk mendapatkan putusan

insolven atau pailit atau keringanan lainnya

berdasarkan hukum kepailitan atau insolvensi

atau hukum lain sejenis yang mempengaruhi

hak-hak dari kreditor, atau diajukannya suatu

permohonan untuk pembubaran atau likuidasi

dari pihak tersebut, dan persidangan atau

permohonan tersebut dimulai atau diajukan

oleh pihak atau badan yang tidak disebutkan

dalam ayat (A) di atas dan putusan (i)

menghasilkan putusan insolvensi atau pailit

atau dikabulkannya permohonan keringanan

atau timbulnya perintah untuk pembubaran

atau likuidasi atau (ii) tidak ditolak, dihentikan,

ditunda atau ditahan dalam setiap kasus dalam

kurun waktu 15 hari dari dimulainya atau

pengajuan tersebut;

18

21 ISDA Master Angreement 2002.

Page 25: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

5) Memiliki putusan sah yang menyetujui

pembubaran, perubahan manajemen atau

likuidasi (selain oleh karena konsolidasi,

amalgamasi atau merger);

6) Berusaha menunjuk atau menjadi subyek dari

penunjukan administrator, likuidator,

konservator/pengampu, kurator, trustee,

kustodian atau pejabat sejenis lainnya untuknya

atau untuk seluruh atau sebagian besar dari

kekayaannya;

7) Memiliki pihak dengan hak jaminan untuk

menguasai seluruh atau sebagian besar

kekayaan atau memiliki hak eksekusi, sita,

pengasingan, atau proses hukum lainnya

dibebankan, dilaksanakan atau dituntutkan

kepada atau terhadap seluruh atau sebagian

besar dari kekayaannya dan pihak dengan

hak jaminan tersebut mempertahankan

penguasaannya, atau proses tersebut tidak

ditolak, dihentikan, ditunda atau ditahan,

untuk setiap kasus dalam kurun waktu 15

(enam belas) hari setelah terjadinya;

8) Menyebabkan atau tunduk pada keadaan

sehubungan dengannya yang, berdasarkan

hukum yang berlaku dalam setiap yurisdiksi,

memiliki akibat yang dapat dipersamakan

terhadap keadaan yang telah disebutkan dalam

angka 1) sampai dengan angka 7) di atas; atau

9) Melakukan tindakan untuk melanjutkan, atau

menunjukkan persetujuan terhadap atau

kepada, atau penerimaan dalam, setiap

tindakan disebutkan di atas.

2. Akibat Hukum dari Kepailitan

Adapun akibat-akibat yuridis dari putusan pailit

terhadap harta kekayaan debitor maupun terhadap

debitor antara lain adalah sebagai berikut:

a) Boleh dilakukan Kompensasi22

Kompensasi piutang (set off) sebagaimana

disebut dalam Pasal 51 UU Kepailitan & PKPU

dapat saja dilakukan oleh kreditor asalkan:

a. dilakukan dengan itikad baik; dan

b. dilakukan terhadap transaksi yang sudah

ada sebelum pernyataan pailit terhadap

debitor.

Pengertian itikad baik dalam hal ini antara lain

bahwa pada saat dilakukan transaksi yang

menimbulkan utang, kreditor tidak mengetahui

bahwa dalam waktu dekat debitor akan

dinyatakan pailit. Namun, jika dalam kontrak

disebutkan dengan tegas bahwa kompensasi

tidak boleh dilakukan, tentunya kompensasi

tidak dapat dilakukan. Pengertian tersebut

antara lain dilandasi pemikiran bahwa salah

satu prinsip dalam hukum pailit adalah bahwa

kepailitan tidak mengubah kontrak. Namun

demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 51 UU

Kepailitan & PKPU yang berbunyi: “Setiap

orang yang mempunyai utang atau piutang

terhadap Debitor Pailit dapat memohon

diadakan perjumpaan utang, apabila utang

atau piutang tersebut diterbitkan sebelum

putusan pernyataan pailit diucapkan, atau

akibat perbuatan yang dilakukannya dengan

Debitor Pailit sebelum putusan pernyataan

pailit diucapkan”, realisasi perjumpaan utang

dimaksud tergantung pada

keputusan/persetujuan kurator.

b) Kontrak Timbal Balik Tidak Boleh

dilanjutkan23 Tanpa Persetujuan Kurator

Terhadap kontrak timbal balik antara debitor

pailit dengan kreditor yang dibuat sebelum

debitor pailit, dimana prestasi sebagian atau

seluruhnya belum dipenuhi kedua belah pihak,

kreditor dapat meminta kepastian dari kurator

tentang kelanjutan pelaksanaan kontrak dan

pelaksanaannya. Apabila kontrak dilanjutkan,

kreditor dapat meminta kurator agar memberi

jaminan kesanggupan pelaksanaan kontrak

tersebut (vide Pasal 36 UU Kepailitan & PKPU).

Jaminan bisa berbentuk bank garansi, personal

garansi atau jaminan kebendaan.

2919

22 Munir Fuadi S, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, hal. 61. 23 Ibid, hal. 63.

Page 26: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

c) Berlaku Actio Pauliana

Yang dimaksud dengan actio pauliana adalah

suatu upaya hukum untuk membatalkan

transaksi yang dilakukan debitor untuk

kepentingan debitor tersebut yang dapat

merugikan kepentingan para kreditornya,

misalnya menjual barang-barangnya, sehingga

barang tersebut tidak dapat lagi disita -

dijaminkan oleh pihak kreditor.24 Dalam UU

Kepailitan & PKPU, actio pauliana diatur dalam

Pasal 41-47 UU Kepailitan & PKPU. Berbeda

dengan actio pauliana dalam KUHPerdata25

yang diajukan oleh kreditor, actio pauliana

dalam kepailitan diajukan oleh kurator (vide

Pasal 47 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU) dan

kurator hanya dapat mengajukan actio pauliana

atas persetujuan hakim pengawas. Untuk

dapat mengajukan actio pauliana dalam

kepailitan disyaratkan bahwa debitor dan pihak

dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan

dianggap mengetahui atau sepatutnya

mengetahui bahwa perbuatan dimaksud

mengakibatkan kerugian bagi kreditor.

d) Transaksi Forward Wajib Berhenti

Jika sebelum pernyataan pailit telah dilakukan

transaksi penyerahan barang ditangguhkan

(forward transaction), dimana penyerahan

barang oleh debitor sebelumnya akan

dilakukan setelah pernyataan pailit maka

transaksi tersebut batal demi hukum dan pihak

kreditor dalam transaksi tersebut dapat

meminta ganti kerugian apabila ada alasan

untuk itu sebagai kreditor konkuren, demikian

juga jika timbul kerugian bagi harta pailit.

Pihak dengan siapa debitor melakukan kontrak

juga berkewajiban untuk mengganti kerugian

harta pailit (vide Pasal 37 UU Kepailitan &

PKPU).26 Pendapat tersebut didukung oleh

Edward Manik.27 Substansi Pasal 37 tersebut

mengatur aktivitas terkait transkasi derivatif.

Pada beberapa literatur umumnya dikatakan

bahwa transaksi derivatif merupakan transaksi

yang struktur dan nilainya didasarkan atau

bergantung pada aset lain atau nilai aset lain

tersebut.

e) Berlaku Ketentuan Pidana

Beberapa tindakan debitor atau direksi dan

komisaris dari perusahaan pailit atau

perusahaan yang akan pailit dapat dikenakan

pidana yang tergolong perbuatan pidana

merugikan kreditor atau merugikan orang

yang mempunyai hak (vide Bab XXVI dari

Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana/KUHP) sebagai tindakan tertentu yang

dapat merugikan kreditor, seperti peminjaman

uang, pengalihan aset, membuat pengeluaran

yang sebenarnya tidak ada, tidak membuat

catatan yang diwajibkan, atau pada masa

verifikasi piutang mengaku adanya piutang

yang sebenarnya tidak ada atau memperbesar

jumlah piutang. Ancaman penjara terhadap

tindak pidana tersebut tergantung pasal mana

yang dilanggar, yaitu mulai dari ancaman

pidana 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara

sampai dengan ancaman 7 (tujuh) tahun (vide

Pasal 396 sampai dengan Pasal 405 KUHP).28

20

24 Ibid, hal. 85.

25 Prinsip Actio Pauliana menurut KUHPerdata diatur dalam Pasal 1341yang berbunyi:”Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnyasegala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutangdengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang, asaldibuktikan bahwa ketika perbuatan dilakukan, baik si berutang maupunorang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat, mengetahuibahwa perbatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orangberpiutang. Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ke tiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatanyang batal itu dilindungi.

Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukandengan Cuma-Cuma oleh si berutang, cukuplah si berpiutangmembuktikan bahwa si berutang pada waktu melakukan perbuatanitu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orangyang mengutangkan padanya tak peduli apakah orang yang menerimakeuntungan juga mengetahui atau tidak.”

26 Op. cit, hal. 70.

27 Edward Manik, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan Dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang, CV Mandar Maju, Bandung.

28 Ibid, hal. 79.

Page 27: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3. Penjumpaan Hutang (Kompensasi) dalam UU

Kepailitan & PKPU

Perjumpaan utang (kompensasi) atau set-off diatur

dalam Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1435

KUHPerdata. Pasal 1425 KUHPerdata menjelaskan:

“Jika dua orang saling berutang satu pada yang

lain, maka terjadilah antara mereka suatu

perjumpaan, dengan mana utang-utang antara

kedua orang tersebut dihapuskan, dengan cara

dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah

ini”.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, rumusan

Pasal tersebut dapat diartikan sebagai “kompensasi

terjadi apabila dua orang saling berhutang pada

yang lain dengan mana hutang-hutang antara

kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-

undang ditentukan bahwa di antara mereka telah

terjadi suatu perhitungan menghapuskan

perikatannya”29. Menurut J. Satrio30, inti dari Pasal

1425 KUHPerdata adalah “dua orang saling

berhutang dan mereka menyelesaikan pembayaran

hutang mereka - yang satu terhadap yang lain -

dengan cara memperhitungkan hutang mereka

secara timbal balik. Dengan adanya kompensasi

maka perikatan yang dikompensir menjadi hapus

(vide Pasal 1381 KUHPerdata mengenai hapusnya

perikatan). Terkait dengan hal tersebut, Pasal 1426

KUHPerdata mengatur bahwa “Perjumpaan terjadi

demi hukum, bahkan dengan tidak setahunya

orang-orang yang berutang dan kedua utang itu

yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya,

pada saat utang-utang itu bersama-sama ada,

bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.”

Menurut J. Satrio, yang dimaksud terjadi “demi

hukum” adalah “secara otomatis”, tanpa perlu

para pihak harus “menuntut” atau

“memperjanjikannya” dan bahkan dipertegas

lagi dengan kata-kata “bahkan tanpa

sepengetahuan” orang-orang yang berhutang.31

Yang menimbulkan pertanyaan adalah perkataan

“demi hukum” karena menimbulkan dugaan

seolah-olah perjumpaan atau kompensasi itu

terjadi secara otomatis, tanpa usaha dari pihak

yang berkepentingan. Dalam hal ini pertanyaannya

adalah bagaimana hakim akan mengetahui

adanya utang piutang itu kalau tidak, paling

sedikit, diberitahu tentang itu oleh pihak yang

bersangkutan? Lain dari itu, terkait perjumpaan

utang terdapat suatu frasa yang dapat dimaknai

“mengandung suatu tindakan/aktivitas dari pihak

yang berkepentingan” yaitu dari frasa yang

berbunyi “tak lagi diperbolehkan menggunakan

suatu perjanjian yang sedianya dapat diajukannya

kepada si berpiutang” (vide Pasal 1431

KUHPerdata). Semua itu mendorong ke arah suatu

pengertian bahwa perjumpaan atau kompensasi

itu tidak terjadi secara otomatis tetapi harus

diajukan atau diminta oleh pihak yang

berkepentingan.32

Pendapat terbaru terkait pengaturan perjumpaan

utang (kompensasi) dalam Pasal 1426 KUHPerdata

dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman

yaitu bahwa:

“Mengenai terjadinya kompensasi utang demi

hukum terdapat doktrin sebagai berikut:

1) Kompensasi terjadi otomatis karena hukum

(van rechtwege);

2) Kompensasi tidak terjadi otomatis, tetapi

diperlukan pernyataan kehendak dari para

pihak yang bersangkutan.

Doktrin yang kuat dan pada umumnya dianut

adalah bahwa kompensasi terjadi demi hukum

secara otomatis. Perjumpaan terjadi demi hukum,

bahkan dengan tidak setahunya orang yang

21

29 Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatandengan Penjelasannya, Alumni, Bandung.

30 J. Satrio, Hukum Perikatan Tentang Hapusnya Perikatan Bagian 2, PTCitra Aditya Bakti Bandung, hal. 86.

31 Ibid. hal. 89.

32 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal. 72-73.

Page 28: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

berutang, dan kedua utang itu yang satu

menghapuskan yang lain. Elemennya adalah: (i)

utang-utang itu bersama-sama ada; (2) bertimbal

balik; (iii) untuk suatu jumlah yang sama.33

Pendapat dari Mariam Darus Badrulzaman tersebut

didukung oleh Ricardo Simanjuntak yang pada

pokoknya menyatakan:

“Apabila terjadi dua pihak saling berhutang maka

hak yang lahir untuk men-set off kewajiban adalah

hak demi hukum bukan demi kontrak. Dasar

hukumnya adalah Pasal 1426 KUHPerdata.

Sehingga, meskipun kedua pihak yang saling

berhutang tersebut tidak menyepakati untuk

melakukan set off namun hak untuk

memperjumpakan hutang dimaksud adalah hak

demi hukum. Oleh karena itu kurator tidak dapat

menolak pengajuan perjumpaan hutang diajukan

oleh para pihak apabila kesepakatan tersebut

terbukti secara sah dilakukan dan tidak disengaja

dilakukan untuk merugikan kreditor lainnya”.34

Terkait pengaturan kompensasi/perjumpaan utang

dalam KUHPerdata dalam diskusi antara

Departemen Hukum Bank Indonesia dengan

pakar/praktisi hukum perdata yaitu Fred B. G.

Tumbuan, Darmian Hartono, serta Paripurna P.

Sugarda, yang dilaksanakan pada tahun 2016

dikemukakan pokok-pokok sebagai berikut:

a. Pada dasarnya netting of payments dan close-

out netting dapat dilaksanakan di Indonesia,

dan tidak bertentangan dengan pengaturan

Pasal 1427 KUHPerdata terkait perjumpaan

utang;

b. Ketentuan Pasal 1425 sampai dengan Pasal

1435 KUHPerdata tidak dapat dikesampingkan

karena substansinya yang bersifat memaksa

dan merupakan rules of the game;

c. Netting of payments dan close-out netting

mungkin dilakukan berdasarkan hukum

Indonesia. Namun demikian, mengingat belum

ada ketentuan yang mengatur mengenai

keberlakuan atas kegiatan dimaksud,

khususnya dalam transaksi derivatif, hal

tersebut perlu dipertegas secara eksplisit dalam

Peraturan Bank Indonesia.

UU Kepailitan & PKPU tidak mengatur mengenai

definisi dari perjumpaan utang. Namun dalam

beberapa ketentuan dalam UU tersebut

menyinggung beberapa kali tentang kemungkinan

perjumpaan utang dilakukan (vide Pasal 51, Pasal

52, dan Pasal 53). Apabila ketiga Pasal tersebut

dicermati maka dapat dipahami bahwa dalam

proses kepailitan kompensasi piutang (set off)

dapat saja dilakukan oleh kreditor asalkan:

a. dilakukan dengan itikad baik;

b. dilakukan terhadap transaksi (utang-piutang)

yang sudah ada sebelum pernyataan pailit

terhadap debitor.

4. Kendala Penerapan Close-out netting

Berdasarkan UU Kepailitan & PKPU

Memperhatikan uraian mengenai netting dan

close-out netting (perjumpaan utang) yang telah

dikemukakan di atas, di bawah ini diuraikan

kendala dan kritik terhadap penerapan close-out

netting yang dapat mempengaruhi minat

melakukan perjumpaan utang (close-out netting)

dari segi hukum positif yang berlaku di Indonesia

yaitu sebagai berikut.

a) Pasal 1426 KUHPerdata

Pasal 1426 KUHPerdata berbunyi: “Perjumpaan

terjadi demi hukum, bahkan tanpa setahu

debitor, dan kedua utang itu saling

menghapuskan pada saat utang itu bersama-

sama ada, bertimbal balik untuk jumlah yang

sama”. Tentang penerapan Pasal 1426

KUHPerdata, pakar hukum berbeda pendapat.

Ada yang berpendapat bahwa perjumpaan

dapat dilakukan langsung atau perjumpaan

22

33 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUHPerdata BukuKetiga - Yurisprudensi, Doktrin, serta Penjelasan, PT Citra Adytia Bakti,2015, Bandung hal. 182.

34 Ricardo Simanjuntak, Diskusi internal di Departemen Hukum pada tanggal8 Juni 2016.

Page 29: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

terjadi demi hukum. Di antara pakar yang

masuk kelompok berpendapat seperti ini

adalah Mariam Darus Badrulzaman dan Ricardo

Simanjuntak. Tetapi ada juga pakar yang

berpendapat bahwa perjumpaan utang tidak

dapat dilakukan langsung, melainkan harus

diajukan atau diminta lebih dahulu oleh pihak

yang berkepentingan. Dalam kelompok ini

antara lain Subekti dan J. Satrio.

Sejalan dengan pendapat Mariam Darus

Badrulzaman dan Ricardo Simanjuntak dalam

kaitan antara kompensasi (perjumpaan utang)

dengan UU Kepailitan, Syamsudin M. Sinaga

berpendapat bahwa perjumpaan utang atau

kompensasi (set off) adalah suatu peristiwa

hukum yang terjadi demi hukum di antara

orang yang mempunyai utang maupun

piutang dengan debitor pailit sebelum putusan

pailit diucapkan. Perjumpaan utang terjadi

demi hukum sesuai dengan asas Ipso Iure

Compesatur.

b) Pasal 36 UU Kepailitan & PKPU

Pasal 36 ayat (1) berbunyi:

“Dalam hal pada saat putusan pernyataan

pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal

balik yang belum atau baru sebagian dipenuhi,

pihak yang mengadakan perjanjian dengan

Debitor dapat meminta kepada Kurator untuk

memberikan kepastian tentang kelanjutan

pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka

waktu yang disepakati oleh Kurator dan pihak

tersebut”.

Pasal 36 UU Kepailitan & PKPU dapat

memberikan suatu ketidakpastian bagi kreditor

yang telah melakukan perjanjian dengan

debitor (misal perjanjian perjumpaan utang),

apakah perjanjian dimaksud masih tetap

berjalan atau tidak. Apabila ketentuan Pasal

36 dicermati, tampak bahwa realisasi dari

perjanjian perjumpaan utang akan tergantung

pada pertimbangan/keputusan dari kurator

apakah akan melaksanakan atau tidak

melaksanakan perjanjian tersebut. Apabila

suatu perjanjian perjumpaan utang sebelum

pailit dinyatakan tidak dilaksanakan, posisi

kreditor akan menjadi kreditor konkuren

(kreditor biasa). Dalam proses kepailitan,

kedudukan kurator sangat kuat karena dia

dapat memilih jenis perjanjian yang akan lebih

menguntungkan bagi pihaknya (cherry picking)

(vide Pasal 16 UU Kepailitan & PKPU).

c) Pasal 37 UU Kepailitan & PKPU

Pasal 37 ayat 1 UU Kepailitan & PKPU berbunyi

bahwa:

“Apabila dalam perjanjian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36 telah diperjanjikan

penyerahan benda dagangan yang biasa

diperdagangkan dengan suatu jangka waktu

dan pihak yang harus menyerahkan benda

tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan

dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi

hapus dengan diucapkannya putusan

pernyataan pailit, dan dalam hal pihak lawan

dirugikan karena penghapusan maka yang

bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai

kreditor konkuren untuk mendapatkan ganti

rugi.”

Beberapa pakar hukum berpendapat bahwa

Pasal 37 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU terkait

dengan transaksi derivatif (lihat kajian

sebelumnya). Sesuai rumusan ketentuan Pasal

37 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU, apabila

salah satu pihak dalam transaksi derivatif

mengalami kepailitan (dinyatakan pailit) maka

perjanjian untuk menyerahkan obyek perjanjian

pada suatu saat tertentu di masa yang akan

datang menjadi hapus. Jika akibat perjanjian

tersebut terdapat pihak yang dirugikan, maka

dalam hal pihak yang berutang dinyatakan

pailit, pihak yang berpiutang akan menjadi

kreditor konkuren.

23

Page 30: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Menurut Elijana Tansah35, pada waktu

pembahasan RUU Kepailitan & PKPU tidak

ada pihak (baik dari Pemerintah maupun DPR)

yang mengemukakan isu transaksi derivatif.

Oleh karena itu, substansi pengaturan dalam

Pasal 37 UU Kepailitan & PKPU pada dasarnya

tidak dapat dianggap sebagai pengaturan

mengenai transaksi derivatif.

Dengan ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) UU

Kepailitan & PKPU, kewenangan pengurus

perusahaan pailit melakukan tindakan untuk

dan atas nama perusahaan pailit berhenti.

Kreditor tidak dapat lagi melakukan tindakan

hukum bersama pengurus perusahaan pailit.

Untuk mempertahankan kepentingan dari

pihak yang berpiutang (kreditor), kreditor yang

bersangkutan harus menunggu pembagian

harta debitor oleh kurator. Sementara, dalam

close-out netting yang merupakan salah satu

dari pilar ISDA Master Agreement, pihak

perusahaan yang wanprestasi bahkan yang

pailit dapat melakukan pengakhiran perjanjian

lebih awal dan sekaligus memperhitungkan

hak dan kewajiban dari para pihaknya (close-

out netting).

Agar penyerahan benda yang biasa

diperdagangkan dengan suatu jangka waktu

tertentu (vide Pasal 37 ayat (1) UU Kepailitan

& PKPU) dapat diperjumpakan dan sekaligus

diakhiri (close-out netting) dan tidak terbentur

dengan ketentuan mengenai

ketidakberwenangan debitor setelah

dinyatakan pailit, realisasinya harus dilakukan

sebelum terjadinya putusan pailit. Dalam kaitan

ini, perjumpaan utang dan sekaligus

pengakhiran perjanjian, dapat dilakukan antara

bank dengan nasabah yang memberikan

kewenangan bagi bank untuk melakukan

perjumpaan utang sebelum terdapat gugatan

pailit atau sebelum putusan pailit terhadap

debitor yang bersangkutan.

d) Pasal 45 UU Kepailitan & PKPU

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 UU Kepailitan

& PKPU, jika debitor melakukan pembayaran

utang kepada kreditor tertentu sebelum

putusan pailit dijatuhkan kepadanya,

pembayaran utang tersebut dapat dibatalkan

jika:

a) dapat dibuktikan bahwa si penerima

pembayaran mengetahui bahwa pada saat

dibayarnya utang oleh debitor, terhadap

debitor telah dimintakan pernyataan pailit

atau pelaporan untuk itu sudah dimintakan;

b) pembayaran utang akibat kolusi antara

kreditor dan debitor yang dapat

memberikan keuntungan kepada debitor

tersebut melebihi dari kreditor lainnya.

Salah satu events of default dalam ISDA Master

Agreement 2002 adalah adanya permohonan

kepailitan oleh pihak lain (vide Pasal 5a(vii)IVB).

Apabila klausul yang mengatur mengenai

events of default seperti ini diimplementasikan

dalam perjanjian antara para pihak di Indonesia

(misal dalam transaksi derivatif OTC antara

bank dengan nasabahnya) maka dalam hal

terdapat pengajuan gugatan pailit terhadap

nasabah/debitor berdasarkan ISDA Master

Agreement an sich, pihak bank dapat

mengeksekusi perjumpaan utang yang

diperjanjikan.

Namun, memperhatikan ketentuan Pasal 45

UU Kepailitan & PKPU, realisasi perjanjian untuk

melakukan perjumpaan utang dengan

pembayaran utang jika diketahui ada gugatan

kepailitan dari pihak lain kepada pihak yang

berutang dapat dianggap melanggar ketentuan

jika unsur dalam Pasal tersebut terpenuhi yaitu

apabila si penerima pembayaran mengetahui

bahwa pada saat dibayarnya utang tersebut

24

35 Ketua Tim Perumus RUU Kepailitan & Penundaan Kewajiban PembayaranUtang.

Page 31: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

oleh debitor, kepada debitor telah dimintakan

pernyataan pailit atau pelaporan untuk itu

sudah dimintakan.

e) Kewenangan Kurator Terhadap Harta Pailit

Kurator merupakan pihak yang berwenang

melakukan pemberesan harta pailit berdasarkan

undang-undang. Hal tersebut diatur dalam

Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU yang

berbuyi: “Kurator berwenang melaksanakan

tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas

harta pailit sejak tanggal putusan pailit

diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut

diajukan kasasi atau peninjauan kembali”.

Kewenangan kurator untuk melakukan

pengurusan dan pemberesan harta pailit

ditegaskan dalam ketentuan UU Kepailitan &

PKPU sebagai berikut:

a. Pasal 24 ayat (1) yang mengatur bahwa

dalam hal debitor adalah perseroan

terbatas, organ perseroan tetap berfungsi

namun bila terkait dengan pengeluaran

uang yang merupakan bagaian dari harta

pailit maka hal itu merupakan wewenang

kurator;

b. Pasal 26 yang mengatur bahwa tuntutan

terkait hak atau kewajiban menyangkut

harta pailit diajukan oleh atau terhadap

kurator;

c. Pasal 33 yang mengatur bahwa kurator

meneruskan penjualan barang milik debitor;

d. Pasal 51 ayat (1) yang mengatur bahwa

setiap orang yang mempunyai utang atau

piutang terhadap debitor pailit dapat

memohon diadakan perjumpaan utang.

Dari ketentuan tersebut di atas jelas bahwa

pengurusan harta pailit debitor setelah putusan

pailit sepenuhnya merupakan kewenangan

mutlak kurator. Dalam kaitan perjumpaan

hutang/kompensasi milik debitor pailit, kreditor

harus memohon perjumpaan hutang kepada

kurator. Namun, kurator tidak berkewajiban

untuk menyetujuinya.

Di antara events of default dalam ISDA Master

Agreement 2002 adalah peristiwa kepailitan

(bankruptcy) (vide Pasal 5a(vii)(5)).36 Jika events

of default seperti ini tercantum dalam perjanjian

antara para pihak di Indonesia (seperti transaksi

derivatif OTC antara bank dengan nasabahnya),

maka dalam hal terdapat gugatan pailit atau

putusan pailit terhadap nasabah/debitor,

berdasarkan ISDA Master Agreement pihak

bank dapat melakukan pengakhiran perjanjian

lebih awal (early termination) dengan

perjumpaan utang (close-out netting).

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 16 ayat

(1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 26, Pasal 33, Pasal

51 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU, dalam hal

suatu perusahaan telah dinyatakan pailit maka

early termination dan close-out netting harus

mendapatkan persetujuan kurator dari debitor

pailit. Kuratorlah yang akan menentukan

permohonan perjumpaan utang/kompenasi

dikabulkan atau ditolak. Selain itu, kurator

juga akan menilai apakah kompensasi (close-

out netting) memenuhi syarat dalam Pasal 51-

Pasal 53 UU Kepailitan & PKPU. Mengenai

kata “dapat” dalam Pasal 51 ayat (1), Elijana

Tansah menjelaskan bahwa makna dari kata

“dapat” dalam ketentuan tersebut adalah

bahwa pemilik piutang atau piutang pada

debitor pailit mempunyai kebebasan untuk

minta perjumpaan pada kurator atau tidak.

Bila kreditor atau debitor tersebut memilih

untuk tidak minta perjumpaan pada kurator

maka tidak akan terjadi perjumpaan.

25

36 Karena dalam Pasal 5a(vii)(5) events of default termasuk memiliki putusansah yang menyetujui pembubaran, perubahan manajemen atau likuidasi(selain oleh karena konsolidasi, amalgamsi atau merger), sulit membedakanmakna dari Pasal 5a(vii) butir (4)B dengan Pasal 5a(vii) butir (5).

Page 32: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

E. KESESUAIAN NETTING DAN CLOSE-OUT NETTING

DENGAN KONSEP PERJUMPAAN UTANG DALAM

HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

Memperhatikan kajian dalam butir D.4 yaitu mengenai

kendala penerapan close-out netting khususnya

berdasarkan hukum kepailitan di Indonesia maka

uraian mengenai kesesuaian netting dan close-out

netting dengan hukum kepailitan di Indonesia dibagi

dalam dua kondisi yaitu sebelum adanya putusan

pailit terhadap debitor dan setelah adanya putusan

pailit terhadap debitor.

1. Sebelum adanya Putusan Pailit

Pengakhiran suatu perjanjian transaksi derivatif

OTC lebih awal dari yang diperjanjikan (early

termination) yang dilanjutkan dengan perhitungan

nilai hak dan kewajiban para pihaknya (close-out

netting) akibat kepailitan (bankruptcy) sebagaimana

tercantum dalam ISDA Master Agreement, pada

dasarnya dapat dilakukan. Namun, berdasarkan

UU Kepailitan & PKPU hal tersebut dapat dilakukan

setelah adanya putusan pailit dan realisasinya

tergantung pada kurator pemegang kuasa dari

debitor pailit (vide Pasal 16 ayat (1) UU Kepailitan

& PKPU).

Apabila (early termination) atas suatu perjanjian

transaksi derivatif OTC yang dilanjutkan dengan

perhitungan hak dan kewajiban para pihaknya

(close-out netting) akibat peristiwa sebagaimana

diatur dalam ISDA Master Agreement (vide Pasal

5a(vii)(5)) dilakukan sebelum putusan pailit

terhadap salah satu pihak dalam perjanjian

dikeluarkan, pelaksanaannya tergantung kepada

kesepakatan dari para pihak dalam perjanjian.

Sesuai asas konsesualisme dan prinsip pacta sunt

servanda dalam hukum perjanjian, para pihak

dalam suatu perjanjian pada dasarnya dapat

menyepakati percepatan jatuh tempo suatu hak

dan/atau kewajiban dari yang disepakati

sebelumnya (early termination). Pengakhiran

perjanjian dimaksud dapat didasarkan pada

peristiwa (events of default) yang tercantum

dalam ISDA Master Agreement.37

Salah satu peristiwa yang menyebabkan “events

of default” adalah adanya kegagalan pembayaran

terhadap debitor. Apabila peristiwa tersebut terjadi,

para pihak dapat melakukan perjumpaan hutang.

Alas hukum melakukan perjumpaan hutang dalam

konteks tersebut adalah Pasal 1426 KUHPerdata

dimana perjumpaan hutang terjadi demi hukum

(lihat kajian sebelumnya). Namun demikian, dengan

adanya ketentuan dalam UU Kepailitan & PKPU

yaitu:

1. Pasal 41 ayat (1) yang berbunyi:

“Untuk kepentingan harta pailit, kepada

Pengadilan dapat dimintakan pembatalan

segala perbuatan hukum Debitor yang telah

dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan

Kreditor yang dilakukan sebelum putusan

pernyataan pailit diucapkan”.

2. Pasal 42 yang berbunyi:

“Apabila perbuatan hukum yang merugikan

Kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu)

tahun sebelum putusan pernyataan pailit

diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak

wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat

dibuktikan sebaliknya, Debitor dan pihak dengan

siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap

mengetahui atau sepatutnya mengetahui

bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan

kerugian bagi Kreditor sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 ayat (2), dalam hal

a. merupakan perjanjian dimana kewajiban

Debitor jauh melebihi kewajiban pihak

dengansiapa perjanjian tersebut dibuat;

b. merupakan pembayaran atas, atau

pemberian jaminan untuk utang yang

belum jatuh tempo dan/atau belum atau

tidak dapat ditagih;

c. ... dst.”,

26

37 Dalam Pasal 5 ISDA Master Agreement 2002 antara lain dimuat klausulEvents of Default dan Termination Events yang mencakup antara lainperistiwa cedera janji, peristiwa-peristiwa pengakhiran, urutan peristiwa,penundaan pembayaran, kantor pusat atau induk tidak mampu melakukankewajiban cabang.

Page 33: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

perjumpaan utang sebelum putusan kepailitan,

dapat terganggu dalam pelaksanaannya.

Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 42 UU

Kepailitan & PKPU pada dasarnya memuat prinsip

actio pauliana yaitu hak yang diberikan oleh

undang-undang kepada setiap kreditor untuk

menuntut pembatalan segala tindakan debitor

yang tidak diwajibkan, asal dapat dibuktikan

bahwa pada saat tindakan itu dilakukan, debitor

dan orang dengan siapa debitor mengikat diri

mengetahui bahwa mereka dengan tindakan itu

merugikan kreditor lain. Namun, adanya ketentuan

yang memuat prinsip actio pauliana tidak berarti

bahwa para pihak dalam perjanjian transaksi

derivatif OTC sama sekali tidak bisa melakukan

early termination dan/atau close-out netting.

Kedua hal tersebut tetap dapat dilakukan sebelum

pernyataan pailit dikeluarkan oleh Pengadilan.

Dalam keadaan demikian, para pihak yang

melakukan early termination dan/atau close-out

netting perlu membuktikan bahwa tindakan

tersebut dilakukan dengan itikad baik dan tidak

bermaksud untuk merugikan kreditor lain yang

dianggap berkepentingan terhadap harta debitor

dan tindakan yang dilakukan tersebut sudah

diperjanjikan sebelumnya.

Melakukan early termination dan/atau close-out

netting pada saat adanya gugatan kepada debitor

berpotensi menjadi bahan gugatan pihak (kreditor)

lainnya atau pihak berwenang lainnya yakni

apabila debitor tersebut kemudian dinyatakan

pailit oleh pengadilan. Berdasarkan ketentuan

Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 42 UU Kepailitan &

PKPU, kreditor lain atau kurator dapat mengajukan

gugatan kepada pengadilan agar pengadilan

membatalkan early termination dan/atau close-

out netting yang telah disepakati.38

2. Setelah adanya Putusan Pailit

Memperhatikan kendala penerapan prinsip early

termination dan close-out netting dalam hubungan

transaksi derivatif OTC berdasarkan prinsip dalam

ISDA Master Agreement jika dikaitkan dengan

ketentuan dalam UU Kepailitan & PKPU, dapat

dikemukakan bahwa dalam hal early termination

dan close-out netting diakibatkan events of default

berupa kepailitan (vide Pasal 5a(vii)(5) ISDA Master

Agreement) maka pelaksanaannya akan

bertentangan dengan dalam UU Kepailitan & PKPU.

Beberapa hal yang dapat mendasari pendapat

tersebut adalah:

a. Kewenangan yang diberikan UU Kepailitan &

PKPU kepada kurator terkait harta kekayaan

debitor pailit sangatlah besar yaitu mencakup

pengurusan dan/atau pemberesan atas harta

pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan.

Hal tersebut dengan tegas diatur dalam Pasal

16 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU yang berbunyi:

“Kurator berwenang melaksanakan tugas

pengurusan dan/atau pemberesan atas harta

pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan

meskipun terhadap putusan tersebut diajukan

kasasi atau peninjauan kembali”.

b. Dalam hal terjadi kepailitan, perjumpaan

utang/kompensasi yang akan dilakukan harus

mendapatkan persetujuan dari kurator debitor

pailit (vide Pasal 51 ayat (1) UU Kepailitan &

PKPU). Yang menentukan apakah perjumpaan

utang/kompensasi yang akan dilakukan dapat

dikabulkan atau ditolak adalah kurator. Selain

itu, kurator juga berwenang menilai apakah

kompensasi tersebut telah memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 51

ayat (1) UU Kepailitan & PKPU yang berbunyi:

“Setiap orang yang mempunyai utang atau

piutang terhadap Debitor Pailit dapat memohon

diadakan perjumpaan utang, apabila utang

atau piutang tersebut diterbitkan sebelum

putusan pernyataan pailit diucapkan, atau

akibat perbuatan yang dilakukannya dengan

27

38 Elijana Tansah berpendapat bahwa apabila setelah putusan pailit terhadapdebitor pailit dilakukan perjumpaan hutang, akan mudah bagi pengugat(pihak yang merasa dirugikan) untuk membatalkan perjanjian tersebutkarena apabila suatu perjanjian mengandung klausul “melakukan perjumpaanhutang apabila terjadi peristiwa pailit” dapat dianggap bad faith.

Page 34: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Debitor Pailit sebelum putusan pernyataan

pailit diucapkan.”

c. Dalam hal terjadi kepailitan dan terdapat

perjanjian timbal balik yang belum atau baru

sebagian dipenuhi maka untuk kelanjutannya

debitor dapat memohon kepada kurator (vide

Pasal 36 ayat (1) UU Kepailitan & PKPU).

Kedudukan kurator sangat kuat karena dia

dapat memilih jenis perjanjian yang akan lebih

menguntungkan bagi pihaknya (cherry picking).

d. Beberapa pihak berpendapat bahwa

pengaturan dalam Pasal 37 ayat (1) UU

Kepailitan & PKPU yang berbunyi:

“Apabila dalam perjanjian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36 telah diperjanjikan

penyerahan benda dagangan yang biasa

diperdagangkan dengan suatu jangka waktu

dan pihak yang harus menyerahkan benda

tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan

dinyatakan pailit maka perjanjian menjadi hapus

dengan diucapkannya putusan pernyataan

pailit, dan dalam hal pihak lawan dirugikan

karena penghapusan maka yang bersangkutan

dapat mengajukan diri sebagai kreditor

konkuren untuk mendapatkan ganti rugi terkait

dengan transaksi derivatif.

Sesuai rumusan Pasal tersebut, apabila salah

satu pihak dalam transaksi derivatif mengalami

kepailitan (dinyatakan pailit) maka perjanjian

untuk menyerahkan obyek perjanjian pada

suatu saat tertentu di masa yang akan datang

menjadi hapus. Jika akibat perjanjian tersebut

terdapat pihak yang dirugikan, maka dalam

hal pihak yang berutang dinyatakan pailit,

pihak yang berpiutang akan menjadi kreditor

konkuren.

e. Pengecualian terhadap keadaan sita umum

(automatic stay) diatur dalam Pasal 55 ayat

(2) UU Kepailitan & PKPU yang berbunyi:

“Penangguhan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak berlaku terhadap tagihan Kreditor

yang dijamin dengan uang tunai dan hak

Kreditor untuk memperjumpakan utang”.

Namun, dengan ketentuan Pasal 16 ayat (1)

UU Kepailitan & PKPU yang mengatur bahwa

kewenangan melakukan pengurusan dan/atau

pemberesan atas harta pailit sejak tanggal

putusan pailit berada pada kurator dan

ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Kepailitan &

PKPU yang mengatur bahwa setiap orang

yang mempunyai utang atau piutang terhadap

debitor pailit dapat (oleh beberapa pakar

disebut bahwa hal tersebut berarti wajib)

memohon diadakan perjumpaan piutang,

berarti bahwa pengecualian terhadap

penangguhan dalam Pasal 55 ayat (2) menjadi

tidak berlaku otomatis, tetapi wajib melalui

atau memperoleh persetujuan dari kurator.

Memperhatikan ketentuan dalam beberapa Pasal

UU Kepailitan & PKPU tersebut di atas maka

penerapan klausul penjumpaan hutang/kompensasi

(close-out netting) berdasarkan prinsip penyelesaian

hak dan kewajiban yang diatur dalam ISDA Master

Agreement setelah adanya putusan pailit

tergantung pada keputusan kurator. Apabila hal

seperti dihadapi oleh para pelaku transaksi derivatif

OTC di kemudian hari, maka taruhannya adalah

ketidakpastian hukum.

F. ASPEK KONSENSUALISME DALAM TRANSAKSI

DERIVATIF OTC

Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata,

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu

orang lain atau lebih. Di dalam transaksi derivatif,

pihak yang satu dengan pihak yang lain berjanji atau

mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu hal atau

prestasi masing-masing.

Di dalam: (i) PBI No.16/16/PBI/2014 tentang Transaksi

Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank Dengan

Pihak Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan

28

Page 35: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

PBI No.17/15/PBI/2015; dan (ii) PBI No.16/17/PBI/2014

tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara

Bank Dengan Pihak Asing sebagaimana telah diubah

dengan PBI No.17/16/PBI/2015, transaksi derivatif

didefinisikan sebagai transaksi yang didasari oleh

suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang

nilainya merupakan turunan dari nilai tukar dalam

bentuk transaksi forward, swap, option valuta asing

terhadap Rupiah, dan transaksi lainnya yang dapat

dipersamakan dengan itu.39

Dalam kaitan transaksi yang tidak diikuti pergerakan

dana (tidak memenuhi unsur penyerahan dalam suatu

jual beli - vide Pasal 1459 KUHPerdata), transaksi

derivatif dapat digolongkan sebagai perjanjian yang

belum ditindaklanjuti dengan penyerahan objeknya.40

Hal tersebut tidak berarti bahwa transaksi derivatif

merupakan transaksi untung-untungan atau judi

menurut Pasal 1774 KUHPerdata.41 Alasannya adalah:

(i) objek transaksi derivatif tidak didasarkan pada hal-

hal yang bersifat spekulasi tetapi sesuatu yang dapat

diperkirakan secara logis bahkan secara matematis,

kendati dalam hal tertentu prediksi dimaksud tidak

selalu sama dengan kenyataan; (ii) transaksi derivatif

sudah lazim dilakukan dalam bisnis perbankan dan

lembaga keuangan lainnya; (iii) transaksi derivatif

biasa digunakan untuk kepentingan menghindari

risiko kerugian akibat fluktuasi nilai tukar mata uang

atau fluktuasi suku bunga (hedging); dan (iv) untuk

perbankan di Indonesia, otoritas moneter (Bank

Indonesia) telah mengatur pelaksanaan transaksi

derivatif, sehingga diharapkan dalam menjalankan

kegiatan tersebut para pelakunya khusunya perbankan

melakukan kegiatan dengan adil, tertib, dan

memperhatikan ketentuan hukum lainnya.42

Dalam kaitan transaksi derivatif OTC di Indonesia,

konsekuensi yuridis dari transaksi derivatif yang didasari

kontrak atau perjanjian adalah bahwa transaksi

tersebut tunduk kepada hukum perjanjian. Dengan

demikian, syarat sah perjanjian (vide Pasal 1320

KUHPerdata) dan asas hukum perjanjian sesuai

ketentuan dalam Buku III KUHPerdata berlaku bagi

transaksi derivatif OTC yang disepakati.

G. KONSEKUENSI HUBUNGAN PERDATA DARI

TRANSAKSI DERIVATIF OTC

Transaksi derivatif OTC terjadi melalui negosiasi secara

perdata dan bebas antara para pihak. Transaksinya

dilaksanakan di luar bursa yang diorganisir oleh

otoritas yang berwenang. Secara yuridis, kebebasan

melakukan transaksi derivatif OTC di Indonesia

dimungkinkan karena sesuai ketentuan dalam Pasal

1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata, hukum perjanjian

di Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak.

Sepanjang obyek yang diperjanjikan tidak bertentangan

dengan undang-undang, kepatutan atau kesusilaan

(vide Pasal 1337 KUHPerdata), hubungan hukum

yang dilakukan sah dan mempunyai kekuatan hukum.

Kebebasan melakukan transaksi derivatif OTC

membawa konsekuensi bahwa para pihak yang berniat

melakukan transaksi tersebut dapat melakukan

perjanjian secara bebas termasuk menentukan klausul

yang mengaturnya. Kebebasan menentukan klausul

perjanjian mengakibatkan terbuka kemungkinan

ketidakseragamanan klausul dalam transaksi derivatif

29

39 Dalam ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia lainnya yangmengatur mengenai transaksi derivatif yaitu PBI No.7/31/PBI/2005tentang Transaksi Derivatif sebagaimana telah diubah terakhir denganPBI No.10/38/PBI/2008, transaksi derivatif didefinisikan sebagai transaksiyang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yangnilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari sepertisuku bunga, nilai tukar, komoditi, ekuiti dan indeks, baik yang diikutidengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana atau instrumen, namuntidak termasuk derivatif kredit.

40 Dalam diskusi terbatas dengan DHk pada tanggal 15 Juni 2016, RicardoSimanjuntak menganalogikan perjanjian derivatif OTC dengan PerjanjianPengikatan Jual Beli yang secara hukum jual beli belum terjadi karenabelum terjadinya penyerahan objek perjanjian.

41 Pasal 1774 KUHPerdata berbunyi: “Suatu perjanjian untung-untunganadalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baikbagi semua pihak, maupun sementara pihak, bergantung pada suatukejadian yang belum tentu.”.

42 Mahkamah Agung dalam Putusan Perkara No.2/PK/N/1999 tanggal 6April 1999 dan Putusan Perkara No.2461K/Pdt/1999 menyatakan bahwatransaksi derivatif merupakan transaksi yang sah dan tepat.

Page 36: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

OTC. Dalam keadaan demikian, pihak yang dominan

akan sangat berpengaruh dalam penentuan klausul

perjanjian yang akan ditandatangai. Sebaliknya, pihak

yang lemah biasanya bersikap menerima keinginan

dari pihak yang dominan tersebut.

Transaksi derivatif OTC biasanya mengandung unsur

asing. Adanya unsur asing dalam transaksi derivatif

OTC membuat transaksi tersebut termasuk lingkup

hubungan hukum perdata internasional. Hukum

perdata internasional tidak berarti bahwa hukumnya

milik antar bangsa atau internasional sebagaimana

ketentuan yang dikeluarkan organisasi internasional,

tetapi tetap hukum nasional namun kejadian,

substansi, dan fakta yang diatur bersifat internasional.

Dengan demikian, hubungan perdata antar warga

atau hubungan perdata yang mengandung unsur

asing (internasional) diatur oleh hukum nasional,

bukan diatur oleh hukum antar negara.

Salah satu faktor yang menjadi bahan pertimbangan

melakukan pilihan hukum adalah faktor tradisi,

kebiasaan, dan kenyamanan dalam bertransaksi

derivatif OTC.43 Dalam melakukan pilihan hukum,

faktor tersebut dikaitkan dengan manfaat yang akan

dicapai. Tradisi, kebiasaan, dan kenyamanan dalam

melakukan hubungan hukum transaksi derivatif dapat

menjadi sia-sia atau tidak sesuai dengan manfaat

pilihan hukum yang diharapkan44 apabila para pihak

dalam transaksi derivatif OTC tidak mengantisipasi

akibat dari pilihan hukum yang dilakukan. Hal seperti

ini terjadi dalam perkara JP Morgan Chase vs. PT

Kalbe Farma, Tbk.

H. KEWENANGAN PENGATURAN TRANSAKSI

DERIVATIF OLEH BANK INDONESIA

Pengaturan transaksi derivatif merupakan pelaksanaan

dari UU No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa

dan Sistem Nilai Tukar. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1)

UU tersebut yang berbunyi: “Dalam rangka penerapan

prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia menetapkan

ketentuan atas berbagai jenis transaksi devisa yang

dilakukan oleh Bank” dan Pasal 4 ayat (2) yang

berbunyi “Pelaksanaan ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan

Bank Indonesia”, pengaturan tentang transaksi

derivatif telah dimandatkan kepada Bank Indonesia.

Sesuai mandat tersebut, Bank Indonesia berwenang

melakukan pengaturan mengenai penyediaan model

perjanjian transaksi derivatif OTC domestik.45

Kewenangan pengaturan transaksi derivatif juga

didasarkan pada UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan

UU No.6 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 7 UU tersebut

telah ditentukan tujuan dari Bank Indonesia adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah

baik terhadap barang dan jasa maupun terhadap

mata uang negara lain.

Apabila kewenangan yang dimandatkan dalam UU

tersebut ditindaklanjuti, pengaturan perjanjian

transaski derivatif OTC di Indonesia yang dapat

dikeluarkan adalah sebagai berikut:

30

43 Wuri Prastiti Rahajeng, Aspek Hukum Internasional Dalam kasus AntaraJP Morgan Chase Bank National Association Melawan PT Kalbe Farma,Tbk, hal. 78.

44 Wuri Prastiti Rahajeng, dalam skripsi berjudul: Aspek Hukum InternasionalDalam kasus Antara JP Morgan Chase Bank National Association MelawanPT Kalbe Farma, Tbk, hal. 78 menulis “Manfaat pilihan hukum antaralain: (i) memuaskan para pihak karena menggunakan hak dasarnya; (ii)bersifat kepastian karena memungkinkan para pihak dengan mudahmenentukan hukumnya; serta (iii) memberikan efisiensi dan manfaat.”.

45 Pasal 8 ayat (2) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan mengatur dasar hukum suatu peraturan perundang-undangandiakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, yaitu:a. peraturan perundang-undangan dibentuk sebagai pelaksanaan lebih

lanjut dari perintah yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan

b. peraturan perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkankewenangan yang dimiliki.

Di dalam Penjelasan Pasal 8 ayat (2) UU tersebut lebih lanjut ditegaskanbahwa:“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikatsepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yanglebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.

Page 37: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

1. Alternatif Pertama: Bank Indonesia mewajibkan

pelaku transaksi derivatif OTC domestik

menggunakan Master Agreement berikut Schedule

yang mengacu kepada ISDA Master Agreement

yang disesuaikan dengan hukum Indonesia.

Adapun beberapa kelebihan dan kekurangan dari

bentuk alternatif pertama sebagai berikut:

2. Alternatif kedua: Bank Indonesia memberikan

kesempatan kepada pelaku transaksi derivatif

menggunakan master agreement (kontrak standar)

transaksi derivatif OTC non-ISDA yang disesuaikan

dengan hukum Indonesia. Adapun beberapa

kelebihan dan kekurangan dari bentuk alternatif

pertama sebagai berikut:

31

Kelebihan

Kekurangan

a. Standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia hanyaakan menjadi pegangan bagi pelaku transaksiderivatif OTC domestik dalam melakukan transaksidan menandatangani perjanjian;

b. Dapat mengurangi waktu untuk melakukannegosiasi;

c. Tersedia ruang bagi para pelaku transaksi derivatifOTC untuk memodifikai perjanjian sesuaikebutuhan;

d. Model perjanjian yang tersedia dipercaya parastakeholder;

e. Penggunaan kontrak berdasarkan hukum Indonesiasecara tidak langsung berpotensi mendorong parapenegak hukum untuk belajar memahami transaksiderivatif OTC.

dalam hal rumusan klausul dalam standar perjanjianyang disediakan tidak mengakomodasi kepentinganpihak tertentu, maka standar yang disediakankemungkinan akan diabaikan oleh pelaku transaksiderivatif OTC domestik

Kelebihan

Kekurangan

a. Terdapat fleksibilitas bagi Bank Indonesia dalammelakukan pengaturan perjanjian transaksi derivatifOTC domestik;

b. Model perjanjian yang tersedia sesuai kesepakatanpara pelaku transaksi

a. Perjanjian transaksi derivatif OTC domestik diIndonesia menjadi seolah-olah berbeda denganperjanjian transaksi derivatif OTC umumnya;

b. Pihak yang berkepentingan terutama pihak asingyang ingin bertransaksi dengan pihak domestikkurang mempercayai dengan model perjanjiantransaksi derivatif OTC yang berbeda dengan ISDAMaster Agreement;

c. Dalam hal transaksi derivatif OTC domestikdilakukan sebagai turunan dari transaksi derivatifyang melibatkan pihak asing dan perjanjiannyamenggunakan ISDA Master Agreement, transaksiderivatif OTC domestik dimaksud menjadi seolah-olah terputus dari perjanjian transaksi OTC yangmelibatkan pihak asing tersebut (tidak mirroring).

