Buletin BSNP Edisi 4 2011

20

description

Buletin BSNP Edisi 4 Th. 2011

Transcript of Buletin BSNP Edisi 4 2011

Page 1: Buletin BSNP Edisi 4 2011
Page 2: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Keterangan Gambar Cover

Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI (Bagian II)

Daftar Isi

Pengantar Redaksi

3-7

14-17 Berita BSNP:- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Luncurkan UN Tahun 2012- Konsil Kedokteran Indonesia Jalin Kerjasama

dengan BSNP- Uji Publik Draf Standar Sarana dan Prasarana

Program Pascasarjana dan Profesi

- BSNP Bahas 10 Instrumen Akreditasi BAN PNF

8-11 Meneguhkan Ulang Peran Kementerian Agama sebagai Benteng Kerukunan dan Penjaga Keutuhan NKRI.

Lensa BSNP18-20

PenanggungjawabMoehammad Aman Wirakartakusumah

Pemimpin RedaksiEdy Tri Baskoro

Redaksi EksekutifWeinata Sairin

Richardus Eko Indrajit

Dewan Redaksi Djaali

Djemari Mardapi Farid Anfasa Moeloek

Furqon Gunawan Indrayanto

Jamaris Jamna Johannes Gunawan

Mungin Eddy WibowoTeuku Ramli Zakaria

Zaki Baridwan

Redaksi PelaksanaBambang Suryadi

Sekretaris RedaksiNing Karningsih

ReporterGaguk Margono

Kaharuddin Arafah

KeuanganNeneng Tresnaningsih

Rosmalina

Distribusi/SirkulasiNurul Najmah

DjuandiReyman AryoIbar Warsita

Alamat: BADAN STANDAR NASIONAL

PENDIDIKAN

Gedung D Lantai 2, Mandikdasmen

Jl. RS. Fatmawati, CipeteJakarta Selatan

Telp. (021) 7668590 Fax. (021) 7668591

Email: [email protected]: http://www.bsnp-indonesia.org

Vol. VI/No. 4/Desember 20112

Anggota BSNP, tim ahli, dan peserta uji publik draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program pascasarjana dan profesi [atas]. Illah Sailah Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI (kiri) dan M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP (kanan) dalam pembahasan draf standar sarana prasarana pendidikan tinggi [bawah].

Benchmarking Sistem Penilaian Pendidikan di Inggris12-13

Pembaca yang budiman. Alhamdulillah, menjelang akhir tahun 2011 ini, Buletin BSNP edisi keempat dapat terbit dan hadir di tangan pembaca sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pada edisi ini kami memaparkan tiga artikel utama, yaitu artikel tentang Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI (bagian kedua), Meneguhkan Ulang Peran Kementerian Agama Sebagai Benteng Kerukunan dan Penjaga Keutuhan NKRI oleh Weinata Sairin, dan laporan hasil benchmarking sistem penilaian di Inggris oleh anggota BSNP. Selain itu edisi ini juga memuat peluncuran penyelenggaraan UN tahun pelajaran 2011/2012 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perkembangan penyusunan standar pendidikan nasional dan kegiatan BSNP lainnya. Edisi keempat ini juga dilengkapi dengan kegiatan BSNP dalam bentuk gambar/lensa kegiatan selama tiga bulan terakhir. Last but not least, Selamat Tahun Baru 2012. Semoga tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Selamat membaca.

Page 3: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 3

PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI (Bagian II)

2.1. Pendidikan di Indonesia Masa Lalu Masa lalu sebelum abad XXI dalam

hal pendidikan untuk Indonesia dapat dibagi secara urutan waktu kurang lebih sebagai berikut: (a) zaman pra-kolonial yang lebih rinci dapat dibagi ke dalam masa prasejarah dan masa sejarah, (b) zaman kolonial ketika sistem pendidikan ‘modern’ dari Eropa diperkenalkan, dan (c) zaman kemerdekaan RI yang berlangsung hingga sekarang, sebelum dan sesudah abad XXI.

Di luar sistem persekolahan ‘modern’ seperti yang semula diperkenalkan oleh kolonialis Belanda, terdapat berbagai ‘in-stitusi’ pendidikan dalam lingkup masya-

rakat-masyarakat tradisional, baik da-lam keterkaitannya dengan berbagai ke-budayaan etnik maupun dengan berbagai sistem pemerintahan tradisional yang dalam banyak hal juga sedikit-banyak terkait dengan etnisitas.1

Data etnografi dari berbagai suku bangsa menyebutkan betapa tugas pen-didikan itu dikenali, meski tidak selalu diwadahi dalam suatu organisasi sosial tertentu, namun tugas pelaksana pen-didikan itu diamanatkan oleh kebudayaan yang bersangkutan. Pada suatu suku bangsa tertentu di Papua misalnya, adalah tugas ibu untuk memberi pelajaran pertama dalam hal berburu dan meramu di hutan kepada anaknya.

Berbagai ritus peralihan (rites de passage) dari suatu status ke status se-lanjutnya dalam rute kehidupan setiap orang biasanya dilaksanakan oleh tokoh tertentu yang bertugas memimpin ritus peralihan itu. Tidak jarang ritus itu didahului oleh suatu proses pendidikan tertentu pula. Dalam hasil-hasil kajian Antropologi dikenal adanya apa yang disebut sebagai man’s house sebagai tempat/rumah untuk mempersiapkan pemuda-pemuda yang beranjak dewasa, di mana dilakukan berbagai upaya pendidikan dan pelatihan guna memenuhi kebutuhan untuk peralihan status itu.

Pelaksanaan pendidikanpada masa prasejarah tak mungkin dapat diketahui dari data primer, karena sifat data pra-sejarah yang tak disertai data tertulis. Di zaman yang berikutnya, yaitu zaman se-jarah, yang untuk Indonesia diawali dengan masa Hindu-Buddha dan kemudian masa Islam, berkat adanya data tertulis dari zaman itu sedikit banyak dapat diketahui

1 Bahwa penataan institusional tersebut bisa ti-dak sepenuhnya mewakili etnisitas diconto-hkan oleh tata sosial di masa Majapahit, di mana meski dapat dipastikan bahwa raja be-serta keluarganya beserta sebagian terbesar rakyatnya adalah penyandang etnisitas Jawa, namun jelas-jelas dalam berbagai prasas-ti yang dikeluarkan di masa itu disebutkan adanya golongan penduduk yang non-Jawa, yang juga dilindungi oleh kerajaan.

BAB II: PENDIDIKAN NASIONAL

Setelah pada bab terdahulu dijelaskan kon-sep-konsep dasar mengenai pengertian pen-didikan, falsafah pendidikan, dan paradigma

pendidikan, dalam bab II ini akan diberikan gambaran umum mengenai keadaan pendidikan nasional di Indonesia. Bab ini akan dimulai dengan suatu paparan ringkas mengenai “pendidikan di Indonesia di masa lalu”, yang merupakan sua-tu latar mengenai bekal pengalaman bangsa sebelum kemudian ‘membangun’ suatu sistem pendidikan nasional. Setelah bagian “bekal dari masa lalu” itu menyusul sub-sub bab tentang keadaan dewasa ini, di mana bahasan dipusatkan pada beberapa aspek penting dalam bangunan pendidikan nasional itu, yang meliputi: (1) aspek geo-demografi yang berkenaan dengan bentang wilayah serta komposisi penduduk, yang keduanya dipaparkan beserta varian-varian kondisi di dalamnya, beserta kemungkinan pengaruhnya terhadap upaya pendidikan; kemudian, (2) aspek kategorisasi jenis dan penyelenggara pendidikan, serta dalam sub-bab terakhir dipaparkan, sub-bab (3) mengenai sistem dan substansi perangkat legal yang melandasi penyelenggaraan Pendidikan Nasional itu.

Page 4: Buletin BSNP Edisi 4 2011

bagaimana pendidikan dilaksanakan atau diatur di masa-masa itu.

Di masa Hindu-Buddha, dari data prasasti maupun sastra, dapat diketahui tentang adanya institusi pendidikan keagamaan yang mandiri di luar istana raja, yang letaknya sering di daerah pe-gunungan, disebut dengan nama-nama seperti kadewagurwan dan patapãn. Da-lam karya-karya sastra sezaman dice-ritakan bahwa tempat-tempat pendidikan itu merangkap asrama, dan seringkali disantuni dan dikunjungi juga oleh ke-luarga raja. Istilah kadewagurwan me-nyatakan bahwa tokoh utama yang men-jadi sumber ilmu dalam institusi itu di-sebut dewaguru, yang menyiratkan mak-na “seorang guru yang mempunyai kua-lifikasi spiritual tinggi”. Adapun patapãn berarti “tempat bertapa”, yaitu tempat mengolah kemampuan spiritual melalui pengendalian fisik dan mental, yang juga mempunyai guru atau pelatih. Lingkungan belajar dan pelatihan spiritual itu pulalah yang sering disebut dengan istilah man­dala, yang mempunyai arti harfiah “lingkar-an (berstruktur)”, yang tentunya terpusat kepada sang guru.

