Buletin ARC April

20
1 Lentera | April 2015

description

Buletin ARC edisi April dengan tema "Era Baru Lembaran Baru"/

Transcript of Buletin ARC April

Page 1: Buletin ARC April

1Lentera | April 2015

Page 2: Buletin ARC April

2 Lentera | April 2015

EDITORIAL

DAFTAR ISI

Pembaca yang dirahmati Allah,

Ilmu adalah sesuatu yang seharusnya dapat selalu diproduksi dan direproduksi dalam kelangsungan hidup manusia, dalam rangka menemukan kebenaran yang hakiki. Penunjang dari ilmu itu sendiri adalah dengan kegiatan menulis, membaca, mengkaji dan berdiskusi.

Edisi buletin yang pertama ini disusun untuk memberi-kan informasi mengenai Al-Hikmah Research Center sebagai salah satu departemen yang bergerak di bidang keilmuan di Forum Studi Islam FISIP UI. Hal ini dihara-pkan dapat memberikan kita penyegaran terhadap ilmu pengetahuan, yang seharusnya dapat mengambil intis-ari dari kearifan para pendahulu dan realitas masa kini.

Selamat mengarungi!

Eveline Ramadhini

JENDELABelajar dan Berkaya 3

5

6

7

9

11

12

14

16

17

Pemimpin Utama Yan Sim-ba Patria Pemimpin Redaksi Eveline Ramadhini, Redak-tur Artistik Nopitri Wahyuni, Desain Tata Letak Nopitri Wahyuni, Khairunnisa Soli-hah, Cover Yan Simba, Pene-litian Rakha G. Wardhana, M Raihan Sujatmoko, Sirkulasi Tri Nopiyanto, M Ikhsan Fad-li, Reporter Dini Rizki Karunia Illahi, Intan Sari, Ismail Fajar

OASEMendefinisikan Al Hikmah Research Center

LENSAApa Kata Kodel Tentang FSI dan ARC?

MOZAIKRisalah (Awal) Al Hikmah Research Center

RISALAHDi manakah “Oase” dalam Berparadigma?

HIKMAHMenggali Pinggiran, Menapaki Keadilan

TAULADANMencari Remah Sang Pemikir, Ibn Khaldun

LIPUTAN

TESTIMONIApa Kata Mereka Tentang ARC?

KENALKANALPengenalan Profil ARC FSI 26

19 PROGAN

Page 3: Buletin ARC April

3Lentera | April 2015

Belajar dan BerkaryaRangga Kusumo | Ketua FSI | @kusumo_rangga

Dua puluh enam tahun su-dah salah satu lembaga kemasiswaan dii FISIP

UI bernama Badan Otonon Forum Studi Islam (FSI) FISIP UI mewar-nai “Rumah FISIP” dengan berbagai agenda kebaikannya. Teringat keti-ka itu, 10 November 1989 FSI FI-SIP UI berdiri dengan ketua umum pertamanya adalah Bang Eep Sae-fullah Fatah, yang saat ini menjadi Direktur PolMark Indonesia. Telah terukir dalam sejarah juga beber-apa orang yang menjadi pemimp-in lembaga ini setelah bang Eep, hingga saat ini tahun 2015, FSI FISIP UI 26 diamanahkan kepem-impinannya kepada saya sendiri, Rangga Kusumo, Ilmu Politik 2012. Kembali juga melalui tulisan ini, hendak disampaikan lebih dalam mengenai apa sebenarnya FSI FI-SIP UI itu? Menurut definisi umum, FSI FISIP UI merupakan salah satu lembaga kemahasiswaa di FISIP UI yang berstatus sebagai Badan Ot-onom, juga merupakan salah satu Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) yang ada di Universitas Indonesia. Namun sederhananya, saya pribadi memaknai FSI FISIP UI adalah wa-dah bersama untuk belajar, tentun-ya dalam rangka kita meningkatkan pemahaman kita dalam berIslam. Ya “wadah bersama” yang saya maksudkaAn di sini adalah, FSI FISIP UI sebagai lembaga keIsla-man sejatinya harus mampu untuk memberikan kebermanfaatannya kepada seluruh elemen yang ada di FISIP UI. Kawan-kawan FISIP, khususnya kawan-kawan muslim, baik dosen, karyawan, satpam, ma-hasiswa dan lainnya adalah orang-orang yang harus kami penuhi haknya, yaitu tersampaikannya

nilai-nilai Islam, menjadikan FSI se-bagai wadah bersama untuk bela-jar Islam, hingga kita semua mam-pu merasakan Indahnya berislam.

FSI FISIP UI ada-lah wadah bersama untuk belajar, ten-tunya dalam rangka kita meningkatkan pemahaman kita da-

lam berIslam.

Kawan-kawan FISIP, tahun ini FSI FISIP UI 26 hadir dengan membawa semangat baru, yaitu semangat untuk belajar dan ber-karya. Pertama adalah semangat belajar, dimana kami benar-benar ingin menjadikan FSI benar-benar sebagai Forum Studi, FSI sebagai wadah bersama untuk belajar Is-lam bagi kawan-kawan FISIP. Se-mangat kedua adalah semangat berkarya, yaitu semangat untuk se-lalu memberikan manfaat kepada orang lain dengan karya-karya kita. Jadi, kami ingin menyampaikan sebuah pesan bahwa tidak cukup menjadi insan itu hanya berilmu saja, namun sejatinya ilmu tersebut haruslah diamalkan, tentunya den-gan karya kebermanfaatan kita se-banyak-banyaknya, agar kita men-jadi sebaik-baik manusia. Sesuai dengan pesan Nabi Muhammad SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak mem-beri manfaat kepada sesama. Nah,

semua semangat tersebut terang-kum dalam visi FSI FISIP UI 26, yaitu menjadikan FSI FISIP UI 26 sebagai wadah belajar untuk ber-karya bagi FISIP, UI dan Indonesia.

Kawan-kawan FISIP, Islam se-bagai diin adalah sebuah ajaran yang komprehensif. Bermakna bahwa Islam tidak hanya menga-tur mengenai ibadah, aqidah dan akhlak saja, namun Islam pun mengatur mengenai aspek-aspek lain dari mulai aktivitas sederhana seperti hendak bepergian ke suatu tempat atau sikap kita ketika sau-dara kita sedang bersin, hingga as-pek yang sangat luas seperti aspek ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Semangat inilah yang men-dasari kami untuk bergerak dan semuanya tertuang dalam berbagai macam program kerja yang telah kami susun. Program-program ker-ja tersebut tentunya program kerja yang dapat berkontribusi mem-berikan kebermanfaatan kepada warga FISIP, UI maupun Indonesia.

Pertama, buat kawan-kawan yang ingin mengetahui Indahn-ya Islam dengan agenda-agenda sederhana yang mengena, kami punya Departemen Islamosphere. Sesuai dengan namanya, departe-men ini akan mewarnai langit FI-SIP dengan syiar-syiar Islam yang indah kepada kawan-kawan. Salah satu program unggulannya adalah Good Day, yaitu bagi-bagi cookies dan secangkir kopi susu hangat kepada kawan-kawan setiap senin pagi diminggu pertama setiap bulannya, cukup dibayar dengan senyuman ikhlas dari teman-teman. Program lain, ada Quran Time, yaitu menuansakan Quran di FISIP dengan cara-cara yang krea-

JENDELA

Page 4: Buletin ARC April

4 Lentera | April 2015

tif. Ingatkah kawan-kawan beber-apa pekan yang lalu setiap tong-krongan kalian ada surat misterius dan setangkai bunga mawar? Nah, itu surat cinta dari kami sobat. Na-mun pesan yang ingin kami sam-paikan melalui surat dan bunga tersebut sebenarnya adalah kami ingin katakan kalau surat cinta yang indah tersebut masih belum seberapa. Ternyata ada surat yang jauh lebih indah, jauh lebih ro-mantis dan tiada tandingan, yaitu #LoveLetterFromGod itu sendiri, yaitu al-Quran, surat cinta langsung dari sang Maha Cinta. Puncaknya, 19 Maret kemarin kami berkeliling ke tongkrongan teman-teman un-tuk membagikan al-Quran gratis. Nah begitulah kira-kira agenda dari Departemen Imos, asyik bukan!

Nah, selajutnya buat kawan-ka-wan yang tertarik dengan kajian pemikiran dan isu sosial politik, kami punya Departemen Al-Hik-mah Research Center (ARC). Agenda unggulan dari ARC adalah kajian rutin bulanan yang memba-has berbagai pemikiran-pemikiran tokoh, baik dari Islam maupun to-koh-tokoh Barat. Bulan Maret ini kajian kami mengangkat tema tentang Pemikiran Ibnu Khaldun. Puncaknya, pada bulan Novem-ber nanti akan diadakan Kajian Akbar yang akan mendatangkan tokoh-tokoh nasional. Hasil dari seluruh kajian-kajian kami akan juga terangkum dalam Buletin Len-tera yang akan terbit selesai kajian.

