Buletin Bedug Edisi 123

4
RUBRIK REDAKSI Selamat Jalan Jamaah Haji M I M B A R Oleh: HM. Buchori, SH, M.Si Walikota Probolinggo Mimbar Selamat Jalan Jamaah Haji Khutbah Pesantren Memahami Makna Haji, Meraih Mabrur Halaqah Keagamaan Hukum Memindah Kuburan ke Tempat Lain Serambi Pesantren Pancasila di Mata Pesantren Takmiriyah Edisi No. 123 Jum'at Pahing/Oktober 2012 Penerbit: Bedug Institute, Penanggung Jawab: RMI-NU Kota Probolinggo, Pemimpin Umum: Abd Azis, S.Kom,. S.Sos.I, Pemimpin Redaksi: Hasanuddin, SHI, Sekretaris Redaksi: Moh. Agus, Keuangan dan Sirkulasi: Ihya’ Aminuddin, S.Ag, Lukman Hakim A.I, S.Sos.I, Redaktur: Dr. M. Sulthon, MA., Muzammil, S.H.I, Mushafi M, Tata Letak: Badrut Tamam Khafi, Alamat Redaksi: Perumnas Jl. Mastrip blok C-22, No. Tlp: 081336800282, E-mail: [email protected]. Iklan: Redaksi menerima pemasangan iklan. Harga langganan 50 eksemplar Rp. 25.000 I badah haji adalah rukun Islam yang terakhir. Dia sebagai penyempurna empat rukun Islam sebelumnya. ke- wajiban haji hanya dibebankan kepada muslim yang mampu (istitha’ah) baik se- cara fisik maupun materi. Karena itulah, haji merupakan ritus ibadah yang istimewa. Mereka yang ter- panggil ke tanah suci adalah orang-orang pilihan (khairu al ummah). Sehingga menjadi sebuah keniscayaan bagi mereka yang terpilih untuk merenungkan secara mendalam substansi simbolitas syarat- rukun haji. Dengan begitu, diharapkan mereka mampu menemukan energi trans- formatif internal yang dahsyat dan me- mancar keluar hingga terjadilah sinergi kesalehan ritual dan sosial. Pencapaian inilah yang terpenting dalam haji. Maka sangat disayangkan kalau diantara kita dalam memaknai haji terjebak dalam kubangan simbolitas syarat-rukun haji saja tanpa ada peruba- han yang signifikan ke arah transformasi kesalehan sosial, kecuali kesalehan ritual (setidaknya) dengan memboyong gelar haji. Padahal, kesalehan ritual dan kesale- han sosial tak dapat dipisahkan. Ibarat dua gambar dalam sekeping mata uang, keduanya harus menyatu. Kesalehan ritual semestinya mampu mendorong orang menjadi saleh sosial. Begitu pun sebaliknya, kesalehan sosial lahir karena intensitas yang massif dalam saleh ritual. Haji yang mabrur adalah kesatuan nilai dari seorang jammah haji setelah pulang dari tanah haram dengan menin- gkatnya ibadah dan harapan akan surga Allah kelak diakhirat nanti, selain haji ba- brur adalah nilai sosial yang perlu dijadi- kan refleksi bagi “Pak Haji” bahwa masih banyak diantara kita yang tidak mampu secara ekonomi dan pendidikan yang per- lu mendapatkan bantuan dan kepedulian bagi yang mampu. Selamat jalan jamaah haji, semoga menjadi haji yang babrur, meningkat iba- dahnya, banyak sadakahnya dan perha- tian kepada nasib sesamanya. Amin IBADAH HAJI, Menuju Kesempurnaan ISlam, Jiwa dan Raga

description

Buletin Jum'at Bedug Edisi 123 Oktober 2012

Transcript of Buletin Bedug Edisi 123

Page 1: Buletin Bedug Edisi 123

RUBRIK REDAKSI

Selamat Jalan Jamaah Haji

M I M B A R Oleh: HM. Buchori, SH, M.SiWalikota Probolinggo

● Mimbar Selamat Jalan Jamaah Haji

● Khutbah PesantrenMemahami Makna Haji,Meraih Mabrur

● Halaqah KeagamaanHukum Memindah Kuburan ke Tempat Lain● Serambi PesantrenPancasila di Mata Pesantren● Takmiriyah