Dapat disimpulkan dari sejumlah da-ta itu bahwa pada masa Hindu-Buddha tersebut, di Jawa khususnya, terdapat ‘spesialisasi’ pendidikan keagamaan, yang dilaksanakan dalam suatu institusi ter-pisah dari keraton, namun juga disantuni oleh pemerintahan kerajaan. Ada kalanya calon atau keluarga raja pun dididik di dalam institusi seperti itu untuk jangka waktu tertentu. Namun perlu pula diper-hitungkan bahwa di samping institusi pen-didikan spiritual-keagamaan itu istana sendiri melakukan pelatihan-pelatihan internal, artinya untuk warganya sendiri, dalam bidang-bidang yang lebih bersifat ‘keduniawian’, misalnya dalam seni sastra dan seni musik (Poerbatjaraka).

Karya-karya sastra masa Majapahit akhir juga mengungkapkan betapa seorang putra raja juga perlu melatih keunggulannya untuk penguasaan pengungkapan seni yang menyiratkan bahwa itu semua adalah bagian dari pendidikan pribadi demi citra keberadaban.

Hal lain yang patut diberi perhatian adalah adanya kelompok-kelompok so-sial dengan kemahiran-kemahiran khu-sus melalui pelembagaan pelatihan pro-fesionalnya masing-masing (misalnya: pande mãs, pande wesi, pande tambaga). Ada kalanya suatu desa yang mempunyai

keistimewaan dalam penguasaan pem-buatan benda-benda logam itu diberi se-macam otonomi, seperti pada sîma ka­juru­guśaly­an. Pada semua institusi penguasaan teknologi tertentu itu terdapat kegiatan pendidikan dan pelatihan di da-lamnya. Dapat diperkirakan bahwa cara pendidikan yang dilaksanakan adalah se-macam proses pemagangan. Di antara golongan profesi yang ada dan disebutkan dalam sumber-sumber tertulis masa ini adalah ahli bangunan (umum, rumah) yang disebut undahagi, dan ahli pembuat kapal yang disebut undahagi lañcang. Berbagai macam profesi yang diakui berbeda-beda di masa Hindu-Buddha itu membutuhkan institusi pendidikannya tersendiri.

Suatu fakta yang perlu disebutkan mengenai masa Hindu-Buddha ini adalah adanya inisiatif di Indonesia untuk me-nyelenggarakan suatu pendidikan keaga-maan yang berjangkauan antarbangsa dan antarnegara. Pendidikan agama Buddha diselenggarakan oleh kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatera yang dahulu disebut Suwarnadwîpa atau Suwarnabhûmi. Fa Hien (abad ke-5 M.) dan Hiuen Tsang (abad ke-7 M.) adalah dua musafir Cina yang memberikan catatan bahwa mereka lebih dahulu belajar tentang Buddhisme di Sriwijaya sebelum meneruskan perjalanan untuk belajar lebih lanjut di pusat studi agama Buddha di Nalanda di daerah Bengal, India.

Tradisi mengenai institusi-institusi seperti patapãn dan kadewagurwan dari masa Hindu-Buddha tersebut di atas itu-lah yang kiranya berlanjut ke zaman Is-lam yang menyusul dan kemudian di-kenal sebagai pêsantrèn.2 Secara struk-tur organisasi sosial keberadaannya ber-lanjut, namun isi ajarannya berubah, dari substansi Hindu-Buddha ke Islam. Tak jarang para kyai pemimpin pesantren-pesantren itu membina hubungan dengan pusat-pusat pengetahuan Islam di luar negeri, terutama negeri Arab, dan mungkin juga Persia dan Turki.

Pada zaman berikutnya, yaitu zaman penjajahan Belanda terdapat upaya-upaya pendirian dan pelaksanaan lembaga-lem-

2 Istilah ini berarti “tempat santri”, dan kata “santri” diperkirakan berasal dari šāstri, yai-tu “(siswa) yang mempelajari šāstra”, yaitu kitab-kitab yang berisi pengetahuan, yang dapat dikhususkan pada bidang-bidang ter-tentu, seperti ilmu memahat, ilmu pemerin-tahan, ilmu pementasan tari dan teater, bah-kan ilmu bercinta.

Vol. VI/No. 4/Desember 20114

Page 5: Buletin BSNP Edisi 4 2011

baga pendidikan tertentu sebagai berikut. Oleh pemerintahan kolonial pada waktu itu masalah pendidikan dianggap penting sehingga dimasukkan dalam Undang-Undang Tahun 1848, dan dianggarkan 25.000 gulden untuk sektor pendidikan. Pada tahun 1851 didirikan sekolah “dok-ter Jawa” untuk melatih tenaga kaum pribumi menjadi “mantri cacar” guna mengatasi penyakit cacar yang mewabah. Pada tahun 1851 itu juga dibuka dua kweekschool untuk melatih guru bantu bagi sekolah-sekolah modern sistem ba-rat. Pembukaan lembaga-lembaga pen-didikan itu, sebagaimana dikatakan oleh seorang tokoh Belanda, adalah untuk “membentengi Belanda dari vulcano Islam”. Pada tahun 1867 pemerintah kolonial membentuk departemen sendiri untuk masalah pendidikan, yaitu yang disebut Departeman Pendidikan, Agama, dan Industri. Dari pengaturan itu tumbuhlah sekitar 300 sekolah pribumi di Jawa dan sekitar 400 di luar Jawa.

Pada tahun 1902 di Batavia dibuka sekolah kedokteran yang dinamakan School tot Opleiding voor Indische Artsen (STOVIA) dan pada tahun 1913 di Sura-baya didirikan pula sekolah sejenis yang dinamakan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Pada tahun 1927 STOVIA ditingkatkan menjadi pendidikan tinggi, dengan nama Geneeskundige Hogeschool. Ini menjadi cikal-bakal Fakultas Kedok-teran Universitas Indonesia. Kemudian didirikan pula Rechtskundige Hogeschool yang menjadi cikal-bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia, kemudian juga Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte yang menjadi cikal-bakal Fakultas Sastra (kemudian Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) Universitas Indonesia. Technische Hogeschool yang didirikan pada tahun 1920 di Bandung merupakan cikal-bakal Institut Teknologi Bandung, sedangkan Landbouwkundige Fakulteit merupakan cikal-bakal Institut Pertanian Bogor. Bes­tuurs Academie yang didirikan tahun 1930-an kemudian menjadi Institut Pe-merintahan Dalam Negeri yang di kemu-dian hari diselenggarakan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Sementara berlangsung pemerintahan kolonial itu, ada dua tokoh pemuka Indo-nesia sendiri yang merintis suatu sistem persekolahan tersendiri, yang secara teknis bersifat modern seperti sekolah-sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda, namun dalam semangat dan isi pelajaran sangat

berjiwa ketimuran dengan membawa cita-cita kemandirian bangsa. Tokoh pertama adalah R.M. Soewardi Soerjaningrat, atau lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara (1889-1959), yang mendirikan perguruan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lengkapnya nama perguruan itu adalah “Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa”. Sebagai tokoh pergerakan nasional, Ki Hajar Dewantara tidak ragu mencantumkan kata “nationaal” pada na-ma perguruannya, dan dengan itu yang dimaksudkannya kenasionalan Indonesia yang bersatu untuk mengupayakan ke-merdekaan bangsa dari belenggu pen-jajahan. Falsafah pendidikan yang dikem-bangkannya bertolak dari penekanan kepada pembentukan kemandirian da-lam hubungan yang berkomunikasi ha-ngat antara guru dan murid. Falsafah pendidikannya yang terkenal yang diung-kapkan dalam bahasa Jawa kuno berbunyi: “ing ngarsa sung tuladha, ing madya ma­ngun karsa, tut wuri handayani”, sebagai pedoman perilaku bagi guru yang artinya: “di depan memberi teladan, di tengah menyemangati, dan mengiringkan dari belakang sambil memberi kekuatan”. Tokoh ini mendorong diberikannya ju-ga bahan-bahan ajar yang digali dari ke-budayaan setempat, sehingga dapat di-katakan bahwa kiprahnya dalam penye-lenggaraan pendidikan itu adalah juga merupakan suatu gerakan budaya. Tercatat bahwa pada tahun 1942 terdapat 199 sekolah cabang Taman Siswa yang tersebar di beberapa daerah, terutama di pulau-pulau Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, yang pada waktu itu mempunyai sekitar 650 orang guru.3

Empat tahun kemudian tokoh pendi-dikan terkemuka lain yang perlu disebut adalah Engkoe Mohammad Sjafei yang pada 31 Oktober 1926 mendirikan “Perguruan Ruang Pendidik INS Kayutanam” di suatu desa kecil bernama Kayutanam di Su-matra Barat. Ada lima garapan utama yang dikembangkan oleh perguruan ter-sebut, yaitu: (a) kemerdekaan berpikir (dalam bentuk inovasi/kreativitas), (b) pengembangan ilmu pengetahuan, ta-lenta/bakat (sebagai rakhmat Tuhan), dan potensi diri, (c) kemandirian dan entrepreneurship, (d) etos kerja, serta (e)

3 Periksa entri “Taman Siswa” dalam Ensiklope­di Umum untuk Pelajar, dengan pemimpin re-daksi Prof.Dr. Fuad Hassan, penerbit Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta 2005. Jilid 10, hala-man 5.