Untuk pengabdian di bidang sosial, kami memiliki Departemen Pengabdian Masyarakat. Program unggulannya adalah FSI untuk FI-SIP, dimana terdapat berbagai mata acara seperti cek kesahatan gratis, seminar kemanusiaan dan lainnya. Program unggulan lain adalah Se-rial (Sekolah Ceria ala FSI), dimana kami setiap minggunya menjadi pengajar di Sekolah Master, Depok.

Di bidang keilmuan, khususnya akademik kami memiliki Departe-men Akademi dan Profesi (Akpro) yang akan fokus pada peningkatan

prestasi dan persiapan kehidupan pasca kampus. Akpro memiliki program unggulan seperti Sekolah Mapres, Carrer Sharing yang ber-encana akan menjalin kersama dengan seluruh Himpunan Juru-san di FISIP, serta FSI Grabs PKM.

Buat kawan-kawan muslimah, untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan muslimah tentang Is-lam, kami memiliki Departemen Kemuslimahan. Melalui Departe-men Kemuslimahan, sobat musli-mah bisa belajar lebih jauh tentang bagaimana caranya menjadi se-orang muslimah yang dicintai Al-lah. Program terbesarnya adalah Muslimah Festival yang berisi talk-show membahas tema tertentu yang mendatangkan tokoh-tokoh nasional yang expert dibidangnya.

Pesan penting yang ingin saya

sampaikan terakhir adalah, mari ka-

wan-kawan FISIP bersama kami men-ebar kebaikan, silah-

kan kawan-kawan untuk meninkmati berbagai macam agenda kebaikan

kami sebagai wadah untuk belajar dan

mengakselerasi diri, mari bersama-sama belajar dan berkarya

melalui FSI, untuk menjadi sebaik-baik

insan, yaitu yang

paling banyak men-ebar manfaat buat

sesama.

Masih banyak lagi sebenarnya program-program kebaikan yang kami suguhkan untuk kawan-ka-wan FISIP semua, dari bidang-bi-dang lainnya, khususnya agen-da-agenda kulturalnya. Namun, semoga gambaran mengenai FSI FISIP UI secara singkat ini, tentang semangat yang akan dibawa dan program kerjanya, mampu untuk semakin membuat kawan-kawan mengenal FSI. Pesan penting yang ingin saya sampaikan terakhir adalah, mari kawan-kawan FISIP bersama kami menebar kebai-kan, silahkan kawan-kawan un-tuk meninkmati berbagai macam agenda kebaikan kami sebagai wadah untuk belajar dan meng-akselerasi diri, mari bersama-sa-ma belajar dan berkarya melalui FSI, untuk menjadi sebaik-baik insan, yaitu yang paling banyak menebar manfaat buat sesama. Salam hangat, salam tulus dari kami, Wassalamu’alaikum wr. wb.

JENDELA

Page 5: Buletin ARC April

5Lentera | April 2015

Mendefinisikan Al Hikmah Research CenterYan Simba Patria, Kepala Departemen ARC | @simbapatria

Pesan untuk seluruh manusia,“Hai jiwa-jiwa yang tenang,

kembalilah pada Tuhan-Mu dengan puas lagi diridhoi-Nya”

Mengurai manusia ada-lah mengurai alam semesta beserta isin-

ya, menurut para pemikir-pemikir terdahulu dan sekarang, lewat mengenal diri sendirilah kita bisa mengenal setiap entitas yang ada. Artinya mengenal diri ada-lah kunci mengenal dunia beserta seluruh dinamikanya. Al Ghazali menemukan bahwa paling tidak ada empat proses manusia dika-takan sempurna ; mengenal diri, mengenal Tuhan, mengenal dunia ini, dan mengenal dunia setelah dunia ini. Dan akhirnya menjadi hal yang menyedihkan ketika manu-sia tak berhasil mengenali dirinya.

Memangnya apa yang terjadi dengan manusia sekarang? Apa-kah mereka tak mengenali dirinya sendiri? Apakah mereka hanya berpikir tentang dunia yang ter-tangkap indra? Mari, menengok sebentar tentang apa yang telah kita cari dan apa yang telah kita temukan dalam hidup. Sembari merenung, saya coba tawarkan sebuah kalimat, “Jika seseorang manusia merenungkan dirinya sendiri, ia akan tahu bahwa sebel-umnya ia tidak ada, sebagaimana tertulis “Tidakkah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa apa?“ ¬¬¬(Q.S Maryam : 67). Saya berpendapat yang diamini oleh pe-mikir lainnya bahwa manusia akan sempurna ketika menggunakan kesempurnaan akalnya sebagai cara mengetahui dirinya sendi-ri, hal senadapun diungkapkan

oleh Socrates “Keutamaan adalah pengetahuan (ilmu), sedangkan ketercelaan adalah kebodohan.”

Al Hikmah Research Center (ARC) FSI FISIP UI, adalah segelin-tir orang yang berusaha mengenali diri sendiri lewat nasehat-nasehat para pendahulu muslim yang bijak dan mewariskan kebijaksanaanya. Sehingga alangkah bahagianya kami jika tujuan yang kami tetap-kan di awal ini dapat terwujud.

“Menjadi komunitas intelektual mahasiswa muslim yang memi-liki kemampuan untuk menjem-batani antara realitas masa kini dengan kearifan para pendahulu muslim dalam rangka mening-gikan kalimat dan agama Allah S.W.T, melahirkan generasi mus-lim yang cerdas dan kuat serta menciptakan masa depan yang adil dan diridhoi Allah S.W.T”

Berbekal keyakinan yang telah disandangkan sejak kami masih dalam buaian, dan juga keikhlasan untuk terus belajar kami mencoba untuk mengga-li nilai-nilai Islam lewat para in-telektual, ulama, cendekiawan yang kami anggap sebagai satu jalan mengenali diri sendiri.

Dari situ, secara singkat dap-at kami tulis bahwa ARC ada-lah nasehat, bagi siapa? Bagi diri sendiri, dan manusia secara umum. Selebihnya, saya dapat menerang-kan bahwa ARC dapat dikatakan lembaga keilmuan, yang notabene pada tahun ini melebur dengan Forum Studi Islam. Kami berusa-ha untuk mengkontekstualisasikan pemikiran-pemikiran Islam di da-lam konteks kehidupan sekarang, terkhusus dengan melihat realitas heterogenitas pemikiran maha-

siswa dalam menanggapi isu-isu teraktual yang seringkali mengun-dang urgensitas pembahasan dan kontroversi. Dengan demikian, cin-ta akan kebijaksanaan, dan pencar-ian kebenaran adalah prinsip yang kami gunakan dalam bergerak.

Melaksanakan hal ini, dalam buletin ini nantinya akan kami ka-barkan beberapa agenda yang telah dan akan kami lakukan se-bagai bentuk dari ikhtiar kami memberikan nasehat. Beberapa kegiatan yang telah kami lakukan antara lain: 1) Kajian “Kenapa kita berIslam” yang menanyakan kem-bali keimanan muslim semata un-tuk menambah lagi keyakinan da-lam berIslam, 2) Kajian tokoh Ibnu Khaldun dalam rangka menghidup-kan kembali pemikiran beliau yang dari hasil kajian tersebut merupa-kan harta tersimpan yang memiliki banyak kontribusi baik di Barat (Er-opa) maupun di Timur, yang ketiga adalah buletin yang ada ditangan para pembaca ini adalah suatu bentuk usaha untuk memperkenal-kan ARC kepada saudara-saudar-aku yang belum sempat bertemu secara tatap muka dengan kami.

Pada akhirnya, saya selaku Ketua ARC 2015 pada sambutan di buletin Lentera kami yang per-tama ini mengucap rasa syukur karena telah diberikan kesempatan untuk mendefinisikan ARC ini, dari bulletin ini saya berharap dapat memberikan nasehat kebaikan kepada para pembaca, sehingga dapat sedikit banyak memberikan pencerahan tentang pengenalan diri, pengenalan Tuhan, pengenal-an Dunia, dan dunia setelahnya.

Semoga salam dan keseja-hateraan terlimpah atas dirimu.

OASE

Page 6: Buletin ARC April

6 Lentera | April 2015

Apa Kata Kodel tentang FSI dan ARC?(Dini) Rizki Karunia Illahi, Koord. Bidang Keilmuan FSI FISIP UI

26 | @frutivor

“Dengan keberadaan FSI, ban-yak temen-temen yang pun-ya suatu forum bersama un-tuk ngobrol bareng, berdiskusi, mengkaji soal fenomena so-sial melalui perspektif Islam”-Faris Muhammad Hanif, Ketua BEM FISIP UI 2015

Seorang lelaki yang sering disapa Kodel mengawali obrolan pagi itu dengan

bercerita mengenai awal perkenal-annya dengan Lembaga Dakwah (LD) FSI FISIP UI. Ketua BEM FISIP UI 2015 ini mengenal FSI sejak masa-masa menjadi mahasiswa baru. Ia tahu ada semacam Forum Studi Islam di FISIP karena tern-yata sewaktu SMA ia juga berkec-impung di dunia kerohanian Islam SMAN 6 Bogor. Perkenalannya dengan FSI kemudian menjadi se-makin dekat ketika isu-isu menge-nai sentimen golongan menyeruak seiring berlangsungnya pemira.

