BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi...

118

Transcript of BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi...

Page 1: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal
Page 2: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

1ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan II - 2007

SUSUNAN PENGURUSBULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan MoneterBank Indonesia

PelindungPelindungPelindungPelindungPelindungDewan Gubernur Bank Indonesia

Dewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorDewan EditorProf. Dr. Anwar Nasution

Prof. Dr. Miranda S. GoeltomProf. Dr. Insukindro

Prof. Dr. Iwan Jaya AzisProf. Iftekhar HasanDr. M. Syamsuddin

Dr. Perry WarjiyoDr. Halim Alamsyah

Dr. Iskandar SimorangkirDr. Solikin M. JuhroDr. Haris Munandar

Dr. Andi M. Alfian Parewangi

Pimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialPimpinan EditorialDr. Perry Warjiyo

Dr. Iskandar Simorangkir

Direktur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDirektur EksekutifDr. Andi M. Alfian Parewangi

SekretariatSekretariatSekretariatSekretariatSekretariatToto Zurianto, MBA

MS. Artiningsih, MBA

Buletin ini diterbitkan oleh Bank Indonesia, Direktorat Riset Ekonomidan Kebijakan Moneter. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisandibuletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukanmerupakan pandangan resmi Bank Indonesia.

Kami mengundang semua pihak untuk menulis pada buletin inipaper dikirimkan dalam bentuk file ke Direktorat Riset Ekonomi danKebijakan Moneter, Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 20;Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta Pusat, email : [email protected]

Buletin ini diterbitkan secara triwulan pada bulan April, Juli, Oktober danJanuari, bagi yang ingin memperoleh terbitan ini dapat menghubungiSeksi Publikasi - Bagian Administrasi, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter,Bank Indonesia Gedung Sjafruddin Prawiranegara Lt. 2; Jl. M.H. Thamrin No. 2,Jakarta Pusat, telp. (021) 381-8206. Untuk permohonan berlangganan:telp. (021) 3818202, fax. (021) 3802283, email: [email protected].

Page 3: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

BULETIN EKONOMI MONETERDAN PERBANKAN

Volume 13, Nomor 2, Oktober 2010

Analisis Triwulanan: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Triwulan III - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Yati Kurniati, Yanfitri

Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama

Krisis Finansial Global : Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Iskandar Simorangkir, Justina Adamanti

Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus Asean-5 +3

Dimas Bagus Wiranata Kusuma, Arief Dwi Putranto

Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori

Permainan Dan Pendekatan

Piter Abdullah

135

193

223

169

131

Page 4: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal
Page 5: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

131ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2010

Akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berlanjut dan stabilitas makro tetap

terjaga. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh peningkatan konsumsi dan

ekspor serta investasi. Konsumsi meningkat dipicu oleh optimisme keyakinan konsumen,

tersedianya sumber pembiayaan konsumsi dan rendahnya harga impor. Sementara itu, kegiatan

ekspor yang membaik terutama didorong masih kuatnya permintaan dari China dan India.

Peningkatan permintaan domestik dan internasional ini berdampak pada meningkatnya

pertumbuhan investasi. Perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan tumbuh 6,0%-

6,3% dan pada tahun 2011 mencapai kisaran 6,0%-6,5%. Dari sisi harga, inflasi masih mencatat

peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan III-2010. Peningkatan harga yang terjadi terutama

masih bersumber dari kelompok volatile food, yaitu aneka bumbu dan sayuran. Sementara itu,

tekanan inflasi kelompok inti dan administered prices masih pada tingkat yang rendah. Bank

Indonesia terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut dan meningkatkan koordinasi

kebijakan bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, serta akan melakukan

respons dengan bauran kebijakan yang diperlukan agar inflasi tetap berada pada sasaran yang

ditetapkan, yaitu 5%±1% pada tahun 2010.

Perekonomian global masih terus menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak merata.

Perekonomian negara-negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Jepang dan China mengalami

perlambatan. Melambatnya pertumbuhan ekonomi AS terutama disebabkan konsumsi yang

masih tertekan akibat tingginya pengangguran dan credit crunch, sementara perlambatan

ekonomi Jepang disebabkan penguatan yen yang berdampak pada daya saing ekspor. China

yang sebelumnya tumbuh cepat kini harus mengerem pertumbuhan ekonominya untuk

menghindari overheating. Di sisi lain, negara-negara Eropa khususnya Jerman dan Perancis

tumbuh lebih baik dari perkiraan. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh ekspor yang

meningkat serta hasil stress test perbankan Eropa yang lebih baik dari perkiraan sehingga

memicu optimisme pelaku ekonomi. Selain itu, perekonomian negara-negara emerging market

juga tetap tumbuh dengan solid. Industri global yang terus berekspansi dan volume perdagangan

ANALISIS TRIWULANAN:Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,

Triwulan III - 2010

Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia

Page 6: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

132 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

dunia yang terus meningkat membuat perekonomian dunia pada triwulan III-2010 tetap tumbuh

meski lebih moderat dibandingkan dari triwulan II-2010.

Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan III-2010 diperkirakan lebih baik dari

triwulan sebelumnya. Pada triwulan III-2010, ekonomi domestik diperkirakan tumbuh 6,3%(yoy).

Pertumbuhan tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan tetap tumbuh

di atas 5% (yoy). Pertumbuhan konsumsi ini dipacu oleh optimisme konsumen dan meningkatnya

pendapatan yang antara lain berasal dari hasil ekspor. Pertumbuhan ekspor pada triwulan III-

2010 diperkirakan mencapai 11,4%. Pertumbuhan ekspor ini dipicu oleh pertumbuhan ekonomi

global yang terus membaik terutama China dan India seiring dengan semakin tersebarnya

negara tujuan ekspor. Investasi diperkirakan tumbuh sebesar 9,9% (yoy) pada triwulan III-2010

sebagai respons atas meningkatnya permintaan serta membaiknya iklim investasi. Kondisi ini

berimplikasi pada impor yang juga meningkat. Secara sektoral, sektor nontradable tumbuh

lebih cepat dibandingkan dengan sektor tradable.

Perkembangan ekonomi yang membaik tersebut juga tercermin pada perkembangan

ekonomi di daerah yang terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi daerah terutama didorong

oleh kinerja ekonomi di wilayah Sumatera dan Indonesia bagian Timur (Sulawesi, Maluku,

Papua √ Sulampua) pada subsektor perkebunan dan sektor pertambangan. Selain itu, kinerja

industri pengolahan dan sektor bangunan di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabalnustra),

dan Kalimantan memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. Di

sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi daerah ditopang oleh konsumsi dan investasi sejalan

dengan masih tingginya optimisme konsumen, peningkatan kredit konsumsi, serta stabilnya

nilai tukar petani. Dari sisi investasi, peningkatan terjadi pada investasi bangunan maupun

nonbangunan. Kegiatan investasi bangunan yang tumbuh cukup tinggi terjadi di Jakarta dan

Jabalnustra. Kegiatan investasi bangunan di Jakarta terutama pada sektor properti untuk retail

dan perkantoran. Dari sisi ekspor, peningkatan ekspor komoditas manufaktur terutama berasal

dari Jabalnustra dan DKI Jakarta. Sementara peningkatan ekspor komoditas sumber daya alam

(SDA) berasal dari wilayah Kalimantan, Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua) dan Sumatra,

meskipun terdapat gangguan produksi yang disebabkan anomali cuaca.

Dari sisi harga, inflasi sepanjang triwulan III-2010 menunjukkan peningkatan yang terutama

bersumber dari kelompok volatile food. Masih tingginya tekanan inflasi dari kelompok volatile

food akibat gangguan distribusi dan produksi yang disebabkan anomali cuaca serta kenaikan

tarif dasar listrik untuk rumah tangga. Sementara itu, tekanan inflasi juga bersumber dari

penyesuaian biaya pendidikan sehubungan dengan datangnya tahun ajaran baru dan adanya

peningkatan permintaan terkait hari raya keagamaan. Namun demikian, tekanan inflasi pada

bulan September 2010 mengalami penurunan yaitu tercatat sebesar 0,44 (mtm), lebih rendah

Page 7: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

133ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2010

dari bulan sebelumnya yaitu 1,57% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, selama triwulan

III-2010 inflasi IHK tercatat sebesar 2,79 (qtq) atau mencapai 5,80% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 1,41% (qtq) atau 5,05% (yoy).

Sementara itu, dampak kelompok administered prices terhadap inflasi IHK masih relatif kecil

karena tidak adanya kebijakan strategis pemerintah di bidang harga pada September 2010.

Neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2010 diperkirakan mencatat surplus yang

lebih tinggi dari yang diperkirakan semula. Hal itu disebabkan oleh surplus neraca transaksi

modal dan finansial (TMF) yang mengalami perbaikan cukup signifikan. Peningkatan surplus

TMF yang cukup signifikan didorong oleh membaiknya persepsi internasional terhadap

perekonomian Indonesia, yaitu perbaikan outlook credit rating Indonesia, imbal hasil investasi

rupiah yang cenderung meningkat, serta kondisi ekses likuiditas global. Di sisi lain, surplus

neraca transaksi berjalan (current account/CA) diperkirakan menurun akibat pertumbuhan impor

yang tinggi, seiring dengan kegiatan ekonomi domestik yang terakselerasi. Namun demikian,

impor yang terakselerasi tersebut masih mendukung kegiatan ekonomi domestik, tercermin

dari dominannya impor bahan baku dan barang modal. Dengan perkembangan tersebut

cadangan devisa pada akhir September 2010 mencapai 86,5 miliar dolar AS, atau setara dengan

6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Nilai tukar rupiah terus menguat seiring dengan kinerja transaksi berjalan yang masih

mencatat surplus cukup besar dan derasnya arus modal asing yang masuk serta faktor risiko

yang masih terjaga. Penguatan rupiah ini didukung oleh sentimen global yang positif serta

faktor fundamental domestik yang semakin kokoh. Jika dibandingkan dengan triwulan II-2010,

secara rata-rata rupiah menguat sebesar 1,2% (qtq), mencapai Rp9.001 per dolar AS. Penguatan

rupiah pada triwulan III-tersebut diikuti oleh volatilitas yang turun dari 0,5% pada triwulan II-

2010 menjadi 0,2% pada triwulan III-2010. Pada akhir triwulan III-2010 rupiah ditutup pada

level Rp8.924 per dolar AS, atau menguat 1,2% (ptp) dibandingkan dengan triwulan II-2010.

Nilai tukar rupiah yang cenderung stabil dapat mendukung kebutuhan impor bahan baku yang

diperlukan untuk kegiatan produksi domestik, dan di sisi lain penguatan rupiah belum

memberikan tekanan yang signifikan bagi eksportir karena masih kuatnya permintaan

internasional.

Pasar keuangan secara keseluruhan pada triwulan III-2010 berada dalam kondisi yang

semakin stabil. Kondisi pasar SUN dan pasar modal terus membaik sebagaimana tercermin dari

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang meningkat dan yield SUN yang menurun.

Membaiknya pasar modal dan SUN pada triwulan III-2010 ini ditopang oleh prospek

perekonomian yang terus membaik. Di pasar uang antarbank, kondisi likuiditas selama triwulan

III-2010 cenderung meningkat. Transmisi kebijakan moneter sepanjang triwulan III-2010 juga

Page 8: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

134 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

berlangsung dengan baik sebagaimana tercermin dari suku bunga PUAB O/N yang bergerak di

sekitar BI Rate, pertumbuhan kredit yang meningkat terutama untuk jenis kredit modal kerja

dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.

Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal itu tercermin dari

masih tingginya rasio kecukupan modal (CAR) dan terjaganya rasio gross non-performing loan

(NPL) di bawah 5% Selain itu, likuiditas perbankan √ termasuk likuiditas di pasar uang antar

bank √ kian membaik dan dana pihak ketiga (DPK) terus meningkat. Intermediasi perbankan

juga semakin baik tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir September 2010

mencapai 21,2% (yoy). Pertumbuhan modal kerja selama tahun 2010 telah tumbuh melampaui

jenis kredit konsumsi dan ke depan pertumbuhan kredit tetap diarahkan ke sektor yang

produktif. Dengan perkembangan tersebut dan sesuai dengan rencana bisnis bank, untuk

keseluruhan tahun 2010 pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai 22%-24%. Peningkatan

kredit terutama didorong oleh membaiknya keyakinan pelaku ekonomi terhadap prospek

perekonomian.

Berdasarkan asesmen dan prospek ekonomi tersebut, Rapat Dewan Gubernur Bank

Indonesia pada 5 Oktober 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%

dengan koridor suku bunga sebesar ±100 bps. Keputusan tersebut juga mempertimbangkan

bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi jangka

menengah dan dipandang masih kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan dan mendorong

intermediasi perbankan, sehingga sisi supply dapat merespons akselerasi sisi permintaan secara

memadai.

Page 9: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

135Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

DINAMIKA INDUSTRI MANUFAKTURDAN RESPON TERHADAP SIKLUS BISNIS

Yati Kurniati

Yanfitri 1

The role of the manufacturing industry in the economy has expanded significantly from 19 percent

in 1990 to 26 percent in 2009, while its labor absorption only increased from 10 percent to 12.2 percent.

The cycle of the manufacturing industry has been in line with the economic growth. This study explores

the implications of the firm-level heterogeneity over the business cycle. By using the panel multinomial

logit, it shows that firms with less capital and small size have greater probability to exit the industry during

the boom/ bust period. Sensitivity of the company to changes in capital is greater during the boom

period. Only highly productive firms enter and begin production during recessions. Companies with higher

productivity rate also have greater probability to enter the market. In contrast, higher production cost and

higher market concentration increase the probability for smaller companies to exit from the industry.

1 Peneliti Ekonomi di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia. Pandangandalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak semata-mata merefleksikan pandangan DKM atau Bank Indonesia. E-mail:[email protected], dan [email protected]

Abstraksi

JEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL Classification: : : : : D24, L6, E32

Keywords: Production, Cost, Capital and Total Factor Productivity, Industry Studies Manufacturing,

Business Fluctuations/cycles

Page 10: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

136 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

I. PENDAHULUAN

Selama lebih dari dua puluh tahun, peran industri manufaktur dalam perekonomian

Indonesia telah meningkat secara substansial, dari 19% terhadap PDB tahun 1990 menjadi

26% tahun 2009 (Grafik II.1). Walaupun selama tahun 1990-2008, sektor industri juga sempat

mengalami penurunan pertumbuhan akibat adanya krisis. Di sisi lain, peningkatan lapangan

kerja industri manufaktur hanya naik dari 10 % menjadi 12 %.

Dinamika sektor industri secara umum bergerak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Ketika krisis Asia melanda Indonesia tahun 1997/1998, PDB tahun 1998 tumbuh negatif sebesar

13.3 % yang juga diikuti oleh penurunan pertumbuhan sektor manufaktur sebesar 15.4 %

(Grafik II.2). Penurunan yang tajam pada output manufaktur tahun 1998 ini juga diikuti oleh

penurunan tajam lapangan kerja di sektor manufaktur yaitu sebesar 9%.

Grafik II.1: Kontribusi Sektor Utamaterhadap Perekonomian

Kontribusi sektor manufaktur yang besar terhadap perekonomian menyebabkan siklus

perekonomian tidak terlepas dari dinamika sektor manufaktur. Siklus boom dan bust dalam

ekonomi sering dikaitkan dengan jumlah perusahaan yang masuk dan keluar dari suatu industri.

Selain terhadap perekonomian, dinamika perusahaan juga mempengaruhi penurunan output

dan kesempatan kerja sektor manufaktur.

Jumlah perusahaan yang masuk dan keluar juga menjadi berpengaruh bagi fluktuasi

makroekonomi karena beberapa alasan. Pertama, dinamika tersebut mungkin disebabkan

struktur perekonomian sedang menghadapi guncangan atau perubahan kebijakan. Kedua,

jumlah perusahaan yang masuk dan keluar berguna untuk melihat bagaimana implikasi

guncangan positif (boom) atau negative (bust). Beberapa penelitian memberikan bukti empiris

Grafik II.2: Pertumbuhan PDB danSektor Manufaktur Tahun 1994-2009

% PDB

Manufacturing Industries (%) Agriculture (%)

Mining and Quarrying (%) Financial, Ownership and Business (%)

0

10

20

30

40

50

60

70

93 94 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09-

Manufaktur PDB

1994 1997 2000 2003 2006 200925

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

%

Page 11: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

137Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

pengaruh siklus bisnis terhadap dinamika industri manufaktur. McQueen dan Thorley (1993)

menyatakan kapasitas produksi industri manufaktur di AS akan menurun dan melambat selama

masa resesi.

Sebagian besar penelitian menganalisis hubungan antara karakteristik perusahaan

manufaktur dengan siklus ekonomi yang berfokus pada negara-negara maju2. Belum ada

penelitian yang melakukan analisis untuk menunjukkan pola sektor manufaktur dalam beberapa

siklus bisnis, khususnya di negara-negara berkembang. Secara eksplisit, penelitian ini bertujuan

untuk (i) mengetahui pengaruh perbedaan siklus boom/bust terhadap tingkat keluar/masuk

perusahaaan, (ii) mengetahui karakteristik perusahaan yang keluar masuk industri pada periode

boom/bust, dan (iii) mengukur pengaruh perubahan karakteristik perusahaan terhadap peluang

perusahaan keluar masuk industri pada periode boom/bust.

Penelitian ini ditulis dalam beberapa bagian. Bagian II menjelaskan latar belakang teoritis

dan kajian literatur. Bagian III membahas tentang metodologi dan data yang digunakan. Bagian

IV menyajikan analisis deskriptif perusahaan yang masuk dan keluar. Bagian V menjelaskan

hasil pengolahan data dan Bagian VI menyajikan beberapa kesimpulan.

II. TEORI

Perusahaan untuk exist akan berusaha memaksimalkan profitnya. Oleh karena itu, faktor

berupa peluang profit dan pertumbuhan sektor tersebut akan menjadi daya tarik untuk

memasuki industri tertentu. Di sisi lain, faktor biaya seperti biaya produksi dan biaya lainnya

juga menjadi pertimbangan perusahaan yang akan memasuki industri. Disamping itu,

karakteristik pasar apakah industri tersebut pasar persaingan sempurna, monopolis, atau diantara

keduanya akan mempengaruhi tingkat economic of scale perusahaan dalam memproduksi

barang yang pada akhirnya juga mempengaruhi keputusan untuk masuk/keluar dari industri.

Berdasarkan teori perilaku perusahaan, keputusan untuk memasuki industri didasari atas

perbandingan antara tambahan keuntungan dan biaya. Berawal dari upaya maksimisasi profit

π (Q) = TR(Q) - TC(Q), maka terdapat 3 kondisi yang dihadapi oleh perusahaan yakni (i) P =

MR > AC (Stay or entry industry) dimana AC = AFC + AVC, (ii) P = MR = MC = AVC (Shutdown

point), (iii) P = MR < AVC (Exit industry). Kondisi ini diilustrasikan pada Grafik II.3.

Berdasarkan persamaan tersebut, perusahaan akan memaksimalkan keuntungannya pada

saat P = MR = MC . Pada poin M (zero profit) perusahaan akan memproduksi barang di tingkat

MR=MC=AC. Artinya, pada kondisi ini perusahaan tidak memiliki preferensi untuk tetap berada

2 Caballero & Hammour (1994,2005), Davis & Haltawanger (1990), dan Lee & Mukoyama (2007).

Page 12: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

138 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Besaran ATC (Average Total Cost) berbeda-beda tergantung dari karakteristik pasar. Dalam

pasar persaingan sempurna, tidak ada hambatan untuk memasuki pasar dan tidak ada

perusahaan yang memiliki kekuatan untuk mengendalikan harga pada level tertentu. Industri,

dengan karakteristik pasar persaingan sempurna, akan mencapai ATC pada tingkat output

yang lebih rendah dibandingkan dengan pasar tidak sempurna. Perusahaan yang memproduksi

barang di bawah ATC akan menghasilkan biaya yang akan bertambah lebih cepat dari

pertambahan output. Sementara dalam pasar persaingan tidak sempurna kurva ATC relatif

datar, sehingga level zero-profit (ATC=MC) dapat dicapai dengan produksi output yang lebih

tinggi dari pada pasar persaingan sempurna. Konsekuensi dari karakteristik ini perusahaan

kecil akan sulit memasuki pasar.

Selain faktor ATC, faktor bariers to entry juga mempengaruhi keputusan perusahaan

untuk masuk atau keluar dari perusahaan. Di dalam pasar persaingan sempurna, hambatan ini

tidak ada, akan tetapi untuk pasar tidak sempurna, hambatan berupa biaya iklan, undang-

undang, dll. Hambatan ini menyebabkan biaya untuk memasuki pasar bertambah.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa perusahaan yang bertahan dalam pasar

adalah perusahaan yang memiliki pendapatan minimal setara dengan ATC, sementara

atau keluar dari perusahaan. Sementara pada poin M» atau disebut ≈shutdown point∆ dimana

perusahaan akan mengalami kerugian pada saat memproduksi output. Pada level ini, atau dapat

disebut juga tingkat perusahaan mengambil keputusan untuk keluar dari industri, pendapatan

perusahaan hanya cukup untuk menutupi biaya variabel dan kerugian yang diperoleh sebesar

biaya tetap. Pada saat harga yang ditetapkan perusahaan berada di bawah AVC, maka

perusahaan akan meminimalkan kerugiannya dengan keluar dari industri (Grafik II.3).

Grafik II.3: Perilaku Perusahaan dalamMemaksimumkan Profit

Price, AC, MC

MC

AC

AVC

d

q

Md

Ps

P

Zero - profit point

Shutdown point

Quantity

Page 13: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

139Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

perusahaan yang tidak dapat menghasilkan pendapatan untuk menutupi level ATC akan keluar

dari industri.

Berdasarkan penjelasan di atas, perusahaan akan bertindak rasional, dimana perusahaan

akan berproduksi pada tingkat keuntungan yang maksimal. Fungsi sebuah perusahaan dapat

dituliskan sebagai berikut. Untuk setiap periode t, perusahaan i diasumsikan akan memproduksi

jumlah barang yang optimum q*it dengan harga p

t dalam fungsi keuntungan sbb:

dimana cit (.) adalah biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi barang

sebanyak, q*it , X

it vektor yang mewakili karaktersitik perusahaan, Z

tadalah vektor eksogen

lainnya yang mempengaruhi keuntungan perusahaan.

Perusahaan akan tetap berproduksi apabila penerimaan yang diperoleh dari lebih besar

atau sama dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Sementara apabila penerimaan lebih

kecil dari biaya produksi, maka perusahaan akan berhenti berproduksi.

Jika terdapat perusahaan membutuhkan biaya masuk (entry cost) saat akan mulai

beroperasi, maka fungsi profit perusahaan menjadi :

dimana η adalah biaya masuk untuk mulai berproduksi.

Persamaan di atas merupakan persamaan pada satu titik waktu, sementara persamaan

untuk multi periode dapat dituliskan sebagai berikut :

Apabila tingkat produksi periode saat ini mempengaruhi biaya produksi pada periode

selanjutnya ( 0(.)*

1

≠∂∂

−it

it

q

c), maka keputusan berproduksi sebuah perusahaan merupakan

permasalahan dinamis yang dapat dituliskan dalam persamaan sbb :

)|,(),( **

ittitititttitit qZXcqpZX −=π (II.1)

(II.2)0),(

0),(

0

1

<

=titit

titit

itZX

ZX

if

ifY

π

π

(II.3))1()|,(),(~ 1

**

−−−−= itittitititttitit YqZXcqpZX ηπ

(II.4)

=Π ∑

=

ts

is

ts

tittit YEZX ].~[),( πδ

(II.5)( )]|)([]0[max)( *

1

*

itittitit

qit qVEqV

it

⋅+>⋅=⋅ +δπ

Page 14: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

140 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Sebuah perusahaan akan memilih untuk berproduksi pada periode t apabila nilai dari produksi

tersebut lebih besar daripada nilai untuk tidak berproduksi :

Di dalam model multi periode, biaya untuk masuk ke dalam industri ditangkap dalam

hubungan antara aktivitas ekspor dalam 2 tahun yang berurutan.

Di samping teori tentang intertemporal produksi, terkait dengan tingkat masuk/keluar

perusahaan dari industrinya, terdapat beberapa teori baru yang mendukung konsep tersebut.

Joseph Schumpeter (1942) menyatakan bahwa dinamika perusahaan merupakan proses «creative

destruction» yang selanjutnya dianggap sebagai penyebab utama fluktuasi ekonomi. Schumpter

menyatakan kegiatan produksi dengan proses terbaru dan inovasi produk akan tercipta terus

menerus sementara proses/barang lama akan dihancurkan. Proses tersebut berfungsi untuk

menjelaskan pertumbuhan dan juga siklus bisnis. Industri dapat memiliki variasi yang berbeda

terkait dengan tingkat unit produksi yang menggunakan teknik yang baru atau tingkat dimana

unit produksi yang outdated dihancurkan.

Di sisi lain, beberapa pemikiran juga tidak sepakat dengan ide dasar creative destruction.

Caballero dan Hammour (1994) menyatakan proses produksi outdated keluar dari industri

karena adanya penurunan permintaan yang pada akhirnya menyebabkan berkurangnya

penciptaan. Caballero dan Hammour (2005) juga mempertanyakan pandangan bahwa resesi

akan meningkatkan realokasi. Mereka mempertanyakan pandangan bahwa perusahaan akan

menggantikan setiap pekerjaan yang dihilangkan pada masa kontraksi dengan menciptakan

pekerjaan baru selama masa pemulihan (panel (d) Gambar II.1). Seperti digambarkan pada

panel (a)-(c) Gambar II.1, restrukturisasi pekerjaan selama masa resesi dapat bernilai positif,

nol, atau negatif. Efek ini tergantung pada pergerakan ekonomi kontraksi atau pemulihan.

Terdapat beberapa studi yang mengukur faktor-faktor penyebab tingkat masuk dan keluar

di sektor manufaktur. Shapiro (1997) menemukan bahwa hubungan antara tingkat keluar masuk

perusahaan berhubungan positif dengan produktivitasnya. Keluar/masuk perusahaan adalah

bagian dari proses perubahan di mana sejumlah besar perusahaan baru menggantikan sejumlah

besar perusahaan lebih tua. Oleh karena itu, tingginya tingkat masuk perusahaan ini sering

dikaitkan dengan tingginya tingkat inovasi dan peningkatan efisiensi. Implikasi dari kenaikan

produktivitas manufaktur adalah selaras dengan tingkat masuk/keluar tertinggi yang dialami

oleh negara-negara industri manufaktur di (Marcos dan Jaumandreu, 2004).

(II.6))0()0( ** =>> itititit qVqV

]0|)([]0|)([~ *

1

*

1 =⋅>>⋅+ ++ itittitittit qVEqVE δδπ (II.7)

)1.(]0|)([]0|)([ 1

*

1

*

1

*

−++ −+>=⋅−>⋅+ itititittitittitt YcqVEqVEqp ηδδ (II.8)

Page 15: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

141Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Beberapa studi lainnya tentang tentang determinan masuk dan keluar perusahaan industri

dikemukakan oleh Audretsch (1995). Audrestch menyimpulkan rasio masuk/keluar perusahaan

terkait erat dengan ukuran dan umur perusahaan. Di sisi lain, Marcos dan Jaumandreu (2004)

menunjukkan peran penting dari tekanan kompetitif (peningkatan penetrasi pasar impor yang

dibuka pada kecepatan yang luar biasa) dan perubahan struktural melalui proses creative

destruction yaitu perpindahan perusahaan yang tidak efisien.

Salah satu penelitian yang mencoba menjelaskan perilaku perusahaan di negara maju

dilakukan oleh Austin dan Rosenbaum menggunakan data industri manufaktur AS untuk

menganalisis tingkat masuk dan keluar berdasarkan sampel yang cukup besar dari 4-digit

industri manufaktur AS. Pertumbuhan pasar secara signifikan meningkatkan (mengurangi)

tingkat masuk (keluar). Pertumbuhan dan keuntungan (yang diukur dengan menggunakan

harga industri-margin biaya kenaikan tarif masuk) juga menjadi faktor penyebab masuknya

perusahaan ke dalam industri. Modal sebagai pendekatan pengukuran biaya tetap juga menjadi

salah satu hambatan untuk keluar dari industri. Dalam studi ini, Austin dan Rosenbaum juga

menambahkan variabel konsentrasi pasar yang turut mempengaruhi tingkat masuk atau keluar.

Studi lain dilakukan untuk industri manufaktur di Cina (Yang, 2004) yang menganalisis

perilaku perusahaan yang bertahan, masuk, dan keluar angka berdasarkan ukuran perusahaan,

Gambar II.1Proses Restrukturisasi Industri

(a) Restructuring Increases

(b) Restructuring is Unchanged

creation

destruction

creation

destruction

(c) Restructuring Decreases

creation

destruction

(d) Unemployment Recession

unemploymenttime

Page 16: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

142 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

(II.9)

produktivitas tenaga kerja, dan indeks efisiensi perusahaan. Peneliti menyimpulkan bahwa proses

seleksi kompetitif mulai terbentuk di Cina, dengan perusahaan baru yang masuk berkontribusi

secara substansial untuk pertumbuhan dan produktivitas.

Studi di negara berkembang dilakukan oleh OECD (2001) yang menyajikan rangkuman

studi empiris terkait produktivitas dan dinamika perusahaan. Produktivitas dapat diukur melalui

(1) Perubahan produktivitas pada setiap individu perusahaan (relatif terhadap pasar) (2) proses

realokasi yang diperoleh dari proses ekspansi dan kontraksi perusahaan yang ada atau dari

proses masuk/keluarnya perusahaan dari industri (dinamika perusahaan). Penelitian-penelitian

membagi faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika perusahaan menjadi 4 bagian besar,

yaitu ukuran perusahaan, umur perusahaan, produktivitas, teknologi dan inovasi, struktur

kepemilikan, dan faktor lainnya (minimum efficiency of scales, konsentrasi industri, faktor siklus).

Sebagian besar perusahaan dengan skala besar memiliki kecenderungan yang kecil keluar dari

industri.

III. METODOLOGI

III.1. Teknik Estimasi Panel Logistik

Penelitian ini menganalisis peluang keberadaan perusahaan dalam suatu industri, dimana

setiap perusahaan berpeluang untuk (i) masuk kedalam industri, (ii) tetap dalam industri tersebut,

atau (iii) keluar dari industri tersebut. Karena sifat kategori variabel endogen tersebut, maka

dalam penelitian ini digunakan model multinomial logit.

Model multinomial logit adalah salah satu bentuk choice model dimana individu (i) memiliki

pilihan (j) pada waktu (t), dimana pilihan tersebut lebih dari 2. Tidak seperti probit, model logit

tidak terbatas pada data yang terdistribusi normal (Train, 2003). Secara umum, probabilitas

individu untuk mengambil suatu pilihan j adalah :

dimana,

Spesifikasi ini menunjukkan bahwa utilitas Uij merupakan utilitas maksimum diantara seluruh

pilihan lain, contohnya jika dibandingkan dengan utilitas Uik untuk j,k K. Dalam hal ini, V

ij

menunjukkan pilihan j yang dipilih oleh individu i dari total K pilihan yang tersedia.

Pi (j) = P(U

i j = max U

i k ) = P(U

i j > U

ik untuk semua k K)

= P(εi k

= εi j

) < V

ij - V

ik)

Vij = θ Tx

i j = β T Z

i j + γ

jT

w

Page 17: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

143Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Pada persamaan di atas variabel bebas dibagi menjadi 2, yaitu konstanta (w), dan variabel

bebas yang bervariasi antar pilihan (zij.)Dengan menggunakan persamaan (II.1) dan asumsi

distribusi logit, probabilitas individu i mengambil pilihan j adalah :

(II.10)∑∑=

+

=

===J

j

wx

wx

J

j

t

jiij

jiij

ij

ij

e

e

e

ejYP

11

)(γβ

γβ

θ

θ

Dalam multinomial logit harus diidentifikasi pilihan yang menjadi referensi. Apabila pilihan C

merupakan pilihan referensi, maka probabilita pilihan A dipilih dari C adalah :

dimana

Hal yang sama berlaku untuk pilihan B relatif dibandingkan dengan kategori referensi C,

Dimana

Dengan demikian, untuk masing-masing pilihan A, B dan C, peluang terpilihnya mengikuti

persamaan sebagai berikut :

Dalam penyelesaian persamaan multinomial logit, dilakukan maksimisasi fungsi likelihood dan

ditunjukkan dalam persamaan berikut:

iZA

i

i ePC

PA= (II.11)

kikiii XXXZA ααα +++= ...2211

(II.12)iZB

i

i ePC

PB=

kikiii XXXZB βββ +++= ...2211

(II.13)

(II.14)

(II.15)

ZBZAiee

PC++

=1

1

ii

i

ZBZA

ZA

iee

ePA

++=1

i

i

ZBZA

ZB

iee

ePB

++=1

(II.16)iiii JBJA

ii

n

i

JB

i

JA

i PBPAPBPAL−−

=

−−=∏ 1

1

)1()()(maxβ

Page 18: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

144 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Berdasarkan persamaan tersebut terdapat 2 faktor yang menyebabkan perubahan

probabilitas memilih A akibat perubahan variabel bebas X yaitu own effect dan cross effect.

Perhitungan probabilitas di atas mewakili seluruh periode observasi yang diestimasi. Dalam

panel data, peluang untuk menentukan pilihan j berdasarkan karakteristik Xit memiliki variasi

antar individu dan antar waktu sehingga utilitas individu untuk mengambil pilihan j dalam

waktu t untuk individu n adalah sebesar :

Dari fungsi L tersebut maka interpretasi perubahan probabilitas A berdasarkan perubahan variabel

bebas adalah sebagai berikut :

(II.17)

( )

kiikii

kZAZA

ZB

ZAZA

ZA

kZAZA

ZA

ZAZA

ZA

k

ZB

k

ZA

ZAZA

ZA

kZBZA

ZA

ki

i

PBPAPAPA

ee

e

ee

e

ee

e

ee

e

eeee

e

ee

e

X

PA

i

i

i

ii

βα

βα

βαα

..)1(

11)1(1

1

)1(12

−−=

++++−

++−

++=

+++

−++

=∂

njtnjtnnjt xU εβ +=

dimana njtε memiliki variasi antar individu, waktu, dan alternatif. Spesifikasi fungsi logit yang

dimaksimukan untuk persamaan panel adalah sebagai berikut :

(II.18)daaf

aX

aXL

ijtd

N

i

T

t

J

j

j

k

kkit

jjit)(

)exp(

)exp(

1 1 1

1

∏ ∫∏∏∑=

∞− = =

=

+

+=

β

β

Dengan mengintegralkan sisi kiri (LHS) dan sisi kanan (RHS), maka kini maksimisasi

dilakukan atas integral fungsi L. Dalam kasus umum, proses maksimisasi suatu fungsi dilakukan

dengan langkah perubahan yang kecil, h, untuk keseluruhan interval fungsi. Pendekatan ini

dikenal dengan composite quadrature yang mengasumsikan bahwa dalam seluruh interval,

fungsi tersebut smooth dan tidak memiliki variasi yang besar (equally spaced points). Pendekatan

yang lebih baik untuk maksimisasi fungsi integral L di atas adalah adaptive quadrature mendekati

angka integral tersebut dengan nilai tertentu menggunakan metode dengan membuat posterior

distribution dari unobserved heterogenity (Haan dan Uhlendorff, 2006). Secara teknis,

pendekatan adaptive quadrature ini membuat langkah yang lebih kecil dari h untuk interval

dimana fungsi tersebut memiliki fluktuasi yang lebih besar (heterogen).

Analog dengan spesifikasi peluang terpilihnya setiap kejadian sebagaimana ditunjukkan

pada persamaan sebelumnya, namun kali ini, peluang setiap individu (cross-section) dapat

Page 19: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

145Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

diperoleh. Secara teknis, estimasi panel logistik ini dilakukan dengan perangkat lunak STATA3.

Terkait dengan pemilihan model fixed dan random effect, dalam STATA sendiri, tidak terdapat

perintah untuk multinomial logit dengan fixed effect karena tidak ada bukti statistik yang

cukup bahwa fixed effect dapat dikondisikan dengan maksimum likelihood. Estimasi model

fixed effect akan menghasilkan estimator yang inkonsisten dan bias (Bernard and Jensen, 2004).

Dengan demikian, penelitian ini menggunakan multinomial logit random effect.

III.2. Data, Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel

Mengacu pada teori dan studi empiris sebelumnya, maka model empiris yang diestimasi

dalam paper ini diberikan di bawah ini. Tanda plus dan minus pada masing-masing variabel

mewakili hipotesa awal yang diajukan, dan berlaku baik pada masa boom maupun bust.

Data yang digunakan adalah data Survey Industri Menengah dan Besar dari tahun 1990-

2007. Adapun tingkat masuk/keluar/bertahan perusahaan dihitung dengan menggunakan

definisi sebagai berikut :

- Perusahaan yang entry atau masuk ke dalam industri dikategorikan sebagai perusahaan

yang exist pada periode t, namun non-exist pada pada periode t-1.

- Perusahaan yang exit atau keluar dari industri dikategorikan sebagai perusahaan yang non-

exist pada periode t, namun exist pada periode t-1.

- Perusahaan yang survive/bertahan dalam industri adalah perusahaan yang exist pada

setidaknya 3 periode berturut-turut yaitu periode t-1, t dan t+1.

Variabel penjelas yang digunakan dalam model empiris dan pemilihan indikatornya adalah

sebagai berikut:

1. Total Factor Productivity (TFP) = Perhitungan TFP dengan menggunakan Solow Residual

dan fungsi Cobb Douglas. Fungsi Cobb Douglas ditulis sebagai berikut :

Sehingga TFP (ln A) merupakan residual dari kapital dan labor yang dibutuhkan untuk

memproduksi output pada tingkat tertentu. Data TFP ini kemudian dihitung berdasarkan

3 STATA adalah produk milik dan dipatenkan oleh StataCorp LP.

Y = AKα L1-α

ln Y = ln A + α lnK + (1 - α) lnL

P (Entry) = f (size+, cr -- , modal +, TFP+, biaya tenaga kerja produksi--)

P (Exit) = f (size--, cr -- , modal --, TFP --, biaya tenaga kerja produksi +)

Page 20: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

146 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

ISIC 3 digit setiap tahun dengan menggunakan metodologi OLS cross sections. Nilai dan

akan bervariasi antar sub industri, tergantung karakteristik industri tersebut, apakah memiliki

fungsi produksi increasing return to scale, decreasing return to scale, atau constant return

to scale. Perhitungan teknologi dengan menggunakan solow residual ini tidak

memperhitungkan dampak peningkatan teknologi yang diakibatkan oleh sektor lain.