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 5

Page 6: Buletin BSNP Edisi 4 2011

akhlak mulia (sebagai pengejawantahan dari agama, etika, dan estetika).4 Beberapa ungkapan yang bermuatan falsafah pendidikan dari tokoh ini antara lain adalah: “Jangan minta buah mangga ke-pada pohon rambutan, tapi jadikanlah setiap pohon menghasilkan buah yang manis”; “Salah satu alat besar yang bisa mengubah keadaan kita dan menolong mengejar ketinggalan-ketinggalan adalah pendidikan yang bersifat aktif positif dan belajar menurut bakat”; “Barang siapa yang mengeluh, ia kalah”; “Bangsa Indonesia tak dapat tidak akan mendapat manfaat yang sangat besar apabila juga berpikir kritis dan logis”; “Pelajaran pekerjaan tangan tidak hanya mengenai ketrampilan saja, banyak lagi sangkutannya dengan perkembangan jiwa si pelajar”, “Jadilah engkau, menjadi engkau”, dan lain-lain. Kutipan-kutipan itu dapat menggambarkan pendekatannya dalam melaksanakan upaya pendidikan. Dapat dikatakan bahwa Engkoe Moham-mad Sjafei telah lebih dahulu menerapkan pendekatan pendidikan yang jauh di kemudian hari dirumuskan orang sebagai “student­centered learning” !

Dapat disimpulkan bahwa penyeleng-garaan pendidikan di masa lalu di kawasan Indonesia utamanya terpusat pada jang-kauan pusat-pusat tertentu yang ada dari zaman ke zaman, yang sudah tentu tidak dirancang semerata seperti sekarang ketika Pemerintah Republik Indonesia dari waktu ke waktu mengusahakan agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan semerata mungkin untuk semua daerah.

2.2 Pendidikan Nasional Dewasa IniParadigma pendidikan nasional sampai

2010 yang masih berdasarkan pada UU 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah pengejawantahan tuntutan refor-

4 Periksa bahan tercetak berjudul Institut Ta­lenta Indonesia 2020: INS Kayutanam 1926, terbit 2006.

masi untuk memburu ketertinggalan bang-sa dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan global. Dari ’Paradigma Pendidikan Nasional dalam UU Nomor 20’5 dapat dicatat beberapa butir sebagai berikut ini:a. Desentralisasi menggantikan paradig-

ma sentralisasi, sehingga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat, daerah dan masyarakat.

b. Dengan desentralisasi ini, tanggung-jawab pengelolaan sistem pendidikan nasional tetap berada di tangan men-teri pendidikan nasional, dan dalam hal ini pemerintah pusat menentukan kebijakan nasional dan standar nasio-nal pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.

c. Pengelolaan pendidikan dasar dan me-nengah sebagai satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal, dike-hendaki di setiap kabupaten dan kota.

d. Sekurang-kurangnya satu satuan pen-didikan di setiap jenjang pendidikan harus dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional, untuk menghadapi tantangan globalisasi.

e. Mengakomodasikan pendidikan jarak jauh dalam sisdiknas di semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang berfungsi untuk memberi layanan pendidikan kepada kelompok masya-rakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

f. Keseimbangan antara peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia da-lam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, tergambar dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yai-tu: pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rang-ka mencerdaskan kehidupan bang-sa, dan bertujuan untuk berkem-bangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia, sehat, berilmu, ca-kap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

g. Pendidikan tinggi merupakan jenjang

5 Ketua panitia kerja DPR RI tahun 1999-2004, Anwar Arifin.

Jangan minta buah manggakepada pohon rambutan,

tapi jadikanlah setiap pohon menghasilkan buah

yang manis

----Engkoe Mohammad Sjafei----

“ “

Vol. VI/No. 4/Desember 20116

Page 7: Buletin BSNP Edisi 4 2011

pendidikan setelah pendidikan me-nengah, dan mencakup program pen-didikan diploma, sarjana, magister, dan doktor, yang diselenggarakan dengan sistem terbuka. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas, yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, dan dapat menye-lenggarakan program akademik, profesi dan/atau vokasi. Perguruan tinggi juga dapat memberikan gelar akademik, profesi atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang diselenggarakan.

Sementara itu, dalam Renstra Ke-mendiknas 2010-2014 dikemukakan empat paradigma universal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Pemberdayaan manusia seutuhnya,

merupakan fondasi pendidikan yang menyiapkan keberhasilan peserta didik sebagai pribadi yang mandiri (makhluk individu), elemen sistem sosial yang saling berinteraksi dan saling mendukung (makhluk so-sial) dan sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi (makhluk Tuhan).

b. Pembelajaran sepanjang hayat ber-pusat pada peserta didik. Pembelajaran merupakan proses yang berlangsung seumur hidup, semenjak lahir sampai akhir hayat, yang diselenggarakan secara terbuka melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang dapat diakses oleh peserta didik setiap saat, tidak dibatasi oleh usia, tempat dan waktu. Pembelajaran dengan sis-tem terbuka diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu penye-lesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry­multi exit system)

c. Pendidikan untuk semua. Pendidikan, minimal pada tingkat pendidikan dasar adalah bagian hak asasi manusia dan hak setiap warga negara. Usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan sebaik mungkin. Pe-menuhan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang bermutu me-rupakan ukuran keadilan dan pe-merataan atas hasil pembangunan dan sekaligus menjadi investasi sum-ber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pembangunan bangsa. Hak untuk men-dapatkan pendidikan dasar sebagai pemenuhan hak asasi manusia telah menjadi komitmen global. Oleh karena itu, program pendidikan untuk semua yang inklusif diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan sistem pendi-dikan terbuka dan demokratis serta berkesetaraan gender agar dapat men-jangkau mereka yang berdomisili di tempat terpencil, serta mereka yang mempunyai kendala ekonomi dan sosial.

d. Pendidikan untuk Perkembangan, Pe-ngembangan, dan/atau Pembangunan Berkelanjutan (PuP3B). Pendidikan menghasilkan manusia berakhlak mulia yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Manusia seperti itu memenuhi kebutuhannya dengan memperhatikan kebutuhan generasi saat ini dan gene-rasi-generasi yang akan datang (ke-berlanjutan intergenerasional). Para-digma ini mengajak manusia untuk berpikir tentang keberlanjutan planet bumi dan keberlanjutan keseluruhan alam semesta. Pendidikan harus me-numbuhkan pemahaman tentang pen-tingnya keberlanjutan dan keseim-bangan ekosistem, yaitu pemahaman bahwa manusia adalah bagian dari ekosistem. Pendidikan harus mem-berikan pemahaman tentang nilai-nilai tanggungjawab sosial dan natural untuk memberikan gambaran pada peserta didik, bahwa mereka adalah bagian dari sistem sosial yang harus bersinergi dengan manusia lain, dan bagian dari sistem alam yang harus bersinergi dengan alam beserta se-luruh isinya. Dengan nilai-nilai itu maka akan muncul pemahaman kritis tentang lingkungan. l (bersambung)

Salah satu alat besar yang bisamengubah keadaan kita dan menolong

mengejar ketinggalan-ketinggalanadalah pendidikan yang bersifat

aktif positif dan belajar menurut bakat

----Engkoe Mohammad Sjafei----

“ “

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 7

Page 8: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Meneguhkan Ulang Peran Kementerian AgamaSebagai Benteng Kerukunan dan Penjaga Keutuhan NKRIWeinata Sairin

Hal ini menyiratkan tekad dan ke-mauan pemerintah untuk memberi-kan perhatian serius terhadap pe-ngembangan kehidupan keagamaan di Indonesia, sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama, dan seiring dengan jiwa serta semangat yang terkandung dalam UUD Negara RI tahun 1945. Kementerian Agama secara formal lahir tanggal 3 Januari 1946 melalui Pe-netapan Pemerintah No. 1/S.D. atas usul Perdana Menteri (Kabinet Syahrir II) dan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat.