Obrolan berlanjut, membe-dah sejauh mana Kodel mengenal satu departemen yang ada di FSI yang berfokus pada kajian so-sial-politik Islam. Amat disayang-kan sebenarnya, karena dia baru

saja mengenal Al-hikmah Re-search Center atau biasa disebut ARC di akhir tahun keduanya di FISIP, tepatnya saat ARC men-gadakan kajian mengenai pe-mikiran Muhammad Natsir. Kodel berpendapat bahwa dengan men-gadakan acara seperti ini ia men-gaku sangat berantusias terhadap adanya divisi di FSI yang berfokus pada kajian sosial-politik dengan pisau analisis Islam, yaitu ARC.

Bagi Kodel, Forum Studi Is-lam itu sangat penting di FISIP yang bisa dilakukan dengan cara mengkontekstualisasikan apa yang kita pelajari di FISIP, yaitu ilmu so-sial dan politik yang ada di FISIP menurut perspektif Islam, karena itu tidak dimiliki fakultas lain. Jus-tru akan sangat menarik ketika kita membahas ini melalui pers-pektif Islam, misalkan yang men-jadi perdebatan di FISIP soal LGBT atau Marxisme sebenarnya sangat menarik untuk didiskusikan dari perspektif Islam. Kodel pun merin-dukan kultur diskusi di FISIP, disk-usi soal Islam dengan membahas masalah-masalah fenomena sosial yang akrab di depan mata kita.

“Semoga ya Den-gan adanya ARC, gue pun bisa belajar lebih banyak tentang per-spektif Islam dalam melihat dunia ini,” kata Kodel menutup sesi obrolan hari itu.

Dengan adanya FSI ini, pada akhirnya Kodel berharap FSI bisa membangkitkan kembali seman-gat orang untuk mulai kembali kepada Islam dengan berusaha mempelajari Islam kembali. “Se-moga ya Dengan adanya ARC, gue pun bisa belajar lebih ban-yak tentang perspektif Islam da-lam melihat dunia ini,” kata Kodel menutup sesi obrolan hari itu.

LENSA

Page 7: Buletin ARC April

7Lentera | April 2015

Risalah (Awal) Al-Hikmah Research CenterHudzaifah Hanum | Ketua ARC 2007- 2008 | @hudzaifahh

MOZAIK

Saksikanlah bagaimana pewaris Muhammad ini bersikap. Sebagian

menyikapinya dengan mening-galkan identitas mereka sebagai muslim. Mereka lebih fasih mem-perbincangkan Comte, Smith, Gramsci, atau Marx. Dan yang lainnya sibuk dengan gemerlap dunia di kafe-kafe. Sementara, se-bagian lagi yang lain mengepal-kan tangan dengan penuh amarah dan meledakkan gedung-gedung.

Dunia menanti jawaban yang lebih mendasar dan menyeluruh, bukan sekedar ekspresi tunduk maupun kemarahan yang tidak terkendali. Sudah seharusnya kaum muslim berdiri sejajar dengan iden-titas mereka sendiri, untuk kemu-dian bersama yang lain mencipta-kan dunia yang berkemanusiaan. Untuk mengawalinya, diperlukan sebuah komunitas intelektual yang memahami diri mereka sendiri se-kaligus lingkungan global sebagai sebuah prasyarat mutlak. Komu-nitas ini berdiri dengan gagah di atas basis pengetahuan Islam yang khas, yang dihadirkan Allah untuk menciptakan dunia yang lebih in-dah bagi seluruh ummat manusia.

Dan, Al-Hikmah Research Center hadir untuk memberikan semua jawaban itu. Bagi dun-ia, bagi seluruh ummat manusia.

Al-Hikmah Research Center (ARC) merupakan merupakan lembaga keilmuan yang bertujuan untuk membangun komunitas in-telektual muslim yang memiliki kemampuan untuk menjebatani antara realitas masa kini dan kea-rifan para pendahulu kaum mus-limin dalam rangka menciptakan masa depan yang adil dan indah

bagi seluruh ummat manusia. Lembaga ini juga bertujuan untuk mengembangkan keilmuan so-sial-politik Islam yang telah lama terkubur karena ketidakseimban-gan relasi antar peradaban untuk dijadikan sebagai basis pengeta-huan bagi kaum muslimin berdiri sejajar dengan peradaban lain.

ARC didirikan pada tanggal 1 Ramadhan 1427H (24 Septem-ber 2006) dengan mengambil nama dari mushalla Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universi-tas Indonesia (FISIP UI), Mushal-la Al-Hikmah. Nama tersebut sekaligus identik dengan nama “Bayt al-Hikmah”, sebuah lemba-ga keilmuan dunia yang unggul pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah. Lembaga ini memiliki tujuan untuk melakukan berbagai riset ilmiah di bidang sosial-politik yang didukung oleh berbagai el-emen akademisi, baik mahasiswa dan dosen di FISIP UI. Meskipun bersandar pada ilmu pengetahuan dan pemahaman perspektif Is-lam, namun menafikan sumban-gan khazanah ilmu pengetahuan peradaban-peradaban lain. Kare-na, semua itu merupakan karunia Allah yang harus dipergunakan.

Lambang ARC berbentuk tangga, dengan setiap anak tangg-anya bertuliskan ‘A-R-C’, dan huruf ‘C’ yang berbentuk bulan sabit se-bagai simbol keindahan cahaya Islam. ‘Tangga’ melukiskan bahwa ARC merupakan sebuah tangga yang berupaya meng-antarkan

ummat Islam dan manusia kepa-da kondisi yang lebih baik dalam naungan Islam. Tangga pertama ‘A’ melukiskan al-Hikmah, kekayaan nilai ajaran Islam yang menjadi basis berpijak untuk melangkah. Tangga kedua ‘R’, menggambar-kan research, aktifitas kontempo-rer yang sedang dan seharusnya dilakukan sebagai upaya pemban-gunan kembali tradisi intelektual-isme dalam Islam. Tangga ketiga ‘Bulan Sabit’, menuansakan gam-baran masa depan yang dicita-ci-takan. Yaitu merealisasikan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia dengan menjadikan Is-lam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Setapak Jalan.Kepengurusan pertama ARC

terbentuk (September-Desember 2006), kepemimpinan diaman-ahkan kepada Shafwan Al-Banna Chairudzad (HI 2003), dengan pendirinya sebagai berikut: Andini Kusuma Wardhani (Kom 2003), Assa’ad Syah Do’a (Pol 2005), Anita Nur Fitriani (Pajak 2003), Cahaya Shima Dewi (Kom 2003), Diandini Rachmawati Irawan (Kessos 2002), Erlangga (Antrop 2005), Herry Su-priyadi (Pol 2003), Herry Wibowo (Kessos 2003), Hudzaifah Ha-num (Sos 2005), Ied Sabila (Kom 2003), Isti Prihandini (Kom 2003), Musthofa (Pol 2003), Ratna Ningt-yastuti (Adm 2005), Siti Shofiyah Nur Azizah (Sos 2003), dan Tyas-ti Aryandini (Kessos 2002) Pada periode ini, ARC sekedar berben-tuk kelompok diskusi terbatas yang mewacanakan pemikiran Islam dalam ranah ilmu sosial.

Langkah ke Depan!

Page 8: Buletin ARC April

8 Lentera | April 2015

MOZAIKDisadari bersama, menjadi

sebuah pusat tradisi pemikiran dan keilmuan Islam bukanlah kerja yang mudah. Melainkan, merupa-kan sebuah langkah besar yang membutuhkan waktu yang pan-jang. Sebuah kerja yang maha be-sar, membangkitkan keterpurukan intelektualisme Islam di tengah derasnya gelombang pemikiran musuh-musuh Islam yang tidak akan pernah rela selama ummat ini belum mengikuti pemikiran mereka.

Fase 1: Organisasi Solid Pada fase ini, menjadi pent-

ing untuk menjadikan ARC se-bagai organisasi yang solid, yakni bagaimana setiap individu yang menjadi anggotanya dapat sal-ing bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Menghadirkan kondisi tersebut bukanlah kerja individual, apalagi sekedar tanggu-ng jawab ketua umum dan badan pengurus harian. Tidak, sama se-kali tidak! Membangun ARC yang solid merupakan kerja kita bersa-ma: bukan sekedar aku atau kamu, tetapi kita. Sebuah kerja keras yang tidak sekedar menghadirkan fisik, melainkan kerja yang juga membawa pikiran dan hati-hati kita semua. Kerja kita, bukan se-kedar kerja dengan ikatan meka-nis yang hanya berorientasi pada capaian pragmatis. Namun, kerja kita adalah kerja ukhuwah, kerja yang didasarkan pada satu sistem nilai ideal, yang tidak satupun di antara kita meragukannya, Islam.

Fase 2: Pusat Kampanye Budaya Ilmiah Mahasiswa

Menuju fase kedua: Menjadi-kan ARC sebagai “Pusat Kam-panye Budaya Ilmiah Mahasis-wa di Universitas Indonesia”.

Menjadi pusat kampanye bu-daya ilmiah mahasiswa di dalam lingkup akademisi Universitas Indo-nesia, merupakan sebuah legitima-si publik dan bukan sekedar klaim personal. Untuk dapat memper-oleh legitimasi tersebut, diperlukan

upaya dan kerja keras yang harus kita lakukan. Harus ada produk ARC yang dapat ‘dijual’ dan diakui ‘kual-itasnya’ oleh publik akademisi di universitas yang kita banggakan ini.