2. Concentration Ratio (CR) = tingkat konsentrasi pasar untuk mengidentifikasi apakah industri

tertentu merupakan kelompok pasar persaingan sempurna atau monopoli. Nilai

concentration ratio berada antara 0 sampai dengan 1, dimana 0 menunjukkan karakteristik

pasar persaingan sempurna, sementara 1 menunjukkan pasar monopoli. Adapun CR dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Grafik II.4: Siklus Boom BustPerekonomian Sebelum Krisis

Grafik II.5: Siklus Boom BustPerekonomian Sesudah Krisis

3. Dummy variabel (boom/bust) menunjukkan siklus bisnis perekonomian4. Adapun dummy

ini dihitung berdasarkan deviasi pertumbuhan ekonomi satu periode tertentu terhadap rata-

ratanya antar waktu. Periode boom adalah periode pertumbuhan ekonomi yang berada di

atas reratanya, sebaliknya dengan periode bust.

Rata-rata yang digunakan sebagai dasar penentuan periode boom/bust, dibagi menjadi 2

bagian, yaitu : periode sebelum krisis (tahun 1990-1996) dengan rata-rata pertumbuhan

ekonomi sebesar 7,25% per tahun, dan periode sesudah krisis (tahun 2000-2006) dengan

rata-rata pertumbuhan sebesar 5,10% per tahun (Grafik II.4 dan II.5).

4 Siklus boom bust juga dihitung dengan menggunakan variabel upah riil (lampiran), dan periodisasi boom bust tidak terdapat perbedaanyang signifikan dengan menggunakan PDB. Oleh karen itu, dalam penelitian ini tetap digunakan definisi boom bust denganmenggunakan variabel PDB.

9

8

8

7

7

6

Pertumbuhan PDB (%)

7,24

6,95

6,46 6,50

7,54

822

782

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996

avg = 7,25

7

6

5

4

3

2

1

-2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan PDB (%)

4,92

3,64

4,504,70

5,035,69 5,50

6,356,01

4,55

avg = 5,10

CR =

10 output teratas

total output sub industri tertentu

Page 21: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

147Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Berdasarkan hasil perhitungan rerata dan deviasi tersebut, maka dapat ditentukan sbb :

- Periode Boom meliputi tahun 1990, 1994, 1995, 1996, 2005, dan 2006

- Periode Bust meliputi tahun 1991, 1992, 1993, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001-2004.

4. Variabel lain yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja produksi yang menunjukkan ukuran

perusahaan, modal perusahaan dan upah tenaga kerja produksi.

IV. HASIL DAN ANALISIS

IV.1. Perkembangan Sektor Industri

Sektor industri merupakan sektor yang signifikan kontribusinya dalam perekonomian.

Pada tahun 1967 √ 1997, pertumbuhan sektor industri hampir selalu berada di atas pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut memiliki rata-rata sebesar 6,1%

sementara pertumbuhan sektor industri mencapai 10,3% per tahun. Pada masa tersebut

berbagai kebijakan dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri diantaranya

subtitusi impor dan orientasi ekspor (Grafik II.6).

Grafik II.6. : Pertumbuhan SektorIndustri Tahun 1967-2009

Perubahan besar terjadi pada tahun 1997-2004, pada masa tersebut terjadi krisis dalam

perekonomian dan pertumbuhan sektor industri hanya mencapai 3,1%. Setelah tahun 1997,

pertumbuhan sektor industri selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Akibat penurunan

pertumbuhan tersebut, pemerintah melakukan revitalisasi dan restrukturisasi industri. Apabila

dilihat kontribusi sektor industri terhadap perekonomian Indonesia, sampai dengan tahun 2004,

rata-rata sektor industri memiliki kontribusi sebesar 26.9% terhadap perekonomian, dimana

86,5 % kontribusi tersebut berasal dari industri non migas.

Sumber : Departemen Perindustrian

Industry Growth GDP Growth

(%)

25

20

15

10

5

0

-5

-10

-15

-2067 68 70 71 73 75 76 78 79 81 82 84 86 87 89 90 92 93 95 97 99 00 01 03 04 06 08

Tahun

Page 22: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

148 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Secara detail kepada sub industri, sub industri alat angkut, mesin, dan peralatannya

memiliki peran yang meningkat. Pada tahun 1999, sub industri tersebut hanya memberikan

kontribusi sebesar 5,9% terhadap perekonomian, sementara tahun 2000 meningkat menjadi

20,7% dan peningkatan tersebut konsisten sampai dengan 2004 yaitu mencapai 26,5%.

Setelah diberlakukan revitalisasi industri sejak tahun 2004, pertumbuhan positif pada

seluruh sub industri. Dalam Tabel II.1 dapat dilihat bahwa industri makanan, barang kayu dan

hasil hutan mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan terbesar dialami oleh sub industri

alat angkut, mesin, dan peralatan (12,46%). Di sisi lain sub industri tersebut juga memiliki

kontribusi yang besar terhadap perekonomian yaitu mencapai 28.95% pada tahun 2009. Akan

tetapi penyerapan tenaga kerja sektor ini relatif kecil. Tingkat penyerapan tenaga kerja yang

besar adalah sub industri makanan, minuman, dan tembakau.

Tingkat utilisasi kapasitas sub industri juga bervariasi selama tahun 2004-2009. Utilisasi

kapasitas terbesar dimiliki oleh sub industri kertas dan barang cetakan. Sementara industri

Tabel II.1Kontribusi Sub industri Industri terhadap Perekonomian

Growth (%)

1 Food, Beverages, and Tobacco Products 1,39 2,75 7,22 5,05 2,34 3,662 Textiles, Wearing Apparel; Dressing of Leather 4,06 1,31 1,23 -3,68 -3,64 -5,153 Wood and Products of Wood -2,07 -0,92 -0,66 -1,74 3,45 2,444 Paper and its Products; Publishing, Printing 7,61 2,39 2,09 5,79 -1,48 0,615 Coke, Refined Petroleum Products, Chemicals;

Rubber and Plastics Products 9,01 8,77 4,48 5,69 4,46 3,506 Cement and Other Non-Metallic Mineral Products 9,53 3,81 0,53 3,40 -1,49 -1,507 Basic Metals, Fabricated Metal Products -2,61 -3,70 4,73 1,69 -2,05 0,558 Machinery, Transport, and Equipment 17,67 12,38 7,55 9,73 9,79 8,759 Others 12,77 2,61 3,62 -2,82 -0,96 2,82

Total 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 3,97

1 Food, Beverages, and Tobacco Products 28,10 28,18 27,95 29,79 30,40 30,912 Textiles, Wearing Apparel; Dressing of Leather 13,80 12,20 11,91 10,56 9,21 8,753 Wood and Products of Wood 5,60 5,55 5,82 6,19 6,43 6,644 Paper and its Products; Publishing, Printing 5,30 5,41 5,24 5,12 4,56 4,515 Coke, Refined Petroleum Products, Chemicals;

Rubber and Plastics Products 16,90 12,26 12,56 12,49 13,53 13,526 Cement and Other Non-Metallic Mineral Products 4,20 3,89 3,80 3,70 3,53 3,487 Basic Metals, Fabricated Metal Products 2,90 2,88 2,69 2,58 2,57 2,458 Machinery, Transport, and Equipment 22,50 28,72 29,09 28,70 28,97 28,959 Others 0,80 0,92 0,94 0,85 0,80 0,78

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

No2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Manufacturer of

Share in the Industry (%)

2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Sumber : Departemen Perindustrian

Page 23: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

149Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

yang mengalami pertumbuhan utilisasi kapasitas yang tinggi adalah industri perkapalan akibat

pemberdayaan industri dalam negeri dan regulasi pemerintah yang mendorong sub industri

tersebut melakukan ekspor.

Di sisi sebaliknya penurunan utilisasi kapasitas dialami oleh industri pupuk, kimia, dan

barang dari karet terutama pada tahun 2008. Penurunan utilisasi kapasitas tersebut terjadi

karena kurangnya pasokan gas bumi sebagai bahan baku dan energi.

Dari sisi ekspor Industri pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit, Industri Besi Baja, Industri Mesin-

mesin dan Otomotif, Industri Tekstil, Industri Pengolahan Karet, dan Industri Elektronika

merupakan penyumbang terbesar terhadap nilai ekspor non migas. Umumnya industri

manufaktur non migas selama empat tahun pertama mempunyai kecenderungan nilai ekspor

yang meningkat, kecuali pada tahun 2009 karena menurunnya permintaan dari luar negeri

akibat krisis global.

Tabel II.2 Rata-rataPertumbuhan Sub industri Tahun 2004-2009

1. Makanan, Minuman dan Tembakau 4,59 514.5572. Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki 6,65 485.9553. Barang Kayu dan Hasil Hutan 4,91 133.1194. Kertas dan Barang Cetakan 7,82 42.5955. Pupuk, Kimia, dan Barang dari Karet 10,63 143.2736. Semen dan Galian Non-Logam 10,13 5.9187. Logam Dasar, Besi dan Baja 3,94 341.3888. Alat Angkut, Mesin dan Peralata 12,46 96.5109. Barang Lainnya 10,2 887.853

TotalTotalTotalTotalTotal 8,568,568,568,568,56 2.635.6902.635.6902.635.6902.635.6902.635.690

Industri(dalam ISIC 2 digit)

Pertumbuhan(%)

Jumlah Tenaga KerjaKumulatif 5 Tahun (orang)

Tabel II.3Kontribusi Sub industri terhadap Perekonomian Tahun 2004-2009

Persen (%)

Makanan, Minuman dan Tembakau 28,1 28,18 27,95 29,79 30,40 30,91Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki 3,8 12,20 11,91 10,56 9,21 8,75Barang Kayu dan Hasil Hutan 5,6 5,55 5,82 6,19 6,43 6,64Kertas dan Barang Cetakan 5,3 5,41 5,24 5,12 4,56 4,51Pupuk, Kimia, & Barang dari Karet 16,9 12,26 12,56 12,49 13,53 13,52Semen & Barang Galian Non-Logam 4,2 3,80 3,80 3,70 3,53 3,48Logam Dasar, Besi dan Baja 2,9 2,88 2,69 2,58 2,57 2,45Alat Angkut, Mesin dan Peralata 22,5 28,72 29,09 28,70 28,97 28,95Barang Lainnya 0,8 0,92 0,94 0,94 0,80 0,78Total IndustriTotal IndustriTotal IndustriTotal IndustriTotal Industri 100,00100,00100,00100,00100,00 100,00100,00100,00100,00100,00 100,00100,00100,00100,00100,00 100,00100,00100,00100,00100,00 100,00100,00100,00100,00100,00 100,00100,00100,00100,00100,00

2004 2005 2006 2007 2008 2009*Cabang Industri

Page 24: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

150 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Sementara industri pengolahan Industri Besi Baja, Industri Elektronika, Industri Kimia Dasar,

Industri Tekstil dan Industri Makanan dan Minuman merupakan penyumbang terbesar terhadap

nilai impor non migas. Umumnya industri manufaktur non migas selama lima tahun terakhir

mempunyai kecenderungan nilai impor yang meningkat.

Tabel II.4Tingkat Utilisasi Kapasitas Sub Industri Tahun 2004-2009

1 Industri Baja 53,1 56,3 57,8 60,5 59,8 56,622 Industri Non Logam 63,62 65,68 62,8 65,1 63,6 54,893 Industri Logam Hilir 56,05 59,9 62,7 61,1 61,9 60,744 Industri Mesin 63,4 67,1 67,7 69,7 71,3 66,765 Industri TPT 67,7 69,4 70 75,81 68,2 70,526 Industri Aneka 58,5 59,6 58,75 58,97 58,53 59,417 Industri Perkapalan 50 50 60 70 80 50,008 Industri Kendaraan Bermotor Roda Dua 79,4 78,4 67,5 71,5 73,8 74,279 Industri Kendaraan Bermotor Roda Empat 43,8 59,1 32,9 45,7 57,04 47,6910 Industri Elektronika 67 68,3 70 70 73 68,2111 Industri Telematika 65 65 68,1 68,2 68,4 65,8812 Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 55,2 56,1 55,8 57,6 58,32* 55,6913 Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan 64,8 64,7 63,4 63,5 62,98* 64,4214 Industri Kertas dan Barang Cetakan 79,6 83,2 88,5 88,8 92,37* 84,0615 Industri Pupuk, Kimia dan Barang Dari Karet 71,1 72,3 67,1 67,2 65,56* 71,0716 Industri Semen & Bahan Galian Non Logam 61,1 62,5 64,4 71,7 75,40* 61,60

Rata - Rata Industri 63,1 65,1 63,8 66,9 67,93* 64,20

No 2004 2005 2006 2007 2008 2009*Kelompok

Tabel II.5Ekspor Sub Industri Manufaktur Tahun 2004-2009

1 Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit 4,840.30 5,419.19 6,407.27 10,476.83 16,168.07 13,249.462 Besi Baja, Mesin - Mesin dan Otomotif 4,581.84 5,949.69 7,712.68 9,606.92 11,814.98 10,720.083 Tekstil 7,626.15 8,584.85 9,422.75 9,790.09 10,116.35 9,947.694 Pengolahan Karet 2,954.10 3,545.82 5,465.16 6,179.87 7,579.66 6,947.255 Elektronika 7,142.50 7,853.03 7,200.19 6,359.73 6,806.70 6,656.976 Pengolahan Tembaga, Timah dll. 2,165.08 3,133.52 4,133.97 6,156.04 5,660.67 5,713.407 Pulp dan Kertas 2,817.61 3,257.48 3,983.27 4,440.09 5,219.62 4,859.628 Pengolahan Kayu 4,461.62 4,476.25 4,757.59 4,485.14 4,206.12 4,372.999 Kimia Dasar 2,640.07 2,750.22 3,521.44 4,492.50 3,738.35 4,019.1710 Makanan dan Minuman 1,440.12 1,647.92 1,866.00 2,374.83 3,104.85 2,736.3611 Alat-alat Listrik 1,232.73 1,456.03 1,770.93 2,148.88 2,390.24 2,259.5812 Kulit, Barang kulit dan Sepatu/Alas Kaki 1,553.04 1,683.69 1,913.17 2,006.60 2,260.46 2,148.35

Total 12 Besar Industri 43,455.17 49,757.71 58,154.42 68,517.92 79,066.08 73,702.89Total Industri 48,660.11 55,566.99 64,990.33 76,429.60 88,351.70 82,314.00Non Migas 55,939.28 66,428.36 79,589.15 92,012.32 107,894.15 100,163.05Migas 15,645.33 19,231.60 21,209.48 22,088.57 29,126.27 25,970.29

No 2004 2005 2006 2007 2008 2009*Uraian

Page 25: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

151Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

IV.2. Hasil Estimasi Model: Panel Multinomial Logit

Pertumbuhan sektor industri mengalami tren penurunan selama beberapa tahun terakhir.

Pada masa sebelum krisis, sektor manufaktur tumbuh rata-rata sebesar 11.8% 5 (yoy),

sedangkan sesudah krisis pertumbuhan sektor industri turun menjadi 4.6% 6 (yoy). Penurunan

pertumbuhan tersebut dapat merupakan akibat dari penurunan pertumbuhan output akibat

5 Rata-rata pertumbuhan industri tahun 1994-19966 Rata-rata pertumbuhan industri tahun 2000-2009

Tabel II.6Impor Sub Industri Manufaktur Tahun 2004-2009

1 Besi Baja, Mesin mesin dan Otomotif 13.620.20 17,531.04 17,031.41 20,539.04 39,978.13 33,689.132 Elektronika 2,048.47 2,413.48 2,488.31 4,035.98 13,444.71 10,445.413 Kimia Dasar 5,690.64 5,935.32 6,315.39 7,115.75 10,716.70 9,641.024 Tekstil 1,036.36 1,026.87 1,085.68 1,192.00 3,901.78 3,023.935 Makanan dan Minuman 1,390.67 1,914.52 2,178.23 3,616.14 3,157.97 3,440.276 Pulp dan Kertas 1,299.76 1,298.95 1,392.04 1,692.60 2,518.49 2,279.817 Alat - alat Listrik 724.42 877.79 852.98 1,118.31 2,470.79 2,036.178 Pupuk 431.99 518.87 624.65 761.78 2,337.64 1,843.829 Barang - barang Kimia lainnya 1,078.06 1,167.23 1,170.03 1,293.82 1,845.64 1,671.44

Total 9 Besar Industri 27,320.57 32,684.07 33,138.71 41,365.42 80,372.42 68,071Total Industri 31,550.79 37,300.34 38,624.63 48,084.08 91,800.67 7,816,689Non Migas 34,792.48 40,243.21 42,102.59 52,540.61 98,644.41 84,372.53Gas 11,732.05 17,457.68 18,962.87 21,932.82 30,552.90 28,142.35

No 2004 2005 2006 2007 2008 2009*Uraian

Tabel II.7 Tingkat Perusahaan yang Masuk,Keluar, atau Tetap dalam Industri Manufaktur (%)

Year Stay Entry Exit

1991 75,9 17,1 7,01992 78,3 15,2 6,51993 82,6 11,1 6,31994 83,1 11,7 5,21995 75,8 17,4 6,81996 51,9 14,9 33,21997 81,0 8,0 11,01998 84,5 8,4 7,11999 87,6 7,8 4,62000 77,5 5,7 16,92001 80,1 15,1 4,82002 87,3 4,7 8,02003 73,6 5,1 21,22004 73,0 9,5 17,52005 71,7 7,8 20,52006 64,3 19,6 16,1

Page 26: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

152 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

dari kenaikan exit rate pada masa sesudah krisis atau masuknya perusahaan dengan output

yang lebih rendah, sementara perusahaan yang keluar dari industri adalah perusahaan dengan

output yang tinggi.

Jumlah perusahaan yang masuk, keluar, atau tetap dalam industri secara umum tidak

mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Rata-rata perusahaan yang bertahan dalam suatu

industri adalah 76.8% setiap tahun, sementara yang masuk adalah 11,2% per tahun. Jumlah

tersebut hampir serupa dengan tingkat perusahaan yang keluar yaitu 12%.

Pada tahun 1996 dan 1997 terjadi peningkatan exit rate yang signifikan yaitu mencapai

33,2% dan 11,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada masa krisis atau bust dalam

perekonomian, perusahaan yang keluar dari industri memiliki jumlah yang besar dan jumlah

perusahaan yang masuk mengalami penurunan.

Apabila dibedah ke dalam kode SITC 2 digit, pada masa sebelum krisis sebagian sub

industri memiliki kecenderungan yang seimbang antara perusahaan yang masuk dan keluar.

Pada masa sebelum krisis, sub industri barang-barang petroleum yang sudah disuling (23) dan

barang logam dasar (27) memiliki rata-rata tertinggi perusahaan yang masuk yaitu sebesar 10-

11% per tahun.

Sebaliknya terjadi setelah krisis, hampir seluruh sub industri memiliki jumlah perusahaan

yang keluar lebih banyak. Bahkan beberapa sub industri memiliki peningkatan net keluar pada

masa sesudah krisis. Sebagai contoh, sub industri tekstil, pada masa sebelum krisis jumlah

perusahaan yang keluar dari industri tekstil sekitar 0,2%, sementara pada masa sesudah krisis

jumlah perusahaan yang keluar meningkat menjadi 4,5% per tahun. Hal yang serupa terjadi

pada industri pakaian jadi dan makanan.

Di sisi lain, terdapat beberapa perusahaan yang memiliki pertambahan perusahaan per

tahun pada masa sesudah krisis. Sub industri tersebut adalah sub industri peralatan kantor,

akuntansi dan komputer (30) serta sub industri produksi motor dan sepeda (34). Dinamika ini

sejalan dengan pergerakan sub industri transportasi yang memberikan kontribusi terbesar

terhadap total output industri.

Pengolahan panel multinomial logit dilakukan untuk keseluruhan dan sub industri (ISIC 2

digit). Berdasarkan hasil pengolahan, diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi entry/exit

rate pada masa boom/bust dalam perekonomian. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu : karakteristik perusahaan (ukuran, modal, biaya, produktivitas), karakteristik pasar, kondisi

makroekonomi (boom/bust perekonomian).

Page 27: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

153Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

IV.2.1. Modal Perusahaan

Modal perusahaan merupakan komponen nilai gedung, tanah, kendaraaan, dan

perlengkapan. Semakin besar modal perusahaan maka peluang memasuki industri semakin

besar. Modal perusahaan merupakan biaya tetap. Untuk memperoleh keuntungan, perusahaan

akan memproduksi dalam kapasitas yang besar.

Tabel II.10Rata-rata Modal dan Nilai Produksi Industri Tahun 1990-2006

I S I C Modal Produksi

21 - PAPER AND PAPER PRODUCTS 1.670.000.000 77.800.00024 - CHEMICALS AND CHEMICAL PRODUCTS 875.000.000 51.000.00016 - TOBACCO PRODUCTS 785.000.000 39.600.00033 - MEDICAL. PRECISION AND OPTICAL 603.000.000 16.800.00017 - TEXTILES 514.000.000 21.200.00022 - PUBLISHING, PRINTING AND REPRODUCTION OF RECORDED 477.000.000 10.100.000

Tabel II.8 Tingkat Entry dan Exit PerusahaanSebelum Krisis

Kode Stay Entry Exit Net

15 78.4% 10.7% 10.9% -0.3%16 77.0% 9.2% 13.8% -4.6%17 79.8% 10.0% 10.2% -0.2%18 70.8% 14.4% 14.8% -0.3%19 75.9% 14.1% 10.0% 4.1%20 67.1% 13.9% 19.0% -5.1%21 79.5% 12.9% 7.5% 5.4%22 79.2% 9.7% 11.1% -1.4%23 61.3% 25.2% 13.4% 11.8%24 82.4% 8.8% 8.8% 0.1%25 78.9% 12.0% 9.1% 2.9%26 77.4% 12.7% 9.9% 2.9%27 72.2% 18.2% 8.9% 10.0%28 78.9% 12.0% 9.1% 3.0%29 78.2% 13.3% 8.5% 4.7%30 65.7% 20.0% 14.3% 5.7%31 81.1% 10.6% 8.3% 2.3%32 67.7% 20.4% 11.9% 8.5%33 79.1% 10.7% 10.2% 0.5%34 80.2% 9.3% 10.4% -1.1%35 75.4% 11.1% 13.5% -2.4%36 68.7% 15.2% 16.1% -0.9%

Tabel II.9 Tingkat Entry dan Exit PerusahaanSesudah Krisis

Kode Stay Entry Exit Net

15161718192021222324252627282930313233343536

88,0%84,2%89,5%84,0%88,3%81,0%90,5%90,6%92,1%93,3%84,6%85,0%74,2%89,5%91,7%71,4%95,9%82,5%90,4%83,1%83,3%80,0%

3,9%5,5%3,0%4,8%2,0%4,1%2,9%3,4%1,0%2,0%7,2%3,5%1,8%2,5%1,3%28,6%1,0%4,5%0,0%9,7%4,1%8,6%

8,1%10,3%7,5%

11,3%9,7%

14,9%6,6%6,0%0,3%4,7%8,2%

11,5%24,0%8,0%7,0%0,0%6,1%

13,0%9,6%7,2%

12,6%11,4%

-4,2%-4,8%-4,5%6,5%

-7,7%-10,9%-3,6%2,7%

-4,8%%-2,7%-1,1%-8,0%

-22,3%-5,4%-5,7%28,6%-5,1%-8,5%-9,6%2,5%8,6%

-2,9%

Page 28: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

154 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Hasil estimasi (lampiran) menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas pertambahan modal

terhadap peluang perusahaan masuk industri pada masa bust dan boom. Pada masa bust

dalam perekonomian, perusahaan memiliki insentif yang kecil untuk memasuki industri. Modal

perusahaan yang masuk ke dalam industri lebih kecil daripada perusahaan yang bertahan. Hal

tersebut dapat terlihat dari koefisien modal yang negatif hubungannya terhadap probabilitas

perusahaan masuk industri. Hal sebaliknya terjadi pada masa boom dalam perekonomian,

koefisien modal yang positif menunjukkan bahwa pertambahan modal akan meningkatkan

probabilitas perusahaan masuk industri. Selain itu perusahaan yang masuk ke dalam industri

pada masa boom juga memiliki modal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-

perusahaan yang bertahan di industri tersebut.

Apabila dilihat sensitivitas perubahan modal setiap sub industri terhadap probabilitas

perusahaan masuk perusahaan pada masa boom, sebagian besar sub industri memiliki hubungan

yang positif terhadap modal. Sensitivitas yang terbesar pada sub industri produk non metal

(26). Di sisi lain, sub industri dengan modal yang besar juga memiliki sensitivitas positif terhadap

perubahan modal. Hal tersebut memberikan alasan mengapa pada masa boom terjadi

peningkatan nilai produksi perusahaan manufaktur.

Hal sebaliknya terjadi pada masa bust, besarnya modal perusahaan sebagian besar tidak

mempengaruhi peluang memasuki industri. Bahkan di beberapa industri terdapat kecenderungan

yang negatif untuk memasuki industri. Sensitivitas negatif terbesar dimiliki oleh industri kertas

dan produk-produk kertas (21). Koefisien yang negatif juga menunjukkan pada masa bust,

perusahaan-perusahaan yang masuk dalam industri tersebut memiliki modal yang relatif lebih

kecil dari perusahaan yang bertahan. Hasil empiris ini juga menunjukkan pada masa bust kecilnya

pertumbuhan sektor industri disebabkan oleh perusahaan tidak memiliki insentif memasuki

industri dan atau perusahaan yang masuk industri memiliki modal yang kecil dan pada akhirnya

tingkat produksi yang kecil.

Perilaku perusahaan yang keluar dari pasar menunjukkan perbedaan yang sangat kecil

pada masa boom dan bust. Hasil estimasi menunjukkan perilaku yang sejalan dengan hipotesa

awal, dimana kenaikan dari modal perusahaan akan mengurangi peluang perusahaan untuk

memasuki industri.

Apabila dilihat perilaku perusahaan lebih detil, pada masa bust, sensitivitas pertambahan

modal terhadap probabilitas perusahaan keluar dari industri menunjukkan hubungan yang

negatif. Peranan modal terhadap peluang keluarnya perusahaan berpengaruh besar untuk sub

industri tembakau (16). Industri-industri dengan kategori modal besar juga memiliki sensitivitas

yang besar terhadap perubahan modal. Pada masa bust, perubahan modal tidak berpengaruh

terhadap keputusan perusahaan untuk keluar atau tetap dalam industri.

Page 29: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

155Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Hasil estimasi juga menunjukkan pada masa boom, pertambahan 1% modal perusahaan

akan meningkatkan peluang perusahaan bertahan dalam industri, dengan magnitude yang

sama. Pada masa boom, industri furniture (36) memiliki sensitivitas yang besar terhadap

perubahan modal. Selain industri tersebut, industri lainnya juga memiliki sensitivitas yang besar

terhadap perubahan modal.

Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang berimplikasi untuk

menambah modal perusahaan akan efektif pada masa boom dan bust perekonomian, akan

tetapi pengaruh kebijakan tersebut akan lebih besar pada masa boom. Hal itu akan memberikan

implikasi pada peningkatan perusahaan yang masuk dan pengurangan perusahaan yang keluar.

Terutama kebijakan penambahan modal pada sub industri yang memiliki rata-rata modal yang

tinggi. Hal tersebut akan meningkatkan nilai produksi dan pada akhirnya mendorong

pertumbuhan sektor manufaktur.

IV.2.2. Ukuran Perusahaan

Secara umum ukuran perusahaan yang masuk adalah perusahaan dengan ukuran yang

kecil, kecuali perusahaan yang berada pada sub industri peralatan kesehatan. Begitupula

perusahaan yang keluar dari industri merupakan perusahaan dengan ukuran perusahaan yang

relatif kecil, kecuali perusahaan pada sub industri mesin, radio, dan telekomunikasi. Secara

total, pada periode boom, pengurangan total ukuran perusahaan terjadi akibat dinamika

perusahaan yang masuk dan keluar. Apabila ukuran perusahaan dibandingkan pada periode

boom dan bust, tidak ada perbedaan signifikan di kedua periode tersebut.

Begitupula apabila dilihat dari nilai produksi, perusahaan yang masuk ke dalam industri

memiliki nilai produksi yang lebih kecil, kecuali sub industri logam dasar serta peralatan

telekomunikasi dan kesehatan. Begitupula perilaku perusahaan yang keluar juga memiliki nilai

produksi yang lebih kecil, kecuali perusahaan sub industri logam dasar. Pada masa boom dalam

perekonomian, nilai produksi perusahaan yang bertahan lebih besar daripada masa bust, akan

tetapi dinamika perusahaan yang masuk dan keluar memberikan penurunan terhadap nilai

produksi secara total.

Pada hasil pengolahan dengan menggunakan multinomial panel logit juga ditunjukkan

dengan koefisien negatif baik pada masa bust dan boom. Perbedaan ini juga menunjukkan,

perusahaan-perusahaan yang masuk pada masa bust dan boom perekonomian memiliki ukuran

yang relatif lebih kecil daripada perusahaan yang berada dalam industri tersebut sebelumnya.

Hasil empiris ini juga menunjukkan bahwa pada masa boom sekalipun jumlah perusahaan yang

masuk ke dalam industri lebih besar, tetapi ukuran perusahaannya lebih kecil daripada masa bust.

Page 30: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

156 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Grafik II.7. : Rata-rata Nilai ProduksiPerusahaan Stay/Entry/Exit

Hal ini dikarenakan ekspektasi pertumbuhan dan profit pada masa bust relatif kecil

sehingga perusahaan-perusahaan dengan ukuran kecil tidak mengambil resiko memasuki

industri. Pada masa bust, tingkat produksi yang dihasilkan harus besar agar dapat menghasilkan

keuntungan yang besar. Dengan jumlah tenaga kerja produksi yang sedikit, akan memberatkan

perusahaan mendapatkan nilai produksi yang besar. Sebaliknya pada masa boom, adanya

pertumbuhan dan ekspektasi profit akan dapt memberikan keuntungan pada perusahaan-

perusahaan dengan tenaga kerja yang kecil sekalipun.

Apabila dilihat sensitivitas per industri pada masa boom dan bust, perilaku industri secara

total juga terjadi pada sebagian besar sub industri. Pada masa bust, sub industri percetakan

(22) yang memasuki industri memiliki jumlah tenaga kerja produksi yang paling kecil. Sementara

pada masa boom, perusahaan yang masuk pada sub industri tekstil (17) memiliki ukuran

perusahaan yang lebih kecil.

Hal yang menarik yang diperoleh dari hasil estimasi multinomial panel logit, pada beberapa

sub industri pengaruh kenaikan jumlah tenaga kerja produksi meningkatkan peluang perusahaan

memasuki industri. Pada masa boom, sub industri tersebut adalah industri tembakau (16),

industri radio dan telekomunikasi (32) serta karet dan plastik (25). Sementara pada masa bust,

penambahan ukuran perusahaan pada sub industri tembakau (16) akan meningkatkan peluang

perusahaan yang masuk ke industri tersebut. Hal tersebut sejalan dengan analisis deskriptif

yang disampaikan sebelumnya, akhir-akhir ini atau masa boom, sub industri yang banyak

menyerap tenaga kerja adalah industri radio dan telekomunikasi.

Ukuran perusahaan yang keluar dari industri juga relatif lebih kecil daripada rata-rata

perusahaan yang bertahan. Selain itu perusahaan yang keluar pada masa boom, relatif lebih

kecil daripada masa bust. Hal tersebut ditunjukkan dengan tanda/arah negatif koefisien.

30.000.000

25.000.000

20.000.000

15.000.000

10.000.000

5.000.000

-

25.900.00025.200.000

9.504.438

13.500.000

10.700.000 10.100.000

Boom Bust Boom Bust Boom Bust

Stay Entry Exit

Page 31: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

157Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Di sisi lain, koefisien negatif menunjukkan semakin besar jumlah tenaga kerja produksi

akan menurunkan probabilitas perusahaan keluar atau dengan kata lain perusahaan akan

memilih bertahan dalam industri. Sensitivitas tersebut lebih besar pada masa boom dibandingkan

masa bust. Pada masa boom, semakin besar ukuran perusahaan akan mengurangi probabilitas

perusahaan keluar lebih besar dibandingkan masa bust. Atau dengan kata lain, perusahaan

lebih mudah keluar pada masa bust.

Apabila dilihat sensitivitas ukuran perusahaan terhadap probabilitas perusahaan keluar

dari industri secara lebih detil, hampir seluruh perusahaan memiliki perilaku yang sama dengan

total industri. Pada masa bust, sensitivitas ukuran perusahaan terhadap peluang perusahaan

keluar dari industri terbesar terdapat dalam sub industri tembakau (16). Sementara pada masa

boom, sensitivitas ukuran perusahaan terhadap peluang perusahaan yang keluar terbesar

terdapat pada sub industri furniture (36).

Perusahaan yang masuk ke dalam maupun yang keluar industri lebih kecil daripada masa

bust, sehingga dapat disimpulkan ukuran perusahaan yang bertahan dalam industri dalam

masa boom lebih besar pada masa bust. Kebijakan yang dapat meningkatkan ukuran perusahaan

melalui peningkatan jumlah tenaga kerja produksi akan memberikan implikasi peningkatan

jumlah perusahaan yang bertahan dalam industri.

IV.2.3. Biaya Produksi

Semakin besar biaya produksi yang didekati dengan upah pekerja produksi akan

mengurangi peluang perusahaan yang masuk ke dalam industri. Perilaku tersebut berlaku baik

pada masa boom atau bust dalam perekonomian. Pada masa bust perekonomian sensitivitas

kenaikan biaya produksi lebih kecil daripada masa boom . Sensitivitas negatif ini juga

menunjukkan bahwa perusahaan-perusahan yang masuk memiliki upah produksi yang lebih

kecil dibandingkan perusahaan yang tetap dalam industri. Di sisi lain, hasil empiris multinomial

panel logit juga menunjukkan bahwa upah produksi perusahaan yang masuk pada masa boom

lebih kecil daripada masa bust.

Perilaku yang terjadi pada keseluruhan industri tersebut juga terjadi pada sebagian

besar sub industri. Pada masa bust dalam perekonomian, kenaikan biaya produksi akan

berpengaruh paling besar pada industri makanan dan minuman (15), sementara pada masa

boom industri pakaian jadi(19) memiliki sensitivitas terbesar terhadap biaya produksi.

Di sisi lain, peluang perusahaan keluar dari industri biaya produksi memiliki hubungan

positif dengan biaya tenaga kerja produksi. Semakin tinggi biaya tenaga kerja produksi akan

Page 32: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

158 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

meningkatkan peluang perusahaan yang keluar pada masa bust perekonomian. Sementara

pada masa boom, biaya produksi tidak berpengaruh terhadap keputusan perusahaan keluar

dari industri.

Pada masa bust perekonomian, sensitivitas positif biaya produksi terhadap peluang

perusahaan keluar dari industri terbesar terdapat pada industri tembakau (16), sementara pada

masa boom terdapat pada industri kimia dan produk-produk kimia (24).

Implikasi kebijakan dari analisis ini adalah menekan biaya produksi terutama pada masa

bust dalam perekonomian, karena akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk masuk

atau keluar perusahaan. Sementara pengurangan biaya produksi pada masa boom, hanya

akan mengurangi perusahaan yang masuk ke dalam industri.

IV.2.4. Teknologi Perusahaan

Pada periode boom, perusahaan yang masuk ke dalam industri dengan tingkat teknologi

yang lebih tinggi. Secara total, pada masa boom, teknologi yang masuk ke dalam industri

menjadi lebih kecil. Untuk rata-rata perusahaan, pada masa boom dan bust tidak ada perbedaan

teknologi yang signifikan.

Grafik II.8. : Rata-rata TFP untukperusahaan stay/entry/exit

Sebagian besar sub industri manufaktur memiliki ketergantungan yang lebih besar

terhadap tenaga kerja dan sebaliknya terhadap modal. Pertambahan 1 unit barang modal

memberikan pertambahan yang lebih kecil dibandingkan dengan pertambahan 1 unit tenaga

kerja.

9,25

9,20

9,15

9,10

9,05

9,00

8,95

8,90

9,10 9,11

9,16

9,22

9,14

9,01

Boom Bust Boom Bust Boom Bust

Stay Entry Exit

Page 33: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

159Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Hasil pengolahan data panel (random effect) untuk setiap industri 2 digit tahun 1990-

2006 menunjukkan sub industri raw materials (yang juga merupakan ekspor utama Indonesia)

memiliki ketergantungan besar terhadap tenaga kerja dengan rata-rata koefisien 0,17.

Sementara sub industri mesin, telekomunikasi, komputer, memiliki ketergantungan yang lebih

besar terhadap barang modal (0,22).

Total koefisien modal dan tenaga kerja juga menunjukan kecenderungan industri

manufaktur memiliki pola increasing return to scale, kecuali sub industri minyak olahan.

Pertambahan input yang mendorong output terbesar dimiliki oleh sub industri radio, televisi,

dan telekomunikasi dan beberapa industri yang cenderung memiliki tingkat teknologi yang

tinggi. Oleh karena itu, peningkatan jumlah tenaga kerja di industri berbasis teknologi diperlukan,

dengan kombinasi tenaga kerja dan modal yang tinggi, akan menghasilkan output lebih banyak.

Selain peran modal dan tenaga kerja, teknologi juga memiliki kontribusi terhadap output.

Sub industri dengan teknologi yang terbesar adalah pengolahan padi, barang dari minyak dan

gas bumi, serta alat komunikasi. Sementara sub industri tembakau, tanah liat, dan peralatan

fotografi memiliki teknologi yang relatif lebih kecil.

Apabila dibandingkan tahun 1990, tingkat teknologi yang dimiliki industri saat ini

mengalami peningkatan. Akan tetapi pertumbuhan teknologi sejak tahun 2000-2006 mengalami

perlambatan. Peningkatan teknologi terbesar adalah sub industri serat buatan (rata-rata

pertumbuhan7 adalah 14.85% per tahun) sementara pertumbuhan teknologi yang terkecil

adalah komponen elektronik (rata-rata pertumbuhan 2.50% per tahun).