Edisi No. 123 Jum'at Pahing/Oktober 2012

Penerbit: Bedug Institute, Penanggung Jawab: RMI-NU Kota Probolinggo, Pemimpin Umum: Abd Azis, S.Kom,. S.Sos.I, Pemimpin Redaksi: Hasanuddin, SHI, Sekretaris Redaksi: Moh. Agus, Keuangan dan Sirkulasi: Ihya’ Aminuddin, S.Ag, Lukman Hakim A.I, S.Sos.I, Redaktur: Dr. M. Sulthon, MA., Muzammil, S.H.I, Mushafi M, Tata Letak: Badrut Tamam Khafi, Alamat Redaksi: Perumnas Jl. Mastrip blok C-22, No. Tlp: 081336800282, E-mail: [email protected]. Iklan: Redaksi menerima pemasangan iklan. Harga langganan 50 eksemplar Rp. 25.000

Ibadah haji adalah rukun Islam yang terakhir. Dia sebagai penyempurna empat rukun Islam sebelumnya. ke-

wajiban haji hanya dibebankan kepada muslim yang mampu (istitha’ah) baik se-cara fisik maupun materi.

Karena itulah, haji merupakan ritus ibadah yang istimewa. Mereka yang ter-panggil ke tanah suci adalah orang-orang pilihan (khairu al ummah). Sehingga menjadi sebuah keniscayaan bagi mereka yang terpilih untuk merenungkan secara mendalam substansi simbolitas syarat-rukun haji. Dengan begitu, diharapkan mereka mampu menemukan energi trans-formatif internal yang dahsyat dan me-mancar keluar hingga terjadilah sinergi

kesalehan ritual dan sosial.Pencapaian inilah yang terpenting

dalam haji. Maka sangat disayangkan kalau diantara kita dalam memaknai haji terjebak dalam kubangan simbolitas syarat-rukun haji saja tanpa ada peruba-han yang signifikan ke arah transformasi kesalehan sosial, kecuali kesalehan ritual (setidaknya) dengan memboyong gelar haji.

Padahal, kesalehan ritual dan kesale-han sosial tak dapat dipisahkan. Ibarat dua gambar dalam sekeping mata uang, keduanya harus menyatu. Kesalehan ritual semestinya mampu mendorong orang menjadi saleh sosial. Begitu pun sebaliknya, kesalehan sosial lahir karena

intensitas yang massif dalam saleh ritual.Haji yang mabrur adalah kesatuan

nilai dari seorang jammah haji setelah pulang dari tanah haram dengan menin-gkatnya ibadah dan harapan akan surga Allah kelak diakhirat nanti, selain haji ba-brur adalah nilai sosial yang perlu dijadi-kan refleksi bagi “Pak Haji” bahwa masih banyak diantara kita yang tidak mampu secara ekonomi dan pendidikan yang per-lu mendapatkan bantuan dan kepedulian bagi yang mampu.

Selamat jalan jamaah haji, semoga menjadi haji yang babrur, meningkat iba-dahnya, banyak sadakahnya dan perha-tian kepada nasib sesamanya. Amin

IBADAH HAJI,Menuju Kesempurnaan ISlam, Jiwa dan Raga

Page 2: Buletin Bedug Edisi 123

Edisi No. 123 Jum'at Pahing/Oktober 2012

2

Memahami Makna Haji,Meraih Mabrur

Khutbah Pesantren

Sebagaimana dijelaskan dalam rukun Islam yang ke lima, bahwa umat Islam diwajibkan bagi yang mampu untuk menunaikan ibadah haji. Haji sebagai rukun Islam kelima

merupakan satu kewajiban mutlak terakhir bagi umat Muslin. Naik haji bisa menyucikan jiwa umat dari keserakahan, keta-makan dan kerakusan. Karena itu, dengan pergi haji diharapkan mampu mengangkat harkat dan martabat manusia yang sem-purna, memiliki hati yang bersih dari noda ‘kebusukan’ hidup.