Hal negatif lainnya apabila Bank Indonesia hanyamengatur persyaratan minimum yang dicakup dalamperjanjian dan memberikan ruang kepada pelakutransaksi derivatif mengatur hal-hal lain di luar yangdiwajibkan Bank Indonesia adalah:a. Dapat menimbulkan multitafsir terhadap perjanjian

transaksi derivatif yang akan disepakati;b. Penegak hukum tidak mempunyai pedoman

(ketentuan) yang lengkap dalam menghadapiperkara transaksi derivatif OTC domestik;

c. Ketidakyakinan dari para pelaku transaksi derivatifOTC terhadap ketentuan dan perangkat hukum,sehingga dapat mengurungkan niat melakukankegiatan tersebut di Indonesia

Page 38: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

I. PENUTUP

1. Simpulan

a) Prinsip close-out netting dalam ISDA Master

Agreement bila dihubungkan dengan

ketentuan KUHPerdata mendekati konsep

perjumpaan hutang/kompensasi yang diatur

dalam Pasal 1425-1435 KUHPerdata, sehingga

prinsip close-out netting tidak bertentangan

dengan ketentuan perjumpaan utang menurut

KUHPerdata.

b) Kepailitan merupakan bagian dari events of

defaults dalam perjanjian transaksi derivatif

OTC yang dapat menjadi pemicu dilakukannya

early termination dan close-out netting

perjanjian dimaksud. Namun, dalam hal satu

pihak yang berjanji telah dinyatakan pailit

berdasarkan ketentuan UU Kepailitan dan

PKPU, pelaksanaannya tidak dapat dilakukan

langsung oleh para pihak yang melakukan

perjanjian transaksi derivatif OTC.

c) Tindak lanjut dari prinsip close-out netting

dalam perjanjian transaksi derivatif OTC

domestik yang mengacu pada pilar ISDA

Master Agreement:

1) Sebelum adanya putusan pailit

i. Apabila sebelum putusan pailit terhadap

salah satu pihak dalam perjanjian

dinyatakan, suatu perjanjian transaksi

derivatif OTC domestik diakhiri lebih

awal (early termination) dan dilanjutkan

dengan perhitungan hak dan kewajiban

para pihaknya (close-out netting) atas

dasar events of default berupa kepailitan

(bankruptcy) sebagaimana tercantum

dalam ISDA Master Agreement Pasal

5a(vii)(5) ISDA Master Agreement, UU

Kepailitan & PKPU tidak memuat

ketentuan yang melarang penerapan

close-out netting atas perjanjian

transaksi derivatif OTC domestik.

ii. Ketiadaan pengaturan mekanisme

close-out netting yang didasarkan pada

events of default kepailitan (bankruptcy)

selain yang tercantum dalam ISDA

Master Agreement Pasal 5(a)(vii)(5),

tidak berarti bahwa close-out netting

tidak dapat dilakukan sebelum putusan

pailit terhadap salah satu pihak dalam

perjanjian dikeluarkan.

iii. Sesuai asas konsesualisme dan prinsip

pacta sunt servanda dalam hukum

perjanjian, para pihak dalam suatu

perjanjian pada dasarnya dapat

memperjanjikan percepatan jatuh

tempo suatu hak dan/atau kewajiban

dan pengakhiran perjanjian dari yang

disepakati sebelumnya (early

termination) yang dilanjutkan dengan

close-out netting.

iv. Walaupun berdasarkan hukum

perjanjian, close-out netting dapat

dilakukan sebelum adanya kepailitan,

apabila akhirnya salah satu pihak

menjadi pailit pelaksanaannya dapat

terganggu di kemudian hari karena

berdasarkan Pasal 41 sampai dengan

Pasal 45 UU Kepailitan & PKPU

(menyangkut actio pauliana), kurator

dapat mempermasalahkan close-out

netting yang dilakukan.

2) Setelah adanya Putusan Pailit

Memperhatikan kendala penerapan prinsip

early termination dan close-out netting

dalam hubungan hukum transaksi derivatif

khususnya bila dikaitkan dengan ketentuan

dalam UU Kepailitan & PKPU maka dalam

hal early termination dan close-out netting

tersebut diakibatkan oleh events of default

berupa kepailitan (vide Pasal 5a(vii)(5) ISDA

Master Agreement), pelaksanaan early

termination dan close-out netting akan

bertentangan atau tidak sejalan dengan

ketentuan dalam UU Kepailitan & PKPU.

32

Page 39: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

d) Asas konsensualisme dan pacta sunt servanda

dalam hukum perjanjian memberikan

kesempatan bagi para pihak yang ingin

melakukan transaksi derivatif OTC sesuai

kesepakatan. Namun demikian, hal tersebut

juga dapat mengakibatkan timbulnya perkara

perdata yang membutuhkan waktu dan biaya

yang besar.

e) Berdasarkan UU No.24 Tahun 1999 tentang

Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar serta

UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah terakhir dengan

UU No.6 Tahun 2009, Bank Indonesia memiliki

kewenangan untuk melakukan pengaturan

model atau standar perjanjian transaksi derivatif

OTC domestik.

2. Saran

a. Bank Indonesia perlu mengeluarkan ketentuan

yang mengatur standar atau model perjanjian

transaksi derivatif OTC di Indonesia.

b. Dalam rangka memberikan kepastian hukum

serta memperlancar kegiatan perekonomian

di Indonesia terutama terkait kegiatan transaksi

derivatif, ke depan perlu diatur bahwa prinsip

close-out netting merupakan suatu kegiatan

yang didahulukan atau dikecualikan dari proses

kepailitan sebagaimana yang diatur dalam

ketentuan beberapa negara berkembang dan

negara maju lain.

c. Pengaturan mengenai pengecualian ketentuan

atau prinsip early termination yang ditindak-

lanjuti dengan close-out netting dari ketentuan

UU Kepailitan & PKPU dapat dimuat dalam

Amandemen UU Kepailitan & PKPU atau

Amandemen UU Perbankan ataupun dibuatkan

suatu undang-undang khusus yang terkait.

33

Page 40: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

1. Buku dan Artikel

Sutedi, Adrian, Produk-Produk Derivatif dan Aspek Hukumnya, Alfabeta.

Litvinova, Anna - Pace University, A Regulatory Approach to Derivative Markets: The Benefits of Private Sector Oversight.

Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2015.

Badan Pembinaan Hukum Nasional - Kementerian Hukum dan HAM, Naskah Akademis Tentang Hukum PerdataIntenasional.

Muscat, Bernadette, OTC Derivatifs: Salient Practices and Developments Relating to Standard Market Documentation

Garner, Bryan A., Black's Law Dictionary, Pocket Edition.

Bank for International Settlements, Statistical Release - OTC Derivatives Statistics at end-December 2015, May 2016.

Christian M. McNamara & Andrew Metrick, The Lehman Brother Bankruptcy F: Introduction to The ISDA MasterAgreement, Yale School of Management, November 15, 2014.

Celent Securities & Investments Team, The Asian OTC Derivatives Market, A Study Prepared For ISDA.

Mengle, David, ISDA Head of Research, The Importance of Close-Out Netting, ISDA Research Notes Number 1, 2010.

Rae, Dian Ediana, Transaksi Derivatif dan Masalah Regulasi Ekonomi di Indonesia, Penerbit PT Elex Media Komputindo,Kompas Gramedia - Jakarta.

Deuthsche Borse Group, The Global Derivatives Market - An Introduction, White Paper.

Manik, Edward, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, CV MandarMaju, Bandung.

Field Fisher Waterhouse, Commentary on the ISDA Master Agreement, February 2008.

Tumbuan, Fred B. G., Tanggung Jawab Direksi Sehubungan Dengan Kepailitan Perseroan Terbatas.

GuyLanie Charles, OTC Derivative Contracts in Bankruptcy: The Lehman Experience, NYSBA NY Business Law Journal,Spring 2009, Vol. 13 No. 1

GuyLanie Charles, The ISDA Master Agreement-Part I: Architecture, Risks and Compliance, Practical Compliance &Risk Management For The Securities Industry, January-February 2012.

Campbell, Henry Black, M. A., Black's Law Dictionary (Fifth Edition), St. Paul Minn, West Publishing Co., 1979.

ISDA, Netting and Offsetting: Reporting Derivatives under U.S. GAAP and Under IFRS, May 2012.

34

Page 41: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

ISDA, The Legal Enforceability of The Close-out Netting Provision of the ISDA Master Agreement and Their Consequencesfor Netting on Financial Statements.

Jacqueline M. L., Seniour Counsel Asia, International Swaps and Derivatives Association, Inc, (ISDA), Manfaat, Resikodan Jenis-Jenis Transaksi Derivatif, Moderator: M. Arie Armand, Partner DNC Law Firm - Notulensi SeminarHukum Online - Peradi, Hitam-Putih Transaksi Derivatif: Anatomi Kontrak dan Peta Sengketa, Hotel Nikko, 12Agustus 2009.

Park, Joon and Suhn-Kyoung Hong, Special Treatment of Derivatives in Korean Insolvensy Proceedings: Comparisonwith the United States and Japan, Journal of Korean Law Vol. 7.

Mulyadi, Kartini, Kreditor Preferen dan Kreditor Separatis dalam Kepailitan, Dalam Emmy Yuhassarie, Undang-UndangKepailitan dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum Jakarta. 2005.

Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok-pokok tentang Pengadilan Niaga.

Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982.

Mutiara Putri Artha, Pembatalan Perjanjian Transaksi Derivatif Serta Perananan Notaris Dalam Meminimalisasi RisikoPembatalan Perjanjian Transaksi Derivatif, Fakultas Hukum Program Studi Magister Kekhususan Notariat, Depok,Juli 2010.

Fuadi, Munir, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, PT Citra Adytia Bakti, Bandung.

Shubhan, M. Hadi, Hukum Kepailitan, Kencana Prenada Media Group.

Badrulzaman, Mariam Darus, Hukum Perikatan dalam KUHPerdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktrin, serta Penjelasan,PT Citra Adytia Bakti, 2015, Bandung

O. C. Kaligis, Aspek Hukum Transaksi Derivatif di Indonesia, Alumni, Bandung.

Ricardo Simanjuntak, Esensi Pembuktian Sederhana dalam Kepailitan, Dalam Emmy Yuhassarie, Undang-UndangKepailitan dan Perkembangannya, Pusat Pengkajian Hukum Jakarta, 2005.

Sinaga, Syamsudin M, Hukum Kepailitan Indonesia, Tatanusa, Jakarta.

Saul S. Cohen, The Challenge of Derivatives.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, Cetakan 3,1986

Subekti dan R Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta Pradya Pramita.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,

Sutrisno, Lindung Nilai Sarana Hukum Menjaga Stabilitas Perekonomian (Studi Tentang Pengaturan Kewajiban LindungNilai), Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015.

Thomas Fitch, Dictionary of Banking Terms, Third Edition.

Vincent R. Johnson, International Financial Law: The Case Against Close-Out Netting.

35

Page 42: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Wuri Prastiti Rahajeng, Aspek Hukum Internasional Dalam Kasus Antara JP Morgan Chase Bank National AssociationMelawan PT Kalbe Farma, Tbk, Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Internasional-Fakultas HukumUniversitas Indonesia, Depok, Juli 2012.

2. Putusan Pengadilan

Mahkamah Agung, Putusan No.38PK/Pdt/2012 tanggal 15 Agustus 2012.

Mahkamah Agung, Putusan No.2/PK/N/1999 tanggal 6 April 1999

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan No.24/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL tanggal 9 September 2009.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan, No.81/Pdt.G/2009/PN.JKT.PST tanggal 30 Juli 2010.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan No.638/Pdt.G/2011/PN.JKT.SEL yang menyitir Putusan Pengadilan NegeriJakarta Selatan No.269/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL tanggal 15 Juli 2009.

3. Ketentuan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Laws Of Malaysia Act 766, Netting Of Financial Agreements Act 2005.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir denganUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2009.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.

36

Page 43: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Abstrac

The principle of systematische specialiteit or systematic specialty stipulates that the act of a particular crime is

treated under an existing special rule. This principle determines which law should be considered during investigation,

adjudication, and judgment of an offence. This is currently stipulated under Article 14 of Law Number 31 Year 1999

which was amended by Law Number 20 Year 2001 concerning the Eradication of Corruption Crime. Implementation

of this principle has resulted controversies due to overlap and multi-interpretation of anti corruption law and administrative

penal law in the banking sector. An illustrated controversy is the policy taken by the Government of Indonesia and Bank

Indonesia during the global crisis in 2008. Although Government Regulation in lieu of Law Number 2 Year 2008 concerning

Bank Indonesia and Government Regulation in lieu of Law Number 4 Year 2008 concerning Financial Safety Nets are

special rules based on the Anti-Corruption Law, controversies lingered. This research formulates that the explicit insertion

of systematic specialty principle into administrative penal law, alleviates the controversy by the utilization of Regulatory

Impact Assessment (RIA) found in the Economic Analysis of Law (EAL) methodology. The findings of RIA present social

welfare maximization as stipulated under Article 33 of The Constitution 1945. Explicit insertion of the systematic specialty

principle into administrative penal law in the banking sector would bring about criminal law to be repositioned as ultimum

remedium.

Keywords: Systematic specialty principle, Regulatory Impact Assessment, Social welfare maximization.

Abstrak

Asas Kekhususan Sistematis atau systematische specialiteit mengatur bahwa ketentuan pidana yang bersifat

khusus akan diberlakukan sebagai 'ketentuan khusus dari yang khusus' yang telah ada. Asas ini digunakan untuk

menentukan undang-undang mana yang akan diterapkan sebagai landasan hukum untuk memeriksa, mengadili, dan

memutus suatu tindak pidana oleh Pengadilan. Asas kekhususan sistematis diatur dalam Pasal 14 Undang-undang Nomor

31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pelaksanaan asas tersebut telah mengakibatkan perdebatan hukum karena adanya multi-

interpretasi dan tumpang tindih kewenangan antara hukum pidana korupsi dan hukum pidana administrasi khususnya

Disusun oleh:

Paul Soetopo Tjokronegoro1

[email protected]

37

1 Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Penasihat Senior UniversitasPelita Harapan-Institute for Economic Analysis of Law and Policy (UPH-IEALP)

Page 44: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

di bidang perbankan. Perdebatan tersebut antara lain tercermin pada kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam

menangani dampak krisis global 2008. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 tahun 2008

dan Nomor 4 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan adalah ketentuan khusus berdasarkan asas kekhususan Sistematis,

akan tetapi perdebatan terus berlanjut. Penelitian ini merumuskan bahwa penormaan secara eksplisit asas kekhususan

sistematis ke dalam hukum pidana administrasi terutama di bidang perbankan dapat mengakhiri perdebatan dengan

menggunakan Regulatory Impact Assessment (RIA) sebagai salah satu alat metode Economic Analysis of Law (EAL).

Berdasarkan temuan dari penelitian, bahwa penormaan asas kekhususan sistematis menghasilkan optimalisasi kesejahteraan

sosial seperti yang disebutkan dalam Bab XIV pasal 33 dari UUD 1945. Dengan demikian, penormaan secara eksplisit

asas kekhususan sistematis ke dalam hukum pidana administrasi terutama di bidang perbankan dapat mengakhiri masalah

multi-interpretasi dalam penegakan hukum sehingga hukum pidana di-reposisi menjadi ultimum remedium.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

A. PENDAHULUAN

Prinsip Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan

secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah Negara

hukum”. Sebagai konsekuensi dari negara hukum,

maka hukum mengikat setiap tindakan yang

dilakukan oleh warga negara Indonesia,2 termasuk

didalamnya Pemerintahan dalam arti luas yang terdiri

atas kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif

yang wajib tunduk pada hukum. Prinsip negara

hukum yang diterapkan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan

pengejawantahan nilai-nilai Pancasila yang digali dari

bumi Indonesia dan yang secara konsepsional dikenal

dengan Volksgeist.3 Sebagai suatu negara hukum,

maka Negara Indonesia merupakan negara yang

berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), dan tidak

berdasarkan atas kekuasaan (machtsstaat).4

Selanjutnya Bab XIV Pasal 33 UUD 1945

mengamanatkan bahwa tujuan bernegara Indonesia

adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah berupaya

meningkatkan pembangunan ekonomi dengan

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurunkan

kesenjangan sosial, dan menaikkan daya saing global

melalui seperangkat regulasi dan kebijakan-kebijakan.

Dalam melaksanakan upaya tersebut, Pemerintah

terkendala oleh maraknya tindak pidana korupsi yang

mengancam perekonomian nasional. Korupsi disebut

sebagai salah satu masalah krusial yang berdampak

destruktif terhadap performa perekonomian negara-

negara di dunia. International Monetary Fund (IMF)

memprediksi untuk tindak pidana penyuapan saja

telah menimbulkan biaya sebesar $1.5 Triliun sampai

$2 Triliun (kurang lebih 2% dari total nilai GDP dunia).

Mengingat tindak pidana penyuapan hanyalah

merupakan salah satu bentuk kejahatan korupsi,

biaya-biaya ekonomi dan sosial dari seluruh bentuk

kejahatan korupsi diestimasikan jauh lebih besar.5

Korupsi juga menimbulkan dampak yang korosif

dalam masyarakat dan telah memperlemah

kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah dan

mengikis standar etik dari warga negara suatu

negara.6

38

2 Penjelasan atas Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

3 Teguh Prasetyo, Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum, (Bandung:Penerbit Nusa Media, 2015) hal. 184.

4 Jimly Asshidiqi, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”, Makalah, diaksespada tanggal 20 Okt. 2015,http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf, hal. 2.

5 International Monetary Fund, “IMF Staff Discussion Note. Corruption:Costs and Mitigating Strategies”. (Staff Team from the Fiscal AffairsDepartment and the Legal Department, SDN/16/05, May 2016), hal. 5.

6 International Monetary Fund, “Fighting Corruption Critical for Growthand Macroeconomic Stability”. (IMF Survey Magazine: IMF Research),hal. 1.

Page 45: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi prioritas

utama Pemerintah untuk menunjang pertumbuhan

ekonomi secara berkelanjutan. Upaya penegakan

hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi tentu

saja dapat menghilangkan perilaku-perilaku koruptif

pejabat negara, sehingga upaya memaksimalkan

kesejahteraan masyarakat dapat tercapai sesuai

dengan amanah konstitusi.

Kuatnya nuansa hukum pidana dalam pemberantasan

korupsi di tanah air telah menyeret ratusan

penyelenggara negara setingkat menteri, mantan

menteri, serta kepala daerah ke penjara. Dalam

pemberantasan korupsi ini berbagai kasus kebijakan

lembaga negara tidak luput dari proses hukum pidana.

Kondisi ini secara tidak langsung menghambat inovasi

dan kreativitas serta keberanian dan kenyamanan

para pejabat Pemerintah dalam mengambil keputusan.

Dalam praktik ditemukan suatu keputusan dan

tindakan dalam ranah administrasi dimasukkan dalam

ranah tindak pidana korupsi. Idealnya kesalahan

administrasi dapat dipisahkan dengan kesalahan

pidana mengingat kesalahan administrasi merupakan

peran Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)

dalam mendeteksi penyalahgunaan wewenang yang

dilakukan para pemimpin Kementerian/Lembaga.7

Salah satu akibat dari kriminalisasi kebijakan adalah

rendahnya penyerapan anggaran karena banyak

pejabat negara yang mencari 'aman', takut membuat

kebijakan dan tidak bergairah memutuskan proyek-

proyek besar yang berisiko hukum. Berkaca dari

pengalaman ini, Presiden Jokowi kemudian

menerbitkan lima instruksi terkait dengan adanya

kriminaliasi kebijakan, yang terdiri atas: (i) Larangan

memperkarakan kebijakan diskresi secara pidana; (ii)

Tindakan administrasi Pemerintah tidak dapat

dipidanakan; (iii) Lembaga Pemerintah harus diberikan

hak jawab atas temuan BPK dalam jangka waktu 60

hari; (iv) data kerugian negara harus bersifat konkret

dan tidak mengada-ada; (v) larangan untuk tidak

menyebarluaskan tuduhan yang belum terbukti dan

belum masuk proses hukum.8

Kebijakan dikatakan tepat atau tidak tepat hanya

dapat diketahui setelah kebijakan tersebut ditetapkan

dan dilaksanakan (post pactum). Kebijakan yang

kurang tepat tidak sepatutnya dijatuhi sanksi pidana.9

Pengundangan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan bertujuan untuk

meluruskan kecenderungan penegakan hukum yang

mengkriminalisasi kebijakan pejabat negara. Semangat

yang terkandung di dalam undang-undang ini pada

dasarnya merupakan bagian integral dari upaya

pencegahan tindak pidana korupsi untuk menciptakan

Pemerintahan yang zero corruption. Namun demikian,

implementasi undang-undang ini masih belum bisa

menyelesaikan perdebatan narasi terkait sampai

dimana batasan hukum pidana untuk tidak menjadikan

kebijakan pejabat negara sebagai objek dari hukum

materilnya maupun hukum formilnya.

Dominannya posisi sanksi hukum pidana dalam

penegakan hukum seolah-olah telah menjadikan

sanksi hukum pidana sebagai senjata utama dan

pertama (primum remidium). Konsep norma ancaman

sanksi pidana sebagai politik hukum pidana terbuka

(open legal policy) dapat merampas hak-hak

konstitusional warga negara Indonesia.10 Kondisi ini

perlu diselesaikan melalui upaya reposisi sanksi hukum

pidana kembali menjadi 'senjata pamungkas' dalam

upaya penegakan hukum (ultimum remidium).

39

7 Eko Prasodjo, “Dua RUU untuk Cegah Pemidanaan Kesalahan Administrasi”,Artikel, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI,www.menpan.go.id, diakses pada tanggal 19 Maret 2015.

8 Lima Instruksi Jokowi Terkait Larangan Kriminalisasi Pejabat (disampaikanoleh Presiden RI kepada jajaran pimpinan penegak hukum, kepolisiandan kejaksaan tanggal 19 Juli 2016 di Istana Negara),http://katadata.co.id/berita/2016/07/19/lima-instruksi-jokowi-terkait-larangan-kriminalisasi.

9 Hikmahanto Juwana, “Patutkah Pengambil Kebijakan Dipidana?”, Artikel,Surat Kabar Harian Media Indonesia, Rabu 26 Maret 2014.

10 Titis Anindyajati, Irfan Nur Rachman, Anak Agung Dian Onita,“Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana sebagai Ultimum Remediumdalam Pembentukan Perundang-Undangan”. (Jurnal MahkamahKonstitusi, Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan TeknologiInformasi Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.24 November 2015), hal. 889.

Page 46: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Kenyataan ini menunjukkan belum diterapkannya

asas kekhususan sistematis atau systematische

specialiteit, dimana asas tersebut mengatur

pemberlakuan ketentuan perundang-undangan yang

bersifat khusus atau “bersifat khusus dari aturan

khusus lainnya” yang ada sebagaimana telah diatur

secara eksplisit di dalam Pasal 14 Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah ke

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut

menyebutkan bahwa:

Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-

undang yang secara tegas menyatakan bahwa

pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang

tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

Dalam penelitian ini diangkat kasus tentang kebijakan

Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka menjaga

stabilitas sistem keuangan sebagai akibat dampak

dari krisis global tahun 2008 yang menimbulkan

dampak destruktif.11 IMF menilai krisis global tersebut

merupakan krisis terbesar sejak The Great Depression

tahun 1930. Kerugian besar dialami oleh lembaga-

lembaga keuangan besar, antar lain Union Bank of

Switzerland, Citibank, dan Merrill Lynch. Bank sentral

Amerika Serikat dan Eropa harus memompa likuiditas

dari masing-masing negara sebesar $ 24 Miliar, dan

¤ 95 Miliar.12 Bank-bank dan lembaga keuangan non-

bank berskala besar berguguran dan mengancam

pasar keuangan seluruh dunia. Sebagai respon,

pemerintah dan bank-bank sentral terpaksa melakukan

bailout besar-besaran, melakukan nasionalisasi, atau

menutup sejumlah lembaga keuangan, baik bank

maupun non-bank.

Pemerintah Amerika Serikat menyelamatkan Fannie

Mae dan Freddie Mac yang menjadi program bailout

terbesar dalam sejarah. Bear Stearns di bailout sebesar

$29 Miliar dan Northern Rock sebesar £95 Miliar,

sedangkan Lehman Brothers ditutup. Pemerintah AS

mengumumkan paket penyelamatan sistem keuangan

sebesar $700 Miliar, Inggris sebesar £50 Miliar, dan

Jerman sebesar ¤50 Miliar.

Dampak krisis dunia terasa di Indonesia mulai Oktober

2008 seperti terjadinya penurunan Indeks Harga

Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 50% dan

dihentikannya (suspend) Bursa Efek Jakarta (BEJ)

pada tanggal 8 Oktober 2008 selama 2 hari karena

koreksi pasar 10.4%, nilai tukar Rupiah yang sebelum

Lehman Brothers sebesar Rp. 9000,- per USD menjadi

Rp. 12.600,- (depresiasi 40%) credit default melemah

1200 bp, cadangan devisa turun yang disebabkan

oleh intervensi pasar valas dan berlanjutnya capital

out flow. Sebagai respon, Pemerintah mengeluarkan

tiga Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPPU) yaitu tentang Bank Indonesia, Lembaga

Penjamin Simpanan, dan Jaring Pengaman Sistem

Keuangan.

Bank yang langsung memanfaatkan Fasilitas

Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dari Bank Indonesia

adalah Bank Century yang memperoleh FPJP sebesar

Rp 689 Miliar; penetapan sebagai bank gagal yang

ditengarai berdampak sistemik; dan kemudian diambil

alih oleh LPS dengan biaya sebesar Rp 6,7 trilyun.

Proses penyelamatan Bank Century dan pemidanaan

Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia,

menimbulkan kontroversi hukum yang kompleks di

ranah Legislatif, Eksekutif, Yudikatif dan di kalangan

akademisi.

Untuk mengakhiri perdebatan narasi antara hukum

pidana korupsi dengan hukum pidana administrasi

seperti di atas, peneliti mengkaji tentang penormaan

asas kekhususan sistematis terhadap undang-undang

pidana administrasi khususnya di bidang perbankan

dengan menggunakan metode Economic Analysis of

Law (EAL) terutama perangkat (tool) Regulatory Impact

Assessment (RIA) yang kuantitatif dan kualitatif. Dalam

pengkajian ini peneliti memilih alternatif opsi regulasi

40

11 Made Sukada, Iskandar Simorangkir, Sugeng, Difi A. Johansyah (ed),“Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia”(Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter,Bank Indonesia, 2009), hal. 41.

12 Ibid, hal. 45-46.

Page 47: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

terbaik yang memberikan dampak kesejahteraan

sosial yang optimal (social welfare maximization) yang

berarti efisien dan dengan demikian dinilai adil.13

Metode pendekatan yang dipergunakan adalah

metode hukum normatif didukung dengan analisis

data yang terdiri dari analisis kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian hukum normatif dimaksudkan sebagai

penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau data sekunder belaka.14 Penggunaan

metode yuridis normatif bersifat kualitatif dalam

penelitian ini didasarkan pada alasan sebagai berikut:

(1) analisis kualitatif didasarkan pada paradigma

hubungan yang dinamis antara teori, konsep-konsep,

dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi

yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan

pada apa yang dikumpulkan; (2) data yang akan

dianalisis beraneka ragam, memiliki sifat dasar yang

berbeda antara satu dengan yang lainnya; dan (3)

sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian

adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu

kesatuan yang integral (holistic).15

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode yuridis kualitatif, yaitu dengan

menganalisis data-data sekunder secara kuantitatif

dari sudut pandang ilmu hukum sehingga dapat ditarik

suatu kesimpulan. Data yang diperoleh kemudian

disusun secara kualitatif untuk mencapai kejelasan

masalah yang dibahas tanpa dipergunakannya rumus

ataupun angka. Data sekunder dan data primer

sebagaimana dalam penelitian yang sifatnya deskriptif

analitis dengan pendekatan yuridis normatif, dan

menggunakan metode Economic Analysis of Law

(EAL).

Analisis data dalam penelitian ini adalah tentang asas

kekhususan sistematis mempergunakan metode EAL

dengan perangkat-perangkatnya, seperti Regulatory

Impact Assessment (RIA) dan Cost Benefit Analysis

(CBA). Metodologi EAL dapat didasarkan dari Jeremy

Bentham, John Rawls, dan Richard Posner.

Jeremy Bentham mengungkapkan bahwa:16

“Felicific calculus, which is simply a rather obscure

label for the process by which he believes it is possible

to quantify (or calculate) the amount of pleasure or

pain which will ensue from any specific action. The

basis of the felicific calculus is that there are various

qualities (namely, intensity, duration, certainty,

propinquity, fecundity, purity and extent) each of

which has to be assessed in order to assess the utility

of an act.”

Penelitian komprehensif atas fondasi-fondasi

pendekatan EAL dapat dilihat pada pertanyaan-

pertanyaan di bawah ini:17

1. What is economic efficiency; that is, what does

it mean to say that resources are allocated in an

economically efficient manner or that a body of

law is efficient?. (Apa yang dimaksud dengan

pernyataan alokasi sumber daya yang efisien secara

ekonomis atau isi dari hukum adalah efisien?);

2. Does the principle of efficiency have explanatory

merit, that is, can the rules and principles of any

or all of the law be rationalized or subsumed

under an economic theory of legislation or

adjudication? (Apakah prinsip efisiensi memiliki

penjelasan mengenai kepantasan, yakni dapatkah

aturan-aturan hukum dan prinsip-prinsip hukum

dirasionalisasikan atau diklasifikasikan ke dalam

teori legislasi ekonomi atau adjudikasi?)

41

13 Richard A. Posner, The Economics of Justice, (Cambridge: Harvard UniversityPress, 1981), hal. vii.

14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: SuatuTinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 13-14.

15 Jhoni Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet. 2,(Malang: Bayumedia Publishing, 2006), hal. 302.

16 Ian McLeod, Legal Theory, (New York: Palgrave Macmillan, 2003), hal.163.

17 Avery Wiener Katz, Foundations of The Economic Approach to Law,(LexisNexis Matthew Bender, 2006), hal. 10.

Page 48: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3. How should law be formulated to promote

efficiency; that is, in what ways must legal rights

and duties be assigned and enforced so that the

rules that assign and enforce them are efficient?

(Bagaimana seharusnya hukum diformulasikan

untuk menciptakan efisiensi; dengan cara apa

hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum

seharusnya ditetapkan dan ditegakan?)

4. Ought the law pursue economic efficiency; that

is, to what extent is efficiency a desirable legal

value in particular, and a normatively attractive

principle in general? (Anggap hukum ditujukan

untuk mencapai efisiensi ekonomi; dalam batasan

apa efisiensi dijadikan nilai hukum secara khusus

dan tercakup dalam prinsip secara umum?).

Pelaksanaan RIA mempertimbangkan perbedaan

elemen-elemen yang membentuk suatu peraturan

perundang-undangan, prinsip-prinsip umum dan

“think-real-approach”. Dalam analisis ini, perhitungan

biaya dan manfaat menghadirkan aspek-aspek yang

paling relevan dalam penilaian atas data dan asumsi-

asumsi yang digunakan.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kebijakan Hukum Pidana

Hukum pidana merupakan mekanisme paling keras

yang dimiliki oleh negara dalam mengupayakan

kontrol sosial. Sanksi pidana - sebagai sarana

untuk menghukum pelaku kejahatan demi

melindungi kepentingan masyarakat - memberikan

timbal balik berupa perampasan kemerdekaan

(pidana penjara) dan perampasan harta benda

bagi siapa yang dituntut pidana karena melanggar

aturan-aturan yang ditetapkan sebagai perbuatan

pidana (constitute counter-breaches of interalia

the liberty and property of those convicted).18

Proses peradilan pidana yang dimulai dari tahapan

pra-ajudikasi sampai dengan tahap pasca-ajudikasi

memiliki dampak yang besar terhadap hak-hak

pelaku tindak pidana sebagai warga negara dan

termasuk efek melekatnya stigma terhadap pelaku

tindak pidana tersebut. Hukum pidana harus selalu

menjadi alat terakhir dari proses penegakan hukum

(measure of last resort).19

Kebijakan hukum pidana merupakan hal yang

penting karena dapat membentuk pola pemikiran

para pembentuk undang-undang untuk

menyesuaikan aturan-aturan hukum agar sesuai

dengan perkembangan dan dinamika masyarakat

yang semakin kompleks.20 Van Bemmelen

berpendapat yang membedakan hukum pidana

dengan bidang hukum lain ialah sanksi hukum

pidana yang merupakan pemberian ancaman

penderitaan dengan sengaja dan sering juga

disebut pengenaan nestapa. Perbedaan demikian

menjadi alasan untuk menganggap bahwa hukum

pidana itu sebagai ultimum remedium, yaitu usaha

terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia,

terutama penjahat, serta memberikan tekanan

psikologis agar orang lain tidak melakukan

kejahatan tersebut. Oleh karena sanksinya yang

bersifat penderitaan istimewa, maka penerapan

hukum pidana sedapat mungkin dibatasi, dengan

kata lain penggunaannya dilakukan jika sanksi-

sanksi hukum lain tidak memadai lagi.21

Prinsip legalitas di dalam hukum pidana merupakan

nilai inti dari hak asasi manusia serta pembelaan

yang fundamental dalam proses penuntutan

42

18 Maria Kaifa-Gbandi, “The Importance Of Core Principles Of SubstantiveCriminal Law For European Criminal Policy Respecting FundamentalRights And The Rule Of Law”, (European Criminal Law Review, No. 1,Vol. 1, 2011), hal. 7.

19 European Commission, “Towards An EU Criminal Policy: Ensuring TheEffective Implementation Of EU Policies Through Criminal Law”,(Communication From The Commission To The European Parliament,The Council, The European Economic And Social Committee And TheCommittee Of The Regions, Brussels, September 2011), hal. 7.

20 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan HukumPidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana, 2008),hal. 19.

21 Andi Zainal Abidin, Azas-azas Hukum Pidana, (Jakarta: UniversitasIndonesia, 1987), hal.16.

Page 49: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

dimana mensyaratkan tidak ada perbuatan yang

dapat dipidana bila tidak diatur sebagai tindak

pidana dalam undang-undang. Nullum Crimen,

nulla poena sine lege merupakan fakta yang

menjamin kebebasan individu; melindungi setiap

individu dari intervensi negara yang tidak adil dan

melanggar hukum. Prinsip ini menjamin keadilan

dan transparansi dari pelaksanaan kekuasan

yudisial.22

Albert Venn Dicey dalam bukunya yang berjudul

Introduction of the Law of the Constitution (1988)

menyatakan bahwa kepastian hukum yang berasal

dari implementasi asas legalitas membentuk prinsip

utama dari rule of law yang dikemukannya sebagai

berikut:23

“No man is punishable or can be lawfully made

to suffer in body or goods except for a distinct

breach of law established in the ordinary legal

manner before the ordinary Courts of the land”.

Istilah ultimum remedium digunakan oleh Menteri

Kehakiman Belanda untuk menjawab pertanyaan

seorang anggota parlemen bernama Meckay

dalam rangka pembahasan rancangan KUHP, yang

antara lain menyatakan bahwa “Asas pokok pidana

ialah bahwa yang boleh dipidana yaitu mereka

yang menciptakan onrecht (perbuatan melawan

hukum) merupakan syarat mutlak dan perbuatan

itu melanggar hukum ancaman pidana.24

Praktik prinsip legalitas di negara-negara Civil

Law sangatlah ketat. Sebagai contoh, hakim

dalam memeriksa perkara pidana di pengadilan

dilarang untuk menganalogikan undang-undang

dan dianggap tahu akan hukumnya (in dubio pro

reo). Bahkan pada faktanya, hakim yang secara

sengaja salah menginterpretasikan undang-undang

akan menjadi subyek terhadap pembebanan

pertanggungjawaban pidana. Dalam hukum

pidana, prinsip ini merupakan pembatas bagi

judicial discretion.25

Prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana

ini berperan sebagai landasan fundamental dalam

mempertimbangkan penggunaan sanksi lain

sebelum sanksi pidana yang keras dan tajam

dijatuhkan, apabila fungsi hukum lainnya kurang

maka baru dipergunakan hukum pidana.26 Hukum

pidana adalah last resort dalam penegakan hukum

bilamana hukum perdata dan hukum administrasi

tidak berhasil, kecuali tindakan yang benar-benar

melanggar hukum pidana.

Douglas Housak dalam bukunya mengutip

pendapat dari Richard Posner terkait doktrin

substantif dari hukum pidana. Disebutkan bahwa:27

“the substantive doctrines of the criminal law ...

can be given an economic meaning and can indeed

be shown to promote efficiency”. The major

function of criminal law in a capitalist society is

to prevent people from bypassing the system of

voluntary, compensated exchange-the 'market,'

explicit or implicit-in situations where ... the market

is a more efficient method of allocating resources

than forced exchange. Efficiency-the ultimate

objective of law is a technical term of art, equivalent

in economic analysis to wealth maximization. The

43

22 Iulia Crisan, “The Principles of Legality “Nullum Crimen, Nulla PoenaSine Lege” and Their Role”, (Effectius Newsletter, Issue 5, 2010), hal.3.

23 Michael Faure, Morag Goodwin, and Franziska Weber, “The Regulator'sDilemma: Caught between the Need for Flexibility and the Demands ofForeseeability. Reassessing the Lex Certa Principle. (Weber RotterdamInstitute of Law and Economics (RILE) Working Paper Series No. 2013/03),hal. 26.

24 Jan Remmelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpentingdari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannyadalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2003), hal. 600.

25 Markus Dubber, “Comparative Criminal Law,” The Oxford Handbookof Comparative Law, Ed. Mathias Reimann and Beinhard Zimmermann(New York: Oxford University Press, 2006), hal. 1314.

26 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rajagrafindo,2006), hal. 56.

27 Douglas Housak, Overcriminalization: The Limits of the Criminal Law,(New York: Oxford University Press, 2008), hal. 181.

Page 50: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

particular distribution of resources that maximizes

wealth places all goods in the hands of persons

who value them most. One individual values a

resource more than another if he is willing to pay

more for it in money (or its equivalent). Market

is, virtually by definition, the most efficient method

of allocating resources.What is and ought to be

forbidden, “is a class of inefficient acts”-acts that

fail to maximize wealth”.

Pandangan Posner mengenai doktrin substantif

dari hukum pidana telah membawa perubahan

paradigma dalam menilai bagaimana hukum

pidana (baik materil maupun formil) berfungsi di

tengah masyarakat modern saat ini.28

Pidana bertujuan untuk memenuhi fungsi

supremasi sosial dengan cara menggambarkan

garis pemisah antara bagian mana yang berharga

secara sosial kemasyarakatan dan bagian mana

yang tidak. Garis inilah yang menetapkan batasan

bagi masyarakat untuk tetap berada dalam tatanan

ketertiban umum.29 Hukum pidana merupakan

cabang ilmu hukum yang didalamnya melekat

kewenangan untuk menjatuhkan sanksi berupa

pidana kepada setiap pelanggar ketentuan pidana

yang ditujukan untuk mengembalikan ketertiban

dan kesejahteraan masyarakat.

2. Kebijakan Hukum Administrasi Negara

Pada prinsipnya, suatu negara merupakan suatu

machtsorganisatie (organisasi kekuasan). Bila

dalam suatu organisasi terdapat unsur

Penguasa/Pemerintah, maka dalam organisasi

tersebut dapat dilaksanakan suatu kekuasaan

(gezag). Keputusan-keputusan dapat dikeluarkan

sepihak yang mengikat terhadap orang lain.30

Sebagai suatu organisasi yang memegang

kekuasaan, maka diperlukan batasan dan

pengawasan atas pihak-pihak yang memegang

kekuasaan, karena pelaksanaan suatu kekuasaan

memiliki pengaruh dan akibat terhadap

masyarakat. Menurut F.R. Bohtlingk, dalam suatu

negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan

negara dan pemerintahnnya harus dibatasi oleh

hukum. Hukum Administrasi Negara merupakan

instrumen untuk mengawasi penyelenggaraan

atau pelaksanaan kekuasaan tersebut.31

Kewenangan yang terdiri dari beberapa wewenang

merupakan kekuasaan terhadap segolongan orang

tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang

pemerintahan yang berlandaskan peraturan

perundang-undangan. Kewenangan adalah

kekuasaan yang mempunyai landasan hukum, agar

tidak timbul kesewenang-wenangan. Wewenang

adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu

tindakan hukum publik. Hak adalah kekuasaan

untuk melakukan suatu tindakan hukum privat.32

Setiap pejabat aparatur negara juga memiliki

kewenangan diskresi yang melekat pada

jabatannya. Dalam lapangan hukum administrasi

negara, freies emerssen, pouvoir descretionnaire

atau discretionary power memungkinkan

pemerintah melaksanakan fungsinya dalam

keadaan darurat atau luar biasa, mengeluarkan

kebijakan yang menyimpang dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku, demi

kepentingan umum dan dalam keadaan darurat.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi

didefinisikan sebagai:33

44

28 Ibid.

29 William Wilson, Central Issues in Criminal Theory, (Oxford-PortalandOregon: Hart Publishing, 2002), hal. 48.

30 Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan TataUsaha Negara, Buku I, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), hal. 68.

31 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),hal. 25, mengutip Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan HukumTata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, PT. Alumni,Bandung, 1975, hal. 21.

32 Ibid.

33 Vide Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. (Lembaran NegaraTahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5601).

Page 51: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan

dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan

untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi

dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal

peraturan perundang-undangan yang memberikan

pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak

jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Brian Thompson mendefinisikan diskresi sebagai:34

“definition of discretion states that a public officer

has discretion whenever the effective limits of his

power leave him free to achieve among possible

course of action and in action”.

Dalam praktiknya diskresi muncul dalam dua

bentuk, yaitu apakah sebagai konsekuensi atas

adanya kewenangan yang melekat pada jabatan

(conferment of power) atau sebagai hasil akibat

ketiadaaan atau adanya ketidakpastian hukum

materil (absence or indeterminacy of legal

materials).35

Pelaksanaan diskresi oleh pejabat aparatur negara

merupakan salah satu upaya untuk mencapai

tujuan bernegara. Pelaksanaan diskresi yang sesuai

dengan substansi, prosedur dan tujuannya pada

dasarnya adalah pengejawantahan dari upaya

mengoptimalkan kesejahteraan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang

Administrasi Pemerintahan merupakan instrumen

hukum administratif yang dijadikan tolak ukur

oleh pejabat negara dalam mengambil kebijakan.

Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 tentang Administrasi Pemerintahan

merupakan mekanisme administratif terkait

penyalahgunaan kewenangan, baik yang

menimbulkan kerugian negara ataupun tidak

menimbulkan kerugian negara. Menurut Eko

Prasodjo, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014

lebih menitikberatkan pada pencegahan tindak

pidana korupsi.36 Misi dari undang-undang ini

adalah zero corruption dengan memperkuat

Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)

dan tata cara proses pengambilan keputusan

dalam pemerintahan.37

Keberadaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 tentang Administrasi Pemerintahan

melengkapi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986

jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang ini

akan menjadi hukum materiil yang menjadi

panduan untuk para Hakim TUN dan Kepolisian

dalam memeriksa dan memutuskan penyelesaian

gugatan masyarakat kepada pemerintah atas

keputusan dan tindakan asas pemerintahan.

Hal tersebut diberlakukan karena Hakim TUN dan

Kepolisian selama ini memeriksa dan memutuskan

gugatan masyarakat hanya berdasar pada dua

hukum, yaitu yurisprudensi dan asas-asas umum

penyelenggaraan pemerintah yang baik sebagai

meta-norma dalam proses pembuatan keputusan.38

Eksistensi Undang-Undang Administrasi

Pemerintahan pada hakikatnya merupakan bagian

dari reposisi hukum pidana sebagai ultimum

remidium. Dalam hubungannya dengan Undang-

Undang pidana administrasi di bidang perbankan,

terutama dalam tataran pengambilan kebijakan

pencegahan dan penanganan krisis sistem

keuangan, Undang-Undang Administrasi

Pemerintahan merupakan instrumen hukum

administrasi yang berfungsi sebagai penilai

kebijakan yang diambil oleh pejabat-pejabat negara

45

34 Brian Thompson, Constitutional and Administrative Law, 3th Ed., (London:Black Stone Press Limited, 1997), hal. 355.

35 John Bell, “Discretionary Decision-Making: A Jurisprudential View” dalamKevin Hawkins (ed), The Uses of Discretion, (Oxford: Clarendon Press,1992), hal. 97.

36 http://www.menpan.go.id/berita-terkini/4906-harus-ada-kesamaan-persepsi-apip-dan-penegak-hukum-terjemahkan-uu-adpem diakses pada12 Agustus 2016

37 http://www.itjen.kemenkeu.go.id/baca/244 diakses pada 12 Agustus 2016.

38 http://ekoprasojo.com/2015/01/12/sosialisasikan-undang-undangadministrasi pemerintahan/Diakses pada tanggal 12 Agustus 2016.

Page 52: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

di sektor sistem keuangan (financial safety net

players). Kesalahan administrasi dalam pengambilan

kebijakan pencegahan dan penanganan krisis

sistem keuangan tidaklah serta merta menjadi

kesalahan dalam koridor pidana korupsi.

Implementasi instrumen penilaian atas kebijakan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang

didukung dengan penormaan asas kekhususan

sistematis ke dalam kelompok Undang-Undang

Pidana Administrasi Pemerintahan pada hakikatnya

ditujukan untuk memberikan batasan yang tegas

atas wewenang hukum pidana korupsi dan hukum

pidana administrasi.

2.1.Kedudukan Asas Kekhususan Sistematis

(Systematische Specialiteit)

Kebijakan hukum pidana melalui implementasi

asas kekhususan sistematis (systematische

specialiteit) merupakan upaya penting dalam

harmonisasi dan sinkronisasi antar undang-

undang yang terkandung sanksi pidana

didalamnya, baik itu yang bersifat pure criminal

act ataupun hukum pidana administrasi

(administrative penal law). Asas kekhususan

sistematis terdapat pada pasal 14 UU Tipikor.

Interpretasi terhadap pasal ini tidak seragam

sehingga seringkali mengakibatkan terjadinya

kriminalisasi kebijakan pejabat. Munculnya

banyak undang-undang administrasi yang

bersanksi pidana (administrative penal law)

merupakan fenomena yang menarik untuk

ditinjau secara akademis. Beberapa sanksi

pidana dalam undang-undang administrasi

diantaranya dapat diklasifiksaikan sebagai

sanksi pidana berat, mulai dari sepuluh sampai

dengan lima belas tahun, pidana penjara

seumur hidup, bahkan ada pula dengan

ancaman pidana mati.39 Sebagian ahli

berpendapat dengan semakin banyaknya

undang-undang administrasi yang bersanksi

pidana telah menjadikan hukum pidana

bergeser sifatnya dari ultimum remedium

menjadi primum remedium.

Berkembangnya undang-undang administrasi

yang bersanksi pidana tidak lepas dari bagian

kebijakan hukum pidana. Menurut La-Patra

sebagaimana dikutip oleh Muladi dan Barda

Nawawi Arief, “Crime Policy” dikatakan efektif

apabila mampu mengurangi kejahatan

(reducing crime), baik dalam arti mampu

melakukan pencegahan kejahatan (prevention

of crime) maupun dalam arti mampu

melakukan perbaikan terhadap pelaku

kejahatan itu sendiri (rehabilitation of

criminals).40 Apabila ternyata kejahatan tidak

berkurang tetapi justru semakin meningkat,

maka hal ini dapat dilihat sebagai suatu

petunjuk atau indikator tidak tepatnya lagi

kebijakan perundang-undangan yang ada.41

2.2.Kewenangan Bank Sentral Dalam

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan

Bank sentral memiliki peran yang sangat

sentral dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan. Menjaga tingkat kestabilan sistem

keuangan merupakan hal yang mutlak dalam

menghindari krisis dimana peran ini dijalankan

oleh bank sentral. Stabilisasi sistem keuangan

merupakan cara utama untuk mencegah

terjadinya krisis. Krisis keuangan juga sering

disebut sebagai banking panics, bank runs

dan banking collapse. Penggunaan terminologi

krisis “keuangan” karena sistem keuangan

yang ada hari ini jauh lebih canggih, sumber

dari krisis dapat berasal dari pasar modal atau

lembaga keuangan non bank daripada bank

46

40 Muladi dan Barda Nawawi A, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:Alumni, 1998), hal. 199.

41 Ibid.39 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional

dan Internasional, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 3.

Page 53: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

sendiri, meskipun bank juga memiliki pengaruh

besar.42

Sistem keuangan memerankan fungsi esensial

untuk menyalurkan dana pihak ketiga kepada

individu atau badan usaha yang memiliki

kesempatan investasi yang produktif. Untuk

menjalankan perannya dengan baik, para pihak

di dalam sistem keuangan harus mampu untuk

membuat penilaian akurat tentang tujuan dari

investasi mereka. Stabilitas sistem keuangan

adalah sebuah kondisi dimana hubungan

intermediaries lembaga keuangan terjalin

secara efisien dan optimal diantara para pelaku

pasar (ultimate borrowers and ultimate lenders).

Untuk mendefinisikan stabilitasasi sistem

keuangan, Martin Cihak menggambarkannya

dalam tabel sebagai berikut:43

Stabilitas sistem keuangan tidak hanya

mengindikasikan bahwa sistem keuangan

menjalankan perannya dalam mengalokasikan

sumber dana dan risiko, tetapi juga mobilisasi

dan memfasilitasi akumulasi, perkembangan

dan pertumbuhan kekayaan. Selain itu, sistem

keuangan yang stabil mengindikasikan

terjaganya sistem pembayaran secara lancar

dan mampu mendukung kelancaran kegiatan

ekonomi.44

Tujuan utama dalam menjaga stabilitas sistem

keuangan adalah untuk mencegah terjadinya

krisis dalam sistemnya. Krisis pada sistem

keuangan akan berpengaruh negatif bagi

keseluruhan perekonomian suatu negara.

Oleh karena itu, perlu diterapkannya suatu

mekanisme untuk menjaga stabilitas sistem

keuangan. Model kerangka berpikir dalam

menjaga stabilitas sistem keuangan dapat

ditunjukan pada gambar di bawah ini.

Peran bank sentral sangatlah penting di dalam

sistem keuangan. Kebijakan moneter tidak

dioperasikan dalam keadaan statis, namun

dilaksanakan melalui bank dan pasar. Banyak

permasalahan yang berat muncul dalam

47

42 Ian Macfarlane, “The Stability of The Financial System”, (Reserve Bankof Australia Bulletin, August 1999), hal. 34.

43 Martin Cihak, “How Do Central Banks Write on Financial Stability?, (IMFWorking Paper WP/06/13, International Monetary Fund, June 2006),hal. 8.

MONITORING AND ANALYSIS

MacroeconomicConditions

FinancialMarkets

FinancialInstitutions

FinancialInfrastructure

ASSESSMENT

REMEDIAL ACTIONPREVENTION RESOLUTION

Outside financialstability corridor

Inside financialstability corridor

Near boundarystability corridor

FIANANCIAL STABILITY

Gambar 1Definition of Financial Stability.

Martin Cihak (2006)

Financial Stability

Financial Stability

Financial Stability

Financial Stability

Financial CrisisVolatility

(turbulance, bubbles)

NO

NOT NOWBUT PLAUSIBLE

YESSIG

NIF

ICA

NT

SHO

CK

S

NOT APPARENT APPARENT

SIGNIFICANT EXPOSURE

Gambar 2Framework For Maintaining Financial System

Stability. Aerdt Houben, Jan Kakes, danGarry Schinasi (2004)

44 Iskandar Simorangkir (ed), Op.Cit., hal. 415.

Page 54: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

menjaga sistem keuangan ditengah era praktik

perbankan modern berasal dari moral hazard

(keadaan dimana bank-bank bertindak secara

ceroboh dan kurang bertanggungjawab karena

berekspektasi bahwa ketika terjadi default

pada bank tersebut, bank sentral atau

pemerintah pasti akan memberikan bantuan

pendanaan). Dengan kata lain, para pejabat

di bank sentral wajib menjaga kestabilan sistem

keuangan secara berkelanjutan.45

Tidak dapat dipungkiri bahwa stabilitas moneter

dan stabilitas keuangan dapat diibaratkan

sebagai satu koin mata uang yang memiliki

dua sisi yang dapat dibedakan tapi tidak dapat

dipisahkan. Dalam hal ini stabilitas moneter

dapat tercapai hanya apabila stabilitas keuangan

dapat dijaga, dan demikian pula sebaliknya.

Keterkaitan antara kedua stabilitas tersebut

menunjukkan bahwa kedua pilar stabilitas

tersebut harus dijaga secara bersamaan

(simultaneously).46 Ketidakstabilan sistem

keuangan menganggu fungsi sistem keuangan

dalam intermediasi dan transmisi moneter

sehingga pertumbuhan ekonomi menimbulkan

ketidakstabilan moneter,47 dan hal inilah yang

memicu terjadinya krisis sistem keuangan.

Krisis keuangan mengakibatkan gangguan

hebat terhadap berfungsinya sistem keuangan

dan moneter yang berjalan mulus dalam

mempertahankan efisiensi disaat normal.

Sangat disayangkan krisis keuangan telah

terjadi terlalu sering sepanjang sejarah

meskipun sudah banyak upaya dilakukan untuk

mencegahnya. Sangat sulit memperkirakan

bahwa tidak akan terjadi krisis lagi di waktu

depan hanya tidak dapat diketahui kapan akan

terjadi. Dalam beberapa tahun setelah krisis

global terakhir telah terjadi banyak krisis dunia,

yang bahkan sampai saat ini belum jelas

solusinya. Sedikitnya terdapat 3 jenis krisis

yaitu krisis perbankan (banking crisis),

pembekuan kredit dan pasar uang (credit and

market freeze), dan krisis nilai tukar (currency

crisis).48 Krisis perbankan yang biasanya diikuti

oleh kepanikan bank (bank panic) dan

penarikan dana besar-besaran (bank run) secara

kasat mata terlihat menakutkan.