Pada keseluruhan periode waktu (boom/bust), perusahaan yang memasuki industri

memiliki tingkat teknologi yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang bertahan/keluar

dari industri tersebut. Teknologi perusahaan menunjukkan penggunaan teknologi dalam

memproduksi output, sehingga teknologi perusahaan yang semakin tinggi akan meningkatkan

output. Hasil estimasi panel logit menunjukkan bahwa pada periode bust, perusahaan yang

masuk industri memiliki teknologi yang lebih kecil daripada pada masa boom . Hasil estimasi ini

sejalan dengan hipotesa awal.

Apabila dilihat perilaku perusahaan secara detail, pada masa bust perusahan yang masuk

dengan teknologi terendah adalah industri kayu dan produk-produk kayu (20). Sementara

pada masa boom perekonomian, perusahaan yang masuk ke dalam industri memiliki teknologi

yang lebih besar. Semakin besar teknologi perusahaan maka peluang perusahaan untuk

memasuki industri semakin besar. Sensitivitas terbesar adalah industri makanan dan minuman

7 Rata-rata pertumbuhan industri tahun 2000-2006

Page 34: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

160 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

(15), semakin besar teknologi perusahaan di industri tersebut maka peluang perusahaan

memasuki industri juga semakin besar.

Sementara pada saat keluar dari industri, perusahaan memiliki kecenderungan teknologi

yang lebih tinggi dari industrinya (baik pada masa boom dan bust). Pada masa bust, teknologi

perusahaan yang keluar lebih besar daripada masa boom. Apabila dilihat perilaku perusahaan

lebih detail, perusahaan yang keluar dari sub industri logam (28) memiliki peluang keluar dari

industri yang terbesar dengan kenaikan teknologi, sementara pada masa boom peluang keluar

dari industri yang terbesar adalah industri furniture (36).

Hasil perhitungan multinomial panel logit tersebut menunjukkan bahwa pada masa bust

perekonomian, dengan kenaikan 1 % teknologi akan menurunkan probabilitas perusahaan

yang masuk dan meningkatkan probabilitas perusahaan yang keluar. Sehingga pada masa

bust, secara total, perusahaan yang bertahan dalam industri lebih kecil. Sementara pada periode

boom, kenaikan 1 % teknologi menyebabkan peluang perusahaan yang masuk lebih besar

daripada yang keluar.

IV.2.5. Karakteristik Pasar

Tingkat konsentrasi pasar yang menunjukkan besarnya economic of scale juga berbeda-

beda para setiap industri. Sub industri dengan konsentrasi yang besar memiliki karakteristik

perusahaan monopoli, sehingga biaya untuk memasuki industri tersebut relatif besar. Adapun

perusahaan yang memiliki konsentrasi pasar yang besar meliputi industri tembakau, plastik,

logam, mesin kantor, radio dan komunikasi, serta peralatan kesehatan. Pada sub industri tersebut,

secara umum, memiliki entry rate di bawah rata-rata industri.

Grafik II.9. : Rata-rata CR PerusahaanStay/Entry/Exit

0,48

0,47

0,46 0,46

0,45

0,47

0,49

0,48

0,47

0,46

0,45

0,44

0,43

0,42

0,41

0,40Boom Bust Boom Bust Boom Bust

Stay Entry Exit

Page 35: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

161Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Karakteristik pasar yang cenderung mengarah ke pasar monopoli, menyulitkan perusahaan

baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Hal itu karena biaya untuk mencapai profit

maksimum lebih besar dibandingkan dengan pasar yang memiliki karakteristik sempurna, dimana

tidak ada halangan untuk masuk/keluar pasar. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil empiris

yang menunjukkan bahwa baik pada masa boom/bust, karakteristik perusahaan yang mengarah

pada monopoli akan mengurangi probabilita perusahaan yang masuk.

Hal sebaliknya terjadi pada karakteristik perusahaan yang keluar dari industri. Perusahaan

lebih mudah keluar pada industri yang mengarah pada monopoli, terutama pada masa bust

dalam perekonomian. Sementara pada masa boom, karakteristik pasar bukan merupakan faktor

yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk tetap atau keluar dari industri.

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan hasil analisis kualitatif dan kuantitatif yang telah dilakukan dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Perubahan kondisi ekonomi ditunjukkan dengan perbedaan tingkat perusahaan yang keluar/

masuk. Pada masa krisis ekonomi tahun 1997-1998, terjadi exit rate yang tinggi, sementara

perusahaan yang masuk relatif lebih sedikit.

2. Karakteristik perusahaan yang masuk ke dalam industri :

- Pada periode boom, peningkatan peluang perusahaan untuk masuk ke dalam industri

sejalan dengan pertambahan modal dan teknologi. Sementara peluang perusahaan untuk

masuk pada masa boom berhubungan negatif dengan jumlah tenaga kerja, biaya

produksi, serta tingkat konsentrasi pasar.

- Peluang perusahaan untuk memasuki industri selama periode bust akan meningkat

dengan penurunan modal dan ukuran, biaya tenaga kerja produksi, teknologi dan

konsentrasi pasar.

3. Terdapat beberapa industri yang membutuhkan ukuran yang besar baik dari sisi modal

maupun tenaga kerja untuk memasuki industri tersebut, yaitu sub industri radio dan

telekomunikasi, serta karet dan plastik.

4. Karakteristik perusahaan yang keluar dari industri :

- Pada periode boom/bust, peluang perusahaan untuk keluar dari industri akan lebih besar

apabila biaya tenaga kerja produksi meningkat, ukuran perusahaan menurun, dan modal

yang menurun.

Berdasarkan kesimpulan tersebut dapat ditarik beberapa rekomendasi kebijakan.

Sensitivitas perusahaan terhadap modal lebih besar pada masa boom dibandingkan masa bust.

Page 36: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

162 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Hal tersebut memberikan konsekuensi, kebijakan untuk meningkatkan modal akan lebih efektif

meningkatkan peluang perusahaan masuk industri pada masa boom. Sementara penguatan

modal perusahaan pada masa bust akan mencegah perusahaan untuk keluar dari industri.

Oleh karena itu, dalam rangka menguatkan industri manufaktur pada masa bust, insentif yang

lebih besar dibutuhkan perusahaan untuk memperkuat permodalan.

Hasil pengolahan data juga menunjukkan perusahaan dengan ukuran besar memiliki

peluang yang besar untuk bertahan dalam industri, hal tersebut terkait dengan economic of

scale. Sementara perusahaan kecil lebih rentan untuk masuk dan keluar pada masa boom/

bust. Pada masa bust dalam perekonomian, biaya tenaga kerja produksi perlu ditekan karena

akan mempengaruhi keputusan perusahaan untuk masuk atau keluar perusahaan. Sementara

pengurangan biaya produksi pada masa boom, hanya akan mengurangi perusahaan yang masuk

ke dalam industri.

Pada periode boom, peluang perusahaan untuk memasuki industri lebih besar untuk

perusahaan dengan teknologi yang besar. Sementara pada masa bust, peluang perusahaan

untuk memasuki industri lebih besar dengan teknologi rendah, ukuran yang kecil dan tingkat

konsentrasi pasar yang rendah. Oleh karena itu, industri dengan skala kecil dan teknologi yang

rendah memiliki peran yang penting untuk counter cycling perekonomian pada masa bust.

Page 37: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

163Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Ahn, Sanghoon, (2001). ≈Firm Dynamics and Productivity Growth : A Review of Micro Evidence

From OECD Countries∆, OECD Economics Department, Working Paper No. 97.

Austin, John S dan David I. Rosenbaum. ≈ The Determinants of Entry and Exit Rates Into US

Manufacturing Industries∆, Review of Industrial Organization, Vol.5 No. 2.

Bernard, Andrew B. and J.B. Jensen. (2004). ≈Why Some Firms Export,∆ The Review of Economics

and Statistics, Vol. 86, No. 2.

Caballero, R. J. dan M. L. Hammour, (1994). ≈The Cleansing Effect of Recessions,∆ American

Economic Review, No.84, 1350-1368.

Caballero, R. J. dan M. L. Hammour, (2005). ≈The Cost of Recessions Revisited: A Reverse-

Liquidationist View,∆ American Economic Review, No.84, 1350-1368.

Davis, S.J. dan J.C. Haltawanger, (1990).∆Gross Job Creation and Destruction: Microeconomic

Evidence and Macroeconomic Implications,∆ NBER Macroeconomic Annual V, 123-168.

Holzl Werner dan Leopold Sogner, (2004). ≈Entry and Exit Dynamics in The Austrian

Manufacturing Industries.∆ Vienna University of Economics and Business Administration,

Working Paper No. 36.

Ilmakunnas, Pekka dan Jukka Topi (1999). ≈Microeconomic and Macroeconomic Influences on

Entry

and Exit of Firms.∆ Review of Industrial Organization No. 15, 283-301.

Lee, Y. and T. Mukoyama, (2008). ≈Entry, Exit and Plant-Level Dynamics over the Business

Cycle,∆ Federal Reserve Bank of Cleveland Working Paper 07-18R.

Martin-Marcos, Ana dan Jordi Jaumandreu, (2004). ≈Entry, Exit, and Productivity Growth: Spanish

Manufacturing during The Eighties.∆ Spanish Economic Review No. 6, 211-226.

McQueen, Grant and Thorley, Steven, (1993). ≈Asymmetric business cycle turning points.∆

Journal of Monetary Economics, 31, 341-362.

Yang, Qing Gong, (2004). ≈Entry, Exit and The Dynamics of Productivity Growth in Chinese

Manufacturing Industry∆, ESRC Centre for Business Research, University of Cambridge,

Working Paper No. 284.

DAFTAR PUSTAKA

Page 38: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

164 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

LAMPIRAN

Efek Marjinal √ Entry BustISIC Ukuran Modal Upah Konsentrasi Pasar Teknologi Konstanta

151617181920212223242526272829313233343536

Total

NS0.052 ***

NSNS

(0.035) ***(0.030) ***(0.074) ***(0.114) ***

NS(0.102) ***(0.030) ***(0.030) ***(0.034) ***(0.001) ***(0.077) ***0.007 ***

(0.000) *NS

(0.056) **NS

(0.022) ***(0.014) ***

(0.002) ***(0.003) **

NSNS

(0.002) **NS

(0.006) ***NSNSNS

(0.003) ***NS

0.003 **NSNSNS

(0.000) ***NSNS

(0.001) **NS

(0.002) ***

(0.036) ***(0.060) ***(0.025) ***(0.002) ***0.030 ***

(0.023) ***0.044 ***

NSNS

0.028 **0.025 ***

(0.015) ***NS

0.000 ***0.041 **

(0.008) ***0.000 ***

NS0.026 *

NSNS

(0.020) ***

(0.048) ***(0.163) ***

0.105 ***(0.017) ***(0.070) **(0.159) ***

NS0.276 ***

NS0.214 ***

(0.268) ***(0.120) ***

NS(0.003) ***

0.412 ***0.010 ***

(0.000) ***(0.065) *

NS(0.176) ***(0.058) ***(0.011) ***

(0.027) ***0.006 **

(0.027) ***0.002 **

(0.075) ***(0.109) ***(0.124) ***(0.073) ***

NS(0.096) ***(0.071) ***

NS(0.021) ***(0.000) ***(0.094) ***0.008) ***

NS(0.004) ***(0.069) ***(0.010) ***

NS(0.022) **

0.199 ***0.090 ***0.104 ***

(0.070) ***0.142 ***0.583 ***0.260 ***0.508 ***

NS0.418 ***0.179 ***

(0.049) ***0.029 **

(0.003) ***0.203 ***0.071 ***

(0.000) ***(0.052) ***

0.139 **(0.049) ***(0.058) ***(0.005) ***

Efek Marjinal √ Exit BustISIC Ukuran Modal Upah Konsentrasi Pasar Teknologi Konstanta

151617181920212223242526272829313233343536

Total

(0.000) ***(0.014) ***(0.000) ***(0.000) ***(0.000) **(0.000) ***(0.000) **(0.000) ***NS(0.000) ***NS(0.003) ***0.039 *(0.000) ***NS(0.000) ***NSNS(0.001) ***(0.001) ***(0.000) ***(0.001) ***

(0.000)***(0.001)***NS(0.000)***(0.000)***(0.000)***NS(0.000)**NSNS(0.000)**NSNS(0.000)***NS(0.000)*NSNSNS(0.000)***NS(0.000)***

0.000***0.005***NSNSNSNS0.000*0.000***NSNS(0.000)*NS(0.043)***NSNS0.000**NSNSNS0.000**NS0.000***

(0.000)***0.039**(0.000)***0.000***0.001***0.000*0.000*0.000**NS0.000***(0.001)**(0.003)*(0.682)***NSNSNS(0.003)*NSNSNS0.000**0.000***

0.000***0.003***0.000***0.000***0.000***0.000***0.000**0.000***NS0.000***0.001***0.002***0.044***0.000***0.000***0.000***0.001***0.000**NSNS0.000***0.001***

(0.000)***(0.023)***(0.000)***(0.002)***(0.001)***(0.000)***(0.000)***(0.000)***(0.003)***NS(0.010)***(0.029)***(0.722)***(0.000)***(0.002)***(0.000)***(0.020)***(0.002)***(0.006)***(0.006)***(0.001)***(0.007)***

Page 39: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

165Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

ISIC Ukuran Modal Upah Konsentrasi Pasar Teknologi Konstanta

151617181920212223242526272829313233343536

Total

(0.063) ***0.000 ***

(0.107) ***(0.020) *

NS(0.014) ***(0.104) **(0.021) **

NS(0.016) **0.019 ***

(0.092) ***(0.050) *(0.023) **

NSNS

0.192 ***NSNS

(0.004) ***0.000 ***

(0.077) ***

NS0.000 *0.009 ***0.004 ***

NSNSNSNS

0.000 **0.004 ***0.001 ***0.010 ***

NS0.003 ***0.007 ***0.001 *0.008 **0.000 *

NSNS

0.002 ***0.006 ***

(0.081) *** (0.055) ** 0.104 *** (0.227) ***(0.000) ** NS 0.000 *** 0.000 **(0.081) *** (0.052) 0.086 *** NS(0.073) *** (0.100) *** 0.083 *** (0.192) **(0.088) *** NS 0.088 *** NS(0.015) *** (0.040) *** 0.022 *** (0.084) ***

NS (2.526) *** NS (1.083) ***(0.019) *** NS 0.024 *** (0.090) *

NS NS 0.000 * (0.004) *(0.042) *** NS 0.014 *** 0.210 ***(0.031) *** NS 0.024 *** NS(0.037) *** (0.201) *** 0.038 *** NS

NS NS NS 0.337 **(0.047) *** NS 0.027 *** 0.194 ***(0.052) *** NS 0.023 *** NS(0.023) *** 0.063 *** NS 0.173 ***(0.063) *** (0.526) *** 0.049 *** NS

NS NS NS (0.018) **(0.053) * 0.349 *** 0.036 *** NS

NS NS 0.002 *** (0.029) ***(0.006) *** (0.063) ** 0.014 *** NS(0.078) *** (0.027) *** 0.074 *** 0.118 ***

Efek Marjinal √ Entry Boom

ISIC Ukuran Modal Upah Konsentrasi Pasar Teknologi Konstanta

151617181920212223242526272829313233343536

Total

(0.007)***(0.000)***(0.011)***(0.002)***(0.011)***(0.018)**(0.001)***(0.004)***(0.001)*(0.005)***(0.002)**(0.009)***(0.000)***(0.000)***(0.003)***(0.000)***NSNS(0.007)**(0.011)***(0.135)***(0.008)***

(0.000)***NS(0.001)***(0.000)***(0.001)**(0.002)***(0.000)**(0.000)***NS(0.001)*(0.000)***NSNS(0.000)*NS(0.000)*(0.001)*NS(0.001)*NS(0.010)***(0.000)***

0.006***(0.009)***0.007*NS0.055***NS0.023***(0.009)*NSNS(0.002)**(0.002)*NSNSNSNS(0.077)***NS(0.011)(0.039)**NSNS

0.001***(0.000)***0.004***0.001***0.005***0.020***0.001***0.001***NS0.002***(0.001)***0.001***0.000**(0.000)***0.001***0.000***NSNS(0.000)**0.002***0.068***0.001***

(0.003)*(0.001)***NS(0.006)***NS(0.108)**0.007**(0.015)***NSNS(0.006)**(0.008)*(0.000)*(0.002)**(0.016)*(0.000)***(1.000)*(0.001)***NS(0.038)**0.550***(0.018)***

NSNS0.000**0.001*NSNSNSNSNS0.002***NS0.001*NSNSNS0.000**NSNSNSNS(0.061)***NS

Efek Marjinal √ Exit Boom

Page 40: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

166 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

8 Cabang industri non migas : industri makanan, minuman, tembakau, alat angkut, mesin dan peralatannya, pupuk, kimia, barangdari karet, tekstil, barang kulit, dan alas kaki.

Kode ISIC Keterangan

15161718192021222324252627282930313233343536

Keterangan Kode Kelompok Industri8

MANUFACTURE OF FOOD PRODUCTS AND BEVERAGESMANUFACTURE OF TOBACCO PRODUCTSMANUFACTURE OF TEXTILESMANUFACTURE OF WEARING APPAREL; DRESSING AND DYEINGTANNING AND DRESSING OF LEATHER; MANUFACTURE OFMANUFACTURE OF WOOD AND OF PRODUCTS OF WOOD ANDMANUFACTURE OF PAPER AND PAPER PRODUCTSPUBLISHING, PRINTING AND REPRODUCTION OF RECORDEDMANUFACTURE OF COKE, REFINED PETROLEUM PRODUCTSMANUFACTURE OF CHEMICALS AND CHEMICAL PRODUCTSMANUFACTURE OF RUBBER AND PLASTICS PRODUCTSMANUFACTURE OF OTHER NON-METALLIC MINERAL PRODUCTSMANUFACTURE OF BASIC METALSMANUFACTURE OF FABRICATED METAL PRODUCTSMANUFACTURE OF MACHINERY AND EQUIPMENT N.E.C.MANUFACTURE OF OFFICE, ACCOUNTING AND COMPUTINGMANUFACTURE OF ELECTRICAL MACHINERY AND APPARATUSMANUFACTURE OF RADIO, TELEVISION AND COMMUNICATIONMANUFACTURE OF MEDICAL, PRECISION AND OPTICALMANUFACTURE OF MOTOR VEHICLES, TRAILERSMANUFACTURE OF OTHER TRANSPORT EQUIPMENTMANUFACTURE OF FURNITURE; MANUFACTURE N.E.C.

Grafik 1. Periodisasi Boom BustPerekonomian (Upah Riil) Sebelum Krisis

Periodisasi Boom Bust Perekonomian (Upah Riil)

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996

Upah Riil

Upah riil Rata-rata Poly. (Upah riil )

Page 41: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

167Dinamika Industri Manufaktur dan Respon Terhadap Siklus Bisnis

Grafik 2. Periodisasi Boom BustPerekonomian (Upah Riil) Sesudah Krisis

Upah riil Rata-rata Poly. (Upah riil )0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Upah Riil

Heustman Test Panel Solow ResidualHo : difference in coefficients not systematic (fixed effect)Hi : difference in coefficients systematic (random effect)chi2(2) = (b-B)»[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)

= 90.9Prob>chi2 = 0.0000

ISIC Koef L Koef K

15161718192021222324252627282930313234353637

Uji Signifikansi Solow Residual

Hasil Hausman Test menunjukkan pengolahan data untuk memperoleh residual digunakan

metode random.

Tabel 1. Uji Signifikansi Solow Residual

0.91** 0.22***1.19 0.18***

1.12*** 0.16***0.99 0.15

0.96*** 0.16***1.06** 0.13***1.18 0.14***

1.09** 0.16***0.81 0.14***

1.14** 0.16***0.96** 0.15***1.13*** 0.17***

0.98 0.22***1.02 0.19***1.03 0.24***0.81 0.27***0.96 0.24***

1.14*** 0.27***1.14*** 0.2***

1.05 0.24***0.89*** 0.13***0.86*** 0.2

Page 42: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

168 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

ISIC Kecil Sedang Besar

1516171819202122232425262728293031323334353637

Total

0%100%

0%2%0%

66%0%0%0%0%0%

49%0%0%0%0%0%0%

53%0%1%0%9%

14%

81%0%

100%98%

100%34%

100%70%

0%0%

29%38%

0%0%

42%0%

24%0%

36%28%41%

100%91%63%

Distribusi Perusahaan Berdasarkan Teknologi yang digunakan

Tabel 2. Distribusi Perusahaan Tahun 2006Berdasarkan Teknologi

19%0%0%0%0%0%0%

30%100%100%

71%12%

100%100%

58%100%

76%100%

10%72%57%

0%0%

23%

Page 43: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

169Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

PERAN STIMULUS FISKAL DAN PELONGGARAN MONETER PADAPEREKONOMIAN INDONESIA SELAMA KRISIS FINANSIAL GLOBAL :

DENGAN PENDEKATAN FINANCIAL COMPUTABLE GENERAL EQUILIBRIUM 1

Iskandar Simorangkir 2

Justina Adamanti 3

Global financial crisis started in mid 2008 has reduced global economic growth, and many countries

even experienced economic contraction. To deal with economic contraction, various economic policies

have been undertaken. Governments have increased fiscal stimulus through increasing expenditure and

lowering tax while central banks have cut policy rates substantially. In some countries interest rates even

reach zero or close to zero. Similar to many other countries, Indonesia has also undertaken expansionary

policies, namely increasing fiscal stimulus and lowering interest rates.

This paper examines the impacts of fiscal stimulus and interest rate cut on Indonesian economy

using financial computable general equilibrium (FCGE) approach. The estimation results show a number

of findings. First, the combination of fiscal expansion and monetary expansion boosts economic growth

of Indonesia effectively. Relative to the effectiveness of fiscal expansion without monetary policy expansion

or monetary expansion without fiscal expansion, the combination of those two policies is more effective.

Second, looking into the components of GDP, the combination of fiscal and monetary expansion

has a large multiplier effect, boosting aggregate demand through increasing consumption, investment,

government expenditure, exports and imports. Meanwhile, from production side, the combination of

fiscal and monetary expansion has positive effects on increasing production of all economic sectors. This

effect comes from fiscal incentive (lower tax, lower import duties, etc) in increasing investment. Moreover,

the increase in aggregate demand also encourages enterprises to increase their production.

Third, institutionally fiscal stimulus and monetary easing has increased income and purchasing

power of the poor and rich households in rural and urban area. This increase in turn results in higher all

household consumption.

JEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL ClassificationJEL Classification: D58, E12, E13, E52, E58, H25, H31, H53, H54

Keywords: Fiscal stimulus, monetary easing, financial computable general equilibrium, global financial

crisis.

1 Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta Call for Papers - EcoMod2010, Istanbul, 7-10 Juli 2010 untukkomentarnya, M. Barik Bataludin, Harmanta dan Endy Dwi Tjahjono, para ekonom di Biro Riset Ekonomi Bank Indonesia untukbantuan dan masukannya. Semua pendapat yang diutarakan dalam paper ini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukanmerupakan pandangan resmi dari Bank Indonesia.

2 Kepala Biro Riset Ekonomi Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, Indonesia; Universitas Pelita Harapan dan UniversitasIndonesia; email: i.go.id∆[email protected] (corresponding author).

3 Ekonom Junior di Biro Riset Ekonomi, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, Indonesia; email: [email protected]

Abstract

Page 44: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

170 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

I. PENDAHULUAN

Bermula dari bencana subprime mortgage di Amerika Serikat, krisis keuangan global

yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menekan pertumbuhan ekonomi global dari 5,2%

di tahun 2007 menjadi 3,0% pada tahun 2008, dan menyusut sebesar 0,6% pada tahun

2009. Dalam rangka mencegah perlambatan ekonomi akibat krisis, hampir semua negara yang

terkena dampak krisis melakukan kebijakan counter-cyclical dalam bentuk stimulus fiskal dan

pelonggaran moneter (monetary easing). Pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia

diharapkan untuk mengkatalisasi permintaan agregat domestik melalui pilihan kebijakan yang

tak luas yang dibuat untuk mengimbangi penurunan permintaan global.

Stimulus fiskal yang diperkenalkan meliputi peningkatan pengeluaran pemerintah dan

pemotongan pajak. Selain itu, pelonggaran moneter tidak hanya terbatas pada suku bunga

mengurangi tetapi juga termasuk pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) melalui pembelian

sekuritas untuk memompa likuiditas perekonomian. Neraca fiskal global mengalami defisit

yang berkembang karena stimulus fiskal tambahan, dari defisit -0,5% di PDB tahun 2007

(sebelum krisis) menjadi -6,7% di tahun 2009. Sementara itu, policy rate dari bank-bank sentral

di seluruh dunia jatuh, bahkan mendekati 0% di sejumlah negara. Di Amerika Serikat, Federal

Fund Rate berkurang tajam dari 5,25% pada September 2007 menjadi 0,25% pada Desember

2008, sebuah tren yang diikuti oleh hampir setiap negara lain, yang menurunkan suku bunga

rata-rata sebesar 330 basis poin (bps) pada negara maju dan 300 bps di negara berkembang.

Meskipun perdebatan masih berlangsung mengenai efektivitas kebijakan counter-cyclical

tersebut, hampir semua negara terus melanjutkan program masing-masing stimulus fiskal dan

penurunan suku bunga dalam rangka menstimulasi ekonomi. Perdebatan mengenai efektivitas

dari kebijakan itu adalah terkait erat dengan berkembangnya keraguan akan kebijakan fiskal

dan moneter counter-cyclical. Dari perspektif ekonomi arus utama, terutama dari sudut pandang

klasik, stimulus fiskal dan kebijakan moneter bukan metode yang efektif untuk mengarahkan

pertumbuhan ekonomi riil. Sementara itu, pandangan lain, khususnya Keynes, berpendapat

bahwa stimulus fiskal dan pelonggaran moneter dapat mencegah penurunan output riil.

Peningkatan permintaan agregat, yang berasal dari stimulus fiskal dan pelonggaran moneter

di tengah-tengah kekakuan harga dan kurangnya lapangan kerja, dapat berhasil meningkatkan

output riil.

Serupa dengan posisi ekonomi negara-negara lain, Indonesia juga memperkenalkan

stimulus fiskal dan menurunkan suku bunga guna mencegah kontraksi ekonomi akibat krisis

keuangan global. Defisit fiskal meningkat sehubungan dengan stimulus fiskal yang dianggarkan

sebesar Rp. 73,3 triliun pada tahun 2009, meskipun realisasinya hanya 44% (Rp. 32,9 triliun).

Sementara itu, tingkat bunga acuan (BI-rate) berkurang secara bertahap, dengan total 300

Page 45: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

171Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

bps, menjadi 6,5% pada bulan April 2009. Dalam rangka menguji efektivitas kebijakan ini,

makalah ini akan meneliti dampak dari kedua kebijakan ini pada perekonomian Indonesia.

Metode yang digunakan adalah keseimbangan umum keuangan (financial general equilibrium/

FCGE). Selanjutnya, bagian kedua akan menjelaskan teori dan pelaksanaan kebijakan fiskal

dan moneter yang diambil dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagian

tiga merinci kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan di Indonesia untuk mengatasi krisis

yang diikuti dengan diskusi mengenai model dan hasil empiris pada bagian empat. Dibagian

akhir akan disajikan kesimpulan.

II. TEORI

Dalam teori, terutama pada teori Keynesian tertentu, kebijakan fiskal dan moneter secara

efektif mempengaruhi output riil. Kebijakan fiskal yang ekspansif, yaitu melalui stimulus fiskal,

dapat meningkatkan permintaan agregat melalui konsumsi domestik dan investasi. Dalam kondisi

kekakuan harga, output jangka pendek riil akan meningkat. Di tengah permintaan global yang

lemah akibat krisis keuangan global, stimulus fiskal dapat mengkatalisis perekonomian domestik.

Selanjutnya, permintaan agregat yang kuat dapat memberikan efek berlipat-lipat dan

meningkatkan pasokan agregat di sektor riil, sesuai dengan ekonomi di bawah kapasitas (under-

capacity economy), sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan output dalam jangka pendek.

Sementara itu, dari sudut pandang stabilitas keuangan, kebijakan moneter yang diperlonggar

menyebarkan tren tingkat bunga menurun, yang menurunkan biaya pembiayaan dan, pada

gilirannya, memperkuat permintaan kredit, sehingga mendorong kegiatan konsumsi dan investasi,

dan akhirnya mendukung permintaan domestik agregat. Dengan prevalensi kekakuan harga,

penurunan suku bunga dapat meningkatkan output riil dalam jangka pendek. Selain itu, pembuat

kebijakan juga mengadopsi kebijakan moneter yang diperlonggar selama krisis keuangan akibat

likuiditas yang semakin menghilang di pasar uang. Kurangnya likuiditas tambahan di pasar

keuangan menyebabkan kekurangan likuiditas di lembaga keuangan, yang mengikis kepercayaan

publik terhadap bank. Hal ini dapat mempengaruhi pergerakan bank dan meningkatkan risiko

sistemik dalam sistem perbankan secara keseluruhan, yang selanjutnya merusak pembiayaan pada

dunia bisnis dan pada akhirnya merugikan perekonomian. Selain itu, kurangnya kepercayaan

pada bank dapat mendorong masyarakat umum untuk melakukan diversifikasi ke aset nyata atau

aset asing, sehingga memperburuk inflasi dan memulai aliran modal.

Meskipun demikian, pandangan klasik menyatakan bahwa stimulus fiskal bersifat netral

dalam hal output riil. Akibatnya, pemotongan pajak dan peningkatan belanja pemerintah

membentuk defisit anggaran, yang oleh karenanya, pajak harus dinaikkan dalam jangka panjang

Page 46: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

172 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

dalam rangka untuk memangkas defisit. Akibatnya masyarakat umum akan mengurangi

pengeluaran saat mereka dalam mengantisipasi pajak yang lebih tinggi di kemudian hari.

Penurunan dalam pengeluaran akan diimbangi dengan adanya peningkatan pengeluaran

pemerintah, sehingga tidak berpengaruh nyata pada output (Ricardian equivalence). Selain itu,

kebijakan moneter tidak akan efektif mengontrol output riil. Walaupun tidak terjadi peningkatan

permintaan agregat nominal domestik sebagai akibat dari kebijakan pelonggaran moneter

dengan menurunkan suku bunga atau memperluas penawaran uang, harga akan cenderung

meningkat. Keuntungan dalam permintaan agregat akan diimbangi dengan harga yang

melambung, oleh karena itu, output riil tidak akan meningkat.

Ada banyak studi empiris dilakukan untuk mengukur peran stimulus fiskal dan pelonggaran

moneter dalam meningkatkan permintaan agregat dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.

Penelitian yang dilakukan oleh Freedman et al. (2009) menunjukkan bahwa kebijakan fiskal

ekspansif di seluruh dunia dikombinasikan dengan kebijakan moneter akomodatif dapat memiliki

efek multiplier yang signifikan pada perekonomian dunia. Blanchard dan Perotti (2002) dan

Romer dan Romer (2008) menemukan bahwa stimulus fiskal dari 1 persen dari PDB berdampak

pada meningkatnya PDB sebesar hampir 1 persen poin dan sebanyak 2 sampai 3 persen dari

PDB saat puncak efek terjadi, beberapa tahun kemudian. Sementara, Perotti (2005) menemukan

multiplier yang jauh lebih kecil untuk negara-negara Eropa. Baru-baru ini, Freedman, et al.

(2009) menemukan baik pengeluaran pemerintah dan/atau transfer yang ditargetkan akan

memiliki efek multiplier yang cukup besar pada perekonomian. Dalam skenario yang ideal di

mana stimulus fiskal, yang baik global dan didukung oleh akomodasi moneter, dan di mana

sektor keuangan yang berada di bawah tekanan sedang didukung oleh pemerintah. Sementara

itu, studi lintas negara yang dilakukan oleh Christiansen (2008) menemukan multiplier fiskal

yang kecil untuk ekonomi dan dalam beberapa kasus ditemukan multiplier dengan tanda negatif.

Studi yang dilakukan oleh Giavazzi dan Pagano (1990) dan disurvei oleh Hemming, Kell, dan

Mahfouz (2002) juga menemukan bahwa ekspansi fiskal memiliki efek multiplier negatif bagi

perekonomian.

Di sisi kebijakan moneter, terdapat pula beberapa studi tentang pengaruh kebijakan

moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Dibandingkan dengan stimulus fiskal yang dapat

segera meningkatkan kegiatan ekonomi, kebijakan moneter perlu waktu lebih lama untuk

menunjukkan dampak pada ekonomi. Hal ini karena sasaran utama dari kebijakan moneter

adalah untuk mempertahankan kesenjangan output stabil dan inflasi. Di negara maju, seperti

Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa utama, ada bukti substansial terhadap

efektivitas inovasi kebijakan moneter pada parameter ekonomi riil (lihat Miskhin (2002),

Christiano et al. (1999), Rafiq dan Mallick (2008) dan Bernanke et al. (2005)).

Page 47: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

173Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kejutan melalui kebijakan moneter hanya

mengakibatkan beberapa efek sederhana pada pertumbuhan ekonomi dan kadang-kadang

tidak konsisten dengan harapan teoritis, terutama bagi ekonomi menengah. Ganev et al. (2002)

misalnya, mempelajari efek terhadap guncangan moneter di sepuluh negara Eropa Tengah dan

Timur (Central and Eastern Europe/CEE) negara dan tidak menemukan bukti yang menyarankan

bahwa perubahan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi output. Ada tiga pertanyaan yang

paling umum yang diidentifikasi dalam beberapa literatur, yaitu pertanyaan likuiditas, pertanyaan

harga dan pertanyaan pertukaran rate (Chuku, 2009). Pertanyaan likuiditas merupakan

penemuan dimana peningkatan agregat moneter disertai dengan peningkatan (bukan

penurunan) suku bunga. Sementara pertanyaan harga merupakan temuan dimana kontraksi

dalam kebijakan moneter melalui inovasi positif dalam suku bunga tampaknya mengakibatkan

peningkatan (bukan penurunan) harga. Namun, yang paling umum dalam perekonomian

terbuka pertanyaan nilai tukar, yang yang merupakan temuan dimana peningkatan suku bunga

dikaitkan dengan depresiasi (bukan apresiasi) dari mata uang lokal.

Ekonomi biasanya menjadi lebih baik ketika otoritas fiskal dan moneter mengkoordinasikan

kebijakan mereka. Krisis telah membuat jelas bahwa selain mencapai kesenjangan output yang

stabil dan inflasi yang stabil, para pembuat kebijakan juga harus memperhatikan banyak target,

termasuk komposisi output, perilaku harga aset dan leverage dari agen-agen yang berbeda.

Hal ini juga memperjelas bahwa terdapat instrumen yang lebih banyak, yaitu kombinasi kebijakan

moneter tradisional dan kebijakan fiskal (Blanchard et al, 2010.).

Koordinasi kebijakan dapat mengurangi risiko konflik dan meningkatkan kemungkinan

bagi kebijakan tersebut untuk bisa lancar mencapai tujuan utama. Tujuan dari kebijakan moneter

adalah untuk mengurangi kesenjangan kelebihan/permintaan output dan untuk menutup

kesenjangan investasi. Jika otoritas moneter dominan, maka kemungkinannya akan mencari

kombinasi dari pengetatan fiskal dan relaksasi ringan dari kebijakan moneter. Pengetatan fiskal

untuk mengelola kelebihan kesenjangan output (dan dengan demikian mengurangi tekanan

inflasi), bahkan jika perlu berkorban dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Ekspansi

moneter adalah untuk memastikan kualitas pertumbuhan yaitu pertumbuhan yang didukung

oleh investasi (swasta) yang kuat. Sebaliknya, tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mengurangi

kesenjangan output yang berlebihan.

Di tengah pandangan yang saling bertentangan mengenai efektivitas kebijakan fiskal

dan moneter yang counter-cyclical, pemerintah dan bank sentral di seluruh dunia terus

berpendapat bahwa kebijakan fiskal dan moneter merupakan salah satu pilihan dalam mengatasi

krisis ekonomi akibat krisis, sebagaimana tercermin dari defisit fiskal yang sedang berkembang

dan penurunan suku bunga di seluruh dunia. Paket stimulus fiskal yang diperkenalkan oleh

Page 48: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

174 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

pemerintah di banyak negara di seluruh dunia untuk mengatasi krisis, telah mengakibatkan

meroketnya defisit fiskal global dari -0.5% dari PDB pada tahun 2007 menjadi -6,7% pada

tahun 2009 (IMF, 2009). Peningkatan defisit terbesar terjadi di negara maju; menurun dari -

1,2% selama periode pra-krisis (2007) menjadi -8.9% pada tahun 2009 (Tabel III.1). Sementara

itu, negara-negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan rendah masing-masing

mengalami defisit -4.0% dan -3,8% pada tahun 2009, dibandingkan dengan surplus sebelum

krisis sebesar 0,7% dan defisit sebesar -0,2%.

Table III.1Neraca Fiskal (dalam persen GDP)

2007(Pra-Krisis)

2009 2010 2014

Dunia -0,5 -6,7 -5,6 -2,8Ekonomi maju -1,2 -8,9 -8,1 -4,7Ekonomi berkembang 0,7 -4,0 -2,8 -0,7Ekonomi tertinggal -0,2 -3,8 -2,0 -1,4Negara-negara G-20 -1,0 -7,9 -6,9 -3,7G-20 ekonomi maju -1,9 -9,7 -8,7 -5,3G-20 ekonomi berkembang 0,3 -5,1 -4,1 -1,3

Sumber: IMF

Berdasarkan urutan negara, peningkatan terbesar dalam defisit fiskal terjadi di Amerika

Serikat, Inggris, Jepang dan Perancis, dengan defisit masing-masing sebesar -12,5%, -11,6%,

-10,5% dan -8,3% dari PDB pada tahun 2009, masing-masing dibandingkan dengan -2,8 %,

-2,6%, -2,5% dan -2,7% pada tahun 2007. Sementara itu, defisit fiskal terbesar yang dilaporkan

oleh negara ekonomi berkembang dialami oleh India dengan defisit mencapai -10,4% tahun

2009, dibandingkan dengan -4,4% di tahun 2007. Komposisi stimulus fiskal termasuk konsumsi

publik dan transfer serta investasi, khususnya di bidang infrastruktur, pemotongan pajak pelerja,

pemotongan pajak konsumsi, pemotongan pajak modal, dan pendapatan lainnya. Secara umum,

sebagian besar stimulus fiskal diberikan dalam bentuk konsumsi masyarakat dan transfer serta

investasi. Selain stimulus fiskal, pemerintah beberapa negara juga memberikan dukungan kepada

sektor keuangan dan sektor lainnya, termasuk pembiayaan dimuka. Pada Agustus 2009, jumlah

rata-rata dukungan keuangan yang diberikan oleh negara-negara anggota G-20 mencapai

2,2% dari PDB untuk injeksi modal ke sektor keuangan, 2,7% dari PDB untuk pembelian aset

dan pinjaman oleh Departemen Keuangan, 8,8% untuk jaminan dan 3,7% untuk pembiayaan

muka oleh pemerintah.