Fase 3: Pusat Ri-set dan Data Ilmiah

Fase ini merupakan fase yang mencitrakan gambaran ARC ses-ungguhnya, yakni sebagai lem-baga penelitian (research center). Dengan kapasitas keorganisasian yang telah berhasil dicapai da-lam fase sebelumnya, ARC dan para pejuangnya seharusnya ter-us mengupayakan cita-cita awal ARC menjadi sebagai Pusat Data dan Riset Ilmiah Sosial tentang Islam dan dinamika kaum muslim-in. Karena, tujuan awal berdirinya ARC bukan sekedar menjadi pusat aktifisme keilmiahan mahasiswa dalam lingkup yang sempit di Uni-versitas Indonesia, apalagi sekedar menjadi Badan Otonom di FISIP UI.

Fase 4: Pusat Pemikiran Keilmuan Sosial Islam

Seperti diutarakan di awal, bah-wa hakikat dibentuknya ARC ada-lah untuk memberikan sumbangsih dalam pembangunan peradaban baru, dengan dasar ilmu pengeta-huan dan Islam. Saat ini, peradaban dunia telah dikonstruksi oleh tradisi pengetahuan Barat. Akibatnya, pembangunan peradaban tidak juga mampu memberikan keadilan bagi manusia. Yang ada hanyalah ketimpangan, penyimpangan ma-nusia dari fitrahnya, dan berbagai kerusakan. Hal ini dikarenakan manusia berjalan tidak sesuai den-gan kondisi fitrahnya, nilai Islam. Tradisi ilmu kontemporer malah menjauhkan manusia dari Islam, dengan keyakinannya rasionali-tasnya yang sangat bergantung pada daya nalar akal. Pengetahuan menjadi sesuatu yang relatif ka-rena keterbatasan rasio manusia.

Pada saat yang bersamaan, kaum muslimin masih saja dis-ibukkan oleh hal-hal yang sepele. Berkutat pada masalah domestik

kaum muslimin, yang masih terus carut-marut akibat pertentangan pendapat yang sebenarnya bersifat furu’. Padahal, pada kondisi saat ini, kekufuran telah mendominasi di setiap detik kehidupan. Sekalipun sejumlah upaya telah dilakukan oleh berbagai entitas ummat Is-lam untuk menentang kekufuran. Namun, ada kekufuran yang belum juga ada yang melawannya, keku-furan dalam ilmu pengetahuan.

Tampak begitu nyata dalam ke-hidupan akademik kita, bagaimana pemikiran kufur telah menghe-gemoni cara berfikir kita tentang realitas sosial yang dijalani manu-sia. Tidak ada satu pun, perspektif yang bersumberkan nilai Islam. Se-baliknya, semua pemikiran tersebut terlahir dari dasar akal para tha-gut. Para pemikir kuffar tersebut tampaknya tengah pongah, kare-na mereka telah bangga, mampu menjawab tantangan Qur’an, buat-lah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolo-ng-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (2: 23). Dan, lebih bodohnya lagi, kita sebagai cendikiawan muslim, ha-nya mampu menggangguk tanpa ada perlawanan untuk mengakui pemikiran kuffar tersebut di da-lam kelas dan juga pikiran kita!

Adapun peran utama ARC dalam fase ini adalah melakukan kajian paradigmatik dengan me-madukan ajaran Islam dan men-sintesiskannya untuk menyelesai-kan problem sosial. Basic research, diarahkan pada upaya melakukan ijtihad keilmuan, mendasarkan permasalahan ilmu sosial dalam perspektif Al-Qur’an dan Sunnah. Dari upaya tersebut, diharapkan lahir sebuah perspektif Islam da-lam ranah ilmu sosial yang mam-pu menjawab fenomena sosial. Upaya ini dilakukan untuk men-gatasi problem ummat Islam, se-lama ini belum memiliki landasan teoritis yang bersumber dari Islam itu sendiri dalam menyelesaikan problem sosial yang dihadapi.

Page 9: Buletin ARC April

9Lentera | April 2015

Di Manakah ‘Oase’ dalam Berparadigma?

Eveline Ramadhini, Wakil Kepala Departemen ARC | @EvelinRmdhn

Pertanyaan di atas mung-kin perlu untuk kita re-nungkan sejenak ketika

kita tahu bahwa setiap harinya di bangku perkuliahan terdapat diskursus dan dialektika yang mel-alui proses produksi-reproduksi. Hal itu selalu saja menarik untuk diperbincangkan setiap waktu. Se-bagai akademisi, kita perlu untuk mempertanyakan kembali, sebe-narnya mengapa diskursus dan dialektika itu tidak pernah habis? Atau mungkin pertanyaan yang lebih krusial lagi, seberapa pent-ing dialektika tersebut harus sela-lu dijadikan tesis-sintesa-antitesis seperti yang dirumuskan Hegel? Untuk terbebas dari keniscayaan berupa dialektika, kita memerlukan paradigma dalam berpikir. Paradig-ma yang dimaksud adalah suatu kerangka berpikir yang dimiliki untuk dijadikan pondasi yang utuh dalam menyerap dan memfilteris-asi diskursus-dialektika tersebut.

Mahasiswa Fakultas Ilmu So-sial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) dapat dika-takan sebagai mahasiswa yang sangat heterogen. Baik dari latar belakang berupa jurusan (pro-gram studi), daerah asal, agama, suku dan organisasi yang diikuti. Saat ini, terhitung ada delapan ju-rusan serta sebelas program studi di dalamnya. Menurut Fisipklope-di, jumlah organisasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ada sebanyak enam organisasi, delap-an himpunan kemahasiswaan per departemen, dua puluh komunitas dan tiga belas acara besar yang ada setiap tahunnya. Bukan tidak mungkin bahwa mahasiswa FI-

SIP juga cenderung memiliki pe-mikiran yang heterogen. Didukung dengan kurikulum Program Studi yang diberlakukan di masing-mas-ing jurusan pada tiap mata kuli-ahnya, maka kemungkinan akan memiliki paradigma tersendiri dalam memandang diskursus dan dialektika secara kompleks. Maka dari itu, tidak jarang maha-siswa berkeluh-kesah atau bah-kan bersenang-senang terhadap pemikiran yang demikian sekuler di kurikulum pendidikan yang ber-laku. Mulai dari pemikiran liberal-isme, relativisme, empirisisme dan lain sebagainya menyebarluas dan sulit dihentikan. Lantas akan mun-cul pertanyaan, di manakah ‘oase’ dalam berparadigma dewasa ini?

Al-Hikmah Re-search Center (ARC)

2015 merupakan sebuah departemen badan studi dan ka-jian strategis Forum

Studi Islam FISIP UI (FSI FISIP UI)

yang akan berusaha menjadi ‘oase’ da-lam berparadigma yang sesuai den-

gan acuan normatif

berpikir, yaitu Islam sebagai agama

yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi

seluruhnya).

Al-Hikmah Research Center (ARC) 2015 merupakan sebuah departemen badan studi dan ka-jian strategis Forum Studi Islam FISIP UI (FSI FISIP UI) yang akan berusaha menjadi ‘oase’ dalam berparadigma yang sesuai dengan acuan normatif berpikir, yaitu Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruhnya). Dengan mengkontekstualisasikan kebutuhan mahasiswa yang heter-ogen akan pemikiran serta isu-isu teraktual yang seringkali mengun-dang kontroversi dewasa ini, maka ARC hadir sebagai ‘oase’ yang hen-dak hendak menuntaskan ‘keda-hagaan intelektualita’ yang sela-ma ini kurang terasa dalam kultur pembelajaran. Paradigma kami dalam berpikir adalah ‘Sosial-Poli-tik Islam’ sebagai pokok utama dalam mengimbangi kultur keil-muan yang berkembang di FISIP.

Tujuan dan Visi-Misi Kami, ARC FSI FISIP UI 26

Tujuan kami adalah menyelar-askan dan menyatukan paradigma berpikir sebagai mahasiswa intel-ektual muslim yang memahami bahwa diperlukan adanya kemam-puan dan kemauan untuk menjem-batani antara realitas masa kini dan

RISALAH

Page 10: Buletin ARC April

10 Lentera | April 2015

kearifan para pendahulu. Hal terse-but pun dilakukan dalam tiga hal, yaitu dengan 1) Meninggikan kali-mat dan agama Allah SWT, yakni dengan kalimat keyakinan bahwa ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ dengan menjunjung tinggi kebenaran, 2) Melahirkan generasi muslim yang cerdas dan kuat, yaitu menjadikan mahasiswa intelektual muslim memiliki kekuatan dalam berpikir, serta kecerdasan dalam bertindak, 3) Menciptakan masa depan yang adil dan diridhoi Allah, yaitu dengan berusaha untuk menciptakan masa depan yang ideal dengan menjadi manusia yang mampu meletakkan diri sesuai dengan kedudukann-ya dan berserah diri sepenuhnya untuk mendapatkan ridho Allah.