Bank dikenal dengan pembiayaannya yang

berjangka panjang dengan dana jangka

pendek. Mismatch antara penerimaan dan

penarikan dana terjadi hampir setiap hari.

Masalahnya adalah bila terjadi kekurangan

likuiditas di pasar sedangkan tidak ada sumber

lain untuk menutup mismatch sehingga

mengganggu kelancaran sistem pembayaran

yang mengakibatkan terganggunya investasi.

Dalam situasi seperti ini, bank sentral

menghadapi 2 pilihan yaitu menolak memberi

bantuan atau menyetujui bantuan likuiditas.

Dalam situasi normal, mungkin penutupan

bank tidak banyak menimbulkan masalah.

Berbeda dengan keadaan krisis, dimana terjadi

penurunan kepercayaan, pilihan bank sentral

sangat terbatas bahkan mungkin hanya tersedia

satu pilihan yaitu memberi bantuan likuiditas.49

Pada saat krisis negara dihadapkan pada 3

pilihan yaitu: mempertahankan kebebasan

capital flow, mempertahankan otonomi

kebijakan moneter, atau menstabilkan nilai

tukar. Pilihan-pilihan tersebut tidak dapat dipilih

semua bersamaan karena ada 'conflicting'

impacts. Dalam situasi global yang sudah

sangat dalam saat ini pilihan capital control

48

48 Ibid, hal. 2-3.

49 Ibid, hal. 7.

45 Marjorie Deane & Robert Pringle, The Central Banks, (USA: PenguinGroup, USA, 1995), hal 342.

46 Iskandar Simorangkir (ed), Op.Cit., hal. 420-421.

47 Ibid.

Page 55: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

dan kembali ke fixed rate system hampir

mustahil. Oleh karena itu kebanyakan bank

sentral memilih mempertahankan otonomi

dalam menentukan kebijakan moneter dengan

melakukan 'intervensi' terbatas di pasar valuta

untuk menstabilkan nilai tukar.

Walter Bagehot50 menyediakan teorinya yaitu

untuk memberi bantuan guna menutup

mismatch kepada bank yang 'sehat', berapapun

jumlahnya dengan 2 syarat utama yaitu: (i)

suku bunga penalty; dan (ii) dengan jaminan

yang cukup. Dalam situasi krisis yang hebat,

bantuan ini bahkan tidak lagi melihat tingkat

kesehatan bank - sehat atau tidak - karena

dikhawatirkan adanya dampak sistemik.

Dari argumen inilah muncul fungsi bank sentral

sebagai lender of last resort (LOLR) yaitu untuk

menjaga kelancaran sistem keuangan dan

moneter dengan mempertahankan sistem

pembayaran. Bila tidak dilakukan akan

menimbulkan gangguan terhadap sistem

keuangan yang selanjutnya akan berdampak

besar kepada kelangsungan ekonomi nasional.51

2.3.Regulatory Impact Assessment (RIA)

Analisa Dampak Regulasi (Regulatory Impact

Assessment atau RIA) merupakan salah satu

perangkat atau teknik yang terkandung di

dalam EAL. RIA sering digambarkan sebagai

perangkat penilai dalam mengevaluasi dampak

dari regulasi-regulasi yang telah ada atau yang

akan dibuat.52 Penerapan RIA telah menjadi

fenomena global dalam rangka memberikan

respon terhadap tekanan akan adanya regulasi

yang efektif dan efisien yang berlaku di dalam

masyarakat.53 RIA berupaya untuk memeriksa

dan mengukur manfaat, biaya, dan dampak

dari perubahan dan/atau rancangan dari

peraturan perundang-undangan, dan

mempunyai ciri: (i) sebuah perangkat utama

bagi pemerintah untuk mengambil keputusan;

(ii) mendukung pelaksanaan reformasi regulasi;

(iii) telah digunakan oleh seluruh negara-

negara anggota Organization for Economic

Co-operation Development (OECD); dan (iv)

penerapannya bersifat kasuistis.54

Regulasi merupakan instrumen hukum yang

esensial bagi pemerintah untuk mencapai

tujuannya, namun regulasi tentu saja akan

memiliki dampak yang sangat luas pada

berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-

beda dengan dampak yang berbeda-beda

pula. RIA dapat membantu dalam memberikan

pemahaman mendalam dan komprehensif

terkait siapa yang akan terkena dampak dari

regulasi dan bagaimana caranya.55

RIA adalah perangkat yang digunakan oleh

regulator untuk membimbing mereka dalam

proses pengambilan keputusan ketika

merancang regulasi, dan RIA digunakan untuk

menggambarkan berbagai jenis alternatif yang

ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan,

serta membandingkan manfaat dan biaya dari

masing-masing alternatif.56

49

50 Walter Bagehot, Lombard Street:A Description of the Money Market,(London: Henry S. King & Co, 1873), hal. 77.

51 Jean-Charles Rochet, Why Are There So Many Banking Crises? ThePolitics and Policy of Bank Regulation, (New Jersey: Princeton UniversityPress, 2008), hal 24-25.

52 Stefan Staschen, Ahmed Dermish, & Lara Gidvani, “Regulatory ImpactAssessment Methodology: Towards Evidence Based Policy Making inFinancial Inclusion”, (Bankable Frontier Associates, September 2012),hal. 1.

53 The Precidency: Republic of South Africa, “Guidelines For TheImplementation of The Regulatory Impact Analysis/Assessment (RIA)Process In South Africa”, (The Precidency of Republic of South Africa:2012), hal. 2.

54 David Shortall, “Regulatory Impact Assessment: Methodology and BestPractices”, Lecture, INMETRO International Workshop on ConformityAssessment, (Rio de Janeiro, Brazil: Dec 11-12, 2006).

55 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD),“Indroductory Handbook for Undertaking Regulatory Impact Analysis,(OECD, Version 1.0 October 2008), hal 3.

56 Richard Williams and Jerry Ellig, “Regulatory Oversight: The Basics ofRegulatory Impact Analysis” (Mercatus Center at George Mason University,Arlington, VA, September 12, 2011), http://mercatus.org/publication/regulatory-oversight, diakses pada tanggal 26 April 2016.

Page 56: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Di AS, pembentukan regulasi di ranah kekuasaan

Eksekutif mensyaratkan untuk menerapkan RIA

dalam setiap lembaga pemerintahan sejak tahun

1981. Hasil implementasi RIA ditinjau oleh Office

of Information and Regulatory Affairs (OIRA),

sebuah lembaga khusus yang bertugas langsung

di bawah Office of Management and Budget (OMB)

di kantor Kepresidenan AS. RIA mengidentifikasi

permasalahan dan mempertimbangkan berbagai

pilihan alternatif opsi penyelesaiannya yang diatur

secara eksplisit di dalam Executive Order (EO)

12866 yang diterbitkan oleh Presiden Bill Clinton

pada tahun 1993.57

Pada intinya, Executive Order tersebut mensyaratkan

semua lembaga pemerintah wajib menilai biaya

(costs) dan manfaat (benefits) dari pilihan-pilihan

regulasi, termasuk alternatif regulasi yang belum

diundangkan.

Tujuan-tujuan dari RIA adalah:58

a. Pertama, memperbaiki keyakinan tentang

dampak regulasi pemerintah, baik manfaatnya

maupun biayanya. Regulasi seharusnya dibuat

berdasarkan data empiris untuk memperoleh

efisiensi yang maksimal dalam pengambilan

keputusan maupun dampaknya kepada

ekonomi, administrasi publik, lingkungan, dan

sosial.

b. Kedua, mengintegrasikan multiple policy

objectives. Dengan dunia yang semakin

komplek dan rumit, pembuat undang-undang

dipaksa untuk tidak hanya melihat tujuan yang

sempit dan berjangka pendek tetapi juga

tujuan lainnya seperti efisiensi, pertumbuhan

ekonomi, kesenjangan, lingkungan, dan sosial.

c. Ketiga, memperbaiki transparansi dan

konsultansi. Pengalaman bertahun-tahun

menunjukkan adanya kebutuhan penyusunan

undang-undang dan penegakan hukum yang

semakin terbuka, transparan, dan akuntabel.

Untuk itu perlu dilibatkan lebih dekat public

stakeholders bukan hanya eksklusif terbatas

pada pembuat undang-undang saja.

d. Keempat, memperbaiki akuntabilitas

pemerintahan. RIA dapat memperbaiki

keterlibatan dan akuntabilitas pengambil

keputusan pada tingkat Pemerintah, Menteri,

Lembaga-lembaga negara, dan politisi pembuat

undang-undang melalui sistem informasi yang

menggambarkan manfaat dan biaya bagi

masyarakat.

Unsur-unsur penting dalam penyusunan RIA

adalah:59

a. Adanya ahli yang terpercaya, baik dari kalangan

regulator atau di luar pembuat undang-undang;

b. Konsensus dari semua pihak yang terkait

dengan keputusan terutama yang akan

menikmati benefit dan terbebani cost;

c. Politik, yang akhirnya keputusan diambil oleh

politisi di DPR dan Pemerintah;

d. Benchmarking, sebagai ukuran pembanding

berdasarkan kajian ilmiah;

e. Empiris, yaitu berdasarkan data lapangan yang

dianalisa sesuai kriteria.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kebijakan Krisis

Sepuluh tahun setelah krisis Asia berakhir, krisis

subprime mortgage meledak 2008 dan

mengakibatkan seluruh dunia masuk ke dalam

resesi ekonomi yang parah. Sejarawan

membandingkannya dengan krisis saat The Great

Depression 1930. Dalam rentang waktu satu bulan

dari bangkrutnya Lehman Brothers, pada tanggal

15 September 2008, pasar keuangan global runtuh

karena efek domino. Dunia sekali lagi menyaksikan

bahwa dalam pasar keuangan yang bebas dan

50

57 Executive Order Number 12866, “Regulatory Planning and Review”, 58FR 51735, (October 4, 1993).

58 Ibid. 59 Ibid.

Page 57: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

global ini, kepercayaan pasar (market confidence)

memegang posisi menentukan. Bilamana

kepercayaan pasar hilang, kepanikan bank (bank

panic) akan terjadi sehingga mengakibatkan

penarikan dana secara besar-besaran (bank run)

dan pada akhirnya menghancurkan pasar itu

sendiri. Pemerintah dan bank sentral dituntut

untuk menyelamatkan pasar keuangan dan

menghindarkan bencana ekonomi nasional dengan

menggunakan perannya sebagai the Lender of

Last Resort (LOLR).60

Krisis subprime mortgage mencapai puncaknya

tahun 2008 dan telah menimbulkan bencana

keuangan dunia. Sejak tahun 2002 pembiayaan

rumah besar-besaran dari bank dan lembaga

keuangan, capital inflow, dan inovasi sekuritisasi

kredit rumah dapat diakses dengan sangat mudah

dan murah. Pembiayaan dilakukan melalui

pemecahan-pemecahan instrumen pasar uang

dan menjadi berbagai produk-produk derivatif

yang dijual ke investor yang selanjutnya dijual

menjadi Collateralized Debt Obligation (CDO) dan

Structured Investment Vehicle (SIV).61

Pada tahap pertama, sekuritisasi dilaksanakan

terhadap sejumlah subprime mortgage sehingga

menjadi instrumen yang disebut mortgage-backed

securities (MBS). Dalam sistem keuangan modern,

praktik sekuritisasi MBS ini merupakan suatu hal

yang telah lazim, dan bahkan pada tahun 2006

jumlah kredit perumahan di AS (mortgage) yang

disekuritisasi menjadi MBS telah mencapai hampir

60% dari seluruh jaminan kredit perumahan.62

Kerugian besar yang terjadi sebenarnya bersumber

dari praktik pengemasan subprime mortgage

tersebut ke dalam berbagai bentuk instrumen

lain (derivative products), yang kemudian

diperdagangkan di pasar finansial global. Tahap

inilah yang mengakibatkan penggelembungan

(bubbles) dalam sistem keuangan AS. Proses

sekuritisasi ini melibatkan pihak ketiga baik institusi

pemerintah (antara lain lembaga Fannie Mae dan

Freddie Mac) maupun swasta. Dalam proses

sekuritisasi ini, pihak ketiga seringkali melakukan

pengemasan dengan melakukan penggabungan

(pooling) sejumlah mortgages, yang selanjutnya

dijual kepada investor yang berminat. Untuk

menanggulangi risiko gagal bayar (default), maka

pihak ketiga ini sekaligus bertindak sebagai

penjamin.

51

60 Andrew Sheng, From Asian To Global Financial Crisis. An Asian Regulator'sView of Unfettered Finance in the 1990s dan 2000s. (New York:CambridgeUniversity Press, 2009), hal. 375.

61 Made Sukada, Iskandar Simorangkir, Sugeng, Difi A. Johansyah (ed),Op.Cit., hal. 42. 62 US Financial Crisis Comission, Op.Cit., hal. 70.

CollateralizedDebt

Obligation

next etc...

TrancheResidential mortgage-backed securities are soldtoinvestors, giving them the right to the principaland interest from the mortgages. These securitiesare sold in tranches, or slices. The flow of cashdetermines the rating of the securities, with AAAtranches getting the first cut of principal andinterest payment, then AA, then A, and so on.

PoolSecurities firms purchase these loans and poolthem

OriginateLenders extended mortgages, including subprimeand At-5 loans Pool of

Morgages

First claim to cash flow fromprincipal and interest payments...

next claim...

AAA

AA

ABBBBB

EQUITY TRANCHES

High Risk, High Yield

MEZZANINE TRANCHESThese tranches were oftenPurchased by CDCs

SENIORTRANCHES

RMBS TRANCHESLow Risk, Low Yield

1

2

3

Gambar 3Mortgage's Securitization Proceedings.

US Financial Crisis Comission (2011)

Page 58: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Banyak lembaga keuangan yang turut

memperdagangkan sekuritisasi ini dengan

memberikan pinjaman, gadai, tanpa kontrol dan

tanpa manajemen yang mumpuni diluar keahliannya

hanya untuk memperoleh keuntungan. Mereka

dikenal dengan shadow banks sebagai perantara

keuangan yang terlibat dalam menciptakan kredit

dalam sistem keuangan global. Lembaga-lembaga

tersebut yang melipat gandakan leverage atas

kredit pemilikan rumah sehingga bisa mencapai

empat puluh kali dari harga rumah. Ciri property

bubble semacam ini yang mengakibatkan subprime

crisis.

Intensitas krisis global 2008 terlihat ketika:

(i) BNP Paribas menyatakan ketidaksanggupannya

mencairkan instrumen finansial yang terkait

dengan subprime mortgage di Amerika Serikat

pada Agustus 2007; (ii) bank sentral AS (The

Federal Reserve) dan bank sentral Inggris (Bank

of England) kemudian harus memompa likuiditas

ke pasar masing-masing senilai $25 Miliar dan

¤95 Miliar; (iii) Union Bank of Switzerland, Citibank,

dan Merryl Lynch mengalami kerugian besar;

(iv) Bear Stearns dipaksa harus diakuisisi oleh JP

Morgan Chase pada awal 2008; (v) Pemerintah

AS memutuskan untuk menyelamatkan Fannie

Mae dan Freddie Mac pada September 2008

yang menjadi program bail out terbesar dalam

sejarah AS; (vi) Dalam rentang waktu Oktober

sampai dengan Desember 2008 intensitas krisis

semakin meningkat, sehingga mengakibatkan

Ukraina, Pakistan, dan Islandia harus meminta

bantuan kepada IMF disusul oleh Hungaria. Pada

periode ini, Economic Research National Bureau

of Economic Research (NBER) menyatakan

perekonomian AS masuk ke dalam masa resesi.63

Mengingat keterbukaan ekonomi dan pasar di

Indonesia, krisis global memberi dampak langsung

(contagion) ke dalam negeri. Sebelum Lehman

Brothers mengumumkan kebangkrutan, nilai tukar

Rupiah masih berada di level Rp. 9000 per US

Dollar, tetapi pada tanggal 24 November 2008

Rupiah menembus angka Rp. 12.650 per US Dollar.

Pada bulan Juli 2008 cadangan Devisa Indonesia

berkurang dari US$ 60,6 Miliar menjadi sebesar

US$ 51,6 Miliar bulan Desember. Risiko kredit

(credit default) Indonesia juga ikut melemah

hingga 1200 basis poin (bps). Indeks harga saham

gabungan (IHSG) pada tanggal 8 Oktober

2008 anjlok sebesar 10,38% dan menyentuh

1.451,7 yang mengakibatkan otoritas bursa

memberhentikan sementara perdagangan efek

dan derivatif selama 2 hari kerja hingga tanggal

10 Oktober 2008. Jumlah dana asing yang terdapat

di Surat Utang Negara (SUN) turun dari Rp. 108,37

triliun pada tanggal 5 September 2008 menjadi

Rp. 105,6 triliun pada tanggal 19 September 2008.

52

63 Made Sukada, Iskandar Simorangkir, Sugeng, Difi A. Johansyah (ed),“Krisis Finansial Global dan Dampaknya terhadap Perekonomian Indonesia”(Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter,Bank Indonesia, 2009), hal. 45-46.

Saham SUN SBI IDR/USD

5,0004,0003,0002,0001,000

0-1,000-2,000-3,000-4,000

USD Juta IDR/USD9,000

9,500

10,000

10,500

11,000

11,500

12,000Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep

2008 2009

Flows Dana Asing Di SBI,SUN dan Saham

Gambar 4Indikator Krisis Global Terhadap Perekonomian

Indonesia. Bank Indonesia (2009)

Volatilitas IHSG

Indeks

Jan Mar May Jul Sep Nov

2008 2009

3.00

2.50

0.50

0.00

2.00

1.50

1.00

Jan Mar May Jul Sep Nov

Page 59: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Pemerintah merespon cepat situasi krisis dengan

mengeluarkan tiga Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (PERPPU) tentang Bank Indonesia,

Lembaga Penjamin Simpanan, dan Jaring

Pengaman Sistem Keuangan sebagai bentuk

pencegahan dan penanganan terhadap dampak

krisis global ke Indonesia.

Selanjutnya Bank Indonesia menyempurnakan

kembali sejumlah aturan. Misalnya, Peraturan Bank

Indonesia (PBI) No.10/26/2008 tentang Fasilitas

Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) bagi Bank Umum

yang lalu direvisi menjadi PBI No.10/30/2008 dan

PBI No.10/31/2008 tentang Fasilitas Pinjaman

Darurat (FPD).

Ringkasan dari peran pemerintah dalam menangani

gejolak krisis global di Indonesia adalah sebagai

berikut:

53

2008 2009

Pergerakan IHSG

Sumber: Bloomberg

Indeks

Jan Mar May Jul Sep Nov

3000

2750

1250

1000

2500

2250

2000

1750

1500

Jan Mar May Jul Sep

1111.39

Demand Supply Valas (Spot)

US$

Nets (+)/D (-) Domestic Player

Nets (+)/D (-) Foreign Player

Nets (+)/D (-) Total

Exchange Rate

2008 2009

5000

5000

1000

-1000

-3000

-5000

9800

9600

9400

9200

9000

8800

8600Capital outflow

ExcessSupply

Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep

ExcessDemand

Gambar 5Krisis Keuangan Global 2008 dan Dampaknya Kepada Indonesia

HOUSING BUBBLE

US GovermentEncouraged Banks to

Lend withCheap Money

BORROWER/HOME OWNER

Large Borrowers,Low Income,Easy Credit

Low RepaymentCapacity

Flush W/LiquidityMbs/Cdo/Cdshousing Prices

IncreasedStock Market Booming

BAILOUT

• Bear Stearn ($ 30 B)• Washington Mutual (1.9 B)• AIG (85 B)• Fannie May And Freddie Mac

Under Cosevatorship• Tarp (700 B)• Lehman Brothers Closed• Merill Lynch Acquired By BoA (50B)• Goldman Sachs, Morgan Stanley

Converted To Commercial Banks

BAILOUT

• Northern Rock (Feb 2008) £ 25 B• Hbos Bought By Lloyds (12 B

Pound Or 22.3 B)• Bardford & Bingley Nationalized

(50 B Pound)• Fortis Nationalized (16.8 B Euro)• Hypo Real Estate Rescued• Australia Raied Au$8 B• Japan Bought Lehman Assets

KSSKBAILOUT

• CENTURY - LPS(RP 6.7 T)

US CRISIS2007 - 2008

GLOBAL CRISIS2007 - 2008

INDONESIA2008

BUBBLE BURSTING

Housing Prices Dropped;CDO, Banks, Hedge Funds, Investors

Suffered Losses Stop;Buying MBS

CONTAGION EFFECTS

Panic; Bank Runs; Stock PriceCrusched Banks; Mortgage Lenders;Hedge Funds, Investors Significant

Losses;Large Unemployment

CRISIS ANTICIPATION

PERPU 2/2008PERPU 3/2008PERPU 4/2008PBI 26/2008PBI 30/2008

US HOUSING BUBBLE2002 - 2006

BAILOUT

BANK INDONESIAFPJP

• CENTURY(RP 689 M)

DG BUDI MULIA(10-12)

Page 60: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Upaya pencegahan dan penanganan krisis global

pada tahun 2008 yang dilakukan oleh Pemerintah

Indonesia menimbulkan kontroversi hukum dengan

dipidananya salah satu Deputi Gubernur Bank

Indonesia atas nama Budi Mulya.

Majelis Hakim menilai penetapan Bank Century

sebagai bank gagal berdampak sistemik yang

selanjutnya diserahkan kepada LPS pada 21

November 2008, dan disetujui terdakwa dalam

Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI mengakibatkan

kerugian negar Rp. 8.012.221.000.000,- telah

menciderai kepercayaan masyarakat terhadap

kesungguhan negara dalam membangun

demokrasi ekonomi.64

Pada tanggal 16 Juli 2014, Pengadilan Tipikor

Jakarta memutuskan bahwa Budi Mulya terbukti

melakukan tindak pidana korupsi. Terdakwa

dihukum 10 tahun penjara dan denda 500 Juta

Rupiah subsider 5 bulan kurungan. Dalam amar

putusan, hakim tipikor menilai Budi Mulya terbukti

melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu

pemberian persetujuan FPJP dengan iktikad tidak

baik karena untuk mencari keuntungan bagi diri

sendiri dan menyelamatkan dana Yayasan

Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI)

yang ada di Bank Century, serta tindakan-tindakan

lain yang bermotif korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Di samping itu, hakim menilai pemberian FPJP

tidak dilakukan dengan analisis mendalam dan

berdampak positif sehingga menyebabkan kerugian

negara mencapai Rp. 8,5 Triliun, yaitu FPJP sebesar

Rp. 689,39 Miliar, kerugian saat pemberian

penyertaan modal sementara dari Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS) Rp. 6,7 Triliun hingga Juli

2009, dan Rp. 1,2 Triliun pada Desember 2013.65

Selanjutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

memperberat hukuman Budi Mulya menjadi 12

tahun penjara. Alasan memperberat antara lain

di samping menimbulkan kerugian keuangan

negara yang besar, juga telah menimbulkan

gangguan laju pertumbuhan perekonomian

negara.66 Sanksi pidana penjara tersebut kemudian

diperberat oleh Mahkamah Agung menjadi 15

tahun penjara setelah dalam Putusan Kasasi.67

Pada hakikatnya, penanganan krisis sistem

keuangan di berbagai negara dilaksanakan

berdasarkan landasan hukum yang jelas dan tidak

multi-tafsir. Secara teoritis, bank sentral memiliki

peranan dalam melaksanakan fungsinya sebagai

LOLR, baik dalam situasi normal maupun masa

krisis. Begitupun dengan koordinasi bank sentral

dengan lembaga negara terkait ketika

melaksanakan krisis protokol (protocol crisis).

Dengam mengambil contoh komparatif pada

pengambilan tindakan dalam rangka pencegahan

dan penanganan krisis sistem keuangan di

Indonesia, Amerika Serikat dan Inggris, pada

prinsipnya para financial safety net players pada

masing-masing negara telah mengambil tindakan

yang didasarkan pada landasan hukum yang jelas

maupun penggunaan diskresi dengan reasoning

yang tepat. Meskipun demikian, proses dan output

dari pelaksanaan masing-masing kewenangan

seringkali menimbulkan pro dan kontra. Tabel di

bawah ini menggambarkan jenis permasalahan

serta tindakan penyelamatan yang dilakukan bank

sentral ketika berupaya menyelamatkan sistem

keuangan negaranya masing-masing.

54

64 Vide Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 67/PID/TPK/2014/PT.DKI Tahun 2014 a.n Terdakwa Budi Mulya.

65 Vonis Budi Mulya Bertambah Jadi 12 Tahun, http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2385-vonis-budi-mulya-bertambah-jadi-12-tahun,diakses pada tanggal 8 Desember 2015.

66 Ibid.

67 http://www.beritasatu.com/hukum/340949-salinan-putusan-budi-mulya-diterima-kpk-kembangkan-kasus-century.html

Page 61: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Meskipun tidak diatur secara eksplisit, Amerika

Serikat dan Inggris telah menerapkan asas

kekhususan sistematis yang memisahkan secara

tegas aturan-aturan khusus antara hukum pidana

administrasi dan undang-undang anti-korupsi.

Amerika Serikat memiliki Foreign Corruption

Practices Act (FPCA) dalam pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Menghadapi

krisis 2008 The Fed menjalankan perannya sebagai

LOLR dan Pemerintah melaksanakan penyelamatan

berdasarkan Emergency Economic Stabilization

Act yang kemudian menjadi undang-undang.

Demikian pula di Inggris, BOE mempunyai diskresi

penuh dalam merestabilisasi sistem keuangan

dinegaranya dari krisis keuangan global tahun

2008. Anti Bribery Act tidak diberlakukan bagi

kebijakan BOE karena menjalankan kewenangannya

dalam pemberian bantuan likuiditas bagi lembaga-

lembaga keuangan, termasuk bailout Northern

Rock.

Peran penting bank sentral sebagai LOLR dengan

menyediakan bantuan likuiditas kepada bank dan

lembaga keuangan non bank dimaksudkan untuk

menjaga kelancaran sistem pembayaran dan

menghindari hambatan atas penyaluran kredit

kepada sektor riil agar perekonomian nasional

tetap terjaga.

2. Implementasi Asas Kekhususan Sistematis di

Indonesia

Eksistensi asas kekhususan sistematis di Indonesia

baru dapat ditemukan dalam Pasal 14 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah

diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun

55

UNITED STATE OF AMERICAINDONESIA UNITED KINGDOM

Central Bank Institution

Subject of Comparison Study(Financial Institution)

Legal Basis:a) Central Bank Regulationb) Banking Regulation

Financial Safety Net Regulation

Main Issue

Crisis Resolution Mechanism

Bank Indonesia

Bank Century

UU tentang BI(UU No. 23/199)UU tentang Perbankan(UU No. 10/1998)

Perpu No. 4/2008 tentangJaringan Pengaman SistemKeuangan

Contagion effect from globalcrisis that leads to systemiccrisis

FPJP: Rp 689,39 MDeposit guarantee: Rp 6,7 T(Jul 2009)

Federal Reserve

Bear Stearns

Federal Reserve Act 1913

The Gramm-Leach-Bliley Act(Financial ServicesModernization Act of 1999)

Emergency EconomicStabilization Act of 2008

“Sub-prime mortgage”

Fed Bailed-out J.P. Morgan totake over Bear Sterns & CreatedMaiden Lane LLC as specialvehicle purpose to remove thetoxic assets. The bail out is worthfor US$29 billion

Bank of England

Northern Rock

Bank of England Act 1998

Banking (Special Provisions)Act 2008

BoE Act (Fully DiscretionExercise of BoE

“Failure to perform short-term funding”

BoE bailed-out to supportNorthern Rock’s liquidity level.The bail out is worth for £25-30 billion

1

2

3

4

5

6

Tabel 1. Crisis Resolution and Its Legal Basis During The Financial Crisis of 2008

Page 62: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Keberadaan asas kekhususan sistematis di dalam

Pasal ini menimbulkan perdebatan narasi atas

limitasi wewenang dari hukum pidana korupsi

dan hukum pidana administrasi. Hal ini juga terjadi

karena luasnya cakupan Pasal 2 dan Pasal 3

Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, sehingga

pelaksanaan diskresi oleh pejabat penyelenggara

negara ditafsirkan sebagai perbuatan koruptif

apabila perbuatan tersebut dianggap menimbulkan

kerugian negara. Kesalahan administrasi tidak

serta merta merupakan kesalahan pidana.68

Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Pasal 3 dan

Pasal 21 serta Undang-Undang No. 5 Tahun 2014

memberikan wewenang kepada Hakim PTUN

untuk mengadilinya.

Penormaan secara eksplisit asas kekhususan

sistematis ke dalam hukum pidana administrasi

merupakan satu solusi untuk mengakhiri

perdebatan terkait batasan wewenang antara

hukum pidana korupsi dan hukum pidana

administrasi. Untuk keperluan ini dilakukan

penelitian asas kekhususan sistematis berbasis

efisiensi dengan menggunakan Metode EAL

khususnya Regulatory Impact Assessment (RIA)

yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

Secara yuridis, pemisahan tegas aturan-aturan

khusus di AS dan di Inggris dikenal sebagai special

rule. Dalam Black's Law Dictionary, special rule

diartikan sebagai “a rule applicable to a particular

case or circumstance only”.69 Dalam posisi

penanganan krisis sistem keuangan global di AS,

Emergency Economic Stabilization Act of 2008

diterapkan sebagai special rule dan

mengesampingkan FCPA.

Di AS, penerapan asas kekhususan sistematis telah

diterapkan ke dalam kasus yang konkret. Dalam

perkara Rogers v. United States, Judge David Josiah

Brewer, Associate Justice of the Supreme Court

of the United States menyatakan bahwa:70

“The rule is generalia specialibus non derogant.

The general principle to be applied ... to the

construction of acts of Parliament is that a general

act is not to be construed to repeal a previous

particular act, unless there is some express

reference to the previous legislation on the subject,

or unless there is a necessary inconsistency in the

two acts standing together. And the reason is ...

that the legislature having had its attention directed

to a special subject, and having observed all the

circumstances of the case and provided for them,

does not intend by a general enactment afterwards

to derogate from its own act when it makes no

special mention of its intention so to do.... As a

corollary from the doctrine that implied repeals

are not favored, it has come to be an established

rule in the construction of statutes that a

subsequent act, treating a subject in general terms

and not expressly contradicting the provisions of

a prior special statute, is not to be considered as

intended to affect the more particular and specific

provisions of the earlier act, unless it is absolutely

necessary so to construe it in order to give its

words any meaning at all”.

Perkara Rogers v. United States merupakan salah

satu perkara yang menimbulkan perbedaan-

perbedaan penafsiran terhadap pilihan norma

hukum di dalam beberapa aturan yang sama-

sama bersifat khusus.

Pada dasarnya, dalam rangka melaksanakan

interpretasi, apabila ditemukan adanya konflik

antar dua undang-undang, maka salah satu aturan

56

68 Indriyanto Seno Adji, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan HukumPidana, (Jakarta: CV Diadit Media, 2007), hal. 374.

69 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary. Seventh Edition. (St. Paul,Minnesota: West Group, 1999), hal. 1330.

70 Duhaime's Law Dictionary, http://www.duhaime.org/LegalDictionary/G/GeneraliaSpecialibusNonDerogant.aspx.

Page 63: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

yang lebih umum harus dikesampingkan (Justice

Griffiths of the Ontrario Court of Appeal in R v.

Greenwood). Prinsip ini juga dikenal sebagai prinsip

implied exception. Ruth Sullivan, guru besar bidang

hukum di University of Ottawa menyatakan

bahwa:71

“when two provisions are in conflict and one of

them deals specifically with the matter in question

while the other is of more general application,

the conflict may be avoided by applying the specific

provision to the exclusion of the more general

one. The specific prevails over the general”.

Eksistensi penerapan prinsip ini pada dasarnya

identik dengan asas kekhususan sistematis,

mengingat peraturan perundang-undangan di

negara-negara common law seperti AS dan Inggris

sifatnya berdiri masing-masing dan bersifat khusus

(tidak memiliki kodifikasi hukum seperti Indonesia).

Berbeda dengan Indonesia, kebijakan yang diambil

dalam upaya pencegahan krisis keuangan yang

secara global melanda seluruh dunia justru

ditengarahi sebagai kejahatan korupsi. Hal ini

terjadi karena luasnya cakupan Pasal 2 dan Pasal

3 UU Tindak Pidana Korupsi, sehingga pelaksanaan

diskresi oleh pejabat penyelenggara negara

ditafsirkan sebagai perbuatan koruptif apabila

perbuatan tersebut dianggap menimbulkan

kerugian negara.

Pertimbangan Majelis Hakim pada Pengadilan

Tingkat Pertama menyatakan bahwa penyelamatan

Bank Century adalah kebijakan yang salah. Dalam

membuktikan niat (mens rea) Terdakwa (a.n Budi

Mulya), Majelis Hakim melihatnya dari upaya

Terdakwa untuk memberikan Fasilitas Pendanaan

Jangka Pendek kepada Bank Century.

Di sisi lain, Tim penasehat hukum Budi Mulya

menilai bahwa pemberian FPJP merupakan

kewenangan secara kelembagaan dan diputuskan

secara kolektif kolegial. Apabila terdapat kesalahan

dalam pemberian FPJP, kesalahan tersebut bukan

menjadi ranah hukum pidana (korupsi), melainkan

ranah adminsitrasi negara.

Adapun beberapa tokoh hukum nasional yang

tergabung dalam amicus curiae (friends of court)

memberikan pandangannya kepada Majelis Hakim

pada Pengadilan Tingkat Pertama pada kasus Budi

Mulya. Mereka berpendapat bahwa kebijakan

aparatur negara bukanlah tindak pidana. Lebih

lanjut, para amicus curiae berpendapat penilaian

kebijakan pemberian FPJP kepada Bank Century

tidak dapat dipidana karena kebijakan tersebut

diambil secara secara kolektif kolegial, bukan secara

orang perseorangan.72

Perkara tindak pidana korupsi atas nama terpidana,

Budi Mulya, terjadi karena adanya multitafsir dan

tumpang tindihnya hukum materil dan penegakan

hukumnya. Perkara tersebut menimbulkan

perdebatan narasi diantara hukum pidana korupsi

dan hukum pidana administrasi, dimana menurut

Prof. Indriyanto Seno Adji, jarak antara keduanya

merupakan grey area dan perlu untuk dicari

solusinya.

Dalam hubungan ini, menarik untuk disimak

Instruksi Presiden Jokowi kepada penegak hukum

yaitu:73

a. Larangan bagi penegak hukum untuk

memperkarakan diskresi aparatur pejabat

negara.

57

71 Ruth Sullivan, Sullivan and Driedger on the Construction of Statute,(Canada: LexisNexis, Canada Inc, 2008), hal. 277.

72 34 Tokoh Tolak Kriminalisasi Kebijakan, http://katadata.co.id/berita/2014/07/10/sejumlah-tokoh-sampaikan-pendapat-kasus-century-ke-pengadilan,diakses pada tanggal 4 Agustus 2016.

73 Lima Instruksi Jokowi Terkait Larangan Kriminalisasi Pejabat,http://katadata.co.id/berita/2016/07/19/lima-instruksi-jokowi-terkait-larangan-kriminalisasi, diakses pada tanggal 4 Agustus 2016.

Page 64: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b. Tindakan administrasi pemerintah tidak boleh

dipidanakan.

c. Kementerian/Lembaga Pemerintahan diberikan

waktu 60 hari untuk menjawab hasil temuan

audit investigatif yang dikeluarkan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan terhadap

Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

d. Setiap data mengenai kerugian negara harus

konkrit dan tidak boleh mengada-ada.

e. Larangan terhadap tindakan yang menyebar-

luaskan tuduhan yang belum terbukti dan

belum masuk proses hukum.

Instruksi Presiden di atas merupakan instruksi

positif bagi upaya penegakan hukum di Indonesia

dan secara khusus merupakan bagian untuk

mengakhiri perdebatan narasi antara hukum

pidana korupsi dan hukum pidana administrasi.

Salah satu solusi untuk mengakhiri perdebatan

narasi sebagaimana tersebut di atas adalah melalui

penormaan asas kekhususan sistematis yang

berbasis efisiensi ke dalam peraturan perundang-

undangan pidana administrasi, yang dalam

penelitian ini difokuskan pada administrative penal

law di bidang perbankan. Asas inilah yang pada

hakikatnya dapat dijadikan garis pemisah yang

tegas antara hukum pidana korupsi dan hukum

pidana administrasi sehingga perdebatan narasi

dapat diakhiri.

Namun demikian, penerapan asas kekhususan

sistematis perlu dianalisis menggunakan tolak

ukur dan parameter yang metodis dan sistematis.

Oleh karena itu, upaya penormaan asas

kekhususan sistematis ke dalam undang-undang

pidana administrasi di bidang perbankan dikaji

dengan metodologi Economic Analysis of Law

(EAL) melalui perangkatnya Regulatory Impact

Assessment (RIA) sebagaimana terurai pada bagian

di bawah ini.

3. Analisis Dampak Regulasi (Regulatory Impact

Analysis)

Hasil kajian atas penormaan asas kekhususan

sistematis dengan menggunakan RIA dari

metodologi EAL di atas dituangkan ke dalam

Regulatory Impact Assessment Statement

(RIAS) sesuai dengan pedoman (guidelines) dari

praktik terbaik (best practices) yang telah diterapkan

di beberapa negara maju maupun negara

berkembang dalam sistematika sebagai berikut:

a. Identifikasi Masalah

Adanya “grey area” sehingga terjadi tumpang

tindih kewenangan antara hukum pidana

korupsi dan hukum pidana administrasi yang

disebabkan akibat adanya multitafsir tentang

penerapan asas kekhususan sistematis yang

diatur dalam Pasal 14 UU Nomor 31 Tahun

1999 sebagaimana telah diubah dengan UU

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Permasalahan ini

mengakibatkan timbulnya perdebatan narasi

terkait batasan antara hukum pidana dan

hukum pidana administrasi di bidang perbankan

dan berdampak menggeser fungsionalisasi

hukum pidana dari “ultimum remidium”

menjadi “primum remidium”

b. Tujuan Kebijakan

Tujuan kebijakan diarahkan untuk

menyelesaikan dua permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini melalui:

(i) Penormaan asas kekhususan sistematis

dalam hukum pidana administrasi khususnya

dalam bidang perbankan; (ii) Reposisi prosedur

penilaian kebijakan dan diskresi aparatur negara

berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 dan reposisi

hukum pidana menjadi ultimum remidium.

c. Alternatif dan Opsi Dari Kebijakan

Dengan melihat tujuan dan permasalahan

yang diangkat dalam makalah ini, dipilih dua

masalah dengan masing-masing alternatif

opsinya sebagai berikut:

58

Page 65: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

d. Dampak

Perangkat RIA mengidentifikasikan 4 dampak

yaitu terhadap bidang ekonomi, administrasi

publik, lingkungan dan sosial. Rincian detail

dari bidang tersebut diambil dari praktek terbaik

(best practices) dari Organisation for Economic

Co-operation and Development (OECD). Untuk

maksud tersebut digunakan data, teori

(rasional), dan asumsi yang dipakai dalam

penghitungan dampak.

1) Data

Data yang dipergunakan dalam

penghitungan ini adalah data kuantitatif

dan kualitatif tentang indikator ekonomi

dan sosial Indonesia tahun 2008-2013 yang

bersumberkan pada data resmi dari Bank

Indonesia, Biro Pusat Statistik (BPS),

Kementerian Keuangan, dan International

Monetery Fund (IMF).

2) Teori (Rationale)

Teori yang digunakan adalah pendapat

J.M. Keynes bahwa “anggaran negara

(APBN) menentukan tingkat pertumbuhan

ekonomi”. Meskipun pendapat tersebut

masih kontroversial yaitu tergantung kondisi

negara masing-masing namun dalam

konteks Indonesia masih dianggap valid

dimana peran Pemerintah sangat besar

dalam mendorong pertumbuhan ekonomi

tersebut yang selanjutnya akan menentukan

tingkat kesejahteraan sosial.

59

ISSUE 1

TIDAK ADANYA PENORMAAN ASAS KEKHUSUSANSISTEMATIS DI DALAM ADMINISTRATIVE PENAL LAW DI

BIDANG PERBANKAN

ISSUE 2

PENEGAKAN HUKUM ADMINISTRATIVE PENAL LAWDI BIDANG PERBANKAN YANG TIDAK MEMBERLAKUKANNORMA ASAS KEKHUSUSAN SISTEMATIS SEHINGGA

MENGAKIBATKAN PERGESERAN POSISI HUKUM PIDANAMENJADI PRIMUM REMEDIUM

OPSI:

A. Status QuoB. Penormaan Asas Kekhususan Sistematis pada UU BI,

UU OJK, UU LPS dan UU JPSKC. Harmonisasi dan Sinkronisasi Asas Kekhususan

Sistematis pada seluruh Administrative Penal Lawdi Bidang Perbankan

OPSI:

A. Status Quo (Primium Remedium)B. Reposisi prosedur penilaian kebijakan dan diskresi

aparatur negara berdasarkan UU No.30 tahun 2014tentang Administrasi Pemerintahan

C. Harmonisasi dan Sinkronisasi Asas KekhususanSistematis pada seluruh Administrative Penal Lawdi BIdang Perbankan

Tabel 2.Issue 1 & Issue 2 serta Opsi A, B, C

Page 66: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

60

The basic rationale for RIA is to ensure that all regulatory proposals serve the policy objectives of government, ie.welfare maximization as effectively and efficiently as possible. The application of RIS improves accountablity and transparency in

policy making. It makes transparent the expected costs and benefits of options for different stakeholders.The RIA process helps to determine whether a) the benefits justify the costs; b) the proposed measure will address the onjection of government;and c) ensure that consultation with people before the regulation issued is meaningful and reaches the widest possible range of stakeholders.

GovernmentBudget(100%)

Lowabsorption

INPUT

• Inefficiency• Allocative and

technical

OUTPUT OUTCOME

• Ineffectiveness

Leakageamong other corruption

Lowbenefit

Economic WelfareMaximization

Benefit 45%

STATUS QUO

1

2 3

4

Efficiency levelTotal damageCost 55%

RATIONALE“Keynisian”

Gambar 6.Regulatory Impact Assessment: The Rationale And The Assumption

e. Analisa Biaya dan Manfaat

Berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif

tentang indikator ekonomi dan sosial Indonesia

tahun 2008-2013, dengan menggunakan

formula Net Present Value (NPV) atas setiap

manfaat dan biaya dari setiap opsi dihitung

Net Benefit dan Benefit Cost Ratio (BCR) dengan

hasil sebagai berikut:

Dari penelitian di atas terlihat alternatif opsi 1C

Harmonisasi dan Sinkronisasi Asas Kekhususan

Sistematis pada seluruh Administrative Penal

Law di Bidang Perbankan dari Issue 1

menghasilkan Net Benefit Rp. 479 Trilyun dan

BCR 1.8; alternatif opsi 2C Reposisi Ultimum

Remedium dari Issue 2 menghasilkan nilai

tertinggi Net Benefit Rp. 748 Trilyun dan BCR

2.9.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

2,500

2,000

1,500

1,000

500

0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0

Opsi 1A & 2AStatus Quo

(Tidak ada perubahan)

Opsi 1BAsas Kekhususan

Sistematis pada UU BI,UU OJK, UU LPS,

UU LPSK

Opsi 1CHarmonisasi danSinkronisasi Asas

KekhususanSistematis pada

seluruh AdministrativePenal Law di Bidang

Perbankan

Opsi 2BTidak adanya

penormaan AsasKekhususan di dalamAdministrative Penal

Law di bidangPerbakan

Opsi 2CReposisi Asas Ultimum

Remedium Maximization Benefit

Highest BCR = Efficient = Justice

(Richard A. Poster)

Benefit

Cost

Net Benefit

BCR

BCR

Gambar 7.Opsi A, B, C

Page 67: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

f. Konsultasi Publik

Sebelum usulan dan keputusan regulasi diambil

hasil penilaian berdasarkan Regulatory Impact

Assessment (RIA) dikomunikasikan kepada

publik terutama stakeholders dari regulasi yang

akan diusulkan yaitu pengambil kebijakan

(decision maker), pihak-pihak yang terkait yang

akan memperoleh dampak manfaat atau

terbebani biaya dan para ahli (experts) yang

terkait dengan kebijakan. Dengan komunikasi

publik tersebut diharapkan regulasi yang akan

dikeluarkan mepresentasikan kehendak

masyarakat dan memperbaiki tata kelola

pemerintahan yang baik yang bercirikan

transparan, akuntable, dan good governance.

g. Implementasi Atas Opsi Yang Dipilih

Berdasarkan Analisa Biaya dan Manfaat,

diimplementasikan opsi terbaik sebagai berikut:

1) Diperlukannya pelaksanaan harmonisasi

dan sinkroniasasi administrative penal law

di bidang perbankan yang telah

menormakan asas kekhususan sistematis.

2) Perlu adanya perubahan paradigma aparat

penegak hukum terkait reposisi prosedur

penilaian kebijakan dan diskresi aparatur

negara yang merupakan kompetensi

absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara.

Mekanisme ini tunduk pada aturan

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan.

3) Diperlukannya pemberian pelatihan kepada

aparat penegak hukum agar dapat memiliki

pengetahuan yang lebih mumpuni terkait

mekanisme dan prosedur pencegahan dan

penanganan krisis sistem keuangan. Opsi

ini ditujukan sebagai tujuan utama dalam

rangka mereposisi hukum pidana sebagai

ultimum remidium.

D. PENUTUP

Kedudukan asas kekhususan sistematis (systematische

specialiteit) saat ini hanya terdapat di dalam Pasal 14

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang bunyinya sebagai berikut:

“Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-

undang yang secara tegas menyatakan bahwa

pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang

tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini”.

Asas tersebut merupakan pengembangan dari asas

lex specialis derogat legi generali yang terdapat pada

Pasal 63 ayat (2) KUHP dimana diberlakukan

penerapan Undang-Undang yang 'lebih khusus dari

yang khusus” dalam proses penegakan hukum. Tidak

adanya batasan yang jelas atas asas kekhususan

sistematis telah menimbulkan grey area yang

mengakibatkan perdebatan narasi antara hukum

pidana korupsi dan hukum pidana administrasi karena

adanya multi-interpretasi. Ketiadaan asas kekhususan

sistematis di dalam produk administrative penal law

di bidang perbankan mengakibatkan praktik tindak

pidana di dalam perbankan diidentikan sebagai tindak

pidana korupsi.

Penormaan asas kekhususan sistematis melalui teori

efisiensi dalam metodologi economic analysis of law

(EAL) melalui sarana Regulatory Impact Assessment

(RIA) merupakan upaya pembaharuan hukum

khususnya di bidang perbankan agar tercipta limitasi

yang jelas antara tindak pidana korupsi dan tindak

pidana perbankan. Penerapan EAL pada penormaan

asas kekhususan sistematis dalam produk hukum

administrative penal law di bidang perbankan

merupakan upaya untuk menjustifikasi, baik secara

kualititatif dan kuantitatif atas efektivitas dan efisiensi

yang diharapkan dapat tercapai. Dampak yang dinilai

melalui penerapan metodologi EAL tidak hanya

terbatas dalam lingkup sempit peraturan perundang-

undangan (hukum materil) dan proses penegakan

hukumnya (hukum acara), melainkan lingkup yang

komprehensif yang terdiri atas dampaknya terhadap

kesejahteraan sosial yang dirinci dalam bidang

ekonomi, publik administrasi, lingkungan dan sosial.

61

Page 68: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

62

Penilaian dampak dalam lingkup yang komprehensif

dilakukan melalui (i) Regulatory Impact Assessment

(RIA) dan (ii) Cost Benefit Analysis (CBA) dapat

memberikan alternative aplikatif untuk permasalahan

over- kriminalisasi di bidang perbankan yang

mengakibatkan tidak tercapainya optimalisasi

kesejahteraan masyarakat sesuai yang diamanatkan

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945.

Dengan menggunakan pendekatan metodologi EAL

bertujuan untuk menciptakan limitasi yang jelas antara

administrative penal law di bidang perbankan dan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

yang sama-sama bersifat khusus. Penciptaan limitasi

melalui metodologi EAL perlu didukung melalui upaya

mereposisi hukum pidana sebagai ultimum remedium.

Konklusi dari penerapan RIA pada penelitian ini adalah

opsi 2C yaitu harmonisasi dan sinkronisasi penormaan

asas kekhususan sistematis dalam hukum pidana

administrasi di bidang perbankan, reposisi prosedur

dan penilaian kebijakan dan diskresi aparatur negara

berdasarkan Undang-Undang No.30 tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan, serta reposisi

hukum pidana sebagai ultimum remedium merupakan

opsi terbaik.

Page 69: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

1. Buku

Prasetyo, Teguh. 2005. Keadilan Bermartabat Perspektif Teori Hukum. Bandung: Penerbit Nusa Media.

Posner, Richard A. Posner. 1981. The Economics of Justice,. Cambridge: Harvard University Press.

Arief, Barda Nawawi. 2008. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam PenanggulanganKejahatan. Jakarta: Kencana, 2008.

Abidin, Andi Zainal. 1987. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta: Universitas Indonesia.

Remmelink, Jan. 2003. Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum PidanaBelanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia PustakaUtama.

Dubber, Markus Dubber. 2006. Comparative Criminal Law. The Oxford Handbook of Comparative Law, Ed. MathiasReimann and Beinhard Zimmermann. New York: Oxford University Press, 2006.

Chazawi, Adami. 2006. Pelajaran Hukum Pidana. Jakarta: PT Rajagrafindo, 2006.

Housak, Douglas. Overcriminalization: The Limits of the Criminal Law. New York: Oxford University Press, 2008.

Wilson, William. 2002. Central Issues in Criminal Theory. Oxford-Portaland Oregon: Hart Publishing, 2002.

Indroharto. 1993. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I. Jakarta: SinarHarapan, 1993.

HR, Ridwan. 2011. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers.

Thompson, Brian. 1997. Constitutional and Administrative Law, 3th Ed. London: Black Stone Press Limited.

Bell, John. 1992. Discretionary Decision-Making: A Jurisprudential View The Uses of Discretion. Oxford: ClarendonPress.

Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta: RajaGrafindoPersada.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

Deane, Marjorie Deane dan Robert Pringle. 1995. The Central Banks. USA: Penguin Group, USA, 1995.

Bagehot, Walter. 1873. Lombard Street:A Description of the Money Market. London: Henry S. King & Co.

Rochet, Jean-Charles Rochet. 2008. Why Are There So Many Banking Crises? The Politics and Policy of Bank Regulation.New Jersey: Princeton University Press.

63

Page 70: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Sheng, Andrew. 2009. From Asian To Global Financial Crisis. An Asian Regulator's View of Unfettered Finance in the 1990s dan 2000s. New York: Cambridge University Press.

Seno Adji, Indriyanto. 2007. Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum Pidana. Jakarta: CV Diadit Media.

Black, Henry Campbell. 1999. Black's Law Dictionary. Seventh Edition. St. Paul, Minnesota: West Group, 1999.

Sullivan, Ruth. 2008. Sullivan and Driedger on the Construction of Statute. Canada: LexisNexis, Canada Inc.

Soekanto, Soerjono., dan Sri Mamuji. 2006. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006.

Ibarhim, Jhoni. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cet. 2. Malang: Bayumedia Publishing.

McLeod, Ian. 2003. Legal Theory. New York: Palgrave Macmillan.

Wiener Katz, Avery. 2006. Foundations of The Economic Approach to Law. LexisNexis: Matthew Bender.

2. Artikel/Jurnal Ilmiah

Anindyajati, Titis., Irfan Nur Rachman, Anak Agung Dian Onita. 2015. Konstitusionalitas Norma Sanksi Pidana sebagaiUltimum Remedium dalam Pembentukan Perundang-Undangan. Jurnal Mahkamah Konstitusi, Penelitian danPengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi Komunikasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,Jakarta.

International Monetary Fund. Fighting Corruption Critical for Growth and Macroeconomic Stability. IMF Survey Magazine:IMF Research.

Made Sukada, Iskandar Simorangkir, Sugeng, Difi A. Johansyah (ed), 2009. Krisis Finansial Global dan Dampaknyaterhadap Perekonomian Indonesia”. Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, BankIndonesia.

Crisan, Iulia. 2010. The Principles of Legality “Nullum Crimen, Nulla Poena Sine Lege” and Their Role. Effectius Newsletter,Issue 5.