Selain itu, dalam rangka mengurangi perlambatan ekonomi global, bank sentral di banyak

negara mengambil tindakan agresif untuk melonggarkan posisi kebijakan moneter mereka.

Page 49: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

175Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Beberapa negara menurunkan suku bunga mereka mendekati nol. Di Amerika Serikat, Federal

Reserve memangkas Fed Fund Rate dari 5,25% menjadi 0,25% pada Desember 2008. Bank

sentral lain, misalnya Australia, Inggris, Eropa dan Asia juga ikut mengurangi tingkat kebijakan

mereka sebesar 0,4% hingga 5,25% dari pertengahan 2007 sampai awal 2009. Dukungan

lebih lanjut untuk meredakan moneter, berasal dari kebijakan yang dirancang untuk memompa

likuiditas ke pasar keuangan yang sangat memerlukan asupan, melalui pembelian aset serta

pinjaman dana pemerintah, penyediaan likuiditas dan dukungan bank sentral yang mencapai

masing-masing USD 1,436 miliar dan USD 2,804 miliar (IMF, 2009). Untuk menopang sektor

perbankan, sejumlah pemerintah juga menyatakan komitmen mereka untuk meningkatkan

jaminan simpanan maupun jaminan lainnya untuk berbagai pinjaman dan bantuan modal bagi

bank yang mengalami kesulitan likuiditas, dalam pergerakan yang dirancang untuk

mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan.

Susunan kebijakan yang diambil berhasil menghilang risiko sistemik di pasar keuangan,

mendorong optimisme dan mengembalikan kepercayaan pasar pada awal 2009. Likuiditas

tambahan dari pelonggaran kuantitatif mengurangi ketatnya pasar uang dan intervensi di negara

maju serta pemulihan sistem keuangan untuk meredakan ancaman risiko sistemik dan

memulihkan kepercayaan pelaku pasar keuangan. Pembelian sekuritas oleh bank sentral mampu

mengurangi biaya pembiayaan dan mengembalikan pasar keuangan dari mati suri yang

diakibatkan keengganan pasar karena risiko tinggi.

Ekonomi global telah secara bertahap melakukan rebound di balik pemulihan sektor

keuangan, yang meningkatkan likuiditas dalam perekonomian. Didukung oleh stimulus fiskal

yang signifikan, konsumsi rumah tangga juga meningkat, yang selanjutnya mendorong kegiatan

industri pada awal 2009. Penurunan suku bunga yang agresif dan pembelian sekuritas berbasis

hipotek menyebabkan suku bunga KPR yang lebih rendah dan, karenanya mendorong pemulihan

harga perumahan.

Perbaikan kinerja sektor keuangan dan beberapa indikator sektor riil membantu

memulihkan kepercayaan konsumen dan bisnis dalam pemulihan ekonomi global yang lebih

cepat dari yang diperkirakan. Berdasarkan data dari World Economic Outlook edisi April 2010,

pertumbuhan tahunan ekonomi dunia mencapai sekitar 3,25% selama kuartal kedua tahun

2009, kemudian memperkuat lebih dari 4,5% pada paruh kedua tahun ini. Akibatnya,

pertumbuhan ekonomi global hanya mengalami kontraksi sebesar -0,6% di tahun 2009, melebihi

proyeksi awal IMF -0.8% sebagaimana tercantum dalam edisi Januari WEO. Pemulihan ekonomi

global ini, yang telah melebihi perkiraan awal, meningkatkan keyakinan bahwa pertumbuhan

ekonomi global akan kembali ke awal lintasan normal di tahun 2010. keyakinan tersebut semakin

ditopang oleh pertumbuhan luas dalam produksi dan perdagangan internasional selama

Page 50: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

176 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

semester kedua 2009. Di negara maju, siklus inventarisasi bisnis berkebalikan dan konsumsi

meningkat di Amerika Serikat. Di negara berkembang dan negara berkembang pasar, sinyal

positif pertumbuhan ekonomi global tercermin dari kuatnya permintaan domestik.

Laju pemulihan ekonomi global berbeda antar wilayah dan negara sesuai dengan

perbedaan kondisi masing-masing dan kebijakan yang ditempuh. Secara holistik, negara-negara

dengan ekonomi berkembang berekspansi sebesar 2,4% pada tahun 2009, dengan negara-

negara berkembang di Asia, seperti Cina, India dan Indonesia memimpin jalan dengan

pertumbuhan yang kuat. Sementara itu, negara-negara maju mengalami kontraksi sebesar

3,2%. Meskipun demikian, dengan ekonomi global yang mulai mengalami akselerasi yang

cepat pada semester kedua tahun 2009, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan

melebihi proyeksi IMF pada tahun 2010, mencapai 4,2%.

III. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER DI INDONESIA DI TENGAH KRISISFINANSIAL GLOBAL

Berkutat dengan krisis keuangan global, pemerintah Indonesia memperkenalkan sebuah

susunan stimulus fiskal dan menerapkan kebijakan kelonggaran moneter untuk mencegah

perlambatan pertumbuhan ekonomi. Stimulus fiskal termasuk diantaranya pengeluaran yang

lebih besar serta pemotongan pajak. Pengeluaran pada tahun 2009, ditargetkan pada kisaran

Rp12,2 triliun, terdiri dari pengeluaran untuk proyek-proyek infrastruktur dan non-infrastruktur.

Non-proyek infrastruktur termasuk pelatihan keterampilan yang ditawarkan oleh Pusat Pelatihan

Kerja (BLK), dana jaminan tambahan untuk Kredit Usaha Kecil (KUR), dan Penanaman Modal

Negara (PMN) kepada PT Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI).

Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan stimulus melalui penurunan pendapatan,

dengan mengurangi tarif pajak serta meningkatkan pajak dan subsidi non-pajak ditanggung

oleh Pemerintah. stimulus tersebut dirancang untuk mempertahankan daya beli rumah tangga

serta memberikan insentif untuk bisnis di tengah krisis ekonomi global. Pada tahun 2009,

diperkirakan penghematan yang dibuat oleh perusahaan dan individu melalui pengurangan

pajak penghasilan sebesar Rp 50,3 triliun, yakni penurunan sebesar 9,3% di Pajak Penghasilan

Badan Usaha dan 7,7% pada Pajak Penghasilan Individual, dibandingkan dengan pendapatan

dari pajak penghasilan di tahun 2008 yang berjumlah Rp. 305 triliun. Selain itu, stimulus fiskal

juga diperkenalkan dalam bentuk pengecualian PPN untuk minyak goreng dan bahan bakar

nabati (BBN) serta kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, sebesar Rp. 3,5 triliun. Nilai PPN

yang diterima pada tahun 2008 adalah Rp 195,5 triliun, sehingga stimulus fiskal dari PPN ini

setara dengan 1,79%. Usaha terakhir meliputi penurunan bea masuk (BM) untuk bahan baku

Page 51: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

177Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Table III.2Stimulus Fiskal Indonesia untuk tahun 2009

AnggaranPemerintah(Triliun Rp)

A.A.A.A.A. Tax-saving PaymentTax-saving PaymentTax-saving PaymentTax-saving PaymentTax-saving Payment 43,043,043,043,043,0 0,820,820,820,820,82 20,520,520,520,520,5 0,390,390,390,390,39 47,847,847,847,847,81. Penhurangan tingkat pajak pribadi (35% “ 30%)

dan kelanjutannya 13,5 0,26 5,2 0,10 38,52. Meningkatkan minimum threshold menjadi

Rp15,8 million 11,0 0,21 2,5 0,05 23,13. Penurunan tingkat pajak untuk penerimaan

badan usaha (30% “ 28%) dan perusahaan dalamdaftar “ 5% dan lebih rendah lagi 18,5 0,35 12,8 0,24 69,2

B.B.B.B.B. Subsidi bea masuk /subsidi pajak untuk bisnisSubsidi bea masuk /subsidi pajak untuk bisnisSubsidi bea masuk /subsidi pajak untuk bisnisSubsidi bea masuk /subsidi pajak untuk bisnisSubsidi bea masuk /subsidi pajak untuk bisnis 13,313,313,313,313,3 0,250,250,250,250,25 3,83,83,83,83,8 0,070,070,070,070,07 28,428,428,428,428,41. PPN minyak goreng 0,8 0,02 1,5 0,03 182,42. PPN of bio fuel 0,2 0,004 - 0,00 -3. PPN eksplorasi migas 2,5 0,05 1,0 0,02 40,24. Pajak penerimaan untuk Geotermal 0,8 0,02 0,8 0,02 102,75. PPh 6,5 0,12 0,1 0,00 2,26. Bea masuk untuk bahan baku dan barang modal 2,5 0,05 0,3 0,01 13,6

C.C.C.C.C. Subsidi non pajak untuk bisnis dan kesempatan kerjaSubsidi non pajak untuk bisnis dan kesempatan kerjaSubsidi non pajak untuk bisnis dan kesempatan kerjaSubsidi non pajak untuk bisnis dan kesempatan kerjaSubsidi non pajak untuk bisnis dan kesempatan kerja 17,017,017,017,017,0 0,320,320,320,320,32 8,68,68,68,68,6 0,160,160,160,160,16 50,450,450,450,450,41. Penurunan harga BBM diesel sebesar Rp.300/ liter 2,8 0,05 2,8 0,05 100,02. Potongan harga listrik untuk industri 1,4 0,03 1,0 0,02 75,03. Stimulus belanja untuk stimulus belanja 12,2 0,23 4,4 0,08 36,2

Total Stimulus dalam RupiahTotal Stimulus dalam RupiahTotal Stimulus dalam RupiahTotal Stimulus dalam RupiahTotal Stimulus dalam Rupiah 73,373,373,373,373,3 1.41.41.41.41.4 32,932,932,932,932,9 0.630.630.630.630.63 44,944,944,944,944,9

dan modal sebesar Rp. 2,5 triliun, yang menunjukkan penurunan sebesar 14% dibandingkan

tahun 2008 (pendapatan dari bea impor Rp 17,8 triliun). Secara nominal, stimulus fiskal dari

pengurangan pajak mencapai Rp. 60,5 triliun, yang akan mempengaruhi perekonomian melalui

mekanisme PPh, PPN dan bea impor. Secara ringkas, stimulus fiskal diperkenalkan di 2009 di

Indonesia disajikan pada Tabel III.2.

Namun, pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa stimulus fiskal yang

direncanakan untuk tahun 2009 tidak sepenuhnya terealisasi. Pada Oktober 2009, hanya 44,9%

dari stimulus fiskal (Rp32,9 triliun) telah terwujud. Kurangnya sosialisasi, penghematan belanja

dan lambatnya implementasi peraturan menyebabkan penyerapan yang rendah dari stimulus

fiskal.

Selain stimulus fiskal, Bank Indonesia sebagai bank sentral juga melakukan pelonggaran

moneter secara signifikan dengan mengurangi policy rate-nya. Bank Indonesia (BI) mulai

menurunkan BI rate sebesar 300 bps dari 9.50% pada November 2008 menjadi 6.50% pada

bulan Agustus 2009, kemudian memegang rate pada posisi konstan sebesar 6.50% (Grafik

III.2). Laju pengurangan belum pernah terjadi sebelumnya, dengan pemotongan rate sebesar

50 bps setiap bulan dari Januari-Maret 2009 dan sebesar 25 bps selama April-Agustus 2009.

Deskripsi % dariPDB

Realisasi(Oktober

2009)

% dariPDB

%Realisasidari

Anggaran

Page 52: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

178 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Grafik III.1.Pertumbuhan PDB Indonesia

Grafik III.2. Perkembangan BI-Rate(Policy Rate)

Langkah-langkah tersebut diambil mengingat prospek inflasi yang rendah dan permintaan

agregat yang lemah.

Pelonggaran moneter, ditambah dengan stimulus fiskal, diharapkan bisa menjadi batu

loncatan bagi langkah-langkah lain yang akan diambil untuk mempertahankan momentum

pertumbuhan ekonomi domestik sambil terus menjaga stabilitas harga dan stabilitas sistem

keuangan. Melalui kebijakan counter-cyclical, pertumbuhan ekonomi Indonesia melampaui

negara lain di wilayah ini. Selanjutnya, kinerja seperti itu dimungkinkan pada kekuatan

permintaan domestik, khususnya konsumsi, yang tetap menjadi penggerak utama pertumbuhan

ekonomi nasional.

Sebagai tambahan dari kebijakan makro ekonomi, kemampuan ekonomi Indonesia untuk

bertahan dari guncangan global ini terkait dengan karakteristik dari bank dan lembaga keuangan

domestik yang masih cenderung konvensional dan kurang terkena paparan dari sekuritas asing,

sehingga dapat meminimalkan dampak langsung dari gejolak pasar keuangan global. Hal lain

yang mempengaruhi ketahanan ekonomi Indonesia adalah karena Indonesia telah memperbaiki

sistem perbankan yang sebelumnya telah diperkuat dan dikonsolidasi setelah krisis keuangan

tahun 1998.

Indikator makro ekonomi terbaru menunjukkan bahwa berbagai kebijakan yang ditempuh,

efektif dalam mengimbangi perlambatan ekonomi Indonesia sebagai akibat dari krisis keuangan

global. Di tengah melemahnya ekonomi global, perekonomian Indonesia telah berhasil mencatat

kinerja yang cukup menjanjikan, dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 tercatat

sebesar 6.1%. Namun, di menjelang akhir tahun 2008, perekonomian Indonesia mulai

terpengaruh oleh dampak perlambatan ekonomi global. Hal ini terbukti dalam pertumbuhan

%

10.0

9.0

8.0

7.0

6.0

5.0

4.06 Apr 4 Feb 3 Des 5 Okt 5 Ags 3 Jun 3 Apr 4 Feb 8 Des 7 Okt 5 Ags 5 Jun 3 Apr 6 Feb 6 Des

2010 2009 2008 2007

15,0

10,0

5,0

0,0

-5,0

-10,0

-15,0GDP yoy GDP trend

7,2

9,310,3

8,8 7,58,2 7,8

4,7

-13,1

0,8

3,6

4,9

4,5 4,8 5,0 5,7 5,56,3 6,1

4,5

«90 «91 «92 «93 «94 «96 «97 «98 «99 «00 «01 «02«95 «03 «04 «05 «06 «07 «08«09

%

Page 53: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

179Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

hanya 5,2% pada kuartal keempat tahun 2008, di bawah triwulan yang sama tahun sebelumnya

sebesar 5,9%. Namun, perekonomian Indonesia telah menunjukkan perbaikan yang signifikan

sejak semester kedua tahun 2009. Terlepas dari fakta bahwa krisis ini telah menyebabkan

banyak negara mengalami pertumbuhan negatif, Indonesia masih mampu bertahan tumbuh

sebesar 4,5% di tahun 2009.

Nilai tukar Rupiah juga dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global. Pergerakan

kurs relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Namun, dampak penyebaran krisis

keuangan global telah mendorong investor membuang aset pada skala yang signifikan, sehingga

memberi tekanan berat pada nilai tukar Rupiah pada triwulan IV tahun 2008. Selama tahun

2008, nilai tukar dihadapkan pada volatilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya, sambil mempertahankan tren penyusutan. Rata-rata sepanjang tahun, rupiah

melemah 5,4% dari Rp 9.140 per dolar AS pada tahun 2007 menjadi Rp 9.666 per dolar AS

pada tahun 2008. Pada akhir tahun, Rupiah diperdagangkan pada Rp 10.900 per dolar AS,

setelah kehilangan 13.8% (point to point) dari penutupan akhir tahun sebelumnya sebesar Rp

9.393 per dolar AS. Selain itu terjadi pula peningkatan tajam dalam volatilitas dari 1.44% pada

tahun 2007 menjadi 4,67% pada tahun 2008.

Kondisi ketidakpastian di pasar uang asing sebagai dampak dari krisis yang sedang

berlangsung di awal tahun 2009 memberikan tekanan berat kepada Rupiah pada triwulan

pertama 2009. Nilai tukar Rupiah telah mencapai titik terendah pada level Rp 12.020 per dolar

AS pada bulan Maret, awal tahun 2009, disertai dengan peningkatan volatilitas. Nilai tukar

rupiah mulai mengalami tren apresiasi yang bertahan sejak triwulan kedua 2009. Kondisi ini

didukung oleh kesinambungan dari beberapa faktor fundamental dalam negeri yang telah

memulihkan persepsi investor global tentang pasar yang kembali aktif. Akibatnya, investor

mulai kembali mau mengambil resiko untuk aset pasar keuangan domestik sehingga kemudian

aliran modal kembali mengalir ke pasar keuangan Indonesia.

Selain itu, surplus transaksi berjalan masih tumbuh untuk mendukung rupiah untuk

memperkuat tren ini. Perkembangan ini mengakibatkan apresiasi Rupiah sekitar 18.4% antara

akhir Maret sampai dengan Desember 2009 dan ditutup pada level Rp. 9,425 per US Dollar

(Grafik III.3). Penguatan rupiah itu juga disertai dengan peningkatan volume perdagangan di

pasar valuta asing. Secara keseluruhan, tingkat rupiah pada akhir tahun 2009 menguat 15,7%

dibandingkan dengan tingkat pada akhir tahun 2008. Meskipun mengalami tren apresiasi,

Rupiah masih mampu mendukung daya saing produk ekspor Indonesia.

Tekanan inflasi bertahan cukup tinggi selama awal krisis. Inflasi CPI naik tajam di tahun

2008 menjadi 11,06% dari tingkat tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,59% (Grafik III.4).

Page 54: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

180 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Tekanan inflasi itu dipicu oleh lonjakan harga komoditas global, terutama oleh komoditas minyak

dan makanan. Harga minyak yang tinggi tidak hanya mendorong inflasi impor, tetapi juga

membawa inflasi harga yang lebih tinggi menyusul keputusan Pemerintah untuk menaikkan

harga BBM bersubsidi. Peristiwa ini dikombinasikan dengan masalah dalam distribusi dan

pasokan komoditas utama yang mendorong ekspektasi inflasi ke tingkat tinggi, yang juga

memberikan tekanan ke atas pada inflasi inti di tahun 2008.

Namun demikian, tekanan inflasi menurun cukup signifikan pada triwulan IV tahun 2008

seiring dengan harga komoditas global yang jatuh dan perlambatan pada perekonomian dunia

yang semakin dalam. Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM dalam

negeri pada Desember 2008 seiring dengan penurunan harga minyak dunia yang mengikuti

tekanan inflasi. Jaminan pasokan beras dalam negeri merupakan faktor tambahan yang

membantu menjaga kenaikan pada harga beras yang turun dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Berbagai kondisi ekonomi global, respon kebijakan yang diambil, dan faktor lainnya

dalam ekonomi domestik memberikan kontribusi terhadap penurunan tekanan inflasi pada

tahun 2009, dimana laju inflasi menurun tajam menjadi 2,78%.

Berkebalikan dengan perlambatan ekonomi, tingkat pengangguran menunjukkan

perbaikan seiring dengan kondisi ekonomi yang terus membaik sejak semester kedua tahun

2009. Dibawah kondisi tersebut, pengangguran terbuka pada tahun 2009 sedikit menurun

dari 8,1% pada Februari 2009 menjadi 7,9% pada bulan Agustus 2009. Namun, pengangguran

setengah terbuka sedikit meningkat dari 31,1% pada bulan Agustus 2008 menjadi 31,6%

pada bulan Agustus 2009. Penurunan pengangguran diperkirakan karena sebagian diserap

oleh sektor informal, sebagaimana tercermin pada meningkatnya penggunaan tenaga kerja di

Grafik III.3. Nilai tukar Rupiah:level and volatilitas

Grafik III.4.CPI dan Inflasi Inti

% IDR/USD

13000

12000

11000

10000

9000

8000I III I III I III I III

2006 2007 2008 2009

daily volume

0,59 0,510,99 0,91

10

8

6

4

2

0

100

80

60

40

20

0

-20T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

CPI yoy, q

Core

Page 55: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

181Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

sektor informal pada bulan Agustus 2009, yang mencakup 72,7 juta orang dibandingkan dengan

71,4 juta orang pada bulan Agustus 2008.

Penurunan jumlah pengangguran dan perkembangan dari harga yang relatif stabil

memberikan kontribusi untuk menurunkan tingkat kemiskinan di tahun 2009, yang menurun

sekitar 14,15% dari total populasi (32,53 juta orang), dibandingkan dengan kondisi tahun

2008 yang mencapai 15,42% dari total penduduk (34,96 juta orang). Penurunan paling tajam

dari pengangguran terjadi terutama di daerah pedesaan sebesar 1,57 juta orang, sedangkan di

daerah perkotaan hanya menurun sebanyak 0,86 juta orang. Beberapa faktor yang

mempengaruhi penurunan kemiskinan adalah peningkatan pendapatan riil harian petani,

penurunan harga rata-rata nasional beras dan inflasi stabil. Selain itu, penurunan kemiskinan

juga dipengaruhi oleh peningkatan daya beli sebagai dampak dari distribusi bantuan langsung

tunai (BLT), kenaikan upah minimum provinsi (UMP), penurunan harga bahan bakar, dan musim

panen yang terjadi pada Maret 2009.

Tabel III.3Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Area/Tahun

UrbanUrbanUrbanUrbanUrban Ω Ω2006 14,49 13,472007 13,56 12,522008 12,77 11,652009 11,91 10,72

RuralRuralRuralRuralRural Ω Ω2006 24,81 21,812007 23,61 20,372008 22,19 18,932009 20,62 17,53

Urban + RuralUrban + RuralUrban + RuralUrban + RuralUrban + Rural Ω Ω2006 39,30 17,752007 37,17 16,582008 34,96 15,422009 32,53 14,15

Populasi Miskin(Juta)

PersentasePopulasi Miskin

Sumber: BPS

IV. MODEL DAN DATA

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dampak dari stimulus fiskal dan pelonggaran

moneter menggunakan model Financial Computable General Equilibrium (FCGE). Model seperti

ini, Sosial Ekonomi Model untuk Analisis Sektor Riil (SEMAR 2009) dari Bank Indonesia,

menggunakan Financial Social Accounting Matrix (FSAM) dari Indonesia di tahun 2005. SEMAR

merupakan sebuah model Financial Computable General Equilibrium (FCGE) yang terdiri dari

Page 56: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

182 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

dua blok utama, yaitu blok sektor riil dan blok keuangan yang dapat digunakan untuk

mensimulasikan dampak blok keuangan pada blok sektor riil. Sebelum meninjau lebih detail

lebih lanjut, pertama-tama kita akan menjelaskan interaksi antara kedua blok. Hubungan antara

blok sektor riil dan blok keuangan dalam model dapat dijelaskan dalam Diagram berikut:

IMPORTS EXPORT

IMPORTPRICE

EXPORTPRICE

TARIFF

EXCHANGERATE

OUTPUT

DOMESTICPRODUCTION

PRICEFACTORINCOME

Rasset - ELiab

INSTITUTIONSINCOME

(HH, ENT, BANK)

GOV. REV GOV.EXP.

CONSUMPTION

DIRECTTAX

SAVING

INVESTMENT

ASSET LIAB

RR

FIRM

ASSET LIAB

FIXASSET

ASSET LIABCR

TD,DD,SD

HH

OtherASSETS

FDI(Fix Asset)

PORTO FOLIO

(EQ)CurrentAccount

CapitalAccount

SBI

FIX ASSET

RR, SBI CR

EQY

GBGB

FINANCIAL SECTORTRADE

Income DistributionREAL SECTOR

FXR

CENTRAL BANK BANK

ASSET LIAB

TD, DD,SD

EQY

GB

GOV

ASSET LIAB

SBI

LSC,SSCGB

LSC,SSC

Diagram III.1.Struktur Model SEMAR

Bagan di atas menunjukkan hubungan antara blok perdagangan, blok sektor riil dan

blok keuangan. Pertama, kegiatan ekspor dan impor dipengaruhi oleh nilai tukar dan merupakan

komponen utama transaksi berjalan dalam neraca pembayaran. Selain itu, kegiatan ekspor

dan impor juga mempengaruhi kegiatan produksi dalam negeri. Bagi Indonesia, impor

merupakan salah satu komponen input untuk kegiatan produksi, sedangkan dari sejumlah

output yang dihasilkan oleh kegiatan produksi sesuai proporsi, ditujukan untuk ekspor.

Kemudian, sesuai dengan teori dan fakta empiris, hasil dari produksi dalam negeri akan

digunakan baik untuk ekspor dan konsumsi domestik.

Page 57: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

183Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Di dalam negeri, barang-barang tersebut didistribusikan kepada sektor produksi (sebagai

input antara untuk proses produksi berikutnya), konsumsi rumah tangga dan konsumsi

pemerintah. Dalam blok sektor riil, sumber pendapatan dan alokasi untuk konsumsi/simpanan

untuk masing-masing lembaga dijelaskan. Sebagai contoh, pemerintah memperoleh pendapatan

dari pajak (pajak impor, pajak langsung, pajak tidak langsung) dan kemudian menggunakannya

untuk konsumsi (pengeluaran pemerintah) dan simpanan/tabungan berupa fasilitas umum dan

infrastruktur. Sementara itu rumah tangga memperoleh penerimaan terutama dari faktor-faktor

pendapatan seperti upah, selain dari transfer antara institusi dan keuntungan dari penempatan

aset mereka di blok keuangan. Kemudian, kekayaan mereka digunakan untuk konsumsi,

membayar pajak dan untuk disimpan.

Menjembatani blok sektor riil dan blok keuangan merupakan sebuah investasi dan neraca

simpanan pada aliran dana seperti yang dijelaskan dalam persamaan (III.1) sampai (III.4). Aktiva

dan kewajiban merupakan penempatan oleh lembaga pada instrumen keuangan di blok

keuangan. Sementara itu, aset tetap merupakan investasi pada blok sektor riil dan kekayaan

merupakan bentuk simpanan di sektor riil.

(III.1)Total Asset + Total Fixed Asset = Total Liabilitas + Total Wealth

(III.4)Total Investment = Total Saving

(III.3)Total Wealth = Total saving

(III.2)Total Fixed Asset = Total Investment

Dua bagian blok keuangan yakni neraca modal dan transaksi berjalan yang membentuk

neraca pembayaran (balance of payment/BOP). Neraca modal merupakan cadangan internasional

total sebagai aset negara yang tercatat pada aset neraca saldo bank sentral. Sementara itu,

diakumulasi dengan investasi oleh perusahaan, bank dan lembaga lainnya, FDI (Foreign Direct

Investment/ investasi langsung asing) sebagai investasi dari luar negeri akan menjadi bagian

dari investasi. Di sisi lain, portofolio (atau saham) dari luar negeri diperlakukan sebagai kewajiban

di beberapa institusi seperti neraca perusahaan.

Menarik untuk disimak hubungan antara neraca bank dan neraca rumah tangga. Rumah

Tangga menyimpan sejumlah aset di bank dalam bentuk tabungan (deposito berjangka, giro

dan tabungan). Tabungan ini akan dicatat sebagai aset untuk rumah tangga dan dicatat sebagai

kewajiban pada bank. Pada saat yang sama, rumah tangga juga mendapatkan dana dari bank

dalam bentuk pinjaman (kredit investasi, kredit konsumen dan kredit modal kerja) yang dicatat

sebagai kewajiban bagi rumah tangga dan sebagai aset kepada bank. Selain itu, rumah tangga

juga membuat sejumlah penempatan dana mereka di saham perusahaan dan sekuritas

pemerintah (obligasi pemerintah).

Page 58: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

184 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Bank sentral sebagai lembaga tunggal yang berwenang untuk menerbitkan dan

mendistribusikan mata uang Rupiah akan mencatat mata uang sebagai kewajiban. Demikian

pula, SBI, yang sebagian dimiliki oleh bank dan pemerintah, juga dicatat sebagai hutang.

Pemerintah memperoleh sumber dana sebagian dari penerbitan obligasi negara dan penempatan

beberapa aset di SBI, sekuritas jangka pendek dan jangka panjang, yang diterbitkan oleh

perusahaan.

Dan terakhir, bagan di atas hanya menyajikan hubungan sederhana antara agen ekonomi.

Namun demikian, secara umum telah mampu mewakili hubungan antar lembaga, baik di blok

sektor riil dan blok keuangan.

Dalam hal data, kita menggunakan data terbaru untuk Indonesia, Financial Social

Accounting Matrix 2005 (FSAM 2005) yang disusun oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat

Statistik (BPS). FSAM Indonesia 2005 ini dibangun pada format-matriks 79 x 79.

V. DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER

Sejumlah simulasi diujicobakan menggunakan dasar kondisi ekonomi pada akhir 2008

ketika BI rate berada pada tingkat 9,25%. Tiga skenario kebijakan diselidiki dan kemudian

dibandingkan dengan baseline, yang akan menentukan efektivitas setiap kebijakan serta dua

kebijakan tersebut digabung sebagai berikut:

i. Skenario pertama memperhitungkan ekspansi fiskal tanpa ekspansi moneter. Ekspansi fiskal

termasuk pengurangan pajak perusahaan, pengurangan pajak 9,3% di perusahaan tidak

langsung (pajak penghasilan) dan pajak rumah tangga sebesar 7,7%, penurunan pajak

langsung untuk komoditas pertambangan sebesar 1,79% dan bea masuk lebih rendah

untuk bahan baku dan modal sebesar 14%. Skenario ini mengakomodasi perkiraan dari

realisasi stimulus fiskal sebesar 50% dari anggaran awal, dengan asumsi bahwa pemerintah

akan terus meningkatkan penggunaan anggaran stimulus sampai dengan akhir tahun 2009

(per Oktober 2009, total realisasi 44,9%).

ii. Skenario kedua memperhitungkan kebijakan moneter tanpa dukungan kebijakan fiskal.

Berdasarkan skenario ini tingkat suku bunga dipotong sebesar 2,75% sesuai dengan BI

rate, yang berkurang dari 9,25% pada Desember 2008 menjadi 6,50% pada bulan Desember

2009 sejalan dengan inflasi yang rendah dan terkendali

iii. Skenario ketiga mengasumsikan bahwa kebijakan fiskal ekspansif dilaksanakan sejalan

dengan kebijakan moneter ekspansif.

Hasil simulasi mengenai dampak dari tiga skenario kebijakan pada variabel makroekonomi

dan inflasi, neraca pemerintah, sektor dan insitusi produksi adalah sebagai berikut:

Page 59: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

185Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

V.1. Hasil Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Variabel Makroekonomi danInflasi

Hasil simulasi mengenai dampak dari tiga skenario terhadap variabel makro ekonomi

dan inflasi disajikan pada Tabel III.4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan

fiskal dan moneter ekspansif adalah lebih efektif dalam hal peningkatan PDB. Kebijakan

gabungan meningkatkan GDP 1,057% dibandingkan dengan 0,996% untuk kebijakan fiskal

sendiri dan 0,061% untuk kebijakan moneter sendiri, mengingat potensi kenaikan suku bunga

karena kebijakan fiskal akan diperhitungkan oleh potensi penurunan suku bunga karena

kebijakan moneter. Dalam hal komponen PDB, kebijakan fiskal ekspansif memberikan efek

pengganda yang besar yang mendorong investasi, konsumsi dan impor/ekspor. Hal ini, pada

gilirannya, akan meningkatkan permintaan agregat dan PDB.

Sementara itu, kombinasi dari kebijakan fiskal dan moneter ekspansif tidak memperburuk

tekanan inflasi (-0,076%) dibandingkan dengan kebijakan moneter semata-mata, yang

cenderung mendorong inflasi (0,097%). Inflasi bisa dikendalikan melalui bea impor yang lebih

rendah yang mengurangi biaya produksi untuk industri pengolahan bahan baku impor dan

PPN yang dipotong untuk barang-barang strategis (minyak goreng, biofuel).

Tabel III.4Simulasi dari dampak kebijakan pada makrovariable dan inflasi

Makro Variabel

PDB 0,996 0,061 1,057Konsumsi 1,291 0,069 1,360

Investasi 0,951 0,049 0,999 Pengeluaran Pemerintah 0,740 0,080 0,819 Ekspor 2,220 0,050 2,270 Impor 2,904 0,061 2,966Inflasi -0,173 0,097 -0,076

Skenario (% perubahan)

KebijakanFiskal

KebijakanMoneter

Kombinasi KebijakanFiskal & Moneter

Mekanisme penerapan kebijakan fiskal dan moneter untuk variabel makroekonomi

disajikan pada Diagram III.2. Kebijakan fiskal ekspansif dalam bentuk pengurangan pajak

memberdayakan pelaku bisnis dan rumah tangga dengan dana lebih, yang mendukung daya

beli dan meningkatkan konsumsi sebesar 1,36% (di bawah skenario kebijakan gabungan).

Lebih jauh lagi, peningkatan konsumsi memperkuat permintaan agregat, yang mendorong

produksi lebih besar sesuai dengan biaya produksi rendah karena pengurangan pajak penghasilan

badan usahadan PPN serta tingkat suku bunga yang relatif rendah yang mendorong investasi.

Page 60: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

186 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Produksi juga meningkat di balik gelombang impor (mayoritas bahan baku sektor produksi

adalah impor) sebesar 2,966% sebagai akibat dari bea masuk yang lebih rendah (BM) yang

selanjutnya menuntun penurunan harga bahan baku impor. Selanjutnya, produksi didorong

oleh pertumbuhan di sektor ekspor sebesar 2,270%.

Sementara itu, kebijakan fiskal ekspansif yang tetap meningkatkan pengeluaran, yakni melalui

anggaran yang lebih besar untuk proyek-proyek infrastruktur dan non-infrastruktur yang mendorong

kegiatan investasi, dimana terjadi pertumbuhan sebesar 0,999%. Peningkatan pengeluaran

pemerintah juga mendorong permintaan agregat dan mengkatalisasi peningkatan PDB.

Disertai dengan kebijakan fiskal ekspansif, tren penurunan BI rate yang dibawa oleh

kebijakan moneter ekspansif memperbaiki iklim investasi dan oleh karenanya meningkatkan

permintaan agregat dan menopang pertumbuhan ekonomi. Penurunan BI rate mengimbangi

kenaikan suku bunga akibat kebijakan fiskal ekspansif, maka dua kebijakan ini menciptakan

sinergi yang kuat dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Secara holistik, pengaruh kolektif

dari peningkatan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor meningkatkan

GDP sebesar 1,057%.

Diagram III.2.Mekanisme Penerapan Kebijakan Fiskal dan Moneter

G

CHouseholds

income

Aggregate

Demand

ProductionCost

M

X

I GDPProduction

PersonalIncome Tax

CorporateTax

Value

Added Tax

Import Tax

BI Rate

CPI

V.2. Hasil Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Neraca Pemerintah

Kebijakan fiskal ekspansif merupakan beban pada APBN karena kenaikan inheren yang

disebabkannya pada defisit keuangan sebagai akibat penurunan pendapatan dari pajak (pajak

Page 61: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

187Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

penghasilan, PPN, Bea Masuk) dan peningkatan belanja pemerintah, sebagaimana yang

ditunjukkan pada Tabel III.5 .

Tabel III.5Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Neraca Pemerintah

Neraca Pemerintah

Pendapatan -6,43 0,19 -6,25Pengeluaran 1,18 0,15 1,33Defisit -1,59 0,01 -1,58

Skenario (% perubahan)

Kebijakan Fiskal

KebijakanMoneter

Kombinasi KebijakanFiskal dan Moneter

Tabel III.5 menunjukkan bahwa dampak dari kebijakan fiskal dan moneter dikombinasikan

menyebabkan kenaikan yang relatif kecil pada defisit fiskal (-1,58%) dibandingkan dengan

respon murni fiskal (-1,59). Namun, defisit fiskal tetap dalam batas maksimum sebesar -3%

untuk menjaga kesinambungan fiskal. Dalam hal pendapatan pemerintah, kombinasi kebijakan

tersebut menyebabkan penurunan pendapatan lebih kecil (-6,25%) dibandingkan dengan respon

fiskal semata (-6,43). Dalam hal belanja pemerintah, kebijakan gabungan menyebabkan belanja

yang yang lebih besar (1,33%) dibandingkan dengan kebijakan fiskal semata (1,18%).

Sebaliknya, kebijakan moneter ekspansif melalui suku bunga yang lebih rendah memiliki dampak

fiskal netral (0,01%).

V.3. Hasil Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Sektor Industri

Simulasi yang menggunakan gabungan kebijakan fiskal dan moneter telah dijalankan

untuk menggambarkan dampak kebijakan oleh sektor ekonomi seperti disajikan dalam Tabel

III.6. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan fiskal dan moneter ekspansif

meningkatkan produksi semua sektor ekonomi. Hal ini sebagian besar didorong oleh insentif

fiskal yang mendorong sektor usaha untuk meningkatkan investasi. Selain itu, permintaan

agregat yang lebih kuat dari peningkatan konsumsi dan belanja pemerintah juga mendorong

sektor usaha untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan.

Sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi dalam produksi meliputi non-migas,

perdagangan, pertanian, jasa serta komunikasi dan transportasi dengan kisaran masing-masing

1,93%, 1,61%, 1,59%, 1,21 dan 1,19%. Impor melonjak sebagai akibat dari peningkatan

produksi karena masih banyak bahan baku yang diimpor. Peningkatan impor juga didorong

oleh harga yang lebih murah karena pengurangan bea masuk. Sektor yang melaporkan kenaikan

Page 62: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

188 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Tabel III.6.Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Sektor Produksi

Sektor

Pertanian 1,59 3,23 0,79Pertambangan 0,35 -0,18 1,40Manufaktur (Minyak) 0,11 -0,64 1,07Manufaktur (Non minyak) 1,93 3,66 4,37Penyedia listrik, gas & air 0,97 0,00 0,00Konstruksi 0,67 0,00 0,00Perdagangan, Hotel & Kuliner 1,61 3,17 0,85Transportasi & Komunikasi 1,19 1,71 0,88Keuangan 0,97 0,92 1,00Jasa Lain 1,21 3,14 0,21

(% Perubahan)

Produksi Ekspor Impor

impor terbesar termasuk industri pertambangan, non-migas dan migas dengan kisaran masing-

masing 4,37%, 1,40% dan 1,07%. Dengan mengacu pada ekspor, dampak kebijakan fiskal

dan moneter ekspansif, yang menstimulasi kegiatan produksi, juga meningkatkan volume ekspor

dari semua sektor. Sektor nonmigas, pertanian, perdagangan dan jasa mengalami kenaikan

ekspor masing-masing sebesar 3,66%, 3,23%, 3,17% dan 3,14%.

V.3. Hasil Simulasi dari Dampak Kebijakan pada Institusi

Tujuan utama kebijakan yang terkait oleh Pemerintah dan Otoritas Moneter adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks ini, maka perlu untuk menguji dampak

kebijakan fiskal dan moneter pada perubahan pendapatan dan konsumsi institusi, terutama

rumah tangga, seperti disajikan pada Tabel III.7.

Tabel III.7.Perubahan pada Pendapatan dan Konsumsi Institusi

Institusi

Perusahaan 4,05 2,87 -Rumah Tangga Rural Miskin 2,53 -4,39 2,63Rumah Tangga Rural Tidak Miskin 2,19 -4,70 1,79Rumah Tangga Urban Miskin 1,42 -5,42 1,68Rumah Tangga Urban Tidak Miskin 1,60 -5,26 0,87

(% changes)

Pendapatan Pajak Konsumsi

Ada empat kategori rumah tangga, yaitu rural miskin dan rural tidak miskin, serta urban

miskin dan urban tidak miskin. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan fiskal

Page 63: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

189Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

dan moneter ekspansif meningkatkan pendapatan dari seluruh rumah tangga dengan kadar

bervariasi dengan kenaikan tertinggi terjadi pada pendapatan rumah tangga rural miskin dan

rural tidak miskin sebesar masing-masing 2,53% dan 2,19%.

Peningkatan pendapatan institusi sebagian dikarenakan keringanan pajak oleh pemerintah

maupun karena subsidi dari pemerintah untuk meningkatkan daya beli rumah tangga. Rumah

tangga urban miskin dan urban tidak miskin mengalami penurunan terbesar sebesar 5,42%

dan 5,26% masing-masing. Sebaliknya, masyarakat bisnis sebenarnya membayar pajak lebih

banyak, yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan yang signifikan dalam produksi.

Daya beli rumah tangga meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan inflasi

yang relatif terkendali. Lebih jauh lagi, peningkatan pendapatan mendorong konsumsi rumah

tangga. Rumah tangga rural miskin dan rural tidak miskin mengalami kenaikan konsumsi

tertinggi sebesar masing-masing 2,63% dan 1,79%.

V. KESIMPULAN

Selama krisis keuangan global, kombinasi pelonggaran fiskal dan moneter ekspansif secara

signifikan meringankan krisis ekonomi. Sebagai hasil dari sinergi kebijakan, potensi kenaikan

suku bunga karena kebijakan fiskal ekspansif diimbangi oleh kebijakan moneter yang meredakan

tekanan inflasi. Kebijakan gabungan lebih efektif daripada respon kebijakan yang diambil sendiri-

sendiri.

Dari sisi PDB, kebijakan fiskal dan moneter gabungan memberikan efek pengganda yang

signifikan untuk mendorong permintaan agregat melalui peningkatan konsumsi, investasi,

belanja pemerintah dan ekspor/impor. Berdasarkan sektor, kebijakan fiskal dan moneter ekspansif

meningkatkan produksi di semua sektor ekonomi melalui insentif fiskal (pemotongan pajak,

bea masuk rendah dan lain-lain) yang mendorong sektor usaha untuk meningkatkan investasi.

Selain itu, permintaan agregat kuat juga mendorong sektor usaha untuk meningkatkan produksi

dalam rangka memenuhi permintaan tersebut.

Dari sisi institusi, pajak yang lebih rendah dan subsidi yang meningkat mengangkat

pendapatan rumah tangga dan juga daya beli rumah tangga. Selain itu, pendapatan yang

lebih tinggi mendukung konsumsi rumah tangga yang lebih besar.

Dalam hal anggaran pemerintah, kombinasi dari kebijakan fiskal dan moneter ekspansif

menambah defisit fiskal akibat penurunan pendapatan dari pajak (pajak penghasilan, PPN, bea

impor) dan pengeluaran pemerintah lebih. Namun, defisit fiskal masih berada di bawah ambang

batas maksimum -3%.

Page 64: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

190 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Abel, Andrew B., Ben S. Bernanke, 2001, ≈Macroeconomics∆, Addison Wesley Longman, Inc.

Almunia, Miguel, et. al., 2009, ≈From Great Depression to Great Credit Crisis; Similarities,

Differences and Lessons∆, presented at the 50th Economic Policy Panel Meeting, held in

Tilburg on October 23 √ 24, 2009.

Bank Indonesia, 2010, ≈Laporan Perekonomian Indonesia 2009: Memperkuat Ketahanan,

Mendorong Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional∆, Bank Indonesia

Bank Indonesia, 2009a, ≈2008 Economic Report on Indonesia.∆

Bank Indonesia, 2009b, ≈Indonesian Economic Outlook 2009-2014: Global Financial Crisis and

Its Impact on Indonesian Economy∆

Bernanke, Ben, Jean Boivin and Piotr Eliasz (2005), ≈Measuring the effects of monetary policy:

A Factor-Augumented vector autoregressive approach∆, Quarterly Journal of Economics (2)

387-422 Taylor (Eds), The Handbook of Macroeconomics Vol. 1 North-Holland, Amsterdam,

pp. 65-148.

Blanchard, O., and R. Perotti, 2002, ≈An Empirical Characterization of Dynamic Effects of

Changes in Government Spending and Taxes on Output∆, Quaterly Journal of Economics,

Vol. 117, pp. 1329-168.

Blanchard, Oliver, Giovanni Dell»Ariccia and Paolo Mauro, 2010, ≈Rethinking Macroeconomic

Policy∆, IMF Staff Position Note

Bunda, Irina, 2010, ≈Coordination of Macroeconomic Policies∆, IMF-Singapore Regional Training

Institute

Cecchetti, Stephen G., 2008, ≈Crisis and Responses: the Federal Reserve and the Financial

Crisis of 2007 - 2008∆, Working Paper 14134, NBER Working Paper Series

Christiansen, L., 2008, ≈Fiscal Multipliers-A Review of the Literature∆, Appendix II to ≈IMF Staff

Position Note 08/01, Fiscal Policy for the Crisis∆ (Washington: International Monetery Fund).

Christiano, Lawrence, Martin Eichenbaum, and Charles Evans (1999), ≈Monetary policy shocks:

what have we learned and to what end? In Woodford, Michael and John Taylor (Eds)∆, The

Handbook of Macroeconomics Vol. 1 North-Holland, Amsterdam, pp. 65-148.

Chuku, Chuku A., 2009, ≈Measuring the Effects of Monetary Policy Innovations in Nigeria: A

Structural Vector Autoregressive (SVAR) Approach∆, African Journal of Accounting,

Economics, Finance and Banking Research Vol. 5 No. 5 2009

DAFTAR PUSTAKA

Page 65: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

191Peran Stimulus Fiskal dan Pelonggaran Moneter pada Perekonomian Indonesia Selama Krisis Finansial Global :Dengan Pendekatan Financial Computable General Equilibrium

Davig, Troy, Eric M. Leeper, 2009, ≈Monetary √ Fiscal Policy Interactions and Fiscal Stimulus∆,

Working Paper 15133, NBER Working Paper Series

Dornbusch, Rudiger, Stanley Fischer, Richard Startz, 2004, ≈Macroeconomics∆, Mc Graw Hill

Elmendorf, D. And J. Furman, 2008, ≈If, When, How: A Primer on Fiscal Stimulus∆, The Hamilton

Project, Strategy Paper, The Brookings Institution, January 2008.

Freedman, C., M. Kumhof, D. Laxton, and J. Lee, 2009, ≈The Case for Global Fiscal Stimulus∆,

IMF Staff Position Note 09/03 (Washington: International Monetary Fund).

Freedman, Charles, et.al., 2009, ≈The Case for Global Fiscal Stimulus∆, IMF Staff Position Note

Giavazzi, F. And M. Pagano, 1990, ≈Can Severe Fiscal contractions be Expansionary? Tales of

Two Small European Countries∆, NBER Macroeconomics Annual 1990 (Cambridge,

Massachusetts, National Bureau on Economic Research), hal. 75-122.

Hemming, R., M. Kell, and S. Mahfouz, 2002, ≈The Effectiveness of Fiscal Policy in Strimulating

Economic Activity √ A Review of the Literature∆, IMF Working Paper 02/208 (Washington:

International Monetary Fund).

International Monetary Fund, 2009, ∆World Economic Outlook April 2009: Crisis and Recovery∆

(Washington DC: IMF)

International Monetary Fund, 2009, ∆World Economic Outlook October 2009: Sustaining the

Recovery∆ (Washington DC: IMF)

International Monetary Fund, 2009, ∆World Economic Outlook April 2009: Rebalancing Growth∆

(Washington DC: IMF)

Kopcke, Richard W., Geoffrey M.B. Tootell, Robert K. Triest, 2006, ≈The Macroeconomics of

Fiscal Policy∆, Massachusetts Institute of Technology

Mishkin, Frederick (2002), ≈The role of output stabilization in the conduct of monetary policy∆,

Working Paper No. 9291. NBER.

Perotti, R., 2005, ≈Estimating the Effects of Fiscal Policy in OECD Countries∆, CEPR Discussion

Paper No. 4842 (London: Centre for Economic Policy Research).

Rafiq, M.S. and S.K. Mallick (2008), ≈The effect of monetary policy on output in EMU3: A sign

restriction approach∆, Journal of Macroeconomics (30) 1756-1791.

Redlick, Charles J., Bain Capital, LLC, 2009, ≈Macroeconomic Effects from Government Purchase

and Taxes∆

Romer, C., and D. Romer, 2008, ≈The Macroeconomic Effects of Tax Changes: Estimates based

on a New Measure of Fiscal Shocks∆ (Unpublised Manuscript: University of California at

Berkeley).

Simorangkir, Iskandar, Haris Munandar, 2009, ≈Understanding the Roles of Fiscal Stimulus in

Maintaining Resilience of Indonesian Economy: A Computable General Equilibrium

Approach∆, Institute of Southeast Asian Studies

Page 66: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

192 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Sperling, G., 2007, ≈Ways to Get Economic Stimulus Right This Time∆, Bloomberg.com,

December 17.

Spilimbergo, Antonio, et. al., 2008, ≈Fiscal Policy for the Crisis∆, IMF Staff Position Note

Staff of the Fiscal Affairs Department, IMF, 2009, ≈The State of Public Finances Cross √ Country

Fiscal Monitor: November 2009∆, IMF Staff Position Note

Stone, C. and K. Cox, 2008, ≈Economic Policy in a Weakening Economy: Principles of Fiscal

Stimulus∆, Center on Budget and Policy Priorities, Washington, DC, January 8.

Summers, L.H., 2007, ≈The State of the US Economy∆, Presentation at Brookings Institution

forum on December 19, 2007.

Taylor, John B., 2009, ≈The Financial Crisis and the Policy Responses: An Empirical Analysis of

What Went Wrong∆, Working Paper 14631, NBER Working Paper Series

Tjahjono, Endy D., M. B. Bathaluddin, Justina Adamanti, 2009, ≈SEMAR 2009: Suatu Model

Financial Computable General Equilibrium∆, Bank Indonesia Working Paper No. WP/20/

2009

Page 67: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

193Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

This paper is aiming to elaborate the case of how exchange rate volatility (ERV), which is supposedly

considered to form optimum currency area (OCA), can be reduced in order justify the feasibility of the

OCA idea within ASEAN5 plus three. Interestingly, the results provide some evidences that the ASEAN5+3

are considered not really ready to form OCA. It corroborates the existing opinion that the different in

economic structure and its policies over foreign environment are becoming some barriers and challenging

area to synchronize in the following time. The positive impacts AS to ERV which are incurred in ASEAN5+3

economies indicate the existence of inappropriate condition to form OCA since there are no similar

shocks across a monetary union»s participating countries. Under such condition, it would foster the costs

of forgoing the exchange rate as a shock absorbing mechanism. It deserves to argue that those observed

countries still are resisting their existing regime since they are till believing that they begin to establish the

system of monetary which are able to absorb any possible shocks in regards of their SIZE. In sum, the

ASEAN5+3 countries are considered to fulfilling the requirement to form currency optimum area which

are able to main their stable currency.

JELJELJELJELJEL: D81, E52, F15, F36

Key words: Optimum Currency Area, a Single Currency, Exchange Rate Volatility, Stability

1 Dimas Bagus Wiranata Kusuma adalah mahasiswa pada program master Economics and Management Sciences International IslamicUniversity Malaysia ([email protected]), Arief Dwi Putranto adalah mahasiswa pada program sarjana di Economics andManagement Sciences International Islamic University Malaysia ([email protected]).

PENERAPAN KRITERIA OPTIMUM CURRENCY AREA DANVOLATILITASNYA: STUDI KASUS ASEAN-5 +3

Dimas Bagus Wiranata Kusuma Arief Dwi Putranto 1

Abstract

Page 68: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

194 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

I. PENDAHULUAN

Setelah pengenalan Euro pada sebelas negara sebelas tahun lalu, dan tren yang meluas

atas adopsi Euro yang berkelanjutan dengan meningkatnya negara partisipan, maka banyak

studi yang dibuat tentang apakah replikasi pengalaman Euro dapat diaplikasikan khususnya

pada area ASEAN-5 + 3. Hal ini menjadi sangat penting sejak krisis keuangan Asia pada tahun

1997/1998, di mana dominasi dollar untuk diadopsi sebagai rezim nilai tukar tidak dapat

diandalkan untuk mendukung stabilitas keuangan. Beberapa pilihan alternatif muncul untuk

menghadapi permasalahan ini, antara lain mematok pada mata uang pasak2 tertentu (baik

mata uang tunggal atau keranjang mata uang), mengadopsi rezim nilai tukar fleksibel, atau

serikat moneter (monetary union). Banyak usaha telah dilakukan, contohnya Chiang Mai Initiative

(CMI) yang diumumkan oleh menteri keuangan negara ASEAN+3, yang dilaksanakan pada

bulan Mei 2000. CMI dibuat untuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi yang konsistenuntuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi yang konsistenuntuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi yang konsistenuntuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi yang konsistenuntuk memfasilitasi pertukaran data dan informasi yang konsisten

dan tepat waktu, dan untuk memfasilitasi pembentukan kesepakatan pembiayaan regional.dan tepat waktu, dan untuk memfasilitasi pembentukan kesepakatan pembiayaan regional.dan tepat waktu, dan untuk memfasilitasi pembentukan kesepakatan pembiayaan regional.dan tepat waktu, dan untuk memfasilitasi pembentukan kesepakatan pembiayaan regional.dan tepat waktu, dan untuk memfasilitasi pembentukan kesepakatan pembiayaan regional.

Pendekatan lain dilakukan untuk memperkuat ide integrasi adalah pembentukan

Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) dan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA). Keduanya ditujukan

untuk menciptakan ekonomi regional ASEAN yang stabil, sejahtera, dan kompetitif di mana

aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terampil melalui penerapan simultanpenerapan simultanpenerapan simultanpenerapan simultanpenerapan simultan

pemotongan tarif secara progressif melalui skemapemotongan tarif secara progressif melalui skemapemotongan tarif secara progressif melalui skemapemotongan tarif secara progressif melalui skemapemotongan tarif secara progressif melalui skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT).

Tapi, keberadaan integrasi regional membutuhkan koordinasi makroekonomi antar negara

dalam region tersebut. Maka dari itu, tujuan dari integrasi regional adalah untuk mempromosikan

dan membantu perkembangan ekspansi pekerjaan untuk mensinkronkan siklus bisnis, dan

akhirnya mengurangi guncangan dengan membagi kerugian dengan partner dagang

dikarenakan kedua negara sama-sama memiliki claim atas output negara lain (Robert Mundel,

1973). Koordinasi intensif akan mempengaruhi kurangnya cakupan volatilitas makroekonomi

yang dibawa oleh faktor-faktor seperti volitilitas nilai tukar (Frankel dan Wei, 1993). Uni Eropa

dianggap sebagai model yang sukses dalam menjalankan integrasi ekonomi, di mana

ketidakpastian nilai tukar dan ketidakteraturan dapat dihindari dan perdagangan serta investasi

antar anggota meningkat secara substansial. (Ariccia, 1999).

Isu tentang integrasi tidak berbeda jauh dengan masalah mendesaknya stabilitas nilai

tukar (ERS). Kenyataannya, ERS sangat penting pada segala usaha untuk meyakinkan stabilitas

makroekonomi. Teori ekonomi menyarankan bahwa ketidakteraturan pada nilai tukar riil sebuah

negara, sebagaimana permulaan mereka dari tingkat equilibrium jangka panjang, mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi secara negative. Kondisi-kondisi ini membuat ketidakpastian harga

2 Mata uang pasak, yakni mata uang yang dijadikan sebagai benchmark.

Page 69: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

195Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

relative, mencetuskan peningkatan kerugian pada penyesuaian dan penurunan efisiensi alokasi

sumber daya pada pasar domestic (Kemme & Teng, 2000). Maka dari itu, segala usaha untuk

menstabilkan nilai tukar memungkinkan penciptaan lingkungan bisnis yang kondusif dan

berpotensial untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Setelah diketahui pentingnya isu di atas dalam mempromosikan kesejahteraan antar negara

ASEAN, pertanyaan mengenai bagaimana volatilitas nilai tukar (ERV) dapat dikurangi menjadi

penting. Krisis keuangan regional pada tahun 1997 hingga 1998 mengikis kredibilitas nilai

tukar tetap unilateral, dan memperbaharui keinginan untuk integrasi moneter yang lebih besar

dan stabilitas nilai tukar regional di Asia Timur (EA). Kesuksesan Euro juga meningkatkan bunga

dalam kelangsungan hidup mata uang bersama untuk ASEAN dan negara maju di Asia Timur

(Zhang, Sato, & McAleer, 2004). Isu ini ditujukan untuk pertemuan ASEAN pada bulan November

1999 secara ekstensif, di mana 10 negara anggota yang mendesak untuk bekerja lebih keras

untuk mencapai target common market dan mata uang tunggal (Asia Now, November 29,

1999; Hurley & Santos, 2001).

Tetapi, pola kerangka institusi formal nampak kekurangan untuk mencapai integrasi

moneter. Sebagai tambahan, kondisi keuangan dan ekonomi berbeda di antara negara-negara

ASEAN. Meskipun begitu, harus dicatat bahwa ekonomi ASEAN telah mengalami integrasi

regional yang sangat cepat pada dekade terakhir ini. Integrasi ini timbul sebagai hasil dari

liberalisasi unilateral pasar barang dan modal.

Walaupun fakta bahwa menjumlahkan antara kerugian dan keuntungan serta menerapkan

arahan optimum currency area (OCA) sulit, literatur menunjukkan bahwa ASEAN memiliki

beberapa karakteristik yang mengatakan bahwa keuntungan menerapkan mata uang bersama

mungkin cukup signifikan, bahkan relatif terhadap kerugian (Madhur, 2002). Secara keseluruhan

gabungan OCA mengindikasikan regional memiliki kesamaan dengan Uni Eropa (Bayoumi &

Eichengreen, 1998). Indikasi ini termasuk dalam perdagangan intraregional, fleksibilitas harga,

upah, mobilitas tenaga kerja, dan guncangan simetris. Dengan menggunkaan beberapa jenis

indikator dari literatur OCA, Bayoumi dan Eichengreen (1998) menyimpulkan bahwa, berdasarkan

pandangan ekonomi murni, ASEAN sangat cocok untuk OCA sebagaimana Eropa penting bagi

Maastricht Treaty.

Selama periode post-Bretton Woods, negara-negara ASEAN5+3 mengalami ERV substansi

walaupun mengadopsi rezim nilai tukar crawling peg. Antara tahun 1974 dan 1999, Rupiah

Indonesia adalah yang paling sering berubah (Volatile) di antara mata uang ASEAN, diikuti oleh

Peso Filipina, sementara Dollar Singapura adalah yang paling stabil (Hurley & Samos, 2001).

Tetapi, pada kasus ASEAN5+3, China telah mengalami volatilitas yang paling sedikit dikarenakan

Page 70: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

196 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

telah menerapkan rezim peg atas US Dollar. Bukti lain tentang volatilitas mata uang ASEAN

dapat ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Nam dan Mc Aleer (2002), Lee dan Tan

(2004). Dari Table IV.1, mata uang ASEAN pada umumnya nampak cukup rapuh dan sensitif

terhadap guncangan tiba-tiba. Volatilitas, bagaimanapun juga bertentangan dengan Hurley

dan Santos (2001). Walaupun hal ini berbeda, ternyata dua negara yang paling dipengaruhi

oleh masalah volatilitas, Thailand dan Indonesia, juga menderita pertumbuhan ekonomi negative

terbesar. China merupakan negara dengan volatilitas paling kecil di antara ASEAN-5+3, dan

juga paling sedikit dipengaruhi oleh krisis ekonomi.

Pandangan populer antar ekonom dan pembuat kebijakan sejak krisis Asia adalah negara-

negara berkembang dengan rekening modal terbuka memilliki solusi bipolar terhadap dilema

nilai tukar: baik free floating (mengambang) atau hard peg (tetap). Solusi hard peg merujuk

kepada penggunaan mata uang bersama atau formasi penyatuan moneter. Hochreiter and

Winckler (1995) menggambarkan kerugian dan keuntungan melepaskan mata uang nasional

dan bergabung pada penyatuan moneter. Diantara beberapa akibat yang telah digambarkan

sehubungan dengan Euro adalah sebuah dorongan pertumbuhan ekonomi yang terjadi melalui

peningkatan perdagangan (Rose, 2000; Frankel, & Rose, 2002). Bergabung dengan perserikatan

moneter juga memfasilitasi efisiensi mikroekonomi yang lebih besar dengan menghilangkan

ERV, sehingga memperkecil tingkat suku bunga dan mempromosikan penggunaan mata uang

internasional.

Setelah membahas stabilitas mata uang Singapura, kita akan mengkaji nilai tukar bilateral

antara ekonomi negara-negara ASEAN-5 +3, seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia,

Dollar Singapura, China, South Korea, dan Jepang. Ini adalah tujuan dari paper ini untuk terlebih

dahulu menemukan penjelasan tentang volatilitas pada nilai tukar, dan pada akhirnya

Tabel IV.1. Pertumbuhan Ekonomi Dan DepresiasiSelama Krisis Ekonomi Tahun 1997

Pertumbuhan 1998 (%) Depresiasi (%)

Sumber : IFS (2009)

Indonesia √ 1,4 85

Malaysia √ 6,5 45

Filipina √ 0,5 40

Singapura 1,5 20

Thailand √ 8,0 60

Cina +6 0

Jepang √ 2 +8

Korea Selatan √ 6,8 29

Page 71: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

197Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

menentukan kelayakan mata uang tunggal negara regional ASEAN-5+3. Dengan sebuah definisi,

jika variable-variabel OCA yang ditunjukkan pada studi ini secara signifikan menjelaskan variasi

nilai tukar, mata uang bersama ASEAN-5+3 akan dianggap cukup sehat dan bahkan juga

memperkuat pendapat tentang AFTA. Ini juga merupakan tujuan kami untuk mengkaji jika ada

kebalikan hubungan sebab akibat pada hubungan tersebut; dengan kata lain, apakah ERV

memiliki dampak pada kriteria OCA. Untuk memperkuat formasi OCA di negara-negara ASEAN-

5+3, mativasi terakhir kami adalah untuk mengidentifikasi kesulitan yang harus dihadapi oleh

ASEAN-5+3 bahkan sebelum mereka memulai dengan menggunakan mata uang bersama.

Paper ini dirancang sebagai berikut. Bagian kedua dari paper ini akan menyajikan kajian

tentang adanya literatur, dan termasuk definisi variable OCA. Bagian ketiga mengkhususkan

model empiris bersama dengan perkiraan estimasinya. Hal ini juga diikuti oleh penilaian empiris

model dengan hasil yang ditafsirkan pada bagian keempat. Sebagai tambahan, bagian empat

sebagai jawaban dari tujuan ketiga, kami mengajukan pertanyaan kesulitan yang mungkin

dihadapi oleh ASEAN-5+3 dalam membentuk mata uang bersama dengan sukses dan menjadi

agenda ASEAN-5+3 untuk dikerjakan sebelum tujuan pembentukannya tercapai. Paper ini

menyimpulkan pada bagian kelima dengan mengajukan beberapa pengamanan dan strategi

that digambarkan sebagai kunci pembentukan OCA yang sukses.

II. TEORI

Kontribusi seminal oleh Mundell (1961) dan McKinnon telah muncul sebagai teori optimum

currency area (OCA) sebagaimana kerjasama moneter dan nilai tukar antar negara. Mundell

(1963) telah menunjuk beberapa negara yang secara simetris terpengaruh oleh guncangan

merupakan kandidat utama dan sesuai untuk OCA. Selanjutnya, Mundell dan Mc Kinnon melalui

penelitian mereka, menemukan sedikitnya empat keuntungan akan dicapai dengan mengadopsi

mata uang bersama, yaitu:

1. Perluasan perdagangan akan terjadi jika anggota yang berpotensial dalam serikat sering

berdagang satu sama lain dikarenakan keberadaannya sangat diharapkan akan mengurangi

biaya transaksi.

2. Gangguan-gangguan akan terjadi apabila negara-negara tersebut mengalami guncangan

yang sama jadi kerugian melepaskan independensi kebijakan moneter akan berkurang.

3. Tingkat mobilitas tenaga kerja terjadi jika mobilitas tenaga kerja yang tinggi antar batasan-

batasan merupakan mekanisme yang berguna untuk menyesuaikan guncangan asimetris

yang selanjutnya membawa dampak pengangguran tinggi pada subjek anggota serikat.

4. Transfer fiscal terjadi apabila terjadi guncangan-guncangan regional yang spesifik, sistem

fiskal federal akan menyediakan asuransi regional (dalam bentuk keuntungan asuransi

Page 72: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

198 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

pembiayaan pengangguran secara federal), yang melemahkan dampak guncangan regional

pada pendapatan interregional differensial.

5. Memasuki OCA juga menuntut disiplin negara-negara secara individual karena membebaskan

bank sentral dari kebijakan yang akan menyebabkan inflasi.

6. Mengurangi gempuran yang bersifat spekulatif seperti negara dikuatkan dan juga dilindungi

dari kebijakan ekonomi tidak teratur seperti ≈pengemis milik tetangga∆, yang apapun

pelanggaran dalam melaksanakan kebijakan tersebut akan memberikan dampak negatif

pada semua negara tersebut.

Frankel dan Rose (1998) memperdebatkan ide bahwa beberapa kriteria OCA yang dibahas

dapat bersifat endogen. Begitu sekelompok negara membentuk sebuah area mata uang dengan

menetapkan nilai tukar mereka, tingkat integrasi ekonomi intra area akan meningkat sejalan

dengan tingkat guncangan ekonomi simetris. Maka dari itu, integari ekonomi yang lebih dalam

dan guncangan simetris bukan merupakan prasyarat untuk membentuk area mata uang bersama

atau tingkatan lain kerja sama moneter. Sebaliknya, jika negara-negara ini memperlihatkan

komitmen politik yang kuat untuk mengkoordinasikan kebijakan moneter dan nilai tukarnya,

maka usaha mereka untuk membentuk sebuah area mata uang bersama dapat berhasil selama

mereka memenuhi kriteria OCA untuk langkah pertamanya.

Eichengreen and Bayoumi (1999) mencoba untuk menganalisis prospek ekonomi dan

politik untuk integrasi moneter di Asia Timur, dan berdasarkan kriteria khusus, yang bernama

perdagangan tingkat tinggi dan integrasi FDI, kecepatan penyesuaian kepada guncangan dan

gangguan permintaan dan penawaran simetris, muncul dengan kesimpulan bahwa sebuah

regional memenuhi standar kriteria OCA untuk mengadopsi mata uang kebijakan moneter

bersama. Tetapi, masalah besar pada proses ini adalah isu mengorbankan otonomi moneter

khususnya diberikan sistem keuangan yang lemah di sejumlah negara ini.

Melihat pola perdagangan yang meningkat di Asia, Kawai dan Motonishi (2005)

menemukan bahwa pada dekade terakhir terdapat ekspansi perdagangan intra regional yang

begitu cepat seperti halnya perdagangan intra-indsutri. Terlebih lagi, perdagangan intra regional

sebagai saham perdagangan secara keseluruhan di Asia Timur telah meningkat dari 35% pada

1980 menjadi 54% pada 2003. Sehubungan dengan integrasi FDI, Jepang, US, dan Uni Eropa

dianggap sama penting untuk investor asing di Asia Timur, dengan Jepang yang menjadi negara

paling signifikan di regional ASEAN.

Terkait dengan tingkat integrasi pasar tenaga kerja nampaknya berbeda di antara negara-

negara di regional. Ekonomi maju seperti Jepang dan Korea telah mempertahankan pembatasan

ketat pada mobilitas tenaga kerja. Sementara itu, ekonomi Asia Tenggara seperti Malaysia,

Thailand, Singapura, dan Indonesia dikategorikan memiliki mobilitas tenaga kerja yang tinggi.

Page 73: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

199Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

Eichengreen dan Bayoumi (1999) dan Goto dan Hamada (1994) mencatat bahwa pasar tenaga

kerja lebih fleksibel di Asia dibandingkan Eropa di awal 1990 an.

Menurut seminal paper Mundell yang menyatakan bahwa sistem mata uang nasional

berhubungan dengan adanya nilai tukar yang fleksibel. Selanjutnya, ia muncul dengan ide

bahwa perlunya membentuk sebuah system mata uang di mana mata uang tidak terbatas

secara nasional saja, tapi secara geografis dimana factor mobilitas cukup tinggi. Mundell,

selanjutnya, menyangkal bahwa pilihan antara rezim nilai tukar yang tetap dan fleksibel

seharusnya tidak independen pada karakteristik ekonomi di negara-negara atau area yang

masih dalam pertanyaan (Tower dan Willett, 1976).

Berdasarkan teori OCA, kebijakan untuk bergabung dengan serikat moneter dapat

diputuskan dengan menggunakan tiga faktor utama. Ini adalah bentuk perluasan intensitas

perdagangan antar negara di area yang diajukan, simetri aktifitas ekonomi dan karakteristik

spesifik sebuah negara (Ling, 2001). Mc Kinnon (1963) menyatakan bahwa sistem ekonomi

terbuka yang tinggi yang direkomendasikan untuk memenuhi OCA sebagai mata uang bersama

sangatlah penting untuk stabilitas dan kemakmurannya. Paper ini akan memperhatikan analisis

adanya guncangan asimetris dan PDB negara-negara sebagai proksi untuk memenuhi kriteria

untuk membentuk OCA.

Guncangan asimetris adalah elemen lain yang penting dalam teori OCA, dikarenakan

cenderung mengikis masalah mata uang bersama. Menurut Frankel dan Mussa (1980),

guncangan asimetris terjadi pada saat gangguan tak terduga mempengaruhi output nasional

sebuah negara berbeda dengan yang lainnya. Literatur OCA menekankan bahwa guncangan

yang sama antar negara-negara yang bergabung dalam serikat moneter mengurangi kerugian

pembatalan nilai tukar seperti sebuah guncangan yang mengganggu mekanisme. Di sisi lain,

retensi nilai tukar sebagai instrument kebijakan yang independen adalah sangat penting jika

sebuah negara mengalami sebagian besar guncangan asimetris. (Ling, 2001). Pengurangan

otonomi sebagai dampak dari kerugian kebijakan moneter independen pada penerapan OCA

digambarkan akan sangat merugikan pada saat: (1) guncangan-guncangan makroekonomi

lebih ≈asimetris∆, (2) kebijakan moneter adalah instrument yang kuat untuk mengoffset

guncangan seperti itu, dan (3) mekanisme penyesuaian lain, seperti upah relative dan mobilitas

tenaga kerja, kuang efektif (Eichengreen, 1997).

Pada studi ini, Mundell menyarankan bahwa mata uang bersama dapat mengurangi

guncangan asimetris karena melibatkan pendapat negara-negara lain dan banyak portofolio

investasi yang berbeda. Dalam perserikatan moneter, sebuah negara yang mengalami guncangan

yang kurang baik secara efektif membagi kerugiannya dengan partner dagangnya, karena

partner mengakui output satu sama lain melalui mata uang bersama. Bagaimanapun juga, di

Page 74: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

200 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

bawah nilai tukar yang fleksibel, tidak ada diversifikasi portofolio semacam itu dan sebuah

negara yang mengalami guncangan yang kurang baik mengalami devaluasi. Mata uang domestik

dan asetnya akan membeli dengan harga di bawah pasar dunia dan kerugian akibat guncangan

akan dibatasi secara meluas pada negara di mana guncangan berasal. Pendeknya, kita

menyimpulkan adanya hubungan positif antara guncangan asimetris dan ERV.

Adanya teori OCA utamanya berhubungan dengan pilihan rezim nilai tukar. Mereka juga

cenderung untuk berfokus kepada variable spesifik negara yang tidak sering merubah dari

waktu ke waktu. Devereux dan Lane (2003) mengajukan penggunaan ukuran relatif produk

domestik bruto (PDB) dua negara sebagai proksi untuk ukuran. Ukuran, diukur sebagai log dari

produk PDB negara i dan j, dapat dianggap proksi untuk keuntungan mikroekonomi stabilitas

nilai tukar. Dengan kata lain, negara-negara yang lebih kecil diharapkan untuk tidak mentoleransi

fluktuasi pada nominal nilai tukarnya. Maka dari itu, kami mengharapkan hubungan posotif

antara ERV dan PDB negara.

III. METODOLOGI

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa studi ini adalah untuk menginvestigasi hubungan

antar variable ERV dan OCA, contohnya guncangan asimetris dan ukuran. Tujuan kami adalah

untuk membenarkan kelayakan ide OCA dalam ASEAN5+3. Model empiris kami dispesifikasikan

sebagai berikut:

ERVt = βo + β1OCAt + µt

Di mana, ERC diatur sebagai volatilitas nilai tukar nominal dan optimum currency area

(OCA). Dengan mensubtitusikan proxy untuk OCA, kita akan mendapatkan:

ERVt = βo + β11ASt + βo ln SIZEt + µt

AS mewakili guncangan asimetris, dan hubungan positif diperkirakan di antara faktor ini

dan ERV. Makin tinggi tingkat AS antar dua negara, makin dalam pengaruh kurang baik terhadap

keinginan suatu negara untuk memiliki mekanisme penyesuaian atau nilai tukar yang fleksibel

untuk menyerap dan mengurangi dampak guncangan.Sementar itu, ukuran mengindikasikan

interaksi antara PDN inti sebuah negara dan sesuai dengan negara-negara ASEAN-5+3.

Sebagaimana disebutkan oleh Deveruex dan Lane (2003), variable ini adalah sebuah proksi

untuk karakteristik spesifik sebuah negara dan mencatat bahwa negara yang lebih kecil tidak

akan bisa untuk mentolerir variasi nilai tukar. Maka dari itu, kami mengharapkan tanda tersebut

menjadi positif.

Page 75: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

201Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

ERV diukur sebagai rata-rata bergerak nilai tukar yang pertama dibedakan dengan order

tiga (m=3), sebagai berikut:

Pengukuran AS cukup sama dengan pengukuran ERV. AS diproksikan dengan

menggunakan nilai differensial pertumbuhan absolut, atau:

Dimana subscrip k dan j bertahan untuk negara k dan j, masing-masing.

Banyak bentuk data ekonomi berkala menunjukkan fitur umum seperti periode stasioner.

Tapi, akhir-akhir ini pakar ekonometri berkala telah memformulasikan konsep pergerakan

bersama pada frekuensi khusus dala model ekonometri, bersama dengan pendapat bahwa

factor umum dapat mempengaruhi tren beberapa komponen variable makroekonomi. Meskipun

begitu, statistik penyokong analisis berkala mengharuskan data stasioner. Hal ini akan

mensyaratkan perbedaan pertama untuk kebanyakan makroekonomi berkala sebelum

memperkirakan model ekonomi. Maka dari itu signifikansi mendeteksi dan mengoreksi tren

komponen dalam data makroekonomi cukup terindikasi.

Jika dua atau lebih variable memiliki trend umum, maka hubungan sebab akibat pasti

ada paling tidak satu arah. Banyak seri, bahkan yang tidak stasioner, pada saat dikaji secara

terpisah, akan menampakkan hubungan equilibrium jangka panjang jika mereka bergabung

secara linear (Engle & Granger, 1987). Maka dari itu, kedua seri tersebut disebut terkointegrasi.

Test kointegrasi berhubungan dengan perilaku jangka panjang elemen waktu berkala non-

stasioner secara parsial ini adalah indikasi kecenderungan umum sebuah komponen. Dengan

kata lain, kointegrasi adalah pendekatan statistik yang menguji keberadaan hubungan

ekuilibrium jangka panjang antar variable non-stasioner yang terintegrasi pada urutan yang

sama. Dua seri non-stasioner dikatakan terintegrasi jika ada kombinasi linear dua seri tersebut.

Untuk tujuan ini, Johansen dan Juselius (1990) telah memperkenalkan dua tes rasio kemungkinan

untuk menentukan jumlah vector yang terkointegrasi, yang disebut eigenvalue maksimum dan

trace test.