Visi kami adalah menjadikan ARC sebagai badan yang mam-pu menjadi pusat studi dan kajian strategis yang memiliki fokus pada bidang keilmuan, sosial dan politik. Hal itu diselaraskan dengan orien-tasi berupa nilai-nilai Islam sebagai bentuk dakwah. Cara tersebut dilakukan dengan membangun kultur keilmuan yang kokoh pon-dasinya untuk menuju suatu par-adigma Sosial-Politik Islam yang kompeherensif dan menarik untuk diketahui dengan lebih mendalam.

Misi yang kami lakukan ada-lah dengan 1) Membentuk sebuah platform berorientasi “Sosial-Politik Islam” sebagai landasan gerak dan kerangka dalam berkarya, yaitu dalam menelurkan pemikiran da-lam bentuk tulisan, pendapat, dan lainnya menggunakan paradigma Sosial-Politik Islam dengan keyak-inan yang benar, 2) Mengembang-kan kapasitas keilmuan internal or-ganisasi dengan menjaga budaya membaca, kajian, dan menulis, yak-ni dengan melakukan penempaan terhadap internal untuk meningkat-kan kapasitas dalam berpikir dan berargumentasi dengan menjaga kultur membaca, kajian dan menu-lis, 3) Bersikap terbuka dan secara aktif membangun kerjasama strat-egis dalam koridor kesamaan visi,

yakni tidak melupakan sikap yang terbuka dalam bekerja sama den-gan lembaga/pihak terkait yang memiliki kesamaan visi untuk bergerak bersama, 4) Mengada-kan kajian terhadap isu-isu strat-egis yang menyangkut kepentin-gan umat, yaitu suatu upaya untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran secara terbuka terhadap isu-isu di sekitar yang berimplikasi pada kehidupan bermasyarakat secara krusial, 5) Secara aktif membangun paradigma dan budaya kerja yang mendukung nilai dasar organisasi, yakni setiap anggota dapat secara aktif mencapai paradigma berpikir berlandaskan nilai dasar organisa-si; yaitu Cerdas, Ikhlas dan Berani.

Transformasi Logo ARC: Upaya Semangat Baru

Sejak awal didirikannya ARC hingga kepengurusan ARC 2014, logo yang digunakan masih sama, atau dengan kata lain tidak ada perubahan penggunaan logo di dalamnya. Namun untuk kepen-gurusan tahun ini, ARC menggu-nakan logo baru sebagai upaya transformasi menuju ranah intel-ektual yang lebih akseleratif dar-ipada sebelumnya. Maka dari itu, logo baru ARC 2015 ini dirancang sedemikian rupa untuk menyemat-kan semangat baru di dalam tom-bak kepengurusan ARC tahun ini.

Makna dari logo ARC 2015 jika diperhatikan secara seksama, dap-at dilihat bahwa terdapat sebuah tangan kanan dengan yakin men-gacungkan jari telunjuk tinggi-ting-gi, yang jika dihitung jumlah jarinya yaitu satu. Logo tersebut menun-

jukkan suatu ketauhidan dengan keyakinan yang benar bahwa Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Dapat diinterpretasikan juga bahwa ada suatu keberanian yang kokoh un-tuk memepertahankan kebenaran tersebut. Sedangkan huruf A-R-C yang ada di bawah gambar tangan kanan tersebut, bahwa A meng-gambarkan Al-Hikmah, yaitu bah-wa Islam sebagai sumber hikmah utama dalam paradigma berpikir, sedangkan R melukiskan Research, yaitu mengindikasikan bahwa intel-ektual muslim seyogyanya dapat meningkatkan kapasitas keilmuan melalui kultur diskusi, membaca dan menulis, dan C yang meng-gambarkan Center, yaitu sebagai pusat badan studi dan kajian strat-egis yang mampu menjembatani antara realitas masa kini dan kea-rifan para pendahulu dalam rangka meraih ridho Allah SWT sebagai tujuan muara utama dan terakhir.

---“Saya tidak melihat pedang

terhunus, panah yang menan-cap, atau raga penuh darah yang bergelimpangan. Tetapi saya me-lihat diskursus beterbangan kes-ana kemari, yang didialektikakan oleh manusia-manusia berwa-jah intelektual, yang karenanya bisa meluruskan, tapi tak kalah menyesatkan—Perang Pemikiran namanya.” (Ramadhini, 2015)

RISALAH

Page 11: Buletin ARC April

11Lentera | April 2015

Menggali Pinggiran, Menapaki Keadilan

Muhammad Alfisyahrin, Ketua ARC 2012 | @bangalfi

“Hinaan yang terus-menerus dipompakan oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap kelemahan kami, membuat kami meyakininya. Meyakini bahwa kau bangsa yang hina dan bodoh merupa-kan satu senjata dari penjajah. Imperialisme adalah kumpulan kekuatan jahat yang kasat mata

dan yang tidak.” (Sukarno)

Sukarno hafal betul. Dia ras-akan sendiri bagaimana pemerintah Hindia Belan-

da menghina dirinya dan kawan-ka-wannya, menghisap kekayaan negeri kita, dan yang paling parah: menjus-tifikasinya sebagai sebagai sebuah kebenaran. Bahwa kita ini bangsa yang hina, bodoh, atau bahkan barbar sehingga perlu dididik dan dipaksa oleh bangsa yang lebih beradab. Kita seharusnya bersyukur karena keda-tangan mereka. Inilah yang Sukarno sebut sebagai imperialisme yang tidak kasat mata yang beliau uraikan dalam otobiografinya (Adams, 1965). Sesuatu yang membuatnya bisa tetap langgeng meski Indonesia dan negara yang pernah dijajah lainnya sudah merdeka. Dalam The Myth of The Lazy Natives (1977), Syed Hus-sein Alatas mengkritik buku Rev-olusi Mental (1971) yang dibuat oleh UMNO, partai berkuasa di Malaysia, jauh sebelum Jokowi menjadikannya sebagai jualan saat kampanye, se-bagai pengulangan atas pandangan ideologis kolonial tentang karakter bangsa Melayu yang malas dan ter-belakang. Meskipun istilah tersebut diambil dari Sukarno, Revolusi Men-tal (1971) terbukti justru takluk pada apa yang Sukarno sebut sebagai imperialisme yang tidak kasat mata.

Dalam diskursus akademik, im-perialisme yang tidak kasat mata itu oleh Alatas (1972) dikonseptualisasi-kan sebagai captive mind, cara ber-pikir di dunia non-Barat yang meniru secara tidak kreatif teori dan ide-ide Barat. Dalam studi pembangunan, captive mind mewujud dalam domi-nasi analisis faktorgenik yang agre-

gatif dan seringkali asumtif serta dip-inggirkannya analisis aktogenik yang lebih empiris dan kontekstual (Ala-tas, 1972). Dalam studi Islam, captive mind mewujud dalam penggunaan metode hermeneutika dalam tafsir Quran, pluralisme agama, dan ide-ide lain yang banyak “didakwahkan” oleh eksponen Islam liberal (Husaini, 2006). Dalam ilmu sosial secara umum, captive mind mewujud dalam marginalisasi terhadap sumbangan Ibnu Khaldun yang sebenarnya juga memiliki relevansi dan signifikansi teoretik, khususnya dalam men-ganalisis fenomena di dunia muslim seperti yang dilakukan oleh Syed Farid Alatas (1993) ketika mengana-lis pembentukan negara Savafi Iran.

Sama seperti yang SEMAR UI lakukan terhadap sumbangan Marx dan Marxis yang dipinggirkan karena dicap anti-Tuhan dan kejam, tugas ARC menurut saya adalah untuk menggali studi Islam dan sumban-gan sarjana muslim terhadap ilmu sosial yang juga dipinggirkan. Kare-na studi Islam, khususnya yang ber-kaitan dengan eksistensi, adalah ilmu yang wajib dikuasi oleh setiap mus-lim (fardhu ain) untuk dapat mema-hami relasi sejati antara kita sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Khalik (Al-Attas, 2010). Adapun sumbangan sarjana muslim dalam ilmu sosial yang menjadi ranah ber-operasinya ARC merupakan upaya untuk memperbaiki dan melengkapi teori-teori Barat yang irrelevan ketika diterapkan dalam dunia muslim yang punya pandangan alam (worldview), praktik kultural, konteks sosio-histo-ris, dan juga tradisi kesarjanaan yang

khas. Kajian bertema “Ibnu Khaldun dan Machiavelli: Mengurai Benang Merah Pemikiran Timur dan Barat” yang diselenggarakan oleh ARC (27/3) adalah sebuah langkah awal baik untuk menggali sumbangan Ibnu Khaldun yang selama ini terping-girkan. Walaupun pekerjaan rumah masih banyak dan itu semua harus dilakukan dengan kerja ekstra keras, sedikit banyak ARC telah membantu kita untuk keluar dari captive mind.