Pada awalnya adalah K.H. Abu Dar-diri, utusan Komite Nasional Indo-nesia Keresidenan Banyumas dalam sidang BP-KNIP di Jakarta tanggal 24-28 November 1945 yang mengusulkan agar dalam negara RI, urusan agama diurus secara khusus, dan tidak disatukan de-ngan Kementerian Pendidikan, dan Kebudayaan. Bertolak dari usul Abu Dardiri itulah kemudian lahir Kemen-terian Agama yang memiliki arti yang sangat penting dan strategis.

Selama kurun waktu lebih setengah abad sejak lahirnya, Kementerian Agama telah memainkan peran yang amat besar dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, sesuai dengan tugas pokok

dan fungsi yang diembannya. Hal yang amat penting dalam rangka peranan Kementerian Agama adalah upaya untuk terus menerus mewujudkan ke-rukunan antar umat beragama, serta pengembangan relasi antar lembaga-lembaga keagamaan, yang kemudian secara konkret mewujud antara lain melalui pembentukan Wadah Musya-warah Antar Umat Beragama (WMAUB) tanggal 30 Juli 1980.

Sayang sekali sesudah era Reformasi aktivitas WMAUB tidak lagi nampak, padahal ada banyak agenda yang ber-kaitan dengan isu keagamaan yang bisa dilakukan oleh WMAUB.

Hal-hal Penting dan MendasarDalam konteks masyarakat Indonesia

yang majemuk, khususnya dari segi agama, maka peran Kementerian Agama menjadi amat penting diwujudkan secara kontinu, konsisten dengan berbasis pada Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 dan Pancasila. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan, Kementerian Agama mestilah menjadi sebuah kementerian yang memahami benar pluralitas ke-Indonesia-an, yang terus menerus me-ngembangkan kerukunan antarumat ber-agama, bahkan mampu menjadi penjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Daya sensitifitas agama, pluralitas agama, kebhinekaan warga masyarakat

Penulis adalah teolog, menulis tesis S2 Tentang Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, anggota BSNP

Catatan Awal

Salah satu keunikan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bahwa bukan

saja ia memiliki Pancasila yang memberi ruang, serta menghargai kemajemukan, tetapi juga bahwa dalam struktur pemerintahan negara ada suatu kementerian yang secara khusus bertanggung jawab dalam mengurus soal-soal keagamaan, yaitu Kementerian Agama. Kondisi seperti ini, adalah kondisi yang spesifik di Indonesia, yang tidak ditemui di negara lain.

Vol. VI/No. 4/Desember 20118

Page 9: Buletin BSNP Edisi 4 2011

pada sisi tertentu bisa menjadi potensi kuat untuk mecabik-cabik dan mencerai-beraikan keutuhan bangsa dan negara. Kementerian Agama seharusnya mem-posisikan diri sebagai kementerian agama-agama yang berpihak pada ke-pentingan semua agama yang ada di Indonesia yang bertindak nondis-kriminatif dengan mengayomi seluruh umat bergama di Indonesia.

Dalam upaya mengaktualisasi peran Kementerian Agama yang signifikan itu, beberapa hal penting dan mendasar harus menjadi agenda Kementerian Agama.

Pertama, kerukunan dan kebebasan beragama. Bangsa kita dalam era glo-bal menghadapi tantangan semakin besar dan kompleks, yang hanya bisa dihadapi dalam semangat persatuan dan kebersamaan yang mantap. Sebab itu kerukunan antarumat beragama menjadi suatu yang sangat penting diwujudkan.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah bahwa kerukunan yang kita kembangkan di masa depan bukanlah kerukunan artifisial, yang sekedar di-buat-buat atau kerukunan yang bersifat verbalistik-semantik (hanya terucap dalam pidato-pidato) tetapi kerukunan yang benar-benar otentik dan dinamis, yang bertolak serta merupakan refleksi dari ajaran agama yang kita anut. Ke-rukunan yang seperti ini dilandasi ke-sadaran bahwa walaupun kita berbeda dari segi agama, tapi mempunyai tang-gung jawab yang sama untuk meng-upayakan kesejahteraan bagi semua orang.

Di negara kita yang memiliki Pan-casila sebagai dasar negara, kerukunan antarumat beragama itu harus diu-payakan dan diperkembangkan dalam konteks konsensus-konsensus nasional yang dimiliki bangsa kita, yaitu Pan-casila, UUD Negara RI 1945, sebagai dokumen konstitusional negara, yang mengikat kita secara nasional. Dengan demikian kerukunan yang harus diu-payakan adalah kerukunan yang tidak mengurangi atau membatasi melainkan justru memperkembangkan kebebasan beragama di Tanah Air kita. Kerukunan harus diwujudkan dalam keseimbangan yang dinamis, yaitu kebebasan yang tidak merusak kerukunan, dan kerukunan yang tidak mematikan kebebasan.

Kerukunan dalam konteks Indonesia juga berarti, bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak di-kenal wilayah yang terkotak-kotak, ber-dasarkan suku, agama, ras, golongan, dll, seolah-olah ada wilayah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang hanya bisa dihuni oleh satu kelompok agama dan atau satu kelompok suku saja. Kerukunan yang otentik dan di-namis harus ditegaskan tidak perlu dan tidak akan pernah bias diatur oleh sebuah ketentuan perundangan yang bersifat legalistik dan formalistik.

Menyadari bahwa dimensi misioner/dakwah dari agama-agama adalah unsur substansial dari setiap agama, maka kerukunan juga tidak boleh dimengerti sebagai sesuatu yang membatasi aspek misioner dari setiap agama. Pembatasan aspek misioner dari agama justru bisa diartikan sebagai penghilang/penge-birian dakwah/penyebaran agama itu harus dijaga agar benar-benar mencer-minkan keluhuran ajaran agama itu sendiri dan tidak dilakukan dengan pola-pola negatif (pemaksaan, bujukan, rayuan, dan lain-lain) yang justru ber-tentangan dengan ajaran agama.

Kedua, pembangunan rumah iba-dah dan pelaksanaan peribadahan. Pengembangan kehidupan beragama di Indonesia tak dapat tidak harus mengacu pada Pancasila dan UUD Negara RI 1945 serta konsensus nasional yang dimiliki negara kita. Sebagai implementasi dari rumusan di atas, maka sudah selayaknya warga negara yang menganut berbagai agama di Indonesia tidak mengalami hambatan dalam mengekspresikan ke-bebasan beragama mereka, tidak meng-alami kesulitan dalam membangun ru-mah-rumah ibadah serta memiliki ja-minan hukum untuk memeluk agama yang mereka yakini.

Adanya rumah ibadah dalam suatu wilayah pemukiman yang sebelumnya tidak pernah ada merupakan konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan yang mengakibatkan terjadinya mobilitas pen-duduk. Kehadiran rumah ibadah serta fasilitas peribadahan di suatu wilayah harus dimengerti sebagai bagian padu dari komponen pembinaan mental-spi-ritual, sebab itu pembangunannya harus didukung pemerintah dan masyarakat.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No.

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 9

Page 10: Buletin BSNP Edisi 4 2011

8 Tahun 2006 ternyata belum memadai sebagai acuan dalam rangka mengatur perizinan pembangunan rumah ibadah.

Kegiatan peribadahan seorang warga negara kepada Tuhan sebagai bagian dari hak asasinya, tentunya tak bisa di-hentikan dan atau dilarang, hanya karena tempat yang khusus untuk kegiatan ini belum ada. Pembangunan mesjid, gereja, pura, wihara sesuai dengan Pancasila semestinya tidak boleh mengalami kesulitan, di wilayah manapun di In-donesia, sebab pembangunan tersebut dipahami sebagai sarana pembinaan mental-spiritual umat.

Ketiga, sikap kenegarawanan para penyelenggara negara. Sikap arif para penyelenggara negara, khususnya dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan beragama harus le-bih mewujud justru karena masalah-masalah agama adalah masalah yang sangat peka. Sikap arif dan bijaksana itu diwujudkan melalui tindakan dan sikap yang adil, netral, respek dan pengayom terhadap seluruh warga negara tanpa mempertimbangkan latar belakang agama mereka.