Namun demikian, setelah diberikan sifat alami dari variable OCA, juga penting untuk

menganalisis hubungan jangka pendek dinamis antar variabel dalam studi ini. Kointegrasi antara

dua atau lebih variabel yang cukup mengindikasikan hubungan sebab akibat pada setidaknya

satu arah (Granger 1988). Hubungan sebab akibat antara pra-penetapan dan variabel dependen

dapat dikaji dengan mengadakan Wald test, yaitu dengan menghitung F statistik bedasarkan

hipotesis null yang mana sejumlah koefisien pada nilai lagged variabel independen sama dengan

ASt = [( ) ]growth - growth k,t

2 2 j,t

ERVt = [( ) Σ1

mmi =1 ER - ERt-1-i t-1 ]

Page 76: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

202 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

nol. Jika hipotesis null diterima, dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak

menyebabkan variabel dependen.

Hubungan jangka panjang antara ERV dan OCA diuji dengan menggunakan prosedur

kointegrasi. Tujuh tipe nilai tukar telah dipilih, yaitu Yuan/SD, Yen/SD, Won/SD, RM/SD, Bath/

SD, Peso/SD, dan Rp/SD, di mana kepanjangan SD adalah Dollar Singapura. Nilai-nilai ini dicatat

selama periode 1970 hingga 2008, bersama dengan data PDB setiap negara dengan

menggunakan data yang dikumpulkan dari Statistik Keuangan Internasional, sebuah publikasi

International Monetary Fund (IMF)

IV. HASIL DAN ANALISIS

Hasil dari akar unit yang diuji berdasarkan Philip-Perron (1988) menunjukkan bahwa

secara umum, seluruh variabel tidak stasioner pada level di setiap negara. Penggunaan prosedur

error vector correction sesuai, telah diberikan bukti bahwa umumnya seluruh variabel nampaknya

terintegrasi pada urutan I atau I(I). Tabel IV.2. menyajikan hasil tes kointegrasi, ditunjukkan oleh

jejak yang signifikan dan uji eigenvalue yang maksimal. Dari hasil uji kointegrasi Johansen,

hipotesis null non-kointegrasi ditolak pada level signifikansi 0.01 untuk 2 negara, yaitu Thailand

Bath dan Peso Filipina. Sisanya nampaknya tidak menunjukkan tidak adanya kointegrasi sehingga

dianggap tidak memiliki ekuilibrium jangka panjang. Kesimpulan keseluruhan hasil disajikan

pada Tabel IV.2.

Estimasi error correction model (ECM) untuk tiap persamaan disajikan pada Panel I

Table IV.3. Disajikan bukti lebih jauh bahwa ada ekuilibrium jangka panjang antar variabel. ECT

menggambarkan proses penyesuaian terhadap ekuilibrium jangka panjang ini. Dari Panel II

Tabel IV.4, ternyata standar regresi eror pada umumnya rendah. Ketahanan model dinyatakan

oleh uji diagnostic, termasuk uji LM (Breusch-Godfrey serial uji korelasi), uji ARCH (uji

heterogenitas), uji Jacque-Bera (uji normalitas) dan uji CUSUM (tes stabilitas) dibawah nilai

kritis 1%. Dari ECM, nampak periode lagged error correction term (ECT) apda setiap persamaan

terlibat secara signifikan dengan tanda yang benar dan besar. Tapi, berdasarkan hasil tersebut,

kita dapat menjelaskan bahwa tidak semua negara dalam regional menunjukkan tanda yang

benar dan besar sebagaimana diperkirakan pada hipotesis awal. Bath Thailand, Peso Filipina,

Ringgit Malaysia, Won South Korea, and Yen Jepang Nampak sebagai tanda yang tiak signifikan

karena PDBnya dan adanya guncangan asimetris antar negara. Maka dari itu, disajikan beberapa

bukti bahwa ASEAN5+3 dianggap tidak siap untuk membentuk OCA. Ini memperkuat adanya

pendapat bahwa perbedaan struktur ekonomi dan kebijakannya di seluruh lingkungan asing

menjadi hambatan dan tantangan untuk mensinkronkan pada waktu berikut ini.

Page 77: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

203Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

Tabel IV.2Model ECM Dan Diagnostic nya

PANEL I : ECM MODEL

D(ERV)BS = 0.07968894027*( ERV(-1) - 0.03811963099*GDP(-1) - 0.004464539619*AS(-1) +

0.05841237222 ) + 0.7547382605*D(ERV(-1)) + 0.01428315065*D(GDP(-1)) +

4.617901834e-05*D(AS(-1)) + 0.0001200149846

D(ERV)PS = 0.03871754057*( ERV(-1) - 0.05262315102*GDP(-1) - 0.007045897971*AS(-1) -

0.110231822 ) + 0.7572955332*D(ERV(-1)) + 0.01735784436*D(GDP(-1)) -

6.765507364e-05*D(AS(-1)) + 3.278425301e-05

D(ERV)RS = - 0.002444896479*( ERV(-1) + 0.4449241465*AS(-1) - 1.024876653*GDP(-1) +

1.391315639 ) - 0.03867840317*D(ERV(-1)) + 0.6587205498*D(ERV(-2)) +

0.0009739571891*D(AS(-1)) + 4.556830545e-06*D(AS(-2)) + 0.0384236329*D(GDP(-1)) -

0.04292235592*D(GDP(-2)) - 0.002233502854

D(ERV)RsS = - 0.006440788991*( ERV(-1) + 0.001809625807*AS(-1) - 0.0004454966862*GDP(-1) +

0.3457259378 ) + 0.5775751067*D(ERV(-1)) + 2.131529969e-06*D(AS(-1)) +

0.0005838300632*D(GDP(-1)) - 1.554889872e-05

D(ERV)WS = - 0.1518540344*( ERV(-1) - 0.001389074651*GDP(-1) + 1.417262268e-05*AS(-1) +

0.3251849436 ) - 0.3481845398*D(ERV(-1)) + 0.0003733364994*D(GDP(-1)) +

1.623566172e-06*D(AS(-1)) - 9.640797512e-05

D(ERV)YeS = - 0.003021766596*( ERV(-1) + 0.008675900519*GDP(-1) + 0.01341799056*AS(-1) +

0.3312831701 ) + 0.8014657752*D(ERV(-1)) - 1.053775292*D(ERV(-2)) +

0.003276657145*D(GDP(-1)) + 0.001065110035*D(GDP(-2)) - 1.375997146e-05*D(AS(-1)) +

8.735769183e-06*D(AS(-2)) + 0.0002205816598

D(ERV)YS = - 0.0253726762*( ERV(-1) - 0.04092951236*AS(-1) + 0.173931606*GDP(-1) +

0.629455274 ) + 0.6689452318*D(ERV(-1)) - 0.2411002694*D(ERV(-2)) -

0.001104137039*D(AS(-1)) - 0.0002436604594*D(AS(-2)) - 0.02355093915*D(GDP(-1)) -

0.04310754547*D(GDP(-2)) - 0.008059261714

Panel II : Model Kriteria and Uji Diagnostik

BS PS RS RsS WS YeS YS

R2 0,8694 0,8938 0,8995 0,5107 0,3409 0,3317 0,612656

S.E. of regression 0,004105 0,016309 0,024829 0,000599 0,000587 0,000754 0,103822

Autocorrelation 69,46961 (0,000) 35,20948 (0,000) 30,72313 (0,00000) 49,09658

(0,00000) 37,80389 (0,0000) 139,4289 (0,00000) 93,06854 (0,00000)

Heterogeneity 38,94341 (0,000009) 99,01281 (0,0000) 4,894151 (0,033379) 290,3209

(0,00000) 47,84354 (0,00000) 21,22666 (0,00005) 100,4101 (0,0000)

Normality 0,899722 (0,637717) 1,3333434 (0,513391) 2,527106 (0,282648) 14,92102

(0,000575) 13,35481 (0,001259) 2,195206 (0,333670) 1,061882 (0,588051)

Notes : Figure in ( ) p-value and the test is based on F-TestBS =Bath/SD,PS = Peso/SD, RS = Ringgit/SD, RsS = Rupiah/SD, WS = Won/SD, YeS = Yen/SD, YS = Yuan/SD, SD = Singapore Dollar***,**,* are McKinnon 99%,95%, and 90% critical values, respectively

Page 78: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

204 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Melangkah ke dampak AS, nampak bahwa kontribusinya terhadap volatilitas relative

cukup tinggi, karena negara industry baru seperti China dan Korea Selatan memulai membantu

perkembangan dan memperluas ukuran dan cakupan ekonominya untk lebih kompetitif.

Intensitas perdagangan negara tersebut telah menambah kemungkinan guncangan asimetris

antar negara dalam regional. Persamaan tersebut juga menggambarkan bahwa kinerja ekonomi

Malaysia, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan China sama dengan kinerja ekonomi Singapura,

yaitu menyangkut gangguan tak terduga mempengaruhi output nasional sebuah negara berbeda

dengan yang lainnya (Frankel dan Mussa, 1980). Perkembangan ini dapat dijelaskan dengan

persamaan struktur produksi ekonomi ASEAN, sebagaimana dengan pergerakan parallel

terhadap keterbukaan, contohnya, dalam bentukorintasi yang lebih berfokus untuk ekspor

dan liberalisasi rekening modal. Sama halnya kontribusi AS terhadap ERV relatif rendah untuk

Thailand dan Filipina. Maka dari itu, secara umum, tingkat AS yang diderita oleh ekonomi

Tabel IV.3Persamaan Jangka Panjang

1. Bath/SDERV = -0,038120*** GDP √ 0,004465*** AS

(0,00418) (0,00058)<-9,11938> <-7,66664>

2. Peso/SDERV = -0,052623*** GDP √ 0,007046*** AS

(0,01039) (0,00107)<-5,06678> <-6,55751>

3. RM/SDERV = -1,024877** GDP + 0,444924* AS

(0,10598) (0,29340)<4,19811> <-3,49312>

4. RsS/SDERV = -0,001866* GDP + 0,000670*** AS

(0,00011) (0,00087)<-2,14001> <5,98445>

5. Won/SDERV = -0,001389** GDP + 0,0000142 AS

(0,00041) (0,000014)<-3,41180> <1,01662>

6. YeS/SDERV = 0,008676 GDP + 0,013418*** AS

(0,00993) (0,00264)<0,87356> <5,09110>

7. Yuan/SDERV = -0,040930** AS + 0,173932 GDP

(0,01278) (0,15408)<-3,20257> <1,12885>

Page 79: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

205Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

ASEAN5+3 tidak terlalu tinggi. Yang ada sebaliknya adalah guncangan simetris yang tinggi

(Madhur, 2002). Pendeknya, dampak signifikan dan positif AS pada ERV menyarankan adanya

sedikit perbedaan sekilas antara Singapura dan ekonomi ASEAN5+3nya. Pengamatan ini juga

mengimplikasikan kebutuhan penyesuaian pada saat kondisi ekonomi partner dagang berubah

secara tak terduga. Maka dari itu, kami dapat menyimpulkan bahwa negara-negara ASEAN5+3

tidak sesuai untuk membentuk sebuah serikat moneter dibawah konsep optimum currency

area sehubungan dengan peleburan guncangan asimetris. Sama halnya dengan hasil tersebut

telah mengindikasikan fakta bahwa kemungkinan terjadinya guncangan asimetri

mengimplikasikan fluktuasi pada stabilitas mata uang di negara lain dalam regional. Maka dari

itu, dampak positif AS terhadap ERV yang terjadi di ekonomi ASEAN5+3 mengindikasikan

adanya kondisi yang tidak sesuai untuk membentuk OCA karena tidak ada guncangan yang

sama antar negara serikat moneter. Dalam situasi seperti itu, ini akan menambah kerugian

pembatalan nilai tukar sebagaimana guncangan mengganggu mekanisme.

Pada semua kasus, SIZE memainkan peranan yang sangat kecil dalam menjelaskan ERV

riil. Dampaknya nampak pada tanda yang benar dan besar sebagaimana diperkirakan

sebelumnya pada semua negara yang diobservasi kecuali kasus Yen dalam hubungannya dengan

SD. Persamaan-persamaan menunjukkan hasil yang kecil dan elemen SIZE negative. Hal ini

mengindikasikan bahwa ekonomi cukup besar untuk menyerap segala guncangan. Setelah

diberikan nilai koefisien mereka yang relative cukup kecil, kita dapat menyimpulkan bahwa

ada suatu pertumbuhan kecenderungan untuk ekonomi ASEAN5+3 untuk mengembangkan

kemampuan mereka dalam mengendalikan guncangan sebagaimana kecenderungan untuk

memiliki dan menerapkan rezim nilai tukar yang stabil. Dengan kata lain, negara-negara

ASEAN5+3 berusaha untuk mempertahankan rezim nlai tukar mereka. Hal ini dapat membantah

negara-negara yang diobservasi tersebut masih melindungi keberadaan rezim mereka mereka

masih percaya bahwa mereka memulai membangun system moneter yang dapat menyerap

segala kemungkinan adanya guncangan dalam hubungannya dengan SIZA mereka. Secera

keseluruhan, negara-negara ASEAN5+3 dipertimbangkan untuk memenuhi persyaratan untuk

membentuk currency optimum area yang dapat mempertahankan mata uangnya yang stabil.

Hasil dari uji hubungan sebab akibat Granger disajikan pada Table IV.4. Hubungan sebab

akibat jangka pendek Granger berjalan khususnya dari ERV ke setiap kriteria OCA, walaupun

dampak jangka pendek PDB dan AS hampir tidak signifikan pada kasus negara-negara ASEAN5

dan signifikan pada poin kritis terkait Yuan China, Taiwan Won, and Yen Jepang. Sementara

itu, hubungan sebab akibat jangka pendek Granger yang berjalan dari setiap kriteria OCA ke

ERV atau ke kriteria OCA lainnya tidak nyata. Maka dari itu, disekuilibrium jangka pendek

dapat disebabkan oleh guncangan ERV.

Page 80: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

206 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Kita mencoba untuk mengkaji kerasnya dampak ERV pada aktifitas ekonomi riil lebih

dekat. Berfokus pada kolom kedua Tabel IV.4, hubungan sebab akibat jangka pendek Granger

dari ERV ke dalam setiap kriteria OCA menjadi jelas. Tanda dalam kurung menandakan arah

dampak ERV pada setiap kriteria OCA. Walaupun banyak studi yang menggunakan model VAR

(seperti VECM) menginvestigasi arah dampak dengan menggunakan impulse response function

(IRFs), kami memilih untuk tidak terlalu berfokus pada IRFs dan sebaliknya menjumlahkan

koefisien dampak jangka pendek ERV. Metode dengan menjumlahkan akibat jangka pendek

ini dengan menjumlahkan koefisien yang umumnya diambil sebagai bagian dari prosedur ARDL.

Saat tidak ada lagi lebih dari satu lag model VAR, koefisien jangka pendek (atau dampak)

diperkirakan dengan penjumlahan pembeda koefisien pertama, sementara signifikansi dampak

diuji dengan menggunakan F-test berdasarkan prosedur uji Wald.

Berdasarkan uji Granger, kami menemukan hanya Thailand, Taiwan, Jepang, dan China

yang membawa akibat jangka pendek terhadap variabel yang diamati. Sementara dampak

jangka pendek ERV pada PDB dan AS positif pada negara tersebut. Sementara dalam kasus

Thailand, PDB telah membengkak terhadap AS. Hal ini menyatakan bahwa ekonomi Thailand

akan menderita guncangan melalui fluktuasinya pada PDB. Selanjutnya, Indonesia, Malaysia,

dan Filipina nampaknya tidak memperlihatkan hubungan sebab akibat antara variabel OCA

dan ERV.

Pada dasarnya, ERV, yang digunakan sebagai proksi untuk miskoordinasi, dapat

berkontribusi untuk perbedaan yang lebih besar, bukan konvergensi, antara anggota ASEAN.

Singkatnya, kami menemukan bahwa ERV telah secara umum memberikan kontribusi negatif

terhadap tingkat kegiatan ekonomi riil. Baik secara umum dan secara empiris, kami menemukan

bahwa semua variabel OCA memainkan peran penting dalam menjelaskan ERV, dan demikian

halnya dalam memilih rezim nilai tukar. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa

gagasan mata uang tunggal atau bersama belum direalisasikan. Dari hasil empiris, penjelasan

yang mungkin termasuk kekecilan, koordinasi, pilihan mata uang, serta imobilitas tenaga

kerja.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa OCA adalah wilayah geografis di mana ia akan

memaksimalkan efisiensi ekonomi untuk memiliki saham seluruh wilayah mata uang tunggal.

Ini menggambarkan karakteristik optimal untuk penggabungan mata uang atau penciptaan

mata uang baru. Teori ini sering digunakan untuk menyatakan apakah suatu daerah tertentu

siap atau tidak menjadi serikat moneter, salah satu tahap terakhir dalam integrasi ekonomi.

Dalam pengertian ini, keberhasilan membangun dari OCA di bidang ASEAN5 +3 negara.

Sebuah langkah sukses menuju OCA dasarnya perlu mengatasi sejumlah kendala yang

biasanya berhubungan dengan integrasi ekonomi dan moneter yang lebih besar. Kita mungkin

Page 81: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

207Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

Tabel IV.4 Hubungan Sebab Akibat Granger Berdasarkan VECMERV AS GDP

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

ERV 1,31844 (0,25866) 0,82326 (0,37043)AS 1,89555 (0,17732) 0,45759 (0,50320)GDP 0,01467 (0,90429) 2,08815 (0,15734)

PANEL I : BATH/SD

ERV 1,72914 (0,19707) 0,89886 (0,34959)AS 0,04836 (0,82722) 0,29189 (0,59243)GDP 0,29700 (0,58923) 3,15227* (0,08452)

PANEL II : PESO/SD

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

ERV 0,09429 (0,76061) 1,77070 (0,19190)AS 0,13783 (0,71268) 0,89416 (0,35084)GDP 0,51223 (0,47892) 1,94263 (0,17217)

PANEL III : RM/SD

ERV 0,03771 (0,84716) 0,06164 (0,80567)AS 0,84635 (0,36388) 0,52356 (0,47414)GDP 0,31780 (0,57653) 0,06873 (0,79474)

PANEL IV : RP/SD

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

PANEL V : WON/SD

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-valueERV 5,77327** (0,02171) 4,23840** (0,04702)AS 0,01909 (0,89090) 0,83545 (0,36696)GDP 1,52615 (0,22492) 0,00565 (0,94050)

Notes : Figure in ( ) p-value uji berdasarkan F-Test. SD = Dolar Singapura***,**,* McKinnon nilai kritis 99%,95%, dan 90%, masing-masing.

PANEL VI : YEN/SD

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

ERV 3,78689* (0,05972) 8,88667*** (0,00520)AS 4,44807** (0,04217) 1,00145 (0,32383)GDP 0,39843 (0,53200) 0,08091 (0,77774)

PANEL VII : YUAN/SD

Coefficient p-value Coefficient p-value Coefficient p-value

ERV 0,07575 (0,78475) 3,54110* (0,06820)AS 6,24871** (0,01727) 1,96944 (0,16932)GDP 7,03221** (0,01195) 0,20367 (0,65456)

telah melihat dari dekat beberapa kendala dalam rangka mengurangi hambatan dan menjaga

jalur yang tepat dalam membentuk agenda OCA.

IV.1. CMI Kerangka: Lembaga Lemah?

Dalam setiap macam pengaturan nilai tukar resmi di suatu daerah perlu adanya mekanisme

yang menyediakan beberapa tingkat pertahanan kolektif terhadap serangan spekulatif terhadap

Page 82: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

208 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

mata uang tunggal. Baru-baru ini Chiang Mai Initiative (CMI) yang telah berkembang dapat

memberikan beberapa dukungan kelembagaan terhadap serangan spekulatif tersebut. Setelah

mengadakan pertemuan di Chiang Mai bulan Mei 2000, Jepang, Cina dan Korea Selatan

menandatangani perjanjian bilateral dengan lima negara anggota ASEAN dan membentuk

jaringan perjanjian swap bilateral (BSas) yang bertujuan untuk sebuah kerjasama moneter

yang lebih besar. Jaringan tersebut memungkinkan negara-negara peserta untuk menarik

dana dari BSas masing-masing untuk jangka waktu 90 hari. Penarikan pertama dapat

diperpanjang tujuh kali. Tingkat bunga yang berlaku dalam skema tersebut adalah LIBOR

ditambah premi sebesar basis 150 poin untuk penarikan pertama dan pembaharuan pertama.

Setelah itu, kenaikan premi sebesar basis 50 poin untuk setiap dua pembaharuan, dalam

harga ceiling keseluruhan basis 300 poin. Swap mata uang sebesar lebih dari $ 83 milliar pada

bulan Juli 2007. Untuk mengurangi masalah moral hazzard, BSA swap ini dihubungkan dengan

pengeluaran IMF. Sebuah negara hanya dapat meminjam hingga 20% jika tidak di bawah

program IMF.

Selain dari keuntungan yang dihasilkan dari swap nominal, sinyal dukungan politik dan

dukungan ekonomi BSAs dalam hal terjadi kesulitan keuangan. Jika ACU adalah menjadi mata

uang paralel yang layak, Chiang Mai Initiative harus memainkan peran yang sangat penting.

Sayangnya, struktur CMI saat ini memiliki beberapa kekurangan yang dapat mengurangi

efektivitas itu. Di dalam tubuh CMI saat ini bersifat bilateral. Penggunaan BSas memerlukan

persetujuan dari masing-masing pemberi pinjaman. Dalam keadaan seperti itu, jika sejumlah

anggota menolak untuk memberikan swap atau penyedia berbagai swap menginginkan

persyaratan dan kondisi yang berbeda, CMI kehilangan efektivitasnya sebagai lender of last

resort. Selain itu, diskusi dengan berbagai penyedia swap membuang waktu dan mengurangi

negara yang menginginkan swap dari kemampuan untuk memperoleh pertahanan yang efektif

dan cepat untuk melawan serangan spekulatif. Jadi langkah-langkah harus diambil untuk

memultilateralisasikan pengaturan swap bilateral yang ada sehingga pengeluaran swap dibuat

secara terpadu dan tepat waktu.

Fasilitas BSA hanya langkah kecil menuju kerja sama keuangan di wilayah tersebut. Ukuran

saat ini fasilitas swap hanya sedikit meningkatkan kualitas sumber daya keuangan yang tersedia

bagi negara-negara untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan likuiditas mereka, dan

tidak memadai untuk mencegah krisis keuangan seperti yang terjadi tahun 1997. Selain itu,

hanya 20% dari fasilitas BSA yang tersedia untuk peminjam sedangkan sisanya 80%

membutuhkan persetujuan IMF dan karenanya tunduk pada persyaratan-persyaratan IMF.

Hubungan seperti ini menjaga hegemoni Amerika Serikat dalam kerangka keuangan regional,

sesuatu yang negara-negara Asia tertarik untuk bahkan melanggarnya.

Page 83: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

209Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

Struktur saat ini CMI juga memastikan bahwa negara-negara peserta tidak merasakan

kebutuhan mendesak untuk membentuk lembaga pusat untuk melakukan pengawasan regional.

Tidak adanya badan pusat untuk mengelola sumber daya dan memonitor perkembangan

keuangan di kawasan ini merupakan hambatan serius bagi evolusi dari proses pengambilan

keputusan bersama. Menyadari kekurangan ini, ASEAN +3 menteri setuju untuk mengambil

langkah-langkah untuk meningkatkan efektivitas CMI. Ini termasuk integrasi lebih lanjut dan

peningkatan pengawasan ekonomi ASEAN +3 ke dalam kerangka CMI, definisi yang jelas dari

proses aktivasi swap dan penerapan mekanisme pengambilan keputusan kolektif, peningkatan

ukuran swap, dan perbaikan mekanisme pencairan

IV.2. Pengawasan Kawasan yang Tidak Memadai

Pengawasan regional kebijakan nasional yang efektif merupakan prasyarat bagi negara-

negara yang mencoba untuk mengadopsi mata uang tunggal atau melakukan bentuk kerjasama

moneter. Salah satu alasan utama untuk menghubungkan aktivasi BSA kepada IMF adalah

karena ketersediaan mekanisme pengawasan yang kredibel dengan Reksa Dana untuk negara-

negara anggota. Selama masa krisis Asia, kebutuhan seperti mekanisme pengawasan Asia

diakui dan tujuannya adalah untuk menyusun sistem peringatan dini untuk mencegah terjadinya

krisis serupa di masa mendatang serta membatasi dampak penularan lintas negara selama

masa krisis Asia.

Negara ASEAN-5 +3 memiliki sistem proses pengawasan yang sudah ada dengan bantuan

teknis dari Ekonomi Regional Monitoring Unit (REMU) dari ADB yang disebut Tinjauan Kebijakan

Ekonomi dan Proses Dialog ASEAN+3. Proses ini meliputi persiapan laporan rahasia oleh staf

ADB, yang ditinjau oleh para pembuat kebijakan negara-negara anggota. Laporan ini kemudian

dibahas dalam rapat menteri keuangan dan dibawa keluar sebagai pernyataan menteri yang

disepakati.

Struktur yang melekat pada seluruh tinjauan dan proses pengawasan mengungkap

beberapa kekurangan mencolok. Pertama, karena staf tahu bahwa dokumen akhir akan diperiksa

oleh berbagai menteri, kemungkinan akan sangat inofensif dan tidak mungkin untuk

mendukung kebijakan negara-negara yang dapat mendestabilisasi wilayah tersebut. Seperti

sebuah dokumen, seperti terlihat dari pernyataan para menteri baru-baru ini, tidak mungkin

untuk mendorong diskusi tentang risiko baru mulai di regional. Selain itu, tidak seperti

pengawasan IMF, proses ASEAN-5 +3 tidak menentukan isi informasi yang tepat yang harus

diberikan pemerintah masing-masing. Akibatnya, informasi yang tersedia untuk berbagai

anggota adalah berdasarkan kebijaksanaan dari negara yang melapor. Hal ini membuatnya

Page 84: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

210 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

sangat sulit untuk membuat perbandingan antara berbagai negara dan memberikan kesimpulan

kebijakan terkait.

Kurangnya pengawasan independen dan kredibel untuk memantau perkembangan

ekonomi dan keuangan di kawasan ini merupakan hambatan yang signifikan untuk integrasi

ekonomi dan moneter yang lebih besar. Hal ini, tentu saja, bukan untuk menyatakan bahwa

mekanisme pengawasan IMF, dasarnya dalam bentuk konsultasi Pasal IV, yang diputuskan lebih

unggul. Namun, dibandingkan dengan mekanisme pengawasan ASEAN-5 +3 yang seperti gigi

ompong, ada pelajaran yang mungkin penting untuk dipelajari dari sistem Reksa Dana yang

telah di upgrade.

IV.3. Pasar Obligasi yang Tertinggal.

Sebuah pasar obligasi yang dalam dan berkembang dengan baik dapat memfasilitasi

arus utang lintas negara secara tertib di kawasan. Ini merupakan prasyarat penting bagi ACU.

Untuk itu, inisiatif pembentukan Asian Bond Fund (ABF) adalah sebuah langkah yang benar

karena memungkinkan membawa ekonomi Asia dengan berbagai ukuran dan struktur ekonomi

bersama-sama. Sebelas anggota Executives» Meeting of East Asia-Pacific Central Bank (EMEAP)

sepakat pada tahun 2003 untuk membentuk ABF, dana investasi regional yang berinvestasi

pada obligasi dalam mata uang dolar AS. Korpus awal adalah $1 miliar dengan berbagai

pemerintah yang secara sukarela berkontribusi sekitar 1% dari cadangan mereka. Dana

seharusnya berinvestasi untuk obligasi yang diterbitkan oleh sektor publik delapan negara-

negara maju seperti Australia, Selandia Baru dan Jepang yang hanya memberi pinjaman yang

ke ABF.

Dengan negara-negara berbeda di regional yang menunjukkan berbagai tingkat defisit

transaksi berjalan dan surplus, perkembangan pasar obligasi yang kuat akan memungkinkan

penyerapan manfaat arus utang intra-regional. Namun, bentuk awal dari ABF memiliki masalah

keterbatasan yang perlu diatasi untuk memastikan kerja sama keuangan yang lebih besar.

Pertama, ABF dapat berinvestasi dalam obligasi dalam mata uang dolar dan tidak bisa

menyelesaikan krisis kepailitan penerbit obligasi Asia dalam kasus yang membuat sebuah

penurunan tajam dalam nilai mata uang Asia vis-»a-vis dolar AS seperti yang dialami oleh Thailand

dan Korea selama krisis keuangan tahun 1997. Jadi ada masalah currency missmatch yang

kritis. Kedua, mayoritas emiten obligasi milik sektor swasta, dan mereka cenderung

menggunakan dana untuk investasi jangka panjang, sementara pemberi pinjaman luar negeri

sebagian besar bersifat jangka pendek. Ketika kondisi bisnis atau perkiraan memburuk, kreditur

asing cenderung mengurangi eksposur risiko dengan menarik dana, bisnis lokal terancam

Page 85: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

211Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

bangkrut. Jadi selain dari currency missmatch, Asian Bond Fund juga mengalami «maturity

mismatch». «Mismatch ganda» Ini adalah salah satu alasan utama krisis keuangan Asia pada

tahun 1997.

Menyadari ancaman currency missmatch dan dengan tujuan untuk mempromosikan

obligasi mata uang lokal mata uang, ABF 2 diperkenalkan pada bulan Desember 2004. Ini

melibatkan pembelian sebesar $2 miliar-mata uang Asia obligasi dalam mata uang sovereign

dan quasi sovereign. ABF-2 juga memperkenalkan Pan-Asian Bond Index Fund (PAIF) dan

Pendanaan Dana Obligasi. PAIF adalah dana indeks ikatan tunggal yang berinvestasi pada obligasi

mata uang lokal yang diterbitkan oleh delapan negara. Di sisi lain, FBF terdiri dari dua tingkatan.

Dana induk dibagi menjadi delapan dana sub, yang masing-masing berinvestasi dalam obligasi

mata uang lokal yang diterbitkan di pasar masing-masing.

Ukuran sekali lagi adalah kelemahan utama dari inisiatif ini. Ukuran saat ini sebesar $2

miliar tidak signifikan dibandingkan dengan kepemilikan cadangan atau persyaratan pembiayaan

infrastruktur sebagian besar negara-negara ini. Kedua, Dana hanya mencakup delapan negara

Asia termasuk beberapa anggota ASEAN serta ekonomi penting lainnya seperti India. Dengan

demikian, ada cakupan yang luar biasa untuk meningkatkan baik cakupan dan ukuran pasar

utang regional. Selain itu, karena terbatasnya pasokan berkualitas baik obligasi sovereign dan

quasi-sovereign, inisiatif seperti ABF dapat benar-benar mendesak pembelian obligasi swasta

yang membawa pada tidak adanya pembiayaan baru.

IV.4. Kurs Rezim Beragam

Pengalaman Eropa menunjukkan bahwa kehadiran sebuah rezim moneter yang bersama,

yaitu mengejar stabilitas nilai tukar wilayah luas, memainkan peran kunci dalam evolusi kerjasama

moneter yang lebih besar. Namun, negara-negara Asia mengikuti beragam rezim nilai tukar.

Sementara sejumlah mata uang Asia termasuk India Rupee, Dolar Singapura, Thai Baht, dan

Ringgit Malaysia dapat diklasifikasikan sebagai mengambang terkendali (managed floats),

negara-negara lain mengikuti mekanisme nilai tukar yang berbeda. Dolar Brunei dan China

Renminbi terus dipatok terutama untuk masing-masing Dolar Singapura dan Dolar AS. Di sisi

lain, Yen Jepang, Korea Won, Indonesia Rupiah dan Peso Filipina yang bebas mengambang.

Pengaturan nilai tukar yang beragam di kawasan Asia mencerminkan tujuan yang

berbeda dari pembuat kebijakan moneter. Hal ini bervariasi mulai dari memagu nilai tukar

dengan negara lain dalam currency board system untuk mengimpor kebijakan moneter negara

yang bersangkutan, mempertahankan nilai tukar dalam kondisi undervalued untuk

mempromosikan ekspor yang menghasilkan pertumbuhan, sampai kepada penargetan inflasi

Page 86: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

212 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

secara eksplisit. Merekonsiliasi tujuan yang beragam seperti di wilayah ini pasti menjadi tugas

yang menantang.

IV.5. Ekonomi, Heterogenitas Sejarah dan Politik

Saat berdebat untuk integrasi ekonomi yang lebih besar di Asia, sangatlah penting untuk

mengawasi perbedaan politik, ekonomi dan sejarah antara negara-negara di kawasan ini. negara-

negara Asia sangat berbeda dalam hal struktur ekonomi dan tingkat pembangunan. Perbedaan

dalam PDB per kapita lebih tinggi daripada di Eropa atau Amerika Utara. Pada tahun 2006,

Jepang dan Singapura PDB per kapita dalam hal PPP hampir 15 kali lipat dari Lao PDR. Demikian

pula, pangsa ekspor dalam rentang PDB di bawah 15% di Jepang untuk lebih dari 100% di

Malaysia dan Singapura. Beberapa negara seperti Cina dan ASEAN yang anggota baru telah

secara ekstensif diatur sistem keuangan dan tidak mungkin untuk melepaskan kontrol

operasional dalam waktu dekat.

Sementara di Eropa, Jerman mengambil peran utama dalam mendorong integrasi moneter,

ada tidak adanya pemimpin yang jelas di wilayah Asia. Jepang adalah negara yang paling maju

di wilayah ini namun memiliki masalah historis dengan negara-negara tetangga seperti China

dan Korea yang belum selesai. Jadi setiap blok dengan Jepang sebagai satu-satunya pusat

tidak mungkin untuk menemukan pengambil banyak di Asia. Cina, karena itu ukuran dan

pertumbuhan yang mengesankan selama 25 tahun terakhir, bisa saja merupakan potensi yang

lain. Namun, arsitektur keuangan yang relatif terbelakang, mata uang yg tdk dpt ditukar, dan

bank sentral dengan otonomi terbatas dapat menjadi hambatan utama untuk klaim tersebut.

Selain itu, China yang juga memiliki saham menjadimasalah yang belum terselesaikan dengan

Korea dan India. Juga kemungkinan menghadapi persaingan dari India, yang pertumbuhan

ekonominya besar dan berkembang pesat di regional, yang berusaha untuk muncul sebagai

inti dari pengaturan mata uang regional.

Tidak adanya negara pusat sampai sekarang berarti bahwa kerjasama Asia perlu lebih

mengandalkan pendekatan simetris. Kerjasama tersebut memerlukan komitmen yang kuat di

wilayah politik yang luas. Heterogenitas yang luas antara negara-negara, bagaimanapun,

menghambat pembinaan kesadaran berpolitik. Negara-negara Asia memiliki perbedaan luas

dalam struktur sosial, dan sistem ekonomi, mulai dari ekonomi pasar matang seperti Jepang

dan Korea untuk ekonomi dalam transisi seperti Cina, India dan Vietnam. Meskipun begitu,

negara-negara tersebut beberapa tahun terakhir telah bekerjasama dalam bidang keamanan

dan kepentingan strategis, sisa Perang Dingin mungkin masih menghambat kerjasama ekonomi

dan moneter yang lebih besar. Salah satu masalah utama dalam hal ini adalah hubungan-

Page 87: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

213Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

hubungan strategis yang banyak negara di wilayah ini dengan Amerika Serikat, yang mungkin

membuat ambiguitas dalam mengejar regionalisme Asia. Tidak ada keraguan mengenai apakah

regionalisme akan memberikan manfaat lebih besar daripada multilateralisme di kawasan ini.

Pendapat tersebut telah mempengaruhi beberapa negara di Asia dan sedikit sulit membangun

konsensus politik yang dibutuhkan untuk kerjasama yang lebih erat. Proses ini menjadi lebih

sulit karena perbedaan luas dalam sistem politik dan lembaga di regional (misalnya pemerintah

non-demokratis di Cina dan Myanmar dan demokrasi yang matang di India, Jepang dan Korea).

V. STRATEGI

Sebuah langkah sukses menuju unit mata uang Asia perlu untuk mengatasi kendala di

atas. Jadi sebuah pergerakan perlu didukung oleh dua faktor. Pertama, perlindungan

kelembagaan tertentu harus diciptakan atau memperkuat yang sudah ada, untuk mencegah

negara-negara lain melepaskan diri dari aturan tersebut. Kedua, strategi perlu dirancang untuk

mempromosikan penggunaan dan penerimaan mata uang paralel ini. Kami mencantumkan

beberapa perlindungan dan strategi yang menurut pendapat kami merupakan kunci bagi

keberhasilan ACU.

V.1. Review periodik Satuan Mata Uang Asia (ACU)

Mengingat luasnya dinamika di sebagian besar ekonomi Asia, sangat penting untuk secara

periodik meninjau komposisi ACU untuk memastikan bahwa hal tersebut mencerminkan realitas

ekonomi saat ini. Jumlah komponen setiap mata akan tetap sedangkan kontribusi itu untuk

ACU akan bervariasi dengan nilai tukar. Sebagai penilaian mata uang (depresiasi), akan ada

kenaikan (penurunan) dalam kontribusi mereka untuk ACU. Ini akan memastikan bahwa ACU

menangkap perubahan relatif dalam kegiatan ekonomi dan kinerja di wilayah tersebut secara

efektif dan dinamis.

V.2. Kerjasama Moneter dan Nilai Tukar

Sebuah pergerakan menuju ACU akan membutuhkan tingkat kerjasama moneter yang

signifikan dan pertukaran di antara negara peserta. Mengingat perbedaan dalam kebijakan

nilai tukar dan tingkat inflasi di antara negara-negara tersebut, sebuah sistem yang ketat sebagai

ERM tidak akan layak. Beberapa proposal alternatif lainnya telah disebutkan, masing-masing

memiliki itu keuntungan dan kerugian.

Page 88: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

214 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Williamson (1999) mengusulkan bahwa ekonomi Asia dapat mengadopsi mata uang

bersama mempatok vis-»a-terhadap dolar AS, Euro dan Yen Jepang. Hal ini akan menstabilkan

nilai tukar baik secara internal maupun vis-»a-vis lainnya mitra dagang utama, Euro Area dan

AS Di bawah pengaturan ini mata uang anggota memiliki seperangkat bobot berdasarkan

saham perdagangan regional. Anggota mengumumkan paritas pusat vis-»a-vis keranjang dan

berjanji untuk menjaga paritas pusat dalam sebuah band yang dipilih secara sepihak. Paritas

pusat dan band diperbolehkan untuk merangkak dalam menanggapi perubahan mendasar.