Namun, keluar dari captive mind bukan berarti kemudian mengeten-gahkan nativisme yang menolak se-cara total ide-ide Barat. Sebaliknya, upaya untuk menggali teori, ide, isu, dan pendekatan yang terpinggirkan itu justru adalah untuk menapaki keadilan. Kehadiran ARC dan juga kelompok-kelompok lain yang beru-paya menggali ide, teori, isu, dan pendekatan yang terpinggirkan itu penting bagi kita yang karena captive mind seringkali hanya melihat hal-hal yang menjadi arus utama (main-stream) saja sehingga membuat kita menjadi tidak adil. Padahal sebagai mahasiswa, kita adalah kaum terpe-lajar yang dilukiskan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia (1975), “harus sudah berbuat adil se-jak dalam pikiran apalagi dalam per-buatan.” Bahkan, jauh sebelum Pram hidup, Pencipta dari Pram dan juga Pencipta kita semua telah memberi kita petunjuk melalui Rasulullah SAW, “Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat dengan Takwa.” (Al-Maidah: 8)

HIKMAH

Page 12: Buletin ARC April

12 Lentera | April 2015

Nopitri Wahyuni | Tim Penulisan ARC | @ntriwhy

“Ibn Khaldun’s work (Muqaddimah) is the greatest work of its kind that has ever yet been created by any mind in any time or place. ” (Arnold Toynbee)

Mencari Remah Sang Pemikir, Ibn Khaldun

Penulis mendengar kali-mat pujian ini pertama kali saat Bang Imam me-

mecahkan keheningan saat Kajian Eksternal ARC FSI FISIP UI tempo lalu. Penulis tercengang. Bahkan, sebagai seorang Muslim, penulis tidak banyak mengenal tokoh ini sebagai punggawa ilmuwan Islam yang dikagumi kiprahnya. Dalam kajian bertajuk “Ibn Khaldun dan Machiavelli: Mengurai Benang Merah Pemikiran Timur dan Barat” tersebut, pembicara memposisikan porsi bahasan Ibn Khaldun sebagai sebuah corong pemikiran yang memuaskan dahaga intelektual-itas kita. Hal pertama yang perlu dicatat ialah sebenarnya seberapa hebatkah Ibn Khaldun sehingga nama dan karyanya digandrun-gi oleh pemikir- pemikir Barat? Lalu, apa relevansi pemikiran Ibn Khaldun dengan konteks pe-mikiran sosial politik saat ini?

Mengenal Sosok Ibn KhaldunJika membicarakan Ibn Khal-

dun, kita tidak terlepas dengan muasal Ibn Khaldun yang identik dengan sebuah potret pening-galan peradaban Islam yang in-dah di Spanyol. Andalusia, sebuah kota yang pada masanya menjadi representasi kejayaan Islam di Er-opa ialah asal keluarga Ibn Khal-dun. Namun, ia dilahirkan di Tunis, 1 Ramadhan 732 H (27 Mei 1332 M) dari seorang keluarga Arab- Spanyol yang hijrah ke Tunisia di pertengahan abad ketujuh. Ibn Khaldun memiliki nama lengkap

Abd al- Rahman ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abi Bakar Mu-hammad al- Hassan ibn Jabir ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Abd al-Rahman ibn Khaldun . Nenek moyangnya berasal dari Hadh-ramaut, Yaman Selatan, yang hijrah ke Hijaz sebelum kedatangan Islam.

Ibn Khaldun merupakan keturunan dari keluarga yang cukup terpandang dan memili-ki latarbelakang pendidikan yang baik. Dalam kalimat lain, Ibn Khal-dun telah disandingkan dengan aroma potret perpolitikan, kemap-anan finansial, dan kehidupan in-telektual sejak ia kecil. Ia tumbuh dengan didikan tradisional guru pertamanya yang tidak lain ia-lah ayahnya sendiri. Ibn Khaldun mempelajari dasar- dasar agama Islam dari ayahnya, Muhammad ibn Muhammad. Selain itu, ia juga belajar dari guru- gurunya di Tunis yang mengajari berbagai dimensi disiplin ilmu yang mempengaruhi perkembangan intelektualnya. Hal tersebut merupakan fase pertama belajar Ibn Khaldun. Fase selanjut-nya, Ibn Khaldun belajar dengan berpindah- pindah dari Fez, Gra-nada, dan lain- lain dalam rentang waktu 32 tahun (1350-1382).

Dari sejumlah literatur, banyak disuguhkan mengenai tiga peri-ode perjalanan hidup Ibn Khaldun . Masa awal ialah ketika Ibn Khaldun bergelut dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti tafsir, hadits, usul fikih, fisika, matematika, dan lain- lain. Ia berguru dengan berbagai ahli, tetapi studi tersebut

harus berhenti karena penyakit Pes melanda selatan Afrika pada tahun 749 H dan harus merenggut ayah dan sebagian besar gurun-ya. Periode selanjutnya, Ibn Khal-dun masuk ke ranah perpolitikan praktis dan pernah dijejali dengan berbagai nuansa permainan poli-tik hingga sempat dijebloskan ke penjara. Sampai pada akhirnya, ia berkonsentrasi pada bidang penelitian dan penulisan sele-pas rasa lelahnya dengan dun-ia politik. Perpecahan politik dan degradasi pengetahuan di masa ini, Ibn Khaldun mulai menuang namanya dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam yang akh-irnya cukup disegani hingga kini.

Ibn Khaldun dan Harta Karun Pemikiran

Mungkin kebanyakan orang tidak mengenal sosok ini. Mungkin kebanyakan orang tidak tahu apa itu Kitab Al- Ibar. Mungkin kebanyakan orang juga belum pernah menden-gar apa itu gerak evolusi melingkar, apa itu konsep ‘ashabiyah, apa itu konsep ‘umron. Mungkin kebanya-kan orang juga tidak mengetahui bahwa Ibn Khaldun sang master ilmu yang dalam satu bukunya ia membahas sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, dan epistomolo-gi. Itulah ironi yang kini kita tonton bahwa realitanya nama Ibn Khal-dun masih samar- samar terdeng-ar di kalangan umat Islam sendiri.

Mukaddimah. Sebuah magnum opus Ibn Khaldun yang sampai kini masih menjadi rujukan banyak in-

TAULADAN

Page 13: Buletin ARC April

13Lentera | April 2015

telektual. Dalam karangan tersebut, Ibn Khaldun membahas mengenai konsep awal berdirinya sebuah negara. Di dalam karya pengantar tersebut, Ibn Khaldun juga men-yajikan seluk beluk ranah politik seperti negara- negara umum, kerajaan, khilafah, dan level level dalam kekuassaan. Bahkan, dalam bab yang sama ia juga menjelas-kan mengenai sebab- sebab la-hirnya sumber- sumber kekuasaan, strategi mempertahankaan kekua-saan dan negara, serta faktor- fak-tor yang mempengaruhi kerun-tuhannya . Buku tersebut seperti memiliki naluri untuk menghem-buskan nafas intelektualitas yang jenius, sehingga pada akhirnya mampu mempengaruhi ilmu- ilmu sosial yang digarap di Barat.

Ibn Khaldun juga dianggap se-bagai salah seorang pemikir kon-troversial. Dalam memahami pe-mikirannya pun, ada lima persepsi yang berusaha memboyong pe-mikiran Ibn Khaldun. Faksi perta-ma ialah faksi yang mengukuhkan Ibn Khaldun sebagai pemikir Is-lam. Kedua, faksi yang menyata-kan bahwa Ibn Khaldun tidak lain ialah pemikir sekular. Kemudian, ada faksi yang menyandingkan Ibn Khaldun sebagai salah satu pemikir aristotelian atau aliran fil-safat Yunani. Lalu, ada juga faksi yang memposisikan Ibn Khaldun sebagai pemikir nasionalisme Arab. Terakhir, faksi yang berusa-ha mengkomparasi pemikiran Ibn Khaldun dengan pemikiran Eropa.

Di sisi lain, ketika Ibn Khaldun menjadi rujukan ilmu pengetahuan, ada kala di mana ia mendapatkan kritik pada karyanya. Kritik yang datang dari White mengemukakan bahwa Ibn Khaldun dianggap se-bagai seorang yang tidak human-is dengan dalih yang mengatakan bahwa Ibn Khaldun terlalu bers-inggungan dengan sejarah Arab yang berbau dengan perang atau radikalisme. Selain itu, pemikiran Ibn Khaldun dianggap sebagai karya yang pseudoscience den-

gan gaya spekulatif yang dikaitkan dengan tataran wahyu. Namun, terlepas dari kritik tersebut, akan menjadi sangat lucu ketika lima abad setelah keluarnya pemikiran Ibn Khaldun, tumbuh pemikiran- pemikiran Barat yang akarnya dari pemikiran Khaldun dan leb-ih santer terdengar di telinga kita.

Ibn Khaldun membuktikan dirin-ya sebagai ilmuwan

brilian sekaligus kreatif yang telah

menformulasi berb-agai disiplin ilmu, seperti sejarah, sosiologi, politik, dan ekonomi be-rabad- abad jauh

sebelum pemikiran- pemikiran tersebut tampil di permu-

kaan.