Para penyelenggara negara harus memberi teladan, misalnya dalam melaksanakan doa di depan publik. Dan pada waktu acara hari raya nasional, kegiatan kenegaraan, doa pada acara-acara yang bersifat umum, sebaiknya mempertimbangkan dan mengapresiasi umat atau masyarakat yang hadir, yang terdiri dari berbagai latar belakang agama. Pemimpin doa dapat memulai doa dengan kata-kata sebagai berikut: “Sebagai umat beragama kita patut bersyukur kepada Tuhan karena karya-karyaNya yang besar dalam sejarah kehidupan kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai bangsa. Silakan sauda-ra-saudara berdoa sesuai dengan agama saudara, saya akan berdoa secara agama saya.”

Keempat, publikasi/penerbitan. Se-lain materi keagamaan dalam bentuk kaset atau video kaset, yang sangat besar pengaruhnya dalam mengarahkan pola pikir umat, maka bahan-bahan bacaan serta berbagai jenis publikasi selain besar pengaruhnya, juga memiliki daya jangkau yang sangat luas ke setiap daerah dan ke setiap orang. Menyadari daya jangkau serta pengaruh besar yang dimiliki oleh bahan-bahan becaan,

maka harus diupayakan agar publikasi keagamaan memacu umat memiliki wawasan keagamaan yang makin luas dan mendalam, sekaligus wawasan ke-bangsaan yang kukuh.

Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, maka publikasi-publikasi yang sifatnya mendiskreditkan sesuatu agama atau yang bernada menghasut, memperuncing hubungan antara umat beragama seharusnya tidak layak untuk diterbitkan.

Kelima, kontribusi agama-aga-ma dalam pembangunan bangsa. Per-lu peningkatan upaya untuk menge-fektifkan wujud nyata sumbangan aga-ma-agama dalam pelaksanaan pem-bangunan bangsa antara lain:a. Kajian-kajian etis pada isu-isu peren-

canaan pembangunan, antara lain arah pembangunan yang manusiawi dalam industrialisasi, termasuk pengembangan kawasan-kawasan pemukiman, mobilitas penduduk dan pariwisata, perkembangan tek-nologi komunikasi.

b. Kajian-kajian etis pada isu-isu kri-tis dalam proses pembangunan: ke-senjangan sosial, kolusi , korupsi, kemajuan teknologi kedokteran, pe-langgaran HAM dan sebagainya.

c. Pembentukan satuan tugas antar kementerian mengenai isu-isu ak-tual antara lain: kemerosotan har-kat kemanusiaan sebagi akibat ken-dornya moralitas, demoralisasi war-ga bangsa, menanggulangi penye-baran HIV/AIDS, tingginya mobilitas penduduk, konflik-konflik dalam masyarakat, bahaya narkoba, KB/kesehatan reproduksi pengalaman Pancasila dalam mehidupan sehari-hari.Keenam, reformasi internal. Dalam

rangka perlibatan semua unsur agama-agama dalam Kementerian Agama se-hingga peran serta agama-agama da-lam pembangunan lebih produktif, maka perlu dipikirkan pembaharuan struktur Kementerian Agama, dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:a. Terbukanya fungsi-fungsi yang ber-

sifat umum dalam Kementerian Aga-ma, bagi semua ahli dari berbagai agama (misal, untuk staf ahli, Se-kretariat Jenderal, Inspektorat Jen-deral, Biro Hukum dan lain-lain)

b. Pengadaan tenaga-tenaga pembimas

Vol. VI/No. 4/Desember 201110

Page 11: Buletin BSNP Edisi 4 2011

agama-agama untuk semua provinsi sangat diperlukan juga pengem-bangan Direktorat Jenderal Agama.Ketujuh, Wadah Musyawarah An-

tar Umat Beragama (WMAUB). Wadah ini perlu dihidupkan lagi dan dibentuk di setiap provinsi, sehingga pemikiran-pemikiran positif konstruktif yang di-hasilkan lembaga tersebut di tingkat pusat bisa dapat segera mengalir ke daerah-daerah. Kementerian Agama me-lalui WMAUB bisa lebih efektif dalam mengembangkan kerukunan. Peran WMAUB tidak bisa digantikan oleh FKUB yang dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan No. 8 Tahun 2006.

Kedelapan, kesatuan pemahaman tentang hakikat Negara Pancasila. Negara Republik Indonesia bukan ne-gara sekuler dan bukan negara agama. Rumusan yang bersifat negasi ini me-miliki makna yang amat dalam, tentang filosofi kehidupan bernegara dalam konteks Pancasila sebagai dasar negara. Pemahaman tentang konsepsi kehidupan bernegara sebagaimana disebut di atas, mengandung dua aspek mendasar, yaitu bahwa tidak ada pemisahan yang mutlak antara negara dan agama, dan bahwa negara tidak mengatur dan atau campur tangan terhadap bidang-bidang yang menjadi bagian dari tanggung jawab agama.

Aktualisasi dari pernyataan bahwa negara kita bukan negara sekuler adalah bahwa pemerintah bersama-sama rakyat berjuang terus untuk melawan segala bentuk pengerdilan serta penggeseran kehidupan spiritrual yang diakibatkan oleh pengaruh modernisasi dan globali-sasi. Wujud nyata dari ungkapan bahwa negara kita bukan negara agama adalah

bahwa negara melindungi, mengayomi, member dukungan dan kesempatan serta bertindak adil terhadap semua agama sehingga semua agama dan ber-kepercayaan terhadap Tuhan Yang Ma-ha Esa mampu secara terus-menerus dan bersama-sama memberikan lan-dasan spiritual, moral dan etik bagi pembangunan nasional sebagai penga-malan Pancasila.

Konsekuensi logis bahwa negara ki-ta bukan negara agama, maka dengan sendirinya negara sebagai institusi ti-dak berteologi, pelaksanaan upacara agama, dilakukan oleh penganut agama, sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Negara tidak bisa menetapkan dan atau mengubah hari raya agama, negara bersikap netral terhadap agama. Negara tidak memposisikan diri sebagai institusi yang memberi “pengesahan” terhadap eksistensi suatu agama.

Catatan AkhirUndang-Undang RI No. 17 Tahun

2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2005-2025 memberi penegasan bahwa arah pembangunan 20 tahun mendatang di bidang agama adalah “memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan.

Disamping itu pembangunan agama diarahkan pula untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, teng-gang rasa dan harmonis.”

Arah pembangunan agama seba-gaimana dirumuskan diatas menjadi amat penting dan strategis untuk te-rus menerus menjadi nafas dan be-nang merah program dan kegiatan Ke-menterian Agama. Kementerian Aga-ma harus mampu menjadi benteng ke-rukunan dan penjaga keutuhan NKRI. Kerjasama sinergis Kementerian Agama dengan berbagai Kementerian Lain di Indonesia, termasuk Kementerian Pen-didikan dan Kebudayaan dan berbagai elemen dalam masyarakat menjadi se-suatu yang tak bisa ditawar lagi. l

Pembangunan agama diarahkanuntuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan

rasa saling percaya dan harmonisasi antar kelompok masyarakat sehingga tercipta

suasana kehidupan masyarakat yang penuh toleransi, tenggang

rasa dan harmonis

----Weinata Sairin----

“ “

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 11

Page 12: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Djemari Mardapi menyampaikan cendera mata dari BSNP kepada Ceri Morgan di Office for Standard in Education (OFSTED).

BSNP selalu berusaha meningkatkan tingkat kualitas penyelenggaraan Uji-an Nasional (UN). Salah satu caranya

adalah dengan melakukan benchmarking penyelenggaraan ujian di luar negeri. Un-tuk kepentingan ini empat anggota BSNP melakukan kunjungan ke London Inggris dari tanggal 23 sampai dengan 27 Oktober 2011. Mereka adalah Djemari Mardapi, Zaki Baridwan, Mungin Eddy Wibowo, dan Djaali. Bagaimana penyelenggaraan ujian di London, apa peran lembaga pengujian, sekolah, dan pemerintah, serta bagaimana menjaga kerahasiaan serta kejujuran ujian, berikut ini pengalaman mereka sebagaimana dituturkan kepada Bambang Suryadi dari Buletin BSNP.

Menurut Djemari Mardapi ada tiga lem-baga pengujian yang dikunjungi di London, yaitu Cambridge International Examination (CIE), Institute of Education (IOE), dan Office for Standard in Education (OFSTED). “Tiga lembaga ini sengaja kita pilih karena memiliki kredibilitas dan pengalaman yang lama dalam penyelenggaraan ujian”, ungkap Djemari mengawali kisah perjalanannya.