Dalam menanggapi serangan spekulasi besar negara diijinkan untuk menangguhkan sementara

pasak dengan janji untuk kembali secepat mungkin.

Keuntungan terbesar dari pengaturan ini adalah bahwa hal itu memungkinkan koeksistensi

berbagai rezim nilai tukar mengambang yang berlaku di regional seperti yang dikelola di India,

Thailand dan Singapura, float independen di Korea dan pasak di Cina. Lebih jauh lagi, sementara

koordinasi kebijakan dan pengawasan berdasarkan pengaturan karena paritas dipilih secara

sepihak dan band, pengaturan itu sendiri bertindak sebagai katalis bagi konvergensi yang lebih

besar dan stabilitas nilai tukar, yang diperlukan untuk bergerak menuju masa depan mata uang

bersama seperti yang ditunjukkan oleh Kawai dan Takagi (2003). Namun, masalah utama dalam

pengaturan ini merupakan adopsi dari bobot daerah umum terhadap mata uang target. Jika

perdagangan saham beberapa negara peserta itu (berat) vis-»a-vis negara-negara target yang

sangat berbeda dari daerah secara keseluruhan maka perubahan nilai tukar bilateral dari mata

uang target akan memiliki dampak yang miring pada negara-negara ini dan mereka akan

kehilangan daya saing ekspor.

Pengaturan alternatif lain yang disarankan oleh Oh dan Harvie (2001) analisis potensi

mereplikasi EMS»s Exchange Rate Mekanisme di kawasan Asia, dengan perbedaan penting.

Dalam pengaturan ini, Unit Mata Uang Asia serupa dengan akan ditempatkan. Nilai tukar

negara anggota The ≈akan ± 15% dari paritas pusat ditentukan oleh otoritas. Pengaturan

semacam itu dilengkapi dengan beberapa manfaat. Ini akan secara signifikan mengurangi

volatilitas kurs nominal serta nilai tukar riil efektif (REER) antarregional sebagai akibat dari

perubahan paritas intra dan tingkat yang lebih besar pergerakan bersama nilai tukar intra.

Ini juga akan mendorong lebih cepat integrasi ekonomi dan moneter di wilayah tersebut.

Namun, karena target adalah keranjang mata uang negara anggota, penyusunan kembali

antara mata uang utama di luar keranjang tidak akan tercermin dalam nilai tukar bilateral.

Di sisi lain jika Dolar AS terdepresiasi terhadap Euro tapi bukan Yen Jepang kemudian ekspor

dari negara-negara dipatok terhadap dolar AS akan menjadi lebih kompetitif di tanah Euro

dibandingkan dengan ekonomi-ekonomi Asia. Demikian pula, jika Yen Jepang dinilai sebesar

10% terhadap Dolar AS dan Jepang memiliki berat 50% di ACU, maka anggota ACU lain

Page 89: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

215Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

akan mengalami apresiasi 5%, yang dapat mengurangi daya saing mereka vis-∆a-vis dolar

lainnya blok negara.

Dornbusch dan Park (1999) menyatakan gagasan kerja sama moneter antara negara

Asia dengan Yen Jepang sebagai jangkar mata uang, peran yang dilakukan oleh Deutsche

Mark Jerman di bawah ERM. Namun, mengingat bahwa ekonomi Jepang belum sehat dan

stabil dalam beberapa tahun terakhir ini mungkin sulit untuk mendorong usulan ini. Selain itu

pengaturan tersebut akan melibatkan hilangnyadaya saing ekspor Asia vis-»a-vis blok dolar lain

seperti Mercosur dan NAFTA jika Yen Jepang berapresiasi terhadap Dolar AS.

V.3. Membangun Suatu Sistem Negara Pusat

Salah satu alasan sering dikutip untuk integrasi moneter yang sukses di Eropa adalah

peran sentral yang dimainkan oleh Jerman. Dipercaya secara luas kehadiran mata uang kuat,

Deutsche Mark, yang bertindak sebagai jangkar nominal dalam EMS, memfasilitasi integrasi

tersebut. Selain itu Mark Deutsche didukung oleh Bundesbank yang berfokus pada stabilitas

harga dan menciptakan komite kebijakan moneter yang independen, ciri yang telah menjadi

merek dagang dari bank sentral modern. Sementara di belakang peran yang dimainkan oleh

Jerman tampaknya menjadi penting bagi integrasi Eropa, pada waktu tersebut peran tidak

direncanakan dan, ketika ada, sengaja di underplayed. Secara formal, EMS adalah satu set

pengaturan nilai tukar bilateral tanpa mata uang pusat. negara-negara ekonomi kuat dan

lemah yang tunduk pada kewajiban yang sama dan aturan intervensionis. Munculnya Mark

Deutsche sebagai jangkar nominal waktu beberapa tahun dan difasilitasi oleh manajemen

moneter yang tidak bertanggung jawab oleh negara-negara besar lainnya di wilayah tersebut,

yang menyebabkan serangan spekulatif terhadap mata uang mereka dan melemahkan posisi

mereka.

Dalam konteks Asia, sementara memang benar bahwa beberapa bentuk kepemimpinan

negara yang diinginkan, kepemimpinan tersebut tidak harus dilihat intimidasi dan harus menjadi

tidak seimbang. Dalam melakukan usaha tersebut, sensivitas politik dan sejarah, serta konfigurasi

kekuasaan saat ini harus diingat. Saat Jepang terus menjadi pemain utama di wilayah ini, Cina

dan India telah mulai meningkat tantangan serius untuk hegemoni Jepang. Oleh karena itu

kohesif pergerakan menuju integrasi Asia yang lebih besar harus terbentuk pada beberapa

negara terkemuka. Tidak adanya pengaruh pusat tunggal memastikan bahwa kepemimpinan

seimbang.

Page 90: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

216 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

V.4. Penguatan Inisiatif Chiang Mai dan Dana Obligasi Asia

Pada pertemuan ASEAN+3 Menteri Keuangan yang diadakan di Istanbul pada bulan Mei

2005, telah diputuskan oleh negara-negara yang berpartisipasi untuk membuat beberapa

perubahan dalam struktur CMI yang ada. Selain menyetujui untuk mengintegrasikan

pengawasan ekonomi ke dalam CMI juga untuk mengembangkan mekanisme pengambilan

keputusan kolektif sebagai langkah pertama menuju multilateralisasi. Hal itu juga memutuskan

untuk memperluas ukuran perjanjian bilateral dan meningkatkan jumlah negara dapat

bertransaksi tanpa program IMF.

Sedangkan jumlah yang negara dapat bertransaksi tanpa dikenakan program IMF telah

ditingkatkan dari 10% menjadi 20%, tidak banyak kemajuan yang telah dibuat pada isu-isu

lain. Ukuran gabungan dari jaringan BSas telah meningkat dari $365 milliar pada bulan April

2004 menjadi $83 milliar pada bulan Juli 2007. langkah-langkah yang kuat perlu dilakukan

untuk lebih meningkatkan kerjasama ini. Salah satu cara yang mungkin adalah untuk

mengundang anggota baru seperti India, yang telah hampir $300 milliar sebagai cadangan.

Selain itu, hampir semua swap bilateral dinegosiasikan antara Cina, Jepang, Korea dan negara-

negara ASEAN. Anggota ASEAN yang lebih kecil seperti Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar

dan Vietnam hanya ditutupi oleh Perjanjian Swap ASEAN, yang memiliki korpus paling sedikit

$2 miliar.

Demikian pula Asian Bond Fund juga perlu ditingkatkan dari itu ukuran saat ini dan

cakupan. negara-negara baru seperti India serta ASEAN lainnya ekonomi bisa diajak untuk

bergabung denagn pendanaan tersebut. Ada kebutuhan serius untuk memperkuat korpus

dana yang tersedia dengan ABF untuk itu untuk memainkan peran penentu dalam memperdalam

integrasi pasar modal di daerah. Dengan demikian bank sentral negara-negara peserta harus

mengikat sumber daya lebih besar untuk pendanaan. Dalam bentuk ini saat ini ABF dikelola

oleh Bank of International Settlements (BIS) asosiasi bank sentral global. Dengan demikian

usaha investasi dana-dana ini terutama di tangan gubernur bank sentral yang cenderung lebih

konservatif dan rela berkorban kembali untuk likuiditas. Untuk menjamin pembangunan yang

lebih besar dari pasar modal internasional di regional, partisipasi sektor swasta dalam bentuk

investasi bankir dan institusi investor dalam ABF perlu didorong.

IV.5. Kerjasama Pendanaan Moneter Asia

Selain memperkuat Chiang Mai Initiative dan Asian Bond Fund, negara-negara Asia dapat

menciptakan pendanaan regional dalam mata uang ACU. Dana seperti ini dapat digunakan

untuk memfasilitasi intervensi di pasar mata uang, efek likuidasi antara bank sentral dan

Page 91: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

217Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

mengelola fasilitas kredit jangka pendek yang terkait dengan kerjasama nilai tukar. Dana ini

dapat dibuat dengan menekan jumlah besar cadangan devisa negara-negara Timur dan Asia

Selatan. Setiap negara anggota dapat berkontribusi dalam persentase tertentu dari cadangan

devisa mereka ke dalam dana tersebut. Mengingat bahwa kepemilikan cadangan total ekonomi

dipertimbangkan adalah lebih menjadi $ 3 triliun, bahkan jika negara-negara ini memberikan

kontribusi 10% dari kepemilikan cadangan mereka, dana dengan lebih dari $ 300 milyar akan

dibuat.

Jika kurs mata uang yang berpartisipasi jatuh terlalu jauh, Asian Moneter Cooperation

Fund (AMCF) bisa membeli jumlah mata uang di pasar valuta asing, dan jika naik terlalu jauh,

AMCF bisa menjual cukup banyak mata uang untuk menurunkan nilai tukar. Atau, AMCF juga

dapat mengeluarkan mata uang paralel, Asia Currency Unit, yang akan menjadi komposisi

tertimbang mata uang negara-negara anggota. obligasi dalam mata uang ACU dapat didorong

dan kliring regional dan mekanisme pembayaran dapat dibentuk untuk transaksi ACU. Seiring

waktu, AMCF dapat dikonversi ke Asia Central Bank dan berperan melaksanakan kebijakan

moneter di Asia Timur dan Asia Selatan.

Korpus yang tersedia dapat digunakan untuk membiayai beberapa kebutuhan

pembangunan daerah. Utama di antara bisa menggunakan pembiayaan investasi infrastruktur.

Banyak negara di wilayah seperti India, Vietnam, Indonesia, dll menghadapi defisit infrastruktur

besar, terutama dalam infrastruktur fisik seperti jalan raya, listrik, bandar udara dan lain-lain

AMCF bisa mengalokasikan dana dalam mata uang ACU, untuk proyek-proyek tersebut. Hal

ini tidak hanya akan membantu mengurangi defisit infrastruktur besar di wilayah tersebut

tetapi juga mempromosikan penggunaan publik dan sektor swasta ACU. kebutuhan

perkembangan lain yang dapat dibiayai oleh AMCF termasuk infrastruktur sosial seperti

kesehatan dan pendidikan, perlindungan lingkungan dan penguatan sektor keuangan, dan

lain-lain.

IV.6. Penerapan Sistem Pengawasan Daerah yang Efektif

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi ACU adalah pelaksanaan mekanisme

pengawasan yang efektif di regional. Keberadaan mekanisme pengawasan ASEAN +3 perlu

diperkuat secara signifikan jika bertindak sebagai instrumen untuk kerjasama ekonomi dan

moneter yang lebih besar. Menurut Kenen dan Meade (2008) dan Girardin (2004) perekonomian

Asia perlu menjauh dari prinsip ≈non-intervensi di negara-negara lain dan aktif memberikan

pendapat mereka tentang kebijakan diikuti di negara-negara anggota. Sementara pendekatan

konfrontatif yang melibatkan kritik langsung dari kebijakan negara-negara tetangga mungkin

Page 92: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

218 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

tidak layak pada tahap ini, beberapa lainnya seperti tindakan yang kurang konfrontatif, dapat

dilakukan. Kenen dan Meade (2008) dan Grenville (2004) menyarankan suatu mekanisme

dimana analisis dan rekomendasi dari tim pengawasan independen diletakkan sebelum negara

anggota dan pemerintah diperbolehkan untuk merespon kiriman. Debat sehat pada isu-isu

utama sektor makro ekonomi dan keuangan negara yang berdampak pelaporan adalah suatu

keharusan untuk pengawasan yang lebih baik dan koordinasi yang lebih besar. Hal ini

menggarisbawahi perlunya kritik konstruktif yang lebih besar di antara negara-negara anggota

bahkan jika itu datang pada pembiayaan maka kembali ke tradisi Asia untuk tidak ikut campur

dalam urusan tetangga.

IV.7. Integrasi Pasar Barang dan Jasa yang Lebih Besar

Moneter kerjasama di Eropa dicapai dengan tujuan untuk mengubah Eropa menjadi

pasar yang benar-benar bersatu. Perjanjian tahun 1957 pendiri Uni Eropa Roma telah membentuk

Serikat Pabean dan hambatan perdagangan barang dan jasa secara signifikan berkurang selama

empat dekade berikutnya. Jadi kerjasama perdagangan dimulai jauh sebelum kerja sama

keuangan. Di sisi lain, dalam kerjasama Asia Timur keuangan memimpin terutama sebagai

respon terhadap krisis keuangan tahun 1997. Kerjasama keuangan seperti sekarang perlu

dilengkapi dengan kerjasama perdagangan yang lebih besar di wilayah ini. Dikarenakan

penerapan kerjasama Doha Development Agenda sangat terbatas, negara-negara di regional

perlu untuk meningkatkan kerjasama perdagangan melalui perjanjian bilateral daripada

mengandalkan perundingan perdagangan multilateral. Status berbagai perjanjian perdagangan

di regional tersebut. Hal ini dapat jelas terlihat bahwa sementara beberapa negara seperti

Jepang telah dengan penuh semangat mengejar perjanjian perdagangan bilateral, negara-

negara lain seperti Filipina dan Indonesia tertinggal.

Perjanjian perdagangan bebas preferential atau cenderung untuk mendorong kerjasama

yang lebih besar karena mereka lebih fleksibel, luas dan relatif mudah dicapai. Integrasi pasar

yang lebih besar melalui PTA / FTA tidak hanya akan menyediakan akses pasar yang lebih luas

di seluruh wilayah tetapi juga akan memberikan efisiensi melalui persaingan. Dalam beberapa

kasus perjanjian perdagangan dapat digunakan sebagai strategi untuk mendorong reformasi

domestik. Dasar untuk perjanjian ekonomi Asia terletak dalam meningkatkan kepentingan

ekonomi bersama berdasar atas saling ketergantungan ekonomi. ∫Model angsa terbangª

membantu membangun rantai vertikal di seluruh wilayah dengan mendorong mobilitas modal

dan transfer teknologi, sehingga merumuskan pertukaran intra-regional tingkat tinggi. Saling

ketergantungan ekonomi tersebut dapat lebih dieksploitasi melalui lebih bebas / perjanjian

perdagangan preferensial di antara wilayah tersebut. Dengan integrasi intra-Asia lebih besar

Page 93: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

219Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

perdagangan, siklus bisnis akan lebih berkorelasi berbagai negara dan akan lebih mudah bagi

yang terakhir untuk terlibat dalam kerjasama nilai tukar, yang sangat penting untuk bergerak

menuju suatu Unit mata uang Asia.

VI. KESIMPULAN

Pembentukan integrasi ekonomi, seperti pengaturan ekonomi regional, berfungsi terutama

untuk membantu mendorong stabilitas di seluruh wilayah. Pembentukan integrasi ekonomi

dapat diperkuat oleh gagasan mata uang tunggal. Kelayakan integrasi ekonomi dan mata

uang tunggal adalah fokus utama dari penelitian ini. Kami menyelidiki apakah ada ruang untuk

variabel OCA dalam menjelaskan ERV dalam kasus ASEAN-5 +3 untuk periode 1970-2008

Hasil penelitian ini memberikan beberapa bukti bahwa ASEAN-5 +3 dianggap tidak benar-

benar siap untuk membentuk KSO. Ini menguatkan pendapat yang ada bahwa perbedaan

dalam struktur ekonomi dan kebijakan atas lingkungan yang asing menjadi beberapa hambatan

dan menantang regional untuk melakukan sinkronisasi dalam waktu berikut.

Dampak positif AS untuk ERV yang terjadi dalam ASEAN-5 +3 ekonomi menunjukkan

adanya kondisi yang tidak tepat untuk membentuk KSO karena tidak ada guncangan yang

sama di seluruh negara serikat moneter yang berpartisipasi. Dalam kondisi seperti itu, itu akan

mendorong biaya forgoing nilai tukar sebagai guncangan yang mengganggu mekanisme.

Hal ini layak dibantah bahwa negara-negara yang diamati masih melindungi rezim mereka

karena mereka percaya bahwa mereka mulai membangun sistem moneter yang mampu

menyerap goncangan apapun yang mungkin dalam hal dari ukuran mereka. Singkatnya, ASEAN-

5 +3 negara dianggap memenuhi persyaratan untuk membentuk area mata uang optimum

yang mana keuangan mereka dapat stabil.

Berdasarkan uji Granger, kami menemukan bahwa hanya Thailand, Taiwan, Jepang, dan

Cina yang memberikan efek jangka pendek untuk variabel yang diamati. Sedangkan dampak

jangka pendek ERV pada PDB dan AS yang positif bagi negara-negara tersebut. Sementara itu

dalam kasus Thailand, PDB telah meningkat terhadap AS. Ini merupakan fakta bahwa ekonomi

Thailand akan mengalami goncangan melalui fluktuasi di dalam PDB. Selanjutnya, Indonesia,

Malaysia, dan Phillipinnes tampaknya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel

OCA dan ERV.

Sebuah langkah sukses menuju OCA pada dasarnya perlu mengatasi sejumlah kendala

yang biasanya berhubungan dengan integrasi ekonomi dan moneter yang lebih besar, yaitu

lembaga yang lemah, tidak memadainya Pengawasan di regional, Pasar Obligasi Tertinggal,

Page 94: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

220 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Beragam Kurs rezim, Ekonomi, Heterogenitas Sejarah dan Politik. Pada sisi lain, sebuah langkah

sukses menuju Unit mata uang Asia perlu untuk mengatasi kendala di atas, seperti Periodic

Review dari ACU, Kerjasama Moneter dan Nilai Tukar, membangun suatu sistem Negara Pusat,

Memperkuat Chiang Mai Initiative dan Asian Bond Fund, Asian Moneter Cooperation Fund,

menerapkan Sistem Pengawasan Regional yang Efektif, Integrasi pasar Barang dan Jasa yang

lebih besar.

Page 95: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

221Penerapan Kriteria Optimum Currency Area Dan Volatilitasnya: Studi Kasus ASEAN-5 +3

Bystrom, Hans N. E. karin Otofsdotter, Lars Soderstrom. Is China an Optimum Currency Area?

Journal of Asian Economics 16. 2005. 612-634.

Eicherngreen, Barry. -tahun- Chapter 7,ΩParallel Process? Monetary Integration In Europe and

Asia. -journal of Economics

Frankel, Jeffrey, and Andrew Rose. An Estimate of The Effect of Common Currency on Trade

and Income. The Quarterly Journal of Economics, May 2002.

Grauwe, Paul de. - tahun- , Chapter 6, Asian Monetary Unification: Lessons Froom Europe. -

journal of Economics

Grauwe, Paul de. 1996. International Money Postwar Trends and Theories. Oxford University

Press Inc. : New York

Huang, Yin, Feng Guo. Is Currency Union Feasible Option In East Asia? A Multivariate Structural

VAR Approach. Research In International Business and Finance 20. 2006. pg 77-94.

Kawasaki, Kentaro. A possibility ofΩCreasingΩA Common Currency Union In East Asia. -journal

of Economics

Kettell, Brian. 2002. Economics for Financial Markets. Butterworth-Heinemann: Oxford.

McKinnon, Ronald. Optimum Currency Areas, and Key Currencies: Mundell I versus Mundell II.

Forthcoming Journal of Common Market Studies. August 2004.

Mishra, Ritesh Kumar, Chandan Sharma. Real Exchange Rate Behavior and Optimum Currency

Area in East Asia: Evidence from Generalized Purchasing Power Parity. International Review

of Financial Analysis 19. 2010. 205-213.

Mundell, Robert A. 1961. Optimum Currency Areas. American Economic Review, 51, 657-665

Mundell, Robert. 2005. The Case for A World Currency. Journal of Policy Modeling.

Ricci, Luca Antonio. A model of An Optimum Currency Area. Recent Development in International

Money and Finance. Vol 2. March 14, 2008.

Mussa, Michael, Paul Masson, Alexander Swoboda, Esteban Jadresic, Paolo Mauro, and Andrew

Berg. 2000. Exchange Rate Regimes In An Increasingly Integrated World Economy.

International Monetary Fund: Washington D. C.

Quah, Chee-Heong. The Feasibility of East Asian monetary Union As An Optimum Currency

Area. IJAPS Vol. 5, No. 2. 65 - 90. 2009

Rosenberg, Richard. 2010. Does Microedit Really Help Poor People? Focus Note: Washington

D. C.

DAFTAR PUSTAKA

Page 96: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

222 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Saxena, Sweta Chaman. Can South Asia Adopt a Common Currency. Journal of Economics

Sin, Lew Yuen, and Ku A. T. L. Are Countries of Association of South East Asian Nations (ASEAN)

Candidates of Optimum Currency Area for Monetary Union? A Structural Var Approach.

Review of Applied Economics, Vol 2, No. 2. 2006

Zhang, Zhaoyong, Kiyotaka Sato, and Michael McAleer. Is East Asia An Optimum Currency

Area?

Page 97: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

223Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

1. Studi ini merupakan studi awal dan merupakan salah satu pioneer analisis ilmiah atas tema pengawasan perbankan. Penulismengundang semua pihak untuk memberikan masukan, argumentasi dan saran untuk pengembangan dan pendalaman analisislebih lanjut tentang tema ini di masa mendatang.

2. Penulis merupakan peneliti di Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia, [email protected]. Pandangan dalam paperini sepenuhnya dari penulis dan tidak merefleksikan pandangan resmi dari Bank Indonesia.

KEJAHATAN PERBANKAN DAN EFEKTIVITAS PENGAWASAN PERBANKAN:MENGGABUNGKAN TEORI PERMAINAN DAN PENDEKATAN

ANALYTICAL NETWORK PROCESS 1

Piter Abdullah 2

A b s t r a c t

A failed bank can spark a deep financial crisis throughout the whole country when ironically it may

simply have been triggered by a banking crime perpetrated by an insider, i.e. the banker. Although

banking crimes may pose a significant threat to financial sector stability, the potential risk of internal

fraud has, hitherto, not been taken into account in banking supervision processes. This paper analyzes

the effectiveness of banking supervision to uncover potential risks of banking crimes by combining game

theory and the analytical network process approach. In this paper, the author conducts two games with

three players; the banker, the bank supervisor and the police. The banker has two strategies: to offend or

not to offend. The bank supervisor has two choices: to supervise or not to supervise. The police can

choose to enforce or not to enforce. In the first part, the effectiveness of bank supervision is analyzed

theoretically using game theory. The effectiveness of banking supervision will depend on the behavior of

each player as reflected in their decisions. Further analysis will confirm the previous result using an analytical

network process. At this stage, the analytical network process is used to calculate the probability of each

strategy being chosen by considering all criteria or sub criteria. Any decision made by one player will

influence the other players in choosing their alternative strategies and vice versa.

JEL Classificiation: JEL Classificiation: JEL Classificiation: JEL Classificiation: JEL Classificiation: C78, E58

Keywords: Analytical Network Process, banking crimes, game theory.

Page 98: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

224 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

I. PENDAHULUAN

Sepanjang dekade terakhir ini sejumlah negara mengalami krisis parah merugikan tidak

hanya bagi sistem keuangan mereka tetapi juga perekonomian regional secara keseluruhan.

Dari tahun 2008 hingga sekarang, ekonomi global telah berhasil bertahan melewati turbulensi

yang ekstrim. Membandingkan krisis global baru-baru ini dengan krisis-krisis sebelumnya

sepanjang sejarah, gejolak kali ini mungkin bisa diperingkatkan sebagai yang paling signifikan.

Namun demikian, dampaknya dapat bervariasi, amat tergantung pada respon kebijakan

pemerintah, khususnya melalui rekapitalisasi sistem perbankan untuk memulihkan stabilitas

dan kepercayaan masyarakat.

Dalam kebanyakan kasus krisis keuangan, sektor perbankan selalu memainkan peran

penting. Sebagai sektor yang sering mendominasi dalam suatu perekonomian, sektor perbankan

seringkali memicu krisis atau memperburuk situasi. Mempertimbangkan dampaknya, ketahanan

perbankan merupakan baris pertahanan pertama yang penting dalam usaha melindungi

perekonomian. Berdasarkan logika ini, pemulihan perbankan adalah langkah yang paling

menentukan dalam penanganan krisis keuangan. Misalnya, dalam krisis keuangan global terakhir

hampir semua negara maju bergantung pada pemulihan bank untuk mengakhiri krisis tersebut.

Banyak ekonom dan bankir yang menyadari masalah dengan kerapuhan sektor perbankan.

Setelah Krisis Asia di tahun 1997, pengawasan perbankan berbasis risiko diperkenalkan dan

dilaksanakan. Meskipun dengan peraturan yang lebih ketat, masalah dengan perbankan selama

dekade terakhir menunjukkan bahwa tidak ada cukup perlindungan ditempatkan untuk

menghindari krisis perbankan.

Mekanisme pengawasan perbankan saat ini tidak cukup mempertimbangkan tindakan

karyawan bank sebagai suatu faktor risiko dimana ironisnya beberapa kasus bank bermasalah

disebabkan oleh kejahatan perbankan yang dilakukan oleh orang dalam, yaitu bankir. Bank

Barings misalnya - salah satu bank tertua dan terkemuka di Inggris -runtuh hanya sebagai

akibat dari kegiatan spekulatif oleh manajernya. Di Jepang, Daiwa Bank, salah satu bank terbesar

di negara ini, adalah dinyatakan bangkrut hanya karena satu perbuatan curang internal. Jika

para bankir berlaku mau mengambil risiko dan bahkan cenderung serakah, sektor perbankan

akan memiliki potensi yang tinggi akan resiko kecurangan internal. Sebagai akibatnya, meskipun

terus memperkuat pengawasan perbankan, kemungkinan krisis perbankan yang disebabkan

oleh kejahatan perbankan tunggal tetap tinggi.

Page 99: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

225Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

II. TEORI

Untuk mengantisipasi atau mengurangi kemungkinan kegagalan bank, kita membutuhkan

alat analisis untuk mengidentifikasi masalah perbankan dari perspektif yang berbeda. Sebagian

besar alat analisis yang tersedia digunakan untuk menentukan faktor krisis perbankan, dan

yang kemudian mengkompilasi program-program resolusi, mengabaikan penipuan internal

sebagai penyebab untuk kekhawatiran. Analisis-analisis tersebut terutama berfokus pada faktor-

faktor eksternal seperti risiko pasar dan kredit. Pelajaran dari sejumlah kasus masalah perbankan

menunjukkan kepada kita bahwa faktor internal seperti perilaku mengambil resiko atau

keserakahan bankir pada tingkat tertentu tidak boleh ditoleransi. Perilaku buruk para bankir

harus diperhitungkan sebagai faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kejahatan

perbankan dan, lebih jauh lagi, dapat menyebabkan kegagalan bank atau bahkan lebih buruk,

krisis perbankan.

Kejahatan perbankan merupakan tindak pidana dan untuk menganalisis fenomena

kejahatan perbankan kita dapat mengadopsi model ekonomi yang dipelopori oleh Gary S.

Becker. Dengan menggunakan model pendekatan pengambilan keputusan Beckerm, ekonomi

dari suatu kejahatan dapat ditulis sebagai berikut (Becker, 1968):

(V.1)EUj = p

jU

j (Y

j - f

j) + (1 - p

j)U

j(Y

j)

Dimana:

EUj

= utilitas yang diharapkan dari kejahatan

pj

= kemungkinan tertangkap

fj

= besaran moneter yang sama dari hukuman yang diberikan

Yj

= penerimaan si pelanggar termasuk moneter dan ≈psikis∆

Uj

= fungsi utilitas individu

Dari persamaan (V.1), kita melihat bahwa utilitas total yang diharapkan terdiri dari dua

bagian. Bagian pertama adalah probabilitas tertangkap dikalikan dengan utilitas yang akan

diterima jika tertangkap. Hal ini termasuk pendapatan moneter dan non-moneter dari kegiatan

dikurangi biaya hukuman dari kegiatan tersebut. Bagian kedua adalah probabilitas tidak

tertangkap dikalikan dengan utilitas dari pendapatan dari kegiatan tersebut. Melalui persamaan

ini Becker berpendapat bahwa seseorang melakukan kejahatan jika utilitas yang diharapkan

melebihi utilitas yang tersedia dengan menggunakan waktu dan sumber daya lain untuk kegiatan

lainnya.

Berbeda dengan Gary S. Becker, pelopor kejahatan ekonomi lainnya, George Tsebelis

(1986), berpendapat bahwa kemungkinan terjadinya kejahatan dipengaruhi oleh interaksi

Page 100: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

226 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

pemain rasional, yaitu masyarakat dan polisi. Berdasarkan argumen ini, Tsebelis menganalisa

ekonomi kejahatan menggunakan teori permainan. Dalam model ini, interaksi antara masyarakat

dan polisi atau antara perusahaan dan pemerintah diwakili oleh game inspeksi 2 x 2 satu

tembakan yang dimainkan secara bersamaan. Matriks hasil dari permainan ini adalah sebagai

berikut:

dimana: c1 > a

1, b

1 > d

1, a

2 > b

2, dan d

2 > c

2.

Permainan ini tidak memiliki keseimbangan strategi murni, melainkan memiliki

keseimbangan strategi campuran yang unik, yang mengimplikasikan bahwa hukuman tidak

efektif dalam mempengaruhi kecenderungan individu untuk melakukan kegiatan ilegal. Kita

nyatakan p sebagai probabilitas dari masyarakat untuk melanggar dan q sebagai probabilitas

dari polisi untuk menegakkan hukum. Keseimbangan strategi campuran dari permainan ini

adalah sebagai berikut (Teorema 1 dari Tsebelis, 1989):

MASYARAKAT

Menghukum Tidak Menghukum

Melanggar a1, a

2b

1, b

2

Tidak Melanggar c1, c

2d

1, d

2

POLISI

Tabel V.1. Permainan inspeksi Tsebelis

(V.2)p* =d

2 - c

2

a2 - b

2 + d

2 - c

2

q* =b

1 - d

1

b1 - d

1 + c

1 - a

1

(V.3)

Melalui persamaan (V.2) dan (V.3), Tsebelis berpendapat bahwa setiap upaya untuk

meningkatkan beratnya hukuman hanya akan mengubah balasan bagi individu, yaitu a»1 < a1

dan c1 > a»1. Kebijakan ini tidak merubah frekuensi pelanggaran pada kesetimbangan (p*). Di

sisi lain, hal ini justru menurunkan kemungkinan penegakan hukum (q*). Hirshleifer dan

Rasmusen (1992) menyatakan hasil ini sebagai proposisi yang tidak relevan dengan balasan

(payoff irrelevance proposition/PIP).

Proposisi Tsebelis terhadap efektivitas hukuman dianggap kontroversial dan menarik

banyak kritik. Kebanyakan kritik terutama berfokus pada pembuktikan bahwa ketidakefektifan

hanya berlaku dalam kondisi tertentu - misalnya, jika permainan ini dimainkan oleh tidak lebih

Page 101: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

227Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

dari dua pemain, jika permainan dengan balasan diskrit dimainkan secara bersamaan, atau jika

permainan dimainkan secara berurutan dengan masyarakat mengambil langkah pertama.

Pradiptyo (2006) memodelkan fenomena dalam peradilan pidana sebagai permainan 2-

pemain 2x2 satu-tembakan yang dimainkan oleh agen perwakilan, yakni masyarakat dan

penegak hukum. Dalam umodelnya, Pradiptyo mengubah model Tsebelis «dengan mengganti

polisi dengan penegak hukum. Pradiptyo mengasumsikan bahwa penegak hukum tersebut

merupakan lembaga yang lebih luas daripada polisi, namun penegak hukum juga merupakan

bagian dari sebuah organisasi yang lebih tinggi, yaitu Criminal Justice Authority (CJA). CJA

membiayai keuangan penegak hukum dan memiliki kewenangan untuk mengatur tingkat

hukuman. Penegak hukum memiliki tugas menegakkan hukum dan memberikan intervensi

peradilan pidana, termasuk hukuman.

Selanjutnya, Pradiptyo mengubah model Tsebelis dengan menggambarkan spesifikasi

dari balasan. Dalam model Tsebelis, setiap elemen dari hadiah (yaitu, a, b, c dan d)

merepresetasikan keuntungan bersih dari memilih strategi, mengingat strategi yang diambil

oleh lawan. Dalam modelnya, Pradiptyo memberikan identitas setiap elemen dalam matriks

hasil dan permainan diberikan sebagai berikut:

MASYARAKAT

Menghukum Tidak Menghukum

Melanggar Uo - U

D, B

E - C

E - C

SU

o + U

R , O

Tidak Melanggar UR, B

R - C

EU

R, B

R

PENEGAK HUKUM

Tabel V.2. Permainan Inspeksi Pradityo

dimana:

UO = utilitas langsung setelah melakukan pelanggaran

UD = disutilitas dari menjalani hukuman langsung (misal: penjara, denda, layanan masyarakat)

UR = efek reputasi positif dari individu yang tidak tertangkap/terdakwa

BE = manfaat menegakkan hukum termasuk deteksi insiden dan efek pencegahan apapun

yang timbul karena penegakan hukum

BR = manfaat reputasi dari mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh CJA

CE = biaya penegakan hukum, termasuk, misalnya, biaya investigasi dan pengiriman petugas

polisi untuk daerah-daerah tertentu

CS = biaya menjatuhkan vonis pengadilan, termasuk hukuman langsung dan tidak langsung

misalnya, daftar posting yang tidak dapat diambil oleh mantan pelanggar, panjangnya

masa percobaan dan periode dimana pelanggar harus melaporkan keberadaan mereka

ke polisi).

Page 102: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

228 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Dalam modelnya, Pradityo berpendapat bahwa seorang individu akan melakukan

kejahatan jika utilitas untuk melakukan aktivitas seperti itu mendominasi perkiraan dis-utilitas

dari menjalankan hukuman langsung dan perkiraan hilangnya reputasi. Sementara hukum

akan diberlakukan jika manfaat yang diharapkan dari penegakan itu mendominasi biaya eksekusi

dan perkiraan biaya dari keputusan hukum. Argumen ini sejalan dengan proposisi Becker.

Selain itu dalam studinya, Pradiptyo membuktikan bahwa keduanya meningkatkan tingkat

hukuman dan memulai program-program pencegahan kejahatan akan dapat mempengaruhi

perilaku melanggar dari tiap individu. Dampak yang terakhir untuk mengurangi kemungkinan

pelanggaran lebih pasti daripada pendahulunya, ceteris paribus. Temuan ini tidak sejalan dengan

teorema Tsebelis.

Agak berbeda dengan analisis kejahatan ekonomi yang diusulkan oleh Tsebelis dan

Pradiptyo, model analitik kejahatan perbankan yang dikembangkan dalam paper ini melibatkan

tiga pemain, yaitu, bankir, polisi dan pengawas bank. Pengawasan bank dan penegakan hukum

terhadap kejahatan perbankan dapat dijelaskan oleh proses berikut:

Diagram V.1.Proses Analisis Kejahatan Perbankan

TheSupervisor

ThePolice

TheBanker

Case TransferStage 1:

Supervisor vs Banker

Stage 2:The Police vs The Banker

Seperti yang terlihat pada Diagram V.1, analisis kejahatan perbankan mencakup tiga

pemain dan dua tahap. Pada tahap pertama kita dapat menganalisis bagaimana pengawas

harus memutuskan apakah akan mengawasi atau tidak, sementara di saat yang bersamaan

bankir akan memilih antara melanggar atau tidak. Jika atasan memutuskan untuk mengawasi,

dan dia menemukan bahwa bankir melakukan pelanggaran, dia tidak akan mampu membawa

kasus itu ke pengadilan. Penyelia harus meneruskan kasus tersebut kepada polisi, yang kemudian

(di tahap 2) terdapat dua keputusan alternatif, menegakkan hukum atau tidak. Pada tahap ini,

bankir yang telah ditangkap akan memiliki dua pilihan, mencoba menyuap polisi, atau hanya

membiarkan pengadilan memutuskan apakah dia benar-benar bersalah atau tidak dan menerima

konsekuensinya.

Page 103: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

229Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

II.1. Setting Permainan Tahap 1: Bankir Vs Pengawas

Kami memodelkan tahap satu analisis kejahatan perbankan sebagai permainan 2-pemain

2x2 satu-tembakan yang dimainkan oleh agen-agen perwakilan, yaitu bankir dan pengawas.

Diasumsikan bahwa supervisor dan bankir adalah orang individu. Berdasarkan asumsi ini atasan

tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan tingkat hukuman. Mengingat rezim hukuman,

pengawas memiliki tugas untuk mengawasi dan meneruskan kasus tersebut - jika ada kejahatan

perbankan ditemukan - kepada polisi. Hal ini konsisten dengan model Tsebelis, yang

mengasumsikan bahwa tingkat hukuman bersifat eksogen, dan sekaligus mengakomodasi model

Becker dengan memasukkan alokasi sumber daya oleh pengawas dalam menanggulangi

kejahatan.

Mengacu pada Pradiptyo (2006), disutilitas menjadi terdakwa tidak terbatas hanya pada

menjalani hukuman langsung (misalnya, membayar denda atau kalimat kustodian) tetapi, yang

lebih penting, ada pengurangan substansial dalam kekayaan potensial di masa depan karena

kehilangan reputasi (kita mendefinisikannya sebagai biaya reputasi). Dalam analisis permainan

satu-tembakan, efek ini reputasi harus dipertimbangkan dalam model.