Dalam sebuah karangan ber-judul Ibn Khaldun: His Life and Work , pemikiran- pemikiran Ibn Khaldun disejajarkan dengan pemikir Eropa sekelas Machiavelli. Machiavelli dalam karyanya, The Prince, ban-yak membahas mengenai kerang-ka membangun negara yang kuat dengan akar nasionalisme, yang kemudian dapat disandingkan dengan konsep solidaritas kelom-pok atau ‘ashabiyah dalam Muqad-dimah. Dengan dua pemikiran yang sama- sama mengacu pada gaya pemikiran realis empiris dengan pokok bahasan yang hampir seru-pa, kemudian yang akhirnya diper-

tanyakan ialah apakah Machiavelli terpengaruh dengan pemikiran Ibn Khaldun? Apakah pengaruh pemikiran Ibn Khaldun dengan he-batnya menjembatani pemikiran- pemikiran Barat lainnya, bahkan selain Machiavelli itu sendiri?

Ibn Khaldun and the Great Thoughts: Sebuah Penutup

Membicarakan Ibn Khaldun memang tidak hanya sekadar membicarakan seorang intelektual biasa. Sumbangan pemikirann-ya kepada dunia intelektual Islam tidak hanya bisa dideskripsikan dua atau tiga halaman kertas. Butuh waktu yang sangat pan-jang sampai akhirnya Ibn Khal-dun mampu membuktikan bah-wa benih- benih pemikirannya tumbuh dan berbunga hingga saat ini. Bukan hanya berbunga saja, tetapi kelopaknya sudah ter-bang ke tanah Eropa dan kem-bali tumbuh dan mekar kembali.

Ibn Khaldun membuktikan dirinya sebagai ilmuwan brilian sekaligus kreatif yang telah men-formulasi berbagai disiplin ilmu, seperti sejarah, sosiologi, politik, dan ekonomi berabad- abad jauh sebelum pemikiran- pemikiran tersebut tampil di permukaan. Rep-utasi Ibn Khaldun yang bersinar di Barat maupun di Timur dengan performa intelektualitasnya yang menyentuh segala sendi kehidu-pan manusia. Akhirnya, pertanyaan yang perlu dilontarkan ialah apa-kah kita masih mau menutup mata terhadap keagungan intelektualitas Ibn Khaldun? Atau kah kita masih mencari remah- remah pemikiran-nya setelah nyata sumbangsihn-ya terhadap ilmu pengetahuan?

Referensi:Muhammad Abdullah Enan, Ibn Khaldun: His Life and Work (Cairo), diterjemahkan ke da-lam bahasa Inggris oleh Shai-kh Muhammad Ashraf (La-hore: The Bengal Art Press).

TOKOH

Page 14: Buletin ARC April

14 Lentera | April 2015

Intan Sari , Tim Kajian ARC | @sariintan04Mengapa Kita Berislam?

Kajian Internal yang di-adakan oleh Al-Hikmah Research Center (16/03)

ini diadakan khusus untuk an-ggota FSI 26 FISIP UI dengan tema “Mengapa Kita Beragama Islam?” oleh Nazirah (Pendiri Ko-munitas Penggenggam Hujan dan Anggota INSIST). Kajian ini di-adakan untuk menambah ilmu pengetahuan seputar keislaman kita yang akan mendekatkan diri kita dan menambah keyak-inan kita pada Sang Pencipta.

Pada awal diskusi kajian in-ternal ini, pembicara menjelaskan apa itu diin Islam yang sebenarnya. Apakah budaya yang melahirkan agama ataukah agama yang mel-ahirkan kebudayaan? Islam tidak sama dibandingkan dengan agama lain. Sebagai diin, Islam tidak lahir dari kebudayaan melainkan Islam itu adalah suatu agama yang sudah ada sejak adanya alam semesta ini.

Walau begitu, Islam tidaklah sama dengan konsep agama yang dipahami dan ditafsirkan dalam konteks kesejarahan Barat. Kare-na Islam diwahyukan, bukan hasil

dari manifestasi kebudayaan sep-erti agama lainnya. Epistemologi Barat lahir dari sejarah yang beru-pa pengalaman dan ditambah dengan observasi. Sehingga ag-ama dapat direvisi sesuai dengan perkembangan zaman. Sedangkan epistemologi Islam berasal dari wahyu yaitu Al-Quran dan hadits yang melahirkan spiritualitas se-kaligus intelektualitas. Al-Quran sendiri tidak bisa direvisi karena memang tidak perlu direvisi dise-babkan Al-Quran selalu sesuai dengan perkembangan zaman.

Lanjut Nazirah, Manusia memi-liki pandangan yang berbeda-be-da terhadap agama. Pandangan manusia terhadap agama yaitu, 1) Agama sebagai kepalsuan yang pasti (agama tidak berguna), 2) Agama sebagai kegunaan yang pasti. Contohnya fungsi agama dalam birokrasi, 3) Agama se-bagai kepastian yang pasti (aga-ma sebagai keyakinan). Perspektif mengenai mengartikan agama tidak hanya dengan tataran ru-hiyah, tetapi juga dengan tataran filsafat. Ketika kita membicarakan

agama sebagai keyakinan, kita ha-rus memahami paradigma yang

membangun perspektif terse-but. Diin atau agama memiliki tiga tataran pengusungnya, yaitu 1) Agama secara ontologis adalah realitas, 2) Agama secara episte-mologis adalah konsep, 3) Agama secara fenomenologis adalah etika (melahirkan adab). Islam sebagai diin memiliki tiga dimensi, yakni 1) Islam yang melahirkan syariat, 2) Iman yang menghasilkan akidah, 3) Ihsan yang melahirkan tasawuf.

Terakhir, ditutup dengan pen-jelasan bahwa Konsep diin sebagai penyerahan diri secara totalitas ter-dapat dalam QS. Al-Araf: 29 dan Yunus: 22. Terlepas dari kenyataan-nya kita beragama Islam apakah karena faktor keturunan atau tidak, Islam adalah agama yang diridhai Allah. Dan semua jiwa manusia pasti membutuhkanNya. Islam adalah agama yang tidak bisa dide-konstruksi melalui revisi wahyu ka-rena memang keberadaannya ada-lah ada semenjak alam semesta ini ada diciptakan oleh Allah SWT.

LIPUTAN

Page 15: Buletin ARC April

15Lentera | April 2015

Mengkaji Pemikiran Ibn Khaldun Bersama Bang Imam

Bulan Maret kali ini telah menjadi pengalaman yang luar biasa bagi tim

ARC (Departemen ARC FSI FISIP UI–red). Tepatnya pada Selasa, 11 Maret 2015, tim ARC telah men-gadakan jaulah (kunjungan –red) terhadap alumni Sosiologi Univer-sitas Indonesia, Muhammad Khairul Imam, S.Sos –atau yang lebih sering disapa ‘Bang Imam’– untuk bersa-ma-sama mengkaji pemikiran Ibnu Khaldun. Bang Imam sendiri adalah orang yang sangat tertarik dengan pemikiran Ibnu Khaldun. Konon ka-tanya, ia sudah berhasil menyelesai-kan bacaannya terhadap salah satu buku karya besarnya Ibnu Khaldun, yaitu Muqaddimah (Konsep-Konsep Sejarah). Wah... Keren sekali, kan?

Memangnya, siapa itu Ibnu Khal-dun? Ibnu Khaldun sendiri adalah se-orang ilmuwan besar yang lahir pada abad kejayaan Islam di masa kekhal-ifahan Bani Abbasiyah. Ia berasal dari Tunis, Andalusia. Ia menjadi tokoh paling terkenal di abad ke-14 dalam dunia keilmuan dan filsafat yang pada saat itu sedang berkembang pesat di lingkup masyarakat Islam.

Menurut Bang Imam, tokoh besar ini telah melahirkan beberapa karya besar yang tersusun menjadi empat buah buku. Selain Muqaddimah yang telah disebutkan di awal, ada juga at-Tarikh al-‘Arab (Sejarah bangsa Arab), at-Tarikh al-Berbes (Sejarah bangsa Berbes), dan at-Ta’arif bi Ibn Khaldun (Autobiografi Ibnu Khaldun) yang semuanya merupakan bagian dari satu kesatuan karya besar yang dinamakannya sebagai al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Bar-bar wa man ‘Asharahim min Dzawi al-Suthan al-Akbar (Contoh-Contoh dan Rekaman tentang Asal-Usul dan

Peristiwa Hari-Hari Arab, Per-sia, Barbar dan Orang-Orang yang

Sezaman dengan mereka yang

Memiliki Kekuatan Besar). Karena jud-ulnya terlalu panjang, orang bi-asan-ya hanya menyebut al-I’bar saja un-tuk menyebutkan karya Khaldun ini.

Bang Imam juga menuturkan, membaca karya Khaldun adalah bukan suatu hal yang mudah dalam konteks kekinian. Selain karena hasil terjemahan yang terkadang menim-bulkan perbedaan makna dari baha-sa aslinya, karya-karya Khaldun yang sudah banyak ditulis ulang pada masa ini juga tidak terlepas dari inter-pretasi-interpretasi para penulisnya. Interpretasi tersebut berbeda-beda karena paradigma yang berkembang terhadap pemikiran Khaldun juga berbeda-beda. Hal inilah yang mem-buat Bang Imam merasa bahwa menamatkan satu buku Muqad-dimah adalah suatu prestasi yang luar biasa yang pernah dicapainya.