KH. Azis Fadhal Rois Suryah PCNU Kota Probolinggo men-gatakan, pada hakikatnya, haji adalah penyempurna empat ru-kun Islam sebelumnya. Namun demikian, kewajiban haji hanya dibebankan kepada muslim yang mampu (istitha’ah) baik secara fisik maupun materi. Karena itulah, haji merupakan aplikasi ajaran Islam yang paling bergengsi. Syarat istitha’ah menjadikan haji sebagai ritus ibadah yang istimewa. Mereka yang terpang-gil ke tanah suci adalah orang-orang pilihan (khaira ummatin).

Lebih lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kademangan Kota Probolinggo ini mengatakan bahwa haji dalam konteks ini menjadi media pembangun moral manusia untuk berlaku baik dengan sesama makhluk. Haji menjadi pa-tokan utama untuk membangun solidaritas sosial yang tinggi. Dengan begitu, di antara sesama manusia tidak terpecah-pecah, tidak mengalami friksi-friksi sosial yang destruktif. Karena, manusia dilahirkan untuk saling menolong, saling mengisi dan melengkapi.

Dalam proses haji ini, mereka semua berpijak pada satu tu-juan bersama. Kehidupan dan hidup di bumi ini bukan untuk saling menindas dan saling menguasai, melainkan saling mem-baur dalam satu kebersamaan. Manusia dihadirkan untuk ber-bagi rasa dan pengalaman, saling mencurahkan suka dan duka atas dasar kemanusiaan.

Kita adalah satu keturunan, yakni Adam dan Hawa. Umat manyatu dalam satu kehidupan yang kohesif dan resiprokal. Umat manusia menjalin tali kasih sayang yang bernafaskan nurani kemanusiaan. Di antara kita perlu saling memberi dan menerima (take and give). “Haji merupakan satu pelatihan diri umat Muslim untuk menjadi makhluk sosial yang saling memerhatikan”. tambah Kiai Azis Fadhal.

Memahami Makna Haji MabrurSecara umum dapat dipahami,

bahwa setiap pelaksana ibadah haji bertujuan untuk memperoleh haji mabrur. Tujuan itu bukannya tan-pa alasan, terkait dengan hal ini, Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik amal ialah; iman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian jihad fi sabilil-lah, kemudian haji mabrur.” Hadis ini mendapat penguatan dari teks hadis lain, “Jihadnya orang yang sudah tua dan jihadnya orang yang le-mah dan wanita ialah haji ma-brur.”

Menurut KH. Romli Bakir Pengasuh Pondok Pesantren Roudlatul Hasaniyah Jrebeng Lor Kota Probolinggo bah-wa, indikator haji mabrur tidak mesti diukur dari bingkai penampilan fisikal saja. Tapi, ritual-

KH. Abd. Aziz Fadhal

Page 3: Buletin Bedug Edisi 123

isme tersebut terang- kai melalui komit-men yang kuat dan solidaritas sosial yang tinggi. Ibadah haji bisa dinilai baik dan dikatakan mabrur bila secara sosial pelak- s a n a n y a memberikan manfaat kepada orang-orang yang ada di sekitarnya.

Dalam sebuah hadis ditegaskan, “tidak ada balasan bagi haji mabrur kecuali surga. “ Dengan kata lain surga adalah tempat yang pantas bagi orang yang hajinya mabrur. Hadis ini mengajak kita membuat satu renungan fundamental. Dari sini, timbul pertanyaan lebih lanjut, “Mengapa haji mabrur balasannya surga?” Secara semantis, yaitu dengan memahami makna haji mabrur itu sendiri, kata “mabrur” berasal dari baha-sa Arab yang artinya mendapatkan kebaikan atau menjadi baik.