Untuk mengatur permainan kita mengadopsi spesifikasi baik dari Tsebelis dan Pradiptyo.

Dalam model Tsebelis original, setiap elemen dari hasil (yaitu, a, b, c dan d) merupakan

keuntungan bersih dari memilih strategi tertentu, mengingat strategi yang diambil oleh lawan.

Pradiptyo menyempurnakan model Tsebelis dengan menyediakan identitas setiap elemen dalam

matriks hasil. Kami menggabungkan spesifikasi Tsebelis dan Pradiptyo dan permainannya

disajikan sebagai berikut:

Dimana:

a1 = UOB - COB - DOB - RCB

a2 = DBS - CSS + RBS

b1 = UOB - COB + RBB

b2 = - RCS

c1 = RBB

BANKIR

Mengawasi Tidak Mengawasi

Melanggar a1, a

2b

1, b

2

Tidak Melanggar c1, c

2d

1, d

2

PENGAWAS

Tabel V.3.Permainan Inspeksi pada Pengawasan Perbankan, Tahap 1

Page 104: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

230 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

c2 = DBS-CSS+RBS

d1 = RBB

d2 = RBS

UOB = utilitas yang langsung timbul dari melakukan penipuan / kejahatan perbankan

DOB = disutilitas dari menjalani hukuman langsung (misalnya, penjara atau denda).

COB = biaya yang timbul dari melakukan penipuan / kejahatan perbankan

RBB = reputasi efek positif untuk bankir yang tidak dihukum

RCB = biaya reputasi untuk bankir dihukum

DBS = manfaat langsung pengawasan, termasuk kepuasan atas penegakan peraturan, dan

kesehatan bank

CSS = biaya pengawasan bank, termasuk, misalnya, biaya investigasi dan pengiriman petugas

polisi untuk daerah-daerah tertentu

RBS = manfaat reputasi dalam mencapai tujuan kesehatan bank

RCS = biaya reputasi bagi pengawas karena tidak mencapai tujuan mereka

Dari perspektif bankir, melakukan kejahatan atau penipuan perbankan menghasilkan

keuntungan langsung (UOB), baik dari segi materi kesejahteraan atau imbalan psikologis. Berbeda

sedikit dari Pradiptyo (2006), melakukan kejahatan perbankan bukanlah aktivitas-bebas-biaya.

Untuk melakukannya, bankir harus mengorbankan beberapa sumber dayanya termasuk uang

dan waktu sebagai biaya (COB). Di sisi lain, kejahatan menghasilkan disutilitas pada bankir

(DOB) jika dinyatakan bersalah dan dipenjara. Lebih panjang (lebih berat) hukuman penjaranya

(denda), semakin besar disutilitas untuk menjalani hukuman langsung (DOB). Disutilitas dari

menjalani hukuman langsung berkisar dari hilangnya pendapatan hingga kehilangan kebebasan

karena dipenjara (Pradiptyo, 2006).

Jika bankir memutuskan untuk melakukan pelanggaran, dan pengawas tidak

mengawasi, bankir akan menikmati manfaat langsung dari melanggar (UOB) dikurangi biaya

(COB), sekaligus menjaga reputasi utuh-nya positif (RBB). Namun, jika bankir melakukan kejahatan

dan pengawas mengawasi, bankir akan menerima utilitas langsung dari melanggar (UOB)

dikurangi biaya (COB), tetapi pada saat yang sama, ia harus menanggung disutilitas menghadapi

langsung hukuman (DOB). Jika bankir memutuskan untuk tidak melanggar, terlepas dari apakah

pengawas mengawasi atau tidak, dia akan mampu mempertahankan reputasi efek positif (RBB).

Misalkan seorang bankir individu melakukan kejahatan dan ada pengawasan di tempat,

akan ada manfaat dari pengawasan (DBS). Manfaatnya mencakup kemampuan Pengawas untuk

mendeteksi kejahatan dan selanjutnya, untuk merujuk pelaku ke polisi, kemungkinan pemulihan

beberapa «barang curian» dari pelaku, dan manfaat yang timbul dari pendakwaan dan keputusan

hukuman terhadap pelaku.

Page 105: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

231Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

Secara umum, tujuan pengawasan bank untuk memberikan sinyal kepada pelaku potensial

untuk tidak melakukan pelanggaran. Dalam kasus di mana tujuan ini terpenuhi, pengawas

akan mendapatkan keuntungan dari reputasi positif (RBS), yang jika diperoleh, terlepas dari

strategi yang dipilih oleh pengawas, bankir memutuskan untuk tidak melanggar. Jika bankir

melakukan kejahatan dan pengawas memutuskan untuk tidak mengawasi, maka kejahatan

mungkin tidak akan terdeteksi. Namun, sistem perbankan sendiri dapat mengungkap kejahatan,

dan dalam hal ini, pengawas akan menanggung reputasi negatif (RCS).

II.2. Setting Permainan Tahap 2: Bankir Vs Polisi

Jika bankir melakukan kejahatan dan pengawas memutuskan untuk mengawasi, dengan

asumsi para pengawas dapat mendeteksi kejahatan, mereka tidak dapat membawa para bankir

ke pengadilan secara langsung. Para pengawas harus meneruskan kasus tersebut ke polisi dan

membiarkan polisi menjalankan perannya dalam menegakkan hukum. Ini akan menjadi tahap

2 dari permainan di mana bankir akan bertemu dengan polisi. Permainan ini diberikan sebagai

berikut:

BANKIR

Menghukum Tidak Menghukum

Menyuap e1, e

2f

1, f

2

Tidak Menyuap g1, g

2h

1, h

2

POLISI

Tabel V.4.Permainan Inspeksi Pengawasan Perbankan, Tahap 2

dimana:

e1 = UOB-COB-DOB-RCB-CBB

e2 = DBP-CEp+RBp

f1 = UOB-COB-CBB +RBB

f2 = FIP-RCp

g1 = UOB-COB-DOB-RCB

g2 = DBP-CEP+RBP

h1 = UOB-COB+RBB

h2 = -RCP

CBB = biaya penyuapan bagi bankir untuk menghindari hukuman

DBP = manfaat langsung menegakkan hukum, termasuk kepuasan atas penegakan hukum,

dan kesehatan bank

Page 106: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

232 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

CEP = biaya penegakan hukum, termasuk, misalnya, biaya investigasi dan pengiriman petugas

polisi untuk daerah-daerah tertentu

RBP = manfaat reputasi dalam mencapai tujuan untuk menegakkan huku

RCP = biaya reputasi jika polisi tidak mencapai tujuan mereka

Dalam permainan ini, para bankir yang telah didakwa oleh pengawas di tahap pertama

memiliki dua strategi: mencoba untuk menghindari hukuman dengan cara menyuap polisi,

atau mengikuti pengadilan. Di sisi lain, polisi memiliki dua pilihan: menegakkan hukum

(membawa bankir ke pengadilan) atau tidak menegakkan hukum. Permainan ini diasumsikan

berurutan di mana bankir akan bergerak pertama diikuti oleh polisi.

II.3. Analisis Permainan

Kita nyatakan q sebagai probabilitas bahwa pengawas akan mengawasi bankir. Dari

perspektif bankir, dia akan melakukan kejahatan jika:

(V.4)UOB - CO

B > (DO

B + RC

B + RB

B)q

(V.5)DBS - CS

S > (-RC

S - RB

S)p

p* =CS

S - DB

S

RBS + RC

S

q* =UO

B - CO

B

RBB + DO

B + RC

B

(V.6)

(V.7)

Sejalan dengan proposisi Pradiptyo, persamaan (V.4) menunjukkan bahwa bankir akan

melakukan kejahatan jika utilitas bersih untuk melakukan aktivitas seperti melebihi perkiraan

disutilitas dari hukuman langsung dan perkiraan hilangnya reputasi.

Sebuah metode yang sama digunakan oleh pengawas untuk memutuskan apakah akan

mengawasi bankir atau tidak. Bila kita nyatakan p sebagai menjadi probabilitas bankir untuk

melanggar, pengawas akan mengawasi jika:

Menurut persamaan (V.5), pengawas akan mengawasi jika keuntungan bersih pengawasan

melebihi perkiraan hilangnya reputasi.

Permainan di atas tidak memiliki keseimbangan strategi murni. Strategi keseimbangan

campurannya adalah sebagai berikut:

Page 107: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

233Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

Dari p*, q* (0,1) dapat disimpulkan bahwa asumsi yang mendasari model tersebut

adalah sebagai berikut:

(V.8)RBS > CS

S - RC

S - DB

S

(V.9)RBB

> UOB - CO

B - DO

B - RC

B

Persamaan (V.6) dan (V.8) mengimplikasikan bahwa pada kesetimbangan, mengingat

biaya bersih pengawasan (yaitu CSS-DBS), probabilitas bankir untuk melakukan suatu pelanggaran

mengalami kenaikan (penurunan) bilamana keuntungan bersih pengawasan (yaitu RBS+RCS)

mengalami penurunan (kenaikan). Untuk meminimalkan kesempatan bankir melakukan

pelanggaran kita harus meningkatkan apresiasi terhadap proses pengawasan mereka terhadap

bank. Makin tinggi apresiasinya, semakin tinggi manfaat pengawasan (yaitu RBS+RCS), sehingga

semakin tinggi probabilitas bahwa pengawas akan mengawasi bank.

Persamaan (V.7) dan (V.9), di sisi lain, menyiratkan bahwa jika pengawas mengamati

bahwa peningkatan tingkat beratnya hukuman baik DOB atau RCB atau keduanya, tidak ada

insentif bagi pengawas untuk meningkatkan atau mempertahankan tingkat pengawasan.

Tingkat beratnya hukuman yang meningkat (DOB + RCB) akan mengurangi kemungkinan bahwa

bankir melakukan kejahatan, namun juga akan mencegah pengawas dari meningkatkan atau

mempertahankan tingkat pengawasan. Temuan ini sejalan dengan proposisi Tsebelis dan

Pradiptyo.

Pada tahap dua, bankir yang telah dihukum akan memainkan permainan dengan polisi.

Dari perspektif bankir, satu-satunya cara untuk menghindari disutilitas menjalani hukuman

langsung (DOB) adalah dengan menghentikan polisi dari penegakan hukum. Bankir akan

bergerak pertama. Sejak h1>f1>g1>e1 pilihan terbaik untuk bankir adalah untuk mencoba untuk

menyuap polisi. Jika polisi menerima suap, bankir akan menghindari hukuman dan

mempertahankan reputasinya (f1>e1). Namun, jika polisi menolak suap dan memutuskan untuk

menegakkan hukum, akan ada biaya tambahan uang suap (CBB) untuk bankir (e1<a1). Jika

bankir memutuskan untuk tidak menyuap polisi tetapi, untungnya, polisi memilih untuk tidak

menegakkan hukum, bankir akan menikmati semua barang hasil pelanggarannya (h1>a1, h1=b1).

Dari perspektif polisi, ketika pengawas telah menangkap bankir dan merujuk ke kasus

ini, polisi dapat memilih apakah akan menuntut bankir dan memperoleh manfaat dari penegakan

hukum (DBP). Manfaatnya termasuk kepuasan dari pendakwaan pelaku, pemulihan

kemungkinan beberapa «barang curian» dari pelaku, dan manfaat yang timbul dari pendakwaan

dan penjatuhan vonis. Menegakkan hukum, bagaimanapun, adalah mahal dan begitu juga

Page 108: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

234 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

(V.10)DBP

- CEP - RB

P > (FI

P) r - RC

P

dalam keputusan pengadilan. Misalkan bahwa hukum telah ditegakkan, terlepas dari tindakan

para bankir, polisi menimbulkan biaya penegakan hukum (CEP).

Mengacu pada Bowles dan Pradiptyo (2004), tujuan dari penjatuhan vonis (penegakan

hukum) adalah: a) pencegahan umum - memberikan sinyal kepada pelaku potensial untuk

tidak melakukan tindak pidana; b) pencegahan khusus - pencegahan pelanggaran kembali di

masa depan; c) hukuman; d) rehabilitasi; e) pemutusan kontak - mengisolasi pelanggar dari

masyarakat selama penahanan, dan f) restitusi - memulihkan kerugian yang terjadi pada para

korban (Bowles dan Pradiptyo, 2004). Polisi akan mencapai tujuan tersebut hanya jika mereka

menegakkan hukum. Jika demikian, polisi akan mendapatkan keuntungan dari reputasi positif

(RBP). Jika tidak, mereka akan menanggung biaya reputasi negatif (RCP).

Dari perspektif kepolisian, kita nyatakan r sebagai probabilitas bahwa bankir akan berusaha

untuk menyuap, ia akan menegakkan hukum jika:

Persamaan (V.10) mengimplikasikan bahwa polisi akan menegakkan hukum jika

keuntungan bersih yang diterima dari penegakan hukum (DBP-CEP+RBP) melebihi nilai total

insentif keuangan yang diharapkan dari suap (FiP) dikurangi reputasi negatif (RCP). Melalui

persamaan ini kita bisa melihat bahwa jika keuntungan bersih yang diperoleh dari penegakan

hukum (DBP-CEP+RBP) kecil, karena- misalnya manfaat reputasi kurang, terdakwa bankir akan

didorong untuk menyuap polisi. Bankir akan mencoba untuk menyuap polisi jika dia tahu

bahwa keuntungan bersih yang dihasilkan oleh polisi dengan cara penegakan hukum terbatas.

Reputasi Manfaat (RBP) mudah ditebak. Semakin rendah manfaat reputasi, keuntungan semakin

kecil bersih yang diperoleh dari menegakkan hukum. Dengan demikian, probabilitasnya akan

lebih tinggi bagi bankir untuk mencoba menyuap polisi.

Pengawasan bank akan dianggap efektif jika memenuhi tujuannya, yaitu menghalangi

kejahatan perbankan. Dengan demikian, untuk mengukur efektivitas pengawasan bank kita

perlu mengetahui dampak pengawasan bank terhadap kemungkinan terjadinya kejahatan

perbankan (p). Dari persamaan (V.4) kita dapat melihat bahwa dengan utilitas bersih dari

melakukan kejahatan, semakin tinggi probabilitas q semakin rendah, ini mengimplikasikan

bahwa pengawasan bank efektif mampu mencegah bankir dari melakukan suatu tindak pidana

(kejahatan perbankan). Patut dicatat, bagaimanapun, bahwa jika masyarakat terlalu toleran

dan, dengan demikian, tidak ada nilai untuk reputasi, meningkatkan probabilitas q tidak akan

mempengaruhi probabilitas p. Akibatnya, pengawasan bank tidak akan efektif dalam

mengurangi kemungkinan kejahatan perbankan. Persamaan (V.4) juga menunjukkan bahwa

peningkatan beratnya hukuman akan menurunkan probabilitas p.

Page 109: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

235Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

Persamaan (V.5), di sisi lain, mengungkapkan bahwa pengawas akan mengawasi hanya

jika keuntungan bersih pengawasan mendominasi potensi kerugian reputasi. Ini berarti bahwa

semakin tinggi nilai-nilai reputasi (yang semakin besar pula kemungkinan hilangnya reputasi),

maka semakin besar probabilitas q.

Asumsi tersebut juga didukung oleh persamaan (V.6) dan (V.7), yang menyiratkan bahwa

dalam kesetimbangan, mengingat biaya bersih pengawasan (yaitu CSS-DBS), probabilitas bagi

bankir untuk melakukan suatu pelanggaran akan mengalami kenaikan (penurunan) bilamana

keuntungan bersih pengawasan (yaitu RBS+RCS) mengalami penurunan (kenaikan). Untuk

meminimalkan kesempatan bankir melanggar kita harus meningkatkan apresiasi terhadap proses

pengawasan perbankan.Makin besar apresiasi kita, semakin besar manfaat pengawasan (yaitu

RBS+RCS), sehingga kemungkinannya lebih tinggi bagi pengawas untuk mengawasi bank.

Pada tahap 2, kita tahu bahwa jika keuntungan bersih yang diperoleh dari penegakan

hukum nilainya kecil, ada kecenderungan bahwa polisi akan menerima suap dari terdakwa

bankir. Karena bankir bisa memprediksi hal ini, bankir pada tahap 1 akan mempertimbangkan

f1 daripada a1 sebagai imbal balik nya, dan merubah persamaan (V.4) menjadi persamaan (V.11)

sebagai berikut:

(V.11)UOB - CO

B > (RB

B) q

Persamaan (V.11) memperkuat temuan sebelumnya bahwa tanpa nilai reputasi peluang

peningkatan q tidak akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya p. Akibatnya, pengawasan

bank tidak akan efektif dalam mengurangi kemungkinan kejahatan perbankan. Persamaan

(V.11) juga menunjukkan bahwa peningkatan beratnya hukuman tidak akan menurunkan

probabilitas p.

III. HASIL SIMULASI DENGAN ANALYTICAL NETWORK PROCESS

Menggunakan logika teori permainan yang dijelaskan dalam sebelumnya, kita dapat

membangun kerangka model empiris dengan menggunakan pendekatan proses jaringan analitis.

Disini ceritanya cukup sama. Setiap pemain (yaitu, pengawas, bankir dan polisi) memiliki tujuan

mereka sendiri, dan untuk tujuan itu setiap pemain akan memiliki hadiah sebagai kriteria mereka

dan keputusan alternatif.Dengan demikian, kriteria untuk pengawas adalah: manfaat langsung

pengawasan (DBS), biaya pengawasan (CSS), keuntungan dari reputasi (RBS), dan biaya reputasi

(RCS). Kriteria bagi para bankir adalah: utilitas langsung dari kejahatan (UOB), disutilitas hukuman

langsung (DOB), biaya pelanggaran (COB), reputasi positif (RBB), biaya reputasi (RCB), dan biaya

Page 110: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

236 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

suap (CBB). Sementara, kriteria polisi termasuk manfaat langsung menegakkan hukum (DBP),

biaya menegakkan hukum (CEP), keuntungan dari reputasi (RBP) dan biaya reputasi (RCP).

Keputusan alternatif bagi masing-masing pemain sama dengan yang digunakan dalam

pendekatan teori permainan. pengawas akan memiliki dua alternatif: mengawasi atau tidak

mengawasi, sementara polisi akan harus memilih antara memberlakukan atau tidak menegakkan

hukum. Bankir, dalam tahap pertama akan memiliki dua alternatif, melanggar atau tidak, dan

pada tahap berikutnya akan harus memilih: suap atau tidak.

Jaringannya dapat digambarkan sebagai berikut:

GOAL

DBs DCs RBs RCs UOB COB RBB RCB DOB CBBB DBP CEP RBP RCP

Supervise NotSupervise Offend Not

Offend BribeNot

Bribe Enforce Enforce

GOAL GOAL

The Supervisor The Banker The Police

Mengacu pada hasil dari pendekatan teori permainan, keputusan dari satu pemain akan

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemain lain. Persamaan (V.4), misalnya,

menunjukkan bahwa keputusan seorang supervisor diwakili oleh q akan mempengaruhi

keputusan bankir untuk melanggar atau tidak. Sedangkan persamaan (V.5) menyiratkan

sebaliknya. Persamaan (V.10) di sisi lain menggambarkan bagaimana polisi akan memilih untuk

menegakkan hukum atau tidak berdasarkan keputusan bankir.

Untuk menganalisis efektivitas pengawasan bank kita perlu suatu kondisi awal. Kondisi

ini dapat diperkirakan dengan menggunakan perangkat lunak Superdecision 3 berdasarkan

jaringan pada Diagram V.2. Pada kondisi awal, setiap pemain akan menyeimbangkan semua

kriteria, dan untuk setiap kriteria pemain akan mengikuti kecenderungan mereka yang berasal

Diagram V.2.Proses Jaringan Analisis dari Kejahatan Perbankan

3 Superdecision adalah perangkat lunak yang didisain oleh Bill Adams dan yayasan Creative Decision.

Page 111: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

237Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

dalam analisis teori permainan sebelumnya. Dari titik pandang bankir, misalnya, sehubungan

dengan keuntungan melanggar (UOB) bankir cenderung memilih melanggar. Ini berarti bahwa

melanggar sama sampai sedang (skala 2) lebih penting daripada tidak melanggar. Sementara,

sehubungan dengan disutilitas dari melanggar (DOB), bankir cenderung memilih untuk tidak

melanggar, yang berarti bahwa tidak melanggar sama sampai sedang (skala 2) lebih penting

daripada melanggar.

Menggunakan semua kecenderungan yang berasal dari analisis teori permainan untuk

semua kriteria untuk semua pemain, termasuk hubungan antara keputusan, kita akan memiliki

kondisi dasar seperti terlihat pada Tabel V.5.

Hal ini ditunjukkan pada Tabel V.5. bahwa di bawah skenario baseline, pengawas

cenderung memilih untuk tidak mengawasi, polisi mungkin memutuskan untuk tidak

menegakkan hukum dan, sesuai, bankir akan cenderung untuk melanggar. Perlu dicatat,

bagaimanapun, bahwa hasil ini adalah karena proses pengambilan keputusan dari semua pemain

terkait. Hasil yang berbeda dapat terjadi jika proses terpisah. Dalam hal ini, pengawas akan

memilih untuk mengawasi, polisi dapat memutuskan untuk menegakkan dan bankir

kemungkinan tidak melanggar. Temuan yang menarik di sini adalah bahwa ada preferensi satu

perubahan pemain setelah mereka mempertimbangkan keputusan dari pemain lain.

III.1. Skenario 1: Memperkuat Pengawasan Bank

Untuk memperkuat pengawasan bank kita perlu untuk meningkatkan nilai kriteria yang

diasumsikan akan mendorong pengawas untuk bertindak. Kriteria ini merupakan Manfaat

Langsung Pengawasan (Direct Benefit of Supervision/ DBS ) dan Reputasi Manfaat (Reputation

Tabel V.5Prioritas Kondisi Baseline

Menyuap 0,072029 0,66667

Tidak Menyuap 0,036014 0,33333

Tidak Melanggar 0,202881 0,48424

Melanggar 0,216086 0,51576

Menghukum 0,048019 0,44444

Tidak Menghukum 0,060024 0,55556

Tidak Mengawasi 0,199280 0,54605

Mengawasi 0,165666 0,45395

Keputusan Alternatif Terbatas Normal

Sumber: Perhitungan Superdecision

Page 112: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

238 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Benefit/RBS ). Oleh karena itu, sehubungan dengan tujuan atasan, Manfaat Langsung

Pengawasan (DBS ) dan Reputasi Manfaat (RBS ) lebih penting daripada kriteria lainnya.

Selanjutnya, sehubungan dengan kriteria tersebut, kami meningkatkan kecenderungan

pengawas untuk melakukan pengawasan. Hasilnya disajikan dalam Tabel V.6.

Tabel V.6Prioritas dari Skenario 1

Menyuap 0,073859 0,66667

Tidak Menyuap 0,036929 0,33333

Tidak Melanggar 0,195334 0,46853

Melanggar 0,221576 0,53147

Menghukum 0,049239 0,44444

Tidak Menghukum 0,061549 0,55556

Tidak Mengawasi 0,195874 0,54181

Mengawasi 0,165641 0,45819

Keputusan Alternatif Terbatas Normal

Sumber: Perhitungan Superdecision

Hasil dari skenario ini cukup mengejutkan. Tidak ada perubahan mendasar mengenai

prioritas; pengawas masih cenderung memilih untuk tidak mengawasi, polisi masih memutuskan

untuk tidak menegakkan hukum dan bankir cenderung untuk melanggar. Ini berarti bahwa

memperkuat pengawasan bank tidak akan efektif dalam menghalangi kejahatan perbankan.

Hasil ini memberikan hasil yang berlawanan (counter intuitive result) terhadap pendekatan

teori permainan. Setiap perubahan di utilitas pengawas untuk mengawasi (DBS dan RBS ) tidak

mempengaruhi keseimbangan probabilitas untuk melanggar. Pengawasan perbankan yang

lebih intensif tidak menurunkan kemungkinan kejahatan perbankan.

III.2. Skenario 2: Memperkuat Pengawasan Bank dan MemperberatHukuman

Dalam skenario ini, disamping memperkuat pengawasan bank kita juga meningkatkan

beratnya hukuman. Kami menggabungkan dua kebijakan: 1) meningkatkan disutilitas hukuman

(DOB ), dan 2) meningkatkan hilangnya keuntungan dari reputasi pelanggar (RCB ). Dalam model

ini kami meningkatkan nilai-nilai kriteria ini agar lebih penting dibandingkan dengan kriteria

lain, dan selain kita meningkatkan kecenderungan bankir untuk tidak melanggar. Hasil dari

skenario ini disajikan pada Tabel V.7.

Page 113: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

239Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

Hasil dari skenario 2 cukup menarik. Tabel V.7 menunjukkan bahwa terjadi perkembangan

penting akan prioritas. Probabilitas bahwa seorang supervisor akan melakukan pengawasan

meningkat dan bankir mungkin memutuskan untuk tidak melanggar. Polisi, bagaimanapun,

masih cenderung memilih untuk tidak menegakkan hukum. Temuan ini menunjukkan bahwa

pengawasan bank memperkuat ditambah dengan meningkatnya keparahan hukuman akan

efektif dalam menghalangi kejahatan perbankan.

III.3. Skenario 3: Memperkuat Pengawasan Perbankan, Penegakan Hukumdan Memperberat Hukuman

Dalam skenario ini, kami tidak hanya meningkatkan pengawasan perbankan dan beratnya

hukuman tetapi juga penegakan hukum. Ada dua cara untuk meningkatkan penegakan hukum,

yaitu: 1) meningkatkan Manfaat Langsung dari penegakan hukum (DBP ), dan 2) meningkatkan

Reputasi Manfaat (RCP ) dari polisi. Dalam model ini kami meningkatkan nilai-nilai kriteria ini

menjadi lebih penting dibandingkan dengan kriteria lain, dan selain itu, kami meningkatkan

kecenderungan polisi untuk menegakkan hukum.

Hasil Skenario 3 seperti ditunjukkan pada Tabel V.8 sangatlah menarik. Meningkatkan

penegakan hukum memang terbukti mengurangi kemungkinan bankir untuk melanggar.

Kebijakan ini, bagaimanapun, tidak hanya mempengaruhi keputusan bankir, tetapi juga atasan.

Hal itu dapat mencegah pengawas dari pengawasan bank dan juga mengurangi efektivitas

kebijakan dalam menghalangi kejahatan perbankan. Temuan ini menyiratkan bahwa untuk

membuat kebijakan penegakan hukum yang efektif, pengawas harus terus fokus pada tujuan

mereka dan tidak akan dipengaruhi oleh keputusan bankir.

Tabel V.7Prioritas dari Skenario 2

Menyuap 0,069914 0,66667

Tidak Menyuap 0,034957 0,33333

Tidak Melanggar 0,211606 0,50221

Melanggar 0,209741 0,49779

Menghukum 0,046609 0,44445

Tidak Menghukum 0,058261 0,55555

Tidak Mengawasi 0,178745 0,48452

Mengawasi 0,190166 0,51548

Keputusan Alternatif Terbatas Normal

Sumber: Perhitungan Superdecision

Page 114: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

240 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

IV. KESIMPULAN

Telah ditunjukkan dalam penelitian ini menggunakan kedua teori permainan dan

pendekatan Proses Jaringan Analisis (Analytical Network Process /ANP) bahwa setiap pemain

dalam proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh pemain lain. Seorang pemain akan

membuat keputusan tidak hanya berdasarkan balasan atau kriterianya tetapi juga pada alternatif

keputusan yang diambil oleh pemain lain. Hasil ini mendukung argumen Tsebelis bahwa interaksi

agen di peradilan pidana lebih baik dianalisa dengan menggunakan teori permainan.

Dalam analisis kejahatan perbankan ada tiga pemain dan setidaknya dua tahap analisis.

Para pemain adalah bankir, pengawas dan polisi - atau otoritas peradilan pidana. Dua tahap

analisis adalah: 1) bankir versus pengawas, dan 2) bankir versus polisi. Karena ada dua tahap,

memprediksi hasil tahap kedua akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan di tahap

pertama. Jika bankir yakin bahwa polisi akan menerima suap ditawarkan dalam tahap kedua,

bankir akan mempertimbangkan balasan yang berbeda dalam tahap pertama. Akibatnya, hasil

analisis tersebut akan berubah drastis.

Meskipun permainan teori dan pendekatan proses jaringan analisis mencapai kesimpulan

yang sama pada interaksi agen dalam analisis kejahatan perbankan, dua pendekatan ini,

bagaimanapun juga, sebenarnya mengungkapkan hasil yang berbeda. Sehubungan dengan

efektifitas pengawasan perbankan, pendekatan teori permainan menyimpulkan bahwa

pengawasan bank secara efektif akan mencegah bankir dari melakukan suatu pelanggaran.

Sebaliknya, Analytical Network Process menunjukkan bahwa pengawasan bank saja tidak efektif

dalam mempengaruhi keputusan bankir. Jika masyarakat yang terlalu toleran dan, dengan

demikian, tidak ada nilai nyata bagi reputasi dan tidak ada nilai untuk hukuman, meningkatkan

pengawasan bank tidak akan efektif dalam mencegah bankir dari melakukan suatu pelanggaran.

Tabel V.8Prioritas dari Skenario 3

Menyuap 0,069045 0,66667

Tidak Menyuap 0,034522 0,33333

Tidak Melanggar 0,21519 0,50954

Melanggar 0,207135 0,49046

Menghukum 0,057537 0,55555

Tidak Menghukum 0,04603 0,44445

Tidak Mengawasi 0,196202 0,5295

Mengawasi 0,174339 0,4705

Keputusan Alternatif Terbatas Normal

Sumber: Perhitungan Superdecision

Page 115: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

241Kejahatan Perbankan Dan Efektivitas Pengawasan Perbankan: Menggabungkan Teori PermainanDan Pendekatan Analytical Network Process

Becker, G.S. (1968). Crime and Punishment: an Economic Approach, Journal of Political Economy

70: 1-13.

Becker, G.S. and Murphy, K.M. (1988). A Theory of Rational Addiction, Journal of Political

Economy , 96:675-700.

Bianco, W.T., Ordeshook, P.C. and Tsebelis, G. (1990). Crime and Punishment: Are One-Shot,

Two-Person Games Enough? American Political Science Review, 84: 569-586.

Bowles, R. (2000), Corruption, in Boudewijn, B., and De Greest, G. (2000), Encyclopedia of Law

and Economics, Vol. 5, The Economics of Crime and Litigation 460-491.

Bowles, R. and Garoupa, N. (1997). Casual Police Corruption and the Economics of Crime,

International Review of Law and Economics 17: 75-87.

Bowles, R., Gordon, F., Pradiptyo, R., McDougall, C., Perry, A. and Swaray, R. (2004). Costs and

Benefits of Sentencing Options, Report to the Home Office, unpublished manuscript, Centre

for Criminal Justice Economics and Psychology, University of York.

Bowles, R., and Pradiptyo, R. (2004). An Economic Approach to Offending, Sentencing and

Criminal Justice Interventions, Report to Esmee Fairbairn Foundation, unpublished manuscript,

Centre for Criminal Justice Economics and Psychology, University of York .

De Mesquita, B. and Cohen, L.E. (1995). Self Interest, Equity, and Crime Control: A Game-

Theoretic Analysis of Criminal Decision Making, Criminology, 33: 483-518.

Funk, P. (2004). On the Effective Use of Stigma as a Crime-Deterrent, European Economic

Review 48:715-728.

Garoupa, N. and Klerman, D. (2004), Corruption and the Optimal Use of Nonmonetary Sanctions,

International Review of Law and Economics 24: 219-225.

Garoupa, N. (1997), The Theory of Optimal Law Enforcement, Journal of Economic Surveys

11:267-295.

Kilgour, D.M. (1994). The Use of Costless Inspection in Enforcement, Theory and Decision, 36,

207-232.

Levitt. S.D., and Miles.T.J, (2007). Empirical Study of Criminal Punishment., in A.M. Polinsky

and S. Shavell, eds.(2007) Handbook of Law and Economics 1, North Holland.

Polinsky, A.M. and Shavell, S. (1997), On the Disutility and Discounting of Imprisonment and

the Theory of Deterrence, Working Paper 6259, NBER

DAFTAR PUSTAKA

Page 116: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

242 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

Polinsky, A.M. and Shavell, S. (2000), Economic Theory of Public Enforcement of Law, Journal

of Economic Literature 38:45-76.

Polinsky, A.M. and Shavell, S (2001), Corruption and Optimal Law Enforcement, Journal of

Public Economics 81:1-24.

Polinsky, A.M. and Shavell, S. (2005), The Theory of Public Enforcement of Law, NBER Working

Paper no. 11780, NBER.

Polinsky, A.M. and Shavell, S.(2007). The Theory of Public Enforcement of Law, in A.M. Polinsky

and S. Shavell, eds.(2007) Handbook of Law and Economics 1, North Holland.

Pradiptyo, Rimawan. (2006). On the Inspection Games; The Applications of Game Theoretical

and Learning Process Analyses in the Area of Criminal Justice, Dissertation, University of

York, UK.

Tonry, M. (1997). Intermediate Sanctions in Sentencing Guidelines, National Institute of Justice,

US Department of Justice.

Tsebelis, G. (1989). The Abuse of Probability in Political Analysis: The Robinson Crusoe Fallacy,

The American Political Science Review, 83:77-91

Tsebelis, G. (1990). Penalty Has No Impact on Crime? A Game Theoretical Analysis,.Rationality

and Society 2: 255-286.

Tsebelis, G. (1991). The Effects of Fines on Regulated Industries: Game Theory vs. Decision

Theory, Journal of Theoretical Politics 3:81-101.

Tsebelis, G. (1992). Are Sanctions Effective? A Game-Theoretic Analysis, Journal of Conflic

Resolution, 34: 3-28

Tsebelis, G. (1993). Penalty and Crime: Further Theoretical Considerations and Empirical Evidence,

Journal of Theoretical Politics, 5:349-374.

Wittman, D. (1985). Counter-Intuitive Results in Game Theory, European Journal of Political

Economy, 1:77-89.

Wittman, D. (1993). Nash Equilibrium vs Maximin: A Comparative Game Statics Analysis,

European Journal of Political Economy, 9: 559-565.

Page 117: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

PETUNJUK PENULISAN

1. Naskah harus merupakan karya asli penulis (perorangan, kelompok atau institusi) yang tidak

melanggar hak cipta. Naskah yang dikirimkan, belum pernah diterbitkan dan tidak sedang

dikirimkan ke penerbit lain pada waktu yang bersamaan. Hak cipta atas naskah yang diterima,

TETAP menjadi hak penulis.

2. Setiap naskah yang disetujui untuk diterbitkan, akan mendapatkan kompensasi finansial

sebesar Rp 2.500.000,-.

3. Naskah dapat dikirimkan dalam bentuk softcopy (file). Sangat disarankan untuk mengirimkan

softcopy anda ke:

[email protected] (Cc. to: [email protected].)

Jika tidak memungkinkan, file tersebut dapat disimpan dalam disket atau CD dan dikirimkan

melalui pos ke alamat redaksi berikut:

BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN

Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia

Gedung B, Lt. 20, JI. M. H. Thamrin No.2

Jakarta Pusat, INDONESIA Telpon: 62-21-3818202, Fax: 62-21-3800394

4. Naskah dibatasi.+ 25 halaman berukuran A4, spasi satu (1), font Times New Roman dengan

ukuran font 12.

5. Persamaan matematis dan simbol harap ditulis dengan mempergunakan Microsoft Equation.

6. Setiap naskah harus disertai abstraksi, maksimal satu (1) halaman ukuran A4. Untuk naskah

yang ditulis dalam bahasa Indonesia, abstraksi-nya ditulis dalam Bahasa Inggris, dan

sebaliknya.

7. Naskah harus disertai dengan kata kunci (Keyword) dan dua digit nomor Klasifikasi Journal

of Economic Literature (JEL). Lihat klasifikasi JEL pada, http:// www.aeaweb.org/journal/

jel_class_system.html.

8. Naskah ditulis dengan penyusunan BAB secara konsisten sebagai berikut,

Page 118: BULETIN EKONOMI MONETER DAN PERBANKAN - bi.go.id · dan IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal

244 Buletin Ekonomi, Moneter dan Perbankan, Oktober 2010

I. JUDUL BAB

I.1. Sub Bab

I.1.1. Sub Sub Bab

9. Rujukan dibuat dalam footnote (catatan kaki) dan bukan endnote.

10.Sistem referensi dibuat mengikuti aturan berikut,

a. Publikasi buku:

John E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. HankeJohn E. Hanke dan Arthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. ReitschArthur G. Reitsch, (1940), Business Forecasting, PrenticeHall, New

Jersey.

b. Artikel dalam jurnal:

Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter.Rangazas, Peter. ≈Schooling and Economic Growth: A King-Rebelo Experiment with

Human Capital∆, Journal of Monetary Economics, Oktober 2000,46(2), hal. 397-416.

c. Artikel dalam buku yang diedit orang lain: Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A.Frankel, Jeffrey A. dan Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.Rose, Andrew K.

≈Empirical Research on Nominal Exchange Rates∆, dalam Gene Grossman dan Kenneth

Rogoff, eds., Handbook of International Economics. Amsterdam: North-Holland, 1995,

hal. 397-416.

d. Kertas kerja (working papers):

Kremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, MichaelKremer, Michael dan Chen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, DanielChen, Daniel. ≈Income Distribution Dynamics with Endogenous

Fertility∆. National Bureau of Economic Research (Cambridge, MA) Working Paper

No.7530, 2000.

e. Mimeo dan karya tak dipublikasikan: Knowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, JohnKnowles, John. ≈Can Parental Decision Explain

U.S. Income Inequality?∆, Mimeo, University of Pennsylvania, 1999.

f. Artikel dari situs WEB dan bentuk elektronik lainnya: Summers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, RobertSummers, Robert dan HestonHestonHestonHestonHeston, Alan

W. ≈Penn World Table, Version 5.6∆ http:// pwtecon.unpenn.edu/, 1997.

g. Artikel di koran, majalah dan periodicals sejenis: Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon.Begley, Sharon. ≈Killed by Kindness∆,

Newsweek, April 12, 1993, hal. 50-56.

11.Naskah harus disertai dengan biodata penulis, lengkap dengan alamat, telepon, rekening

Bank dan e-mail yang dapat dihubungi. Disarankan untuk menulis biodata dalam bentuk

CV (curriculum vitae) lengkap.