Faure, Michael., Morag Goodwin, and Franziska Weber. 2013. The Regulator's Dilemma: Caught between the Needfor Flexibility and the Demands of Foreseeability. Reassessing the Lex Certa Principle. (Weber Rotterdam Instituteof Law and Economics (RILE) Working Paper Series No. 2013/03).

Macfarlane, Ian. 1999. The Stability of The Financial System. Reserve Bank of Australia Bulletin.

Cihak, Martin. 2006. How Do Central Banks Write on Financial Stability?. IMF Working Paper WP/06/13, InternationalMonetary Fund.

The Precidency: Republic of South Africa. Guidelines For The Implementation of The Regulatory Impact Analysis/Assessment(RIA) Process In South Africa. 2012. The Precidency of Republic of South Africa.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 2008. Introductory Handbook for UndaertakingRegulatory Impact Analysis, (OECD, Version 1.0.

64

Page 71: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Staschen, Stefan., Ahmed Dermish, & Lara Gidvani. 2012. Regulatory Impact Assessment Methodology: TowardsEvidence Based Policy Making in Financial Inclusion. Bankable Frontier Associates.

3. Makalah Seminar/Prosiding

International Monetary Fund, “IMF Staff Discussion Note. Corruption: Costs and Mitigating Strategies”. (Staff Teamfrom the Fiscal Affairs Department and the Legal Department, SDN/16/05, May 2016), hal. 5.

Kaifa-Gbandi, Maria. 2011. The Importance Of Core Principles Of Substantive Criminal Law For European CriminalPolicy Respecting Fundamental Rights And The Rule Of Law. European Criminal Law Review, No. 1, Vol. 1.

European Commission. 2011. Towards An EU Criminal Policy: Ensuring The Effective Implementation Of EU PoliciesThrough Criminal Law. Communication From The Commission To The European Parliament, The Council, TheEuropean Economic And Social Committee And The Committee Of The Regions, Brussels.

Shortall, David. 2006. Regulatory Impact Assessment: Methodology and Best Practices, Lecture, INMETRO InternationalWorkshop on Conformity Assessment. Rio de Janeiro, Brazil.

4. Peraturan Hukum

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. (Lembaran NegaraTahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5601.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LembaranNegara Tahu 1999 Nomor 140) sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5. Majalah/Surat Kabar

Hikmahanto Juwana, “Patutkah Pengambil Kebijakan Dipidana?”, Artikel, Surat Kabar Harian Media Indonesia, Rabu26 Maret 2014.

6. Internet

Lima Instruksi Jokowi Terkait Larangan Kriminalisasi Pejabat (disampaikan oleh Presiden RI kepada jajaran pimpinanpenegak hukum, kepolisian dan kejaksaan tanggal 19 Juli 2016 di Istana Negara),http://katadata.co.id/berita/2016/07/19/lima-instruksi-jokowi-terkait-larangan-kriminalisasi.

Jimly Asshidiqi, “Gagasan Negara Hukum Indonesia”, Makalah, diakses pada tanggal 20 Okt. 2015,http://www.jimly.com/makalah/namafile/135/Konsep_Negara_Hukum_Indonesia.pdf, hal. 2.

Eko Prasodjo, “Dua RUU untuk Cegah Pemidanaan Kesalahan Administrasi”, Artikel, Kementerian PendayagunaanAparatur Negara RI, www.menpan.go.id, diakses pada tanggal 19 Maret 2015.

65

Page 72: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

http://www.menpan.go.id/berita-terkini/4906-harus-ada-kesamaan-persepsi-apip-dan-penegak-hukum-terjemahkan-uu-adpem diakses pada 12 Agustus 2016

http://www.itjen.kemenkeu.go.id/baca/244 diakses pada 12 Agustus 2016.

http://ekoprasojo.com/2015/01/12/sosialisasikan-undang-undangadministrasi pemerintahan/Diakses pada tanggal 12Agustus 2016.

Vonis Budi Mulya Bertambah Jadi 12 Tahun, http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2385-vonis-budi-mulya-bertambah-jadi-12-tahun, diakses pada tanggal 8 Desember 2015.

http://www.beritasatu.com/hukum/340949-salinan-putusan-budi-mulya-diterima-kpk-kembangkan-kasus-century.html

Duhaime's Law Dictionary, http://www.duhaime.org/LegalDictionary/G/GeneraliaSpecialibusNonDerogant.aspx.

34 Tokoh Tolak Kriminalisasi Kebijakan, http://katadata.co.id/berita/2014/07/10/sejumlah-tokoh-sampaikan-pendapat-kasus-century-ke-pengadilan, diakses pada tanggal 4 Agustus 2016.

Lima Instruksi Jokowi Terkait Larangan Kriminalisasi Pejabat, http://katadata.co.id/berita/2016/07/19/lima-instruksi-jokowi-terkait-larangan-kriminalisasi, diakses pada tanggal 4 Agustus 2016.

Richard Williams and Jerry Ellig, “Regulatory Oversight: The Basics of Regulatory Impact Analysis” (Mercatus Centerat George Mason University, Arlington, VA, September 12, 2011), http://mercatus.org/publication/regulatory-oversight, diakses pada tanggal 26 April 2016.

Executive Order Number 12866, “Regulatory Planning and Review”, 58 FR 51735, (October 4, 1993).

66

Page 73: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

67

Disusun oleh:

Iskandar1

[email protected]

Abstract

There are three options in order to develop property. The first deposit of such property in the bank. Second,

establish a contract with another party, to manage the property in a particular business field by profit sharing arrangements.

Third, direct investment in the real sector in which we act as business actors. This paper would like to explain about the

problems that will be encountered on profit-sharing contract as a modern financing instrument. Some of the problems

to be faced in this partnership relationship: agency problems that occur between mudharib with sahibul mall. In addition,

the problem of efficiency, it happened because it can not compel employers (mudharib) to perform an action in order

to maximize revenue, and this condition will trigger moral hazard. The issue of agency, incentives and efficiency can also

occur in the absence of adequate regulation to accommodate the profit and loss sharing financing system in Islamic

banks. Therefore, the problem of agency, incentives and financing agreement for the results, can not be handed over

to the Islamic banks. Islamic Banks need regulation that is sensitive to the profit-sharing financing, as the contract is

unique in the Islamic banking system.

Keywords: Shirkah, profit sharing, Financing Instruments

Abstrak

Terdapat tiga pilihan dalam rangka mengembangkan harta yaitu Pertama, mendepositokan harta tersebut di bank.

Kedua, menjalin suatu kontrak kerjasama dengan pihak lain, yang dapat mengelola harta pada suatu bidang usaha

tertentu dengan kesepakatan bagi hasil. Ketiga, investasi langsung di sektor riil dimana kita bertindak sebagai pelaku

usahanya. Tulisan ini ingin menjelaskan tentang problematika yang akan dihadapi dalam aqad berbasis bagi hasil sebagai

instrumen pembiayaan modern pada pengembangan harta model Kedua. Beberapa problematika akan dihadapi dalam

hubungan kemitraan ini yaitu; persoalan keagenan yang terjadi akibat pengusaha (mudharib) memiliki hak pengelolaan

usaha secara penuh sehingga menimbulkan konflik antara mudharib dengan pemilik dana (sahibul mal). Selain itu, adanya

persoalan insentif yang terjadi karena tidak dapat memaksa pengusaha (mudharib) untuk melakukan suatu tindakan

guna memaksimalkan pendapatan, dan kondisi ini akan memicu adanya moral hazard. Adanya persoalan agensi, insentif

dan efesiensi juga dapat terjadi karena ketiadaan regulasi yang memadai untuk mengakomodir sistem pembiayaan bagi

hasil pada bank syariah. Problematika agensi, insentif dan akad pembiayaan bagi hasil tidak dapat sepenuhnya diserahkan

pada bank syariah. Bank memerlukan regulasi yang “peka” terhadap akad bagi hasil sebagai salah satu akad yang unik

dalam sistem perbankan.

1 Staf pengajar pada Jurusan Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi IlmuEkonomi Malikussaleh, Aceh

Page 74: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

A. PENDAHULUAN

Islam sangat memahami bahwa kehidupan manusia

akan selalu dinamis dan berubah dari waktu ke waktu,

maka dari itu, Islam tidak pernah membuat aturan

atau batasan secara ketat yang mengatur masalah

mu'amalah. Terhadap hal-hal yang bersifat teknis dan

praktis, Islam menyerahkan seluruhnya kepada

kreatifitas manusia untuk merumuskan cara, metode

yang menurut mereka dapat mempermudah dan

membawa kemaslahatan bagi semua. Islam hanya

meletakkan batasan aturan yang bersifat fundamental

dan global, yang bisa dijadikan acuan bagi umat

manusia dalam melakukan praktek mu'amalah antara

satu dengan yang lainnya.

Adapun batasan syariah dalam hubungan

bermu'amalah adalah manusia harus berperilaku adil;

tidak dibenarkan menumpuk harta; tidak

memperdagangkan barang atau jasa yang mengancam

maqashid al-syari'ah; tidak terancam agama, jiwa,

akal, harta dan keturunan2; tidak menzalimi dan

dizalimi “latuzdlamu wala tudzlimu”; keuntungan

diperoleh berdasarkan usaha dan penanggungan

risiko “al-ghunmu bi al-ghurm”.3 Sejauh batasan itu

dipatuhi maka manusia dapat mengekspresikan akad

dalam berbagai bentuk dan mengikuti perkembangan

zaman. Demikian juga dalam dunia perbankan sebagai

institusi keuangan modern.

Setidak-tidaknya dalam siklus perbankan syariah

terdapat tiga pihak. Pertama, nasabah dana sebagai

shahibul mal (pemilik dana). Kedua, bank sebagai

mudharib bagi nasabah dana dan sekaligus sebagai

shahibul mal bagi debitur. Ketiga, debitur sebagai

mudharib bagi bank. Hubungan ini terjadi karena ada

sekelompok orang yang kelebihan dana yang ingin

mengembangkan/menginvestasikan dananya agar

dapat berkembang. Oleh karena itu, agar dana

tersebut tidak menganggur nasabah dana dapat

melakukan investasi melalui perbankan syariah dengan

dua cara. Pertama “mendepositokan” dana tersebut

di bank, sehingga selain dana tersebut akan aman,

juga dapat menghasilkan nilai tambah meskipun tidak

terlalu signifikan. Kedua, bisa saja orang tersebut

menjalin suatu kontrak kerjasama dengan pihak lain,

yang dapat mengelola dananya tersebut pada suatu

bidang usaha tertentu, sehingga dari hasil usaha

tersebut mereka dapat memperoleh manfaat dari

hasil pengelolaan dana tersebut.

Cara yang kedua tersebut dalam Islam dikenal dengan

sebutan syirkah. Dalam fiqh al-Islam, syirkah dibagi

menjadi dua macam yaitu syirkah amlak dan syirkah

'uqud4. Syirkah amlak terjadi karena perwalian

seumpama harta warisan yang diwarisi ahli waris dari

si mayit. Sementara syirkah 'uqud terjadi karena dua

pihak atau lebih bersepakat untuk melakukan suatu

usaha bersama-sama. Dalam syirkah 'uqud termasuk

musyarakah dan mudharabah.

B. KONSEP SYIRKAH SEBAGAI INSTRUMEN

PEMBIAYAAN BAGI HASIL

Syirkah berasal dari kata "syarika" (fi'il madhi),

"yasyuku" (fi'il mudharik), "syarikan, syarikatan"

(masdar). Dalam hukum Islam, syirkah dikenal sebagai

kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk

menjalankan aktifitas bisnis. Dalam perbankan syariah

diistilahkan dengan pola bagi hasil atau PLS (Profit

and Loss Sharing). Kerja sama syirkah ini tersedia dua

pola. Pola pertama yaitu salah satu pihak menyediakan

68

2 Abi Ishaq al-Syatibi, al-Muwafaqah fi ushul al-Syar'iyah, jilid 2, Libanon:Dar al-Kita Alamiah, 2005, hal. 7.

3 Sebab profit dalam prinsip ekonomi Islam harus mengandung tiga hal.Pertama, penagunngan risiko (al-ghurm). Kedua, adanya usaha (kasab)yang menghasilkan nilai tambah (value added). Ketiga, kewajibanmenangung kerusakan yang berkonsekwensi pada kewajiban khiyar(khiyar 'aib) dalam kasusu jual-beli.Lihat, Ali Ahmad al-Nadwi, Jamrahal-Qawa'id al-Fiqhiyah fi al-Mua'amalah al-Maliyah. Cet ke-3, Bairut:Dar al-Qalam, 1994, hal. 411.

4 Rafik Yunus al-Misri, dalam Fiqh Mu'amalah al-Maliyah, menjelasakanbahwa syirkah itu ada 3 kondisi, Pertama syirka Ibahah, yaitu syirkahyang dibolehkan seperti beryarikat pada air, api dan rumput. Kedua,syirkah amlak atau syuyu' yaitu syirkah yang terjadi secara otomatisdengan sebab kepemilikan seperti harta yang diwarisi, wasiat dan hibbah.Ketiga, syirkah 'uqud yaitu perkongsian yang terjadi karena kesepakatanpara pihak. Penjabaran lanjutan dan komplek dari syirkah syuyu' adalahsyirkah al-jabir. Demikian juga dengan syirkah ikhtiar sebagai perluasandari syirkah 'uqud. Lihat Rafik Yunus al-Misri, Fiqh Mu'amalah al-Maliyah,Damsyik: Dar Kalam, 2005, hal. 225.

Page 75: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

modal (rab-al-mal) sementara pihak yang lain

mengelola modal. Sementara pola kedua, para pihak

sama-sama menyediakan modal dan sekaligus ikut

serta dalam pengelolaan usaha. Pola pertama

dinamakan mudharabah, sementara pola kedua

diistilahkan musyarakah.

Akhir-akhir ini, kedua akad ini diaplikasikan dalam

perbankan baik sebagai akad pendanaan bank maupun

sebagai akad dalam pembiayaan. Untuk pembiayaan,

bank syariah sangat selektif dalam menggunakan

akad ini. Menurut laporan riset dari berbagai literatur5

pembiayaan berbasis bagi hasil termasuk pembiayaan

minoritas pada bank syariah. Meskipun pembiayaan

berbasis bagi hasil sebetulnya memiliki prospek yang

bagus dalam jangka panjang bagi bank syariah apabila

dikelola dengan baik dibandingkan dengan pembiayaan

murabaha yang berbasis jual beli.6 Namun pembiayaan

berbasis bagi hasil memiliki problematika dalam

perbankan. Berikut ini akan dijelaskan konsep syirkah

dan problematika pembiayaan bagi hasil (mudharabah

dan musyarakah) pada bank syariah sebagai instrumen

pembiayaan.

Dalam fiqih Islam, musyarakah adalah bentuk

umumnya untuk mengambarkan hubungan kerjasama

bisnis. Musyarakah didefinisikan sebagai percampuran

(al-ikhtilath) antara dua harta (al-malaini) karena

apabila belum terjadi percampuran kedua harta itu

belum dapat dikatakan musyarakah7. Malikiyah

mendefinisikan musyarakah sebagai kerjasama dalam

harta dan pengaturannya. Sementara Hanabilah

mendefinisikan musyarakah sebagai penggabungan

hak atas harta dan pengelolaanya.8 Atau kerjasama

dua orang atau lebih dalam mengalokasikan modal

dan kerja untuk suatu usaha bisnis secara bersama-

sama.

a. Syirkah dalam Terminologi Fiqh

Istilah musyarakah dapat ditemukan dalam al-

qur'an QS. 4: 12 dengan kata-kata sy-ra-ka.

Sementara dalam QS. 38: 24 terdapat padanan

syirkah yang distilahkan al-Qur'an dengan

“khulatha'”. Namun sama halnya dengan

mudharabah, musyarakah juga tidak ditemukan

penyebutanya secara spesifik yang dapat dikaitkan

dengan kemitraan bisnis seperti yang sedang kita

bahas. Pemakaian istilah musyarakah dalam al-

qur'an lebih bersifat umum. Namun berdasarkan

riwayat yang dinisbatkan kepada rasul dan sahabat

praktik musyarakah ini dibenarkan keabsahannya

dalam kongsi bisnis.9 Dalam Hadith Kudsi dijelaskan

bahwa “Saya orang ketiga dari dua orang yang

bersyarikat10”. Dalam literatur fiqh penjelasan

musyarakah ini masih sangat luas. Tidak ada

penjelasan kongkrit yang siap pakai sesuai dengan

bisnis yang ada dalam perbankan Islam.

Dalam literatur fiqh, syirkah secara umum dibagi

kepada 2 (dua) macam11. Syirkah karena

kepemilikan dan syirkah karena kontrak (akad).

Syirkah karena kepemilikan dinamakan dengan

syirkah al-Milk yaitu syirkah yang terjadi karena

kongsi kepemilikan oleh dua pihak atau lebih atas

suatu kekayaan. Syirkah ini juga diistilahkan dengan

syirkah amlak.Sementara itu syirkah karena kontrak

dinamakan dengan syirkah 'aqd atau disebut juga

69

5 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah; Prinsip danprospek, Jakarta, Serambi, 2007, hal. 74.

6 Trisiladi Suprianto, Konsep rate of Profit Perspektif Ekonomi Islam; Aplikasidi bank Syariah, Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, 2015, hal. 245.

7 Imam Abi Zakaria Mahyuddin Ibn Syarf Al-Nawawi, Majmu' SyarahMuhazzab, juz. Xiv, Bairut: Dar al-Fikr, 1996, hal. 317.

8 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Dasyik-Suriah: ad-Dar al-Fkr, 1997, hal. 3875.

9 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah; Kritik atas Interpretasi BungaBank Kaum Neo-Revivalis. Terj. Arif Maftuhi (Jakarta: Paramadina), 2004,hal. 88.

10 Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nailul Autar, Kairo:Maktabah al-Dakwah Islamiyah, tt, hal. 624. Hadith ini diriwayatkanoleh Abu Hurairah dan dirawi oleh Abu Baud, Hakim. Sanad-sanadnyabererajad shahih. Ibnu Qudamah menyebutkan dalam al-Mugni bahwarasulullah bersabda “Tangan Allah atas persyarikatan selama persyarikatanitu belum usai” Lihat juga Wahbah Zuhaili, al-Fiqhwa-Adillatuh, jilid V,hal. 3876.

11 Muhammad Taqi Usmani, An-Introduction to Islamic Finance, New Delhi:Idara Isha'at-e-Diniyat (P) Ltd, 1999, hal. 31.

Page 76: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

dengan syirkah mudharabah yang terjadi karena

sebab kemitraan (berkontrak). Syirkah 'aqd terbagi

menjadi 4 (empat) macam menurut model kontrak

yang disepakati oleh para pihak12:

1) Syirkah inan yaitu kotrak kerjasama penyertaan

modal dan kerja sementara porsi tidak harus

sama.

2) Syirkah mufauwadhah yaitu syirkah atas

kesamaan modal, kerja, dan keuntungan.

3) Syirkah 'amal atau Abdan, yaitu perkongsian

jasa (kerja) oleh dua pihak atau lebih.

4) Syirkah Wujuh yaitu syirkah antara dua orang

atau lebih dengan modal kepercayaan.

Namun kemudian dalam perbankan syariah

musyarakah dipakai sebagai salah satu akad yang

digunakan tidak hanya untuk pendanaan akan

tetapi juga sebagai landasan akad pembiayaan.

Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan

atau piutang yang dapat dipersamakan dengan

itu seperti transaksi investasi dalam akad

mudharabah dan/atau musyarakah. Transaksi

sewa dalam akad ijarah atau sewa dengan opsi

perpindahan hak milik dalam akad ijarah muntahia

bit tamlik dan juga qard untuk transaksi pinjam

meminjam dan transaksi multi jasa dengan

menggunakan akad ijarah atau kafalah,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dengan nasabah pembiayaan yang

mewajibkan nasabah pembiayaan untuk melunasi

hutang kewajibannya dan/atau menyelesaikan

investasi mudharabah dan/atau musyarakah dan

hasil pengelolaannya sesuai dengan akad13.

Sesuai ketentuan Bank Indonesia akad musyarakah

didefinisikan sebagai kerjasama antara dua pihak

atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana

masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi

berdasarkan nisbah yang disepakati dalam akad

sebelumnya. Sedangkan kerugian ditanggung

oleh para pihak sebesar partisipasi modal yang

disertakan dalan usaha.14

Sementara mudharabah, mua'malah, atau qiradh

termasuk bentuk akad syirkah (perkongsian).

Sementara istilah mudharabah digunakan oleh

orang Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan

oleh orang Hijaz. Dengan demikian, mudharabah

dan qiradh adalah dua istilah untuk maksud yang

sama15. Mudharabah berasal dari kata dharb,

artinya memukul atau lebih tepatnya “proses

seseorang memukulkan kakinya dalam perjalanan

usaha”. Secara teknis, mudharabah adalah akad

kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak

pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh

(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi

pengelola.

Mudharabah sebagai sebuah kegiatan kerjasama

ekonomi antara dua pihak mempunyai beberapa

ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka

mengikat jalinan kerjasama tersebut dalam

kerangka hukum. Menurut madzhab Hanafi, dalam

kaitannya dengan kontrak tersebut unsur atau

rukun yang paling mendasar adalah ijab dan qabul.

Artinya, bersesuaiannya keinginan dan maksud

dari dua pihak tersebut untuk menjalin ikatan

kerjasama.16 Sementara jumhur ulama berpendapat

bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu dua

orang yang melakukan akad, ma'qud alaih (modal,

usaha, laba), dan shigat. Sementara ulama pengikut

Imam Syafei lebih merinci lagi menjadi lima rukun,

yaitu: modal, pekerjaan, laba, shigat, dan dua

orang yang berakad.17

70

12 Hanya Imam Hambali yang membagi Syirkah 'aqd kepada enam macamyaitu syirkah inan, mufauwadhah, abdan, wujuh dan mudharabah. LihatWahbah Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, juz V, Damaskus: Dar al-Fikri,1997, hal. 3878.

13 BI, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Agustus 2007, hal. 22.

14 BI, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, hal. 22.

15 Wahbah al-Zuhayli, Fiqh Islam wa Adillatuhu, juz V, Damaskus: Dar al-Fikri, 1997, hal. 3923.

16 Muhammad. 2005. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari'ah. BPFE:Yogyakarta, hal. 54

Page 77: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Selain itu, terdapat dua jenis mudharabah, yaitu

mudharabah muthlaqah (tidak terikat) dan

mudharabah muqayyadah (terikat). Mudharabah

muthlaqah adalah penyerahan modal seseorang

kepada pengusaha tanpa memberi batasan

apapun bagi pengusaha dalam mengelola

modalnya tersebut. Sementara itu mudharabah

muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik

modal menentukan atau memberikan batasan

pada pengusaha dalam mengelola modalnya,

seperti jenis usaha, tempat usaha, dan lain-lain.

Ulama Hanafiyah dan Hanabilah membolehkan

memberikan batasan dengan waktu dan orang,

tetapi ulama Syafeiyah dan Malikiyah melarangnya.

Selain itu, Hanafiyah dan Hanabilah pun

membolehkan akad apabila dikaitkan dengan

masa yang akan datang, seperti “usahakan modal

ini mulai bulan depan”, sedangkan Syafeiyah dan

Malikiyah melarangnya.18

Dalam hal pembagian keuntungan, keuntungan

usaha secara mudharabah dibagi menurut

kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik

modal, selama bukan akibat kelalaian si pengelola.

Tetapi seandainya kerugian diakibatkan karena

kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si

pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian.19

Kontrak mudharabah berakhir apabila terjadi

beberapa hal diantaranya:

1) Salah satu pihak menyatakan keluar dari

perikatan.

2) Salah satu pihak meninggal ketika kontrak

tersebut berjalan.

3) Salah seorang kehilangan kemampuan dalam

bertransaksi secara ekonomi.

Para ulama sepakat dengan ketentuan di atas,

sehingga tidak terjadi perbedaan yang signifikan

dalam masalah ini. Hanya saja ada beberapa ulama

yang menambahkan bahwa jika salah satu pihak

keluar dari Islam, maka kontrak juga dianggap

batal dan berakhir. Namun beberapa ulama lain

tidak sependapat dengan pendapat terakhir ini.

b. Syirkah sebagai Instrumen Pembiayaan Syariah

Dalam hal ini landasan legalitas pembiayaan

musyarakah dalam perbankan syariah berdasarkan

pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah dan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan Nomor 24/POJK.03/2015 tentang

Produk dan Aktivitas Bank Syariah dan Unit Usaha

Syariah. Dalam operasionalnya, pembiayaan

musyarakah dilandaskan dan berdasarkan pada

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.8/DSN-MUI/IV/

2000. Implementasi pembiayaan Musyarakah harus

memenuhi beberapa ketentuan sebagai berikut:

1) Bahwa pernyataan ijab dan qabul harus

dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam mengadakan kontrak

(akad)20. Terpenuhinya kehendak para pihak

dilihat dari adanya:

a) Penawaran dan penerimaan dan harus

secara ekplisit menunjukkan tujuan kontrak

(akad).

b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada

saat kontrak.

c) Akad yang dituangkan secara tertulis,

melalui korespondensi atau dengan

menggunakan cara modern.

2) Pihak yang berkontrak harus cakap hukum,

dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Para pihak kompeten dalam memberikan

atau diberikan kekuasaan perwakilan.

b) Setiap mitra harus menyediakan dana dan

pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan

kerja sebagai wakil.

71

17 Wahbah al-Zuhayli, Fiqh Islam...hal. 3928.

18 Ibid. hal. 928.

19 Syafei Antonio. 1999. Bank Syariah, Wacana Ulama & Cendekiawan.Tazkia Institute : Jakarta. hal. 171.

20 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah; Studi tentang Teori Akaddalam Fiqh Muamalat, (Jakarta: Rajagrafindo Pesada, 2007), hal. 69.

Page 78: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

c) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur

aset musyarakah dalam proses bisnis

normal.

d) Setiap mitra memberi wewenang kepada

mitra yang lain untuk mengelola aset dan

masing-masing dianggap telah diberi

wewenang untuk melakukan aktifitas

musyarakah dengan memperhatikan

kepentingan mitranya, tanpa melakukan

kelalaian dan kesalahan yang disengaja.

e) Seorang mitra tidak diizinkan untuk

mencairkan atau untuk menginvestasikan

dana untuk kepentingannya sendiri.

3) Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan

kerugian)

a) Modal

(1) Modal yang diberikan harus uang tunai,

emas, perak atau yang sebanding

dengan itu.

(2) Para pihak tidak boleh meminjam,

meminjamkan, menyumbang, atau

menghadiahkan modal musyarakah

kepada pihak lain kecuali berdasarkan

kesepakatan.

(3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan

musyarakah tidak ada jaminan.

b) Kerja

Partisipasi para mitra dalam pekerjaan

merupakan dasar pelaksanaan musyarakah

akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah

merupakan syarat.

c) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam

musyarakah atas nama pribadi dan wakil

dari mitranya.

d) Keuntungan

(1) Rasio keuntungan dan nisbah harus

jelas.

(2) Setiap keuntungan harus dibagikan

secara proporsional kepada mitra atas

dasar total keuntungan.

(3) Mitra boleh mengusulkan bonus jika

keuntungan melebihi target, kelebihan

itu baik secara ratio atau jumlah

diberikan kepadanya.

(4) Sistem pembagian keuntungan harus

jelas tertuang dalam akad.

e) Kerugian

Kerugian harus dibagi diantara para mitra

secara proporsional menurut modal (saham)

masing-masing.

4) Biaya Operasional dan Persengketaan

a) Biaya operasional dibebankan pada modal

bersama.

b) Jika salah satu pihak tidak menunaikan

kewajibannya atau jika terjadi perselisihan

di antara para pihak, maka penyelesaiannya

dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah

setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

Uraian di atas merupakan penjabaran dari kitab fiqh

sebagai sumber pendapat hukum. Karena itu tidak ada

perbedaan antara penjabaran Dewan Syariah Nasional

tentang syarat dan rukun yang harus terkandung

dalam akad musyarakah seperti yang telah duraikan

di atas. Hanya saja ketentuan yang telah dijelaskan

oleh Dewan Syariah Nasional, penjabarannya lebih

bersifat operasional, spesifik, dan sistematis. Dalam

literatur fiqh dijelaskan bahwa rukun yang harus

dikandung dalam akad musyarakah menurut jumhur

ulama ada tiga: Pertama, adanya pelaku akad yaitu

mitra usaha; Kedua, adanya objek akad yang terdiri

dari modal (mal), kerja (dharaba), dan keuntungan

(ribh); Ketiga, adanya Sighat akad antara mitra21.

Dalam pembiayaan musyarakah tidak diperbolehkan

ada jaminan selain modal dan proyek yang sedang

dijalankan. Tidak dibenarkan meminta jaminan pada

mitra karena itu adalah ikatan kepercayaan. Empat

mazhab fiqih tidak berbeda pendapat tentang

ketidakbolehan meminta jaminan pada mitra sebab

mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasarkan pada

konsep percaya ini, mitra yang satu tidak dapat

meminta jaminan pada mitra lain22. Dalam perspektif

72

21 Wahbah Zuhaili, al-Fiqhwa-Adillatuh. hal. 3879.

22 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, hal. 91

Page 79: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

perbankan, pembiayaan ini memiliki tingkat risiko

yang tinggi, sehingga membutuhkan jaminan yang

kongkrit. Risiko bawaan yang melekat tersebut menjadi

peluang yang besar untuk terjadinya kecurangan yang

menyebabkan kerugian bagi salah satu mitra. Dalam

praktiknya, kerugian tersebut sering terjadi karena

moral hazard, karena itu kemudian Dewan Syariah

Nasional membenarkan jaminan dalam pembiayaan

ini untuk menghindari terjadinya ketimpangan dalam

menjalankan usaha bisnis seperti telah diuraikan di

atas.

Untuk mengakhiri kontrak kerjasama, dalam akad

musyarakah dapat dilakukan dengan kesepakatan

antara para pihak. Namun selain itu ada beberapa

sebab sehingga musyarakah akan berakhir:

1) Keinginan salah satu pihak untuk mengakhiri

setelah disampaikan kepada pihak lain.

2) Salah seorang meninggal dunia pada saat

musyarakah masih berlangsung, dengan demikian

kontrak dengan almarhum berakhir.

3) Salah satu mitra gugur syarat akad seperti hilang

ingatan yang mengakibatkan tidak mampu

melakukan transaksi komersial atau gila, maka

kontrak musyarakah berakhir.

Sementara mudharabah sebagai sebuah produk,

dalam perbankan diterapkan dalam jenis pelayanan

yang disediakan oleh bank untuk para nasabahnya.

Dalam kerangka ini mudharabah dibedakan menjadi

dua, yaitu mudharabah yang bersifat tabungan atau

akumulasi dana, dan mudharabah yang bersifat

pembiayaan.23

Bagi mudharabah yang bersifat pembiayaan,

pengerahan dana diterapkan secara khusus bagi para

nasabah yang membutuhkan modal untuk sebuah

usaha. Aplikasinya dalam perbankan syari'ah

digolongkan menjadi dua, yaitu:

1) Pembiayaan Modal Kerja. Hal ini dimaksudkan

agar bank dapat memberikan modal kepada

nasabahnya yang menghendaki usaha. Dalam hal

ini, bank memberi kebebasan kepada pengusaha

untuk melakukan berbagai jenis usaha yang

diinginkan. Seperti perdagangan atau bisnis jasa.

2) Investasi Khusus. Adalah pemberian modal dari

bank yang berasal dari sumber dana khusus dengan

penyaluran pada jenis usaha tertentu dan dengan

syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak

bank. Dalam hal ini bank tidak menerima sebuah

usaha yang mempunyai nilai spekulatif tinggi24.

Pada pembiayaan modal kerja, aplikasi mudharabah

seperti ini dalam fiqh Islam dinamakan dengan

mudharabah al-muthlaqah. Sedangkan untuk investasi

khusus, disebut dengan mudharabah al-muqayyadah.

Pada jenis pertama, pemilik dana memberikan otoritas

dan hak sepenuhnya kepada mudharib untuk

menginvestasikan atau memutar uangnya.

C. PROBLEMATIKA SYIRKAH DALAM PEMBIAYAAN

MODERN

Sebagian besar transaksi keuangan, dilakukan di

lembaga keuangan yang bernama bank. Bank adalah

lembaga perantara keuangan atau biasa disebut

financial intermediary. Seperti yang diutarakan di

atas bahwa model pembiayaan musyarakah dan

mudharabah memiliki risiko secara genetis dalam

akadnya yaitu terjadinya asimetrik informasi terhadap

para pihak.

Munculnya asimetrik informasi ini dapat mempengaruhi

besar kecilnya pendapatan investasi yang dijalankan.

Bentuk asimetrik informasi biasanya berbentuk moral

hazard dan adverse selection. Adverse selection terjadi

pada kontrak hutang ketika kualitas peminjam hanya

mampu menyediakan atau mengembalikan tingkat

pengembalian di luar batas ketentuan yang ditetapkan

73

23 Muhammad, Konstruksi Mudhrabah dalam Bisnis Syari'ah.BPFE: Yogyakarta. 2005, hal. 91-92.

24 Syafei Antonio, Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press:Jakarta, 2002, hal. 97.

Page 80: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

(biasanya lebih kecil dari yang diminta oleh pemilik

modal). Sementara moral hazard terjadi jika peminjam

melakukan reaksi menyimpang atas kontrak yang

telah disepakati.25

Itulah setidaknya beberapa kendala dan kelemahan

yang terdapat dalam konsep bagi hasil dengan skema

mudharabah dan musyarakah26. Meskipun tidak

dapat dipungkiri bahwa konsep bagi hasil ini adalah

konsep yang benar-benar dapat secara konsisten bisa

menjamin untuk menghindarkan para pihak yang

bertransaksi dari kemungkinan adanya unsur riba

dalam pendapatan hasil usahanya tersebut.

Dibawah ini, akan dipaparkan beberapa problematika

yang terdapat dalam konsep transaksi mudharabah

dan musyarakah, ditinjau dari sudut pandang investor

(baik bank maupun individu), sebagai pihak yang

paling berkepentingan terhadap suatu konsep transaksi

yang akan diimplementasikan dalam sebuah usaha

yang akan dibiayainya.

1. Problematika Keagenan

Hampir senada dengan statement Lewis dan

Algaoud, Muhammad, juga mencatat beberapa

kelemahan dan kendala yang terdapat dalam

konsep mudharabah ini. Menurutnya, kontrak

mudharabah yang dijalankan oleh bank syari'ah,

merupakan suatu kontrak peluang investasi yang

mengandung risiko tinggi. Sebab model kontrak

tersebut sarat dengan asimetrik informasi. Asimetrik

informasi adalah kondisi yang menunjukkan

sebagian investor mempunyai informasi dan yang

lainnya tidak memiliki.

Apabila kita terapkan dalam konsep syirkah, maka

konflik yang akan timbul dalam problematika

keagenan yaitu:

1) Konflik antara shohibul mal dengan shohibul

mal lainnya.

Dalam konsep syirkah, baik itu mudharabah

ataupun musyarakah, terdapat satu atau

beberapa orang yang terlibat dalam kerjasama

investasi modal. Khusus dalam musyarakah,

di mana pusat dari kerjasama dalam konsep

ini adalah terdapat pada adanya penyertaan

modal antara dua pihak atau lebih pada suatu

usaha, akan sangat rentan timbul konflik

diantara sesamanya, apalagi jika penyertaan

modal antara satu orang dengan yang lainnya

berbeda.27

2) Konflik pada Pembagian Kerja (Job Description).

Konflik ini sangat riskan terjadi dan berefek

pada ketidakadilan kerja yang berimplikasi

pada pembagian hasil. Dalam hal pembagian

job description, masing-masing pihak yang

akan bersyarikat benar-benar harus selektif

dalam memilih partner dalam syarikatnya

tersebut. Maksudnya adalah, sebelum

mengadakan perjanjian kerjasama, para pihak

sudah harus benar-benar paham, dan

mengetahui kelebihan dan kekurangan

masing-masing. Dengan demikian dalam

pembagian job description-nya nanti, tidak

akan menimbulkan kecemburuan dari salah

satu pihak. Sebagai contoh, dua pengusaha

bersepakat untuk melakukan suatu investasi

usaha bersama. Katakanlah si A dan si B.

Investor A menginvestasikan dana Rp.1 miliar

dan investor B menginvestsikan dana Rp. 500

juta. Karena investor B memiliki dana investasi

yang lebih sedikit pada proyek tersebut, maka

disepakati bahwa B akan memiliki peran atau

kerja lebih dari pada A, dan mungkin saja A

hanya tinggal duduk menunggu pembagian

keuntungan. Hal ini dilakukan agar prosentase

modal keduanya seimbang 50:50.

74

25 Muhammad. 2005. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari'ah. BPFE:Yogyakarta. Hal. 107-108.

26 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah; Kritik atas Interprestasi BunganBank Kaum Neo-Revivalis. Terj, Arif Maftuhi, Jakarta: Paramadina, 2003,hal. 93.

27 Mamduh Mahmadah Hanafi. Manajemen Keuangan. BPFE: Yogyakarta,2003, hal. 10.

Page 81: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Pembagian job description di atas akan

menimbulkan persoalan manakala si B pada

kenyataannya mendapatkan lebih banyak

manfaat dan keuntungan dari posisinya sebagai

orang yang mengelola usaha. Karena selain

mendapatkan keuntungan dari hasil usaha, B

juga ternyata memperoleh keuntungan lain

yang bisa lebih besar kuantitas dan kualitasnya

daripada A. Selain itu B juga terkesan lebih

menguasai dan memiliki usaha tersebut. Dapat

saja B memperoleh fasilitas yang mewah

sebagai pengelola perusahaan.

Hal ini akan semakin menjadi rumit apabila

seandainya yang melakukan syarikat tidak

hanya dua orang, melainkan tiga atau lebih

banyak lagi. Secara perhitungan ekonomis,

maka B lebih banyak mendapatkan keuntungan

dari proyek tersebut dari pada A, tentu saja

hal ini akan menimbulkan persoalan yang

cukup pelik yang tidak mudah untuk mencari

jalan keluarnya, yang terkadang malah

berujung pada bubarnya kerjasama tersebut

ditengah jalan.

3) Konflik Rasio Pembagian Keuntungan dan

Kerugian

Dalam hal pembagian rasio keuntungan dan

kerugian, tidak ada kesepakatan para ulama

yang menyatakan dengan jelas berapa rasio

yang wajib dibagikan diantara para pihak yang

bersyarikat.

Imam Malik dan Imam Syafei berpendapat

bahwa, setiap orang yang terlibat dalam

musyarakah otomatis mendapatkan rasio

pembagian sesuai dengan besarnya investasi

yang dikeluarkan, jika tidak demikian, maka

musyarakah dinyatakan batal secara hukum.

Sementara itu, Imam Ahmad berpendapat

sebaliknya, dia menyatakan bahwa rasio

pembagian keuntungan dalam musyarakah,

mungkin saja dapat berbeda dengan rasio

investasi, jika hal itu disepakati oleh para pihak

yang bersyarikat. Oleh sebab itu dimungkinkan,

jika ada seorang syarik yang menginvestasikan

sebanyak 40% mendapatkan 60-70%

keuntungan dan begitu pula sebaliknya.

Pendapat ketiga datang dari Imam Abu

Hanifah, yang mengambil jalan tengah diantara

dua pendapat di atas. Beliau berpendapat

bahwa pembagian keuntungan mungkin saja

bisa berbeda dengan besarnya rasio investasi

dalam keadaan normal. Hal ini bisa terjadi

bila salah satu pihak hanya menunggu dan

tidak ikut melaksanakan proyek, sehingga

keuntungan yang dia peroleh bisa kurang dari

rasio investasi yang dia berikan, seandainyapun

ingin diberikan secara maksimal, maka tidak

boleh lebih dari prosentase rasio investasi yang

dia tanamkan.28

Rumitnya pembagian rasio keuntungan,

sebenarnya tidak lepas dari rumitnya pembagian

job description sebagaimana yang telah

dijelaskan di atas. Dalam Islam, definisi

keuntungan lebih cenderung bersifat hasil

bersih dari usaha atau proyek yang telah

dilakukan. Padahal keuntungan tidak hanya

bersifat seperti itu, namun masih banyak

keuntungan lain, yang dalam hal ini kedua

syarik berposisi sebagai pemilik proyek yang

tidak berbentuk hasil usaha, namun juga

keuntungan non-profit lainnya yang dalam

hukum transaksi Islam tidak pernah disinggung

keberadaannya. Hal ini bisa menjadi celah bagi

salah satu pihak yang dapat merugikan pihak

lainnya.

2. Problematika Insentif

Pendanaan secara bagi hasil setidaknya

menimbulkan tiga persoalan insentif. Pertama,

ketiadaan jaminan dalam pembiayaan bagi hasil.

2975

28 Muhammad Taqi Utsmani, An Introduction to Islamic Finance. Karachi-Pakistan: Idaratul Ma'arif, 2000, hal. 36-37.

Page 82: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Ketiadaan jaminan dalam pembiayaan ini dapat

memperburuk hubungan salah satu pihak dan

lolosnya problem adverse selection pada

pembiayaan. Menurut teori, pembiayaan

berdasarkan sistem bagi hasil harus diberikan

tanpa agunan apapun. Tentu saja, pengusaha

dengan kekayaan yang terbatas akan sangat

tergiur dengan pembiayaan seperti itu. Pola bagi

hasil atau sistem Profit and Loss Sharing akan

menarik para pengusaha baru, yang tidak punya

aset apapun selain usaha dan keahlian. Kontrak

investasi tanpa agunan seperti ini tentu saja

termasuk usaha berisiko tinggi.

Kedua, bank tidak dapat memaksa pengusaha

(mudharib) melakukan suatu tindakan dan upaya

untuk memaksimalkan pendapatan. Kondisi ini

akan memicu problem moral hazard. Bilapun

mudharib akan mendapatkan kompensasi berupa

bagian (saham) yang telah ditetapkan sebelumnya,

namun model ini tentu saja bukan insentif yang

tepat bagi pengusaha agar dia melakukan upaya

untuk memaksimalkan hasil.

Ketiga, dalam kontrak bagi hasil, peminjam

(mudharib) selalu terdorong untuk melaporkan

jumlah laba yang kurang dari sebenarnya. Mereka

menurunkan laba dengan cara mengambil

penghasilan tambahan, memperbesar biaya

operasional, memanfaatkan waktu luang untuk

kegiatan usaha lain dan juga memakai dalih

akuntansi untuk mengelabui pendapatan.29

Konsep transaksi syirkah, menuntut agar para

shahibul maal lebih selektif dalam memilih mitra

usaha dan dalam menentukan pilihan usaha.

Dalam kasus musyarakah misalnya, pemilik modal

mesti mencari partner investor lain yang tepat,

agar investasi yang ia tanamkan dalam suatu usaha

benar-benar dapat menghasilkan keuntungan

yang diharapkan. Begitu pula dalam mudharabah,

shahibul maal harus melakukan seleksi yang ketat

sebelum mengambil keputusan untuk melakukan

perjanjian kerjasama dengan seorang mudharib.

3. Problematika Efisiensi

Problematika efisiensi terkait dengan pihak bank

sebagai penyedia dana, nasabah, dan perhitungan

keuntungan bagi hasil. Bank sebetulnya tidak

mengetahui secara riil keuntungan sebenarnya.

Untuk itu dibutuhkan profesionalisme pegawai

dalam menjalankan mekanisme bagi hasil. Bank

membutuhkan pengetahuan yang luas mengenai

bisnis dan perilaku calon debitur. Pengusaha

(mudharib) dapat mengabaikan kepastian bagian

hasil usaha yang diberikan kepada pemberi

pinjaman. Pemberi pinjaman tidak mengetahui

secara pasti pendapatan hasil usaha di lapangan

dan biaya-biaya operasionalnya. Karena itu

pengetahuan tentang bisnis dan perilaku penting

bagi bank untuk memprediksi keuntungan yang

akan diperoleh dari kegiatan usaha atau proyek

yang dibiayai.30

Meskipun demikian, tingkat return investasi bagi

hasil sebetulnya lebih tinggi dibandingkan dengan

sistem lainnya, karena dalam sistem bagi hasil

para pihak lebih leluasa dalam bernegosiasi besaran

nisbah. Pada kegiatan usaha tertentu dapat saja

bank meminta porsi bagi hasil yang lebih besar

mana kala usaha yang dibiayai tergolong mudah.

Kerumitan-kerumitan ini terjadi, disebabkan karena

model akad itu sendiri yang memiliki potensi risiko

agen, sistem perbankan dan regulasi yang belum

mengakomodir ciri-ciri akad bagi hasil serta karakter

akadnya yang unik. Kemitraan sebagai ciri spesifik

dari aqad bagi hasil belum teradopsi dalam sistem

perbankan. Ketiadaan regulasi yang dikonstruksikan

dari nilai filosofis pembiayaan Islam menyebabkan

76

29 Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah; Prinsip danprospek, Jakarta: Serambi, 2007, hal. 219.

30 Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari'ah.Yogyakarta:BPFE, 2005, hal. 116.

Page 83: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

bank syariah kadang-kadang keluar jalur. Bank

yang sejatinya sebagai bank bagi hasil berubah

menjadi bank jual beli. Keadaan ini tentunya

menyulitkan bank syariah untuk berkembang

sesuai syariah. Karenanya perbankan dengan

sistem syariah merupakan suatu pemberdayaan

ekonomi berkeadilan. Perlu penguatan dan

penyempurnaan pada sistem finansial yang

meliputi; perbankan, pasar keuangan, pasar modal,

dan sistem legal31. Semua sub sistem ini haruslah

efesien, berfungsi dan berperan dengan serta

mengakomodir aqad pembiayaan bagi hasil yang

unik. Bila penyempurnaan dan perbaikan sistem

dan regulasi tidak dilakukan akan berdampak

pada tidak efesiennya sistem keuangan Islam.

D. PENUTUP

Islam sangat memahami bahwa kehidupan manusia

akan selalu dinamis dan berubah dari waktu ke waktu,

maka dari itu, Islam tidak pernah membuat aturan

atau batasan secara ketat yang mengatur masalah

mu'amalah. Syirkah merupakan salah satu akad

bermua'malah yang dapat dikembangkan dalam

perbankan. Namun akad bagi hasil ini menyimpan

berbagai problematikanya yang meliputi problematika

keagenan, insentif, dan efesiensi. Problematika itu

menjadi sumber utama sulitnya mengimplementasikan

akad mudharabah dan musyarakah sebagai instrumen

pembiayaan modern. Problematika selanjutnya terletak

pada ketiadaan regulasi yang dirancang khusus

berdasarkan nilai-nilai filosofis akad musyarakah.

Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko

assymetric information (moral hazard), maka bank

syari'ah menerapkan sejumlah batasan-batasan

tertentu dalam bentuk klausul-klausul ketika

menyalurkan pembiayaan bagi hasil pada mudharib.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

77

31 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam; Teori danPraktek, Jakarta: Kencana, 2008, hal. 160.

Page 84: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

AbiIshaq al-Syatibi, al-Muwafaqah fi ushul al-Syar'iyah, jiid 2, Libanon: Dar al-Kita Alamiah, 2005.

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah; Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis. Terj. Arif Maftuhi (Jakarta:Paramadina), 2004.

Abi Zakaria Mahyuddin Ibn Syarf Al-Nawawi, Majmu' Syarah Muhazzab, juz. Xiv, Bairut: Dar al-Fikr, 1996, hal. 317.

Ali Ahmad al-Nadwi, Jamrah al-Qawa'id al-Fiqhiyah fi al-Mua'amalah al-Maliyah. Cet ke-3, Bairut: Dar al-Qalam, 1994.

BI, Kondifikasi Produk Perbankan Syariah, Agustus 2007.

Mamduh Mahmadah Hanafi, Manajemen Keuangan. BPFE: Yogyakarta, 2003.

Muhammad, Konstruksi Mudhrabah dalam Bisnis Syari'ah. BPFE: Yogyakarta, 2005.

Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah; Prinsip dan prospek, Jakarta, Serambi, 2007.

Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Nailul Autar, Kairo: Maktabah al-Dakwah Islamiyah, tt.

Muhammad Taqi Usmani, An-Introdaction to Islamic Finance, New Delhi: Idara Isha'at-e-Diniyat (P) Ltd, 1999.

Rafik Yunus al-Misri, Fiqh Mu'amalah al-Maliyah, Damsyik: Dar Kalam, 2005.

Syafei Antonio, Bank Syariah, Wacana Ulama & Cendekiawan. Tazkia Institute: Jakarta, 1999.

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah; Studi tentang Teori Akad dalam Fiqh Muamalat, Jakarta: Rajagrafindo Pesada,2007.

Syafei Antonio, Bank Syari'ah, dari Teori ke Praktek. GemaInsani Press: Jakarta, 2002.

Trisiladi Suprianto, Konsep rate of Profit Perspektif Ekonomi Islam; Aplikasi di Bank Syariah, Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah,2015.

Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Dasyik-Suriah: ad-Dar al-Fkr, 1997.

Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, Pengantar Keuangan Islam; Teori dan Praktek, Jakarta: Kencana, 2008.

78

Page 85: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pasar Uang1. 18/11/PBI/2016

79

I. Latar Belakang1. Pengaturan pasar uang merupakan penjabaran lebih

lanjut dari kewenangan Bank Indonesia sebagaimanadiamanatkan dalam undang-undang Bank Indonesiapasal 7 dan pasal 10 terkait upaya mencapai danmemelihara kestabilan nilai rupiah, serta pengendalianmoneter dengan cara termasuk namun tidak terbataspada OPT di pasar uang baik rupiah maupun valas.

2. Pengaturan pasar uang ini juga mengacu pada pasal71 UU No.1 tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara yang mengatur penggunaan SUN sebagaiinstrumen moneter. Implementasi dari pasal tersebutadalah dilakukannya transaksi operasi moneter BIdengan underlying SBN. Oleh karena itu, diperlukanpengaturan dan pengembangan pasar uang untukmendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter.

3. Pasar uang yang berfungsi dengan baik (well-functioning)memiliki peranan penting untuk pengelolaan likuiditasbagi pelaku pasar keuangan, mendukung efektivitaskebijakan moneter, pencapaian stabilitas sistemkeuangan, dan kelancaran sistem pembayaran.

4. Dalam rangka meningkatkan governance dan mitigasirisiko sistemik di pasar uang diperlukan pengaturan dipasar uang, yang mencakup antara lain karakteristikinstrumen pasar uang, penerapan manajemen risiko,prinsip kehati-hatian dan peningkatan integritas pelakupasar dalam bertransaksi di pasar uang.

5. Diperlukan pengaturan di pasar uang domestik yangmemberikan pedoman (guideline) bagi pelaku pasaruntuk menerbitkan instrumen dan bertransaksi di pasaruang sebagai salah satu sumber pembiayaan kegiatanekonomi. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan danpengawasan pasar uang oleh Bank Indonesia.

II. Pokok-Pokok Pengaturan1. Ruang Lingkup Kewenangan Bank Indonesia di Pasar

Uang

Page 86: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

80

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Bank Indonesia melakukan pengaturan, perizinan,pengembangan, dan pengawasan Pasar Uang dalamrangka:a. meningkatkan efektivitas kebijakan moneter;b. mencegah dan mengurangi risiko sistemik;c. meningkatkan efisiensi Pasar Uang;d. meningkatkan fungsi intermediasi yang berdaya

tahan; dane. mengembangkan pasar keuangan.

2. Definisi Pasar Uang adalah bagian dari sistem keuanganyang bersangkutan dengan kegiatan perdagangan,pinjam-meminjam, atau pendanaan berjangka pendeksampai dengan 1 (satu) tahun dalam mata uang Rupiahdan valuta asing, yang berperan dalam transmisikebijakan moneter, pencapaian stabilitas sistemkeuangan, dan kelancaran sistem pembayaran

3. Definisi Instrumen Pasar Uang adalah instrumen yangditransaksikan di Pasar Uang, yang meliputi instrumenyang diterbitkan dengan jangka waktu sampai dengan1 (satu) tahun, sertifikat deposito, dan instrumen lainyang ditetapkan oleh Bank Indonesia, termasuk yangberdasarkan prinsip syariah.

4. Pelaku Pasar yang diatur dalam ketentuan ini adalah:a. Bank;b. Perusahaan Efek; danc. Nasabah, berupa:

1) Bank;2) Perusahaan Efek;3) korporasi;4) orang perseorangan; dan5) bukan penduduk.