Hari pertama (24/10/2011), tim BSNP mengunjugi CIE dan IOE. CIE merupakan badan independen di bawah University of Cambridge yang melakukan pengujian pada level in-ternasional, khususnya di negara-negara per-

semakmuran. Hingga saat ini sudah ada 160 negara yang pengujiannya ditangani oleh CIE. Sebagai badan independen, CIE memiliki misi memberikan layanan pendidikan yang bermutu. CIE juga menghasilkan sejumlah tes untuk pengujian.

Lebih lanjut, Djemari mengatakan, di-antara jenis tes yang dikembangkan CIE adalah tes untuk seleksi masuk perguruan tinggi dan tes untuk sertifikat level sekolah dasar dan sekolah menengah. Selain itu, CIE juga memberikan perhatian terhadap proses belajar mengajar (teaching and learning) dengan melihat hasil tes. “Hasil tes CIE merupakan informasi kuantitatif tentang deskripsi learning dengan melihat kurikulum di sekolah”, ungkap Djemari seraya me-nambahkan bahwa tes yang digunakan dalam bentuk pilihan ganda dan uraian pada level aplikasi.

Siapa yang menyusun soal? Soal disusun oleh guru yang terlatih dan berpengalaman. Dalam hal ini, CIE juga memiliki program pelatihan penyusunan soal bagi guru-guru. Program ini disusun mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, sampai ke pra-universitas, termasuk O level dan A level. “Dengan adanya pelatihan seperti ini ditambah dengan pengalaman dalam penyusunan soal, maka kualitas tes yang disusun CIE termasuk

Benchmarking Sistem Penilaian Pendidikandi Inggris

Vol. VI/No. 4/Desember 201112

Page 13: Buletin BSNP Edisi 4 2011

tinggi”, ucap Djemari sambil menambahkan soal CIE menguji tingkat berpikir tinggi dan pemecahan masalah.

Selain itu CIE telah mendapat penga-kuan internasional melalui program yang disebut International General Certificate Secondary Education (IGCSE). IGCSE ada-lah sebuah kualifikasi yang diakui secara internasional untuk siswa sekolah, biasanya dalam kelompok usia 14-16 tahun. “Jadi sis-wa yang memiliki sertificat ini (IGCSE) diakui secara internasional dan dapat meneruskan ke perguruan tinggi di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Uni Eropa, Timur Tengah, Asia Barat, Selandia Baru, Pakistan, Sri Lanka dan di seluruh dunia”, ungkap Djemari.

Dalam kunjungannya ke IOE, tim BSNP diterima oleh Prof. David Scott. Ada enam jenis standar yang dikembangkan oleh IOE. Keenam standar tersebut adalah standar kurikulum, standar strategi dan pendekatan pedagogi, standar asesmen dan evaluasi, standar individu, standar sekolah, dan sistem pendidikan. “Standar merupakan kualitas pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan. Standar ini harus jelas dan disampaikan ke siswa”, ungkap Djemari menirukan penjelasan David Scott.

Dalam pelaksanaan standar tersebut, tambah Djemari, ada empat elemen kunci yang sangat berpengaruh, yaitu siswa, guru, kepala sekolah, dan orang tua. “Oleh sebab itu, pemahaman mereka (siswa, guru, kepala sekolah, dan orang tua) tentang standar sangat penting sehingga standar tersebut dapat dilaksanakan dengan baik”, tegas Djemari.

Pendidikan yang baik ditandai dengan penilaian yang baik. Pendidikan pada sekolah dasar menekankan pada masalah bermain, berkomunikasi, dan mengenal diri, bukan pada pelajaran. Sedangkan standar penilaian di sekolah dasar mencakup pengetahuan dan keterampilan. Level standar yang diukur adalah analisis, sintesis, dan penyelesaian masalah. “Standar menentukan apa yang harus diketahui dan mampu dilakukan oleh anak”, ungkap Djemari.

Secara terpisah Mungin Eddy Wibowo anggota rombongan menuturkan pada hari

kedua, tim BSNP mengunjungi OFSTED (25/10/2011). OFSTED merupakan lembaga yang besar di bawah Yang Mulia Ratu Inggris (Her Majesty) dalam melaksanakan tugas untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

“Tugas utama lembaga ini (OFSTED) adalah memberik masukan kepada sekolah-sekolah untuk meningkatkan kualitas se-kolah, terutama pada sekolah-sekolah yang kategori rendah. Pegawai lembaga ini diangkat langsung oleh Ratu dan dilindungi dengan baik secara politik”, ungkap Mungin seraya menambahkan anggaran berasal dari pemerintah namun tetap melalui persetujuan parlemen.

Tugas lembaga ini, lanjut Mungin, adalah melakukan inspeksi pada sekolah-sekolah untuk menilai kinerja sekolah. Setiap in-spektor dilengkapi dengan instrumen dan melakukan observasi di kelas untuk me-ngetahui kualitass pembelajaran. Inspek-tor mengunjungi sekolah selama lima hari. Inspektor dipilih oleh guru-guru senior yang berpengalaman dan yang sukses termasuk kepala sekolah.

Zaki Baridwan anggota rombongan menuturkan kurikulum nasional dikem-bangkan oleh pemerintah melalui pem-bentukan tim penyusun kurikulum. “Setiap sekolah menggunakan kurikulum nasional, atau bisa juga mengembangkan kurikulum sendiri dengan mengacu kepada kurikulum nasional”, ungkap Zaki di sela-sela rapat pleno BSNP.

Terkait dengan penilaian, tambah Zaki Baridwan, setiap sekolah dinilai melalui pe-nilaian terhadap kinerja guru, kepala sekolah, dan pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas, laboratorium, dan prestasi yang dicapai siswa.

Menurut Zaki Baridwan, hasil penilaian dikatagorikan menjadi tiga, yaitu sekolah sangat baik, sekolah baik, dan sekolah ku-rang baik. Fokus penilaian terutama pa-da sekolah-sekolah yang rendah. Pada se-kolah-sekolah katagori baik, penilaian lebih jarang dilakukan. Penilaian dilakukan pada komponen-komponen yang ditengarai ren-dah. Misi lembaga ini adalah untuk menjaga agar sekolah yang baik tetap baik dan sekolah yang kurang baik menjadi baik.

Sebagai implikasi yang bisa diterapkan di Indonesia adalah melalui tim akreditasi dan pengawas sekolah. Hal yang perlu di-perhatikan adalah kemampuan pengawas, komitmen, dan kejujuran pengawas sekolah. Selain itu perlu kerja dinergis antara tim BAN-SM dan pengawas sekolah. l

Pendidikan yang baik ditandai dengan penilaian yang baik

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 13

Page 14: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Berita BSNP*

Ujian Nasional atau UN tahun 2012 tetap akan diselenggarakan untuk jenjang pendidikan

dasar dan menengah dengan kriteria kelulusan yang sama pada tahun 2011. Yaitu kriteria kelulusan yang menggabungkan antara nilai sekolah/madrasah de-ngan nilai UN dengan bobot 40% dan 60%. Sekarang UN tidak perlu diperdebatkan. Sebaliknya, sekarang saatnya untuk bersatu dan bekerja keras, mulai dari jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sampai ke sekolah/madrasah, demi mensukseskan penyelenggaraan UN tahun 2012.

Demikian arahan Menteri Pendidikan dan Ke-budayaan (Mendikbud) ketika meluncurkan pe-nyelenggaraan UN tahun 2012 di Jakarta, Rabu (30/11/2011). Hadir dalam acara ini anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), para Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Rektor Perguruan Tinggi Negeri, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), dan para undangan lainnya.

Lebih lanjut Mendikbud mengungkapkan, ada beberapa indikator untuk mengukur kesuksesan penyelenggaraan UN. Pertama, keterjaminan dari sisi keamanan tentang kerahasiaan soal Un. “Harus dipastikan soal UN itu aman dan rahasia dengan merinci titik-titik rawan yang mengarah kepada kelemahan kerahasiaan dan keamanan soal UN. Per-cuma UN dilaksanakan dengan biaya tinggi kalau soalnya bocor”, ungkap Mendikbud sambil menam-bahkan kerahasiaan dan keamanan itu ibarat setali mata uang.

Kedua, distribusi soal yang harus tepat dari sisi waktu dan tetap dari sisi jumlah. “Jangan sampai ter-jadi, ujian dilaksanakan hari ini tetapi soal baru da-tang besuk. Atau soal datang tepat waktu tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah peserta UN”, pesan Mendikbud yang menekankan kelancaran dis-tribusi soal.