Kalau kita lihat akar katanya, kata “mabrur” berasal dari kata “barra”, yang berarti berbuat baik atau patuh. Dari kata barra ini kita bisa mendapatkan kata “birr-un, al-birru-u” yang artinya kebaikan. Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang akan mendapatkan kebaikan. Sering juga dikatakan sebagai ibadah yang diterima Allah. Dalam terminologi yang lebih luas, haji mabrur adalah haji yang mendatangkan kebaikan bagi pelaku-nya atau pelakunya selalu memberi kebaikan kepada orang lain. Jika definisi itu dibalik, maka haji yang mardud (tertolak) adalah haji yang tidak mendatangkan kebaikan bagi pelakunya atau pelakunya tidak memberikan kebaikan kepada orang lain.

Jika dipahami secara seksama, kata mabrur memiliki dua makna sekaligus, yaitu menjadi baik dan memberikan kebaikan. Makna itu menegaskan bahwa pelaksana ibadah haji adalah orang yang akan menjadi baik sekaligus selalu memberikan ke-baikan kepada orang lain. Dalam hal apakah kebaikan itu harus diwujudkan? Allah berfirman, “Kamu tidak akan mendapatkan kebaikan yang sempurna, sebelum kamu mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai.” (QS. Ali-Imran/3: 9).

Ayat ini didukung pula oleh firman Allah yang lain, “Bu-kanlah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para Nabi, dan memberikan harta yang dicintainya” (QS. Al-Baqarah/ 2: 177).

Dua ayat tersebut menjelaskan substansi kebaikan (birr). Hal itu dapat terwujud dengan memberikan harta yang dicintainya kepada orang lain. “Karena kata mabrur seakar dengan kata “birr”, sebagaimana disebutkan pada dua ayat itu, maka haji mabrur adalah haji yang pelakunya selalu berbagi kepada orang lain. Tambah Kiai Romli.

3 H A L A Q A H KeagamaaNRubrik Konsultasi Keagamaan dalam Perspektif Hukum (Fiqh), Tasawuf dan Teologi (Aqidah) Aswaja.Pengasuh edisi ini: Drs. KH. Syafruddin Syarif (Katib Syuriah PWNU Jawa Timur)

Hukum Memindah Kuburan ke Tempat Lain

Pertanyaan: Asalamu alaikum. Kiai Syafruddin yang saya hormati, saya mau bertanya bahwa, Sebagaiamana yang telah kita ketahui , bahwa saat ini dalam rangaka untuk memperbaiki tata ruang, dan menghindari kemac-etan, maka pemerintah melakukan beberapa langkah strategis, salah satunya melakukan beberapa penataan bangunan, perluasaan jalan dan lain sebagainya. Kondisi ini tentu akan menimbulkan penggusuran-penggusuran. Nah, pertanyaanya adalah bolehkah memindahkan ku-buran ke tempat lain, dan mendobelkan kuburan dalam satu tempat? (Alya, Wonoasih)

Jawaban: Saudari Alya yang saya hormati, memang betul saat ini pemerintah telah memberikan kebijakan ke-pada pemerintah daerah bahwa harus melakukan pena-taan tata ruang, bangunan dan jalan dalam rangka untuk memperbaiki tata ruang yang semakin hari semakin sem-raut. Hal ini memang memumkinkan adanya penggusuran baik itu kuburan, warung makan dan lain sebagainya. Nah sebagaimana pertanyaan saudari bahwa memindahkan mayit dari satu kuburan ke kuburan yang lain hukumnya haram, kecuali karena dharurat. Sedangkan mendobelkan kuburan di satu tempat, hukumnya boleh dengan syarat harus seagama dan sama jenis kelaminnya.