5. Kegiatan di Pasar Uang meliputi:a. penerbitan Instrumen Pasar Uang; dan/ataub. transaksi di Pasar Uang, meliputi:

1) transaksi jual-beli Instrumen Pasar Uang;2) transaksi pinjam-meminjam atau pendanaan

selain kredit dengan jangka waktu sampai dengan1 (satu) tahun, yang meliputi:a) transaksi pinjam-meminjam atau pendanaan

dengan menggunakan agunan (secured);atau

b) transaksi pinjam-meminjam atau pendanaantanpa menggunakan agunan (unsecured);dan

3) transaksi derivatif suku bunga Rupiah untuksemua jangka waktu.

Page 87: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

81

6. Instrumen Pasar UangInstrumen Pasar Uang wajib memenuhi persyaratanpaling kurang:a. scripless; danb. terdapat keterbukaan informasi rating.Persyaratan di atas dikecualikan untuk instrumenmoneter Bank Indonesia dan Instrumen Pasar Uangyang diatur dalam Undang-Undang.

7. Perijinan bagi pelaku pasar yang akan menerbitkaninstrumen pasar uanga. Pelaku Pasar yang akan menerbitkan Instrumen

Pasar Uang wajib memperoleh izin dari BankIndonesia.

b. Pelaku Pasar berupa Nasabah hanya dapat melakukanpenerbitan Instrumen Pasar Uang melalui LembagaPendukung Pasar Uang berupa Bank dan PerusahaanEfek.

c. Lembaga Pendukung Pasar Uang berupa Bank danPerusahaan Efek wajib memperoleh izin dari BankIndonesia.

d. Lembaga Pendukung Pasar Uang berupa PerusahaanPialang yang menjadi perantara transaksi Nasabahdi Pasar Uang wajib memperoleh izin dari BankIndonesia.

e. Pelaku Pasar wajib menyampaikan salinan izinpenerbitan instrumen pasar uang kepada BankIndonesia dalam hal terdapat otoritas lain yangmewajibkan Pelaku Pasar untuk memperoleh izinpenerbitan Instrumen Pasar Uang.

8. Prinsip Kehati-hatiana. Pelaku Pasar yang menerbitkan Instrumen Pasar

Uang dan/atau melakukan transaksi di Pasar Uangwajib menerapkan prinsip kehati-hatian.

b. Pelaku Pasar yang menerbitkan Instrumen PasarUang, selain menerapkan prinsip kehati-hatian jugamempertimbangkan risiko sistemik Pelaku Pasaryang menerbitkan Instrumen Pasar Uang terhadapindustri Pelaku Pasar.

9. Bank Indonesia menetapkan infrastruktur Pasar Uang.Infrastruktur Pasar Uang sebagaimana dimaksud padaayat (1) terdiri atas:a. sarana pelaksanaan transaksi;b. sarana penyelesaian dana;c. sarana penyelesaian Instrumen Pasar Uang;d. sarana penatausahaan Instrumen Pasar Uang; dane. sarana pengelolaan data dan informasi Pasar Uang.

Page 88: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Operasi Moneter2. 18/12/PBI/2016

82

10.Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain untukmelaksanakan fungsi:a. penyelesaian transaksi;b. penatausahaan Instrumen Pasar Uang; dan/atauc. pelaksanaan kliring transaksi di Pasar Uang.Pihak lain sebagaimana dimaksud diatas antara lainterdiri atas:a. lembaga penyimpanan dan penyelesaian; danb. lembaga kliring dan penjaminan.

11.Pengawasan di Pasar Uanga. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap

kegiatan di Pasar Uang.b. Dalam melakukan pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapatberkoordinasi dengan otoritas lain yang berwenang.

c. Pengawasan terhadap kegiatan di Pasar Uangsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:1) pengawasan tidak langsung; dan/atau2) pemeriksaan.

12. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlakumaka:a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

21/55/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988 tentangPasar Uang dan Penempatan Dana Antar Bank; dan

b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/32/UPGtanggal 27 Oktober 1988 perihal Pasar Uang danPenempatan Dana Antar Bank,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31Agustus 2016

I. Latar Belakang dan TujuanDalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia yaitumenjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah danmenghadapi tantangan kondisi makroekonomi, BankIndonesia melaksanakan pengendalian moneter denganberdasarkan pada kebijakan moneter. Untuk meningkatkanefektivitas transmisi kebijakan moneter, Bank Indonesiamelakukan penguatan operasi moneter melalui reformulasisuku bunga kebijakan dari BI-Rate menjadi BI 7-day (Reverse)Repo Rate.

Page 89: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

83

Operasi moneter dengan mekanisme absorpsi dan/atauinjeksi likuiditas di pasar uang dilakukan melalui transaksioperasi pasar terbuka baik di pasar uang maupun pasarvaluta asing secara terintegrasi. Untuk mendukungpelaksanaan operasi moneter, Bank Indonesia melakukanpemantauan pasar keuangan antara lain melalui monitoringtransaksi di pasar uang, pasar valuta asing, dan pasar SBN.

II. Materi Pengaturan1. Operasi moneter bertujuan untuk mendukung

pencapaian stabilitas moneter dengan mengendalikansuku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUABO/N) dan menjaga stabilitas nilai tukar.

2. Operasi moneter dilakukan dalam bentuk Operasi PasarTerbuka (OPT) dan Standing Facilities.

3. OPT dapat diikuti oleh Bank dan/atau pihak lain yangditetapkan oleh Bank Indonesia, sementara StandingFacilities hanya dapat diikuti oleh Bank.

4. Bank Indonesia dapat menunjuk peserta OPT yangmemenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesiauntuk mendukung pelaksanaan transaksi OperasiMoneter.

5. Kegiatan OPT meliputi:a. Penerbitan SBI dan SDBI

1) SBI memiliki karakteristik sebagai berikut:a) berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan

dan paling lama 12 (dua belas) bulan yangdinyatakan dalam jumlah hari dan dihitungsejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmensampai dengan tanggal jatuh waktu;

b) diterbitkan dan diperdagangkan dengansistem diskonto;

c) diterbitkan tanpa warkat (scripless); dand) dapat dipindahtangankan (negotiable).

2) SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut:a) berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari

dan paling lama 12 (dua belas) bulan yangdinyatakan dalam jumlah hari dan dihitungsejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmensampai dengan tanggal jatuh waktu;

b) diterbitkan dan diperdagangkan dengansistem diskonto;

c) diterbitkan tanpa warkat (scripless);d) hanya dapat dimiliki oleh Bank; dane) dapat dipindahtangankan (negotiable) hanya

antar-Bank.

Page 90: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

84

3) Dalam jangka waktu tertentu sejak memiliki SBI,pemilik SBI dilarang melakukan transaksi atasSBI yang dimilikinya dengan pihak lain.

4) Bank dilarang melakukan transaksi SDBI denganpihak selain Bank .

b. Transaksi repurchase agreement (repo) dan reverserepo surat berharga.Transaksi repurchase agreement (repo) dan reverserepo surat berharga dapat menggunakan suratberharga berupa SBI, SDBI, SBN dan surat berhargalain yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkanyang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

c. Transaksi pembelian dan penjualan surat berhargasecara outright.Transaksi pembelian dan penjualan surat berhargasecara outright dilakukan terhadap SBN dan suratberharga lain yang berkualitas tinggi dan mudahdicairkan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Penempatan berjangka (term deposit) di BankIndonesia dalam Rupiah.Penempatan berjangka (term deposit) dapatdicairkan oleh peserta Operasi Moneter sebelumjatuh waktu (early redemption) dengan memenuhipersyaratan tertentu.

e. Penempatan berjangka (term deposit) di BankIndonesia dalam valuta asing.1) Penempatan berjangka (term deposit) dalam

valuta asing dapat dicairkan oleh peserta OperasiMoneter sebelum jatuh waktu (early redemption)dengan memenuhi persyaratan tertentu.

2) Penempatan berjangka (term deposit) dalamvaluta asing dapat dialihkan oleh peserta OperasiMoneter menjadi transaksi swap jual valutaasing terhadap Rupiah Bank Indonesia.

3) Penempatan berjangka (term deposit) dalamvaluta asing dapat menjadi pengurang posisidevisa neto secara keseluruhan yang wajibdipelihara peserta Operasi Moneter pada akhirhari kerja.

f. jual beli valuta asing terhadap Rupiah dilakukanantara lain dalam bentuk spot, forward, dan swap.

6. Kegiatan Standing Facilities meliputi:a. penyediaan dana Rupiah (lending facility) yang

dilakukan melalui mekanisme repo SBI, SDBI, SBN,dan/atau surat berharga lain yang berkualitas tinggidan mudah dicairkan yang ditetapkan oleh BankIndonesia; dan

Page 91: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

85

b. penempatan dana Rupiah (deposit facility) yangdilakukan tanpa penerbitan surat berharga.

7. Untuk keperluan penyelesaian transaksi operasi moneter,peserta operasi moneter harus memiliki:a. rekening giro Rupiah di Bank Indonesia;b. rekening giro valuta asing di Bank Indonesia terkait

penyelesaian transaksi OPT di pasar valuta asing;dan

c. rekening surat berharga di Bank Indonesia dan/ataudi lembaga kustodian yang ditetapkan oleh BankIndonesia.

8. Dalam rangka mendukung pelaksanaan OperasiMoneter, Bank Indonesia melakukan pemantauan pasarkeuangan melalui monitoring transaksi secara langsungatau secara tidak langsung yang mencakup antara lainpemantauan pasar uang, pasar valuta asing, dan pasarSBN.

9. Sanksia. Sanksi atas batalnya transaksi operasi moneter adalah

sebagai berikut:1) teguran tertulis; dan2) kewajiban membayar sebesar 0,01% dari nilai

transaksi operasi moneter yang batal, dengannilai sanksi paling sedikit sebesarRp10.000.000,00 dan paling banyak sebesarRp100.000.000,00.

b. Sanksi atas batalnya transaksi penempatan berjangka(term deposit) dalam valuta asing adalah sebagaiberikut:1) teguran tertulis; dan2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:

a) (suku bunga efektif Fed Fund + 200bps) x1/360, untuk valuta Dolar Amerika Serikat;atau

b) (official rate + 200bps) x 1/360, untuk valutaasing selain Dolar Amerika Serikat;

c. Dalam hal terjadi batal transaksi yang ketiga kalidalam jangka waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakansanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar,peserta Operasi Moneter juga dikenakan sanksipenghentian sementara untuk mengikuti kegiatanOperasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut, kecuali untuk transaksi repo lending facilitypeserta Operasi Moneter yang berasal dari transaksifasilitas likuiditas intrahari yang tidak lunas.

Page 92: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

86

d. Sanksi atas tidak terpenuhinya kewajiban membayaruntuk transaksi OPT di pasar valuta asing selaintransaksi penempatan berjangka (term deposit)dalam valuta asing adalah sebagai berikut:1) teguran tertulis; dan2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:

a) (rata-rata suku bunga efektif Fed Fund +200bps) x 1/360, untuk valuta Dolar AmerikaSerikat;

b) (rata-rata official rate + 200bps) x 1/360,untuk valuta asing selain Dolar AmerikaSerikat; atau

c) (rata-rata suku bunga kebijakan BankIndonesia + 350bps) x 1/360, untuk valutaRupiah.

e. Bank Indonesia dapat mengubah besaran marginyang digunakan dalam perhitungan sanksi kewajibanmembayar.

f. Sanksi untuk pelanggaran persyaratan transaksi SBIdalam jangka waktu tertentu adalah sebagai berikut:1) teguran tertulis; dan2) kewajiban membayar sebesar 0,01% dari nilai

transaksi SBI yang tidak memenuhi persyaratan,paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 danpaling banyak sebesar Rp100.000.000,00 perhari.

g. Sanksi untuk pelanggaran persyaratan transaksiSDBI adalah sebagai berikut:1) teguran tertulis; dan2) kewajiban membayar sebesar 0,01% dari nilai

transaksi SDBI yang tidak memenuhi persyaratan,paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 danpaling banyak sebesar Rp100.000.000,00 perhari.

h. Bank Indonesia dapat mengenakan pembatasandan/atau larangan keikutsertaan dalam OperasiMoneter bagi peserta Operasi Moneter yang tidakmemenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalamketentuan yang mengatur mengenai pengaturandan pengawasan moneter dan/atau ketentuan yangmengatur mengenai pengaturan dan pengawasanmakroprudensial.

Page 93: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan Ketiga AtasPeraturan Bank IndonesiaNomor 15/17/PBI/2013Tentang Transaksi SWAPLindung Nilai Kepada BankIndonesia

3. 18/13/PBI/2016

87

I. Latar Belakang dan TujuanBank Indonesia secara berkesinambungan melakukanpengembangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada BankIndonesia sebagai salah satu upaya untuk mendukungpendalaman pasar valuta asing domestik. Pengembanganterkini atas Transaksi Swap Lindung Nilai kepada BankIndonesia dilakukan sejalan dengan kebijakan Bank Indonesiadalam mereformulasi suku bunga kebijakan yang bertujuanuntuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.Suku bunga kebijakan Bank Indonesia digunakan sebagaiacuan dalam pengenaan sanksi atas Transaksi Swap LindungNilai kepada Bank Indonesia dalam upaya untuk menjagaintegritas dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada BankIndonesia.

II. Materi PengaturanDi dalam perubahan ketiga atas PBI No. 15/17/PBI/2013tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesiadilakukan penyempurnaan ketentuan terkait sanksi antaralain sebagai berikut:1. Sanksi atas tidak terpenuhinya persyaratan pengajuan

transaksi, persyaratan perpanjangan Kontrak LindungNilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai, dan laranganpenggunaan underlying transaksi yang sama untuklebih dari satu Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi SwapLindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah sebagaiberikut:a. teguran tertulis; danb. kewajiban membayar sebesar 0,1% dari nilai

transaksi, dengan nilai sanksi paling banyak sebesarRp1.000.000.000,00.

2. Sanksi atas tidak terpenuhinya kewajiban mencantumkannomor referensi Kontrak Lindung Nilai di dalam dealticket pada saat mengajukan perpanjangan transaksidan tidak terpenuhinya kewajiban menatausahakandokumen underlying transaksi adalah berupa tegurantertulis.

3. Sanksi atas tidak terpenuhinya kewajiban setelmentransaksi adalah sebagai berikut:a. teguran tertulis; danb. kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:

1) (rata-rata suku bunga efektif Fed Fund + 200bps)x nominal transaksi x hari keterlambatan/360,untuk kewajiban setelmen dalam valuta DolarAmerika Serikat;

Page 94: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan Keempat AtasPeraturan Bank IndonesiaNomor 15/15/PBI/2013Tentang Giro WajibMinimum Bank UmumDalam Rupiah dan ValutaAsing bagi Bank UmumKonvensional

Penyelenggara JasaPengolahan Uang Rupiah

4.

5.

18/14/PBI/2016

18/15/PBI/2016

88

2) (rata-rata suku bunga kebijakan Bank Indonesia+ 350bps) x nominal transaksi x hariketerlambatan/360, untuk kewajiban setelmendalam Rupiah;

3) (rata-rata official rate + 200bps) x nominaltransaksi x hari keterlambatan/360, untukkewajiban setelmen dalam valuta asing selainDolar Amerika Serikat.

4. Bank Indonesia dapat mengubah besaran margin yangdigunakan dalam perhitungan sanksi kewajibanmembayar.

I. Latar Belakang Pengaturan:Dalam rangka mengoptimalkan pelonggaran kebijakanmoneter berupa penurunan suku bunga kebijakan danpenurunan Giro Wajib Minimum Primer, Bank Indonesiamenetapkan kebijakan di bidang makroprudensial melaluipenyesuaian kebijakan Giro Wajib Minimum yang terkaitbatas bawah Loan to Funding Ratio (LFR) untukmeningkatkan pertumbuhan kredit.

II. Substansi Penyempurnaan:1. Penetapan batas bawah LFR Target dari yang sebelumnya

78% menjadi 80%.2. Penyesuaian terhadap contoh-contoh perhitungan

GWM yang terkait dengan penyebutan batas bawahLFR Target dan pengkinian tanggal data laporan.

3. PBI ini berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2016.4. Dalam menghitung LFR pada tanggal 24 Agustus 2016,

bank menggunakan sumber data dan nilai dalamLaporan Berkala Bank Umum periode data tanggal 8-15 Agustus 2016, dan data dalam Laporan SuratBerharga Yang Diterbitkan periode Juni 2016.

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan PBI Nomor18/15/PBI/2016 tentang Penyelenggara Jasa PengolahanUang Rupiah (PJPUR).

2. PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untukmendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan danstabilitas moneter dan memastikan proses pelaksanaandan kerja sama dalam pengolahan uang Rupiah tetapdilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan BankIndonesia.

Page 95: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

89

3. Hal-hal yang diatur dalam PBI ini meliputi:a. Jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah terdiri atas:

1) distribusi Uang Rupiah;2) pemrosesan Uang Rupiah;3) penyimpanan Uang Rupiah di khazanah; dan/atau4) pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan

kecukupan Uang Rupiah pada antara lain AutomatedTeller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM),dan/atau Cash Recycling Machine (CRM).

b. Setiap Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yangakan menjadi PJPUR untuk melakukan kegiatan jasaPengolahan Uang Rupiah harus memperoleh izin dariBank Indonesia. Pengajuan izin dapat dilakukan secarasekaligus atau sebagian.

c. PJPUR yang akan membuka Kantor Cabang wajibmemperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Dalammemberikan izin Bank Indonesia melakukan analisisadministratif, penilaian hasil pengawasan terhadapPJPUR dan pemeriksaan lokasi.

d. Bank Indonesia berwenang menetapkan pemberianizin sebagai PJPUR dan persetujuan pembukaan KantorCabang.

e. PJPUR wajib melaksanakan kegiatan jasa PengolahanUang Rupiah paling lambat 90 hari sejak tanggalpemberikan izin. PJPUR wajib menyampaikanpemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia apabilaPJPUR telah atau belum dapat melaksanakan kegiatannya.

f. PJPUR dilarang mengalihkan pelaksanaan atas jeniskegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah kepada pihaklain.

g. Dalam rangka pengawasan, Bank Indonesia berwenangmeminta PJPUR untuk melakukan dan/atau tidakmelakukan suatu kegiatan tertentu dan menghentikansementara sebagian atau seluruh kegiatan PJPUR.

h. PJPUR wajib menggunakan sarana, prasarana, daninfrastruktur yang telah memenuhi standar yangditetapkan oleh Bank Indonesia.

i. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Uang Rupiah dimasyarakat dalam kondisi yang layak edar, PJPUR wajibmemenuhi standar kualitas Uang Rupiah yang ditetapkanoleh Bank Indonesia.

j. Pelanggar atas kegiatan pengolahan Uang Rupiah olehPJPUR dikenakan sanksi administratif, meliputi 1) tegurantertulis; 2) penghentian sementara sebagian atau seluruhkegiatan usaha; 3) pencabutan izin; dan/atau 4)kewajiban membayar.

Page 96: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Rasio Loan To Value untukKredit Properti, RasioFinancing To Value untukPembiayaan Properti, danUang Muka untuk Kreditatau PembiayaanKendaraan Bermotor

6. 18/16/PBI/2016

90

k. Selain mengenakan sanksi administratif, Bank Indonesiadapat merekomendasikan kepada otoritas yangberwenang untuk melakukan tindakan sesuai dengankewenangannya.

l. Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesiaini diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia.

4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 31Oktober 2016.

I. Latar Belakang Pengaturan:1. Dalam rangka meningkatkan permintaan domestik

guna terus mendorong pertumbuhan ekonomi nasionaldengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi,diperlukan penyesuaian terhadap kebijakanmakroprudensial untuk mendorong berjalannya fungsiintermediasi perbankan dengan tetap memperhatikanprinsip kehati-hatian dan perlindungan konsumen.

2. Penyempurnaan ketentuan mengenai Loan to Value(LTV) atau Financing to Value (FTV) yang telah dilakukanBank Indonesia pada tahun 2015 melalui PeraturanBank Indonesia No.17/10/PBI/2015 tentang “Rasio Loanto Value atau Rasio Financing to Value untuk Kreditatau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kreditatau Pembiayaan Kendaraan Bermotor” telah mampumenahan penurunan kredit/pembiayaan pemilikanrumah yang diberikan bank namun belum cukup kuatuntuk meningkatkan pertumbuhan kredit/pembiayaan,sehingga diperlukan pelonggaran lebih lanjut yangdiharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit ataupembiayaan di sektor properti, mengingat sektor tersebutmemiliki efek multiplier yang besar dalam mendorongpertumbuhan ekonomi.

3. Penyesuaian kebijakan makroprudensial melaluipenyempurnaan ketentuan mengenai LTV/FTV kemudiandituangkan dalam PBI No.18/16/PBI/2016 tentang “RasioLoan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financingto Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Mukauntuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor”(PBI LTV/FTV dan Uang Muka).

II. Substansi Penyempurnaan: 1. Penyesuaian rasio dan tiering LTV untuk Kredit Properti

(KP) serta rasio dan tiering FTV untuk PembiayaanProperti (PP) untuk untuk fasilitas ke-1, fasilitas ke-2,

Page 97: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

91

I

Tipe Properti(m2) II III dst

Rumah Tapak

Tipe > 70 85% 80% 75%

Tipe 22 - 70 - 85% 80%

Tipe ² 21 - - -

Rumah Susun

Tipe > 70 85% 80% 75%

Tipe 22 - 70 90% 85% 80%

Tipe ² 21 - 85% 80%

Ruko/Rukan - 85% 80%

Fasilitas KP & PP

Kredit Properti (KP) & Pembiayaan Properti (PP)Berdasarkan Akad Murabahah & Akad Istishna’

I

Tipe Properti(m2) II III dst

Rumah Tapak

Tipe > 70 90% 85% 80%

Tipe 22 - 70 - 90% 85%

Tipe ² 21 - - -

Rumah Susun

Tipe > 70 90% 85% 80%

Tipe 22 - 70 90% 85% 80%

Tipe ² 21 - 85% 80%

Ruko/Rukan - 85% 80%

Fasilitas PP

Pembiayaan Properti (PP)Berdasarkan Akad MMQ & Akad IMBT

fasilitas ke-3 dan seterusnya sehingga rasio LTV untukKP dan rasio FTV untuk PP paling besar menjadisebagaimana tabel berikut:

2. Penyesuaian persyaratan untuk penggunaan rasio LTVuntuk KP dan rasio FTV untuk PP sebagaimana dimaksudpada angka 1 sehingga menjadi sebagai berikut:a. rasio Kredit bermasalah dari total Kredit atau rasio

Pembiayaan bermasalah dari total Pembiayaan secarabersih (net) kurang dari 5% (lima persen); dan

Page 98: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

92

I

Tipe Properti(m2) II III dst

Rumah Tapak

Tipe > 70 80% 70% 60%

Tipe 22 - 70 - 80% 70%

Tipe ² 21 - - -

Rumah Susun

Tipe > 70 80% 70% 60%

Tipe 22 - 70 90% 80% 70%

Tipe ² 21 - 80% 70%

Ruko/Rukan - 80% 70%

Fasilitas KP & PP

Kredit Properti (KP) & Pembiayaan Properti (PP)Berdasarkan Akad Murabahah & Akad Istishna’

I

Tipe Properti(m2) II III dst

Rumah Tapak

Tipe > 70 85% 75% 65%

Tipe 22 - 70 - 80% 70%

Tipe ² 21 - - -

Rumah Susun

Tipe > 70 85% 75% 65%

Tipe 22 - 70 90% 80% 70%

Tipe ² 21 - 80% 70%

Ruko/Rukan - 80% 70%

Fasilitas PP

Pembiayaan Properti (PP)Berdasarkan Akad MMQ & Akad IMBT

b. rasio KP bermasalah dari total KP atau rasio PPbermasalah dari total PP secara bruto (gross) kurangdari 5% (lima persen).

3. Bagi Bank yang tidak memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud pada angka 2, maka rasio LTVuntuk KP dan rasio FTV untuk PP paling besar menjadisebagai berikut:

Page 99: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

93

Perubahan kedua atasPeraturan Bank IndonesiaNomor 11/12/PBI/2009Tentang Uang Elektronik(Electronic Money)

7. 18/17/PBI/2016

4. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum danPembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah atau UnitUsaha Syariah yang merupakan tambahan daripembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio LTVKP atau rasio FTV PP yang sama sepanjang KP atauPP tersebut memiliki kualitas lancar. Hal yang samajuga berlaku untuk KP atau PP yang diambil alih (takeover) dengan kredit tambahan (top up) atau disertaidengan Pembiayaan baru.

5. KP atau PP untuk pemilikan Properti yang belum tersediasecara utuh diperbolehkan sampai dengan urutanfasilitas kedua dengan pencairan bertahap. Pengaturanlebih lanjut mengenai pencairan bertahap akan dimuatdalam Surat Edaran Bank Indonesia.

6. Penyesuaian terhadap kalimat pengaturan dalam PBIuntuk menghindari perbedaan persepsi, antara lainterhadap definisi Bank, definisi akad-akad syariah, tatacara penilaian agunan, pengertian debitur atau nasabahdalam larangan kredit uang muka, pengertian dana yangdititipkan dan/atau disimpan dalam escrow account diBank pemberi Kredit atau Pembiayaan, dan pengecualianProgram Perumahan Pemerintah Pusat/Daerah dari PBILTV/FTV dan Uang Muka dengan memperhatikan prinsipkehati-hatian dan peraturan perundang-undangan terkaityang berlaku.

7. PBI ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakan perubahankedua atas PBI No.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik(Electronic Money).

2. Perubahan dilakukan terhadap materi ketentuan terkaitpenyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) denganmaksud untuk memperluas pihak yang dapatmenyelenggarakan LKD dalam rangka mendorongpeningkatan transaksi non tunai melalui penggunaanUang Elektronik. Secara garis besar, pokok-pokok materiperubahan yang dimuat dalam PBI ini mencakup:a. Perubahan terhadap Pasal 24D mengenai kriteria dan

persyaratan pihak yang dapat menyelenggarakan LKDmelalui Agen LKD individu; dan

b. Penambahan 1 (satu) pasal baru, yaitu Pasal 24Hmengenai penerapan Customer Due Diligence (CDD)yang lebih sederhana oleh penyelenggara LKD.

Page 100: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

3. Pihak yang dapat menjadi Penyelenggara LKD melalui AgenLKD Individu adalah Bank dengan kriteria BUKU 3 dan 4atau Bank Pembangunan Daerah dengan kategori BUKU1 dan 2 yang memiliki sistem teknologi informasi memadaidan memiliki profil mandat penyaluran prgram bantuansosial. Perubahan ini memperluas kriteria pihak yang dapatmenyelenggarakan LKD, yang sebelumnya hanya terbataspada Penerbit berupa Bank Umum berdasarkan KegiatanUsaha (BUKU) 4.

4. Untuk mendukung perluasan Layanan Keuangan Digital,dalam ketentuan ini diatur bahwa penyederhanaan prosedurCustomer Due Diligence (CDD) dilakukan melalui pencatatandata identitas yang paling kurang mencakup informasinama, tempat dan tanggal lahir, alamat, nomor dokumenidentitas,dan nama ibu kandung. Informasi kewarganegaraandan jenis kelamin yang diminta dalam prosedur CDD normaltidak wajib dicatat oleh Penyelenggara LKD.

5. Penyampaian rencana penyelenggaraan LKD yang diajukansebelum berlakunya PBI ini tetap tunduk pada PBINo.11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (ElectronicMoney) sebagaimana telah diubah dengan PBINo.16/8/PBI/2014 sampai dengan persetujuanpenyelenggaraan LKD diberikan oleh Bank Indonesia.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, penyampaianrencana penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD individu,dan persetujuan Bank Indonesia diatur lebih lanjut denganSurat Edaran Bank Indonesia.

I. Latar Belakang dan Tujuan1. Dalam rangka upaya mempercepat pengembangan

dan pendalaman pasar keuangan, perlu dilakukanpengayaan variasi instrumen pasar valuta asing domestikuntuk dapat menjadi alternatif bagi pelaku pasar dalammelakukan lindung nilai, sekaligus mendorongpengembangan infrastruktur, dan peningkatankredibilitas pasar.

2. Sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi peningkatankebutuhan transaksi lindung nilai pelaku ekonomi,khususnya korporasi non-bank yang memiliki utangluar negeri. Hal ini sejalan dengan berlakunya PBINo.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri KorporasiNon-Bank, yang mengatur bahwa sejak awal tahun2017 korporasi non-bank yang memiliki ULN wajibmelakukan transaksi lindung nilai melalui bank domestik.

94

Transaksi Valuta Asingterhadap Rupiah antaraBank dengan PihakDomestik

8. 18/18/PBI/2016

Page 101: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

3. Dalam rangka upaya peningkatan porsi transaksi derivatifdi pasar valuta asing domestik yang saat ini kontribusinyaterhadap total transaksi masih relatif kecil, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

II. Pokok-Pokok Pengaturan1. Transaksi Spot dan transaksi derivatif yang standar (plain

vanilla), yang dilakukan Bank dengan Nasabah di atasjumlah tertentu (threshold) wajib memiliki UnderlyingTransaksi.

2. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option dapat digunakansebagai instrumen hedging namun wajib memilikiUnderlying Transaksi.

3. Dalam hal Bank melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optionselain, Bank wajib memenuhi prinsip kehati-hatian,termasuk mitigasi risiko.

4. Underlying Transaksi meliputi seluruh kegiatan:a. perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar

negeri;b. investasi berupa direct investment, portfolio

investment, pinjaman, modal, dan investasi lainnyadi dalam dan di luar negeri; dan/atau

c. pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalamvaluta asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatanperdagangan dan investasi.

5. Yang dimaksud dengan “investasi lainnya” antara lainadalah investasi dan/atau transaksi yang dilakukandalam rangka pelaksanaan kebijakan pemerintah terkaitperpajakan.

6. Underlying Transaksi meliputi juga perkiraan pendapatandan biaya (income dan expense estimation).

7. Underlying Transaksi tidak termasuk:a. kegiatan penempatan dana pada Bank antara lain

berupa tabungan, giro, deposito, dan sertifikatdeposito (negotiable certificate of deposit);

b. kegiatan pengiriman uang oleh perusahaan transferdana;

c. fasilitas pemberian kredit yang masih belum ditarik,antara lain berupa standby loan dan undisbursedloan; dan

d. penggunaan Surat Berharga Bank Indonesia dalamvaluta asing.

95

Page 102: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

8. Khusus untuk penjualan valuta asing terhadap Rupiahmelalui transaksi forward oleh Nasabah kepada Bank,Underlying Transaksi juga meliputi kepemilikan danavaluta asing di dalam negeri dan di luar negeri antaralain berupa tabungan, giro, deposito, dan sertifikatdeposito (negotiable certificate of deposit).

9. Jumlah tertentu (threshold) untuk pembelian valutaasing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bankmelalui Transaksi Spot adalah USD25,000.00 (dua puluhlima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya perbulan per Nasabah.

10. Jumlah tertentu (threshold) untuk pembelian valutaasing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bankmelalui transaksi derivatif yang standar (plain vanilla)adalah USD100,000.00 (seratus ribu dolar AmerikaSerikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah.

11. Jumlah tertentu (threshold) untuk penjualan valuta asingterhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank melaluitransaksi forward adalah USD5,000,000.00 (lima jutadolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksiper Nasabah.

12. Jumlah tertentu (threshold) untuk penjualan valutaasing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bankmelalui transaksi option adalah USD1,000,000.00 (satujuta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya pertransaksi per Nasabah.

13. Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk TransaksiValuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah kepadaBank tidak berlaku untuk penyelesaian Transaksi DerivatifValuta Asing Terhadap Rupiah awal yang dilakukanmelalui:a. perpanjangan transaksi (roll over) sepanjang jangka

waktu perpanjangan transaksi (roll over) paling lamasama dengan jangka waktu Underlying Transaksiawal;

b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination);atau

c. pengakhiran transaksi (unwind).14. Bank dilarang melakukan transaksi structured product

valuta asing terhadap Rupiah, kecuali untuk transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option yang memenuhi persyaratan:a. didukungoleh Underlying Transaksib. nominal transaksi structured product valuta asing

terhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidakmelebihi nominal Underlying Transaksi; dan

96

Page 103: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

c. jangka waktu transaksi structured product valutaasing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiontidak melebihi jangka waktu Underlying Transaksi

15. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option wajib dilakukansecara dynamic hedging.

16. Transaksi dynamic hedging wajib dilakukan denganpersyaratan sebagai berikut:a. kisaran kurs tidak overlap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal;b. kisaran kurs tidak memiliki gap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal;c. menggunakan Underlying Transaksi yang sama dan

belum jatuh waktu;d. nominal tidak bersifat kumulatif;e. jangka waktu:f. paling kurang 6 (enam) bulan untuk transaksi Call

Spread Option awal yang memiliki sisa jatuh waktu6 (enam) bulan atau lebih; atau

g. mengikuti sisa jatuh waktu transaksi Call SpreadOption awal untuk transaksi Call Spread Optionawal yang memiliki sisa jatuh waktu kurang dari 6(enam) bulan; dan

h. dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelahkurs pasar melampaui kisaran kurs Call SpreadOption awal.

17. Transaksi Spot yang dilakukan dalam rangka transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option dapat menggunakan UnderlyingTransaksi yang sama dengan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optionawal.

18. Penyelesaian Transaksi diatur antara lain sebagai berikut:a. Penyelesaian Transaksi Spot antara Bank dengan

Nasabah dan antar-Bank wajib dilakukan denganpemindahan dana pokok secara penuh

b. Penyelesaian Transaksi Derivatif Valuta AsingTerhadap Rupiah antara Bank dengan Nasabah danantar-Bank dapat dilakukan secara netting ataudengan pemindahan dana pokok secara penuh

c. Penyelesaian Transaksi Derivatif Valuta AsingTerhadap Rupiah antara Bank dengan Nasabah danantar-Bank yang dapat dilakukan secara nettinghanya berlaku untuk perpanjangan transaksi (rollover), percepatan penyelesaian transaksi (earlytermination), dan pengakhiran transaksi (unwind).

97

Page 104: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Transaksi Valuta Asingterhadap Rupiah antaraBank dengan Pihak Asing

9. 18/19/PBI/2016

98

19. Bank dilarang memberikan kredit atau pembiayaandalam valuta asing dan/atau dalam Rupiah kepadaNasabah untuk kepentingan Transaksi Derivatif ValutaAsing Terhadap Rupiah

20. Bank dilarang memberikan cerukan kepada Nasabahdalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah

21. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asingterhadap Rupiah kepada Bank di atas jumlah tertentu(threshold), dan melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Option,Bank wajib memastikan Nasabah untuk menyampaikandokumen sebagai berikut:a. dokumen Underlying Transaksi Valuta Asing Terhadap

Rupiah yang dapat dipertanggungjawabkan baikyang bersifat final maupun berupa perkiraan; dan

b. dokumen pendukung berupa:1) fotokopi dokumen identitas Nasabah dan

fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan2) pernyataan tertulis bermaterai cukup yang

ditandatangani oleh pihak yang berwenang dariNasabah atau pernyataan tertulis yangauthenticated

22. Bank yang melanggar ketentuan dalam PBI ini dikenakansanksi berupa:a. sanksi administratif berupa teguran tertulis, dan/ataub. sanksi administratif berupa teguran tertulis dan

sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen)dari nominal transaksi yang dilanggar untuk setiappelanggaran, dengan jumlah sanksi paling sedikitsebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) danpaling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah).

I. Latar Belakang dan Tujuan1. Dalam rangka upaya mempercepat pengembangan

dan pendalaman pasar keuangan, perlu dilakukanpengayaan variasi instrumen pasar valuta asing domestikuntuk dapat menjadi alternatif bagi pelaku pasar dalammelakukan lindung nilai, sekaligus mendorongpengembangan infrastruktur, dan peningkatankredibilitas pasar.

2. Sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi peningkatankebutuhan transaksi lindung nilai pelaku ekonomi,khususnya korporasi non-bank yang memiliki utangluar negeri. Hal ini sejalan dengan berlakunya PBI

Page 105: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

99

No.16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri KorporasiNon-Bank, yang mengatur bahwa sejak awal tahun2017 korporasi non-bank yang memiliki ULN wajibmelakukan transaksi lindung nilai melalui bank domestik.

3. Dalam rangka upaya peningkatan porsi transaksi derivatifdi pasar valuta asing domestik yang saat ini kontribusinyaterhadap total transaksi masih relatif kecil, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

II. Pokok-Pokok Pengaturan1. Transaksi Spot dan transaksi derivatif yang standar

(plain vanilla), yang dilakukan Bank dengan Nasabahdi atas jumlah tertentu (threshold) wajib memilikiUnderlying Transaksi.

2. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option dapat digunakansebagai instrumen hedging namun wajib memilikiUnderlying Transaksi.

3. Dalam hal Bank melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optionselain, Bank wajib memenuhi prinsip kehati-hatiantermasuk mitigasi risiko.

4. Underlying Transaksi meliputi seluruh kegiatan:a. perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar

negeri;b. investasi berupa foreign direct investment, portfolio

investment, pinjaman, modal, dan investasi lainnyadi dalam dan di luar negeri; dan/atau

c. pemberian kredit atau pembiayaan Bank dalamvaluta asing dan/atau dalam Rupiah untuk kegiatanperdagangan dan investasi.

5. Yang dimaksud dengan “investasi lainnya” antara lainadalah investasi dan/atau transaksi yang dilakukandalam rangka pelaksanaan kebijakan pemerintah terkaitperpajakan.

6. Underlying Transaksi meliputi juga perkiraan pendapatandan biaya (income dan expense estimation).

7. Underlying Transaksi tidak termasuk:a. penggunaan Sertifikat Bank Indonesia, untuk

Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah;b. penempatan dana pada Bank (vostro) antara lain

berupa tabungan, giro, deposito, dan sertifikatdeposito (negotiable certificate of deposit);

c. fasilitas pemberian kredit yang masih belum ditarik,antara lain berupa standby loan dan undisbursedloan; dan

Page 106: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

100

d. penggunaan Surat Berharga Bank Indonesia dalamvaluta asing.

8. Khusus untuk penjualan valuta asing terhadap Rupiahmelalui transaksi forward oleh Nasabah kepada Bank,Underlying Transaksi juga meliputi kepemilikan danavaluta asing di dalam negeri dan di luar negeri antaralain berupa tabungan, giro, deposito, dan sertifikatdeposito (negotiable certificate of deposit).

9. Jumlah tertentu (threshold) untuk pembelian valutaasing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bankmelalui Transaksi Spot adalah USD25,000.00 (dua puluhlima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya perbulan per Pihak Asing.

10. Jumlah tertentu (threshold) untuk penjualan valuta asingterhadap Rupiah melalui transaksi derivatif yang standar(plain vanilla) antara Bank dengan Pihak Asing danpembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksiderivatif yang standar (plain vanilla) antara Bank denganPihak Asing adalah masing-masing USD1,000,000.00(satu juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya pertransaksi per Pihak Asing maupun per posisi (outstanding)per Bank.

11. Jumlah tertentu (threshold) untuk penjualan valutaasing terhadap Rupiah melalui transaksi forward adalahUSD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat)atau ekuivalennya per transaksi per Pihak Asing

12. Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah dapatpula dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalamrangka cover hedging Bank.

13. Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk TransaksiValuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah kepadaBank tidak berlaku untuk penyelesaian Transaksi DerivatifValuta Asing Terhadap Rupiah awal yang dilakukanmelalui:a. perpanjangan transaksi (roll over) sepanjang jangka

waktu perpanjangan transaksi (roll over) paling lamasama dengan jangka waktu Underlying Transaksiawal;

b. percepatan penyelesaian transaksi (early termination);atau

c. pengakhiran transaksi (unwind).14. Bank dilarang melakukan transaksi structured product

valuta asing terhadap Rupiah, kecuali untuk transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option yang memenuhi persyaratan:

Page 107: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

101

a. didukung oleh Underlying Transaksib. nominal transaksi structured product valuta asing

terhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidakmelebihi nominal Underlying Transaksi; dan

c. jangka waktu transaksi structured product valutaasing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiontidak melebihi jangka waktu Underlying Transaksi

15. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option wajib dilakukansecara dynamic hedging.

16. Transaksi dynamic hedging wajib dilakukan denganpersyaratan sebagai berikut:a. kisaran kurs tidak overlap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal;b. kisaran kurs tidak memiliki gap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal;c. menggunakan Underlying Transaksi yang sama dan

belum jatuh waktu;d. nominal tidak bersifat kumulatif;e. jangka waktu:f. paling kurang 6 (enam) bulan untuk transaksi Call

Spread Option awal yang memiliki sisa jatuh waktu6 (enam) bulan atau lebih; atau

g. mengikuti sisa jatuh waktu transaksi Call SpreadOption awal untuk transaksi Call Spread Optionawal yang memiliki sisa jatuh waktu kurang dari 6(enam) bulan; dan

h. dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelahkurs pasar melampaui kisaran kurs Call SpreadOption awal.

17. Transaksi Spot yang dilakukan dalam rangka transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option dapat menggunakan UnderlyingTransaksi yang sama dengan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optionawal.

18. Penyelesaian transaksi diatur antara lain sebagai berikut:a. Penyelesaian Transaksi Spot antara Bank dengan

Pihak Asing wajib dilakukan dengan pemindahandana pokok secara penuh

b. Penyelesaian Transaksi Derivatif Valuta Asing TerhadapRupiah antara Bank dengan Pihak Asing dapatdilakukan secara netting atau dengan pemindahandana pokok secara penuh.

Page 108: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

102

Perihal RingkasanNo. Peraturan

c. Penyelesaian Transaksi Derivatif Valuta AsingTerhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asingyang dapat dilakukan secara netting hanya berlakuuntuk perpanjangan transaksi (roll over), percepatanpenyelesaian transaksi (early termination), danpengakhiran transaksi (unwind).

19. Bank dilarang melakukan transaksi tertentu denganPihak Asing yang meliputi:a. pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam Rupiah

dan/atau valuta asing, kecuali:1) Kredit atau pembiayaan non tunai atau garansi

yang terkait dengan kegiatan investasi diIndonesia yang memperoleh counter guarantydari Prime Bank atau adanya jaminan setoransebesar 100% dari nilai garansi yang diberikan.

2) Kredit atau pembiayaan dalam bentuk sindikasidengan persyaratan mengikutsertakan PrimeBank sebagai lead bank (peringkat investasi danmemiliki total aset yang termasuk dalam 200bankers almanac), diberikan untuk pembiayaanproyek di sektor riil di Indonesia, kontribusi bankasing sebagai anggota sindikasi lebih besardibandingkan dengan kontribusi Bank di dalamnegeri

3) Kartu kredit.4) Kredit atau pembiayaan konsumsi yang

digunakan di dalam negeri.5) Cerukan intrahari rupiah dan valuta asing yang

didukung dokumen authenticated yangmenunjukkan konfirmasi akan adanya danamasuk ke rekening bersangkutan pada hari yangsama.

6) Cerukan dalam Rupiah dan valuta asing karenabiaya administrasi.

7) Pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjukpemerintah untuk mengelola aset Bank dalamrangka restrukturisasi perbankan Indonesia olehPihak Asing yang pembayarannya dijamin olehPrime Bank.

b. penempatan dalam Rupiah;c. pembelian Surat Berharga dalam Rupiah yang

diterbitkan oleh Pihak Asing, kecuali:1) pembelian Surat Berharga yang berkaitan dengan

kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan imporbarang ke Indonesia serta perdagangan dalamnegeri; dan

Page 109: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

103

2) pembelian bank draft dalam Rupiah yangditerbitkan oleh bank di luar negeri untukkepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yangbekerja di luar negeri dan dana Rupiah tersebutditerima di dalam negeri oleh bukan Pihak Asing.

d. tagihan antarkantor dalam Rupiah;e. tagihan antarkantor dalam valuta asing dalam

rangka pemberian Kredit atau Pembiayaan di luarnegeri; dan

f. penyertaan modal dalam Rupiah.20. Transfer Rupiah diatur sebagai berikut:

a. Bank dilarang melakukan Transfer Rupiah ke luarnegeri.

b. Bank dapat melakukan Transfer Rupiah ke rekeningyang dimiliki Pihak Asing dan/atau yang dimilikisecara gabungan (joint account) antara Pihak Asingdengan bukan Pihak Asing pada Bank di dalamnegeri apabila nilai nominal Transfer Rupiah sampaidengan ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolarAmerika Serikat) per hari per Pihak Asing; ataudilakukan antar rekening Rupiah yang dimiliki olehPihak Asing yang sama.

c. Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asingyang berasal dari selain Transaksi Derivatif ValutaAsing Terhadap Rupiah dengan nilai nominal di atasekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolar AmerikaSerikat) per hari per Pihak Asing wajib berdasarkanUnderlying Transaksi, kecuali Transfer Rupiah yangdilakukan dalam rangka penyelesaian transaksimelalui perpanjangan transaksi (roll over), percepatanpenyelesaian transaksi (early termination), danpengakhiran transaksi (unwind).

d. Bank penerima Transfer Rupiah wajib memastikanbahwa Pihak Asing memiliki Underlying Transaksi

e. Bank penerima dari suatu Transfer Rupiah yangditujukan kepada Pihak Asing wajib melakukanverifikasi terhadap status pihak penerima dana

21. Dalam hal Bank melakukan transaksi derivatif yangstandar (plain vanilla) di atas jumlah tertentu (threshold)dan transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah dengan Pihak Asing, Bank wajib memastikanPihak Asing untuk menyampaikan dokumen sebagaiberikut:a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat

dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat finalmaupun yang berupa perkiraan; dan

Page 110: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

104

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Kegiatan Usaha PenukaranValuta Asing Bukan Bank

10. 18/20/PBI/2016

b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulisyang authenticated

22. Bank yang melanggar ketentuan dalam PBI ini dikenakansanksi berupa:a. sanksi administratif berupa teguran tertulis, dan/ataub. sanksi administratif berupa teguran tertulis dan sanksi

kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) darinominal transaksi yang dilanggar untuk setiappelanggaran, dengan jumlah sanksi paling sedikitsebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) danpaling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah).

1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/DKSP tanggal7 Oktober 2016 perihal Kegiatan Usaha Penukaran ValutaAsing Bukan Bank, selanjutnya disebut PBI KUPVA BB,diterbitkan dalam rangka penyempurnaan pengaturanPBI No.16/15/PBI/2014 tentang Kegiatan Usaha PenukaranValuta Asing Bukan Bank dan harmonisasi dengan beberapaperaturan lain yang telah diterbitkan Bank Indonesia.

Tujuan penerbitan PBI ini adalah untuk memberikanpanduan yang lebih jelas dalam penyelenggaraan kegiatanusaha penukaran valuta asing oleh lembaga bukan bank.Penyempurnaan ketentuan ini diharapkan dapatmeningkatkan tata kelola yang baik serta mendorongperkembangan industri KUPVA BB menjadi lebih sehat danefisien. Penyempurnaan yang dilakukan antara lain terhadap:1) cakupan kegiatan usaha, 2) underlying transaksi, 3)prosedur dan persyaratan perizinan, 4) tata kelola danperlindungan konsumen, dan 5) kegiatan jual beli UKAdi wilayah perbatasan dan kerjasama dengan hotel.

2. Materi pengaturan pada PBI KUPVA BB meliputi:a. cakupan kegiatan usaha yang dapat dilakukan

Penyelenggara KUPVA BB;b. persyaratan perizinan Penyelenggara KUPVA BB;c. kewenangan Bank Indonesia dalam melakukan

pembatasan pemberian izin dan evaluasi perizinan;d. penetapan kurs jual dan beli UKA oleh Penyelenggara

KUPVA BB;e. persyaratan calon pengurus dan pemegang saham

Penyelenggara KUPVA BB;f. penerapan perlindungan konsumen;g. kerja sama dengan pihak lain dalam penyediaan layanan

pembelian UKA;

Page 111: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

105

h. pihak lain yang dapat melakukan jual dan beli UKA dikawasan perbatasan; dan

i. kewajiban Penyelenggara KUPVA BB untuk memilikirekening bank atas nama Penyelenggara KUPVA BB.

3. Kegiatan usaha penukaran valuta asing terdiri dari kegiatanpenukaran yang dilakukan dengan mekanisme jual beliUKA dan pembelian Cek Pelawat. Selain itu, PenyelenggaraKUPVA BB dapat pula melakukan kegiatan usaha lain yangmemiliki keterkaitan dengan penyelenggaraan KUPVAsepanjang telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia.

4. Pengaturan mengenai Underlying Transaksi dalampenyelenggaraan KUPVA BB adalah sebagai berikut:a. Pembelian UKA oleh Nasabah dari Penyelenggara

KUPVA BB di atas jumlah tertentu (threshold) per bulanper Nasabah wajib memiliki Underlying Transaksi.

b. Jumlah tertentu (threshold) per bulan per Nasabahmengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengaturmengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antarabank dengan pihak domestik dan ketentuan BankIndonesia yang mengatur mengenai transaksi valutaasing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak asing.

c. Dokumen yang harus disampaikan dalam transaksiyang dikenakan kewajiban Underlying Transaksi adalahdokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan dan dokumen pendukung pembelian UKA.

d. Penyelenggara KUPVA BB terkait wajib memastikanNasabah telah menyampaikan dokumen UnderlyingTransaksi yang dapat dipertanggungjawabkan, dokumenpendukung pembelian UKA, dan surat kuasa dalam halNasabah diwakili oleh pihak lain, serta menatausahakandokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukungpembelian UKA.

5. Kewajiban Penyelenggara KUPVA BB dalam menetapkankurs adalah sebagai berikut:a. memiliki kebijakan dan prosedur tertulis penetapan kurs;b. menggunakan dasar penetapan kurs yang dapat

dipertanggungjawabkan dan diterapkan secarakonsisten; dan

c. membuat catatan dan/atau kertas kerja dalam penetapankurs.

6. Penyelenggara KUPVA BB wajib memastikan penerapanprinsip perlindungan konsumen yang paling sedikit berupa:a. penyampaian informasi kurs kepada Nasabah secara

transparan;b. perlindungan data dan/atau informasi Nasabah; danc. penanganan dan penyelesaian pengaduan Nasabah

yang efektif.

Page 112: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

106

7. Perizinan sebagai Penyelenggara KUPVA BB diatur sebagaiberikut:a. Badan usaha BB harus memenuhi persyaratan:

1) berbadan hukum Perseroan Terbatas yang seluruhsahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesiadan/atau badan usaha yang seluruh sahamnyadimiliki oleh warga negara Indonesia;

2) mencantumkan dalam anggaran dasar perseroanbahwa maksud dan tujuan perseroan adalahmelakukan kegiatan jual beli UKA dan pembelianCek Pelawat; dan

3) memenuhi jumlah modal disetor yang ditetapkanoleh Bank Indonesia modal disetor tidak berasaldari dan/atau untuk tujuan pencucian uang.

b. Bank Indonesia memberikan izin sebagai PenyelenggaraKUPVA BB dengan melalui tahapan:1) penelitian pemenuhan persyaratan kelembagaan;2) penelitian pemenuhan persyaratan sebagai anggota

Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegangsaham;

3) pemeriksaan lokasi tempat usaha calon PenyelenggaraKUPVA BB; dan

4) penyuluhan ketentuan.8. Izin sebagai Penyelenggara KUPVA BB yang diterbitkan

oleh Bank Indonesia berlaku selama 5 (lima) tahun terhitungsejak tanggal pemberian izin dan dapat diperpanjangberdasarkan permohonan kepada Bank Indonesia. BankIndonesia melakukan evaluasi terhadap izin yang telahditerbitkan kepada Penyelenggara KUPVA BB.

9. Pengaturan mengenai rekening bank Penyelenggara KUPVABBadalah sebagai berikut:a. Penyelenggara KUPVA BB wajib memiliki rekening pada

bank atas nama Penyelenggara KUPVA BB.b. Rekening bank dimaksud hanya dapat digunakan untuk

kegiatan usaha maupun kegiatan operasional sebagaiPenyelenggara KUPVA BB.

10.Pembukaan kantor cabang Penyelenggara KUPVA BB wajibterlebih dahulu memperoleh persetujuan Bank Indonesiadengan memenuhi persyaratan permodalan, kelayakanlokasi, dan kesiapan pembukaan kantor cabang.

11.Pengaturan mengenai pengawasan dan laporanpenyelenggaraan KUPVA BB adalah sebagai berikut:a. Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung dan

tidak langsung terhadap kegiatan yang dilakukanPenyelenggara KUPVA BB.

b. Penyelenggara KUPVA BB wajib menyampaikan laporanberkala maupun insidental kepada Bank Indonesia.