Ketiga, saat pelaksanaan UN. Pada saat pelak-

Menteri Pendidikan danKebudayaan Mohammad Nuh dan Djemari Mardapi Anggota BSNP memberikan penjelasan kepada wartawan seusai peluncuran penyelenggaraan Ujian Nasional 2012 di Jakarta (30/11/2011)

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LUNCURKAN UN TAHUN 2012

sanaan UN energi dan pikiran kita akan banyak ter-serap. “Pada saat pelaksanaan supaya mengacu ke-pada rambu-rambu penyelenggaraan UN yang telah kita susun baik dalam bentuk Peraturan Menteri Pen-didikan dan Kebudayaan maupun Prosedur Operasio-nal Standar (POS) UN”, ungkap Muhammad Nuh.

Terkait dengan penggandaan naskah soal UN, Muhammad Nuh mengatakan bahwa mulai tahun 2012 penggandaan naskah soal UN akan dilakukan secara sentralisasi. “Tahun yang lalu penggandaan naskah soal diserakan ke masing-masing penyelenggara UN tingkat provinsi, tetapi pada tahun 2012 pencetakan naskah soal UN akan disentralisasikan”, ungkap Men-dikbud dengan memberikan alasan semakin banyak jumlah percetakan, semakin susah melakukan penga-wasannya.

Sementara itu, Djemari Mardapi Ketua Penyeleng-gara UN Tingkat Pusat dalam laporannya mengatakan BSNP telah melakukan persiapan-persiapan untuk penyelenggaraan UN. “BSNP telah menyiapkan konsep Permendikbud tentang kriteria kelulusan dari satuan pendidikan dan penyelenggaraan UN, POS UN, kisi-kisi soal UN, dan buku saku tanya jawab tentang UN sebagai bahan sosialisasi ke daerah-daerah”, ungkap Djemari Mardapi.

Dalam hal penjadwalan, tambah Djemari

Harus dipastikan soal UN itu amandan rahasia dengan merinci titik-titik

rawan yang mengarah kepada kelemahan kerahasiaan dan keamanan soal UN. Percuma UN dilaksanakan denganbiaya tinggi kalau soalnya bocor

----Mendikbud Mohammad Nuh----

“ “

Vol. VI/No. 4/Desember 201114

* Bambang Suryadi

Page 15: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Berita BSNP

Mardapi, BSNP telah berkoordinasi dengan pihak Ke-menterian Agama terkait dengan hari libur nasional dan keagamaan. “Jadwal pelaksanaan UN disusun dengan menyesuaikan hari libur nasional dan libur keagamaan sehingga peserta didik bisa mengikuti UN dengan tenang, aman, dan nyaman”, ungkap Djemari sambil menyebutkan untuk UN SMA/MA, SMALB dan SMK dimulai dari tanggal 16 sampai dengan 19 April 2012 dan UN SMP/MTs, SMPLB dimulai dari tanggal 23 sampai dengan 26 April 2012, dan UN SD/MI dan SDLB dimulai dari tanggal 7 sampai dengan 9 Mei 2012.

Pengumuman kelulusan peserta didik dari sa-tuan pendidikan dilakukan oleh masing-masing se-kolah/madrasah. “Untuk SMA/MA, SMALB, dan SMK pengumuman paling lambat tanggal 26 Juni 2012

dan untuk SMP/MTs dan SMPLB pengumuman paling lambat tanggal 2 Juni 2012”, tambah Djemari Mardapi.

Penyelenggaraan UN merupakan kepentingan bersama, oleh karena itu diperlukan kerjasama dari semua pihak. Dalam hal ini, BSNP memberikan se-bagian wewenangnya kepada perguruan tinggi ne-geri untuk melakukan pengawasan pelaksanaan UN dan pemindaian lembar jawaban UN untuk SMA/MA, dan SMK.

Secara terpisah, Weinata Sairin anggota BSNP menjelaskan pentingnya memegang prinsip-prinsip kejujuran, kerahasiaan, keamanan, dan kelancaran dalam penyelenggaraan UN. “Kita perlu menge-depankan prinsip JURAHMANCAR yaitu JUJUR, RAHASIA, AMAN, dan LANCAR”, ungkap Weinata Sairin dalam rapat pleno BSNP. l

KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA JALIN KERJASAMA DENGAN BSNP

Menaldi Rasmin Ketua KKI

(berbaju batik) dan M. Aman

Wirakartakusumah Ketua BSNP saling

menyerahkan dokumen nota kesepahaman

yang telah ditandatangani

dengan disaksikan oleh anggota

BSNP

Bertempat di ruang sidang BSNP, pada hari Selasa (8/11/2011) telah berlangsung penanda-

tangan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Konsil Kedokteran In-donesia (KKI) dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pihak KKI diwakili oleh Menaldi Rasmin Ketua KKI dan pihak BSNP diwakili oleh M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP dengan disaksikan oleh anggota BSNP dan jajaran pengurus KKI.

Menaldi Rasmin dalam sambutannya menyam-paikan terimakasih kepada BSNP yang telah bersedia melakukan penandatanganan nota kesepahaman. “Ini merupakan kesempatan yang sangat berarti dan bermakna bagi KKI dalam pengembangan pro-gram ke depan”, ungkap Menaldi Rasmin seraya me-nambahkan bahwa pelindung KKI adalah Farid Anfasa Moeloek anggota BSNP yang pernah memimpin KKI periode pertama.

KKI merupakan suatu badan otonom, mandiri, nonstruktural dan bersifat independen, yang ber-tanggung jawab kepada Presiden RI. “ KKI memiliki fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan serta

pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran dalam rangka meningkatkan mu-tu pelayanan medis”, ungkap Menaldi Rasmin yang didampingi 8 orang dari jajaran pengurus KKI yang meliputi Wakil Ketua, Sekretaris, Ketua Divisi Pem-binaan Konsil Kedokteran Gigi, Bagian Pendidikan, dan Bagian Hukum.

Menurut Menaldi Rasmin, KKI bertugas melakukan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan stan-dar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi. Mela-kukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.

Terkait dengan standar pendidikan kedokteran, KKI mengeluarkan standar kedokteran yang telah di-terapkan dalam standar kurikulum kedokteran. “Ini semua dimaksudkan untuk pengamanan bagi peng-guna profesi kedokteran”, ungkap Menaldi.

KKI memiliki wewenang menyetujui dan meno-lak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi. Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi. Mengesahkan standar kompetensi. Melakukan peng-

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 15

Page 16: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Berita BSNP

ujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi. Mengesahkan penerapan cabang ilmu ke-dokteran dan kedokteran gigi. Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi. Melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh or-ganisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Isi nota kesepahaman mencakup tiga poin pen-ting. Pertama, penetapan dan pengesahan Standar Pendidikan Profesi Kedokteran/Kedoteran Gigi dan termasuk di dalamnya Standar Kompetensi Lulusan merupakan tugas dan wewenang KKI dalam proses pengesahannya sesuai dengan ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Kedua, penyusunan Stan-

dar Pendidikan Profesi Kedokteran/Kedokteran Gigi juga mengakomodasi Standar Pendidikan Nasional yang ditetapkan oleh BSNP. Ketiga, untuk terbangunnya kemandirian KKI dalam melakanakan tugas dan wewenangnya, KKI dan BSNP sepaham untuk saling mendukung, mendorong, dan bekerja sama.

Ketua BSNP, M. Aman Wirakartakusumah me-nyambut baik penandatanganan nota kesepahaman ini. “Dengan adanya kerjasama ini meningkatkan rasa percaya diri anggota BSNP”, ungkap Aman sera-ya menambahka tugas BSNP beragam, mulai dari pengembangan standar sampai dengan penyeleng-garan ujian nasional dan seleksi buku teks pelajaran.

Melalui kerjasama ini, lanjut Aman, akan mem-perkaya dan meningkatkan kiprah dan keberadaan BSNP dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional. Semoga harapan ini dapat terwujud. Amin. l

Kegiatan uji publik draf standar sarana dan pra-sarana pendidikan tinggi program pascasarjana

dan profesi dilaksanakan di Jakarta dari tanggal 13 sampai dengan 15 November 2011 dan diikuti oleh 49 undangan/reviewer, 18 tim ahli, dan 6 anggota BSNP. Kegiatan uji publik ini merupakan kegiatan ke-8 dari sembilan rangkaian penyusunan draf standar. Undangan terdiri atas akademisi dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, BAN-PT, Direk-torat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pen-didikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pen-didikan Islam Kementerian Agama, Direktur Program Pascasarjana, Kepala Kopertis, dan Asosiasi Profesi.