Menurut Bang Imam juga, para-digma tersebut dapat dikategorikan menjadi lima yang diantaranya ada-lah paradigma konteks keislaman, paradigma sekuler, paradigma yang melihat bahwa Khaldun dipengaru-hi filsafat Yunani, paradigma yang mengeksklusi Khaldun dari Eropa dan paradigma nasionalisme Arab. Lima paradigma tersebut juga yang kemu-dian mempengaruhi perkembangan pemikiran Khaldun di Timur dan Barat yang berbeda satu dengan lainnya.

Jika dilihat dari konteks ke-kinian, Ibnu Khaldun telah banyak menyumbangkan pemikirannya ter-hadap berbagai ilmu pengetahuan yang ada saat ini –seperti Ilmu Se-jarah, Sosiologi dan Ilmu Ekonomi. Ia tidak hanya berkontribusi dalam pengembangan ilmu-ilmu tersebut saja, tapi juga banyak mempen-garuhi logika berpikir tokoh-tokoh Eropa masa Renaisans yang juga

berkontribusi dalam perkem-bangan ilmu-ilmu tersebut. Bahkan,

menurut bang Imam, tidak sedik-it dari mereka yang justru melaku-

kan plagiasi terhadap pemikiran Khaldun. Yang paling tampak dian-taranya adalah Il Prince karya Mach-iavelli yang pembahasannya sama dengan salah satu bab di Muqad-dimah, yang hanya memiliki per-bedaan dalam konteks wilayah.

Banyak hal-hal menarik lainnya yang dibahas oleh bang Imam ter-kait dengan pemikiran Ibnu Khaldun ini. Misalnya, pembahasan mengenai Khaldun yang menjadi penyelamat historiografi Islam dari kesesatan, terutama tentang hadis-hadis Ra-sulullah yang perawi-perawinya diperjelas karena historiografi yang saat itu sangat tidak bisa diper-tanggungjawabkan; Khaldun yang berhasil menyusun perjalanan per-istiwa sejarah melalui logika berpikir sebab-akibat dan memisahkannya dari mistisme; Khaldun yang meng-gunakan gaya berpikir spekulatif dan Alquran sebagai pijakan dalam mengritik pemikiran orang lain; Khal-dun yang dapat dikatakan sebagai peneliti empirik pertama di dunia; dll. Pembahasan tersebut membuat tim ARC sendiri berdecak kagum pada salah satu pemikir Islam ini. Ilmu semakin bertambah dan iman pun in sya allah semakin mening-kat dengan diadakannya kajian ini.

Setelah mengetahui pemikiran Ibnu Khaldun ini dari Bang Imam, kita harusnya tidak hanya berdiam diri dan berdecak kagum mengenang ro-mantisme sejarah belaka. Kita harus-nya terinspirasi untuk mengkaji Ibnu Khaldun lebih jauh lagi. Dan akan lebih baik lagi jika kita menjadikann-ya sebagai sebuah batu pijakan un-tuk dapat mengikuti jejaknya, dalam mengangkat peradaban Timur, men-gangkat peradaban Islam, dan meraih kejayaan Islam melalui pengemban-gan ilmu pengetahuan yang berba-sis pada sumber ajarannya, yaitu Al ur’anajarannya, yaitu al-Qur’an.

Ismail Fajar, Tim Penulisan ARC | @ismailfajar

LIPUTAN

Page 16: Buletin ARC April

16 Lentera | April 2015

KATA MEREKA TENTANG ARC

“Sebenarnya dimanakah kita berpijak?” -Adalah sebuah per-tanyaan mendasar sebelum kita berlomba-lomba menyebarkan kebermanfaatan di dunia ini. Al-ih-alih mengetahui dimana harus berpijak, justru banyak yang malah tercerabut dari akar budayanya. Alhasil dirinya terombang ambing tanpa tujuan yang jelas. Sejatinya kehadiran Forum Studi Islam dan Alhikmah Research Center (ARC) adalah sepercik pelita dalam gelap yang penuh harap padaNya, dapat menjadi penuntun dalam jaman yang serba edan ini. Sampai saat ini saya percaya bahwa Islam be-nar-benar agama rahmatan lil-ala-min yang di dalamnya terdapat tol-eransi yang begitu agung, nilai yang universal bagi semua manusia na-mun, disaat yang bersamaan tidak mematikan kearifan lokal (dengan catatan tidak bertentangan den-gan syariat tentunya). Besar hara-pan saya FSI terutama ARC dapat semakin produktif dan inklusif. Untuk kemudian tidak terjebak bentuk namun tetap sarat akan makna untuk menjawab tantan-gan zaman dan menjadi pelita bagi FISIP, UI dan Indonesia.“ –@baral-intar, Ketua BEM FISIP UI 2014

“Al Hikmah Research Centre adalah salah satu tempat yang bisa lu pake buat berdialekti-ka. Al Hikmah Research Cen-tre juga merupakan salah satu tempat yang bisa lu pake buat mengembangin pemikiran kritis lu. Al Hikmah Research Centre juga bisa lu pake sebagai basis membangun gerakan. Karena, seperti kata Pram, seorang ter-pelajar sudah harus adil sejak ia masih berada dalam pikirannya. Dan, tentu saja, diperlukan ban-yak hikmah untuk membangun basis keilmuan kita di sini.” –Mu-hammad Azmi Hafizha Rahman – Keilmuan BEM FISIP UI 2014

Riana Rahmadaniati

“ARC? Hmm mungkin beberapa dari mahasiswa FISIP masih as-ing jika mendengar kata ARC. ARC yang merupakan kepanjan-gan dari Al Hikhmah Research Center adalah salah satu lemba-ga keilmuan di FISIP yang meng-kaji masalah sosial politik yang berkembang saat ini melalui ka-camata islam. Dan ARC dapat menjadi ladang ilmu baru bagi kita untuk memperluas khazan-ah ilmu pengetahuan kita men-genai islam.” –Riana Rahmada-niati – Wakil Kepala Departemen Keilmuan BEM FISIP UI 2015.

Bara Lintar S.

Muhammad Azmi Hafizha Rahman

ETALASE

Page 17: Buletin ARC April

17Lentera | April 2015

Eveline Ramadhini -Sosiologi 2013“ Genggamlah ilmu dengan jiwa, maka hakikat hidup akan terjaga.”

PENGENALAN PROFIL ARC FSI 26

Yan Simba Patria - Komunikasi 2013“ Hidup adalah antara pilihan dan memilih; sementara memilih untuk hidup adalah bukan pilihan, melainkan keberkahan. Lalu, siapa lagi yang lebih berhak kita pilih selain Pemberi Keberkahan?”

KENALKANAL

Page 18: Buletin ARC April

18 Lentera | April 2015

M Ikhsan Fadli -HI 2014“ Jangan pernah merasa paling sengsara.”

Intan Sari - Adm Niaga 2014“ Hidup adalah proses memaknai setiap lang-kah pilihanNya.”

Tri Nopiyanto - Politik 2014“Carilah ilmu hingga ujung dunia, karena itu yang akan membedakanmu dengan orang lain.”

Rakha Gusti W - Kessos 2014“ Dengan mempelajari se-genap lapisan individu, maka kau akan menemapai puncak strata dunia.”

Ismail Fajar - Sosiologi 2014“ Tak pernah ada kemuliaan tanpa ilmu, tak pernah ada nestapa karena ilmu.”

M Raihan Sujatmoko - Politik 2012“ Aku adalah seorang masokis yang berteman dengan sejenis rasa sakit yang selalu membuat otakku sakit luar biasa. Rasa sakit itu adalah pencarian kebenaran yang hakiki.”

Khairunnisa Solihah - Komunikasi 2014“Jujur Itu Indah, Jujur Itu Berkah, Libat-kan Allah SWT dalam Setiap Langkah.”

Nopitri Wahyuni - Kessos 2014 “Aku adalah manifestasi tong kering

yang haus akan makna.”

KENALKANAL

Page 19: Buletin ARC April

19Lentera | April 2015

Assalamualaikum, wr. wb.Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya.

Mau jadi manusia bermanfaat? Yuk jangan ditunda-tunda!

Kami, Dep. ARC FSI FISIP UI se-dang berikhtiar untuk membangun sebuah perpustakaan. Perpusta-kaan ini dibangun untuk mewujud-kan masyarakat FISIP yang cinta ilmu, memfasilitasi orang-orang yang ingin menambah wawasan-nya.

Untuk membangun perpustakaan ini, kami sangat membutuhkan bantuan dari teman-teman. Bantu-an tersebut dapat berupa:1. Sumbangan doa untuk kelancar-an pembangunan perpustakaan ini.2. Sumbangan buku (baru/bekas).

Teman-teman dapat menyum-bangkan buku-bukunya dengan menghubungi:• Yan Simba (085642885417)• Ismail Fajar (089687448335)

Insyaallah, dengan membantu kami, teman-teman menjadi ma-nusia yang bermanfaat. Berman-faat bagi kami dan bagi pembaca buku-buku yang ada di perpusta-kaan ini nantinya. Amin.

Yuk jadi manusia bermanfaat untuk sesama!smile emoticon

ARC FSI FISIP UI 26“Get Some, Do Awesome.”

PROGAN

Program Berjalan

Program Mendatang

Page 20: Buletin ARC April

20 Lentera | April 2015