Page 113: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perubahan Atas PeraturanBank Indonesia Nomor9/14/PBI/2007 TentangSistem Informasi Debitur

11. 18/21/PBI/2016

107

12.Pada wilayah tertentu, Penyelenggara KUPVA BB dapatbekerja sama dengan hotel atau badan usaha yangmenyelenggarakan kegiatan sejenis dengan hotel untukmelakukan kegiatan layanan pembelian UKA denganpersetujuan Bank Indonesia.

13.Pihak selain Penyelenggara KUPVA BB berupa badan usahayang melakukan jual beli UKA di kawasan perbatasanIndonesia wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia.

14.Pihak-pihak yang selama ini telah melakukan kegiatanpenukaran valuta asing namun belum memperoleh izindari Bank Indonesia, wajib mengajukan izin sebagaiPenyelenggara KUPVA BB dengan diberikan kemudahanberupa persyaratan perizinan yang mengacu pada ketentuanlama, yaitu PBI No. 16/15/PBI/2016 tentang Kegiatan UsahaPenukaran Valuta Asing BB. Selain itu, terhadap pihak-pihak tersebut belum akan dikenakan sanksi selama periodekemudahan pemrosesan izin. Pemberian kemudahandimaksud untuk jangka waktu 6 (enam) bulan yang berlakusejak tanggal diundangkannya PBI KUPVA BB.

15.Dalam hal setelah jangka waktu 6 (enam) bulan tersebutBank Indonesia mengetahui bahwa terdapat pihak yangmelakukan kegiatan penukaran valuta asing tanpa izindari Bank Indonesia, maka Bank Indonesia dapatmerekomendasikan kepada otoritas yang berwenang untukmencabut izin usaha, dan/atau menghentikan kegiatanusaha atau mengambil langkah yang lebih tegas sesuaiketentuan perundangan yang berlaku.

16.PBI KUPVA BB ini mencabut PBI Nomor 16/15/DKSPtanggal11 September 2014 perihal Kegiatan Usaha PenukaranValuta Asing BB.

17.PBI KUPVA BB ini mulai berlaku sejak tanggal 7 Oktober2016.

I. Latar Belakang:Perubahan ketentuan SID diperlukan dalam rangkameningkatkan kelancaran proses penyediaan dana,penerapan manajemen risiko kredit yang efektif, danketersediaan informasi kualitas Debitur yang diandalkan,serta untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensipenyelenggaraan Sistem Informasi Debitur yang menghasilkaninformasi Debitur yang lengkap, akurat, terkini dan utuh.Selain itu, terdapat perubahan metode pengelolaan CreditReporting System di Indonesia dari sebelumnya single creditreporting system menjadi dual credit reporting system yangmelibatkan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan.

Page 114: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

108

II. Substansi Penyempurnaan:1. Pelapor dapat menyampaikan Laporan Debitur dan/atau

koreksi Laporan Debitur secara online melalui kantorPelapor yang bersangkutan atau kantor pusat atau kantorcabang lainnya dari Pelapor dimaksud dengan tetapmenggunakan sandi kantor Pelapor yang bersangkutan.

2. Pihak yang dapat meminta Informasi Debitur terdiriatas Pelapor, Debitur, Lembaga Pengelola InformasiPerkreditan atau pihak lain.

3. Pelapor wajib menyampaikan informasi kepada Debiturterkait pelaporan Penyediaan Dana ke dalam SistemInformasi Debitur.

4. Dalam hal Pelapor menerima pengaduan Debitur terkaitInformasi Debitur dalam Sistem Informasi Debitur,Pelapor wajib menindaklanjuti dan menyelesaikanpengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerjasetelah tanggal penerimaan pengaduan. Pelapor wajibmelaporkan pengaduan Debitur dan tindak lanjutpenyelesaian pengaduan Debitur kepada Bank Indonesiasecara triwulanan.

5. Sanksi kewajiban membayar terhadap Pelapor yangdinyatakan terlambat menyampaikan koreksi LaporanDebitur, adalah:a. Bagi Bank Umum sebesar Rp100.000,00 (seratus

ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan, palingbanyak sebesar Rp3.600.000,00 (tiga juta enamratus ribu rupiah) untuk setiap kantor Pelapor; dan

b. Bagi BPR, Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank,Lembaga Keuangan Non-Bank, dan Koperasi SimpanPinjam sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima riburupiah) per hari kerja keterlambatan, paling banyaksebesar Rp900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah)untuk setiap kantor Pelapor.

6. Sanksi kewajiban membayar terhadap Pelapor yangdinyatakan terlambat menyampaikan koreksi LaporanDebitur secara offline melampaui batas waktu, adalah:a. Bagi Bank Umum, sebesar Rp100.000,00 (seratus

ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan, palingbanyak sebesar Rp3.600.000,00 (tiga juta enamratus ribu rupiah) untuk setiap kantor Pelapor; dan

b. Bagi BPR, Penyelenggara Kartu Kredit Selain Bank,Lembaga Keuangan Non-Bank, dan Koperasi SimpanPinjam sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima riburupiah) per hari kerja keterlambatan, paling banyaksebesar Rp900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah)untuk setiap kantor Pelapor.

Page 115: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

109

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 50.000(Lima Puluh Ribu) TahunEmisi 2016

12. 18/22/PBI/2016

7. Pengenaan sanksi teguran tertulis bagi:a. Pelapor yang menolak permintaan Debitur yang

ingin memperoleh Informasi Debitur atas namaDebitur yang bersangkutan.

b. Pelapor yang tidak menyampaikan informasi kepadaDebitur terkait pelaporan Penyediaan Dana ke dalamSistem Informasi Debitur.

c. Pelapor yang tidak menindaklanjuti danmenyelesaikan pengaduan Debitur.

8. Pengenaan sanksi bagi Pelapor yang menggunakanInformasi Debitur tidak sesuai dengan ketentuan mulaiberlaku sejak diberikannya akses Web Sistem InformasiDebitur.

9. Penambahan definisi mengenai Informasi Debitur danLembaga Pengelola Informasi Perkreditan.

10.PBI ini berlaku sejak tanggal diundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkankesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 50.000(lima puluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 50.000 (lima puluh ribu)tahun emisi 2016 merupakan uang Rupiah kertas yangmemiliki ciri tertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 50.000 (lima puluh ribu) tahun emisi 2016 yaitusebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Page 116: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 10.000(Sepuluh Ribu) Tahun Emisi2016

13. 18/23/PBI/2016

110

7. Uang Rupiah kertas pecahan 50.000 (lima puluh ribu)tahun emisi 2005 dinyatakan masih tetap berlaku sebagaialat pembayaran yang sah di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia sepanjang belum dicabut dan ditarikdari peredaran.

8. Uang Rupiah kertas pecahan 50.000 (lima puluh ribu)tahun emisi 2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal19 Desember 2016.

9. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 10.000(sepuluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 10.000 (sepuluh ribu) tahunemisi 2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memilikiciri tertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 10.000 (sepuluh ribu) tahun emisi 2016 yaitusebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 10.000 (sepuluh ribu) tahunemisi 2005 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran.

Page 117: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 50.000(Lima Puluh Ribu) TahunEmisi 2016

14. 18/24/PBI/2016

111

6. Uang Rupiah kertas pecahan 10.000 (sepuluh ribu) TahunEmisi 2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan50.000 (lima puluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiah kertaskhusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan50.000 (lima puluh ribu) tahun emisi 2016 dalam bentukkertas bersambung meliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 45 (empat puluh lima)

lembar (bilyet),yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.

5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat 2

(dua) lembar (bilyet);b. 5.000 (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat

4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

45 (empat puluh lima) lembar (bilyet).

Page 118: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 10.000(Sepuluh Ribu) Tahun Emisi2016

15. 18/25/PBI/2016

112

6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 50.000 (limapuluh ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiahkertas bersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 50.000 (lima puluhribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal19 Desember 2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan10.000 (sepuluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiahkertas khusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan10.000 (sepuluh ribu) tahun emisi 2016 dalam bentukkertas bersambung meliputi:

Page 119: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

113

Pengeluaran Uang RupiahLogam Pecahan 1.000(Seribu) Tahun Emisi 2016

16. 18/26/PBI/2016

a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 45 (empat puluh lima)

lembar (bilyet),5. yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.6. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

45 (empat puluh lima) lembar (bilyet).7. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 10.000 (sepuluh

ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

8. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

9. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

10.Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

11.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 10.000 (sepuluh ribu)tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal19 Desember 2016.

12.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

Page 120: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahLogam Pecahan 500 (LimaRatus) Tahun Emisi 2016

17. 18/27/PBI/2016

114

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 1.000(seribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaran yangsah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp1.000,00 (seribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2000 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uang

Page 121: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

115

Pengeluaran Uang RupiahLogam Pecahan 200 (DuaRatus) Tahun Emisi 2016

18. 18/28/PBI/2016

Rupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 500(lima ratus) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 500 (lima ratus) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah logam yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah logam merupakan nilai nominal padapecahan 500 (lima ratus) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp500,00 (lima ratusrupiah).

5. Uang Rupiah logam pecahan 500 (lima ratus) tahun emisi1991, tahun emisi 1997, dan tahun emisi 2003 dinyatakanmasih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah diwilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjangbelum dicabut dan ditarik dari peredaran.

6. Uang Rupiah logam pecahan 500 (lima ratus) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

Page 122: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

116

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 100.000(Seratus Ribu) Tahun Emisi2016

19. 18/29/PBI/2016

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 200(dua ratus) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 200 (dua ratus)tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah logam yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah logam merupakan nilai nominal padapecahan 200 (dua ratus) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp200,00 (dua ratusrupiah).

5. Uang Rupiah logam pecahan 200 (dua ratus) tahun emisi2003 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah logam pecahan 200 (dua ratus) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

Page 123: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

117

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 20.000(Dua Puluh Ribu) TahunEmisi 2016

20. 18/30/PBI/2016

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2016 sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 100.000 (seratus ribu) tahunemisi 2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memilikiciri tertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2016 yaitusebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 100.000 (seratus ribu) tahunemisi 2004 dan tahun emisi 2014 dinyatakan masih tetapberlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang belumdicabut dan ditarik dari peredaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 100.000 (seratus ribu)TahunEmisi 2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 20.000(dua puluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 124: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

118

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 5.000(Lima Ribu) Tahun Emisi2016

21. 18/31/PBI/2016

3. Macam uang Rupiah pecahan 20.000 (dua puluh ribu)tahun emisi 2016 merupakan uang Rupiah kertas yangmemiliki ciri tertentu yang meliputi ciri umum dan cirikhusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2016 yaitusebesar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahunemisi 2004 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 20.000 (dua puluh ribu) tahunemisi 2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 5.000(lima ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaran yangsah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

Page 125: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 2.000 (DuaRibu) Tahun Emisi 2016

22. 18/32/PBI/2016

119

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp5.000,00 (lima ribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi2001 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 2.000(dua ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaran yangsah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 2.000 (dua ribu) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 2.000 (dua ribu) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp2.000,00 (dua ribu rupiah).

Page 126: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Pecahan 1.000(Seribu) Tahun Emisi 2016

23. 18/33/PBI/2016

120

5. Uang Rupiah kertas pecahan 2.000 (dua ribu) tahun emisi2009 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 2.000 (dua ribu) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 1.000(seribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaran yangsah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah kertas yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah kertas merupakan nilai nominal padapecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp1.000,00 (seribu rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2000 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran.

Page 127: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

121

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung100.000 (Seratus Ribu)Tahun Emisi 2016

24. 18/34/PBI/2016

6. Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi2016 mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2016 sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiah kertaskhusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan100.000 (seratus ribu) tahun emisi 2016 dalam bentukkertas bersambung meliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 45 (empat puluh lima)

lembar (bilyet),yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.

5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. 5.000 (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat

2 (dua) lembar (bilyet);b. 5.000 (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat

4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

45 (empat puluh lima) lembar (bilyet).6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 100.000 (seratus

ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Page 128: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 20.000(Dua Puluh Ribu) TahunEmisi 2016

25. 18/35/PBI/2016

122

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 100.000 (seratus ribu)tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal19 Desember 2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2016 sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiah kertaskhusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan20.000 (dua puluh ribu) tahun emisi 2016 dalam bentukkertas bersambung meliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); dan

Page 129: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 5.000(Lima Ribu) Tahun Emisi2016

26. 18/36/PBI/2016

123

c. 1 (satu) lembaran yang memuat 45 (empat puluh lima)lembar (bilyet),

yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. 5.000 (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat

2 (dua) lembar (bilyet);b. 5.000 (lima ribu) lembaran yang masing-masing memuat

4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

45 (empat puluh lima) lembar (bilyet).6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 20.000 (dua

puluh ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiahkertas bersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 20.000 (dua puluhribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal19 Desember 2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

Page 130: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

124

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan5.000 (lima ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiahkertas khusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan 5.000(lima ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk kertasbersambung meliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 50 (lima puluh) lembar

(bilyet),yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.

5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

50 (lima puluh) lembar (bilyet).6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 5.000 (lima

ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 5.000 (lima ribu) tahunemisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertas bersambungmulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19 Desember2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

Page 131: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 2.000(Dua Ribu) Tahun Emisi2016

27. 18/37/PBI/2016

125

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan2.000 (dua ribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiahkertas khusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan 2.000(dua ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk kertasbersambung meliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 50 (lima puluh) lembar

(bilyet),yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.

5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:a. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masing

memuat 4 (empat) lembar (bilyet); danc. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat

50 (lima puluh) lembar (bilyet).6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 2.000 (dua

ribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

Page 132: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

126

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahKertas Bersambung 1.000(Seribu) Tahun Emisi 2016

28. 18/38/PBI/2016

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 2.000 (dua ribu) tahunemisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertas bersambungmulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19 Desember2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Untuk menandai suatu era baru dalam pengeluaran

seluruh pecahan uang Rupiah kertas sebagai matauang Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai denganamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang maka perlu dikeluarkan uang Rupiah kertaskhusus dalam bentuk bersambung.

b. Pengeluaran uang Rupiah kertas khusus dalam bentukbersambung, juga dilakukan sebagai bagian dari upayaBank Indonesia untuk mengembangkan kegiatannumismatika.

c. Uang Rupiah kertas khusus dalam bentuk bersambungmerupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah khusus pecahan1.000 (seribu) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaranyang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah khusus merupakan uang Rupiahkertas khusus yang memiliki ciri tertentu.

4. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus pecahan 1.000(seribu) tahun emisi 2016 dalam bentuk kertas bersambungmeliputi:a. 1 (satu) lembaran yang memuat 2 (dua) lembar (bilyet);b. 1 (satu) lembaran yang memuat 4 (empat) lembar

(bilyet); danc. 1 (satu) lembaran yang memuat 50 (lima puluh) lembar

(bilyet),yang masing-masing lembaran merupakan satu kesatuan.

5. Uang Rupiah kertas khusus sebagaimana dimaksud dalamPasal 3 ayat (1) dikeluarkan paling banyak:

Page 133: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pengeluaran Uang RupiahLogam Pecahan 100(Seratus Tahun Emisi 2016

29. 18/39/PBI/2016

127

a. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masingmemuat 2 (dua) lembar (bilyet);

b. 10.000 (sepuluh ribu) lembaran yang masing-masingmemuat 4 (empat) lembar (bilyet); dan

c. 100 (seratus) lembaran yang masing-masing memuat50 (lima puluh) lembar (bilyet).

6. Harga uang Rupiah kertas khusus pecahan 1.000 (seribu)tahun emisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertasbersambung ditetapkan oleh Bank Indonesia.

7. Setiap lembaran uang Rupiah kertas khusus dilengkapidengan sertifikat keaslian dari Bank Indonesia.

8. Pengedaran uang Rupiah kertas khusus dilakukan dengancara menjual secara langsung atau secara lelang kepadamasyarakat.

9. Uang Rupiah kertas khusus dapat ditukarkan kepada BankIndonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.Penukaran dimaksud diberikan penggantian untuk masing-masing lembar (bilyet) dalam bentuk uang Rupiah lainnyayang bukan uang Rupiah khusus, dengan mengacu padaketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenaipenukaran uang Rupiah.

10.Uang Rupiah kertas khusus pecahan 1.000 (seribu) tahunemisi 2016 dalam bentuk uang Rupiah kertas bersambungmulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19 Desember2016.

11.Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

1. PBI ini diterbitkan dengan pertimbangan:a. Uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan

Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis,baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harusdihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negaraIndonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sahdalam kegiatan perekonomian nasional gunamewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.

b. Guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakanamanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentangMata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uangRupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenispecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisiyang layak edar.

Page 134: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

128

Perihal RingkasanNo. Peraturan

PenyelenggaraanPemrosesan TransaksiPembayaran

30. 18/40/PBI/2016

c. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap uangRupiah maka uang Rupiah yang dikeluarkan BankIndonesia perlu senantiasa ditingkatkan kualitas dankeandalannya.

2. Bank Indonesia mengeluarkan uang Rupiah pecahan 100(seratus) tahun emisi 2016 sebagai alat pembayaran yangsah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Macam uang Rupiah pecahan 100 (seratus) tahun emisi2016 merupakan uang Rupiah logam yang memiliki ciritertentu yang meliputi ciri umum dan ciri khusus.

4. Harga uang Rupiah logam merupakan nilai nominal padapecahan 100 (seratus) tahun emisi 2016 yaitu sebesarRp100,00 (seratus rupiah).

5. Uang Rupiah kertas pecahan 100 (seratus) tahun emisi1999 dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alatpembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dariperedaran.

6. Uang Rupiah kertas pecahan 100 (seratus) tahun emisi2016mulai berlaku dan diedarkan pada tanggal 19Desember 2016.

7. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan

1. Peraturan Bank Indonesia tentang PenyelenggaraanPemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI PTP) diterbitkandengan mempertimbangkan:a. Perkembangan teknologi dan sistem informasi

yangmelahirkan berbagai inovasi, khususnya yangberkaitan dengan financial technology (fintech) dalamrangka memenuhi kebutuhan masyarakat, termasukdi bidang jasa sistem pembayaran, baik dari sisiinstrumen, penyelenggara, mekanisme, maupuninfrastruktur penyelenggaraan pemrosesan transaksipembayaran.

b. Inovasi dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksipembayaran yang perlu tetap mendukung terciptanyasistem pembayaran yang lancar, aman, efisien, danandal.

c. Pemenuhan prinsip kehati-hatian dan manajemen risikoyang memadai, perluasan akses, kepentingan nasionaldan perlindungan konsumen, serta standar dan praktikinternasional.

Page 135: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

129

d. Pengaturan sistem pembayaran saat ini yang perludilengkapi dan dirumuskan secara lebih komprehensifuntuk memberikan arah dan pedoman yang semakinjelas kepada penyelenggara jasa sistem pembayarandan penyelenggara penunjang transaksi pembayaran,serta kepada masyarakat.

2. Cakupan PBI ini meliputi:a. penyelenggara dalam pemrosesan transaksi pembayaran;b. perizinan dan persetujuan dalam penyelenggaraan

pemrosesan transaksi pembayaran;c. kewajiban dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi

pembayaran;d. laporan;e. peralihan izin penyelenggara jasa sistem pembayaran;

danf. pengawasan, larangan, serta sanksi.

3. Pemrosesan transaksi pembayaran meliputi kegiatan pratransaksi, otorisasi, kliring, penyelesaian akhir (setelmen),dan pascatransaksi. Kegiatan pemrosesan transaksipembayaran dilakukan oleh Penyelenggara Jasa SistemPembayaran (PJSP) dan Penyelenggara Penunjang.

4. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran terdiri atas:a. Prinsipal;b. Penyelenggara Switching;c. Penerbit;d. Acquirer;e. Penyelenggara Payment Gateway;f. Penyelenggara Kliring;g. Penyelenggara Penyelesaian Akhir;h. Penyelenggara Transfer Dana;i. Penyelenggara Dompet Elektronik; danj. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran lainnya yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia.5. Penyelenggara Penunjang merupakan pihak yang

menunjang terlaksananya pemrosesan transaksi pembayarandi seluruh tahapan pemrosesan transaksi, yang antara lainterdiri dari perusahaan yang menyelenggarakan:a. pencetakan kartu;b. personalisasi pembayaran;c. penyediaan pusat data (data center) dan/atau pusat

pemulihan bencana (disaster recovery center);d. penyediaan terminal antara lain Automated Teller

Machine (ATM), Electronic Data Capture (EDC), dan/ataureader;

e. penyediaan fitur keamanan instrumen pembayarandan/atau transaksi pembayaran;

Page 136: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

130

f. penyediaan teknologi pendukung transaksi nirkontak(contactless); dan/atau

g. penyediaan penerusan (routing) data pendukungpemrosesan transaksi pembayaran.

6. Prinsip dasar izin atau persetujuan dalam penyelenggaraanpemrosesan transaksi pembayaran adalah sebagai berikut:a. Pihak yang bertindak sebagai Penyelenggara Jasa Sistem

Pembayaran wajib terlebih dahulu memperoleh izindari Bank Indonesia.

b. Pihak yang telah memperoleh izin sebagai PenyelenggaraJasa Sistem Pembayaran dan akan melakukanpengembangan kegiatan jasa sistem pembayaran,pengembangan produk dan aktivitas jasa sistempembayaran, dan/atau kerja sama dengan pihak lain,wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dariBank Indonesia.

7. Bank Indonesia dapat menetapkan kebijakan perizinandan/atau persetujuan penyelenggaraan jasa sistempembayaran, serta memberikan kemudahan kepadaPenyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telahmemperoleh izin atas proses persetujuan kerja sama dalamrangka penggunaan dan perluasan penggunaan instrumenpembayaran nontunai untuk program yang terkait dengankebijakan nasional.

8. Pihak yang mengajukan izin untuk menjadi Prinsipal,Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, dan/atauPenyelenggara Penyelesaian Akhir harus berbentukperseroan terbatas yang paling sedikit 80% (delapan puluhpersen) sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesiadan/atau badan hukum Indonesia.

9. Dalam penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran,setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajib:a. menerapkan manajemen risiko secara efektif dan

konsisten;b. menerapkan standar keamanan sistem informasi;c. menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran

secara domestik;d. menerapan perlindungan konsumen; dane. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

10. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajibmenyampaikan laporan penyelenggaraan pemrosesantransaksi pembayaran kepada Bank Indonesia yang terdiriatas laporan berkala dan laporan insidental.

11.Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung danpengawasan tidak langsung terhadap Penyelenggara JasaSistem Pembayaran. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia

Page 137: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

131

melakukan pengawasan kepada Penyelenggara Penunjangyang bekerjasama dengan Penyelenggara Jasa SistemPembayaran.

12.Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang:a. melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan

menggunakan virtual currency;b. menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun

data dan informasi transaksi pembayaran; dan/atauc. memiliki dan/atau mengelola nilai yang dapat

dipersamakan dengan nilai uang yang dapat digunakandi luar lingkup Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaranyang bersangkutan.

13.Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang melanggarketentuan PBI ini dikenakan sanksi administratif berupateguran, denda, penghentian sementara atau seluruhkegiatan jasa sistem pembayaran, dan/atau pencabutanizin sebagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran.

14.Ketentuan peralihan diatur sebagai berikut:a. Pihak yang telah menyelenggarakan kegiatan Switching,

Payment Gateway, dan/atau Dompet Elektronik sebelumPBI ini berlaku dan belum memperoleh izin dari BankIndonesia wajib mengajukan izin kepada Bank Indonesiapaling lambat 6 (enam) bulan sejak PBI ini berlaku.

b. Ketentuan persentase kepemilikan saham wajib dipenuhioleh pihak yang sebelum PBI ini berlaku:1) telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai

Prinsipal, Penyelenggara Kliring, dan/atauPenyelenggara Penyelesaian Akhir; atau

2) sedang dalam proses perizinan dan kemudianmemperoleh izin dari Bank Indonesia,

c. apabila setelah berlakunya PBI ini, akan melakukanperubahan kepemilikan.

d. Persyaratan dan tata cara permohonan bagi pihak yangmengajukan izin sebagai Prinsipal, Penyelenggara Kliring,dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir sebelumPBI ini berlaku, tunduk pada ketentuan Bank Indonesiayang mengatur mengenai alat pembayaran denganmenggunakan kartu dan ketentuan Bank Indonesiayang mengatur mengenai uang elektronik.

e. Bank yang telah menyelenggarakan Proprietary Channelpada saat PBI ini mulai berlaku wajib melaporkanpenyelenggaraan kegiatan dimaksud kepada BankIndonesia untuk ditatausahakan dengan disertaidokumen pendukung paling lambat 6 (enam) bulansejak PBI ini berlaku.

Page 138: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Bilyet Giro31. 18/41/PBI/2016

132

f. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telahmenyelenggarakan pengembangan kegiatan PaymentGateway dan/atau Dompet Elektronik pada saatPeraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku wajibmelaporkan penyelenggaraan kegiatan dimaksud kepadaBank Indonesia untuk ditatausahakan dengan disertaidokumen pendukung paling lambat 6 (enam) bulansejak PBI ini berlaku.

15.Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Jasa SistemPembayaran dan Penyelenggara Penunjang, pemenuhanpersyaratan perizinan, kewajiban Penyelenggara DompetElektronik, format dan tata cara penyampaian laporanpenyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran, dantata cara pengenaan sanksi diatur lebih lanjut denganSurat Edaran Bank Indonesia.

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini mencabut SuratKeputusan Direksi No. 28/32/SK/KEP/Dir tanggal tanggal4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

2. Penerbitan PBI ini dimaksudkan untuk meningkatkanperlindungan bagi pengguna Bilyet Giro dan meningkatkanintegritas penggunaan Bilyet Giro untuk memitigasi risikopenyalahgunaan, serta menjamin keamanan serta kepastianpenggunaan Bilyet Giro.

3. Pokok-pokok pengaturan dalam PBI ini meliputi:a. Penegasan Bilyet Giro bukan sebagai surat berharga

namun sebagai alat pembayaran non tunai berbasiswarkat melalui pemindahbukuan.

b. Penyempurnaan pengaturan syarat formal antara laindengan menambahkan tanggal efektif sebagai syaratformal dan kewajiban pengisian syarat formal secaralengkap oleh penarik pada saat penerbitan.

c. Penyesuaian masa berlaku Bilyet Giro yang semula 70(tujuh puluh) hari sejak tanggal penarikan ditambah 6(enam) bulan menjadi hanya 70 (tujuh puluh) hari sejaktanggal penarikan.

d. Memberikan kewenangan kepada Bank Tertarik (Bankpenerbit Bilyet Giro) untuk melakukan penahananwarkat dan penundaan pembayaran paling lama 1(satu) hari kerja berikutnya terhadap Bilyet Giro yangdiduga palsu atau dimanipulasi.

e. Pemenuhan standar keamanan dan spesifikasi BilyetGiro yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

f. Penegasan kewajiban Bank Tertarik, Penarik, Pemegang,dan Bank Penerima dalam penggunaan Bilyet Giro.

Page 139: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

PBI PDG, PADG, dan PADG Internperencanaan perencanaanpenyusunan penyusunanpembahasan pembahasanpenetapan penetapanpengundangan pengumuman dan/atau penyebarluasanpenyebarluasan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

133

Pembentukan Peraturandi Bank Indonesia

32. 18/42/PBI/2016

g. Pengaturan mengenai kewajiban bank untuk menolakBilyet Giro yang diduga diisi oleh pihak selain Penarik.

4. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 1 April2017.

I. Latar Belakang Pengaturan:Dalam rangka menyempurnakan ketentuan mengenaipembentukan peraturan di Bank Indonesia sebagai upayapemenuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mempertimbangkan kebutuhanintern Bank Indonesia, perlu mengatur kembali ketentuanyang mengatur mengenai pembentukan peraturan di BankIndonesia. Pengaturan mengenai pembentukan peraturandi Bank Indonesia mengatur mengenai jenis peraturan,materi muatan, mekanisme, proses pembentukan peraturansejak tahap perencanaan sampai dengan penerbitannya.Selain itu, diatur pula asas, prinsip dasar dan dilengkapidengan tata cara penyiapan dan pembahasan, teknikpenyusunan, dan pemberlakuannya.

II. Materi Pengaturan:1. Tujuan pengaturan pembentukan peraturan :

a. menciptakan Peraturan yang baik melalui prosedurdan metode yang baku; dan

b. memperjelas fungsi, tugas, dan wewenang dalampembentukan Peraturan.

2. Pembentukan peraturan dilakukan berdasarkan prinsip:a. memperhatikan penerapan asas pembentukan

peraturan perundang-undangan dan asas umumpemerintahan yang baik;

b. dilaksanakan sesuai fungsi, tugas, dan wewenangyang dimiliki; dan

c. memenuhi akuntabilitas publik.3. Peraturan di Bank Indonesia

a. Jenis peraturan di BI yaitu PBI, PDG, PADG, danPADG INTERN.

b. Materi muatan PBI, materi muatan PDG, materimuatan PADG, dan materi muatan PADG INTERN.

c. Pembentukan peraturan:

Page 140: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

134

4. Partisipasi Masyarakata. Partisipasi Masyarakat dilakukan dengan mengundang

instansi, lembaga, atau pihak lain yang terkait untukmemperoleh masukan dalam penyusunan konsep RPBIdan konsep RPADG.

b. Masukan dilakukan sebelum konsep RPBI dimintakanpersetujuan RDG dan konsep RPADG dimintakanpersetujuan ADG yang membawahkan Satkerpemrakarsa.

c. Partisipasi masyarakat tidak berlaku terhadap kebijakanBI yang bersifat rahasia dan/atau yang berdampaknegatif apabila diketahui oleh publik sebelum kebijakantersebut dikeluarkan oleh BI.

5. Teknik Penyusunan dan Bentuka. Teknik penyusunan Peraturan sebagaimana tercantum

dalam lampiran.b. Bentuk Peraturan sebagaimana tercantum dalam

lampiran.6. Aturan Kebijakan (Beleidsregel)

Dalam hal diperlukan, untuk melaksanakan PBI, PDG,PADG, atau PADG Intern, Satuan Kerja dapat membentukaturan kebijakan (beleidsregel) yang bersifat sangat teknisdalam bentuk petunjuk teknis.

7. Ketentuan Penutupa. Semua Surat Edaran Bank Indonesia yang bersifat

mengatur ekstern yang sudah ada sebelum PeraturanBank Indonesia ini berlaku, harus dimaknai sebagaiPADG.

b. Semua Surat Edaran Bank Indonesia yang bersifatmengatur intern yang sudah ada sebelum PeraturanBank Indonesia ini berlaku, harus dimaknai sebagaiPADG Intern.

c. Semua Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yangbersifat mengatur ekstern, yang sudah ada sebelumPeraturan Bank Indonesia ini berlaku, harus dimaknaisebagai PBI.

d. Semua Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yangbersifat mengatur intern, yang sudah ada sebelumPeraturan Bank Indonesia ini berlaku, harus dimaknaisebagai PDG.

e. Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlakumaka Peraturan Dewan Gubernur Nomor 1/1/PDG/1999tanggal 18 Mei 1999 tentang Tata Tertib PenyusunanPeraturan Perundang-undangan Bank Indonesia, dicabutdan dinyatakan tidak berlaku.

Page 141: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas PeraturanBank Indonesia Nomor8/29/PBI/2006 tentangDaftar Hitam NasionalPenarik Cek dan/atau BilyetGiro Kosong

33. 18/43/PBI/2016

135

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini merupakanpenyempurnaan dari PBI Nomor 8/29/PBI/2006 tentangDaftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet GiroKosong (DHN) dan diterbitkan sebagai dampak daripenyempurnaan ketentuan Bank Indonesia tentang BilyetGiro.

2. Substansi pengaturan PBI DHN sejalan dengan PBI No.18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro. Adapun penyesuaianpengaturan dalam PBI DHN meliputi:a. penambahan kewajiban Bank untuk menatausahakan

Cek dan/atau Bilyet Giro yang didistribusikan kepadaNasabah;

b. penyesuaian kewajiban penyediaan Dana bagi PenarikBilyet Giro, yaitu:1) penyediakan Dana yang cukup wajib telah

disediakan pada Bank Tertarik sejak Tanggal Efektifsampai dengan berakhirnya Tenggang WaktuPengunjukan;

2) kewajiban penyediaan Dana tidak berlaku untuk:a) Bilyet Giro yang diunjukkan sebelum Tanggal

Efektif; dan/ataub) Bilyet Giro yang diunjukkan setelah berakhirnya

Tenggang Waktu Pengunjukan.c. pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro, dimana untuk

Bilyet Giro tidak dapat dibatalkan selama TenggangWaktu Pengunjukan;

d. penyesuaian pengaturan mengenai pengecualiankategori Cek dan/atau Bilyet Giro kosong, yaitu dalamhal Cek dan/atau Bilyet Giro ditolak dengan alasan:1) unsur Cek atau syarat formal Bilyet Giro tidak

terpenuhi;2) Cek telah daluwarsa;3) Cek dibatalkan setelah Tenggang Waktu

Pengunjukan berakhir;4) pencantuman Tanggal Efektif Bilyet Giro tidak dalam

Tenggang Waktu Pengunjukan;5) Bilyet Giro diunjukkan tidak dalam waktu Tenggang

Waktu Efektif; atau6) Cek dan/atau Bilyet Giro diduga palsu atau

dimanipulasi.e. kewajiban Bank Tertarik melakukan penahanan dan

penundaan pembayaran terhadap Cek dan/atau BilyetGiro dan melakukan verifikasi paling lama sampaidengan 1 hari kerja berikutnya;

f. kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan denganbatas waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Page 142: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

136

3. Terdapat perubahan sanksi dalam PBI DHN, yaitu sanksikewajiban membayar bagi Bank apabila terlambat atautidak menyampaikan laporan berkala. Selain itu Bank jugadikenakan sanksi teguran tertulis apabila tidakmenyampaikan laporan insidental sebesar Rp500.000,00(lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan sejakbatas waktu penyampaian laporan dan paling banyaksebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

4. Dalam rangka pembinaan terhadap nasabahnya, Bankberwenang membekukan hak penggunaan Cek dan/atauBilyet Giro termasuk melakukan penutupan Rekening Giro,meskipun identitas Pemilik Rekening tidak tercantum dalamDHN, dalam hal:a. Bank meragukan kredibilitas Pemilik Rekening;b. terdapat permintaan dari Pemilik Rekening; atauc. terdapat permintaan dari pihak yang berwenang sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.5. Ketentuan dalam PBI ini mulai berlaku pada tanggal 1 April

2017.

Page 143: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

1. Ketentuan ini terkait dengan implementasi perubahanlaporan sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya PeraturanBank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro WajibMinimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta AsingBagi Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubahbeberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank IndonesiaNomor 18/3/PBI/2016, dan dalam rangka memperolehtambahan informasi sehubungan dengan pelaksanaanPeraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 tentangRasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untukKredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untukKredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan PeraturanBank Indonesia Nomor 17/17/PBI/2015 tentang SuratBerharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing serta dalamrangka menyelaraskan Laporan Bulanan Bank Umum denganstandar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia.

2. Surat Edaran ini merupakan perubahan keempat atas SuratEdaran Bank Indonesia Nomor 11/2/DSM tanggal 22 Januari2009 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhirdengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/21/DStatanggal 12 Desember 2014.

3. Surat Edaran mulai berlaku sejak pelaporan data Juli 2016yang disampaikan pada bulan Agustus 2016.

4. Rekapitulasiperubahan LBU sebagaimana tabel berikut:

Perubahan Keempat atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor11/2/DSM tanggal 22Januari 2009 perihalLaporan Bulanan BankUmum

1. 18/16/DSta

137

FormNo. Perubahan

Form 02 - LaporanLaba/Rugi PerKantor

a. Menambahkan sandi 2220dengan rincian “Fee ataslayanan cash management”

b. Merinci Sandi 3640 - Gaji danUpah Tenaga Kerja, menjadi:1. Sandi 3644 - Gaji Direksi2. 2) Sandi 3645 - Gaji dan

upah Non Direksi

Laporan Per Kantor

Page 144: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

138

FormNo. Perubahan

Form 07 - RincianSurat Berharga

Form 11 - RincianKredit YangDiberikan

Form 23 - Giro

Form 24 - Tabungan

Form 25 - SimpananBerjangka

Form 31 - SuratBerharga YangDiterbitkan

Menambahkan sandi 048 - SuratBerharga Bank Indonesia (SBBI)dalam Valuta Asing

a. Merinci sandi referensi "JenisKredit", yaitu dari "Kreditkepada pihak ketiga melaluilembaga lain secaraexecuting", menjadi:a. Kredit kepada UMKM

melalui lembaga lain secaraexecuting

b. Kredit kepada non UMKMmelalui lembaga lain secaraexecuting

b. Merubah ketentuanpelaporan agunan khususuntuk kredit konsumsi dalamrangka kepemilikan/beragunrumah tinggal, rumah susun,ruko, atau kredit konsumsidalam rangka kepemilikankendaraan bermotor.

Menambah kolom “NomorRekening” dan diisi khusus untukgiro milik Pemerintah Pusat

Menambah kolom “NomorRekening” dan diisi khusus untuktabungan milik Pemerintah Pusat

Menambah kolom “NomorRekening” dan diisi khusus untuksimpanan berjangka milikPemerintah Pusat

a. Menambah kolom:1. Jenis Penawaran: Public

Offering atau PrivatePlacement

Laporan Per Kantor

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 145: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

139

FormNo. Perubahan

1.

Form 40 -PendapatanKomprehensifLainnya

Form 47 -Persetujuan danrealisasi kredit baru

Rincian jenis agunanuntuk seluruhformulir yang terkait

Form 02 - LaporanLaba/Rugi

2. Peringkat Surat Berhargaa) Lembaga Pemeringkatb) Peringkat Surat Berhargac) Tanggal Pemeringkatan

3. Status Registrasi :teregistrasi di KSEI atautidak teregistrasi di KSEI

b. Mengubah kriteria GolonganPembeli Surat Berhargamenjadi Pembeli SuratBerharga Saat ini

Menambah sandi:1. 30 - keuntungan atas

pengukuran kembali atasprogram pensiun manfaatpasti

2. b. 80 - kerugian ataspengukuran kembali atasprogram pensiun manfaatpasti

Merinci sandi untuk seluruhkomponen persetujuan danrealisasi kredit baru

Menambahkan sandi:1. 047 - Sertifikat Deposito Bank

Indonesia2. 048 - Surat Berharga Bank

Indonesia dalam Valuta Asing(SBBI Valas)

a. Menambahkan sandi 2220dengan rincian “Fee ataslayanan cash management”

b. Merinci Sandi 3640 - Gaji danUpah Tenaga Kerja, menjadi:1. Sandi 3644 - Gaji Direksi2. Sandi 3645 - Gaji dan upah

Non Direksi

Laporan Gabungan

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 146: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

140

FormNo. Perubahan

1.

1.

2.

1.

Form 02 - LaporanLaba/Rugi

Form 02 - LaporanLaba/Rugi

Form 09 - RincianKredit YangDiberikan

Form 02 - LaporanLaba/Rugi

a. Menambahkan sandi 2220dengan rincian “Fee ataslayanan cash management”

b. Merinci Sandi 3640 - Gaji danUpah Tenaga Kerja, menjadi:1. Sandi 3644 - Gaji Direksi2. Sandi 3645 - Gaji dan upah

Non Direksi

a. Menambahkan sandi 2220dengan rincian “Fee ataslayanan cash management”

b. Merinci Sandi 3640 - Gaji danUpah Tenaga Kerja, menjadi:1. Sandi 3644 - Gaji Direksi2. Sandi 3645 - Gaji dan upah

Non Direksi

Merinci sandi referensi "JenisKredit", yaitu dari "Kredit kepadapihak ketiga melalui lembaga lainsecara executing", menjadi:a. Kredit kepada UMKM melalui

lembaga lain secara executingb. Kredit kepada non UMKM

melalui lembaga lain secaraexecuting

a. Menambahkan sandi 2220dengan rincian “Fee ataslayanan cash management”

b. Merinci Sandi 3640 - Gaji danUpah Tenaga Kerja, menjadi:1. Sandi 3644 - Gaji Direksi2. Sandi 3645 - Gaji dan upah

Non Direksi

Laporan Gabungan (termasuk UUS)

Laporan Perusahaan Anak

Laporan Konsolidasi

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 147: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

1. Ketentuan ini terkait dengan implementasi perubahanlaporan sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya:a. PBI No. 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing

terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestiksebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir denganPBI No. 17/15/PBI/2015.

b. PBI No. 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asingterhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Asingsebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir denganPBI No. 17/16/PBI/2015.

c. PBI No. 17/4/PBI/2015 tentang Pasar Uang AntarbankBerdasarkan Prinsip Syariah.

d. PBI No. 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung NilaiBerdasarkan Prinsip Syariah.

2. Cakupan perubahan LHBU meliputi, antara lain:

Perubahan Keenam atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor13/3/DPM tanggal 4Februari 2011 perihalLaporan Harian BankUmum

2. 18/17/DSta

141

FormNo. Deskripsi Perubahan

1.

2.

3.

Form 101 - PUAB

Form 201 - TOD,TOM, SPOT

Form 202 -Forward, Swap,Option

Menambahkan sandi Deposit onCall di kolom "PUAB LN/DN".Deposit on Call hanya dilaporkanoleh Bank yang melakukanpenempatan dana pada Banklain dan waktu penyampaiandata Deposit on Call adalah pkl.07.00 s.d 18.00

1. Perubahan sandi JenisDokumen

2. Perubahan sandi Jenis Tujuan3. Penambahan kolom terkait

penyelesaian transaksi secaranetting

4. Penegasan validasi di kolomTujuan, Jenis, dan NPWPsesuai dengan threshold yangberlaku

1. Perubahan sandi JenisDokumen

2. Perubahan sandi Jenis Tujuan3. Penambahan kolom terkait

penyelesaian transaksi secaranetting

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 148: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

142

FormNo. Deskripsi Perubahan

4. penambahan kolom jenisusaha pembeli dan penjual(konvensional/syariah)

5. Penegasan validasi di kolomTujuan, Jenis, dan NPWP sesuaidengan threshold tertentu

6. Menambahkan kewajibanpelaporan bagi Bank UmumSyariah dan Unit Usaha Syariahyang berstatus devisa (bankdengan kegiatan usaha dalamvaluta asing)

1. Perubahan sandi JenisDokumen

2. Perubahan sandi Jenis Tujuan3. Penegasan validasi di kolom

Tujuan, Jenis, dan NPWPsesuai dengan threshold yangberlaku

Form baru yaitu Transaksi CrossCurrency Swap (CCS) dan InterestRate Swap (IRS).

Transaksi CCS dan IRS tidak lagidilaporkan melalui Form 203

1. Mengubah kolom "Diskonto"menjadi "Suku Bunga"

2. Menambah kolom"HargaRepo 1st Leg" dan "HargaRepo 2nd Leg" (khususrepo/repo syariah)

3. Menambah sandi referensi"Jenis Surat Berharga", yaituSPN, Promes, MTN, FRN, CLN,Obligasi Korporasi, ObligasiNegara, SBIS, SBSN, SukukKorporasi, NCDS, dan SBSLainnya

Form 203 -Derivatif Lainnya

Form 207 - CCS/IRS

Form 301 -Perdagangan SBdi Pasar Sekunder

4.

5.

6.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 149: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

143

Perubahan Ketiga atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor17/17/DKMP Tanggal 26Juni 2015 perihalPerhitungan Giro WajibMinimum Bank Umumdalam Rupiah dan ValutaAsing bagi Bank UmumKonvensional

3. 18/18/DKMP

FormNo. Deskripsi Perubahan

7.

8.

4. Menambah panjang karakter"Jenis Surat Berharga"menjadi 2 karakter

5. Menambah sandi referensi"Jenis Transaksi" yaitu RepoSyariah

6. Menambahkan kewajibanpelaporan bagi Bank UmumSyariah dan Unit Usaha Syariah

1. Merinci/menambahkan sandipos tertentu neraca

2. Merinci kolom valuta asingmenjadi Valuta USD dan NonUSD

Form baru (informasi dari BankIndonesia)

Form 403/404 -Pos TertentuNeraca

Form 709 -Proyeksi LikuiditasHarian

3. Ketentuan ini mulai berlaku pada 8 Agustus 2016.

I. Latar Belakang Pengaturan:Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan BankIndonesia Nomor 18/14/PBI/2016 tentang Perubahan Ketigaatas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMPTanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro WajibMinimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asingbagi Bank Umum Konvensional, perlu melakukan perubahanketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMPtanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro WajibMinimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asingbagi Bank Umum Konvensional.

II. Substansi Penyempurnaan:1. Penetapan batas bawah LFR Target dari yang sebelumnya

78% menjadi 80%.2. Penyesuaian terhadap contoh-contoh perhitungan

GWM yang terkait dengan penyebutan batas bawahLFR Target dan pengkinian tanggal data laporan dalamLampiran III perihal Contoh Perhitungan GWM dalamRupiah dan Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 150: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

144

Rasio Loan to Value untukKredit Properti, RasioFinangcing to Value untukPembiayaan Properti, danUang Muka untuk Kreditatau PembiayaanKendaraan Bermotor

4. 18/19/DKMP

dan Lampiran IV perihal Contoh Perhitungan GWMbagi Bank yang Melakukan Merger.

3. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal24 Agustus 2016.

I. Latar Belakang Pengaturan:Dalam rangka memberikan pengaturan lebih lanjut atasPeraturan Bank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tanggal29 Agustus 2016 tentang Rasio Loan to Value untuk KreditProperti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti,dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan KendaraanBermotor, Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran BankIndonesia No.18/19/DKMP tanggal 6 September 2016tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, RasioFinancing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan UangMuka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

II. Substansi Penyempurnaan:1. Surat Edaran Bank Indonesia mengatur lebih lanjut

substansi penyempurnaan pengaturan dalam PeraturanBank Indonesia Nomor 18/16/PBI/2016 tanggal 29Agustus 2016 tentang Rasio Loan to Value untuk KreditProperti, Rasio Financing to Value untuk PembiayaanProperti, dan Uang Muka untuk Kredit atau PembiayaanKendaraan Bermotor, yang antara lain meliputi:a. Perubahan rasio dan tiering dari rasio Loan to Value

(LTV) untuk Kredit Properti (KP) atau rasio Financingto Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti (PP),untuk fasilitas ke-1, fasilitas ke-2, fasilitas ke-3, danseterusnya, dengan tetap memperhatikan prinsipkehati-hatian;

b. Penyesuaian persyaratan Non Performing Loan (NPL)dari total Kredit atau Non Performing Financing (NPF)dari total Pembiayaan untuk penggunaan rasio LTVuntuk KP dan rasio FTV untuk PP dari gross menjadinet;

c. Kredit tambahan (top up) oleh Bank Umum danPembiayaan baru oleh Bank Umum Syariah atauUnit Usaha Syariah yang merupakan tambahan daripembiayaan sebelumnya menggunakan Rasio LTVKP atau rasio FTV PP yang sama sepanjang KP atauPP tersebut memiliki kualitas lancar. Hal yang samajuga berlaku untuk KP atau PP yang diambil alih(take over) dengan kredit tambahan (top up) ataudisertai dengan Pembiayaan baru.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 151: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

145

PersenatasePencairanNo. Tahapan

Rumah Susun

Rumah Tapak, Rumah Toko atau Rumah Kantor

40% dari plafon

80% dari plafon

90% dari plafon

100% dari plafon

40% dari plafon

70% dari plafon

90% dari plafon

100% dari plafon

setelah penyelesaian fondasi

setelah penyelesaian tutup atap

setelah penandatanganan BeritaAcara Serah Terima (BAST)

setelah penandatanganan BASTyang telah dilengkapi denganAkta Jual Beli (AJB) dan AktaPembebanan Hak Tanggungan(APHT) atau Surat KuasaMembebankan Hak Tanggungan(SKMHT)

setelah penyelesaian fondasi

setelah penyelesaian tutup atap

setelah penandatanganan BAST

setelah penandatanganan BASTyang telah dilengkapi dengan AJBdan APHT atau SKMHT

1.

2.

3.

4.

1.

2.

3.

4.

Keterangan:Untuk tahapan pencairan KP Rusun atau PP Rusun, Bank dapatmelakukan pencairan tambahan di antara penyelesaian fondasidan sebelum penyelesaian tutup berdasarkan penilaianperkembangan pembangunan.

d. KP atau PPuntukpemilikan properti yang belumtersedia secara utuh diperbolehkan hingga urutanfasilitas ke-2, dengan pencairan kredit ataupembiayaan secara bertahap dengan rincian sebagaiberikut:

e. Penyesuaian sumber data dan nilai yang digunakandalam perhitungan NPL dan NPF.

f. Penyempurnaan terkait penyampaian Laporan KreditProperti dan Kredit Kendaraan Bermotor (LaporanKP dan KKB) serta Laporan Pembiayaan Properti(Laporan PP) dengan menggunakan template yangakan disediakan di website Bank Indonesia.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 152: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank IndonesiaNomor 17/31/DPSP tanggal13 November 2015 perihalPenyelenggaraanPenatausahan SuratBerharga Melalui BankIndonesia-ScriplessSecurities SettlementSystem

5. 18/20/DPSP

146

2. Penyesuaian terhadap contoh-contoh perhitungan danpenetapan antara lain:a. Rasio LTV untuk KP dan FTV untuk PP dalam Lampiran

IV;b. Rasio LTV untuk Kredit Tambahan (Top Up) atau Rasio

FTV untuk Pembiayaan Baru Berdasarkan Properti yangMasih Menjadi Agunan dari KP atau PP Sebelumnyadan KP atau PP yang Diambil Alih (Take Over) dalamLampiran V;

c. Rasio LTV atau Rasio FTV untuk Pemilikan Properti yangBelum Tersedia secara Utuh dalam Lampiran VI; dan

d. Sanksi Kewajiban Membayar dalam Lampiran VIII.3. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 6

September 2016.

1. Latar belakang penerbitan perubahan Surat Edaran BankIndonesia yang memuat ketentuan-ketentuan dalampenyelenggaraan BI-SSSS ini adalah untuk mengaturpenggunaan Nomor Tunggal Identitas Investor untuk setiapinvestor Surat Berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS,yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) dan SuratBerharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, yangselanjutnya dapat memfasilitasi kebijakan penyediaaninformasi kepemilikan surat berharga yang terkonsolidasidi Indonesia.

2. Pokok-pokok perubahan dan penambahan ketentuan dalamSurat Edaran Bank Indonesia ini adalah sebagai berikut:a. Perubahan alamat korespondensi terkait kegiatan

penyelenggaraan BI-SSSS dan pemantauan kepatuhanPeserta BI-SSSS.

b. Perubahan prosedur pembuatan spesimen tanda tanganbagi pimpinan atau pejabat yang berwenang/pejabatyang diberi kuasa, dengan menyampaikan suratpermohonan dari pimpinan peserta.

c. Penghapusan persyaratan melengkapi surat kuasapendebitan Rekening Setelmen Dana dari Bank Pembayarkepada Penyelenggara dalam prosedur menjadi Pesertabagi Peserta BI-SSSS yang bukan Peserta Sistem BankIndonesia-Real Time Gross Settlement (hanya persyaratansurat penunjukan Bank Pembayar dari Sub-Registry danjuga surat konfirmasi dari Bank Pembayar).

d. Perubahan prosedur terkait pengajuan perubahan datakepesertaan yang semula dalam menyampaikan suratpemberitahuan menjadi surat permohonan, yakni untuk

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 153: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank IndonesiaNomor 16/11/DKSPtanggal 22 Juli 2014perihal PenyelenggaraanUang Elektronik (ElectronicMoney)

6. 18/21/DKSP

147

perubahan nama Peserta, perubahan kegiatan usahaPeserta, alamat kantor Peserta, lokasi BI-SSSS ParticipantPlatform (SPP) dan Jaringan Komunikasi Data (JKD)Peserta, perubahan data Pimpinan, serta perubahankuasa.

e. Penyesuaian pengaturan setelmen terkait instruksiSetelmen dengan tanggal setelmen pada hariPenyelenggara tidak melakukan kegiatan operasional.

f. Penambahan kewajiban Sub-Registry untuk melengkapidata nasabah dengan informasi nomor tunggal identitasinvestor dan menginformasikan kepada nasabah, sertamelakukan penyelarasan data apabila terdapatperbedaan/perubahan data

g. Penambahan jenis laporan yang wajib disampaikanoleh Sub-Registry yaitu Laporan Data Nasabah, untukpendaftaran atau perubahan data nasabah yangdilengkapi dengan informasi Nomor Tunggal IdentitasInvestor.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan perubahanatas SEBI Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 perihalPenyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money).