Edy Tri Baskoro anggota BSNP sekaligus seba-gai koordinator kegiatan dalam sambutannya me-nyampaikan bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelak-sanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

Standar Nasional Pendidikan, lanjut Edy Tri Bas-koro, bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

Peserta uji publik menelaah draf standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program pascasarjana dan profesi sebelum melakukan diskusi kelompok yang didampingi oleh tim ahli pengembangan standar sarana dan pasarana

UJI PUBLIK DRAF STANDAR SARANA DAN PRASARANA PROGRAM PASCASARJANA DAN PROFESI

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar Nasional Pendidikan di-sempurnakan secara terencana, terarah, dan berke-lanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehi-dupan lokal, nasional, dan global.

Terkait dengan standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi, pada tahun 2009 BSNP telah me-nyusun standar sarana dan prasarana untuk program sarjana dan pada tahun 2010 BSNP mengembangkan standar sarana dan prasarana program vokasi. Pada tahun 2011 BSNP mengembangkan standar sarana dan prasarana program pascasarjana dan profesi. “Dengan demikian BSNP telah mengembangkan seluruh standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi”, ungkap Edy seraya menambahkan kegiatan pada tahun 2012 akan difokuskan pada pemantauan standar.

Dalam pelaksanaannya, hari pertama uji publik diawali dengan pemaparan Standar Nasional Pen-didikan oleh Edy Tri Baskoro dengan tujuan untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tentang standar nasional pendidikan. Berikutnya adalah

Vol. VI/No. 4/Desember 201116

Page 17: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Berita BSNP

pemaparan tentang draf standar sarana dan prasara-na pendidikan tinggi program pascasarjana dan pro-fesi yang disampaikan oleh Paramita Atmodiwirjo. Usai kedua pemaparan tersebut, dilakukan pan-dangan umum dari para undangan.

Pada hari berikutnya, undangan dibagi men-jadi empat kelompok, yaitu kelompok bidang ilmu kedokteran dan kesehatan, MIPA serta geografi; kelompok bidang teknik, komputer dan pertanian; kelompok ilmu-ilmu sosial dan kependidikan; dan kelompok humaniora, seni dan desain, serta keagamaan. Di masing-masing kelompok ada tim ahli yang mendampingi para undangan. Sementara acara diskusi dipimpin oleh ketua dengan dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih oleh anggota kelompok. Melalui diskusi kelompok inilah para undangan memberikan masukan, saran, dan usulan untuk perbaikan draf yang terkait dengan aspek keterbacaan dan kesesuaian draf standar tersebut. Dari segi keterbacaan yang ditelaah adalah apakah

draf tersebut mudah dipahami atau tidak. Sedangkan dari aspek kesesuaiannya, apakah draf tersebut terlalu tinggi, sesuai, atau kurang sesuai untuk program pascasarjana dan profesi.

Usai diskusi kelompok, diadakan pleno dimana setiap ketua kelompok menyampaikan hasil diskusi dalam bentuk catatan dan rekomendasi untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari seluruh undangan. Secara umum, menurut peserta uji publik, draf standar tersebut mudah dimengerti dan telah sesuai dengan kondisi di lapangan dan pengembangan ke depan dengan beberapa catatan yang bersifat redaksional dan substansial.

Perlu dicatat, bahwa rekomendasi pleno tersebut merupakan masukan yang akan dibahas lebih lanjut oleh tim ahli bersama BSNP untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan draf standar pada kegiatan berikutnya, yaitu finalisasi draf standar yang diselenggarakan tanggal 18 sampai dengan 20 November 2011 di Jakarta. l

Anggota BAN PNFI mempresentasikan

draf instrumen akreditasi

pendidikan nonformal dan

informal di BSNP

BSNP memenuhi permintaan BAN PNF untuk memberi pertimbangan secara akademik

terhadap sepuluh instrumen akreditasi BAN PNF melalui rapat Pleno BSNP di Jakarta, Selasa (1/11/2011). Sepuluh instrumen tersebut adalah Program Administrasi dan Manajemen, Program Seni Tari, Program Bordir, Program Ekspor Impor, Program Aritmetika, Program Aritmetika, Program Penyiaran/Broadcasting, Program Perpajakan, Pro-gram Perbankan, dan Program Tour dan Travel.

Dalam menelaah instrumen akreditasi yang diusulkan BAN PNF, BSNP mengacu kepada stan-dar pendidikan nonformal yang telah dikem-bangkan BSNP. “Dalam hal instrumen yang dikem-bangkan belum memiliki standar, maka perlu segera dibuatkan standar”, ungkap M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP.

Berdasarkan masukan dan tanggapan dari anggota BSNP, tim pengembang instrumen akre-ditasi BAN PNF akan melakukan perbaikan dan penyempurnaan draf instrumen. “Tim akan mem-perbaiki draf instrumen ini sesuai dengan masukan

BSNP BAHAS 10 INSTRUMEN AKREDITASI BAN PNFdari anggota BSNP”, ucap ketua tim pengembangan instrumen akreditasi BAN PNF. Selanjutnya, draf tersebut akan direkomendasikan kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan untuk ditetapkan menjadi Peraturan Menteri.

Menurut Mungin Eddy Wibowo anggota BSNP, akreditasi pendidikan nonformal berfungsi untuk pembinaan lembaga kursus, bukan untuk menghakimi. “Dalam melakukan akreditasi nanti jangan sampai salah tujuan. Tujuan akreditasi ini adalah untuk pembinaan bukan untuk menghakimi lembaga pendidikan nonformal”, ungkap Mungin.

Sementara itu Richardus Eko Indrajit Sekretaris BSNP mengatakan tujuan pendidikan non formal adalah untuk memberikan akses pendidikan se-luas-luasnya kepada warga masyarakat dan un-tuk meneruskan pendidikan. Dengan adanya akre-ditasi, maka paradigmanya dirubah menjadi akses kepada pendidikan yang bermutu dan melanjutkan pendidikan yang bermutu pula (access to quality education and continuing quality education). l

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 17

Page 18: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Lensa BSNP

Farid Anfasa Moeloek (duduk tengah) anggota BSNP dan koordinator kegiatan Evaluasi Pendidikan Tinggi Berdasarkan Paradigma Pendidikan Nasional berpose bersama anggota tim ahli di kantor BSNP.

Hafid Abbas Guru Besar UNJ (kiri) didampingi M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP (kanan)

memberikan pandangannya tentang Ujian Nasional kepada anggota BSNP di Jakarta.

Bahrul Hayat Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (kiri) didampingi M. Aman Wirakartakusumah Ketua BSNP (kanan)

menyampaikan pandangannya tentang latar belakang penyusunan Sistem Pendidikan Nasional dan implementasinya

kepada anggota BSNP di Jakarta.

Bambang Suryadi (kanan) membacakan naskah nota kesepahaman antara Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan BSNP sesaat menjelang

penandatangan nota kesepahaman tersebut di kantor BSNP.

Vol. VI/No. 4/Desember 201118

Page 19: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Lensa BSNP

Vol. VI/No. 4/Desember 2011 19

Anggota BSNP dan tim ahli pengembangan standar sarana dan prasarana pendidikan tinggi program pascasarjana dan profesi berpose bersama setelah menyelesaikan

seluruh rangkaian kegiatan pengembangan standar di kantor BSNP

Staf profesional, staf keuangan, dan staf sekretariat BSNP mengekspresikan rasa syukur dan kegembiraan mereka melalui photo bersama setelah

dalam acara halal bi halal dan malam keakraban di Jakarta

Mansyur Ramly (lajur depan berdasi, mantan Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) bersama

anggota BSNP periode pertama dan kedua dalam acara halal bi halal dan malam

keakraban di Jakarta

Perwakilan dari Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama

beraudiensi dengan anggota BSNP untuk membahas tentang

ujian akhir sekolah di sekolah keagamaan Kristen.

Page 20: Buletin BSNP Edisi 4 2011

Lensa BSNP

Anggota BSNP dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berpose bersama setelah penandatanganan nota kesepahaman di

kantor BSNP.

Delegasi BSNP diterima oleh Duta Besar Indonesia untuk Inggris. Dari kiri ke kanan, Mungin Eddy Wibowo, Djaali, Duta Besar

Indonesia untuk Inggris, Djemari Mardapi, dan Zaki Baridwan.

Dari kiri ke kanan, Imam Tholhah, Djemari Mardapi, M. Aman Wirakartakusumah, dan Amin Haidari dalam pembahasan tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk madrasah.