Sebagaimana dalam keterangan kitab Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin bahwa, menggali kembali kuburan untuk dipindahkan atau tujuan lainnya, hukumnya haram kecuali karena kondisi dharurat. Begitu juga dalam Kitab I’anatut Thalibin dijelaskan bahwa Haram hukumnya menguburkan dua jenazah yang berbeda kelamin dalam satu liang, kecuali antara keduanya terdapat hubungan mahram atau suami istri.

KH. Romli Bakir

Page 4: Buletin Bedug Edisi 123

bedugEdisi No. 123 Jum'at Pahing/Oktober 2012

Rubrik ini dapat dikerjasamakan dengan Dinas, Badan, Kantor dan pihak lain dengan materi ucapan, himbauan, ajakan terhadap kebajikan sosial-kemanusiaanTAKMIRIYAH

SERAMBIP E S A N T R E N

Dalam Islam, kita diajarkan bagaima-na hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan ras, suku bangsa, dan agama. Hal ini telah termaktub dalam Piagam Madinah. Untuk urusan ke duniawian, umat Islam diberikan kebebasan untuk mengaturnya, namun tetap harus dilan-dasi oleh ta’abbud (ibadah). “Tanpa tu-juan ta’abbud ini, niscaya kehidupan yang dijalani menjadi kosong tanpa tujuan yang berarti.

Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, sebenarnya memiliki keselarasan dengan ajaran Islam (Pesantren). Sikap umat Islam di Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dan UUD 1945, dapat dipertanggung jawabkan sepenuh-nya dari segala segi pertimbangan. Pan-casila dengan ajaran Islam mempunyai keselarasan, misalnya, Pancasila bukan agama dan tidak bisa menggantikan

agama. Pancasila bisa menjadi wahana implementasi Syariat Islam, dan Pancas-ila dirumuskan oleh tokoh bangsa yang mayoritas beragama Islam.

Selain itu, keselarasan Pancasila den-gan ajaran Islam juga tercermin dari keli-ma butir Pancasila tersebut, misalnya, Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Ia bermakna bahwa bangsa Indonesia berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Warga negara Indonesia diberikan kebebasan untuk memilih satu keper-cayaan, dari beberapa kepercayaan yang diakui oleh negara ini. Dalam konsep Is-lam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min Allah, yang merupakan sendi tauhid dan pengejawantahan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu meng-Esakan Tuhan.

Selanjutnya Sila kedua yang berbu-nyi, Kemanusiaan yang Adil dan Be-radab. Hal ini bermakna bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat pada pribadi ma-nusia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas, yakni hubungan antara sesama manusia ber-dasarkan sikap saling menghormati. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menye-butkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menghormati dan menghargai sesama. Di antaranya tercer-min dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah ayat 8.

Kemudian Sila ketiga yang berbunyi, Persatuan Indonesia. Maksudnya adalah bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang satu dan bangsa yang menegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai den-

gan istilah ukhuwah Islamiah (persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insani-ah (persatuan sesama umat manusia). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menye-butkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya termaktub dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 103.

Sila keempat berbunyi, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh hikmad kebijak-sanaan Dalam Permusyawaratan/Per-wakilan. Yang dimaksud dalam sila keem-pat ini adalah bahwa dalam mengambil keputusan bersama harus dilakukan se-cara musyawarah yang didasari oleh hik-mad kebijaksanaan. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan pendapat) dan syura (musy-awarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayat-nya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan musy-awarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Tercerminan ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159.

Dan, yang terakhir adalah Sila kelima berbunyi, Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Maksudnya adalah, bahwa Negara Indonesia sebagai suatu organ-isasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indo-nesia. Dalam konsep Islam, hal ini ses-uai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam. Hal ini tercermin dalam Al-Qur’an Surat al-Nahl ayat 90.

Al usul : ABD. AZIS, S.Kom, S.Sos.IKetua RMI-NU Kota Probolinggo

Pancasila di Mata Pesantren