2. Penerbitan SEBI ini bertujuan untuk memberikan aturanlebih lanjut atas Peraturan Bank Indonesia Nomor8/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)yang terutama bertujuan untuk meningkatkan penggunaanUang Elektronik oleh masyarakat sebagai upaya mendorongpeningkatan transaksi non tunai antara lain melaluipenyesuaian batas paling banyak Nilai Uang Elektronik,dan menyempurnakan pengaturan mengenai kewajibanpenyampaian permohonan persetujuan dalam rangkapengembangan produk baru dan kerjasama sertapengaturan mengenai Layanan Keuangan Digital (LKD).

3. Secara garis besar, pokok-pokok materi perubahan yangdimuat dalam SEBI ini mencakup:a. peningkatan batas paling banyak nilai Uang Elektronik

registered dari yang semula sebesar Rp5.000.000,00(lima juta rupiah) menjadi sebesar Rp10.000.000,00(sepuluh juta rupiah);

b. penyesuaian pengaturan pelaksanaan uji cobapenyelenggaraan Uang Elektronik dalam tahappemrosesan izin dan uji coba penyelenggaraan LKD;

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 154: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

148

c. penyesuaian pengaturan terkait penyelenggaraan LKDbaik melalui Agen LKD individu maupun Agen LKDBadan Hukum. Penyesuaian dilakukan denganmencabut/menghapus ketentuan yang terkait denganpenyelenggaraan LKD melalui Agen LKD dan diaturkembali dalam SEBI No.18/22/DKSP tanggal 27September 2016 perihal Penyelenggaraan LayananKeuangan Digital;

d. perubahan pengaturan terkait pengembangan produkbaru dan kerja sama penyelenggaraan Uang Elektronikyang sebelumnya dilakukan dengan penyampaianlaporan menjadi wajib terlebih dahulu memperolehpersetujuan Bank Indonesia;

e. penambahan pengaturan pemberian kemudahan olehBank Indonesia kepada Penyelenggara Uang Elektronikyang telah memperoleh izin atas proses persetujuankerja sama dalam rangka penggunaan atau perluasanpenggunaan Uang Elektronik untuk mendukungkebijakan nasional; dan

f. penambahan ketentuan terkait fasilitas Uang Elektronikdalam pengembangan sistem yang saling dikoneksikandengan Penyelenggara Uang Elektronik lain dalammemproses transaksi.

g. penyesuaian alamat korespondensi Bank Indonesiaterkait penyampaian rencana penerbitan Uang Elektronikdengan jenis, nama yang berbeda, pengembangandan/atau penambahan fasilitas baru, rencana kerjasama dan laporan penyelenggaraan Uang Elektronik.

4. Penerbit Uang Elektronik yang akan bekerjasama denganAgen Layanan Keuangan Digital (LKD) harus memenuhipersyaratan dan mengikuti mekanisme sebagaimana diaturdalam SEBI No.18/22/DKSP tanggal 27 September 2016perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital.

5. Kerja sama antar sesama Penyelenggara Uang Elektronikmaupun antara Penyelenggara Uang Elektronik denganpihak lain hanya dapat dilakukan setelah memperolehpersetujuan dari Bank Indonesia. Rencana kerja samadimaksud harus disampaikan kepada Bank Indonesia palinglambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum perjanjiankerja sama ditandatangani.

6. Penyelenggara Uang Elektronik harus membuka koneksisistem Uang Elektronik sehingga dapat diterima olehPenyelenggara Uang Elektronik lain, paling kurang untukpenyediaan fasilitas Uang Elektronik berupa transfer dana,pengisian ulang (top up), dan tarik tunai.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 155: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

149

Penyelenggaraan LayananKeuangan Digital

7. 18/22/DKSP 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor18/22/DKSP tanggal27 September 2016 perihal Penyelenggaraan LayananKeuangan Digital (SEBI LKD) merupakan penyempurnaanketentuan penyelenggaraan LKD yang sebelumnya diaturdalam SEBI Nomor 16/12/DPAU tanggal 22 Juli 2014 perihalPenyelenggaraan Layanan Keuangan Digital dalam rangkaKeuangan Inklusif Melalui Agen Layangan Keuangan DigitalIndividu.

2. Penerbitan SEBI ini bertujuan untuk memberikan aturanlebih lanjut atas Peraturan Bank Indonesia Nomor8/17/PBI/2016 tentang Perubahan Kedua atas PBI Nomor11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)khususnya mengenai penyelenggaraan Layanan KeuanganDigital (LKD) dalam rangka perluasan ekosistem LKD danpenyaluran bantuan sosial (program pemerintah) secaranon tunai untuk mendukung keuangan inklusif sebagaiupaya mendorong peningkatan transaksi non tunai.

3. Ruang lingkup pengaturan SEBI LKD ini mencakuppenyelenggaraan LKD melalui:a. Agen LKD Individu; danb. Agen LKD Badan Hukum.

4. Secara garis besar, pokok-pokok pengaturan yang diaturdalam SEBI LKD inimencakup:a. kriteria dan persyaratan pengajuan permohonan sebagai

penyelenggara LKD;b. pemrosesan permohonan persetujuan sebagai

penyelenggara LKD oleh Bank Indonesia;c. realisasi penyelenggaraan kegiatan LKD;d. penyelenggaraan LKD, yang mencakup produk dan

layanan, penggunaan nomor telepon genggam sebagainomor uang elektronik, registrasi LKD, tata cara registrasiLKD oleh calon pemegang, tata cara registrasi secaramassal (bulk registration), kerahasiaan data, batas nilaiuang elektronik dalam rangka LKD, biaya layanan,penerapan manajemen risiko, penggunaan sistemteknologi informasi, transparansi, edukasi, penangananpengaduan, dan pelaksanaan uji coba;

e. kerja sama penyelenggara LKD dengan Agen LKD, yangmencakup persyaratan pihak yang dapat menjadi AgenLKD, layanan Agen LKD, penunjukan Agen LKD,operasionalisasi Agen LKD, penghentian kerja sama,dan pemindahan lokasi;

f. pengawasan oleh penyelenggara LKD terhadap AgenLKD;

g. pengawasan oleh Bank Indonesia terhadappenyelenggaraan LKD;

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 156: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

150

h. laporan penyelenggaraan LKD; dani. tata cara pengenaan sanksi administratif.

5. Beberapa materi perubahan/penyempurnaan terhadapketentuan penyelenggaraan LKD yang tercakup dalampokok-pokok pengaturan sebagaimana dimaksud dalamangka 3, antara lain:a. Penyesuaian kriteria Bank yang dapat menjadi

penyelenggara LKD melalui Agen LKD Individu yaitu:1) Bank Umum dengan kategori Bank Umum

berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan 4; dan2) Bank Pembangunan Daerah kategori Bank Umum

berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 2 yangmemiliki sistem teknologi informasi yang memadai,serta profil mandat penyaluran program bantuansosial.

b. Penambahan pengaturan mengenai:1) tata cara registrasi Uang Elektronik dalam rangka

LKD, khususnya:2) registrasi sendiri oleh pemegang (self registration);

dan3) registrasi massal (bulk registration)4) penerapan prosedur Customer Due Diligence (CDD)

yang lebih sederhana yang mencakup informasimengenai nama, tempat dan tanggal lahir, alamat,nomor dokumen identitas, dan nama ibu kandung.

c. Pengaturan mengenai batas nilai Uang Elektronik dalamrangka LKD yang diperoleh melalui self registration,sebagai berikut:1) batas nilai Uang Elektronik paling banyak

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sepanjang belumdilakukan prosedur pertemuan langsung (face toface); dan

2) batas nilai transaksi penarikan tunai yang dapatdilakukan pertama kali pada Agen LKD palingbanyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh riburupiah).

d. Penyesuaian pengaturan mengenai pelaksanaan ujicoba penyelenggaraan LKD.

e. Penambahan ketentuan mengenai pemberiankemudahan oleh Bank Indonesia kepada Penerbit yangtelah memperoleh izin atas proses persetujuanpenyelenggaraan LKD dalam rangka penggunaan danperluasan penggunaan Uang Elektronik untuk programyang terkait kebijakan nasional.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 157: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Pemantauan Kegiatan LaluLintas Devisa Bank danNasabah

8. 18/23/DSta

151

f. Pencantuman ketentuan mengenai pengawasan AgenLKD dan format laporan penyelenggaraan LKD dalamSEBI LKD ini yang semula telah diatur di SEBI yangmengatur mengenai Uang Elektronik. Format laporantidak mengalami perubahan dari format laporansebelumnya.

g. Penyesuaian alamat korespondensi Bank Indonesiaterkait rencana penyelenggaraan LKD, laporan, informasilainnya, dan/atau surat menyurat.

6. SEBI LKD ini mencabut SEBI Nomor 16/12/DPAUtanggal22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Layanan KeuanganDigital dalam rangka Keuangan Inklusif Melalui AgenLayangan Keuangan Digital Individu.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 18/23/DStaperihal Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank danNasabah merupakan ketentuan pelaksanaan dari PeraturanBank Indonesia (PBI) No.18/10/PBI/2016 tentang PemantauanKegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Nasabah.Penyempurnaan ketentuan ini dilakukan dalam rangkamendorong transparansi dan meningkatkan ketersediaaninformasi kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD), dimana perludiatur kembali mengenai penyampaian keterangan dandata terkait LLD, termasuk ketentuan dimana transaksioutgoing transfer tertentu perlu dilengkapi dengan dokumenpendukung oleh nasabah.

2. Pokok-pokok Pengaturana. Pelapor

Pelapor adalah seluruh bank umumb. Laporan LLD

Laporan LLD yang wajib disampaikan bank terdiri atas:1) Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi

bank dan/atau nasabah yang mempengaruhi AFLNbank dan/atau KFLN bank.

2) Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi danpenambahan atau pengurangan dari setiap jenisAFLN bank dan/atau KFLN bank.

3) Laporan pendukung, yaitu laporan Rincian TransaksiEkspor (RTE) dan Daftar Penyampaian DokumenPendukung DHE (DPDP).

c. Koreksi Laporan LLDApabila bank tidak menyampaikan Laporan LLD secarabenar dan/atau lengkap maka bank menyampaikankoreksi atas Laporan LLD yang telah disampaikan kepadaBank Indonesia.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 158: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

152

d. Penyampaian Laporan LLD dan Koreksi LaporanLLD1) Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan

LLD dilakukan secara online, masing-masing sesuaiMasa Penyampaian Laporan (MPL) dan MasaPenyampaian Koreksi Laporan (MPKL).

2) MPL adalah periode penyampaian Laporan LLD daritanggal 1 sampai dengan tanggal 15 setelahberakhirnya periode laporan.

3) MPKL adalah periode penyampaian koreksi LaporanLLD dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 20 setelahberakhirnya periode laporan.

4) Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi LaporanLLD yang melampaui MPKL dilakukan secara offline.

5) Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yangdisampaikan oleh bank kepada Bank Indonesia harusmelalui pentahapan uji pelaporan, yaitu memenuhipersyaratan kuantitas dan persyaratan kualitas.

6) Bank dinyatakan terlambat menyampaikan LaporanLLD apabila Laporan LLD disampaikan setelahberakhirnya MPL sampai dengan akhir bulan MPLdalam jam kerja

7) Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLDapabila Laporan LLD tidak disampaikan sampaidengan akhir jam kerja pada akhir bulan MPL.

e. Pengaksepan Perintah Transfer Dana Nasabah danPenyampaian Dokumen Pendukung OutgoingTransfer1) Outgoing transfer adalah transaksi LLD nasabah

berupa transfer dana keluar dalam valuta asingdengan nilai setara di atas USD100,000.00 (seratusribu dolar Amerika Serikat)

2) Bank hanya dapat melakukan pengaksepan perintahtransfer dana untuk outgoing transfer nasabahsepanjang dilengkapi dengan dokumen pendukungoutgoing transfer.

3) Untuk outgoing transfer yang dokumen pendukungoutgoing transfer-nya tidak terdapat dalam daftaryang disediakan, nasabah harus menggunakan suratpernyataan yang dilengkapi dengan dokumenpendukung yang sesuai.

4) Penyampaian dokumen pendukung outgoingtransfer tidak berlaku bagi transaksi yang dilakukanoleh bank untuk kepentingan bank itu sendiri dantransaksi pemindahan simpanan oleh nasabah yangsama di dalam negeri.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 159: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

153

5) Nilai outgoing transfer yang dilakukan nasabahpaling banyak sebesar nilai nominal dari dokumenpendukung outgoing transfer dengan toleransi lebihsebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai yangtercantum di dokumen pendukung outgoing transfer.

6) Bank dapat menggunakan bukti atau dokumenyang telah disampaikan nasabah dalam rangkapemenuhan ketentuan Bank Indonesia mengenaitransaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bankdengan pihak domestik/pihak asing, sebagaidokumen pendukung outgoing transfer sepanjangbukti atau dokumen tersebut sama dengan dokumenpendukung outgoing transfer.

7) Dokumen pendukung outgoing transfer dan suratpernyataan harus diterima bank sebelum pelaksanaanpenyelesaian transaksi.

8) Bank harus melakukan verifikasi terhadap kesesuaianantara perintah outgoing transfer dengan dokumenpendukung outgoing transfer-nya, yaitu terkait namapenerima dan nilai pembayaran.

9) Nasabah bertanggung jawab atas kebenarandokumen pendukung outgoing transfer serta suratpernyataan.

f. Penelitian Kebenaran Laporan1) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat

melakukan penelitian terhadap kebenaranketerangan dan data Laporan LLD dalam bentukkegiatan evaluasi dan pemeriksaan langsung (on-site) kepada bank.

2) Apabila dalam kegiatan evaluasi atau pemeriksaanlangsung kepada Bank terhadap laporan LLDditemukan ketidakwajaran dalam dokumenpendukung outgoing transfer, Bank Indonesiaberwenang melakukan penelitian kebenaran kepadanasabah.

3) Bank dan/atau nasabah harus memberikanpenjelasan, bukti, catatan, dokumen pendukung,dan/atau dokumen lainnya yang terkait dalamrangka penelitian kebenaran dalam jangka waktuyang ditentukan oleh Bank Indonesia.

g. Sanksi Administratif1) Sanksi Administratif kepada Bank2) Bank yang terlambat menyampaikan Laporan LLD

dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesarRp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hariketerlambatan.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 160: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

154

3) Bank yang tidak menyampaikan Laporan LLDdikenakan sanksi administratif berupa denda sebesarRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

4) Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan LaporanLLD dengan benar dikenakan sanksi administratifberupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluhribu rupiah) untuk setiap rincian baris (field) yangtidak benar dengan denda paling banyak sebesarRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

5) Bank yang melakukan pengaksepan perintah transferdana untuk transaksi outgoing transfer tanpadilengkapi dokumen pendukung outgoing transferatau surat pernyataan dari nasabah dari nasabahdikenakan sanksi administratif berupa denda sebesarRp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiapperintah transfer dana.

6) Sanksi Administratif kepada Nasabah7) Nasabah yang dinyatakan tidak menyampaikan

keterangan, data, dan/atau dokumen pendukungdalam rangka transaksi outgoing transfer denganbenar kepada bank dikenakan sanksi administratifberupa teguran tertulis dan/atau denda sebesar0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari nilaitransaksi dengan nominal paling banyak sebesarRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) untuksetiap perintah transfer dana.

8) Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda,Bank Indonesia dapat menyampaikan informasimengenai sanksi administratif berupa denda yangdikenakan ke nasabah kepada instansi yang terkait.

h. Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda1) Bank atau nasabah yang telah dikenakan sanksi

administratif berupa denda dapat diberikanpembebasan sanksi denda dalam hal:

2) Bank atau nasabah menyampaikan surat permohonanpembebasan pengenaan sanksi denda, yang disertaidengan bukti pendukung; dan

3) Berdasarkan penelitian Bank Indonesia, bank ataunasabah tidak melakukan pelanggaran terhadappemenuhan kewajiban pelaporan kegiatan LLD olehbank dan penyampaian dokumen pendukungoutgoing transfer oleh nasabah kepada bank.

4) Permohonan untuk pembebasan sanksi administratifberupa denda disampaikan paling lambat akhirbulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya suratpenetapan sanksi denda.

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 161: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

155

Operasi Pasar Terbuka9. 18/24/DPM

i. Ketentuan Penutup1) Pada saat SEBI ini mulai berlaku:

a) SEBI No.13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas DevisaOleh Bank;

b) SEBI No.14/12/DSM tanggal 21 Maret 2012perihal Perubahan Atas Surat Edaran BankIndonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan LaluLintas Devisa Oleh Bank; dan

c) SEBI No.16/20/DSta tanggal 28 November 2014perihal Perubahan Kedua Atas Surat EdaranBank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30Desember 2011 perihal Pelaporan Kegiatan LaluLintas Devisa Oleh Bank,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.2) Ketentuan mengenai sanksi atas pengaksepan

perintah transfer dana keluar untuk transaksi LLDtanpa dilengkapi dokumen pendukung outgoingtransfer dari nasabah mulai berlaku untuk dataperiode laporan bulan Maret 2017 yang disampaikanpada bulan April 2017.

Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk dataperiode laporan bulan November 2016 yang disampaikanpada bulan November 2016.

1. Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia ini dilatarbelakangioleh reformulasi suku bunga kebijakan moneter BankIndonesia dan penguatan infrastruktur transaksi OperasiMoneter. Bank Indonesia 7-Day Repo Rate (BI 7-Day RepoRate merupakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia yangmencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkanoleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.Sementara itu, penguatan infrastruktur transaksi dilakukanpada infrastruktur transaksi Operasi Moneter valuta asing.

2. Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilakukan dalam rangkapelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia melalui:a. penerbitan SBI;b. penerbitan SDBI;c. transaksi Repo surat berharga;d. transaksi Reverse Repo SBN;e. transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright

di pasar sekunder;f. transaksi valas terhadap SBN;

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Page 162: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

156

g. transaksi Term Deposit Rupiah;h. transaksi Term Deposit valas;i. transaksi Spot;j. transaksi Swap; dank. transaksi Forward.

3. Peserta OPT adalah Bank dan/atau pihak lain yang memenuhipersyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimanadiatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengaturmengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, pesertadan lembaga perantara dalam Operasi Moneter.

4. SBI diterbitkan secara lelang dalam rangka absorpsi likuiditasRupiah di pasar uang dengan jangka waktu paling singkat1 bulan dan paling lama 12 bulan. Lelang SBI dilakukanpada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.

5. SDBI diterbitkan secara lelang dalam rangka absorpsilikuiditas Rupiah di pasar uang dengan jangka waktu palingsingkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan.

6. Bank Indonesia melakukan monitoring, pengawasan tidaklangsung, dan/atau pemeriksaan atas pelaksanaan ketentuanterkait Minimum Holding Period (MHP) SBI oleh Peserta OPTdan Sub-Registry serta terkait larangan memindahtangankanatau mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihakselain Bank. MHP SBI ditetapkan 1 (satu) minggu, yaitu 7(tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian.

7. Transaksi Repo surat berharga dilakukan dalam rangkainjeksi likuiditas Rupiah di pasar uang dengan jangka waktupaling singkat 1 hari dan paling lama 12 bulan. TransaksiRepo dapat dilakukan dengan menggunakan underlyingsurat berharga dalam Rupiah atau surat berharga dalamvaluta asing.

8. Transaksi Reverse Repo SBN dilakukan dalam rangka absorpsilikuiditas rupiah di pasar uang dengan jangka waktu palingsingkat 1 hari dan paling lama 12 bulan.

9. Transaksi pembelian dan penjualan SBN dilakukan dalamrangka injeksi/absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang sertadalam rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukansebagai instrumen Operasi Moneter dalam pencapaiansasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian danpenjualan SBN secara outright dengan mekanisme lelangatau non lelang.

10.Transaksi valas terhadap SBN dilakukan dalam rangkamenjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara transaksipembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia dantransaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh BankIndonesia, yang dilakukan pada saat bersamaan.

Page 163: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

157

11.Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dalam rangkaabsorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang dengan jangkawaktu paling singkat 1 hari dan paling lama 12 bulan.

12.Transaksi Term Deposit valas dilakukan dalam rangkamengelola likuiditas valuta asing dan mendukung stabilitasnilai tukar Rupiah dengan jangka waktu paling singkat 1hari dan paling lama 12 bulan. Lelang Term Deposit valasdilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.

13.Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukungpengelolaan likuiditas dan menjaga stabilitas nilai tukarRupiah dengan jangka waktu paling singkat 1 hari danpaling lama 12 bulan.

14.Transaksi Forward dilakukan dalam rangka menjaga stabilitasnilai tukar Rupiah dengan waktu penyerahan dana (tenor)dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12(dua belas) bulan.

15.Transaksi OPT dilakukan melalui Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform (Sistem BI-ETP) atau saranadealing system yang ditetapkan Bank Indonesia.

16.Pelaksanaan transaksi OPT dalam keadaan tidak normalpada transaksi OPT Rupiah mengikuti prosedur sebagaimanadimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengaturmengenai penyelenggaraan Sistem BI-ETP, penyelenggaraanpenatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS, dan/ataupenyelenggaraan setelmen dana seketika melalui SistemBI-RTGS.

17.Pelaksanaan transaksi OPT dalam keadaan tidak normalpada transaksi OPT valuta asing (transaksi Term Depositvaluta asing secara lelang dan transaksi Swap secara lelang)dapat dilakukan dengan:a. menyesuaikan window time transaksi;b. membatalkan proses lelang transaksi yang dilakukan

melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valutaasing; dan/atau

c. melakukan transaksi secara manual.18.Sanksi dikenakan terhadap:

a. Peserta OPT yang tidak dapat memenuhi kewajibansetelmen transaksi OPT dalam Rupiah.

b. Peserta OPT yang tidak dapat memenuhi kewajibansetelmen transaksi OPT dalam valuta asing.

c. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhiketentuan kewajiban MHP SBI.

d. Bank dan/atau Sub-Registry yang melanggar ketentuanterkait larangan memindahtangankan ataumentransaksikan SDBI dengan pihak selain Bank.

Page 164: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Penyelenggara JasaPengelolahan Uang Rupiah

10. 18/25/DPU

158

19.Surat Edaran terdahulu, yaitu Surat Edaran Bank IndonesiaNo. 17/37/DPM tanggal 16 November 2015 perihal OperasiPasar Terbuka, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) ini merupakan SuratEdaran Bank Indonesia Nomor 18/25/DPU perihalPenyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (PJPUR).

2. SE BI ini diterbitkan dengan tujuan untuk menjadi pedomanpelaksanaan ketentuan terhadap Penyelenggara JasaPengolahan Uang Rupiah.

3. Jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah terdiri atas:a. distribusi Uang Rupiah;b. pemrosesan Uang Rupiah;c. penyimpanan Uang Rupiah di khazanah; dan/ataud. pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan

kecukupan Uang Rupiah pada antara lain AutomatedTeller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM),dan/atau Cash Recycling Machine (CRM).

4. Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, Badan UsahaJasa Pengamanan (BUJP) yang akan menjadi PJPUR harusmenyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia.Permohonan izin tersebut dapat secara sekaligus atausebagian dari jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah.

5. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izinsebagai PJPUR diatur sebagai berikut:a. berbadan hukum Indonesia berbentuk perseroan

terbatas;b. menggunakan sarana, prasarana, dan/atau infrastruktur

yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh BankIndonesia sesuai dengan masing-masing jenis kegiatanPengolahan Uang Rupiah;

c. memiliki kondisi dan/atau kinerja keuangan yang sehat;d. memiliki pengurus perusahaan dengan integritas dan

reputasi yang baik; dane. memiliki izin operasional sebagai BUJP dari Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang masih berlaku.6. Permohonan izin harus dilengkapi dengan dokumen

dan/atau persyaratan antara lain:a. dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan,

seperti izin operasional sebagai BUJP, akta pendirianperusahaan yang memuat anggaran dasar, dan laporankeuangan; dan

b. dokumen terkait kesiapan operasional, seperti fotokopistandar operasional dan prosedur Pengolahan UangRupiah, bukti kesiapan operasional dalam bentuk profil

Page 165: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

159

perusahaan, dan fotokopi bukti kelulusan pelatihanpemrosesan Uang Rupiah dari Bank Indonesia.

7. PJPUR yang telah memperoleh izin wajib menyelenggarakankegiatannya paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitungsejak tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia.

8. Paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal efektifpenyelenggaran kegiatan sebagai PJPUR, PJPUR wajibmenyampaikan laporan tertulis mengenai tanggal efektifdimulainya kegiatan sebagai PJPUR tersebut yang disertaidengan dokumen pendukung yang diperlukan, sepertiperjanjian kerja sama dan polis asuransi.

9. PJPUR harus menyampaikan permohonan pembukaanKantor Cabang apabila PJPUR akan melakukan pembukaanKantor Cabang.

10.PJPUR wajib menggunakan sarana, prasarana, dan/atauinfrastruktur yang memenuhi standar yang ditetapkan olehBank Indonesia.

11.Dalam menyelenggarakan kegiatan pemrosesan UangRupiah, PJPUR wajib memenuhi standar pengemasan uangyang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

12.Dalam rangka memenuhi kebutuhan Uang Rupiah dimasyarakat dalam kondisi yang layak edar, PJPUR wajibmemenuhi standar kualitas Uang Rupiah sebagaimanaditetapkan oleh Bank Indonesia yang disampaikan olehBank Indonesia kepada Bank dan PJPUR melaluipemberitahuan tertulis dan/atau media informasi lainnya.

13.PJPUR yang telah memiliki izin untuk melakukan kegiatanjasa distribusi Uang Rupiah, dapat melakukan kegiatanpembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke luardaerah pabean Indonesia dengan mendaftarkan kegiatantersebut kepada Bank Indonesia.

14.PJPUR harus memiliki dan menerapkan manajemen risikosecara efektif, paling sedikit melalui:a. Pengawasan aktif oleh komisaris dan direksi;b. Kecukupan kebijakan dan prosedur;c. Kecukupan proses identifikasi dan mitigasi risiko; dand. pengendalian intern.

15.Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PJPURsecara langsung dan tidak langsung dengan tujuan untukmenciptakan tata kelola penyelenggaraan jasa PengolahanUang Rupiah yang baik.

16.Pengawasan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaanumum dan/atau pemeriksaan khusus.

17.Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui analissi danevaluasi yang didasarkan atas:

Page 166: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

160

Perihal RingkasanNo. Peraturan

a. laporan berkala;b. laporan insidental;c. keterangan;d. penjelasan;e. rekaman; dan/atauf. dokumen,yang diperoleh Bank Indonesia dari PJPUR dan/atau pihakyang bekerja sama dengan PJPUR.

18.Bank Indonesia dapat melakukan pembinaan terhadapPJPUR antara lain melalui pertemuan konsultasi untukmendorong perubahan atau perbaikan dalampenyelenggaraan jasa Pengolahan Uang Rupiah.

19.PJPUR harus memberitahukan kepada Bank Indonesiadalam hal terjadi:a. perubahan pemegang saham mayoritas.b. perubahan nama perseroan terbatas;c. perubahan dewan komisaris dan/atau direksi; dand. perubahan alamat Kantor Pusat dan Kantor Cabang

PJPUR.20.PJPUR yang melanggar ketentuan mengenai

penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiaha. teguran tertulis;b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan

usaha; dan/atauc. pencabutan izin

21.Penyampaian permohonan, laporan, dan/atau suratmenyurat ditujukan kepada:Departemen Pengelolaan UangKompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung C lantai 7Jalan M.H. Thamrin No. 2Jakarta 10350.

22.Bagi PJPUR yang ingin menyampaikan laporan ditujukankepada:Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem PembayaranKompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 8Jalan M.H. Thamrin No. 2Jakarta 10350

23.BUJP yang telah memiliki kerja sama dengan penggunajasa PJPUR untuk melakukan kegiatan jasa PengolahanUang Rupiah sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesiatentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiahharus segera mengajukan permohonan izin sebagai PJPURkepada Bank Indonesia paling lama 9 (sembilan) bulansetelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentangPenyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah ini.

Page 167: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan Kedua atasSurat Edaran BankIndonesia nomor14/31/DPNP tanggal 31Oktober 2012 PerihalLaporan Kantor Pusat BankUmum

11. 18/26/DSta

161

24.Dalam hal BUJP yang akan mengajukan permohonan izintelah memiliki kantor cabang, permohonan persetujuanpembukaan kantor cabang dapat diajukan bersamaandengan permohonan perizinan pembukaan kantor pusat.

25.BUJP yang telah memiliki kerja sama dengan penggunajasa PJPUR untuk melakukan kegiatan jasa PengolahanUang Rupiah sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesiatentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah baikyang belum maupun yang telah mengajukan permohonanizin harus menyampaikan laporan dan memenuhi persyaratanterkait standar kualitas Uang Rupiah dalam PengolahanUang Rupiah, persyaratan keamanan, efisiensi, dan mitigasirisiko serta memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

26.Selama proses permohonan izin, BUJP diperbolehkanmewakili Bank untuk melakukan kegiatan penyetorandan/atau penarikan Uang Rupiah di Bank Indonesia.

27.Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal2 November 2016.

1. Ketentuan ini terkait dengan perubahan laporan sebagaitindak lanjut dari pelaksanaan Peraturan Bank IndonesiaNomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan KegiatanAlat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank IndonesiaNomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PeraturanBank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentangPenyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran denganMenggunakan Kartu (APMK).

2. Secara umum, penyesuaian form di LKPBU adalah sbb:Penambahan 7 (tujuh) Form terkait Kartu Kredit, yaitu:a. Form 318 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Regionalb. Form 319 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Sektor

Usahac. Form 320 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok

Usiad. Form 321 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Kelompok

Penghasilan Pemegang Kartu Kredite. Form 322 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Limit

Kartu Kreditf. Form 323 - Laporan Bulanan Kartu Kredit berdasarkan

jenis transaksig. Form 324 - Laporan Nominal Revolving RateForm ini wajib disampaikan oleh Bank penerbit dan acquirerKartu Kredit. Batas waktu penyampaian laporan adalahpaling lambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya.

Page 168: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank Indonesianomor 15/13/DASPtanggal 12 April 2013Perihal LaporanPenyelenggaraan KegiatanAlat Pembayaran denganMenggunakan Kartu danUang Elektronik (ElectronicMoney) oleh BankPerkreditan Rakyat danLembaga Selain Bank

12. 18/27/DSta

162

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulanNovember 2016 yang disampaikan pada bulan Desember2016

1. Ketentuan ini terkait dengan tindak lanjut dari diterbitkannyaPeraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentangUang Elektronik (Electronic Money) sebagaimana telahdiubah terakhir kali dengan Peraturan Bank IndonesiaNomor 18/17/PBI/2016 serta dalam rangka pelaksanaanPeraturan Bank Indonesia Nomor 10/4/PBI/2008 tentangLaporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayarandengan Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyatdan Lembaga Selain Bank .

2. Secara umum, penyesuaian form di LSBU adalah sebagaiberikut:a. Penambahan 4 (empat) Form terkait Layanan Keuangan

Digital (LKD), yaitu:1) Form 314 - Laporan Bulanan Perkembangan Layanan

Keuangan Digital2) Form 315 - Laporan Bulanan Transaksi Layanan

Keuangan Digital3) Form 316 - Laporan Bulanan Agen Layanan

Keuangan Digital4) Form 317 - Laporan Bulanan Permasalahan Layanan

Keuangan DigitalForm ini wajib disampaikan oleh Bank yang telahmemperoleh penegasan dari Bank Indonesia terhadaprencana penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital(LKD). Batas waktu penyampaian laporan adalah palinglambat tanggal 15 pada bulan Laporan berikutnya.

b. Penambahan 7 (tujuh) Form terkait Kartu Kredit, yaitu:1) Form 318 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Regional2) Form 319 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Sektor

Usaha3) Form 320 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per

Kelompok Usia4) Form 321 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per

Kelompok Penghasilan Pemegang Kartu Kredit5) Form 322 - Laporan Bulanan Kartu Kredit per Limit

Kartu Kredit6) Form 323 - Laporan Bulanan Kartu Kredit berdasarkan

jenis transaksi7) Form 324 - Laporan Nominal Revolving Rate

Page 169: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

163

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Tata Cara Klarifikasi atasUang Rupiah yangDiragukan Keasliannya

13. 18/28/DPU

Form ini wajib disampaikan oleh Bank penerbit danacquirer Kartu Kredit. Batas waktu penyampaian laporanadalah paling lambat tanggal 15 pada bulan Laporanberikutnya.

c. Penambahan Informasi Profil Penyelenggara AlatPembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK) danProfil Penyelenggara Uang Elektronik yang di-updateoleh Pelapor setiap terjadi perubahan data

d. Penambahan kewajiban pelaporan Form 304 - LaporanBulanan Infrastruktur oleh Penerbit Uang Elektronik

3. Selain itu, dilakukan juga perubahan terhadap alamatpenyampaian pemberitahuan tertulis terkait penyampaianlaporan secara offline karena gangguan teknis, dariDepartemen Pengelolaan Sistem Informasi menjadiDepartemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan.

4. Ketentuan ini mulai berlaku untuk pelaporan data bulanNovember 2016 yang disampaikan pada bulan Desember2016.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) ini merupakan SuratEdaran Bank Indonesia Nomor 18/28/DPU perihal Klarifikasiatas Uang Rupiah yang Diragukan Keasliannya.

2. SE BI ini diterbitkan dengan tujuan untuk menjadi pedomanpelaksanaan ketentuan terhadap klarifikasi atas UangRupiah yang diragukan keasliannya.

3. Bank atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank dan pihakselain Bank (perorangan, badan hukum, dan lembaga yangmelakukan fungsi penyelidikan dan penyidikan) dapatmeminta klarifikasi kepada Bank Indonesia tentang UangRupiah yang diragukan keasliannya.

4. Bank atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank dan pihakselain Bank dalam memperlakukan Uang Rupiah yangdiragukan keasliannya apabila menerima atau menemukanUang Rupiah yang diragukan keasliannya harus melakukanhal sebagai berikut:a. Dalam hal Uang Rupiah yang diragukan keasliannya

diperoleh dari kegiatan layanan kas (front office), Bankharus:1) menahan Uang Rupiah yang diragukan keasliannya

yang diterima dari nasabah;2) mencatat identitas lengkap nasabah yang

menyerahkan, menyetorkan, atau menukarkanUang Rupiah yang diragukan keasliannya, danmemberikan tanda terima atas Uang Rupiah yangdiragukan keasliannya kepada nasabah;

Page 170: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

164

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3) menginformasikan kepada nasabah bahwa UangRupiah yang diragukan keasliannya tidakdikembalikan untuk keperluan klarifikasi kepadaBank Indonesia; dan

4) menjaga kondisi fisik Uang Rupiah yang diragukankeasliannya dengan tidak merusak fisik Uang Rupiahyang diragukan keasliannya tersebut seperti merobek,memotong, dan mencoret-coret.

b. Dalam hal Uang Rupiah yang diragukan keasliannyadiperoleh dari kegiatan pengolahan Uang Rupiah atauberasal dari pihak lain yang ditunjuk oleh Bank untukmelakukan kegiatan pengolahan Uang Rupiah (backoffice) maka Bank harus menjaga kondisi fisik UangRupiah yang diragukan keasliannya dengan tidakmerusak fisik Uang Rupiah yang diragukan keasliannyatersebut seperti merobek, memotong, dan mencoret-coret.

c. Bank juga harus menjaga agar Uang Rupiah yangdiragukan keasliannya tidak diedarkan kembali.

5. Pihak lain yang ditunjuk oleh Bank dalam memperlakukanUang Rupiah yang diragukan keasliannya apabila menerimaatau menemukan Uang Rupiah yang diragukan keasliannyaharus melakukan hal sebagai berikut:a. menjaga agar Uang Rupiah yang diragukan keasliannya

tidak disetorkan kepada Bank Indonesia;b. menjaga kondisi fisik Uang Rupiah yang diragukan

keasliannya dengan tidak merusak fisik Uang Rupiahyang diragukan keasliannya tersebut seperti merobek,memotong, dan mencoret-coret;

c. melaporkan kepada Bank mengenai penemuan UangRupiah yang diragukan keasliannya; dan

d. menyerahkan fisik Uang Rupiah yang diragukankeasliannya kepada Bank atau meminta klarifikasikepada Bank Indonesia atas persetujuan Bank.

6. Pihak selain Bank dalam memperlakukan Uang Rupiahyang diragukan keasliannya apabila menerima ataumenemukan Uang Rupiah yang diragukan keasliannyaharus melakukan hal sebagai berikut:a. menjaga kondisi fisik Uang Rupiah yang diragukan

keasliannya dengan tidak merusak fisik Uang Rupiahyang diragukan keasliannya tersebut seperti merobek,memotong, dan mencoret-coret; dan

b. menjaga agar Uang Rupiah yang diragukan keasliannyatidak diedarkan kembali.

Page 171: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

165

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

7. Permintaan klarifikasi Uang Rupiah yang diragukankeasliannya kepada Bank Indonesia dilakukan dengan carasebagai berikut:a. menyampaikan surat permintaan klarifikasi yang

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang disertaidokumen ditigal (softcopy) yang berisi rincian UangRupiah yang dimintakan klarifikasi;

b. menyampaikan fisik Uang Rupiah yang diragukankeasliannya; dan

c. menandatangani berita acara penyampaian suratpermintaan klarifikasi dan serah terima fisik UangRupiah yang diragukan keasliannya oleh petugas Bankatau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank untukmelakukan pengolahan Uang Rupiah.

8. Dalam hal permintaan klarifikasi tidak disampaikan secaralangsung, sehingga berita acara serah terima Uang Rupiahtidak dapat dibuat, Bank Indonesia mencatat suratpermintaan klarifikasi beserta dengan fisik Uang Rupiahsesuai dengan yang diterima oleh Bank Indonesia. Buktipencatatan disampaikan kepada pihak yang memintaklarifikasi bersamaan dengan hasil klarifikasi.

9. Permintaan klarifikasi terhadap Uang Rupiah yang diragukankeasliannya oleh masyarakat disampaikan kepada:a. Departemen Pengelolaan Uang

Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung Clantai 7Jalan M. H. Thamrin No. 2Jakarta 10350,bagi masyarakat yang berada di wilayah DKI Jakarta,Kota Tangerang Selatan, Kabupaten/Kota Bekasi,Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, danKota Depok; atau

b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negerisetempat dengan alamat kantor dengan mengacu padawebsite Bank Indonesia.

10.Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap Uang Rupiahyang diragukan keasliannya yang dimintakan klarifikasioleh masyarakat dengan menyatakan:a. Uang Rupiah yang dimintakan klarifikasi dinyatakan

sebagai Uang Rupiah asli; ataub. Uang Rupiah yang dimintakan klarifikasi dinyatakan

sebagai Uang Rupiah tidak asli.11.Bank Indonesia menyampaikan informasi hasil penelitian

atas Uang Rupiah yang diragukan keasliannya kepadamasyarakat paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejakBank Indonesia menerima permintaan klarifikasi.

Page 172: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

166

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Kriteria dan PersyaratanSurat Berharga, Peserta,dan Lembaga Perantaradalam Operasi Moneter

14. 18/29/DPM

12.Berdasarkan hasil penelitian atas Uang Rupiah yang diragukankeasliannya, Bank Indonesia memberikan penggantian atasUang Rupiah yang dinyatakan asli sebesar nilai nominal.

13.Bank Indonesia tidak memberikan penggantian dan tidakmengembalikan fisik Uang Rupiah yang dinyatakan tidakasli

14.Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal24 November 2016.

1. Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia ini dilatarbelakangioleh diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter.

2. Kriteria Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang dapatdipergunakan dalam Operasi Moneter adalah diterbitkanoleh Bank Indonesia, dan/atau Negara Republik Indonesia,tercatat di BI-SSSS dan tidak sedang diagunkan.

3. Kriteria Surat Berharga dalam valuta asing yang dapatdipergunakan dalam Operasi Moneter adalah diterbitkanoleh pemerintah negara lain yang bank sentralnya memilikikerjasama dengan Bank Indonesia antara lain dalam bentukcross border collateral arrangement, sesuai denominasiasal negara penerbit, tercatat pada aktiva peserta OperasiMoneter yang tercatat pada rekening surat berharga milikpeserta Operasi Moneter di lembaga kustodian yangdisepakati, memiliki peringkat investasi (investment grade)dan tidak sedang diagunkan.

4. JenisSurat Berharga yang memenuhi kriteria untuk dapatdipergunakan dalam Operasi Moneter adalah SBI, SDBI,SBN dan surat berharga jangka pendek atau jangka panjangyang diterbitkan oleh pemerintah negara lain (sovereignbond). Surat Berharga dalam valuta asing hanya digunakandalam Transaksi Repo dalam rangka Operasi Pasar Terbuka.

5. Harga SBI dan SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia denganmempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkatdiskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seriSBI dan SDBI.

6. Harga SBN dan surat berharga dalam valuta asing ditetapkanoleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antaralain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN dansurat berharga dalam valuta asing (sovereign bond).

7. Haircut SBI dan SDBI ditetapkan sebesar 0% (nol persen),haircut SUN ditetapkan sebesar 5% (lima persen), haircutSBSN ditetapkan sebesar 6,5% (enam koma lima persen),haircut surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond)sebagaimana diumumkan oleh Bank Indonesia pada tanggalpelaksanaan transaksi.

Page 173: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

167

Koridor Suku Bunga(Standing Facilities)

15. 18/30/DPM

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

8. Peserta Operasi Moneter dalam Rupiah adalah Bank yangberstatus aktif sebagai peserta di Sistem BI-ETP, BI-SSSS,dan Sistem BI-RTGS, memiliki rekening giro Rupiah di BankIndonesia, memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS,dan tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementarauntuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter.

9. Peserta Operasi Moneter dalam valuta asing adalah Bankdevisa yang memiliki rekening giro valuta asing di BankIndonesia, memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia,tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementarauntuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dan/ataumemiliki rekening surat berharga di lembaga kustodianyang ditunjuk Bank Indonesia untuk transaksi OperasiMoneter dengan Surat Berharga dalam valuta asing yangtidak ditatausahakan di Bank Indonesia.

10.Peserta Operasi Moneter terdiri atas Peserta OPT danPeserta Standing Facilities.

11.Bank Indonesia dapat menunjuk Peserta OPT yangmemenuhi kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia untukmendukung pelaksanaan transaksi Operasi Moneter denganmempertimbangkan kapasitas, kapabilitas dan reputasiPeserta OPT.

12.Lembaga perantara yang dapat melakukan transaksi OPTuntuk kepentingan peserta Operasi Moneter adalah pialangpasar uang Rupiah dan valuta asing dan perusahaan efekyang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesiasebagai dealer utama.

13.Persyaratan lembaga perantara yang dapat mengikutitransaksi Operasi Moneter adalah berstatus aktif sebagaipeserta Sistem BI-ETP dan tidak sedang dikenakan sanksiterkait izin usaha oleh Bank Indonesia dan/atau otoritaspengawas yang berwenang.

14.Surat Edaran Bank Indonesia ini mencabut Surat EdaranBank Indonesia nomor 17/38/DPM tanggal 16 November2015 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga,Peserta, dan Lembaga Perantara, dalam Operasi Moneter.

1. Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia ini dilatarbelakangioleh diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter.

2. Bank Indonesia 7-Day Repo Rate (BI 7-Day Repo Rate)merupakan suku bunga kebijakan Bank Indonesia yangmencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkanoleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.

Page 174: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

168

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

3. Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah(Lending Facility) dari Bank Indonesia kepada Bank danpenempatan dana Rupiah (Deposit Facility) oleh Bank diBank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.

4. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 hari kerja(overnight).

5. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksiLending Facility sebesar BI 7-Day Repo Rate ditambahmarjin tertentu. Bunga repo dihitung berdasarkan metodebunga dibayar di belakang (simple interest).

6. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan sistem diskontodengan tingkat diskonto sebesar BI 7-Day Repo Ratedikurangi marjin tertentu.

7. Standing Facilities disediakan Bank Indonesia pada setiaphari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatasBank Indonesia.

8. Window time Standing Facilities diatur sebagai berikut:a. Lending Facility dari pukul 16.00 WIB sampai dengan

pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan olehBank Indonesia; dan

b. Deposit Facility dari pukul 16.00 WIB sampai denganpukul 17.30 WIB atau waktu lain yang ditetapkan olehBank Indonesia.

9. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan dalam TransaksiLending Facility paling banyak sebesar nilai nominal SuratBerharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di RekeningSurat Berharga. Surat Berharga yang dapat di-repo-kanadalah SBI, SDBI, dan SBN.

10.Transaksi Deposit Facility dilakukan tanpa disertai denganpenerbitan surat berharga.

11.Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melaluiSistem BI-ETP, dengan mekanisme sebagai berikut:a. Lending Facility dilakukan dengan cara repurchase

agreement (repo) surat berharga sesuai dengan hargadan jangka waktu yang disepakati dengan mekanismenonlelang.

b. Deposit Facility dilakukan dengan cara penempatandana Rupiah oleh Bank secara berjangka di BankIndonesia dengan mekanisme nonlelang.

12.Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro dan/atau SuratBerharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupiuntuk memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities.

13.Setelmen Standing Facilities:a. Setelmen first leg Lending Facility dan setelmen transaksi

Deposit Facility dilakukan pada tanggal transaksi (sameday settlement) pada awal periode pre cut-off SistemBI-RTGS.

Page 175: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

169

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Tata Cara PenempatanBerjangka (Term Deposit)Syariah dalam Valuta Asing

16. 18/31/DPM

b. Setelmen second leg Lending Facility dan setelmenjatuh waktu Deposit Facility dilakukan pada tanggaljatuh waktu, yaitu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampaidengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.

14.Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban padasaat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnyatransaksi Standing Facility, Bank dikenakan sanksi berupa:a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas

Jasa Keuangan;b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol

satu persen) dari nilai transaksi Bank yang dinyatakanbatal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluhjuta rupiah) dan paling banyak sebesarRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Dalam haltransaksi memiliki second leg, maka nilai transaksi yangdinyatakan batal yang dijadikan dasar perhitungansanksi kewajiban membayar adalah nilai transaksi padasaat first leg;

c. sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatanOperasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut apabila transaksi Operasi Moneter, yang meliputitransaksi Operasi Pasar Terbuka dan transaksi StandingFacilities, batal untuk ketiga kali dalam kurun waktu 6(enam) bulan.

15.Surat Edaran Bank Indonesia ini mencabut Surat EdaranBank Indonesia nomor 17/39/DPM tanggal 16 November2015 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).

1. Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia ini dilatarbelakangioleh upaya meningkatkan governance dan mendukungkelancaran pelaksanaan transaksi penempatan berjangka(term deposit) syariah dalam valuta asing).

2. Transaksi penempatan berjangka (term deposit) syariahdalam valuta asing adalah transaksi penempatan danavaluta asing secara berjangka oleh Bank (Bank UmumSyariah dan Unit Usaha Syariah yang merupakan bankdevisa) di Bank Indonesia.

3. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan denganmenggunakan akad ju'alah oleh Bank kepada BankIndonesia.

4. Transaksi Term Deposit Valas Syariah menggunakan matauang Dollar Amerika Serikat dengan jangka waktu palingsingkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan.

Page 176: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

170

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

5. Bank Indonesia memberikan imbalan atas transaksi TermDeposit Valas Syariah. Tingkat imbalan yang diberikanmengacu pada suku bunga hasil lelang transaksi TermDeposit valas konvensional

6. Bank yang dapat menjadi peserta transaksi Term DepositValas Syariah adalah Bank Umum Syariah dan Unit UsahaSyariah yang merupakan bank devisa yang mememuhipersyaratan sebagai berikut:a. tidak sedang dalam masa pengenaan sanksi penghentian

sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; danb. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank

Indonesia.7. Dalam melakukan penawaran transaksi Term Deposit Valas

Syariah, Bank dapat mengajukan penawaran secara langsungatau melalui Pialang.

8. Pokok pengaturan terkait transaksi Term Deposit ValasSyariah adalah sebagai berikut:a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term

Deposit Valas Syariah, Bank dan Pialang menyampaikansurat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelangTransaksi Term Deposit Valas Syariah ke Bank Indonesiayang dilengkapi dengan informasi sebagaimana diaturdalam Surat Edaran ini.

b. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan denganmekanisme lelang melalui sarana transaksi yangditetapkan oleh Bank Indonesia dengan pengajuanpenawaran kuantitas.

c. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada tingkatbunga hasil lelang Term Deposit valas konvensionalberjangka waktu sama yang dilakukan secara bersamaandengan lelang Term Deposit Valas Syariah. Dalam halpada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang TermDeposit valas konvensional, tingkat imbalan yangdiberikan mengacu pada data terkini antara tingkatimbalan Term Deposit valas syariah atau suku bungaTerm Deposit valas konvensional, yang berjangka waktusama.

d. Lelang diselenggarakan pada hari kerja yang ditetapkanoleh Bank Indonesia dengan window time antara pukul08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.

e. Pengumuman rencana lelang transaksi Term DepositValas Syariah dilakukan Bank Indonesia melalui sistemotomasi lelang Operasi Moneter Syariah valas, SistemLHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh BankIndonesia.

Page 177: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

171

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

f. Pengajuan setiap penawaran nilai nominal paling kurangsebesar USD 5 juta dan selebihnya dengan kelipatansebesar USD 1 juta.

g. Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan/atauPialang dapat mengajukan koreksi untuk setiappenawaran yang diajukan dalam window time transaksiTerm Deposit Valas Syariah.

h. Bank dapat mengajukan koreksi terhadap informasipenawaran selain informasi nama lelang (auction name).

i. Pialang yang mengajukan penawaran lelang untuk danatas nama Bank dapat mengajukan koreksi terhadapinformasi penawaran selain informasi Terminal ControllerIdentifier (TCID) Bank dan nama lelang (auction name).

j. Bank Indonesia mengumumkan hasil penetapanpemenang lelang secara keseluruhan melalui sistemotomasi OMS valas, dan/atau sarana lain yang ditetapkanoleh Bank Indonesia dan secara individual kepadamasing-masing pemenang lelang melalui sistem otomasilelang OMS valas dan/atau sarana lain yang ditetapkanoleh Bank Indonesia.

k. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi TermDeposit Valas Syariah paling lama 2 (dua) hari kerjasetelah tanggal transaksi.

l. Pada tanggal setelmen, Bank wajib mentransfer danaatas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit ValasSyariah untuk setiap penawaran atau sesuai denganjumlah nominal yang dimenangkan ke rekening BankIndonesia di bank koresponden.

m. Dalam hal Bank tidak mentransfer dana atas kewajibansetelmen maka transaksi dianggap batal dan Bankdikenakan sanksi.

9. Bank dapat mengajukan early redemption atas Term DepositValas Syariah paling cepat 3 hari setelah setelmen transaksiTerm Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan earlyredemption. Pengajuan dimaksud dapat diajukan setiaphari kerja kecuali bila pada hari pengajuan early redemptionterdapat pelaksanaan lelang Term Deposit Valas Syariahdengan jangka waktu melebihi overnight.

10.Pengajuan early redemption diajukan Bank melalui saranadealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dari pukul08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB.

11.Dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem otomasilelang OMS valas yang mempengaruhi kelancaranpelaksanaan lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah,Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

Page 178: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Bilyet Giro17. 18/32/DPSP

172

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

a. menyesuaikan window time transaksi Term DepositValas Syariah;

b. membatalkan proses lelang transaksi Term DepositValas Syariah yang dilakukan melalui sistem otomasilelang OMS valas; dan/atau

c. melakukan transaksi Term Deposit Valas Syariah secaramanual.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini mencabut SEBINomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 perihal Bilyet Girodan sebagai ketentuan pelaksana dari Peraturan BankIndonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro.

2. Pokok-pokok materi pengaturan SEBI perihal Bilyet Giroadalah sebagai berikut:a. Pemenuhan syarat formal oleh Bank Tertarik dilakukan

secara lengkap, yaitu:1) dilakukan pada saat pencetakan warkat Bilyet Giro;2) dilakukan dalam bahasa Indonesia dan dapat

ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris;dan

3) khusus nomor Bilyet Giro, pemenuhannya dapatdilakukan oleh perusahaan percetakan dokumensekuriti atau oleh Bank Tertarik sebelum diserahkankepada nasabah.

b. Pemenuhan syarat formal oleh Penarik dilakukan secaralengkap pada saat penerbitan Bilyet Giro, sebelum BilyetGiro diserahkan oleh Penarik kepada Penerima, yaitu:1) Pemenuhan syarat formal dilakukan dalam bahasa

Indonesia serta dapat ditambahkan padanan katanyadalam bahasa Inggris;

2) jumlah dana yang dipindahbukukan dicantumkandalam mata uang Rupiah;

3) pencantuman Tanggal Efektif harus berada dalamTenggang Waktu Pengunjukan, yaitu berada dalamtenggang waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak TanggalPenarikan; dan

4) pencantuman tandatangan berupa tandatanganbasah sesuai dengan spesimen tanda tangan yangditatausahakan oleh Bank Tertarik.

c. Pengaturan lebih detail mengenai kewajiban yang harusdilakukan oleh Bank Tertarik, Penarik, Penerima, danBank Penerima dalam penggunaan Bilyet Giro.

d. Koreksi kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro dibatasipaling banyak 3 (tiga) kali koreksi dan Bank wajibmenolak Bilyet Giro apabila terdapat koreksi lebih dari3 (tiga) kali.

Page 179: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

173

Perubahan Keempat atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor11/10/DASP tanggal 13April 2009 perihalPenyelenggaraan KegiatanAlat Pembayaran denganMenggunakan Kartu

18. 18/33/DKSP

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

e. Bank wajib melakukan penolakan Bilyet Giro yangditetapkan oleh Bank Indonesia, dan khusus untukalasan penolakan:1) tidak memenuhi syarat formal Bilyet Giro;2) pencantuman Tanggal Efektif tidak dalam Tenggang

Waktu Pengunjukan;3) diunjukkan tidak dalam Tenggang Waktu Efektif;4) Bilyet Giro diblokir pembayarannya; dan5) Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi,dilakukan tanpa memperhatikan ketersediaan danadalam Rekening Giro Penarik.

f. Bank wajib melakukan penatausahaan penggunaanBilyet Giro dengan mengacu pada ketentuan BankIndonesia yang mengatur mengenai daftar hitamnasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong.

g. Bank Tertarik yang melakukan penolakan dengan alasanBilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi wajibmenahan dan menunda pembayaran Bilyet Giro danmenindaklanjutinya dengan melakukan verifikasi palinglama sampai dengan 1 (satu) hari kerja berikutnya,dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yangmengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cekdan/atau bilyet giro kosong.

h. Penarik tidak dapat membatalkan Bilyet Giro dan hanyadapat melakukan pemblokiran dengan alasan hilang,dicuri, dan/atau rusak.

i. Bilyet Giro wajib memenuhi spesifikasi warkat BilyetGiro berupa rancang bangun dan standar keamananyang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengacupada ketentuan Bank Indonesia yang mengaturmengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliringberjadwal oleh Bank Indonesia.

3. Ketentuan dalam SEBI Bilyet Giro ini mulai berlaku padatanggal 1 April 2017.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini diterbitkan dengandidasari pertimbangan sebagai berikut:a. dalam rangka penyelarasan dengan kondisi ekonomi

terkini dan untuk mendorong efisiensi serta akseptasimasyarakat terhadap penggunaan Kartu Kredit, BankIndonesia memandang perlu untuk melakukanpenyesuaian terhadap batas maksimum suku bungaKartu Kredit; dan

Page 180: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

174

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b. dalam rangka meningkatkan penerapan prinsipperlindungan konsumen Pemegang Kartu Kreditkhususnya dalam hal penyampaian informasi mengenaipengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit,dipandang perlu mewajibkan Penyelenggara KartuKredit untuk menyampaikan pernyataan penutupan(closing statement) Kartu Kredit.

2. Hal-hal yang diatur dalam SEBI ini meliputi:a. penyesuaian terhadap batas maksimum suku bunga

Kartu Kredit; danb. kewajiban Penerbit Kartu Kredit untuk penyampaian

pernyataan penutupan (closing statement) Kartu Kredit.3. Paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal 2 Desember

2016, Penerbit Kartu Kredit wajib menerapkan batasmaksimum suku bunga Kartu Kredit yang ditetapkan olehBank Indonesia sebesar 2,25% (dua koma dua puluh limapersen) per bulan atau 26,95% (dua puluh enam komasembilan puluh lima persen) per tahun.

4. Batas maksimum suku bunga Kartu Kredit wajib diterapkanoleh Penerbit Kartu Kredit untuk transaksi pembelanjaanmaupun transaksi tarik tunai.

5. Bank Indonesia dapat melakukan peninjauan kembali(review) atas besarnya batas maksimum suku bunga KartuKredit.

6. Paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal 2 Desember2016, Penerbit Kartu Kredit wajib memberikan pernyataanpenutupan (closing statement) Kartu Kredit kepadaPemegang Kartu Kredit, yang paling sedikit memuatpernyataan bahwa:a. fasilitas Kartu Kredit yang diberikan kepada Pemegang

Kartu Kredit telah diakhiri dan/atau ditutup;b. Pemegang Kartu Kredit telah menyelesaikan seluruh

kewajibannya kepada Penerbit Kartu Kredit sehubungandengan fasilitas Kartu Kredit yang telah diakhiri dan/atauditutup; dan

c. Pemegang Kartu Kredit tidak akan dikenakan biayadalam bentuk apapun di kemudian hari sehubungandengan fasilitas Kartu Kredit yang telah diakhiri dan/atauditutup.

7. Penerbit Kartu Kredit dapat menutup Kartu Kredit apabilaterdapat alasan yang cukup dengan tetap wajibmenyampaikan pernyataan penutupan (closing statement)yang dilengkapi informasi paling sedikit mengenai alasanpengakhiran dan/atau penutupan Kartu Kredit, sertainformasi terkait mekanisme pemenuhan kewajiban yangmasih harus diselesaikan oleh Pemegang Kartu Kredit.

Page 181: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Transaksi Valuta AsingTerhadap Rupiah antaraBank dengan PihakDomestik

19. 18/34/DPPK

175

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

8. Pernyataan penutupan (closing statement) disampaikandalam bentuk surat dan/atau surat elektronik yang harussudah sampai pada alamat Pemegang Kartu Kredit palinglambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal dilakukannyapengakhiran dan/atau penutupan fasilitas Kartu Kredit.

I. Latar BelakangKetentuan ini merupakan ketentuan pelaksanaan dariPeraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/18/PBI/2016 tentangTransaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank denganPihak Domestik.

II. Pokok-Pokok Pengaturan1. Kontrak yang digunakan dalam Transaksi Valuta Asing

Terhadap Rupiah berupa:a. konfirmasi tertulis berupa kontrak transaksi valuta

asing (derivatif) yang lazim digunakan oleh pelakupasar dan/atau diterbitkan oleh asosiasi terkait;dan/atau

b. konfirmasi tertulis yang menunjukkan terjadinyatransaksi yang antara lain berupa dealingconversation atau print out dari Society of WorldwideInterbank Financial Telecommunication (SWIFT).

2. Kontrak transaksi valuta asing (derivatif) yang lazimdigunakan oleh pelaku pasar dapat berupa perjanjianinduk derivatif Indonesia. Penggunaan kontrak dalamTransaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah merupakantanggung jawab masing-masing pihak yang melakukantransaksi.

3. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksipembelian dan penjualan dalam denominasi seluruhvaluta asing terhadap Rupiah.

4. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadapRupiah, selain US Dollar terhadap Rupiah (misalnya Yenterhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah), perhitunganjumlah tertentu (threshold) kewajiban UnderlyingTransaksi adalah sebagai berikut :x threshold dalam USDKeterangan: Kurs pada rumus adalah terhadap RupiahKurs sebagaimana dimaksud dalam angka 6 merupakankurs penutupan Bank Indonesia pada 1 hari kerjasebelumnya (H-1), yang tersedia pada sistem LaporanHarian Bank Umum (LHBU) form 704.

Page 182: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

176

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

5. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabahkepada Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapatdilakukan paling banyak:a. sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar

Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan perNasabah melalui Transaksi Spot;

b. sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar AmerikaSerikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabahmelalui Transaksi Derivatif Valuta Asing TerhadapRupiah yang standar (plain vanilla).

6. Ketentuan pada angka 5 diatas berlaku pula untukpembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukandalam rangka transaksi swap jual (Spot beli pada nearleg).

7. Dokumen Underlying Transaksi untuk transaksi swapjual dapat menggunakan Underlying Transaksi daritransaksi swap jual dimaksud, termasuk UnderlyingTransaksi berupa penjualan valuta asing terhadap Rupiah.

8. Ketentuan pada angka 5 di atas berlaku pula untukpembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukandalam rangka transaksi swap beli (forward beli padafar leg).

9. Underlying Transaksi berupa investasi dan/atau transaksiyang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kebijakanPemerintah terkait perpajakan antara lain diatur sebagaiberikut:a. Underlying Transaksi berupa kebijakan tax amnesty

yang dapat digunakan dalam rangka Transaksi ValutaAsing Terhadap Rupiah adalah yang mengakibatkanadanya pengalihan harta ke wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia (repatriasi dana) dan didukungoleh dokumen repatriasi dana dalam rangka taxamnesty.

b. Dokumen repatriasi dana dalam rangka tax amnestydapat digunakan sebagai Underlying Transaksi padasaat wajib pajak melakukan lindung nilai terhadapinvestasi dana repatriasi di pasar domestik, antaralain investasi saham, obligasi, dan penempatandana pada Bank.

c. Dokumen repatriasi dana dalam rangka tax amnestydigunakan sebagai Underlying Transaksi palingsingkat 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalamketentuan Pemerintah yang mengatur mengenaipengampunan pajak (dalam masa periode kewajibanmenginvestasikan dana repatriasi di dalam negeri).

Page 183: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

177

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

d. Underlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty hanya dapatdigunakan 1 (satu) kali pada saat terjadinya konversidana masuk (dari valuta asing ke Rupiah) dan 1(satu) kali pada saat terjadinya konversi dana keluar(dari Rupiah ke valuta asing).

e. Dalam hal wajib pajak menggunakan dokumenrepatriasi dana dalam rangka tax amnesty sebagaiUnderlying Transaksi pada saat dilakukan konversidana keluar sebelum periode kewajibanmenginvestasikan dana repatriasi di dalam negeriberakhir, maka hasil konversi tersebut hanya dapatdiinvestasikan dalam mata uang valuta asing hinggaperiode kewajiban menginvestasikan dana repatriasidi dalam negeri berakhir.

f. Wajib pajak dapat melakukan konversi dana keluardilakukan secara bertahap, dengan menggunakanUnderlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty, dengan tidakmelampaui nominal Underlying Transaksi danarepatriasi.

g. Kewajiban memiliki Underlying Transaksi beruparepatriasi dana untuk Transaksi Valuta Asing TerhadapRupiah oleh wajib pajak tidak berlaku untukperpanjangan transaksi (roll over) atau pengakhirantransaksi (unwind) dalam rangka penyelesaianTransaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiahdalam rangka lindung nilai.

h. Underlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty sebagaimanadimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 9diatur sebagai berikut:1) gateway awal (Bank), dokumen berupa Surat

Keterangan Pengampunan Pajak (SKPP) dalamrangka pengalihan harta untuk menampungpengalihan dana wajib pajak dalam rangkaPengampunan Pajak;

2) gateway tujuan (Bank), antara lain berupa suratketerangan mengenai riwayat investasi;

3) Penyampaian dokumen Underlying Transaksipada huruf a dan b disertai dengan dokumenpendukung berupa pernyataan tertulis bermeteraicukup yang ditandatangani oleh wajib pajakatau pernyataan tertulis yang authenticated dariwajib pajak yang memuat informasi mengenai:

Page 184: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

178

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

a) keaslian dan kebenaran dokumen UnderlyingTransaksi;

b) penggunaan dokumen Underlying Transaksihanya digunakan untuk pembelian valutaasing terhadap Rupiah paling banyak sebesarnominal Underlying Transaksi dalam rangkatax amnesty dalam sistem perbankan diIndonesia;

c) hanya digunakan paling banyak 1 (satu) kalidi seluruh sistem perbankan di Indonesiauntuk tujuan konversi dana keluar.

10. Bank dilarang melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 ayat (1) PBI, kecuali untuk structuredproduct valuta asing terhadap Rupiah berupa CallSpread Option yang didukung oleh Underlying Transaksisebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) PBI.

11. Yang dimaksud dengan Call Spread Option adalahgabungan beli call option dan jual call option yangdilakukan secara simultan dalam satu kontrak transaksidengan strike price yang berbeda dan nominal yangsama.

12. Bank yang melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiondengan Nasabah diatur sebagai berikut:a) Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah

dalam bentuk structured product valuta asingterhadap Rupiah berupa Call Spread Option wajibmemiliki Underlying Transaksi.

b) Nominal transaksi structured product valuta asingterhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidakmelebihi nominal Underlying Transaksi.

c) Jangka waktu transaksi structured product valutaasing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiontidak melebihi jangka waktu Underlying Transaksi.

d) Transaksi Call Spread Option valuta asing terhadapRupiah merupakan satu kesatuan transaksi yangdilakukan secara simultan sehingga perhitungannominal transaksi tidak dihitung 2 (dua) kali.

13. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option wajib dilakukansecara dynamic hedging sebagaimana dimaksud dalamPasal 10 ayat (1) PBI.

14. Dynamic hedging wajib dilakukan dengan persyaratansebagai berikut:

Page 185: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

179

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

a) Kisaran kurs tidak overlap dengan kisaran kurstransaksi Call Spread Option awal.

b) Kisaran kurs tidak memiliki gap dengan kisaran kurstransaksi Call Spread Option awal.

c) Menggunakan Underlying Transaksi yang sama danbelum jatuh waktu.

d) Nominal tidak bersifat kumulatif.e) Memiliki jangka waktu paling kurang 6 (enam)

bulan untuk transaksi Call Spread Option awal yangmemiliki sisa jatuh waktu 6 (enam) bulan atau lebih.

f) Dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelahkurs pasar melampaui kisaran kurs Call SpreadOption awal.

g) Kurs pasar adalah kurs penutupan di pasar valutaasing domestik sebagaimana informasi yang tersediadi Reuters atau Bloomberg padapukul 16.00 WIB;atau acuan kurs lain yang ditetapkan oleh BankIndonesia.

15. Transaksi Spot yang dilakukan dalam rangka transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option dapat menggunakan UnderlyingTransaksi yang sama dengan transaksi Call SpreadOption awal.

16. Bank wajib memastikan Nasabah memiliki UnderlyingTransaksi yang dibuktikan dengan penyampaian dokumenUnderlying Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dandokumen pendukung untuk:a) transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah di atas jumlah

tertentu (threshold); ataub) transaksi structured product valuta asing terhadap

Rupiah berupa Call Spread Option.17. Bank menyampaikan laporan Transaksi Valuta Asing

Terhadap Rupiah, termasuk transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Option,melalui sistem pelaporan Bank Indonesia, yaitu LaporanHarian Bank Umum (LHBU).

18. Mekanisme pelaporan Transaksi Valuta Asing TerhadapRupiah mengacu kepada ketentuan yang mengaturmengenai Laporan Harian Bank Umum (LHBU).

19. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM

tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi ValutaAsing terhadap Rupiah antara Bank dengan PihakDomestik;

Page 186: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Transaksi Valuta AsingTerhadap Rupiah antaraBank dengan Pihak Asing

20. 18/35/DPPK

180

b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/15/DPMtanggal 12 Juni 2015 perihal Perubahan atas SuratEdaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asingterhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik;

c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/20/DPMtanggal 28 Agustus 2015 perihal Perubahan Keduaatas Surat Edaran Bank IndonesiaNomor 16/14/DPMtanggal 17 September 2014 perihal Transaksi ValutaAsing terhadap Rupiah antara Bank dengan PihakDomestik;

d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/23/DPMtanggal 30 September 2015 perihal PerubahanKetiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihalTransaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bankdengan Pihak Domestik; dan

e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/49/DPMtanggal 21 Desember 2015 perihal PerubahanKeempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihalTransaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bankdengan Pihak Domestik,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.20.Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada

tanggal 13 Desember 2016.

I. Latar BelakangKetentuan ini merupakan ketentuan pelaksanaan dariPeraturan Bank Indonesia (PBI) No.18/19/PBI/2016 tentangTransaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank denganPihak Asing.

II. Pokok-Pokok Pengaturan1. Kontrak yang digunakan dalam Transaksi Valuta Asing

Terhadap Rupiah berupa:a. konfirmasi tertulis berupa kontrak transaksi valuta

asing (derivatif) yang lazim digunakan oleh pelakupasar dan/atau diterbitkan oleh asosiasi terkait;dan/atau

b. konfirmasi tertulis yang menunjukkan terjadinyatransaksi yang antara lain berupa dealingconversation atau print out dari Society of WorldwideInterbank Financial Telecommunication (SWIFT).

Page 187: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

181

2. Kontrak transaksi valuta asing (derivatif) yang lazimdigunakan oleh pelaku pasar dapat berupa perjanjianinduk derivatif Indonesia. Penggunaan kontrak dalamTransaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah merupakantanggung jawab masing-masing pihak yang melakukantransaksi.

3. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksipembelian dan penjualan dalam denominasi seluruhvaluta asing terhadap Rupiah.

4. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadapRupiah, selain US Dollar terhadap Rupiah (misalnya Yenterhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah), perhitunganjumlah tertentu (threshold) kewajiban UnderlyingTransaksi adalah sebagai berikut:x threshold dalam USDKeterangan: Kurs pada rumus adalah terhadap RupiahKurs sebagaimana dimaksud dalam angka 6 merupakankurs penutupan Bank Indonesia pada 1 hari kerjasebelumnya (H-1), yang tersedia pada sistem LaporanHarian Bank Umum (LHBU) form 704.

5. Underlying Transaksi berupa investasi dan/atau transaksiyang dilakukan dalam rangka pelaksanaan kebijakanPemerintah terkait perpajakan antara lain diatur sebagaiberikut:a. Underlying Transaksi berupa kebijakan tax amnesty

yang dapat digunakan dalam rangka Transaksi ValutaAsing Terhadap Rupiah adalah yang mengakibatkanadanya pengalihan harta ke wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia (repatriasi dana) dan didukungoleh dokumen repatriasi dana dalam rangka taxamnesty.

b. Dokumen repatriasi dana dalam rangka tax amnestydapat digunakan sebagai Underlying Transaksi padasaat wajib pajak melakukan lindung nilai terhadapinvestasi dana repatriasi di pasar domestik, antaralain investasi saham, obligasi, dan penempatan danapada Bank.

c. Dokumen repatriasi dana dalam rangka tax amnestydigunakan sebagai Underlying Transaksi palingsingkat 3 (tiga) tahun sebagaimana diatur dalamketentuan Pemerintah yang mengatur mengenaipengampunan pajak (dalam masa periode kewajibanmenginvestasikan dana repatriasi di dalam negeri).

Page 188: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

182

d. Underlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty hanya dapatdigunakan 1 (satu) kali pada saat terjadinya konversidana masuk (dari valuta asing ke Rupiah) dan 1(satu) kali pada saat terjadinya konversi dana keluar(dari Rupiah ke valuta asing).

e. Dalam hal wajib pajak menggunakan dokumenrepatriasi dana dalam rangka tax amnesty sebagaiUnderlying Transaksi pada saat dilakukan konversidana keluar sebelum periode kewajibanmenginvestasikan dana repatriasi di dalam negeriberakhir, maka hasil konversi tersebut hanya dapatdiinvestasikan dalam mata uang valuta asing hinggaperiode kewajiban menginvestasikan dana repatriasidi dalam negeri berakhir.

f. Wajib pajak dapat melakukan konversi dana keluardilakukan secara bertahap, dengan menggunakanUnderlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty, dengan tidakmelampaui nominal Underlying Transaksi danarepatriasi.

g. Kewajiban memiliki Underlying Transaksi beruparepatriasi dana untuk Transaksi Valuta Asing TerhadapRupiah oleh wajib pajak tidak berlaku untukperpanjangan transaksi (roll over) atau pengakhirantransaksi (unwind) dalam rangka penyelesaianTransaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiahdalam rangka lindung nilai.

h. Underlying Transaksi berupa dokumen repatriasidana dalam rangka tax amnesty sebagaimanadimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 9diatur sebagai berikut:

i. gateway awal (Bank), dokumen berupa SuratKeterangan Pengampunan Pajak (SKPP) dalam rangkapengalihan harta untuk menampung pengalihandana wajib pajak dalam rangka Pengampunan Pajak;

j. gateway tujuan (Bank), antara lain berupa suratketerangan mengenai riwayat investasi;

k. Penyampaian dokumen Underlying Transaksi padahuruf a dan b disertai dengan dokumen pendukungberupa pernyataan tertulis bermeterai cukup yangditandatangani oleh wajib pajak atau pernyataantertulis yang authenticated dari wajib pajak yangmemuat informasi mengenai:

l. keaslian dan kebenaran dokumen UnderlyingTransaksi;

Page 189: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

183

m. penggunaan dokumen Underlying Transaksi hanyadigunakan untuk pembelian valuta asing terhadapRupiah paling banyak sebesar nominal UnderlyingTransaksi dalam rangka tax amnesty dalam sistemperbankan di Indonesia;

n. hanya digunakan paling banyak 1 (satu) kali di seluruhsistem perbankan di Indonesia untuk tujuan konversidana keluar.

6. Bank dilarang melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 10 ayat (1) PBI, kecuali untuk structuredproduct valuta asing terhadap Rupiah berupa Call SpreadOption yang didukung oleh Underlying Transaksisebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) PBI.

7. Yang dimaksud dengan Call Spread Option adalahgabungan beli call option dan jual call option yangdilakukan secara simultan dalam satu kontrak transaksidengan strike price yang berbeda dan nominal yangsama.

8. Bank yang melakukan transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiondengan Pihak Asing diatur sebagai berikut:a. Transaksi Derivatif Valuta Asing Terhadap Rupiah

dalam bentuk structured product valuta asingterhadap Rupiah berupa Call Spread Option wajibmemiliki Underlying Transaksi.

b. Nominal transaksi structured product valuta asingterhadap Rupiah berupa Call Spread Option tidakmelebihi nominal Underlying Transaksi.

c. Jangka waktu transaksi structured product valutaasing terhadap Rupiah berupa Call Spread Optiontidak melebihi jangka waktu Underlying Transaksi.

d. Transaksi Call Spread Option valuta asing terhadapRupiah merupakan satu kesatuan transaksi yangdilakukan secara simultan sehingga perhitungannominal transaksi tidak dihitung 2 (dua) kali.

9. Transaksi structured product valuta asing terhadapRupiah berupa Call Spread Option wajib dilakukansecara dynamic hedging sebagaimana dimaksud dalamPasal 11 ayat (1) PBI.

10.Dynamic hedging wajib dilakukan dengan persyaratansebagai berikut:a. Kisaran kurs tidak overlap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal.b. Kisaran kurs tidak memiliki gap dengan kisaran kurs

transaksi Call Spread Option awal.

Page 190: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

184

Perihal RingkasanNo. Peraturan

c. Menggunakan Underlying Transaksi yang sama danbelum jatuh waktu.

d. Nominal tidak bersifat kumulatif.e. Memiliki jangka waktu paling kurang 6 (enam)

bulan untuk transaksi Call Spread Option awal yangmemiliki sisa jatuh waktu 6 (enam) bulan atau lebih.

f. Dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelahkurs pasar melampaui kisaran kurs Call Spread Optionawal.

g. Kurs pasar adalah kurs penutupan di pasar valutaasing domestik sebagaimana informasi yang tersediadi Reuters atau Bloomberg pada pukul 16.00 WIB;atau acuan kurs lain yang ditetapkan oleh BankIndonesia.

11.Transaksi Spot yang dilakukan dalam rangka transaksistructured product valuta asing terhadap Rupiah berupaCall Spread Option dapat menggunakan UnderlyingTransaksi yang sama dengan transaksi Call Spread Optionawal.

12.Bank wajib memastikan Pihak Asing memiliki UnderlyingTransaksi yang dibuktikan dengan penyampaiandokumen Underlying Transaksi Valuta Asing TerhadapRupiah dan dokumen pendukung untuk:a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah di atas

jumlah tertentu (threshold); ataub. Transaksi structured product valuta asing terhadap

Rupiah berupa Call Spread Option.13.Bank menyampaikan laporan Transaksi Valuta Asing

Terhadap Rupiah, termasuk transaksi structured productvaluta asing terhadap Rupiah berupa Call Spread Option,melalui sistem pelaporan Bank Indonesia, yaitu LaporanHarian Bank Umum (LHBU).

14.Mekanisme pelaporan Transaksi Valuta Asing TerhadapRupiah mengacu kepada ketentuan yang mengaturmengenai Laporan Harian Bank Umum (LHBU).

15.Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM

tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi ValutaAsing Terhadap Rupiah antara Bank dengan PihakAsing;

b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/16/DPMtanggal 12 Juni 2015 perihal Perubahan atas SuratEdaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPM tanggal17 September 2014 perihal Transaksi Valuta AsingTerhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing;

Page 191: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank IndonesiaNomor 17/32/DPSDPtanggal 13 November2015 perihal Tata CaraLelang Surat BerhargaNegara di Pasar Perdanadan Penatausahaan SuratBerharga Negara

21. 18/36/DPSP

185

c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/21/DPMtanggal 28 Agustus 2015 perihal Perubahan Keduaatas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPMtanggal 17 September 2014 perihal Transaksi ValutaAsing Terhadap Rupiah antara Bank dengan PihakAsing; dan

d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/50/DPMtanggal 21 Desember 2015 perihal Perubahan Ketigaatas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/15/DPMtanggal 17 September 2014 perihal Transaksi ValutaAsing Terhadap Rupiah antara Bank denganPihakAsing,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.16.Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada

tanggal 13 Desember 2016.

1. Latar Belakang penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia(SEBI) ini adalah dalam rangka mendukung rencanaKementerian Keuangan - Direktorat Jenderal PengelolaanPembiayaan dan Risiko (DJPPR) untuk menerbitkan SuratUtang Negara (SUN) dalam valuta asing dengan denominasiEuro.

2. Pokok-pokok perubahan dan penambahan ketentuan dalamSurat Edaran Bank Indonesia ini adalah sebagai berikut:a. penambahan instrumen Surat Utang Negara valuta

asing dalam denominasi Euro (SUN Euro);b. penambahan peran Bank Indonesia sebagai Bank

Pembayar untuk transaksi SUN Euro;c. penambahan rekening dana yang dapat digunakan

untuk setelmen dana atas transaksi SBN, menjadi:rekening Giro Rupiah, rekening Giro valuta asing,transaksi SUN Euro;

d. penambahan informasi rekening bank korespondenBank Indonesia untuk transaksi SUN Euro, yaitu TheDeutsche Bundesbank di Frankfurt;

e. penambahan mekanisme penyediaan dan setelmendana, serta pembayaran bunga/kupon dan/ataupelunasan pokok/nilai nominal untuk SUN Euro;

f. penambahan ketentuan bagi Peserta untuk mengirimkankonfirmasi penyediaan dana ke Bank Indonesia melaluisarana SWIFT (MT299); dan

g. Penambahan kewajiban Bank Indonesia untukmeneruskan pembayaran bunga/kupon dan/ataupelunasan pokok/nilai nominal sebagai bank pembayaratas transaksi SUN Euro.

Page 192: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank IndonesiaNomor 17/30/DPSDPtanggal 13 November2015 perihalPenyelenggaraan SetelmenDana Seketika melaluiSistem Bank Indonesia-RealTime Gross Settlement

Perubahan Keempat atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor17/17/DKMP Tanggal 26Juni 2015 perihalPerhitungan Giro WajibMinimum Bank Umumdalam Rupiah dan ValutaAsing bagi Bank UmumKonvensional

22.

23.

18/37/DPSP

18/38/DKMP

186

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

1. Latar Belakang penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia(SEBI) ini adalah dalam rangka mendukung rencanaKementerian Keuangan - Direktorat Jenderal PengelolaanPembiayaan dan Risiko (DJPPR) untuk menerbitkan SuratUtang Negara (SUN) dalam valuta asing dengan denominasiEuro, maka perlu dilakukan penambahan rekening yangdapat digunakan Peserta untuk melakukan transaksimulticurrency dan penyesuaian kode transaksi (transactiontype code) untuk transaksi Bank Indonesia ke Peserta dalamvaluta asing.

2. Dengan diberlakukannya SEBI ini maka pelaksanaan transaksimulticurrency dapat menggunakan rekening selain RekeningGiro, sepanjang telah memenuhi persyaratan yangditetapkan oleh Penyelenggara.

I. Latar Belakang Pengaturan:Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank UmumDalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank UmumKonvensional sebagaimana telah diubah terakhir denganPBI Nomor 18/14/PBI/2016 dan dalam rangka penyesuaianorganisasi satuan kerja di Bank Indonesia, perlu melakukanperubahan keempat atas Surat Edaran Bank IndonesiaNomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihalPerhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalamRupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.

II. Substansi Penyempurnaan:1. Penyesuaian materi terkait pelaporan, yaitu pengaturan

mengenai:a. penyampaian pelaporan surat berharga yang

diterbitkan oleh bank yang berkantor pusat selaindi wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia melaluiemail;

b. penyampaian nama petugas dan penanggung jawabyang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikanlaporan, serta alamat email pengirim laporan suratberharga yang diterbitkan oleh bank yang berkantorpusat selain di wilayah kerja kantor pusat BankIndonesia; dan

c. penyampaian pelaporan surat berharga yangditerbitkan oleh bank yang berkantor pusat selaindi wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dalambentuk hardcopy dan softcopy dalam halpenyampaian melalui email sebagaimana dimaksuddalam huruf a tidak dapat dilakukan;

Page 193: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

187

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

Perubahan Kedua atasSurat Edaran BankIndonesia Nomor9/13/DASP tanggal 19 Juni2007 perihal Daftar HitamNasional Penarik Cekdan/atau Bilyet GiroKosong

24. 18/39/DPSP

dari sebelumnya kepada Kantor Perwakilan BankIndonesia setempat menjadi kepada DepartemenPengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. DivisiPengelolaan dan Pengawasan 1.

2. Penyesuaian materi terkait korespondensi GWM, yaitupengaturan mengenai:a. penyampaian pemberitahuan tertulis bahwa bank

tutup pada hari yang ditetapkan libur secarafakultatif; dan

b. penyampaian informasi mengenai perhitunganKPMM bank hasil merger atau konsolidasi;

dari sebelumnya kepada Kantor Perwakilan BankIndonesia setempat menjadi kepada DepartemenPengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. DivisiPengelolaan dan Pengawasan 1.

3. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal1 Januari 2017.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini diterbitkan sebagaiketentuan pelaksana dari Peraturan Bank Indonesia (PBI)No. 18/43/PBI/2016 tentang Perubahan atas PBI Nomor8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cekdan/atau Bilyet Giro Kosong (DHN).

2. Pokok-pokok materi pengaturan dalam perubahan SEBIDHN adalah sebagai berikut:a. Penambahan kewajiban Bank untuk menatausahakan

Cek dan/atau Bilyet Giro yang didistribusikan kepadaNasabah, yaitu:1) jumlah lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang diproses

oleh Bank, yang terdiri atas: Cek dan/atau BilyetGiro yang dicetak, didistribusikan ke Nasabah, dandiproses melalui loket (over the counter) dan kliring;

2) jumlah lembar Cek dan/atau Bilyet Giro yang ditolakmelalui loket (over the counter) dan kliring besertaalasannya; dan

3) penyalahgunaan Cek dan/atau Bilyet Giro.b. Perubahan ketentuan mengenai kewajiban penyediaan

Dana bagi Penarik Bilyet Giro, yaitu:1) penyediakan Dana yang cukup wajib telah disediakan

pada Bank Tertarik sejak Tanggal Efektif sampaidengan berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan;

2) dalam hal pada saat pengunjukan tidak tersediadana yang cukup atau Rekening telah ditutup makaPenarikan tersebut dikategorikan sebagai PenarikanCek dan/atau Bilyet Giro Kosong.

Page 194: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

188

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

c. Pembatalan Cek dan/atau Bilyet Giro, dimana untukBilyet Giro tidak dapat dibatalkan selama TenggangWaktu Pengunjukan.

d. Perubahan ketentuan mengenai alasan penolakan Cekdan/atau Bilyet Giro, yaitu:1) alasan 3, unsur Cek atau syarat formal Bilyet Giro

tidak dipenuhi, yaitu:a) untuk Cek, tidak terdapat penyebutan tempat

dan tanggal Penarikan; ataub) untuk Bilyet Giro, tidak terdapat penyebutan

tanggal Penarikan dan/atau tanggal efektif;2) alasan 7, syarat formal Bilyet Giro berupa jumlah

Dana yang dipindahbukukan baik dalam angkamaupun dalam huruf secara lengkap tidak dipenuhiatau terdapat perbedaan jumlah Dana yangdipindahbukukan dalam angka dan dalam huruf;

3) alasan 8, Bilyet Giro tidak dilengkapi dengan tandatangan basah; dan

4) alasan 12, koreksi Bilyet Giro tidak ditandatanganioleh Penarik dan/atau dilakukan lebih dari 3 (tigakali), sedangkan untuk koreksi Cek dilakukan apabilatidak sesuai dengan ketentuan Pasal 228 KUHD.

e. Adanya kewajiban Bank Tertarik melakukan penahanandan penundaan pembayaran terhadap Cek dan/atauBilyet Giro yang diduga palsu atau dimanipulasi, denganketentuan:1) setelah dilakukan penahanan dan penundaan

pembayaran, Bank wajib melakukan verifikasi palinglama sampai dengan 1 hari kerja berikutnya;

2) Bank harus menginformasikan mengenai penahanandan penundaan pembayaran kepada Pemegangatau Bank Penagih;

3) jika berdasarkan verifikasi:a) indikasi pemalsuan tidak terbukti, Bank wajib:

i. melakukan pembayaran atau pemindah-bukuan melalui mekanisme transfer danaapabila Cek dan/atau Bilyet Giro memenuhipersyaratan;

ii. menolak Cek dan/atau Bilyet Giro apabilaCek dan/atau Bilyet Giro tidak memenuhipersyaratan,

dan menginformasikannya kepada Pemegangatau Bank Penagih.

Page 195: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Perubahan atas SuratEdaran Bank IndonesiaNomor 18/7/DPSP tanggal2 Mei 2016 perihalPenyelenggaraan TransferDana dan Kliring Berjadwaloleh Bank Indonesia

25. 18/40/DPSP

189

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b) indikasi pemalsuan terbukti, Bank wajib:i. menginformasikan indikasi pemalsuan Cek

dan/atau Bilyet Giro kepada Penarik untukdapat diproses secara hukum;

ii. melaporkan indikasi pemalsuan Cek dan/atauBilyet Giro sesuai ketentuan yang berlaku;

iii. melaporkan kepada Bank Indonesiamengenai penyalahgunaan Cek dan/atauBilyet Giro; dan

iv. menginformasikan pemalsuan ataumanipulasi Cek dan/atau Bilyet Giro kepadaBank Penerima.

f. Pengenaan biaya administrasi permohonan pembatalanpenolakan Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong belumtermasuk Pajak Pertambahan Nilai.

g. Kewajiban Bank untuk menyampaikan laporan berkalapenggunaan Cek dan/atau Bilyet Giro selam periode 1Januari sampai dengan 31 Desember yang disampaikanpaling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.

3. Ketentuan dalam perubahan SEBI DHN ini mulai berlakupada tanggal 1 April 2017.

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini merupakan perubahanatas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggal2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana danKliring Berjadwal oleh Bank Indonesia.

2. Pokok-pokok materi pengaturan SEBI tersebut adalahsebagai berikut:a. Pengaturan bahwa penyerahan Warkat Debit berupa

cek dan/atau bilyet giro kepada Peserta pengirim harusdilakukan oleh nasabah penerima atau pihak yangmenerima kuasa dari nasabah penerima.

b. Pembatasan nilai nominal Warkat Debit, yaitu:1) untuk cek dan/atau bilyet giro, dibatasi paling tinggi

sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);dan

2) untuk nota debit tidak dibatasi.c. Penyesuaian pengaturan mengenai penahanan Warkat

Debit karena adanya dugaan tindak pidana, yaitu:1) Penahanan Warkat Debit dilakukan dengan

membuat surat keterangan penahanan bahwaPeserta penerima telah menerima serta menahanWarkat Debit karena:

2) hilang atau dicuri berdasarkan surat keterangan darikepolisian; dan/atau

Page 196: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

190

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

PenyelenggaraanPemrosesan TransaksiPembayaran

26. 18/41/DKSP

3) terdapat indikasi pemalsuan, sehingga wajibdilakukan verifikasi,

4) Surat keterangan penahanan tersebut disampaikankepada Peserta pengirim untuk selanjutnyadiinformasikan kepada nasabah penagih.

5) Apabila penahanan Warkat Debit dilakukan karenaterdapat indikasi pemalsuan, Peserta penerima wajibmenyampaikan hasil verifikasi kepada Pesertapengirim paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya.

d. Penyesuaian mengenai perhitungan dan pembebananWarkat Debit oleh Koordinator PWD yang melakukanpertukaran Warkat Debit secara otomasi yaitu:1) perhitungan jumlah lembar Warkat Debit reject

yang diserahkan oleh Peserta pengirim dilakukanterhadap Warkat Debit reject pada field nominaldan dibebankan kepada Peserta pengirim;

2) perhitungan jumlah lembar Warkat Debit reject yangditerima dilakukan terhadap Warkat Debit rejectpada field nomor seri, sandi kliring, nomor rekening,dan kode transaksi dan dibebankan kepada Pesertapenerima.

3. Ketentuan dalam SEBI Penyelenggaraan Transfer Dana danKliring Berjadwal oleh Bank Indonesia ini mulai berlakupada tanggal 1 April 2017.

1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/41/DKSP perihalPenyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran (SEBIPTP) diterbitkan sehubungan dengan telah diundangkannyaPeraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentangPenyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran padatanggal 9 November 2016 (PBI PTP). SEBI ini berisi pengaturanteknis atas materi ketentuan yang diatur dalam PBI PTPdalam rangka memperjelas dan memberikan pedomanterhadap penyelenggaraan pemrosesan transaksipembayaran.

2. Pokok-pokok pengaturan SEBI PTP meliputi:a. persyaratan, tata cara, dan pemrosesan permohonan

izin sebagai Penyelenggara Switching, PenyelenggaraPayment Gateway, dan Penyelenggara DompetElektronik;

b. persyaratan, tata cara, dan pemrosesan permohonanpersetujuan pengembangan kegiatan jasa sistempembayaran, pengembangan produk dan aktivitas jasasistem pembayaran, dan kerja sama;

Page 197: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

191

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

c. persyaratan kepemilikan saham bagi Prinsipal,Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, danPenyelenggara Penyelesaian Akhir;

d. pemrosesan transaksi pembayaran secara domestik;e. penyelenggaraan Dompet Elektronik yang dapat

menyimpan data instrumen dan menampung dana;f. pengawasan dan laporan penyelenggaraan kegiatan

jasa sistem pembayaran;g. penggabungan, peleburan, pemisahan, atau pengambil-

alihan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran;h. tata cara pengenaan sanksi administratif; dani. pencabutan izin Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran

atas permintaan sendiri.3. Pihak yang akan mengajukan izin sebagai Penyelenggara

Switching, Penyelenggara Payment Gateway, danPenyelenggara Dompet Elektronik wajib memenuhipersyaratan umum dan persyaratan aspek kelayakan sebagaiPenyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang meliputilegalitas dan profil perusahaan, hukum, kesiapan operasional,keamanan dan keandalan sistem, kelayakan bisnis,kecukupan manajemen risiko, dan perlindungan konsumen.

4. Pemenuhan persyaratan umum dan persyaratan aspekkelayakan sebagaimana dimaksud pada angka 3 bagiLembaga Selain Bank yang mengajukan izin sebagaiPenyelenggara Dompet Elektronik juga mempertimbangkankecukupan modal disetor paling sedikit Rp3.000.000.000,00(tiga milyar rupiah).

5. Bagi pihak yang mengajukan izin sebagai Prinsipal,Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, danPenyelenggara Penyelesaian Akhir harus berbentuk perseroanterbatas yang paling sedikit 80% sahamnya dimiliki oleh:a. WNI; dan/ataub. badan hukum Indonesia.Dalam hal terdapat kepemilikan asing, maka perhitunganjumlah kepemilikan asing tersebut meliputi kepemilikansecara langsung dan kepemilikan secara tidak langsung.

6. Perhitungan kepemilikan saham sebagaimana dimaksudpada angka 5 untuk saham perseroan terbuka hanyadilakukan terhadap kepemilikan saham dengan persentase5% (lima persen) atau lebih.

7. Kepemilikan asing sebagaimana dimaksud pada angka 5dihitung sebagai berikut:a. kepemilikan langsung dihitung berdasarkan 1 (satu)

jenjang kepemilikan saham di atas calon Prinsipal,Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, danPenyelenggara Penyelesaian Akhir; dan

Page 198: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

192

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

b. kepemilikan tidak langsung dihitung berdasarkan 2(dua) jenjang kepemilikan saham di atas calon Prinsipal,Penyelenggara Switching, Penyelenggara Kliring, danPenyelenggara Penyelesaian Akhir.

8. Pemrosesan permohonan izin atau persetujuan BankIndonesia melakukan:a. penelitian administratif berupa penelitian kelengkapan,

kebenaran dan kesesuaian dokumen;b. analisis terhadap kelayakan bisnis calon atau

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran; danc. pemeriksaan (on-site) terhadap calon atau Penyelenggara

Jasa Sistem Pembayaran.9. Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran yang telah

memperoleh izin atau persetujuan Bank Indonesia wajibmenyelenggarakan kegiatannya paling lambat 180 (seratusdelapan puluh) hari sejak tanggal surat pemberian izinatau persetujuan dari Bank Indonesia.

10.Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran wajibmenyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaransecara domestik. Transaksi pembayaran yang wajib diprosessecara domestik adalah transaksi pembayaran yang:a. menggunakan instrumen pembayaran yang diterbitkan

oleh Penerbit di Indonesia atau menggunakan layananpembayaran yang disediakan oleh Penyelenggara JasaSistem Pembayaran; dan

b. dilakukan di wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

11.Dana yang ditampung dalam Dompet Elektronik hanyadapat digunakan untuk tujuan pembayaran yang mencakup:a. pembayaran transaksi belanja (purchasing); danb. pembayaran tagihan.

12.Batas dana yang dapat ditampung dalam Dompet Elektronikpaling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

13.Penyelenggara Payment Gateway yang melakukan fungsiuntuk menyelesaikan pembayaran kepada pedagang(merchant aggregator) wajib:a. memiliki dan menjalankan mekanisme dan prosedur

mengenai:1) asesmen kelayakan pedagang (merchant acquisition)

yang difasilitasi dengan penyediaan PaymentGateway; dan

2) penyelesaian pembayaran kepada pedagang.b. melakukan evaluasi terhadap kelancaran dan keamanan

transaksi pembayaran yang dilakukan melalui pedagang.14.Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia bertujuan

untuk:

Page 199: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

193

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

a. menilai kepatuhan Penyelenggara Jasa SistemPembayaran terhadap peraturan perundang-undangandi bidang sistem pembayaran; dan

b. memastikan penyelenggaraan sistem pembayarandilakukan secara lancar, aman, efisien, dan andal sertadengan memperhatikan perluasan akses, perlindungankonsumen, dan kepentingan nasional serta mengacupada peraturan perundang-undangan.

15.Jenis laporan yang wajib disampaikan oleh PenyelenggaraSwitching, Penyelenggara Payment Gateway, danPenyelenggara Dompet Elektronik, serta Bank yangmenyelenggarakan Proprietary Channel meliputi:a. Laporan berkala, terdiri atas:

1) laporan bulanan, yang paling sedikit memuatinformasi mengenai nilai dan volume transaksi;

2) laporan triwulanan, yang paling sedikit memuatinformasi mengenai pencatatan dan penagananfraud yang terjadi;

3) laporan tahunan, yaitu laporan rencana bisnispenyelenggaraan jasa sistem pembayaran; dan

4) laporan hasil audit sistem informasi secara berkalapaling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.

b. Laporan insidental, terdiri atas:1) laporan gangguan dalam pemrosesan transaksi

pembayaran;2) laporan perubahan modal dan/atau perubahan

susunan pemegang saham serta perubahan susunanpengurus;

3) laporan terjadinya force majeure;4) laporan perubahan data dan informasi pada

dokumen perizinan; dan5) laporan lainnya.

16.Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 15berlaku juga bagi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, PenyelenggaraKliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir.

17.Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap PenyelenggaraJasa Sistem Pembayaran berlaku ketentuan sebagai berikut:a. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan oleh

Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa Bankmaka Bank tersebut wajib menyampaikan laporan secaratertulis mengenai rencana pengambilalihan tersebutkepada Bank Indonesia; dan

b. dalam hal pengambilalihan akan dilakukan olehPenyelenggara Jasa Sistem Pembayaran berupa LembagaSelain Bank maka Lembaga Selain Bank tersebut wajibmenyampaikan permohonan persetujuan secara tertuliskepada Bank Indonesia.

Page 200: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

Kegiatan Usaha PenukaranValuta Asing Bukan Bank

27. 18/42/DKSP

194

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

1. Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) ini diterbitkan denganpertimbangan bahwa perlu diatur ketentuan pelaksanaanPeraturan Bank Indonesia Nomor 18/20/PBI/2016 tentangKegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank(KUPVA BB).

2. Hal-hal yang diatur dalam SEBI ini meliputi;a. penyelesaian transaksi jual dan beli Uang Kertas Asing

(UKA) terhadap Rupiah;b. kriteria pembelian UKA dengan dokumen underlying

transaksi;c. larangan bagi Penyelenggara untuk mengenakan biaya

dalam melakukan jual dan beli UKA kepada Nasabah;d. tata cara penanganan dan penyelesaian pengaduan

Nasabah;e. persyaratan dokumen dan tata cara permohonan izin

sebagai Penyelenggara;f. masa berlaku dan tata cara pengajuan perpanjangan

izin;g. materi pelatihan atau sertifikasi bagi Direksih. pencantuman logo, sertifikat dan nama dagang;i. proses pembukaan kantor cabang dan gerai,

pemindahan alamat dan penutupan kantor cabang;j. penghentian kegiatan usaha;k. tata cara pelaksanaan kerja sama dengan pihak selain

Penyelenggara; danl. persyaratan jual dan beli UKA dikawasan perbatasan.

3. Kewajiban Penyelenggara dalam penerapan prinsipperlindungan konsumen, yaitu prinsip keadilan dankeandalan, prinsip transparansi, prinsip perlindungan datadan/atau informasi konsumen, serta prinsip penanganandan penyelesaian pengaduan konsumen secara efektif.

4. Tahapan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalammelakukan pemrosesan izin adalah:a. penelitian pemenuhan persyaratan kelembagaan dan

kondisi keuangan;b. penelitian pemenuhan persyaratan sebagai anggota

Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan pemegangsaham calon Penyelenggara;

c. pemeriksaan lokasi tempat usaha calon Penyelenggara;dan

d. penyuluhan ketentuan.5. Dalam hal Penyelenggara telah memperoleh izin wajib

melaksanakan kegiatan usahanya dalam jangka waktu 30(tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan.

Page 201: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

195

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

6. Izin sebagai Penyelenggara KUPVA BB berlaku selama 5(lima) tahun terhitung sejak tanggal pemberian izin dandapat diperpanjang berdasarkan permohonan Penyelenggarakepada Bank Indonesia

7. Pencabutan izin usaha KUPVA BB bisa dilakukan oleh BankIndonesia apabila:a. Penyelenggara tidak lagi beroperasi atau melakukan

kegiatan usaha;b. Penyelenggara tidak lagi memiliki pengurus aktif yang

bertanggungjawab; dan/atauc. Penyelenggara melakukan pemindahan alamat lokasi

usaha tanpa persetujuan Bank Indonesia.8. Apabila terdapat perubahan anggota Direksi, anggota

Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham, maka calonanggota Direksi, calon anggota Dewan Komisaris, dan/ataupemegang saham wajib memperoleh persetujuan terlebihdahulu dari Bank Indonesia.

9. Anggota Direksi penyelenggara KUPVA BB harus mengikutipelatihan/sertifikasi yang mendukung penyelenggaraanKUPVA BB, antara lain materi mengenai Anti PencucianUang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme, pengelolaankeuangan (bisnis), manajemen umum, manajemen risiko,atau materi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan usahapenukaran valuta asing.

10.Penyelenggara KUPVA BB dalam menjalankan kegiatanusaha wajib mencantumkan:a. logo Penyelenggara KUPVA BB berizin;b. sertifikat izin usaha yang diterbitkan oleh Bank Indonesia;

danc. papan nama yang bertuliskan "Penyelenggara Kegiatan

Usaha Penukaran Valuta Asing Berizin” atau ”AuthorizedMoney Changer”, nama Perseroan TerbatasPenyelenggara dan nama dagang, dan nomor dantanggal Surat Keputusan Pemberian Izin Usaha (KPmIU).

11.Penyelenggara KUPVA BB yang akan menyelenggarakanpembukaan kantor cabang harus menjalankan kegiatanusahanya paling sedikit 2 (dua) tahun sejak tanggaldikeluarkannya izin dan memenuhi persyaratan modaldisetor.

12.Pembukaan gerai (counter) dapat dilakukan denganpersyaratan untuk mendukung kegiatan tertentu antaralain pameran atau kegiatan internasional, dilakukan diwilayah kantor pusat dan/atau di wilayah kantor cabangPenyelenggara dan dilakukan paling lama 1 (satu) bulandan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.

Page 202: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

196

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

13.Penyelenggara KUPVA BB wajib menyampaikan laporankepada Bank Indonesia berupa:a. Laporan Berkala, yang terdiri atas:

1) Laporan Kegiatan Usaha (LKU)Laporan Kegiatan Usaha (LKU) yaitu laporan transaksipenjualan dan pembelian UKA, dan laporan transaksipembelian Cek Pelawat; dan

2) Laporan KeuanganLaporan Keuangan yaitu Neraca (Laporan PosisiKeuangan), Laporan Laba Rugi, dan LaporanPerubahan Ekuitas akhir tahun.

b. Laporan Insidental yang antara lain terdiri atas:1) laporan pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris,

dan/atau perubahan pemegang saham;2) laporan keikutsertaan anggota Direksi dalam

pelatihan/sertifikasi;3) laporan pelaksanaan pembukaan kantor cabang;4) laporan rencana pembukaan gerai (counter);5) laporan pelaksanaan pemindahan alamat kantor;6) laporan perubahan nama Perseroan Terbatas;7) laporan perubahan modal dasar dan/atau modal

disetor;8) laporan gangguan dalam kegiatan usaha penukaran

valuta asing termasuk upaya yang telah dilakukanuntuk menanggulanginya;

9) laporan terjadinya force majeure yaitu suatu keadaanyang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara yangmenyebabkan kegiatan usaha tidak dapat dilakukanyang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas padakebakaran, kerusuhan massa, sabotase, sertabencana alam seperti gempa bumi dan banjir yangdinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yangberwenang setempat, termasuk Bank Indonesia;

10) laporan pelaksanaan kerjasama dengan hotel ataubadan usaha sejenis hotel; dan

11) laporan lainnya yang sewaktu-waktu diminta BankIndonesia seperti laporan kurs valuta asing tanggaltertentu, laporan transaksi keuangan tertentu, danlaporan rencana kerja sama.

14.Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadapPenyelenggara secara langsung dengan cara pemeriksaanatas kegiatan usaha Penyelenggara untuk meneliti danmengevaluasi tingkat kepatuhan Penyelenggara terhadapketentuan dan secara tidak langsung yang merupakantindakan pemantauan yang dilakukan dalam bentuk analisisterhadap laporan yang disampaikan Penyelenggara atauinformasi dari pihak lain.

Page 203: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah

Perihal RingkasanNo. Peraturan

197

Buletin Hukum Kebanksentralan • Volume 13, Nomor 2, Juli - Desember 2016

15.Penyelenggara KUPVA BB bisa melakukan kerja samadengan pihak selain Penyelenggara KUPVA BB (hotel ataubadan usaha di bidang penyediaan jasa akomodasi) untukmelakukan kegiatan pembelian UKA dengan persetujuanBank Indonesia.

16.Pihak selain Penyelenggara KUPVA BB yang melakukanjual dan beli UKA di kawasan perbatasan Indonesia harusberupa badan usaha yang menjalankan kegiatan usaha dikawasan perbatasan Indonesia dan wajib terlebih dahulumemperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.

17.Penyelenggara KUPVA BB yang melanggar ketentuan dalamSurat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratifberupa:a. teguran tertulis;b. kewajiban membayar;c. penghentian kegiatan usaha; dan/ataud. pencabutan izin.

18.Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal30 Desember 2016.

Page 204: BULETIN HUKUM KEBANKSENTRALAN - bi.go.id · Buletin Hukum Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Departemen Hukum Bank Indonesia. Isi/materi tulisan dan hasil penelitian ... dan makalah